rasionalisme kritis

Upload: muhammad-nur

Post on 04-Jun-2018

262 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    1/22

    RASIONALISME KRITIS "KARL R. POPPER"

    Jumat, 28 Mei 201013.41Yusuf A. B.

    Label:FILSAFAT,0 komentar

    1. Kritik terhadap positivisme logis (Lingkungan Wina) yang induktif --> terjadigeneralisasi (kasus konkrit disimpulkan dg hukum umum). Dengan dimasukkan pada

    induktif terjadi pembedaan antara ilmu pengetahuan dan pendekatan yang tidak ilmiah

    seperti berdasarkan otoritas, terdisi, emosi, dll.

    2. sebenarnya sebesar apapun fakta yang ditemukan/tersedia secara logis tidak dapatdisimpulkan suatu kebenaran umumnya. --> ex: angsa warnanya putih.

    3. Yang terpenting dari poin 2 adalah untuk kemajuan Ilmu Pengetahuan, perlu kritik.Meski baru hipotesa (ada kemungkinan angsa warna lain). maka jangan bernalar induktif

    --> menganggap sama sesuatu, yang masih ada kemungkinan beda.4. Pada prinsipnya verifikasi tidak pernah bisa untuk menyatakan kebenaran hukum umum

    (hukum umum dalam Ilmu Pengetahuan tidak pernah bisa diverifikasi). Ok, jika Induktif

    diatur, maka mestinya mereka sadar bahwa sebagaimana metafisika, sebagaimana IPAdengan dasar kebenaran umum/generalisasi juga tidak bermakna.

    5. Dengan ferifikasi, metafisika tidak bermakna tapi sejarah membuktikan IlmuPengetahuan lahir dari pandangan-pandangan metafisis.

    6. Terkait dengan ucapan yang bermakna/tidak, ia mengakui ada perbedaan antaraperbedaan antara pernyataan itu sendiri (statement in self) & proses pemikiran / proses

    subjektif.

    7. Berdasar itu ia membedakan 3 macam dunia: World 1, meliputi semua hal fisis disaksikan pada indra. World 2, meliputi seua sesuatu yang dialami secara subyektif misal proses pemikiran. World 3, meliputi pikiran-pikiran dalam arti isi pikiran.

    Dari ketiganya, yang harus dibedakan secara jelas adalah dunia 2 & 3. Teori-teori, Ulasan ulasan,problem termasuk dunia ke 3. dengan demikian ia menerapkan hal yang hakiki bagi Ilmu

    Pengetahuan. Lalu Popper tidak segan untuk mengatakan bahwa dunia 3 adalah real (sungguh

    ada).

    Mar2008Filed under:Epistemology,PhilosophersAuthor: Arif

    Ketika Ia Hidup

    Karl Raimund Popper lahir di Wina tanggal 28 Juli 1902. Ayahnya Dr. Simon Siegmund Carl

    Popper adalah seorang pengacara yang sangat berminat pada filsafat. Maka tidak mengherankan

    bila ia begitu tertarik dengan dunia filsafat, karena ayahnya telah mengkoleksi buku-buku karya

    filusuf-filusuf ternama.

    http://www.yusufanggoro.com/2010/05/rasionalisme-kritis-karl-r-popper.htmlhttp://www.yusufanggoro.com/2010/05/rasionalisme-kritis-karl-r-popper.htmlhttp://www.yusufanggoro.com/2010/05/rasionalisme-kritis-karl-r-popper.htmlhttp://www.yusufanggoro.com/2010/05/rasionalisme-kritis-karl-r-popper.htmlhttp://www.yusufanggoro.com/2010/05/rasionalisme-kritis-karl-r-popper.htmlhttp://www.yusufanggoro.com/2010/05/rasionalisme-kritis-karl-r-popper.htmlhttp://www.yusufanggoro.com/search/label/FILSAFAThttp://www.yusufanggoro.com/search/label/FILSAFAThttp://www.yusufanggoro.com/search/label/FILSAFAThttp://www.yusufanggoro.com/2010/05/rasionalisme-kritis-karl-r-popper.html#commentshttp://www.yusufanggoro.com/2010/05/rasionalisme-kritis-karl-r-popper.html#commentshttp://staff.blog.ui.ac.id/arif51/category/philosophy/epistemology/http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/category/philosophy/epistemology/http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/category/philosophy/epistemology/http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/category/philosophy/philosophers/http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/category/philosophy/philosophers/http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/category/philosophy/philosophers/http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/category/philosophy/philosophers/http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/category/philosophy/epistemology/http://www.yusufanggoro.com/2010/05/rasionalisme-kritis-karl-r-popper.html#commentshttp://www.yusufanggoro.com/search/label/FILSAFAThttp://www.yusufanggoro.com/2010/05/rasionalisme-kritis-karl-r-popper.htmlhttp://www.yusufanggoro.com/2010/05/rasionalisme-kritis-karl-r-popper.htmlhttp://www.yusufanggoro.com/2010/05/rasionalisme-kritis-karl-r-popper.html
  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    2/22

    Pada usia 16 tahun ia keluar dari sekolahnya, Realgymnasium, dengan alasan Ia bosan dengan

    pelajaran disana maka ia menjadi pendengar bebas di Universitas Wina dan baru pada tahun

    1922 ia diterima sebagai mahasiswa disama.

    Setelah perang dunia I dimana begitu banyak penindasan dan pembunuhan maka Popper

    terdorong untuk menulis sebuah karangan tentang kebebasan. Dan diusia 17 tahun ia menjadianti Marxis karena kekecewaannya pada pendapat yang menghalalkan segala cara dalam

    melakukan revolusi termasuk pengorbanan jiwa. Dimana pada saat itu terjadi pembantaian

    pemuda yang beraliran sosialis dan komunis dan banyak dari teman-temannya yang terbunuh.Dan sejak saat itu ia menarik suatu kebijaksanaan yang diungkapkan oleh Socrates yaitu Saya

    tahu bahwa saya tidak tahu, dan dari sini ia menyadari dengan sungguh-sungguh perbedaan

    antara pemikiran dogmatis dan kritis.

    Salah satu peristiwa yang mempengaruhi perkembangan intelektual Popper dalam filsafatnya

    adalah dengan tumbangnya teaori Newton dengan munculnya Teori tentang gaya berat dan

    kosmologi baru yang gikemukakan oleh Einstein. Dimana Popper terkesan dengan ungkapan

    Einstein yang mengatakan bahwa teorinya tak dapat dipertahankan kalau gagal dalm tes tertentu,dan ini sangat berlainan sekali dengan sikap kaum Marxis yang dogmatis dan selalu mencari

    verifikasi terhadap teori-teori kesayangannya.

    Dari peristiwa ini Popper menyimpulkan bahwa sikap ilmiah adalah sikap kritis yang tidak

    mencari pembenaran-pembenaran melainkan tes yang crucialberupa pengujian yang dapatmenyangkal teori yang diujinya, meskipun tak pernah dapat meneguhkannya.

    Tokoh lain yang cukup berpengaruh pada Popper yang berkaitan dengan perkembanganpemikiran filsafatnya adalah Karl Buhler, seorang profesor psikologi di Universitas Wina.

    Buhler memperkenalkan pada Popper tentang 3 tingkatan fungsi bahasa, yaitu fungsi ekspresif,

    fungsi stimulatif, dan fungsi deskriptif. Dua fungsi pertama selalu hadir pada bahasa manusiadan binatang sedangkan fungsi ketiga khas pada bahasa manusia dan bahkan tidak selalu hadir.Dan pada perkembangannya Popper menambahkan fungsi keempat yaitu fungsi argumentatif,

    yang dianggapnya terpenting karena merupakan basis pemikiran kritis.

    Dalam perkembangan selanjutnya ia banyak menulis buku-buku yang berkaitan dengan ilmu

    pengetahuan dan epistemologi, dan sampai pada bukunya yang berjudulLogik der Forschung, iamengatakan bahwa pengetahuan tumbuh lewat percobaan dan pembuangan kesalahan. Dan terus

    berkembang sampai karyanya yang berjudul The Open Society and Its Enemies, dalam karyanya

    ini Popper mengungkapkan bahwa arti terbaik akal dan masuk akal adalah keterbukaan

    terhadap kritikkesediaan untuk dikritik dan keinginan untuk mengkritik diri sendiri.

    Dari sini Popper menarik kesimpulan bahwa menghadapkan teori-teori pada fakta-fakta yang

    dapat menunjukkan ketidakbenarannya adalan satu-satunya cara yang tepat untuk mengujinyadan juga satu-satunya cara yang menungkinkan ilmu pengetahuan bisa berkembang terus

    menerus. Dan dengan adanya kemungkinan untuk menguji teori tentang ketidakbenarannya

    berarti teori itu terbuka untuk di kritik dan ia memunculkan apa yang dinamakan Rasionalismekritis. Demikianlah sekelumit kehidupan Karl Raimund Popper yang mengakhiri hidupnya pada

    tahun 1994.

