referat anemia - selma (092011101013)

78
1 REFERAT ILMU KESEHATAN ANAK ANEMIA Disusun oleh: Selma, S.Ked 092011101013 Dokter Pembimbing: dr. H. Ahmad Nuri, Sp. A dr. B. Gebyar Tri Baskoro, Sp. A dr. Ramzy Syamlan, Sp. A dr. Saraswati Dewi, Sp.A

Upload: selmabalafif

Post on 01-Jan-2016

90 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

referat anemia pediatri

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Anemia - Selma (092011101013)

1

REFERAT

ILMU KESEHATAN ANAK

ANEMIA

Disusun oleh:

Selma, S.Ked

092011101013

Dokter Pembimbing:

dr. H. Ahmad Nuri, Sp. A

dr. B. Gebyar Tri Baskoro, Sp. A

dr. Ramzy Syamlan, Sp. A

dr. Saraswati Dewi, Sp.A

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya

SMF Ilmu Kesehatan Anak di RSUD dr.Soebandi Jember

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2013

Page 2: Referat Anemia - Selma (092011101013)

2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................1

DAFTAR ISI ..........................................................................................................2

PENDAHULUAN ..................................................................................................3

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................5

1. Anemia................................................................................................................5

1.1 Definisi Anemia..........................................................................................5

1.2 Pravelensi Anemia......................................................................................5

1.3 Kriteria Anemia..........................................................................................6

1.4 Etiologi Anemia..........................................................................................8

1.5 Klasifikasi Anemia.....................................................................................8

1.6 Patofisiologi Anemia.................................................................................11

1.7 Gejala Anemia...........................................................................................11

1.8 Pendekatan Diagnostik untuk Penderita Anemia......................................13

2. Anemia Defisiensi Besi.....................................................................................28

3. Anemia Megaloblastik.....................................................................................41

4. Anemia Aplastik...............................................................................................46

KESIMPULAN....................................................................................................50

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................51

Page 3: Referat Anemia - Selma (092011101013)

3

PENDAHULUAN

Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di

seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat, terutama

di negara berkembang. Di Amerika Serikat (1994), anemia ditemukan pada 20%

anak usia < 18 tahun.10 Di Indonesia, menurut survey Rumah Tangga tahun 1995,

prevalensi anemia pada balita mencapai 40,5%.6 Sedangkan pada tahun 2001

ditemukan prevalensi anemia defisiensi besi pada balita sebesar 48,1%.15 Kelainan

ini merupakan penyebab debilitas kronik (chronic debility) yang mempunyai

dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik.

Oleh karena frekuensinya yang demikian sering, anemia terutama anemia ringan

seringkali tidak mendapat perhatian dan dilewati oleh para dokter di praktek

klinik.

Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa

eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk

membawa oksigen dalam jumlah cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen

carrying capacity). Secara praktis, anemia ditunjukkan oleh penurunan

konsentrasi hemoglobin atau hematocrit dibawah nilai normal sesuai usia dan

jenis kelamin.10 Tetapi yang paling lazim dipakai adalah kadar hemoglobin,

kemudian hematocrit. Permasalahan yang timbul adalah berapa kadar

hemoglobin, atau hematocrit paling rendah yang dianggap sebagai anemia. Kadar

hemoglobin sangat bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian

tempat tinggal, serta keadaan fisiologis tertentu seperti kehamilan.3

Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tetapi

merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease). Oleh

karena itu, dalam diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label

anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia

tersebut. Hal ini penting karena seringkali penyakit dasar tersebut tersembunyi,

sehingga apabila hal ini dapat diungkap akan menuntun para klinisi kearah

penyakit berbahaya yang tersembunyi. Penentuan penyakit dasar juga penting

dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang

Page 4: Referat Anemia - Selma (092011101013)

4

mendasari anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas pada kasus anemia

tersebut.

Pendekatan terhadap pasien anemia memerlukan pemahaman tentang

pathogenesis dan patofisiologi anemia serta keterampilan dalam memilih,

menganalisis serta merangkum hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Page 5: Referat Anemia - Selma (092011101013)

5

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANEMIA

1.1 DEFINISI ANEMIA

Secara umum anemia adalah berkurangnya volume sel darah merah yang

dapat dilihat dari menurunnya konsentrasi hemoglobin atau hematocrit di bawah

nilai normal sesuai usia dan jenis kelamin.9 Keadaan ini mengakibatkan kapasitas

pengangkutan oksigen oleh sel darah merah menurun.12

1.2 PREVALENSI ANEMIA

Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik di klinik

maupun di lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta

orang menderita anemia dengan sebagian besar tinggal di daerah tropik. De

Maeyer memberikan gambaran prevalensi anemia di dunia untuk tahun 1985

seperti terlihat pada tabel:4

Gambaran Prevalensi Anemia di Dunia (dikutip dari De Maeyer EM, et al, 1989)

Lokasi Anak

0-4 tahun

Anak

5-12 tahun

Laki

Dewasa

Wanita

15-49

tahun

Wanita

hamil

Negara Maju 12% 7% 3% 14% 11%

Negara

Berkembang

51% 46% 26% 59% 47%

Dunia 43% 37% 18% 51% 35%

Angka prevalensi anemia di Indonesia menurut Husaini dkk dapat dilihat

pada tabel sebagai berikut:9

Kelompok Populasi Angka Prevalensi

Anak prasekolah (balita) 30-40%

Anak usia sekolah 25-35%

Perempuan dewasa tidak hamil 30-40%

Page 6: Referat Anemia - Selma (092011101013)

6

Perempuan hamil 50-70%

Laki-laki dewasa 20-30%

Pekerja berpenghasilan rendah 30-40%

Angka prevalensi anemia di dunia sangat bervariasi tergantung pada geografi.

Salah satu faktor determinan utama adalah taraf sosial ekonomi masyarakat.

1.3 KRITERIA ANEMIA

Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan penurunan massa

eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematocrit. Yang menjadi masalah

adalah berapakah kadar hemoglobin yang dianggap abnormal. Harga normal

hemoglobin sangat bervariasi secara fisiologik tergantung pada umur, jenis

kelamin, adanya kehamilan, dan ketinggian tempat tinggal. Oleh karena itu perlu

ditentukan titik pemilah (cut off point) di bawah kadar mana kita anggap terdapat

anemia.

Hematologic Values During Infancy and Childhood10

Tabel nilai indeks sel eritrosit berdasarkan usia

Page 7: Referat Anemia - Selma (092011101013)

7

Age Hemoglobing/dL

Hematokrit(%)

MCVfL

MCHCg/dL

Reticulocytes

26 to 30 weeks *gestation

13,4 41,5 (0,42) 118,2 37,9 -

28 weeks *gestation

14,5 45 120 31,0 5 to 10

32 weeks *gestation

15,0 47 118 32,0 3 to 10

Term (cord)

16,5 51 108 33,0 3 to 7

1 to 3 days

18,5 56 108 33,0 1,8 to 4,6

2 weeks 16,6 53 105 31,4

1 month 13,9 44 101 31,8 0,1 to 1,7

2 months 11,2 35 95 31,8

6 months 12,6 36 76 35,0 0,7 to 2,3

6 months to 2 years

12,0 36 78 33,0

2 to 6 years

12,5 37 81 34,0 0,5 to 1,0

6 to 12 years

13,5 40 86 34,0 0,5 to 1,0

12 to 18 years

Male 14,5 43 88 34,0 0,5 to 1,0

Female 14,0 41 90 34,0 0,5 to 1,0

Adult

Male 15,5 47 90 34,0 0,8 to 2,5

Female 14,0 41 90 34,0 0,8 to 4,1

Tabel Anemia menurut kriteria WHO22,21

Page 8: Referat Anemia - Selma (092011101013)

8

Usia Hemoglobin (g/dL)

6 bulan - <5 tahun <11

≥ 5 tahun – 14 tahun <12

Laki dewasa <13

Wanita dewasa <12

Wanita dewasa (hamil) <11

1.4 ETIOLOGI ANEMIA

Secara garis besar proses fisiologis yang menjadi penyebab anemia dapat

dibagi menjadi 3 kategori yaitu:16

a. Produksi eritrosit yang tidak efektif oleh karena gangguan maturasi

eritrosit atau kegagalan aktifitas eritropoiesis

b. Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh yang meningkat (hemolisis)

c. Perdarahan

1.5 KLASIFIKASI ANEMIA

Tabel klasifikasi etiologi anemia berdasarkan proses fisiologis13

Klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis

A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit

1. Kegagalan sumsum tulang

a. Anemia aplastic: kongenital didapat

b. Pure red cell aplasia: Sindroma Diamond-Blackfan

(kongenital), eritroblastopenia transien (didapat)

c. Desakan sumsum tulang: keganasan, osteopetrosis,

mielofibrosis

2. Kegagalan produksi eritropoietin

a. Penyakit ginjal kronik

b. Hipotiroidisme, hipopituitarisme

c. Inflamasi kronik

Page 9: Referat Anemia - Selma (092011101013)

9

d. Malnutrisi protein

3. Gangguan maturasi sitoplasma sel eritrosit

a. Defisiensi besi

b. Thalasemia

c. Anemia sideroblastik

d. Keracunan logam (lead)

