refarat bedah anak

34
BAB I PENDAHULUAN Trauma abdomen meningkat dari tahun ketahun. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Mortalitasnya cenderung lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk sesuai dengan lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan, dan jumlah kendaraan. 1 Hampir 90% trauma abdomen pada anak kurang dari 14 tahun disebabkan oleh trauma tumpul. Trauma abdomen dibagi menjadi trauma tumpul abdomen dan trauma penetrans. Pada usia balita penyebabnya terutama adalah jatuh dari ketinggian, sedangkan pada usia sekolah, kecelakaan sepeda dan pejalan kaki lebih sering menjadi penyebabnya. 1-3 Pada usia prepubertas kecelakaan sepeda motor dan trauma tajam yang menjadi penyebab tersering trauma abdomen. Oleh karena ukuran tubuh yang relatif kecil, trauma abdomen sering disertai oleh trauma pada organ lainnya seperti trauma kapitis, thoraks, dan ekstremitias. 3,4 Pengelolaan trauma abdomen pada anak mengalami perubahan yang signifikan selama dua dekade terakhir. Penatalaksanaan non operatif pada trauma abdomen pada anak angka keberhasilannya lebih dari 95%, hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya pengetahuan dibidang anatomi dan fisiologi pada anak. Meskipun trauma abdomen sekitar 30% lebih sering daripada cedera thoraks, tetapi kurang 40% bersifat fatal. Trauma abdominal menyebabkan morbiditas, dan menyebabkan mortalitas sebesar 8.5 %. 4,5 1

Upload: karen-mogi

Post on 11-Nov-2015

33 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

xscssxdvds

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Trauma abdomen meningkat dari tahun ketahun. Jejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Mortalitasnya cenderung lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk sesuai dengan lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan, dan jumlah kendaraan.1 Hampir 90% trauma abdomen pada anak kurang dari 14 tahun disebabkan oleh trauma tumpul. Trauma abdomen dibagi menjadi trauma tumpul abdomen dan trauma penetrans. Pada usia balita penyebabnya terutama adalah jatuh dari ketinggian, sedangkan pada usia sekolah, kecelakaan sepeda dan pejalan kaki lebih sering menjadi penyebabnya.1-3 Pada usia prepubertas kecelakaan sepeda motor dan trauma tajam yang menjadi penyebab tersering trauma abdomen. Oleh karena ukuran tubuh yang relatif kecil, trauma abdomen sering disertai oleh trauma pada organ lainnya seperti trauma kapitis, thoraks, dan ekstremitias.3,4Pengelolaan trauma abdomen pada anak mengalami perubahan yang signifikan selama dua dekade terakhir. Penatalaksanaan non operatif pada trauma abdomen pada anak angka keberhasilannya lebih dari 95%, hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya pengetahuan dibidang anatomi dan fisiologi pada anak. Meskipun trauma abdomen sekitar 30% lebih sering daripada cedera thoraks, tetapi kurang 40% bersifat fatal. Trauma abdominal menyebabkan morbiditas, dan menyebabkan mortalitas sebesar 8.5 %.4,5Trauma tumpul abdomen merupakan suatu masalah yang serius dan memerlukan penanganan segera karena cedera organ dapat menyebabkan terjadinya perdarahan yang bisa mempengaruhi status hemodinamik pasien. Faktor ketepatan dan kecepatan diagnosis memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan. Hal tersebut masih merupakan tantangan bagi ahli medis, walaupun teknik diagnostik baru sudah banyak dipakai, seperti Ultrasonografi (USG), Computed Tomografi, dan laparaskopi.2,5,6

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi AbdomenAbdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh, bentuknya lonjong dan meluas dari diafragma hingga pelvis. Rongga ini berisi visera dan dibungkus dinding (abdominal wall) dari otot-otot, kolumna vertebralis, dan ilia. Pada bagian superior, dinding abdomen dibentuk oleh diafragma yang memisahkan kavitas abdominalis dari kavitas thorakalis. Pada bagian inferior, kavitas abdominalis melanjutkan diri menjadi kavitas pelvis melalui apertura pelvis superior. Di bagian posterior, dinding abdomen di garis tengah dibentuk oleh kelima vertebra lumbales dan diskus intervertebralisnya, bagian lateral dibentuk oleh 12 kosta, bagian atas oleh muskulus psoas mayor, muskulus kuadratus lumborum, dan aponeurosis origo muskulus transverses abdominis. Dinding abdomen dibatasi oleh selubung fascia dan peritoneum parietale.1,5,6

Gambar 1. Batas rongga abdomen

Ada beberapa cara untuk membagi permukaan dinding perut dalam beberapa region dengan menarik garis tegak lurus terhadap garis median melalui umbilicus. Dengan cara ini dinding depan abdomen terbagi atas 4 daerah yaitu:1) Kuadran kanan atas2) Kuadran kiri atas3) Kuadran kiri bawah4) Kuadran kanan bawahBerdasarkan pembagian yang lebih rinci, abdomen terbagi menjadi sembilan daerah yang dibatasi oleh empat garis bayangan pada dinding anterior, dua diantaranya berjalan horizontal mengelilingi badan (yang atas setinggi tulang rawan iga kesembilan, yang bawah setinggi bagian atas krista iliaka), dan dua lainnya vertikal di kiri dan kanan tubuh yaitu dari tulang rawan iga kedelapan hingga ke pertengahan ligamentun inguinale.5 Permukaan abdomen terbagi atas 9 regio :1) Regio epigastrium2) Region hipokondrium kanan3) Region hipokondrium kiri4) Region umbilicus5) Region lumbal kanan6) Region lumbal kiri7) Region hipogastrium atau region suprapubik8) Region iliaka kanan9) Region iliaka kiri

