makalah blok 19 yolanda dvt

26
Trombosis Vena Dalam dan Penanganannya Stephani Gualagetzsa 102013069 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Email: [email protected] Pendahuluan Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah. Thrombus atau bekuan darah ini dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung atau mikrosirkulasi dan menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau emboli. Di Amerika Serikat, thrombosis merupakan penyebab utama kematian dengan angka kematian sekitar 2 juta penduduk tiap tahun akibat thrombosis arteri, vena atau komplikasinya. Angka kejadia thrombosis vena dala atau deep vein thrombosis (DVT) yang baru berkisar 50 per 100.000 penduduk, sedangkan pada usia lebih dari 70 tahun diperkirakan 200 per 100.000 penduduk. Thrombosis vena banyak sekali mempunyai komplikasi yang sangat fatal bagi tubuh antara lain resiko trombo emboli pada pasien devisiensi antitrombin III dapat mencapai 80%, 70% pada gagal jantung kongestif dan 40% pada infark miocard akut. Pada pasien dieropa dan 16% di Amerika Serikat. Pada pasien yang menjalani operasi ginekologi dan obsetri, risiko DVT berkisar 7-45% sedangkan pada operasi saraf anatara 9-50%. 1 Kasus 1

Upload: stephanigualagetzsa0

Post on 27-Jan-2016

246 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

deep vein

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Blok 19 Yolanda DVT

Trombosis Vena Dalam dan Penanganannya

Stephani Gualagetzsa

102013069

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Email: [email protected]

Pendahuluan

Trombosis adalah terbentuknya bekuan darah dalam pembuluh darah. Thrombus atau

bekuan darah ini dapat terbentuk pada vena, arteri, jantung atau mikrosirkulasi dan

menyebabkan komplikasi akibat obstruksi atau emboli. Di Amerika Serikat, thrombosis

merupakan penyebab utama kematian dengan angka kematian sekitar 2 juta penduduk tiap

tahun akibat thrombosis arteri, vena atau komplikasinya. Angka kejadia thrombosis vena dala

atau deep vein thrombosis (DVT) yang baru berkisar 50 per 100.000 penduduk, sedangkan

pada usia lebih dari 70 tahun diperkirakan 200 per 100.000 penduduk.

Thrombosis vena banyak sekali mempunyai komplikasi yang sangat fatal bagi tubuh

antara lain resiko trombo emboli pada pasien devisiensi antitrombin III dapat mencapai 80%,

70% pada gagal jantung kongestif dan 40% pada infark miocard akut. Pada pasien dieropa

dan 16% di Amerika Serikat. Pada pasien yang menjalani operasi ginekologi dan obsetri,

risiko DVT berkisar 7-45% sedangkan pada operasi saraf anatara 9-50%. 1

Kasus

Seorang laki-laki 65 tahun yang sedang dirawat inap dikonsulkan dengan keluhan

betis kirinya sakit disertai bengkak dan kemerahan sejak 4 jam yang lalu. Pasien tersebut

sudah hari dirawat setelah menjalani operasi pergantian sendi panggul 2 hari yang lalu.

Anamnesis

Hal pertama yang perlu dilakukan oleh seorang dokter ketika pasien datang adalah

melakukan anamnesis. Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan

pasien dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat

penyakit pasien. Riwayat pasien merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga

kerahasiaannya, yaitu segala hal yang diceritakan oleh penderita. Anamnesis atau medical 1

Page 2: Makalah Blok 19 Yolanda DVT

history adalah informasi yang dikumpulkan oleh seorang dokter  dengan cara melakukan

wawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan spesifik baik itu terhadap pasien itu

sendiri (auto-anamnesis) maupun dari orang yang dianggap dapat memberikan keterangan

yang berhubungan dengan keadaan pasien (allo-anamnesis/hetero-anamnesis). Berdasarkan

anamnesis yang baik, seorang dokter biasanya akan menanyakan identitas dan keadaan pasien

meliputi:2

- Nama lengkap

- Jenis kelamin

- Umur

- Tempat tanggal lahir

- Alamat tempat tinggal

- Status perkawinan

- Pekerjaan

- Suku bangsa

- Agama

- Pendidikan

Hal pertama yang ditanyakan kepada pasien adalah mengenai riwayat pribadi pasien.

Riwayat pribadi adalah segala hal yang menyangkut pribadi pasien; mengenai peristiwa

penting pasien dimulai dari keterangan kelahiran, serta sikap pasien terhadap keluarga dekat.

Termasuk dalam riwayat pribadi adalah riwayat kelahiran, riwayat imunisasi, riwayat makan,

riwayat pendidikan dan masalah keluarga. Setelah mendapatkan data pribadi pasien,

anamnesis selanjutnya adalah menanyakan keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang,

riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga dan riwayat sosial. 2

Keluhan utama adalah gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan

penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan serta

menjelaskan tentang lamanya keluhan tersebut. Keluhan utama merupakan dasar untuk

memulai evaluasi pasien. Riwayat penyakit sekarang adalah penyakit yang bermula pada saat

pertama kali penderita merasakan keluhan itu.

