referat anak

Upload: wisnuheripurwanto

Post on 06-Jan-2016

291 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

lalala

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANBayi dari ibu diabetes (infant of diabetic mother) telah mengalami penurunan jumlah sebanyak 30 kali lipat dalam angka morbiditas dan mortalitas karena berkembang pesatnya perawatan khusus ibu, janin dan bayi dengan diabetes dan keturunannya. Sebelum ini, angka kematian janin dan bayi baru lahir setinggi 65%.1Saat ini, 3-10% dari kehamilan dipengaruhi regulasi dan kontrol glukosa abnormal. Dari kasus ini, 80-88% berhubungan dengan kontrol glukosa abnormal atau diabetes gestasional. Pada ibu dengan diabetes sebelum kehamilan, 35% memiliki diabetes mellitus tipe I dan 65% mengalami diabetes tipe II.1Bayi yang lahir dari ibu dengan intoleransi glukosa memiliki resiko lebih tinggi morbiditas dan mortalitas terkait beberapa hal berikut berupa gangguan pernapasan (respiratory distress), abnormalitas pertumbuhan (makrosomia atau mikrosomia), hiperviskositas darah sekunder akibat polisitemia, hipoglikemia, malformasi kongenital, hipokalsemia, hipomagnesemia dan abnormalitas zat besi. Pada jangka panjang anak juga dapat mengalami peningkatan angka gangguan perkembangan dan gangguan metabolik pada usia dewasa.1Bayi-bayi dari ibu dengan diabetes ini juga biasanya lahir dengan persalinan sectio cesaria akibat bayi yang besar, kemungkinan terjadinya distosia bahu dan cedera pleksus brachialis. Ibu dengan diabetes selama kehamilannya membutuhkan pengawasan dan kontrol ketat selama kehamilannya. Dengan pemberian pelayanan antenatal dan kontrol kondisi glukosa darah yang optimal maka dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas perinatal, termasuk kejadian cacat kongenital yang mendekati angka pada kehamilan normal.1,2

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Definisi Diabetes GestasionalRegulasi glukosa maternal abnormal terjadi pada 3-10% kehamilan dengan diabetes gestasional menyumbang 90% dari seluruh kasus diabetes pada kehamilan. Namun meningkatnya kasus diabetes menyebabkan 21 juta orang memiliki beberapa bentuk diabetes sedangkan 6 juta orang lainnya memiliki diabetes yang tidak terdeteksi. Saat ini diabetes mellitus tipe II pada kehamilan sebanyak 8% dan sisanya ibu hamil dengan diabetes tipe I.2,3Diabetes mellitus gestasional didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan derajat bervariasi dengan onset atau diagnosis pertama selama kehamilan. Sebuah studi Stuebe et al. menunjukkan adanya kondisi ini berhubungan dengan disfungsi metabolik persisten pada wanita di 3 tahun setelah melahirkan, terpisah dari faktor klinis lainnya.12.2. Epidemiologi Diabetes GestasionalSaat ini 3-10% kehamilan dipengaruhi oleh regulasi dan kontrol gluksa abnormal. Dari angka ini, 80-88% berhubungan dengan kontrol glukosa abnormal atau diabetes gestasional. Ibu yang sudah menderita diabetes ternyata 35% menderita diabetes mellitus tipe I dan 65% menderita diabetes tipe II.1Menurut studi yang dilakukan oleh Ferrara A, data terbaru menunjukkan bahwa prevalensi diabetes gestasional meningkat 10-100% dalam beberapa kelompok ras/etnis selama 20 tahun terakhir. Peningkatan yang sebenarnya dalam prevalensi diabetes gestasional selain dari konsekuensinya yang merugikan bagi bayi pada masa neonatus, dapat pula berkontribusi pada pola peningkatan diabetes dan obesitas terutama bagi keturunannya. Frekuensi diabetes gestasional biasanya mencerminkan frekuensi diabetes tipe II pada populasi yang mendasarinya. Faktor resiko yang ditetapkan untuk diabetes gestasional adalah usia lanjut ibu, obesitas dan riwayat diabetes dalam keluarga. Tidak diragukan lagi terdapat perbedaan etnis dalam prevalensi diabetes gestasional di Amerika. Di Amerika, penduduk asli Amerika, Asia, Hispanik dan wanita Afrika-Amerika memiliki resiko lebih tinggi menderita diabetes gestasional dibandingkan wanita kulit putih non-Hispanik.4Di Australia, diabetes mellitus gestasional ditemukan lebih tinggi pada wanita yang negara kelahirannya adalah Cina atau India dibandingkan dengan wanita yang negara kelahirannya adalah Eropa atau Afrika Utara. Prevalensi diabetes gestasional juga lebih tinggi terjadi pada wanita asli aborigin dibandingkan dengan wanita non-aborigin. Di Eropa, diabetes gestasional lebih banyak ditemukan di kalangan wanita Asia dibandingkan wanita Eropa. Sebaliknya, telah diamati proporsi wanita hamil dengan diabetes gestasional di negara-negara Asia lebih rendah angkanya dibandingkan dengan wanita Asia yang tinggal di benua lain. Di India, wanita yang tinggal di daerah perkotaan lebih tinggi menderita diabetes gestasional dibandingkan di pedesaan.4Kecenderungan memiliki anak di usia lebih tua, epidemi obesitas dan diabetes, aktivitas fisik yang terbatas dan adopsi gaya hidup modern di negara-negara berkembang semua berkontribusi meningkatkan prevalensi diabetes gestasional. Diabetes gestasional dikaitkan dengan beberapa komplikasi perinatal serta peningkatan resiko terjadinya diabetes di kemudian hari baik bagi ibu dengan diabetes mellitus gestasional maupun bayinya maka penting dilakukan manajemen perinatal dan pencegahan diabetes postpartum. Data terbaru menunjukkan bahwa prevalensi diabetes gestasional meningkat 16-127% pada beberapa kelompok ras tertentu selama 20 tahun terakhir.4Menurut catatan CDC, prevalensi diabetes gestasional di Amerika setinggi 9.2% populasi yang berarti 1 dari 20 wanita hamil mengalami diabetes gestasional. Hal ini meningkat dari tahun 2007-2008 sebanyak 8.1% dan 2009-2010 sebesar 8.5%.4 Prevalensi diabetes gestasional sangat berkaitan dengan ras. Angka lebih tinggi pada kulit hitam, Hispanik, wanita asli Amerika, wanita Asia dibandingkan kulit putih. 1.5%-2% wanita kulit putih menderita diabetes gestasional. Sedangkan penduduk asli Amerika menderita sebanyak 15%. Diabetes gestasional pada kelompok wanita Asia, Hispanik dan kulit hitam sebanyak 5-8%. Dalam populasi resiko ini, resiko kekambuhan pada kehamilan berikutnya setinggi 68%. Sepertiga dari wanita dengan diabetes gestasional ini akan menderita diabetes mellitus dalam waktu 5 tahun setelah melahirkan dengan etnis yang berisiko tinggi setinggi 50%.3

Gambar 2. 1. Perkembangan prevalensi diabetes mellitus gestasional berdasarkan ras (Sumber: CDC)2.3. Etiologi dan PatogenesisKehamilan NormalKehamilan biasanya disertai dengan peningkatan resistensi insulin progresif yang dimulai sejak pertengahan kehamilan hingga mendekati trimester ketiga ke tingkat yang mendekati resistensi insulin pada individu dengan diabetes tipe 2. Resistensi insulin tampaknya merupakan hasil dari kombinasi peningkatan jaringan lemak ibu dan efek desensitisasi insulin dari hormon plasenta. Fakta bahwa terjadi penurunan resistensi insulin saat setelah persalinan menunjukkan bahwa kontributor utama dari keadaan resistensi ini adalah hormon plasenta. Hal yang kedua adalah bahwa sel beta pankreas biasanya meningkatkan produksi insulin untuk mengkompensasi kondisi resistensi insulin yang terjadi pada kehamilan ini. Akibatnya, perubahan sirkulasi kadar glukosa selama kehamilan tidak terlalu besar dibandingkan perubahan besar dalam sensitivitas insulin. Plastisitas kuat dari sel beta pankreas dalam produksi insulin menghadapi resistensi insulin progresif adalah ciri khas regulasi glukosa normal selama kehamilan.6