Gambar 2. Pembagian permukaan abdomenBerdasarkan letaknya, organ dalam abdomen terbagi menjadi dua, yaitu organ intraperitoneal dan retroperioneal. Organ-organ intraperitoneal diantaranya lambung, hepar, duodenum, pankreas, kolon, dan organ-organ saluran pencernaan yang lain. Adapun organ yang terletak retroperitoneal seperti ginjal, aorta, dan venakava inferior.4,5,6 Secara garis besar organ-organ dalam abdomen dapat diproyeksikan pada permukaan abdomen walaupun tidak setepat dada antara lain : 1. Hati atau hepar berada di daerah epigastrium dan di daerah hipokondrium kanan.2. Lambung berada di daerah epigastrium.3. Limpa berkedudukan di daerah hipokondrium kiri.4. Kandung empedu atau vesika felea seringkali berada pada perbatasan daerah hipokondrium kanan dan epigastrium.5. Kandung kemih yang penuh dengan uterus pada orang hamil dapat teraba di daerah hipogastrium.6. Appendiks berada di daerah antara daerah iliaka kanan dan bagian bawah daerah umbilikal.

2.2 Karakteristik Anatomi dan Fisiologi pada anakSecara garis besar penilaian dan pengelolaan trauma pada anak tidak berbeda dengan dewasa, namun karakteristik anatomi pada anak memerlukan perhatian khusus. Anatomi abdomen yang unik pada anak berpengaruh terhadap respon biomekanik terhadap trauma, adapun kharakterisitik khusus anatomi pada anak adalah sebagai berikut:a. Ukuran dan bentukOleh karena ukuran tubuh anak yang kecil, energi yang ditimbulkan oleh gaya linier dari sumber trauma akan mengakibatkan gaya yang lebih besar pada suatu unit area tubuh. Energi yang besar tersebut diterima oleh tubuh yang mengandung sedikit jaringan lemak, jaringan ikat yang kurang elastis dan organ-organ abdomen yang saling berdekatan. Akibat keadaan ini trauma majemuk sering ditemukan pada anak. Lima belas persen anak-anak dengan cedera intra abdomen juga terdapat di bagian tubuh yang lain, sehingga diperlukan pemeriksaan yang seksama.Ukuran kepala relatif lebih besar dibandingkan tubuh sehingga pada anak cenderung kepala mengenai tanah ketika jatuh. Immobilisasi spinal harus dipikirkan untuk mempertahankan alignment.Dinding otot abdomen pada anak-anak lebih tipis daripada dewasa terutama pada usia 2 tahun pertama kehidupan oleh karenanya kurang dapat memberikan perlindungan terhadap struktur didalamnya. Tulang rusuk anak-anak lebih fleksibel daripada dewasa sehingga dapat mengurangi resiko patah tulang.Perbandingan solid organ anak lebih besar dibandingkan dengan dewasa sehingga banyak surface area yang terekspose sehingga organ tersebut beresiko untuk mengalami cedera. Lien pada anak mempunyai kapsul yang lebih tebal dibandingkan dewasa. Pada anak yang masih muda intestine tidak sepenuhnya terfiksasi pada rongga intraperitoneal seperti sigmoid dan kolon kanan potensial mengalami deselerasi serta kompresi.Kandung kencing meluas sampai level umbilikus setelah lahir dan lebih ekspose terhadap direct impact pada bagian bawah abdomen. b. Struktur tulangStruktur tulang pada anak belum sepenuhnya mengalamai kalsifikasi dan terdiri dari pusat pertumbuhan sehingga akan lebih lunak. Oleh karena itu organ dalam seringkali mengalami trauma tanpa disertai oleh fraktur tulang sekitarnya. Disamping itu arcus costarum bersudut lebih tumpul dibandingkan dengan dewasa sehingga organ visera pada abdomen atas kurang terlindungi. Dengan demikian lien dan hepar merupakan dua organ visera yang paling sering mengalami trauma.Jaringan lebih elastik berhubungan dengan regangan dan robekan cedera spinal cord yang serius dapat terjadi tanpa tanda-tanda adanya trauma.. c. Luas permukaan tubuhAnak-anak mempunyai lemak tubuh yang kurang dan memiliki luas permukaan tubuh yang luas sehingga dapat menyebabkan kehilangan panas secara cepat. Oleh karena itu hipotermi lebih mudah terjadi karena energi panas akan cepat hilang melalui permukaan tubuh yang relatif lebih luas sehingga harus ditutupi dan mempertahankan temperatur serta observasi tanda adanya hipotermia. Oleh karena anak-anak mempunyai disproporsional luas permukaan tubuh dan kurangnya termoregulasi, mempertahankan suhu pada injuri pada anak menjadi sangat penting.d. Tekanan darahTekanan darah tidak dapat dipakai sebagai patokan adanya syok pada anak yang mengalami trauma. Anak-anak dapat memiliki tekanan darah normal sampai fase terakhir syok Observasi secara hati-hati dan mencari tanda-tanda di kulit, capillary refill, takikardia, dan takipneu.Oleh karena kompensasi yang unik pada anak maka hipotensi sekunder dari hipovolemik syok akan terlambat. Resusitasi awal yang agresif pada anak merupakan indikasi pada kasus injuri pada anak.

e. Status psikologisKeadaan emosional yang tidak stabil sifat regresi dan non koperatif pada anak sering menyulitkan proses anamnesa dan penilaian pemeriksaan fisik. Oleh karena itu dokter yang memeriksa seorang anak dengan trauma harus mampu membujuk dan menenangkannya sehingga data-data yang akurat dapat diperoleh.

f. Efek jangka panjangSeorang anak masih akan mengalamai pertumbuhan dan perkembangan maka trauma majemuk yang berat dan menyebabkan kecacatan akan menimbulkan masalah psikologis di kemudian hari. Enam puluh persen anak yang mengalami trauma majemuk akan mengalamai gangguan kepribadian setelah satu tahun meninggalkan trumah sakit. Oleh karena itu pengelolaan awal yang tepat sangat penting untuk mengurangi kecacatan pada anak yang mengalami trauma sehingga kualitas hidup selanjutnya akan mencapai keadaan yang optimal.

