refarat hypochondriasis.docx

18
HIPOKONDRIASIS I. PENDAHULUAN Somatoform berasal dari bahasa Yunani soma artinya tubuh; dan gangguan somatoform adalah kelompok penyakit yang luas dan memiliki tanda serta gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utama. Gangguan ini mencakup interaksi pikiran-tubuh. [1] Gangguan somatoform dalam Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders, Edisi keempat (DSM-IV-TR) merupakan kelas diagnosis utama yang mengelompokkannya sebagai kondisi yang ditandai dengan gejala fisik tetapi tidak dapat sepenuhnya dijelaskan oleh kondisi medis secara umum atau efek langsung dari sebuah zat. [wiley] Ciri utama gangguan somatoform (F45) menurut PPDGJ- III adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medic, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem

Upload: meysiek

Post on 23-Nov-2015

12 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

HIPOKONDRIASIS

I. PENDAHULUANSomatoform berasal dari bahasa Yunani soma artinya tubuh; dan gangguan somatoform adalah kelompok penyakit yang luas dan memiliki tanda serta gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utama. Gangguan ini mencakup interaksi pikiran-tubuh. [1] Gangguan somatoform dalam Diagnostic and Statistical manual of Mental Disorders, Edisi keempat (DSM-IV-TR) merupakan kelas diagnosis utama yang mengelompokkannya sebagai kondisi yang ditandai dengan gejala fisik tetapi tidak dapat sepenuhnya dijelaskan oleh kondisi medis secara umum atau efek langsung dari sebuah zat. [wiley]Ciri utama gangguan somatoform (F45) menurut PPDGJ-III adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medic, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala anxietas dan depresi. [ppdgj] Konsep gangguan somatoform harus dibedakan dari konsep tradisional psikosomatik dan somatisasi. Psikosomatik dihubungkan dengan perubahan struktur atau fisiologis diperkirakan berasal dari faktor psikologik. Gangguan somatoform dalam DSM-IV, tidak ada bukti perubahan struktur dan fisiologis. Psikosomatik klasik oleh Alexander (1950) mencakup asma bronkial, colitis ulseratif, tirotoksikosis, hipertensi esensial, artritis rheumatoid, neurodermatitis, dan ulkus peptikum. Pada DSM-IV, kebanyakan dari penyakit ini akan didiagnosis sebagai kondisi medis umum pada Axis III, dan pada beberapa kasus dengan tambahan faktor psikologik mempengaruhi kondisi medis pada Axis I. [wiley]DSM-IV-TR memasukkan lima gangguan somatoform spesifik : (1) gangguan somatisasi, ditandai dengan banyak keluhan fisik yang mengenai banyak sistem organ; (2) gangguan konversi, ditandai dengan satu atau dua keluhan neurologis; (3) hipokondriasis, ditandai dengan lebih sedikit fokus gejala daripada keyakinan pasien bahwa mereka memiliki suatu penyakit spesifik; (4) gangguan dismorfik tubuh, ditandai dengan keyakinan yang salah atau persepsi yang berlebihan bahwa suatu bagian tubuhnya cacat; dan (5) gangguan nyeri, ditandai dengan gejala nyeri yang hanya disebabkan, atau secara signifikan diperberat faktor psikologis. DSM-IV-TR juga memiliki dua kategori diagnostic sisa untuk gangguan somatoform: (1) gangguan somatoform yang tidak terinci, mencakup gangguan somatoform yang tidak dapat dijelaskan, telah ada selama 6 bulan atau lebih, dan (2) gangguan somatoform yang tidak tergolongkan, merupakan kategori untuk keadaan yang tidak memenuhi diagnosis gangguan somatoform yang telah disebutkan di atas. [1]Hipokondriasis didefinisikan sebagai preokupasi seseorang mengenai rasa takut menderita, atau yakin memiliki penyakit berat. Rasa takut atau keyakinan ini muncul ketika seseorang salah menginterpretasikan gejala atau fungsi tubuh. Istilah hipokondriasis berasal dari istilah medis kuno hipokondrium (di bawah rusuk) dan mencerminkan keluhan abdomen yang lazim ada pada banyak pasien dengan gangguan ini. [1] Hipokondriasis dikarakteristik oleh keyakinan yang persisten akan adanya satu atau lebih penyakit fisik serius yang didasari adanya gejala, walaupun pemeriksaan dan investigasi ulang menunjukkan tidak ada penjelasan yang adekuat. [evidence based]. Preokupasi pasien mengakibatkan distress yang signifikan pada mereka dan mengganggu kemampuan mereka berfungsi dalam peran pribadi, sosial, maupun pekerjaan. [1]

