referat anes new banget 1
DESCRIPTION
hhhTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Transfusi darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat
(donor) ke orang sakit (resipien) yang diberikan secara intravena melalui
pembuluh darah (NIH, 2012). Transfusi darah dapat dikelompokkan menjadi 2
golongan utama berdasarkan sumbernya yaitu transfuse allogenic dan transfuse
autologus. Transfusi darah allogenic adalah darah yang disimpan untuk transfusi
berasal dari tubuh orang lain. Sedangkan transfusi autologus adalah darah yang
disimpan berasal dari tubuh donor sendiri yang diambil 3 unit beberapa hari
sebelumnya, dan setelah 3 hari ditansferkan kembali ke pasien (Adias dkk, 2010).
Tujuan dari transfusi darah adalah meningkatkan kemampuan darah dalam
mengangkut oksigen, memperbaiki volume darah, memperbaiki cukup kekebalan
dan memperbaiki masalah pembekuan.
Transfusi darah merupakan salah satu bagian penting pelayanan kesehatan
modern, karena dapat menyelamatkan jiwa pasien dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.Kehilangan darah sebanyak 10-15% volume darah pada
bayi dan anak, karena tidak memberatkan kompensasi badan, maka diberi dengan
pengganti cairan berupa kristaloid dan koloid, sedangkan di atas 15% perlu
transfusi darah, karena ada gangguan pengangkutan okksigen. Sedangkan pada
orang dewasa, transfusi mulai dilakukan ketika terjadi kehilangan darah di atas
20%, bahkan hal ini juga dapat menimbulkan gangguan faktor pembekuan darah.
Transfusi darah dilakukan untuk mengatasi kondisi yang dapat
menyebabkan morbiditas dan mortalitas, akan tetapi tentu saja diperlukan
ketepatan penggunaan darah dan produk darah. Agar transfusi darah benar-benar
mengatasi kondisi yang dapat membawa kepada morbiditas dan mortilitas yang
signifikan yang tidak dapat dicegah atau diatasi dengan cara lain. Banyak hal yang
harus diperhatikan dan dipersiapkan sehingga tranfusi dapat dilaksanakan secara
optimal. Oleh karena itu, salah satu tugas besar dimasa yang akan datang adalah
meningkatkan pemahaman akan penggunaan tranfusi darah sehingga
penatalaksanaannya sesuai dengan indikasi.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Darah dan Komponen Darah
Darah terdiri dari 2 komponen yaitu komponen korpuskuler dan
komponen cairan.Komponen korpuskuler adalah unsur padat darah yaitu
eritrosit, leukosit, trombosit.Ketiga jenis sel darah ini memiliki masa hidup
terbatas dan secara berkala akan diperbarui dengan sel darah yang baru.
Komponen cairan darah adalah plasma darah.Plasma menempati lebih dari
50% volume darah. Plasma terdiri dari air (90%), protein plasma dan elektrolit.
Protein plasma yang penting diantaranya adalah albumin, berbagai fraksi
globulin serta protein untuk faktor pembekuan dan fibrinolisis(NIH, 2012).
2.1.1 Eritrosit
Eritrosit dibentuk melaui suatu proses pematangan yang terdiri atas
beberapa tahap, yaitu pembelahan dan perubahan-perubahan morfologi sel-sel
berinti mulai dari proeritroblas sampai ortokromatik eritroblas, disusul
kemudian oleh pembentukan eritrosit tidak berinti yang disebut retikulosit dan
akhirnya menjadi eritrosit.aktivitas eritropoetik diatur oleh hormon
eritropoetin, yang dihasilkan oleh gabungan faktor ginjal dengan protein
plasma. Rangsangan untuk produksi eritropoetin adalah tekanan oksigen dalam
jaringan ginjal. Kadar oksigen dalam jaringan ditentukan antara lain oleh aliran
darah, kadar hemoglobin, saturasi oksigen hemoglobin, dan afinitas oksigen
terhadap hemoglobin. Segala keadaan yang menurunkan oksigenasi ginjal,
misalnya kadar hemoglobin yang rendah, gangguan pelepasan oksigen oleh
hemoglobin, gangguan pertukaran oksigen pada pernapasan, dan hambatan
aliran darah dapat meningkatkan kadar eritropoetin apabila fungsi ginjal
adekuat (Nurrachmat, 2010).
