psikofarmaka

21
PSIKOFARMAKA I. Definisi Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien. Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika. II. Obat-Obat Psikotropika a. Obat Anti-Psikosis Anti-psikosis disebut juga neuroleptic, dahulu dinamakan major transquilizer. Salah satunya adalah chlorpromazine (CPZ), yang diperkenalkan pertama kali tahun 1951 sebagai premedikasi dalam anastesi akibat efeknya yang membuat relaksasi. CPZ segera dicobakan pada penderita skizofrenia dan ternyata berefek mengurangi delusi dan halusinasi tanpa efek sedatif yang berlebihan. 1. Mekanisme Kerja Semua obat anti-psikosis merupakan obat-obat potensial dalam memblokade reseptor dopamin dan juga dapat memblokade reseptor kolinergik, adrenergik dan histamin. Pada obat generasi pertama (fenotiazin dan butirofenon), umumnya tidak terlalu selektif, sedangkan benzamid sangat selektif dalam memblokade reseptor dopamine D2. Anti-psikosis “atypicalmemblokade reseptor dopamine dan juga serotonin 5HT2 dan beberapa diantaranya juga dapat memblokade dopamin system limbic, terutama pada striatum. 2. Cara Penggunaan Umumnya dikonsumsi secara oral, yang melewati “first-pass metabolism” di hepar. Beberapa diantaranya dapat diberikan 1

Upload: muhammad-dzikrifishofa

Post on 17-Dec-2014

92 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

psikofarmaka

TRANSCRIPT

Page 1: PSIKOFARMAKA

PSIKOFARMAKAI. Definisi

Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara selektif pada Sistem

Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku,

digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup

pasien. Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya: antipsikosis, anti-

depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif,.

Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain: transquilizer, neuroleptic,

antidepressants dan psikomimetika.

II. Obat-Obat Psikotropika

a. Obat Anti-Psikosis

Anti-psikosis disebut juga neuroleptic, dahulu dinamakan major transquilizer. Salah

satunya adalah chlorpromazine (CPZ), yang diperkenalkan pertama kali tahun 1951 sebagai

premedikasi dalam anastesi akibat efeknya yang membuat relaksasi. CPZ segera dicobakan

pada penderita skizofrenia dan ternyata berefek mengurangi delusi dan halusinasi tanpa efek

sedatif yang berlebihan.

1. Mekanisme Kerja

Semua obat anti-psikosis merupakan obat-obat potensial dalam memblokade reseptor

dopamin dan juga dapat memblokade reseptor kolinergik, adrenergik dan histamin. Pada

obat generasi pertama (fenotiazin dan butirofenon), umumnya tidak terlalu selektif,

sedangkan benzamid sangat selektif dalam memblokade reseptor dopamine D2. Anti-

psikosis “atypical” memblokade reseptor dopamine dan juga serotonin 5HT2 dan beberapa

diantaranya juga dapat memblokade dopamin system limbic, terutama pada striatum.

2. Cara Penggunaan

Umumnya dikonsumsi secara oral, yang melewati “first-pass metabolism” di hepar.

Beberapa diantaranya dapat diberikan lewat injeksi short-acting Intra muscular (IM) atau

Intra Venous (IV), Untuk beberapa obat anti-psikosis (seperti haloperidol dan

flupenthixol), bisa diberikan larutan ester bersama vegetable oil dalam bentuk “depot” IM

yang diinjeksikan setiap 1-4 minggu. Obat-obatan depot lebih mudah untuk dimonitor.

Pemilihan jenis obat anti-psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan

efek samping obat. Penggantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalennya. Apabila obat

psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis optimal setelah jangka waktu

memadai, dapat diganti dengan obat anti-psikosis lainnya. Jika obat anti-psikosis tersebut

sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya dapat ditolerir dengan baik, dapat

1

Page 2: PSIKOFARMAKA

dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.

Dalam pemberian dosis, perlu dipertimbangkan:

• Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu

• Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam

• Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)

• Dosis pagi dan malam berbeda untuk mengurangi dampak efek samping, sehingga tidak

menganggu kualitas hidup pasien

Mulailah dosis awal dengan dosis anjuran lalu dinaikkan setiap 2-3 hari hingga dosis

efektif (sindroma psikosis reda) lalu dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan

hingga mendapatkan dosis optimal lalu dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi)

setelah itu diturunkan setiap 2 minggu dalam dosis maintenance yang dipertahankan

selama 6 bulan – 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu lalu dilakukan tapering

off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) dan distop

Obat anti-psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan

dalam jangka waktu lama, sehingga potensi ketergantungan sangat kecil. Jika dihentikan

mendadak timbul gejala cholinergic rebound, yaitu: gangguan lambung, mual, muntah,

diare, pusisng, gemetar dan lain-lain dan akan mereda jika diberikan anticholinergic

agents (injeksi sulfas atropine 0,25 mg IM dan tablet trihexylfenidil 3x2 mg/hari).

Obat anti-psikosis parenteral berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan

obat atau tidak efektif dengan medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap bulan.

