referat anemia defisiensi besi (abdullah)

70
Referat ANEMIA DEFISIENSI BESI Pembimbing: dr. Stephanie Yulianto, Sp. A Disusun oleh : Abdullah (030.08.002) KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK 1

Upload: abdullah-zal-bazry

Post on 29-Dec-2015

164 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

Referat

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Pembimbing:

dr. Stephanie Yulianto, Sp. A

Disusun oleh :

Abdullah(030.08.002)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

PERIODE 04 NOVEMBER 2013 – 11 JANUARI 2014

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

1

Page 2: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya,

saya dapat menyelesaikan penyusunan referat ini yang berjudul “ ANEMIA DEFISIENSI BESI ”.

Referat ini. saya susun untuk melengkapi tugas di Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak

RSUD Koja.

Saya mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Stephanie

Yulianto, Sp.A yang telah membimbing dan membantu saya dalam melaksanakan kepaniteraan

dan dalam menyusun referat ini.

Saya menyadari masih banyak kekurangan baik pada isi maupun format referat ini. Oleh

karena itu, segala kritik dan saran saya terima dengan tangan terbuka.

Akhir kata saya berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan serta semua pihak

yang ingin mengetahui sedikit banyak tentang “ ANEMIA DEFISIENSI BESI”.

Jakarta, November

Penyusun

2

Page 3: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1-2

BAB II TINJAUAN MENGENAI ZAT BESI ............................................. 3-8

ZAT BESI DALAM TUBUH .................................................... 3

ZAT BESI DALAM MAKANAN ............................................. 5

METABOLISME ZAT BESI...................................................... 5

PENYERAPAN ZAT BESI ........................................................ 6

BAB III ANEMIA

KLASIFIKASI ANEMIA............................................................ 10

ANEMIA MEGALOBLASTIK................................................... 11

ANEMIA APLASTIK.................................................................. 12

ANEMIA HEMOLITIK............................................................... 13

ANEMIA KARENA INFEKSI.................................................... 14

BAB IV ANEMIA DEFISIENSI BESI............................................................ 16-41

ZAT BESI (Fe)............................................................................... 17

METABOLISME ZAT BESI........................................................ 18

ETIOLOGI/PENYEBAB.............................................................. 25

PATOFISIOLOGI......................................................................... 28

MANIFESTASI KLINIS............................................................... 30

PEMERIKSAAN LABORATORIUM.......................................... 31

DIAGNOSIS KLINIK................................................................... 34

TATALAKSANA.......................................................................... 36

PROGNOSIS................................................................................. 41

BAB V KESIMPULAN.................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 43

3

Page 4: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

BAB I

PENDAHULUAN

Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh

dunia, terutama di negara berkembang. Diperkirakan lebih dari 30% jumlah penduduk dunia atau

1500 juta orang menderita anemia.

Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri, tetapi merupakan gejala dari

berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu penentuan penyakit dasar juga penting dalam

pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang mendasari, anemia tidak

dapat diberikan terapi yang tuntas.

. Faktor-faktor yang melatarbelakangi tingginya prevalensi anemia gizi besi di negara

berkembang adalah keadaan sosial ekonomi rendah meliputi pendidikan orang tua dan

penghasilan yang rendah serta kesehatan pribadi di lingkungan yang buruk. Meskipun anemia

disebabkan oleh berbagai faktor, namun lebih dari 50 % kasus anemia yang terbanyak diseluruh

dunia secara langsung disebabkan oleh kurangnya masukan zat gizi besi. Selain itu penyebab

anemia gizi besi dipengaruhi oleh kebutuhan tubuh yang meningkat, akibat mengidap penyakit

kronis dan kehilangan darah karena menstruasi dan infeksi parasit (cacing).1

Di negara berkembang seperti Indonesia penyakit cacingan masih merupakan masalah

yang besar untuk kasus anemia gizi besi, karena diperkirakan cacing menghisap darah 2-100 cc

setaip harinya. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada

pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak. Kekurangan kadar Hb dalam darah dapat

menimbulkan gejala lesu, lemah, letih, lelah dan cepat lupa. Akibatnya dapat menurunkan

prestasi belajar, olah raga dan produktifitas kerja. Selain itu anemia gizi besi akan menurunkan

daya tahan tubuh dan mengakibatkan mudah terkena infeksi. Hingga saat ini di indonesia masih

terdapat 4 masalah gizi utama yaitu KKP (Kurang Kalori Protein), Kurang vitamin A, Gangguan

Akibat Kurang Iodium (GAKI) dan kurang zat besi yang disebut Anemia Gizi (kodyat, A,1993).

Sampai saat ini salah satu masalah yang belum nampak menunjukkan titik terang

keberhasilan penanggulangannya adalah masalah kekurangan zat besi atau dikenal dengan

sebutan anemia gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang paling umum dijumpai

terutama di negara–negara sedang berkembang. anemia gizi pada umumnya dijumpai pada

golongan rawan gizi yaitu ibu hamil, ibu menyusui, anak balita, anak sekolah, anak pekerja atau

4

Page 5: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

buruh yang berpenghasilan rendah.1

Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar 5,5%, anak

praremaja 2,6% dan gadis remaja yang hamil 26%. Di Amerika Serikat sekitar 6% anak berusia

I-2 tahun diketahui kekurangan besi, 3% menderita anemia. Lebih kurang 9% gadis remaja di

Amerika Serikat kekurangan besi dan 2% menderia anmeia, sedangkan pada anak laki-laki

sekitar 50% cadangan besinya berkurang saat pubertas.

Khusus pada anak balita, keadaan anemia gizi secara perlahan – lahan akan menghambat

pertumbuhan dan perkambangan kecerdasan, anak – anak akan lebihmudah terserang penyakit

karena penurunan daya tahan tubuh, dan hal ini tentu akan melemahkan keadaan anak sebagai

generasi penerus.1

Selama ini upaya penanggulangan anemia gizi masih difokuskan pada sasaran ibu hamil,

sedangkan kelompok lainnya seperti bayi, anak balita, anak sekolah dan buruh berpenghasilan

rendah belum ditangani. Padahal dampak negatif yang ditumbuhkan anemia gizi pada anak balita

sangatlah serius, karena mereka sedang dalam tumbuh kembang yang cepat, yang nantinya akan

berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasannya. Mengingat mereka adalah penentu dari

tinggi rendahnya kualitas pemuda dan bangsa kelak. Penganganan sedini mungkin sangatlah

berarti bagi kelangsungan pembangunan.

Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia yang telah dilakukan selama ini

ditujukan pada ibu hamil, sedangkan remaja putri secara dini belum terlalu diperhatikan. Agar

anemia bisa dicegah atau diatasi maka harus banyak mengkonsumsi makanan yang kaya zat besi.

Selain itu penanggulangan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan pencegahan infeksi

cacaing dan pemberian tablet Fe yang dikombinasikan dengan vitamin C.1

5

Page 6: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

BAB II

TINJAUAN MENGENAI ZAT BESI

Zat besi merupakan unsur kelumit (trace element) terpenting bagi manusia. besi dengan

konsentrasi tinggi terdapat dalam sel darah merah, yaitu sebagai bagian dari molekul hemoglobin

yang menyangkut oksigen dari paru–paru. Hemoglobin akan mengangkut oksigen ke sel–sel

yang membutuhkannya untuk metabolisme glukosa, lemak dan protein menjadi energi (ATP).

Besi juga merupakan bagian dari sistem enzim dan mioglobin, yaitu molekul yang mirip

Hemoglobin yang terdapat di dalam sel–sel otot. Mioglobin akan berkaitan dengan oksigen dan

mengangkutnya melalui darah ke sel–sel otot. Mioglobin yang berkaitan dengan oksigen inilah

menyebabkan daging dan otot–otot menjadi berwarna merah. Di samping sebagai komponen

Hemoglobin dan mioglobin, besi juga merupakan komponen dari enzim oksidase pemindah

energi, yaitu : sitokrom paksidase, xanthine oksidase, suksinat dan dehidrogenase, katalase dan

peroksidase.2

a. ZAT BESI DALAM TUBUH

Zat besi dalam tubuh terdiri dari dua bagin, yaitu yang fungsional dan yang reserve

(simpanan). Zat besi yang fungsional sebagian besar dalam bentuk Hemoglobin (Hb), sebagian

kecil dalam bentuk myoglobin, dan jumlah yang sangat kecil tetapi vital adalah hem enzim dan

non hem enzim.

Zat besi yang ada dalam bentuk reserve tidak mempunyai fungsi fisiologi selain daripada

sebagai buffer yaitu menyediakan zat besi kalau dibutuhkan untuk kompartmen fungsional.

Apabila zat besi cukup dalam bentuk simpanan, maka kebutuhan kan eritropoiesis (pembentukan

sel darah merah) dalam sumsum tulang akan selalu terpenuhi. Dalam keadaan normal, jumlah zat

besi dalam bentuk reserve ini adalah kurang lebih seperempat dari total zat besi yang ada dalam

tubuh. Zat besi yang disimpan sebagai reserve ini, berbentuk feritin dan hemosiderin, terdapat

dalam hati, limpa, dan sumsum tulang. Pada keadaan tubuh memerlukan zat besi dalam jumlah

banyak,misalnya pada anak yang sedang tumbuh (balita), wanita menstruasi dan wanita hamil,

jumlah reserve biasanya rendah2.