Gambar 2. 2. Hubungan insulin sensitivitas dan sekresi pada wanita dengan diabetes gestasional dan wanita normal saat trimester ketiga dan saat post-partum. Nilai diambil saat akhir dari 3 jam hiperglikemia. Tingkat sekresi insulin pre-hepatik dihitung dari insulin plasma saat stabil dan tingkat C-peptide. Indeks sensitivitas insulin dihitung dengan GIR (glucose infusion rate) saat kondisi stabil dibagi dengan konsentrasi insulin plasma saat kondisi stabil. FFM fat free mass. Pada wanita hamil, setiap kali makan menyebabkan terjadinya aksi seri kompleks hormon, termasuk kenaikan glukosa darah dan kenaikan sekunder dari insulin pankreas, glukagon, somatomedin, dan katekolamin adrenal. Penyesuaian ini memastikan suplai glukosa tersedia cukup dan tidak berlebihan untuk ibu dan janin. Dibandingkan dengan ibu tidak hamil, ibu hamil cenderung mengalami keadaan hipoglikemia (kadar gula darah rata-rata 65-75 mg/dl) di antara waktu makan dan saat tidur. Hal ini terjadi akibat fetus terus-menerus mengambil glukosa melalui plasenta dari aliran darah ibu, bahkan saat periode tidak makan. Hipoglikemia interprandial menjadi semakin jelas ketika kehamilan berlanjut dan kebutuhan glukosa oleh fetus semakin meningkat. Tingkat hormon steroid dan peptida (misalnya progesterone, estrogen, dan korionik somatotropin) meningkat secara linear sepanjang trimester kedua dan ketiga. Karena hormone ini memberikan peningkatan resistensi terhadap insulin di jaringan ketika mengalami peningkatan, maka peningkatan sekresi insulin terjadi dengan cara frekuensi makan yang meningkat selama kehamilan. Pada saat trimester ketiga kadar rata-rata insulin 24 jam 50% lebih banyak dibandingkan orang tidak hamil.3Kehamilan Diabetes Melitus GestasionalDiabetes gestasional merupakan salah satu bentuk hiperglikemia. Secara umum, hiperglikemia terjadi akibat kekurangan suplai insulin untuk memenuhi kebutuhan jaringan untuk regulasi gula darah normal. Studi yang dilakukan saat akhir kehamilan ketika kebutuhan insulin yang tinggi dan hanya berbeda sedikit dari wanita normal dan wanita dengan diabetes gestasional, secara konsisten mengungkapkan respons insulin yang menurun pada nutrien pada wanita dengan diabetes gestasional. Studi yang dilakukan sebelum atau setelah kehamilan, ketika wanita dengan riwayat diabetes mellitus gestasional sebelumnya biasanya lebih resisten insulin dibandingkan wanita normal, biasanya mengungkapkan respons insulin yang serupa dengan kedua grup atau hanya sedikit berkurang pada wanita dengan riwayat diabetes gestasional sebelumnya.6Penyebab potensial dari ketidakmampuan fungsi sel beta sangat banyak dan tidak dapat dijelaskan secara utuh dan rinci. Di luar keadaan hamil, terdapat 3 penyebab umum yang diketahui (melalui klasifikasi sebagai bentuk diabetes mellitus yang berbeda) yaitu autoimun, monogenik dan terjadi dengan latar belakang resistensi insulin. Ada bukti cukup kuat bahwa disfungsi sel beta pada diabetes gestasional dapat terjadi akibat salah satu dari ketiga penyebab tersebut.6,7a. Penyebab autoimunDiabetes mellitus tipe I terjadi akibat destruksi dari sel beta pankreas. Ini menyumbang sekitar 5-10% dari diabetes pada populasi umum. Tingkat prevalensi bervariasi sesuai etnis dengan yang tertinggi keturunan skandinavia dan terendah pada penduduk asli Amerika. Diabetes tipe I dicirikan dengan adanya penanda imun yang bersirkulasi yang ditujukan pada sel pankreas khususnya sel beta pankreas. Sebagian kecil wanita dengan diabetes gestasional (< 10% pada berbagai studi) memiliki antibodi yang serupa di dalam sirkulasinya. Walaupun studi fisiologis mengenai hal ini tidak banyak, namun wanita-wanita ini sepertinya memiliki sekresi insulin yang tidak adekuat akibat dari kerusakan autoimun dan destruksi sel beta pankreas. Tampaknya mereka memiliki diabetes tipe I yang berkembang, yang menimbulkan perhatian klinis saat skrining rutin pemeriksaan glukosa darah ketika hamil. Adanya antibodi anti-islet dan anti-GAD yang terdeteksi pada diabetes gestasional cenderung parallel dengan tren etnis pada diabetes tipe I diluar saat kehamilan.6,7b. MonogenikDiabetes mellitus monogenik telah diidentifikasi dalam 2 bentuk di luar kehamilan. Beberapa pasien mengalami mutasi autosom (pola pewarisan autosom dominan, biasanya disebut sebagai maturity-onset diabetes of the young [MODY] dengan subgenetik MODY I, MODY 2, dst.) sedangkan yang lain mengalami mutasi di DNA mitokondria yang sering disertai dengan sindrom klinis lainnya misalnya ketulian. Dalam kedua bentuk ini onset selalu terjadi pada usia muda relatif terhadap bentuk diabetes non-imun lainnya dan pasien cenderung tidak obesitas atau mengalami resistensi insulin. Kedua bentuk menunjuk pada abnormalitas regulasi massa sel beta dan fungsinya. Memang studi metabolik mendetil menunjukkan adanya sekresi insulin abnormal yang dimediasi glukosa pada beberapa bentuk MODY. Beberapa mutasi yang menyebabkan beberapa bentuk MODY telah ditemukan pada beberapa wanita dengan diabetes gestasional. Hal ini termasuk mutasi di kode genetik untuk mengkode glukokinase, hepatosit nuklear faktor 1 alfa, dan insulin promotor faktor 1. Bersama-sama, bentuk monogenik dari diabetes gestasional ini mencapai kurang dari 10% dari keseluruhan kasus diabetes gestasional. Mereka mungkin merupakan kasus diabetes yang telah ada sebelum kehamilan yang terdeteksi oleh pemeriksaan glukosa rutin selama kehamilan.6,7c. Resistensi insulinMayoritas wanita dengan diabetes gestasional memiliki disfungsi sel beta yang muncul dengan latar belakang resistensi insulin kronis. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kehamilan normal terjadi resistensi insulin yang meningkat. Resistensi insulin yang meningkat ini juga terjadi pada wanita dengan diabetes gestasional. Namun pada diabetes gestasional hal ini terjadi disertai dengan riwayat resistensi insulin kronis dimana resistensi insulin yang terjadi akibat kehamilannya itu bersifat aditif parsial. Hasilnya wanita dengan diabetes gestasional cenderung mengalami resistensi insulin yang lebih hebat dibandingkan pada kehamilan normal. Pada wanita dengan diabetes gestasional ada resistensi berlebihan terhadap kemampuan insulin untuk merangsang penggunaan glukosa dan menekan produksi glukosa dan asam lemak. Setelah melahirkan, ketika resistensi insulin yang diperoleh selama kehamilan mereda, wanita dengan diabetes gestasional berakhir rata-rata dengan resistensi insulin yang lebih tinggi dibandingkan wanita normal. Penelitian telah menunjukkan bahwa ada peningkatan leptin dan penanda inflamasi seperti TNF-alfa dan CRP dan penurunan adiponektin pada wanita diabetes gestasional. Peningkatan lemak hati dan otot ditemukan pada wanita dengan diabetes gestasional.6,7Telah lama dipikirkan bahwa wanita dengan diabetes gestasional tidak mampu meningkatkan sekresi insulin ketika dihadapkan dengan kebutuhan insulin yang meningkat yang muncul akhir kehamilan. Studi serial ternyata mengungkapkan bahwa wanita dengan diabetes gestasional dapat meningkatkan sekresi insulin secara signifikan selama beberapa minggu atau bulan dalam hubungan dengan peningkatan resistensi insulin yang diperoleh selama kehamilan. Namun kenaikan tersebut terjadi di sepanjang kurva insulin sekresi-sensitivitas yang kira-kira 50% lebih rendah (50% lebih sedikit insulin untuk setiap tingkat resistensi insulin) dibanding wanita normal. Respons jangka pendek ini tampak terjadi pada wanita dengan latar belakang kerusakan fungsi sel beta jangka panjang yang selama bertahun-tahun menyebabkan hiperglikemia dan diabetes. Studi longitudinal yang dilakukan pada wanita trimester kedua dan ketiga menunjukkan adanya kenaikan sekresi insulin dalam hubungannya dengan kenaikan resistensi insulin selama kehamilan namun peningkatan sekresi pada wanita diabetes gestasional lebih kecil dibandingkan wanita normal walaupun terdapat resistensi insulin yang lebih besar pada penderita diabetes gestasional.6,72.4. Kriteria Diagnosis Diabetes GestasionalDeteksi klinis diabetes mellitus gestasional dilakukan untuk mengidentifikasi kehamilan yang memiliki resiko tinggi morbiditas dan mortalitas perinatal. Kriteria yang saat ini direkomendasikan oleh American Diabetes Association didasarkan pada kriteria OSullivan. Deteksi diabetes gestasional yang asimptomatik melibatkan skrining penilaian resiko bagi seluruh wanita hamil saat pertama kali datang memeriksakan kehamilannya. Wanita dengan resiko tinggi sebaiknya diperiksa lebih lanjut untuk mendeteksi adanya diabetes tipe II yang tersembunyi dengan menggunakan diagnostik standard untuk diabetes. Kriteria resiko tinggi sebagai berikut3,6: Obesitas berat Diabetes gestasional pada kehamilan sebelumnya atau pernah melahirkan anak yang besar sesuai usia kehamilan Adanya glikosuria Diagnosis sindrom polikistik ovarii Riwayat kuat adanya diabetes mellitus 2 di keluargaSeluruh wanita hamil sebaiknya menjalani skrining untuk diabetes gestasional pada usia kehamilan 24-28 minggu gestasi termasuk mereka yang hasil tes sebelumnya negatif pada trimester pertama kecuali termasuk golongan resiko rendah. Untuk masuk dalam kriteria resiko rendah harus memenuhi syarat sebagai berikut.3,6 Usia < 25 tahun Berat badan normal sebelum kehamilan Anggota dari grup etnis yang memiliki resiko rendah diabetes Tidak ada anggota keluarga derajat pertama dengan diabetes Tidak ada riwayat intoleransi glukosa Tidak ada riwayat obstetrik burukTabel 1. Skrining diabetes mellitus gestasional langkah 1: penilaian resiko klinis A dan B

