reactive arthritis

12
BAB I PENDAHULUAN Reactive arthritis (ReA) atau yang dulu di kenal sebagai sindrom Reiter merupakan salah satu bentuk atau varian dari spondiloartropati seronegatif. ReA didefinisikan sebagai suatu kondisi inflamasi yang steril, setelah adanya infeksi ekstraartikular, terutama infeksi urogenital dan enterik. Banyak studi yang telah dilakukan untuk memahami bagaimana patogenesa ReA, dan diduga adanya reaksi imun terhadap suatu patogen penyebab, meskipun patogen tersebut tidak dapat diidentifikasi lagi di jaringan maupun di sinovial. Insiden lebih banyak ditemukan pada usia dewasa muda (20 - 40 tahun), tidak ada perbedaan pada laki-laki dan perempuan. RayindraDR Page 1

Upload: rayindra-dwi-r

Post on 02-Jan-2016

231 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Reactive Arthritis

BAB I

PENDAHULUAN

Reactive arthritis (ReA) atau yang dulu di kenal sebagai sindrom Reiter merupakan

salah satu bentuk atau varian dari spondiloartropati seronegatif. ReA didefinisikan sebagai

suatu kondisi inflamasi yang steril, setelah adanya infeksi ekstraartikular, terutama infeksi

urogenital dan enterik. Banyak studi yang telah dilakukan untuk memahami bagaimana

patogenesa ReA, dan diduga adanya reaksi imun terhadap suatu patogen penyebab, meskipun

patogen tersebut tidak dapat diidentifikasi lagi di jaringan maupun di sinovial. Insiden lebih

banyak ditemukan pada usia dewasa muda (20 - 40 tahun), tidak ada perbedaan pada laki-laki

dan perempuan.

RayindraDR Page 1

Page 2: Reactive Arthritis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Reactive arthritis adalah proses peradangan sendi dengan kondisi autoimun yang

terjadi akibat dari respon terhadap infeksi yang terjadi di bagian tubuh lainnya (cross-

reactivity). Kontak dengan bakteri dan timbul infeksi dapat memicu terjadinya penyakit ini.

Tetapi pada saat gejala penyakit ini muncul, seringkali infeksi pemicunya sudah sembuh atau

dalam tahap remisi sehingga sulit menetapkan penyebabnya.

B. EPIDEMIOLOGI

Dari suatu studi epidemiologi didapatkan lebih dari 50% kasus ReA atau oligoartritis

yang tidak terklasifikasi, didapatkan hubungan dengan patogen yang spesifik baik dengan

pemeriksaan serologis maupun kultur. Organisme yang terdeteksi terutama Chlamydia sp

(patogen urogenital), Salmonella, Shigella, Yersinia, dan Campylobacter sp (patogen enterik).

Beberapa organisme lain juga terdeksi dari berbagai studi regional.

C. PATOGENESIS

Dari berbagai organisme yang telah terbukti menjadi pemicu terjadinya ReA,

Chlamydia sp merupakan penyebab paling sering, dan juga paling sering diamati. Pada

jaringan/cairan sinovial, atau darah tepi penderita ReA dapat ditemukan Chlamydia DNA,

mRNA, rRNA maupun Chlamydia like-cells. Menetapnya Chlamydia sp atau komponennya,

karena kemampuan organisme ini untuk menurunkan ekspresi major outer membrane

protein, meningkatkan ekspresi heat shock protein (HSP) dan lipopolysaccharide (LPS).

Selain itu juga menurunkan ekspresi major histocompatibility complex (MHC) antigen pada

permukaan sel yang terinfeksi, menginduksi apoptosis sel T dengan cara merangsang

produksi lokal tumor necrosing factor (TNF), serta menghambat apoptosis sel host dengan

menurunkan pelepasan cytocrome C dan menghilangkan protein kinase C-delta.

RayindraDR Page 2

Page 3: Reactive Arthritis

Hingga saat ini masih menjadi pertanyaan bagaimana infeksi sebelumnya dapat

menyebabkan inflamasi dan erosi (proses autoimun) pada persendian tanpa adanya organisme

yang viable. Selain adanya komponen mikroorganisme yang menetap, juga diduga adanya

molecular mimicry yang menyebabkan reaktivitas silang sel host dengan antigen microbial.

Analisa pada tikus yang terinfeksi S. typhimurium ternyata menghasilkan perubahan peptida

tertentu yang homolog dengan peptida dari DNA C. trachomatis. HLA- B27 juga dianggap

berperan pada mekanisme molecular mimicry, dimana struktur antigeniknya dapat

menyerupai protein dari mikroorganisme pencetus. Proses inflamasinya melibatkan fibroblas

sinovial yang menimbulkan diferensiasi dan aktivasi osteoklas.