2

Page 3: Makalah Blok 19 Yolanda DVT

Riwayat penyakit dahulu adalah riwayat penyakit yang pernah diderita di masa

lampau yang mungkin berhubungan dengan penyakit yang dialaminya sekarang.

Riwayat keluarga merupakan segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter

dan kontak antar anggota keluarga mengenai penyakit yang dialami pasien. Dalam hal

ini faktor-faktor sosial keluarga turut mempengaruhi kesehatan penderita. Riwayat

sosial mencakup keterangan mengenai pendidikan, pekerjaan dan segala aktivitas di

luar pekerjaan, lingkungan tempat tinggal, perkawinan, tanggungan keluarga, dan

lain-lain. Perlu ditanyakan pula tentang kesulitan yang dihadapi pasien. 2

Pada kasus pasien ini diketahui bahwa pasien hari yang lalu menjalani operasi

pergantian sendi panggul dimana operasi ini merupakan operasi bedah yang cukup

besar lalu 4 jam yang lalu didapati bahwa betis pasien mengalami pembengkakan, lalu

menanyakan riwayat thrombosis pada keluarga juga merupakan suatu hal yang

penting.

Pemeriksaan Fisik

Tujuan pemeriksaan fisik umum adalah untuk mengidentifikasi keadaan

umum pasien saat pemeriksaan dengan penekanan pada tanda-tanda vital, keadaan

sakit, gizi dan aktivitas pasien. Setelah anamnesis selesai dilakukan, maka

pemeriksaan fisik biasanya dimulai dengan pemeriksaan objektif yaitu tekanan darah,

denyut nadi, pernapasan, suhu dan tingkat kesadaran, serta pemeriksaan tanda-tanda

vital dengan inspeksi, palpasi, dan auskultasi. 2

- Inspeksi (look)

Lihat apakah ada deformitas seperti penonjolan abnormal, angulasi, rotasi, dan

pemendekan. Cari functio lesa (hilangnya fungsi), bandingkan antara sinistra

dan dextra apakah ada kelainan atau tidak seperti panjang pendek kedua

ekstermitas .

Tampak adanya edema dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi,

rotasi, pemendekan) hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit

robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka.

- Palpasi (feel)

Terdapat nyeri tekan setempat, teraba adanya penonjolan tulang, tetapi perlu

juga memeriksa bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk

3

Page 4: Makalah Blok 19 Yolanda DVT

menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang

memerlukan pembedahan.

- Pemeriksaan Gerak (movement)

Menguji kemampuan gerak ekstremitas dengan tes gerak sendi normal. Pada

ekstremitas normal, tidak akan menemukan kesulitan untuk melakukannya.

Perhatikan adanya krepitasi atau tidak, nyeri saat digerakkan, serta seberapa

jauh gangguan-gangguan fungsi gerak yang ditimbulkan oleh fraktur (range of

motion) serta kekuatan ekstremitas sendiri.

- Pemeriksaan Khusus

Menguji gerakan sendi dengan gerakan yang khusus dapat dilakukan oleh

ekstremitas yang tanpa mengalami gangguan/masalah.

Biasanya pada DVT akan ditemukan tanda-tanda klinis yang klasis yaitu

edema tungkai yang unilateral, eritema, hangat, nyeri dan dapat pula diraba pembuluh

darah superficial. Pada pasien tersebut ditemukan inflasi dan eritema pada betis

kirinya (unilateral).

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan laboratorium dalam arti luas adalah

setiap pemeriksaan yang dilakukan di luar pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang

dalam garis besarnya dimaksudkan sebagai alat diagnostik, petunjuk tatalaksana, dan

petunjuk prognosis. 2

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus DVT antara lain : 1

1. Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosis

DVT. Pada DVT pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan adalah

venografi dan flebografi pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan paling

standart untuk DVT baik pada betis, paha, maupun system ileofemoral

lainnya, kerugiannya adalah pemasangan kateter vena dan resiko alergi

terhadap bahan radiokontras (yodium). Dapat pula dilakukan Ultrasoografi

(USG) Doppler maupun Ultrasonografi kompresi, pemeriksaan USG Doppler

adalah pemeriksaan USG yang dilakukan secara duplex dan mempunyai

spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi untuk DVT proksimal. Ketepatan

4

Page 5: Makalah Blok 19 Yolanda DVT

pemeriksaan USG Doppler untuk DVT proksimal yang simtomatik adalah

94% dibandingkan dengan venografi. Sedangkan USG kompresi mempunyai

sensitivitas 89% dan spesifisitas 97% ada DVT proksimal yang simtomatik

sedangkan DVT pada daerah betis mempunyai hasil negative palsu 50%.