2.3. Trauma Tumpul AbdomenTrauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal berbagai organ. Trauma tumpul abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk. Pada trauma tumpul dengan velositas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu organ dan kadang tidak menimbulkan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh dan abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi organ padat berupa perdarahan. Sedangkan trauma velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multiple, seperti organ padat (hepar, lien, ginjal) dari pada organ-organ berongga.1,4,5,7Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis:7,8 a. Trauma penetrasi : Trauma Tembak, Trauma Tusukb. Trauma non-penetrasi : diklasifikasikan ke dalam 3 mekanisme utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman),tenaga deselerasi dan akseleasi. Tenaga kompresi (compression or concussive forces) dapat berupa hantaman langsung atau kompresi eksternal terhadap objek yang terfiksasi. Misalnya hancur akibat kecelakaan/crash, atau sabuk pengaman yang salah/belt injury. Hal yang sering terjadi hantaman menyebabkan sobek dan hematom subkapsular pada organ padat visera. Hantaman juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intralumen pada organ berongga dan menyebabkan ruptur.8 Tenaga deselerasi menyebabkan regangan dan sobekan linier organ-organ yang terfiksasi. Cedera deselerasi klasik termasuk hepatic tear sepanjang ligamentum teres dan cedera intima pada arteri renalis.7,9 Cedera akselerasitrauma pada dinding abdomen terdiri dari kontusio dan laserasi. 1)Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapatmenyerupai tumor. 2). Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi.10

2.4. Patofisologi Trauma Tumpul AbdomenTrauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada organberongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan. Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian tubuh yang relatiftidak terpancang bergerak terus dan mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen paling sering mencederai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal,organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter.Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (non complient organ) seperti hati, limpa, pankreas, dan ginjal. Kerusakan intra abdominal sekunderuntuk kekuatan tumpul pada abdomen secara umum dapat dijelaskan dengan 3 mekanisme, yaitu :1) Saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara struktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan robeknya organberongga, organ padat, organ viseral dan pembuluh darah, khususnya pada ujung organ yang terkena. Contoh pada aorta distal yang mengenai tulang torakal. Akibatnya, gayapotong pada aorta dapat menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi padapembuluh darah ginjal dan pada cervicothoracic junction.2) Isi intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen anterior dan columna vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan remuk, biasanya organ padat (limpa, hati, dan ginjal) terancam.3) Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya biasanya menyebabkan ruptur organ berongga.Berat ringannya perforasi tergantung dari gaya dan luas permukaan organ yang terkena cedera.Patofisiologi dari trauma tumpul abdomen terdiri dari :a. Kehilangan darah Limpa dan hati memiliki banyak suplai dan simpanan darah sehingga terjadi kehilangan darah dengan cepat. Konsistensi jaringan hati dan lien menyebabkan jaringan sulit melakukan proses homeostasis. Perdarahan pada kavum retroperitoneal sulit untuk dievaluasi dan di diagnosis.b. Nyeri Nyeri, kekakuan, tegang pada abdomen merupakan tanda klasik patologi intraabdomen. Nyeri tekan dan defans muscular disebabkan karena pergerakan yang tiba-tiba dan iritasi membran peritoneal hingga ke dinding abdomen. Iritasi disebabkan adanya darah atau isi lambung pada kavum peritoneal. Cedera duodenum dan pankreas menyebabkan perdarahan dan berefek mengaktifkan enzim di sekitar jaringan sehingga memicu peritonitis kimiawi area retroperitoneal. Tanda dan gejalan cedera pankreas dan duodenum adalah :i. Nyeri tekan abdomen yang difusii. Penjalaran nyeri pada area epigastrium sampai ke punggung.2.5. Diagnosis Trauma Tumpul AbdomenPasien trauma tumpul abdomen dengan hemodinamik stabil perlu dievaluasi dengan USG atau CT . Sedangkan trauma abdomen yang berat dibutuhkan prioritas utama dan butuh untuk dilakukan operasi. FAST (focused abdominal sonography for trauma) atau DPL biasanya dapat diperiksa dalam ruang operasi untuk membantu mengevaluasi adanya perdarahan intra abdominal sehingga pembedahan eksplorasi dapat berjalan dengan cepat.12,14Alur penatalaksanaan trauma tumpul abdomen dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3. Alur pentalaksanaan trauma tumpul abdomenKeterangan: DPL : Diagnostic Peritoneal Lavage FAST : Focused Abdominal Sonography for Trauma Judgment : operasi atau tidak operasi berdasarkan hasil CTPada gambar di atas menunjukkan bahwa apabila pasien dengan trauma tumpul abdomen dengan klinis yang bisa dinilai, maksudnya tanda-tanda vital baik disertai dengan nyeri perut diseluruh lapangan maka secepatnya dilakukan laparatomi eksplorasi untuk mencari penyebabnya. Sedangkan apabila pasien dengan trauma tumpul abdomen tanpa disertai nyeri perut dengan tanda-tanda vital dalam batas normal, pertama kali yang harus dilakukan yaitu pemeriksaan FAST, apabila didapatkan adanya kelainan dalam FAST, dilanjutkan dengan pemeriksaan CT. Apabila CT juga didapatkan kelainan maka pemeriksa harus menentukan tindakan berdasarkan hasil yang didapatkan. Sedangkan apabila FAST tidak ditemukan kelainan maka pasien perlu dilakukan observasi dan tidak boleh dipulangkan. Observasi juga dilakukan terhadap pasien yang menunjukkan hasil FAST dengan kelainan, namun hasil CT yang normal. Sedangkan apabila pasientanpa nyeri abdomen yang menyeluruh dengan hemodinamik labil, maka langsung dilakukan pemeriksaan FAST. Apabila FAST menunjukkan adanya kelainan, maka langsung dilakukan laparatomi eksplorasi. Sedangkan apabila FAST tidak ditemukan suatu kelainan maka perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari kemungkinan lain yang menyebabkan hemodinamik pasien terganggu. Apabila terdapat penyebab lain dari hemodinamik labil tersebut, maka perlu dilakukan evaluasi atau resusitasi. Apabila tidak ditemukan penyebabnya maka perlu dilakukan pemeriksaan DPL. Bilapemeriksaan DPL menunjukkan adanya masalah maka dilakukan laparatomi eksplorasi, dan apabila DPL tidak ditemukan kelainan maka pasien dievaluasi atau dilakukan resusitasi.15,18Jika pasien dengan trauma abdomen akan tetapi kinis tidak mampu kita nilai akan tetapi hemodinamik pasien stabil, artinya tanda-tanda vital pasien dalam batas normal, maka langsung dilakukan pemeriksaan CT. Apabila CT tidak menunjukkan kelainan,maka pasien perlu dilakukan observasi.Namun bila pada CT ditemukan kelainan maka perlu pasien perlu dilakukan tindakan, sesuai dengan penyebabnya.16,17

