prosiding seminar nasional perikanan dan kelautan ke-7 fpk ...karakteristik kandungan gizi protein...

332

Upload: others

Post on 29-Jan-2020

73 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS
Page 2: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

i Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas izin-Nya, Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Universitas Riau (Semnaskanlut-Unri) 2018 dapat disusun. Prosiding ini memuat enam bidang peminatan, yakni Sosial Ekonomi Perikanan, Teknologi Hasil Perikanan, Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Manajemen Sumberdaya Perairan, Ilmu Kelautan, dan Budidaya Perikanan. Kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh penyaji yang telah mengirimkan makalah, sehingga prosiding ini dapat kami terbitkan. Terimakasih juga disampaikan kepada Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau Prof. Dr. Ir. Bintal Amin, M.Sc yang telah memberikan arahan, serta seluruh tim review, editor dan tim penyusun yang telah bekerja keras dalam menghadirkan prosiding ini. Kami mohon maaf jika dalam prosiding ini, masih dijumpai kesalahan penulisan atau redaksional. Kiranya prosiding ini memberikan manfaat bagi kita. Terimakasih.

Pekanbaru, 10 Oktober 2018 Ketua Panitia,

Ir. Ridar Hendri, M.Si

Page 3: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

ii Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS RIAU

Assalamulaikum wr. wb. Salam sejahtera. Pertama-tama saya memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, karena dengan perkenan-Nya, Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Universitas Riau 2018 dapat diterbitkan. Seminar ini bertujuan untuk menyampaikan, berbagi informasi dan menyebarluaskan hasil-hasil penelitian dosen, peneliti dan pengamat di bidang perikanan dan kelautan. Sehingga dapat diketahui perkembangannya dan permasalahan yang dihadapi. Terbitnya prosiding ini tidak terlepas dari peran serta segenap para penyaji makalah pada seminar ini. Untuk itu kami menyampaikan apreasiasi yang tinggi kepada Encik, Tuan dan Puan yang telah berkenan mengirimkan makalah yang dimuat pada prosiding ini. Saya mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Riau Bapak Prof. Dr. Ir. Aras Mulyadi, M.Sc yang telah memberikan dukungan untuk terselenggaranya seminar ini dan terbitnya prosiding ini. Ucapan yang sama juga saya sampaikan kepada panitia yang sudah menyiapkan semua ini dengan baik. Anak nelayan mencari ikan Dapat udang dan ikan bawal Prosiding perikanan dan kelautan kita terbitkan Menjadi rujukan membangun basis ekonomi nasional Wassalamualaikum wr. wb.

Pekanbaru, 10 Oktober 2018 Dekan FPK Unri,

Prof. Dr. Ir. Bintal Amin, M.Sc

Page 4: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

Panitia Seminar Nasional Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau Tahun 2018

1. Penasehat : Prof. Dr. Ir Bintal Amin, M.Sc

2. Penanggungjawab : a. Dr. Ir. Sofyan Husein Siregar, M.Sc

b. Ir. Mulyadi, M.Phil

c. Ir. Ridwan Manda Putra, M.Si

3. Ketua Pelaksana : Ir. Ridar Hendri, M.Si

4. Wakil Ketua : Ir. Eni Yulinda, MP

5. Sekretaris : Dr. Trisla Warningsih, S.Pi, M.Si

6. Bendahara : Hazmi Arief, S.Pi, M.Si

7. Seksi Review Artikel/Prosiding : a. Dr. M. Fauzi, S.Pi, M.Si

b. Sumarto, S.Pi, M.Si

8. Seksi Acara : a. Dr. Ir. Windarti, M.Sc

b. Dr. Rakhman Karnila, S.Pi, M.Si

9. Seksi Tamu : a. Ir. Hamdi Hamid, SU

b. Dr. T. Ersty Yulikasari, S.Pi, M.Si

c. Dr. Ir. Deni Efizon, M.Si

10. Seksi Tempat dan Perlengkapan : a. Dr. Zulkarnain Umar, S.Pi, M.Si

b. Ir. Joni Zein, M.Si

c. Mas Mulyana

11. Seksi Transportasi : a. Dr. Ir. Hendrik, MS

b. Ir. Elizal, M.Sc

12. Seksi Dokumentasi : a. Lamun Bathara, S.Pi, M.Si

b. Supriadi, S.Pi

13. Seksi Konsumsi : a. Ir. Niken Ayu Pamungkas, M.Si

b. Ir. Irvina Nurachmi, M.Sc

c. Dr. Dessy Yoswaty, S.Pi, M.Si

d. Dr. Ir. Eni Sumiarsih, M.Sc

14. Sekretariat dan IT : a. Ir. Kusai, M.Si

b. Ilham, S.Pi, M.Si

15. Layout : a. Zikri Fahmi, S.Pi

b. Masrizal

c. Devia Sari

Page 5: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

iii Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

DAFTAR ISI

Isi Halaman

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS RIAU ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

STRATEGI PEMASARAN DAN TINGKAT MARGIN PADA RANTAI PEMASARAN DI PPI DUMAI (Hazmi Arief, Eni Yulinda, Ulfa Rizki Pradini) ............................................................................................................... 1

PROSPEK USAHA PEMBENIHAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KABUPATEN PASAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT (Hendrik, Hamdi Hamid, Rekian Rahma Rini) .................................................................. 10

PROSES ADOPSI TERHADAP INOVASI PAKAN BUATAN DI DESA KOTO MESJID KECAMATAN XIII KOTO KAMPAR KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU (Kusai, Zulkarnain, Tiarmauli Siragih). ............ 18

AKSES DAN KONTROL TERHADAP USAHATANI RUMAH TANGGA GENERASI KEDUA PEMUKIM KEMBALI DI DESA KOTO MASJID, KABUPATEN KAMPAR, PROVINSI RIAU (Tince Sofyani, Syafruddin Karimi, Melinda Noer Suardi) .......................................................................... 28

PREPARASI KONSENTRAT PROTEIN IKAN TEMBAKUL (Periophtalmus, Sp) DENGAN BEBERAPA PROSES PEMANASAN (Edison Dewita, Rahman Karnila, Dessy Yoswati) ........................................... 42

KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) SEBAGAI BAHAN BAKU ISOLAT PROTEIN (Rahman Karnila, Edison, Nadia Mahardika) ................................................................... 46

UJI EFEKTIVITAS PROPOLIS UNTUK PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN KOMET (Carassius auratus) (Rudi Alfinda, Iesje Lukistyowati, Morina Riauwaty) ........................ 52

PENGARUH PENYUNTIKAN hCG TERHADAP DAYA RANGSANG OVULASI DAN KUALITAS TELUR IKAN SYNODONTIS (Synodontis eupterus) (Sukendi, Windarti, Ridwan Manda Putra) ....................................... 62

PROFIL TANAH DASAR KOLAM PODSOLIK MERAH KUNING (PMK) DENGAN UMUR BERBEDA PADA KOLAM BUDIDAYA IKAN PATIN (Pangasius sp.) SECARA INTENSIF (Ahmad Yunus, Saberina Hasibuan, Syafriadiman) .................................................................................... 70

Page 6: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

iv Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

HUBUNGAN PARAMETER KUALITAS AIR DENGAN FITOPLANKTON PADA TAMBAK INTENSIF UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DI BANYUWANGI JAWA TIMUR (Supriatna, M. Mahmudi, M. Musa, Anik Martinah, Marsoedi) .......................................... 84

PENGARUH PERBEDAAN BAHAN BAKU PROTEIN PAKAN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TERLARUT, DERAJAT HIDROLISIS PROTEIN DAN KANDUNGAN NUTRISI PAKAN LARVA KEPITING BAKAU (Scylla olivacea) (Haryati, Yushinta Fujaya, Edison Soadi) ................................................................................................................. 99

EFFECTIVITY OF VITAMIN E AGAINST THE QUALITY OF EGG COMMON CARP (Osteochilus hasellti, CV) (Nurbeti Tarigan, Meiyasa, Affandi R) ......................................................................................................... 106

TELAAH ASPEK KEMATANGAN GONADA DAN FEKUNDITAS IKAN TOMAN (Channa micropeltus) PERIODE MUSIM HUJAN DI PERAIRANRAWA DANAU PANGGANG, KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA, KALIMANTAN SELATAN (Pahmi Ansyari, Slamat) .... 113

PENGARUH DOSIS BIOFERTILIZER FORMULASI DAN BIOMASS Azolla microphylla TERHADAP pH DAN KARBONDIOKSIDA AIR KOLAM GAMBUT (Ragil Putra, Safriadiman, Saberina Hasibuan) ............... 120

PENGARUH PEMBERIAN DOSIS BIOFERTILIZER FORMULASI TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS (Channa sp.) PADA KOLAM TANAH GAMBUT (Ratna Puspita, Syafriadiman, Saberina Hasibuan) .................................................................... 127

GAMBARAN LEUKOSIT IKAN KOMET (Carassius auratus) YANG TERINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila DAN PASCAPENGOBATAN DENGAN LARUTAN PROPOLIS (M. Riswan, Iesje Lukistyowati, Henni Syawal) ................................................................... 141

FEMINISASI IKAN Iriatherina Werneri DENGAN HORMON Estradiol-17β (Rodhi Firmansyah, Odang Carman, Dinar Tri Soelistyowati) .................. 156

BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN LAMBAK PIPIH (thynnichthys polylepis) DI SUNGAI BATANGHARI, JAMBI (Siswanta Kaban) ............... 164

REVITALISASI LAHAN GAMBUT MELALUI PENGEMBANGAN PERIKANAN RAWA (Saberina H, Amir A, Zulharman, Afiful H, Dewi N, Nia S.I) ............................................................................................................... 171

PENGGUNAAN OVAPRIM DALAM PEMIJAHAN SEMI BUATAN IKAN BELIDA (Notopterus notopterus, Pallas 1769)Sukendi, Thamrin, Ridwan Manda Putra .......................................................................................... 179

BIOSORPSI LOGAM Zn dan CuOLEH Nannochloropsis oculata ( ZN AND CU BIOSORPTION BY Nannochloropsis oculata ) (Herlina Adelina, Meria Uli Sagala, Mujizat K, Tri Prartono) ....................................................... 189

Page 7: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

v Prosidi

Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

THE GROWTH OF BIOMASS Spirulina platensis WITH DIFFERENT NUTRITION GIVING WITH INDOOR AND SEMI OUTDOOR SCALE SYSTEMS (Judita G, Merry Nainggolan, Afrizal Tanjung, Irwan Effendi) ..... 195

KONDISI KESEHATAN HUTAN MANGROVE PULAU TUNDA SERANG BANTEN TERHADAP KEPADATAN Littoraria scabra (Syahrial) ........................................................................................................... 204

MODEL SEBARAN SUHU AIR PENDINGIN MESIN POWER PLANT DI PERAIRAN PELINTUNG SELAT RUPAT (Syahril Nedi dan Santoso) .. 215

WATER QUALITY OF THE SIAK RIVERIN THE BENCAH KELUBI VILLAGEBASED ON MAKROZOOBENTOS COMMUNITY STRUCTURE (Affin Yusuf, Eni Sumarsih, Muhammad Fauzi) ...................... 223

EKOLOGI DAN STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN DI PERAIRAN PANTAI DOMPAK, KOTA TANJUNGPINANG, PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA (Kamaruddin Eddiwan) .......................... 234

KAJIAN KANDUNGAN Pb, Cd, DAN Cu PADA SIPUT HITAM (Faunus Ater) DARI MUARA-MUARA SUNGAI KOTA PADANG (Sri Yenica Roza, Leila Muhelni) ......................................................................................... 245

PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI SYAHBANDAR PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS PROVINSI SUMATERA BARAT (Ameliawati, Pareng Rengi, Jonny Zain) .. 252

PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN IKAN CENDRO (Tylosurus rocodilus) SEBELUM DAN SETELAH TENGAH MALAM DENGAN MENGGUNAKAN GILLNET DI KELURAHAN PASIA NAN TIGO DI KECAMATAN KOTO TANGAH KOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT (Arthur Brown, Bustari, Parengrengi) ..... 262

ANALISIS KESESUAIAN DAERAH PENANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN PULAU LANCANG, KEPULAUAN SERIBU (Insaniah R, Vincentius Siregar, Syamsul B, Syahrial) ...................... 270

IDENTIFIKASI KONSTRUKSI GILL NET MILLENIUM DI KELURAHAN NIPAH PANJANG KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR (Jasmine Masyita Amelia, Nelwida, Lisna Ren Fitriadi, Sofia) .......... 282

OPTIMALISASI PEMANFAATAN DERMAGA PANGKALAN PENDARATAN IKAN DUMAI PROPINSI RIAU (Jonny Zain) ................... 293

EFEKTIVITAS LAMA PERENDAMAN BUBU RAKKANG TERHADAP HASIL TANGKAPAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI PERAIRAN SUNGAI PEMUSIRAN, TANJUNG JABUNG TIMUR, JAMBI (Lisna, Annisa Kairani, Jasmine Masyita, Abqoriatun Nisaq) ............. 304

PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PADA PELAYANAN PENERBITAN SURAT PERSETUJUAN BERLAYAR

Page 8: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

vi Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

KAPAL PERIKANAN DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH (Rahel Angel R. Silaban, Syaifuddin, Jonny Zain) ..................................................................................... 314

Page 9: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

1 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

STRATEGI PEMASARAN DAN TINGKAT MARGIN PADA RANTAI PEMASARAN DI PPI DUMAI

Hazmi Arief, Eni Yulinda, Ulfa Rizki Pradini

Universitas Riau (Jl. HR Subrantas KM 12,5 Pekanbaru, Riau. Prodi Agrobisnis Perikanan)

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan Bulan September sampai Desember 2017 di Kotamadya Dumai Provinsi Riau. Metode penelitian adalah survei dan Analisis deskriptif yaitu metode analisa yang menggambarkan suatu keadaan obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak dengan teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling sedangkan metode analisis yang digunakan adalah Observasi, Deskriptif dan analisa SWOT. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran strategi pemasaran ikan dan tingkat margin pada masing-masing rantai pemasaran hasil perikanan di PPI Dumai. Pemasaran ikan tangkap yang didaratkan di PPI Dumai terdapat 2 (dua) saluran pemasaran, yaitu saluran: (1). nelayan → pedagang pengumpul → agen → pedagang pengecer → konsumen; (2). nelayan → agen → pedagang pengecer → konsumen. Biaya pemasaran paling tinggi terdapat pada agen karena agen menggunakan fiber untuk tempat stock (menyimpan) ikan hingga beberapa hari, sedangkan ikan yang dijual oleh pedagang pengumpul dan pedagang pengecer langsung terjual pada hari yang sama. Strategi pemasaran untuk meningkatkan margin pemasaran dapat ditempuh dengan cara; (1). Mengklasifikasikan mutu ikan yang akan dijual; (2). Mengklasifikasikan harga ikan yang dijual berdasarkan mutu ikan; (3). Mengurangi biaya pemasaran dengan cara memperpendek masa penyimpanan ikan. Margin pada rantai pemasaran ikan mulai dari pedagang pengumpul hingga pedagang pengecer di PPI Dumai untuk ikan Lomek sebesar Rp. 5.000/kg (38,5 %), ikan Biang sebesar Rp. 18.000/kg (64,3%), jenis Udang sebesar 23.000/kg (65,7%) dan ikan Tenggiri sebesar Rp. 35.000/kg (77,8%).

