hepatoma refarat

Upload: adhefasihi

Post on 06-Jul-2015

1.773 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

HEPATOMAI. PENDAHULUAN Hepatoma merupakan tumor ganas primer di hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu. Yang pertama (dikenal sebagai karsinoma hepatoseluler) merupakan 80-90% keganasan hati primer, yang terakhir disebut sebagai kolangiokarsinoma. Sekitar 75% penderita karsinoma hepatoselular mengalami sirosis hati, terutama tipe alkoholik dan pasca nekrotik. Pedoman diagnostik yang paling penting adalah memburuknya penyakit pasien sirosis yang tidak diketahui sebabnya dan pembesaran hati dalam waktu cepat. 1,2 Hepatoma primer secara histologis dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: 3 1. Karsinoma hepatoselular, hepatoma primer yang berasal dari sel hepatosit 2. Karsinoma kolangioselular, hepatoma primer yang berasal dari epitel saluran empedu intrahepatik 3. Karsinoma campuran hepatoselular dan kolangioselular.

II. EPIDEMIOLOGI Hepatoma meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta menempati peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada perempuan sebagai kanker yang paling sering terjadi di dunia, dan urutan ketiga dari kanker system saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung. Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer adalah hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar 2% dari seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia hepatoma adalah karsinoma yang paling sering ditemukan dengan angka kejadian 100/100.000 populasi. Sekitar 80% dari kasus hepatoma di dunia berada di negara berkembang seperti Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah yang diketahui sebagai wilayah dengan prevalensi tinggi hepatitis virus.1,4

1

Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang endemic infeksi hepatitis B virus (HBV) serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Umumnya di wilayah dengan kekerapan hepatoma tinggi, umur pasian hepatoma 10-20 tahun lebih muda daripada umur pasien hepatoma di wilayah dengan angka kekerapan hepatoma rendah. Di wilayah dengan angka kekerapan hepatoma tinggi, rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat sampai 8:1. 1 III. ANATOMI DAN FISIOLOGI HEPAR III. A. ANATOMI HEPAR

Ket: 1. Ligamentum coronarium 2. Lobus hepatis dextra 3. Vesica biliaris 4. Diafragma 5. Lobus hepatis sinistra 6. Ligamentum falciforme Ket: 1. Appendix fibrosa hepatis 2. Lobus caudatus 3. Lobus hepatis sinistra 4. Arteri hepatika propria 5. Ligamentum teres hepatis 6. Lobus quadrates 7. Vesica biliaris 8. Lobus hepatis dextra 9. Vena porta hepatis 10. Vena cava inferior Gambar 1. Hepar tampak anterior dan posterior, dikutip dari kepustakaan nomor 7

2

Hati

akan organ t rbesar pada t buh, menyumbang sekitar 2% berat

tubuh total atau sekitar 1,5 kg pada rata-rata manusia dewasa. Hati menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolism tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. Batas hati sejajar dengan ruang intercostalis V kanan dan batas bawah menyerong ke atas dari iga IX kanan ke iga VIII kiri. Permukaan posterior hati berbentuk cekung dan terdapat celah transversal sepanjang 5 cm dari system porta hepatis. Omentum minor terdapat mulai dari system porta yang mengandung arteri hepatika, vena porta, dan duktus koledokus. Sistem porta terletak di depan vena kava dan dibalik kandung empedu.1,8 Pasokan darah ke hati sangat kaya, 20 -25% dari cairan darah ke hati berasal dari arteri hepatika, 75-80% dari vena porta. Pada hati normal, ratio oksigen arteri hepatik dan vena porta adalah 50%:50%, bila terjadi sirosis berubah menjadi 75%:25%. Pasokan darah hepar sebagian besar dari arteri hepatik, hanya darah untuk bagian tepi berasal dari vena porta.1 et:7

1. Vena hepatika sinistra 2. Vena cava inferior1 2

6 5 4 3

3. Pulmo dexter lobus inferior 4. Diafragma 5. Vena hepatika dextra 6. Vena hepatika intermedia 7. Dinding abdomen

Gambar 2. Hepar dengan pencitraan ultrasonografi, dikutip dari kepustakaan nomor 7 III. B. FISIOLOGI HE 1. : 19

Pembentukan dan ekskresi empedu (metabolisme garam empedu dan pigmen empedu)3

Garam empedu penting untuk pencernaan dan absorbs lemak serta vitamin larut lemak dalam usus, bilirubin (pigemen mpempedu utama) merupakan hasil akhir metabolism pemecahan eritrocyt yang sudah tua, proses konjugasi berlangsung dalam hati dan diekskresi kedalam empedu 2. Metabolidme karbohidrat (glikogenesis glikogenolisis, glukoneogenesis) dan metabolism protein, serta sintesis protein, hati berperan penting dalam mengatur kadar glukosa darah normal menyediakan energy untuk tubuh. Karbohidrat disimpan dalam hati dalam bentuk glikogen. Protein serum yang disentesis oleh hati adalah albumin serta globulin alfa dan beta (gamma globulin tidak). Faktor pembekuan darah yang disentesis oleh hati adalah fibrinogen (1), protrombin (II), dan factor V, VII, IX, dan X, sedangkan vitamin k merupakan kofaktor yang penting dalam sintesis semua factor ini kecuali factor V 3. Pembentkan urea, penyimpanan protein (asam amino), metabolism lemak, ketogenesis, sintesis kolesterol,dan penimbunan lemak. Urea dibentuk semata-mata dalam hati dari amoniak (NH3 ) yang kemudian diekskresi dalam feses , NH3 dibentuk dari deaminasi asam amino dan kerja bakteri usus terhadap asam amino. Hidrolisisi trigleserida, kolesterol,fosfolipid, dan lipoprotein (diabsorbsi dari usus) menjadi asam lemak dan gliserol, hati memgang peranan utama dalam sintesis kolesterol, sebagian besar diekskresi dalam empedu sebagai kolesterol dan asam kolat 4. Penimbunan vitamin dan mineral. Vitamin larut lemak A D E Kdisimpan dalam hati juga vitamin B12 tembaga dan besi 5. Metabolism steroid. Hati menginaktifkan dan menyekresi aldosteron