2.6. Penatalaksanaan Trauma Tumpul AbdomenOleh karena trauma abdomen pada anak seringkali disertai dengan trauma yang majemuk maka penilaian awal pada setiap trauma abdomen dilakukan sebagaimana penolong menghadapi pasien degan trauma majemuk. Penilaian, triase dan pengelolaan awal tersebut sebagai tindakan resusitasi mengikuti prinsif yang sama dengan trauma pada dewasa yaitu sesuai prosedur yang telah ditetapkan pada Advanced Trauma Life Support (ATLS). Tujuan utama resusitase dan triase adalah untuk memulihkan atau mempertahankan oksigenasi yang adekuat pada jaringan.1,9,16Pengelolaan trauma pada anak terdiri dari persiapan, triase, primary survey (penilaian awal), resusitasi, secondary survey (penilaian ulang), reevaluasi dan terapi definitive. Persiapan dan triase dilakukan sejak tahap pre rumah sakit maupun setelah pasien tiba di rumah sakit. Proses penilaian awal (primary survey) terdiri dari kontrol jalan nafas dengan memperhatikan stabilisasi vertebra servikal (A=airway with cervical spine control), proses ventilasi pernafasan (B=breathing), penilaian sirkulasi (C=circulation with hemorrhage control), keadaan stauts neurologis dan kesaran (D=disability), serta perlindungan terhadap hipotermi (E=Exposure/environment).2,8 Gangguan sirkulasi sangat berkaitan dengan adanya suatu trauma abdomen yaitu bila terjadi perdarahan intraabdomen. Adanya syok dan perdarahan eksternal memerlukan tindakan resusitasi berupa penghentian perdarahan dan pemberian cairan. Tindakan opratif pada berupa laparotomi dapat merupakan bagian tindakan resusitasi penghentian sumber perdarahan apabila terdapat sumber perdarahan yang jelas ditemukan berasal dari rongga abdomen sebagai akibat adanya luka tusuk pada abdomen. Adanya kehilangan darah yang cukup banyak pada anak sering didahului dengan fase kompensasi yang tidak menampakan gejala dan tanda adanya gangguan hemodinamik. Oleh karena itu adanya takikardi dan perfusi kulit yang buruk adalah tanda-tanda yang penting dan merupakan petunjuk diperlukannya terapi cairan dengan segera., namun demikian penyebab takikardi lainnya yaitu rasa nyeri, takut, dan stress psikologis harus dipertimbangkan. Diuresis adalah petunjuk yang adekuat untuk menilai baik buruknya perfusi jaringan perifer. Adanya takikarda, tekanan darah sistolik kurang dari 70 mmHg adalah tanda yang jelas adanya syok. Sebagai patokan nilai tekanan darah sistolik pada anak adalah 80 mmHg ditambah dengan duakali umur pasien dalam tahun dan tekanan darah diastolik harus dua pertiga dari tekanan sistolik.Resusitasi cairan adalah langkah berikutnya setelah menilai gangguan sirkulasi dan derajat syok yang terjadi. Apabila syok ditemukan pada penilaian awal, maka pemberian cairan kristaloid (Ringer Lactat) yang dihangatkan dilakukan secara bolus dengan dosis 20 ml/kgBB. Jumlah ini adalah 25% dari jumlah volume darah pada anak normal, sedangkan jumlah volume darah anak adalah 80 ml/kgBB. Setelah pemberian cairan dengan jumlah tersebut harus dilakukan observasi secara ketat, dengan melakukan penilaian terhadap stabilitas hemodinamik dan keadaan yang stabil dicerminkan oleh :1. Denyut nadi melambat (20mmHg)3. Ekstremitas menjadi hangat4. Kulit tidak pucat5. Kesadaran membaik6. Diuresis 1 ml/kg/jam7. Tekanan darah sistolik meningkat (>80mmHg)Apabila tanda-tanda tersebut di atas tidak dicapai dengan pemberian bolus tersebut maka harus dipikirkan adanya proses perdarahan berlanjut dan oleh karena satu dosis cairan kristaloid yang sama dapat diulang. Bila keadaan hemodinamik tetap tidak stabil maka harus diberikan transfusi darah dengan Packed Red Cells yang sesuai dengan cross match atau golongan darah 0 dengan rhesus negatif dan dosis yang diberikan adalah 10 ml/kgBB. Setelah tindakan tersebut harus dihitung jumlah darah yang diperlukan untuk mempertahankan tanda-tanda vital tersebut dan dinilai kembali apakah tindakan operatif diperlukan. Tindakan selanjutnya juga bergantung kepada jenis trauma abdomen dan organ visera yang dicurigai mengalami trauma. Setelah tindakan resusitasi dilakukan pada kelainan-kelainan yang ditemukan pada keadaan jalan nafas, ventilasi, dan sirkulasi, maka tindakan berikutnya adalah penilaian kesadaran dan status neurologis serta perlindungan terhadap hipotermi.9,10,13Penilaian dan diagnosis adanya trauma abdomen dilakukan lebih lanjut pada tahap penilaian ulang (secondary survey). Pada tahap ini dilakukan anamnesa yang meliputi mekanisme trauma dan pemeriksaan fisik secara sistemik berdasarkan sistem organ dan dilakukan pemeriksaan alat bantu untuk menunjang diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding.14

