askep gadar dvt

31
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Thrombosis vena dalam adalah kondisi dimana terbentuk bekuan dalam vena sekunder akibat inflamasi/trauma dinding vena atau karena obstruksi vena sebagian. Angka kejadian tromboemboli vena di Amerika Serikat lebih dari 1 per 1000 dan terdapat 200.000 kasus baru tiap tahun. Dari total angka kejadian tromboemboli vena, didapat 60% emboli par u dengan resiko kematian sekitar 30% dalam 30 hari. Beber apa kondisi klinis yang bisa memicu timbulnya DVT antara lain: adanya kompresi dari pembuluh vena, trauma fisik, kanker, infeksi, penyakit inflamasi tertentu, dan kondisi- kondisi khusus seperti stroke, gagal jantung, sindroma nefrotik. Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan resiko seseorang mengalami DVT antara lain tindakan pembedahan, rawat inap, immobilisasi lama (termasuk pemakaian casting pada kasus-kasus orthopedic, per jalanan yang lama dengan peswat terbang) perokok, obesitas, penuaan, obat-obatan tertentu ( estrogen, erythropoietin) dantrombophilia. Pada wanita memiliki peningkatan resiko selama kehamilan dan pasca persalinan. Mengingat komplikasi yang timbul akibat trombosis vena dalam tersebut maka kita perlu waspada pada kelompok r esiko seperti di atas. Oleh karenanya pemahaman terhadap penyakit ini terkait patofisiologi, gejala klinis, faktor resiko, penegakan diagnosa dan penatalaksanaan agar mengurangi resiko komplikasi menjadi penting bagi tenaga medis. Berangkat dari hal ter sebut tinjauan pustaka ini ditulis dengan harapan bisa member i informasi yang cukup tentang penyakit trombosis vena dalam.

Upload: anha-mulhieanha

Post on 29-Nov-2015

597 views

Category:

Documents


23 download

DESCRIPTION

gawat darurat DVT

TRANSCRIPT

Page 1: askep gadar DVT

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Thrombosis vena dalam adalah kondisi dimana terbentuk bekuan dalam vena sekunder

akibat inflamasi/trauma dinding vena atau karena obstruksi vena sebagian. Angka kejadian

tromboemboli vena di Amerika Serikat lebih dari 1 per 1000 dan terdapat 200.000 kasus baru tiap

tahun. Dari total angka kejadian tromboemboli vena, didapat 60% emboli par u dengan resiko

kematian sekitar 30% dalam 30 hari. Beber apa kondisi klinis yang bisa memicu timbulnya DVT

antara lain: adanya kompresi dari pembuluh vena, trauma fisik, kanker, infeksi, penyakit

inflamasi tertentu, dan kondisi- kondisi khusus seperti stroke, gagal jantung, sindroma nefrotik.

Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan resiko seseorang mengalami DVT antara lain

tindakan pembedahan, rawat inap, immobilisasi lama (termasuk pemakaian casting pada kasus-

kasus orthopedic, per jalanan yang lama dengan peswat terbang) perokok, obesitas, penuaan,

obat-obatan tertentu ( estrogen, erythropoietin) dantrombophilia. Pada wanita memiliki

peningkatan resiko selama kehamilan dan pasca persalinan.

Mengingat komplikasi yang timbul akibat trombosis vena dalam tersebut maka kita perlu

waspada pada kelompok r esiko seperti di atas. Oleh karenanya pemahaman terhadap penyakit ini

terkait patofisiologi, gejala klinis, faktor resiko, penegakan diagnosa dan penatalaksanaan agar

mengurangi resiko komplikasi menjadi penting bagi tenaga medis. Berangkat dari hal ter sebut

tinjauan pustaka ini ditulis dengan harapan bisa member i informasi yang cukup tentang penyakit

trombosis vena dalam.

Page 2: askep gadar DVT

BAB II

LANDASAN TEORI

A. ANATOMI VENA

Vena merupakan pembuluh darah yang dilewati sirkulasi darah kembali menuju jantung

sehingga disebut juga pembuluh darah balik. Dibandingkan dengan arteri, dinding vena lebih

tipis dan mudah melebar. Kurang lebih 70% volume darah berada dalam sirkuit vena dengan

tekanan yang relatif rendah. Kapasitas dan volume sirkuit vena ini merupakan faktor penentu

penting dari curah jantung karena volume darah yang diejeksi oleh jantung tergantung pada alir balik

vena.

Sistem vena khususnya pada ekstremitas bawah terbagi menjadi 3 subsistem:

1. Subsistem vena permukaan

2. Subsistem vena dalam

3. Subsistem penghubung ( saling ber hubungan)

Vena permukaan terletak di jar ingan subkutan tungkai dan menerima aliran vena dari

pembuluh-pembuluh darah yang lebih kecil di dalam kulit, jaringan subkutan dan kaki. Sistem

permukaan terdiri dar i: Vena Safena Magna dan Vena Safena Parva. Vena Safena Magna

merupakan vena terpanjang di tubuh, berjalan dari maleolus naik ke bagian medial betis dan paha,

ber muara ke Vena Femoralis tepat di bawah selangkangan. Vena Safena Magna mengalirkan

darah dari bagian anteromedial betis dan paha. Vena Safena Parva berjalan di sepanjang sisi

lateral dar I mata kaki melalui betis menuju lutut, mendapatkan darah dari bagian posterolateral

betis dan mengalirkan darah ke Vena Poplitea, titik pertemuan keduanya disebut Safenopoplitea.