4. Gangguan maturasi inti sel eritrosit

a. Defisiensi vitamin B12

b. Defisiensi asam folat

c. Thiamine-responsive megaloblastic anemia

d. Kelainan metabolisme folat herediter

5. Anemia diseritropoetik primer (tipe I, II, III, IV)

6. Protoporpiria eritropoietik

7. Anemia sideroblastik refrakter

B. Proses hemolitik/destruksi eritrosit

a. Kelainan hemoglobin: mutasi structural dan gangguan globin

(sindroma thalasemia)

b. Kelainan membrane eritrosit

c. Kelainan metabolisme eritrosit

d. Reaksi antibodi

e. Mechanical injury to the erythrocyte: sindroma hemolitik uremik,

purpura trombositopenia trombotik, dan koagulasi intravascular

diseminata

f. Thermal injury to the erythrocyte

g. Oxidant-induced red cell injury

h. Infectious agent-induced red cell injury

i. Hemoglobinuria nocturnal paroksismal

j. Plasma lipid-induced abnormalities of the red cell membrane

C. Perdarahan

a. Perdarahan akut

Page 10: Referat Anemia - Selma (092011101013)

10

b. Perdarahan kronik

Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik

dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini

anemia dibagi menjadi tiga golongan yaitu: 1,17

a. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg

b. Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg

c. Anemia makrositer, bila MCV >95 fl

Klasifikasi Anemia Berdasarkan Ukuran Eritrosit

A. Anemia hipokromik mikrositer

a. Anemia defisiensi besi (nutrisional, perdarahan kronik)

b. Keracunan logam (lead) kronik

c. Sindroma thalasemia

d. Inflamasi kronik

e. Anemia sideroblastik

B. Anemia normokromik normositer

a. Anemia hemolitik kongenital (mutasi hemoglobin, defek enzim

sel darah merah, dan gangguan membrane sel darah merah)

b. Anemia hemolitik didapat (antibody-mediated, anemia

hemolitik mikroangiopati, sekunder akibat infeksi akut)

c. Anemia akibat perdarahan akut

d. Anemia pada gagal ginjal kronik

e. Anemia pada sindrom mielodisplastik

f. Anemia pada keganasan hematologik

C. Anemia makrositer

a. Bentuk megaloblastik

1. Anemia defisiensi asam folat

2. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa

3. Hereditary orotic aciduria

4. Thiamine-responsive anemia

Page 11: Referat Anemia - Selma (092011101013)

11

b. Bentuk non-megaloblastik

1. Anemia aplastic

2. Sindroma Diamond Blackfan

3. Anemia pada hipotiroidisme

4. Anemia akibat penyakit hati

5. Anemia diseritropoietik

1.6 PATOFISIOLOGI ANEMIA

Gejala umum anemia (sindrom anemia) adalah gejala yang timbul pada setiap

kasus anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun di bawah

nilai tertentu. Gejala umum anemia ini timbul karena :

a. Anoksia organ target karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat

dibawa oleh darah ke jaringan

b. Mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia, seperti:

- Penurunan afinitas Hb terhadap oksigen dengan meningkatkan enzim

2,3 DPG (2,3 diphospho glycerate)

- Meningkatkan curah jantung (COP = cardiac output)

- Redistribusi aliran darah

- Menurunkan tekanan oksigen vena

Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simtomatik) apabila kadar

hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dl. Berat ringannya gejala umum anemia

tergantung pada :

a. Derajat penurunan hemoglobin

b. Kecepatan penurunan hemoglobin

c. Usia adaptasi orang tua lebih jelek, gejala lebih cepat timbul

d. Adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya

1.7 GEJALA ANEMIA

Gejala anemia sangat bervariasi, tetapi pada umumnya dapat dibagi menjadi 3

golongan besar yaitu :

1. Gejala umum anemia

Page 12: Referat Anemia - Selma (092011101013)

12

Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia. Gejala umum

anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis

anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa di

bawah titik tertentu (Hb <7 g/dl). Gejala ini timbul karena anoksia organ

target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan hemoglobin.

Gejala-gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena

adalah sebagai berikut:

a. Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak

waktu kerja, angina pektoris, dan gagal jantung;

b. Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging (tinnitus), mata

berkunang-kunang, kelemahan otot, iritabel, lesu, perasaan dingin pada

ekstremitas;

c. Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun;

d. Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun,

rambut tipis dan halus.

2. Gejala khas masing-masing anemia

Gejala ini spesifik untuk masing-masing jenis anemia, sebagai contoh:

a. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis,

dan kuku sendok (koilonychia)

b. Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue);

c. Anemia hemolitik: icterus dan hepatosplenomegali;

d. Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda

infeksi.

3. Gejala akibat penyakit dasar

Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia

sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya

anemia defisiensi besi akibat infeksi cacing tambang seperti sakit perut,

pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus

tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada

anemia akibat penyakit kronik oleh karena artritis rheumatoid.

Page 13: Referat Anemia - Selma (092011101013)

13

Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting

pada kasus anemia untuk mengarahkan diagnosis anemia. Tetapi pada umumnya,

diagnosis anemia memerlukan pemeriksaan laboratorium.

1.8 PENDEKATAN DIAGNOSTIK UNTUK PENDERITA ANEMIA

Untuk menegakkan diagnosis anemia harus ditempuh 4 langkah, yaitu:

a. Menentukan adanya anemia

b. Menentukan jenis anemia

c. Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia

d. Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan

mempengaruhi hasil pengobatan

Untuk dapat melaksanakan langkah-langkah diatas perlu dilakukan:

a. Pendekatan klinik

b. Pendekatan laboratorik

c. Pendekatan epidemiologic

Pendekatan klinik bergantung pada anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

baik untuk dapat mencari adanya sindroma anemia, tanda-tanda khas masing-

masing anemia, serta gejala penyakit dasar. Sementara itu, pendekatan laboratorik

dilakukan dengan menganalisis hasil pemeriksaan laboratorium menurut tahapan-

tahapannya: pemeriksaan penyaring, pemeriksaan rutin, dan pemeriksaan khusus.

Pendekatan epidemiologik sangat penting dalam tahap penentuan etiologi. Dengan

mengetahui pola etiologi anemia di suatu daerah maka petunjuk menuju diagnosis

etiologic lebih mudah dikerjakan.

1. Anamnesis

Seperti anamnesis pada umumnya, anamnesis pada kasus anemia harus

ditujukan untuk mengeksplorasi

a. Riwayat penyakit sekarang

Tanyakan gejala yang dikeluhkan seperti lelah, malaise, sesak napas,

nyeri dada, atau tanpa gejala.

Tanyakan sejak kapan gejala itu timbul mendadak ataupun bertahap

Page 14: Referat Anemia - Selma (092011101013)

14

o Jika anemia terjadi mendadak, tanyakan adakah riwayat

perdarahan. Kemungkinan yang menyebabkan anemia akut

adalah perdarahan, anemia aplastic, leukemia akut, atau anemia

hemolitik akut. Sedangkan, bila anemia timbul bertahap

dipertimbangkan kemungkinan anemia defisiensi nutrisi (besi,

asam folat, atau vitamin B12), thalassemia, atau anemia karena

infeksi (misal: malaria).

o Bila seorang wanita, tanyakan riwayat menstruasinya seperti

frekuensi dan durasinya.

Lihat usia saat terjadi anemia:

o Pada neonatus, anemia sering disebabkan karena perdarahan

akut, proses isoimmunization akibat ketidakcocokan golongan

darah ABO atau rhesus. Selain itu, dapat pula akibat akibat

infeksi kongenital misalnya infeksi TORCH atau manifestasi

awal dari anemia hemolitik kongenital. Meskipun anemia

defisiensi besi jarang ditemukan pada bayi usia < 6 bulan,

namun di Indonesia berdasarkan SKRT 2001 didapatkan 61,

3% bayi < 6 bulan mengalami anemia sehingga kemungkinan

anemia defisiensi besi tidak dapat disingkirkan pada usia ini.

o Jika ditemukan anemia pada usia 3- 6 bulan, harus memikirkan

kelainan sintesis hemoglobin seperti thalasemia.

b. Riwayat penyakit dahulu

Tanyakan adakah riwayat penyakit ginjal kronis, penyakit kronis

seperti artritis rheumatoid, mengalami infeksi berulang, perdarahan,

dan icterus.

c. Riwayat gizi

Riwayat makanan perlu ditanyakan meliputi jenis makanan yang

dikonsumsi serta pola makannya, terutama sumber makanan yang

mengandung zat besi, vitamin B12, asam folat, maupun vitamin E.

Adanya riwayat pica, geophagia, atau pagophagia mengarah pada

defisiensi besi.

Page 15: Referat Anemia - Selma (092011101013)

15

d. Anamnesis mengenai lingkungan, pemaparan bahan kimia serta

riwayat pemakaian obat.

o Untuk lingkungan, tanyakan riwayat bepergian dan

kemungkinan infeksi parasit seperti cacing tambang dan

malaria.

o Obat-obatan golongan oksidatif kuat, radiasi, serta penggunaan

bahan kimia seperti benzene dan organofosfat dapat

menimbulkan anemia hemolitik, anemia aplastic, maupun

leukemia.

Page 16: Referat Anemia - Selma (092011101013)

16

e. Riwayat keluarga

Tanyakan riwayat anemia, kuning, atau splenomegali dalam keluarga,

pertimbangkan riwayat thalasemia yang diturunkan.

Pada laki-laki perlu dipikirkan kelainan X-linked seperti defisiensi

G6PD dan defisiensi piruvat kinase.

2. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada anak dengan anemia sangat penting, namun

seringkali tidak ditemukan kelainan. Penilaian pucat pada kulit sangat sulit

dilakukan karena tergantung pada warna kulit, kadar hemoglobin serta

fluktuasi aliran darah ke kulit. Anemia lebih baik dideteksi dengan

memeriksa telapak tangan atau kaki, konjungtiva, mukosa mulut serta

kuku.