Pemberiannya hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap skizofrenia.

Penggunaan CPZ sering menimbulkan hipotensi orthostatik pada waktu merubah posisi

tubuh. Hal ini dapat diatasi dengan injeksi nor-adrenalin (effortil IM). Haloperidol juga

dapat menimbulkan sindroma Parkinson, dan diatasi dengan tablet trihexylfenidil 3-4x2

mg/hari.

3. Indikasi

Obat anti-psikosis merupakan pilihan pertama dalam menangani skizofreni, untuk

memgurangi delusi, halusinasi, gangguan proses dan isi pikiran dan juga efektif dalam

mencegah kekambuhan. Major transquilizer juga efektif dalam menangani mania,

Tourette’s syndrome, perilaku kekerasan dan agitasi akibat bingung dan demensia. Juga

dapat dikombinasikan dengan anti-depresan dalam penanganan depresi delusional.

4. Efek Samping

2

Page 3: PSIKOFARMAKA

Efek samping obat anti-psikosis sangat penting kita ketahui, mengingat pengguanaan

oabat ini kemungkinan diberikan dalam jangka panjang. efek samping dapat berupa :

Sedasi dan Inhibisi Psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja

psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun)

Gangguan Otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik :mulut kering,

kesulitan miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intreokuler yang

tinggi, gangguan irama jantung)

Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson : tremor,

bradikinesia, rigiditas)

Gangguan Endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia) metabolik (jaundice), hematologik

(agranulositosis), biasanya pada pemakaian panjang.

Dalam obat anti-psikosis yang ingin dicapai adalah "optimal respone with minimal side

effects"

Efek samping yang terjadi pada setiap pasien biasanya berbeda-beda, ada pasien yang

dapat mentolelir dengan cepat, ada juga yang lambat dan ada juga pasien yang

membutuhkan obat simtomatis untuk meringan kan penderitaan pasien

Efek samping dapat juga yang "irreversible" : tardive dyskinesia (gerakan berulang

involunter pada : lidah, wajah, mulut/rahang, anggota gerak, dimana pada waktu tidur

gejala tersebut menghilang). biasanya terjadi pada pemakaian jangka panjang (terapi

pemeliharaan) dan pada pasien usia lanjut. Efek samping ini tidak berkaitan dengan dosis

obat anti-psikosis (non dose related)

Bila terjadi gejala tersebut : obat anti-psikosis perlahan-laha dihentikan, bisa dicoba

pemberian obat Reserpine 2,5 mg/h (dopamine depleting agent), pemberian obat anti

parkinson atau I-dopa dapat memperburuk keadaan. Obat pengganti anti-psikosis yang

paling baik adala Clozapine 50-100 mg/h

Gejala Ektrapiramidal merupakan efek samping yang sering terjadi pada pemberian obat

antipsikotik. Antipsikotik adalah obat yang digunakan untuk mengobati kelainan psikotik

seperti skizofrenia dan gangguan skizoafektif.

Gejala ekstrapiramidal sering di bagi dalam beberapa kategori yaitu reaksi distonia akut,

tardiv diskinesia, akatisia, dan parkinsonism (Sindrom Parkinson).

3

Page 4: PSIKOFARMAKA

a. Reaksi Distonia Akut (ADR)

Keadaan ini merupakan spasme atau kontraksi involunter, akut dari satu atau lebih

kelompok otot skelet yang lazimnya timbul dalam beberapa menit. Kelompok otot yang

paling sering terlibat adalah otot wajah, leher, lidah atau otot ekstraokuler, bermanifestasi

sebagai tortikolis, disastria bicara, krisis okulogirik dan sikap badan yang tidak biasa.

Suatu ADR lazimnya mengganggu sekali bagi pasien. Dapat nyeri atau bahkan dapat

mengancam kehidupan dengan gejala-gejala seperti distonia laring atau diafragmatik.

Reaksi distonia akut sering sekali terjadi dalam satu atau dua hari setelah pengobatan

dimulai, tetapi dapat terjadi kapan saja. Keadaan ini terjadi pada kira-kira 10% pasien,

lebih lazim pada pria muda, dan lebih sering dengan neuroleptik dosis tinggi yang

berpotensi lebih tinggi, seperti haloperidol dan flufenazine. Reaksi distonia akut dapat

merupakan penyebab utama dari ketidakpatuhan dengan neuroleptik karena pandangan

pasien mengenai medikasi secara permanent dapat memudar oleh suatu reaksi distonik

yang menyusahkan.