Selain itu dapat pula dilakukam MRI, biasanya MRI digunakan untuk

mendiagnosis DVT pada perempuan hamil atau DVT pada pelvis, iliaka dan

vena kava dimana usg Doppler pada ekstremitas bawah menunjukan hasil

negative.

2. Pemeriksaan labolatorium

Pada pemeriksaan labolatorium hemostasis didapatkan peningkatan D-dimer

dan penurunan anti thrombin. Peningkatan D-dimer merupakan indicator

adanya thrombosis aktif. Pemeriksaan ini sangat sensitive tapi tidak spesifik

dan sebenarnya lebih berperan untuk menyingkirkan adanya thrombosis jika

hasilnya negative. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas 93%, spesifisitas

77% dan nilai prediksi negative 98% pada DVT proksimal, sedangkan pada

DVT daerah betis sensitivitasnya 70%. Pemeriksaan labolatorium lain

umumnya tidak teralu bermakna untuk mendiagnosis adanya thrombosis,

tetapi dapat membantu menentukan faktor risiko .

Diagnosis Kerja : Diagnosis kerja scenario ini adalah Trombosis Vena Dalam (Deep

Vein Trombosis/DVT).

Patogenesis

Berdasarkan “Triad of Virchow”, terdapat 3 faktor yang berperan dalam

patogenesis terjadinya trombosis pada arteri atau vena yaitu kelainan dinding

pembuluh darah, perubahan aliran darah dan perubahan daya beku darah.

Trombosis vena adalah suatu deposit intra vaskuler yang terdiri dari fibrin, sel darah

merah dan beberapa komponen trombosit dan lekosit.

Patogenesis terjadinya trombosis vena adalah sebagai berikut :

1. Stasis vena.

2. Kerusakan pembuluh darah.

3. Aktivitas faktor pembekuan.

5

Page 6: Makalah Blok 19 Yolanda DVT

Faktor yang sangat berperan terhadap timbulnya suatu trombosis vena adalah statis

aliran darah dan hiperkoagulasi.

1. Statis Vena

Aliran darah pada vena cendrung lambat, bahkan dapat terjadi statis terutama

pada daerah-daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu yang cukup

lama.

Statis vena merupakan predis posisi untuk terjadinya trombosis lokal karena

dapat menimbulkan gangguan mekanisme pembersih terhadap aktifitas faktor

pembekuan darah sehingga memudahkan terbentuknya trombin.

2. Kerusakan pembuluh darah

Kerusakan pembuluh darah dapat berperan pada pembentukan trombosis vena,

melalui :

a. Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan.

b. Aktifitasi sel endotel oleh cytokines yang dilepaskan sebagai akibat

kerusakan jaringan dan proses peradangan.

Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel.

Endotel yang utuh bersifat non-trombo genetik karena sel endotel

menghasilkan beberapa substansi seperti prostaglandin (PG12), proteoglikan,

aktifator plasminogen dan trombo-modulin, yang dapat mencegah

terbentuknya trombin.

Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub endotel akan

terpapar. Keadaan ini akan menyebabkan sistem pembekuan darah di aktifkan

dan trombosir akan melekat pada jaringan sub endotel terutama serat kolagen,

membran basalis dan mikro-fibril. Trombosit yang melekat ini akan

melepaskan adenosin difosfat dan tromboksan A2 yang akan merangsang

trombosit lain yang masih beredar untuk berubah bentuk dan saling melekat.

Kerusakan sel endotel sendiri juga akan mengaktifkan sistem pembekuan

darah.

3. Perubahan daya beku darah

6

Page 7: Makalah Blok 19 Yolanda DVT

Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem pembekuan darah

dan istem fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya trombosis, apabila aktifitas

pembekuan darah meningkat atau aktifitas fibrinolisis menurun.

Trombosis vena banyak terjadi pada kasus-kasus dengan aktifitas pembekuan

darah meningkat, seperti pada hiper koagulasi, defisiensi Anti trombin III,

defisiensi protein C, defisiensi protein S dan kelainan plasminogen.4

Etiologi

Pasien bedah dapat mengalami kelainan system hemostatik yang menimbulkan

thrombosis. Untuk mencegah thrombosis, system hemostatik mengandung tiga protein

plasma penting : (1) anti trombinn III, (2) protein C dan (3) protein S. 1,3

Thrombosis vena profunda berulang dapat timbul pada pasien dengan kelainan

antitrombin III congenital. Kenyataan ini mempertegas kepentingan klinik

antitrombin II dalam mencegah thrombosis pada sirkulasi. Gangguan antitrombil III

congenital terjasi sekunder dari thrombosis berat, sindroma DIC, terapi heparin,

penyakit hati dan kelainan pembuangan protein pada ginjal serta tractus

gastrointestinalis. Kekurangan antitrombin III congenital dapat menimbulkan kelainan