Pada bayi, anak dan remaja yang mengalami masa pertumbuhan, maka kebutuhan zat

6

Page 7: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

besi untuk pertumbuhan perlu ditambahkan kepada jumlah zat besi yang dikeluarkan lewat basal.

Dalam memenuhi kebutuhan akan zat gizi, dikenal dua istilah kecukupan (allowance) dan

kebutuhan gizi (requirement). Kecukupan menunjukkan kecukupan rata – rata zat gizi setiap hari

bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktifitas

untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Sedangkan kebutuhan gizi menunjukkan

banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan masing – masing individu untuk hidup sehat. Dalam

kecukupan sudah dihitung faktor variasi kebutuhan antar individu, sehingga kecukupan kecuali

energi, setingkat dengan kebutuhan ditambah dua kali simpangan baku. Dengan demikian

kecukupan sudah mencakup lebih dari 97,5% populasi (Muhilal et al, 1993).

Pada bayi, anak dan remaja yang mengalami masa pertumbuhan perlu ditambahkan

kepada jumlah zat besi yang dikeluarkan lewat basal. Kebutuhan zat besi relatif lebih tinggi pada

bayi dan anak daripada orang dewasa apabila dihitung berdasarkan per kg berat badan. Bayi

yang berumur dibawah 1 tahun, dan anak berumur 6 – 16 tahun membutuhkan jumlah zat besi

sama banyaknya dengan laki – laki dewasa. Tetapi berat badannya dan kebutuhan energi lebih

rendah daripada laki – laki dewasa. Untuk dapat memenuhi jumlah zat besi yang dibutuhkan ini,

maka bayi dan remaja harus dapat mengabsorbsi zat besi yang lebih banyak per 1000 kcal yang

dikonsumsi.

Kebutuhan zat besi pada anak balita dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel :1

Kebutuhan Zat Besi Anak Balita Umur Kebutuhan

0 – 6 bulan

7 – 12 bulan

1 – 3 tahun

4 – 6 tahun

3 mg

5 mg

8 mg

9 mg

Sumber : Muhilal, et l 1993

b. ZAT BESI DALAM MAKANAN

7

Page 8: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

Dalam makanan terdapat 2 macam zat besi yaitu besi heme dan besi non hem. Besi non

hem merupakan sumber utama zat besi dalam makanannya. Terdapat dalam semua jenis sayuran

misalnya sayuran hijau, kacang – kacangan, kentang dan sebagian dalam makanan hewani.

Sedangkan besi hem hampir semua terdapat dalam makanan hewani antara lain daging, ikan,

ayam, hati dan organ – organ lain.

c. METABOLISME ZAT BESI

Untuk menjaga badan supaya tidak anemia, maka keseimbangan zat besi di dalam badan

perlu dipertahankan. Keseimbangan disini diartikan bahwa jumlah zat besi yang dikeluarkan dari

badan sama dengan jumlah besi yang diperoleh badan dari makanan. Suatu skema proses

metabolisme zat besi untuk mempertahankan keseimbangan zat besi di dalam badan, dapat

dilihat pada skema di bawah ini :

8

Page 9: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

Setiap hari turn over zat besi ini berjumlah 35 mg, tetapi tidak semuanya harus

didapatkan dari makanan. Sebagian besar yaitu sebanyak 34 mg didapat dari penghancuran sel –

sel darah merah tua, yang kemudian disaring oleh tubuh untuk dapat dipergunakan lagi oleh

sumsum tulang untuk pembentukan sel – sel darah merah baru. Hanya 1 mg zat besi dari

penghancuran sel – sel darah merah tua yang dikeluarkan oleh tubuh melalui kulit, saluran

pencernaan dan air kencing. Jumlah zat besi yang hilang lewat jalur ini disebut sebagai

kehilangan basal (iron basal losses).2

d. PENYERAPAN ZAT BESI

absorbsi zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu :3

- Kebutuhan tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang dibutuhkan. Bila besi

simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan meningkat.

- Rendahnya asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat menurunkan penyerapan Asam

klorida akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah diserap oleh mukosa usus.

- Adanya vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat meningkatkan bsorbsi

karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri menjadi ferro. Vitamin C dapat

meningkatkan absorbsi besi dari makanan melalui pembentukan kompleks ferro askorbat.

Kombinasi 200 mg asam askorbat dengan garam besi dapat meningkatkan penyerapan besi

sebesar 25 – 50 persen.

- Kelebihan fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentukny kompleks besi fosfat yang

tidak dapat diserap.

- Adanya fitat juga akan menurunkan ketersediaan Fe

- Protein hewani dapat meningkatkan penyerapan Fe

- Fungsi usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan penyerapan Fe.

- Penyakit infeksi juga dapat menurunkan penyerapan Fe

Zat besi diserap di dalam duodenum dan jejunum bagian atas melalui proses yang

kompleks. Proses ini meliputi tahap – tahap utama sebagai berikut : 2,5

a. Besi yang terdapat di dalam bahan pangan, baik dalam bentuk Fe3+ atau Fe2+ mula – mula

mengalami proses pencernaan.

b. Di dalam lambung Fe3+ larut dalam asam lambung, kemudian diikat oleh gastroferin dan

9

Page 10: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

direduksi menjadi Fe2+

c. Di dalam usus Fe2+ dioksidasi menjadi FE3+. Fe3+ selanjutnya berikatan dengan apoferitin yang

kemudian ditransformasi menjadi feritin, membebaskan Fe2+ ke dalam plasma darah.

d. Di dalam plasma, Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+ dan berikatan dengan transferitin Transferitin

mengangkut Fe2+ ke dalam sumsum tulang untuk bergabung membentuk hemoglobin. Besi

dalam plasma ada dalam keseimbangan.

e. Transferrin mengangkut Fe2+ ke dalam tempat penyimpanan besi di dalam tubuh (hati, sumsum

tulang, limpa, sistem retikuloendotelial), kemudian dioksidasi menjadi Fe3+. Fe3+ ini

bergabung dengan apoferritin membentuk ferritin yang kemudian disimpan, besi yang

terdapat pada plasma seimbang dengan bentuk yang disimpan.

Pada bayi absorbsi zat besi dari ASI meningkat dengan bertambah tuanya umur bayi

perubahan ini terjadi lebih cepat pada bayi yang lahir prematur dari pada bayi yang lahir cukup

bulan. Jumlah zat besi akan terus berkurang apabila susu diencerkan dengan air untuk diberikan

kepada bayi.

Walaupun jumlah zat besi dalam ASI rendah, tetapi absorbsinya paling tinggi. Sebanyak 49%

zat besi dalam ASI dapat diabsorbsi oleh bayi. Sedangkan susu sapi hanya dapat diabsorbsi

sebanyak 10 – 12% zat besi. Kebanyakan susu formula untuk bayi yang terbuat dari susu sapi

difortifikasikan denganzat besi. Rata – rata besi yang terdapat diabsorbsi dari susu formula

adalah 4%. 4

Pada waktu lahir, zat besi dalam tubuh kurang lebih 75 mg/kg berat badan, dan reserve

zat besi kira – kir 25% dari jumlah ini. Pada umur 6 – 8 minggu, terjadi penurunan kadar Hb dari

yang tertinggi pada waktu lahir menjadi rendah. Hal ini disebabkan karena ada perubahan besar

pada sistem erotropoiesis sebagai respon terhadap deliveri oksigen yang bertambah banyak

kepada jringan kadar Hb menurun sebagai akibat dari penggantian sel – sel darah merah yang

diproduksi sebelum lahir dengan sel – sel darah merah baru yang diproduksi sendiri oleh bayi.

Persentase zat besi yang dapat diabsorbsi pada umur ini rendah karena masih banyaknya reserve

zat besi dalam tubuh yang dibawah sejak lahir. Sesudah umur tsb, sistem eritropoesis berjalan

normal dan menjadilebih efektif. Kadar Hb naik dari terendh 11 mg/100 ml menjadi 12,5 g/100

ml, pada bulan – bulan terakhir masa kehidupan bayi.

Bayi yng lhir BBLR mempunyai reerve zat besi yang lebih rendah dari bayi yang normal

10

Page 11: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

yang lahir dengan berat badan cukup, tetapi rasio zat besi terhadap berat badan adalah sama.

Bayi ini lebih cepat tumbuhnya dari pada bayi normal, sehingga reserve zat besi lebih cepat bisa

habis. Oleh sebab itu kebutuhan zat besi pada bayi ini lebih besar dari pada bayi normal. Jika

bayi BBLR mendapat makanan yang cukup mengandung zat besi, maka pada usia 9 bulan kadar

Hb akan dapat menyamai bayi yang normal.