glukokortikoid, ekstrogen, progresteron dan testoteron. 6. Detoksifikasi, hati bertanggung jawab atas biotransformasi zat-zat berbahaya (obat) menjadi zat-zat yang tidak berbahaya yang kemidian diekskresi oelh ginjal 7. Gudang darah dan filtrasi. Sinusoid hati merupakan depot darah yangn mengalir kermbali dari vena cava (gagal jantung kanan ), kerja fagositik sel kuffer membuangn bakteri dan debris dari darah.

4

IV. ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi, dan transformasi, serta peran onkogen dan gen terkait. Walaupun penyebab pasti hepatoma belum diketahui, tetapi sudah dapat diprediksi factor risiko yang memicu hepatoma, yaitu: 1,3,4,5,6 1. Virus hepatitis B (HBV) Karsinogenitas virus hepatitis B terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berintegrasi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenitas hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespons nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV. 2. Virus hepatitis C (HCV) Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas

nekroinflamasi kronik dan sirosis hati. Dalam meta analisis penelitian, disimpulkan bahwa risiko terjadinya hepatoma pada pengidap infeksi HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan dengan risiko pada bukan pengidap. 3. Sirosis hati Sirosis hati merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan melatarbelakangi lebih dari 8-% kasus hepatoma. Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah. Sindrom ini mempunyai risiko kematian yang tinggi.

5

4. Aflatoksin Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus. Dari percobaan binatang, diketahui bahwa AFB1 bersifat

karsinogenik. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53. 5. Obesitas Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat

berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapt berlanjut menjadi Hepatocelluler Carcinoma (HCC). 6. Diabetes mellitus Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth hormone faktors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker 7. Alkohol Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol berisiko untuk menderita hepatoma melalui sirosis hati alkoholik. 8. Faktor risiko lain Bahan atau kondisi lain yang merupakan faktor risiko hepatoma namun lebih jarang ditemukan, antara lain: a. Penyakti hati autoimun : hepatitis autoimun, PBS/sirosis bilier primer b. Penyakit hati metabolik : hemokromatosis genetik, defisiensi antiripsin-alfa1, Wilson disease c. Kontrasepsi oral d. Senyawa kimia : thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida organoklorin, asam tanik.

6

V. PATOFISOLOGI Mekanisme karsinogenesis hepatoma belum sepenuhnya diketahui, apapun agen penyebabnya, transformasi maligna hepatosit, dapat terjadi melalui peningkatan perputaran (turnover) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dan regenerasi kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. Hal ini dapat menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom, aktivasi oksigen sellular atau inaktivasi gen suppressor tumor, yang mungkin bersama dengan kurang baiknya penanganan DNA mismatch, aktivasi telomerase, serta induksi faktor-faktor pertumbuhan dan angiogenik. Hepatitis virus kronik, alkohol dan penyakit hati metabolik seperti hemokromatosis dan defisiensi antitrypsin alfa1, mungkin menjalankan peranannya terutama melalui jalur ini (cedera kronik, regenerasi, dan sirosis). Aflatoksin dapat menginduksi mutasi pada gen

suppressor tumor p53 dan ini menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga berperan pada tingkat molekular untuk berlangsungnya proses hepatogenesis. 1

Gambar 4 pathofisiologi hepatocelluler carcinoma/hepatoma, dikutip dari kepustakaan no 13

7

VI. DIAGNOSIS

A. Gambaran Klinis Hepatoma Sub Klinis Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau satdium dini adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. 3 Hepatoma Fase Klinis Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama yang sering ditemukan adalah: 3 1. Nyeri abdomen kanan atas, hepatoma stadium sedang dan lanjut sering datang berobat karena kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul atau menusuk intermitten atau terusmenerus, sebagian merasa area hati terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati. Jika nyeri abdomen bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan rupture hepatoma. 2. Massa abdomen atas, hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati bergeser ke atas, pada pemeriksaan fisik ditemukan hepatomegali di bawah arcus costa tapi tanpa nodul, hepatoma segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arcus costa kanan. Hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah processus xiphoideus atau massa di bawah arcus costa kiri. 3. Perut membesar disebabkan karena asites. 4. Anoreksia, timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran gastrointestinal. 5. Penurunan berat badan secara tiba-tiba.