trombotik pada keadaan klinik. Protein C adalah protein plasma lain yang berfungsi

membatasi pembentukan thrombin. Gangguan protein c congenital sudah ditemukan

dan dianggap berhubungan dengan thrombosis vena profunda dan superfiscial. Pasien

bedah belum ditemukan memiliki devisisensi protein c kecuali bila dia menderita

sindroma DIC. Protein C diaktifkan pada permukaan sel endotel bila penyakit

autoimun melukai endotel atau bila trauma local memodifikasi permukaan sel endotel,

maka protein c tidak dapat di aktifkan. Ia akan menimbulkan segmen pembuluh darah

yang mudah mengalami thrombosis. Baru-baru ini sudah dilakukan penelitian tentang

hal tersebut. Protein S adalah protein yang tergantung pada vitamin k, protein ini

berfungsi untuk melokalisasi protein C pada permukaan fosfolipid. Bila tidak ada

protein S pada permukaan fosfolipid, maka aktivasi protein C terganggu dan

fungsinya berkurang. Kekurangan protein S congenital terbukti dapat menimbulkan

kelainan trombotik yang mirip dengan protein C. 3

Dalam keadaan normal, darah yang bersirkulasi berada dalam keadaan cair,

tetapi akan membentuk bekuanjika teraktivasi atau terpapar dengan suatu permukaan.

Virchow mengungkapkan suatu trias yang merupakan dasar terbentuknya thrombus

7

Page 8: Makalah Blok 19 Yolanda DVT

yang dikenal dengan trias Virchow. Triad ini terdiri dari: 1) ganguan pada aliran darah

yang menyebabkan statis, 2) gangguan keseimbangan antara prokoagulab dn

antikoagulan yang menyebabkan aktivasi faktor pembekuan dan 3) gangguan pada

dinding pembuluh darah (endotel) yang menyebabkan prokoagulan. 3

Thrombus yang terbentuk pada arteri, karena alirannya cepat maka terdiri dari

tombosit yang diikat oleh fibrin yang tipis, sedangkan thrombus pada vena terutama

terbentuk pad adaerah statis dan terdiri dari eritrosit dengan fibrin dalam jumlah yang

besar dan memiliki sedikit trobosit.

Thrombosis vena dalam pasca bedah merupakan komplikasi operasi dan

istirahat tirah baring. Pada pasien yang mengalami operasi abdomen untuk tumor

ganas ginekologi atau pasien yang menjalani operasi panggun rekonstruksi,

thrombosis vena dalam pasca beda dapatterjasi. Sebagian besar thrombosis yang

terjadi pada vena terjadi pada anggota gerak bagian bawah karena pada daerah ini

aliran darah berkurang. Secara klinik, thrombosis vena profunda menimbulkan

penyumbatan pada aliran darah, yang merangsang timbulnya respon peradangan pada

vena. Bekuan darah pada sistel vena profunda mempunyai komplikasi utama emboli

yang berada dalam sirkulasi pulmonalis. 3

Epidemiologi

Trombosis vena dalam terjadi kira-kira 1 per 1000 orang per tahun. Kira-kira 1-

5% menyebabkan kematian akibat komplikasi. Trombosis vena dalam sangat sedikit

dijumpai pada anak-anak. Ratio laki-laki dan perempuan yaitu 1:1,2. Trombosis vena

dalam biasanya terjadi pada umur lebih dari 40 tahun.4

Gejala klinis

Gelaja klinis pada pasien DVT dapat terlihat yaitu :5

a. 50% dari semua pasien tidak menunjukan gejala

b. Obstruksi vena profunda dari tungkai menghasilkan edema dan

pembengkakan ekstremitas

c. Kulit pada tungkai yang terkena dapat teraba hangat; vena superficial

dapat lebih menonjol

d. Pembengkakan bilateral mungkin sulit untu dideteksi.

8

Page 9: Makalah Blok 19 Yolanda DVT

e. Nyeri tekan terjadi kemudian; terdeteksi dengan palpasi ringan pada

tungkai

f. Tanda human ( nyeri pada betis setelah dorsoflesi tajam kaki), tidak

spesifik untuk thrombosis vena profunda karena nyeri ini dapar

didatangkan olehsetiap kondisi yang menyakitkan pada betis

g. Pada beberapa kasus, tanda embolus pulmonal merupakan indikasi

pertama adanya thrombosis vena profunda

h. Thrombus vena superficial menyebabkan nyeri terkan, kemerahan dan rasa

hangat pada daerah yang terkena.

Penatalaksanaan

Medika Mentosa

1. Pemberian Heparin standar

Heparin 5000 ini bolus (80 iu/KgBB), bolus dilanjutkan dengan drips

konsitnus 1000 – 1400 iu/jam (18 iu/KgBB), drips selanjutnya tergantung

hasil APTT. 6 jam kemudian di periksa APTT untuk menentukan dosis dengan

target 1,5 – 2,5 kontrol.