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara maritim, dengan luas wilayah laut sekitar 3,1 juta km2 (0,3 km2 perairan teritorial; 2,8 juta km2 perairan kepulauan) atau sekitar 62 % dari luas teritorialnya (Lampe, 2009). Luasnya wilayah perairan yang dimiliki oleh Indonesia, menjadikannya sebagai negara yang kaya akan berbagai jenis sumber daya hayati perairan yang potensial. Dumai merupakan salah satu kota di Provinsi Riau yang memiliki peranan besar dalam sektor perikanan laut. Setelah melalui beberapa kali pemekaran, Kota Dumai saat ini terdiri dari 32 kelurahan, dengan wilayah administratif yang terbagi dalam lima kecamatan, yaitu Kecamatan Dumai Barat, Kecamatan Dumai Timur, Kecamatan Bukit Kapur, Kecamatan Medang Kampai dan Kecamatan Sungai Sembilan. Jumlah penduduk Kota Dumai pada tahun 2015 sebanyak 285,967 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki sebanyak 146,792 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 139,175 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebanyak 165 jiwa per km2 (Dumai dalam Angka, 2015). Selain karena letaknya yang berada dekat pantai, sarana dan prasarana berupa pelabuhan perikanan tipe D atau Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) telah menyebabkan Kecamatan Dumai Barat sebagai penghasil produksi perikanan terbesar di Kota Dumai. PPI tersebut menjadi tempat untuk mendaratkan hasil tangkapan bagi para nelayan-nelayan di Kota Dumai. Bahkan tidak jarang nelayan dari luar Kota Dumai juga mendaratkan hasil tangkapannya di sini. Sebagai satu-satunya pelabuhan perikanan yang berada di Kota

Page 10: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

2 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Dumai, tentunya PPI Kota Dumai dijadikan sentra bagi pendaratan serta kegiatan usaha penangkapan ikan di Kota Dumai. Produksi perikanan di Kota Dumai sebagian besar berasal dari perikanan laut. Data yang bersumber dari Dinas Perikanan dan Kelautan menunjukkan bahwa pada tahun 2015, dari sejumlah 372,93 ton total produksi ikan, sebanyak 249,81 ton atau 66,98 persen merupakan hasil perikanan laut; 123,11 ton hasil dari kolam dan tambak. Pemasaran merupakan salah satu faktor penting dalam mempengaruhi tingkat harga akhir produk ikan yang dijual oleh para pedagang. Akibat yang tampak sebagai pengaruh dari proses pemasaran adalah margin pemasaran. Margin pemasaran merupakan selisih harga jual ikan dari nelayan hingga ke tangan konsumen. Ketika ikan yang didaratkan di PPI dumai melimpah dan proses produksi dapat dimaksimalkan, tetapi tidak ditunjang dengan pemasaran yang baik maka akan menghambat seluruh kegiatan usaha. Oleh karena itu sangat dibutuhkan strategi pemasaran yang tepat dalam memasarkan ikan yang telah didaratkan di PPI Dumai. Penyusunan strategi pemasaran diharapkan dapat membantu berbagai lembaga pemasaran dalam meningkatkan penjualan. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di latar belakang, dapat dirumuskan permasalahan : 1) Bagaimana strategi pemasaran ikan hasil tangkapan perikanan laut yang didaratkan di

PPI Dumai? 2) Berapa besar margin pemasaran yang diterima setiap pelaku pemasaran di PPI Dumai? Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian : 1. Untuk mengetahui strategi pemasaran komoditas ikan hasil tangkapan yang didaratkan

di PPI Dumai 2. Untuk mengetahui margin pemasaran yang terdapat pada masing-masing lembaga

pemasaran.

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang terletak di salah satu Kecamatan Kotamadya Dumai Provinsi Riau. Sedangkan waktu Penelitian dilaksanakan pada 28 September 2017 sampai dengan 14 Desember 2017. Sumber data

Data yang diambil dalam penelitian ini berasal dari data sekunder yang berasal dari wawancara dengan narasumber yaitu nelayan, pedagang pengumpul, agen dan pedagang pengecer. Sedangkan data sekunder diambil dari data yang terdapat di kantor Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Dumai.

Page 11: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

3 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Analisis data 1). Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan metode analisa yang menggambarkan suatu keadaan obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Menurut Arikunto (2010), dalam penelitian deskriptif apabila datanya telah terkumpul, maka diklasifikasikan menjadi dua kelompok data, yaitu kuantitatif yang berbentuk angka-angka dan kualitatif yang dinyatakan dalam kata-kata atau simbol. 2). Untuk menghitung margin pemasaran pada masing-masing lembaga pemasaran dengan

rumus sebagai berikut : Menurut Sudiyono (2001), • Analisis Margin Pemasaran, digunakan untuk menghitung keuntungan

masing-masing pelaku pemasaran yang ada dalam proses pemasaran ikan. MP = Pr – Pf Keterangan : MP : Margin Pemasaran (Rp/kg) Pr : Harga Konsumen (Rp/kg) Pf : Harga Produsen (Rp/kg)

• Share biaya pemasaran dan share keuntungan. Sbi : (bi / Pr) x 100% Ski : (ki / Pr) x 100% Keterangan : Ski : Share keuntungan lembaga pemasaran ke-i Sbi : Share biaya pemasaran ke-i

• Share harga yang diterima nelayan merupakan persentase keuntungan yang diterima oleh nelayan. SPf : Pf / Pr Keterangan : SPf : Share harga di tingkat nelayan Pf : Harga di tingkat nelayan Pr : Harga di tingkat konsumen

3) Analisis SWOT/ Perumusan Strategi Untuk perumusan strategi pemasaran yang lebih tepat digunakan analisis Strenght,

Weakness, Opportunity and Threat (SWOT). Analisis dilakukan untuk membandingkan faktor eksternal peluang dan ancaman dengan faktor internal kekuatan dan kelemahan (Rangkuti, 2002). Unsur-unsur SWOT diberi bobot (nilai) kemudian dihubungkan untuk memperoleh beberapa alternatif stategi dengan rangking tertinggi merupakan alternatif strategi kebijakan peningkatan pendapatan nelayan. Proses dalam merumuskan strategi mencakup tiga tahap, yaitu:

• Evaluasi faktor internal dan eksternal. • Langkah menganalisis faktor strategis internal dan eksternal adalah sebagai berikut

: • Menginventarisir faktor internal yang memengaruhi pencapaian

goals/sasaran, visi, dan misi yang telah ditetapkan secara rinci (detail) dengan teknik brainstorming. Kemudian mendiskusikan setiap faktor internal apakah termasuk kekuatan atau kelemahan dibandingkan dengan perusahaan lain, dengan cara poling pendapat. Kekuatan adalah faktor internal yang positif. Kelemahan adalah faktor internal yang negatif.

Page 12: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

4 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

• Menginventarisir faktor eksternal yang mempengaruhi pencapaian goals/sasaran, visi dan misi yang telah ditetapkan secara rinci (detail) dengan teknik brainstorming. Kemudian mendiskusikan setiap faktor eksternal apakah termasuk peluang atau ancaman dibanding perusahaan lain, dengan cara poling pendapat. Peluang adalah faktor eksternal yang positif. Ancaman adalah faktor eksternal yang negatif.

• Pembuatan matriks internal dan eksternal. Tujuannya adalah melihat berapa posisi tiap faktor yang telah termasuk ke dalam kekuatan, kelemahan, peluang ataupun ancaman setelah dilakukan pembobotan, peratingan, dan penilaian.

• Perumusan strategi umum dalam bentuk matriks SWOT. Tujuannya merumuskan strategi umum (grand strategy), adalah mengembangkan perusahaan dengan memanfaatkan hasil Analisis SWOT ke dalam suatu format dengan memilih 5-10 faktor utama tiap kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Strategi pemasaran dilakukan dengan menggunakan pendekatan SWOT Analysis

(Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman). Unsur-unsur SWOT dihubungkan dalam suatu Matriks SWOT untuk memperoleh alternatif strategi (SO, ST, WO, WT). Setiap alternatif strategi tersebut dijumlahkan bobot nilainya untuk menghasilkan rangking alternatif strategi. Strategi dengan bobot nilai tertinggi merupakan strategi prioritas untuk dilaksanakan. Tabel 2.1. Matriks Analisis SWOT

Internal Eksternal

Peluang (Opportunities) Ancaman (Threats)

Kekuatan (Strenghts)

Strategi – SO Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.

Strategi – ST Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.

Kelemahan (Weakness)

Strategi – WO Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang.

Strategi – WT Strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Saluran Distribusi Ikan di PPI Dumai

Pola distribusi ikan di PPI Dumai terdapat 2 (dua) saluran pemasaran, yaitu saluran; (1) nelayan → pedagang pengumpul → agen → pedagang pengecer → konsumen ; (2) nelayan → agen → pedagang pengecer → konsumen. Kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pemasaran yaitu kaitannya dengan fungsi pemasaran adalah penaksiran harga, mensortir jenis ikan, tawar menawar dan pengemasan ikan ke dalam drum plastik. Harga Ikan di Tingkat Lembaga Pemasaran Harga beli dan harga jual ikan pada masing-masing lembaga pemasaran berdasarkan jenis ikan dapat dilihat pada Tabel 3.1

Page 13: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

5 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 3.1. Harga Beli dan Harga Jual Ikan di Tingkat Lembaga Pemasaran Komoditas Ikan Harga Beli (Rp/Kg) Harga Jual (Rp/Kg) 1. Ikan Lomek - Nelayan - 5.000 - Pedagang Pengumpul 5.000 7.000 - Agen 7.000 10.000 - Pedagang Pengecer 10.000 13.000 2. Ikan Biang-Biang - Nelayan - 18.000 - Pedagang Pengumpul 18.000 20.000 - Agen 20.000 23.000 - Pedagang Pengecer 23.000 28.000 3. Udang - Nelayan - 23.000 - Pedagang Pengumpul 23.000 25.000 - Agen 25.000 30.000 - Pedagang Pengecer 30.000 35.000 4. Ikan Tenggiri - Nelayan - 35.000 - Pedagang Pengumpul 35.000 37.000 - Agen 37.000 41.000 - Pedagang Pengecer 41.000 45.000

Sumber : Data Primer Dari Tabel 3.1 dapat dilihat bahwa jenis ikan dengan harga tertinggi yaitu ikan Tenggiri dengan harga Rp. 35.000 yang dijual nelayan sedangkan pedagang pengecer menjual kepada konsumen dengan harga Rp. 45.000. Penentuan harga jual ini harus dapat menutupi biaya pemasaran dan masing-masing pedagang masih memperoleh laba. Margin Pemasaran

Dalam penelitian ini, margin pemasaran dihitung sebagai selisih antara harga jual ikan di tingkat nelayan dengan harga jual ikan di tingkat pedagang pengecer. Perhitungan analisis margin pemasaran ikan Lomek dapat dilihat pada Tabel 3.2 Dari Tabel 3.2 dapat dilihat bahwa harga jual ikan dari nelayan sebesar Rp 5.000/kg sedangkan harga jual kepada konsumen sebesar Rp. 13.000/kg maka diperoleh hasil persentase marketing margin sebesar 38,5 %. Marketing margin pada pedagang pengumpul sebesar 15,4%, agen dan pedagang pengecer sebesar 23,1 %. Perhitungan analisis margin pemasaran ikan Biang di PPI Dumai dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Page 14: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

6 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 3.2. Analisis Margin Pemasaran Ikan Lomek di PPI Dumai Uraian Harga Satuan

(Rp/Kg) Share yang diterima

(%) 1. Nelayan

a. Harga jual(1) 5.000 38,55 2. Pedagang Pengumpul

a. Harga beli 5.000 38,5 b. Margin pemasaran 2.000 15,4 c. Biaya pemasaran(2) 60 0,5 d. Harga jual 7.000 53,8

3. Agen a. Harga beli 7.000 53,8 b. Margin pemasaran 3.000 23,1 c. Biaya pemasaran(3) 2.880 22,2 d. Harga jual 10.000 76,9

4. Pedagang Pengecer a. Harga beli 10.000 76,9 b. Margin pemasaran 3.000 23,1 c. Biaya pemasaran(4) 432 3,3 d. Harga jual 13.000 100

Sumber : Data Primer Keterangan : (1) Harga jual di tingkat nelayan x 100% (2) Biaya pemasaran pedagang pengumpul terdiri dari es dan biaya retribusi (3) Biaya pemasaran agen terdiri dari es, fiber dan biaya retribusi (4) Biaya pemasaran pedagang pengecer terdiri dari es, plastik dan biaya retribusi

Tabel 3.3. Analisis Margin Pemasaran Ikan Biang di PPI Dumai

Uraian Harga Satuan (Rp/Kg)

Share yang diterima (%)

1. Nelayan a. Harga jual(1) 18.000 64,35

2. Pedagang Pengumpul a. Harga beli 18.000 64,3 b. Margin pemasaran 2.000 7,1 c. Biaya pemasaran(2) 60 0,2 d. Harga jual 20.000 71,4

3. Agen a. Harga beli 20.000 71,4 b. Margin pemasaran 3.000 10,7 c. Biaya pemasaran(3) 2.880 10,3 d. Harga jual 23.000 82,1

4. Pedagang Pengecer a. Harga beli 23.000 82,1 b. Margin pemasaran 5.000 17,9 c. Biaya pemasaran(4) 432 1,5 d. Harga jual 28.000 100

Sumber : Data Primer

Page 15: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

7 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Keterangan : (1) Harga jual di tingkat nelayan x 100% (2) Biaya pemasaran pedagang pengumpul terdiri dari es dan biaya retribusi (3) Biaya pemasaran agen terdiri dari es, fiber dan biaya retribusi (4) Biaya pemasaran pedagang pengecer terdiri dari es, plastik dan biaya retribusi

Berikut merupakan perhitungan analisis margin pemasaran Udang di PPI Dumai dapat dilihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4. Analisis Margin Pemasaran Komoditas Udang di PPI Dumai

Uraian Harga Satuan (Rp/Kg)

Share yang diterima (%)

1. Nelayan a. Harga jual(1) 23.000 65,75

2. Pedagang Pengumpul

a. Harga beli 23.000 65,7 b. Margin pemasaran 2.000 5,7 c. Biaya pemasaran(2) 85 0,2 d. Harga jual 25.000 71,4

3. Agen a. Harga beli 25.000 71,4 b. Margin pemasaran 5.000 14,3 c. Biaya pemasaran(3) 2.980 8,5 d. Harga jual 30.000 85,7

4. Pedagang Pengecer a. Harga beli 30.000 85,7 b. Margin pemasaran 5.000 14,3 c. Biaya pemasaran(4) 512 1,5 d. Harga jual 35.000 100

Sumber : Data primer Keterangan : (1) Harga jual di tingkat nelayan x 100% (2) Biaya pemasaran pedagang pengumpul terdiri dari es dan biaya retribusi (3) Biaya pemasaran agen terdiri dari es, fiber dan biaya retribusi (4) Biaya pemasaran pedagang pengecer terdiri dari es, plastik dan biaya retribusi

Dari Tabel 3.4. dapat dilihat bahwa harga jual udang dari nelayan sebesar Rp. 23.000/kg sedangkan harga jual pada konsumen sebesar Rp. 35.000/kg dengan hasil persentase sebesar 65,7 %. Marketing margin di tingkat pedagang pengumpul sebesar 5,7 %, pada tingkat agen sebesar 14,3 % dan pada tingkat pedagang pengecer sebesar 14,3 %.