Zat yang dibutuhkan untuk eritropoesis adalah:
1. Logam: besi, mangan, kobalt.
2. Vitamin: B12, folat, C, E, B6, tiamin, riboflavin, asam pantotenat.
3. Asam amino
2
4. Hormon: eritropoetin, androgen, tiroksin.
Fungsi utama eritrosit yaitu membawa oksigen dari paru-paru ke
jaringan tubuh dan transfer karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru.
Transfer oksigen berlangsung melalui hemoglobin. Membran eritrosit
merupakan lapisan lipid bipolar yang mengandung protein struktural, kontraktil
dan enzim dalam jumlah banyak, serta antigen permukaan (Nurrachmat, 2010).
Nilai normal eritrosit pada pria berkisar 4,7 juta-6,1 juta sel/ul darah,
sedangkan pada wanita berkisar 4,2 juta-5,4 juta sel/ul darah. Eritrosit yang
tinggi bisa ditemukan pada kasus hemokonsentrasi, PPOK, gagal jantung
kongestif, preeklamsi, dll. Sedangkan eritrosit yang rendah bisa ditemukan
pada anemia, leukimia, hipertiroid, penyakit sistemik seperti lupus, dll
(Mulyatno, 2011)..
2.1.2 Leukosit
Leukosit dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu fagosit dan non
fagosit. Granulosit yang mencakup tiga jenis sel, neutrofil, eosinofil, dan
basofil, bersama-sama dengan monosit merupakan fagosit. Limfosit
membentuk populasi imunosit. Normal hanya sel fagosit matang dan limfosit
yang ditemukan dalam darah tepi (Nurrachmat, 2010).
Fungsi umum leukosit sangat berbeda dengan eritrosit. Leukosit
umumnya berperan dalam mempertahankan tubuh terhadap benda asing yang
selalu dipandang mempunyai kemungkinan untuk mendatangkan bahaya bagi
kelangsungan hidup individu. Pada orang dewasa darah tepi mempunyai
jumlah leukosit berkisar antara 4500-11000 sel/mm3 (Nurrachmat, 2010).
2.1.3 Trombosit
Trombosit disebut juga platelet atau keping darah. Trombosit berasal
dari megakariosit yang berada dalam sumsum tulang. Dalam pematangannya,
megakariosit ini pecah menjadi 3000-4000 serpihan sel, yang disebut sebagai
trombosit. Regulasi trombosit di darah tepi dilakukan oleh mekanisme kontrol
bahan humoral yang disebut trombopoetin yang menyebabkan konsentrasi
trombosit di sirkulasi konstan. Bila jumlah trombosit menurun, tubuh akan
3
mengeluarkan trombopoetin lebih banyak untuk merangsang trombopoesis
(Nurrachmat, 2010).
Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbatan mekanis
selama respon hemostatik normal terhadap luka vaskular. Trombosit ikut serta
dalam usasha menutup luka, sehingga tubuh tidak mengalami kehilangan darah
dan terlindung dari penyusupan benda atau sel asing. Umur trombosit setelah
pecah dari sel asalnya dan masuk ke dalam darah adalah antara 8-14 hari.
Jumlah trombosit normal adalah 150000-450000/mm3 dengan rata-rata
250000/mm3 (Nurrachmat, 2010).
2.1.4 Plasma Darah
Pada dasarnya plasma darah adalah larutan air yang mengandung
albumin, bahan pembekuan darah, hormon, berbagai jenis protein, hormon,
berbagai jenis garam (Mallo, 2011)..
2.2 Fungsi Darah
Peran penting darah adalah (NIH, 2012):
1. Sebagai organ transportasi, khususnya oksigen (O2), yang dibawa dari
paru-paru dan diedarkan ke seluruh tubuh dan kemudian mengangkut sisa
pembakaran (CO2) dari jaringan untuk dibuang keluar melalui paru-paru.
Fungsi pertukaran O2 dan CO2 ini dilakukan oleh hemoglobin, yang
terkandung dalam sel darah merah. Protein plasma ikut berfungsi sebagai
sarana transportasi dengan mengikat berbagai materi yang bebas dalam
plasma, untuk metabolisme organ-organ tubuh.
