referat

33
REFERAT ALERGI MAKANAN Disusun oleh : KARINA LUCIA INDRIANI FAA 111 0005 Pembimbing : dr. ENNY KARYANI, Sp.A KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA RSUD dr DORIS SYLVANUS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PALANGKARAYA 2015

Upload: marta-tata-salember

Post on 18-Feb-2016

33 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

hiv pada anak

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT

REFERAT

ALERGI MAKANAN

Disusun oleh :

KARINA LUCIA INDRIANI

FAA 111 0005

Pembimbing :

dr. ENNY KARYANI, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK DAN REMAJA

RSUD dr DORIS SYLVANUS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PALANGKARAYA

2015

Page 2: REFERAT

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Karina Lucia Indriani

NIM : FAA 111 0005

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Palangkaraya

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Periode Kepaniteraan Klinik : Oktober 2015 – Desember 2015

Judul Makalah : Alergi Makanan

Diajukan : Nopember 2015

Pembimbing : dr. Enny Karyani, Sp.A

TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL :

Disetujui:

Pembimbing Materi

dr.Enny Karyani, Sp.A

ii

Page 3: REFERAT

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Karina Lucia Indriani

NIM : FAA 111 0005

Jurusan : Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Palangka Raya

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Referat “Alergi Makanan” ini benar-

benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan peniruan terhadap karya dari orang

lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang lain ditunjuk sesuai dengan cara-cara

penulisan yang berlaku. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan

bahwa dalam evidence based referat ini terdapat unsur plagiat dan bentuk-bentuk

peniruan lain yang melanggar aturan, maka saya bersedia menerima sanksi atas

perbuatan tersebut.

Palangka Raya, Nopemeber 2015

Karina Lucia Indriani

FAA 111 0005

iii

Page 4: REFERAT

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul “Alergi

Makanan” dengan tepat waktu.

Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam kepaniteraan

klinik di bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

periode Oktober-Desember 2015.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.

Enny Kariyani Sp.A selaku pembimbing serta kepada dr. Ni Made Yuliari, Sp.A,

dr.Arieta R.K,Sp. A, dr. Rurin D Septiana Sp.A M.Biomed dan dr. Citra Raditha,

Sp.A yang juga turut membimbing dan membantu penulis dalam penyusunan referat

ini.

Referat ini disusun dengan kemampuan penulis yang terbatas dan masih

banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun demi perbaikan dan kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat

bermanfaat untuk kita semua.

Palangka Raya, Nopember 2015

Karina Lucia Indriani

FAA 111 0005

iv

Page 5: REFERAT

Halaman

Lembar Pengesahan ...................................................................................................... ii

Pernyataan Keaslian Tulisan ........................................................................................ iii

Kata Pengantar ............................................................................................................. iv

Daftar Isi........................................................................................................................ v

Daftar Gambar ............................................................................................................. vii

Daftar Tabel ............................................................................................................... viii

I.PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1

II. ALERGI MAKANAN

II.1 Pengertian .......................................................................................................... 3

II.2 Etiologi ............................................................................................................... 3

II.3 Patofisiologi ...................................................................................................... 5

II.4 Fase Sensitisasi .................................................................................................. 6

II. 5 Fase Reaksi ...................................................................................................... 7

II. 5.1 Tipe reaksi cepat ........................................................................................... 9

II. 5.2 Tipe reaksi lambat ........................................................................................ 12

II. 6 Genotipe yang diturunkan .............................................................................. 12

III.7 Air susu ibu .................................................................................................... 13

II. 8 Usia saat terpapar antigen pertama kali .......................................................... 13

II. 9 Pemeriksaan Diagnostik ................................................................................. 14

II. 10 Komplikasi ................................................................................................... 18

II.11 Penatalaksaan ................................................................................................ 18

II. 12 Prognosis ...................................................................................................... 19

II. 13 Pencegahan .................................................................................................. 19

IV. PENUTUP ............................................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 22

DAFTAR ISI

v

Page 6: REFERAT

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Respon alergi .......................................................................................... 7

Gambar 2. Tes tusuk ........................................................................................... 13

Gambar 3. Tes tempel (pacth test) ........................................................................ 14

vi

Page 7: REFERAT

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1 Manisfestasi Klinis ................................................................................. 8

vii

Page 8: REFERAT

BAB I

PENDAHULUAN

Alergi makanan sebagian besar didasari reaksi hipersensitivitas tipe I. Gejala

tersering pada organ saluran napas, saluran cerna, kulit dan sistemik berupa

anafilaksis. Pemeriksaan uji kulit (+) terhadap makanan harus dilanjutkan dengan uji

eliminasi dan provokasi (baku linar). Alergi makanan lebih sering terjadi pada usia

tahun pertama kehidupan dan 2/3 akan toleran setelah eliminasi selama 1-2 tahun.

Kurang lebih 15% dari masyarakat menduga bahwa mereka alergi terhadap

salah satu makanan, padahal angka kejadian alergi makanan pada anak berkisar 6-8%

sedangkan pada dewasa 1-2%. 1 Ini disebabkan karena istilah alergi makanan sering

dipakai dalam arti yang salah atau kurang tepat. The American of Allergy and

Immunology and the National Institute of Allergy and Infectious Diseases (National

Institutes of Health=NIH) menetapkan beberapa istilah. Reaksi yang tidak diinginkan

terhadap makanan, disebut juga reaksi simpang makanan (adverse food reaction)

adalah istilah umum yang dipakai untuk menyatakan reaksi yang timbul setelah

memakan sesuatu makanan. Reaksi alergi makanan adalah reaksi simpang makanan

akibat respons imunologik yang abnormal, sedangkan intoleransi makanan akibat

mekanisme non imunologis.1

Sebagian besar alergi makanan dasarnya reaksi hipersensitivitas tipe I yang

diperankan oleh antibodi IgE spesifik. Reaksi alergi makanan dapat juga didasari oleh

non IgE, seperti pada trombositopenia akibat alergi susu sapi yang diperankan oleh

reaksi antigenantibody- dependent cytotoxic (reaksi hipersensitivitas tipe II), dan

reaksi kompleks antigen antibodi (reaksi hipersensitivitas tipe III) dan reaksi

imunologik lain seperti terdapat anti IgA gliadin antibodi pada penyakit Celiac.