Pada November 2013, Endocrine Society mengeluarkan panduan terbaru mengenai kehamilan dan diabetes sebagai berikut3: Semua wanita hamil yang sebelumnya belum pernah didiagnosis diabetes harus diskrining terhadap diabetes dengan kadar plasma glukosa puasa atau Hba1c atau gula darah sewaktu saat pertama kali memeriksakan kehamilannya. Gula darah puasa > 126 mg/dl atau Hba1c > 6.5% atau gula darah sewaktu > 200 mg/dl mengindikasikan adanya diabetes sedangkan kadar gula darah puasa 92-125 mg/dl mengindikasikan adanya diabetes gestasional. Diagnosis pasti diabetes harus dikonfirmasi lagi dengan tes kedua berupa kadar gula darah puasa, gula darah sewaktu, Hba1c atau tes toleransi glukosa oral. Tes ini dilakukan ketika gejala hiperglikemia tidak ada dan harus abnormal pada hari lainnya. Wanita dengan kehamilan 24 minggu gestasi yang belum didiagnosis diabetes gestasional sebaiknya melakukan tes toleransi glukosa (OGTT) 75 gram selama 2 jam untuk menegakkan diabetes gestasional. Pada usia kehamilan 24-28 minggu hasil OGTT 75 gram selama 2 jam 153-199 mg/dl mengindikasikan diabetes gestasional sedangkan bila lebih dari 200 mg/dl adalah diabetes mellitus. Terapi awal diabetes gestasional berupa perubahan gaya hidup dengan diet dan olahraga. Bila perubahan gaya hidup tidak dapat mengontrol kadar gula maka obat-obatan harus diberikan. Wanita dengan diabetes gestasional harus menjalani OGTT ulang 6-8 minggu setelah melahirkan untuk menyingkirkan kemungkinan diabetes atau pre-diabetes. Pemeriksaan mata detil untuk retinopati diabetikum harus dilakukan pada wanita dengan diabetes tipe I atau II dan bila ditemukan harus diobati sebelum hamil.Metode terbaik untuk skrining diabetes gestasional tetap merupakan kontroversi. Metode 2-langkah direkomendasikan di Amerika. 50 gram GCT (glucose challenge test) dalam 1 jam diikuti oleh 100 gram OGTT selama 3 jam untuk mereka yang hasil skriningnya abnormal. Cara lain, wanita dengan resiko tinggi atau area dengan prevalensi resistensi insulin lebih tinggi dapat menggunakan pendekatan 1-langkah dengan menggunakan langsung OGTT 3 jam dengan 100 gram glukosa.3Sensitivitas tes glukosa tergantung dari nilai ambang batas yang digunakan pada tes challenge glukosa. Rekomendasi saat ini dari American Diabetes Association dan American College of Obstetrician and Gynecologists menilai ambang batas 140 mg/dl menghasilkan sensitivitas 80% pada deteksi diabetes gestasional sementara nilai batas 130 mg/dl menghasilkan 90% deteksi diabetes gestasional. Pada guidelines terbaru, ADA merekomendasikan penggunaan skrining 1 langkah dan 2 langkah dan mengatakan bahwa kedua tes ini merupakan skrining yang layak. Penelitian oleh Meltzer et al. menemukan bahwa skrining 2 langkah lebih superior dari 1 langkah. Tes lain seperti Hba1c ibu, gula darah sewaktu atau gula darah puasa tidak direkomendasikan karena sensitivitasnya yang rendah.3,6Tabel 2. Skrining diabetes gestasional, langkah kedua: skrining gula darah

OGTTPasien yang menjalani OGTT untuk diagnosis diabetes gestasional harus mengkonsumsi karbohidrat awal (> 150 gram karbohidrat) selama 3 hari sebelum tes dilakukan dan puasa 8-14 jam satu malam sebelum dilakukan tes. Pasien sebaiknya posisi duduk dan tidak merokok. Minimal 2 nilai glukosa yang diperlihatkan dalam tabel di bawah harus dipenuhi untuk menegakkan diagnosis diabetes gestasional.6Tabel 3. Diagnosis diabetes mellitus gestasional selama kehamilan

Pasien dengan 1 nilai abnormal pada OGTT 3 jam kemungkinan besar memiliki derajat tertentu dari intoleransi glukosa. Bila tidak diterapi lebih lanjut memiliki resiko besar melahirkan bayi makrosomia dan peningkatan morbiditas neonatal. Maka pasien dengan salah satu nilai abnormal sebaiknya menerima terapi diet dan perubahan gaya hidup.3GCTGCT (Glucose Challenge Test) dapat dilakukan pada usia kehamilan berapapun dan dapat dilakukan tanpa melihat asupan makanan terakhir (keadaan tidak puasa sebelumnya). Pada penelitian yang dilakukan Donovan et al. bahwa GCT 50 gram dan kadar gula darah puasa sangat efektif untuk menyingkirkan kemungkinan diabetes gestasional pada wanita hamil dan GCT oral juga efektif untuk mengkonfirmasi adanya diabetes gestasional.3Tabel 4. Kemungkinan diabetes pregestasional

Diabetes Tipe IBiasanya diabetes tipe I didiagnosis dengan adanya hiperglikemia, ketosis dan dehidrasi. Biasanya diabetes tipe I terdeteksi pada usia muda sebelum kehamilan sehingga jarang terdeteksi ketika wanita hamil.3Diabetes Tipe IIBiasanya sulit membedakan diabetes gestasional dari diabetes mellitus 2 yang telah ada sebelumnya atau baru muncul pada saat kehamilan. Secara konvensional, kedua diabetes ini dibedakan dari kondisi postpartum apakah keadaan diabetes menetap atau tidak. Kriteria diabetes menurut ADA 2010 antara lain memenuhi salah satu dari kriteria di bawah ini3: Hba1c > 6.5% Kadar gula darah puasa lebih dari 126 mg/dl, puasa didefinisikan tidak ada intake kalori selama minimal 8 jam OGTT 2 jam 75 gram lebih dari 200 mg/dl Gula darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl dengan gejala klasik hiperglikemia