2. Sebagai organ pertahanan tubuh (imunologik), khususnya dalam
menahan invasi berbagai jenis mikroba pathogen dan antigen asing.
Mekanisme pertahanan ini dilakukan oleh leukosit (granulosit dan
limfosit) serta protein plasma khusus (immunoglobulin).
3. Peranan darah dalam menghentikan perdarahan (mekanisme
homeostasis) sebagai upaya untuk mempertahankan volume darah
apabila terjadi kerusakan pada pembuluh darah. Fungsi ini dilakukan
4
oleh mekanisme fibrinolisis, khususnya jika terjadi aktifitas homeostasis
yang berlebihan.
2.3 Definisi Transfusi Darah
Transfusi darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat
(donor) ke orang sakit (resipien) yang diberikan secara intravena melalui
pembuluh darah (NIH, 2012). Transfusi darah dapat dikelompokkan menjadi 2
golongan utama berdasarkan sumbernya yaitu transfuse allogenic dan transfuse
autologus. Transfusi darah allogenic adalah darah yang disimpan untuk transfusi
berasal dari tubuh orang lain. Sedangkan transfusi autologus adalah darah yang
disimpan berasal dari tubuh donor sendiri yang diambil 3 unit beberapa hari
sebelumnya, dan setelah 3 hari ditansferkan kembali ke pasien (Adias dkk, 2010)..
2.4 Jenis Transfusi Darah
Transfusi darah dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1. Transfusi Autologus
2. Transfusi Allogenic
Transfusi autologus adalah transfusi darah dimana darah yang disimpan
berasal dari tubuh donor sendiri yang diambil 3 unit beberapa hari sebelumnya.
Transfusi autologus dapat menurunkan angka kejadian dari komplikasi transfusi
darah seperti peningkatan infeksi pasca bedah, penurunan massa sel dan
kegagalan multiorgan. Risiko terbesar yang dapat dialami pada transfusi autologus
adalah kontaminasi bakteri dari unit autologus (Adias dkk, 2010).
Transfusi autologus diindikasikan pada operasi elektif, pasien dengan
golongan darah atau kompleks antibodi sel darah merah yang langka, dan pada
beberapa paham agama yang mengharuskan transfusi darah berasal dari tubuh
donor sendiri (Adias dkk, 2010).
Terdapat 3 teknik utama pada transfusi autologus yaitu:
1. Predeposit autologus donation (PAD)
2. Acute Normovolaemic Haemodilution (ANH)
3. Perioperative Cell Salvage (PCS)
5
Predeposit autologus donation (PAD) dilakukan kepada pasien yang
membutuhkan darah selama atau setelah pembedahan. Transfusi dilakukan
selambat-lambatnya dua minggu sebelum pembedahan berlangsung. Darah
kemudian disimpan pada suhu 4-6°C (Adias dkk, 2010).
Acute normovolemic hemodilution (ANH) biasanya dilakukan pada pasien
yang akan menjalani operasi bypass jantung (kehilangan darah ≥3 unit). Sebelum
operasi berlangsung pasien harus dipastikan tidak mengalami anemia. 48 jam
sebelum operasi berlangsung, ¼ darah pasien akan dikeluarkan dan digantikan
dengan cairan koloid. Salah satu tujuan ANH adalah mengurangi visikositas darah
(peningkatan laju aliran darah, pengurangan beban kerja jantung dan peningkatan
oksigenasi ke jaringan tubuh), penurunan risiko trobosis, peningkatan perfusi
darah (Adias dkk, 2010).
Perioperative Cell Salvage (PCS) dibagi menjadi 2 yaitu intra operative
blood salvage dan post operative blood salvage.
Pada intra operative blood salvage darah dikumpulan dan ditransfusikan kembali
kepada pasien selama operasi berlangsung. Teknik ini banyak diaplikasikan pada
pasien yang menjalani operasi jantung, orthopedik, transplantasi hepar.
Kekurangan prosedur ini adalah dapat terjadi kontaminasi bakteri dari luka
operasi. Sedangkan pada post operative blood salvage darah diambil dan
ditransfusikan kembali kepada pasien segera setelah operasi berlangsung (Adias
dkk, 2010).
Transfusi Allogenic adalah transfusi darah dimana darah yang disimpan
dan ditransfusikan berasal dari orang lain (Marcucci dkk, 2011). Beberapa risiko
seperti reaksi imunologi dan infeksi dapat terjadi pada transfusi allogenic
(Marcucci dkk, 2011).