8

6. Demam, timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil. 7. Ikterus, kulit dan sklera tampak kuning, umumnya karena gangguan fungsi hati, juga dapat karena sumbatan kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif. 8. Lainnya, perdarahan saluran cerna, diare, nyeri bahu belakang kanan, edema kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya. Manifestasi sirosis hati yang lain seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik, spider nevi, venadilatasi dinding abdomen, dll. Pada stadium akhir hepatoma sering tombul metastasis paru, tulang, dan banyak organ lain. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer: 3 Ia : Tumor tunggal berdiameter 3 cm tanpa emboli tumor, tanpa metastasis

kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh: Child A Ib : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan 5 cm, di

separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh: Child A IIa : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan 10cm, di

separuh hati, atau dua tumor dengan gabungan 5cm, dikedua belahan hati kiri dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A IIb : Tumor tunggal atau multiple dengan diameter gabungan hati, atau tumor multiple dengan gabungan 10cm, di separuh

5cm, dikedua belahan hati kiri

dan kanan, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A. Terdapat emboli tumor dipercabangan vena portal, vena hepatika atau saluran empedu dan atau Child B

9

IIIa : Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh, salah satu daripadanya; Child A atau B IIIb : Tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.

Gambar 5. Carcinoma Hepatocellular, dikutip dari kepustakaan no 19 Biasanya sel-sel ini menyerupai hati yang normal dengan trabekular padat atau prosessus seperti jari tangan yang padat, biasanya sel tumor lebih kecil dari sel hati normal. 11

Gambar 6.Histologi Hepatocelluler Hepatoma, dikutip dari kepustakaan no 19

10

Histologi, memperlihatkan sel tumor dengan sotoplasma yang jernih tak berwarna, sering berbusa tau bervakuolisasi lipid dan glikogen berlebihan dalam sitoplasma. Sering keadaan ini berhubungan dengan hipoglekemia dan hiperkolesterolemia serta mempunya prognosis yang bervariasi 11 B. Pemeriksaan Radiologi 1. Ultrasonografi Abdomen Ultrasonography (USG) merupakan salah satu imaging diagnostic untuk memeriksa alat-alat tubuh, dimana kita dapat mempelajari bentuk, ukuran anatomis, gerakan serta hubungan dengan jaringan sekitarnya.10 Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan AFP, pasien sirosis hati dianjurkan menjalani pemeriksaan setiap 3 bulan. Untuk tumor kecil pada pasien dengan risiko tinggi, USG lebih sensitif daripada AFP serum berulang. Sensitifitas USG untuk neoplasma hati berkisar antara 70-80%.1

Secara umum pada USG sering diketemukan adanya hepar yang membesar, permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intra hepatik dengan struktur eko yang berbeda dengan parenkim hati normal. Biasanya menunjukkan struktur eko yang lebih tinggi disertai nekrosis sentral berupa gambaran hipoekoik sampai anekoik akibat adanya nekrosis, tepinya irregular. Yang sangat sulit adalah menentukan hepatoma pada stadium awal di mana gambaran struktur eko yang masih isoekoik dengan parenkim hati normal. 9 Modalitas imaging lain seperti CT-scan, MRI, dan angiografi kadang diperlukan untuk mendeteksi hepatoma, namun karena kelebihannya, USG masih tetap merupakan alat diagnostik yang paling popular dan bermanfaat. 1

11

Gambar 7. USG menunjukkan massa hyperechoic mewakili karsinoma hepatoseluler. Di kutip dari kepustakaan 5.

Gambar 8. Hepatocellular carcinoma, dikutip dari kepustakaan nomor 14

2. CT Scan CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin penting untuk diagnosis lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan ukuran tumor dalam hati, hubungannya dengan pembuluh darah dan penentuan modalitas terapi.9

12

Gambar 9.C scan hepatoma, dikutip dari kepustakaan nomor 9 3. MRI MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai kontras berisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, juga cukup baik memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektivtas aneka terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil kurang dari 1 cm dengan angka keberhasilan 55%.3

Gambar 10. MRI yang menunjukkan tiga wilayah yang terpisah (ditunjukkan dengan panah) dari metastasis hati. Di kutip dari kepustakaan 8

13

4. Angiografi arteri hepatika Sejak tahun 1953 Seldinger merintis penggunaan metode kateterisasi arteri femoralis perkuran untuk membuat angiografi organ dalam, kini angiografi arteri hepatika selektif atau supraselektif sudah menjadi salah satu metode penting dalam diagnosis hepatoma. Namun karena metode ini tergolong invasive, penampilan untuk hati kiri dan hepatoma tipe avaskular agak kurang baik. Angiografi dilakukan melalui melalui arteri hepatika. 3, 11

Gambar 11. Angiografi dikutip dari kepustakaan nomor 8 C. Pemeriksaan Patologi Anatomi 1. Penanda Tumor Alfa-fetoprotein (AFP) adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel yolk-sac dan sedikit sekali oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP serum adalah 0-20 ng/mL. Kadar AFP meningkat pada 6070% pada pasien hepatoma, dan kadar lebih dari 400 ng/mL adalah diagnostic atau sangat sugestif hepatoma.1 2. Biopsi hati Biopsi hati perkutan dapat diagnostik jika sampel diambil dari daerah lokal dengan ultrasound atau CT. karena tumor ini cenderung akan ke pembuluh darah,