2.7. Pemeriksaan Penunjang Trauma Tumpul AbdomenEvaluasi trauma tumpul abdomen pada anak banyak mengalami perubahan. Pemeriksaan CT merupakan modalitas terpilih dalam menegakkan adanya trauma tumpul abdomen. Pemeriksaan ultrasound dapat digunakan untuk initial assessment yang cukup akurat pada kasus tersebut. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL) dapat membantu secara cepat pada diagnosis abdominal trauma pada dewasa namun pada anak jarang dilakukan dan dilakukan secara selektif. Ultrasound (US) merupakan pemeriksaan yang sederhana, non invasive dan mudah penggunaannya sehingga dapat digunakan sebagai alternatif diagnosis selain CT dan DPL. CT mempunyai sensitifitas dan spesifisitas dalam mendiagnosis kelainan abdominal trauma, tetapi baru dapat dilakukan bila pasien stabil, tenang, transfortable, dan harus dilakukan setelah resusitasi selesai. Ultrasound digunakan secara simultan saat di emergensi, dan dapat mengetahui adanya patologi intraabdomen dalam beberapa menit. Gruessner mengatakan US cukup sensitive dan akurat dalam mendiagnosis adanya cedera pada abdominal trauma. Kimura dan Otsuka mengatakan US sangat reliable dalam mendeteksi adanya hemoperitoneum dibandingkan dengan CT. Sensitifitas, spesifisitas, dan akurasinya : 86.7%, 100%, dan 97.2%. Peneliti lain mengatakan sensitifitasnya adalah 89-100%. Akurasi pemeriksaan ultrasonografi dibandingkan dengan CT adalah 76%. Computed tomography (CT) scaning dengan double kontras (intravena atau oral) merupakan kriteria standar untuk assessment rongga abdomen pada anak dengan hemodinamik stabil. Intravenous kontras sangat penting untuk evaluasi dan akurasi grading cedera organ solid.16Adanya gambaran ekstravasasi akut dari kontras (blush) merupakan tanda adanya perdarahan. Meskipun tanda tersebut berhubungan dengan perlunya tindakan pembedahan pada dewasa tetapi evaluasi keadaan klinis masih tetap harus dilakukan pada anak. Kontras oral harus diberikan untuk meningkatkan sensitifitas gambaran CT-scan pada diagnosis cedera pankreas, duodenum, dan usus bagian proksimal. Tetapi penggunaan kontras oral pada pemeriksaan immediate radiology pada kasus trauma abdomen masih diperdebatkan. Pemberian kontras oral dapat memperlambat skedul pemeriksaan CT-scan dan dapat menyebabkan muntah, resiko aspirasi. Sehingga penggunaan kontras oral pada kasus emergensi harus dilakukan secara selektif.16,7Penggunanaan USG FAST pada dewasa merupakan standar dari evaluasi adanya trauma tumpul abdomen. Pemeriksaan ini menolong untuk menentukan adanya kelainan organ intra abdomen dan adanya koleksi cairan. Pada populasi anak, pengguanan FAST masih belum jelas. FAST sangat sensitive untuk mendeteksi adanya koleksi cairan intraperitoneal, tetapi bersifat operator dependent dan kurang sensitif.8,16 Pemeriksaan FAST memberikan hasil false negatif (contoh pada cedera pada organ solid tanpa disertai koleksi cairan intraperitoneal) sehingga menyebabkan kesalahan management. Sebelum adanya pemeriksaan CT dan FAST, diagnostic peritoneal lavage (DPL) merupakan modalitas untuk assessment cedera abdomen. DPL masih diindikasikan jika pemeriksaan CT tidak dapat dikerjakan atau hemodinamik tidak stabil. Meskipun sangat sensitif untuk mendeteksi perdarahan intra abdomen atau cedera hollow viscus, DPL tidak spesifik dan invasif dan meningkatkan morbiditas.