Prevalensi anemia yang tinggi pada anak balita umumnya disebabkan karena

makanannya tidak cukup banyak mengandung zat besi sehingga tidak dapat memenuhi

kebutuhannya, terutama pada negara sedang berkembang dimana serelia dipergunakan sebagai

makanan pokok. Faktor budaya juga berperanan penting, bapak mendapat prioritas pertama

mengkonsumsi bahan makanan hewani, sedangkan anak dan ibu mendapat kesempatan yang

belakangan. Selain itu erat yang biasanya terdapat dalam makanannya turut pula menhambat

absorbsi zat besi.5,6,7

BAB III

ANEMIA

11

Page 12: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

PENDAHULUAN6,7

Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah

rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Tabel di bawah ini menunjukan rata-rata dari

rentang nilai Hb dan hematokrit (Ht) pada berbagai umur anak1:

Umur Hemoglobin (g/dL) Hematokrit

Rata-rata Rentang Rata-rata Rentang

Tali pusat 16,8 13,7-20,1 55 45-65

2 minggu 16,5 13-20 50 42-66

3 bulan 12-9 9,5-14,5 36 31-41

6 bl-6 thn 12 10,5-14 37 33-42

7-12 thn 13 11-16 38 34-40

Wanita dewasa 14 12-16 42 37-47

Pria dewasa 16 14-18 47 42-52

Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi sebagai media

ransport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari

jaringan tubuh ke paru paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat

darah berwarna merah. Kadar hemoglobin menggunakan satuan gram/dl. Yang artinya

banyaknya gram hemoglobin dalam 100 mililiter darah.

Nilai normal hemoglobin tergantung dari umur pasin :

Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl

Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl

Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl

Anak anak : 11-13 gram/dl

Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl

Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl

Lelaki tua : 12.4-14.9 gram/dl

Perempuan tua : 11.7-13.8 gram/dl

12

Page 13: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

KLASIFIKASI ANEMIA3

Anemia dapat diklasifikasikan menurut morfologi sel darah merah dan berdasarkan

etiologinya. Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukan ukuran

eritrosit sedangkan kromik menunjukan warnanya (kandungan Hb).

Pada klasifikasi berdasarkan morfologi dibagi dalam tiga klasifikasi besar:

Anemia normositik normokrom, dimana ukuran dan bentuk eritrosit normal serta

mengandung Hemoglobin dalam jumlah normal (MCV dan MCHC normal atau normal

rendah), contohnya pada kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk

infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal.

Anemia makrosistik normokrom, makrositik berarti ukuran eritrosit lebih besar dari

normal dan normokrom berarti konsentrasi Hb normal (MCV meningkat; MCHC

normal). Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA

seperti yang ditemukan pada defisiensi besi dan/atau asam folat.

Anemia mikrositik hipokrom, mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung

jumlah Hb kurang (MCV dan MCHC kurang), seperti pada anemia defisensi besi,

keadaan sideroblastik, kehilangan darah kronik, dan pada talesemia.

Anemia yang berdasarkan etiologinya disebabkan: meningkatnya kehilangan eritosit dan

penurunan atau gangguan pembentukan eritrosit

ANEMIA MEGALOBLASTIK3,4

13

Page 14: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

Definisi dan Etiologi

Anemia megaloblastik adalah anemia makrositik yang ditandai dengan peningkatan

ukuran eritrosit yang disebabkan oleh abnormalitas hematopoisis dengan kateristik dismaturasi

nukleus dan sitoplasma sel meiloid dan eritroid sebagai akibat gangguan sintesa DNA3. puncak

insidensinya pada usia 4-7 bulan.

Hampir seluruh kasus anemia megaloblastik pada anak (95%) disebabkan oleh defisiensi

asam folat dan/atau vitamin B12, yang disebabkan oleh gangguan metabolisme sangat jarang.

Keduanya merupakan kofaktor yang dibutuhkan dalam sintesa nukleipritein, keadaan defisiensi

tersebut akan menyebabkan gangguan sintesa DNA dan selanjutnya akan mempengaruhi RNA

protein.

Gejala Klinis

Gejala klinis sering timbul perlahan-lahan berupa pucat, mudah lelah dan anoreksia.

Gejala pada bayi yang defisiensi asam folat adalah iritabel, berat badan rendah, dan diare kronis.

Pada defisiensi vitamin B12 selain gejala yang tidak spesifik seperti lemah, gagal tumbuh, atau

iritabel juga ditemukan gejala pucat, glositis, muntah, diare, dan ikterik. Kadang-kadang

ditemukan gejala nerologis seperti: parastesia, defisit sensoris, hipotoni, kejang, keterlambatan

perkembangan.

Pemeriksaan Laboratorium

Darah

Anemia gambaran eritrosit normokrom makrositer

Lekosit PMN besar dan hipersegmentasi

Trombosit dapat turun

MCV naik (110-140 fl), MCHC normal

Defisiensi vitamin B12 : kadar vitamin serum B12 <100 pg/mL

Defisiensi asam folat: kadar asam folat serum<3ng/mL

Sumsum Tulang

Semua prekursor sel hematopoitik membesar (Giant metamyelocytes) dengan hiperplasia eritroid

14

Page 15: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

ANEMIA APLASTIK3,4

Definisi dan Etiologi

Anemia refrakter yang ditandai dengan adanya anemi yang berat, leokopenia,

trombositopeni, dan disertai dengan sumsum tulang yang aplastik atau hipoplastik.

Etiologi anemia apalstik karena didapat (obat, infeksi, radiasi) dan idiopatik. Obat-obatannya:

kloramfenikol, anti kangker, sulfa, fenilbutazon dll. Sedangkan infeksinya: hepatitis,

mononukleosis infeksiosa.

Gejala Klinis2

Pada anemia aplstik terjadi penurunan eritrosit, trombosit dan leokosit. Gejala-gejala

anemi sama dengan gejala anemi yang lain. Pada defisiensi trombosit dapat mengakibatkan:

ekimosis, petekie, epistaksis, pedarahan saluran cerna, perdarahan saluran kemih, perdarahan

sususnan saraf otak. Sedangkan pada defisiensi leokosit mengakibatkan mudah terkena infeksi.

Pemeriksaan Laboratorium

Pada darah tepi ditemukan pansitopeni (anemia, leukopenia, trombositopenia), morfologi

eritrosit normokrom normositer, retikulosit menurun. Pada sumsum tulang terjadi hiposeluler dan

terjadi penggantian jaringan lemak

ANEMIA HEMOLITIK3,4,5

Definisi dan Etiologi

Anemia hemolitik didefinisikan sebagai destruksi prematur eritrosit, dan kecepatan

destruksi melebihi kapasitas sumsum tulang untuk memproduksi eritrosit. Umur eritrosit normal

adalah 110-120 hari, dan kira-kira 1% dari eritrosit (eritrosit tua) dibuang tiap hari dan diganti

15

Page 16: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

oleh susmsum tulang untuk mempertahankan jumlah eritrosit.

Hemolisis yang terjadi pada anemia hemolisis dapat disebabkan karena defek seluler

(defek membran, defisiensi enzim, dan abnormalitas hemoglobin), dan defek ekstraseluler

(autoimun, hemolisis fragmentasi, hiperslenemia, dan faktor plasma). Defek seluler ini akan

menghasilkan eritrosit yang abnormal, baik dalam bentuk (membran), gangguan pada

pembentukan ATP (defisiensi enzim) sehingga sel menjadi kaku, dan dikenal sebagai benda

asing, yang akan difagosit oleh makrofak sehingga terjadi proses hemolisis. Begitu juga defek

ekstraseluler yang menyebabkan destruksi eritrosit.

Gejala Klinis

Bentuk anemia hemolitik berat dan akut penyakitnya dimulai secara mendadak ditandai

dengan panas badan, menggigil, perasaan mual lemah, muntah perasaan nyeri perut, pinggang,

ektremitas, dan gangguan kardiovaskuler dan pernafasan. Dapat pula dijumpai keluhan buang air

kecil berwarna merah dan gelap. Pada bentuk sedang dijumpai keluhan kardiovaskuler, perasaan

lemah, pucat dan ikterik.

Kelainan fisik yang dijumpai adalah tanda-tanda anemia dan terjadi slenomegali,

pembesaran limpa menunjukan berat dan lamanya anemia.

Pemeriksaan Laboratprium

Gambaran anemia hemolitik pada darah tepi umumnya normokrom normositer kecuali

pada anemia hemolisis kongenital, terdapat retikulosit. Disamping retikulosis juga ditemukan

eritrosit berinti dan eritrosit dengan inclusion body. Dismping itu juga ditemukan lekositosis

ringan, dan trombosit bisa meninggi

ANEMIA KARENA INFEKSI3,4

Anemia Pada Infeksi Cacing Tambang

Kesakitan utama pada infeksi cacing tambang adalah sebagai efek samping dari

kehilangan darah secara kronis melalui GIT. Cacing dewasa melekat pada mukosa dan sub

16

Page 17: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

mukosa usus halus dengan menggunakan giginya. Pada perlekatannya cacing tersebut

mengganggu reaksi inflamasi penjamu dengan cara melepas polipeptioda anti inflamasi. Ruptur

kapiler pada lamina propia diikuti oleh ektravasasi darah dan akan dicerna oleh cacing.

Tiap-tiap A. duodenale dewasa menyebabkan kurang lebih 0,2 ml darah/hari, kehilangan

darah lebih ringan pada N.amiricanus. Infeksi berat dengan kehilangan darah setiap hari dapat

menjadi anemia defisiensi besi.