14

biopsi perkutan harus dilakukan dengan hati-hati. pemeriksaan sitologi cairan asites adalah selalu negatif untuk tumor. kadang-kadang laparoskopi atau minilaparatomi, untuk biopsi hati dapat digunakan. pendekatan ini memiliki keuntungan tambahan kadang mengidentifikasi pasien yang memiliki tumor cocok untuk hepatectomy parsial. 11

VII. Diagnosa Banding 1. Hemangioma Hemangioma merukapakan tumor terlazim dalam hati, tumor ini biasanya subkapsular pada konveksitaslobus hepatis dexter dan kadang-kadang

berpedunkulasi. Ultrasonografi memperlihatkan bercak-bercak ekogenik soliter dengan batas licin berbatas tegas. Pada foto polos biasanya memperlihatkan kapsul berkalsifikasi.16

Gambar 12. haemangioma, dikutip dari kepustakaan nomor 7 2. Abses hepar Sangat sukar dibedakan anatara abses piogenik dan amebik. Biasanya sangat besar, kadang-kadang multilokular. Struktur eko rendah sampai cairan (anekoik) dengan adanya bercak-bercak hiperekoik (debris) di dalamnya. Tepinya tegas, irregular yang makin lama makin bertambah tebal.9

15

Gambar 13. Abses hepar , dikutip dari kepustakaan nomor 7 3. Tumor metastasis Hepar adalah organ yang paling sering menjadi tempat tumor metastasi setelah kelenjar limfe. Gambaran eko bergantung pada jenis asal tumor primer. Jadi dapat berupa struktur eko yang mungkin lebih tinggi atau lebih rendah daripada jaringan hati normal.8

Gambar 14. Metastasis pada hati dari kanker paru-paru, dikutip dari kepustakaan nomor 7

16

VIII. TERAPI Terapi Operasi 1. Reseksi Hepatik Untuk pasien dalam kelompok non sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi hepatik. Namun untuk pasien sirosis diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang dapat menurunkan angka harapan hidup. Kontra indikasi tindakan ini adalah metastasis ekstrahepatik, hepatoseluler karsinoma difus atau multifokal, sirosis stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi. 1 2. Transplantasi Hati Transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi. Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh rekurensi tumor di dalam maupun di luar transplant. Tumor yang berdiameter kurang dari 3 cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang diameternya lebih dari 5 cm. 1 3. Terapi Operatif non Reseksi Karena tumor menyebar atau alasan lain yang tidak dapat dilakukan reseksi, dapat dipertimbangkan terapi operatif non reseksi mencakup injeksi obat melalui kateter transarteri hepatik atau kemoterapi embolisasi saat operasi, kemoterapi melalui keteter vena porta saat operasi, ligasi arteri hepatika, koagulasi tumor hati dengan gelombang mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengan nitrogen cair, efaforisasi dengan laser energi tinggi saat operasi, injeksi alkohol absolut intratumor saat operasi.3 A. Terapi Lokal 1. Ablasi radiofrekuensi (RFA) Ini adalah metode ablasi local yang paling sering dipakai dan efektif dewasa ini. Elektroda RFA dimasukkan ke dalam tumor, melepaskan energi

radiofrekuensi hingga jaringan tumor mengalami nekrosis koagulatifn panas, denaturasi, jadi secara selektif membunuh jaringan tumor. Satu kali RFA

17

menghasilkan nekrosis seukuran bola berdiameter 3-5 cm sehingga dapat membasmi tuntas mikrohepatoma, dengan hasil kuratif.3 2. Injeksi alkohol absolut intratumor perkutan Di bawah panduan teknik pencitraan, dilakukan pungsi tumor hati perkutan, ke dalam tumor disuntikkan alkohol absolut. Penggunaan umumnya untuk hepatoma kecil yang tak sesuai direseksi atau terapi adjuvant pasca kemoembolisasi arteri hepatik.3 B. Kemoembolisasi arteri hepatik perkutan Kemoembolisasi arteri hepatik transketer (TAE, TACE) merupakan cara terapi yang sering digunakan untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut yang tidak sesuai dioperasi reseksi. Hepatoma terutama mendapat pasokan darah dari arteri hepatik, setelah embolisasi arteri hepatik, nodul kanker menjadi iskemik, nekrosis, sedangkan jaringan hati normal mendapat pasokan darah terutama dari vena porta sehingga efek terhadap fungsi hati secara keseluruhan relative kecil. Sesuai digunakan untuk tumor sangat besar yang tak dapat direseksi, tumor dapat direseksi tapi diperkirakan tak tahan operasi, hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi, hepatoma rekuren yang tak dapat direseksi, pasca reseksi hepatoma, suksek terdapat residif, dll.3 C. Kemoterapi Hepatoma relatif kurang peka terhadap kemoterapi, efektivas kemoterapi sistemik kurang baik. Yang tersering dipaki adalah 5FU, ADR, MMC, karboplatin, MTX, 5-FUDR, DDP, TSPA, kamtotesin, dll.3 D. Radioterapi Radioterapi eksternal sesuai untuk pasien dengan lesi hepatoma yang relatif terlokalisasi, medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor, selain itu sirosis hati tidak parah, pasien dapat mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan secara bersama metode terapi lain seperti herba, ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri hepatik, dll. Sedangkan untuk kasus metastasis stadium lanjut dengan metastasis tulang, radiasi lokal dapat mengatasi nyeri. Dapat juga memakai biji radioaktif untuk radioterapi internal terhadap hepatoma.3

18

The Barcelona-Clinic Liver Cancer (BCL\C) approach to hepatocellular carcinoma management. Adapted from Llovet JM, Fuster J, Bruix J, Barcelona -Clinic Liver Cancer Group. The Barcelona approach: diagnosis, staging, and t

reatment of hepatocellular carcinoma. Liver Transpl. Feb 2004;10(2 Suppl 1):S115 -20.