Reaksi hipersensitivitas tipe lambat (reaksi hipersensitivitas tipe IV) gejalanya timbul

setelah beberapa jam sampai beberapa hari kemudian dan sering memberikan gejala

Page 9: REFERAT

pada saluran cerna. Sampai sekarang sulit membuktikan patogenesis alergi makanan

yang disebabkan hipersensitivitas tipe II dan tipe III. Diperkirakan sebagian besar

alergi makanan didasari oleh reaksi hipersensitivitas tipe I yang diperankan oleh IgE

dan reaksi hipersensitivitas tipe IV atau kombinasi dari keduanya. 2,3

Sebagian besar reaksi simpang makanan tergolong intoleransi makanan.

Contohnya kontaminasi toksik histamin yang dihasilkan ikan, toksin dari Salmonella

atau Shigella, reaksi farmakologis terhadap kafein dalam kopi, tiramin dari keju,

reaksi metabolik pada defisiensi enzim laktase dan reaksi idiosinkrasi akibat

gangguan psikis. Ternyata reaksi alergi makanan lebih sering terjadi pada usia tahun

pertama kehidupan seorang anak. Pada tulisan ini akan dibahas diagnosis dan

tatalaksana alergi makanan.

Page 10: REFERAT

BAB II

ALERGI MAKANAN

2.1 Definisi

Alergi adalah suatu perubahan daya reaksi tubuh terhadap kontak pada suatu

zat (alergen) yang memberi reaksi terbentuknya antigen dan antibodi. Namun,

sebagian besar para pakar lebih suka menggunakan istilah alergi dalam kaitannya

dengan respon imun berlebihan yang menimbulkan penyakit atau yang disebut reaksi

hipersensitivitas. Hal ini bergantung pada berbagai keadaan, termasuk pemaparan

antigen, predisposisi genetik, kecenderungan untuk membentuk IgE dan faktor-faktor

lain, misalnya adanya infeksi saluran nafas bagian atas, infeksi virus, penurunan

jumlah sel T-supresor dan defisensi IgA.3

Secara umum penyakit alergi digolongkan dalam beberapa golongan, yaitu:2,3

1. Alergi atopik : reaksi hipersensitivitas I pada individu yang secara genetik

menunjukkan kepekaan terhadap alergen dengan memproduksi IgE secara

berlebihan.

2. Alergi obat reaksi imunologi yang berlebihan atau tidak tepat terhadap obat

tertentu.

3. Dermatitiskontak : reaksi hipersenstivitas IV yang disebabkan oleh zat kimia,

atau substansi lain misalnya kosmetik, makanan, dan lain-lain.

Manifestasi klinik alergi paling sering tampak melalui 3 organ sasaran, yaitu

saluran nafas, gastrointestinal dan kulit.

Alergi makanan merupakan reaksi imun abnormal, seperti penyakit alergi lain

yang diperantarai IgE (hipersensitivas tipe I), setelah mencerna makanan spesifik.8

Antigen makanan yang dapat menyebabkan rekasi alergi, terutama adalah

Page 11: REFERAT

glikoprotein dengan berat molekul (BM) antara 15 hingga 50 kDa atau oligopeptida

dengan panjang lebih dari 8 asam amino.1

2.2 Etiologi

Ada beberapa jenis penyebab alergi yaitu :1,2

1. Defisiensi limfosit T yang mengakibatkan kelebihan IgE.

2. Kelainan pada mekanisme umpan balik mediator.

3. Faktor genetik.

4. Faktor lingkungan : debu, tepung sari, tungau, bulu binatang, berbagai jenis

makanan dan zat lain.

Penyebab alergi di dalam makanan adalah protein, glikoprotein atau

polipeptida dengan berat molekul lebih dari 18.000 dalton, tahan panas dan tahan

ensim proteolitik. Sebagian besar alergen pada makanan adalah glikoprotein dan

berkisar antara 14.000 sampai 40.000 dalton. Molekul-molekul kecil lainnya juga

dapat menimbulkan kepekaan (sensitisasi) baik secara langsung atau melalui

mekanisme hapten-carrier. Perlakuan fisik misalnya pemberian panas dan tekanan

dapat mengurangi imunogenisitas sampai derajat tertentu. Pada pemurnian ditemukan

allergen yang disebut sebagai Peanut-1 suatu glikoprotein dengan berat molekul

180.000 dalton. Pemurnian pada udang didapatkan allergen-1 dan allergen-2 masing-

masing dengan berat molekul 21.000 dalton dan 200.000 dalton. Pada pemurnian

alergen pada ikan diketahui allergen- M sebagai determinan walau jumlahnya tidak

banyak. Ovomukoid ditemukan sebagai alergen utama pada telur.2

Pada susu sapi yang merupakan alergen utama adalah Betalaktoglobulin

(BLG), Alflalaktalbumin (ALA), Bovin FERUM Albumin (BSA) dan Bovin Gama

Globulin (BGG). Albumin, pseudoglobulin dan euglobulin adalah alergen utama pada

gandum. Diantaranya BLG adalah alergen yang paling kuat sebagai penyabab alergi

makanan. Protein kacang tanah alergen yang paling utama adalah arachin dan

conarachi.2

Page 12: REFERAT

Beberapa makanan yang berbeda kadang menimbulkan gejala alergi yang

berbeda pula, misalnya pada alergi ikan laut menimbulkan gangguan kulit berupa

urtikaria, kacang tanah menimbulkan gangguan kulit berupa papula (bintik kecil

seperti digigit serangga) atau furunkel (bisul). Sedangkan buah-buahan menimbulkan

gangguan batuk atau pencernaan. Hal ini juga tergantung dengan organ yang sensitif

pada tiap individu. Meskipun demikian ada beberapa pakar alergi makanan yang

berpendapat bahwa jenis makanan tidak spesifik menimbulkan gejala tertentu.2

Timbulnya gejala alergi bukan saja dipengaruhi oleh penyebab alergi, tapi

juga dipengaruhi oleh pencetus alergi. Beberapa hal yang menyulut atau mencetuskan

timbulnya alergi disebut faktor pencetus. Faktor pencetus tersebut dapat berupa faktor

fisik seperti tubuh sedang terinfeksi virus atau bakteri, minuman dingin, udara dingin,

panas atau hujan, kelelahan, aktifitas berlebihan tertawa, menangis, berlari, olahraga.