PrediabetesPrediabetes merupakan istilah yang digunakan untuk membedakan orang yang memiliki resiko tinggi menderita diabetes pada masa akan datang. Orang dengan prediabetes memiliki kelainan toleransi glukosa dan kelainan glukosa puasa. Kelainan pada kadar gula puasa didefinisikan sebagai peningkatan kadar gula darah puasa (100-125 mg/dl) namun tidak terlalu tinggi hingga diklasifikasikan sebagai diabetes mellitus. Sedangkan kelainan toleransi glukosa merupakan keadaan dimana kadar gula darah setelah OGTT 2 jam berkisar 140-199 mg/dl namun tidak terlalu tinggi hingga dapat diklasifikasikan sebagai diabetes.32.5. TerapiTerapi diberikan bagi ibu dengan diabetes gestasional agar dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Terapi diberikan dalam bentuk diet dan obat-obatan dan bila perlu insulin. Terapi diet dengan tujuan menghindari porsi makan besar dan membagi porsi makan menjadi 6 kali sehari, 3 kali makan dan 3 kali snack. Diet diutamakan konsumsi karbohidrat kompleks dan serat misalnya kacang-kacangan dan roti gandum utuh. Karbohidrat tidak boleh melebihi 50% total jumlah konsumsi setiap harinya.3Apabila dengan pengaturan diet mengalami kegagalan dalam pengontrolan gula darah dapat diberikan obat-obatan. Obat oral pilihan bagi ibu hamil dengan diabetes adalah gliburide golongan sulfonilurea yang minimal melalui sawar plasenta sehingga aman bagi bayi dan metformin (golongan biguanide) yang telah menunjukkan keefektifan dan keamanan baik bagi ibu maupun bayi.3Insulin diberikan dengan tujuan menurunkan dan mengontrol kadar gula darah seperti pada kadar ibu hamil normal. Kadar glukosa postprandial wanita hamil normal berkisar antara 70-120 mg/dl. Pemberian insulin pada wanita hamil membutuhkan perhatian dan ketelitian dalam pemberian insulin bagi ibu hamil karena sempitnya rentang normal gula darah secara relatif pada wanita hamil. Seiring dengan berjalannya kehamilan semakin besar kebutuhan glukosa karena kebutuhan glukosa oleh fetus juga semakin besar. Hal ini menyebabkan adanya penurunan kadar gula puasa dan interprandial sehingga memperbesar resiko hipoglikemia maternal simptomatik. Pemberian insulin pada wanita hamil sebaiknya dimodifikasi dan disesuaikan dengan usia kehamilan dan dipantau secara ketat. Insulin yang biasa digunakan pada kehamilan dan telah terbukti aman adalah insulin lispro, aspart, regular dan neutral protamine hagedorn dan insulin detamir.3Perlu dilakukan pula pemeriksaan rutin berkala pada kehamilan trimester ketiga pada ibu hamil dengan diabetes gestasional untuk memantau perkembangan janin, mencegah lahir mati, mencegah asfiksia dan memantau pertumbuhan fetus.32.6. KomplikasiJika kadar insulin pankreas maternal tidak cukup maka timbul hiperglikemia maternal dan fetal. Ini bermanifestasi pada episode hiperglikemia postprandial rekuren. Keadaan hiperglikemia ini dapat membawa komplikasi baik bagi ibu maupun janin. Komplikasi pada maternal yang sering terjadi antara lain.3 Retinopati diabetikStudi prospektif menunjukkan adanya penurunan fungsi penglihatan pada ibu hamil dengan diabetes mellitus namun akan mengalami regresi parsial setelah melahirkan dan kembali ke keadaan sebelum hamil pada 6 bulan post-partum. Kelainan ginjalSecara umum pasien dengan keadaan penyakit ginjal tidak terdeteksi dapat mengalami berbagai variasi penurunan fungsi selama kehamilan. Laju aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi glomerulus meningkat 30-50% selama kehamilan, maka derajat proteinuria dapat semakin meningkat. Namun derajat perubahan fungsi ginjal tidak tergantung dari keadaan kehamilan namun lebih bergantung pada kontrol kadar glukosa darah. Peningkatan tekanan darahKomplikasi hipertensi kronis muncul pada 1 dari 10 pasien dengan diabetes gestasional. Wanita dengan diabetes gestasional lebih memiliki resiko mengidap hipertensi setelah melahirkan. Pasien dengan hipertensi kronik lebih memiliki resiko melahirkan bayi dengan berat rendah, pre-eklampsia, plasenta abruptio dan stroke maternal.Kelainan yang dapat terjadi pada bayi antara lain. KeguguranPada wanita dengan diabetes sebelum kehamilan, ada resiko 9-14% mengalami keguguran. Data menunjukkan hubungan antara kadar gula darah sebelum kehamilan dan angka keguguran. Kontrol glukosa yang tidak optimal selama kehamilan juga menaikkan angka keguguran.3 Cacat kongenitalPada populasi umum, kecacatan berkisar antara 1-2% dari populasi. Pada wanita dengan diabetes dan kontrol glukosa darah yang tidak optimal sebelum dan selama kehamilan maka kemungkinan kecacatan terjadi 4-8 kali lipat lebih besar. Dua pertiga anomali yang terjadi melibatkan sistem saraf dan kardiovaskular. Cacat saraf 16 kali lebih tinggi resikonya dengan defek tabung neural muncul 13-20 kali lebih tinggi pada kehamilan dengan diabetes, anencefali 13 kali lebih tinggi serta kelainan genitourinarius, gastrointestinal dan skeletal anomali juga lebih sering terjadi. Kelainan displasia pada kaudal 600 kali lebih tinggi pada bayi dari ibu diabetes.1,3 MakrosomiaMakrosomia muncul pada 15-45% dari kehamilan dengan diabetes. Biasanya terjadi akibat hiperglikemia maternal. Bila terjadi makrosomia biasanya bayi tampak gemuk, bengkak dan sering hipotonik.1,3 Gangguan pertumbuhan janinBayi dengan berat badan lahir di bawah persentil 10 jika dibandingkan dengan usia kehamilan pada kurva pertumbuhan standard, dikatakan sebagai kecil masa kehamilan. Hal ini dapat terjadi sebanyak 20% pada kehamilan dengan diabetes gestasional. Kelainan pada renovaskular biasanya menjadi penyebab.1,3 Gangguan pulmonerBayi dari ibu dengan diabetes gestasional lebih beresiko terjadi distres pernapasan dan dapat timbul beberapa jam setelah kelahiran dengan takipnoe, napas cuping hidung, retraksi intercostal dan hipoksia.1,3 Gangguan metabolik dan elektrolitHipoglikemia dapat muncul beberapa saat setelah lahir. Walaupun biasanya asimptomatik namun dapat ditandai dengan gelisah, iritabel, apati, tidak mau minum, tangisan nyaring, hipotonia hingga kejang. Selain itu dapat timbul hipokalsemia dan hipomagnesemia yang disebabkan keterlambatan sintesis hormon paratiroid setelah kelahiran. 65% bayi dari ibu dengan diabetes gestasional lahir dengan gangguan metabolisme besi saat lahir dengan defisiensi besi dapat mengakibatkan peningkatan resiko terjadinya gangguan perkembangan saraf.1,3 Gangguan hematologiPolisitemia dapat terjadi akibat peningkatan eritropoiesis akibat kronik hipoksia dengan klinis kemerahan, pengisian kapiler lambat atau distres pernapasan. Hiperviskositas meningkatkan resiko stroke, kejang, NEC dan thrombosis vena renalis pada bayi. Selain itu terjadi pula trombositopenia akibat inhibisi trombopoiesis karena peningkatan prekursor sel darah merah dalam sumsum tulang akibat hipoksia kronis in utero dan peningkatan konsentrasi eritropoietin. Akibat polisitemia pula dapat terjadi hiperbilirubinemia akibat pertukaran sel darah merah yang terjadi setiap hari dan dibawa menuju hepar sehingga terjadi beban bilirubin di hepar.1,3 Anomali kardiovaskularKardiomiopati dengan hipertrofi ventrikel dan obstruksi aliran keluar dapat terjadi pada 30% bayi dari ibu diabetes. Kardiomiopati dihubungkan dengan gagal jantung kongestif akibat fungsi miokardium yang lemah atau berhubungan dengan miokardium hipertrofi dengan septal hipertrofi dan aliran darah keluar yang terhambat. Selain itu bayi dari ibu dengan diabetes memiliki resiko mengalami penyakit jantung bawaan seperti VSD dan TGA.1,3Tabel 5. Morbiditas perinatal pada kehamilan dengan diabetesMorbiditasDiabetes GestationalDiabetes Tipe IDiabetes Tipe II

Hiperbilirubinemia29%55%44%

Hipoglikemia9%29%24%

Distres Respirasi3%8%4%

Takipnea transien2%3%4%

Hipokalsemia1%4%1%

Kardiomiopati1%2%1%

Polisitemia1%3%3%

BAB IIIINFANT OF DIABETIC MOTHER3.1. Keguguran dan Penyakit KongenitalKeguguranPada semua wanita dengan keadaan diabetes mellitus sebelumnya terdapat 9-14% kemungkinan keguguran. Data saat ini menunjang hubungan antara derajat kontrol glikemia sebelum kehamilan dan jumlah keguguran yang terjadi. Kontrol glikemia suboptimal telah menunjukkan tingkat keguguran yang naik dua kali lipat pada wanita dengan diabetes. Korelasi juga terjadi antara diabetes yang sudah lanjut dan angka keguguran. Pasien dengan diabetes lama dan tidak terkontrol (glikohemoglobin melebihi 11%) telah menunjukkan angka keguguran sebesar 44%. Sebaliknya, kontrol glukosa darah yang baik telah menurunkan angka keguguran menjadi normal.3Defek KongenitalDi antara populasi umum, defek kongenital terjadi pada 1-2% populasi. Pada wanita dengan diabetes dan kontrol gula darah yang buruk sebelum terjadi konsepsi, kemungkinan terjadi kelainan struktural meningkat 4 hingga 8 kali lipat. Walaupun pada awalnya laporan menunjukkan angka anomali yang terjadi sekitar 18% pada ibu hamil dengan diabetes mellitus sebelumnya, studi yang lebih baru menunjukkan bahwa ibu yang menerima manajemen agresif prekonsepsi dan saat trimester pertama melaporkan angka anomali terjadi antara 5.1 hingga 9.8%.3Dua pertiga dari anomali kelahiran melibatkan sistem kardiovaskular dan saraf. Defek tabung neural muncul 13-20 kali lebih sering pada kehamilan dengan diabetes dan kelainan genitourinarius, kelainan gastrointestinal dan anomali skeletal lebih banyak terjadi. Perlu dicatat bahwa tidak ada peningkatan defek kongenital yang muncul pada bayi dari ayah dengan diabetes atau bayi dari ibu dengan diabetes gestasional yang muncul setelah trimester satu. Ini menunjukkan bahwa kontrol glikemia perikonsepsi memainkan peranan penting pada perkembangan fetal abnormal pada wanita dengan diabetes.3Ketika frekuensi anomali kongenital pada pasien dengan glikohemoglobin normal atau tinggi pada trimester pertama dibandingkan dengan frekuensi pada pasien hamil yang sehat, angka anomali yang terjadi hanya 3.4% dengan Hba1c kurang dari 8.5%. Angka malformasi sebanyak 13.3% dilaporkan pada 105 pasien dengan diabetes namun resiko melahirkan anak cacat dapat dibandingkan dengan populasi normal ketika Hba1c kurang dari 7%. Percobaan klinis telah membuktikan bahwa penanganan metabolis intensif dengan mengontrol kadar gula darah prekonsepsi telah menghasilkan angka malformasi sama dengan populasi non-diabetik.33.2. MakrosomiaDefinisiKata makrosomia digunakan untuk mendeskripsikan neonatus dengan berat lahir berlebih. Diagnosis makrosomia fetal dapat ditegakkan hanya dengan mengukur berat badan lahir setelah bayi lahir. Makrosomia pada bayi ditemukan pada 10% dari angka kelahiran. Usaha diagnosis perinatal dari makrosomia sangat sulit dan biasanya inakurat. Makrosomia didefinisikan melalui beberapa cara termasuk berat badan lahir lebih dari 4000 gram atau lebih dari persentil 90% dibandingkan usia gestasi setelah dilakukan koreksi jenis kelamin bayi dan etnis.8