  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    3/22

    Karya-karyanya

    1.Logik der Forschungtahun 1934

    2. The Open Society and Its Enemies I, II; The Poverty of Historicism tahun 1957

    3. The Logic of Scientific Discovery tahun 1959

    4. Conjectures and Refutations: the Growth of Scientific Knowledge tahun 1963

    5. Objective Knowledge, an Evolutionary Approach tahun 1972

    6. The Philosophy of Karl Popper tahun 1974

    Kritiknya terhadap Positivisme Logis

    Asumsi pokok teorinya adalah satu teori harus diji dengan menghadapkannya pada fakta-faktayang dapat menunjukkan ketidakbenarannya, dan Popper menyajikan teori ilmu pengetahuan

    baru ini sebagai penolakannya atas positivisme logis yang beranggapan bahwa pengetahuanilmiah pada dasarnya tidak lain hanya berupa generalisasi pengalaman atau fakta nyata dengan

    menggunakan ilmu pasti dan logika. Dan menurut positivisme logis tugas filsafat ilmu

    pengetahuan adalah menanamkan dasar untuk ilmu pengetahuan.

    Hal yang dikritik oleh Popper pada Positivisme Logis adalah tentang metode Induksi, ia

    berpendapat bahwa Induksi tidak lain hanya khayalan belaka, dan mustahil dapat menghasilkanpengetahuan ilmiah melalui induksi. Tujuan Ilmu Pengetahuan adalah mengembangkan

    pengetahuan ilmiah yang berlaku dan benar, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan logika,

    namun jenis penalaran yang dipakai oleh positivisme logis adalah induksi dirasakan tidak tepatsebab jenis penalaran ini tidak mungkin menghasilkan pengetahuan ilmiah yang benar danberlaku, karena elemahan yang bisa terjadi adalah kesalahan dalam penarikan kesimpulan,

    dimana dari premis-premis yang dikumpulkan kemungkinan tidak lengkap sehingga kesimpulan

    atau generalisasi yang dihasilkan tidak mewakili fakta yang ada. Dan menurutnya agarpengetahuan itu dapat berlaku dan bernilai benar maka penalaran yang harus dipakai adalah

    penalaran deduktif.

    Penolakan lainnya adalah tentang Fakta Keras, Popper berpendapat bahwa fakta keras yang

    berdiri sendiri dan terpisah dari teori sebenarnya tidak ada, karena fakta keras selalu terkait

    dengan teori, yakni berkaitan pula dengan asumsi atau pendugaan tertentu. Dengan demikian

    pernyataan pengamatan, yang dipakai sebagai landasan untuk membangun teori dalampositivisme logis tidak pernah bisa dikatakab benar secara mutlak.

    Pemikirannya : Asas Falsifiabilitas

    Menurut Popper teori yang melatar belakangi fakta-fakta pengamatan adalah titik permulaanilmu pengetahuan dan teori diciptakan manusia sebagai jawaban atas masalah pengetahuan

    tertentu berdasarkan rasionya sehingga teori tidak lain hanyalah pendugaan dan pengiraan dan

  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    4/22

    tidak pernah benar secara mutlak sehingga perlu dilakukan pengujian yang secermat-cermatnya

    agar diketahuan ketidakbenarannya.

    Ilmu pengetahuan hanya dapat berkembang apabila teori yang diciptakannya itu berhasil

    ditentukan ketidakbenarannya. Dan Popper mengganti istilah verifikasi dengan falsifikasi.

    Keterbukaan untuk diuji atau falsifiabilitas sebagai tolok ukur mempunyai implikasi bahwa ilmu

    pengetahuan dapat berkembang dan selalu dapat diperbaiki, dan pengetahuan yang tidak terbuka

    untuk diuji tidak ada harapan untuk berkembang, dan sifatnya biasanya dogmatis serta tidakdapat digolongkan sebagai pengetahuan ilmiah.

    Adapun bagan mengenai metode falsifiabilitas yang dikemukankan oleh Popper dapat

    ditunjukkan sebagai berikut :

    Tahap 1: P1TTEEP2

    Tahap 2: P2TT

    1

    EE

    1

    P3

    Tahap dst..

    Keterangan :

    P1 : Permasalahan/ Problem Awal

    TT : Tentative Theory

    EE : Error Elimination

    P2 : Problem baruTT

    1: Tentative theory ke dua

    EE

    1

    : Error Elimination ke duaP3 : Problem baru

    Dari bagan ini terlihat bahwa ilmu pengetahuan terus berkembang mengikuti alur diatas dan

    penjelasan ini akan lebih jelas lagi dengan menyimak penjelasn yang berikut.

    Proses Pengembangan Pengetahuan Ilmiah

    Popper menekankan bahwa pengalaman merupakan unsur yang paling menentukan dan

    pengalaman tidak mengenai sesuatu yang berdiri sendiri yang dapat dipakai sebagai tolok ukur

    atau batu uji mutlak buat pembuktian atau embenaran suatu teori atay pernyataan, melainkan

    mengenai cara menguji, atau metode penelitian itu sendiri. Jadi Popper mengatakan bahwapengalaman saman dengan pengujian dan pengujian sama dengan metode penelitian.

    Popper juga mengungkapkan adanya tahap-tahap pengembangan pengetahuan ilmiah, yaitutahap 1, Penemuan masalah,ilmu pengetahuan mulai dari satu masalah yang bermula dari

    suatu penyimpangan, dan penyimpangan ini mengakibatkan orang terpaksa mempertanyakankeabsahan perkiraan itu dan ini merupakan masalah pengetahuan. Tahap 2, Pembuatan Teori ,

    langkah selanjutnya adalah merumuskan suatu Teori sebagai jawabannya yang merupakan hasil

  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    5/22

  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    6/22

    Tahap normal ditandai dengan kesepahaman dikalangan ilmuwan tentang permasalahan yang

    pantas diteliti maupun syarat0syarat yang harus dipenuhi supaya hasil penelitian dapat diterima.

    Dengan adanya kesepakatan ini maka metode yang digunakannya pun berdasarkan kesepakatan.Karena ada kesepakatan diantara ilmuwan maka setiap fakta baru yang muncul akan segera

    diketahui keberadaannya. Namun ketika f\suatu fakta baru muncul dan dianggap menyimpang

    karena tidak dapat diteliti dengan menggunakan paradigman yang dianut, maka tidaks egeramengganti paradigma yang lama dengan yang baru seperti apa yang dikatakan oleh Popper tetapisemua ilmuwan itu mencoba berdialog dan membicarakan hal ini guna menetapkan paradigman

    baru yang akan dipakai, dan jika pada perbincangan itu tidak bisa dijelaskan tentang fakta yang

    baru ini maka barulah keabsahan yang menyimpang mulai diakui dan timbul akan paradigmabaru. Dan ini merupakan permulaan dari tahap revolusi.

    Ciri khas dari tahap revolusi adalah tiadanya satu paradigma yang berperan sebagai titik orientasiyang tetap dan juga jatuhnya syarat-syarat yang dianggap harus dipenuhi untuk suatu penelitian,

    atau menurut Kunt dinamakan Anomali. Dengan demikian maka penjelasan untuk pengertian

    paradigma dan perkembangan ilmu pengetahuan yang menyertainya harus bersifat sosiologis.

    Kritik kedua dilontarkan oleh Winch, ia mengatakan bahwa asumsi dasar Popper tentang tujuan

    ilmu pengetahuan tidaklah benar karena tujuan ilmu pengetahuan adalah mengembangkan ilmupengetahuan berkesatuan (Einheitswissenschaft), dan menurut Winch antara ilmu alam dan ilmu

    sosial terdapat perbedaan yang mendasar sehingga kenyataan yang ingin dideskripsikan dan

    dijelaskan oleh ilmu sosial menunjukkan sifat lain dari ilmu alam sehingga tidak dapat dijelaskan

    dengan hukum-hukum abstrak dan universal. Ilmu sosial umumnya bertugas memberikaninterpretasi, yakni harus menerangkan pengertian konsep yang berkaitan dengan kelakuan

    manusia dan metode yang paling cocok untuk itu harus bersifat interpretatif dan berdasarkan apa

    yang lazim dinamakan verstehen. Asas filsafat ilmu pengetahuan yang mendasari ilmu alamtidak dapat dianggap berlaku untuk ilmu-ilmu sosial.

