refarat rinometri

24
BAB I PENDAHULUAN Rhinomanometri digunakan untuk mengukur hambatan aliran udara nasal dengan pengukuran kuantitatif pada aliran dan tekanan udara nasal. Tes ini berdasarkan prinsip bahwa aliran udara melalui suatu tabung hanya bila terdapat perbedaan tekanan yang melewatinya. Perbedaan ini dibentuk dari usaha respirasi yang mengubah tekanan ruang posterior nasal relatif terhadap atmosfir eksternal dan menghasilkan aliran udara masuk dan keluar hidung. 1 Rinomanometri dan rinometri akustik telah dicoba untuk menilai potensi jalan napas pada hidung. Rinometri mengukur tekanan udara dan laju aliran udara saat bernafas. Pengukuran ini kemudian digunakan untuk menghitung resistensi saluran napas hidung. Rinometri akustik menggunakan sinyal suara yang dipantulkan untuk mengukur luas penampang dan volume rongga hidung. Rinometri akustik memberikan gambaran anatomi dari bagian hidung, sedangkan rinomanometri memberikan ukuran fungsional dari hubungan tekanan atau aliran skema siklus pernapasan. Kedua teknik ini telah digunakan dalam membandingkan tindakan dekongestiv- 1

Upload: ameliyaa-puspita-sari

Post on 07-Nov-2015

85 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

rinometri

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUANRhinomanometri digunakan untuk mengukur hambatan aliran udara nasal dengan pengukuran kuantitatif pada aliran dan tekanan udara nasal. Tes ini berdasarkan prinsip bahwa aliran udara melalui suatu tabung hanya bila terdapat perbedaan tekanan yang melewatinya. Perbedaan ini dibentuk dari usaha respirasi yang mengubah tekanan ruang posterior nasal relatif terhadap atmosfir eksternal dan menghasilkan aliran udara masuk dan keluar hidung.1Rinomanometri dan rinometri akustik telah dicoba untuk menilai potensi jalan napas pada hidung. Rinometri mengukur tekanan udara dan laju aliran udara saat bernafas. Pengukuran ini kemudian digunakan untuk menghitung resistensi saluran napas hidung. Rinometri akustik menggunakan sinyal suara yang dipantulkan untuk mengukur luas penampang dan volume rongga hidung. Rinometri akustik memberikan gambaran anatomi dari bagian hidung, sedangkan rinomanometri memberikan ukuran fungsional dari hubungan tekanan atau aliran skema siklus pernapasan. Kedua teknik ini telah digunakan dalam membandingkan tindakan dekongestiv-antihistamin dan kortikosteroid dan untuk penilaian dari seseorang individu sebelum atau setelah operasi hidung.2 BAB II

EMBRIOLOGI HIDUNGKetika kehamilan memasuki usia enam minggu, jaringan mesenkim mulai terebentuk, yang tampak sebagai dinding lateral hidung dengan struktur yang masih sederhana. Usia kehamilan tujuh minggu, tiga garis aksial berbentuk lekukan bersatu membentuk tiga buah konka (turbinate). Ketika kehamilan berusia sembilan minggu, mulailah terbentuk sinus maksila yang diawali oleh invaginasi meatus media. Pada saat yang bersamaan terbentuknya prosesus unsinatus dan bula etmoid yang membentuk suatu daerah yang lebar disebut hiatus semilunar. Pada usia kehamilan empat belas minggu ditandai dengan pembentukan sel etmoid anterior yang berasal dari invaginasi bagian atap meatus media dan sel etmoid posterior yang berasal dari bagian dasar meatus superior. Dan akhirnya pada usia kehamilan tiga puluh enam minggu, dinding lateral hidung terbentuk dengan baik dan sudah tampak jelas proporsi konka. Seluruh daerah sinus paranasal muncul dengan tingkatan yang berbeda sejak anak baru lahir, perkembangannya melalui tahapan yang spesifik. Yang pertama berkembang adalah sinus etmoid, diikuti oleh sinus maksila, sfenoid dan sinus frontal.3,4,5