Perhitungan analisis margin pemasaran ikan Tenggiri di PPI Dumai dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Page 16: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

8 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 3.5. Analisis Margin Pemasaran Komoditas Ikan Tenggiri di PPI Dumai Uraian Harga Satuan

(Rp/Kg) Share yang diterima

(%) 1. Nelayan

a. Harga jual(1) 35.000 77,85 2. Pedagang Pengumpul

a. Harga beli 35.000 77,8 b. Margin pemasaran 2.000 4,4 c. Biaya pemasaran(2) 60 0,1 d. Harga jual 37.000 82,2

3. Agen a. Harga beli 37.000 82,2 b. Margin pemasaran 4.000 8,9 c. Biaya pemasaran(3) 2.880 6,4 d. Harga jual 41.000 91,1

4. Pedagang Pengecer a. Harga beli 41.000 91,1 b. Margin pemasaran 4.000 8,9 c. Biaya pemasaran(4) 432 0,96 d. Harga jual 45.000 100

Sumber : Data Primer Keterangan : (1) Harga jual di tingkat nelayan x 100% (2) Biaya pemasaran pedagang pengumpul terdiri dari es dan biaya retribusi (3) Biaya pemasaran agen terdiri dari es, fiber dan biaya retribusi (4) Biaya pemasaran pedagang pengecer terdiri dari es, plastik dan biaya retribusi

Dari Tabel 3.3 dapat dilihat bahwa harga jual ikan dari nelayan sebesar Rp 18.000/kg sedangkan harga jual pada konsumen sebesar Rp. 28.000/kg dengan hasil persentase sebesar 64,3 %. Marketing margin pada pedagang pengumpul sebesar 7,1 %, agen sebesar 10,7 % dan pedagang pengecer sebesar 17,9 %.

Dari Tabel 3.5. dapat dilihat bahwa harga jual ikan Tenggiri dari nelayan sebesar Rp 35.000/kg sedangkan harga pada konsumen sebesar Rp. 45.000/kg dengan hasil persentase sebesar 77,8%. Marketing margin di tingkat pedagang pengumpul sebesar 4,4 %, agen sebesar 8,9 % dan pedagang pengecer sebesar 8,9 % Analisa SWOT

Hasil analisa Swot dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Page 17: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

9 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 4.6. Matriks Internal Eksternal (I-E) SWOT Kekuatan–Kelemahan Peluang – Ancaman

KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W)

A. Lembaga Pemasaran • Sudah terbentuk Rantai

pemasaran yang tetap dan sempurna

• Permodalan para pedagang di rantai pemasaran sudah kuat.

• Margin antar lembaga pemasaran untuk setiap komoditi ikan tidak terlalu besar

• Ikan yang didaratkan di PPI masih terjamin pemasarannya

A. Lembaga Pemasaran • Pendapatan pedagang

terbatas • Biaya Pemasaran tinggi • Permodalan pada setiap

rantai pemasaran harus besar • Ikan yang dilelang oleh

nelayan belum terklasifikasi sehingga harga untuk setiap jenis ikan sama belum terklasifikasi

PELUANG (O) • Masih terbuka

peluang untuk setiap rantai pemasaran mengembangkan pasar

• Masih terbuka peluang bagi setiap rantai pemasaran untuk meningkatkan margin pemasaran

• Diversifikasi sistim pemasaran

STRATEGI SO • Menjalin kerjasama dengan Agen

dari luar daerah • Menambah jaringan pemasaran di

dalam daerah • Agen dapat menjalin kerjasama

dengan Restoran di luar daerah • Memarginalkan fungsi

Masing-masing Rantai pemasaran

STRATEGI WO • Mengurangi biaya

pemasaran dengan mengurangi masa penyimpanan ikan

• Mengklasifikasikan mutu ikan yang dikumpulkan oleh Agen

• Mengklasifikasikan harga ikan berdasarkan mutu ikan

• Lembaga Pemasaran Agen dan pengecer membeli langsung ikan ke nelayan (PPI)

• Lembaga Pemasaran Pengumpul dan agen dapat menjual ikan ke konsumen.

KESIMPULAN

Dari beberapa kajian yang telah dilakukan terhadap strategi pemasaran dan margin pada rantai pemasaran ikan di PPI Dumai diberikan kesimpulan bahwa dari analisa disimpulkan adalah : • Pola distribusi komoditas ikan di PPI Dumai terbagi dalam 2 (dua) saluran

pemasaran, yaitu :

Page 18: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

10 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

• nelayan → pedagang pengumpul → agen → pedagang pengecer → konsumen ;

• nelayan → agen → pedagang pengecer → konsumen • Strategi Pemasaran untuk meningkatkan margin pemasaran pada rantai pemasaran

adalah: • Mengklasifikasikan mutu ikan yang dijual • Mengklasifikasikan harga dalam satu jenis ikan berdasarkan mutu ikan • Menekan biaya pemasaran dengan mempersingkat waktu penyimpanan

dengan memperlancar penyaluran ikan sampai ke konsumen. • Margin pada lembaga pemasaran untuk ikan Lomek adalah sebesar Rp. 8.000/kg

(38,5%) yang tersebar pada Pedagang Pengumpul sebesar Rp. 2.000/kg (15,4%), Agen sebesar Rp. 3.000/kg (23,1%) dan Pedagang pengecer Rp. 3.000/kg (23,1%).

• Margin pada lembaga pemasaran ikan Biang adalah sebesar Rp.18.000/kg (64,3%), yang tersebar pada Pedagang Pengumpul sebesar Rp. 2.000/kg (7,1%), Agen sebesar Rp. 3.000/kg (10,7 %) dan pengecer Rp. 5.000/kg (17,9 %) .

5. Margin pada lembaga pemasaran ikan Udang adalah sebesar Rp. 23.000/kg (65,7%), yang tersebar pada Pedagang Pengumpul sebesar Rp. 2.000/kg (5,7 %), Agen sebesar Rp.5.000/kg (14,3%) dan Pedagang pengecer Rp. 5.000/kg (14,3 %).

6. Margin pada lembaga pemasaran ikan Tenggiri adalah sebesar Rp. 35.000/kg (77,8%), yang tersebar pada pedagang pengumpul sebesar Rp. 2.000/kg (4,4 %), Agen sebesar Rp. 4.000/kg (8,9%) dan pengecer Rp. 4.000/kg (8,9 %) .

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Edisi Revisi. Cetakan

Kesembilan. Rineka Cipta. Jakarta. Boediono, B. 2003. Pelayanan Prima Perpajakan, Rineka Cipta, Jakarta. Rangkuti, Freddy. 2002. Strategi Promosi yang Kreatif dan Analisis Kasus Integrated

Marketing Communication. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Sudiyono, A. 2001. Pemasaran Pertanian. Malang : Universitas Muhamadyah Malang. 297

hal.

Page 19: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

11 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

PROSPEK USAHA PEMBENIHAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KABUPATEN PASAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT

Hendrik, Hamdi Hamid, Rekian Rahma Rini

Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan FPK UNRI

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2018 di Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prospek usaha pembenihan ikan mas ditinjau dari jumlah produksi, permintaan dan pemasaran. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey.

Usaha pembenihan ikan mas di Kabupaten Pasaman sudah berkembang lebih dari 20 tahun seiring dengan tingginya permintaan benih ikan mas untuk keramba jaring apung di Maninjau dan Waduk PLTA Koto Panjang. Produksi benih ikan mas pada tahun 2017 sebanyak 303.100.514 ekor dengan berbagai ukuran seperti ukuran 2-3 cm, 3-5 cm dan 5-8 cm. Dari jumlah produksi tersebut 42,72% yang berukuran 5-8 cm dijadikan sebagai benih di keramba jaring apung. Sedangkan benih ukuran dibawahnya dipelihara dikolam sawah sampai mencapai ukuran 5-8 cm. Permintaan dan pemasaran benihh ikan mas ukuran 5-8 cm sebagian besar ke Waduk PLTA Koto Panjang dan Danau Maninjau. Sedangkan permintaan untuk benih ukuran dibawahnya 95% didaerah Pasaman. Prospek usaha pembenihan ikan mas di Kabupaten Pasaman cukup baik, dilihat berdasarkan kriteria produksi, pemasaran, dan terpenuhinya semua sub-sistem agribisnis. Dengan jumlah pendapatan pembenih setiap tahunnya sebesar Rp. 51.590.213.850,- .

Kata kunci : Pembenihan, Ikan Mas, Produksi, Pemasaran, Pendapatan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ikan Mas sudah dikenal di Indonesia sejak tahun 1810-an dan mulai dibudidayakan sejak tahun 1860 di sekitar provinsi Jawa Barat. Tahun 1978 oleh Balai Penelitian Perikanan darat ( sekarang Balai Penelitian Perikanan Air Tawar), ikan ini secara resmi diperkenalkan dan disebarluaskan kepada petani untuk dibudidayakan. Budidaya ikan Mas yang banyak dilakukan oleh masyarakat dan petani budidaya yakni di kolam, keramba, dan jaring apung (Rokhdianto, 2009).

Menurut (Sugiarto, 2008), yang termasuk dalam kegiatan pembenihan ikan mas meliputi : pemeliharaan induk, pemijahan induk, penetasan telur, pemeliharaan larva dan benih. Usaha pembenihan Ikan Mas (Cyprinus carpio) dapat dilakukan dengan berbagi cara yaitu secara tradisional, semi intensif dan secara intensif. Dengan semakin meningkatnya teknologi budidaya ikan, khususnya teknologi pembenihan maka telah dilaksanakan penggunaan induk-induk yang berkualitas baik.

Salah satu daerah penghasil benih ikan mas terbesar di Sumatera Barat berasal dari Kabupaten Pasaman. Kepala Bidang Perikanan Dinas Pertanian Pasaman, (Salfadri Putra, 2017) mengatakan daerah Pasaman merupakan tiga daerah pelaksanaan budidaya ikan yang mendapat peringkat A di Indonesia. Empat kecamatan yang menjadi sentra budidaya itu adalah Kecamatan Rao Selatan, Rao, Padang Gelugur dan Bonjol. Sedangkan yang menjadi sentra pembenihan yaitu terdiri dari kecamatan Rao dan Rao Selatan.

Produksi benih ikan pada umumnya berupa benih ikan mas dan nila dihasilkan oleh unit-unit pembenihan ikan rakyat (UPR) dan Balai Benih Ikan yang ada di Kabupaten

Page 20: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

12 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Pasaman Barat. Sebagian besar benih dihasilkan oleh UPR (Unit Pembenihan Rakyat) disamping BBI. Produksi benih ikan pada tahun 2016 sebanyak 347.432.000 ekor. Dari jumlah tersebut 90% merupakan benih ikan mas dan 10% ikan lele, nila dan gurami (Dinas Perikanan Pasaman).

Berdasarkan hal tersebut penelitian ini akan melihat bagaimana proses produksi, jumlah produksi dan prosek pembenihan ikan mas di daerah tersebut. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui jumlah produksi benih ikan mas berdasarkan ukuran yang diproduksi

di Kabupaten Pasaman. 2. Mengetahui saluran pemasaran, daerah pemasaran serta jumlah dan ukuran benih

ikan mas (Cyprinus carpio) yang dipasarkan. 3. Mengetahui prospek pembenihan ikan mas di Kabupaten Pasaman ditinjau dari

jumlah pendapatan yang diterima pembenih

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2018 di Kabupaten Pasaman Provinsi Sumatera Barat. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey, Metode survey adalah pengamatan langsung dan pengambilan data terhadap objek-objek penelitian di lapangan dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data primer dan data skunder (Singarimbun dan Effendi, 1989). Penentuan Responden Penentuan responden dilakukan dengan teknik Random Sampling yaitu mewawancarai pembenih ikan mas yang terdapat di Kabupaten Pasaman. Random Sampling pengambilan anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yan ada dalam populasi itu (Sugiyono,2012). Responden dalam penelitian ini adalah unit-unit usaha yang terdiri dari Balai Benih Ikan Instalasi Beringin Rao sebanyak 1 unit, Unit Pembenihan Rakyat (UPR) yang terdiri dari 154 UPR diambil sebesar 15% jadi 23 UPR, kelompok pembudidaya ikan ( POKDAKAN) yang terdiri dari 175 pokdakan yang diambil sebanyak 15% jadi 26 Pokdakan.

Untuk memenuhi saluran dan daerah pemasaran serta jumlah dan ukuran benih ikan mas dilakukan wawancara terhadap 4 orang pedagang ikan yang ada di daerha tersebut.

Pengumpulan Data

Data promer dikumpulkan berdasarkan quisioner yang telah terpola seperti : luas kolam pembenihan, Jumlah induk, lama pemeliharaan, Jumlah produksi benih ukuran 2 -3 cm, 3 – 5 cm dan 5– 8 cm, Saluran pemasaran benih, daerah pemasaran benih, dan faktor-

Page 21: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

13 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

faktor produksi lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari Dinas Perikanan Pasaman, Kantor Camat Rao dan Kantor Camat Rao Selatan. Data yang dikumpulkan meliputi keadaan grografis, sarana dan prasarana.

Analisis Data

Untuk menjawab tujuan yang pertama yaitu jumlah produksi benih ikan mas berdasarkan ukuran maka dapat menggunakan rumus menurut Darwis dalam Hendrik (2016): • Untuk menghitung total benih yang di produksi di Kabuaten Pasaman Timur yaitu

menggunakan rumus : Keterangan : i = Pembudidaya benih di Kab. Pasaman Timur Qi = Produksi benih tiap pengusaha • Untuk menghitung jumlah produksi benih berdasarkan ukuran digunakan rumus :

Q = Q1 + Q2 + Q3 Keterangan : Q1 = Produksi benih ukuran 2- 3 cm Q2 = Produksi benih ukuran 3- 5 cm Q3 = Produksi benih ukuran 5- 8 cm • Untuk menghitung benih per ukuran digunakan rumus : Keterangan : i = jumlah pembudidaya benih ikan mas. 2. Untuk mengetahui saluran pemasaran, daerah pemasaran serta jumlah dan ukuran benih ikan mas serta prospek pembenihan ikan mas maka data yang diperoleh dari hasil wawancara dapat dianalisis secara statistik dan deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian

Kabupaten Pasaman merupakan salah satu dari 19 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Barat, dengan luas wilayah 3.947,63 km2 yang terdiri dari 12 kecamatan dan 37 nagari. Secara geografis dilintasi khatulistiwa dan berada pada 000 55’ Lintang Utara sampai dengan 000 06’ Lintang Selatan dan 99045’ Bujur Timur. Ketinggian antara 50 meter sampai dengan 2.912 meter diatas permukaan laut. Jumlah Penduduk tahun 2017 sebanyak 272.804 jiwa dengan komposisi 135.178 jiwa (49.55%) laki-laki dan 137.626 jiwa (50,44%) perempuan. Dengan rasio jenis kelamin 98 jiwa laki-laki setiap 100 jiwa perempuan. Penduduk tersebut tersebar pada 12 (dua belas) kecamatan. Dari 12 kecamatan tersebut maka kecamatan Rao dan Rao Selatan merupakan sentra pembenihan ikan mas di Kabupaten Pasaman menurut laporan Dinas Perikanan Pasaman sekitar 85% benih ikan mas berasal dari 2 kecamtan ini (Dinas Perikanan Pasaman 2017). Jumlah penduduk Rao Selatan dan Rao pada tahun 2017 tercatat 46.401 jiwa. Komposisi penduduk Kecamatan Rao Selatan dan Kecamatan Rao berdasarkan mata pencaharian pada tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 22: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

14 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 1. Komposisi Penduduk Kecamatan Rao dan Rao Selatan Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2017

Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Total (Jiwa)

Persentase Rao Selatan Rao

1. Petani 7.611 7.019 14.630

31,52

2. Pembudidaya 5.994 5.901 11.895 25,63 3. Pedagang 1.035 1.471 2.506 5,40 4. Pensiunan 621 549 1170 2,52 5. Jasa Transportasi 407 797 1.204 2,59 6. Buruh Tani 1.489 1.947 3.436 7,40 7. PNS 819 896 1.715 3,69 8. Tidak Bekerja 4.672 5.173 9.845 31,52 Jumlah 22.648 23.753 46.401 100.00

Sumber : Kantor Kecamatan Rao Selatan dan Rao Dari Tabel 1 diatas yang lebih dominan yaitu petani dan pembudidaya.