    Daftar Pustaka

    Taryadi, Alfons,Epistemologi Pemecahan Masalah : Menurut Karl R. Popper, PT. Gramedia,

    Jakarta, 1989

    Wuisman, J.J.J.M,Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, jilid 1, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta, 1996

    Popper dan Rasionalisme Kritis

    olehAqil Fithri18 Jun, 2010, 06:08 pm | kategoriKolum|Cetak

    Karl Raimund Popper (28 July 190217 September 1994)

    http://jalantelawi.com/author/aqil-fithri/http://jalantelawi.com/author/aqil-fithri/http://jalantelawi.com/author/aqil-fithri/http://jalantelawi.com/category/kolum/http://jalantelawi.com/category/kolum/http://jalantelawi.com/category/kolum/http://window.print%28%29/http://window.print%28%29/http://window.print%28%29/http://window.print%28%29/http://jalantelawi.com/category/kolum/http://jalantelawi.com/author/aqil-fithri/
  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    7/22

    Selama ini, apakah sains itu benar-benar menemukan hakikat sebuah pengetahuan baru? Menurut

    Karl Popper (1902-1994), tidak.

    Sains hanya bermula saat saintis mula menyangkal (refute) pengetahuan yang sedia ada.

    Baginya, tanpa pendekatan ini, sains adalah hambatan kepada kemajuan pengetahuan. Lalu,

    filasuf bergengsi ini menawarkan rasionalisme kritis (critical rationalism) sebagai alternatifnya.Dalam bahasa lain, rasionalisme kritis terhurai menerusi idea pemalsuanisme-nya

    (falsificationism). Untuk sampai ke takat ini, maka itu amat menuntut sebuah kritik-tajam, tidak

    mudah belas-ehsan, serta kental-hujahnya. Ternyata, semua sifat ini bukan kebetulan terangkumpada Popper. Melihat dengan rapi semarak zamannya, wajar ada alasan mengapa Popper

    sedemikian. Waktunya, adalah waktu keghairahan sains, kemuncaknya saintifik, serta

    tumbuhnya pertautan kembali antara sains dan falsafah. Waktunya, tercetus fizik moden, serta

    berkembangnya wacana falsafah sains. Lebih genting lagi, pada zaman inilah, berkumandangpula suara Positivisme Logis (Logical Positivism)sebuah aliran yang amat ditentangnya.

    Sejarah hidupnya, filasuf kelahiran Vienna ini pernah berhijrah ke New Zealand, kemudian

    setelah Perang Dunia ke-II mengajar di London School of Economics (LSE). Yang menarik dariPopper ialah pertemuan ragam-bidang dalam dirinya. Buku The Open Society and Its Enemies,

    dan The Poverty of Historicism, memaparkan ufuk-ufuk terebut. Walau bagaimanapun, Popperlebih terkenal sebagai filasuf sains, yang gigih mempertahankan rasionalisme kritis-nya. Gagasan

    ini lahir sebagai sanggahannya terhadap Positivisme Logis yang dikembangkan Lingkaran

    Vienna (Wiener Kress). Kegigihan, juga kesungguhannya, ini jelas terungkap menerusi Unended

    Quest: An Intellectual Autobiography(1982). Popper berujar, sayalah yang membunuhPositivisme Logis. Tapi, dari manakah rincian kritik-kritiknya ini dapat disoroti? Itu semua

    tertuang dalam The Logic of Scientific Discovery(1954).

    Buku ini asalnya dariLogik der Forschung(1934), sebelum ditulis-semula dalam Bahasa

    Inggeris. Peter Medawar, saintis British kelahiran Brazil, dalam New Scientist seraya mengakuibahawa karya ini sebagai salah satu daripada dokumen paling penting pada abad ke-20.Bahkan, Popper turut mengukuhkan lagi pandangannya menerusi Conjectures and Refutations

    (1963). Di samping kritiknya langsung pada Positivisme Logis, Popper turut mengupas tentang

    faham-faham lain yang turut-sama memperkuatkan Lingkaran Vienna ini. Sebab, semuanya initampaknya saling bersentuhan, saling memperkukuhkan. Justeru, elok kita tinjau ringkas dahulu

    latar Positivisme Logis, sebelum larut dalam kritikan serta alternatif darinya.

    Positivisme Logis

    Positivisme Logis adalah suara dari Lingkaran Viennasebuah gerakan yang serius mahumelakarkan kaedah penyelidikan sains yang tuntas. Sambil belajar dari faham-faham

    sebelumnya, Positivisme Logis sepertinya menjadi hentian akhir, serta sempadan antara fizik dan

    metafizik. Kata positif ini merujuk kepada pengetahuan yang bertambah sementara kata logis

    mengarah kepada pengetahuan yang teramati. Namun, Positivisme Logis tidak tumbuh begitusaja. Gerakan ini lahir dari sejarah panjang, yang dalam tradisi kepengetahuanan Barat telah

    lama menuntut sebuah wibawa sains-nya yang tersendiri. Maksudnya, teologi tidak mendapat

    tempat sebagai sumber kebenaran pengetahuan. Sosok seperti Laplace adalah yang terbaik untukmelihat iltizam ini. Begitu juga tercermin pada Hertz, Frege, Russell, lalu Wittgenstein Iyang

  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    8/22

    mana dari pemikiran mereka ini kemudiannya merangsang Schlick, Carnap, Neurath, dll. Barisan

    terakhir inilah yang membentuk Lingkaran Vienna. Pada saat yang sama, terdapat juga

    Lingkaran Berlin, yang diprakasai Reichenbach, Hahn, dll, dengan membawa suara empirisismelogis.

    Kendati, di tahun-tahun kemudian, nama Positivisme Logis kelihatannya lebih harum. Tentukerana kejayaan awalnya yang menyusun baik falsafah asas sebelum mereka, dan mewadahi

    bahasa formal (Wittgenstein I), aruhanisme (Bacon), psikologisme (Gustave Le Bon),

    naturalisme (Paul de Vries), dll. Shahdan, itu dituntun lagi dengan tanggapan-balas yang bertalu-talu, termasuklah dari Popper. Betapa berpengaruhnya Positivisme Logis, sampai saja falsafah

    sains yang meriah muncul dewasa inisama ada dari Kuhn, Feyerabend, Polanyi, Lakatositu

    tidak harus dinafikan banyak bertitik-tolak kritik-balas terhadap gerakan ini. Jadi, barangkali

    persoalan latar sudah dibenahi. Namun, apakah rinciannya?

    Lingkaran Vienna, memang sebagai sebuah gerakan yang memperjuangkan kaedah

    penyelidikan. Hasratnya, untuk meraih wibawa pemerolehan pengetahuan. Sebab itu, kata sains

    menurut konteks mereka adalah merujuk kepada seluruh pengetahuan yang diiktirafnya sebagaisahih. Di sinilah peranan besar dari Wittgenstein I, juga kemudiannya Carnap, yang cuba

    mengembangkan bahasa yang sepadan (isomorfic) dengan realiti. Soalannya, bagaimanakahperanan bahasa dalam sains ini? Jawapan dari Lingkaran Vienna ini akan kembali pada kalimat

    sains yang dikemukakan. Pada mereka, setiap kalimat haruslah mematuhi tatabahasa, sintaksis

    serta kata keterangannya (description). Setelah itu, mestilah disemak pula semantiknya, iaitu

    hubungan antara kalimat dengan maknanya. Baru kemudian, Lingkaran Vienna menarikperbezaan antara kalimat analitik dengan kalimat sintetik. Maka, untuk kalimat analitik, itu

    memang dengan sendirinya benar, seperti mana kalimat yang terdapat dalam aturcara matematik.

    Mithalnya, 1 + 3 = 4. Kalimat ini benar secara a priori, asal saja kita terlebih dahulu memahamikonsep dari angka 1, 3 dan 4. Begitu juga kalimat, X = X, juga secara psikologinya

    tepat.

    Sebaleknya, untuk menentukan kalimat sintetik pula, itu mestilah melepasi prinsip kesahan

    (principle of verification) terlebih dahulu. Kata verificationini bermuara dari kata latin, verum

    (benar) danfacere (melakukan): melakukan pembenaran. Jadi, untuk mendapatkan kesahihansains, maka setiap kalimat mestilah disemak menerusi pencerapandan ini tentunya melibatkan

    peranan indera manusia sebagai subjek pengamatan tersebut. Mithalnya, kalimat semua gagak

    berwarna hitam. Kalimat ini dapat disemak, dan diuji menerusi pencerapan yang berulang-ulang

    kali. Sekiranya ditemui semua gagak berwarna hitam, maka kalimat ini jelas bersifat sintetik, dandapat diterima. Ternyata, faham naturalisme turut mengutarakan kesesuaian prinsip kesahan ini

    dengan teori fizikalisme (theory of physicalism). Lantas, menurut Lingkaran Vienna lagi, hanya

    dua kalimat inilah (analitik dan sintetik), yang akan menambah pengetahuan manusia,

    membangun sains manusia serta mendorong makna positif. Tapi, bagaimana dengan kalimat,Tuhan itu ada. Pada kalangan ini, kalimat seperti ini sama sekali tidak dapat disemak, tidak

    dapat diuji, dan seterusnya tidak dapat disahkan. Maka, kalimat itu tidak menambah apa-apa

    pada pengetahuan manusia, serta tidak punya sebarang makna.