Sejak kehamilan berusia empat hingga delapan minggu , perkembangan embrional anatomi hidung mulai terbentuk dengan terbentuknya rongga hidung sebagai bagian yang terpisah yaitu daerah frontonasal dan bagian pertautan prosesus maksilaris. Daerah frontonasal nantinya akan berkembang hingga ke otak bagian depan, mendukung pembentukan olfaktori. Bagian medial dan lateral akhirnya akan menjadi nares (lubang hidung). Septum nasal berasal dari pertumbuhan garis tengah posterior frontonasal dan perluasan garis tengah mesoderm yang berasal dari daerah maksila.4

Perkembangan embriologi hidung, bibir dan palatum terjadi antara minggu ke-5 hhingga minggu ke-10. Menunjukkan perkembangan wajah embrio dari minggu ke-5 hingga ke 10 diliat dari aspek frontal. 3BAB III

ANATOMI HIDUNG

Anatomi Hidung LuarHidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas ; struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian : yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan ; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah : 1) pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum nasi), 3) puncak hidung (hip), 4) ala nasi, 5) kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari : 1) tulang hidung (os nasal), 2) prosesus frontal os maksila dan 3) prosesus nasal os frontal ; sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasal lateral superior, 2) sepasang kartilago nasal lateral inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan 3) tepi anterior kartilago septum.4

Anatomi Hidung Dalam

Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media, dan konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior.3,5

Gambar 1. Anatomi Hidung Dalam3Septum NasiSeptum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior dibentuk oleh lamina perpendikular os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum (kuadrilateral), premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior dan inferior oleh os vomer, krista maksila, krista palatina serta krista sfenoid.5,6,7Kavum NasiKavum nasi terdiri dari dasar hidung, atap hidung, dinding lateral, dan konka. Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horizontal os palatum. Atap hidung terdiri dari kartilago lateral superior dan inferior, os nasal, prosesus frontal os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sfenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh filament-filamen nervus olfaktori yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktori berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior. Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontal os maksila, os lakrimal, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina perpendikular os platinum dan lamina pterigoid medial. Fosa nasal dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka; celah antara konka inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior; celah antara konka media dan inferior disebut meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus superior. Kadang-kadang didapatkan konka keempat (konka suprema) yang teratas. Konka suprema, konka superior, dan konka media berasal dari massa lateral os etmoid, sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada maksila bagian superior dan palatum.4,5Meatus SuperiorMeatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit antara septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel etmoid posterior bermuara di sentral meatus superior melalui satu atau beberapa ostium yang besarnya bervariasi. Di atas belakang konka superior dan di depan korpus os sfenoid terdapat resesus sfeno-etmoid, tempat bermuaranya sinus sfenoid.5,7Meatus MediaMerupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulan sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit yang menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunar. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Di atas infundibulum ada penonjolan hemisfer yaitu bula etmoid yang dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium sinus frontal, antrum maksila, dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di bagian anterior atas, dan sinus maksila bermuara di posterior muara sinus frontal. Adakalanya sel-sel etmoid dan kadang-kadang duktus nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di depan infundibulum.5,7Meatus InferiorMeatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai muara duktus nasolakrimal yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di belakang batas posterior nostril.4,6NaresNares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum. Tiap nares posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horisontal palatum, bagian dalam oleh os vomer, bagian atas oleh prosesus vaginal os sfenoid dan bagian luar oleh lamina pterigoid.5Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus maksila, etmoid, frontal dan sfenoid. Sinus maksila merupakan sinus paranasal terbesar di antara lainnya, yang berbentuk piramid yang tidak teratur dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya menghadap ke arah apeks prosesus zygomatik os maksilla.5,7Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang berisi udara yang berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus alveolar dan bagian lateralnya berasal dari rongga hidung hingga bagian inferomedial dari orbita dan zygomatik. Sinus-sinus tersebut terbentuk oleh pseudostratified columnar epithelium yang berhubungan melalui ostium dengan lapisan epitel dari rongga hidung. Sel-sel epitelnya berisi sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel goblet.6Kompleks Ostiomeatal (KOM)Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid anterior yang berupa celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus paranasal gambaran KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga di antara konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunar, bula etmoid, agger nasi dan ressus frontal.5,7Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum karena sekret yang keluar dari ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah sempit infundibulum sebelum masuk ke rongga hidung. Sedangkan pada sinus frontal sekret akan keluar melalui celah sempit resesus frontal yang disebut sebagai serambi depan sinus frontal. Dari resesus frontal drainase sekret dapat langsung menuju ke infundibulum etmoid atau ke dalam celah di antara prosesus unsinatus dan konka media.5,7