Pembudidaya disini terdiri dari pembenih ikan mas. Beberapa sarana dan prasarana yang ada di Kabupaten Pasaman Timur dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu Pendidikan, Kesehatan dan Peribadatan. Pada sarana pendidikan itu berjumlah keseluruhan 345 unit yang terdiri dari tingkat TK, SD, SLTP, SMA dan Perguruan Tinggi. Sarana kesehatan, total keseluruhan yaitu berjumlah 78 unit. Sarana kesehatan ini terdiri dari RSU, Puskesmas, Pustu, dan Praktek dokter. Sedangkan sarana peribadatan keseluruhan berjumlah 1092 unit.

Keadaan Usaha Budidaya Benih Ikan Mas Di Daerah Penelitian Kecamatan Rao dan Rao Selatan memiliki potensi yang cukup besar dalam bidang pembenihan, hal ini didukung oleh aliran irigasi yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Budidaya benih ikan mas pada kolam sawah. Selain itu, kondisi tanah berupa tanah liat cocok untuk kegiatan budidaya benih ikan dikarenakan tidak mudah bocor. Produksi benih ikan mas di kecamtan Rao dan Kecamatan Rao Selatan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi Benih Ikan Mas Di Kecamtan Rao Dan Kecamatan Rao Selatan

No Kecamatan Luas Kolam (Ha)

Jumlah pembenih (Orang)

Produksi ( Ekor ) Jumlah (1.000) Mas

(1.000) Nila

(1.000) Lele

(1.000) 1. Rao

Selatan 880,90 200 198.346 8.200 25.000 231.546

2. Rao 817,00 192 193.508,5 6.100 650 193.515,25 Jumlah 1697,9 392 392.439 14.300 25.650 425.061,25

Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Pasaman Produksi Benih Ikan Mas Produksi benih ikan mas bersumber dari pembudidaya benih setempat yang berada di Kecamatan Rao dan Kecamatan Rao Selatan. Penduduk yang melakukan usaha sebagai petani ikan mayoritas menggunakan kolam sawah dengan ukuran paling kurang 0,3 Ha dan paling besar 2 Ha. Masing – masing pembenih biasanya mempunyai 2 sampai 3 kolam.,

Page 23: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

15 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

baik itu dari kolam sewa maupun milik pribadi. Jumlah produksi benih ikan mas di Kabupaten Pasaman dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah Produksi Benih Ikan Mas Di Kabupaten Pasaman

No Kecamatan Jumlah Induk Jumlah Pembenih

Luas Kolam (m2)

Produksi (1.000) Jantan Betina

1. Rao Selatan 5.000 2.189 186 509.600 198.346 2. Rao 5019 2.374 206 495.461 193.508,5 3. BBI 1.600 798 1 1.595 584,5

Jumlah 11.619 5.361 393 1.006.656 392.439 Data Primer, diolah 2018 Pada masyarakat yang berprofesi sebagai pembudidaya benih, mereka memproduksi benih ikan mas berdasarkan ukuran. Ukuran yang ditetapkan yaitu berukuran 2 – 3 cm, ukuran 3 – 5 cm, dan ukuran 5 – 8 cm. Benih ikan mas yang berukuran 2 – 3 cm yang di produksi di Kabupaten Pasaman Timur satu kali produksi sebanyak 48.077.682 ekor benih dengan total pembenih ikan yang berukuran 2 – 3 cm sebanyak 138 orang. Sedangkan dalam satu tahun dapat menghasilkan 240.388.410 ekor benih ikan mas..

Benih ikan mas yang berukuran 3 – 5 cm yang di produksi di Kabupaten Pasaman Timur satu kali produksi sebanyak 8.419.572 ekor benih dengan total pembenih ikan yang berukuran 3 – 5 cm sebanyak 74 orang. Sedangkan dalam satu tahun dapat menghasilkan 33.678.288 ekor benih ikan mas yang berukuran 3 – 5 cm.

Benih ikan mas yang berukuran 5 – 8 cm yang di produksi di Kabupaten Pasaman Timur satu kali produksi sebanyak 43.160.940 ekor benih dengan total pembenih ikan yang berukuran 5 – 8 cm sebanyak 180 orang. Sedangkan dalam satu tahun dapat menghasilkan 129.482.820 ekor benih ikan mas.

Jadi total benih yang di produksi di Kabupaten pasaman timur yaitu sebanyak 303.100.514 ekor benih ikan mas dengan tingkat mortalitas 25%.

Pemasaran Benih Ikan Mas Pembesaran benih ikan mas didaerah ini dilakukan secara bertingkat sesuai dengan umur dan ukuran benih. Untuk tingkat pertama benih berukuran dibawah <3 cm dengan masa pemeliharaan 20-25 hari. Pemasaran benih untuk pembesaran tingkat 1 dan 2 dilakukan 90% di daerah Pasaman. Sedangkan untuk pembesaran tingkat ketiga dilakukan 95% ke Waduk PLTA Koto Panjang, Danau Maninjau dan Rantau Berangin. Selanjutnya benih ikan mas yang berukuran <3 cm dipasarkan oleh pembenih kepada pembenih tingkat kedua. Pembenih tingkat kedua membesarkan benih ikan mas sampai ukuran 3-5 cm dengan lama pemeliharaan 20-25 hari. Selanjutnya pembenih tingkat ketiga membeli benih ke pembenih tingkat kedua dan membesarkannya sampai berukuran 5-8 cm dengan lama pemeliharaan 20-25 hari. Benih ikan mas dengan ukuran <3 cm dipasarkan dengan harga Rp.25,-/ ekor. Pembenih biasanya menjual dengan takaran gelas, dimana dalam satu gelas berisi lebih kurang 800 ekor benih dengan harga Rp. 20.000/gelas. Benih ikan mas dengan ukuran 3-5 cm berharga Rp.200,- /ekor. Prospek Usaha Pembenihan Ikan Mas Prospek usaha pembenihan ikan mas di Kabupaten Pasaman Timur sudah cukup

Page 24: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

16 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

baik dikarenakan pendapatan yang dihasilkan dalam satu tahun lebih kurang 50 Milyar. Hal ini dikarenakan benih ikan mas ukuran 2-3 cm dapat diproduksi dalam satu tahun yaitu sebanyak 240.388.410 ekor benih dengan harga Rp.25,-/ekor, jadi dapat menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 6.009.710.250,-. Selanjutnya benih ikan mas ukuran 3-5 cm dalam satu tahun dapat diproduksi sebanyak 33.678.288 ekor benih dengan harga Rp.200,-/ekor, jadi dapat menghasilkan pendapatan sebesar Rp.6.735.657.600,- Benih ikan mas ukuran 5-8 cm dalam satu tahun dapat diproduksi sebanyak 129.482.820 ekor benih dengan harga Rp. 300,-/ekor. Jadi dapat menghsilkan pendapatan sebanyak Rp. 38.844.846.000,-. Jika ditotalkan keseluruhan maka dalam satu tahun Kabupaten Pasaman Timur dapat menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 51.590.213.850,-. Berdasarkan produksi, permntaan dan pendapatan yang diterima oleh petani menunjukkan prospek usaha pembenihan ikan mas di daerah ini sangat baik.

KESIMPULAN

Produksi benih ikan mas dengan berbagai ukuran di Kabupaten Pasaman sebanyak 303.100.514 ekor benih pada tahun 2017. Benih ikan mas dengan ukuran dibawah 5 cm dipasarkan di daerah Pasaman. Sedangkan benih yang berukuran 5-8 cm dipasarkan ke KJA di Waduk PLTA Koto Panjang, Danau Maninjau, dan Rantau Berangin.

Berdasarkan produksi dan pemasaran maka prospek pembenihan ikan mas di daerah ini sangat baik dengan jumlah pendapatan setiap tahunnya sebanyak Rp. 51.590.213.850,-.

SARAN

Untuk menjaga mortalitas dan kualitas benih perlu diperhatikan kondisi dan kualitas perairan.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto E. 1998. Beberapa Metode Budidaya Ikan. Yogyakarta: Kanisius. Akhmad dan Rustidja.2001. Poliploidisasi Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal Biosain.

Vol 1 No 1. Asmarantaka RW. 2012. Pemasaran Agribisnis. Bogor: Departemen Agribisnis FEM-IPB [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Perkembangan Sektor Pertanian Sumatera Barat.

Jakarta (ID): BPS [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Kecamatan Rao Selatan Dalam Angka 2011. Jakarta

(ID):BPS [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Sumatera Barat dalam Angka 2012. Jakarta (ID):BPS Danakusumah E. 2003. Tata Niaga Hasil Budidaya Ikan Mas (Cyprinus Carpio) Di

Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Jawa Barat. Jurnal Ilmiah Satya Minabahari. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Satya Negara Indonesia. Jakarta Selatan ( Diakses pada tanggal 9 Desember 2017 pukul 09.00 WIB)

Firdaus AM. 2008. Analisis Efisiensi Pemasaran Ubi Jalar Cilembu (kasus: Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Fransiska A. 2003. Analisis efisiensi pemasaran ikan kembung (studi kasus: Muara Angke, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara, Propinsi DKI Jakarta)

Page 25: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

17 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ghufran.M. 2010. Buku Pintar Pemeliharaan 14 Ikan Air Tawar Ekonomis di Keramba

Jaring Apung. Lily Publisher.Yogyakarta. Hamid, H. 2011. Bahan Ajar Manajemen Bisnis. Hal 20 Hendrik. 2016. Ekonomi Sumberdaya Perikanan. UR Press Pekabaru Riau. Indonesia. 139

hal Rokhdianto. 2009. Budidaya Ikan di Jaring Terapung. Jakarta: Penebar Swadaya.

Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Sugiyono.2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sudiyono A. 2012. Pemasaran Pertanian. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Sugiyono.2012. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Page 26: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

18 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

PROSES ADOPSI TERHADAP INOVASI PAKAN BUATAN DI DESA KOTO MESJID KECAMATAN XIII KOTO KAMPAR KABUPATEN KAMPAR

PROVINSI RIAU

Kusai, Zulkarnain, Tiarmauli Saragih Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian mengenai Proses Adopsi Terhadap Inovasi Pakan Buatan ini dilaksanakan pada

bulan Maret 2018 di Desa Koto Mesjid Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses adopsi terhadap inovasi pakan buatan, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi pakan buatan, dan mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi dengan proses adopsi inovasi pakan buatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei yang dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan Rank Spearman serta jumlah responden dalam penelitian ini yaitu 30 responden.

Dari hasil analisis penelitian, didapatkan bahwa proses adopsi dengan total skor 345 berada pada kategori cepat dan waktu yang dibutuhkan 2–4 bulan. Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi dengan total skor dari komponen sifat – sifat inovasi, jenis keputusan inovasi, saluran komunikasi, sifat sasaran, dan penyuluh adalah 1.723, berada pada kategori mempengaruhi. Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman terdapat tingkat keeratan hubungan yang cukup kuat antara faktor-faktor adopsi dengan proses adopsi serta terdapat hubungan yang signifikan (nyata) antara faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi dengan proses adopsi.

Kata kunci: adopsi, inovasi, pakan buatan

PENDAHULUAN

Proses perubahan perilaku para petani/pembudidaya kearah yang lebih baik akan

selalu memerlukan inovasi-inovasi baru. Inovasi adalah suatu ide, gagasan, praktek atau objek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi (Robbins, 1994). Inovasi diperkenalkan kepada petani/pembudidaya melalui kegiatan penyuluhan. Penyuluhan diartikan sebagai suatu sistem pendidikan di luar sekolah (nonformal), untuk para petani/pembudidaya agar mereka tahu, mau, mampu dan berswadaya mengatasi masalahnya secara baik dan memuaskan dan meningkatkan kesejahteraannya (Wiriatmadja,1990) dalam (Sadono,2008). Kegiatan penyuluhan memudahkan dalam menyebarluaskan informasi mengenai inovasi sehingga dapat membantu dan memudahkan petani/pembudidaya dalam menjalankann kegiatan usahanya.

Penyebarluasan suatu inovasi selalu memerlukan waktu. Sampai waktu sasaran melaksanakan anjuran penyuluh (inovasi baru) itu, telah berlangsung suatu proses mental pada diri sasaran. Jangka waktu yang diperlukan itu bervariasi dan prosesnya terjadi dalam beberapa tahap.

Munculnya inovasi pakan buatan di desa Koto Mesjid disebabkan masyarakat mendapatkan banyak kesulitan dalam mengembangkan budidaya ikan. Salah satu penyebabnya, harga pakan ikan yang mahal. Saat ini harga pakan pabrikan berkisar Rp 9.000- Rp 13.000/kg. Jika pakan pabrikan ini dibeli tentu tidak dapat mengimbangi pendapatan dari produksi ikan. Sedangkan untuk pakan buatan sendiri hanya berkisar Rp 3.000- Rp 4.500/kg. Pakan buatan ini dihasilkan oleh kelompok serta berkualitas baik dengan kadar protein 27 %, FCR : 2 : 1.

Bahan Lokal yang digunakan berupa dedak halus, dan ikan rucah/ikan asin

Page 27: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

19 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

(http://m.riaupos.co/1541-spesial-serap-tenaga-kerja-tempatan.html). Pakan buatan diterapkan di desa Koto Mesjid dengan alasan kualitasnya yang baik

serta harganya yang relatif murah sehingga masyarakat sangat diuntungkan jika menggunakan pakan buatan ini serta mampu mengimbangi pendapatan dengan mengefesienkan pakan. Saat ini di desa Koto Mesjid telah memiliki 18 unit mesin pakan. Produksi pakan sepenuhnya dikembangkan dan digunakan untuk keperluan kelompok pembudidaya (http://m.riaupos.co/1541-spesial-serap-tenaga-kerja-tempatan.html).