Bagan 1. Alur penatalaksanaan Hepatoma, dikutip dari kepustakaan 8 IX. PROGNOSIS

Prognosis tergantung atas stadium penyakit dan penyebaran pertumbuhan tumor. Tumor kecil (diameter < 3 cm) berhubungan dengan kelangsungan hidup satu tahun 90.7%, 2 tahun 55% dan 3 tahun 12.8%. kecepatan pertumbuhan bervariasi dari waktu kewaktu. Pasien tumor massif kurang mungkin dapat bertahap hidup selama 3 bulan. Kadang-kadang dengan tumor yang tumbuh lambat dan terutama yang berkapsul kecil, kelanngsungan hidup 2-3 tahun atau bahkan lebih lama. Jenis massifperjalanannya lebih singakat dibandingkan yang nodular. Metastasis

19

paru dan peningkatan bilirubin serum mempengaruhi kelangsungan hidup.pasien berusia < 45 tahun bertahan hidup lebih lama dibandingkan usia tua. Ukuran tumor yang melebihi 50% ukuran hati dan albumin serul < 3 g/dl merupakan gambaran yang tidak menyenangkan. 10

20

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN Nama Umur :Tn. R :72 tahun

Jenis Kelamin :Laki-laki No. RM Alamat Ruangan : 218689 :: BP/202 RS.Labuang Baji

Tgl Masuk RS : 26-04-2011

ANAMNESIS Anamnesis: Autoanamnesis Keluhan Utama: Nyeri Perut kanan atas Anamnesis Terpimpin: Dialami telah sejak lama (tidak diketahui waktu yang tepat), memberat sejak 2 minggu yang lalu, nyeri terasa menusuk kadang tumpul dan dirasakan menjalar kebelakang, perut disadari mulai membesar 2 minggu yang lalu, terasa penuh dan cepat merasa kenyang bila makan , pasien merasa susah duduk karena perutnya terasa mengganjal. Mual (+),2 minggu yang lalu muntah (-), NUH (-).Batuk(+) sejak beberapa tahun yang lalu (tidak diketahui waktu yang pasti) berlendir warna kuning kadang kehijauan, darah(-), nyeri dada (+) bila batuk, sesak (+) bila batuk.Keringat malam (+), Demam (-), riwayat demam (-) Sakit kepala (-), pusing (-).

21

Riwayat OAT: (-), Riwayat minum alkohol (+) selama 10 tahun, riwayat merokok 3 bungkus/hari berhenti 1bulan yang lalu, mulai merokok sejak umur 20 tahun yang lalu, riwayat penurunan berat badan tapi tidak diketahui . BAB: Lancar, BAK : lancar, warna kuning muda. Riwayat Penyakit Sebelumnya: Riwayat Hipertensi (-). Riwayat Diabetes Mellitus (-). Riwayat dalam keluarga dengan penyakit yang sama (-). STATUS PRESENTy Sakit sedang y Gizi Kurang

Berat badan : 41kg Tinggi badan : 155 cm. IMT : 17,08 kg/m2y Kesadaran Composmentis

STATUS VITAL TD : 120/80 mmHg N P S : 80x/menit : 20x/menit : 36,5 0C

22

PEMERIKSAAN FISISy Kepala:

Ekspressi

: Normal

Simetris Muka : Simetris Deformitas Rambuty Mata:

: (-) : beruban, tidak mudah dicabut.

Eksoptalmus/ Enoptalmus Kelopak mata Konjungtiva Sklera Kornea Pupily Hidung:

: (-) : Normal, tidak ditemukan kelainan : anemis (+) : ikterus (+) : reflex cahaya (+)/(+). : isokor, diameter 2,5 mm / 2,5 mm.

Perdarahany Telinga:

: (-)

Tophi Pendengaran Nyeri tekan di proc. Mastoideusy Mulut:

: (-) : normal : (-)

Oral ulcer

: (-)23

Gigi geligi Gusi Tonsil Pharynxy Leher:

: caries (+) : perdarahan (-) : T1/T1, dalam batas normal. : Hiperemis (-)

Kelenjar getah bening : tanpa pembesaran Kelenjar gondok DVS Pembuluh darah : tanpa pembesaran : R -2 cmH2 O : pulsasi (+), dilatasi (-) Kaku kuduk Tumory Thoraks:

: tidak ada : tidak ditemukan

Inspeksi

: simetris kiri dan kanan, Bentuk normochest, sela

Iga tidak ada pelebaran sela iga, Spider Nevi (-) Palpasi : MT (-) Nyeri tekan (-) VF: ki =ka Perkusi : Paru kiri dan kanan : sonor Auskultasi : Bunyi pernapasan bronchovesikuler, Rh ++ basah kasar(D dan S pada daerah basal) , wh -/y

Jantung: Inspeksi : ictus cordis tidak nampak

24

Palpasi Perkusi

: ictus cordis tidak teraba : pekak, batas jantung kesan normal

Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler Bunyi tambahan : (-).y

Abdomen: Inspeksi : cembung, ikut gerak napas, Caput Medusa (-)

Auskultasi : peristaltik (+) Palpasi : teraba hepar 5 jari dibawah arcus Costa ( 10 cm) dengan permukaan tidak rata, konsistensi keras berbenjol benjol dan tepi tumpul serta nyeri tekan (+) di regio hipochondrium dextraepigastrium.

