rheumatoid arthritis

23
Daftar Isi Bab I Pendahuluan............................................ 2 Bab II Laporan Kasus.......................................... 3 Bab III Pembahasan............................................. 4 Bab IV Tinjauan Pustaka....................................... 12 Bab V Kesimpulan............................................. 15 Daftar Pustaka.............................................. 16 1

Upload: reza-dirgahayu-putri

Post on 05-Sep-2015

36 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Rheumatoid Arthritis

TRANSCRIPT

Daftar Isi

Bab IPendahuluan 2Bab IILaporan Kasus 3Bab IIIPembahasan 4Bab IVTinjauan Pustaka 12Bab VKesimpulan 15

Daftar Pustaka 16

BAB IPENDAHULUAN

Diagnosis penyakit autoimun ditegakkan bila keadaan autoimun (respons imun terhadap diri sendiri) berhubungan dengan pola gejala dan tanda klinik yang dikenali. Keadaan autoimun biasanya ditetapkan berdasarkan deteksi adanya antibodi yang khas dalam sirkulasi penderita. Ada dua teori utama yang menerangkan mekanisme terjadinya penyakit autoimun. Yang pertama adalah : autoimun disebabkan oleh kegagalan pada delesi normal limfosit untuk mengenali antigen tubuh sendiri. Teori yang berkembang terakhir adalah autoimun disebabkan oleh kegagalan regulasi normal dari sistem imunitas (yang mengandung beberapa sel imun yang mengenali antigen tubuh sendiri namun mengalami supresi). Nampaknya kombinasi faktor lingkungan, genetik dan tubuh sendiri berperan dalam ekspresi penyakit autoimun.Salah satu contoh penyakit autoimun yang akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini adalah rheumatoid arthritis. Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat berlangsung selama bertahun-tahun, pasien mungkin mengalami waktu yang lama tanpa gejala. Rheumatoid arthritis merupakan penyakit progresif biasanya yang memiliki potensi untuk menyebabkan kerusakan sendi dan kecacatan fungsional. Penyakit ini telah lama dikenal dan tersebar luas di seluruh dunia serta melibatkan ras dan kelompok etnik. Rheumatoid artritis lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita dan pria sebesar 3:1.Timbulnya kejadian rheumatoid arthritis sampai sekarang belum sepenuhya diketahui. Meskipun agen infeksi seperti virus, bakteri, dan jamur telah lama dicurigai, tak satu pun telah terbukti sebagai penyebabnya. Penyebab rheumatoid arthritis merupakan masalah yang sangat aktif diteliti diseluruh dunia. Hal ini diyakini bahwa kecenderungan untuk terkena penyakit rheumatoid arthritis dapat diwariskan secara genetik. Hal ini juga diduga infeksi tertentu atau lingkungan yang mungkin memicu pengaktifan sistem kekebalan tubuh pada individu yang rentan. Serangan rheumatoid arthritis sering terjadi pada orang diantara umur 25 sampai 55 tahun. Penyakit ini memungkinkan membuat kelemahan dan sangat menyakitkan diantara penyakit arthritis yang lain.

BAB IILAPORAN KASUS

Wanita 40 tahun, perokok, datang berobat kepada seorang GP dengan keluhan nyeri pangkal jari-jari tangan. Pada anamnesis dan pemeriksaan selanjutnya, sendi yang nyeri dan bengkak, serta kemerahan, teraba hangat, pada kedua tangan di metacarpophalangeal. Pasien sedang minum obat-obat tbc dalam 6 bulan ini.Pada pemeriksaan lebih lanjut, ternyata pagi hari sendi-sendi pangkal jari-jari tangan kiri dan kanan kaku leboh dari 1 jam. Rupanya keluhan tersebut telah berlangsung sekitar 2 bulan. Pasien sudah minum obat-obat rematik sendiri.Hasil Pemeriksaan Darah Hematologi Rutin : Hb : 12 gr% Leukosit : 7500/ mm3 Diff : 0/2/2/70/20/6 LED : 25 mm/ jam Asam urat : 9 mg/ dL RF : ( - )

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 Ideantitas PasienNama : Ny. XJenis kelamin : WanitaUsia : 40 tahunAlamat : -Pekerjaan : -Agama : -

3.2 AnamnesisKeluhan utama: Nyeri pangkal jari-jari tangan kiri dan kanan Keluhan tambahan: Sendi nyeri bengkak, kemerahan, hangatKaku pagi hari lebih dari 1 jamRiwayat penyakit sekarang: TBCRiwayat kebiasaan:PerokokRiwayat pengobatan: Minum obat-obat tbc dalam 6 bulan ini Minum obat rematik sendiri

3.3 Anamnesis Tambahan Merokok sejak kapan? Berapa banyak per hari? Sejak kapan rasa nyeri dirasakan ? Apakah terasa kaku pada bagian sendi yang nyeri? Apakah terdapat nyeri dibagian tubuh lain ? Apakah nyeri yang dirasakan simetris (letak dikedua sisi tubuh) ? Apakah rasa nyeri timbul saat beraktivitas? Apakah sebelumnya pernah mengidap penyakit lain? Apakah ada yang mengalami penyakit serupa pada keluarga? Apakah sebelumnya pernah mengalami trauma pada daerah nyeri? Apakah sudah pernah melakukan pengobatan untuk mengatasi rasa nyeri?