2.8. Komplikasi pada Trauma Tumpul AbdomenJejas pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan velositas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu organ. Sedangkan trauma velositas tinggi sering menimbulkan kerusakan organ multiple, seperti organ padat (hepar, lien, ginjal) dari pada organ-organ berongga.Yang mungkin terjadi pada trauma abdomen:

1. Perforasi Gejala perangsangan peretonium yang terjadi dapat disebabkan oleh zat kimia atau mikroorganisme. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya lambung, maka terjadi perangsangan oleh zat kimia segera sesudah trauma dan timbul gejala peritonitis hebat.Bila perforasi terjadi di bagian bawah seperti kolon, mula-mula timbul gejala karena gejala-gejala akut abdomen karena perangsangan karena perangsangan peritoneum.2. Perdarahan Setiap trauma abdomen (trauma tumpul, trauma tajam, dan tembak) dapat menimbulkan perdarahan. Yang paling banyak terkena robekan pada trauma adalah alat-alat parenkim, mesenterium, dan ligamen. Sedangkan alat-alat traktus digestivus pada trauma tumpul biasanya terhindar. Diagnostik perdarahan pada trauma tumpul lebih sulit dibandingkan dengan trauma tajam.Perdarahan dari aorta atau vena kava dapat menyebabkan kematian dalam 30 detik. Gejala klinis perdarahn bergantung pada volume darah yang keluar, yaitu berupa takikardia, hipotensi, pucat, gelisah. Gejala ini dapat segera timbul atau setelah muncul waktu yang lebih lama. 3. Gangguan koagulasiSetelah perdarahan dan transfusi massif pada penderita trauma sering dijumpai gangguan koagulasi. Keadaan ini dapat disebabkan oleh pemakaian darah yang disimpan lama, hipotermia, gangguan pembekuan akibat habis dipakainya faktor pembekuan I, II, VIII, serta gangguan fungsi trombosit. Gangguan fungsi trombosit terjadi karena darah yang disimpan lama trombositnya sesudah dikeluarkan, atau pada transfuse terjadi dilusi trombosit sehingga terjadi trombositopenia. Hipotermia dapat menyebabkan sekuesterasi trombosit. Pada perdarahan berlebihan cadangan faktor pembekuan dalam tubuh akan berkurang atau habis. Keadaan ini disebut sebagai koagulopati konsumtif.4. SepsisSepsis merupakan penyebab kematian tersering pada penderita trauma. Infeksi pasca trauma sangat bergantung pada usia penderita, waktu antara trauma dan penanggulangannya, kontaminasi luka, jenis, dan sifat luka, kerusakan jaringan, syok, jenis tindakan, dan pemberian antibiotik. Jenis luka terkontaminasi atau luka kotor pun hampir selalu diikuti dengan infeksi pasca bedah.5. Gagal organPascatrauma abdomen dapat terjadi kegagalan fungsi beberapa organ seperti:a. Gagal hatiHiperbilirubinemia dengan ikterus pada penderita trauma dapat terjadi prahepatik, insufisiensi hepatoselular, yaitu hepatik, atau obstruksi pascahepatik. Perlu diingat bahwa ikterus prahepatik dapat pula terjadi karena hemolisis akibat transfuse darah inkompatibel atau reabsorpsi hematom.Insufisiensi hepatoselular dengan ikterus hepatik terjadi pada nekrosis sel hati karena hipoksia, hipotensi, inflamasi, atau reseksi hati akibat trauma. Hepatitis pasca transfusi dapat pula menyebabkan insufisiensi ini dan menimbulkan ikterus hepatik dalam minggu ketiga pasca trauma.b. Gagal ginjalGagal ginjal pasca trauma sering berupa gagal ginjal akut yang dapat timbul terutama pada orang diatas usia 60 tahun, penderita penyakit ginjal, syok berat yang lebih lama dari setengah jam, sepsis atau penggunaan obat nefrotoksik. Hipovolemia menurunkan aliran darah ke korteks sehingga ginjal tidak mampu mengonsentrasi urin dan akhirnya terjadi nekrosis tubuler akut. Pada nekrosis tubuler akut secara klinis ditemukan anuria atau oliguria yang harus dibedakan dengan pengaruh hipovolemia. Untuk itu diperlukan pemeriksaan ureum dan kreatinin guna memantau fungsi ginjal. Namun demikian, regenerasi masih mungkin terjadi dalam waktu 6 minggu, uremia sewaktu itu dapat diatasi dengan restriksi pemasukkan air dan dialysis darah.6. SyokPenyebab utama syok pada pasien trauma adalah berkurangnya volume cairan intra vaskular, suatu keadaan yang sering diakibatkan oleh perdarahan.