Penerapan inovasi pakan buatan ini tidak terlepas dari adanya peran penyuluh perikanan yang memberikan pelatihan serta pendampingan terhadap masyarakat secara langsung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses adopsi inovasi pakan buatan di Desa Koto Mesjid, mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi pakan buatan di Desa Koto Mesjid, dan mengetahui hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi dengan proses adopsi inovasi pakan buatan di Desa Koto Mesjid.

LANDASAN TEORI

Adopsi adalah proses mental, dalam mengambil keputusan untuk menerima atau menolak ide baru dan menegaskan lebih lanjut tentang penerimaan dan penolakan ide baru tersebut (Rogers, 1983).

Proses adopsi menurut Rogers (1983), ada 5 tahap yang dilalui sebelum seseorang mengadopsi suatu inovasi yaitu sadar (awareness), minat (interest), menilai (evaluation), mencoba (trial), dan adopsi (adoption), yakni: • Tahap sadar

Sasaran sadar tentang adanya inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh, adanya inovasi dapat diperoleh dari mendengar, membaca atau melihat, tetapi pengertian seseorang tersebut belum mendalam. • Tahap minat

Sasaran ingin mengetahui lebih banyak perihal yang baru tersebut. Ia menginginkan keterangan-keterangan yang lebih rinci lagi dan sasaran mulai bertanya-tanya. • Tahap menilai

Sasaran berpikir-pikir dan menilai keterangan-keterangan perihal yang baru itu, juga menghubungkan hal baru itu dengan keadaan sendiri (kesanggupan, resiko, modal, dll). • Tahap mencoba

Sasaran mencoba-coba dalam luas dan jumlah yang sedikit saja. Sering juga terjadi bahwa usaha mencoba ini tidak dilakukan sendiri, tetapi sasaran mengikuti (dalam pikiran dan percakapan-percakapan), sepak terjang tetangga atau instansi mencoba hal baru (dalam pertanaman percobaan atau demonstrasi). Bila gagal dalam percobaan ini, maka petani yang biasa akan berhenti dan tidak akan percaya lagi. Tetapi petani maju yang ulet akan mengulangi percobaannya lagi, sampai ia mendapat keyakinannya. • Tahap adopsi/menerapkan

Sasaran menerapkan dalam jumlah/skala yang lebih besar. Pada tahap ini sasaran sudah yakin akan kebenaran atau keunggulan hal baru itu, maka ia mengetrapkan anjuran secara luas dan kontinu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses adopsi menurut Slamet dalam Mardikanto dan Sutami (1983), meliputi: • Sifat-sifat inovasi

Suatu inovasi mudah atau sulit diterima petani sasaran sangat dipengaruhi karakteristik inovasi itu sendiri. Sedikitnya terdapat 5 karakteristik yang mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi oleh petani sasaran. • Keuntungan relatif (relative advantage)

Page 28: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

20 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Setiap ide atau inovasi baru akan dipertimbangkan mengenai seberapa jauh keuntungan relatif yang dapat diberikan, yang diukur dengan derajat keuntungan ekonomi, besarnya penghematan atau keamanan, atau pengaruhnya terhadap posisi sosial yang akan diterima oleh komunikasi selaku adopter. • Kompatibilitas (compatibility)

Setiap inovasi baru akan cepat diadopsi manakala mempunyai kecocokan atau berhubungan dengan kondisi setempat yang telah ada di masyarakat. • Kompleksitas (complexity)

Inovasi baru akan sangat mudah untuk dimengerti dan disampaikan manakala cukup sederhana, baik dalam arti mudahnya bagi komunikator maupun mudah untuk dipahami dan dipergunakan oleh komunikasinya. • Triabilitas (trialability)

Inovasi baru yang tidak mudah dicoba karena perlengkapannya yang kompleks dan memerlukan biaya atau modal yang besar lebih sulit diadopsi dibanding benih varietas unggul baru yang tidak mahal dan mudah dikerjakan oleh petani. • Observabilitas (observability)

Inovasi baru akan lebih cepat diadopsi manakala pengaruhnya atau hasilnya mudah dan atau cepat dapat dilihat atau diamati oleh komunikannya. • Cara pengambilan keputusan

Menurut Rogers dan Shoemaker dalam Hanafi (1987), jenis keputusan inovasi tergantung bagaimana proses atau siapa yang harus berhak mengambil keputusan untuk mengadopsi inovasi baru, sangat menentukan kecepatan adopsi. Keputusan yang diambil secara individual (optional), relatif lebih cepat bila dibanding adopsi inovasi yang harus menunggu keputusan kelompok (collective decision), apalagi dibanding dengan yang harus menunggu pihak penguasa yang berhak mengambil keputusan. • Saluran komunikasi

Penyampaian inovasi baru lewat media massa, relatif akan lebih lamban diadopsi oleh komunikan dibanding jika disampaikan secara interpersonal (hubungan antar pribadi). • Sifat Sasaran

Lionberger (1991) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan seseorang untuk mengadopsi inovasi yang meliputi: • Luas usaha tani • Tingkat pendapatan • Keberanian mengambil resiko, • Umur • Tingkat partisipasinya dalam kelompok/organisasi diluar lingkungannya sendiri. • Aktivitas mencari informasi • Sumber informasi yang dimanfaatkan. • Penyuluh

Kecepatan adopsi juga sangat ditentukan oleh aktivitas yang dilakukan penyuluh, khususnya tentang upaya yang dilakukan penyuluh untuk “mempromosikan” inovasinya. Demikian juga, jika penyuluh mampu berkomunikasi secara efektif dan terampil menggunakan saluran komunikasi yang paling efektif, proses adopsi pasti akan berlangsung lebih cepat dengan yang lainnya.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan pada Maret 2018 di Desa Koto Mesjid Kecamatan

XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Lokasi penelitian ini ditentukan

Page 29: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

21 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

secara sengaja karena di Desa Koto Mesjid mayoritas penduduknya bermatapencaharian sebagai pembudidaya dan telah menerapkan adanya inovasi pakan buatan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Menurut Singarimbun dan Sofyan (1989) menyatakan bahwa penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan quisioner sebagai alat pengumpulan data.

Populasi dalam penelitian ini adalah pembudidaya ikan yang berdomisili di desa Koto Mesjid yang telah menerapkan inovasi pakan buatan. Teknik yang digunakan dalam pengambilan responden dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling). Jumlah responden yang ditentukan oleh peneliti yaitu 30 orang.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diambil langsung dari objek fenomena yang akan diteliti dan data ini diperoleh melalui wawancara mendalam dengan responden yang berpedoman pada quisioner yang telah disediakan. Data sekunder bersumber dari lembaga-lembaga yang terkait serta berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya.

Analisis Data

Untuk menjawab tujuan pertama yaitu mengetahui proses adopsi terhadap inovasi pakan buatan, maka penelitian ini menganalisis variabel dalam proses adopsi terhadap inovasi pakan adalah kecepatan waktu atau selang waktu antara diterimanya inovasi dan penerapan yang dilakukan. Indikatornya adalah jumlah waktu masing-masing tahapan adopsi mulai dari tahap sadar (awareness), tahap minat (interest), tahap menilai (evaluation), tahap mencoba (trial), hingga tahap adopsi (adoption). Data yang telah dikumpulkan ditabulasikan, dikelompokkan, disusun, dan dianalisis secara deskriptif. Penetapan waktu yang dibutuhkan pada tahap – tahap proses adopsi terhadap pakan buatan di Desa Koto Mesjid yaitu: 0 – 2 (Bulan) : Sangat cepat 2 – 4 (Bulan) : Cepat 4 – 6 (Bulan) : Lambat

Untuk menjawab tujuan kedua dilakukan pengukuran faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi, dilakukan dengan berpedoman pada penyusunan skala Likert (Singarimbun dan Efendi, 1989). Data yang telah dikumpulkan ditabulasikan, dikelompokkan, disusun, dan dianalisis secara deskriptif.

Untuk menjawab tujuan ketiga yaitu hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi dengan proses adopsi terhadap inovasi pakan buatan digunakan uji korelasi rank Spearman. Menurut Siegel (1997) rumus korelasi rank Spearman (𝑟") adalah sebagai berikut:

6 𝑑𝑖'()*

𝑟"=1-N³ - N

Dimanars : Koefisien korelasi rank spearman N : Jumlah sampel Di:Selisih rank antar variabel Dengan menggunakan korelasi koefisien rank Spearman tersebut maka dapat dilihat ada atau tidaknya hubungan dari variabel. Data diolah menggunakan program komputer software SPSS 16, kemudian diuraikan secara deskriptif.

Page 30: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

22 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Buatan

Pakan buatan awalnya di bawa oleh penyuluh ke Desa Koto Mesjid pada tahun 2005 kemudian pembudidaya yang ada di desa tersebut mengadopsi dan telah menerapkannya hingga saat ini. Berdasarkan hasil wawancara jumlah pembudidaya yang telah menerapkan pakan buatan adalah ± 90 % dari 175 orang pembudidaya. Bahan yang digunakan yaitu ikan Rucah/ikan asin, dan dedak halus dengan perbandingan 2:1. Kadar protein dari pakan buatan ini mencapai 28%. Ikan Rucah/ikan asin ini diperoleh dari Tanjung Balai Asahan (ikan basah) dengan harga Rp 3.700/kg serta ikan yang kering diperoleh dari Bengkulu dengan harga Rp 5.000/kg, sedangkan dedak diperoleh dari Sumatera Barat dengan harga 2.700/kg.

Pakan buatan ini diberikan ketika ikan telah mencapai umur 1 bulan – panen. Pemberian pakan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore. Kelemahan dari pakan buatan ini yaitu pakan bersifat tenggelam sehingga banyak pakan yang terbuang ke dasar kolam. Sedangkan kendala yang dihadapi pembudidaya terkait bahan yaitu kadang bahan yang dibutuhkan sulit didapatkan karena faktor cuaca. Mesin yang digunakan pembudidaya dalam pembuatan pakan berupa mesin diesel yang telah dirakit. Saat ini desa Koto Mesjid telah memiliki 18 unit mesin pellet dan 41 karyawan.

Proses Adopsi Pakan Buatan

Total skor komponen tahap – tahap proses adopsi terhadap pakan buatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Total skor tahap - tahap proses adopsi terhadap pakan buatan

No. Tahap Skor Kategori 1. 2. 3. 4. 5.

Sadar Minat Menilai Mencoba Adopsi

66 67 67 70 75

Cepat Cepat Cepat

Sangat Cepat Sangat Cepat

Total Skor 345 Cepat Sumber: Olahan Data Primer

Keterangan: Skor 150 – 249: Kelompok pada kategori lambat Skor 250 – 349: Kelompok pada kategori cepat Skor 350 – 449: Kelompok pada kategori sangat cepat Tahap Sadar

Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui tingkat kecepatan pada tahap sadar dengan skor 66 berada pada kategori cepat dengan waktu yang dibutuhkan antara 2 – 4 bulan. Pernyataan pembudidaya mengindikasikan bahwa untuk mempercepat proses adopsi dalam tahapan sadar yang harus diperhatikan yaitu sumber daya alam. Inovasi pakan buatan harus didukung oleh potensi wilayah atau ketersediaan bahan baku pakan di lokasi pembudidaya.

Menurut Abdullah (2016), waktu yang dibutuhkan pembudidaya untuk tahu tentang suatu inovasi cukup lama karena mereka memerlukan pemahaman bahwa inovasi

Page 31: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

23 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

tersebut dapat meningkatkan produktivitas usahanya. Kesadaran ini diperoleh melalui banyak pertimbangan, karena orang yang mendengar tentang sesuatu belum tentu sadar bahwa dia mendengar sesuatu yang baru, kecuali kalau yang didengar itu berkaitan dengan sesuatu masalah atu kebutuhan yang sedang dihadapinya.

Tahap minat Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui tingkat kecepatan pada tahap minat dengan skor 67 berada pada kategori cepat dengan waktu yang dibutuhkan yaitu antara 2 – 4 bulan. Pernyataan pembudidaya bahwa mereka membutuhkan adanya seseorang yang bisa sebagai sumber informasi dan pembudidaya dapat berdiskusi tentang peluang jika pembudidaya berminat untuk mengadopsi inovasi pakan buatan. Menurut Abdullah (2016), lamanya waktu yang dibutuhkan untuk beralih dari tahap sadar ke tahap berminat karena pembudidaya membutuhkan waktu berpikir lebih rasional sehingga pembudidaya menyikapi sangat hati–hati menetapkan berminat atau tidak terhadap inovasi. Tahap menilai

Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui tingkat kecepatan pada tahap menilai dengan skor 67 berada pada kategori cepat dengan waktu yang dibutuhkan 2 – 4 bulan. Pernyataan pembudidaya bahwa untuk mempercepat tahapan menilai dalam proses adopsi yang perlu mendapat perhatian adalah bahan baku cukup tersedia, dari aspek teknis mudah dilakukan, dan tidak membutuhkan biaya banyak serta sarana prasarana mendukung.

Menurut Rogers (1985), bahwa tahapan menilai merupakan suatu tahapan yang didasari oleh persepsi pembudidaya terhadap inovasi yang dilihat dan manfaat yang diperoleh pembudidaya dan fasilitas yang tersedia jika menerima inovasi.

Tahap mencoba

Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui tingkat kecepatan pada tahap mencoba dengan skor 70 berada pada kategori sangat cepat dengan waktu yang dibutuhkan 0 – 2 bulan. Pernyataan pembudidaya bahwa mereka membutuhkan waktu dalam tahap ini karena mereka takut mencoba sendiri sehingga menunggu penyuluh untuk dapat memberikan bimbingan cara kerja inovasi tersebut.

Menurut Abdullah (2016) dalam mempercepat tahapan mencoba dalam proses adopsi inovasi yang perlu mendapat perhatian adalah aspek sarana dan prasarana. Ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan harus ada di lokasi, karena jika tidak tersedia akan menyulitkan pembudidaya untuk mencoba inovasi tersebut.

Tahap adopsi

Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui tingkat kecepatan pada tahap adopsi dengan skor 75 berada pada kategori sangat cepat dengan waktu yang dibutuhkan 0 – 2 bulan. Pernyataan pembudidaya bahwa untuk mengadopsi inovasi pakan buatan aspek yang sangat penting diperhatikan yaitu bahan bakunya tersedia di tempat, mudah dilakukan artinya semakin mudah dilakukan makin cepat proses adopsi terhadap pakan buatan tersebut.Selain itu, biaya yang dikeluarkan jika pembudidaya mengadopsi inovasi pakan buatan harus terjangkau secara finansial kemampuan pembudidaya.

Menurut Musyafak et al (2002), bahwa beberapa penelitian yang dilakukan

Page 32: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

24 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

mengenai kendala dalam mengadopsi inovasi karena inovasi mahal sehingga tidak terjangkau oleh kemampuan finansial pembudidaya. Sebagus apapun inovasi kalau tidak terjangkau oleh kemampuan finansial pembudidaya maka akan sulit untuk diadopsi.