Anemia Pada Infekasi Malaria

Anemia pada malaria disebabkan oleh hemolisis pada saat fase schizont mencapai

kematangan untuk menjadi merizoit yang akan menginfeksi eritrosit lainnya. Selain itu juga

anemia juga disebabakan oleh sequestrasi eritrosit dalam limpa dan supresi produksi eritrosit

susmsum tulang. Anemia pada malaria diperberat oleh komplikasi malaria itu sendiri yaitu

trombositopeni mencapai 10.000-20.000/mm3 yang dapat menyebabakan perdarahan dan

koagulasi Intravaskuler Deseminata,

Anemia setelah Infeksi Viral

Episode dari kegagalan dari eritropoisis akut dapat didahului oleh infeksi virus.

Parvovirus B19 adalah virus penyebab aplasia eritrosit yang sering ditemui.Virus DNA single-

stranded ini penyebab dari erythrema infectiosum, dengan manifestasi erytema fasialis dan rash

makulopopular yang dapat disertai oleh sakit pada persendian. Virus ini infektif dan bersifat

sitotoksisk terhadap sel progenitor erytroid dalam sumsum tulang, berinteraksi secara spesifik

dengan antigen P erytrosit sebagai reseptor.

Virus lain yang dapat menyebabkan supresi eritropoisis bekerja dengan cara

mempengaruhi produksi sel hematopoisis dan atau dengan destruksi sel darah perifer melalui

mekanisme imunologis. Virus tersebut adalah: Virus Hepatitis (non A, non B, non C), Epstain

Barr Virus, Cytomegalivirus, dan HIV

Anemia Pada Sepsis Bakterialis

Sepsis bakterialis yang disebabkan oleh Haemophillus influenza, Staphilococus,

Streptococus, dan Clostridia dapat menyebabakn komplikasi, salah satunya adalah hemolisis.

17

Page 18: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

Anemia hemolisis berat akibat infeksi Clostridia disebabakan oleh toksin. Pada gambaran ini

yang sering adalah sferosis dalam jumlah yang besar pada apus darah tepi. Hemolisis sferosis

juga dapat disebabakan oleh gigitan ular (Cobra, Viper) akibat racunnya yang mengandung

phospolipid.

BAB IV

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi (Fe) yang

diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Defisiensi besi merupakan penyebab terbanyak

dari anemia di seluruh dunia. Diperkirakan 30 % dari populasi dunia mengalami anemia akibat

18

Page 19: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

defisiensi besi.

Buruknya kondisi ibu hamil yang mengalami anemia juga bisa mempengaruhi kesehatan

bayinya. Bayi mereka biasanya sangat kecil (berat badan lahirnya rendah, yakni kurang dari 2,5

kg). Dan bayi kecil biasanya rentan mengalami hambatan dalam tumbuh kembang fisik dan

intelegensia. Hasil penelitian juga menunjukkan, ada defisit pada indeks perkembangan mental

dan indeks perkembangan psikomotor pada bayi yang kekurangan zat besi. Bahkan secara klinis

tampak bayi kekurangan zat besi irritable, apatis, dan kurang perhatian terhadap lingkungan

sekitarnya.

Kekurangan zat besi juga berpengaruh pada kecerdasan ( IQ ). Kekurangan zat besi dapat

mengurangi produksi sel darah merah. Remaja perempuan yang kurang mengkonsumsi zat besi

cenderung mempunyai IQ rendah, demikian hasil riset terbaru yang dilakukan oleh peneliti dari

King’s College, London. Politt melakukan penelitian terhadap 46 anak berusia 3 - 5 tahun.

Hasilnya menunjukkan, anak dengan defisiensi zat besi ternyata memiliki kemampuan

mengingat dan memusatkan perhatian lebih rendah. Penelitian Sulzer dkk juga menunjukkan

anak menderita anemia akibat defisiensi zat besi mempunyai nilai lebih rendah dalam uji IQ dan

kemampuan belajar. Kurangnya zat besi akan mengurangi jumlah hemoglobin. Otomatis hal ini

membuat suplai oksigen terhambat ke otak dan membuat otak tidak bisa bekerja secara optimal.

Bagaimanapun juga jumlah enzim yang mengatur sinyal transmisi ke otak juga tergantung pada

zat besi.7,8,9

19

Page 20: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

EPIDEMIOLOGI

Prevalens ADB tinggi pada bayi, hal yang sama juga dijumpai pada anak usia sekolah

dan anak praremaja. Angka kejadian ADB pada anak usia sekolah (5-8 tahun) di kota sekitar

5,5%, anak praremaja 2,6% dan gadis remaja yang hamil 26%. Di Amerika Serikat sekitar 6%

anak berusia I-2 tahun diketahui kekurangan besi, 3% menderita anemia. Lebih kurang 9% gadis

remaja di Amerika Serikat kekurangan besi dan 2% menderia anmeia, sedangkan pada anak laki-

laki sekitar 50% cadangan besinya berkurang saat pubertas.

Prevalens ADB lebih tinggi pada anak kulit hitam dibanding kulit putih. Keadaan ini

mungkin berhubungan dengan status sosial ekonomi anak kulit hitam yang lebih rendah.

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia prevalens ADB pada anak balita

sekitar 25-35%. Dari hasil SKRT tahun 1992 prevalens ADB pada anak balita di Indonesia

adalah 55,5%. 6,7,8

ZAT BESI (Fe)

Zat besi terdapat pada seluruh sel tubuh kira-kira 40-50 mg/kilogram berat badan.

Hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk

organik, yaitu sebagai ikatan non ion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai

ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira 70 % dari Fe yang terdapat

dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30 % merupakan Fe yang nonesensial.

20

Page 21: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

Fe esensial ini terdapat pada :

1. Hemoglobin 66 %

2. Mioglobin 3 %

3. Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron misalnya sitokrom oksidase,

suksinil dehidrogenase dan xantin oksidase sebanyak 0,5%

4. Pada transferin 0,1 %.

Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25

%, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5 %.

Makanan sumber zat besi yang paling baik berupa heme-iron adalah hati, jantung dan

kuning telur. Jumlahnya lebih sedikit terdapat pada daging, ayam dan ikan. Sedangkan nonheme-

iron banyak terdapat pada kacang-kacangan, sayuran hijau, buah-buahan dan sereal. Susu dan

produk susu mengandung zat besi sangat rendah. Heme-iron menyumbang hanya 1-2 mg zat besi

per hari pada diet orang Amerika. Sedangkan nonheme-iron merupakan sumber utama zat besi.

Kebutuhan Zat Besi

Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor. Umur, jenis

kelamin dan volume darah dalam tubuh (Hb) dapat mempengaruhi kebutuhan, walaupun

keadaan depot Fe memegang peranan yang penting pula.

Kebutuhan zat besi bagi bayi dan anak-anak relatif lebih tinggi disebabkan oleh

pertumbuhannya. Bayi dilahirkan dengan 0,5 gram besi, sedang dewasa kira-kira 5 gram, untuk

mengejar perbedaan itu rata-rata 0,8 gram besi harus diabsorbsi tiap hari selama 15 tahun

pertama kehidupan. Disamping kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan untuk

menyeimbangkan kehilangan besi normal oleh pengelupasan sel. Karena itu untuk

mempertahankan keseimbangan besi positif pada anak, kira-kira 1 mg besi harus diabsorbsi.

METABOLISME ZAT BESI2,3

Zat besi dalam makanan biasanya dalam bentuk ferri ( Fe3+ ). Kemudian akan direduksi

oleh HCl lambung dan vitamin C dalam makanan menjadi ferro (Fe2+ ), dan masuk ke usus

halus. Zat besi berupa ferro diabsorbsi terutama didalam duedunum makin ke distal absorbsinya

makin berkurang.

Besi diserap oleh epitel usus dengan bantuan protein transpor yang dikenal dengan DMT

21

Page 22: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

1 ( Divalen Metal Transporter ). DMT 1 juga memfasilitasi absorbsi logam lain seperti Mg, Co,

Zn dan Cd. Besi akan dibawa dari luminal ke bagian mukosa epitel usus.

Proses absorbsi ini diatur dengan tiga mekanisme ( The Internet Laboratory Phatology,

2003 ):

1. Diatery regulator

Sumber besi dari makanan yang tinggi tidak akan diserap selama besi masih terakumulasi

dan akan menghambat absorbsi.

2. Stores Regulator

Jika deposit besi dalam tubuh berkurang, mukosa akan mendapat sinyal agar absorbsi besi

ditingkatkan.

3. Erythropoietic regulator

Sebagai respon terhadap anemia sel erytroid akan memberikan sinyal ke mukosa agar

meningkatkan absorbsi besi.

Gambar regulasi zat besi (Fe) dalam intestinal

22

Page 23: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

Proses absorbsi besi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1. Heme-iron akan lebih mudah diserap dibandingkan nonheme-iron

2. Ferro lebih mudah diserap daripada ferri

3. Asam lambung akan membantu penyerapan besi

4. absorbsi besi dihambat kompleks phytate dan fosfat

5. Bayi dan anak-anak mengabsorbsi besi lebih tinggi dari orang dewasa karena proses

pertumbuhan

6. Absorbsi akan diperbesar oleh protein

7. Asam askorbat dan asam organik tertentu

Jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan cara mengubah kecepatan

absorbsinya. Bila tubuh jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin dalam tempat cadangan

besi sudah terikat dengan besi, maka kecepatan absorbsi besi dari traktus intestinal akan menjadi

sangat menurun. Sebaliknya bila tempat penyimpanan besi itu kehabisan besi, maka kecepatan

absorbsinya akan sangat dipercepat.