Diantara Vena Safena Magna dan Parva banyak didapat anastomosis, hal ini merupakan rute

aliran kolateral yang memiliki peranan penting saat terjadi obstruksi vena.

Page 3: askep gadar DVT

Sistem vena dalam membawa sebagian besar darah dari ekstremitas bawah yang terletak di

dalam kompartemen otot. Vena-vena dalam menerima aliran darah dari venula kecil dan

pembuluh intra muskuler. Sistem vena dalam cenderung ber jalan sejajar dengan pembuluh arteri

tungkai bawah dan diber i nama yang sama dengan arteri tersebut. Sebagai akibatnya, termasuk

dalam sistem vena ini adalah Vena Tibialis Anter ior dan Posterior, Peroneus, Poplitea,

Femoralis, Femoralis Profunda dan pembuluh-pembuluh darah betis yang tidak diberi nama.

Vena Iliaka juga dimasukkan ke dalam sistem vena dalam ekstremitas bawah karena aliran vena dar i

tungkai ke vena cava ter gantung pada patensi dan integritas dari pembuluh-pembuluh ini.

Subsistem vena- vena dalam dan permukaan dihubungkan oleh saluran-saluran pembuluh

darah yang disebut vena penghubung yang membentuk subsistem penghubung ekstr emitas

bawah. Aliran biasanya da ivena per mukaan ke vena dalam dan selanjutnya ke vena kava

infer ior.

Pada struktur anatomi vena didapatkan katup-katup semilunaris satu arah yang tersebar di

seluruh sistem vena. Katup-katup tersebut adalah lipatan dari lapisan intima yang terdiri dar I

endotel dan kolagen, ber fungsi untuk mencegah terjadinya aliran balik, mengarahkan alir an

kearah proksimal dan dari sistem permukaan ke sistem dalam melalui penghubung. Kemampuan

katup untuk menjalankan fungsinya merupakan faktor yang sangat penting sebab aliran darah

dar i ekstremitas menuju jantung ber jalan melawan

gravitasi.

Gambar : Katup vena

Fisiologi pada aliran vena yang melawan gaya gravitasi tersebut dipengar uhi oleh faktor

yang disebut pompa vena. Ada 2 komponen pompa vena yakni perifer dan sentral. Komponen

pompa vena perifer adalah adanya kompresi saluran vena selama kontraksi otot yang mendorong

aliran maju di dalam sistem vena dalam, katup-katup vena bekerja mencegah aliran retrograde atau

refluks selama otot r elaksasi dan adanya sinus- sinus vena kecil yang tak berkatup atau venula

yang ter letak di otot berperan sebagai reservoir darah selanjutnya akan mengosongkan

darahnya ke vena-vena dalam selama terjadi kontraksi otot.

Page 4: askep gadar DVT

Pada komponen pompa vena sentral yang berperan memudahkan arus balik vena

adalah pengurangan tekanan intratoraks saat inspirasi, penur unan tekanan atr ium kanan dan

ventrikel kanan setelah fase ejeksi ventrikel.

B. Patofisiologi dan etiologi

Trombosis adalah pembentukan bekuan darah di dalam pembuluh darah, dalam hal DVT

bekuan darah terjadi di pembuluh darah balik (vena) sebelah dalam, bisa terjadi terbatas pada

sistem vena kecil saja namun juga bisa melibatkan pembuluh vena besar seperti Vena Iliaka atau

Vena Kava.

Mekanisme yang mengawali ter jadinya trombosis berdasar trias Vircow ada 3 faktor

pendukung yakni:

1. Adanya stasis dari aliran dar ah

2. Timbulnya cedera pada endotel pembuluh darah

3. Pengaruh kiperkoagulabilitas darah

Stasis atau lambatnya aliran darah merupakan predisposisi untuk terjadinya trombosis, yang

menjadi faktor pendukung ter jadinya stasis adalah adanya imobilisasi lama yakni kondisi

anggota gerak yang tidak aktif digerakkan dalam jangka waktu yang lama.

Imobilisasi lama seperti masa perioperasi atau akibat paralisis, dapat menghilangkan pengaruh

dar i pompa vena perifer, meningkatkan stagnasi hingga terjadi pengumpulan darah di ekstr emitas

bawah. Terjadinya stasis darah yang berada di belakang katup vena menjadi faktor predisposisi

timbulnya deposisi trombosit dan fibrin sehingga mencetuskan terjadinya trombosis vena

dalam.

Page 5: askep gadar DVT

Cedera endotel meski diketahui dapat mengawali pembentukan trombus, namun tidak

selalu dapat ditunjukkan adanya lesi yang nyata, pada kondisi semacam ini nampaknya

disebabkan adanya perubahan endotel yang samar seperti akibat terjadinya perubahan kimiawi,

iskemia atau anoksia, atau peradangan. Penyebab kerusakan endotel yang jelas adalah adanya

trauma langsung pada pembuluh darah, seperti akibat fraktur dan cedera pada jaringan lunak,

tindakan infus intra vena atau substansi yang mengir itasi seperti kalium klorida, kemoterapi

ataupun antibiotik dosis tinggi.

Hiperkoagulabilitas darah tergantung pada interaksi kompleks antara berbagai var iabel

termasuk endotel pembuluh darah, faktor- faktor pembekuan dan trombosit, komposisi dan sifat-

sifat aliran darah, sistem fibrininolitik intr insik pada sistem pembekuan darah. Keadaan

hiperkoagulasi bisa terjadi jika terjadi perubahan pada salah satu dar i variabel-variabel tersebut.