Tabel kelainan fisik sebagai petunjuk etiologi anemia10,17

Kulit Hiperpigmentasi Anemia aplastic, thalassemia (iron overload)

Ptekie, purpura Sindroma hemolitik uremik, aplasia sumsum tulang, infiltrasi sumsum tulang

Jaundice Anemia hemolitik, hepatitis, anemia aplastic, thalasemia

Frontal bossing Anemia hemolitik kongenital, thalasemia

Wajah Facies Cooley Defisiensi besi beratMata Mikrokornea Anemia fanconi

Katarak Defisiensi G6PDSklera ikterik Anemia hemolitikBlindness Osteopetrosis

Mulut Glositis Defisiensi besi, defisiensi vitamin B12

Stomatitis angularis Defisiensi besiAtrofi papil lidah Defisiensi besiHipertrofi ginggiva Leukemia akut

Tangan Triphalangeal thumbs Aplasia sel darah merah

Page 17: Referat Anemia - Selma (092011101013)

17

Hipoplasia otot thenar Anemia FanconiSpoon nails Defisiensi besi

Lien Splenomegali Anemia hemolitik kongenital, leukemia, limfoma, infeksi akut, hipertensi portal

Spoon Nails

Triphalangeal Thumbs

Facies Cooley

Page 18: Referat Anemia - Selma (092011101013)

18

3. Pemeriksaan laboratorium hematologik

Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana dan wajib dikerjakan

adalah pemeriksaan darah lengkap yang meliputi kadar hemoglobin,

hematocrit, indeks eritrosit, hapusan darah tepi, pemeriksaan sumsum

tulang, pemeriksaan khusus serta pemeriksaan non hematologic. 3,16

a. Kadar hemoglobin

Nilai Rujukan

Bayi baru lahir : 15.2 - 23.6 g/dl

Anak usia 1-3 tahun : 10.8 - 12.8 g/dl

Anak usia 4-5 tahun : 10.7 - 14.7 g/dl

Anak usia 6-10 tahun : 10.8 - 15.6 g/dl

Penurunan kadar: anemia (defisiensi besi, aplastik, hemolitik,

dsb), perdarahan hebat, leukemia, kanker (usus besar, usus halus,

rektum, hati, tulang, dsb), thalasemia, penyakit ginjal, penyakit

Hodgkin, kehamilan, sarkoidosis, kelebihan cairan intra-vena.

Pengaruh obat : antibiotik (kloramfenikol [chloromycetin],

penisilin, tetrasiklin), aspirin, antineoplastik, doksapram (dopram),

derivat hidantoin, vitamin A dosis besar, hidralazin (Apresoline),

indometasin (Indocin), inhibitor MAO, primakuin, rifampin,

sulfonamid, trimetadion (Tridione).

Peningkatan kadar: dehidrasi/hemokonsentrasi, polisitemia, daerah

dataran tinggi, chronic heart failure (CHF), luka bakar yang parah.

Pengaruh obat : gentamisin, metildopa (Aldomet).

b. Hematokrit (packed cell volume, PCV)

adalah persentase volume eritrosit dalam darah yang dimampatkan

dengan cara diputar pada kecepatan tertentu dan dalam waktu

tertentu. Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk mengetahui

konsentrasi eritrosit dalam darah. Dapat dipergunakan sebagai tes

penyaring sederhana terhadap anemia.

Nilai Rujukan

Bayi baru lahir : 44 - 72 %

Page 19: Referat Anemia - Selma (092011101013)

19

Anak usia 1 - 3 tahun : 35 - 43 %

Anak usia 4 - 5 tahun : 31 - 43 %

Anak usia 6-10 tahun : 33 - 45 %

Penurunan kadar : kehilangan darah akut, anemia (aplastik,

hemolitik, defisiensi asam folat, pernisiosa, sideroblastik, sel sabit),

leukemia (limfositik, mielositik, monositik), penyakit Hodgkin,

limfosarkoma, malignansi organ, mieloma multipel, sirosis hati,

malnutrisi protein, defisiensi vitamin (tiamin, vitamin C), fistula

lambung atau duodenum, ulkus peptikum, gagal, ginjal kronis,

kehamilan, SLE. Pengaruh obat : antineoplastik, antibiotik

(kloramfenikol, penisilin), obat radioaktif.

Peningkatan kadar : dehidrasi/hipovolemia, diare berat,

polisitemia vera, eritrositosis, diabetes asidosis, emfisema

pulmonar tahap akhir, iskemia serebrum sementara, eklampsia,

pembedahan, luka bakar.

c. Indeks eritrosit (MCV, MCHC, dan MCH serta RDW)

Indeks eritrosit adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin

eritrosit. Indeks eritrosit terdiri atas : isi/volume atau ukuran

eritrosit (MCV : mean corpuscular volume atau volume eritrosit

rata-rata), berat (MCH : mean corpuscular hemoglobin atau

hemoglobin eritrosit rata-rata), konsentrasi (MCHC : mean

corpuscular hemoglobin concentration atau kadar hemoglobin

eritrosit rata-rata), dan perbedaan ukuran (RDW : RBC distribution

width atau luas distribusi eritrosit).

Volume eritrosit rata-rata (VER) atau mean corpuscular

volume (MCV)

MCV mengindikasikan ukuran eritrosit : mikrositik (ukuran kecil),

normositik (ukuran normal), dan makrositik (ukuran besar). Nilai

MCV diperoleh dengan mengalikan hematokrit 10 kali lalu

membaginya dengan hitung eritrosit.

Page 20: Referat Anemia - Selma (092011101013)

20

MCV = (hematokrit x 10) : hitung eritrosit

Nilai rujukan :

Bayi baru lahir : 98 - 122 fL(baca femtoliter)

Anak usia 1-3 tahun : 73 - 101 fL

Anak usia 4-5 tahun : 72 - 88 fL

Anak usia 6-10 tahun : 69 - 93 fL

Masalah klinis :

Penurunan nilai : anemia mikrositik, anemia defisiensi besi

(ADB), malignansi, artritis reumatoid, hemoglobinopati

(talasemia, anemia sel sabit, hemoglobin C), keracunan

timbal, radiasi.

Peningkatan nilai : anemia makrositik, aplastik, hemolitik,

pernisiosa; penyakit hati kronis; hipotiroidisme

(miksedema); pengaruh obat (defisiensi vit B12,

antikonvulsan, antimetabolik)

Hemoglobin eritrosit rata-rata (HER) atau mean corpuscular

hemoglobin (MCH)

MCH mengindikasikan bobot hemoglobin di dalam eritrosit tanpa

memperhatikan ukurannya. MCH diperoleh dengan mengalikan

kadar Hb 10 kali, lalu membaginya dengan hitung eritrosit.

MCH = (hemoglobinx10) : hitung eritrosit

Nilai rujukan :

Bayi baru lahir : 33 - 41 pg(baca pikogram)

Anak usia 1-5 tahun : 23 - 31 pg

Anak usia 6-10 tahun : 22 - 34 pg

Page 21: Referat Anemia - Selma (092011101013)

21

MCH dijumpai meningkat pada anemia makrositik-normokromik

atau sferositosis, dan menurun pada anemia mikrositik-

normokromik atau anemia mikrositik-hipokromik.

Kadar hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER) atau mean

corpuscular hemoglobin concentration (MCHC).

MCHC mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit volume

eritrosit. Penurunan nilai MCHC dijumpai pada anemia

hipokromik, defisiensi zat besi serta thalasemia. Nilai MCHC

dihitung dari nilai MCH dan MCV atau dari hemoglobin dan

hematokrit.

MCHC = ( MCH : MCV ) x 100 % atau

MCHC = ( Hb : Hmt ) x 100 %

Nilai rujukan :

Bayi baru lahir : 31 - 35 %

Anak usia 1.5 - 3 tahun : 26 - 34 %

Anak usia 5 - 10 tahun : 32 - 36 %

Luas distribusi eritrosit (RBC Distribution Width)

RDW adalah perbedaan ukuran (luas) dari eritrosit. RDW adalah

pengukuran luas kurva distribusi ukuran pada histogram. Nilai

RDW dapat diketahui dari hasil pemeriksaan darah lengkap (full

blood count, FBC) dengan hematology analyzer. Nilai RDW

berguna untuk memperkirakan terjadinya anemia dini, sebelum

nilai MCV berubah dan sebelum terjadi tanda dan gejala.

Peningkatan nilai RDW dapat dijumpai pada: anemia defisiensi (zat

besi, asam folat, vit B12), anemia hemolitik, anemia sel sabit.

Page 22: Referat Anemia - Selma (092011101013)

22

d. Hitung retikulosit

Hitung retikulosit merupakan indikator aktivitas sumsum tulang

dan digunakan untuk mendiagnosis anemia. Banyaknya retikulosit

dalam darah tepi menggambarkan eritropoesis yang hampir akurat.

Peningkatan jumlah retikulosit di darah tepi menggambarkan

akselerasi produksi eritrosit dalam sumsum tulang. Sebaliknya,

hitung retikulosit yang rendah terus-menerus dapat

mengindikasikan keadan hipofungsi sumsum tulang atau anemia

aplastik.

Nilai rujukan

Bayi baru lahir : 2.5 - 6.5 %

Bayi : 0.5 - 3.5 %

Anak : 0.5 - 2.0 %

Penurunan jumlah : Anemia (pernisiosa, defisiensi asam folat,

aplastik, terapi radiasi, pengaruh iradiasi sinar-X, hipofungsi

adrenokortikal, hipofungsi hipofisis anterior, sirosis hati (alkohol

menyupresi retikulosit).