1. Bila APTT 1,5 – 2,5 x kontrol dosis tetap.

2. Bila APTT < 1,5 x kontrol dosis dinaikkan 100 – 150 iu/jam.

3. Bila APTT > 2,5 x kontrol dosis diturunkan 100 iu/jam.

2. Pemberian Oral Anti koagulan

Obat yang biasa di pakai adalah Warfarin. Pemberian Warfarin di mulai

dengan dosis 6 – 8 mg (single dose) pada malam hari. Dosis dapat dinaikan

atau di kurangi tergantung dari hasil INR (International Normolized Ratio).

Target INR : adalah 2,0 – 3,0

Tujuan penatalaksanaan DVT pada fase akut adalah1

1. Menghentikan bertambahnya thrombus

2. Membatasi bengkak yang progesif pada tungkai

3. Melisiskan atau membuang bekuan darah (trombektomi) dan mencegah

disfungsi vena atau sindrom pasca thrombosis di kemudian hari

4. Mencegah emboli

9

Page 10: Makalah Blok 19 Yolanda DVT

Antikoagulan, Unfractionated heparin (UFH) merupakan antikuagulan yang

sudah lama digunkan untuk penatalaksanaan DVT pada saat awal mekanisme kerja

utama heparin adalah meningkatkan kerja antitrombin III segai inhibitor dan

melepaskan tissue factor pathway inhibitor dari dinding pembuluh darah. Terapi ini

diberikan dengan bolus 80 IU/kgbb/jam dengan pemantauan nilai Activated Partial

Tromboplastin Time (APTT) sekitar 6 jam setelah bolus untuk mencapai target APTT

1,5-2,5 kali nilai control dan kemudian dipantau sedikitnya setiap hari. Sebelum

memulai terapi heparin, APTT, masa protombin (protombin time) dan jumlah

trombosit harus diperiksa, terutama pada pasien dengan risiko pendarahan yang

tinggi atau dengan gangguan hati atau ginjal. 1

Heparin berat molekul rendah (Low Molecular Weight Heparin/LMWH) dapat

diberikan 1 atau 2 kali sehari secara subkutan da mempunyai efikasi yang baik,

keuntungannya adalah risiko pendarahan mayor yang lebih kecil, dan tidak

membutuhkan pemantauan labolatorium yang sering dibandingkan dengan UFH,

kecuali pada pasien-pasien tertentu seperti gagal ginjal atau sangat gemuk. 1

Pemberian antikoagulan UFH atau LMWH ini dilanjutkan dengan antikoagulan

oral yang bekerja menghambat faktor pembekuan yang memerlukan vit K.

antikoagulan oral yang sering digunakan warfarin atau coumarin/ derivatnya. Obat ini

diberikan bersama-samasaat awal tetapi heparin dengan pemantauan INR. Heparin

diberikan selama minimal 5 hari dan daoat dihentikan bila antikoagualan oral ini

mencapi target INR yaitu 2,0-3,0 selama 2 hari berturut-turut. Lama pemberian

antikoagulan masih bervariasi, tetapi pada umumnya bergantung pada faktor risiko

DVT tersebut. Pasien yang mengalami DVT harus mendapatkan antikoagulan selama

6 minggu hingga 3 bulan jika mempunyai faktor risiko yang reversible atau sedikitnya

6 bulan jika faktor risikonya tidak diketahui (idiopatik), sedangkan pada pasien yang

mempunyai faktor risiko molecular yang diturunkan seperti defisiensi antitrombin III,

protein C, protein S, lupus anticoagulant atau antibody cardiolipin, antikoagulan oral

diberikan lebih lama bahkan dapat seumur hidup. Pemberian antikoagulan seumur

hidup ini juga diindikasikan pada pasien yang mengalami lebih dari dua kali episode

thrombosis vena atau satu kalitrombosispada kanker yang aktif. 1

Terapi trombolitik, terapi ini bertujuan untuk melisiskan thrombus secra cepat

dengan cara mengaktifkn plasminogen menjadi plasmis. Terapi ini umumnya hanya

efektif pada fase awal dan penggunaannya benar-benar harus dipertimbangkan secara

10

Page 11: Makalah Blok 19 Yolanda DVT

baik karena mempunyai faktor risiko perdarahan 3 kali lipat dibandingkan dengan

terapi antikoagulan saja pada umunya terapi ini hanya dilakukan pada DVT dengan

occlusi total terutama pada ileofemoral. 1

Trombektomi, trombektomi terutama dengan fistula arteriovena sementara,

harus dipertimbangkan pada thrombosis vena ileofemoral akut yang kurang dari7 hari

dengan harapan hisup lebih dari 10 tahun. 1

Filter vena kava interior, filter ini digunakan pada thrombosis di atas lutut

pada kasus dimana antikoagulan merupakan kontraindikasi atau gagal mencegah

emboli berulang. 1

Non-Medika Mentosa

Penatalaksanaan utama adalah menggunakan cara konservatif, yang

terdiri dari: stop merokok, olahraga, penghilangan faktor resiko, dan obat.