    Walau bagaimanapun, perlu dicatatkan juga bahawa Lingkaran Vienna tidaklah mengutarakan

    soal benar-salah. Itu bukan pendiriannya. Pada kalangan ini, kalimat Tuhan tidak ada itu tidak

  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    9/22

    bermakna kerana sarat metafiziknya, serta tidak mampu menawarkan wibawa pemerolehan

    pengetahuan. Sebab itulah, kalangan ini tegas menyingkirkan segala persoalan-persoalan yang

    berkaitan metafizika, juga persoalan-persoalan yang berkaitan etika. Baginya, dua jurusantersebut bukanlah ranah sainsmeskipun tidak dinafikan dimensi seperti ini kerap saja

    menghadhirkan rasa keselesaan pada penerimanya. Mudahnya, Positivisme Logis tekad mahu

    merumuskan bahawa semua kalimat a prioriadalah bersifat analitik, manakala semua kalimatempiris adalah bersifat sintetik. Dengan ungkapan lain, perbezaan antara a prioridan aposteriori, itulah yang memicu kepada perbezaan analitik dan sintetik. Ini sekaligus bererti,

    bahawa Lingkaran Vienna sama sekali tidak mengakui kalimat a prioridalam makna Kantian.

    Jadi, apakah sebenarnya tugas sains? Tugasnya adalah merengkuh kalimat realiti dalam lingkupanalitik-sintetik ini. Baru demikian, sains itu terbina dan bersifat semesta (universal).

    Maksudnya, untuk sesiapa pun yang mencerapnya, di mana pun mengamatinya, maka hasilnya

    tetap saja sama, serta dapat diramalkan.

    Kritik Popper

    Kita telah mengenal Positvisme Logis. Maka, inilah saat yang baik untuk menelusuri pula kritikPopper terhadap kalangan ini. Popper, tentu arif mengenai Positivisme Logis. Sama seperti

    Wittgenstein II yang memberi kritik menerusi ranah falsafah bahasa, maka Popper memberikankritiknya pada ranah falsafah sains. Masing-masing juga amat dekat dengan kalangan iniyang

    rata-rata adalah teman wacananya, sekalipun keduanya tidak termasuk dalam kalangan tersebut.

    Kritik Popper bermula dengan pendiriannya yang memisahkan antara kandungan pengetahuan

    yang bersifat sains dengan kandungan pengetahuan yang bersifat bukan-sains. Maka, kepedulianPopper tidak lagi pada pemaknaan kalimat. Kecuali, kepeduliannya pada usaha penyangkalan

    kalimat sains sebelumnya. Inilah yang menjadi perhatian sejati Popper.

    Tentu, lebih awal Popper menerima kritik Hume terhadap aruhanisme. Meskipun Hume sendiri

    adalah seorang empiris, percaya juga pada pengalaman, tapi tekal melihat ada masalah padapendekatan aruhanisme ini. Ini kerana, aruhanisme yang merupakan sendi Positivisme Logis initerlalu mudah menerima prinsip kebersebaban (principle of causality), seolah-olahpost doc, ergo

    propter hoc(ini terjadi, kerana itu). Lalu, di tangan Popper, tradisi kritis Hume ini dilanjutkan

    lagi. Padanya, epistemologi Positivisme Logis sarat andaian. Ini kerana, kalangan ini terlalumudah mengandaikan kesimpulan umum bahawa ada sebuah hukum yang bersifat sejagat

    (universal). Kerana itu, Popper sama sekali tidak percaya adanya sebuah penalaran yang

    menggiring kepada hukum sejagat (universal law). Melainkan, setelah dilakukan seluruh

    pengamatan. Tapi, tindakan seperti ini tentulah sesuatu yang mustahil. Mithalnya, tidak mungkinkita mampu menyemak, menguji, serta mengesahkansatu demi satuseluruh kalimat sintetik

    tersebut. Jadi, tidak mungkin ada sebuah kalimat yang sahih dan yang bersifat semesta.

    Mithalnya, Popper melukiskan sebuah kalimat, semua angsa berwarna puteh. Menerusi

    Positivisme Logis, kalimat ini akan bermakna setelah mengambil beberapa sampel. Kemudian,

    jika secara berulang dikenalpasti bahawa memang semua angsa berwarna puteh, maka menurut

    kalangan ini kita telah memperoleh sains. Beginilah, kata Popper, sains menerusi PositivismeLogis terbangun. Tapi, Popper memerikan bahawa pendekatan sebegini sebenarnya langsung

    tidak kritis, serta tidak sedetik pun menawarkan jaminan bahawa selamanya memang, semua

    angsa berwarna puteh. Malah, menurut Popper lagi, bukan saja tiada jaminan, bahkan seluruh

  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    10/22

    pencerapan ini lebih lebih bersifat terpilih. Positivisme logis hanya mengambil beberapa sampel,

    lalu dengan mudah membuat kesimpulan umum bahawa penemuan mereka adalah bersifat

    semesta. Sekilas pertanyaannya, apakah ada jaminan bahawa memang tiada angsa yang tidakberwarna puteh? Apakah Positivisme Logis sudah menyemak semua angsa yang ada di seluruh

    pelusuk dunia? Tentu tidak.

    Jadi, pada Popper lagi, kesimpulan umum yang dibentuk dari Positivisme Logis ini sangatlah

    dangkal, seakan mengusung kemutlakan. Padahal, semua sains berkemungkinan untuk salah

    (fallible). Ini tegas diungkapkannya sewaktu menolak sikap Lukacs dalamHistory and ClassConsciousness(1920)yang menganggap dialektika Marxisme sebagai kebenaran tentang

    manusia dan sejarah. Lebih lagi, filasuf liberal ini tidak percaya bahawa adanya sebuah kaedah

    bitara dan khas dalam sains. Selama Newton, sebelum atau sesudahnya, tidaklah pernah sains

    memperoleh wibawanya dengan aruhanisme. Katanya, kalangan Positivisme Logis ini ibaratnyamahu mengukuhkan lagi kerangka Newtonian dalam sains, sama seperti ekonomi (Smith),

    Comte (sosiologi), masharakat (Marx), dll. Hemat Popper, cara sebegini banyak kelemahannya.

    Pertanyaannya lagi, apakah saintis dapat menunjukkan di mana letaknya elektron? Apakah

    saintis dapat mencerapnya di dalam makmal? Jadi, sekiranya tidak memenuhi sharatpengamatan, maka apa lagi yang tinggal buat sains? Inilah sebuah dongeng sains besar, kata

    Popper. Sains, pada Popper selamanya tidak pernah membangun atas aruhanisme.

    Di sini, Popper turut memberikan contoh Hukum Graviti dari Newton, yang diketahui dari

    jejaknya, bukan dari pencerapan. Jadi, apakah kita maseh mahu mengatakan Hukum Graviti itu

    bersifat sejagat, meskipun berulang-kali dibuktikan benar? Lalu, berkaca lagi pada TeoriKenisbian Einstein. Apakah kita ingin mengatakan teori tersebut bermula dengan pencerapan?

    Walhal, betapa indah sekalipun teori tersebut, ternyata Einstein tidak pernah memulakannya

    dengan pencerapan. Yang membuktikan bahawa cahaya boleh melengkungbeberapa tahunkemudianadalah Eddington. Sampai kata Eddington, jika Einstein menemukan teorinya,

    maka saya yang menemukan buktinya. Jadi, tetap saja, sains tidak terbangun dengan

    pencerapan. Maka, seruan bahawa sains berangkat dari pengamatan adalah sebuah kekeliruan

    yang ketara.