2.4.1 Transfusi Whole Blood
Setiap unit kantong Whole Blood mengandung 450ml darah dan 63ml
larutan antikoagulan.Ini artinya setiap 1 unit whole blood berisi 510
6
mL.Mengandung hematocrit sebesar 36-40%.Dapat tahan hingga 21-49
hari jika disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 1-5oC.Namun
apabila telah dikeluarkan dari lemari pendingin, darah tersebut harus
digunakan dalam waktu 4 jam. Transfusi darah lengkap digunakan untuk
penggantian volum kehilangan darah (>15-20%). Saat akan dilakukan
transfusi, harus dilakukan pemeriksaan golongan darah ABO, cross match
dan agen-agen infeksi, sebab transfusi darah lengkap ini ssangat
memungkinkan terjadinya penularan penyakit, termasuk HIV dan
Hepatitis. Pada resipien perlu diperhatikan adanya reaksi febriss dan
hemolitik. Pemberian darah lengkap 10ml/kgBB akan meningkatkan
hematokrit 5% (WHO).
2.4.2 Transfusi Sel Darah Merah (SDM)
SDM diperoleh dari pemisahan atau pengeluaran plasma sekitar 250 mL
dari whole blood. Satu unit SDM dapat meningkatkan kadar hemoglobin 1
g per dL (10 g per L) dan 3% hematokrit. Transfusi SDM digunakan untuk
mengobati perdarahan dan meningkatkan penghantaran oksigen ke
jaringan.Transfusi RBC harus didasarkan pada kondisi klinis pasien atau
pada kehilangan darah akut yang lebih dari 1.500 mL atau 30% volume
darah.Penelitian terbarumerekomendasikan transfusi RBC dilakukan pada
saat tingkat hemoglobin antara 7-9 g per dL (Sharma, et.al, 2011).
2.4.3 Transfusi Plasma
Plasma mengandung semua faktor koagulasi.Sediaan plasma terdiri dari
plasma cair, plasma kering, dan fresh frozen plasma.Plasma cair diperoleh
dari pemisahan plasma dari whole blood pada pembuatan PRC.Plasma
kering diperoleh dengan mengeringkan plasma beku. Fresh frozen plasma
diperoleh dengan cara pemisahan plasma dari darah dan langsung
dibekukan pada suhu -60ºC. Transfusi plasma dianjurkan pada pasien
dengan perdarahan aktif dan sebelum prosedur invasif atau pada
pembedahan bila pasien tidak mempunyai faktor pembekuan.Fresh frozen
7
plasma (FFP) mengandung semua protein plasma (faktor pembekuan),
terutama faktor V dan VII. Setiap unit FFP biasanya dapat menaikan
masing-masing kadar faktor pembekuan sebesar 2-3% pada orang dewasa.
Sama dengan PRC, saat hendak diberikan pada pasien perlu dihangatkan
terlebih dahulu sesuai suhu tubuh(Sharma, et.al, 2011).
2.4.4 Transfusi Trombosit
Transfusi trombosit dapat diindikasikan untuk mencegah perdarahan pada
pasien dengan trombositopenia atau pada pasien dengan gangguan fungsi
trombosit.Kontraindikasi untuk transfusi trombosit meliputi trombotik
trombositopenik purpura dan heparin-induced trombositopenia.Karena
transfusi trombosit pada pasien dalam kondisi ini dapat mengakibatkan
thrombosis lebih lanjut.Satu unit kantong trombosit dapat meningkatkan
jumlah trombosit pada orang dewasa sebanyak 30-60x103 per microliter,
sedangkan pada anak-anak dapat meningkatkan 50-100x103 per
microliter(Sharma, et.al, 2011).
2.4.5 Kriopresipitat
Kriopresipitat dibuat dengan mencairkan FFP dan kemudian dilakukan
pengumpulan presipitan atau endapan seperti faktor VIII, faktor
pembekuan XIII, faktor Von Willbrand, fibrinogen.Kriopresipitat
digunakan dalam kasus-kasus hypofibrinogenemia.Setiap unit
kriopresipitat akan meningkatkan tingkat fibrinogen 5-10 mg per dL (0,15-
0,29 umol per L), Tujuan pemeberian kriopresipitat adalah untuk menjaga
tingkat fibrinogen minimal (100 mg per dL)(Sharma, et.al, 2011).