23

Page 24: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

Serum besi normal dalam plasma sekitar 11-30 μmol/L, terdapat ritme diurnal sehingga

meninggi pada pagi hari. Besi yang dilepaskan dari sel mukosa akan masuk ke dalam sistem

darah porta dalam bentuk ferro. Setelah diabsorbsi Fe dalam darah akan diikat oleh transferin ( β-

globulin ) yang disintesis oleh hepar. Tiap molekul transferin akan mengikat dua atom besi.

Pengeluaran besi dari sel mukosa akan dipermudah oleh derajat kejenuhan transferin dengan besi

yang masih rendah. Besi yang terikat oleh transferin segera diambil oleh sumsum tulang untuk

proses eritropoesis. Hanya retikulosit dan normoblast yang mampu menggunakan ferri yang

terikat pada transferin.

Transferin kemudian akan berikatan dengan reseptor-reseptor yang ada di dalam

membran sel eritroblas yang terdapat di dalam sumsum tulang. Selanjutnya dalam keadaan masih

terikat besi, transferin akan dicerna oleh eritroblas dengan cara endositosis

Besi di dalam tubuh penting untuk pembentukan hemoglobin. Hemoglobin adalah suatu

protein konjugasi dengan berat molekul 64.500 dalton. Molekul hemoglobin terdiri dari 4 subunit

hem dan satu protein yang dinamakan globin. Satu hem mampu mengangkut empat molekul

oksigen ( delapan atom oksigen). Pembentukan hem terjadi secara bertahap dimulai dari

pembentukan kerangka porfirin yang berasal dari ikatan suksinil-koA dengan glisin membentuk

molekul pirol. Empat pirol bergabung membentuk protoporfirin IX, yang kemudian akan

berikatan dengan besi untuk membentuk molekul hem. Akhirnya setiap molekul hem akan

bergabung dengan rantai polipeptida yang panjang yang disebut globin, yang disintesis ribosom

membentuk hemoglobin.8,9,10

24

Page 25: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

Gambar Sintesis Hemoglobin

Kelebihan besi di dalam darah disimpan dalam seluruh sel tubuh, terutama di hepatosit

hati dan sedikit di sel-sel retikuloendotelial sumsum tulang. Dalam sitoplasma sel, sebagian besar

besi bergabung dengan suatu protein, yakni apoferitin, untuk membentuk feritin. Besi yang

disimpan sebagai feritin disebut besi cadangan.

Feritin tersimpan terutama didalam sel-sel retikuloendotelial seperti hati, limpa dan

sumsum tulang. Cadangan ini tersedia untuk digunakan oleh sumsum tulang dalam proses

eritropoesis.

Selain disimpan dalam bentuk feritin, ada sedikit besi yang disimpan dalam bentuk yang sama

sekali tidak larut disebut hemosiderin. Hal ini terjadi bila jumlah total besi dalam tubuh melebihi

yang ditampung oleh tempat penyimpanan apoferitin. Hemosiderin membentuk kelompok besar

dalam sel. Akibatnya dapat diwarnai dan dilihat secara mikroskopis sebagai partikel besar dalam

irisan jaringan dengan teknik histologis.

Jumlah besi yang dieksresikan setiap hari adalah minimal, karena itu absorbsi besi harus

diatur sedemikian rupa untuk menghindari penumpukan besi yang berlebihan dalam tubuh.

Jumlah ekskresi besi dalam sehari adalah sebesar 0,5-1 mg/hari. Ekskresi berlangsung melalui

25

Page 26: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas. Selain itu eksresi juga melalui keringat, urin,

feses, serta rambut yang dipotong. Bila sampai terjadi perdarahan jumlah besi yang hilang lebih

banyak lagi.

Gambar absorpsi zat besi di intestinal

26

Page 27: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

STATUS BESI PADA BAYI BARU IAHIR

Bayi baru lahir (BBL) cukup bulan didalam tubuhnya mengandung besi 65-90 mg/kgBB.

Bagian terbesar (sekitar 50mg/kgBB) merupakan massa hemoglobin, sekitar 25 mg/kgBB

sebagai cadangan besi dan 5 mg/kgBB sebagai mioglobin dan besi dalam jarin gan. Kandungan

besi BBL ditentukan oleh berat badan lahir dan massa Hb.

Bayi cukup bulan dengan berat badan lahir 4000 gram mengandung 320 mg besi,

sedangkan bayi kurang bulan mengandung besi kurang dari 50 mg. Konsentrasi Hb pada

pembuluh darah tali pusat bayi cukup bulan adalah 13,5-20,1 gr/dl.

Kontraksi uterus selama 3 menit pada waktu persalinan menyebabkan darah plasenta

yang melalui tali pusat ke janin bertambah sekitar 87%. Perpindahan rersebut menambah jumlah

volume darah 2O ml/kgBB. Pemotongan tali pusat yang terlalu cepat setelah persalinan akan

mengurangi kandungan besi sekitar 15-30%, sedangkan bila ditunda selama 3 menit dapat

menambah jumlah volume sel darah merah sekitar 58%.

Setelah dilahirkan terjadi perubahan metabolisme besi pada bayi. Selama 6-8 minggu

terjadi penurunan yang sangat drastis dari aktivitas éritropoisis sebagi akibat dari kadar O2 yang

meningkat, sehingga terjadi penurunan kadar Hb. Karena banyak zat besi yang tidak dipakai,

maka cadangan besi akan meningkat. Selanjutnya terjadi peningkatan aktivitas eitropoisis

disertai masuknya besi ke sumsum tulang.

Berat badan bayi dapat bertambah dua kali lipat tanpa mengurangi cadangan besi. Pada

27

Page 28: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

bayi cukup bulan keadaan tersebut dapat berlangsung sekitar 4 bulan, sedangkan pada bayi

kurang bulan hanya 2-3 bulan. Setelah melewati masa tersebut kemampuan bayi untuk

mengabsorpsi besi akan sangat menentukan dalam mempertahankan keseimbangan besi dalam

tubuh.

Pada bayi cukup bulan untuk mendapatkan jumlah besi yang cukup harus mengabsorpsi

200 mg besi selama 1 tahun pertama agar dapat mempertahankan kadar Hb yang normal yaitu 11

g/dl. Bayi kurang bulan harus mampu mengabsorpsi 2-4 kali dari jumlah biasa. Pertumbuhan

bayi kurang bulan jauh lebih cepat dibandingkan bayi cukup bulan sehingga cadangan besinya

lebih cepat berkurang. Untuk mencukupi kebutuhan besi, bayi cukup bulan membutuhkan 1 mg

besi/kgBB/hari, sedangkan BBLR memerlukan 2 kgBB/hari dengan dosis maksimal 15

mg/kgBB/hari. Bayi dengan BBL < 1000 gram membutuhkan suplementasi besi 4 g/kgBB/hari,

BBL 1000-1500 gram memerlukan 3 mg/kgBB/hari, BBL 1500-2000 gram memerlukan

2mg/kgBB/hari.

Pemberian suplementasi tersebut dilanjutkan sampai usia 1 tahun. Oleh karena pada masa

tersebut terjadi peningkatan ketergantungan besi dari makanan, maka bila tidak terpenuhi akan

menimbulkan risiko terjadinya ADB. Prevalens ADB paling tinggi terjadi pada usia 6 bulan - 3

tahun karena pada masa ini caclangan besi sangat berkurang. Pada bayi kurang bulan ADB

bahkan dapat terjadi mulai usia 2-3 bulan.4

ETIOLOGI10,11,12

Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung

besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.

Kekurangan besi dapat disebabkan:

1. Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis

• Pertumbuhan

Pada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja

kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periocle ini insiden ADB meningkat.

Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meningliat 3 kali dan massa hemoglobin dalam

sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat lahir. Bayi prematur dengan pertumbuhan

sangat cepat, pada umur 1 tahun berat badannya dapat mencapai 6 kali dan massa

28

Page 29: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir.

• Menstruasi

Penyebab kurang besi yang sering terjadi pada anak perempuan adalah kehilangan darah

lewat menstruasi.

2. Kurangnya besi yang diserap

• Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat

Seorang bayi pada 1 tahun pertama kehidupannya membutuhkan makanan yang banyak

mengandung besi. Bayi cukup bulan akan menyerap Iebih kurang 200 mg besi selama 1

tahun pertama (0,5 mg/hari) yang terutama digunakan untuk pertumbuhannya. Bayi yang

mendapat ASI eksklusif jarang menderita kekurangan besi pada 6 bulan pertama. Hal ini

disebabkan besi yang terkandung di dalam ASI lebih mudah diserap dibandingkan susu

yang terkandung susu formula. Diperkirakan sekitar 40% besi dalam ASI diabsorpsi bayi,

sedangkan clari PASI hanya 10% besi yang clapat cliabsorpsi.

• Malabsorpsi besi

Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mulkosa ususnya mengalami

perubahan secara histologis dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami

gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita mendapat makanan

yang cukup besi. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan

lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama penyerapan besi heme dan non

heme.