Perkusi

:

tympani

(+)

pada

semua

regio

kecuali

hipocondrium dextra-epigastrium perkusi pekak, acites (-)y

Punggung: Inspeksi Palpasi : simetris kiri kanan : massa tumor (-), nyeri tekan (-)

Nyeri ketok: (-)25

y

Ekstremitas: Edema (-)/(-) Manus : tampak eritema palmaris dextra dan sinistra

Eritema palamaris (S)

Eritema palamaris(D)

26

PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Kimia Darah (26-04-2011) SGOT 91u/l SGPT 41u/l Bil.total 1.27 Bili.drect 0.62 Alkali Fosfatase 644 Ureum 35.3mg/dl Kreatinin 0.68 mg/dl Cholesterol 235 Total cholesterol 122 Trigleserida 287 Gamma GT 584 GDP 148 mg/dl

2. Darah Rutin (26-04-2011) WBC 14.2 x 103 RBC 5.30 x 106 HBG 15.9 HCT 47.2 % MCV 89.1 MCH 29.2 MCHC 32.8 g/dl PLT 269 x 103 Lym : 11.1 % Neut : 80.7 %

3. Sedimen Urin (26-04-2011) BLd : Neg Bil : Neg Uro : ++ 4.0 mg/dl Keton : +- 5 mg/dl 4. Darah Tepi (27-04-2011) HB : 15 .5 gr/dl Leukocyt : 14.2.103/ul Prot : +- 10 mg/dl Nit : neg Glu : neg PH : 5.5 Leu : Neg

27

Trombocyt : 269.000/ul Eritrocyt : Anisositosis, normositiknormokrom, benda inklusi ( ), normoblast (-), Leucosyt jumlah meningkat, PMN >, limfosit, granulasi toksik (+), vakuolisasi (+), sel muda (-) Trombocyt : jumlah cukup, morfologi normal Kesan : leucosi osis, terdapat tanda-tanda infeksi 5. Foto T oraks (28-04-2011)

Kesan: Susp. Tumor Paru tampak nodul soliter dengan ukuran 3X3 cm bentuk bulat, batas tegas, permukaan kecil, sillhoute sign (-) berada pada pericardial kiri Cor : bentuk sinus dan diapragma kiri berselubung

6. USG Abdomen (28-04-2011)

28

Kesan : Hepar membesar, permukaan bergelombang , paruh noduler, kesan hepatoma DIAGNOSIS SEMENTARA:y Hepatoma y Susp. Pneumonia DD TB paru

PENATALAKSANAANy IVFD NaCl 0,9% 20 tpm y Ambroxol tab 3X1 y Methioson tab 3X1 y Ceftazidim 1 gr/IV/12 j

RENCANA PEMERIKSAAN Cek darah rutin, sedimen urin, darah tepi, HbsAG, Anti Hcv, Albumin, Globulin, Protein total, AFP, sputum BTA, Gram, jamur FOLLOW UP Tanggal 26-04-2011 T: 120/80 N: 80x/i P:22x/i S: 36.80C Perjalanan Penyakit Perawatan Hari 1 Instruksi Dokter IVFD NaCl 0,9% : 20

S: perut membesar (+) batuk (+), tpm lendir (+) warna kuning, Darah (- Ambroxol tab 3X1 ) Demam (+). O: SP= SS/GK/CM Anemis (+), ikterus (+), sianosis (-) Thorax: BP Methioson tab 3X1 Ceftazidim 1 gr/IV/12 j Anjuran : Bronchovesikuler Sedimen urin, kimia darah

(+),Rh (+/+ basah kasar pada Cek darah rutin Periksa bagian basal), Wh (-), VF HbsAG

29

simetris ki=ka Cor: BJ I/II murni reguler

Anti Hcv Albumin

Abd: cembung (+) ikut gerak Globulin napas. hepar 5 jari dibawah arcus Protein total Costa ( 10 cm) dengan AFP BTA, Gram,

permukaan tidak rata, konsistensi Sputum keras berbenjol benjol dan tepi jamur tumpul serta nyeri tekan (+) di regio hipochondrium dextra-

epigastrium. Ext: edema (-/-) Eritema palmaris (+) ki=ka A: Hepatoma Susp: Pneumonia DD TB Paru

27/04/2011 T: 110/90 N: 98x/i P:22x/i S: 35,56 C Foto Thoraks : Kesan: tampak nodul soliter dengan ukuran 3X3 cm bentuk bulat, batas tegas, permukaan kecil, sillhoute sign (-) berada pada pericardial kiri Cor : bentuk sinus dan diapragma kiri berselubung0

Perawatan Hari 2

IVFD NaCl 0,9% :

20

S: perut membesar (+) batuk (+), tpm lendir (+) warna kuning, Darah (- Ambroxol tab 3X1 ) Demam (+). O: SP= SS/GK/CM Anemis (+), ikterus (+), sianosis (-) Thorax: BP Bronchovesikuler Methioson tab 3X1 Ceftazidim 1 gr/IV/12 j