Gambar 3. 1. Bayi dengan makrosomiaPatofisiologiPatofisiologi makrosomia berhubungan dengan kondisi ibu atau bayi yang mempengaruhi perkembangan. Secara umum, diabetes yang kurang terkontrol, obesitas maternal dan penambahan berat badan maternal yang berlebihan semuanya berhubungan dengan makrosomia dan biasanya memiliki periode intermiten hiperglikemia. Hiperglikemia pada ibu menyebabkan hiperglikemia fetus akibatnya menimbulkan stimulasi pankreas untuk menghasilkan lebih banyak insulin, insulin-like growth factor, hormon pertumbuhan dan growth factors lainnya yang pada akhirnya menstimulasi pengambilan glukosa oleh hepar, sintesis glikogen, akselerasi lipogenesis dan sintesis protein. Ditemukan adanya hiperplasia dan hipertrofi sel pankreas, pertumbuhan organ fetus kecuali otak dan disposisi lemak dan glikogen pada otot-otot dan sel hepar fetus. Usia gestasi yang semakin lanjut menghasilkan berat badan lahir yang semakin besar karena proses pertumbuhan yang terus berlanjut in utero.2,8EpidemiologiVariasi persentasi makrosomia pada berbagai grup etnik yang berbeda telah diobservasi independen dari diabetes. Secara umum, wanita hispanik memiliki proporsi lebih besar melahirkan bayi makrosomia dibandingkan dengan kulit putih, Afrika-Amerika atau wanita Asia.8Morbiditas dan mortalitas makrosomia dapat dibagi menjadi maternal, fetal dan neonatal. Maternal: makrosomia berhubungan dengan insiden kelahiran cesar lebih tinggi dan laserasi jalan lahir bila lahir dengan persalinan pervaginam. Penelitian oleh Mulik et al. menunjukkan adanya peningkatan angka morbiditas maternal dengan bayi makrosomia dengan meningkatnya hemoragi postpartum (3.1%) dibandingkan ibu dengan bayi normal (1.5%). Transfusi darah dilakukan pada 15.4% ibu dengan bayi makrosomia sementara ibu dengan bayi berat normal yang membutuhkan transfusi sebanyak 3.1%.7 Neonatus: neonatus makrosom memiliki resiko lebih tinggi terjadi distosia bahu dan trauma lahir. Resiko ini berhubungan langsung dengan berat lahir dan mulai meningkat ketika berat melewati 4500 gram. Cedera pleksus brachialis jarang dengan kejadian kurang dari 2 kasus per 1000 kelahiran per vaginam. Resiko ini kira-kira 20 kali lebih tinggi pada bayi makrosomia. Mulik et al. melaporkan kejadian yang lebih tinggi perawatan NICU pada neonatus dengan berat lahir lebih dari 4000 gram (9.3% vs 2.7%).7 Fetal: ketika dihubungkan dengan diabetes, makrosomia memiliki resiko lahir mati. Lahir mati pada bayi makrosomia dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Namun, pada berat lahir lebih dari 4500 gram, angka kematian kurang dari 2 per 1000 kelahiran pada wanita non-diabetes dan sekitar 8 kematian per 1000 kelahiran pada wanita dengan diabetes. Pada berat lahir 5000 gram-5500 gram, angka kematian bayi 5-18 per 1000 kelahiran pada wanita non-diabetes dan sekitar 40 kematian per 1000 kelahiran pada wanita dengan diabetes.8Bayi laki-laki cenderung lebih banyak mengalami makrosomia dibandingkan bayi perempuan.8DiagnosisResiko antenatal dapat memprediksikan makrosomia saat lahir. Identifikasi resiko kehamilan dapat memberikan kesempatan dilakukan intervensi untuk mengurangi resiko, untuk memberikan konseling yang baik dan merencanakan pengawasan dan perawatan lebih lanjut selama kehamilan dan setelah melahirkan.8 Diabetes maternal. Pregestasional dan gestasional diabetes menyebabkan kelahiran makrosomia pada 50% kehamilan. Bayi makrosomia dari ibu diabetes menunjukkan adanya jumlah lemak total lebih besar, lipatan kulit ekstremitas atas yang lebih tebal dan ratio lingkar kepala dan abdominal dibandingkan bayi makrosom dari ibu non-diabetes Berat ibu sebelum kehamilan dapat mempengaruhi berat fetus. Wanita dengan obesitas biasanya memiliki bayi lebih besar. Penambahan berat badan selama kehamilan yang berlebihan merupakan resiko makrosomia. Usia kehamilan mempengaruhi. Semakin besar usia kehamilan maka bayi akan semakin besar. Multiparitas dan multiparitas grande meningkatkan resiko makrosomia. Riwayat makrosomia dapat mempengaruhi kehamilan masa datang. Wanita yang pernah melahirkan bayi makrosomia 5-10 kali lebih tinggi melahirkan bayi makrosomia pada kehamilan berikutnya. Bayi laki-laki lebih sering mengalami berat badan lebih besar dibandingkan bayi wanita pada usia gestasi yang sama.Hasil pemeriksaan fisik kehamilan dengan makrosomia dapat memberikan gambaran sebagai berikut.8 Obesitas ibu yang berhubungan erat dengan makrosomia fetal. Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus IMT (BMI Body Mass Index). Menurut BMI Asia Pasifik disebut sebagai overweight adalah BMI 23.0-24.9, obesitas grade I adalah 25.0-30.0 dan obesitas grade II adalah 25.0-30.0. Penambahan berat badan direkomendasikan selama kehamilan didasarkan pada panduan dari Institute of Medicine (IOM) tahun 1990. Kenaikan berat badan yang direkomendasikan 11.2-15.9 kg pada wanita dengan BMI normal, 6.8-11.2 kg pada wanita yang overweight dan 6.8 kg pada wanita yang obesitas. Kenaikan berat badan berlebih menaikkan resiko makrosomia. Pengukuran tinggi fundus kurang akurat dalam menentukan ukuran fetus karena dipengaruhi ukuran maternal, jumlah cairan amnion, keadaan kandung kemih, adanya massa pelvis, posisi fetus dan faktor lainnya. Namun secara umum, tinggi fundus lebih tinggi dari 3-4 cm menurut usia kehamilannya perlu dicari kemungkinan lainnya apakah bayi makrosomia atau ada penyebab lainnya. Leopold namun hanya memberikan gambaran kasar ukuran fetus sesuai dengan pengalaman pemeriksa.Pemeriksaan laboratoris dapat dilakukan pemeriksaan toleransi glukosa saat kehamilan 24-48 minggu gestasi, pemeriksaan neonatus untuk hipoglikemia, hiperbilirubinemia dan elektrolit pada semua bayi makrosomia. Pemeriksaan pencitraan berupa USG untuk menentukan perkiraan berat lahir fetus dapat dilakukan.8PenatalaksanaanPenanganan bayi dengan makrosomia sebaiknya dilakukan dengan melakukan operasi sectio cesaria untuk menghindari terjadinya distosia bahu, kerusakan saraf permanen dan komplikasi perdarahan dan robekan jalan lahir pada ibu. Percobaan dengan menginduksi persalinan pada usia kehamilan 36-37 minggu dapat dilakukan namun dengan resiko yang besar terjadi kegagalan induksi dan sebaiknya dilakukan dengan rencana operasi cesar sebagai cadangan. Namun seluruh bayi dengan kecurigaan makrosomia sebaiknya dilahirkan melalui sectio cesaria.8Upaya diet ibu hamil dengan resiko tinggi melahirkan bayi dengan makrosomia dapat dilakukan misalnya pada ibu dengan obesitas atau dengan diabetes mellitus. Pada ibu dengan diabetes mellitus, diet saja tidak cukup dalam mencegah kelahiran bayi makrosomia dan sebaiknya diikuti pemberian obat-obatan dan bila perlu pemberian insulin.83.3. Gangguan Pertumbuhan (Mikrosomia)Gangguan pertumbuhan intrauterin atau mikrosomia didefinisikan sebagai berat lahir di bawah persentil 10, jika dibandingkan dengan usia gestasi pada kurva pertumbuhan standard, disebut sebagai kecil masa kehamilan (KMK). Gangguan pertumbuhan fetal dapat terjadi pada 20% kehamilan diabetes dibandingkan dengan angka 10% pada fetus dari ibu tanpa diabetes. Penyebab gangguan pertumbuhan ini adalah terjadinya kelainan pada vaskular ibu yang diakibatkan oleh keadaan diabetesnya sehingga mengurangi kompetensi aliran darah plasenta yang menyebabkan bayi kekurangan nutrisi yang cukup untuk pertumbuhannya. Asfiksia perinatal ditemukan lebih banyak pada bayi yang lahir dengan gangguan pertumbuhan dan sebaiknya diantisipasi sejak sebelum kelahiran.1,2Gangguan pertumbuhan pada bayi dari ibu diabetes biasanya lebih banyak terjadi dari kehamilan ibu dengan diabetes tipe 1. Faktor prediksi paling penting pada restriksi pertumbuhan fetus adalah adanya kelainan pada sistem vaskular. Secara lebih spesifik pasien hamil dengan diabetes dan memiliki vaskulopasti renal atau retina atau hipertensi kronik lebih beresiko melahirkan bayi dengan restriksi pertumbuhan.2,3 Tatalaksana pada bayi dengan gangguan pertumbuhan sebaiknya dilakukan perawatan intensif dengan pemantauan ketat kemungkinan terjadi hipotermia, hipoglikemia, hipoksia, infeksi, gangguan elektrolit dan abnormalitas bawaan lainnya. Pemberian nutrisi secara tepat dan dini untuk menaikkan berat badan sesuai dengan usianya dianjurkan.2,33.4. Gangguan Metabolik dan ElektrolitHipoglikemiaa. Definisi dan Epidemiologi Hipoglikemia Bayi Dari Ibu DiabetesHipoglikemia terjadi pada 25-50% bayi