Trombosis vena, apapun rangsangan yang mendasarinya, akan meningkatkan resistensi

aliran vena dari ekstremitas bawah. Dengan meningkatnya resistensi, pengosongan vena akan

terganggu, menyebabkan peningkatan volume dan tekanan darah vena. Trombosis bisa

melibatkan kantong katup hingga merusak fungsi katup. Katup yang tidak berfungsi atau yang

inkompeten mempermudah terjadinya stasis dan penimbunan dar ah di ekstremitas.

Dalam perjalanan waktu dengan semakin matangnya trombus akan menjadi semakin

terorganisir dan melekat pada dinding pembuluh darah. Sebagai akibatnya, resiko embolisasi

menjadi lebih besar pada fase- fase awal trombosis, namun demikian ujung bekuan tetap dapat

terlepas dan menjadi emboli sewaktu fase organisasi. Selain itu perluasan trombus dapat

membentuk ujung yang panjang dan bebas selanjutnya dapat ter lepas menjadi emboli yang

menuju sirkulasi paru-paru. Perluasan progresif juga meningkatkan der ajat obstruksi vena dan

melibatkan daerah-daerah tambahan dari sistem vena. Pada akhirnya, patensi lumen mungkin

dapat distabilkan dalam derajat tertentu atau direkanalisasi dengan retraksi bekuan dan lisis

melalui system fibr inolitik endogen. Tetapi beberapa kerusakan residual tetap bertahan.

C. Faktor resiko

Pasien dengan faktor risiko tinggi untuk menderita trombosis vena dalam yaitu:

a. Riwayat trombosis (stroke)

b. Paska tindakan bedah terutama bedah ortopedi

c. Imobilisasi lama terutama paska trauma/ penyakit berat

d. Luka bakar

Page 6: askep gadar DVT

e. Gagal jantung akut atau kronik

f. Penyakit keganasan baik tumor solid maupun keganasan hematologi

g. Infeksi baik jamur, bakteri maupun virus terutama yang disertai syok.

h. Penggunaan obat-obatan yang mengandung hormon esterogen

i. Kelainan darah bawaan atau didapat yang menjadi predisposisi untuk terjadinya

trombosis.

D. Gambaran Klinis Trombosis Vena Dalam

Trombosis vena dalam (DVT) menyerang pada pembuluh-pembuluh darah sistem vena

dalam . Serangan awalnya disebut trombosis vena dalam akut, adanya riwayat trombosis vena

dalam akut merupakan predisposisi terjadinya trombosis vena dalam berulang. Episode DVT

dapat menimbulkan kecacatan untuk waktu yang lama karena ker usakan katup-katup vena

dalam. Emboli paru adalah resiko yang cukup ber makna pada trombosis vena dalam. Kebanyakan

trombosis vena dalam berasal dar i ekstremitas bawah, banyak yang sembuh spontan dan sebagian

lainnya menjadi parah dan luas hingga membentuk emboli. Penyakit ini dapat menyerang satu

vena atau lebih, vena di daerah betis adalah vena-vena yang paling ser ing terserang. Trombosis

pada vena poplitea, femoralis superfisialis dan segmen- segmen vena iliofemoralis juga sering

terjadi.

Trombosis vena dalam (DVT) secara khas merupakan masalah yang tidak ter lihat karena

biasanya tidak bergejala, terjadinya emboli paru dapat menjadi petunjuk klinis pertama dar I

trombosis. Pembentukan trombus pada sistem vena dalam dapat tidak terlihat secara klinis

karena kapasitas system vena yang besar dan terbentuknya sirkulasi kolateral yang mengitar I

obstruksi. Diagnosisnya sulit karena tanda dan gejala klinis DVT tidak spesifik dan beratnya

keadaan tidak ber hubungan langsung dengan luasnya penyakit. Gejala-gejala dari trombosis vena

dalam ber hubungan dengan rintangan dari darah yang kembali ke jantung dan aliran balik pada

kaki. Secara klasik, gejala-gejala ter masuk:

- nyeri,

- bengkak,

- hangat dan

- kemerahan.

Tanda yang paling dapat dipercaya adalah bengkak/edema dar i ekstremitas yang

bersangkutan. Pembengkakan disebabkan oleh peningkatan volume intravaskuler akibat

bendungan darah vena, edema menunjukkan adanya perembesan darah disepanjang membrane

Page 7: askep gadar DVT

kapiler memasuki jaringan interstisial yang terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik. Vena

permukaan dapat pula berdilatasi karena obstruksi aliran ke sistem dalam atau sebaliknya alir an

darah dar i sistem dalam ke permukaan. Meski biasanya hanya unilateral, tetapi obstruksi pada

Nyeri merupakan gejala yang paling umum, biasanya dikeluhkan sebagai rasa sakit atau

berdenyut dan bisa terasa berat. Ketika ber jalan bisa menimbulkan rasa nyeri yang bertambah.

Nyeri tekan pada ekstremitas yang terserang bisa dijumpai saat pemeriksaan fisik. Ada dua

teknik untuk menimbulkan nyeri tekan yakni dengan mendorsofleksikan kaki dan dengan

mengembungkan manset udara di sekitar ekstremitas yang dimaksud. Tanda lain adalah adanya

peningkatan turgor jaringan dengan pembengkakan, kenaikan suhu kulit dengan dilatasi vena

superficial, bintik-bintik dan sianosis karena stagnasi aliran, peningkatan ekstraksi oksigen dan

penurunan hemoglobin. Gangguan sekunder pada arteri dapat terjadi pada trombosis vena luas

akibat kompresi atau spasme vaskuler, denyut arteri menghilang dan timbul warna pucat.