b. Akatisia

Sejauh ini EPS ini merupakan yang paling sering terjadi. Kemungkinan terjadi pada

sebagian besar pasien yang diobati dengan medikasi neuroleptik, terutama pada populasi

pasien lebih muda. Terdiri dari perasaan dalam yang gelisah, gugup atau suatu keinginan

untuk tetap bergerak. Juga telah dilaporkan sebagai rasa gatal pada otot. Pasien dapat

mengeluh karena anxietas atau kesukaran tidur yang dapat disalah tafsirkan sebagai

gejala psikotik yang memburuk. Sebaliknya, akatisia dapat menyebabkan eksaserbasi

gejala psikotik akibat perasaan tidak nyaman yang ekstrim. Agitasi, pemacuan yang

nyata, atau manifestasi fisik lain dari akatisisa hanya dapat ditemukan pada kasus yang

berat. Juga, akinesis yang ditemukan pada parkinsonisme yang ditimbulkan neuroleptik

dapat menutupi setiap gejala objektif akatisia. Akatisia sering timbul segera setelah

memulai medikasi neuroleptikdan pasien sudah pada tempatnya mengkaitkan perasaan

tidak nyaman. Yang dirasakan ini dengan medikasi sehingga menimbulkan masalah

ketidakpatuhan pasien.

b. Sindrom Parkinson

Merupakan EPS lain yang agak lazim yang dapat dimulai berjam-jam setelah dosis

pertama neuroleptik atau dimulai secara berangsur-angsur setelah pengobatan bertahun-

tahun. Manifestasinya meliputi berikut :

Akinesia : yang meliputi wajah topeng, kejedaan dari gerakan spontan, penurunan

ayunan lengan pada saat berjalan, penurunan kedipan, dan penurunan mengunyahyang

dapat menimbulkan pengeluaran air liur. Pada bentuk yang yang lebih ringan, akinesia

4

Page 5: PSIKOFARMAKA

hanya terbukti sebagai suatu status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas,

apati dan kesukaran untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat dikelirukan

dengan gejala negative skizofrenia.

Tremor : khususnya saat istiraha, secara klasik dari tipe penggulung pil. Tremor dapat

mengenai rahang yang kadang-kadang disebut sebagai “sindrom kelinci”. Keadaan ini

dapat dikelirukan dengan diskenisia tardiv, tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih

ritmik, kecerendungan untuk mengenai rahang daripada lidah dan responya terhadap

medikasi antikolinergik.

Gaya berjalan membungkuk : menyeret kaki dengan putaran huruf en cetak dan

hilangnya ayunan lengan.

Kekuan otot : terutama dari tipe cogwheeling

c. Tardive Diskinesia

Dari namanya sudah dapat diketahui merupakan sindrom yang terjadi lambat dalam

bentuk gerakan koreoatetoid abnormal, gerakan otot abnormal, involunter, menghentak,

balistik, atau seperti tik. Ini merupakan efek yang tidak dikehendaki dari obat

antipsikotik . hal ini disebabkan defisiensi kolinergik yang relatif akibat supersensitif

reseptor dopamine di puntamen kaudatus. Wanita tua yang diobati jangka panjang mudah

mendapatkan gangguan tersebut walaupun dapat terjadi di perbagai tingkat umur pria

ataupun wanita. Prevalensi bervariasi tetapi tardive diskinesia diperkirakan terjadi 20-

40% pasien yang berobat lama. Tetapi sebagian kasus sangat ringan dan hanya sekitar

5% pasien memperlihatkan gerakan berat nyata. Namun, kasus-kasus berat sangat

melemahkan sekali, yaitu mempengaruhi berjalan, berbicara, bernapas, dan makan.

Factor predisposisi dapat meliputi umur lanjut, jenis kelamin wanita, dan pengobatan

berdosis tinggi atau jangka panjang. Pasien dengan gangguan afektif atau organikjuga

lebih berkemungkinan untuk mengalami diskinesia tardive. Gejala hilang dengan tidur,

dapat hilang timbul dengan berjalannya waktu dan umumnya memburuk dengan

penarikan neuroleptik. Diagnosis banding jika mempertimbangkan diskinesia tardive

meliputi penyakit Hutington, Khorea Sindenham, diskinesia spontan, tik dan diskinesia

yang ditimbulkan obat (contohnya levodopa, stimulant dan lain-lain). Perlu dicatat

bahwa diskinesia tardive yang diduga disebabkan oleh kesupersensitivitasan reseptor

dopamine pasca sinaptik akibat blockade kronik dapat ditemukan bersama dengan

sindrom Parkinson yang diduga disebabkan karena aktifitas dopaminergik yang tidak

mencukupi. Pengenalan awal perlu karena kasus lanjut sulit di obati. Banyak terapi yang

5

Page 6: PSIKOFARMAKA

diajukan tetapi evaluasinya sulit karena perjalanan penyakit sangat beragam dan kadang-

kadang terbatas. Diskinesia tardive dini atau ringan mudah terlewatkan dan beberapa

merasa bahwa evaluasi sistemik, Skala Gerakan Involunter Abnormal (AIMS) harus

dicatat setiap enam bulan untuk pasien yang mendapatkan pengobatan neuroleptik jangka

panjang.

Pada penggunaan obat anti-psikosis jangka panjang, secara periodik harus dilakukan

pemeriksaan laboratorium : darah rutin, urine lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal untuk

deteksi dini perubahan akibat efek samping obat.