Peningkatan jumlah : Anemia (hemolitik, sel sabit), talasemia

mayor, perdarahan kronis, pasca perdarahan (3 - 4 hari),

pengobatan anemia (defisiensi zat besi, vit B12, asam folat),

leukemia, eritroblastosis fetalis (penyakit hemolitik pada bayi baru

lahir), penyakit hemoglobin C dan D, kehamilan.

e. Hapusan darah tepi

Setelah selesai pewarnaan maka sediaan apus dapat dilihat pada

mikroskop. Jika sediaan yang dibuat tersebut baik maka akan dapat

dilihat gambaran sebagai berikut :

Page 24: Referat Anemia - Selma (092011101013)

24

Gambar badan inklusi eritrosit pada sediaan hapusan darah tepi pada

berbagai keadaan:

a. RNA retikulosit dan Badan Heinz hanya dapat ditunjukkan dengan

pewarnaan supravital misalnya dengan new methylene blue.

b. Granula siderotik mengandung besi, badan ini berwarna ungu pada

pewarnaan konvensional, tetapi berwarna biru pada pewarnaan

Peris.

c. Badan Howell-Jolly adalah sisa DNA

d. Basophilic stippling adalah RNA terdenaturasi

f. Pemeriksaan sumsum tulang

Pemeriksaan ini memberikan informasi yang sangat berharga

mengenai keadaan sistem hematopoiesis baik melalui aspirasi maupun

biopsi. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitif pada

beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak

Page 25: Referat Anemia - Selma (092011101013)

25

diperlukan untuk diagnosis anemia aplastic, anemia megaloblastik,

serta pada kelainan hematologic yang dapat mensupresi sistem

eritroid.

Perbandingan aspirasi dan biopsy sumsum tulang

Aspirasi Biopsi

Lokasi Krista iliaka posterior

atau sternum (tibia

pada bayi)

Krista iliaka posterior

Pewarnaan Romanowsky, reaksi

Perls’ (untuk besi)

Hematoksilin dan

eosin’ retikulin

(pewarnaan perak)

Hasil yang didapat 1-2 jam 1-7 hari (menurut

metode dekalsifikasi)

Indikasi utama Pemeriksaan anemia,

pansitopenia,

kecurigaan leukemia

atau myeloma,

neutropenia,

trombositopenia

Kecurigaan

polisitemia vera,

kelainan mielofibrosis

dan mieloproliferatif,

anemia aplastic,

limfoma ganas,

karsinoma sekunder,

kasus-kasus

splenomegali atau

demam dengan

penyebab yang tidak

diketahui. Kasus-

kasus dengan aspirasi

kering (dry tap).

Page 26: Referat Anemia - Selma (092011101013)

26

g. Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan ini hanya dilakukan atas indikasi khusus misalnya pada:

o Anemia defisiensi besi: serum iron, TIBC, saturasi transferin,

protoporfirin eritrosit, reseptor tranferin, feritin serum dan

pengecatan besi pada sumsum tulang (Perl’s stain)

o Anemia megaloblastik: folat serum, vitamin B12 serum, tes

supresi deoksiuridin, dan tes schilling

o Anemia hemolitik: bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis

hemoglobin, hitung retikulosit, dll.

o Anemia aplastic: biopsi sumsum tulang

h. Pemeriksaan laboratorium non hematologic

Pemeriksaan-pemeriksaan yang perlu dikerjakan antara lain:

o Faal hati

o Faal ginjal

o Faal endokrin

o Asam urat

o Biakan kuman, dll.

Berbagai jenis anemia dapat disebabkan oleh penyakit sistemik seperti

gagal ginjal kronik, penyakit hati kronik, dan hipotiroidisme. Ada juga

kasus anemia yang disebabkan oleh penyakit dasar yang disertai

hiperurisemia, seperti myeloma multiple. Pada kasus anemia yang

disertai sepsis, seperti pada anemia aplastic diperlukan kultur darah.

Di bawah ini diajukan algoritma pendekatan diagnostic anemia berdasarkan

hasil pemeriksaan laboratorium. 14

Page 27: Referat Anemia - Selma (092011101013)

27

Pada anak dengan anemia mikrositik, pemeriksaan Serum Iron (SI) dan

Total Binding Iron Capacity (TIBC) dapat dipergunakan untuk mencari etiologi

anemia. 3

Tabel pemeriksaan SI dan TIBC pada anemia mikrositik14

SI TIBC

Defisiensi besi Turun Naik

Inflamasi kronik Turun Turun

Thalasemia mayor Naik Normal

Thalasemia minor Normal Normal

Lead poisoning Normal Normal

Anemia sideroblastik Naik Normal

Page 28: Referat Anemia - Selma (092011101013)

28

Selain pemeriksaan tersebut di atas, untuk membedakan anemia defisiensi

besi dengan thalasemia kita dapat menggunakan Indeks Mentzer (perbandingan

MCV terhadap jumlah sel eritrosit dalam juta/m3). Jika hasilnya <13 kemungkinan

besar adalah thalasemia dan sebaliknya jika hasilnya >13 lebih sering didapatkan

pada anemia defisiensi besi.

2. ANEMIA DEFISIENSI BESI

2.1 Definisi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya

besi yang diperlukan untuk sintesis hemoglobin.

2.2 Metabolisme Zat Besi

Zat besi bersama dengan protein (globin) dan protoporfin mempunyai

peranan yang pentimg dalam pembentukan hemoglobin. Selain itu besi juga

terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif,

sintesis DNA, neurotransmitter, dan proses katabolisme. Kekurangan besi akan

memberikan dampak yang merugikan terhadap sistem saluran pencernaan,

susunan saraf pusat, kardiovaskular, imunitas, dan perubahan tingkat seluler.

Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah besi

dalam makanan, bioavailabilitas besi dalam makanan dan penyerapan oleh

mukosa usus. Di dalam tubuh orang dewasa mengandung zat besi sekitar 55

mg/kgBB atau sekitar 4 gram. Lebih kurang 67% zat besi tersebut dalam bentuk

hemoglobin, 30% sebagai cadangan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dan

3% dalam bentuk mioglobin. Hanya sekitar 0.07% sebagai transferin dan 0,2%

sebagai enzim. Bayi baru lahir dalam tubuhnya mengandung besi sekitar 0,5

gram.

Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus, yang pertama adalah penyerapan

dalam bentuk non heme (sekitar 90% berasal dari makanan), yaitu besinya harus

diubah dulu menjadi bentuk yang diserap, sedangkan bentuk yang kedua adalah

Page 29: Referat Anemia - Selma (092011101013)

29

bentuk heme (sekitar 10% berasal dari makanan) besinya dapat langsung diserap

tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung ataupun zat

makanan yang dikonsumsi.

Besi non heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin

membentuk kompleks transferin besi yang kemudian masuk ke dalam sel mukosa.

Di dalam sel mukosa, besi akan dilepaskan dan apotransferinnya kembali ke

dalam lumen usus. Selanjutnya sebagian besi bergabung dengan apoferitin

membentuk feritin, sedangkan besi yang tidak diikat oleh apoferitin akan masuk

ke peredaran darah dan berikatan dengan apotransferin membentuk transferitin

serum.

Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus,

terutama di duodenum sampai pertengah jejenum, makin ke arah distal usus

penyerapannnya semakin berkurang. Besi dalam makanan terbanyak ditemukan

dalam bentuk senyawa besi non heme berupa kompleks senyawa besi inorganik

(feri/FE3+) yang oleh pengaruh asam lambung, vitamin C, dan asam amino

mengalami reduksi menjadi bentuk fero (Fe2+). Bentuk fero ini kemudian

diabsorpsi oleh sel mukosa usus dan didalam sel usus bentuk fero ini mengalami

oksidasi bmenjadi bentuk feri yang selanjutnya berikatan dengan apoferitin

menjadi feritin. Selanjutnya feritin dilepaskan ke dalam peredaran darah setelah

melalui reduksi menjadi bentuk fero dan dalam plasma ion fero direoksidasi

kembali menjadi bentuk feri. Yang kemudian berikatan dengan 1 globulin

membentuk transferin. Absorpsi besi non heme akan meningkat pada penderita

ADB. Transferin berfungsi untuk mengangkut besi dan selanjutnya

didistribusikan ke dalam jaringan hati, limpa, dan sumsum tulang serta jaringan

lain untuk disimpan sebagai cadangan besi tubuh.

Di dalam sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam eritrosit

(retikulosit) yang selanjutnya bersenyawa dengan porfirin membentuk heme dan

persenyewaan globulin dengan heme membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit

berumur ± 120 hari fungsinya kemudian menurun dan selanjutnya dihancurkan di

dalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami proses degradasi menjadi

biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin,

Page 30: Referat Anemia - Selma (092011101013)

30

sedangkan besi masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti di atas atau

akan tetap disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoiesis.

Bioavailabilitas besi dipengaruhi oleh komposisi zat gizi dalam makanan.

Asam askorbat, daging, ikan, dan unggas akan meningkatkan penyerapan besi non

heme. Jenis makanan yang mengandung asam tanat (dalam teh dan kopi),

kalsium, fitat, beras, kuning telur, polifenol, oksalat, fosfat, dan obat-obatan

(antasid, tetrasiklin, dan kolestiramin) akan mengurangi penyerapan zat besi.

Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnyaoleh asam

lambung dan proteosa. Kemudian besi heme mengalami oksidasi menjadi hemin

yang akan masuk ke dalam sel mukosa usus secara utuh, kemudian akan dipecah

oleh enzim hemeoksigenase menjadi ion feri bebas dan porfirin. Selanjutnya ion

feri bebas ini akan mengalami siklus seperti di atas.

Page 31: Referat Anemia - Selma (092011101013)

31

Di dalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama feritin yang

bersifat mudah larut, tersebar si sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati.

Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih

sedikit dibandingkan feritin. Hemosiderin terutama ditemukan di dalam sel

Kupfer hati dan makrofag limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan

berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh. Apabila

pemasukan besi dari makanan tidak mencukupi, maka terjadi mobilisasi besi dan

cadangan besi untuk mempertahankan kadan Hb.

2.3 Status Besi pada Bayi Baru Lahir

Bayi baru lahir (BBL) cukup bulan di dalam tubuhnya mengandung besi

65-90 mg/kgBB. Bagian terbesar (sekitar 50mg/kgBB) merupakan masa

hemoglobin, sekitar 25 mg/kgBB sebagai cadangan besi dan 5mg/kgBB sebagai

mioglobin dan besi dalam jaringan. Kandungan besi BBL ditentukan oleh berat

badan lahir dan massa Hb.

Bayi cukup bulan dengan berat badan lahir 4000 gram mengandung 320

mg besi, sedangkan bayi kurang bulan mengandung besi kurang dari 50 mg.

Konsentrasi Hb pada pembuluh darah tali pusat bayi cukup bulan adalah 13,5-

20,1 gr/Dl.

Kontraksi uterus selama 3 menit pada waktu persalinan menyebabkan

darah plasenta yang melalui tali pusat ke janin bertambah sekitar 87%.

Perpindahan tersebut menambah jumlah volume darah ± 20 ml/kgBB.

Pemotongan tali pusat yang terlalu cepat setelah persalinan akan mengurangi

kandungan besi sekitar 15-30%, sedangkan bila ditunda selama 3 menit dapat

menambah jumlah volume sel darah merah sekitar 58%.

Setelah dilahirkan terjadi perubahan metabolisme besi pada bayi. Selama

6-8 minggu terjadi penurunan yang sangat drastis dari aktivitas eritropoiesis

sebagai akibat kadar 02 yang meningkat, sehingga terjadi oenurunan kadar Hb.

Karena banyak zat besi yang tidak dipakai, maka cadangan besi akan meningkat.

Selanjutnya terjadi peningkatan aktivitas eritropoiesis disertai masuknya besi ke

sumsum tulang. Berat badan bayi dapat bertambah dua kali lipat tanpa

Page 32: Referat Anemia - Selma (092011101013)

32

mengurangi cadangan besi. Pada bayi cukup bulan keadaan tersebut dapat

berlangsung sekitar 4 bulan, sedangkan pada bayi kurang bulan hanya 2-3 bulan.

Setelah melewati masa tersebut kemampuan bayi untuk mengabsropsi besi akan

sangat menetukan dalam mempertahankan keseimbangan besi dalam tubuh. Pada

bayi cukup bulan untuk mendapatkan jumlah besi yang cukup harus mengabsorpsi

200 mg besi selama 1 tahun pertama agar dapat mempertahankan kadar Hb yang

normal yaitu 11 g/dL. Bayi kurang bulan harus mempu mengabsorpsi 2-4kali dari

jumlah biasa. Pertumbuhan bayi kurang bulan jauh lebih cepat dibandingkan bayi

cukup bulan sehingga cadangan besinya lebih cepat berkurang. Untuk mencukupi

kebutuhan besi, bayi cukup bulan membutuhkan 1mg besi/kgBB/hari, sedangkan

BBLR memerlukan 2mg/kgBB/hari dengan dosis maksimal 15 mg/kgBB/hari.

Bayi dengan BBL < 1000 gram membutuhkan suplemen besi 4mg/kgBB/hari,

BBL 1000-1500 gram memerlukan 3mg/kgBB/hari, BBL 1500-2000 gram

memerlukan 2mg/kgBB/hari. Pemberian suplementasi tersebut dianjurkan sampai

usia 1 tahun. Oleh karena pada masa tersebut terjadi peningkatan ketergantungan

besi dari makanan, maka bila tidak terpenuhi akan menimbulkan resiko terjadinya

ADB. Prevalens ADB paling tinggi terjadi pada usia 6 bulan – 3 tahun karena

pada masa ini cadangan besi sangat berkurang. Pada bayi kurang bulan ADB

dapat terjadi mulai usia 2-3 bulan.

2.4 Etiologi

Terjadinya Anemia Defisiensi Besi sangat ditentukan oleh kemampuan

absorbsi besi, diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan

jumlah yang hilang.

Kekurangan besi dapat disebabkan :

1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis

a. Pertumbuhan umur 1 tahun pertama dan masa remaja

b. Menstruasi

2. Kurangnya besi yang diserap

a. Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat

Page 33: Referat Anemia - Selma (092011101013)

33

i. Bayi cukup bulan 200 mg besi selama 1 tahun pertama

(0,5 mg/hari) untuk pertumbuhan

ii. Besi yang terkandung di dalam ASI lebih mudah diserap

sekitar 40% besi dalam ASI diabsorpsi bayi, sedangkan dari

PASI hanya 10% besi yang dapat diabsorpsi

b. Malabsorpsi besi

Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa

ususnya mengalami perubahan secara histologis dan fungsional,

pada orang yang telah mengalami gastrekstomi parsial atau total.

Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan

makanan lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama

penyerapan besi heme dan non heme.

3. Perdarahan

Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg,

sehingga kehilangan darah 3-4 ml/ml akan mengakibatkan kehilangan 1,5-

2 mg dan dapat mengakibatkan keseimbangan negatif besi.

4. Tranfusi feto-maternal

Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan

ADB pada mas fetus dan pada awal masa neonatus

5. Hemoglobinuria

Pada anak yang memakai katup jantung buatan. Paroximal nocturnal

hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata 7,8 mg/hari

6. Iatrogenic blood loss

Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan

laboratorium

7. Idiopathic pulmonary hemosiderosis

Ditandai dengan perdarahan paru yang hebat dan berulang serta adanya

infiltrat pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini menyebabkan kadar Hb

menurun drastis hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam.

Page 34: Referat Anemia - Selma (092011101013)

34

8. Latihan yang berlebihan

Perdarahan saluran cerna tidak tampak sebagai akibat iskemia yang hilang

timbul pada atlit selama latihan berat.

2.5 Patofisiologi

Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang

berlangsung lama. Jika hal ini menetap maka cadangan besi terus berkurang. 3

tahap defisiensi besi:

Tahap pertama

Iron depletion atau storage iron deficiency, berkurangnya atau tidak

adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi protein lainya masih

normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.

Feritin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui

adanya kekurangan besi masih normal

Tahap kedua

Iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoiesis, didapatkan

suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Dari hasil

pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi

transferin menurun, sedangkan total iron binding capacity (TIBC)

meningkat dan fresh erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.

Tahap ketiga

Iron deficiency anemia, besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak

cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb. Gambaran darah tepi

mikrositik hipokronmik. Terdapat perubahanpada epitel.

Page 35: Referat Anemia - Selma (092011101013)

35

2.6 Manifestasi klinis

gejala klinis ADB sering terjadi perlahan dan tidak begitu diperhatikan

oleh penderita dan keluarga. Pada yang ringan diagnosis ditegakkan hanya dari

temuan labaoratorium saja. Gejala yang umum terjadi adalah pucat. Pada ADB

dengan kadar Hb 6-10 g/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga

gejala anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb turun <5 g/dl gejala iritabel dan

anoreksia akan mulai tampak lebih jelas. Bila anemia terus berlanjut dapat terjadi

takikardi, dilatasi jantung, dan murmur sistolik. Namun kadang-kadang pada

kadar Hb <3-4 g/dl pasien tidak mengeluh karena tubuh sudah mengadakan

kompensasi, sehingga beratnya gejala DB ering tidak sesuai dengan kadar Hb.

Gejala lain yang tejadi adalah kelainan non hematologi akibat kekurangan

besi seperti:

a. Perubahan epitel gejala koilonikia (bentuk kuku konkaf atau spoon-

shaped nail), glositis yang tidak nyeri, stomatitis angularis, atrofi papil

Page 36: Referat Anemia - Selma (092011101013)

36

lidah, postcricoid oesophageeal webs, perubahan mukosa lambung dan usus

halus, disfagia akibat adanya selaput faring (sindrom paterson-kelly atau

plummer vinson

b. Intoleransi terhadap latihan: penuruan aktivitas kerja dan daya tahan tubuh

c. Termogenesis yang tidak normal. Terjadi ketidakmampuan untuk

mempertahankan suhu tubuh normal pada saat udara dingin.

d. Daya tahan tubuh terhadap infeksi menurun, hal ini terjadi karena fungsi

leukosit yang tidak normal. Pada penderita ADB neutrofil mempunyai

kemampuan untuk fagositosis tetapi kemampuan untuk membunuh E. Coli

dan S. aureus menurun.

e. Pelebaran diploe tengkorak

2.7 Laboratorium

a. Kadar HB kurang dari normal sesuai usia.

b. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata < 31% (N: 32-35%)

c. Kadar Fe serum <50 Ug/dl ( N. 80-180 ug/dl)

d. Saturasi tranferin <15% (N: 20-50%)

e. Nilai FEP > 100 ug/dl eritrosit

f. Kadar feritrin serum < 12 ug/dl

g. Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan

kadar MCV, MCH dan MCHC yang menurun.

