pseudophakia xx

Upload: intan-danayanti

Post on 09-Jan-2016

34 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Pseudophakia Xx

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi dan Histologi Lensa

Lensa adalah struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di belakang iris, lensa digantung pada tempatnya oleh ligamentum yang dikenal sebagai zonula (zonula Zinnii) tersusun dari banyak fibril dari permukaann korpus siliare dan menyisip kedalam ekuator lensa. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus, di sebelah posteriornya vitreus. Kapsula lensa adalah suatu membran yang semipermeabel (sedikit lebih permeable daripada dinding kapiler) yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk.

Di sebelah depan lensa terdapat selapis epitel subskapular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae kosentris yang panjang. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Masing-masing serat lamellar mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskopik, inti ini jelas dibagian perifer lensa didekat ekuator dan bersambung dengan lapisan epitel subkapsul.

Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi diantara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.

Gambar 2.1 Anatomi Lensa

Sumber : Elsevier. Gartner & Hiatt : Color Textbook of Histology 3E

Gambar 2.1 Histologi Lensa

Sumber : http://www.eophtha.com/eophtha/Anatomy/anatomyoflens1.html

2. Embriogenesis Lensa

Gambar 3. Embriogenesis LensaLensa mata tumbuh dari derivate ectoderm mulai dari minggu keempat hingga minggu kedelapan (periode embrional atau masa mudigah). Lempeng mata akan berinvaginasi pada minggu kelima membentuk lensa mata. Saat lahir, lensa manusia mempunyai berat 65 mg. Lensa berkembang menjadi 160 mg pada decade pertama kehidupan dan tumbuh menjadi 250 mg sampai umur 90 tahun. Protein dapat menggantikan sampai 60% dari total lensa kristalin, lebih tinggi daripada jaringan lain. Lensa manusia pertama kali secara anatomis terlihat pada minggu 3 sampai 4. Permukaan ectoderm di atas lapangan mata menebal menjadi placode mata dan masuk kedalam optic cup dan membentuk pit lensa. Pit lensa menutup dan membuahkan vesicle lensa yang terlihat dari ektoderm.

Pada saat minggu ketujuh, sel yang membentuk bagian posterior dari optik vesikel akan berelongasi dan mengisi vesikel serta kehilangan nucleusnya. Sel sel ini akan menjadi sel fiber primer yang membentuk nucleus lensa embryo. Sel sel lainnya akan membentuk epitel kuboid anterior, beberapa akan membelah dan bergerak ke lateral searah dengan kapsul lensa dan berdiferensiasi menjadi fiber sekunder. Walaupun kontrol dari perkembangan lensa tidak dimengerti secara sempurna, Pax-6, Rx dan beberapa faktor pertumbuhan tambahan terlihat penting untuk perkembangan lensa.Mutations Pax-6 diasosiasikan dengan aniridia dan sering dibarengi dengan katarak. Kelainan pada gen Six3 dan delesi gen Six1 akan menyebabkan microphthalmia dan katarak dengan kegagalan sel fiber lensa untuk berelongasi. Pitx3 salah satu bagian dari famili RIEG/Ptx gen, diekspresikan pada perkembangan vesikel lensa. Katarak herediter kongenital diasosiasikan dengan beberapa kasus dengan disgenesis mesenkim segmen anterior dapat disebabkan oleh mutasi dari PITX3. Fisiologi Lensa

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa perlahan-lahan berkurang. Selain itu juga terdapat fungsi refraksi, yang mana sebagai bagian optik bola mata untuk memfokuskan sinar ke bintik kuning, lensa menyumbang +18.0- Dioptri.

3. Definisi Pseudofakia

Pseudofakia adalah suatu keadaan dimana mata terpasang lensa tanam setelah operasi katarak. Lensaini akan memberikan penglihatan lebih baik. Lensa intraokular ditempatkan waktu operasi katarakdan akan tetap disana untuk seumur hidup. Lensa ini tidak akan mengganggu dan tidakperlu perawatan khusus dan tidak akan ditolak keluar oleh tubuh.

4. Etiologi pseudofakia

Pseudofakia dapat terjadi pada pasien miopia, hipertropia, astigmatisme, presbyopia, kornea yang tipis, katarak, atau dry eyes yang telah menjalani operasi pergantian lensa. Pseudofakia terbanyak terjadi karena operasi pergantian lensa pada katarak.

a. Katarak Kongenital Katarak kongenital adalah katarak yang terjadi sejak sebelum atau segera setelah lahir dan pada bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama apabila penanganannya kurang tepat. Katarak kongenital digolongkan menjadi dua, yaitu katarak kapsulolentikular, termasuk katarak kapsular dan katarak polaris dan katarak lenticular, termasuk yang mengenai korteks atau nukleus lensa saja. Dalam kategori ini termasuk kekeruhan lensa yang timbul sebagai kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin local atau umum.