3.4 HipotesisBerdasarkan hasil anamnesis pasien, kami menyimpulkan beberapa hipotesis sebagai berikut :Lokasi Jenis sendiUsiaEtiologi

Osteo ArthritisMonoarthritisSendi besar (terutama sendi lutut)Dewasa (>40th)Degeneratif

Gout ArthritisMonoarthritisSendi kecil (terutama kaki)Dewasa (>40th)Metabolik (purin)

Rheumatoid ArthritisPolyarthritisSendi kecil(terutama MCP)Muda-dewasa(terbanyak 35 -45 th)Autoimun

Sistemik Lupus ErythematousPolyarthritisSendi besar & kecilDewasa muda-usia produktifAutoimun

Psoriatric ArthritisPolyarthritisSendi besar & kecilDewasaBelum diketahui( didahului oleh peny. kulit )

3.5 Pemeriksaan Fisik Keadaan UmumKesan sakit: Tampak sakit ringanKesadaran: Compos mentis

Tanda Vital: -

Status GeneralisataKepala: -Leher: -Thorax Paru: - Jantung: -

Abdomen : -Genitalia Eksterna: -Ekstremitas:1) Ekstremitas Atas : Nyeri pangkal jari-jari tangan dan sendi pangkal jari - jari tangan kanan dan kiri kaku lebih dari 1 jam pada pagi hari2) Ekstremitas Bawah : -

3.6 Pemeriksaan Penunjang Hasil pemeriksaan laboratoriumNilaiNilai Normal (Wanita)Interpretasi

Hemoglobin12 gr%11,5 - 16,5 g/%Normal

Leukosit7500/ mm35000 10000/ mm3Normal

Diff. Count Basofil Eosinofil N. Batang N. Segmen Limfosit Monosit022702060 1 1 3 2 6 50 7020 402 8 Normal

LED25 mm/ jam 1 jam setiap pagi selama minimal 6 minggu.2. Arthritis dan jaringan lunak pembengkakan > 3 dari 14 sendi / kelompok bersama, hadir selama minimal 6 minggu3. Arthritis sendi tangan (metacarpophalanx dan proximal interphalanx), hadir selama minimal 6 minggu4. Symmetric arthritis, hadir selama minimal 6 minggu5. Nodul subkutan di tempat-tempat tertentu6. Rheumatoid Faktor pada tingkat di atas persentil ke-957. Radiologi sugestif erosi sendi perubahan

Apabila 4 dari 7 gejala terdapat pada pasien, pasien tersebut diduga mengidap Rheumatoid Arthritis.

Diagnosis AR dapat juga ditegakkan melalui sistem skor, dengan skor 6/10 (penjumlahan skor kategori 1-4)33. 8 Diagnosis Banding SLESistemik Lupus Eritematous adalah penyakit autoimun yang melibatkan berbagai organ. SLE dapat dijadikan sebagai diagnosis banding karena kemungkinan memiliki gejala yang menyerupai arthritis reumatoid, penyakit ini juga lebih banyak menyerang wanita pada usia 20-40 tahun. Namun untuk menegakkan diagnosis SLE setidaknya pasien ini harus memenuhi 4 dari 11 kriteria yang telah ditentukan. Karena tidak terpenuhinya minimal 4 kriteria tersebut, kami tidak memilih SLE sebagai diagnosis kerja.

3.9 Patofisiologi RAMembran syinovial pada pasien rheumatoid arthritis mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi, dan ilfiltrasi sel-sel pencetus inflamasi, terutama sel T CD4+. Sel T CD4+ ini sangat berperan dalam respon imun. Pada penelitian terbaru di bidang genetik, rheumatoid arthritis sangat berhubungan dengan major-histocompatibility-complex class II Fungsi utama dari molekul MHC class II adalah untuk mempresentasikan antigenic peptide kepada CD4+ selT yang menujukkan bahwa rheumatoid arthritis disebabkan oleh arthritogenic yang belim teridentifikasi. Antigen ini bisa berupa antigen eksogen, seperti protein virus atau protein antigen endogen.

Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan syinovial fibroblas untuk memproduksi IL-1, IL-6 dan TNF- untuk mensekresikan matriks metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti IFN- dan IL-17. IL-1, IL-6 dan TNF- merupakan kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis.

Aktivasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan 12integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rheumatoid faktor ini dalam proses patogenesis rheumatoid arthritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar rheumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan imun kompleks.aktivasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada synovial penderita rheumatoid arthritis.

Peningkatan infeksiUmumnya merupakan efek dari obar AR

Deformitas sendi tanganDeviasi ulnar pada sendi metacarpophalangeal; deformitas boutonniere ( fleksi PIP dan hiperekstensi DIP ); deformitas swan neck ( kebalikan dari deformitas boutonniere); hiperekstensi dari ibu jari; peningkatan risiko ruptur tendon.

Komplikasi pernafasanNodul paru bisa bersama-sama dengan kanker dan pembentukan lesi kavitas; bisa ditemukan inflamasi pada sendi cricoarytenoid dengan gejala suatu serak dan nyeri pada laring; pleuritis ditemukan pada 20% penderita; fibrosis interstitial bisa ditandai dengan adanya ronki pada pemeriksaan fisik

Nodul rematoidDitemukan pada 20-35% penderita AR, biasanya ditemukan pada permukaan ekstensor ekstremitas atau daerah penekanan lainnya, tetapi bisa juga ditemukan pada daerah sklera, pita suara, sakrum atau vertebra.

VaskulitisBentuk kelainannya antara lain : arteritis distal, perikarditis, neuropati perifer, lesi kutaneus, arteritis organ viscera dan arteritis koroner; terjadi peningkatan resiko pada : penderita perempuan, titer RF yang tinggi, mendapat terapi steroid dan mendapat beberapa macam DMARD; berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya infark miokard.

3.10 Komplikasi

3.11 TatalaksanaPasien mendapat penatalaksanaan rawat jalan disertai dengan pengobatan non-medikamentosa dan medikamentosa. Non Medikamentosa Edukasi tentang penyeimbangan antara istirahat dan latihan gerak guna menjaga kekuatan otot dan sendi. Termoterapi, seperti kompres handuk hangat dan mandi dengan air hangat yang berfungsi sebagai efek analgesic dan relaksan.

Medikamentosa DMARD untuk memperlambat perkembangan rheumatoid arthritis. DMARD yang paling umum digunakan adalah MTX, hidroksiklorokuin atau klorokuin fosfat, sulfasalazin, leflunomide, infliximab dan etanercept. OAINS sebagai terapi awal untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan. Steroid dengan dosis ekuivalen dengan prednison < 10 mg per hari cukup efektif untuk meredakan gejala dan dapat memperlambat kerusakan sendi. Dosis steroid harus diberikan dalam dosis minimal.

3.12 Prognosis

Ad Vitam : Ad Bonam

Ad Functionam : Ad BonamKarena hasil reumatoid faktornya masih negatif dan belum ditemukan tanda-tanda destruksi tulang, kartilago, fibrosis dan belum ada komplikasi yang timbul akibat RA pada pasien ini.

Ad Sanationam : Dubia ad malam

BAB IVTINJAUAN PUSTAKA

Rheumatoid Arthritis DefinisiRheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi merupakan target utama. Manifestasi klinik klasik RA adalah poliartritis simetrik yang terutama mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki. Selain lapisan sinovial sendi, RA juga bisa mengenai organ-organ diluar persendian seperti kulit, jantung, paru-paru dan mata. Mortalitasnya meningkat akibat adanya komplikasi kardiovaskular, infeksi, penyakit ginjal, keganasan dan adanya komorbiditas. Menegakkan diagnosis dan memulai terapi sedini mungkin, dapat menurunkan progresifitas penyakit.Metode terapi yang dianut saat ini adalah pendekatan piramid terbalik (reverse pyramid), yaitu pemberian DMARD sedini mungkin untuk menghambat perburukan penyakit. Bila tidak mendapat terapi yang adekuat, akan terjadi destruksi sendi, deformitas dan disabilitas. EtiologiFaktor genetikEtiologi dari RA tidak diketahui secara pasti. Terdapat interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik berperan penting terhadap kejadian RA, dengan angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%. Faktor genetik juga berperan penting dalam terapi RA karena aktivitas enzim seperti methylenetetrahydrofolate reductase dan thiopurine methyltransferase untuk metabolisme methotrexate dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetik.

Hormon SexPrevalensi RA lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sehingga diduga hormon sex berperanan dalam perkembangan penyakit ini.