Faktor psikis berupa kecemasan, sedih, stress atau ketakutan. Hal ini ditunjukkan

pada seorang penderita autisme yang mengalami infeksi saluran napas, biasanya

gejala alergi akan meningkat. Selanjutnya akan berakibat meningkatkan gangguan

perilaku pada penderita. Fenomena ini sering dianggap penyebabnya adalah karena

pengaruh obat.2

Faktor pencetus sebetulnya bukan penyebab serangan alergi, tetapi menyulut

terjadinya serangan alergi. Tanpa paparan alergi maka faktor pencetus tidak akan

terjadi. Bila anak mengkonsumsi makanan penyebab alergi disertai dengan adanya

pencetus maka keluhan atau gejala alergi yang timbul jadi lebih berat. Tetapi bila

tidak mengkonsumsi makanan penyebab alergi meskipun terdapat pencetus, keluhan

alergi tidak akan muncul. Hal ini yang dapat menjelaskan kenapa suatu ketika

meskipun dingin, kehujanan, kelelahan atau aktifitas berlebihan seorang penderita

asma tidak kambuh. Karena saat itu penderita tersebut sementara terhindar dari

penyebab alergi seperti makanan, debu dan sebagainya. Namun bila anak

mengkonsumsi makanan penyebab alergi bila terkena dingin atau terkena pencetus

lainnya keluhan alergi yang timbul lebih berat.2

Page 13: REFERAT

2.3 Patofisiologi

Gejala alergi timbul apabila reagin atau IgE yang melekat pada permukaan

mastosit atau basophil bereaksi dengan alergen yang sesuai. Interaksi antara alergen

dengan IgE yang menyebabkan ikat-silang antara 2 reseptor-Fc mengakibatkan

degranulasi sel dan penglepasan substansi-substansi tertentu misalnya histamin,

vasoactive amine, prostaglandin, tromboksan, bradikinin. Degranulasi dapat terjadi

kalau terbentuk ikat-silang akibat reaksi antara IgE pada permukaan sel dengan anti-

IgE. 4,5

Histamin melebarkan dan meningkatkan permeabilitas vaskular serta

merangsang kontraksi otot polos dan kelenjar eksokrin. Di saluran nafas, histamin

merangsang kontraksi otot polos sehingga menyebabkan penyempitan saluran nafas

dan menyebabkan membran saluran nafas membengkak serta merangsang ekskresi

lendir pekat secara berlebihan. Hal ini mengakibatkan saluran nafas tersumbat,

sehingga terjadi asma, sedangkan pada kulit, histamin menimbulkan benjolan

(urtikaria) yang berwarna merah (eritema) dan gatal karena peningkatan permeabilitas

pembuluh darah dan pelebaran pembuluh darah. Pada gastrointestinal, histamine

menimbulkan reflek muntah dan diare.5

2.3.1 Peran IgE

Kegagalan tubuh untuk dapat mentoleransi suatu makanan akan merangsang

imunoglobulin E (IgE), yang mempunyai reseptor pada sel mast, basofil dan juga

pada sel makrofag, monosit, limfosit, eosinofil dan trombosit dengan afinitas yang

rendah. Ikatan IgE dan alergen makanan akan melepaskan mediator histamin,

prostaglandin dan leukotrien dan akan menimbulkan vasodilatasi, kontraksi otot polos

dan sekresi mukus yang akan menimbulkan gejala reaksi hipersensitivitas tipe I. Sel

mast yang aktif akan melepaskan juga sitokin yang berperan pada reaksi

hipersensitivitas tipe I yang lambat. Bila alergen dikonsumsi berulang kali, sel

Page 14: REFERAT

mononuklear akan dirangsang untuk memproduksi histamin releasing factor (HRF)

yang sering terjadi pada seorang yang menderita dermatitis atopi. 2

2.3.2 Peran Non IgE

Banyak dilaporkan bahwa mekanisme imun yang lain. (selain reaksi

hipersensitivitas tipe I) dapat sebagai penyebab alergi makanan, namun bukti secara

ilmiah sangat terbatas. Dilaporkan bahwa penelitian membuktikan reaksi

hipersensitivitas tipe III berperan, tapi sedikit bukti yang menyokong penyakit

kompleks imun antigen makanan. Reaksi hipersensitivitas tipe IV timbul beberapa

jam kemudian, tetapi bukti yang pasti belum juga cukup.2

Respon alergi sebagian besar dimediasi oleh imunoglobulin E (IgE) yaitu

sebagai berikut:4,5

2.4. Fase sensitisasi

Alergen protein dengan berat molekul antara 5-80 kDa, dapat memasuki tubuh

melalui berbagai macam rute seperti kulit, saluran nafas, saluran pencernaan, maupun

sengatan lebah. Saat pertama kali memasuki tubuh manusia, alergen akan dijamu dan

diproses dalam endosome antigen presenting cells (APCs) pada lokasi terjadinya

kontak. APC yang mengandung alergen ini akan bermigrasi menuju organ limfe

sekunder dan mempresentasikan Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II

kepada sel limfosit T Helper yang masih polos (Th0). Kesesuaian antara reseptor Th0

dengan MHC kelas II serta tersedianya kostimulator, menyebabkan sel Th0

mengeluarkan Interleukin-4 (IL-4) yang merubah proliferasi sel Th ke arah Th2. Sel