Untuk mengetahui penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubella pada kehamilan trisemester pertama dan pemakaian obat selama kehamilan. Kadang kadang pada Ibu hamil terdapat riwayat kejang, tetani, icterus, atau hepatosplenomegal. Bila katarak disertai dengan uji reduksi pada urin yang positif, mungkin katarak ini terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak kongenital ditemukan pada bayu premature dengan gangguan siste saraf seperti retardasi mental.

Pemeriksaan darah pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungan katarak kongenital dengan diabetes mellitus, kalsium, dan fosfor. Hampir 50% dari aktarak kongenital adalah sporadik dan tidak diketahui penyebabnya. Penanganan tergantung pada unilateral dan bilateral, adanya kelainan mata lain, dan saat terjadinya katarak. Katarak kongenital prognosisnya kurang memuaskan karena bergantung pada bentuk katarak dan mungkin sekali pada mata tersebut telah terjadi amblyopia. Bila terdapat nystagmus maka keadaan ini menunjukan hal yang buruk pada katarak kongenital. Dikenal bentuk bentuk katarak kongenital seperti katarak polaris anterior, katarak Polaris posterior, katarak zonularis atau lamelaris, katarak pungtata, dan lain lain.

Pada pupil mata bayi yang menderita katarak kongenital akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria. Pada setiap leukokoria diperlukan pemeriksaan yang lebih teliti untuk menyingikrkan diagnosis banding lainnya .Pemeriksaan leukokoria dilakukan dengan melebarkan pupil. Pada katarak kongenital total penyulit yang dapat terjadi adalah macula lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan. Makula ini tidak akan berkembang sempurna hingga walaupun dilakukan ekstrasi katarak maka visus biasanya tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut amblyopia sensoris. Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi lain berupa nistagmus dan strabismus.

Katarak sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita penyakit rubella, galaktosemia, homosisteinuri, diabetes mellitus, hipoparatiroidism, toksoplasmosis, inkulsi sitomegalik, histoplasmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya merpakan penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, iris heterokromia, lensa ektopik, dysplasia retina, dan megalokornea.

Kekeruhan pada katarak kongenital dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan gambaran morfologik. Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah operasi. Operasi dilakukan bila refleks fundus tak nampak, biasanya bila katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan pada usia 2 bulan atau lebih muda jika telah dapat dilakukan pembiusan. Tindakan bedah pada katarak kongenital yang umum dikenal adalah disisio lensa, ekstraksi linear, ekstraksi dengan aspirasi. Pengobatan katarak kongenital bergantung pada :

1. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya segeera katarak terlihat

2. Katark total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terliha atau segera sebelu terjadinya juling, bila terlalu muda akan mudah terjadi amblyopia bila tidak dilakukan tindakan segera, perawatan untuk amblyopia sebaiknya dilakukan sebaik sebaiknya.

3. Katarak total atau kongenital unilateral, mempunyai prognosis buruk, karena mudah sekali terjadinya amblyopia, karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan secepat mungkin, dan diberikan kacamata segera dengan latihan beban mata.

4. Katarak bilateral parsial biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga sementara dapat dicoba dengan kacamata atau midriatika, bila terjadi kekeruhan yang progresif disertai dengan mulainya tanda tanda juling dan amblyopia maka dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang lebih baik.

5. Tanda dan Gejala PseudofakiaBerdasarkan anamnesis biasanya ditemukan kelhan utama dengan penglihatan kabur. Pada pemeriksaan fisik ditemukan hasil visus jauh dengan snellen chart, dapat juga merupakan miopi atau hipermetropi tergantung dengan ukuran lensa yang ditanam dan ditemukan bekas insisi atau jahitan. 6. Diagnosis Banding Pseudofakia Penyakit pada kornea Tumor mata retinoblastoma Glaucoma Nuclear sclerosis Penyakit makular Penyakit saraf Optikus Defek pupil Retinal detachment

7. Pemeriksaan Penunjang Pseudofakia

8. Penatalaksanaan Pseudofakia

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Taylor A, Paul R. Oftalmologi umum edisi 14. Jakarta : Widya Medika, 2000

2. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Jogjakarta: Universitas Gajah Mada. 2007.

3. Bobrow JC, Mark HB, David B et al. Section 11: Lens and Cataract. Singapore : American Academy of Ophthalmology, 2008.