Gambar 2. Kompleks Ostio Meatal4Peredaran Darah di HidungBagian atas hidung, rongga hidung mendapat pendarahan dari areri etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dari arteri karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri maksila interna, di antaranya adalah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang cabang arteri fasial.7Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labia superior, dan arteri palatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach (Littles area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis (pendarahan hidung) terutama pada anak.7Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi hingga ke intrakranial.7Persarafan HidungBagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus etmoid anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliar, yang berasal dari nervus oftalmikus (N.V-1). Rongga hidung lannya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari nervus maksila (N.V-2), serabut parasimpatis dari nervus petrosus superfisial mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.7Nervus olfaktori. Saraf ini turun dari lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktori dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.7BAB IV

FISIOLOGI HIDUNG

Sinus paranasal secara fisiologi memiliki fungsi yang bermacam-macam. Berdasarkan teori dari Proetz, bahwa kerja dari sinus paranasal adalah sebagai barier pada organ vital terhadap suhu dan bunyi yang masuk. Berdasarkan teori struktural, teori revolusioner dan teori fungsional, maka fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah : 1) fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal ; 2) fungsi penghidu, karena terdapanya mukosa olfaktori (penciuman) dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu ; 3) fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang ; 4) fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas; 5) refleks nasal; 6) membantu produksi mukus untuk membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi.6,7BAB V

RHINOMETRIRhinomanometri

Rhinimanometri digunakan untuk mengukur hambatan aliran udara nasal dengan pengukuran kuantitatif pada aliran dan tekanan udara nasal. Tes ini berdasarkan prinsip bahwa aliran udara melalui suatu tabung hanya bila terdapat perbedaan tekanan yang melewatinya. Perbedaan ini dibentuk dari usaha respirasi yang mengubah tekanan ruang posterior nasal relatif terhadap atmosfir eksternal dan menghasilkan aliran udara masuk dan keluar hidung.1

Pada tahun 1984, the European Committee for Standardization of Rhinomanometry menetapkan rumus aliran udara nasal : R = P:V pada tekanan 150 P.

R = Tahanan terhadap aliran udara (Pa/cm/det)

P = Tekanan transnasal (Pa atau CmH2O)

V = Aliran udara (Lt/det atau CmH20)

Dengan adanya standarisasi ini diharapkan memberikan perbandingan hasil dan perbandingan rentang normal. Rhinomanometri dapat dilakukan secara aktif atau pasif dan dengan pendekatan anterior atau posterior. Rhinomanometri anterior aktif lebih sering digunakan dan lebih fisiologis. Tekanan dinilai pada satu lubang hidung dengan satu kateter yang dihubungkan dengan pita perekat, sementara aliran udara diukur melalui lubang hidung lain yang terbuka.1,8

Gambar 3. Rhinomamometri8Sungkup wajah yang transparan di pasang menutupi hidung. Alat ini dihubungkan dengan suatu pneumotokografi, amplifier dan perekam. Hasil ini ditampilkan secara grafik sebagai kurva S dimana masing- masing lobang hidung dilakukan lima kali pemeriksaan. Kemudian diambil nilai rata-rata lima kali pemeriksaan.8Sebelum diperiksa, pasien harus relaksasi selama 30 menit pada suhu kamar yang tetap. Mesin membutuhkan 30 menit untuk penghangatan dan membutuhkan kalibrasi teratur.8,9