Obat anti-psikosis hampir tidak pernah menimbulkan kematian sebagai akibat overdosis

atau untuk bunuh diri. namun demikian untuk menghindari akibat yang kurang

menguntungkan sebaiknya dilakukan "lavage lambung" bila obat belum lama dimakan.

5. Kontraindikasi

Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris yang tinggi,

ketergantungan alkohol, penyakit SSP dan gangguan kesadaran

b. Obat Antidepresan

Sinonim antidepresan adalah thimoleptika atau psikik energizer. Umumnya yang digunakan

sekarang adalah dalam golongan trisiklik (misalnya imipramin, amitriptilin, dothiepin dan

lofepramin)

1. Mekanisme Kerja

Trisiklik (TCA) memblokade reuptake dari noradrenalin dan serotonin yang menuju

neuron presinaps. SSRI hanya memblokade reuptake dari serotonin. MAOI menghambat

pengrusakan serotonin pada sinaps. Mianserin dan mirtazapin memblokade reseptor alfa 2

presinaps. Setiap mekanisme kerja dari antidepresan melibatkan modulasi pre atau post

sinaps atau disebut respon elektrofisiologis.

2. Cara Penggunaan

Umumnya bersifat oral, sebagian besar bisa diberikan sekali sehari dan mengalami proses

first-pass metabolism di hepar. Respon anti-depresan jarang timbul dalam waktu kurang

dari 2-6 minggu Untuk sindroma depresi ringan dan sedang, pemilihan obat sebaiknya

mengikuti urutan:

Langkah 1 : golongan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)

6

Page 7: PSIKOFARMAKA

Langkah 2 : golongan tetrasiklik (TCA)

Langkah 3 :golongan tetrasiklik, atypical, MAOI (Mono Amin Oxydase Inhibitor)

reversibel.

3. Indikasi

Obat antidepresan ditujukan kepada penderita depresi dan kadang berguna juga pada

penderita ansietas fobia, obsesif-kompulsif, dan mencegah kekambuhan depresi.

4. Efek Samping

Trisklik dan MAOI : antikolinergik(mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur,

konstipasi, sinus takikardi) dan antiadrenergik (perubahan EKG, hipotensi SSRI : nausea,

sakit kepala MAOI : interaksi tiramin Jika pemberian telah mencapai dosis toksik timbul

atropine toxic syndrome dengan gejala eksitasi SSP, hiperpireksia, hipertensi, konvulsi,

delirium, confusion dan disorientasi. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya:

• Gastric lavage

• Diazepam 10 mg IM untuk mengatasi konvulsi

• Postigmin 0,5-1 mg IM untuk mengatasi efek antikolinergik, dapat diulangi setiap 30-40

menit hingga gejala mereda.

• Monitoring EKG

Efek samping obat antidepresi dapat berupa:

Trisiklik

Sedasi Rasa mengantuk, efek aditif dengan

sedatif lain

Simpatomimetik Gemetar, insomnia

Antimuskarinik Penglihatan kabur, konstipasi, susah

buang air kecil, kebingungan

Kardiovaskular Hipotensi ortostatik, defek konduksi,

aritmia

Psikiatris Psikosis semakin memburuk,

sindroma menarik diri

Neurologis Seizure

Metabolik-endokrin Berat badan meningkat, gangguan

seksual

MAOI Gangguan tidur, berat badan

meningkat, hipotensi postural,

gangguan seksual (pheneizine)

Amoxapine Sama seperti efek pada trisiklik

7

Page 8: PSIKOFARMAKA

dengan tambahan dari efek yang

dihubungkan dengan antipsikosis

Maprotiline Sama seperti pada trisiklik, seizure

tergantung dosis

Mirtazapine Somnolen, selera makan meningkat,

berat badan bertambah, pusing

Trazadone, nefazodone Mengantuk, pusing, insomnia, mual,

agitasi

Venlafaxine Mual, somnolen, berkeringat, pusing,

gangguan seksual, hipertensi,

kecemasan

Bupropion Pusing, mulut kering, berkeringat,

tremor, psikosis semakin memburuk,

berpotensi terjadi seizure pada dosis

tinggi

Fluoxetine dan SRI yang lain Insomnia, tremor, gejala

gastrointestinal, ruam, penurunan

libido, disfungsi seksual, kecemasan

(secara akut)

a. Trisiklik dan tetrasiklik

Efek psikiatrik: suatu efek merugikan yang utama dari obat trisiklik dan tetrasiklik dan

antidepresan lainnya adalah kemungkinan menginduksi episode manik pada pasien

gangguan bipolar I dan pada pasien tanpa riwayat gangguan bipolar I. Adalah penting

untuk menggunakan dosis rendah obat risiklik dan tetrasiklk pada pasien tersebut atau

menggunakan obat seperti fluoxetine (Prozac) atau berupa bupropion (Willbutrin), yang

lebih kecil kemungkinannya menyebabkan episode manik.