    Sebab itu, sebagai cendikia, juga sebagai manusia, Popper pernah mengutarakan, apakah saatbom atom dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki itu, maka kalian (Positivisme Logis) maseh lagi

    ingin menyatakan bahawa atom itu rekaan? Jadi, setelah melihat ribuan yang mati, yang melarat,

    yang sengsara kesan dari hentaman tersebutapakah kita mahu menyatakan lagi bahawa atom

    itu tidak pernah wujud, kerana tidak pernah dicerap? Apakah atom maseh tidak bermakna?Bertubi-tubi pertanyaan kekesalan inilah yang meredam sanjungan-tinggi pada Lingkaran

    Vienna. Sebab itu, Popper bukan saja menolak kalangan ini atas dasar falsafah, malahan juga

    atas dasar etikasesuatu yang ditolak pemaknaannya dari kalangan Postivisme Logis. Kata

    Popper lagi, sains konon begitu objektif dengan data-datanya, dengan sampel-sampelnya, tapiseringkali mengabaikan tanggungjawab moralnya.

    Memang, ini kritik dalam Popper pada Lingkaran Vienna, hingga tempiasnya merebak padapsikologisme, pada naturalisme, dll. Mithalnya, dalam konteks psikologisme, Popper

    membezakan persoalan antara, bagaimana teori dapat diuji (konteks pembenaran) dengan

    bagaimana kita mendapatkan teori baru (konteks penerokaan). Padanya, perbezaan ini lantaran

  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    11/22

    unsur psikologi yang tertanam di dalamnya. Begitu juga dengan naturalisme, di mana Popper

    memancing: Saya menolak pandangan naturalisme, yang sama sekali tidak kritis. Mereka yang

    mendukung pandangan ini jelas gagal memastikan kekuatan pengetahuan yang diperolehnya.Walhal, mereka hanyalah mengemukakan sebuah kesepakatan semata. Lalu, lebih malang lagi,

    kesepakatan ini kemudiannya menjadi dogma. Sebab itu, kritik saya pada pandangan naturalistik

    ini bukan saja kerana garis pemaknaan yang diambilnya. Bahkan, turut melampaui gagasannyatentang sains dan kaedah empirik yang diperjuangkan mereka.

    Walaupun demikian, Popper bukanlah seorang yang anti-skeptisme. Popper maseh yakin bahawabetapa terbatasnya epistemik manusia, tetap saja manusia maseh dapat memahami realiti. Inilah

    bezanya Popper dengan Hume. Bezanya, skeptisme buat Hume, dan realisme buat Popper.

    Lantas, Popper pun merunut kepada pemalsuanisme. Baginya, sains sebenarnya bermula dengan

    masalah, dengan pemecahan masalah, atau dalam bahasa sensasinya, dengan menyangkal.

    Pemalsuanisme

    Mengapa sains bermula dengan masalah, pemecahan masalah, dan penyangkalan? Di sini,Popper menata seluruhnya dalam gagasan pemalsuanisme. Bagi Popper, memang sains tidak

    membangun, dengan mengukuhkan apa yang sedia-ada. Sebuah bahaya untuk sains, sekiranyasentiasa pada takat pengetahuan sebelumnya. Sains itu hanya membangun, dengan sebuah sikap

    kritis yang bersamanya terselit agakan-agakannya (conjectures). Maka, penting untuk

    mengenalpasti masalah terlebih dahulu, sebelum disusuli pula dengan agakan, dan penyangkalan.

    Mithalnya, pada Popper, kalimat semua angsa berwarna puteh, adalah sebuah masalah. Justeru,

    untuk memecahkan masalah inisembari terpukau dan terilham dari Teori Kenisbian Einsteinmaka Popper menganjurkan cari saja seekor angsa bukan berwarna puteh. Sekiranya ditemukan,

    maka dari situlah sains akan terbina. Sebab itu, tegasnya, sains itu terbangun dengan

    penyangkalan. Kuncinya, adalah meragukan sains sebelumnya. Mithalnya lagi, sains takkanbertambah jika kita menyatakan bahawa sistem suria kita mempunyai lapan planet. Hanya saja,carilah planet yang kesembilan. Sekiranya ditemukan, itulah sainsnya. Tidak memadai dengan

    mithalan sebelumnya, ada lagi sebuah pengalaman klasik yang menarik: kesah bagaimana Kepler

    menemukan orbit sistem suria adalah elips. Bukan lagi bulatan seperti yang dipercayai semenjakAristotle. Bahkan, Kopernigk serta Brahe turut berfikiran terkekang dalam kerangka Aristotlian.

    Kepler tidak.

    Bagaimana Kepler menemukannya? Hanya dengan menyangkal. Kepler sebelumnya resah

    dengan data-data yang yang tergeser lapan minit, setiap kali cuba memadankannya dengan

    sistem suria dalam bentuk bulatan. Tapi, Kepler tidaklah pula melakukan pseudo-sains denganmelakukan teori ad hociaitu mereka-reka pengecualian atas data-datanya. Jadi, selama lapan

    tahun Kepler bertungkus-lumus mencari jawapan, dan akhirnya itu dapat diatasi tatkala

    mengubah bentuk sistem suria kepada elips. Menghimbau peristiwa ini, Poincare

    mengungkapkan, untunglah di dunia ini ada mereka yang gila, yang tidak peduli dengan wang,dan yang mahu menghabiskan waktu-waktunya dengan hal yang tidak berguna. Dan, salah satu

    hal yang tidak berguna adalah memikirkan perbezaan lapan minit selama lapan tahun (oleh

    Kepler) tersebut. Alhasil, kita menyaksikan di sini bahawa: tanpa sebuah masalah, tanpa sebuahagakan baru, serta tanpa sebuah sangkalan, maka sains memang takkan bertambah. Justeru, tidak

  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    12/22

  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    13/22

    Aqil Fithri adalah editor Ummahonline.com, juga zamil Cendikiawan Awam Asia 2009/2010,

    tajaan Nippon Foundation, Jepun. Ia dapat dihubungi menerusi [email protected].

    Similar Posts:

    FILSAFAT RASIONALISME, EMPERISME, KRTISISME

    Thursday, November 20, 2008

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Ada orang yang berkata, bahwa orang harus berfilsafat, untuk mengetahui apa yangdisebut filsafat itu. Mungkin ini benar, hanya kesulitannya ialah: bagaimana ia tahu, bahwa ia

    berfilsafat? Mungkin ia mengira sudah berfilsafat dan mengira tahu pula apa filsafat itu, akan

    tetapi sebenarnya tidak berfilsafat, jadi kelirulah ia dan dengan sendirinya salah pula sangkanya

    tentang filsafat itu.

    Menyibukkan diri dibidang filsafat bukanlah suatu kegiatan yang hanya dilakukan olehsegelintir ahli saja. Dalam kehidupan sehari-hari manusia dilindungi oleh aneka macam peristiwa

    yang langsung dialaminya, seperti bangun tidur, mengenakan pakaian, bekerja dan beristirahat.

    Atau yang tidak langsung sampai kepadanya, namun juga dianggap biasa saja, seperti misalnya

    berita dalam surat kabar atau radio mengenai perkembangan mutakhir dalam politik

    internasional, bencana alam disalah satu negeri nan jauh atau peristiwa-peristiwa menakjubkan.

    Ketika itu duniabarat telah biasa membagi tahapan sejarah pemikiran menjadi tigaperiode yaitu: Ancient, Medieval, dan zaman modern. Zaman modern sangat dinanti nantikan

    oleh banyak pemikiran manakala mereka mengingat zaman kuno ketika peradaban begitu bebas,

    pemikiran tidak dikekang oleh tekanan-tekanan diluar dirinya. Kondisi semacam itulah yanghendak dihidupkan kembali pada zaman modern.

    Pada abab ke-13 di Eropa sudah timbul sistem filsafat yang boleh disebut merupakankeseluruhan. Sistem ini diajarkan disekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Dalam abab ke-14

    timbulah aliran yang dapat dinamai pendahuluan filsafat modern. Yang menjadi dasar aliran baru

    ini ialah kesadaran atas yang individual yang kongkrit.

    Tak dapat dipungkiri, zaman filsafat modern telah dimulai, dalam era filsafat modern,

    dan kemudian dilanjutkan dengan filsafat abab ke- 20, munculnya berbagai aliran pemikiran,yaitu: Rasionalisme, Emperisme, Kritisisme, Idealisme, Positivisme, Evolusionisme,

    Materalisme, Neo-Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme,

    dan Neo-Thomisme.

    http://makalah85.blogspot.com/2008/11/filsafat-rasionalisme-emperisme.htmlhttp://makalah85.blogspot.com/2008/11/filsafat-rasionalisme-emperisme.htmlhttp://makalah85.blogspot.com/2008/11/filsafat-rasionalisme-emperisme.html
  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    14/22

    Namun didalam pembahasan kali ini yang akan dibahas aliran Resionalisme (rene

    Descartes, spiniza, Leibniz), Empirisme (Francius Bacon, Thomas Hobbes. John lecke David

    Hume). Dan Kriticiusme ( imananvel kuat).