Th2 ini akan meregulasi sel limfosit B (sel B) untuk memproduksi Imunoglobulin (Ig)

tertentu masih melalui IL-4. Pada orang dengan alergi, Th1 tidak cukup kuat

menghasilkan Interferon gamma (IFN- γ) untuk mengimbangi aktivitas dari Th2. Th2

akan aktif memproduksi IL-4 yang menyebabkan sel B menukar produksi antibodi

dari IgM menjadi IgE. IgE yang dihasilkan sebagian besar akan menempel pada

Page 15: REFERAT

reseptor IgE berafinitas tinggi (FcεRI) pada sel mast, basofil, serta eosinofil yang

aktif. 2

2.5 Fase reaksi

Pada paparan ulang, alergen akan segera bereaksi silang dengan bagian Fc

dari minimal 2 reseptor IgE yang menempel pada sel pengekspresi FcεRI. Agregasi

dari sel-sel tersebut, menginisiasi kaskade sinyal dari sel pengekspresi FcεRI yang

berujung dengan dikeluarkannya produk simpanan granul sitoplasma, sintesis, dan

sekresi mediator serta faktor pertumbuhan. Pada sel mast misalnya, beberapa menit

setelah terpapar ulang alergen, sel mast akan mengalami degranulasi yaitu suatu

proses pengeluaran isi granul ke lingkungan ekstrasel yang berupa histamin,

prostaglandin, serta sitokin-sitokin yang menimbulkan berbagai gejala klinis.4

Page 16: REFERAT

Gambar 1. Respon alergi yang diperantai IgE

Sumber: Bock SA. Prospective appraisal of complaints of adverse reaction to foods in

children during the first 3 years of life. Pediatrics 2008.1

Fase ini dimulai sekitar 2-6 jam setelah paparan alergen dan mencapai

puncaknya setelah 6-9 jam. Mediator inflamasi yang dikeluarkan dari hasil

degranulasi sel mast menarik sel T serta sel mast untuk menginduksi sel imun yang

lain seperti basofil, eosinofil, dan monosit bermigrasi ke tempat kontak. Sel-sel ini

masing-masing akan memproduksi substansi inflamasi spesifik yang mengakibatkan

aktivitas imun berkepanjangan dan kerusakan jaringan. 6

Manifestasi klinis alergi (asma, alergi makanan, alergi obat, alergi serbuk

bunga, dermatitis atopi, dll) merupakan ekspresi dari aktivitas mediator-mediator

Page 17: REFERAT

reaksi alergi (pada tabel 2) di sekitar daerah yang terpapar (terlokalisir) dan dapat

juga berlangsung sistemik. Variasi manifestasi klinis dimungkinkan pada tiap jenis

alergi dikarenakan jaringan tempat terjadinya kontak terhadap antigen yang berbeda-

beda. Namun, hal ini juga berarti dapat terjadi kesamaan manifestasi klinis antar jenis

alergi. Manifestasi yang ditimbulkan bermacam-macam : 22,5% pada saluran cerna,

20,1% pada kulit, dan 43,2% pada saluran nafas.27 Manifestasi klinis yang sering

timbul pada bayi adalah tipe cepat (dalam hitungan menit hingga 2 jam setelah

terpapar alergen) yang diperantai oleh IgE dengan gejala utama adalah ruam kulit,

eritema perioral, angioedema, urtikaria, dan anafilaksis. Bila gejala timbul lama

(dalam 1 hingga 2 minggu) setelah paparan, mengenai saluran cerna berupa kolik,

muntah, dan diare biasanya bukan diperantarai IgE.7

Tabel 1. Manifestasi Klinis

ORGAN/SISTEM

TUBUH

GEJALA DAN TANDA

1 Sistem Pernapasan Bayi lahir dengan sesak (Transient Tachipneu Of The

newborn), cold-like respiratory congestion (napas

berbunyi/grok-grok).

2 Sistem Pencernaan sering rewel/colic malam hari, hiccups (cegukan), sering

“ngeden”, sering mulet, meteorismus, muntah, sering

flatus, berak berwarna hitam atau hijau, berak timbul

warna darah. Lidah sering berwarna putih. Hernia

umbilikalis, scrotalis atau

inguinalis.

3 Telinga Hidung

Tenggorok

Sering bersin, Hidung berbunyi, kotoran hidung

berlebihan. Cairan telinga berlebihan. Tangan sering

menggaruk atau memegang telinga.

3 Sistem

Pembuluh Darah dan

jantung

Palpitasi, flushing (muka ke merahan), nyeri dada, colaps,

pingsan, tekanan darah rendah

4 Kulit Erthema toksikum. Dermatitis atopik, diapers

Page 18: REFERAT

dermatitis. urticaria, insect bite, berkeringat berlebihan.

5 Sistem Saluran Kemih Sering kencing, nyeri kencing, bed wetting (ngompol)

Frequent, urgent or painful urination; inability to control

bladder; bedwetting; vaginal discharge; itching, swelling,

redness or pain in genitals; painful intercourse.

6 Sistem Susunan Saraf

Pusat

Sensitif, sering kaget dengan rangsangan suara/cahaya,

gemetar, bahkan hingga kejang.

7 Mata Mata berair, mata gatal, kotoran mata berlebihan, bintil

pada mata, conjungtivitis vernalis.

Sumber: Bock SA. Prospective appraisal of complaints of adverse reaction to foods in

children during the first 3 years of life. Pediatrics 2008.1

2.5.1 Reaksi tipe cepat

Reaksi tipe cepat terjadi dalam hitungan menit hingga 2 jam setelah

mengkonsumsi alergen meski hanya dalam jumlah yang sedikit. Reaksi tipe cepat

ditandai dengan hasil skin prick test dan atau serum IgE yang positif terhadap

alergen.7,8

Reaksi tipe cepat terhadap alergen dapat muncul sebagai reaksi sistemik (

anafilaktik syok ) atau reaksi pada saluran cerna, kulit, dan nafas.7

Reaksi pada saluran cerna, kulit dan nafas akan dibahas lebih lanjut adalah

berikut :

a. Anafilaksis saluran cerna (non spesifik)

Alergi saluran cerna tipe cepat/anafilaksis saluran cerna (non spesifik) dapat

menimbulkan reaksi pada saluran cerna seperti muntah, mual, regurgitasi, nyeri perut,

nyeri kolik perut, dan diare. Reaksi tipe cepat pada saluran cerna bagian atas biasanya

terjadi dalam hitungan menit hingga 2 jam setelah konsumsi susu sapi sedangkan

reaksi pada saluran cerna bagian bawah ( diare ) terjadi dalam kurun waktu 2 hingga

6 jam.9

Page 19: REFERAT

b. Sindrom alergi oral

Sindrom alergi oral merupakan reaksi alergi dengan kumpulan gejala : gatal

pada bibir, lidah, langit-langit mulut, dan tenggorokan dengan atau tanpa bengkak

dan atau rasa menggelitik pada daerah tersebut. Pada anak-anak gejala yang paling

sering terlihat adalah bengkak pada bibir. Biasanya, terjadi setelah mengkonsumsi

sayuran atau buah.9

c. Rhinokonjungtivitis dan asma

Rhinokonjungtivitis dan asma dapat dialami karena konsumsi maupun

terpapar atau menghirup uap panas dari alergen. Rhinokonjungtivitis memiliki gejala

pada mata dan hidung yaitu : gatal pada daerah di sekitar mata, mata merah, berlinang

air mata , bersin-bersin, gatal pada hidung, hidung tersumbat, dan hidung meler.