E. Pengkajian

Pengkajian yang cermat sangat penting dalam mendeteksi tanda awal kelainan vena

ekstremitas bawah. Pasien dengan riwayat varises, hiperkoagulasi, penyakit neoplasma, penyakit

kardiovaskuler, atau pembedahan mayor yang baru saja dilakukan atau cedera mempunyai resiko

tinggi. Begitu pula pada obesitas, manula dan wanita pemakai kontrasepsi oral.

Parameter berikut harus dimasukkan dalam pengkajian keperawatan :

Tanyakan pada pasien mengenai adanya nyeri tungkao, rasa berat, setiap adanya

gangguan fungsi atau edema

Lakukan inspeksi tungkai mulai dari selangkangan, kaki, perhatikan perbedaan

antara keduanya ukur dan catat lingkar betis. (petunjuk awal adanya edema adalah

pembengkakan pada sekitar tumit) Perhatikan setiap kenaikan suhu pada tungkai

yang terkena (untuk dapat menentukan perbedaan suhu yang lebih efektif,

dinginkan tangan kedalam air dingin, keringkan dan letakkan bersamaan pada kedua

tumit pasien, dan kemudian pada kedua betis.)

Untuk menentukan daerah nyeri tekan dan thrombosis (terlihat sebagai segmen

vena seperti kabel), lakuakn palpasi bagian medial tungkat dengan cermat

menggunakan tiga atau empat jari, kemudian dilanjutkan mengusapkan tangan pada

tumit ke lutut dan keselangkang.

Page 8: askep gadar DVT

F. Diagnosa

Berbagai teknik, baik yang non invasive maupun yang invasive, tersedia untuk membantu

menegakkan, menentukan dan mencari tempat adanya thrombosis vena.

Teknik Non-Invasif. Teknik non invasive ultra sonografi Doppler, plestimografi impedansi,

dan pencitraan ganda, semuanya berdasar pada adanya thrombus yang menyebabkan abnormalitas

aliran vena.

Ultrasonografi Doppler dilakukan dengan cara meletakkan probe Doppler diatas vena yang

tersumbat. Bacaan aliran Doppler tampak lebih kecil disbanding tungkai sebelahnya atau tidak ada

sama sekali. Metode ini relative murah, mudah dilakukan, praktis, cepat dan non invasive.

Pencitraan vena ganda digunakan untuk mendapatkan informasi selain untuk mengkaji parameter

fisiologis.

Plestismografi Impedansi digunakan untuk mengukur perbedaan volume darah dalam vena.

Manset tekanan darah dipasang pada paha pasien dan dikembungkan secukupnya (sekitar 50

sampai 60mmHg) sampai aliran arteri berhenti. Kemudian gunakan elektroda betis untuk volume

darah dam vena. Apabila terdapat thrombosis vena dalam, peningkatan volume vena yang

normalnya terjadi akibat terperangkapnya darah dibawah ikatan manset akan lebih rendah dari yang

diharapkan. Hasil false-positif dapat terjadi akibat dari berbagai factor yang menyebabkan

vasokontriksi, peninggian tekanan pada vena, penurunan curah jantung, atau kompresi eksternal

pada vena. False-negative dapat terjadi akibat adanya thrombosis lama, menimbulkan sirkulasi

kolateral yang adekuat atau dari flebitis supervisial.

Penggunaan ultrasonografi Doppler, pencitraan vena ganda dan plesmografi impedansi

dapat meningkatkan ketepatan diagnose secara bermakna. Pencitraan vena ganda adalah prosedur

pilihan karena dapat memperlihatkan pembuluh darah maupun bekuan darah dan merupakan

prosedur non invasive.

Teknik invasive. Teknik invasive berdasar pada injeksi medua kontaras kesistem vena yang

kemudian berikatan dengan elemen structural thrombus. Fibrinogen berlabel I 251 dan flebografi

kontras adalah cintoh uji tersebut.

Pencitraan fibrinogen berlabel I251 merupakan prosedur diagnostic yang baru saja

dikembangkan dan merupakan metode yang sangat peka untuk deteksi awal thrombosis vena. Ujia

ini berdasarkan pada kenyataan bahwa bila fibrinogen radioaktif diinjeksikan secara intravena, akan

berkonsentrasi pada bekuan darah. Kemudian tingkat radioaktivitasnya dapat diukur secara

bertahap menggunakan pengukur eksternal yang dapat memantau perkembangan bekuan darah

tadi. Tetapi uji ini tidak dapat memperlihatkan thrombus yang sudah lama terbentuk atau thrombus

didaerah selangkangan dan pelvis. Selain itu uji ini sangat mahal sehingga jarang digunakan.

Page 9: askep gadar DVT

Flebografi kontras (venografi) dilakukan dengan menginjeksi media kontras radiografi kedalam

system vena melalui dorsal kaki. Apabila terdapat thrombus, gambaran sianar X memperlihatkan

kedua gambaran segmen vena baik yang tidak terisi maupun vena yang penuh terisi oleh darah

beserta sirkulasi kolateralnya. Penyuntikan bahan kontras dpat menyebabkan peradangan vena

singkat tetapi nyeri. Uji ini secara umum diterima sebagai penentu diagnosis thrombosis vena.

G. Pencegahan

Pencegahan adalah upaya terapi terbaik pada kasus trombosis vena dalam, ter utama pada

pender ita yang memiliki resiko tinggi. Peranan ahli rehabilitasi medik sangat dibutuhkan pada

upaya ini agar mereka yang berpotensi mengalami trombosis vena tidak sampai mengalami

DVT.