Sebagaimana kelompok spondiloartropati seronegatif yang lain, kaitan ReA dengan

HLA-B27 telah banyak dianalisa, namun masih belum dapat dibuktikan adanya hubungan

yang kuat seperti pada kasus ankilosing spondilitis. Kecuali dua hal yang telah diketahui

berhubungan dengan HLA-B27, yaitu sel imun dengan HLA-B27 ternyata kurang efektif

kemampuannya membunuh Salmonella dibandingkan sel kontrol, dan adanya perangsangan

LPS yang menghasilkan peningkatan sekresi TNF. Selain itu dianalisa juga besarnya peran

sel T CD8+ yang berhubungan dengan molekul MHC kelas I termasuk HLA-B27. Observasi

pada kelompok individu dengan defisiensi sel T CD4+ termasuk acquired immune deficiency

syndrome (AIDS), ternyata masih terdapat manifestasi ReA.

D. GAMBARAN KLINIS

RayindraDR Page 3

Page 4: Reactive Arthritis

Karakteristik klinis dari ReA adalah oligoartritis asimetrik terutama pada ekstrimitas

bawah, meskipun pada 20% kasus dapat berupa poliartritis. Keterlibatan daerah panggul dan

ekstremitas atas sangat jarang. Sendi yang terlibat mengalamai bengkak, hangat dan nyeri

sehingga menyerupai gambaran artritis septik. Aspirasi dan analisa cairan sendi akan

membedakan kedua keadaan tersebut. Gejala khas yang lain yaitu entesitis (inflamasi pada

insersi ligamen/tendon ke tulang), terutama tendinitis achilles dan fasiitis plantaris. Keluhan

sakit pinggang/tulang belakang dan bokong ditemukan pada lebih dari 50% pasien, tetapi

tidak progresif seperti pada ankilosing spondilitis.

Beberapa manifestasi ekstraartikular dapat

membantu penegakkan diagnosis, terutama pada

keadaan dimana infeksi pemicunya tidak

diketahui. Pada kulit dapat ditemukan

keratoderma blenoragika, yaitu ruam

papuloskuamosa yang mengenai telapak tangan

dan kaki. Gambaran klinis dan histopatologisnya

menyerupai psoriasis pustular, termasuk adanya

distrofi kuku. Pada urogenital dapat ditemukan dysuria, polyuria, prostatitis dan balanitis

sirsinata pada penis pria, cervicitis dan vaginitis pada wanita. Pada mata dapat ditemukan

uveitis anterior akut dengan keluhan mata nyeri, berair, kabur, dan fotofobia. Gejala sistemik

seperti demam dan malaise, atau keterlibatan organ lain seperti ginjal dan jantung lebih

jarang ditemukan. Dapat juga ditemukan eritema maupun ulkus yang tidak nyeri pada

palatum durum atau lidah, lebih jarang di uvula, palatum mole atau tonsil. Karena sering

melibatkan organ mata, urogenital, serta tangan dan kaki maka gejalanya sering disebut “cant

see, cant pee, cant climb tree”

RayindraDR Page 4

Page 5: Reactive Arthritis

Perjalanan penyakitnya diperkirakan akan mereda dalam jangka waktu 3-6 bulan.

Kecuali pada sekitar 20% kasus yang menetap sampai lebih dari 12 bulan, sebagian besar

berhubungan dengan HLA-B27 positif.

E. DIAGNOSIS

Hingga saat ini belum ada kriteria diagnosis ReA yang tervalidasi dengan baik, tetapi

pada tahun 1996 the 3rd International Workshop on Reactive Arthtritis telah menyepakati

kriteria untuk ReA, yaitu didapatkannya dua gambaran :

Inflamasi akut arthritis, sakit pinggang inflamasi, atau emtesitis.

Bukti adanya infeksi 4-8 minggu sebelumnya.

Bukti adanya infeksi diperoleh dari hasil tes laboratorium seperti kultur dari feses,

urin, atau swab urogenital, maupun ditemukannya antibodi terhadap patogen. Pemeriksaan

laboratorium yang lain menunjukan proses inflamasi yaitu peningkatan laju endap darah

(LED) dan C-reactive protein (CRP). Diagnosis semakin kuat dengan adanya suseptibilitas

genetik HLA-B27, dan hal ini ditemukan pada 30-60% kasus. Jika dilakukan pemeriksaan

analisa cairan sinovial didapatkan gambaran inflamasi ringan sampai berat, sedangkan biopsi

sinovial juga menunjukkan adanya reaksi inflamasi. Penunjang radiologis dapat diharapkan

gambaran entesitis atau sakroilitis dari pemeriksaan ultrasonografi, foto polos, MRI, atau CT

scan.

Probabilitas penegakan diagnosis ReA dapat diperkirakan berdasarkan gambaran

klinis, radiologis maupun laboratoris yang ditemukan :

GAMBARAN PROBABILITAS

Inflamasi akut artritis, sakit pinggang

inflamasi, atau entesitis

+

-

Riwayat adanya gejala uretritis, servisitis

atau enteritis akut

+

30-50%

Tes bakteri positif (kultur atau serologi)

+

70-80%

HLA-B27 positif >80%

RayindraDR Page 5

Page 6: Reactive Arthritis

Diagnosis banding yang harus dipikirkan antara lain arthritis septik dengan

konsekuensi tatalaksana yang sangat berbeda. Selain itu juga harus dibedakan dengan arthritis

gout, rheumatoid arthritis, arthritis psoriatik, dan ankilosing spondilitis.