Radang telinga tengah kronik serosa dapat terjadi sebagai akibat rhinitis alergika yang

kronik. Asma pada alergi dapat menampilkan gejala spasme bronkus yaitu : batuk,

mengi, sesak nafas, dan dapat juga subklinis.9

d. Urtikaria akut dan angioedema

Urtikaria akut dan angioedema terjadi beberapa saat setelah mengkonsumsi

atau mengalami kontak dengan alergen (kontak urtikaria). Urtikaria akut terjadi pada

lapisan superfisial dermis sedangkan angioedema pada lapisan dalam dermis dan

subkutan. Gambaran lesi urtikaria akut adalah sebagai berikut : lesi merah, berbatas

tegas, lebih tinggi dari kulit sekitar, lebih putih pada bagian tengah, sangat gatal, dan

hilang dalam beberapa waktu ( < dari 6 minggu). Angioedema sering muncul

bersamaan dengan urtikaria akut dan memiliki gambaran sebagai berikut : nonpiting

(cekungan dapat kembali), tidak gatal, bengkak yang berbatas tegas yang mengenai

daerah muka, tangan, pantat, dan daerah genital.10

Page 20: REFERAT

2.5.2 Reaksi tipe lambat

Reaksi tipe lambat ditandai dengan hasil skin prick test serta IgE dari alergen

yang negatif dan gejala akan timbul beberapa hari setelah mengkonsumsi alergen.

Gejala yang sering timbul adalah sebagai berikut :

a. Dermatitis/eksema atopi

Dermatitis/eksema atopi biasanya dimulai sejak anak berumur kurang dari 1

tahun yang ditandai dengan : reaksi yang terjadi lebih dari 2 jam setelah konsumsi

alergen, kronik (> 6 minggu), dengan periode kambuh (flare) dan sembuh (remisi),

lesi merah yang biasanya terdapat di sisi flexor (antecubiti, fossa poplitea,

pergelangan tangan, pergelangan kaki, dan leher), dan lesi sangat gatal.9

b. Gastroenteropati eosinofilik

Gastroenteropati eosinofilik (GE) merupakan kelompok kelainan yang

ditandai dengan berkumpulnya eosinofil secara masif pada minimal satu lapisan dari

saluran cerna. Saluran cerna yang sering terkena adalah esofagus (esofagitis

eosinofilik (EE)), rektum serta usus besar (proktokolitis eosinofilik (PE)), dan usus

halus (gastroenteritis eosinofilik (GE)). Gejala EE pada anak adalah : mual, muntah,

regurgitasi, nyeri epigastrium, susah menelan, nafsu makan menurun, impaksi

makanan, penolakan makan, berat badan susah naik,dan respon tidak baik terhadap

terapi antirefluks.32-34 PE banyak terjadi 6 bulan awal kehidupan, dengan gejala

feses anak bercampur lendir dan darah yang mengalami perbaikan klinis dengan

menghindarkan susu sapi. Sedangkan anak dengan GE mengalami gejala sebagai

berikut : mual, muntah, diare, nyeri perut, terdapat darah dalam feses, anemia

defisiensi besi, malabsorbsi, dan gagal tumbuh.8

c. Dismotil alergika

Page 21: REFERAT

Pada dasarnya semua bentuk alergi yang tidak dimediasi IgE pada saluran

cerna merupakan suatu peristiwa dismotil (terjadi gangguan dan perubahan pada

kecepatan, kekuatan, dan koordinasi pada organ saluran cerna), termasuk di dalamnya

adalah : muntah, refluks lambung-esofagus, konstipasi, kolik intestinal, dan diare.9

d. Food protein-induced enterocolitis syndrome (FPIES)

FPIES memiliki gambaran klinis terjadinya akut, onsetnya pada akhir dari

spektrum alergi susu sapi di saluran cerna, muntah proyektil berulang, gagal tumbuh,

hipotonia, pucat, dan terkadang mengalami diare 1 hingga 3 jam setelah konsumsi

susu sapi maupun susu kedelai.8,9

e. Food protein-induced enteropathy (FPIC)

Pasien dengan FPIC memiliki gambaran klinis : diare kronis, mengalami

penurunan berat badan, anemia ringan hingga sedang, hipoproteinemia, edema,

muntah dengan derajat yang bervariasi, dan menunjukkan gejala klinis akibat

intoleransi laktosa sekunder yaitu ekskoriasi daerah perianal. Diagnosa FPIC

ditegakkan dengan membuktikan terjadinya peningkatan α-1-antitripsin pada tinja

anak.9

2.7 Genotipe yang diturunkan

Orang tua yang menderita alergi merupakan determinan terkuat dari penyakit

alergi pada anak. Hal ini dikarenakan kecenderungan aktivitas faktor-faktor

modifikasi dari ekspresi genetik yang dimiliki kedua orang tua, akan diturunkan

kepada keturunannya dan menjadi cetakan perintah pada saat pemprograman

epigenetik10

Pengaruh riwayat alergi pada ibu lebih menentukan perkembangan alergi anak

daripada riwayat alergi ayah. Hal ini dikarenakan adanya interaksi imun yang lebih

Page 22: REFERAT

banyak pada saat sirkulasi materno-fetal. Pada ibu alergi, terjadi modifikasi interaksi

imun yaitu penurunan respon Th1 IFN-γ terhadap antigen bayi. Perbedaan sitokin

terjadi dan menyebabkan terlambatnya maturasi Th1 saat neonatus.46

2.8 Air susu ibu

Pemberian ASI terutama dalam 6 bulan pertama kehidupan (ASI eksklusif)

krusial dalam kejadian penyakit alergi terutama alergi makanan. Hal ini dikarenakan

kandungan Sekretori Imunoglobulin A (S-IgA) yang dimiliki ASI berperan sentral

dalam perlindungan mukosa saluran cerna bayi yang belum matur.