2.5 Tujuan Transfusi Darah
Tujuan transfusi darah adalah sebagai berikut:
3. Meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen
4. Memperbaiki volume darah
5. Memperbaiki kekebalan
8
6. Memperbaiki masalah pembekuan.
2.6 Indikasi Transfusi Darah
Transfusi darah umumnya >50% diberikan pada saat perioperatif dengan
tujuan untuk menaikkan kapasitas pengangkutan oksigen dan volume
intravaskuler.Dalam pedoman WHO disebutkan bahwa transfusi tidak boleh
diberikan tanpa indikasi kuat dan hanya boleh diberikan berupa komponen darah
pengganti yang hilang/kurang. Maka saat ini, transfusi daraah cenderung
diberikan sesuai dengan komponen darah yang dibutuhkan, misalnya kebutuhan
akan sel darah merah, granulosit, trombosit, dan plasma darah yang mengandung
protein dan faktor-faktor pembekuan. Indikasi transfusi darah dan komponen-
konponennya adalah :
1. Anemia pada perdarahan akut setelah didahului penggantian volume
dengan cairan.
2. Anemia kronis.
3. Gangguan pembekuan darah karena defisiensi komponen.
4. Plasma loss atau hipoalbuminemia.
5. Kehilangan sampai 30% EBV umumnya dapat diatasi dengan cairan
elektrolit saja. Kehilangan lebih daripada itu, setelah diberi cairan
elektrolit perlu dilanjutkan dengan transfusi jika Hb<8 gr/dl.
Indikasi Transfusi Komponen Darah:
Komponen Darah Indikasi Transfusi
Eritrosit 1. Transfusi sel darah merah hampir selalu
diindikasikan pada kadar Hemoglobin (Hb) <7
g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi
dapat ditunda jika pasien asimptomatik dan/atau
penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka
batas kadar Hb yang lebih rendah dapat
diterima. (Rekomendasi A)
9
2. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada
kadar Hb 7-10 g/dl apabila ditemukan hipoksia
atau hipoksemia yang bermakna secara klinis
dan laboratorium. (Rekomendasi C)
3. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10
g/dl, kecuali bila ada indikasi tertentu, misalnya
penyakit yang membutuhkan kapasitas transport
oksigen lebih tinggi (contoh: penyakit paru
obstruktif kronik berat dan penyakit jantung
iskemik berat). (Rekomendasi A)
4. Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia
dilakukan pada kadar Hb ≤11 g/dL; bila tidak
ada gejala batas ini dapat diturunkan hingga 7
g/dL (seperti pada anemia bayi prematur). Jika
terdapat penyakit jantung atau paru atau yang
sedang membutuhkan suplementasi oksigen
batas untuk memberi transfusi adalah Hb ≤13
g/dL. (Rekomendasi C)
Trombosit 1. Mengatasi perdarahan pada pasien dengan
trombositopenia bila hitung trombosit
<50.000/uL, bila terdapat perdarahan
mikrovaskular difus batasnya menjadi
<100.000/uL. Pada kasus DHF dan DIC supaya
merujuk pada penatalaksanaan masing-masing.
(Rekomendasi C)
2. Profilaksis dilakukan bila hitung trombosit
<50.000/uL pada pasien yang akan menjalani
operasi, prosedur invasif lainnya atau sesudah
transfusi masif. (Rekomendasi C)
3. Pasien dengan kelainan fungsi trombosit yang
mengalami perdarahan. (Rekomendasi C)
10
Fresh Frozen Plasma
= FFP
1. Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B)
dan faktor inhibitor koagulasi baik yang didapat
atau bawaan bila tidak tersedia konsentrat faktor
spesifik atau kombinasi. (Rekomendasi C)
2. Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin
bila terdapat perdarahan yang mengancam
nyawa. (Rekomendasi C)
3. Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi
yang abnormal setelah transfusi masif atau
operasi pintasan jantung atau pada pasien
dengan penyakit hati. (Rekomendasi C)
Kriopresipitat 1. Profilaksis pada pasien dengan defisiensi
fibrinogen yang akan menjalani prosedur
invasif dan terapi pada pasien yang mengalami
perdarahan. (Rekomendasi C)
2. Pasien dengan hemofilia A dan penyakit von
Willebrand yang mengalami perdarahan atau
yang tidak responsif terhadap pemberian
desmopresin asetat atau akan menjalani operasi.