    BAB II

    PEMBAHASAN

    A.RASIONALISME

    Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat

    terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme suatu pengetahuandiperoleh dengan cara berpikir.

    Latarbelakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diridari segala pemikiran tradisional (scholastic), yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak

    mampu mengenai hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Pada tokoh aliran

    Rasionalisme diantaranya adalah Descartes (1596- 1650 M ).

    1.Rene Descartes ( 1596- 1650 M )

    Descartes disamping tokoh rasionalisme juga dianggap sebagai bapak filsafat,

    terutama karena dia dalam filsafat-filsafat sungguh-sungguh diusahakan adanya metode

    serta penyelidikan yang mendalam. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmukedokteran.

    Ia yang mendirikan aliran Rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuanyang dapat dipercayai adalah akal. Ia tidak puas dengan filsafat scholastik karena

    dilihatnya sebagai saling bertentangan dan tidak ada kepastian. Adapun sebabnya karena

    tidak ada metode berpikir yang pasti.

    Descartes merasa benar-benar ketegangan dan ketidak pastian merajalera ketika

    itu dalam kalangan filsafat. Scholastic tak dapat memberi keterangan yang memuaskankepada ilmu dan filsafat baru yang dimajukan ketika itu kerapkali bertentangan satu sama

    lain.

    Descartes mengemukakan metode baru yaitu metode keragu-raguan. Seakan-akan ia membuang segala kepastian, karena ragu-ragu itu suatu cara berpikir. Ia ragu-

    ragu bukan untuk ragu-ragu, melainkan untuk mencapai kepastian. Adapun sumberkebenaran adalah rasio. Hanya rasio sejarah yang dapat membawa orang kepada

    kebenaran. Rasio pulalah yang dapat memberi pemimpin dalam segala jalan pikiran.

    Adapun yang benar itu hanya tindakan budi yang terang-benderang, yang disebutnyaideas claires et distinctes. Karena rasio saja yang dianggap sebagai sumber kebenaran,

    maka aliran ini disebut Rasionalisme.

  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    15/22

    2.Spinoza (1632- 1677 M)

    Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 M. Nama aslinya adalah barulah Spinoza iaadalah seorang keturunan Yahudi di Amsterdam. Ia lepas dari segala ikatan agama

    maupun masyarakat, ia mencita- citakan suatu sistem berdasrkan rasionalisme untuk

    mencapai kebahagiaan bagi manusia.menurut Spinoza aturan atau hukum ynag terdapatpada semua hal itu tidak lain dari aturan dan hukum yang terdapat pada idea. Baik

    Spinoza maupun lebih ternyata mengikuti pemikiran Descartes itu, dua tokoh terakhir ini

    juga menjadikan substansi sebagai tema pokok dalam metafisika, dan kedua jugamengikuti metode Descantes.

    3.Leibniz

    Gottfried Eilhelm von Leibniz lahir pada tahun 1646 M dan meninggal pada tahun

    1716 M. ia filosof Jerman, matematikawan, fisikawan, dan sejarawan. Lama menjadipegawai pemerintahan, pembantu pejabat tinggi Negara. Waktu mudanya ahli piker

    Jerman ini mempelajari scholastik.

    Ia kenal kemudian aliran- aliran filsafat modern dan mahir dalam ilmu. Ia

    menerima substansi Spinoza akan tetapi tidak menerima paham serba tuhannya

    (pantesme). Menurut Leibniz substansi itu memang mencantumkan segala dasarkesanggupannya, dari itu mengandung segala kesungguhan pula. Untuk menerangkanpermacam- macam didunia ini diterima oleh Leibniz yang disebutnya monaden.

    Monaden ini semacam cermin yang membayangkan kesempurnaan yang satu itu dengan

    cara sendiri.

    B.EMPIRISME

    Empirisme adalah salah satu aliran dalam filosof yang menekankan peranan

    pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri, dan mengecilkanperanan akal. Istilah Empirisme diambil dari bahasa Yunani yaitu emperia yang berarti coba-

    coba atau pengalaman. Sebagai tokohnya adalah Francis Bacou , Thomas Hobbes, John

    Locker, dan David Hume. Karana adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan

    manfaatnya, pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot. Hal itu terjadi karena filsafatdianggap tidak berguan lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain ilmu pengetahuan yang

    bermanfaat, pasti, dan benar hanya diperoleh lewat indra ( empiri) dan empirilah satu-

    satunya sumber pengetahuan. Pemikiran tersebut lahir denagn nama Empirisme.

    1.Francis Bacon ( 1210- 1292 M )

    Dari mudanya Bacon sudah mempunyai minat terhadap filsafat. Akan tetapi

    waktu dewasa ia menjabat pangkat- pangkat tinggi dikerjakan inggris kemudian diangkat

    dalam golongan bangsawan. Setelah berhenti dari jabatannya yang tinggi. Barulah iamulai menuliskan filsafatnya.

  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    16/22

    Menurut Franccis Bacon bahwa pengetahuan ynag sebenarnya adalah

    pengetahuan yang diterima orang melaui persatuan inderawi dengan dunia fakta.

    Pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang sejati. Denagn demikian bagi Baconcara memcapai pengetahuan itupun segera nampak dengan jelasnya. Haruslah

    pengetahuan itu dicapai dengan mempengaruhi induksi. Haruslah kita sekarang

    memperhatikan yang konkrit, mengumpulkan, mengadakan kelompok- kelompok, itulahtugas ilmu pengetahuan.

    2.Thomas Hobbes (1588- 1679 M )

    Thomas hobbes adala seorang ahli piker yang lahir di Malmesbury, ia adalahanak

    dari seorang pendeta. Menurutnya bahwa pengalaman interawi sebagai permulaan segalapengetahuan. Hanya sesuatu yang dapat disentuh dengan inderalah yang merupakan

    kebenaran. Pengetahuan kita tak mengatasi pengindraan dengan kata lain pengetahuan

    yang benar hanyalah pengetahuan indera saja, yang lain tidak.

    Ada yang menyebut Hobbes itu menganut sensualisme, karena ia amatmengutamakan sensus (indra) dalam pengetahuan. Tetapi dalam hubungan ini tentulah ia

    anggap salah satu dari penganut empirisme, yang mengatakan bahwa persantuhan denagindera( impiri) itulah yang menjadi pangkal dan sumber pengetahuan.

    Pendapatnya adalah bahwa ilmu filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yangsifatnya umum. Menurutnya filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang akibat- akibat

    atau tentang gejela- gejela yang doperoleh. Sasaran filsafat adalah fakta, yaitu untuk

    mencari sebab-sebabnya. Segala yang ditentukan oleh sebab, sedangkan prosesnya sesuaidengan hukum ilmu pasti/ ilmu alam.

    3.

    John Locke ( 1932- 1704 M )

    John locke dilahirkan di Wrington, dekat Bristol, inggris. Ia adalah filosof yangbanyak mempelajari agama Kristen. Disamping sebagai seorang ahli hukum ia juga

    menyukai filsafat dan teologi, mendalami ilmu kedokteran, dan penelitian kimia. Dalam

    mencapai kebenaran, sampai seberapa jauh (bagimana) manusia memakai kemampuannya.

    Ia hendak menyelidiki kemampuan pengetahuan manusia sampai kemanakah ia

    dapat mencapai kebenaran dan bagimanakah mencapainya itu. Dalam penelitiannya ia

    memakai istilah sensation dan reflecaton. Sensation adalah suatu yang dapat berhubunganitu, reflection adalah pengenalan intuitif yang memberikan pengetahuan kepada manusia,

    yang lebih baik daripada sensation.

    John lock berargumen:

    a.Dari jalan masuknya pengetahuan kita mengetahui bahwa innate itu tidak ada, memang

    agak umum orang beranggapan bahwa innate itu ada. Ia itu seperti ditempelkan pada

    jiwa manusia, dan jiwa membawanya ke dunia ini. Sebenarnya kenyataan telah cukup

    menjelaskan kepada kita bagaimana pengetahuan itu dating, yakni melalui daya-daya

  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    17/22

    yang alamiah tanpa bantuan kesan-kesan bawaan, dan kita sampai pada keyakinan

    tanpa suatu pengertian asli.

    b. Persetujuan umum adalah argument yang terkuat. Tidak ada sesuatu yang dapat

    disetujui oleh umum tentang adanya innate idea justru dijadikan alasan untuk

    mengatakan ia tidak ada.

    c.Persetujuan umum membuktikan tidak adanya innate idea.

    d. Apa innate itu sebenarnya tidaklah mungkin diakui dan sekaligus juga tidak diakui

    adanya. Bukti-bukti yang mengatakan ada innate itu ada justru saya jadikan alasanuntuk mengatakan ia tidak ada.

    e.Tidak juga dicetakkan (distempelkan) pada jiwa sebab pada anak idiot ide yang innate

    itu tidak ada padahal anak normal dan akan idiot sama-sama berpikir.