2.9. Cedera Organ Solida. Trauma LienTrauma lien merupakan trauma yang paling sering terjadi pada trauma tumpul abdomen pada anak dan penyebab paling sering dari suatu perdarahan intraabdomen. Secara klinis trauma ini dapat didiagnosis dengan adanya perubahan hemodinamik akibat perdarahan intraabdomen, adanya keluhan nyeri perut kiri atas dan nyeri di bahu kiri, serta ditemukannya jejas atau hematoma di daerah abdomen kiri atas.Protokol pengobatan non operatif pada kasus cedera lien telah dikenal sejak tahun 1978. Protokol tersebut diinspirasi dari pengalaman para ahli bedah anak. Selama 2 tahun berikutnya protokol tersebut digunakan pula pada kasus injuri liver.CT scan adalah alat bantu diagnostik yang paling baik dalam mendiagnosis ruptura lien dengan spesifitas yang tinggi sehingga dapat pula menilai derajat kerusakan lien. Scanning dengan Tc-99 dan ultrasonografi dapat digunakan namun masing-masing mempunyai false positive dan false negative yang cukup tinggi, terutama untuk ultrasonografi.Setelah diagnosis ditegakkan maka perlu dinilai pengelolaan berikutnya. Pada sebagian besar kasus (70%) trama lien pada anak dapat dikelola secara non operatif sehingga dapat menghindari sepsis post splenektomi. Tindakan non operatif ini dapat dilakukan apabila pada resusitasi cairan dan darah yang diperlukan untuk mempertahankan keadaan hemodinamik yang stabil tidak memlebihi 60% dari seluruh volume darah pasien. Oleh karena volume darah anak adalah 80 ml/kgBB, maka jika dihitung untuk periode 24 jam adalah jumlah darah yang diperlukan adalah kurang dari 40ml/kgBB. Tindakan non operatif meliputi sebagai berikut :1. Nursing Care :Dilakukan pemeriksaan denyut nadi, frekuensi pernafasan, suhu tubuh, dan diuresis tiap jam. Memantau EKG dan tekanan darah. Puasa dan dipasang NGT.2. Pemeriksaan laboratorium :Hemoglobin dan hematokrit tiap 4 jamBJ urine tiap 4 jamAmilase setiap 3 hari3. Perawatan medis :Pemeriksaan fisik setiap jam sampai pasien stabil, kemudian tiap 4 jam.Pertahankan hematokrit >30-35%Evaluasi keadaan koagulasi apabila terdapat perdarahan yang berlanjut.Bed rest selama 7 hari.

Indikasi tindakan operatif adalah bila pemberian transfusi darah untuk mempertahakan hemodinamik yang stabil melebihi 60% dari volume darah anak, dan diketahui adanya kelainan lien sebelum trauma seperti leukemia, limfoma, dan hipersplenisme. Pilihan tindakan operatif adalah splenorrhapy, partial splenectomy, an splenektomi dengan autotransplantation. Jenis tindakan tersebut tergantung dari klasifikasi rupture liennya yaitu :

Tabel 1. Skala cedera limpa (Sabiston: 2007)

Gambar 4. Rupture limpa grade III dan grade V

b. Trauma Hepar dan Saluran EmpeduHepar merupakan organ kedua sesudah lien yang sering mengalami trauma pada kasus trauma tumpul abdomen. Secara klinis diagnosis dapat ditegakkan apabila diperoleh adanya gangguan hemodinamik akibat perdarahan intraabdominal, adanya nyeri di daerah abdomen kanan atas dan bahu kanan, jejas di abdomen kanan atas, tanda-tanda ileus adinamik, dan massa di abdomen kanan atas. Foto rontgen dapat membantu yaitu jika ditemukan fraktur costae kanan terbawah, peninggian dafragma. CT scan memberikan diagnosis yang akurat dan sangat spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan lainnya. Pemeriksaan laboratorium yaitu SGOT dan SGPT memberikan informasi tambahan yang bermakna jika ditemukan kadar SGOT > 200 IU dan SGPT > 100 IU. Prinsip pengelolaan pada lien juga dapat dipakai untuk trauma hepar yaitu terdiri dari tindakan non operatif dan operatif. Tindakan non operatif sama dengan trauma lien, hanya dilakukan pemeriksaan follow up secara berkala SGOT dn SGPT sampai hari ke 7 atau 10.

Tabel 2. Derajat cedera heparSecara ringkas pengelolaan trauma hepar dapat dilihat seperti tabel berikut: KlasifikasiFrekuensiTindakan

Grade I :Subcapsular hematoma < 1 cm, capsular avulsion, laserasi parenkhim superficial< 1 cm

Grade II : Laserasi parenkhim 1-3 cm dan parenkhim/subkapsuler hematoma 1-3 cm. Trauma tembus perifer

Grade III: Laserasi parenkhim> 3 cm dan hematoma subkapsuler/parenkhim >3 cm Trauma tembus sentral

Grade IV :Parenchymal/subcapsular hematoma > 10 cm, destruksi lobus atau devaskularisasiHematoma massif

Grade V: Destruksi global atau devaskularisasi hepar Trauma vena cava retrohepatikRuptur kedua lobus ekstensif

Grade 6 :Hepatic avulsion

15%

55%

25%

3%

2%

Selektif non operatif

Operatif kontrol perdarahan (jahit dan ligasi) Debridemen Drainase

Operasi diperlukan, repair vaskuler, lobektomi, packing, drainase

Tabel 3. Liver injury scale (revision 1994)