(Rekomendasi C)
2.7KomplikasiTransfusi Darah
Pada beberapa keadaan tertentu, transfusi mungkin merupakan satu-
satunya jalan untuk menyelamatkan hidup seseorang, namun bagaimanapun
sebelum memberikan produk darah kepada seseorang, penting sekali untuk
mengetahui risiko-risiko apa yang dapat terjadi dalam melakukan tindakan
transfusi darah. Keamanan dan efektivitas transfusi darah ditentukan oleh dua
faktor, yaitu:
1. Penyediaan darah dan produk darah yang aman, diberikan sesuai
dengan kebutuhan.
2. Ketepatan penggunaan darah dan produk darah secara klinis.
11
Komplikasi ini dapat dibagi berdasarkan komponen darah (WHO):
Transfusi sel darah merah:
1. Dapat menyebabkan risiko reaksi hemolitik yang serius.
2. Komponen darah ini dapat menjadi tempat penyebaran agen-agen
infeksius, termasuk HIV, Hepatitis B, Hepatitis C, Sifilis, malaria, dan
penyakit Chagas pada resipien.
3. Macam-macam darah ini dapat terkntaminasi dengan bakteri yang sangat
berbahaya bila disimpan dalam tempat yang tidak aman, atau
penyimpanan yang salah.
Transfusi Plasma
1. Plasma dapat menjadi tempat penyebaran infeksi paling berbahaya di
seluruh komponen darah
2. Plasma dapat juga menyebabkan reaksi transfuse
3. Belum ada indikasi klinis yang jelas untuk dilakukannya transfusi plasma,
risiko yang ditimbulkan sangat mungkin terjadi.
Transfusi Trombosit
1. Dapat menyebabkan reaksi febril non hemolitik dan urtikaria meskipun
kedua reaksi tidak biasa ditemukan
2. Reaksi ditimbulkan dari transfusi yang lebih dari satu macam komponen.
3. Kontaminasi bakteri hanya sebesar 1% dari 1 unit kantong darah.
Transfusi Fresh Frozen Plasma
1. Pada proses transfusi yang dilakukan dalam waktu yang singkat maka
perlu diperhatikan akan adanya reaksi alergi akut yang tidak biasa.
2. Reaksi anafilaktik muncul pada keadaan yang parah.
Risiko transfusi darah sebagai akibat langsung dari transfusi merupakan
bagian situasi klinis yang kompleks, meskipun hal ini jarang sekali terjadi.Risiko
yang terjadi mungkin tidak sesuai dengan keunntungannya.Risiko transfusi darah
12
dibedakan atas reaksi cepat, lambat, penularan penyakit infeksi dan risiko
transfusi masif.
1. Reaksi Akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam
setelah transfusi. Reaksi hemolitik akut ini terjadi disebabkan oleh destruksi
imun pada saat transfusi sel darah merah yang diserang oleh antibody
resipien.Antibody ini diproduksi untuk melawan antigen dari kelompok darah
ABO atau alloantibody terhadap antigen sel darah merah setelah pernah
terpapar sebeumnya pada transfusi sebelumnya atau pada kondisi kehamilan.
Reaksi akut dapat dibagi menjadi 3 kategoris yaitu ringan, sedang-berat
dan reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi ringan ditandai dengan
timbulnya pruritus, urtikaria dan ruam. Reaksi ringan disebabkan oleh
hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat ditandai dengan adanya gejala
gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dyspnea ringan dan nyeri kepala. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya warna kemerahan di kulit,
urtikaria, demam, takikardia, kaku otot. Reaksi sedang-berat biasanya
disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-berat, demam akibat reaksi transfusi
non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit, protein, trombosit), kontaminasi
pirogen dan/atau bakteri. Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan
gejala gelisah, nyeri dada, nyeri di sekitar tempat masuknya infus, napas
pendek, nyeri punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat pula tanda-tanda
kaku otot, demam, lemah, hipotensi (turun ≥20% tekanan darah sistolik),
takikardia (naik ≥20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas.