Ada beberapa program rehabilitasi medik yang berfungsi untuk mencegah timbulnya trombosis

vena pada populasi resiko tinggi. Progr am-program tersebut adalah:

1. Mobilisasi dini,

Program ini diber ikan pada penderita beresiko timbul DVT oleh karena keadaan yang

mengakibatkan imobilisasi lama akibat kelumpuhan seperti penderita stroke, cedera spinal

cord, cedera otak, peradangan otak. Dengan melakukan latihan pada tungkai secara aktif

maupun pasif sedini mungkin aliran balik vena ke jantung bisa membaik.

2. Elevasi,

Meninggikan bagian ekstremitas bawah di tempat tidur sehingga lebih tinggi dari jantung

berguna untuk mengurangi tekanan hidrostatik vena dan juga memudahkan pengosongan

vena karena pengaruh gr afitas

3. Kompresi,

pemberian tekanan dar i luar seperti pemakaian stocking, pembalut elastik, ataupun

kompresi pneumatik ekster nal dapat mengurangi stasis vena. Tetapi pemakaian stocking dan

pembalut elastik harus dikerjakan dengan hati- hati guna menghindari efek torniket oleh

karena pemakaian yang ceroboh.

Page 10: askep gadar DVT

4. Latihan

program latihan yang melibatkan otot-otot ekstremitas bawah akan sangat membantu

perbaikan arus balik pada sistem vena sehingga mengurangi tekanan vena, dengan

demikian dapat memperbaiki sirkulasi vena yang bermasalah dan beresiko timbulnya DVT.

Berikut beber apa contoh sederhana latihan yang bisa diber ikan pada

kelompok resiko tinggi trombosis vena:

a. Latihan dalam posisi berbaring:

a) Posisi berbaring miring dengan

posisi tungkai satu di atas

dengan yang lain selanjutnya

tungkai yang berada di atas

diangkat hingga 45o

dipertahankan sesaat kemudian

kembali keposisi awal, latihan

dilakukan bergantian antara kanan dan kiri tungkai masing-masing 6 kali.

b) Posisi terlentang kedua tungkai

bawah lurus selanjutnya salah

satu tungkai ditekuk dan ditarik

kearah dada per lahan, sebelum

kembali ke posisi awal. Latihan

bergantian kanan dan kiri masing-

masing 6 kali

c) Posisi terlentang dengan

pergelangan kaki netral

selanjutnya kaki

diekstensikan/plantar fleksi

Page 11: askep gadar DVT

dengan ujung jari ditekankan ke bawah, pertahankan beberapa detik. Gerakan tersebut

diulangi 6 kali per latihan.

b. latihan dalam posisi duduk

a) Lutut dipertahankan pada posisi fleksi selanjutnya diangkat keatas

kea rah dada dan kembali diturunkan, demikian gerakan

dilakukan berulang secara bergantian antara sisi kiri dan kanan

b) Posisi sambil duduk kemudian lutut diekstensikan dan

kembali keposisi semula, dilakukan bergantian sisi kanan dan

kiri

c) Posisi duduk dengan lengan di samping, selanjutnya

tungkai bawah diangkat lur us ke atas, pertahankan

beberapa detik kemudian diturunkan. Gerakan diulang

secsra bergantian masing-masing 6 kali

d) Tumit diangkat keduanya selanjutnya dilakukan gerakan

melingkar/rotasi pada kedua kaki dengan arah putaran ber lawanan antara

Page 12: askep gadar DVT

kiri dan kanan, gerakan dilakukan selama 15 detik dilanjutkan dengan arah

putaran sebaliknya.

e) Melakukan gerakan pumping pada kedua kaki

dengan menekan lantai pada ujung jati kaki

sementara tumit diangkat, dipertahankan 3 detik

dan dilanjutkan dengan tumit menekan lantai

sementara ujung jari terangkat juga

dipertahankan selama 3 detik, demikian

dilakukan berulang.

H. Pengobatan medikamentosa.

Pada kasus DVT pemberian terapi medikamentosa sangat bermanfaat untuk mencegah

timbulnya komplikasi dan progresifitas penyakit. Ter api yang diberikan meliputi pemberian

antikoagulan, trombolitik ataupun fibrinolitik dan anti agregasi trombosit.

Antikoagulan diberikan sebagai ter api utama memiliki dua sasaran, pertama bertujuan

mencegah ter jadinya emboli paru, kedua berguna untuk membatasi area kerusakan dari venanya.

Antikoagulan dalam jangka pendek sebaiknya diberikan pada semua penderita dengan trombosis

vena dalam di tungkai. Pemakaian antikoagulan seperti heparin dalam jangka pendek yang

efektif dan aman harus dipantau dengan pemer iksaan waktu pembekuan dan pemeriksaan waktu

protrombin, pemeriksaan ini dilakukan tiap hari. Komplikasi perdar ahan biasanya tidak akan

terjadi bila efektif antikoagulan cepat tercapai dan dosis dapat segera ditentukan dengan cepat

pula.

Terapi trombolitik adalah pemberian secara intravena suatu bahan fibrinolitik dengan

tujuan agar terjadi lisis pada trombus vena. Pemberian kinase akan menyebabkan plasminogen

berubah menjadi suatu enzim proteolitik aktif yaitu plasmin yang dapat menghancurkan fibr in

menjadi polipeptida yang dapat larut. Berbagai obat yang tersedia saat ini seperti Streptokinase,

Page 13: askep gadar DVT

Reteplase, Tenecteplase, masing- masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Pilihan terapi ini harus

hati-hati terhadap komplikasi perdarahn otak atau gastrointestinal terutama pada usia lanjut.