3. Perdarahan

Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya ADB.

Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1ml akan

mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-4 ml/hari (1,5-2 mg besi)

dapat mengakibatkan keseimbangan negatif besi.

Perdarabhan dapat berupa perdaraban saluran cerna, milk induced enteropathy, ulkus

peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, obat anti

inflamasi non steroid) dan nfestasi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus)

yang menyerang usus balus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah

submukosa usus.

29

Page 30: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

4. Transfusi feto-maternal

Kebocoran darah yang kronis kedalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada akhir

masa fetus dan pada awal masa neonatus.

5. Hemoglobinuria

Keadaan ini biasanya dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada

Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,8-7,8

mg/hari

6. latrogenic blood loss

Pada anak yang banyak diambil darah vena untuk pemeriksaan laboratorium berisiko

untuk menderita ADB.

7. ldiopathic pulmonary hemosiderosis

Penyakit ini jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan perdaraban paru yang bebat dan

berulang serta adanya infiltrat pada paru yang bilang timbul. Keadaan ini dapat ` menyebabkan

kadar Hb menurun rastis hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam.

8. Latihan yang berlebihan

Pada atlit yang berolahraga berat seperti olah raga lintas alam, sekitar 40% remaja

perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya < 10 ug/dl. Perdarahan saluran cerna

yang tidak tampak sebagai akibat iskemia yang bilang timbul pada usus selama latiban berat

terjadi pada 50% pelari.

PATOFISIOLOGI15,16,17

30

Page 31: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang

berlangsung lama. Bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan

menyebabkan cadangan besi terus berkurang. 3 tahap defisiensi besi, yaitu:

• Tahap pertama

Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron depciency, ditandai dengan

berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan fungsi. protein

besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi, peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin

serum menurun sedagkan pemeriksaan lain untuk mengetahui adanya kekuranganbesi masih

normal.

• Tahap kedua

Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron limited

erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoisis. Dari basil

pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun dan saturasi transferin menurun

sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP)

meningkat.

Tahap ketiga

Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi

yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb.

Dari gambaran darah tepi dihaparkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini

telah terjadi perubahan epitel terutama pacla ADB yang lebih lanjut.

31

Page 32: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

Anemia merupakan manifestasi lanjut dari defisiensi besi dalam jangka waktu yang sangat

lama. Dr. Victor Herbert mengemukakan tahapan dari defisiensi zat besi. Berikut tingkatannya:

a. Stage I dan II: keseimbangan negatif Fe (negative iron balance); ditandai dengan penurunan

(deplesi) dari Fe.

Stage I merupakan awal dari gangguan keseimbangan negatif Fe, terjadi penurunan absorpsi dan

juga berkurangnya cadangan zat besi tapi masih dalam tahap yang sedang.

Stage I : Fe sumsum tulang menurun

Serum feritin menurun

Saturasi transferin normal

Free Erythrocyte Protoporphyrin (FEP) normal

Hemoglobin normal

Mean Corpuscular Volume (MCV) normal

Stage II, terjadi penurunan cadangan zat besi yang sangat berat.

Stage II : Fe sumsum tulang tidak ada

Serum feritin <12

Saturasi transferin <16%

Free Erythrocyte Protoporphyrin (FEP) naik

Hemoglobin normal

Mean Corpuscular Volume (MCV) normal

Tapi jika seseorang baru berada pada stage I dan II ini, jika diobati dengan pemberian zat besi

mereka bisa disembuhkan dan anemianya tidak akan berlanjut pada tahap yang lebih serius.

b. Stage III dan IV: keseimbangan negatif Fe (negative iron balance); ditandai dengan

kekurangan zat besi (Fe). Tahap ini ditandai dengan kadar besi yang tidak cukup di dalam tubuh

dan dapat mendatangkan penyakit.

Stage III, terjadi kekurangan zat besi tanpa disertai anemia.

Stage III : Fe sumsum tulang tidak ada

Serum feritin <12

Saturasi transferin <16%

Free Erythrocyte Protoporphyrin (FEP) sangat naik

32

Page 33: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

Hemoglobin 8-14 g/dl

Mean Corpuscular Volume (MCV) normal/turun

Stage IV, kekurangan zat besi yang telah disertai anemia.

Stage IV : Fe sumsum tulang tidak ada

Serum feritin <12

Saturasi transferin <16%

Free Erythrocyte Protoporphyrin sangat naik

Hemoglobin <8 g/dl

Mean Corpuscular Volume (MCV) turun

c. Stadium I dan II : keseimbangan positif Fe (Positive iron balance). Stadium I dengan

keseimbangan besi positif biasanya tidak ditemukan adanya disfungsi dalam beberapa tahun.

Suplementasi besi dan/ atau vitamin C akan menyebabkan progresifitas penyakit dan disfungsi

sedangkan pengeluaran zat besi akan mencegah progresifitas penyakit. Penyakit kelebihan zat

besi berkembang pada stadium II keseimbangan besi positif, setelah beberapa tahun kelebihan

asupan besi menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dan organ. Dan pengeluaran zat besi

akan menghentikan progresifitas penyakit.9,10,18

MANIFESTASI KLINIS

Geala klinis ADB sering terjadi perubahan dan tidak begitu diperhatikan oleh penderita

dan keluarganya. Pada yang ringan diagnosis ditegakkan hanya dari temuan laboratorium saja.

Gejala yang umum terjadi adalah pucat. Pada ADB dengan kadar Hb 6-1O g/dl terjadi

mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb

turun < 5 g/dl gejala iritabel dan anoreksia akan mulai tampak lebih jelas. Bila anemia terus

berlanjut dapat terjadi takikardi, dilatasi jantung dan murmur sistolik. Narnun kadang-kaclang

pada kadar Hb < 3-4 g/dl pasien tidak mengeluh karena tubh sudah mengadakan kompensasi,

sehingga beratnya gejala ADB sering ridak sesuai dengan kadar Hb.

Gejala lain yang rerjadi adalah kelainan non hematologi akibar kekurangan besi seperti:

• Perubahan sejumlah epitel yang menimbulkan gejala koilonikia (bentuk kuku konkaf atau

spoowshaped nail), atrofi papila lidah, posrcricoid oesophageeal webs dan perubahan mukosa

33

Page 34: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

lambung dan usus lialus.

• lntoleransi terhadap latihan: penurunan aktivitas kerja dan daya taban tubuh

• Termogenesis yang tidak normal: terjadi ketidakmampuan untuk mempertahankan suhu tubuh

normal pada saat udara dingin

• Daya tahan rubuh terhadap infeksi menurun,hal ini terjadi karena fungsi leukosit yang tidak

normal. Pada penderita ADB neutrofil mempunyai kemampuan untuk fagositosis tetapi

kemampuan untuk membunuh E.coli dan S. aureus menurun.

Limpa hanya teraba pada 10-15% pasien dan pada kasus kronis bisa terjadi pelebaran

diploe tengkorak. Perubahan ini dapat diperbaiki dengan terapi yang adekuat.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Seseorang dikatakan mengalami anemia defisiensi zat besi bila hasil pemeriksam

laboratoriumnya menunjukan data sebagai berikut:

1. Apus darah tepi:

Eritrosit : hipokrom mikrositer

Leukosit : jumlahnya normal, granulositopenia ringan dan terdapat mielosit

Trombosit : biasanya meningkat sampai dua kali trombosit normal

2. Apus sumsum tulang :

hyperplasia eritropoiesis dengan kelompok-kelompok normoblas basofil. Bentuk

pronormoblas, normoblas kecil-kecil dengan sitoplasma ireguler, sideroblas negatif.

3. Nilai absolute menurun

4. Retikulosit menurun

5. Fe serum rendah

6. TIBC (Total Iron Binding Capasity) meningkat

7. Feritin menurun

34

Page 35: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

Morfologi Hopokrom Mikrositer

Untuk menegakkan diagnosis ADB diperlukan pemeriksaan laboratorium yang meliputi

pemeriksaan darah rutin seperti Hb, PCM leukosit, trombosit ditambah pemeriksaan indeks

eritrosit, retikulosit, morfologi darah tepi dan pemeriksaan status besi (Fe serum, Total iron

binding capacity (TIBC), saturasi transferin, FEB feritin), dan apus sumsum tulang.

Menentukan adanya anemia dengan memeriksa kadar Hb dan atau PCV merupakan hal

pertama yang penting untuk memutuskan pemeriksaan lebih lanjut dalam menegakkan diagnosis

ADB. Pada ADB nilai indeks eritrosit MCM, MCH dan MCHC menurun sejajar dengan

penurunan kadar Hb. jumlah retikulosit biasanya normal, pada keadaan berat karena perdarahan

jumlahnya meningkat. Gambaran morfologi darah tepi ditemukan keadaan hipokromik,

mikrositik, anisositosis dan poikilositosis (dapat ditemukan sel pensil, sel target, ovalosit,

mikrosit dan sel fragmen).

Jumlah leukosit biasanya normal, tetapi pada ADB yang berlangsung lama dapat terjadi

ranulositopenia. Pada keadaan yang disebabkan infestasi cacing sering ditemukan eosinofilia.