lahir dari ibu diabetes mellitus dan 15-25% dari ibu dengan diabetes gestasional. Namun dari jumlah itu hanya sebagian kecil yang simptomatik. Titik terendah kadar glukosa bayi biasanya terjadi pada 1-3 jam setelah kelahiran dan perbaikan spontan terlihat pada jam ke4-6.2Hipoglikemia pada neonatus didefinisikan sebagai kadar glukosa plasma kurang dari 30 mg/dl pada 24 jam pertama dan kurang dari 45 mg/dl setelahnya. Sedangkan pada anak-anak hipoglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa plasma kurang dari 40 mg/dl. Bayi dengan hipoglikemia dapat asimptomatik atau timbul gejala gangguan saraf dan kardiopulmoner.9b. Etiologi dan Patogenesis Hipoglikemia Bayi Dari Ibu DiabetesKeadaan hiperglikemia ibu menimbulkan reaksi hiperglikemia pada bayi melalui transpor glukosa transplasental. Hiperglikemia menimbulkan respons hiperinsulinemia fetal. Terjadi peningkatan ambilan glukosa oleh hepar, sintesis glikogen, akselerasi lipogenesis dan sintesis protein. Ketika bayi lahir dan terpisah dari plasenta maka ambilan glukosa dari darah ibu terhenti namun tidak diikuti oleh efek proporsional dari hiperinsulinisme sehingga terjadi penurunan kadar glukosa darah pada neonatus akibat kadar insulin dalam darah tetap tinggi.2,9Insulin dan glukagon merupakan hormon penting dalam metabolisme glukosa. Ketika kadar glukosa darah meningkat, insulin disekresikan untuk menurunkan kadar glukosa darah dan memasukkan glukosa ke dalam sel otot dan hepar dan disimpan sebagai glikogen dan lemak. Ketika kadar glukosa darah menurun, glukagon disekresikan untuk menstimulasi hepar melakukan glikogenolisis yaitu memecah glikogen menjadi glukosa. Selain itu, adrenalin juga dihasilkan kelenjar adrenal membantu proses glikogenolisis dari hepar. Walaupun mungkin hiperinsulinemia merupakan penyebab utama hipoglikemia pada bayi dari ibu dengan diabetes, respons epinefrin dan glukagon yang berkurang dapat juga berkontribusi dalam proses hipoglikemia. Stress kelahiran atau trauma lahir akan memperberat keadaan hipoglikemia.1,2,9c. Manifestasi Klinis Hipoglikemia Bayi dari Ibu DiabetesHipoglikemia pada sebagian besar bayi biasanya bersifat asimptomatik dan sebagian kecil lainnya simptomatik. Onset terjadinya bervariasi dari beberapa jam setelah kelahiran hingga satu minggu setelah lahir. Gejala klinis yang dapat terjadi pada hipoglikemia neonatus antara lain1,2,3,9: Bayi bergetar, menggigil atau tremor Apatis Episode sianosis Kejang Periode apnoe atau takipnoe intermiten Tangisan lemah atau kadang tangisan nyaring Lemas atau letargi Tidak mau menyusu Dapat pula terjadi pucat, berkeringat, hipotermia hingga henti jantungSebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratoris gula darah segera 1 jam setelah kelahiran untuk menentukan apakah terjadi penurunan gula darah (< 30 mg/dl pada 24 jam pertama dan < 45 mg/dl pada hari berikutnya) pada bayi-bayi dengan resiko tinggi hipoglikemia baik tanpa atau dengan gejala klinis untuk segera melakukan intervensi.2,9d. Penatalaksanaan Hipoglikemia Bayi dari Ibu DiabetesJika kadar gula darah plasma < 36 mg/dl maka dapat dianggap memerlukan intervensi jika Glukosa plasma tetap berada pada level ini Jika tidak meningkat setelah menyusu Jika bayi memiliki tanda-tanda klinis hipoglikemiaJika kadar gula plasma 20-25 mg/dl atau kurang pemberian glukosa intravena diberikan dengan target gula darah lebih dari 45 mg/dl. Target ini merupakan batas aman terapi. Terapi sebaiknya meliputi bolus intravena dekstrosa dan infus konstan dekstrosa setelahnya. Hipoglikemia yang menetap dapat diberikan terapi tambahan hidrokortison. Pada keadaan hipoglikemia bayi perlu diberikan selimut dan penghangat bila mengalami hipotermia, dipasang pipa orogastrik bila refleks mengisap kurang dan oksigen nasal.2,9Terapi intravena segera dengan dekstrosa 10% dengan infus 2 ml/kgBB pada bayi simptomatik hipoglikemia (dekstrosa 10% memberikan 100 mg/ml glukosa maka dosis awal pemberian dekstrosa adalah 200 mg/kgBB). Pemberian dilakukan dengan bolus lambat selama 5-10 menit karena osmolaritas cairan yang tinggi. Hal ini juga menjadi perhatian pada bayi kurang dari usia 32 minggu gestasi yang rentan terjadi perdarahan intrakranial.2,9Kemudian terapi dilanjutkan dengan infus kontinyu dengan laju infus 6-8 mg/kgBB/menit setelah bolus selesai. Jika tidak dilakukan infus kontinyu maka besar kemungkinan akan terjadi rebound hipoglikemia akibat pelepasan insulin yang meningkat akibat bolus glukosa yang diberikan. Pemeriksaan gula darah berkala wajib dilakukan untuk menjadi panduan titrasi terapi dekstrosa. Apabila hasil gula darah tetap di bawah 40 mg/dl setelah terapi dekstrosa, maka dosis dapat dinaikkan 2 mg/kgBB/menit hingga keadaan euglikemia dicapai. Setelah kadar glukosa darah stabil selama 12 jam, maka infus glukosa dapat diturunkan 1-2 mg/kgBB/menit tergantung dari maintenance glukosa preprandial yang lebih dari 40 mg/dl. Bila bayi memerlukan cairan lebih dari konsentrasi D12.5 melalui vena perifer 80-100 ml/kgBB/hari maka sebaiknya dipasang kateter vena sentral untuk menghindari terjadi sklerosis vena. Pemberian makan enteral dapat mempercepat perbaikan karena kandungan protein dan lemak dalam ASI atau formula.2,9Pemeriksaan kadar gula darah sebaiknya dilakukan saat bayi lahir, setiap 1-2 jam selama 6-8 jam pertama, lalu setiap 4-6 jam hingga usia 24 jam pertama. Pemberian makanan oral harus dimulai pada usia 1-3 jam pertama dengan interval 3-4 jam selama 24-48 jam pertama kehidupan.2Gangguan ElektrolitGangguan Elektrolit Bayi dari Ibu Diabetes50% bayi dari ibu dengan diabetes mengalami hipokalsemia dengan kadar serum kalsium yang rendah (< 7 mg/dl). Hipokalsemia merupakan keadaan abnormalitas laboratoris dan klinis yang terutama sering ditemukan pada pasien pediatri dan neonatal. Hipokalsemia laboratoris biasanya asimptomatik dan terapi pada neonatus masih kontroversial. Namun pada anak dengan hipokalsemia yang dirawat di PICU memiliki angka mortalitas lebih tinggi dibandingkan anak dengan kadar kalsium normal.1,2,3,10Definisi hipokalsemia pada neonatus aterm adalah konsentrasi kalsium serum total kurang dari 8 mg/dl (< 2 mmol/L) atau pada kadar ion < 4.4 mg/dl (1.1 mmol/L). 1 mg/dl = 0.25 mmol/L. Pada anak, hipokalsemia didefinisikan konsentrasi kalsium serum total kurang dari 8.5 mg/dl atau 2.1 mmol/L.10Hipokalsemia pada bayi dari ibu diabetes ini kemungkinan terjadi akibat adanya keterlambatan sekresi hormon paratiroidisme fungsional yang hingga saat ini belum diketahui jelas patofisiologinya. Apabila dilakukan kontrol diabetes yang baik selama kehamilan, kejadian hipokalsemia menurun menjadi 5%. Gangguan elektrolit ini dapat manifest dalam beberapa jam pertama setelah kelahiran dengan gejala berupa kejang atau bayi tampak tremor atau tampak hipereksitasi walaupun letargi, hipotonia atau refleks hisap kurang dapat terjadi. Gejala yang timbul dapat menyerupai hipoglikemia dan dapat dibedakan apabila terjadi dalam waktu lebih awal merupakan akibat hipoglikemia dan apabila terjadi beberapa hari setelah lahir mungkin disebabkan hipokalsemia. Hipomagnesemia dapat juga terjadi pada bayi dengan ibu diabetes dan berhubungan dengan keadaan hipokalsemia yang terjadi.1,2,3,10Hipokalsemia dan hipomagnesemia dapat mempersulit penanganan klinis. Karena serum kalsium rendah tidak dapat dikoreksi apabila ada kadar magnesium serum yang rendah maka koreksi magnesium serum adalah langkah awal terapi hipokalsemia. Hipokalsemia simptomatik sejati sangat jarang terjadi. Biasanya gejala yang menyerupai gangguan akibat hipokalsemia merupakan akibat gangguan hipoglikemia. Kadar kalsium yang rendah dapat diterapi menggunakan kalsium glukonas yang ditambahkan ke dalam larutan infus sebanyak 600-800 mg/kgBB/hari. Terapi bolus kalsium glukonas sebaiknya dihindarkan kecuali ada aritmia jantung terjadi. Terapi bolus dapat menyebabkan bradikardia.2,3,103.5. Gangguan PulmonalHyaline Membrane Disease pada Bayi dari Ibu DiabetesBayi dari ibu non-diabetes umumnya mencapai kematangan paru pada usia gestasi 34-35 minggu. Ketika usia gestasi 37 minggu lebih dari 99% bayi baru lahir sehat telah memiliki profil paru matang yang diperiksa dengan pemeriksaan fosfolipid. Namun pada kehamilan dengan diabetes resiko distres pernapasan masih dapat terjadi pada usia gestasi 38.5 minggu.3Bayi-bayi ini memiliki kenaikan resiko sindrom distres respiratori dan dapat