(+), Rh (+/+ basah kasar pada bagian basal) , Wh (-), VF simetris ki=ka Cor: BJ I/II murni reguler Abd: cembung (+) ikut gerak napas. Hepar teraba jari dibawah arcus Costa ( 10 cm) dengan permukaan tidak rata, konsistensi

30

Tulang-tulang intak

keras berbenjol benjol dan tepi tumpul serta nyeri tekan (+) di regio hipochondrium dextra-

epigastrium. Ext: edema (-/-) Eritema palmaris (+) ki=ka A : Hepatoma Susp : Pneumaonia DD TB Paru Susp. Tumor Paru? 28/04/201 T: 110/80 N: 78x/i P:24x/i S: 36,5 C0

Perawatan Hari 3

IVFD NaCl 0,9% :

20

S: perut membesar (+) batuk (+), tpm lendir (+) warna kuning, Darah (- Ambroxol tab 3X1 ) Demam (+). O: SP= SS/GK/CM Methioson tab 3X1 Ceftazidim 1 gr/IV/12 j Anj :

Anemis (+), ikterus (+), sianosis CT-Scan Thoraks (-) Thorax: BP Bronchovesikuler

(+), Rh (+/+ basah kasar pada bagian basal), Wh (-), VF

simetris ki=ka Cor: BJ I/II murni reguler Abd: cembung (+) ikut gerak napas. Hepar teraba 5 jari

dibawah arcus Costa ( 10 cm) dengan permukaan tidak rata, konsistensi keras berbenjol benjol dan tepi tumpul serta nyeri tekan (+) di regio hipochondrium

dextra-epigastrium.

31

Ext: edema (-/-) Eritema palmaris (+) ki=ka A : Hepatoma Susp : Pneumaonia DD TB Paru Susp. Tumor Paru? 29/04/2011 T: 120/90 N: 80x/i P:24x/i S: 36,50C Perawatan Hari 4 IVFD NaCl 0,9% : 20

S: perut membesar (+) batuk (+), tpm lendir (+) warna kuning, Darah (- Ambroxol tab 3X1 ) Demam (+). O: SP= SS/GK/CM Anemis (+), ikterus (+), sianosis (-) Thorax: BP Bronchovesikuler Methioson tab 3X1 Ceftazidim 1 gr/IV/12 j

(+),Rh (+/+ basah kasar pada bagian basal), Wh (-), VF

simetris ki=ka Cor: BJ I/II murni reguler Abd: cembung (+) ikut gerak napas. Hepar teraba 5 jari

dibawah arcus Costa ( 10 cm) dengan permukaan tidak rata, konsistensi keras berbenjol benjol dan tepi tumpul serta nyeri tekan (+) di regio hipochondrium

dextra-epigastrium. Ext: edema (-/-) Eritema palmaris (+) ki=ka A : Hepatoma Susp Pneumoni DD TB

32

16.30 : T :Tidak terukur N: Tidak teraba P :Apneu

Paru Susp Tumor Paru Pasien dilaporkan apneu,

midriasis total, pasien dinyatakan meninggal.

RESUME Seorang laki-laki usia 61 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluahan nyeri perut kanan atas dialami telah sejak lama (tidak diketahui waktu yang tepat), memberat sejak 2 minggu yang lalu, nyeri terasa menusuk kadang tumpul dan dirasakan menjalar kebelakang, perut disadari mulai membesar 2 minggu yang lalu, terasa penuh dan cepat merasa kenyang bila makan , pasien merasa susah duduk karena perutnya terasa mengganjal. Mual (+),2 minggu yang lalu. Batuk(+) sejak beberapa tahun yang lalu (tidak diketahui waktu yang pasti) berlendir warna kuning kadang kehijauan, nyeri dada (+) bila batuk, sesak (+) bila batuk.Keringat malam (+), Riwayat minum alkohol (+) selama 10 tahun, riwayat merokok 3 bungkus/hari berhenti 1bulan yang lalu, mulai merokok sejak umur 20 tahun yang lalu, riwayat penurunan berat badan tapi tidak diketahui . Dari pemeriksaan fisik penemuan bermakna yaitu : pasien tampak Anemis (+), ikterus (+), pada thorax: BP Bronchovesikuler (+), Rh (+/+ basah kasar pada bagian basal) , Abd: cembung (+) ikut gerak napas. Hepar teraba jari dibawah arcus Costa ( 10 cm) dengan permukaan tidak rata, konsistensi keras berbenjol benjol dan tepi tumpul serta nyeri tekan (+) di regio hipochondrium dextraepigastrium. Eritema palmaris (+) ki=ka Pada Pemeriksaan laboratorium yang bermakna didapatkan SGOT 91u/l SGPT 41u/l Trigleserida 287G Gamma GT 584 GDP 148 mg/dl wbc : 142.103/ul Trombocyt : 269.000/ul