Efek neurologis: dua trisiklik, desipramine dan protriptyline, dikaitkan dengan stimulasi

psikomotor. Kedutan mioklonik dan tremor lidah dan anggota gerak atas adalah sering

terjadi. Amoxapine adalah unik dalam hal menyebabkan gejala parkinsonisme, akathisia,

dan malahan diskinesia karena aktivitas penghambatan dopaminergik yang dimiliki oleh

salah satu metabolitnya. Amoxapine juga dapat menyebabkan sindroma neuroleptik

malignan pada kasus yang jarang. Maprotiline dapat menyebabkan kejang jika dosis

ditingkatkan terlalu cepat atau dipertahankan pada kadar yang tinggi untuk jangka waktu

yang lama. Clomipramine dan amoxapine dapat menurunkan ambang kejang lebih dari

obat lain dalam kelasnya. Tetapi, sebagai satu kelas, obat trisiklik dan tetrasiklik

memiliki risiko relatif rendah untuk menimbulkan kejang, kecuali pada pasien yang

8

Page 9: PSIKOFARMAKA

memiliki risiko untuk kejang (sebagai contohnya, pasien epileptik dan pasien dengan lesi

otak). Dosis awal harus lebih rendah dari biasanya, dan peningkatan dosis selanjutnya

harus bertahap. 

Efek antikolinergik: dapat berupa mulut kering, konstipasi, pandangan kabur, dan

retensi urin. Glaukoma sudut sempit juga dapat diperberat oleh obat antikolinergik, dan

pencetusan glaukoma memerlukan terapi gawat darurat dengan obat miotik. Obat

trisiklik dan tetrasiklik dapat digunakan pada pasien dengan glaukoma, asalkan tetes

mata pilocarpine diberikan bersama-sama. Efek antikolinergik yang berat dapat

menyebabkan sindroma antikolinergik sistem saraf pusat dengan konfusi dan delirium,

khususnya jika obat trisiklik dan tetrasiklik diberikan dengan obat antipsikotik atau

antikolinergik.

Sedasi: merupakan efek yang paling sering ditemukan pada obat trisiklik dan tetrasiklik

dan dapat diperkirakan jika mengantuk telah menjadi masalah. Efek sedatif dari obat

trisiklik dan tetrasiklik adalah akibat dari aktivitas serotonergik, kolinergik dan

histaminergik (H1).

Efek autonomik: diakibatkan penghambatan adrenergik-α1, adalah hipotensi ortostatik,

yang dapat menyebabkan terjatuh dan cedera pada pasien yang terkena. Nortriptyline

mungkin merupakan obat yang paling kecil kemungkinannya menyebabkan masalah

tersebut, dan beberapa pasien berespon terhadap fluorocotisone (Florinef), 0,02 sampai

0,05 mg dua kali sehari. Efek autonomik lain yang mungkin terjadi adalah keringat

berlebihan, palpitasi, dan peningkatan tekanan darah.

Efek jantung: jika diberikan dalam dosis terapetik yang lazimnya, obat trisiklik dan

tetrasiklik dapat menyebabkan takikardia, pendataran gelombang T, perpanjangan

interval QT, dan depresi segmen ST dalam pencatatan elektrokardiografik (EKG).

Imipramine memiliki efek mirip quinidine pada kadar terapetik plasma dan dapat

menurunkan jumlah kontraksi prematur ventrikular. Pada pasien dengan riwayat penyakit

jantung, obat trisiklik dan tetrasiklik harus dimulai dengan dosis kecil, dengan

peningkatan dosis secara bertahap dan memantau fungsi jantung.

Efek merugikan lain: penambahan berat badan terutama suatu efek penghambatan

reseptor histamin tipe 2 (H2), sering terjadi. Impotensi suatu masalah yang kadang-

kadang ditemukan kemungkinan lebih sering berhubungan dengan amoxapine karena

penghambatan reseptor dopamin yang disebabkan oleh obat dalam traktus

tuberoinfundibular.

b. SSRI:

Fluoxetine: efek merugikan yang paling sering dari fluoxetine melibatkan sistem saraf

pusat dan sistem gastrointestinal. Efek sistem saraf pusta yang paling sering adalah nyeri

kepala, ketegangan, insomnia, mengantuk, dan kecemasan. Keluhan gastrointestinal yang

9

Page 10: PSIKOFARMAKA

paling sering adalah mual, diare, anoreksia, dan dispepsia. Data menyatakan bahwa mual

adalah berhubungan dengan dosis dan merupakan suatu efek merugikan di mana pasien

tampaknya mengembangkan toleransi. Efek yang lainnya melibatkan fungsi seksual dan

kulit. Fluoxetine dieksresi dalam air susu; dengan demikian, ibu menyusui tidak boleh

menggunakan fluoxetine. Fluoxetine juga harus digunakan dengan berhati-hati oleh

pasien dengan penyakit hati.