Red Cell distribution widht (rdw) > 17%

h. Feritin serum menurun Jumlah cadangan besi tubuh dapat diketahui

dengan memeriksa kadar feritin serum. Bila kadar feritin < 10-12 ug/l

menunjukkan telah terjadi penurunan cadangan besi dalam tubuh

i. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST < 16% Fe serum untuk

menentukan jumlah besi yang terikat transferin, sedangkan TIBC untuk

mengetahui jumlah transferin yang beredar dalam sirkulasi darah.

Perbandingan Fe serum/TIBC x 100% merupakan saturasi transferin/ST

(menggambarkan suplai besi ke eritroid sumsum tulang dan sebagai

Page 37: Referat Anemia - Selma (092011101013)

37

penilaian terbaik mengetahui pertukaran besi antara plasma dan cadangan

besi dalam tubuh.

j. Respon terhadap pemberian preparat besi

- Retikulosotosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi

- Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 g/dl/hari atau PVC

meningkat 1%/hari

k. Sumsum tulang

- Tertundanya maturasi sitoplasma

- Pada pewarnaan sumsum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang.

l. Hitung retikulosit rendah, dalam batas normal kecuali jika ada perdarahan

akan mengalami peningkatan

m. Morfologi hapusan darah tepi hipokrom, mikrositik, anisositosis, dan

poikilositosis ( dapat ditemukan sel pensil, sel target, ovalosit, mikrosit, dan

sel fragmen)

n. Jumlah leukosit normal, pada ADB yang berlangsung lama terjadi

granulositopenia

o. Jumlah trombosit meningkat 2-4 kali dari nilai normal. Trombositosis hanya

pada penderita dengan perdarahan yang masif. Dapat juga terjadi

trombositopenia pada kasus anemia yang sangat berat

p. Pemeriksaan apus sumsum tulang hiperplasia sistem eritroppoitik dan

berkurangnya hemosiderin. Tidak ada besi dari eritroblas cadangan

(makrofag) dan yang sedang berkembang

q. Untuk mengetahui ada atau tidaknya besi dapat diketahui dengan pewarnaan

prussian blue hasil negatif

r. reseptor transferin dilepaskan dari sel ke dalam plasma. Kadar sTfR

meningkat

s. Trial pemberian preparat besi. Penentuan ini penting untuk mengetahui

adanya ADB subklinis dengan melihat respon hemoglobin terhadap

pemberian preparat besi. Prosedur ini sangat mudah, praktis dan ekonomis

terutama pada anak yang beresiko tinggi menderita ADB. Bila pemberian

preparat besi dosis 6mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan

Page 38: Referat Anemia - Selma (092011101013)

38

Hb 1-2 g/dl maka dapat dipastikan bahwa yang bersangkutan menderita

ADB.

2.8 Penatalaksanaan

Pemberian preparat besi

Pemberian preparat besi peroral

Garam ferous diabsobsi 3 kali sehari lebih baik dari pada

garam feri.yang tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan

sugsenat. Yang sering dipakai adalah ferous sulfat karena

harganya yang lebih murah. Ferous glukonat, ferous fumarat

dan ferous sugsenat diabsorbsi sama baiknya. Untuk bayi

tersdia prefarat besi beripa drop.

Untuk mendapatkan respon pengobatan dosis besi yang

dipakai 4-6 mg besi elemental/kg BB/hari. Dosis obat

dihitung berdasarkan kandungan besi elemental yang ada

dalam garam ferous. Garam ferous sulfat mengendung besi

elemental 20%. Dosis obat yang terlalu besar mengakibatkan

efek samping pade saluran cerna dan tidak mengekibatkan

penyembuhan yang lebih cepat. Absorbsi besi yang terbaik

adalah pada saat lambung kosong, diantara 2 waktu makan,

akan tetapi dpat menimbulkan efeksamping pada saluran

cerna. Untuk mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat

dilakukan pada saat makan atau segera setelah makan

meskipun akan mengurangi absorbsi obat sekitar 40-50%.

Obat diberikan dalam 2-3 dosis sehari. Tindakan tersebut

lebih penting dan akan dapat diterima tubuh dan akan

meningkatakan kepatuhan penderita. Preparat besi ini harus

terus diberikan selama 2 bulan setelah anemi teratasi. Efek

samping pewarnaan gigi yang bersifat sementara

Pemberian preparat besi parenteral

Page 39: Referat Anemia - Selma (092011101013)

39

o Per i.m. rasa sakit dan harganya mahal, limfadenopati

regional reaksi alergi.

o Kemampuan menaikkan Hb tidak lebih baik dibanding

oral

o Preparat yang sering dipakai adalah dextran besi. Larutan

ini mengandung 50mg besi. Dosis dihitung berdasarkan:

Dosis besi (mg) = BB (kb) x kadar hb yang diinginkan

(G/dl) x 2,5

Respon terhadap pemberian besi pada ADB (dikutip dari Schwartz, 2000)

Waktu

setelah

pemberian besi

Respons

12-24 jamPenggantian enzim besi intraseluler; keluhan subyektif

berkurang, nafsu makan bertambah

26-48 jam Respon awal dari sumsum tulang; hiperplasi eritroid

48-72 jam Retikulositosis, puncaknya hari ke 5-7

4-30 hari Kadar Hb meningkat

1-3 bulan Penambahan cadangan besi

Transfusi darah

Jarang diperlukan, hanya diberikan pada keadaan anemia sangat

berat atau yag disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons

terapi. Koreksi anemia dengan transfusi tidak perlu secepatnya,

malah akan membahayakan karena dapat menyebabkan

hipervolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan

secara perlahan dalam jumlah cukup untuk menaikkan kadar Hb

sampai tingkat aman sambil menunggu respon terapi besi. Secara

umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb < 4g/dl

hanya diberi PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB persatu kai

Page 40: Referat Anemia - Selma (092011101013)

40

pemberian disertai dengan pemberian diuretik seperti furosemid.

Jika terdapat gagal jantung yang nyata dapat dipertimbangkan

pemerian transfusi tukar menggunakan PRC segar.

2.9 Pencegahan

a. meningkatkan penggunaan ASI ekslusif

b. menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun sehubungan dengan

resiko terjadinya perdarahan saluran cerna yang samar pada beberapa bayi

c. memberikan makan bayi yang mengandung besi serta makanan kaya asam

askorbat (jus buah) pada saat memperkenalkan makanan padat (usia 4-6

bulan)

d. memberikan suplementasi Fe pada bayi kurang bulan

e. pemakaian PASI (susu formula) yang mengandung besi.

f. Fortifikasi bahan makanan

2.10 Prognosis

Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi

saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang

adekuat. Gejala anemia dan manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan

pemberian preparat besi.

3. ANEMIA MEGALOBLASTIK

3.1 Definisi

Anemia megaloblastik adalah anemia makrositik yang ditandai dengan

adanya peningkatan ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh abnormalitas

hematopoiesis dengan karakteristik dismaturasi nucleus dan sitoplasma sel

myeloid dan eritroid sebagai akibat gangguan sintesis DNA.

3.2 Etiologi

Hampir seluruh kasus anemia megaloblastik pada anak (95%) disebabkan

oleh deisiensi asam folat atau vitamin B12, yang disebabkan oleh gangguan

Page 41: Referat Anemia - Selma (092011101013)

41

metabolisme sangat jarang. Keduanya merupakan kofaktor yang dibutuhkan

dalam sintesis nukleoprotein, keadaan defisiensi tersebut akan menyebabkan

gangguan sintesis DNA dan selanjutnya akan mempengaruhi RNA dan protein.

A. Defisiensi Asam Folat

1. Asupan yang kurang: kemiskinan, ketidaktahuan, faddism, cara pemasakan,

pemakaian susu kambing, malnutrisi, diet khusus fenilketonuria,

prematuritas, pasca cangkok sumsum tulang (CST)

2. Gangguan absorpsi (kongenital dan didapat)

3. Kebutuhan yang meningkat (percepatan pertumbuhan, anemia hemolitik

kronis, keganasan, hipermetabolisme, penyakit kulit ekstensif, sirosis

hepatis, pasca CST

4. Gangguan metabolisme asam folat (kongenital atau didapat)

5. Peningkatan eksresi: dialisis kronis, penyakit hati, penyakit jantung

B. Defisiensi Vitamin B12

1. Asupan kurang: diet, defisiensi pada ibu yang menyebabkan defisiensi vit

B12 pada ASI

2. Gangguan absorpsi: kegagalan sekresi faktor intrinsik, kegagalan absorpsi

di usus kecil

3. Gangguan transport vitamin B12 (kongenital atau didapat)

4. Gangguan metabolisme vitamin B12

C. Lain-lain:

1. Gangguan sintesi DNA kongenital

2. Gangguan sintesis DNA didapat

3. Defisiensi asam askorbat. Tokoferol, dan tiamin

3.3 Patogenesis

Anemia megaloblastik disebabkan oleh terjadinya defisiensi vitamin B12

dan asam folat, dimana vitamin B12 dan asam folat:

a. berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel

b. khusus untuk vitamin B12 penting dalam pembentukan myelin.