Anti agr egasi trombosit mer upakan salah satu pilihan terapi yang memiliki hasil terapi

efektif dan aman. Kar ena adesi dan agregasi trombosit adalah dasar dar i pembentukan trombus

hemostatik primer dalam skema koagulasi, maka obat-obatan antitrombosit seperti aspir in

dipakai oleh beber apa ahli untuk menahan perkembangan trombosis

I. Tindakan pembedahan.

Tindakan bedah dilakukan apabila pada upaya pr eventif dan pengobatan medikamentosa

tidak berhasil serta adanya bahaya komplikasi. Ada beberapa pilihan tindakan bedah yang bisa

dipertimbangkan antara lain:

1. Ligasi vena, dilakukan untuk mencegah emboli paru. Vena Femoralis dapat diikat

tanpa menyebabkan kegagalan vena menahun, tetapi tidak meniadakan kemungkinan

emboli paru. Ligasi Vena Cava Inferior secara efektif dapat mencegah terjadinya

emboli paru, tapi gejala stasis hebat dan resiko operasi lebih besar dibanding dengan

pemberian antikoagulan dan trombolitik.

2. Trombektomi, vena yang mengalami trombosis dilakukan trombektomi dapat

memberikan hasil yang baik jika dilakukan segera sebelum lewat 3 hari. Tujuan

tindakan ini adalah: mengurangi gejala pasca flebitik, mempertahankan fungsi katup

dan mencegah terjadinya komplikasi seper ti ulkus stasis dan emboli paru.

3. Femorofemoral grafts disebut juga cross-over-method dari Palma, tindakan ini dipilih

untuk bypass vena iliaka serta cabangnya yang mengalami trombosis. Tekniknya

vena safena diletakkan subkutan supr apubik kemudian disambungkan end-to- side

dengan vena femoralis kontralateral.

4. Saphenopopliteal by pass, dilakukan bila rekanalisasi pada trombosis vena femoralis

tidak ter jadi. Metoda ini dengan menyambungkan vena safena secara end-to-side

dengan vena poplitea.

Page 14: askep gadar DVT

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

a. Aktivitas/istirahat

Gejala : Tindakan yang memerlukan duduk atau berdiri lama

Imobilitas lama (contoh trauma ortopedik, tirah baring/perawatan

dirumah sakit lama, komplikasi kehamilan); paralisis/kondisi

kecacatan berlanjut

Nyeri karena aktivitas/ berdiri lama

Lemah/kelemahan pada kaki yang sakit

Tanda : kelemahan umum atau ekstremitas

b. Sirkulasi

Gejala : riwayat thrombosis vena sebelumnya; adanya varises

Adanya factor pencetus lain, contoh hipertensi ( karena kehamilan);

diabetes mellitus, IM/ penyakit katup jantung, cedera

serebrovaskuler trombotik

Tanda : takikardi

Varises dan/atau pengerasan, gelembung/ikatan vena (thrombus)

Warna kulit/suhu pada ekstremitas yang sakit (betis/paha); pucat,

dingin, edema (TVD); merah muda kemerahan, hangat sepanjang

vena (supervisial)

Tanda Homan positif (bila tak ada tidak berarti TVD)

c. Makanan/cairan

Page 15: askep gadar DVT

Tanda : turgor kulit buruk, membrane mukosa kering (dehidrasi pencetus

untuk hiperkoagulasi)

Kegemukan (pencetus untuk statis dan tahanan vena pelvis)

Edema pada kaki yang sakit (tergantung pada lokasi thrombus)

d. Nyeri /kenyamanan

Gejala : berdenyut, nyeri tekan, makin nyeri bila berdiri atau bergerak

(ekstremitas yang sakit)

Tanda : melindungi ekstremitas yang sakit

e. Keamanan

Gejala : riwayat cedera langsung atau tak langsung pada ekstremitas atau

vena (contoh trauma mayor/fraktur, bedah ortopedik/pelvis,

kelahiran dengan tekanan kepala bayi lama pada vena pelvic, terapi

intravena)

Adanya keganasan (khususnya pancreas, paru, system GI)

f. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : penggunaan kontrasepsi/estrogen oral. Adanya terapi antikoagulan

(pencetus hiperkoagulasi)

Kambuh/kurang teratasinya episode tromboflebotik sebelumnya

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Hematokrit : homokonsentrasi (peningkatan Ht) potensial risiko pembentukan

thrombus

b. Pemeriksaan koagulasi : dapat menyatakan hiperkoagulasi

c. Pemeriksaan vaskuler noninvasive (oskilometri Doppler, toleransi latihan,

pletismografi impend, dan skan dupleks) : perubahan pada aliran darah dan

identifikasi volume vena tersumbat, kerusakan vaskuler, dan kegagalan vaskuler.