Faktor InfeksiBeberapa virus dan bakteri diduga sebagai agen penyebab penyakit RA. Organisme tersebut diduga menginfeksi sel induk semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga mencetuskan timbulnya penyakit. Walaupun belum ditemukan agen infeksi yang secara nyata terbukti sebagai penyebab penyakit.4

Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) Definisi Systemic lupus erythematosus (SLE)adalah suatu penyakit autoimun yang ditandai oleh produksi antibodi terhadap komponen- komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas.

Epidemiologi90% pasien SLE adalah wanita umur subur, walaupun semua jenis kelamin, umur, dan kelompok ras dapat terkena. Perbandingan antara penderita perempuan dan laki-laki adalah 8:1. Kemungkinan terjadi pada ras negro 3 kali lebih besar dibandingkan ras Caucasoid. SLE sering terjadi pada usia dewasa muda dengan puncaknya pada perempuan pada usia 30-an, dan pada laki-laki pada usia 40-an. Walaupun insidensi SLE masih tidak diketahui dan SLE dapat ditemukan pada semua usia namun didapatkan bahawa 20% kasus SLE mulai pada masa anak-anak, biasanya anak yang telah berusia lebih dari 8 tahun.Pada penelitian populasi Asia dan kulit putih di Inggris dilaporkan bahawa kelainan ginjal pada SLE lebih sering ditemukan di populasi Asia. Prevalensi penyakit SLE di Indonesia belum dapat dipastikan secara tepat, karena system pelaporan masih berupa laporan kasus dengan jumlah penderita terbatas. Isidensi dan prevalensi penyakit SLE telah berubah secara dramatis menjadi semakin meningkat sejak 1970. Hal ini disebabkan karena tersedianya sarana diagnostic yang lebih baik yaitu criteria ACR 1997 untuk diagnosis penyakit SLE dan pemeriksaan laboratorium penunjang yang lebih baik.

EtiologiPenyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal dan lingkungan. Pada wanita respons imun selular maupun humoral lebih besar dibandingkan pada pria. Wanita yang terpapar kontraseptif oral yang mengandung estrogen atau terapi sulih hormone memiliki peningkatan risiko SLE (1,2 hingga 2 kali lipat). Estradiol berikatan dengan reseptor pada limfosit T dan B, kemudian akan meningkatkan aktivasi dan daya tahan dari sel ini, sehingga menunjang respons imun yang memanjang.

Gejala klinisJika ditemukan trias demam, nyeri sendi dan rash pada wanita usia subur, harus dipikirkan kemungkinan terjadinya SLE. Ini karena, ketiga gejala ini merupakan manifestasi klinis yang paling sering pada penderita SLE.

PemeriksaanLab darah (limfosit, CD3/4, ANA(+), Anti Ds-DNA(+)

Penatalaksanaan: 1. NSAID: 2. Kortikosteroid5

BAB VKESIMPULANPada kasus pasien wanita ini, keluhan nyeri pada persendian jari-jari tangannya yang disertai pembengkakan dan inflamasi menunjukkan gejala reumatik, yang mengacu kepada Reumathoid Artritis. Hal ini didukung oleh hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan sejumlah indicator Reumathoid Artritis, walaupun skor berdasarkan klasifikasi ACR-EULAR 2010 belum menunjukkan angka 6. Gejala reumatik yang ditimbulkan lebih dikarenakan adanya pemicu berupa infeksi bakteri tuberculosis, sehingga tatalaksana pada pasien ini adalah bersifat simtomatik untuk menyembuhkan tuberkulosisnya serta gejala nyeri, namun tidak diberikan TNF blocker karena mengurangi daya opsonisasi pada pathogen tuberculosis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B,Alwi I, Simadibrata M,Setiati S. Buku Ajar Ilmu penyakit dalam. In: Suarjana I.N. Artritis Reumatoid. 5th ed. Jakarta: Internal publishing; 2009 . p . 2495-25132. Pradana SY. Sensitifitas dan Spesifisitas Kriteria ACR 1987 dan ACR/EULAR 2010 pada Penderita Arthritis Rheumatoid. Available at : http://eprints.undip.ac.id/37786/1/SEPTIA N_YUDO_P_G2A008174_-_LAPORAN_HASIL_KTI.pdf. Accessed on : March 24th, 2013.3. American College of Rheumatology. 1987 Criteria for the Classification of Acute Arthritis of Rheumatoid Arthritis. Aailable at : http://www.rheumatology.org. Accessed on : March 24th, 2013.4. Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Artritis Rheumatoid. In: Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5th ed. Jakarta: Internal publishing; 2009 . p. 24955. Utomo WN. Lupus Eritematous Sistemik. Available at : http://eprints.undip.ac.id/37818/1/ Wicaksono_N._Utomo_G2A008193_Lap.KTI.pdf. Accessed on : March 25th, 2013.

12