terlihat pada beberapa jam setelah lahir dengan takipnoe, napas cuping hidung, retraksi intercostal dan hipoksia.1,11,12Etiologi dan Patofisiologi HMD pada Bayi dari Ibu DiabetesSindrom distres respiratori yang dikenal juga sebagai hyaline membrane disease (HMD) sebenarnya muncul secara khusus pada bayi-bayi prematur namun dapat juga terjadi primer pada bayi aterm dengan kondisi stres antenatal dan perinatal. Beberapa hal yang menyebabkan distres pernapasan sering terjadi antara lain11: Bayi dari ibu diabetes Bayi yang lahir dari operasi cesar Bayi laki-laki kulit putih Bayi kembar yang lahir belakangan Bayi dengan riwayat keluarga dengan bayi HMDDefisiensi surfaktan sekunder juga dapat ditemukan pada beberapa keadaan berikut ini.11 Asfiksia intrapartum Infeksi paru (pneumonia akibat Streptococcus beta hemolitikus) Perdarahan paru Pneumonia aspirasi meconium Hypoplasia paru Toksisitas oksigen (barotrauma dan volutrauma) Hernia diafragma kongenital.Sebaliknya beberapa kondisi ini menurunkan resiko terjadinya distres pernapasan antara lain.11 Penggunaan steroid antenatal Hipertensi kronik atau hipertensi gestasional Ketuban pecah dini lama Adiksi narkotik ibuHMD terjadi akibat kekurangan suplai surfaktan. Surfaktan adalah kompleks lipoprotein terdiri dari 6 fosfolipid dan 4 apoprotein. Surfaktan yang diambil dari mamalia mengandung 70-80% fosfolipid, 8-10% protein dan 10% lipid netral terutama terdiri dari kolesterol. Di antara 4 apoprotein, protein surfaktan B (SP-B) dan SP-C adalah protein hidrofobik yang merupakan 2-4% bagian dari massa surfaktan. Keduanya bekerja memfasilitasi adsorpsi cepat dan penyebaran DPPC sebagai lapisan tunggal untuk menurunkan tegangan permukaan di pertemuan udara-cairan alveolar selama ekspirasi in vivo, yang mencegah atelektasis. Komponen pembentukan surfaktan dilakukan di apparatus Golgi retikulum endoplasma dalam sel alveolar tipe II.11,12Pada bayi dari ibu dengan diabetes, keadaan hiperinsulinemia ibu menyebabkan hiperinsulinemia fetus. Insulin yang disekresikan banyak dalam sirkulasi fetus menyebabkan inhibisi sekresi kortisol kelenjar adrenal. Penghambatan kortisol ini akan menyebabkan gangguan sintesis dan sekresi surfaktan sehingga terjadi keterlambatan pematangan paru pada bayi dari ibu dengan diabetes mellitus. Kekurangan surfaktan menyebabkan atelektasis, ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipoventilasi sehingga terjadi hipoksemia dan hiperkarbia. Kemudian terjadi asidosis yang menyebabkan vasokonstriksi pulmonal yang mengakibatkan kerusakan endotel dan integritas epitel dengan kebocoran eksudat protein dan pembentukan membran hialin.11,12,13Keadaan hipoksia, asidosis, hipotermia dan hipotensi dapat mengganggu sintesis dan sekresi surfaktan. Membran hialin dapat terbentuk dalam setengah jam setelah kelahiran. Pada bayi yang lebih besar epitelium mulai sembuh 36-72 jam setelah lahir dan surfaktan endogen mulai terbentuk. Fase perbaikan ditandai dengan regenerasi sel alveolar termasuk tipe II dan peningkatan sekresi dan sintesis surfaktan.11Gejala Klinis Distres Respirasi Bayi dari Ibu DiabetesTanda klinis distres respirasi yang terlihat adalah11 Takipnoe Grunting ekspirasi Retraksi subcostal dan intercostal Sianosis Napas cuping hidung Apnoe atau hipotermiaPenatalaksanaan Distres Respirasi Bayi dari Ibu DiabetesPenatalaksanaan bayi dengan distres pernapasan diperlukan bantuan napas dengan menggunakan continuous positive airway pressure (CPAP) pada bayi bernapas spontan segera setelah lahir sebagai alternatif dari intubasi dan pemberian surfaktan untuk meminimalisasi displasia bronkopulmoner. Pemberian kortikosteroid antenatal sebaiknya dilakukan untuk mengurangi resiko HMD dan kematian neonatal. Kortikosteroid diberikan satu kali sebagai dosis tunggal dengan betametason 12 mg. Terapi utama adalah pemberian pengganti surfaktan disertai dengan CPAP untuk mengurangi durasi dan kebutuhan penggunaan ventilasi mekanik. Terapi ini mengurangi kematian akibat HMD sebanyak 50% dan lebih unggul dibandingkan dengan penggunaan surfaktan dengan ventilator. Surfaktan diberikan dalam 2-4 dosis dengan interval 6-12 jam. Dosis sekali pemberian 50-200 mg/kgBB. Namun biasanya neonatus membutuhkan hanya 2 dosis saja. Bila dengan pemberian 1 dosis sudah mengalami perbaikan maka kemungkinan bukan sebuah distres respirasi. Pemberian surfaktan diikuti dengan CPAP dengan PEEP 3-4 cm.11,12Oksigen merupakan moda terapi pertama sebelum diberikan CPAP dan diberikan melalui nasal kanul atau sungkup untuk bayi dengan distres respirasi ringan atau setelah melepas CPAP atau ventilator. CPAP mempertahankan alveoli untuk terbuka pada akhir respirasi, mengurangi shunt paru kanan ke kiri. CPAP juga dapat digunakan setelah ekstubasi ventilator pada bayi untuk mencegah ateletaksis dan apnoe pada bayi prematur. Target terapi pada bayi dengan sindrom HMD adalah menjaga pH darah 7.25-7.4, tekanan parsial oksigen (PaO2) 50-70 mmHg dan tekanan karbon dioksida (PCO2) 40-65 mmHg.11,12Terapi suportif lainnya perlu diperhatikan dengan memantau regulasi suhu, pencegahan hipotermia, penanganan terapi cairan dan nutrisi, tanda-tanda vital dan pemberian antibiotik bila perlu. Pada bayi dengan HMD terapi cairan dilakukan dengan pemberian awal D5% atau D10% sebanyak 60-80 ml/kgBB/hari. Pantau ketat kadar gula darah, elektrolit dan fungsi ginjal. Naikkan perlahan cairan sesuai dengan usia bayi hingga 120-140 ml/kgBB/hari. Setelah stabil, nutrisi parenteral dengan asam amino dan lipid dapat diberikan dalam 24-48 jam setelah lahir. Setelah pasien dapat mentoleransi pemberian per oral, pemberian makanan (diutamakan ASI) dapat diberikan dalam jumlah kecil melalui pipa orogastrik untuk merangsang pertumbuhan saluran cerna. Penyesuaian cairan parenteral dilakukan seiring dengan bertambahnya asupan per oral.11,12Pemeriksaan analisa gas darah biasanya dilakukan pada bayi dengan HMD untuk memantau keadaan hipoksia dan terjadinya asidosis. Pemasangan saturasi oksigen (pulse oxymetry) sebagai monitor saturasi oksigen harus dilakukan dan kadar saturasi dipertahankan pada 90-95%. Foto thorax dan echocardiography dapat dilakukan untuk memantau kondisi HMD dan mencari adakah kelainan kongenital pada jantung.113.6. Gangguan HematologiKonsentrasi hemoglobin di vena sentral yang > 20g% atau nilai hematokrit > 65% menunjukkan polisitemia merupakan hal yang biasa terjadi pada bayi dari ibu dengan diabetes mellitus dan berhubungan dengan kontrol glikemia. Polisitemia dapat terjadi akibat peningkatan eritropoiesis yang dipicu oleh hipoksia fetal kronis. Hipoksia fetal terjadi akibat peningkatan metabolisme fetus akibat keadaan makrosomia. Ketika fetus bertambah besar maka metabolisme menjadi meningkat dan memicu produksi eritropoietin akibat penurunan tekanan oksigen fetus. Polisitemia pada fetus menyebabkan kondisi klinis bayi terlihat merah dengan pengisian kapiler lambat dan distres pernapasan. Hiperviskositas meningkatkan resiko bayi untuk terjadi stroke, kejang, NEC dan trombosis vena renalis.1,2,3Bayi dari ibu dengan diabetes juga rentan terjadi trombositopenia akibat trombopoiesis terhambat oleh kelebihan prekursor sel darah merah di sumsum tulang akibat kondisi hipoksia kronis.1,2,3Hiperbilirubinemia terjadi pada sekitar 25% bayi dari ibu diabetes. Penyebabnya multipel namun prematuritas dan polisitemia adalah penyebab utama. Peningkatan destruksi dari sel darah merah berkontribusi pada terjadinya jaundice dan kern ikterus. Terapi pada komplikasi ini adalah dengan fototerapi atau dapat dilakukan transfusi tukar bila diperlukan.1,33.7. Gangguan KardiovaskularKardiomiopati dengan hipertrofi ventrikel dan obstruksi aliran darah dapat terjadi pada 30% bayi dari ibu dengan diabetes. Kardiomiopati terjadi akibat gagal jantung kongestif dengan fungsi miokardium melemah atau dapat berhubungan dengan miokardium hipertrofi dengan hipertrofi septum dan obstruksi aliran darah. Selain itu, bayi dari ibu diabetes juga memiliki resiko lebih tinggi terjadinya defek jantung kongenital seperti VSD dan TGA. Jika terjadi gagal jantung kongestif atau gangguan jantung misalnya adanya murmur dengan kardiomegali maka diperlukan echocardiografi untuk menegakkan diagnosis. Penanganan bayi dengan gangguan jantung ini tidak berbeda dengan bayi dengan penyakit jantung bawaan. Penggunaan beta bloker dapat diberikan untuk mengurangi gejala.1,3