d. Tes trendelenburg : dapat menunjukkan tidak kompetennya pembuluh darah

katup

e. Venografi : secara radiografi memastikan diagnose melalui perubahan aliran

darah dan/atau ukuran saluran

Page 16: askep gadar DVT

f. MRI : dapat berguna mengkaji aliran turbulen darah dan gerakan, kompetensi

vena katup

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Penurunan aliran darah/statis vena (obstruksi vena sebagian/penuh) berhubungan

dengan edema jaringan

2. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi

3. Kurang pengetahuan tentang program pengobatan berhubungan dengan kesalahan

interpretasi informasi

No Diagnose

keperawatan

Tujuan Intervensi rasional

1

Penurunan aliran

darah/statis vena

(obstruksi vena

sebagian/penuh)

berhubungan

dengan edema

jaringan

a. Menunjukkan

perbaikan perfusi

yang dibuktikan oleh

adanya nadi

perifer/sama, warna

kulit dan suhu

normal, tak ada

edema

b. Peningkatan

perilaku/tindakan

yang meningkatkan

perfusi jaringan

c. Menunjukkan

peningkatan toleransi

terhadap aktifitas

a. Anjurkan pasien untuk

menghindari

pijatan/urut pada

ekstremitas yang sakit

b. Dorong latihan nafas

dalam

c. Tingkatkan pemasukan

cairan sampai sedikitnya

2000ml/hari dalam

toleransi jantung

d. Lakukan compress

hangat, basah atau

panas pada ekstremitas

yang sakit bila

diindikasikan

a. Aktivitas ini potensial

memecahkan/menyebarka

n thrombus, menyebabkan

embolisasi dan

meningkatkan risiko

komplikasi

b. Meningkatkan tekanan

negative pada toraks yang

membantu pengosongan

vena besar

c. Dehidrasi meningkatkan

viskositas darah dan statis

vena, pencetus

pembentukan thrombus

d. Dapat diberikan untuk

meningkatkan vasodilatasi

dan aliran balik vena dan

perbaikan edema local

Page 17: askep gadar DVT

2 Nyeri berhubungan

dengan proses

inflamasi

a. Melaporkan nyeri/

ketidaknyaman

hilang/terkontrol

b. Menyatakan metoda

yang memberi

penghilang nyeri

c. Menunjukkan

tindakan rilaks,

mampu

tidur/istirahat dan

meningkatkan

aktifitas yang

diinginkan

a. Kaji derajat

ketidaknyaman nyeri,

palpasi kaki dengan hati-

hati

b. Pertahankan tirah baring

selama fase akut

c. Tingkatkan ekstremitas

yang sakit

d. Pantau tanda vital, catat

peningkatan suhu

e. Selidiki laporan nyeri

dada tiba-tiba/atau

tajam, disertai dengan

dispnea, takikardi, dan

ketakutan.

f. Berikan obat sesuai

indikasi seperti analgesic

dan antipiretik

g. Lakukan kompres panas

pada ekstremitas sesuai

indikasi

a. Derajat nyeri secara

langsung berhubungan

dengan luasnya

kekurangan sirkulasi,

proses inflamasi, derajat

hipoksia, dan edema luas

sehungan dengan

terbentuknya thrombus

b. Menurunkan

ketidaknyaman

sehubungan dengan

kontraksi otot dan gerakan

c. Mendorong aliran balik

vena untuk memudahkan

sirkulasi, menurunkan

pembentukan

statis/edema

d. Peninggian frekuensi

jantung dapat

menunjukkan peningkatan

nyery/ketidaknyamanan

atau terjadi respon

terhadap demam dan

proses inflamasi.

e. Tanda/gejala ini

menunjukkan adanya

emboli paru sebagai akibat

TVD

f. Mengurangi nyeri dan

menurunkan demam dan

inflamasi

g. Penyebab vasodilatasi,

yang meningkatkan

sirkulasi; merilakskan otot;

Page 18: askep gadar DVT

3 Kurang

pengetahuan

tentang program

pengobatan

berhubungan

dengan kesalahan

interpretasi

informasi

a. Menyatakan

pemahaman proses

penyakit, program

pengobatan, dan

pembatasan

b. Berpartisipasi dalam

proses belajar

c. Mengidentifikasi

tanda/gejala yang

memerlukan

evaluasi medis.

d. Melakukan prosedur

dengan benar dan

menjelaskan alasan

tindakan

a. Kaji ulang kemungkinan

obat dan tekankan

perlunya membaca

label kandungan obat

yang dijual bebas

b. Identifikasi efek

antikoagulan selama

memerlukan perhatian

medis

c. Anjurkan perawatan

kulit ekstremitas bawah

dan merangsang

pengeluaran endorphin

natural

a. Salisilat dan kelebihan

alcohol menurunkan

aktivitas thrombin, juga

vitamin K (multivitamin,

pisang, sayuran hijau)

meningkatkan aktivitas

potrombin

b. Deteksi dini kerusakan

efek terapi

(memanjangnya masa

pembekuan)

memungkinkan intervensi

berkala dan dapat

mencegah komplikasi

serius

c. Kongesti vena/sindrom

pascaflebotik kronis

dapat terjadi potensial

risiko statis luka/infeksi

Page 19: askep gadar DVT

BAB IV

PENANGANAN KEGAWATDARURATAN

Trombosis vena dalam merupakan keadaan darurat yang harus secepat mungkin

didiagnosis dan diterapi, karena sering menyebabkan terlepasnya trombus ke paru dan jantung

yang berujung pada kematian. Lokasi DVT bisa dimana saja, di tungkai bawah, mata, telinga, perut,

pinggul, bahkan di otak. Gejala yang muncul tergantung dari lokasi sumbatan tersebut. Maka,

timbullah kejang perut, tuli mendadak, gangguan mata, infark jantung, dan stroke. Bekuan paling

sering timbul di vena-vena kaki. Tungkai bawah teraba panas dan terasa nyeri. Kejadian yang amat

fatal, manakala bekuan tersebut lepas dan menyumbat pembuluh darah paru. Kematian dapat

terjadi.

Maka, pengobatan mesti diberikan secepatnya. Heparin, suatu obat yang menghambat pembekuan

darah mesti segera diberikan. Obat ini mesti diberikan melalui injeksi. Berikutnya warfarin yang juga

memiliki kemampuan anti-pembekuan diberikan untuk tujuan terapi jangka panjang (3-6 bulan).