F. TATALAKSANA

Pilihan pertama tatalaksana ReA adalah obat anti-inflamasi non-steroidal (OAINs),

yang pada banyak keadaan mampu memperbaiki keluhan arthritis, entesitis dan sinovitis

akut. Selain itu juga perlu disarankan untuk menghindari aktivitas yang berlebihan pada sendi

yang terlibat. Pada monoarthritis dapat diberikan injeksi kortikosteroid intraartikular (pada

tempat-tempat yang aman untuk dilakukan injeksi). Sedangkan untuk keratoderma

blenoragika, balanitis sirsinata dan uveitis anterior digunakan kortikosteroid topikal yang

ringan, seperti golongan hidrokortison valerat. Pilihan berikutnya pada keadaan sinovitis

yang menetap adalah penggunaan disease-modifying antirheumatic drug (DMARD) seperti

sulfasalazin dan metrotreksat. Kortikosteroid sistemik dianggap tidak banyak memberikan

manfaat.

RayindraDR Page 6

Page 7: Reactive Arthritis

Patogenesa ReA yang berkaitan dengan adanya pemicu infeksi sebelumnya,

menimbulkan pertanyaan tentang penggunaan antibiotika. Beberapa studi menggunakan

siprofloksasin 2x500 mg atau lymecyclin 3x300 mg selama tiga bulan, mendapatkan manfaat

perbaikan yang signifikan hanya pada ReA dengan pencetus Chlamidya. Penggunaan

antibiotika ini dianggap hanya mampu mencegah penyebaran infeksinya, terutama pada kasus

yang dapat diisolasi mikroorganisme penyebabnya, dan dianggap tidak mempengaruhi

perjalanan penyakit ReA.

G. PROGNOSIS

Pada umumnya prognosis baik, dan sebagian besar sembuh total setelah beberapa

bulan. Hanya beberapa kasus menjadi kronik dan menetap lebih lama, atau terjadi rekurensi

dengan pencetus infeksi yang baru atau faktor stress non-spesifik. Pada beberapa studi juga

didapatkan sekitar 20-70% kasus, pada follow-up selanjutnya diketahui mengalami masalah

di persendian termasuk osteoartrtitis.

RayindraDR Page 7

Page 8: Reactive Arthritis

BAB III

KESIMPULAN

Reactive arthritis adalah proses peradangan sendi dengan kondisi autoimun yang

terjadi akibat dari respon terhadap infeksi yang terjadi di bagian tubuh lainnya (cross-

reactivity). Kontak dengan bakteri dan timbul infeksi dapat memicu terjadinya penyakit ini.

Tetapi pada saat gejala penyakit ini muncul, seringkali infeksi pemicunya sudah sembuh atau

dalam tahap remisi sehingga sulit menetapkan penyebabnya. Seringkali bakteri tersebut

berasal dari genitalia (Chlamydia trachomatis) atau dari saluran cerna (Salmonella,

Campylobacter, Shigella, dan Yersinia). Arhtritis reaktif dapat mengenai tumit, jari-jari kaki,

jari-jari tangan, pinggang, dan sendi khususnya sendi lutut atau sendi pergelangan kaki.

Hingga saat ini belum ada kriteria diagnosis ReA yang tervalidasi dengan baik, tetapi

pada tahun 1996 the 3rd International Workshop on Reactive Arthtritis telah menyepakati

kriteria untuk ReA, yaitu didapatkannya dua gambaran :

Inflamasi akut arthritis, sakit pinggang inflamasi, atau emtesitis.

Bukti adanya infeksi 4-8 minggu sebelumnya.

Pilihan pertama tatalaksana ReA adalah obat anti-inflamasi non-steroidal (OAINs),

yang pada banyak keadaan mampu memperbaiki keluhan arthritis, entesitis dan sinovitis

akut. Selain itu juga perlu disarankan untuk menghindari aktivitas yang berlebihan pada sendi

yang terlibat. Pilihan berikutnya pada keadaan sinovitis yang menetap adalah penggunaan

disease-modifying antirheumatic drug (DMARD) seperti sulfasalazin dan metrotreksat.

Pada umumnya prognosis baik, dan sebagian besar sembuh total setelah beberapa

bulan. Hanya beberapa kasus menjadi kronik dan menetap lebih lama, atau terjadi rekurensi

dengan pencetus infeksi yang baru atau faktor stress non-spesifik. Pada beberapa studi juga

didapatkan sekitar 20-70% kasus, pada follow-up selanjutnya diketahui mengalami masalah

di persendian termasuk osteoartrtitis.

RayindraDR Page 8