Pada Tabel 1. menunjukkan bahwa hasil tinjauan terhadap proses adopsi terhadap pakan buatan di Desa Koto Mesjid setelah dilakukan penghitungan total skor dari komponen tersebut adalah 345, angka ini berada pada kategori cepat. Proses adopsi berada pada kategori cepat, hal ini menyatakan komponen dari tahap-tahap proses adopsi tersebut cepat dengan waktu yang dibutuhkan 2 – 4 bulan.

Gambaran kecepatan adopsi inovasi pakan buatan yang telah dijelaskan, maka pembudidaya di desa Koto Mesjid berada dalam kategori pengadopsi cepat. Menurut Rogers (1985), proses adopsi dari tahap sadar sampai ke tahap adopsi bisa dialami seseorang dengan cepat mungkin dalam satu hari sudah berhasil mengadopsi tetapi bagi orang lain proses adopsi terhadap inovasi yang sama dapat berjalan berbulan-bulan bahkan mungkin bertahun-tahun. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Adopsi Terhadap Pakan Buatan

Untuk Mengetahui total skor komponen faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan proses adopsi terhadap pakan buatan di Desa Koto Mesjid dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Total skor faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan adopsi

No Faktor Skor Kategori 1 Sifat inovasi 359 Sangat Mempengaruhi 2 Jenis Keputusan 378 Sangat Mempengaruhi 3 Saluran Komunikasi 288 Mempengaruhi 4 Sifat Sasaran 317 Mempengaruhi 5 Penyuluh 381 Sangat Mempengaruhi Total Skor 1.723 Mempengaruhi

Sumber: Olahan Data Primer Keterangan: Skor 750 – 1249: Kelompok pada kategori tidak mempengaruhi Skor 1250 – 1749: Kelompok pada kategori mempengaruhi Skor 1750 – 2249: Kelompok pada kategori sangat mempengaruhi

Pada Tabel 2. menunjukkan bahwa hasil tinjauan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan adopsi terhadap pakan buatan setelah dilakukan penghitungan total skor dari komponen pernyataan tersebut adalah 1.723, angka ini berada pada kategori mempengaruhi. Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi berada pada kategori mempengaruhi, hal ini menyatakan komponen dari faktor-faktor adopsi tersebut mempengaruhi kecepatan dari proses adopsi terhadap pakan buatan di Desa Koto Mesjid.

Analisis Hubungan Antara Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Adopsi Dengan Proses Adopsi Terhadap Pakan Buatan

Korelasi rank Spearman akan memperlihatkan hubungan secara terpisah antara masing-masing variabel faktor dengan proses adopsi terhadap pakan buatan di desa Koto Mesjid. Data diolah menggunakan SPSS versi 16 dengan menggunakan uji korelasi rank Spearman, sehingga dapat dilihat hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi dengan proses adopsi. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 33: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

25 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 3. Nilai korelasi rank Spearman antara faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi

dengan proses adopsi terhadap pakan buatan

No. Faktor – Faktor Adopsi Nilai Proses Adopsi

1. Sifat – Sifat Inovasi Korelasi Sig.(2 -tailed) N

- 0.387* 0.035 30

2. Jenis Keputusan Inovasi Korelasi Sig. (2 -tailed) N

0.398* 0.030 30

3. Saluran Komunikasi Korelasi Sig..(2 -tailed) N

0.484** 0.007 30

4. Sifat Sasaran Korelasi Sig..(2 -tailed) N

- 0.390* 0.033 30

5. Penyuluh Korelasi Sig..(2 -tailed) N

0.403* 0.027 30

Hubungan Sifat – Sifat Inovasi Dengan Proses Adopsi Terhadap Pakan Buatan

Hasil analisis dari Tabel 3. yaitu menunjukkan nilai0.387* menyatakan tingkat keeratan hubungan yang cukup kuat. Nilai koefisien korelasi bernilai negatif artinya mempunyai hubungan yang tidak searah antara sifat-sifat inovasi dengan proses adopsi serta dapat diartikan jika sifat inovasi kurang baik maka proses adopsi juga bisa cepat jika inovasi tersebut dibutuhkan masyarakat. Nilai signifikan (0.035) artinya variabel sifat-sifat inovasi memiliki hubungan yang signifikan (nyata) dengan proses adopsi.

Menurut Rangkuti (2007) menyatakan karakteristik inovasi (keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas, triabilitas dan observabilitas) berpengaruh terhadap kecepatan adopsi inovasi.

Hubungan Jenis Keputusan Inovasi Dengan Proses Adopsi Terhadap Pakan Buatan

Hasil analisis dari Tabel 3. yaitu menunjukkan nilai 0.398* yang menyatakan tingkat keeratan hubungan yang cukup kuat. Nilai koefisien korelasi bernilai positif artinya mempunyai hubungan yang searah antara jenis keputusan inovasi dengan proses adopsi serta dapat diartikan jika jenis pengambilan keputusan semakin baik maka proses adopsi juga akan semakin cepat. Nilai signifikan (0.030) artinya variabel jenis keputusan inovasi memiliki hubungan yang signifikan (nyata) dengan proses adopsi.

Menurut Soewardi (1987) proses melalui pemaksaan (coersion) biasanya dapat berlangsung secara cepat tetapi jika melaui bujukan (persuasive) proses adopsi dapat berlangsung lebih lambat. Namun, ditinjau dari pemantaban perubahan perilaku yang

Page 34: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

26 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

terjadi adopsi yang berlangsung melalui proses bujukan biasanya lebih sulit berubah lagi sedangkan adopsi yang terjadi melaui pemaksaan biasanya lebih cepat berubah kembali, segera setelah unsur atau kegiatan pemaksaan tersebut tidak dilanjutkan lagi.

Hubungan Saluran Komunikasi Dengan Proses Adopsi Terhadap Pakan Buatan

Hasil analisis dari Tabel 3. yaitu menunjukkan nilai 0.484** yang menyatakan tingkat keeratan hubungan yang cukup kuat. Nilai koefisien korelasi bernilai positif artinya mempunyai hubungan yang searah antara saluran komunikasi dengan proses adopsi serta dapat diartikan jika saluran komunikasi yang digunakan semakin baik maka proses adopsi juga akan semakin cepat. Nilai signifikan (0.007) artinya variabel saluran komunikasi memiliki hubungan yang signifikan (nyata) dengan proses adopsi.

Menurut Rogers dan Shoemaker dalam Hanafi (1987), saluran komunikasi adalah alat yang dipergunakan untuk menyebarkan suatu inovasi juga berpengaruh terhadap kecepatan pengadopsian inovasi.

Hubungan Sifat Sasaran Dengan Proses Adopsi Terhadap Pakan Buatan

Hasil analisis dari Tabel 3. yaitu menunjukkan nilai -0.390* yang menyatakan

tingkat keeratan hubungan yang cukup kuat. Nilai koefisien korelasi bernilai negatif artinya mempunyai hubungan yang tidak searah antara sifat sasaran dengan proses adopsi serta dapat diartikan jika sifat sasaran kurang baik maka proses adopsi bisa cepat karena sasaran berada pada kategori yang berbeda-beda . Nilai signifikan (0.033) artinya variabel sifat sasaran memiliki hubungan yang signifikan (nyata) dengan proses adopsi.

Menurut Lionberger (1991) bahwa sifat sasaran yang mencakup luas usaha tani, tingkat pendapatan, umur, tingkat partisipasi dalam kelompok, aktivitas dalam mencari informasi, sumber informasi yang dimanfaatkan, sangat mempengaruhi kecepatan seseorang untuk mengadopsi inovasi.

Hubungan Penyuluh Dengan Proses Adopsi Terhadap Pakan Buatan

Hasil analisis dari Tabel 3. yaitu menunjukkan nilai 0.403* yang menyatakan

tingkat keeratan hubungan yang cukup kuat. Nilai koefisien korelasi bernilai positif artinya mempunyai hubungan yang searah antara penyuluh dengan proses adopsi serta dapat diartikan jika penyuluh memiliki kualifikasi yang semakin baik maka proses adopsi juga akan semakin cepat. Nilai signifikan (0.027) artinya variabel penyuluh memiliki hubungan yang signifikan (nyata) dengan proses adopsi.

Menurut Rogers (1969) menegaskan bahwa proses adopsi inovasi ditentukan oleh kualitas penyuluh.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Proses adopsi terhadap pakan buatan yang ada di Desa Koto Mesjid berada pada

kategori cepat dengan waktu yang dibutuhkan 2 – 4 bulan. Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi dari komponen sifat inovasi, jenis keputusan, saluran komunikasi, sifat sasaran, dan penyuluh mempengaruhi dalam kecepatan proses adopsi terhadap pakan buatan di Desa Koto Mesjid. Faktor-faktor adopsi berdasarkan hasil analisis rank spearman memiliki

Page 35: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

27 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

hubungan yang signifikan (nyata) dengan kecepatan proses adopsi terhadap pakan buatan di Desa Koto Mesjid. Saran

Sebaiknya pembudidaya tetap mempertahankan kualitas dari pakan buatan yang

telah diadopsi supaya tetap terjaga dan bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan budidaya ikan yang mereka lakukan. Serta perlunya dukungan dan pendampingan dari penyuluh untuk tetap siap memberikan informasi terkait pakan buatan apabila pembudidaya membutuhkan informasi lebih lanjut di kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, A. 2016. Proses Adopsi Teknologi Fermentasi Jerami Padi Sebagai Pakan Sapi

Potong Pada Peternakan Rakyat Di Kabupaten Bulukamba Sulawesi Selatan. Sosiohumaniora. 18 (1): 1-9.

Hanafi, A. 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional Lionberger, H.F dan Gwin. 1991. Technology Transfers. Published by University of

Missouri University Extension. Mardikanto, T dan Sutami. 1983. Pengantar Penyuluh Pertanian dalam Teori dan Praktek.

Surakarta: Hapsara. Musyafak, A, Hazriani Suyatno, A. Sahari, dan Kilamanun. 2002. Studi Dampak

Teknologi Pertanian di Kalimantan Barat. Pontianak: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat.

Rangkuti, A.P. 2007. Jaringan Komunikasi Petani Dalam Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian. Tesis. Bogor :Sekolah Pasca Sarjana, Institit Pertanian Bogor.

Robbins, S. (1994). Organization Behavior. Australia: Prentice Ha. Rogers, E.M. 1983. Diffusion of Inovation. Third Edition. New York: The Free Press. Rogers, E.M. 1995. Diffusion of Innovation. 4th edition. New York: The Free Press. Sadono, D. 2008. Pemberdayaan Petani: Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian di

Indonesia. Jurnal Penyuluhan. 4 (1): 65-74. Siegel, S. (1997). Statistik Non Parametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: PT. Gramedia. Singarimbun, M dan Effendi. 1989. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3S. 129 hal. Soewardi, H. 1987. Kebangkitan Kelompok Tani. Jakarta: Bimas. http://m.riaupos.co/1541-spesial-serap-tenaga-kerja tempatan.html. Retrieved Oktober 13,

2013, from http://m.riaupos.co/1541-spesial-serap-tenaga-kerja-tempatan.html.

Page 36: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

28 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

AKSES DAN KONTROL TERHADAP USAHATANI RUMAH TANGGA GENERASI KEDUA PEMUKIM KEMBALI DI DESA KOTO MASJID,

KABUPATEN KAMPAR, PROVINSI RIAU

Tince Sofyani, Syafruddin Karimi, Melinda Noer Suardi Tarumun aFakultas Perikanan Universitas Riau Kampus Bina WidyaPekanbaru, 28293 Riau.

bFakultas Ekonomi, Universitas Andalas, Kampus UNAND Limau Manis Padang, 25163, Sumatera Barat

cFakultas Pertanian, Universitas Andalas, Kampus UNAND Limau Manis Padang, 25163 Sumatera Barat.

dFakultas Pertanian Universitas Riau, Kampus Bina Widya, Pekanbaru, 28293, Riau

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji :a) profil akses dan kontrol terhadap usahatani dalam penghidupan rumah tangga generasi kedua pemukim kembali di Desa Koto Masjid, Provinsi Riau; b) tingkat kesejahteraan rumah tangga generasi kedua di Desa Koto Masjid, Provinsi Riau.

Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive sampling).Populasi dalam penelitian adalah seluruh rumah tangga generasi kedua yang melakukan pernikahan di Desa Koto Mesjid.Jumlah sampel 62 rumah tangga.Hasil penelitian menunjukkan: 1) terdapat perbedaan akses dan kontrol terhadap aspek sumberdaya dan tahapan kegiatan usahatani antara laki-laki (suami) dan perempuan (istri); dan 2) sebagian rumah tangga di Desa Koto Masjid tergolong rumah tangga miskin. Dampak pemukiman kembali menyebabkan akses perempuan (istri) terhadap lahan menjadi berkurang, yang disebabkan oleh kehilangan kegiatan usaha tani di lahan sawah sebagai akibat dari pembangunan bendungan Koto Panjang. Kemiskinan yang dialami rumah tangga di Desa Koto Masjid sebagian besar disebabkan oleh keterbatasan luas pemilikan lahan.

Kata kunci :generasi kedua, penghidupan, kesejahteraan, pemukim kembali, akses, kontrol

PENDAHULUAN

Latar Belakang Pemindahan paksa penduduk untuk tujuan kemajuan ekonomi melalui

proyek-proyek pembangunan mengacu pada konsep yang lebih luas Development-Induced Displacement and Resettlement (DIDR).Secara global, pemindahan penduduk akibat pembangunan dan pemukiman kembali terjadi pada skala besar, menggusur sekitar 10 juta orang setiap tahun (Bisht, 2009). Pemindahan paksa lebih dari sekedar relokasi fisik orang; memiliki potensi untuk menghancurkan kehidupan masyarakat secara ekonomi, fisik, budaya dan sosial, menyebabkan pemiskinan generasi sekarang dan masa depan (Maldonado,2012).

Faktor penting yang mempengaruhi rehabilitasi pengungsi adalah karakteristik aset dari lima modal penghidupan penting sebelum dan setelah pemukiman kembali, termasuk alam, manusia, fisik, finansial, dan modal sosial (Blaikie et al., 1994; Chambers, 1995; Chambers dan Conway, 1992; De Haan, 2000). Rumah tangga yang memiliki lahan dan sumber daya alam lainnya bisa menerima kompensasi yang lebih tinggi.Oleh karena itu mereka memulai pemukiman kembali dalam keadaan yang lebih baik daripada yang lain (Karimi dan Taifur, 2013).Akibatnya, pemukiman kembali mungkin menghasilkan baik pemenang dan pecundang (Fujikura dan Nakayama,2013).