Reaksi ini disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri,
syok septik, kelebihan cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.
2. Reaksi Lambat
- Reaksi hemolitik lambat
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan gejala
dan tanda demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi hemolitik
lambat yang berat dan mengancam nyawa disertai syok, gagal ginjal dan
13
DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan dengan pemeriksaan
laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma pasien dan pemilihan
sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut.
- Purpura pasca transfusi
Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi potensial
membahayakan pada transfusi sel darah merah atau trombosit. Hal ini
disebabkan adanya antibodi langsung yang melawan antigen spesifik
trombosit pada resipien. Lebih banyak terjadi pada wanita. Gejala dan
tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya trombositopenia berat
akut 5-10 hari setelah transfusi yang biasanya terjadi bila hitung trombosit
<100.000/uL. Penatalaksanaan penting terutama bila hitung trombosit
≤50.000/uL dan perdarahan yang tidak terlihat dengan hitung trombosit
20.000/uL. Pencegahan dilakukan dengan memberikan trombosit yang
kompatibel dengan antibodi pasien.
3. Penularan Infeksi
- Hepatitis virus
Penularan virus hepatitis merupakan salah satu bahaya/ resiko besar pada
transfusi darah. Diperkirakan 5-10 % resipien transfusi darah
menunjukkan kenaikan kadar enzim transaminase, yang merupakan bukti
infeksi virus hepatitis. Sekitar 90% kejadian hepatitis pasca transfusi
disebabkan oleh virus hepatitis non A non B. Meski sekarang ini sebagian
besar hepatitis pasca transfusi ini dapat dicegah melalui seleksi donor yang
baik dan ketat, serta penapisan virus hepatitis B dan C, kasus tertular
masih tetap terjadi. Perkiraan resiko penularan hepatitis B sekitar 1 dari
200.000 dan hepatitis C lebih besar yaitu sekitar 1:10.000.
- AIDS (Acquired Immune Deficiency syndrome)
Penularan retrovirus HIV telah diketahui dapat terjadi melalui transfusi
darah, yaitu dengan rasio 1:670.000, meski telah diupayakan penyaringan
donor yang baik dan ketat.
- Infeksi CMV
14
Penularan CMV terutama berbahaya bagi neonatus yang lahir premature
atau pasien dengan imunodefisiensi. Biasanya virus ini menetap di leukosit
danor, hingga penyingkiran leukosit merupakan cara efektif mencegah atau
mengurangi kemungkinan infeksi virus ini. Transfusi sel darah merah
rendah leukosit merupakan hal terbaik mencegah CMV ini.
4. Risiko Transfusi Masif
Transfusi massif adalah transfusi sejumlah darah yang telah disimpan, dengan
volume darah yanglebih besar daripada volume darah resipien dalam waktu 24
jam. Pada keadaan ini dapat terjadi hipotermia bila darah yang digunakan
tidak dihangatkan, hiperkalemia, hipokalsemia dan kelainan koagulasi karena
terjadi pengenceran dari trombosit dan factor- factor pembekuan. Penggunaan
darah simpan dalam waktu yang lama akan menyebabkan terjadinya beberapa
komplikasi diantaranya adalah kelainan jantung, asidosis, kegagalan
hemostatik, acute lung injury.
Secara singkat komplikasi yang ditimbulkan dari transfusi darah terdapat pada
tabel di bawah ini:
Komplikasi non infeksi seriustransfusi
Akut:
1. Reaksi hemolitik akut
2. Reaksi alergi
3. Reaksi anafilaksis
4. Masalah pembekuan pada transfusi massif
5. Reaksi febris non hemolitik
6. Mistransfusi ( kesalahan transfusi komponen darah kepada resipien yang salah
7. Kontaminasi bakteri pada darah
8. Overload
9. Acute lung injury
10. Urtikaria
Lambat:
15
1. Reaksi hemolitik lambat
2. Overload besi
3. Microchimerism
4. Kelebihan atau kekurangan transfuse
5. Purpura setelah transfusi
6. Imunomodulasi yang disebabkan oleh transfusi
7. Transfusion-associated graft-versus-host-disease
Komplikasi infeksi serius transfusi
Komplikasi Perkiraan risiko
Virus Hepatitis B
Virus Hepatitis C
Virus limfotropik-T
HIV
Penyakit Creutzfeldt-Jacob
HHV
Malaria
Influenza
1: 350.000
1:1.800.000
1:2.000.000
1:2.300.000
Jarang
Jarang
Jarang
jarang
2.8 Penanggulangan Reaksi Transfusi
1.Hentikan transfusi darah tersebut.