Bayi belum dapat memproduksi S-IgA sendiri dalam jumlah adekuat sehingga

S-IgA dari ASI merupakan sumber utama S-IgA bayi. S-IgA mencegah protein luar

lolos dari

mukosa saluran cerna dan berinteraksi dengan APCs dalam aliran darah saluran

cerna.31 ASI juga memiliki komponen CD14 terlarut (sCD14) yang memiliki peran

penting didalam kolonisasi kuman usus segera setelah kelahiran dan respon imun

adaptif terhadap kolonisasi kuman tersebut.11

Pengaruh riwayat alergi pada ibu lebih menentukan perkembangan alergi anak

daripada riwayat alergi ayah. Hal ini dikarenakan adanya interaksi imun yang lebih

banyak pada saat sirkulasi materno-fetal. Pada ibu alergi, terjadi modifikasi interaksi

imun yaitu penurunan respon Th1 IFN-γ terhadap antigen bayi. Perbedaan sitokin

terjadi dan menyebabkan terlambatnya maturasi Th1 saat neonatus.11

2.9 Usia saat terpapar antigen pertama kali

Usia bayi dikatakan sebagai faktor resiko ASS dikarenakan, dengan

bertambahnya umur, telah terjadi maturasi barier terhadap antigen makanan, sehingga

terjadi toleransi mukosa pencernaan terhadap protein susu sapi anak sebanyak 85%

pada anak 3 tahun.12

Page 23: REFERAT

2.10 Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis alergi makanan dibuat berdasarkan diagnosis klinis, yaitu anamnesa

(mengetahui riwayat penyakit penderita) dan pemeriksaan yang cermat tentang

riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak

bayi dan dengan eliminasi dan provokasi.15

Pemeriksaan yang dilakukan untuk mencari penyebab alergi sangat banyak

dan beragam. Baik dengan cara yang ilmiah hingga cara alternatif, mulai yang dari

yang sederhana hingga yang canggih. Diantaranya adalah uji kulit alergi,

pemeriksaan darah (IgE, RASt dan IgG), Pemeriksaan lemak tinja, Antibody

monoclonal dalam sirkulasi, Pelepasan histamine oleh basofil (Basofil histamine

release assay/BHR), Kompleks imun dan imunitas seluler, Intestinal mast cell

histamine release (IMCHR), Provokasi intra gastral melalui endoskopi, biopsi usus

setelah dan sebelum pemberian makanan. Selain itu terdapat juga pemeriksaan

alternative untuk mencari penyebab alergi makanan diantaranya adalah kinesiology

terapan (pemeriksaan otot), Alat Vega (pemeriksaan kulit elektrodermal), Metode

Refleks Telinga Jantung, Cytotoxic Food Testing, ELISA/ACT, Analisa Rambut,

Iridology dan Tes Nadi.14,15

Banyak kasus pengendalian alergi makanan tidak berhasil optimal, karena

penderita menghindari beberapa penyebab alergi makanan hanya berdasarkan

pemeriksaan yang bukan merupakan baku emas atau “Gold Standard”. Pemberian

obat terus menerus bukanlah jalan terbaik dalam penanganan alergi makanan. Paling

ideal adalah menghindari penyebab yang bisa menimbulkan keluhan alergi tersebut.

Pemberian obat anti alergi, anti jamur dan anti bakteri jangka panjang berarti terdapat

kegagalan dalam mengendalikan penyebab alergi makanan.

Pemeriksaan tes alergi makanan, antara lain:15,16,17

Page 24: REFERAT

1. Pengukuran kadar IgE total dan spesifik dengan menggunakan metode ELISA

atau RIA.

2. Tes provokasi dan eliminasi makanan

Tujuannya mengetahui alergi terhadap makanan tertentu.

Prosedur tes provokasi makanan dan eliminasi ini antara lain adalah sebagai

berikut:

Dapat dilakukan pada anak usia berapa pun.

Diagnosis alergi makanan dibuat berdasarkan diagnosis klinis, yaitu

anamnesis atau riwayat penyakit anak dan pemeriksaan yang cermat tentang

riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan dan tanda serta gejala alergi

makanan sejak kecil.

Selanjutnya, untuk memastikan makanan penyebab alergi,

digunakan metode Provokasi Makanan Secara Buta (Double Blind Placebo

Control Food Chalenge atau DBPCFC), yang merupakan standar baku.

Namun karena cara DBPCFC ini rumit dan butuh biaya serta waktu tidak

sedikit, beberapa pusat layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap

metode ini. Salah satunya, dengan melakukan “Eliminasi Provokasi Makanan

Terbuka Sederhana”.

Caranya: dalam diet sehari-hari anak, dilakukan eliminasi (dihindari)

beberapa makanan penyebab alergi selama 2–3 minggu. Setelah itu, bila

sudah tidak ada keluhan alergi, maka dilanjutkan dengan provokasi makanan

yang dicurigai. Selanjutnya, dilakukan diet provokasi 1 bahan makanan dalam

1 minggu dan bila timbul gejala dicatat. Disebut sebagai penyebab alergi bila

dalam 3 kali provokasi menimbulkan gejala. Tak perlu takut anak akan

kekurangan gizi, karena selain eliminasi diet ini bersifat sementara, anak

dapat diberi pengganti makanan yang ditiadakan yang memiliki kandungan

nutrisi setara.16

3. Tes kulit untuk alergi, antara lain:17

Page 25: REFERAT

a. Tes tusuk (Prick Test)

Cara melakukannya adalah:

1. Tes dilakukan di kulit lengan bawah sisi dalam. Kulit diberi alat khusus

disebut ekstrak alergen yang diletakkan di atas kulit dengan cara

diteteskan. Ekstrak alergen berupa bahan-bahan alami, misalnya berbagai

jenis makanan, bahkan tepung sari.