    4.David Hume ( 1711- 1776 M )

    David Hume menjadi terkenal oleh bukunya. Buku hume, treatise ofhumannature

    (1739 M). ditulisnya tatkala ia masih muda, yaitu tatkala ia berumur dua puluh tahunan.Buku itu tidak terlalu banyak menarik perhatian orang, karenanya hume pindah kesubyek

    lain, lalu ia menjadi seorang yang terkenal sebagai sejarawan.

    Kemudian pada tahun 1748 M ia menulis buku yang memang terkenal, yang

    disebutnya An Enqury Cincering Human Understanding, waktu mudanya ia jugaberpolitik tetapi tak terlalu mendapat sukses. Ia menganalisa pengertian substansi.

    Seluruh pengetahuan itu tak lain dari jumlah pengaman kita.

    Apa saja yang merupakan pengetahuan itu hanya disebabkan oleh pengalaman.Adapun yang bersentuhan dengan indra kita itu sifat-sifat atau gejala-gejala dari hal

    tersebut. Yang menyebabkan kita mempunyai pengertia sesuatu yang tetap substansi

    itu tidak lain dari perulangan pengalaman yang demikian acap kalinya, sehingga kita

    menganggap mempunyai pengertian tentang suatu hal, tetapi sebetulnya tidak adasubstansi itu hanya anggapan, khayal, sebenarnya tidak ada.

    C.KRITICISME (Immanuel Kant 1724-1804).

    Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seorang yang cerdas

    mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan emperisme. Zaman baruini disebut zaman pencerahan (aufklarung) zaman pencerahan ini muncul dimana manusia

    lahir dalam keadaan belum dewasa (dalam pemikiran filsafatnya). Akan tetapi, seorang

    filosof Jerman Immanuel Kant (1724-1804) mengadakan penyelidikan (kritik) terhadappernah pengetahuan akal.

    Sebagai latar belakangnya, manusia melihat adanya kemajuan ilmu pengetahuan

    (ilmu pasti, biologi, filsafat dan sejarah) telah mencapai hasil yang menggembirakan. Disisi

  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    18/22

    lain, jalannya filsafat tersendat-sendat. Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat dapat

    berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan alam.

    Pada rasionalimse dan emperisme ternyata amat jelas pertentangan antara budi dan

    pengalaman, manakah yang sebenarnya sumber pengetahuan, makanah pengetahuan yang

    benar? Seorang ahli pikir Jerman Immanuel Kant mencoba mengadakan penyelesaianpertalian ini. Pada umumnya, Kant mengikuti nasionalisme, tetapi kemudian terpengaruh

    oleh emperisme (hume). Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menerimanya karena

    ia mengetahui bahwa emperisme membawa karagu-raguan terhadap budi manusia akan dapatmencapai kebenaran. Maka Kant akan menyelidiki (mengadakan kritik) pengetahuan budi

    serta akan diterangkan, apa sebabnya pengetahuan budi ini mungkin. Itulah sebabnya aliran

    ini disebut kriticisme.

    Akhirnya, Kant mengakui peranan budi dan keharusan empiri, kemudian dicobanya

    mengadakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada budi (nasionalisme),

    tetapi adanya pengertian timbul dari benda (emperisme) budi metode berpikirnya disebut

    metode kritik.

    BAB III

    PENUTUP

    A.Kesimpulan

    Di dalam era filsafat modern terdapat beberapa aliran pemikiran, di antaranya:

    Rasionalisme, dan kriticisme.

    Aliran rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa budi (akal) adalah

    alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Aliran rasionalisme berpendapat bahwa

    sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal. Metode yang digunakan pada aliran

    rasionalisme adalah metode keragu-raguan untuk berfilsafat.

    Aliran Emperisme adalah salah satu aliran dalam filosof yang menekankan perananpengalaman dalam memeroleh pengetahuan, dan mengecilkan akal. Aliran emperisme

    berpendapat bahwa pengetahuan yang bermanfaat, pasti, dan benar hanya diperoleh lewan

    indera (empiri) dan empirilah satu-satutnya sumber pengetahuan aliran Emperis, bahwa pada

    dasarnya budi dan empiri saling berkaitan. Aliran Kriticisme mengakui peranan badi dankeharusan empiri, meskipun pengetahuan bersumber pada budi (nasionalisme), tetapi adanya

    pengertian timbul dari benda (emperisme). Jadi metode berpikirnya disebut metode kritis.

    DAFTAR PUSTAKA

  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    19/22

    1. Poejawijatna, R.I. Prof. 1983.Pembimbing Kearah Filsafat, Jakarta: Rineka Cipta.2. Syadali, Ahmad. H. Drs, et. At. 1997,Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia.3. achmadi Asmoro. 1995,Filsafat Umum, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.4. Peursen Van c.a. 1997, Orientasi Dalam Filsafat, Jakarta: PT. Gramedia.

    Posted by Funnys_home at6:01 PM

    Filsafat Rasionalisme May 16th, 2008

    Filsafat Rasionalisme satu aliran filsafat modern, yaitu empirisme. Kali ini saya akan menggali

    lebih dalam tentang aliran kontra empirisme, taitu Rasionalisme. Rasionalisme sangat

    bertentangan dengan empirisme. Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yang sangat sejatiberasal dari rasio, sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu bentuk pengenalan yang

    kabur. Lebih detail, Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran yang berdasarkan rasio,

    ide-ide yang masuk akal. Selain itu tidak ada sumber kebenaran yang hakiki.

    Zaman Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke XVIII.Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya

    akal budi (ratio) untuk menemukan kebenaran. Ternyata, penggunaan akal budi yang demikiantidak sia-sia, melihat tambahan ilmu pengetahuan yang besar sekali akibat perkembangan yang

    pesat dari ilmu-ilmu alam. Maka tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikut orang-

    orang yang terpelajar Makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran tentanghidup dan dunia. Hal ini menjadi menampak lagi pada bagian kedua abad ke XVII dan lebih lagi

    selama abad XVIII antara lain karena pandangan baru terhadap dunia yang diberikan oleh Isaac

    Newton (1643 -1727). Berkat sarjana geniaal Fisika Inggris ini yaitu menurutnya Fisika itu

    terdiri dari bagian-bagian kevil (atom) yang berhubungan satu sama lain menurut hukum sebabakibat. Semua gejala alam harus diterangkan menurut jalan mekanis ini. Harus diakui bahwa

    Newton sendiri memiliki suatu keinsyafan yang mendalam tentang batas akal budi dalammengejar kebenaran melalui ilmu pengetahuan. Berdasarkan kepercayaan yang makin kuat akankekuasaan akal budi lama kelamaan orang-orang abad itu berpandangan dalam kegelapan. Baru

    dalam abad mereka menaikkan obor terang yang menciptakan manusia dan masyarakat modern

    yang telah dirindukan, karena kepercayaan itu pada abad XVIII disebut juga zaman Aufklarung

    (pencerahan).

    Tokoh-tokohnya

    1. Rene Descartes (1596 -1650)2. Nicholas Malerbranche (1638 -1775)

    3. B. De Spinoza (1632 -1677 M)

    4. G.W.Leibniz (1946-1716)5. Christian Wolff (1679 -1754)6. Blaise Pascal (1623 -1662 M)

    MENGKAJI FENOMENA KESEHARIANDari sedut pandang pemikiran filsafat Rasinalisme tersebut, sekiranya saya dapat mengambil

    contoh tentang logika di dalam agama. Dari salam satu tulisan yang saya temukan di internet,

    Ada sebuah ungkapan, terkenal dari tokoh besar di dunia Islam, Ibn Taimiyyah, yang arti

    http://makalah85.blogspot.com/2008/11/filsafat-rasionalisme-emperisme.htmlhttp://makalah85.blogspot.com/2008/11/filsafat-rasionalisme-emperisme.htmlhttp://makalah85.blogspot.com/2008/11/filsafat-rasionalisme-emperisme.htmlhttp://perpustakaan-online.blogspot.com/2008/05/filsafat-rasionalisme.htmlhttp://perpustakaan-online.blogspot.com/2008/05/filsafat-rasionalisme.htmlhttp://perpustakaan-online.blogspot.com/2008/05/filsafat-rasionalisme.htmlhttp://makalah85.blogspot.com/2008/11/filsafat-rasionalisme-emperisme.html
  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    20/22

    harfiahnya Barang siapa menggunakan logika maka ia telah kafir. demikian ungkapan

    tersebut. Apakah sikap seperti ini dapat dibenarkan? Ataukah memang mutlak salah?