Pembangunan bendungan PLTA sangat mempengaruhi mata pencaharian masyarakat dan masyarakat yangdipindahkan secara paksa. Meskipun beberapa studi

Page 37: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

29 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

mengakui perkembangan positif dalam komunitas pengungsi setelah dipindahkan (Agnes et al.,2009;Nakayama et al.,1999; Scudder, 2005).Laporan mayoritas menklaim DIDR menyebabkan dampak negatif yang besar untuk orang-orang yang dipindahkan, bahkan jangka panjang (Gebre, 2003; Karimi dan Taifur, 2013; McDowell,1996; Roy,1999;Satyanarayan, 1999). DIDR menyebabkan kerusakan dalam kapasitas produksi, pendapatan, budaya, dan kesejahteraan (Bartolome, et al., 2000; Cernea, 2003; Scudder, 1997; Ty et al., 2014.; Wilmsen, 2011). Perumusan Masalah

Bendungan PLTA Koto Panjang terletak di Kecamatan XIII Koto Kampar

merupakan proyek pembangkit listrik tenaga air dengan daya terpasang sebesar 114 MW.Pembangunan bendungan ditujukan untuk pemenuhan sumber energi listrik di wilayah tengah Sumatera, khususnya Provinsi Riau dan Sumatera Barat.Bendunganseluas12.400 ha dibangun dengan jalan membendung aliran Sungai Kampar dan menyebabkan tenggelamnya sebanyak 10 buah desa (delapan desa di wilayah Propinsi Riau dan dua desa di wilayah Propinsi Sumatera Barat), sehingga penduduknya dipindahkan dari lokasi genangan ke pemukiman baru.

Evaluasi awal pasca proyek bendungan PLTA Koto Panjang pada tahun 2004 menyatakan lebih dari 67,8% dari para pemukim kembali dilaporkan memiliki kondisi hidup yang lebih buruk, hanya 18,2% dari para pemukim kembali memiliki kondisi hidup yang lebih baik. Pada dua desa, Koto Masjid dan Pulau Gadang lebih dari 50% dari pemukim kembali mengalami kondisi hidup yang lebih (JBIC,2004).

Keluarga yang melangsungkan pernikahan di pemukiman baru merupakan kelompok masyarakat yang paling dirugikan dengan adanya pemindahan ke lokasi pemukiman baru, karena mereka tidak mendapat jatah rumah dan lahan pertanian. Keluarga baru yang terbentuk di pemukiman baru merupakan anak (generasi kedua) dari Kepala Keluarga yang direlokasi.Keluarga baru ini dikenal dengan istilah pecahan KK.Jika di pemukiman lama, setelah menikah mereka bisa memanfaatkan tanah ulayat yang terdiri dari hutan basah (rawa) dan hutan kering untuk dijadikan ladang, di pemukiman baru tidak ada lagi tanah ulayat kaum.Semua lahan yang diperuntukkan untuk lokasipemindahan warga relokasi sudah dibagi-bagikan kepada seluruh warga berdasarkan jumlah KK yang ada.Pecahan KK tidak mendapatkan jatah lahan pertanian. Pemerintah tidak mencadangkan tanah untuk jatah Pecahan KK yang tidak memiliki lahan pertanian atas nama mereka sendiri. Mereka yang berstatus sebagai Pecahan KK menganggap bahwa kebijakan pemerintah kurang bijaksana dan kurang berpikir secara jangka panjang.(Witrianto, 2014).

Bendungan adalah salah satu proyek infrastruktur yang berumur paling panjang, sehingga dampak sosial dapat dipertimbangkan selama seluruh kerangka waktu operasional dari bendungan (misalnya, Takesada (2009) telah mempelajari dampak sosial bendungan Ikawa Jepang 50 tahun setelah pemukiman kembali. Bahkan, bendungan mungkin berjalan selama lebih dari 100 tahun, misalnya pembangunan bendungan Theodor Roosevelt yang masih berfungsi di Arizona yang dibangun 104 tahun yang lalu (SRP, 2015), sedangkan pembangkit listrik tenaga batu bara hanya bisa bertahan selama 30 tahun (Cleetus et al., 2012).

Bendungan Koto Panjang telah beroperasi selama 20 tahun.Dampak perpindahan pemukiman akibat pembangunan bendungan Koto Panjang juga dialami oleh generasi kedua pemukimkembali. Dalam kondisi keterbatasan ketersediaan sumber daya lahan di lokasi pemukim kembali, bagaimanakah profil akses dan kontrol rumah tangga generasi

Page 38: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

30 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

kedua terhadap usahatani ?Bagaimanakah penghidupan rumah tangga generasi kedua di Desa Koto Mesjid?

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam studi ini sebagai berikut : 1. Bagaimanakah profil akses dan kontrol terhadap usahatani rumah tangga generasi

kedua di Desa Koto Mesjid ? 2. Bagaimanakah tingkat kesejahteraan rumah tangga generasi kedua di Desa Koto

Mesjid ?

Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah mengkaji profil akses dan kontrol terhadap

usahatani dalam penghidupan rumah tangga generasi kedua pemukim kembali di Desa Koto Masjid, ProvinsiRiau. Tujuan spesifik penelitian adalah sebagai berikut : 1. Mengkaji profil akses dan kontrol terhadap usahatani rumah tangga generasi kedua di

Desa Koto Mesjid 2. Mengkaji tingkat kesejahteraan rumah tangga generasi kedua di Desa Koto Masjid.

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Koto Mesjid dalam wilayah Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau pada bulan Februari 2016 sampai Maret 2017.Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja(purposive). Metode Penelitian dan Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan berupa survey.Data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu data primer dan data sekunder.Data primer dikumpulkan melalui pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui survei rumah tangga.Pendekatan kualitatif dilakukan melalui wawancara mendalam terhadap informan, wawancara semi terstruktur melalui diskusi kelompok dan pengamatan partisipatif yang melibatkan masyarakat desa. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian adalah seluruh rumah tangga generasi kedua yang melakukan pernikahan setelah relokasi di Desa Koto Mesjid.Berdasarkan data dari Kantor Kepala Desa Koto Mesjid diperoleh jumlah rumah tangga/pecahan KK di Desa Koto Mesjid sebanyak 74 KK.Berdasarkan populasi rumah tangga generasi kedua di kedua desa penelitian, maka jumlah sampel diambil berdasarkan rumus Slovin dengan tingkat kesalahan (eror) lima persen, berikut disajikan Rumus Slovin:

Keterangan: n: Jumlah Contoh (rumah tangga) N: Jumlah Populasi (rumahtangga) e: Tingkat kesalahan(5%)

Page 39: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

31 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Dari hasil perhitungan dengan rumus Slovin, diperoleh nilai n untuk rumah tangga petani di Desa Koto Mesjid sebanyak 62 KK.Desa Koto Mesjid terdiri atas empat dusun, pengambilan sampel dilakukan pada masing-masing dusun. Analisis Data Analisis Gender

Analisis gender digunakan untuk mengidentifikasi permasalahan gender dalam aspek profil akses dan kontrol kepala rumah tangga dan pasangannya dalam usahatani dengan mempergunakan teknik analisis Harvard yang sering diistilahkan sebagai GFA (Gender FrameworkAnalysis). Secara kuantitatif pola relasi gender petani dalam melakukan kegiatan usahatani ditunjukkan dalam bentuk nilai Indeks Keadilan dan Kesetaraan Gender (IKKG).Secara matematis, angkaIKKG dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Po/(1-Po) IKKG = ----------

P1/(1-P1)

(Po)=Proporsi perempuan yang mempunyai karakteristik tertentu (1-Po)=Proporsi perempuan yang mempunyai karakteristik tertentu (P1)=Proporsi laki-laki yang mempunyai karakteristik yang sama (1-P1)=Proporsi laki-laki yang mempunyai karakteristik lainnya Untuk memudahkan pengklasifikasian tingkat relasi gender dalam akses terhadap usaha tani dan tingkat relasi gender dalam kontrol terhadap usahatani digunakan kriteria sebagaimana disajikan pada Tabel1.

Tabel 1. Indeks Kesetaraan dan Keadilan Gender (IKKG)

No. IKKG Kriteria Keterangan 1. 0.00 > IKKG ≤ 0.50 Ketimpangan Gender Dominan Laki-laki 2. 0.50 > IKKG ≤ 1.00 Kesetaraan Gender Laki-laki setara perempuan 3. IKKG > 1.00 Ketimpangan Gender Dominan Perempuan

Pola relasi gender dalam usaha tani di Desa Koto Mesjid dilihat dari tingkat akses

dan kontrol kepala rumah tangga dan pasangannya terhadap sumberdaya lahan yang dimiliki dan tahapan kegiatan usaha tani yang dilakukan. Profil akses dan kontrol rumah tangga terhadap sumberdaya dan tahapan kegiatan usahatani dianalisis secara kuantitatif berdasarkan persentase laki-laki dan perempuan dalam akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan tahapan kegiatan usaha tani. Analisis Tingkat Kesejahteraan RumahTangga

Tingkat kesejahteraan rumah tangga generasi kedua pemukim kembali dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan pendapatan rumah tangga dengan garis kemiskinan BPS Kabupaten Kampar Tahun 2015 sebesar Rp360.324/kapita/bulan.

Page 40: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

32 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Rumah Tangga Generasi Kedua

Desa Koto Masjid adalah salah satu desa pemukiman kembali di kawasan waduk PLTA Koto Panjang.Penduduk Desa Koto Masjid sebelum direlokasi berasal dari Desa Pulau Gadang. Setiap kepala keluarga dari Desa Pulau Gadang yang direlokasi ke Desa Koto Masjid memperoleh kompensasi dari pemerintah dengan pemberian jatah lahan kebun karet 2 hektar, lahan pemukiman 0,5 hektar serta disediakan rumah kayu ukuran 6x6 m2. Penduduk yang berstatus belum menikah tidak memperoleh kompensasi dari pemerintah, sehingga rumah tangga baru/keluarga yang terbentuk di pemukiman baru yang merupakan anak (generasi kedua) dari Kepala Keluarga yang direlokasi tidak memperoleh kompensasi.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap rumah tangga generasi kedua di Desa Koto Masjid bahwa di pemukiman lama mereka (Desa Pulau Gadang) menunjukkan terdapat pola pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan. Kaum lelaki adalah penyadap getah karet, dan kaum perempuan bekerja di sawah sebagai petani padi. Sesuai dengan budaya setempat yang menganut sistem matrialchaat yaitu lahan sawah secara turun temurun diwariskan kepada garis keturunan perempuan. Pengolahan lahan sawah dikerjakan oleh kaum perempuan secara berkelompok dengan sistem gotong royong yang dikenal dengan nama‘batobo’. Satu kelompok tani batobo terdiri dari 10 sampai 15 orang. Menurut penuturan responden, saat mereka bermukim di desa lama, kebutuhan pangan (beras) rumah tangga berasal dari hasil usaha tani di lahan sawah. Tenggelamnya lahan sawah akibat pembangunan bendungan Koto Panjang menyebabkan kelembagaan batobo tidak ditemukan lagi di Desa Koto Masjid, karena lokasi pemukiman yang berupa lahan kering tidak memungkinkan mereka untuk bertanam padi. Kondisi ini menyebabkan kaum perempuan kehilangan aktivitas matapencaharian sebagai petani padi sawah di desa penelitian.

Pemindahan ke lokasi baru, membuat perubahan yang sangat signifikan dari pola kehidupan masyarakat, hasil kompensasi dari kebun karet karena pembangunan kawasan waduk Koto Panjang belum dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam waktu yang lama, sehingga kehidupan ekonomi masyarakat semakin menurun, masyarakat terus mengalami penurunan kualitas kehidupan ekonomi mereka. Sebagian dari masyarakat menjual lahan mereka pada sesama pemukim kembali yang kondisi ekonominya lebih baik.

Pada awalnya beberapa orang masyarakat mulai mencoba mengembangkan usaha kolam budidaya ikan patin, walau sebenarnya wilayah ini kurang layak untuk dikembangkan usaha perikanan karena tidak adanya irigasi dan sumber air utama. Namun, sejak ditemukannya sumber mata air berupa air bawah tanah dengan pemanfaatan air melalui sumur bor (artesis), usaha budidaya ikan air tawar menunjukkan perkembangan yang pesat. Desa Koto Mesjid berubah menjadi salah satu kawasan budidaya air tawar di Kabupaten Kampar.Saat ini Desa Koto Mesjid menjadi sentra produksi budidaya ikan patin di Provinsi Riau.

Sumber pendapatan yang dominan diperoleh rumah tangga generasi kedua di Desa Koto Masjid menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama rumah tangga generasi kedua dalam mencari nafkah.Lahan yang diusahakan oleh rumah tangga generasi kedua berasal dari lahan kompensasi dari pemerintah yang diterima orang tua dari rumah tangga generasi kedua. Sebagian rumah tangga generasi awal pemukim kembali telah membagi lahan yang dimiliki kepada anak-anak mereka untuk dikelola, namun status pemilikan lahan masih atas nama orang tua dari generasi kedua. Menurut pengakuan dari responden, mereka tidak mengurus surat sertipikat tanah atas nama

Page 41: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

33 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

mereka karena biaya untuk mengurus sertipikat tanah mahal di samping itu juga untuk mengurusnya memakan waktu yang panjang.Sebagian rumah tangga generasi kedua di Desa Koto Masjid (19%) berstatus sebagai penyakap. Kondisi ini disebabkan karena sebagian orang tua dari rumah tangga generasi kedua yang sebelumnya memiliki lahan sendiri namun kemudian menjual lahannya karena desakan faktor ekonomi dalam rumah tangga.

Akses dan Kontrol terhadap Usahatani

Pada Tabel 2 dapat dilihat perbedaan posisi antara laki-laki dan perempuan dalam akses dan kontrol mereka terhadap beragam sumberdaya dan tahapan kegiatan usahatani. Dominasi laki-laki dalam akses dan kontrol terhadap sumberdaya terlihat yaitu sebanyak 8 dari 9 akses dan kontrol, dibandingkan dengan hanya satu didominasi oleh perempuan yaitu hasil panen. Tabel 2. Akses dan Kontrol Laki-laki dan Perempuan Terhadap Sumberdaya dan Tahapan

Kegiatan Usahatani di Desa Koto Mesjid

Sumberdaya dan tahapan kegiatan

usahatani

Akses

Kontrol

Gabungan Akses & Kontrol

IKKG Kategori IKKG Kategori A. Sumber Daya 1. Lahan 0.22 DL 0,16 DL DL-DL 2. Modal 0,30 DL 0,34 DL DL-DL 3. Pendidikan 0,33 DL 0,29 DL DL-DL 4. Sarana produksi 0,04 DL 0,06 DL DL-DL 5. Kredit 0,21 DL 0,05 DL DL-DL 6. Hasil panen 7,89 DP 2,98 DP DP-DP 7. Informasi/ media 0,26 DL 0,69 BS DL-BS 8. Pelatihan 0,11 DL 0,04 DL DL-DL 9.Penyuluhan Pertanian

0,02

DL

0,02

DL

DL-DL

B. Tahapan Kegiatan

1.Pengolahan tanah 0,09 DL 0,02 DL DL-DL 2.Pembibitan 0,35 DL 0,16 DL DL-DL 3.Pemupukan 0,29 DL 0,16 DL DL-DL 4. Perawatan/ pemeliharaan Tanaman

0,61

BS

0,68

BS

BS-BS

5. Pengendalian hama dan penyakit

0,09

DL

0,02

DL

DL-DL

6. Pengolahan pasca panen

1,02

DP

1,33

DP

DP-DP

7.Pemasaran hasil Panen

1,96

DP

1,14

DP

DP-DP

Keterangan : L : Laki-laki (suami) P : Perempuan (istri)

Page 42: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

34 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

DL= Dominan laki-laki ; DP= Dominan perempuan; BS = Bersama Perbedaan akses dan kontrol terhadap sumberdaya usahatani antara laki-laki

dan perempuan disebabkan pengaruh budaya dan stereotipe pembagian kerja /tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang berlaku dimasyarakat. Pekerjaan yang sifatnya memerlukan tenaga fisik, masih didominasi oleh laki-laki.Sebaliknya, untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya tidak begitu memerlukan tenaga fisik, namun membutuhkan ketelitian dankejujuran, dan bersifat pelayanan didominasi oleh perempuan.