Setelah penatalaksanaan konservatif; sekitar 50% pasien menunjukkan

perbaikan, 30% tidak berubah, 25% memburuk, dan hanya 5% yang menjadi

iskemia kritikal. Tindakan intervensi bedah pada pasien yang hanya

mengeluhkan klaudikasio hanya diindikasikan bila: 8

• kegagalan terapi konservatif

• gejala klaudikasio yang hebat serta mempengaruhi kehidupan

sehari-hari

• lesi tidak multipel dan difus

• unilateral

• kelainan pada aorta atau iliaka

Komplikasi

1. Embolisasi pulmonalis adalah proses dengan bekuan darah dalam system vena

profunda, terlaepas dari dinding pembuluh dan masuk ke sirkulasi pulmonalis.

Sebagian besar emboli berasal dari system profunfa atau vena pelvis dan

mengganggu fungsi oksigenasi paru-paru atau fungsi jantung, bila emboli

menyumbat sebagian besar (lebih dari 60%) sirkulasi pulmonalis. Emboli

arteri dari daerah thrombosis pada arteria aterosklerotik dapat menimbulkan

cedera jaringan yang serius dan disfungsi organ, tergantung pada besar dan

letak emboli. 1

11

Page 12: Makalah Blok 19 Yolanda DVT

2. Sindroma pasca phlebitis suatu komplikasi thrombosis vena profunda yang

serius. Sindroma ini merupakan akibat langsung kerusakan katup vena oleh

thrombus. Ia menimbulkan peningkatan tekanan hidrostatik pada vvvena

perforantes betis, yang normalnya mengalirkan darah dari vena superfisialis ke

system vena profunda. Bila katup perforantes rusak, maka aliran darag

terdorong ke system superfisialis selama kontrasi otot betis bawah. Kenaikan

aliran darah merangsang timbulnya edema dan mengganggu fungsi jaringan

subkutis. Sehingga menimbulkan perubahan warna dan ulserasi kulit yang

serius. 3

Prognosis

Semua pasien dengan trombosis vena dalam pada masa yang lama mempunyai

resiko terjadinya insufisiensi vena kronik. Kira-kira 20% pasien dengan DVT yang

tidak ditangani dapat berkembang menjadi emboli paru, dan 10-20% dapat

menyebabkan kematian. Dengan antikoagulan terapi angka kematian dapat menurun

hingga 5 sampai 10 kali.1

Pada pasien dengan oklusi yang berat, maka dalam keadaan istirahat pun,

aliran darah tidak dapat mencukupi kebutuhan metabolisme basal dari jaringan,

sehingga dapat timbul critical limb ischemia. Pasien akan mengeluh nyeri pada saat

istirahat atau merasa dingin atau baal pada jari kaki dan kaki. Gejala ini lebih nyata

pada saat tidur (posisi tungkai horizontal), dan membaik saat tungkai dalam posisi

tergantung ke bawah. Ini dapat menjadi pembeda dengan kelainan pada vena pada

tungkai. Pada gangguan aliran vena tungkai, rasa nyeri lebih nyata dalam posisi

berdiri dan membaik saat tungkai dalam posisi elevasi.

Diagnosis Banding

1. Superfiscial trombopheblitis

Tromboflebitis adalah peradangan dan pembekuan dalam pembuluh

darah. Tromboflebitis berarti bahwa gumpalan darah telah terbentuk dalam

vena dekat dengan kulit. Mungkin juga ada infeksi pada pembuluh darah.

Tromboflebitis biasanya terdapat di vena kaki atau lengan. Dengan hati-hati,

masalah ini harus diselesaikan sampai dalam waktu 2 sampai 3 minggu.

Tromboflebitis paling sering mempengaruhi vena superfisial di kaki, tetapi

12

Page 13: Makalah Blok 19 Yolanda DVT

dapat juga mempengaruhi vena superfisial di paha. Sering kali, tromboflebitis

terjadi pada orang dengan varises tetapi tidak semua penderita varises

menderita tromboflebitis. Tromboflebitis superfisialis menyebabkan reaksi

peradangan akut yang menyebabkan trombus melekat dengan kuat ke dinding

vena dan jarang pecah dan terlepas. Vena permukaan tidak memiliki otot di

sekitarnya yang bisa menekan dan membebaskan suatu trombus. Karena itu

tromboflebitis superfisialis jarang menyebabkan emboli.2

Tromboflebitis melibatkan reaksi inflamasi akut yang menyebabkan

trombus untuk tetap pada dinding pembuluh darah dan mengurangi

kemungkinan thrombus hilang. Tidak seperti dalam vena, vena superfisial

tidak memiliki otot-otot sekitarnya untuk menekan dan mengusir trombus.