II. EPIDEMIOLOGISuatu studi melaporkan prevalensi 6 bulan hipokondriasis sebanyak 4 hingga 6 persen di populasi klinik medis umum, tetapi mungkin dapat setinggi 15 persen. [1] Menurut tinjauan oleh Kellner (1991), 10-20% dari orang normal dan 45% dari orang neurotic memiliki kekhawatiran intermitten yang tidak berdasar tentang penyakit, dengan 9% pasien meragukan jaminan yang diberikan oleh dokter. Kellner juga memperkirakan bahwa 50% dari semua pasien yang datang ke klinik dokter menderita gejala primer hipokondriakal atau memiliki gangguan somatik minor dengan hipokondriakal. [wiley]Hipokondriasis lebih sering terjadi pada laki-laki atau setidaknya laki-laki dan perempuan secara setara dapat mengalami hipokondriasis. Hal ini berbeda dengan gangguan somatoform yang lain, di mana lebih sering terjadi pada perempuan. Walaupun awitan gejala dapat terjadi pada usia berapapun, gangguan ini paling lazim timbul pada orang berusia 20 hingga 30 tahun. Gangguan hipokondriakal primer lebih sering terjadi pada kelas sosial yang rendah, orang muda, orang lanjut usia, orang Yahudi dan orang-orang yang berhubungan dengan penyakit, termasuk mahasiswa kedokteran. Keluhan hipokondriak dilaporkan terjadi pada kira-kira 3 persen mahasiswa kedokteran biasanya dalam 2 tahun pertama, tetapi umumnya hanya terjadi sementara/singkat. [1,evidence based]