Tidak menutup kemungkinan pengobatan ini akan lebih panjang lagi, khususnya jika kasus emboli

terjadi lagi, atau risiko-risiko pembekuan terus terjadi. Pada mereka yang oleh suatu sebab tidak

dapat menerima oabt-obat tersebut, diperlukan pemasangan filter IVC (inferior vena cava). Misalnya

seseorang yang terserang emboli paru, tetapi tiga hari yang lalu mengalami perdarahan saluran

cerna atas, dan karenanya tidak boleh menerima heparin atau warfarin. Pasalnya, obat-obat ini

meningkatkan risiko perdarahan.

Yang tak kalah penting, betapa pentingnya pencegahan. Sekalipun kita tak memiliki kontrol terhadap

munculnya kecenderungan pembekuan darah yang bersifat keturunan, upayakan untuk mengurangi

proses pembendungan. Dalam penerbangan panjang, upayakan untuk beberapa kali mondar-mandir

di lorong-lorong pesawat. Ketika pesawat transit, gunakan kesempatan itu untuk berjalan-jalan.

Bukan tidak mungkin olah raga sambil duduk di atas pesawat dikerjakan. Misalnya dengan

menggerakkaan kaki, memutar pergelangan kaki, menggelengkan kepala, rotasi leher, meluruskan

Page 20: askep gadar DVT

lengan, dan sebagainya. Tak jarang, perusahaan penerbangan menayangkan aktivitas kecil yang bisa

dikerjakan selama duduk atau menunggu, yang sanggup membantu sirkulasi darah.

Pembengkakan dapat dikurangi dengan cara berbaring dan menaikkan tungkai atau dengan

menggunakan perban kompresi. Perban ini harus dipasang oleh dokter atau perawat dan dipakai

selama beberapa hari. Selama pemasangan perban, penderita harus tetap berjalan. Jika

pembengkakan belum seluruhnya hilang, perban harus kembali digunakan. Jika perban kompresi

sudah tidak dikenakan lagi, maka untuk mencegah kambuhnya pembengkakan penderita diharuskan

menggunakan stoking elastis setiap hari. Stoking tidak harus digunakan di atas lutut, karena

pembengkakan di atas lutut tidak menyebabkan komplikasi. Jika timbul ulkus (luka terbuka, borok) di

kulit yang terasa nyeri, gunakan perban kompresi 1-2 kali/minggu karena bisa memperbaiki aliran

darah dalam vena. Ulkus hampir selalu mengalami infeksi dan mengeluarkan nanah berbau. Jika

aliran darah di dalam vena sudah membaik, ulkus akan sembuh dengan sendirinya. Untuk mencegah

kekambuhan, setelah ulkus sembuh, gunakan stoking elastis setiap hari. Meskipun jarang terjadi,

pada ulkus yang tidak kunjung sembuh, kadang perlu dilakukan pencangkokan kulit.

Page 21: askep gadar DVT

BAB V

PENUTUP

KESIMPULAN

Trombosis vena dalam merupakan keadaan darurat yang harus secepat mungkin didiagnosis dan diterapi, karena sering menyebabkan terlepasnya trombus ke paru dan jantung yang berujung pada kematian. Angka kejadian tromboemboli vena di Amerika Ser ikat lebih dar I 1

per 1000 dan terdapat 200.000 kasus baru tiap tahun. Dari total angka kejadian tromboemboli vena,

didapat 60% emboli par u dengan resiko kematian sekitar 30% dalam 30 hari.

Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan resiko seseorang mengalami DVT antara lain tindakan pembedahan, rawat inap, immobilisasi lama (termasuk pemakaian casting pada kasus-kasus orthopedic, perjalanan yang lama dengan peswat terbang) perokok, obesitas,penuaan, obat-obatan tertentu ( estrogen, erythropoietin) dan trombophilia. Pada wanita memiliki peningkatan r esiko selama kehamilan dan pasca persalinan.

Untuk mendiagnosa penderita DVT dengan benar diperlukan pemeriksaan dan evaluasi pada penderita secara hati-hati dan seksama, meliputi keluhan dan gejala klinis serta adanya faktor resiko terjadinya trombosis vena yang didapat pada penderita sebagaimana dijelaskan pada gambaran klinis, ditambah dengan metode- metode evaluasi noninvasif maupun invasif. Tujuan dari hal tersebut adalah untuk mendeteksi dan mengevaluasi obstruksi atau refluks vena melalui katup-katup yang tidak berfungsi baik

Falsafah pengobatan trombosis adalah aman dan efektif, aman bermakna terapi yang diber ikan tidak menimbulkan komplikasi misalnya pemberian antikoagulan harus diupayakantidak sampai mengakibatkan perdarahan, efektif berarti tindakan yang diber ikan berhasil mencegah perluasan trombosis.

Page 22: askep gadar DVT

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & suddar. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8 vol 2. Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 2002

Doenges E Marilynn. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000.

Denekamp LJ, Folcarelli PH. Penyakit Pembuluh Dar ah. In: Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Pr oses-proses Penyakit. 6 ed. Jakar ta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2002.

Jusi D. Dasar -Dasar Bedah Vaskuler. 3 ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2004. p. 228- 45.

Rani AA, Soegondo, et al. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen I lmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.

Scarvelis D, Wells PS. Diagnosis and treatment of deep-vein trombosis. Canadian Medical Association Journal [Review article]. 2006 October 24, 2006:1087-92.

Anonym. Simple Movements, Awareness and Safety. In: DVT TCtP, editor. www.preventdvt.org2006.