SSRI lain: efek merugikan yang ditemukan pada SSRI lainnya serupa dengan yang

ditemukan pada fluoxetine.

c. MAOI

Efek merugikan yang paling sering dari MAOI adalah hipotensi ortostatik, penambahan

berat badan, edema, disfungsi seksual, dan insomnia. Jika hipotensi ortostatik

berhubungan dengan pemakaian phenelzine atau isocarboxazid adalah parah, keadaan ini

mungkin berespon terhadap terapi dengan fludrocortisone (florinef), suatu

mineralokortikosteroid 0,1 sampai 0,2 mg sehari; kaus kaki elastik (support stocking);

hidrasi; dan peningkatan asupan garam. Hipotensi ortostatik yang berhubungan dengan

pemakaian tranylcypromine, adalah suatu krisis hipertensif spontan yang terjadi setelah

pemaparan pertama dengan obat dan tidak berhubungan dengan ingesti tyramine.

Penambahan berat badan, edema, dan disfungsi seksual seringkali tidak responsif

terhadap terapi apapun dan mungkin mengharuskan mengganti dari hydralazine menjadi

MAOI nonhydralazine atau sebaliknya. Mioklonus, nyeri otot, dan parathesia kadang-

kadang ditemukan pada pasien yang diobati dengan MAOI. Parathesia mungkin

sekunder karena defisiensi pyrodoxine akibat MAOI, yang berespon dengan

suplementasi pyrodoxine, 50 sampai 150 mg peroral setiap hari. Kadang-kadang, pasien

mengeluh merasa mabuk atau kebingungan, kemungkinan menyatakan bahwa dosis

harus diturunkan dan selanjutnya ditingkatkan perlahan-lahan. Efek hepatotoksik jarang

dilaporkan. MAOI kurang kardiotoksik dan kurang epileptogenik jika dibandingkan obat

trisiklik yang digunakan untuk mengobati depresi. MAOI harus digunakan dengan

berhati-hati oleh pasien dengan penyakit ginjal, gangguan kejang, penyakit

kardiovaskular, atau hipertiroidisme. MAOI dikontraindikasikan selama kehamilan,

walaupun data tentang risiko teratogeniknya adalah minimal. MAOI tidak boleh

digunakan oleh wanita menyusui karena obat dapat keluar melalui air susu.

Krisis Hipertensif akibat Tyramine: jika pasien yang menggunakan MAOI nonselektif

mengingesti makanan yang kaya akan tyramine, mereka kemungkinan mengalami reaksi

hipertensif yang dapat membahayakn (sebagai contohnya, suatu penyakit

serebrovaskular). Pasien juga harus diperingatkan bahwa gigitan lebah dapat

menyebabkan krisis hipertensif.

10

Page 11: PSIKOFARMAKA

5. Kontraindikasi

• Penyakit jantung koroner

• Glaucoma, retensi urin, hipertensi prostat, gangguan fungsi hati, epilepsy

c. Obat Antimania

Obat anti mania mempunyai beberapa sinonim antara lain mood modulators, mood

stabilizers dan antimanik. Dalam membicarakan obat antimania yang menjadi acuan adalah

litium karbonat.

1. Cara Penggunaan Obat

Pada mania akut diberikan haloperidol IM atau tablet litium karbonat. Pada gangguan

afektif bipolar dengan serangan episodik mania depresi diberi litium karbonat sebagai obat

profilaks. Daapt mengurangi frekwensi, berat dan lamanya suatu kekambuhan

Bila penggunaan obat litium karbonat tidak memungkinkaan dapat digunakan karbamezin.

Obat ini terbukti ampuh meredakan sindroma mania akut dan profilaks srerangan

sindroma mania pada gangguan afektif bipolar. Pada ganguan afektif unipolar, pencegahan

kekambuhan dapat juga dengan obat antidepresi SSRI yang lebih ampuh daripada litium

karonat. Dosis awal harus lebih rendah pada pasien usia lanjut atau pasien gangguan fisik

yang mempengaruhi fungsi ginjal. Pengukuran serum dilakukan dengan mengambil

sampeel darah pagi hari, yaitu sebelum makan obat dan sekitar 12 jam setelah dosis

petang.

2. Mekanisme kerja

Efek antimania lithium disebabkan oleh kemampuannya mengurangi ”dopaminereseptor

supersensitivity” meningkatkan ”cholinergic muscarinic activity” dan menghambat ”

cyclic AMP” (adenosine monophospat)

3. Efek samping

1. Efek samping Lithium berhubungan erat dengan dosis dan kondisi fisik pasien

2. Gejala efek samping pada pengobatan jangka lama:

mulut kering, haus, gastrointestinal distress (mual, muntah, diare feses lunak), kelemahan

otot, poliuria, tremor halus (fine tremor, lebih nyta pada pasien usia lanjut dan

penggunaan bersamaan dengan neuroleptika dan antidepresan) Tidak ada efek sedasi dan

gangguan akstrapiramidal

3. Efek samping lain : hipotiroidisme, peningkatan berat badan, perubahan fungsi tiroid,

edema pada tungkai metalic taste, leukositosis, gangguan daya ingat dan kosentrasi

11

Page 12: PSIKOFARMAKA

pikiran

4. Gejala intoksikasi

- Gejala dini : muntah, diare, tremor kasar, mengantuk, kosentrasi pikiran menurun,

bicara sulit, pengucapan kata tidak jelas, berjalan tidak stabil

- Dengan semangkin beratnya intoksikasi terdapat gejala : kesadaran menurun, oliguria,

kejang-kejang

- Penting sekali pengawasan kadar lithium dalam darah

5. Faktor predisposisi terjadinya intoksikasi lithium :

- Demam (berkeringat berlebihan)