2. Tidak menggunakan jarum suntik biasa tetapi menggunakan jarum

khusus, sehingga tidak mengeluarkan darah atau luka, serta tidak

menyakitkan.

3. Hasil tes diketahui dalam 15 menit. Bila positif alergi terhadap alergen

tertentu, akan timbul bentol merah yang gatal di kulit.

4. Tes ini harus dilakukan oleh dokter yang betul-betul ahli di bidang alergi-

imunologi karena tehnik dan interpretasi (membaca hasil tes) lebih sulit

dibanding tes lain.

Gambar 2. Tes tusuk (Skin prick test)

Hasil tes negatif apabila tidak ada bentol atau eritema atau hasil tes sama

dengan kontrol

Hasil tes positif apabila terjadi bentul atau eritema

Page 26: REFERAT

o Positif 1 : bila didapatkan tidak ada bentul dan diameter eritema <

20 mm.

o Positif 2 : bila didapatkan tidak ada bentul dan diameter eritema >

20 mm.

o Positif 3 : bila didapatkan bentul dan eritema.

o Positif 4 : bila didapatkan dengan psudopodia.

b. Tes tmpel (Patch Test)

1. Dua hari sebelum tes, anak tidak boleh melakukan aktivitas yang

berkeringat atau mandi. Punggungnya pun tidak boleh terkena gesekan

dan harus bebas dari obat oles, krim atau salep.

2. Tes akan dilakukan di kulit punggung. Caranya, dengan menempatkan

bahan-bahan kimia dalam tempat khusus (finn chamber) lalu ditempelkan

pada punggung anak. Selama dilakukan tes (48 jam), anak tidak boleh

terlalu aktif bergerak.

3. Hasil tes didapat setelah 48 jam. Bila positif alergi terhadap bahan kimia

tertentu, di kulit punggung akan timbul bercak kemerahan atau melenting.

Gambar 3. Tes tempel (patch test)

Tes negatif bila tidak ada reaksi terhadap zat yang ditempati yang

menunjukkan alergi.

Page 27: REFERAT

Hasil tes positif

o Positif 1 : bila ada eritema.

o Positif 2 : bila ada eritema dan papula.

o Positif 3 : bila ada eritema, papula dan vesikuler.

c. Tes hidung

Hasil tes positif bila dalam beberapa menit timbul bersin-bersin, pilek, hidung

tersumbat, kadang-kadang batuk, pada mukosa hidung tampak bengkak.

d. Tes provokasi bronkial

Tes yang sering dipakai adalah tes kegiatan jasmani, tes inhalasi antigen, tes

inhalasi metakolin, tes inhalasi histamin.

4. Pengukuran kadar histamin dalam darah atau urin dengan metode ELISA atau

HPLC.

5. Analisis immunoglobulin serum dapat menunjukkan peningkatan basophil dan

eosinofil.

6. Biopsy usus

7. Foto thorax

Untuk melihat komplikasi asma dan sinus paranasal untuk mengetahui

komplikasi rinitis.

8. Spirometri

Untuk menentukan obstruksi saluran nafas baik beratnya maupun reversibilitas.

2.11 Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan adalah terjadinya gangguan pertumbuhan

: malnutrisi, berat badan sulit naik, kesulitan makan berulang dan lama. Kadangkala

juga bias terjadi sebaliknya yaitu menimbulkan kegemukan. Sedangkan komplikasi

yang cukup mengganggu adalah adanya gangguan perkembangan berupa gangguan

belajar, gangguan pemusatan perhatian, gangguan emosi, agresif, keterlambatan

bicara, keterlambatan bicara, bahkan dapat memicu atau memperberat gejala autisme.

Page 28: REFERAT

2.12 Penatalaksanaan

1. Terapi ideal adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab dan

eleminasi.17

2. Terapi simtomatis dilakukan melalui pemberian :17

a) Antihistamin dan obat-obat yang menghambat degranulasi sel mast dapat

mengurangi gejala-gejala alergi.

- Dosis Cetirizine pada Dewasa dan anak > 12 tahun : 5-10 mg sekali sehari, tergantung pada beratnya gejala. Usila: 5-10 mg sekali

sehari.

- Dosis Cetirizine pada Anak-anak 6-11 tahun :

5-10 mg sekali sehari, tergantung beratnya gejala.

- Dosis Obat cetirizine Anak-anak 2-5 tahun :

Awal, 2.5 mg (½ sendok teh atau 2.5 ml sirup) sekali sehari. Dapat

ditingkatkan hingga 5 mg (1 sendok teh atau 5 ml) sekali sehari atau 2.5 mg

(½ sendok teh atau 2.5 ml) setiap 12 jam.

- Dosis Cetirizine pada Anak-anak dan bayi 6-23 bulan :

Gunakan sirup 2.5 mg (½ sendok teh atau 2.5 ml) sekali sehari.

b) Kortikosteroid yang dihirup bekerja sebagai obat peradangan dan dapat

mengurangi gejala suatu alergi.

3. Untuk gejala yang berat dan lama, bila terapi lain tidak memuaskan dilakukan

imunoterapi melalui, terapi desensitisasi berupa penyuntikan berulang

allergen dalam jumlah yang kecil dapat mendorong pasien membentuk

antibody IgG terhadap alergen.

2.13 Prognosis

Page 29: REFERAT

Meskipun tidak bisa hilang sepenuhnya, tetapi alergi makanan biasanya

akan membaik pada usia tertentu. Setelah usia 2 tahun biasanya imaturitas saluran

cerna akan membaik. Sehingga setelah usia tersebut gangguan saluran cerna karena

alergi makanan juga akan ikut berkurang. Bila gangguan saluran cerna akan membaik

maka biasanya gangguan perilaku yang terjadipun akan berkurang. Selanjutnya pada

usia di atas 5 atau 7 tahun alergi makananpun akan berkurang secara bertahap.

Meskipun alergi makanan tertentu biasanya akan menetap sampai dewasa, seperti

udang, kepiting atau kacang tanah.17

2.14 Pencegahan

Pencegahan alergi makanan terbagi menjadi 3 tahap, yaitu pencegahan primer,

sekunder dan tersier:17

1. Pencegahan Primer bertujuan untuk menghambat sesitisasi imunologi oleh

makanan terutama mencegah terbentuknya Imunoglobulin E (IgE).. Pencegahan ini

dilakukan sebelum terjadi sensitisasi atau terpapar dengan penyebab alergi. Hal ini

dapat dilakukan sejak saat kehamilan.