BAB IVKESIMPULANBayi dari ibu diabetes memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan bayi dari ibu non-diabetes. Ibu dengan diabetes atau dengan faktor resiko tinggi menderita diabetes gestasional sebaiknya menjalani pemeriksaan rutin dan menjalani skrining untuk mendiagnosis dini dan mendapat penatalaksanaan yang tepat pada saat kehamilan. Komplikasi dari diabetes saat kehamilan meliputi komplikasi maternal dan fetal. Ibu memiliki resiko tinggi menjalani operasi sectio cesaria, robekan jalan lahir, perdarahan postpartum dan dalam jangka panjang memiliki resiko lebih tinggi terkena diabetes mellitus setelah melahirkan.Bayi dari ibu diabetes dapat memiliki resiko lebih tinggi terjadinya komplikasi seperti keguguran, lahir mati, prematuritas, makrosomia, restriksi pertumbuhan intrauterin, cacat kongenital, hipoglikemia sesaat setelah lahir, gangguan hematologi, gangguan kardiovaskular, gangguan napas, distosia bahu, cedera pleksus brakhialis dan sebagainya. Apabila mendapat kontrol glikemia yang baik semasa kehamilan maka angka morbiditas dan mortalitas ini menurun dan hampir mencapai angka normal pada kehamilan non-diabetes lainnya.Penanganan bayi dari ibu dengan diabetes memerlukan penatalaksanaan kompleks dan menyeluruh untuk mencegah morbiditas bayi. Pemeriksaan saat bayi lahir meliputi pencegahan kelahiran makrosomia per vaginam, pemantauan dan penatalaksanaan hipoglikemia dan gangguan pernapasan, pemantauan polisitemia dan hiperbilirubinemia dan pencegahan hipotermia. Bayi dengan ibu diabetes sebaiknya menjalani perawatan intensif di ruang bayi. Bayi dari ibu diabetes saat ini sudah memiliki prognosis yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA1. Potter CF, Kicklighter SD. Infant of Diabetic Mother. Rosenkrantz T, Carter BS, Windle ML, editors. Available at http://emedicine.medscape.com/article/974230-overview#a1. Accessed February 25, 2015.2. Stoll BJ. The Endocrine System: Infant of Diabetic Mother; Hypoglycemia. Nelson Textbook of Pediatrics. Kliegnan RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, editors. 18th ed. Saunders Elsevier: Philadelphia, 2007. p: 783-5.3. Moore TR. Diabetes Mellitus and Pregnancy. Griffing GT, Khardori R, Talavera F, Warshak C, Zurawin RK, editors. Available at http://emedicine.medscape.com/article/127547-overview. Accessed February 25, 2015.4. Ferrara A. Increasing Prevalence of Gestational Diabetes Mellitus: a public health perspective. Diabetes Care. July 2007; vol. 30: p. 141-6. Available at http://care.diabetesjournals.org/content/30/Supplement_2/S141.full. Accessed February 25, 2015.5. DeSisto CL, Kim SY, Sharma AJ. Prevalence Estimates of Gestational Diabetes Mellitus in the United States, Pregnancy Risk Assessment Monitoring System (PRAMS), 2007-2010. Prev Chronic Dis. 2014; vol. 11: p. 130. Available at http://www.cdc.gov/pcd/issues/2014/13_0415.htm. Accessed February 25, 2015.6. Buchanan TA, Xiang AH. Gestational Diabetes Mellitus. J Clin Invest. March 2005; vol. 115 (3): p. 485-91. Available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1052018/. Accessed February 25, 2015.7. Thacker SM, Petkewicz KA. Gestational Diabetes Mellitus. US Pharmacist. 2009; vol. 34 (9): p. 43-8. Available at http://www.medscape.com/viewarticle/710578_2. Accessed February 25, 2015.8. Jazayeri A. Macrosomia. Isaacs C, Gaupp FB, Talavera F, editors. Available at http://emedicine.medscape.com/article/262679-overview. Accessed February 26, 2015.9. Kranmer H. Neonatal Hypoglycemia. Griffing GT, Slapper D, Windle ML, Wolfram W, editors. Available at http://emedicine.medscape.com/article/802334-overview#a0101. Accessed February 27, 2015.10. Malhotra Y, Campbell DE. Pediatric Hypocalcemia. Kemp S, Chrousos GP, Ferry RJ, Jr., Singhal A, Sinha S, Wilson TA, Windle ML, editors. Available at http://emedicine.medscape.com/article/921844-overview#a0101. Accessed February 27, 2015.11. Pramanik AK. Respiratory Distress Syndrome. Rosenkrantz T, Clark DA, Windle ML, editors. Available at http://emedicine.medscape.com/article/976034-overview. Accessed February 28, 2015.12. Haddad GG. Respiratory Tract Disorders: Respiratory Distress Syndrome (Hyaline Membrane Disease). Nelson Textbook of Pediatrics. Kliegnan RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, editors. 18th ed. Saunders Elsevier: Philadelphia, 2007. p: 731-40.13. Statham E. Infants of Diabetic Mothers. Bishop J, editor. Available at http://learnpediatrics.com/body-systems/neonate/infants-of-diabetic-mothers/. Accessed February 28, 2015.34