Jumlah trombosit meningkat 2·4 kali dari nilai normal. Trombositosis hanya terjadi pada

penderita dengan perdarahan yang masif. Kejadian trombositopenia dihubungkan dengan anemia

yang sangat berat. Namun demikian kejadian trombositosis dan trombositopenia pada bayi dan

anak hampir sama, yaitu trombositosis sekitar 35% dan trombositopenia 28%.

Pada pemeriksaan status besi didapatkan kadar Fe serum menurun dan TIBC meningkat.

Pemeriksan Fe serum untuk menentukan jumlah besi yang terikat pada transferin, sedangkan

TIBC untuk mengetabui jumlah transferin yang berada dalam sirkulasi darah. Perbandingan

35

Page 36: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

antara Fe serum dan TIBC (saturasi transferin) yang dapat diperoleh dengan cara menghitung Fe

serum/TIBC x 100% merupakan suatu nilai yang menggambarkan suplai besi ke eritroid sumsum

tulang dan sebagai penilaian terbaik untuk mengetahui pertukaran besi antara plasma dan

cadangan besi dalam tubuh. Bila saturasi transferin (ST) < 16% menunjukkan suplai besi yang

tidak adekuat untuk mendukung eritropoisis. ST < 7% diagnosis ADB dapat ditegakkan,

sedangkan pada kadar ST 7-16% dapat dipakai untuk rnendiagnosis ADB bila didukung oleh

nilai MCV yang rendah atau pemeriksaan lainnya.

Untuk mengetahui kecukupan penyediaan besi ke eritroid sumnum tulang dapat diketahui

dengan memeriksa kadar Free Erythrocyte Protoporphyrin (FEP). Pada penibentukan eritrosit

akan dibentuk cincin porfirin sebelum besi terikat untuk membentuk heme. Bila penyediaan besi

tidak adekuat menyebabkan terjadinya penumpukan porfirin didalam sel. Nilai FEP > 100 ug/dl

eritrosit menunjukkan adanya ADB. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya ADB lebih dini.

Meningkatnya FEP disertai ST yang menurun merupakan tanda ADB yang progresif. JumIah

cadangan besi tubuh dapat diketahui dengan memeriksa kadar feritin serum. Bila kadar feritin <

lO-12 ug/I menunjukkan telah terjadi penurunan cadangan besi dalam tubuh.

Pada pemeriksaan apus sumsum tulang dapat ditemukan gambaran yang khas ADB yaitu

hiperplasia sistem eritropoitik dan berkurangnya hemosiderin. Untuk mengetahui ada atau

tidaknya besi dapat diketahui dengan pewarnaan Prussiann blue.3,6,16

DIAGNOSIS KLINIK

Diagnosis ADB ditegakkan berdasarkan hasil temuan dan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

iaboratorium yang dapat mendukung sehubungan dengan gejala klinis yang searing tidak khas.

36

Page 37: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

Cara Iain untuk mcnentukan adanya ADB adalah dengan trial pemberian preparat besi.

Penentuan ini penting untuk mengetiahui adanya ADB subklinis dengan melihat respons

hemoglobin terhadap pemberian preparat besi. Prosedur ini sangat mudah, praktis, sensitive dan

ekonomis terutama pada anak yang berisiko ringgi menderira ADB. Bila dengan pemberian

preparat besi dosis 6 mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu terjadi peningkatan kadar Hb l-2 g/dl

maka dapat dipastikan bahwa yang ersangkutan menderita ADB.

Stadium perkembangan defisiensi Fe dapat diukur dengan 4 pengukuran yang berbeda:

Serum feritin, untuk mengukur cadangan Fe

Saturasi transferin, mengukur suplai Fe ke jaringan.

37

Page 38: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

Pengukuran hemoglobin dan hematokrit, pengukuran ini mengindikasikan anemia.

Rasio dari mineral Zn protoporphyrin (erythrocyte protoporphyrin) dengan Fe.

Pengukuran ini merupakan indikator yang sensitive untuk mengetahui suplai zat besi

dalam pembentukan sel darah merah. Ketika suplai besi tidak mencukupi untuk berikatan

dengan porphyrin, maka ikatan besi akan disubstitusi dengan zinc. Meskipun ikatan

porphyrin-zinc dapat berkombinasi dengan globin dan masuk ke sirkulasi, molekul ini

tidak dapat mengikat oksigen.

Selain pemeriksaan di atas, untuk menegakkan diagnosa klinik juga bisa berdasarkan

pada hasil pemeriksaan laboratorium yaitu: eritrosit hipokrom mikrositer, Fe serum rendah,

TIBC tinggi, nilai absolut menurun serta pada sediaan apus darah tepi terdapat pencil cell dan

juga target cell. 3,7,11

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan gambaran anemia

hipokrom mikrositik lain. Keadaan yang sering memberi gambaran klinis dan laboratorium yang

hampir sama dengan ADB adalah talasemia minor dan karena penyakit kronis. Keadaan lainnya

adalah lead poisoning/ keracunan timbal dan anemia sideroblastik. Untuk membedakannya

diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium.

Pada talasemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB. Salah saru cara sederhana

untuk membedakan kedua penyakit tersebut adalah dengan melihat jumlah sel darah merah yang

meningkat meski sudah anemia ringan dan mikrositosis, sebaliknya pada ADB jumlah sel darah

merah menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb dan MCV. Cara mudah dapat diperoleh

dengan cara membagi nilai MCV dengan jumlah eritrosit, bila nilainya < 13 menunjukkan

talasemia minor sedangkan bila > 13 merupakan ADB. Pada talasemia minor didapatkan

basophilic stippling, peningkatan kadar bilirubin plasma dan peningkatan kadar HbA2.

Gambaran morfologi darah repi anemia karena penyakit kronis biasanya normokrom

normositik, tetapi bisa juga ditemukan hipokrom mikrositik. Terjadinya anemia pada penyakit

kronis disebabkan erganggunya mobilisasi besi dan makrofag oleh transferin. Kadar Fe serum

dan TIBC menurun meskipun cadangan besi normal atau meningkat sehingga nilai saturasi

transferin normal atau sedikit menurun, kadar FEP meningkat. Pemeriksaan kadar resepror

transferin/transferrin receptor (TfR) sangat berguna dalam membedalkan ADB dengan anemia

38

Page 39: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

karena penyakit kronis. Pada anemia karena penyakit kronis kadar TfR normal karena pada

inflamasi kadarnya tidak terpengaruh, sedangkan pada ADB kadarnya menurun. Peningkaran

rasio TfR/{eritin sensitif dalam mendeteksi ADB.

Lead poisoning mernberikan gambaran darah tepi yang serupa dengan ADB tetapi

didapatkan basophilic stippling kasar yang sangat jelas. Pada keduanya kadar FEP meningkat.

Diagnosis ditegakkan dengan memeriksa kadar lead dalam darah.

Anemia sideroblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis heme,

bisa didapat atau herediter. Pada keadaan ini didapatkan gamharan hipokrom mikrositik dengan

peningkatan kadar RDW yang disebabkan populasi sel darah merah yang dimorfik, Kadar Fe

serum dan ST biasanya meningkat, pada pemeriksaan apus sumsum tulang sidapatkan sel darh

merah berinti yang mengandung granula besi (agregat besi dalam mitokondria) yang disebut

ringed sideroblast. Anemia ini umumnya erjadi pada dewasa.3

PENATALAKSANAAN13,14,15

Prinsip penatalaksnaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan mengatasinya serta

rnemberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar 80-85% penyebab ADB dapat

diketahui sehingga penanganannya dapat dilakukan dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat

secara peroral atau parenteral. Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektiinya dengan

pemberian secara parenteral. Pemberian secara parenteral dilakukan pada penderita yang tidak

dapat memakan obat peroral atau kebutuhan besinya tidak dapat terpenuhi secara peroral karena

ada gangguan pencernaan.

PEMBERIAN PREPARAT BESI

Pemberian preparat besi peroral

Garam ferous diabsorpsi sekitar 3 kali lebih balk dibandingkari garam feri. Preparat yang

39

Page 40: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

tersedia berupa ferous glukonat, fumarat dan suksinant. Yang sering dipakai adalah ferrous sulfat

karena harganya yang lebih murah, Ferous glukonat, ferous fumarat dan ferous suksinat

diabsorpsi sama baiknya. Untuk bayi tersedia preparat besi berupa tetes (drop).

Untuk mendapatkan respons pengobatan dosis besi yang dipakai 4-6 mg hesi

elemental/kgBB/hari. Dosis obat dihitung berdasarkan kandungan besi elemental yang ada dalam

garam ferous. Garam ferous sulfat mengandung besi elemental sebanyak 20%. Dosis obat yang

terlalu besar akan menimhulkan efek samping pada saluran pencernaan dan tidak memberikan

efek penyembuhan yang lebih cepat. Absorpsi besi yang terbaik adalah pada saat lambung

kosong, diantara dua waktu makan, alkan tetapi dapat menimbulkan efek samping pada saluran

cerna. Untuk mengatasi hal tersebut pemberian besi dapat dilakukan pada saat makan atau segera

setelah makan meskipun akan mengurangi absorpsi obat sekitar 40-50%. Obat diberikan dalam

2-3 dosis sehari. Tindakan tersebut lebih penting karena dapat diterima tubuh dan akan

meningkatkan kepatuhan penclerita. Preparat besi ini harus terus diberikan selama 2 bulan

setelah anemia pada penderita teratasi.