2. Pencegahan sekunder bertujuan untuk mensupresi (menekan) timbulnya penyakit

setelah sensitisasi. Pencegahan ini dilakukan setelah terjadi sensitisasi tetapi

manifestasi penyakit alergi belum muncul. Keadaan sensitisasi diketahui dengan cara

pemeriksaan IgE spesifik dalam serum darah, darah tali pusat atau uji kulit.

3. Pencegahan tersier, bertujuan untuk mencegah dampak lanjutan setelah timbulnya

alergi. Dilakukan pada anak yang sudah mengalami sensitisasi dan menunjukkan

manifestasi penyakit yang masih dini tetap[i belum menunjukkan gejala penyakit

alergi yang lebih berat. Saat tindakan yang optimal adalah usia 6 bulan hingga 4

tahun.

Kontak dengan antigen harus dihindari selama periode rentan pada bulan-

bulan awal kehidupan, saat limfosit T belum matang dan mukosa usus kecil dapat

ditembus oleh protein makanan. Ada beberapa upaya pencegahan yang perlu

diperhatikan supaya anak terhindar dari keluhan alergi yang lebih berat dan

Page 30: REFERAT

berkepanjangan dikemudian hari :

Hindari atau minimalkan penyebab alergi sejak dalam kandungan, dalam hal ini oleh

ibu. Bila ibu hamil didapatkan gerakan atau tendangan janin yang keras dan

berlebihan pada kandungan disertai gerakan denyutan keras (hiccups/cegukan)

terutama malam atau pagi hari, maka sebaiknya ibu harus mulai menghindari

penyebab alergi sedini mungkin mendapat makanan pada usia 6 bulan mempunyai

angka kejadian dermatitis alergi yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang

mulai mendapat makanan tambahan pada usia 3 bulan.

Hindari paparan debu di lingkungan seperti pemakaian karpet, korden tebal, kasur

kapuk,

Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dapat mencegah resiko alergi pada

bayi. Bila bayi minum ASI, ibu juga hindari makanan penyebab alergi. Makanan

yang dikonsumsi oleh ibu dapat masuk ke bayi melalui ASI. Terutama kacang-

kacangan, dan dipertimbangkan menunda telur, susu sapi dan ikan. Meskipun masih

terdapat beberapa penelitian yang bertolak belakang tentang hal ini.17

BAB III

Page 31: REFERAT

PENUTUP

Kesimpulan

1. Alergi makanan merupakan reaksi imun abnormal, seperti penyakit alergi lain

yang diperantarai IgE (hipersensitivas tipe I) setelah mencerna suatu makanan

spesifik

2. Pemeriksaan diagnostik Gold Standart untuk alergi makanan adalah “uji

provokasi makanan dan eliminasi”.

3. Terapi ideal adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eleminasi

dan terapi simtomatis dilakukan melalui pemberian antihistamin dan obat-obat

yang menghambat degranulasi sel mast dapat mengurangi gejala-gejala alergi

dan melalui pemberian kortikosteroid yang dihirup bekerja sebagai obat

peradangan dan dapat mengurangi gejala suatu alergi.

Page 32: REFERAT

DAFTAR PUSTAKA

1. Bock SA. Prospective appraisal of complaints of adverse reaction to foods in

children during the first 3 years of life. Pediatrics 2008; 79:683-8.

2. Burks Wesley A. Childhood food allergy. Immunol and Allergy Clin North Amer

1999; 19:397-407.

3. Sampson HA. Food allergy. JAMA 1997; 278:1888-94.

4. Siregar P Sjawitri. Faktor atopi dan asma bronkial pada anak. Dipresentasikan pada

simposium alergi saluran napas pada anak informasi terkini. Jakarta, Oktober 1999.

5. Siregar P Sjawitri, Ida Mardiati, Akib Arwin. Cows milk allergy. Paediatr Indones

1999; 39:83-7.

6. Bruno LB. Prophylaxis of cow’s milk allergy. Pediatr Allergy Immunol 1997: 8

(suppl 10): 11-5.

7. Hill DJ, Hasking CS. Emerging disease profiles in infants and young children with

food allergy. Pediatr Allergy Immunol 1997: 8 (suppl 10): 21-26.

8. Broadbent JB. Diagnosis and management of food hypersensitivity. Immunol and

Allergy Clin North Amer 1999; 19:463-77.

9. Bock SA, Lee W, Remigio L, dkk,. Studies of hypersensitivity reactions to food in

infants and children. J Allergy Clin Immunol 1983; 71:473-80.

10. Borkowski TA, Eigenmann PA, Sicherer SH, dkk,. Prevalence of IgE-mediaated

food allergy among children with atopic dermatitis. J Allergy Clin Immunol 1998;

101:s241.

11. Burks AW, James JM, Hiegel A, dkk,. Atopic dermatitis and food

hypersensitivity reactions. J Pediatr 1998; 132:132-6.

12. Siregar P Sjawitri, Bambang Madiyono, Amar W Adisasmito. Risk factors of

respiratory allergy among children with atopic dermatitis. Paediatr Indones 1999;

39:134-44.

13. Iacono G, Carroccio A, Cavataio F, dkk,. Chronic constipation as symptom of

Page 33: REFERAT

cow milk allergy. J Pediatr 1995; 126:34-9.

14. Onorato J, Merland N, Terral C, dkk,. Placebo controlled double-blind food

challenges in asthma. J Allergy Clin Immunol 1986; 78:1139-49.

15. Yungyinger JW, Sweeney KG, Sturner WQ, dkk,. Fatal food-induced

anaphylaxis. JAMA 1988; 260:1450-2.

16. Bock SA, Sampson HA. Food allergy in infancy. J Pediatr Clin North Am 1994;

41:1047-67.

17. Sampson HA, Albergo R. Comparison of results of skin tests, RAST, and double-

blind placebo-controlled food chaallenges in children with atopic dermatitis. J

Allergy Clin Immunol 1984; 74:26-33.