Karena ini tromboflebitis superfisialis jarang menyebabkan emboli.

Tromboflebitis yang berulang kali terjadi di vena yang normal disebut

bermigrasi radang pembuluh darah atau migrasi tromboflebitis. Ini mungkin

menunjukkan kelainan yang mendasari serius, seperti kanker dari organ

internal. 2

Tromboflebitis dapat disebabkan oleh infeksi atau cedera vena. Penyebab

lainnya mungkin tidak bergerak cukup cepat setelah pembedahan atau

beristirahat di tempat tidur untuk waktu yang lama, mungkin mengenakan

gips, merokok, minum pil KB, obat-obatan mungkin melukai dinding

pembuluh darah dan menyebabkan tromboflebitis. Penyebab lainnya mungkin

varises, kehamilan, atau iritasi dari infus di pembuluh darah/ menggunakan

intravena (IV) line, atau setelah trauma pada vena. Ini melibatkan respons

peradangan berhubungan dengan gumpalan di pembuluh darah. 2

Resiko yang menyebabkan kecenderungan peningkatan pembekuan

darah, infeksi, atau saat terakhir kehamilan, varises, dan kimia atau iritasi

lainnya dari daerah. Berkepanjangan duduk, berdiri, atau imobilisasi

meningkatkan risiko. Dangkal tromboflebitis mungkin kadang-kadang

dikaitkan dengan kanker perut (seperti karsinoma pankreas), deep vein

thrombosis, thromboangiitis obliterans, dan (jarang) dengan embolus paru. 2

Sakit dan pembengkakan lokal berkembang dengan cepat, kulit di atas

vena menjadi merah, dan hangat dan sangat keras. Karena darah di vena yang

13

Page 14: Makalah Blok 19 Yolanda DVT

beku, pembuluh darah terasa seperti tali yang keras di bawah kulit, tidak

lembut seperti normal atau varises vena.

Paling sering, tromboflebitis berkurang dengan sendirinya. Dengan

analgesik, seperti aspirin atau yang lain non-steroid anti-inflamasi (NSAID),

biasanya membantu mengurangi rasa sakit. Selain NSAID, antikoagulan dan

antibiotic juga harus diberikan. Untuk mempercepat penyembuhan, bisa

disuntikkan anestesi (obat bius) lokal, dilakukan pengangkatan trombus dan

kemudian pemakaian perban kompresi selama beberapa hari.

Selain obat dan terapi operatif tersebut dapat pula di tambahkan dengan

meninggikan bagian kaki yang terkena agar aliran darah vena menjadi lebih

mudah. 2

2. Peripheral arteri occlusive disease

Penyakit arteri perifer (peripheral arterial disease) adalah suatu

kelainan klinis akibat adanya stenosis atau oklusi pada aorta dan/atau arteri

ekstremitas. Aterosklerosis merupakan penyebab tersering dari penyakit ini

pada usia >40 tahun. Penyebab lainnya adalah thrombosis, emboli, vaskulitis,

trauma. Prevalensi tertinggi timbulnya penyakit ini pada usia dekade keenam

dan ketujuh. Rokok telah diketahui sebagai faktor risiko dari timbulnya

penyakit arteri perifer, selain faktor lainnya seperti diabetes mellitus,

hiperkolesterolemia, dan hipertensi.3,4

Manifestasi klinis tersering dari penyakit arteri perifer adalah adanya

klaudikasio intermiten, suatu rasa nyeri, keram, baal, atau letih pada otot yang

muncul dalam penggunaan otot untuk aktivitas, dan membaik saat keadaan

istirahat, biasanya setelah 2-5 menit. Gejala ini muncul pada daerah distal dari

lokasi lesi oklusif, misalnya klaudikasio pada betis akibat adanya kelainan

pada arteri femoral-poplitea. Karena lebih tingginya insidensi obstruksi pada

pembuluh darah bagian inferior tubuh, maka gejala klaudikasio intermiten ini

lebih banyak didapatkan pada otot-otot ekstremitas bawah. 3,4

Pada pasien dengan oklusi yang berat, maka dalam keadaan istirahat

pun, aliran darah tidak dapat mencukupi kebutuhan metabolisme basal dari

jaringan, sehingga dapat timbul critical limb ischemia. Pasien akan mengeluh

nyeri pada saat istirahat atau merasa dingin atau baal pada jari kaki dan kaki.