III. ETIOLOGISejumlah data menunjukkan bahwa orang dengan hipokondriasis memperkuat ssensasi somatiknya; mereka memiliki ambang yang lebih rendah daripada biasanya dan toleransi yang lebih rendah terhadap ketidaknyamanan fisik. Contohnya, yang orang normal anggap sebagai tekanan abdomen, orang yang hipokondriasis meraasakannya sebagai nyeri abdomen. Mereka dapat berfokus pada sensasi tubuh, salah menginterpretasi, dan menjadi waspada terhadapnya karena skema kognitif yang salah. Teori kedua adalah bahwa hipokondriasis dapat dimengerti dalam hal model pembelajaran sosial. Gejala hipokondriasis dipandang sebagai permintaan untuk masuk ke dalam peran sakit sebagai pelarian yang memungkinkan pasien menghindari masalah yang tampaknya tidak dapat diselesaikan atau terlalu berat.Teori ketiga adalah bahwa hipokondriasis merupakan suatu bentuk varian gangguan jiwa lain, diantaranya yang paling sering adalah gangguan depresif dan gangguan ansietas. Perkiraan 80 persen pasien dengan hipokondriasis dapat memiliki gangguan ansietas atau depresif secara bersamaan.Teori keempat menurut pemikiran psikodinamik, yaitu keinginan agresif dan permusuhan terhadap orang lain diubah (melalui represi dan displacement) menjadi keluhan fisik. Kemarahan pasien dengan hipokondriasis terhadap hadap orang lain diubah (melalui represi dan displacement) menjadi keluhan fisik. Kemarahan pasien dengan hipokondriasis berasal dari kekecewaan, penolakan, dan kehilangan yang dialami di masa lalu, tetapi pasien mengekspresikan kemarahannya dengan meminta tolong dan perhatian orang lain serta kemudian menolaknya karena dianggap tidak efektif. Hipokondriasis juga dipandang sebagai pertahanan melawan rasa bersalah, rasa keburukan alami, dan ekspresi rendahnya harga diri, serta tanda kepedulian diri yang berlebihan.[1]Adapula teori lain menurut studi dapat menjadi etiologi dari hipokondriasis:1. KepribadianHipokondriasis dihubungkan dengan dimensi kepribadian dari afektivitas negative. Seseorang dengan afektivitas negatif yang tinggi secara konsisten mengalami tingkat distress dan ketidakpuasan yang tinggi. Mereka berfokus pada aspek negatif dari diri mereka dan hal-hal lainnya. Mereka selalu waspada dan cenderung melaporkan sensasi-sensasi yang dirasakan dan khawatir mengenai implikasi dari gejala yang dirasakan. Pasien hipokondriakal lebih cenderung untuk memiliki karakteristik kepribadian abnormal dibandingkan pasien non-hipokondriakal. Contohnya, Barsky dkk melaporkan bahwa hampir dua pertiga dari pasien dinilai terdapat gangguan kepribadian dibandingkan dengan 17 persen dari control. Kecenderungan premorbid ke arah kekhawatiran tentang penyakit, perhatian terhadap gejala somatic, dan kecemasan telah dicatat oleh berbagai penulis.2. Lingkungan masa kanak-kanakBeberapa faktor masa kanak-kanak penting dalam perkembangan somatisasi dan hipokondriasis saat dewasa. Penelitian telah menunjukkan lingkungan awal yang kurang baik di antara pasien dengan gejala somatik yang tidak dapat dijelaskan, dan Barsky dkk menunjukkan bahwa pola ini meluas ke hipokondriasis. Pasien hipokondriakal mereka melaporkan lebih banyak traumatik seksual, kekerasan fisik, dan pergolakan parental sebelum umur 17 tahun. Begitupula pada sampel non-klinik, somatisasi dan hipokondriasis lebih besar diobservasi di antara korban kekerasan.Penyakit pada masa kanak-kanak dapat berkontribusi pada kejadian hipokondriasis. Contohnya, Mabe dkk. menemukan bahwa gejala hipokondriakal berhubungan dengan riwayat penyakit yang serius pada masa kanak-kanak, dan Barsky dkk memperoleh hasil lebih banyak riwayat sakit ketika masa kanak-kanak dan absen dari sekolah untuk alasan kesehatan pada pasien hipokondriakal dibandingkan pasien non-hipokondriakal. Sikap orang tua terhadap penyakit dapat juga berkontribusi pada hipokondriasis ketika dewasa, yaitu overproteksi seperti lebih banyak perhatian dan hadiah ketika sakit pada masa kanak-kanak.3. Kejadian-kejadian hidupKejadian-kejadian hidup yang penuh tekanan dihubungkan dengan kejadian gejala fisik dan hipokondriasis. Contohnya, Kellner dkk menunjukkan bahwa di antara karyawan (retail firm???), kejadian hidup dihubungkan dengan hipokondriakal. Kejadian-kejadian yang berhubungan dengan penyakit dan kematian dapat memiliki peran yang spesifik. Misalnya, gejala hipokondriakal pasien kadang-kadang menyerupai gejala pada anggota keluarga yang sakit dan telah meninggal.4. Faktor kognitifProses kognitif juga bisa sangat penting dalam perkembangan hipokondriasis. Berdasarkan teori ini, kognitif penilaian sensasi tubuh yang keliru adalah defek sentral dalam hipokondriasis. Sejumlah studi telah menunjukkan anggapan bahwa sensasi yang dirasakan berasal dari suatu proses patologik akan meningkatkan gejala. Anggapan seperti itu memfokuskan perhatian terhadap gejala dan, dalam prosesnya, meningkatkan gejala itu. Anggapan yang salah dapat berasal dari pada skema kognitif yang didasarkan pada pengalaman penyakit sebelumnya. Demikianlah, pengalaman sakit yang serius dapat membentuk suatu framework dalam menginterpretasikan sensasi yang baru dan dalam waktu yang sama pula, meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit yang akan terjadi. [oxford]

IV. GAMBARAN KLINISPasien dengan hipokondriasis yakin kalau mereka mengalami penyakit berat yang belum terdeteksi dan mereka tidak dapat dibujuk untuk berpikir sebaliknya. Mereka dapat mempertahankan keyakinan bahwa mereka mengalami penyakit tertentu; seiring waktu berjalan, mereka dapat merubah keyakinan mereka pada penyakit lain. Pendirian mereka bertahan walaupun hasil laboratorium negatif, perjalanan penyakit hanya bersifat ringan dan penjelasan yang sesuai oleh dokter, tetapi keyakinan mereka tidak sekuat seperti pada waham. Hipokondriasis sering disertai gejala depresi dan anxietas dan sering timbul bersamaan dengan gangguan anxietas serta gangguan depresi. [1]Perhatian pasien hipokondria terfokus pada fungsi-fungsi tubuh (mis: denyut jantung, pernapasan), abnormalitas minor (mis: benjolan, batuk), atau kelemahan, konsentrasi buruk. Beberapa sistem tubuh dapat terlibat atau pasien dapat berokupasi pada satu organ atau penyakit yang spesifik (mis; kanker tulang, penyakit jantung). (oxford )