- Diet rendah garam

- Diare dan muntah-muntah

- Diet untuk menurunkan berat badan

- Pemakaian bersama diuretik, antireumatik, obat anti inflamasi non steroid

6. Tindakan mengatasi intoksikasi lithium

- Mengurangi faktor predisposisi

- Diuresis paksa dengan garam fisiologis NaCl diberikan secara IV sebanyak 10 ml

7. Tindakan pencegahan intoksikasi lithium dengan edukasi tentang faktor predisposisi,

minum secukupnya, bila berkeringat dan diuresis banyak harus diimbangi dengan minum

lebih banyak, mengenali gejala dan intoksikasi dan kontrol rutin

d. Anti-Ansietas

Obat anti-ansietas mempunyai beberapa sinonim, antara lain psikoleptik, transquilizer minor

dan anksioliktik. Dalam membicarakan obat antiansietas yang menjadi obat racun adalah

diazepam atau klordiazepoksid

1. Mekanisme kerja

Sindrom ansietas disebabkan hiperaktivitasndari system limbic yang terdiri dari

dopaminergic, nonadrenergic, seretonnergic yang dikendalikan oleh GABA ergic yang

merupakan suatu inhibitory neurotransmitter. Obat antiansietas benzodiazepine yang

bereaksi dengan reseptornya yang akan meng-inforce the inhibitory action of GABA

neuron, sehingga hiperaktivitas tersebut mereda.

2. Cara Pengguanan

• Klobazam untuk pasien dewasa dan pada usia lanjut yang ingin tetap aktif

• Lorazepam untuk pasien-pasien dengan kelainan fungsi hati atau ginjal

• Alprazolam efektif untuk ansietas antosipatorik, mula kerja lebih cepat dan mempunyai

komponen efek antidepresan.

• Sulpirid 50 efektif meredakan gejala somatic dari sindroma ansietas dan paling kecil

12

Page 13: PSIKOFARMAKA

resiko ketergantungan obat.

Mulai dengan dosis awal (dosis anjuran) kemudian dinaikkan dosis setiap 3-5 hari sampai

mencapai dosis optimal. Dosis ini dipertahankan 2-3 minggu. Kemudian diturunkan 1/8 x

dosis awal setiap 2-4 minggu sehingga tercapai dosis pemeliharan. Bila kambuh dinaikkan

lagi dan tetap efektif pertahankan 4-8 mingu. Terakhir lakukan tapering off. Pemberian

obat tidak lebih dari 1-3 bulan pada sindroma ansietas yang disebabkan factor eksternal.

3. Efek samping

Efek samping obat anxietas dapat berupa:

• sedasi(rasa mengantuk, kewasapadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun,

kemampuan kognitif melemah)

• relaksasi otot (rasa lemas, cepat lelah)

Potensi menimbulkan ketergantungan lebih rendah dari narkotika. Potensi menimbulkan

ketergantungan obat disebabkan oleh efek obat yang masih dapat dipertahankan setelah

dosis terakhir, berlangsung sangat singkat. Penghentian obat secara mendadak akan

menimbulkan gejala putus obat (rebound phenomena), yaitu pasien menjadi iritabel,

bingung,gelisah, imsomnia, termor, palpitasi, keringat dingin, konfulsi, dan lain-lain.hal

ini berkaitan dengan penurunan kadar benzodiazepin dalam plasma.

Untuk obat benzodiazepin dengan waktu paruh pendek lebih cepat dan hebat gejala putus

obatnya dibandingkan dengan obat benzodiazepin dengan waktu paruh panjang. Misalnya

clobazam, sangat minimal dalam menimbulkan gejala putus obat. Benzodiazepin tidak

dianjurkan diberikan kepada pasien-pasien yang memiliki riwayat peminum alkohol,

penyalahgunaan obat, atau unstable personality karena sering menimbulkan

ketergantungan relatif. Untuk mengurangi resiko ketergantungan obat maksimum lama

pemberian 3 bulan (100 hari) dalam rentang dosis terapeutik

4. Kontra Indikasi

Pasien dengan hipersensitif terhadap benzodiazepin, glaukoma, miastenia gravis,

insufisiensi paru kronik, penyakit ginjal dan penyakit hati kronik Pada pasien usia lanjut

dan anak dapat terjadi reaksi yang berlawanan (paradoxal reaction) berupa kegelisahan,

iritabilitas, disinhibisi, spasitas oto meningkat dan gangguan tidur. Ketergantungan relatif

sering terjadi pada individu dengan riwayat peminum alkohol, penyalagunaan obat atau

unstable personalities. Untuk mengurangi resiko ketergantungan obat, maksimum lama

pemberian 3 bulan dalam rentang dosis terapeutik.

e. Anti-Insomnia

Sinonimnya adalah hipnotik, somnifacient, atau hipnotika. Obat acuannya adalah

13

Page 14: PSIKOFARMAKA

fenobarbital.