Pemberian dosis besi sesuai usia yg dianjurkan pada anak

Usia Dosis Besi Elemental Lama Pemberian

BBLR (<2500gram) 3mg/kgBB/hari Usia 1 bulan – 2 tahun

Cukup bulan 2mg/kgBB/hari Usia 4 bulan – 2 tahun

2 – 5 tahun 1mg/kgBB/hari 2x/minggu selama 3 bulan

berturut – turut setiap tahun

>5 – 12 tahun (usia sekolah) 1mg/kgBB/hari 2x/minggu selama 3 bulan

berturut – turut setiap tahun

12 – 18 (remaja) 60mg/hari 2x/minggu selama 3 bulan

berturut – turut setiap tahun

Respons terapi dari pemberian preparat besi dapat dilihat secara klinis dan dari pemeriksaan

laboratorinm, seperti tampak pada tabel di bawah ini

40

Page 41: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

Efek samping pemberian preparat besi peroral Iebih sering terjadi pada orang dewasa

dibandingkan bayi dan anak. Pewarnaan gigi yang bersifat sementara dapat dihindari dengan

meletakkan Iarutan tersebut ke bagian belakang Iidah dengan cara tetesan.

Pemberian preparat besi parenteral

Pemberian besi secara intramuskuiar menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal. Dapat

menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan untuk menaikkan kadar Hb

tidak Iebih baik ibanding perorai.

Preparat yang sering dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 5O mg besi/ml.

Dosis dihirung berdasarkan:

Dosis besi (mg) = BB(kg) x kadar Hb yangdiinginkan (g/dl) x 2,5

Transfusi darah

Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan anemia

yang sangat erat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi respons terapi. Koreksi

anemia berat dengan transfusi tidak perlu secepatnya, malah akan membahayakan karena dapat

menyebabkan hipervolemia dan dilatasi jantung. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan

dalam jumlah yang cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu

respon terapi besi. Secara umum, untuk penderira anemia berat dengan kadar Hb < 4 g/dl hanya

diberi PRC dengan dosis 2-3 ml/kgBB persatu kali pemberian disertai pemberian diuretik seperti

furosemid. Jika terdapat gagal jantung nyata dapat dipertimbangkan pemberian transfusi tukar

menggunakan PRC yang segar.

41

Page 42: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

42

Page 43: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

PENCEGAHAN3,18

Tindakan penting yang dapat diiakukan untuk mencegah kekurangan besi pada masa

awal kebidupan:

• Meningkatkan penggunaan ASI eksklusif

• Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun sehubungan dengan risiko terjadinya

perdarahan saluran cerna yang tersamar pada beberapa bayi

• Memberikan makanan bayi yang mengandung besi serta makanan yang kaya dengan asam

askorbat (jus buah) pada saat memperkenalkan makanan padat (usia 4-6 bulan).

• Memberikan suplementasi Fe kepada bayi kurang bulan.

• Pemakaian PASl (susu formula) yang mengandung besi.

43

Page 44: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

Upaya umum untuk pencegahan kekurangan besi adalah dengan cara:

1. Meningkatkan konsumsi Fe

Meningkatkan konsumsi besi dari sumber alami terutama sumber hewani yang mudah

diserap. ]uga perlu peningkatan penggunaan makanan yang mengandung vitamin C dan A.

2. Fortifikasi bahan makanan

Dengan cara menambah masukan besi dengan mencampurkan senyawa besi kedalam

makanan sehari-hari. '

3. Suplementasi

Tindakan ini merupakan cara yang paling tepat untuk menanggulangi ADB di daerah

yang prevalensinya tinggi.

PROGNOSIS3

Prognosis baik bila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan

diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan

manifestasi klinis lainnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.

Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemuingkinan

sebagai berikut:

• Diagnosis salah

• Dosis obat tidak adekuat

• Preparat Fe yang tidalk tepat dan kadaluwarsa

• Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung menetap

• Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi (seperti: infeksi,

keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal, penyakit tiroid, penyakit karena defisiensi vitamin

B12, asam folat)

• Gangguan absorpsi saluran cerna (seperti pemberian antasid yang berlebihan pada ulkus

peptikum dapat menyebabkan pengikatan terhadap besi)

44

Page 45: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

BAB V

KESIMPULAN

Anemia defisiensi besi (Anemia Gizi) adalah suatu keadaan kadar hemoglobin di dalam

darah leih rendah daripada nilai normal. Untuk balita kadar Hb Normal adalah 12 g/dl. Adapun

kebutuhan zat besi pada anak adalah sekitar 5 – 9 mmg/hari. Menurut SKRT 1995 prevalensi

Anemia Gizi pada Balita yaitu 40,1% hal ini tergolong tingkat yang perlu mendapat perhatian

lebih dari pemerintah dan masyarakat.

Penyebab anemia Gizi pada balita sangat banyak diantaranya: Pengadaan zat besi yang

tidak cukup seperti cadangan besi yang tidak cukup. Selain itu absorbsi yang kurang karena diare

ataupun infestasi cacing yang memperberat anemia. Faktor-faktor lain turut pula mempengaruhi

seperti faktor sosial ekonomi, pendidikan, pola makan, fasilitas kesehatan dan faktor budaya.

Pengaruh Anemia pada balita diantaranya adalah penurunan kekebalan tubuh dimana terjadi

penurunan kemampuan sel humural dan seluler di dalam tubuh. Hal ini mengakibatkan balita

mudah terkena infeksi. Terhadap fungsi kognitif terjadi pula penurunan sehingga kecerdasan

anak berkurang, kurang atensi (perhatian) dan prestasi belajar terganggu. Hal ini akan

melemahkan keadaan anak sebagai generasi penerus.

Strategi penanggulangan anemia gizi meliputi strategi operasional KIE, strategi

operasioanl Suplementasi, Strategi penanggulangan anemia gizi secara tuntas hanya mungkin

kalau intervensi dilakukan terhadap sebab langsung maupun sebab mendasar.Mengingat balita

adalah penentu dari tinggi rendahnya kualitas pemuda dan bangsa kelak maka penanganan sedini

mungkin sangatlah berarti bagi kelangsungan pembangunan.7,8,19

45

Page 46: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

DAFTAR PUSTAKA

1. Bruce M. Camitta. Nelson texbook of Pediatrik”Anemia”. 17th edition. United State of

amirica;Saunders;2005

2. Sylvia A.P. Patofisiologi”Sel Darah Merah”. Edisi 6. EGC;2000

3. Hary R. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. “Anemia”. Ikatan Dokter Anak

Indonesia; 2005

4. Harr.R. Pedoman Diagnosa dan Terapi. Edsi 3.Bandung: Bagian lmu Kesehatan Anak

RSHS/FKUP;2000

5. Supandiman.I. Hematologi Klinik. “Anemia” Edisi 3. Alumni 2001

6. Depkes RI (1996) Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan masyarakat, Pedoman

Operasional Penangguklangan Anemia Gizi di Indonesia, Jakarta

7. Hoftbrandt AV, Moss PAH, Pettit JE, editor. Essential Haematology. Sm ed. UK.

Blackwell Publishing; 2006. Chapter 3, Hypochromic anaemia and iron overload; h. 28-

43 2. Brady PG. Iron deficiency anemia: a call for. South. Med. J.2007. 100(10): 966—7.

8. Shinton NK, editor. Desk Reference for Hematology. 2“d ed. New York: CRC Press;

2008. 11.531

9. Alton I. Iron Deiiciency Anemia. Pada: Stang J, Story M, editor. Guidelines for

Adolescent Nutrition Services. Minneapolis, MN: Center for Leadership, Education and

Training in Maternal and Child Nutrition, Division of Epidemiology and-Community

Health, School of Public Health, University of Minnesota; 2005.

10. WHO. Iron Deficiency Anemia. Assessment, Prevention, and Control. A Guide For

Programme Managers. 2001.

11. Killip S, Bennett IM, Chambers MD. Iron-Deficiency Anemia.Am Fam Physician. 2007

Mar l;75(5):671—78.Looker AC, Dallman PR, Carroll MD, Gunter EW, Johnson

Cl.Prevalence of iron deficiency in the United States. JAMA l997;277(12):973-76. I

12. Baker RD, Greer FR. Clinical Report Diagnosis and Prevention of lrriii Deficiency and

1ron—DeficiencyAnernia in Infants and Young Children (05 3 Years of Age).Pediatrics

Nov 2010. l26(`5) publikasi online Oct 5. 20l0;DOI: 10.1542/peds.20l0-576

46

Page 47: REFERAT Anemia Defisiensi Besi (ABDULLAH)

13. Adamson JW. iron deficiency and other hypoproliferative anemia Pada: Kasper L, et al,

editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th ed. Philadelphia. Mc—Graw Hill;

2004.

14. Andrews NC. Iron Deficiency and Related Disorders. Pada: GreerlP,et al, editor.

Wintrobe’s Clinical Hematology. I2"` ed. Philadephia Lippincott Williams & Wilkins;

2009.

15. Allen LH. Anemia and Iron Deficiency: Effects on Pregnancy Outcome. Am J Clin Nutr

2000;71(suppl);`.l 280S—4S.

47