2.Naikkan tekanan darah dengan koloid, kristaloid, jika perlu tambahkan
vasokonstriktor, inotropic.
3.Berikan oksigen hingga saturasi mencapai 100%.
4.Diuretika manitol 50mg atau furosemide 9lasix) 10-20mg.
5.Berikan antihistamin
6.Steroid dosis tinggi.
16
7.Jika perlu lakukan transfusi tukar.
8.Periksa analisis gas dan pH darah.
BAB III
KESIMPULAN
Transfusi darah adalah proses pemindahan darah dari seseorang yang sehat
(donor) ke orang sakit (resipien) yang diberikan secara intravena melalui
pembuluh darah.Transfusi darah dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan utama
17
berdasarkan sumbernya yaitu transfuse allogenic dan transfuse autologus. Tujuan
dari transfusi darah adalah Meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut
oksigen, memperbaiki volume darah, memperbaiki kekebalan, dan memperbaiki
masalah pembekuan.
Untuk mencegah risiko-risiko yang terjadi akibat ketidakamanan dan
ketidaktepatan transfusi darah, maka transfusi darah harus dilakukan berdasarkan
indikasi kuat dan hanya boleh diberikan berupa komponen darah pengganti yang
hilang atau yang kurang. Selain itu, pada proses transfusi darah dapat terjadi
komplikasi-komplikasi, seperti reaksi hemolitik, infeksi baik itu virus, bakteri,
dan parasite, demam, urtikaria, anafilaksis, edema paru non-kardial, purpura,
intoksikasi sitrat, hyperkalemia, dan asidosis.
DAFTAR PUSTAKA
Adias T.C., Jeremiah, Z., Uko, E., Osaro, E., 2010. Autologous blood transfusion. In: South African of Journal Surgery. Diunduh dari www.researchgate.net/... Autologous _ blood _ transfusion .../00b7d51bac42 ... pada tanggal 13 Maret 2015.
18
Latief, S. A., Suryadi, K. A., Dachlan, M. R. 2007. Transfusi Darah pada Pembedahan DalamAnestesiologi.Edisi ke-2. Jakarta: FKUI;2007; pg.141- 53.
Mallo, P. Y., Shompie, R. 2011.Rancang Bangun Alat Ukur Kadar Hemoglobin dan Oksigen Dalam Darah dengan Sensor Oximeter Secara Non-Invasive. In: T. Elektro Fakultas Teknik UNSRAT. Diunduh dari ejournal.unsrat.ac.id/index.php/elekdankom/.../446 pada tanggal 12 Maret 2015.
Marcucci, C., Madjdpour, C. 2011.Allogeneic blood transfusions: benefit, risks and clinical indications in countries with a low or high human development index. In: Department of Anesthesiology, University Hospital Lausanne. Diunduh darihttp://bmb.oxfordjournals.org/content/70/1/15.longpada tanggal 13 Maret 2015.
Mulyatno, K. C. 2011. Pemeriksaan Darah Lengkap. Diunduh dari http://www.itd.unair.ac.id/files/pdf/protocol1/PEMERIKSAAN%20DARAH%20LENGKAP.pdf pada tanggal 12 Maret 2015.
National Institute of Health. 2012. Blood Transfusion. In: National Heart, Lung, and Blood Institute. Diunduh dari http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/bt/. Pada tanggal 12 Maret 2015
Nurrachmat, H. 2010. Perbedaan Jumlah Eritrosit, Leukosit dan Trombosit Pada Pemberian Antikoagulan Edta Konvensional dengan Edta Vacuitainer. Diunduh dari http://eprints.undip.ac.id/12759/1/2005FK3603.pdf pada tanggal 12 Maret 2015.
Sharma, S., Poonam, S., Lisa, N., Tyler. 2011. Transfusion of Blood and Blood Products: Indications and Complication. In: Creighton University School of Medicine, Omaha, Nebraska. Diunduh dari http://www.aafp.org/afp/2011/0315/p719.html. Pada tanggal 12 Maret 2015
19