Gejala ini lebih nyata pada saat tidur (posisi tungkai horizontal), dan membaik 14

Page 15: Makalah Blok 19 Yolanda DVT

saat tungkai dalam posisi tergantung ke bawah. Ini dapat menjadi pembeda

dengan kelainan pada vena pada tungkai. Pada gangguan aliran vena tungkai,

rasa nyeri lebih nyata dalam posisi berdiri dan membaik saat tungkai dalam

posisi elevasi. 3,4

Dapat juga dilakukan pemeriksaan yang dapat menunjang diagnostic

penyakit ini yaitu : 3,4

1. Angiografi

Pemeriksaan angiografi merupakan pemeriksaan “gold standar”dalam

kelainan arteri perifer. Pemeriksaan angiografi adalah pemeriksaan invasif

dan memerlukan izin pasien. Pemeriksaan angiografi memberikan resiko

kepada pasien dengan gagal ginjal oleh karena menggunakan zat kontras.

2. Computed Tomography Angiography

Dalam pemeriksaan ini gambar yang didapat dihasilkan melalui

pemeriksaan CT-scan. Citra yang dihasilkan serupa dengan angiografi

biasa hanya dalam 3 dimensi, dan sebenarnya tidak bermakna klinis yang

lebih baik. Pemeriksaan ini memiliki kerugian yang sama dengan

pemeriksaan angiografi biasa yaitu; berbahaya digunakan pada pasien

dengan gagal ginjal.

3. Magnetic Resonance Angiography

Citra angiography diperoleh melalui pemeriksaan MRI. Sama dengan

CTA; zat kontras diberikan secara intravena. MRA atau CTA dapat

diindikasikan apabila pasien tidak dapat mentolerir tusukan intra-arterial,

misal karena kelainan bilateral atau kelainan perdarahan. MRA

dikontraindikasikan pada pasien dengan alat pacu jantung atau katup

protesis metal.

Penatalaksanaan utama adalah menggunakan cara konservatif, yang

terdiri dari: stop merokok, olahraga, penghilangan faktor resiko, dan obat.

Setelah penatalaksanaan konservatif; sekitar 50% pasien menunjukkan

perbaikan, 30% tidak berubah, 25% memburuk, dan hanya 5% yang menjadi

iskemia kritikal. Tindakan intervensi bedah pada pasien yang hanya

mengeluhkan klaudikasio hanya diindikasikan bila: 3,4

kegagalan terapi konservatif

15

Page 16: Makalah Blok 19 Yolanda DVT

gejala klaudikasio yang hebat serta mempengaruhi kehidupan sehari-hari

lesi tidak multipel dan difus

unilateral

kelainan pada aorta atau iliaka

Pasien yang telah mengalami iskemik kritikal tungkai memiliki

prognosis yang buruk, yaitu: mortalitas 1 tahun sebesar 25%, dan 5 tahun

sebesar 50%. Penyebab utama kematian bukanlah akibat iskemia tungkai akan

tetapi oleh karena kelainan pada koroner atau serebrovaskular. Oleh karena itu

penatalaksanaan iskemik kritikal tungkai bertujuan untuk mencegah adanya

amputasi tungkai, bukanlah untuk meningkatkan angka harapan hidup pasien. 3,4

Penatalaksanaan untuk kelainan iskemik kritikal tungkai adalah

tindakan intervensi melalui pembedahan atau endovaskular atau kombinasi

keduanya. Sebagai patokan kasar adalah: bila pasien memiliki keadaan umum

yang buruk, atau dengan harapan hidup pendek karena faktor komorbid, dan

tidak memerlukan tindakan lain seperti amputasi atau debridement, sebaiknya

intervensi dilakukan secara endovascular. Pasien yang memiliki harapan hidup

yang panjang (tanpa kelainan kardiovaskular atau serebrovaskular yang

mengancam) selayaknya segera menjalani operasi bypass sehingga kualitas

hidupnya dapat meningkat. Tindakan intervensi endovaskular sebaiknya tidak

dikerjakan pada kelainan arteri infrainguinal oleh karena tingginya angka

oklusi dan hanya boleh dipertimbangkan bila tidak tersedianya vena autogen

sebagai graft. 3,4

Kesimpulan

Laki-laki 65 tahun yang mempunyai keluhan bengkak kemerahan pada betis

kirinya mungkin dikarenakan oleh operasi penggantian sendi panggulnya yang

berlangsung 2 hari lalu. Mungkin terjadi komplikasi setelah pembedahan. Salah satu

komplikasi yang paling mungkin terjadi adalah thrombosis vena dalam (deep vein

thrombosis/DVT).

Daftar Pustaka

16

Page 17: Makalah Blok 19 Yolanda DVT

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid 2. Jakarta: Interna Publishing; 2009.

h.1354-8.

2. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan

Diabetes Indonesia; 2004.h.1-4,6,13-5,20,98.

3. Sabiston. Buku Ajar Bedah. Jilid 1. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2005.

h. 114-5.

4. Shires, Spencer. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Edisi 7 Jakarta: Jakarta:

Penerbit buku kedokteran EGC; 2005. h. 339-44.

5. Baughman DC, Hackley JC. Medikal-Bedah. Jakarta : Penerbit buku kedokteran

EGC; 2005. h. 184-8.

17