    Apa implikasi jika sikap seperti ini dibenarkan?Dan apa pula konsekuensinya jika ia mutlak salah?

    Ataukah sikap seperti ini relatif, bisa benar sekaligus bisa salah secara bersamaan?

    Dan apa-kah konsekuensinya jika kebenaran sikap seperti ini relatif?

    Seperti kita ketahui bahwa Logika adalah kaidah-kaidah berfikir. Subyeknya akal-akal rasional.

    Obyeknya adalah proposisi bahasa. Proposisi bahasa yang mencerminkan realitas, apakah itu

    realitas di alam nyata ataupun realitas di alam fikiran. Kaidah-kaidah berfikir dalam logikabersifat niscaya atau mesti. Penolakan terhadap kaidah berfikir ini adalah mustahil (tidak

    mungkin). Bahkan mustahil pula dalam semua khayalan atau angan-angan yang mungkin (all

    possible intelligebles).

    Contohnya, sesuatu apapun pasti sama dengan dirinya sendiri, dan tidak sama dengan yangbukan dirinya. Prinsip berfikir ini telah tertanam secara niscaya sejak manusia lahir. Tertanam

    secara kodrati dan spontan. Dan selalu hadir kapan saja fikiran digunakan. Dan ini harus selalu

    diterima kapan saja realitas apapun dipahami. Bahkan, lebih jauh, prinsip ini sesungguhnyaadalah satu dari watak niscaya seluruh yang maujud (the very property of being). Tidak

    mengakui prinsip ini, yang biasa disebut dengan prinsip non-kontradiksi, akan menghancurkan

    seluruh kebenaran dalam alam bahasa maupun dalam semua alam lain. Tidak menerimanya

    berarti meruntuhkan seluruh arsitektur bangunan agama, filsafat, sains dan teknologi, dan seluruhpengetahuan manusia.

    Maka sebagai contoh ungkapan dari Ibn Taimiyyah di atas, jika misal pernyataan itu benar,maka menggunakan kaidah logika adalah salah. Karena menggunakan kaidah logika salah, maka

    prinsip non-kontradiksi salah. Kalau prinsip non-kontradiksi salah. Artinya seluruh kebenaran

    tiada bermakna, tidak bisa dibenarkan ataupun disalahkan, atau bisa dibenarkan dan disalahkan

    sekaligus.Kalau seluruh keberadaan tidak bermakna, maka pernyataan itu sendiri Barang siapa

    menggunakan logika maka ia telah kafir juga naif. Tak bermakna. Tak juga perlu dipikirkan.

    Menerima kebenaran pernyataan beliau tersebut sama saja dengan mengkafirkan beliau. Karenaika pernyataan tersebut benar, maka untuk membenarkannya telah digunakan kaidah logika.

    Dan karena beliau telah menggunakan kaidah logika, menurut pernyataan-nya sendiri beliau

    kafir.

    Jadi sebaiknya pernyataan pengkafiran orang yang menggunakan logika ini benar-benar ditolak.

    Pernyataan ini salah. Dan sangat Salah. Dan mustahil benar. Karena kalau benar, semua orang

    yang berfikir benar kafir. Dan ini mustahil.Dilihat dari segi pandangan umum, Islam jelas menentang adanya relativisme Kebenaran. Dalam

    Islam yang benar pasti benar dan tidak mungkin salah. Sedang yang salah pasti salah dan tak

    mungkin benar.

    Penerapan kaidah-kaidah berfikir yang benar telah menghantarkan para filosof (pecinta

    kebijaksanaan) besar pada keyakinan yang pasti akan keberadaan Tuhan.

    Jelas-jelas penerapan logika bagi mereka tidak menentang agama. Malah sebaliknya, me-real-

  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    21/22

    kan agama sampai ke seluruh pori-pori rohaninya yang mungkin. Atau dengan kata lain,

    mencapai hakikat.

    Dalam dialog terakhir Socrates, digambarkan betapa figur filsuf ini mati tersenyum setelah

    menyebut nama Tuhan sebelum akhir hayatnya Alih-alih logika menentang agama, malah logika

    adalah kendaraan super-executive untuk mencapai hakikat kebenaran spiritual. Dan sekali lagialih-alih logika menentang agama, tanpa logika agama tak-kan dapat terpahami.

    Rene DescartesRasional dan Skeptisisme

    Rene Descartes(1596-1650) adalah seorang filsuf dari Perancis, ahli matematika dan saintisyang mendapat pendidikan di sekolah Jesuit. Ia menentang terhadap cara pendidikan yang

    pernah diterimanya dan mengemukakan akan penggunaan akal sebagai alat penyelidikan filsafat,

    demikianlah alasan Descartes disebut rasionalis.

    Adanya penentangan oleh Descartes konflik yang selalu berkembang antara spirit dari Abad

    Pertengahan dan spirit dari Masa Renaisans tampak dalam filsafat Descartes.

    Sebagai pemikir modern yang pertama mempelajari persoalan metode berfilsafat, ia diberi gelar

    father of modern philosophy. Ia menggunakan metodeskeptisisme.Ia berkata bahwa ada duamacam substansi yang berpikir atau akal dan substansi yang terpapar (extended substances) atau

    matter.

    Kesehatan Descartes yang lemah, tetapi kemampuannya yang luar biasa, ia diberi keleluasaan

    istimewa selama belajar, seperti menyelesaikan pekerjaan pentingnya sambil berbaring di tempat

    tidur, belajar dan berpikir secara bebas. Kemudian ia memasuki dinas militer dari negara yangbersahabat dengan Perancis, di situ keahliannya di bidang matematika sangat dihargai dan ia

    dapat membaca serta melakukan banyak perjalanan.

    Ia menetap di Belanda selama 20 tahun dan meninggal di Swedia. Karya utamanya di bidang

    filsafat ialahDiscourse on Method, MeditationsdanPrinciples.

    Daftar Pustaka

    Titus, Harold H., 1984. Persoalan-persoalan Filsafat. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang.

    David Hume Skeptisisme dan Empirisme

    David Hume (1711-1776) adalah filsuf sekaligus sastrawan dari Skotlandia yang hidup pada

    zaman para ahli pikir mengadakan pembahasan tentang watak, moral dan agama. Dia ikut dalam

    http://aprillins.com/2010/1689/skeptisisme/http://aprillins.com/2010/1689/skeptisisme/http://aprillins.com/2010/1689/skeptisisme/http://aprillins.com/2010/1689/skeptisisme/
  • 8/13/2019 RASIONALISME KRITIS

    22/22

    berbagai pembahasan tersebut dan memengaruhi perkembangan dua aliran. Aliran yang

    dipengaruhinya adalahskeptisismedan empirisme.

    Dalam halskeptisisme, Hume mencurigai pemikiran filsafat dan di antara pemikirannya adalah

    bahwa prinsip kausalitas(sebab akibat) itu tidak memiliki dasar. Ia juga seorang agnostik,

    yakni orang yang berpendirian bahwa adanya Tuhan itu tidak dapat dibuktikan dan tidak dapatdiingkari.

    Dalam hal empirisme, suatu pandangan yang mengatakan bahwa segala pengetahuan itu berasaldari pengalaman. Walaupun mungkin ada suatu dunia di luar kesedaran manusia, namun hal ini

    tidak dapat dibuktikan.

    Hume pernah gagal dua kali dalam usahanya untuk mendapatkan jabatan guru besar filsafat di

    Edinburg dan Glasgow. Di samping misi diplomatik yang kadang-kadang ia lakukan, Hume

    menghabiskan waktunya untuk menulis. Karyanya tentang sejarah adalahHistory of Englanddan

    The Natural History of Religion.

    Karya filsafat Hume yang paling terkenal adalah Treatise of Human Nature, PhilosophicalEssays Concerning Human Understanding dan Inquiry Concerning the Principles of Morals.

    Immanuel Kant,filsuf Jerman terkemuka pernah mengatakan bahwa David Hume-lah yang

    membangunkannya dari kantuk dogmatik-nya yaitu yang mendorongnya untuk menyusunfilsafat kritis.

    Daftar Pustaka

    Titus, Harold H., 1984. Persoalan-persoalan Filsafat. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang

    http://aprillins.com/2010/1689/skeptisisme/http://aprillins.com/2010/1689/skeptisisme/http://aprillins.com/2010/1689/skeptisisme/http://aprillins.com/2010/1435/biografi-immanuel-kant-sang-filsuf-jerman/http://aprillins.com/2010/1435/biografi-immanuel-kant-sang-filsuf-jerman/http://aprillins.com/2010/1435/biografi-immanuel-kant-sang-filsuf-jerman/http://aprillins.com/2010/1689/skeptisisme/