Gambar 4.Hasil rhinomanometry (A)tidak terdapat sumbatan hidung pada lobang hidung kiri dan kanan.(B)terjadi sumbatan hidung pada lobang hidung kiri8Rhinomanometri relatif menghabiskan waktu dan hasil dapat bervariasi sampai 20-25% dengan waktu yang dibutuhkan mencapai 15 menit. Rhinomanometri tidak bisa digunakan jika terjadi sumbatan hidung yang berat atau ketika terdapat perforasi septum. Alat ini juga tidak dapat menilai lokasi obstruksi.8Pada rhinomanometri posterior aktif, kateter dimasukkan melalui mulut dengan bibir ditutup agar dapat mengukur tekanan faring. Aliran melalui kedua kavum nasi diukur secara bersamaan. Digunakan sungkup hidung transparan yang sama dengan rhinomanometri anterior. Teknik ini kurang invasif dan cendrung mendistorsi rongga hidung. Namun satu dari empat pasien tidak dapat merelaksasi palatum mole dan sebagian pasien tidak memungkinkan untuk memasukkan pipa. Hasil bervariasi dalam beberapa menit, biasanya antara 15% sampai 20%.8,9Rhinometri akustikRhinometri akustik ini memberikan nada suara yang dapat didengar (150 -10000 hz) yang dihasilkan oleh klik elektronik dan dibangkitkan oleh tabung suara. Alat ini dimasukan ke hidung dan aliran udara hidung direfleksikan oleh perubahan lokal pada akuistik impedansi. Bunyi yang direfleksikan ditangkap oleh mikrofon, diteruskan ke komputer dan dianalisa.8,9

Gambar 5. Pemeriksaan Rinometri Akustik8

Gambar 6. Hasil pemeriksaan rinometri akustik (A) hubungan lokasi yang terdapat di hidung (B)Sebelum dan sesudah operasi polip hidung. N = normal, D = setelah pemberian dekongestan (C) sebelum dansetelah pemberian allergen.8Terdapat berbagai ukuran nosepiece untuk menghubungkan tabung suara ke hidung. Sangat perlu untuk menyesuaikan nosepiece dengan lubang hidung tanpa menyebabkan deformitas. Pemeriksaan diulang lima kali dan dihitung nilai rata-ratanya.10 Rinometri akustik didasarkan pada prinsip bahwa impedansi tabung untuk gelombang suara (lebih dari 250 Hz) tergantung pada perubahan dalam geometri. Dengan menganalisis amplitudo maka suara yang tercermin dari tabung yang seperti rongga hidung, perkiraan rongga geometri dapat diproduksi oleh software pada microcomputer. Pada grafik ini, penyempitan terlihat pada garis yang menurun dan pelebaran terlihat pada garis yang meningkat atau naik. Generator yang ada akan menghasilkan suara 150-10.000 Hz. Suara masuk ke dalam rongga hidung melalui nosepiece yang cocok di lubang hidung dan akan direfeleksikan oleh mikrofon setelah amplifikasi, penyaringan dan konversi secara digital yang nantinya tergambar pada komputer.10BAB VI

RESUMERhinomanometri merupakan alat yang telah distandarisasi yang digunakan untuk mengukur hambatan aliran udara nasal dengan pengukuran kuantitatif pada aliran dan tekanan udara nasal, Tetapi dalam penggunaannya membutuhkan tenaga ahli untuk mengerjakan dan mempunyai harga beli alat yang relatif mahal. Akustik rhinometri merupakan alat yang dapat menentukan lokasi sumbatan hidung dengan memasukkan alat melalui hidung yang hasilnya ditangkap oleh mikrofon yang disalurkan melalui komputer.DAFTAR PUSTAKA

1. Grymer LF, Hilberg O, Ole Find afek Pederson. Prediction of nasal obstruction based on clinical examination and acustic rhinometry. Rhinology. 1996; 35-72. http://www.aetna.com/cpb/medical/data/700_799/0700.html3. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Anatomi Hidung. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC. 1997: 173-176.4. Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani RS. Hidung. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007: 96-100.5. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Jilid Satu. Edisi 13. Jakarta:Binarupa Aksara. 1994:1-25.6. Brown Scott. Orolaryngology. 6th ed. Vol. 1. Butterworth, Butterworth & Co Ltd. 1997: 1-29.7. Dhingra, PL. Miscellaneous Disorders of Nasal Cavity. Disease of Ear, Nose, and Throat. New Delhi: B.I.Churchill Livingstone Pvt Ltd. 1998.8. Glenys KS, Valrie JL. Investigative rhinology.London:Taylor&Francis; 2004:71-6.9. Kim HY. Paradoxical nasal obstruction: Analysis of characteristics using acoustic rhinometry. Am J Rhinol 2007;21:408-1.10. Grymer LF, Hilberg 0, Pedersen OF, Rasmussen TR. Acoustic rhinometry: Values from adults with subjective normal nasal patency. Rhinology 1991;35-47

1