V. DIAGNOSISPedoman Diagnostik PPDGJ-III Gangguan Hipokondriasis (F45.2)Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini harus ada:A. Keyakinan yang menetap adanya sekurang-kurangnya satu penyakit fisik yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham)B. Tidak mau menerima nasihat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya.Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR HipokondriasisA. Preokupasi dengan rasa takut atau gagasan bahwa seseorang memiliki penyakit serius berdasarkan pada kesalahan interpretasi seseorang terhadap gejala tubuh.B. Preokupasi tetap ada walaupun telah dilakukan evaluasi dan penjelasan medis yang sesuai.C. Keyakinan pada kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti pada gangguan waham tipe somatik) dan tidak terbatas pada kekhawatiran terbatas mengenai penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).D. Preokupasi ini menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau hendaya di dalam fungsi sosial, pekerjaan, dan area fungsi penting lain.E. Durasi gangguan setidaknya 6 bulan.F. Preokupasi ini tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan anxietas menyeluruh, gangguan obsesif kompulsif, gangguan panik, episode depresi berat, anxietas perpisahan, atau gangguan somatoform lain. [1]

VI. DIAGNOSIS BANDINGHipokondriasis harus dibedakan dengan keadaan medis non-psikiatri terutama gangguan yang menunjukkan gejala yang tidak mudah didiagnosis. Penyakit tersebut mencakup AIDS, endokrinopati, miastenia gravis, sclerosis multiple, penyakit degenerative system saraf, SLE, dan gangguan neoplastic yang tidak jelas.Hipokondriasis dibedakan dari gangguan somatoform yang lainnya. Hipokondriasis dibedakan dengan gangguan somatisasi yaitu bahwa hipokondriasis menekankan rasa takut memiliki suatu penyakit dan gangguan somatisasi menekankan kekhawatiran mengenai banyak gejala. Pembedaan yang samar adalah bahwa pasien hipokondriasis mengeluhkan lebih sedikit gejala daripada pasien dengan gangguan somatisasi. Gangguan somatisasi memiliki awitan sebelum usia 30 tahun, sedangkan hipokondriasis memiliki awitan umur yang kurang spesifik. Gangguan somatisasi lebih banyak mengenai jenis kelamin perempuan, sedangkan pada hipokondriasis, terdistribusi rata antara laki-laki dan perempuan.Hipokondriasis dibedakan dengan gangguan konversi. Gangguan konversi bersifat akut dan umumnya singkat serta biasanya melibatkan suatu gejala dan bukan penyakit tertentu. Ada atau tidaknya la belle indifference adalah ciri yang tidak meyakinkan dalam membedakan dua gangguan tersebut.Hipokondriasis juga dibedakan dengan gangguan nyeri somatoform, yaitu bahwa gangguan nyeri memang bersifat kronis, seperti pada hipokondriasis, tetapi gejalanya hanya sebatas pada nyeri.Hipokondriasis dibedakan dengan gangguan dismorfik tubuh yaitu pasien dengan gangguan dismorfik tubuh berharap untuk tampak normal tetapi yakin bahwa orang lain melihat mereka tidak demikian, sedangkan pasien dengan hipokondriasis mencari perhatian untuk dugaan penyakit mereka.Gejala hipokondriasis juga dapat terjadi pada pasien dengan gangguan depresif dan anxietas. Jika pasien memenuhi seluruh kriteria diagnosis hipokondriasis dan gangguan jiwa utama lain seperti gangguan depresif berat atau gangguan cemas menyeluruh, pasien harus mendapatkan kedua diagnosis. Pasien dengan gangguan panic awalnya dapat mengeluh terkena penyakit, tetapi pertanyaan yang teliti dapat biasanya menemukan gejala klasik gangguan panic. Hipokondriasis juga dibedakan dengan waham hipokondriak pada skizofrenia dan gangguan psikotik lain berdasarkan intensitas waham dan adanya gejala psikotik lain. Waham somatik pada pasien skizofrenia biasanya bersifat bizar, dan di luar lingkungan budaya. [1]VII. PENATALAKSANAANTerapi FarmakologiPada pasien dengan hipokondrasis sekunder akibat gangguan primer lain, maka gangguan jiwa primer tersebut harus ditangani. [1] Terdapat bukti bahwa pasien dengan hipokondriasis sekunder berespon terhadap terapi obat yang diberikan untuk gangguan primernya. Studi yang telah dilakukan oleh Noyes dkk menunjukkan bahwa hipokondriasis yang berasosiasi dengan gangguan panik dan agoraphobia berespon terhadap terapi obat. Dalam studi ini, dibandingkan antara pemberian alprazolam dengan placebo. Statistik menunjukkan penurunan skor yang signifikan pada Whiteley Index (penilaian yang digunakan untuk memisahkan pasien hipokondrial dan non-hipokondrial), yang menunjukkan adanya perbaikan gejala hipokondriakal setelah 6 minggu terapi dengan alprazolam. [6]Medikasi antidepresan, secara khusus tipe Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) direkomendasikan untuk hipokondriasis sekunder pada pasien depresi. Terapi antidepresan adalah pilihan terapi lini kedua jika CBT gagal atau jika ada komorbiditas atau gejala berat yang signifikan. [evidence based]PsikoterapiCBT merupakan pilihan pertama terapi spesifik. [evidence based]. Warwick dkk melakukan sebuah studi untuk melihat efek dari terapi kognitif dan perilaku (CBT-Cognitive Behavioural Treatment) pada pasien hipokondriasis. Pasien secara random dipilih untuk mendapatkan CBT dalam 16 sesi selama 4 bulan. Terapi kognitif yang diberikan berupa: mengidentifikasi pasien bukti-bukti misinterpretasi dari tanda-tanda dan gejala; membantu pasien membangun interpretasi yang lebih realistis; membangun kembali gambaran-gambaran; dan memodifikasi dugaan-dugaan disfungsional. Terapi perilaku berupa: Induksi gejala-gejala yang tidak berbahaya dengan bodily focusing, paparan bertahap kepada situasi menghindari penyakit sebelumnya, merespon pencegahan untuk melakukan pemeriksaan tubuh yang berulang-ulang, dan pencegahan pencarian jaminan yang berulang-ulang. Perbandingan antara kelompok yang mendapat terapi kognitif dan perilaku dengan kelompok kontrol, mengindikasikan bahwa kelompok yang mendapat terapi CBT menunjukkan perbaikan lebih besar daripada kelompok kontrol secara signifikan. Pasien CBT mengalami penurunan gejala sebesar 76 persen dibandingkan dengan pasien kontrol yang hanya mengalami penurunan gejala sebesar 5 persen. [7] Psikoterapi kelompok sering menguntungkan bagi pasien hipokondriasis, sebagian karena psikoterapi kelompok memberikan dukungan sosial dan interaksi social yang tampaknya mengurangi anxietasnya. [1]