33

Foto Thorak : didapatkan nodul soliter 3X3 cm pada pericardial kiri USG Abdomen : kesan hepatoma DISKUSI Pada pasien ini, setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang kesimpulan dari keadaan pasien ini adalah Hepatoma dimana ditemukan pemebesaran hati (10 cm) dan disertai keluhan berupa nyeri perut kanan atas dialami telah sejak lama (tidak diketahui waktu yang tepat), memberat sejak 2 minggu yang lalu, nyeri terasa menusuk kadang tumpul dan dirasakan menjalar kebelakang, perut disadari mulai membesar 2 minggu yang lalu, terasa penuh dan cepat merasa kenyang bila makan , pasien merasa susah duduk karena perutnya terasa mengganjal. Dari hasil USG disimpulkan adanya kesan Hepatoma sehingga sangat mendukung penegakan diagnosis Hepatoma. Pada kasus ini sangat sulit ditentukan causa hepatomanya meskipun ada riwayat minum alcohol tapi tidak begitu bermakna mungkin hanya memperberat perlangsungan dari hepatoma itu sendiri, sebagaimana kita ketahui Etiologi dan factor resiko dari Hepatoma bersifat multifaktorial yaitu berupa (virus hepatitis B (HBV), virus hepatitis C (HCV), sirosis hati, alfatoksin, obesitas, diabetes mellitus, alkohol, faktor risiko lain bahan atau kondisi lain yang merupakan faktor risiko hepatoma namun lebih jarang ditemukan, antara lain : penyakti hati autoimun : hepatitis autoimun, PBS/sirosis bilier primer, penyakit hati metabolik : hemokromatosis genetik, defisiensi antiripsin-alfa1, wilson disease, kontrasepsi oral, senyawa kimia : thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida organoklorin, asam tanik), untuk penegakan diagnosis biasanya kita melakukan biopsy hati dan penanda serologi yaitu AFP (alfa feto protein) yaitu komponen normal plasma dalam fetus manusia berusia lebih dari 6 minggu-16 minggu, kadarnya tidak berhubungan dengan ukuran tumor dan kadarnya bias normal pada stadium dini sehinggat tidak begitu spesifik. Pada pasien ini dia datang pada saat perutnya membesar sehingga terapi kuratif sulit untuk dilakukan, reseksi dapat dilakukan jika ada benjolan < 2 cm.34

sedangkan pada pemeriksaan foto thoraks didapatkan adanya nodul soliter ukuran 3X3 cm pada daerah pericardial kiri untuk itu di usulkan untuk dilakukan CTScan Thoraks dan jika perlu dilakukan sitologi sputum sebagai pemeriksaan rutin dan skrining untuk diagnosis dini tumor paru, untuk tumor paru pada pasien ini biasa primer ataupun skunder dari hepatomanya. Selain itu pasien ini mengalami batuk dan adanya leukositosis sehingga dipertimbangkan ke arah susp.pneumonia sehingga diberi antibiotic. Tetapi karena batuknya telah dikeluhkan sejak lama dan disertai lendir kuning-kehijauan sehingga dicurigai TB paru untuk itu

diusulkan pemeriksaan sputum BTA, dan jika + dapat dipertimbangkan pemberian OAT dengan tetap memperhatikan fungsi hati. Pengobatan pada pasien ini hanya berupa symptomatic yaitu pemberian methioson yang merupakan hepatoprotektor. Untuk kemoterapi masih kurang efektif untuk kasus hepatoma, transpalantasi hati sedang digunakan saat ini tetapi dengan hasil yang umumnya kurang memuaskan, jka pasien bertahan hidup terhadap pembedahan, maka biasanya terjadi kekambuhan dan metastasis.

35

DAFTAR PUSTAKA

1. Budihussodo, Unggul. 2006. Karsinoma Hati. Editor: Aru W. Suyono dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi keIV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2. Lindseth, Glenda N. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Editor: Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson dalam Buku Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1 edisi 6. Jakarta: EGC 3. Desen, Wan. 2008. Tumor Abdomen. Dalam Buku Ajar Onkologi Klinik edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 4. Singgih B., Datau E.A., 2006, Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal. Jacobson R.D., 2009. Hepatocelluler Carcinoma. Diakses dari

http://emedicine.medscape.com/article/369226-overview 5. Rasyid, Abdul. 2006. Temuan Ultrasonografi Kanker Hati Hepato Selular (Hepatoma). Diakses dari http:/ repository.usu.ac.id/bitstream.pdf 6. Putz, R dan R. Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 edisi 22. Jakarta : EGC 7. Guyton, dan Hall. 2007. Hati Sebagai Organ. Dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC 8. Suhaerni, erni. 2010. PemeriksaanUltrasonographi Pada Pasien Dengan Suspect Hematoma.Diakses dari www. fkumyecase.net Suspect+Hepatoma. 9. Honda, Hiroshi, dkk. Differential Diagnosis of Hepatic Tumors (Hepatoma, Hemangioma, and Metastasis) with CT. Diakses dari

http://www.ajronline.org/cgi/reprint/159/4/735.pdf 10. Braunwald, Fugene, MD. Principles Of Internal Medicine. In Horrisons 15 th editon. 11. Rasyid, Abdul. 2006. Pentingnya Peranan Radiologi Dalam Deteksi Dini Pengobatan Kanker Hati Primer. Diakses dari: AAxelrod David, Leeuwe DirJ van. Hepatocellular Carsinoma. Updated:Sep18, 2008 www.emedicine.com

36

12. Price Sylvia A, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Pennyakit Edisi 6 Volume 1, Jakarta : Buku Kedokteran EGC.2006.p.476

37