Page 42: Referat Anemia - Selma (092011101013)

42

Akibat gangguan sintesis DNA pada inti eritroblast ini maka:

a. maturasi inti lebih lambat sehingga kromatin lebih longgar

b. sel menjadi lebih besar karena pembelahan sel lambat

Sel eritroblast dengan ukuran yang lebih besar serta susunan kromatin

yang lebih longgar disebut sel megaloblast. Sel megaloblast ini fungsinya tidak

normal, dihancurkan semasih dalam sumsum tulang (hemolisis intramedular)

sehingga terjadi eritropoeisis infektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek, yang

berujung pada terjadinya anemia. Kelainan yang sama, tetapi pada tingkat yang

lebih ringan juga terjadi pada sistem mieloid dan megakariosit sehingga pada

anemia megaloblastik sering disertai leukopenia dan trombositopenia ringan.

3.4 Manifestasi klinis:

gejala klinik sering timbul perlahan-lahan berupa pucat, mudah lelah, dan

anoreksia.

a. Gejala pada bayi yang menderita defisiensi asam folat adalah iritabel, gagal

mencapai berat badan yang cukup, dan diare kronis. Pendarahan karena

trombositopenia terjadi pada kasus yang berat.

b. Pada anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12 disamping gejala

seperti lemah, lelah, gagal tumbuh atau iritabel juga ditemukan gejala pucat,

glositis, diare dan ikterus. Kadang-kadang timbul gejala neurologist seperti

parestesia, defisit neurologis, hipotonia, kejang, keterlambatan

perkembangan, regresi perkembangan dan perubahan neuropsikiatrik.

Masalah neurologist karena defisiensi vitamin B12 dapat terjadi pada keadaan

yang tidak disertai kelainan hematologis.

c. Anemia pernisiosa merupakan anemia yang disebabkan karena kerusakan

faktor intrinsik yang dihasilkan sel parietal gaster oleh karena aktivitas

lymphocyte mediated immune. Kekurangan F1 menyebabkan terjadinya

malabsorpsi vitamin B12.

3.5 Laboratorium

Page 43: Referat Anemia - Selma (092011101013)

43

a. Pada pemeriksaan laboratorium anemia megaloblastik karena defisiensi asam

folat didapatkan

- anemia makrositik (MCV>100 lt), anisositosis dan poikilositosis,

retikulositopenia, dan sel darah merah dengan morfologi megaloblastik.

- Pada defisiensi yang lama dapat trombositopenia dan netropenia,

trombosit total juga mengalami penurunan.

- Neutrofil besar-besar dengan nucleus hipersegmentasi (6 atau lebih

lobus).

- Kadar asam folat serum menurun. Pada defisiensi kronis kadar folat

dalam sel darah merah merupakan indicator yang paling baik.

- Kadar besi dan vitamin B12 serum normalnya meningkat.

- Bilirubin indirek, hidroksibutirat, laktat dehdrogenase (LDH) serum

meningkat akibat pemecahan sel sumsum tulang.

- Sumsum tulang hiperselular karena hyperplasia eritroid. Perubahan

megaloblastik jelas meski masih ditemukan prekursor sel darah merah

yang normal.

b. Pada pemeriksaan laboratorium anemia megaloblastik karena vitamin B12

didapatkan

- kadar vitamin B12 < 100 pg/ml (menurun).

- Kadar besi dan asam folat serum normal atau meningkat.

- Kadar LDH meningkat menggambarkan adanya eritropisis yang tidak

efektif.

- peningkatan kadar bilirubin sampai 2-3 mg/dl.

- Terdapat peningkatan ekskresi asam metilmalonik dalam urin dan ini

merupakan indeks defisiensi vitamin B12 yang sensitif.

- Pada pemeriksaan tes Schilling dengan cara radiolabeled B12 absorption

test akan menunjukkan absorbsi kobalamin yang rendah yang menjadi

normal setelah pemberian faktor intrinsik lambung.

3.6 Penatalaksanaan

o Defisiensi asam folat

Page 44: Referat Anemia - Selma (092011101013)

44

Keberhasilan pengobatan anemia megaloblastik karena defisit asam folat

ditentukan oleh koreksi terhadap defisiensi folatnya, menghilangkan

penyakit yang mendasarinya, meningkatkan asupan asam folat dan

evaluasi untuk memantau keadaan klinis penderita.

Terapi awal dimulai dengan pemberian asam folat dengan dosis 0,5-1

,g/hari, peroral atau parenteral. Respon klinis dan hematologis dapat

timbul segera, dalam 1-2 hari terlihat perbaikan nafsu makan dan keadaan

membaik. Dalam 24-48 jam terjadi penurunan kadar besi serum dan dalam

2-4 hari terjadi peningkatan retikulosit yang mencapai puncaknya pada

hari ke 407, diikuti kenaikan kadar Hb menjadi normal dalam waktu 206

minggu. Lamanya pemberian asam folat tidak diketahui pasti, namun

biasanya direkomendasikan selama beberapa bulan sampai terbentuk

populasi eritrosit yang normal. Pendapat lain menyatakan bahwa

pemberian asam folat dilanjutkan selama 3-4 minggu sampai sudah terjadi

perbaikan hematologis yang menetap, dilanjutkan pemeliharaan

multivitamin yang mengandung 0,2 mg asam folat.

Pada keadaan diagnosis pasti masih meragukan dapat dilakukan tes

diagnostik dengan pemberian asam folat dosis kecill 0,1 mg/hari selama 1

minggu karena respon hematologis dapat diharapkan sudah terjadi dalam

waktu 72 jam. Dosis yang lebih besar (>0,1 mg/hari) dapat memperbaiki

anemia karena defisiensi vitamin B12 tetapi dapat memperburuk kelainan

neurologisnya. Transfusi hanya diberikan pada keadaan anemia yang

sangat berat.

Untuk mencegah terjadinya anemia ini pada bayi premature terutama yang

berat badan < 1500 gram direkomendasikan untuk mendapatkan asam

folat profilaksis 1 mg/hari. Untuk mencegah kejadian Neural Tube Defect

(NTD) pada bayi direkomendasikan pemberian asam folat ekstra sebanyak

400 ug/hari bagi perempuan hamil. Pada yang sebelumnya ada riwayat

NTD dosis asam folat yang direkomendasikan adalah 5 mg/hari.

o Defisiensi vitamin B12

Page 45: Referat Anemia - Selma (092011101013)

45

Respons hematologis segera terjadi setelah pemberian vitamin B12 1mg

parental, biasanya terjadi retikulosis pada hari ke 2-4, kecuali jika disertai

dengan penyakit inflamasi.

Kebutuhan fisiologis vitamin B12 adalah 1-5 ug/hari dan respons

hematologis telah terjadi pada pemberian vitamin B12 dosis rendah. Hal ini

menunjukkan bahwa pemberian dosis dapat dilakukan sebagai tes

terapeutik pada keadaan diagnosis defisiensi vitamin B12 masih diragukan.

Jika terjadi perbaikan neurologis, harus diberikan injeksi vitamin B12 1 mg

intramuskular minimal selama 2 minggu. Kemudian dilanjutkan dengan

terapi pemeliharaan seumur hidup dengan cara pemberian injeksi 1 mg

vitamin B12/bulan. Pemberian peroral mungkin berhasil pada dosis tinggi,

tetapi tidak dilanjutkan sehubungan dengan ketidakpastian absorbsinya.

Pada keadaan terdapat risiko terjadi defisiensi vitamin B12 (seperti pada

gastrektomi total, reseksi ileum) dapat diberikan pemberian vitamin B12

profilaksis.

3.7 Prognosis

Pada umumnya baik, kecuali bila ada komplikasi kardiovaskular atau

infeksi yang berat.

4. ANEMIA APLASTIK

4.1 Definisi

Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoiesis yang ditandai oleh

penurunan produksi eritroid, myeloid, dan megakariosit dalam sumsum tulang

dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya

keganasan sistem hematopoietic ataupun kanker metastatic yang menekan

sumsum tulang. Menurut The International Agranulocytosis adn Aplastic Anemia

Study (IAAS) disebut anemia aplastik bila: kadar hemoglobin ≤ 10g/dl atau

Page 46: Referat Anemia - Selma (092011101013)

46

hematokrit ≤ 30; hitung trombosit ≤ 50.000/mm3; hitung leukosit ≤ 3.500/mm3

atau granulosit ≤ 1.5 x 109/l.

4.2 Etiologi

Secara etiologik penyakit ini dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu:

1. faktor kongenital/ anemia aplastik yang diturunkan: sindroma Fanconi

yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus,

anomali jari, kelainan ginjal, dang sebagainya.

2. faktor didapat. Sebagian anemia aplastik dapat bersifat idiopatik

sebagian lainnya dihubungkan dengan:

- bahan kimia : benzena, insektisida

- obat : kloramfenikol, antirematik, anti tiroid, mesantoin (anti

konvulsan, sitostatika)

- infeksi : hepatitis, tuberkulosis milier

- radiasi : radioaktif, sinar Rontgen

- Transfusion-associated graft-versus-hot disease

4.3 Patofisiologi

Walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini,

patofisiologi anemia aplastik belum diketahui secara tuntas. Ada 3 teori yang

dapat menerangkan patofisiologi penyakit ini, yaitu:

1. kerusakan sel induk hematopoietik

2. kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang

3. proses imunologik yang menekan hematopoiesis

Keberadaan sel induk hematopoietil dapat diketahui lewat petanda sel

yaitu CD34 atau dengan biakan sel. Dalam biakan sel padanan sel induk

hematopoietik dikenal sebagai longterm culture-initiating cell (LTC-IC), long-

term marrow culture (LTMC), jumlah sel induk/ CD34 sangat menurun hingga 1-

10% dari normal. Demikian juga pengamatan pada cobblestone area forming cells

jumlah sel induk sangat menurun. Bukti klinis yang menyokong teori gangguan

sel induk ini adalah keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada 60-80% kasus.