VIII. PROGNOSISPrognosis biasanya buruk, pada individu yang memiliki disability kronik hampir selama masa dewasa mereka. Semakin kronik kondisinya, semakin buruk prognosisnya. Gejala-gejala hipokondriasis yang berhubungan dengan depresi atau gangguan cemas menyeluruh, prognosisnya lebih baik. [evidence based]IX. KESIMPULANHipokondriasis didefinisikan sebagai preokupasi seseorang mengenai rasa takut menderita, atau yakin memiliki penyakit berat meskipun telah dilakukan pemeriksaan berulang yang menunjukkan hasil yang negatif. Prevalensi selama 6 bulan hipokondriasis sebanyak 4 hingga 6 persen di populasi klinik medis umum, tetapi mungkin dapat setinggi 15 persen yang dapat dialami oleh laki-laki dan perempuan dengan perbandingan yang sama. Seseorang dapat didiagnosis menderita gangguan hipokondriasis apabila adanya keyakinan yang menetap memiliki sekurang-kurangnya satu penyakit serius, meskipun telah dilakukan pemeriksaan berulang-ulang yang menunjukkan tidak adanya alasan fisik yang memadai dan tidak mau menerima nasihat dan penjelasan dokter. Hipokondriasis harus dibedakan dari keadaan medis non-psikiatri, terutama penyakit yang tidak mudah didagnosis. Hipokondriasis juga harus dibedakan dari gangguan somatoform lainnya. Terapi hipokondriasis berupa farmakoterapi yang diutamakan kepada hipokondriasis yang berkaitan dengan gangguan anxietas dan depresi, dapat diberikan anti anxietas dan antidepresan yang terbukti secara signifikan menurunkan gejala hipokondriakal. Terapi kognitif dan perilaku sangat dianjurkan bagi pasien hipokondriasis primer maupun sekunder.