c. Trauma GastrointenstinalTrauma pada gastrointestinal lebih jarang ditemukan pada anak hanya 3-4% kasus. Trauma abdomen pada trauma tumpul terjadi dengan 3 macam mekanisme :1) Trauma karena tekanan langsung sehingga terjadi tekanan intraabdominal yang tinggi dan loop usus halus yang tertutup yang akan menyebabkan ruptur dinding usus.2) Trauma tarikan pada titik fiksasi usus3) Trauma yang menyebabkan traktus gastrointestinalis berbenturan dengan vertebra sehingga menyebabkan rupturnya usus. Disamping terjadinya ruptur iskhemik usus halus akibat trauma tumpul dapat menyebabkan nekrosis dan akhirnya perforasi. Selain itu ruptur gastrointestinalis dapat pula disebabkan oleh karena trauma tusuk dan sering disertai dengan trauma pada pembuluh darah besar intraabdominal.Diagnosis ditegakkan dengan didasarkan atas kecurigaan yang berdasarkan mekanisme trauma. Pada anamnesis dapat ditemukan tanda-tanda peritonitis yaitu keluhan nyeri seluruh perut yang bertambah hebat, disertai mual dan muntah, serta gangguan buang air besar. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya jejas eksoriasi atau hematoma di daerah abdomen, adanya nyeri tekan, nyeri lepas, defans muscular, dan nyeri tekan pada colok dubur dengan spingter yang lemah. Pada auskultasi dapat ditemukan bising usus yang menurun sampai menghilang. Pemeriksaan radiologis yaitu rontgen 3 posisi akan sangat membantu yaitu dengan ditemukannya pneumoperitoneum, adanya perselubngan cairan dan dindidng usus yang menebal.Pengelolaanya pada sebagian besar kasus adalah dengan tindakan operatif. Pada luka tusuk abdomen, indikasi laparotomi adalah pasien dengan tanda vital yang tidak stabil, adanya eviserasi usus, adanya tanda-tanda perdarahan, luka yang menembus peritoneum, adanya tanda-tanda peritonitis. Meskipun sebagian besar trauma pada usus halus dilakukan tindakan operatif, namunhematoma duodenum yang sering terjadi pada part II dan III akibat trauma tumpul dapat dilakukan terapi non operatif. Gejala yang timbul biasanya nyeri di daerah epigastrik, muntah-muntah sebagai akibat obstruksi, dan adanya nyeri tekan di daerah epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium akan didapatkan peningggian amilase dan leukositosis. Terapi kelainan ini adalah dengan pemasangan NGT, nutrisi parenteral.

KESIMPULANSemua pasien anak deng trauma tumpul dengan hemodinamik yang tidak stabil harus segera dinilai kemungkinan perdarahan intrabdominal maupun kontaminasi traktus gastrointestinal dengan melakukan DPL (Diagnostic Peritoneal Lavage), ataupun FAST (Focused Assessment Sonography in Trauma).Pasien peritonitis dengan hemodinamik normal bisa dinilai dengan CT scan, dengan keputusan operasi didasarkan pada organ yang terkena dan beratnya trauma.Penanganan trauma tumpul dan tajam pada abdomen antara lain mengembalikan fungsi vital dan optimalisasi oksigenasi dan perfusi jaringan, menentukan mekanisme trauma, pemeriksaan fisik yang hati-hati dan diulang berkala, menentukan cara diagnostik yang khusus bila diperlukan, tetap curiga bila ada cedera vaskular maupun retroperitoneal yang tersembunyi, dan segera menentukan bila diperlukan operasi.

DAFTAR PUSTAKA1. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim, 2007. Gawat Abdomen, dalam Buku ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Hal. 221-239,2. Sabiston, et al. 2007. Sabiston texbook of surgery the biological basis of modern surgical practice. Edisi ke 18. Saunders, An Imprint of Elsevier3. Wegner, S., Colleti, J E., Wie, D V. 2006 Pediatric Blunt Abdominal Trauma. Pediatric clinics. Diakses pada 26 Mei 2012 dari http://hsc.unm.edu/emermed/4. Porkorny W J, Abdominal Trauma, in Ed: Raffensperger JG, Swensons Pediatric Surgery, Fifth Edition, Appleton & Lange, 1990, 278-293.5. Dorland, W. A . N. 2002 Kamus Kedokteran Dorland Ed.29. Jakarta : EGC.Dudley, H. A. F. 1992 Hamilton Bailey's Emergency Surgery. Yogyakarta : UGM Press.6. Alexander RH, Proctor HJ, Advanced Trauma Life Support, Fifth Edition, American College of Surgeons Commite on Trauma, 1993:261-273.7. Rykman FC, Noseworthy J, Multy System Trauma, The Surgical Clinics of North America, 1985, Vol 65: 5: 1287-13018. Harlan Stone and Joseph D. Ansley, Management of Liver Trauma in Children, Journal of Pediatric Surgery, Vol. XII, No. 1 February 19979. Annika Sjijvall and Karin Hirsch, Blunt Abdominal Trauma in Children:Risks of Nonoperative Treatment, Stockholm, Sweden.10. Robert M, Aresman, MD, Mary Beth Madonna, MD, Initial Management and Stabilization of Pediatric Trauma Patients,Children's Memorial Hospital, Northwestern University Medical School,1997 : 1-1511. Rebeccah L. Brown, Michael S. Irish, Observation of Splenic Trauma: When Is a Little Too Much?, New York J Pediatr Surg 34:1124-l 126. 12. Schmuel Katz, Ludwig Lazar, Valerie Rathaus, and llan Erez, Can Ultrasonography Replace Computed Tomography in the Initial Assessment of Children With Blunt Abdominal Trauma?,Departments of Pediatric Surgery and Radiology, Meir Hospital, Sapir Medical Cen fer, Kfar Saba, Israel. 1995.13. Andrew B Peitzman, Mi Rhodes, Abdominal Trauma in The Trauma Manual, Second Edition, Philadelphia, 2002 :236-266.14. Charlotte; Isenhour, Jennifer and Marx, John. 2007. Advances in abdominal trauma. USA: emergency medicine clinics of North America.15. Feldman, G. 2006 Blunt Abdominal Trauma : Evaluation. Diakses pada 1April 2015 dari http://www.docstoc.com/16. Jehangir B., Bhat A. H., Nazir, A. 2002 The Role of Ultrasonography in Blunt Abdominal Trauma. JK-practitioner.17. Salomone A. J., Salomone, J. P. 2011 Emergency Medicine: Abdominal Blunt Trauma.Emedicine. WebMD. Diakses pada 1 April 2015 dari http://emedicine.medscape.com/

22