Page 47: Referat Anemia - Selma (092011101013)

47

Hal ini membuktikan bahwa dengan pemberian sel induk dari luar akan terjadi

rekonstruksi sumsum tulang pada pasien anemia aplastik. Beberapa sarjana

menganggap gangguan ini dapat dibedakan oleh proses imunologik.

Kemampuan hidup dan daya proliferasi serta diferensiasi sel induk

hematopoietik tergantung pada lingkungan mikro sumsum tulang yang terdiri dari

sel stroma yang menghasilkan berbagai sitokin. Pada beberapa penelitian dijumpai

bahwa sel stroma sumsum tulang pasien anemia aplastik tidak menunjukkan

kelainan dan menghasilkan sitokin perangsang seperti GM-CSF, G-CSF, dan IL-6

dalam jumlah normal sedangkan sitokin penghambat seperti interferon-ɤ (IFN-ɤ),

tumor necrosis factor-α (TNF-α), protein macrophage inflammatory 1 α (MIP-1α)

dan transforming growth factor-β2 (TGF-β2) akan meningkat. Sel stroma pasien

anemia aplastik dapat meunjang pertumbuhan sel induk, tapi sel stroma normal

tidak dapat menumbuhkan sel induk yang berasal dari pasien. Berdasar temuan

tersebutm teori kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang sebagai penyebab

mendasar anemia aplastik makin banyak ditinggalkan.

Kenyataan bahwa terapi imunosupresif memberikan kesembuhan pada

sebagian besar pasien anemia aplastik merupakan bukti meyakinkan tentang peran

mekanisme imunologik dalam patofisiologi penyakit ini. Pemakaian gangguan sel

induk dengan siklosporin atau metilprednisolon memberik kesembuhan sekitar

75%, dengan ketahanan hidup jangka panjang menyamai hasil transplantasi

sumsum tulang. Keberhasilan imunosupresi ini sangat mendukung teori

imunologik.

Transplantasi sumsum tulang singeneik oleh karena tiadanya masalah

histokomptabilitas seharusnya tidak menimbulkan masalah rejeksi meskipun

tanpa pemberian terapi conditioning. Namun Champlin dkk menemukan 4 kasus

tranplantasi sumsum tulang singeneik ternyata semuanya mengalami kegagalan,

tetapi ulangan transplantasi sumsum tulang singeneik dengan didahului terapi

conditioning menghasilkan remisi jangka panjang pada semua kasus. Kenyataan

ini menunjukkan bahwa pada anemia aplastik bukan saja terjadi kerusakan sel

induk tetapi juga terjadi imunosupresi terhadap sel induk yang dapat dihilangkan

dengan terapi conditioning.

Page 48: Referat Anemia - Selma (092011101013)

48

4.4 Manifestasi klinis

a. Tidak ditemukan ikterus, pembesaran limpa, hepar maupun kelenjar getah

bening.

b. Secara klinis anak tampak pucat dengan berbagai gejala anemia lainnya

seperti anoreksia, lemah, palpitasi, sesak karena gagal jantung, dan

sebagainya. Diagnosis anemia aplastik dibuat berdasarkan gejala klinis

berupa panas, pucat, perdarahan, tanpa adanya organomegali

(hepatosplenomegali).

4.5 Laboratorium

a. Aplasia system eritropoitik dalam darah tepi akan terlihat sebagai

retikulositopenia.

b. Gambaran darah tepi menunjukkan pansitopenia dan limfositosis relative.

c. Diagnosis pasti ditentukan dengan pemeriksaan biopsi sumsum tulang yaitu

gambaran sel sangat kurang, banyak jaringan penyokong dan jaringan lemak;

aptasia system eritropoitik , granulopoitik dan trombopoitik. Di antara sel

sumsum tulang yang sedikit ini ditemukan limfosit, sel SRE (sel plasma,

fibrosit, osteoklas, sel endotel).

4.6 Penatalaksanaan

Menghindari bahan yang mungkin menjadi penyebab

Menghindari trauma

Mencegah infeksi

Transfusi PRC, trombosit (trombosit < 10.000/mm3), transfusi leukosit.

Transfusi hanya dilakukan pada keadaan yang sangat gawat (perdarahan

masif, perdarahan otak, dan sebagainya)

Kortikosteroid: prednison 2mg/kgBB/hari

Page 49: Referat Anemia - Selma (092011101013)

49

Mengatasi infeksi: antibiotik spketrum luas: smpicilin 100mg/kgBB/hari,

Garamicin 5mg/kgBB/hari (yang tidak menyebabkan depresi sumsum tulang)

Transplantasi sumsum tulang dengan donor HLA-identik (sibling) kalau kasus

anemia aplastik berat sekali, merupakan terapi terbaik.

KESIMPULAN

Anemia merupakan kelainan yang sering dijumpai. Untuk penelitian lapangan

umumnya dipakai kriteria anemia menurut WHO, sedangkan untuk keperluan

klinis dipakai kriteria Hb <10 g/dl atau hematocrit <30%. Anemia dapat

diklasifikasikan menurut etiopatogenesisnya ataupun berdasarkan morfologi

eritrosit. Dalam pemeriksaan anemia diperlukan pemeriksaan klinis dan

pemeriksaan laboratorik yang terdiri dari pemeriksaan penyaring, pemeriksaan

Page 50: Referat Anemia - Selma (092011101013)

50

seri anemia, pemeriksaan sumsum tulang, dan pemeriksaan khusus. Pendekatan

diagnosis anemia dapat dilakukan secara klinis, tetapi yang lebih baik ialah

dengan gabungan pendekatan klinis dan laboratorik. Pengobatan anemia

seyogyanya dilakukan atas indikasi yang jelas. Terapi dapat diberikan dalam

bentuk terapi darurat, terapi suportif, terapi yang khas untuk masing-masing

anemia dan terapi kausal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bakta, Prof. Dr. I. Made. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2. Bain B.J. 1995. Blood Cells: A Practical Guide, 2nd edn. Oxford: Blackwell Science.

3. Conrad ME. Anemia. eMedicine Journal. 2002;3 (2):1-25.

4. DeMaeyer EM. 1989. Preventing and Controlling Deficiency Anemia Through Primary Health Care. Geneva: WHO.

Page 51: Referat Anemia - Selma (092011101013)

51

5. Gleadle, Jonathan. 2002. At A Glance Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga.

6. Greenberg, Dr. Saul. 2013. Anemia in Children. [serial online]. http://www.utoronto.ca/kids/Anemia.htm [24 Desember 2013].

7. Hellen Keller International (Indonesia). Iron deficiency anemia in Indonesia. Report of the policy workshop on iron deficiency aanemia in Indonesia. Jakarta, 1997:1-16.

8. Hoffbrand, dkk. 2005. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

9. Husaini MA, Husaini YK, Siagian UL, Suharno D. Anemia Gizi: Suatu Studi Kompilasi Informasi dalam Menunjang Kebijaksanaan Nasional dan Pengembangan Program. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat & Puslitbang Gizi, 1989.

10. Irwin JJ, Kirchner JT. Anemia in Children. Am Fam Physician 2001;64:1379-86.

11. Kellermeyer RW. General Principles of The Evaluation and therapy of anemias. Med Clin N Am. 1984; 66:533-43.

12. Kliegman dkk. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics, 18th ed. United States of America: Elsevier Inc.

13. Lanzkowky P. Classification and diagnosis anemia during childhood. Dalam: Lanzkowky P, Willis , penyunting. Manual of pediatric hematology and oncology. Edisi ke-2. New York: Churchill Livingstone, 1995:1-34.

14. Lee E, Truman JT. Acute anemia. Diunduh dari: http://www.emedicine.com/ped/topic99.htm. Last update: 10 Januari 2005.

15. Marcel, Conrad. 2007. Anemia. [serial online]. http://www.emedicine.com/med/topic132.htm [24 Februari 2013].

16. Martin PL. Pearson HA. The Anemias. Dalam: Oski FA, penyunting. Principles and practices of pediatrics. Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott, 1994:1657.

17. Oski FA, Brugnara C, Nathan DG. A diagnostic approach to the anemic patient. Dalam: Nathan DG, Orkin SH, Ginsburg D, Look AT, penyunting. Hematology of infancy and childhood. Edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders, 2003:409-418.

Page 52: Referat Anemia - Selma (092011101013)

52

18. Permono, dr. Bambang, Sp.A, dkk. 2007. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak. Surabaya: Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

19. Permono, dr. Bambang, Sp.A, dkk. 2012. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia.

20. Price, Silvya A. dan Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.

21. Sudoyo, Aru W., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam.

22. Untoro R, Falah TS, Amarita, Sukarno R, Kemalawati R, Siswono. Anemia Gizi Besi. In: Untoro R, Falah TS, Amarita, Sukarno R, Kemalawati R, Siswono, penyunting. Gizi dalam angka sampai dengan tahun 2003. Jakarta: DEPKES, 2005:41-44.

23. WebMD. 2013. Understanding Anemia, the Basics. [serial online]. http://www.webmd.com/a-to-z-guides/understanding-anemia-basics [24 Desember 2013].

24. WHO. 1968. Technical Report Series No. 405. Nutritional Anemia. Geneva: WHO.

25. World Health Organization. Methods of assessing iron status. In: Iron deficiency anemia assessment, prevention and control: a guide for programme managers, 2001. Diunduh dari http://www.who.int/reproductivehealth/docs/anaemia.pdf

26. Windiastuti, Endang. 2010. Anemia pada neonatus. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.