1. Mekanisme kerja

Obat anti-insomnia bekerja pada reseptor BZ1 di susunan saraf pusat yang berperan

dalam memperantarai proses tidur.

2. Cara Penggunaan

- Dosis anjuran untuk pemberian tunggal 15-30 menit sebelum tidur.

- Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-

2 minggu, kemudian secepatnya tapering off untuk mencegah timbulnya rebound dan

toleransi obat.

- Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-lahan

untuk menghidari oversedation dan intoksikasi.

- Lama pemberian tidak lebih dari 2 minggu agar risiko ketergantungan kecil.

3. Efek samping

Supresi SSP pada saat tidur

Rebound Phenomen

Disinhibiting efect yang menyebabkan perilaku penyerangan dan ganas pada penggunaan

golongan benzodiazepine dalam waktu yang lama

4. Kontra indikasi

Sleep apnoe syndrome

Congestive heart failure

Chronic respiratory disease

Wanita hamil dan menyusui

f. Obat anti Obsesif-Kompulsif

Dalam membicarakan obat anti obsesi kompulsi yang menjadi acuan adalah klomipramin.

Obat anti obsesi kompulsi dapat digolongkan menjadi :

1. Obat anti obsesi kompulsi trisiklik, contoh klomipramin

2. Obat anti obsesi kompulsi SSRJ, contoh sentralin, paroksin, flovokamin, fluoksetin

1. Farmakodinamik

Obat ini bekerja dengan menghambat re-uptake neurotransmitter serotonin sehingga gejala

mereda.

2. Cara Pemberian

14

Page 15: PSIKOFARMAKA

Sampai sekarang obat pilihan untuk gangguan obsesi kompulsi adalah klomipramin.

Terhadap meraka yang peka dapat dialihkan ke golongan SSRI dimana efek samping

relatif aman. Obat dimulai dengan dosis rendah klomopramin mulai dengan 25-50 mg

/hari (dosis tunggal malam hari), dinaikkan secara bertahap dengan penambahan 25

mg/hari sampai tercaapi dosis efektif (biasanya 200-300 mg/hari).

Dosis pemeliharan umumnya agak tinggi, meskipun bersifat individual, klomipramin

sekitar 100-200 mg/hari dan sertralin 100 mg/hari. Sebelum dihentikan lakukan

pengurangan dosis secara tappering off. Meskipun respon dapat terlihat dalam 1-2 minggu,

untuk mendapatkan hasil yang memadai setidaknya diperlukan waktu 2- 3 bulan dengan

dosis antara 75-225 mg/hari

3. Efek Samping

1. Efek samping obat anti kompulsi trisiklik sama dengan seperti obat anti depresan

trisiklik, antaralain :

2. Efek antihistamin : sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja

psikomotor menurun, dan kemampuan kognitif yang menurun.

3. Efek anti kolinergik : mulut kering, keluhan lambung, retensi urin sampai disuria,

penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual dan takikardi.

4. Efek anti adrenergik alfa : perubahan EKG dan hipotensi ortostatik.

5. Efek neurotoksik : tremor halus, kejang epileptik, agitasi dan insomnia.

g. Obat Anti panik

1. Farmakodinamik

Sindrom panik berkaitan dengan hipersensitivitas dari serotonic reseptor di SSP.

Mekanisme kerja obat antipanik adalah menghambat reuptake serotonin pada celah

sinaptik antar neuron.

2. Cara Pemakaian

Semua jenis obat sama efektif dalam mengatasi panik pada taraf ringan maupun sedang.

Mulai dengan dosis rendah, tingkatkan secara perlahan dalam beberapa minggu. Dosis

efektif biasanya dicapai dalam 2-3 bulan.

Lamanya pemberian obat tergantung dari individual, umunya selama 6-12 bulan,

kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi penderita sudah

memungkinkan.

15

Page 16: PSIKOFARMAKA

Dalam waktu 3 bulan bebas obat 75% penderita menunjukkan gejala kambuh. Dalam

keadaan ini maka pemberian obat dengan dosis semula diulangi selama 2 tahun. Setelah

itu dihentikan secara bertahap selama 3 bulan.

3. Kontra Indikasi

Pada penggunaan fluoksatin, kontra indikasi terhadap pasien yang telah menggunakan

MAO selama 2 minggu terakhir. Tidak dianjurkan pada anak-anak dan ibu hamil.

4. Efek Samping

Efek samping obat anti panik golongan trisiklik antaralain sebagai berikut :

a) Efek antihistamin : sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja

psikomotor menurun, dan kemampuan kognitif yang menurun.

b) Efek anti kolinergik : mulut kering, keluhan lambung, retensi urin sampai disuria,

penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual dan takikardi.

c) Efek anti adrenergik alfa : perubahan EKG dan hipotensi ortostatik.

d) Efek neurotoksik : tremor halus, kejang epileptik, agitasi dan insomnia.

16