Berdasarkan tahapan kegiatan usahatani, dari tujuh tahap usahatani didominasi laki-laki sebanyak empat tahap yaitu pengolahan tanah, pembibitan, pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit. Petani perempuan hanya memiliki dua peran dominan yaitu pengolahan hasil panen dan pemasaran.

Pola relasi gender secara kuantitatif ditunjukkan dalam bentuk angka Indeks Kesetaraan dan Keadilan Gender (IKKG). Indeks kesetaraan dan keadilan gender dalam usahatani di Desa Koto Masjid dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan nilai IKKG yang diperoleh menunjukkan ketimpangan gender terjadi baik pada aspek sumber daya maupun pada tahapan kegiatan usahatani. Kesetaraan gender terdapat pada tahapan kegiatan usahatani yakni pada kegiatan perawatan/pemeliharaan tanaman. Artinya merawat dan memelihara tanaman dilakukan secara bersama-sama oleh laki-laki dan perempuan.Hal ini karenakegiatan perawatan/pemeliharaan tanaman secara fisik dapat dikerjakan bersama.Selain itu, perempuan relatif masih mempunyai waktu disela-sela kesibukan mengerjakan kegiatandomestik.

Pada variabel pengolahan hasil panen dan pemasaran (Tabel 2) peran perempuan jauh lebih dominan daripada laki-laki. Dalam hal pengolahan hasil panen usaha budidaya ikan dalam kolam, karena dilakukan di rumah dapat dikerjakan sewaktu-waktu, sehingga laki-laki juga memungkinkan terlibat dalam kegiatan ini setelah mereka selesai mengerjakan kegiatan di kebun karet. Kegiatan pemasaran didominasi oleh perempuan karena sudah menjadi kebiasaan yang ada di daerah penelitian bahwa pemasaran memang menjadi tugas dan kewenangan perempuan.

Kondisi Relasi Gender Rumah Tangga

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, dapat digambarkan

kondisi relasi gender aspek sumberdaya dalam usaha tani di Desa Koto Masjid. Tabel 3. Kondisi Relasi Gender Aspek Sumberdaya Usahatani

Aspek Sumberdaya Internal Eksternal Kondisi Relasi Gender Saat Ini Variabel 1. Lahan 2. Modal 3. Pendidikan 4. Sarana produksi 5. Kredit 6. Pelatihan 7. Penyuluhanpertanian 8. Informasi/media 9. Hasil panen

√ - √ - - -

- -

-

√ √ √ √ √ √ √

-

DL-DL DL-DL DL-DL DL-DL DL-DL DL-DL DL-DL DL-BS DP-DP

Keterangan : L : Laki-laki (suami) ; P : Perempuan (istri) DL= Dominan laki-laki ; DP= Dominan perempuan; BS = Bersama

Page 43: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

35 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan ada tiga variabel yang termasuk kategori variabel internal, yaitu: lahan, pendidikan dan hasil panen. Khusus variabel pendidikan disamping termasuk kategori internal juga termasuk variabel eksternal.Variabel lahan dalam hal penentuan jenis penggunaan dan pemanfaatan lahan, termasuk dalam kategori internal karena besar kecilnya akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap variabel ini sepenuhnya menjadi kewenangan petani. Dengan kata lain, konstruksi budaya masyarakat yang akan menentukan apakah laki-laki dan perempuan punya akses dan kontrol atau tidak. Hal serupa juga berlaku untuk variabel hasil panen.Akses dan kontrol terhadap variabel pendidikan selain memerlukan upaya dari rumah tangga petani (masyarakat) itu sendiri untuk memperoleh akses dan kontrol yang setara,juga dibutuhkan peran pemerintah dalam bentuk intervensi kebijakan agar laki- laki dan perempuan memiliki akses dan kontrol yang setara terhadap variable pendidikan. Intervensi kebijakan dari pemerintah dapat difasilitasi dalam bentuk penyediaan sarana dan prasarana, program pendidikan dan pelatihan untukperempuan.

Akses dan kontrol terhadap variabel modal, sarana produksi, kredit, pelatihan, penyuluhan pertanian, dan informasi/media, termasuk dalam kategori variabel eksternal. Variabel penyuluhan pertanian termasuk dalam kategori eksternal karena akses dan kontrol terhadap variabel ini lebih ditentukan oleh pihak luar/bukan petani.Program penyuluhan pertanian baik dalam hal materi, waktu pelaksanaan, maupun peruntukkannya cenderung diarahkan untuk kelompok petani laki-laki. Agar petani perempuan juga memiliki akses dan kontrol yang setara terhadap variabel ini diperlukan kebijakan dari pihak luar (pemegang kewenangan) penyuluhanpertanian untuk memperhatikan kelompok petani perempuan. Kondisi yang sama juga terjadi pada variabel pelatihan, kredit, dan modal.

Tabel 4. Kondisi Relasi Gender Aspek Tahapan Kegiatan Usahatani

Aspek Tahapan kegiatan usahatani Internal Eksternal Kondisi Relasi

Gender Saat Ini

Variabel 1.Pengolahantanah 2.Pembibitan 3.Pemupukan 4. Perawatan/pemeliharaantanaman 5. Pengendalian hama danpenyakit 6. Pengolahan pasca panen 7. Pemasaran hasil

√ √ √ √ √ √ √

- - √

- √

- -

DL-DL DL-DL DL-DL BS-BS DL-DL DP-DP DP-DP

Keterangan : L : Laki-laki (suami) P : Perempuan (istri) DL= Dominan laki-laki ; DP= Dominan perempuan; BS = Bersama

Berdasarkan kondisi pola relasi gender yang terjadi saat ini yang ditunjukkan dengan nilai IKKG, dapat dirumuskanarahan kebijakan untuk memperbaiki ketidaksetaraan gender di lokasi penelitian. Pada IKKG yang termasuk klasifikasi dominan laki-laki (DL) maka arahan kebijakan yang diperlukan adalah upaya peningkatan peran perempuan pada aspek akses maupun kontrol terhadap sumberdaya dan tahapan kegiatanusahatani.

Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4 dapat diketahui bahwa terdapat 11 variabel akses dan kontrol perempuan yang perlu ditingkatkan.Variabel tersebut berasal dari aspek sumberdaya sebanyak tujuh variabel dan tahapan kegiatan usahatani

Page 44: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

36 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

sebanyakempat variabel.Peran laki-laki perlu ditingkatkan padavariabel hasil panen, pengolahan hasil panen, dan pemasaran.

Kesejahteraan Rumah Tangga

Berdasarkan garis kemiskinan BPS Kabupaten Kampar tahun 2015 sebesar Rp 360.324/kapita/bulan, diperoleh hasil sebesar 85,48% dari rumah tangga generasi kedua pemukim kembali di Desa Koto Masjid termasuk kategori rumah tangga sejahtera, sisanya sebesar 14, 52 % dari rumahtangga termasuk kategori tidak sejahtera.

Tabel 5. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Generasi Kedua di Desa Koto Masjid

berdasarkan Kriteria Garis Kemiskinan BPS Kriteria Kesejahteraan Persentase Rumah Tangga

(%) Tidak Sejahtera Sejahtera

14,52 85,48

Rata-rata pendapatan/kapita/bulan 1.261.386

Sebaran rumah tangga generasi kedua menurut pendapatan rumah tangga perbulan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat dilihat Tabel 6.

Tabel 6.Sebaran Rumah Tangga (%) menurut Pendapatan Rumah Tangga per bulan dan

Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga.

Pendapatan Rumah Tangga

(Rp/bulan)

Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Tidak Sejahtera

Sejahtera

Rp 1000.000 – Rp 2.000.000

3,23 -

Rp 2000.001 – Rp 3.000.000

11,29 12,90

Rp 3000.001 – Rp 4.000.000

- 19,35

Rp 4000.001 – Rp 5.000.000

- 9,68

>Rp 5.000.000 - 43,55 Jumlah 14,52 85,48 Total 100

Berdasarkan data pada Tabel 6 rumah tangga generasi kedua yang tergolong tidak

sejahtera di Desa Koto Masjid adalah rumah tangga yang memperoleh pendapatan dengan kisaran Rp 1000.000-Rp 2.000.000 per bulan. Selanjutnya, kelompok rumah tangga yang tergolongtidak sejahtera di Desa Koto Masjid berasal dari rumah tangga dengan pendapatan antara Rp 2.000.001-Rp3.000.000 sebanyak 11,29 %. Akan tetapi terdapat juga dalam kelompok pendapatan ini rumah tangga yang tidak tergolong miskin.Kondisi ini menunjukkan bahwa penyebab kemiskinan rumah tangga terutama disebabkan oleh besarnya jumlah tanggungan rumah tangga.Pada kelompok ini kisaran jumlah tanggungan rumah tangga 5-7 orang.Besarnya jumlah tanggungan keluarga berpengaruh terhadap pengeluaran rumah tangga atau biaya hidup (cost of living), baik untuk konsumsi makanan

Page 45: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

37 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

maupun untuk konsumsi non makanan.Jumlah tanggungan rumah tangga yang besar berimplikasi kepada kemampuan rumah tangga untuk membiayai keluarganya, terutama dalam memenuhi kebutuhan makanan dan bukan makanan, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, transportasi, rekreasi dan biaya sosial lainnya yang melekat pada dirinya. Implikasi dari temuan ini adalah bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya keluarga kecil dan sejahtera. Oleh karena itu, perlu mengaktifkan atau mengintensifkan kembali program keluarga berencana (KB) yang sedang mengalami kemunduran sejak era otonomi daerah dilaksanakan. Di samping itu, peningkatan kualitas dan kuantitas penyuluhan akan pentingnya keluarga kecil dan sejahtera yang dibarengi dengan perbaikan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan ibu dan anak mutlak dilakukan untuk menekan pertumbuhan penduduk terutama bagi rumah tangga miskin.

Lahan yang diusahakan rumah tangga di Desa Koto Masjid berasal dari lahan yang diberikan oleh pemerintah kepada rumah tangga pemukim kembali yang direlokasi ke Desa Koto Masjid. Dalam hal ini, lahan yang diusahakan oleh rumah tangga generasi kedua berasal dari lahan kompensasi dari pemerintah yang diterima orang tua dari rumah tangga generasi kedua. Sebagian rumah tangga generasi awal pemukim kembali telah membagi lahan yang dimiliki kepada anak-anak mereka untuk dikelola, namun status pemilikan lahan masih atas nama orang tua dari generasi kedua. Menurut pengakuan dari responden, mereka tidak mengurus surat sertipikat tanah atas nama mereka karena biaya untuk mengurus sertipikat tanah mahal di samping itu juga untuk mengurusnya memakan waktu yang panjang.

Sebagian rumah tangga generasi kedua di Desa Koto Masjid (19%) berstatus sebagai penyakap. Kondisi ini disebabkan karena sebagian orang tua dari rumah tangga generasi kedua yang sebelumnya memiliki lahan sendiri namun kemudian menjual lahannya karena desakan faktor ekonomi dalam rumah tangga.Sebaran rumah tangga generasi kedua menurut luas penguasaan lahan dan tingkat kesejahteraan rumah tangga dapat dilihat Tabel 7.

Tabel 7.Sebaran Rumah Tangga (%) menurut Luas Penguasaan Lahan dan Tingkat

Kesejahteraan Rumah Tangga di Desa Koto Masjid Penguasaan Lahan (ha)

Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga

Tidak Sejahtera

Sejahtera

0 - < 0,5 ha - 9,68 0,5 – 1,0 ha 14,52 45,16 > 1,00 ha - 30,65 Jumlah 14,52 85,48

Total 100 Berdasarkan Tabel 7 terdapat 9,68 % rumah tangga di Desa Koto Masjid termasuk

kategori rumah tangga dengan penguasaan lahan berkisar antara 0-<0,5 ha, tetapi dikategorikan sebagai rumah tangga sejahtera. Kondisi ini disebabkan karena rumah tangga yang tergolong kelompok rumah tangga yang berlahan sempit atau tidak menguasai lahan ini adalah rumah tangga yang bermatapencaharian diluar usahatani/non pertanian yaitu bekerja sebagai pedagang dan sebagai pegawai negeri sipil (PNS).Berdasarkan keadaan ini terlihat bahwa, tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga, tidak selalu tergantung kepada luas lahan yang diusahakan.Bagi rumah tangga yang bermatapencahariandiluar sektor pertanian, lahan tidak termasuk faktor produksi dalam matapencaharian. Di lain pihak, bagi rumah tangga yang bermatapencaharian di sektor pertanian, lahan merupakan faktor produksi utama.

Page 46: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

38 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Hal lain yang dapat dijelaskan dari data pada Tabel 7 bahwa pada kelompok rumah tangga dengan penguasaan lahan antara 0,5 -1,0 ha, terdapat 14,52 % rumah tangga yang termasuk kategori tidak sejahtera, tetapi pada kelompok luas lahan yang sama juga terdapat rumah tangga di Desa Koto Masjid yang termasuk kategori sejahtera. Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani disamping dipengaruhi oleh luas lahan yang diusahakan, juga dipengaruhi oleh jenis komoditas yang diusahakan.

Rumah tangga generasi kedua di Desa Koto Masjid, sebagian besar (58,06%) memiliki mata pencaharian utama sebagai petani karet. Mata pencaharian utama lainnya yang dominan dilakukan rumah tangga generasi kedua dalam bidang perikanan, yaitu 30,65 % bekerja dalam usaha budidaya ikan. Pada Tabel 8 disajikan sebaran rumah tangga berdasarkan jenis pekerjaan kepala rumah tangga dan tingkat kesejahteraan.

Tabel 8. Sebaran Rumah tangga (%) menurut Jenis Pekerjaan Utama dan Tingkat

Kesejahteraan Jenis Pekerjaan Utama Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga

Tidak Sejahtera

Sejahtera

Petani 14,52 43,54 Perikanan - 30,65 Peternak - 1,61 Pedagang - - PNS - 9,68 Jumlah 14,52 85,48 Total 100

Rumah tangga yang bekerja sebagai PNS 9,68% dan sebanyak 1,61 % rumah

tangga bekerja sebagai peternak ayam. Disamping pekerjaan utama, sebagian besar rumah tangga generasi kedua di Desa Koto Masjidmemiliki mata pencaharian sampingandalam usaha budidaya ikan,dimana suami melakukan usaha budidaya ikan patin dalam kolam dan istri bekerja sebagai pengolah ikan patin. Pekerjaan sampingan dilakukan rumah tangga setelah kegiatan menderesdi kebun karet. Tabel 8 mengungkapkan bahwa 14,52 % rumah tangga yang termasuk kategori tidak sejahtera di Desa Koto Masjid mempunyai mata pencaharian utama sebagai petani karet, sedangkan rumah tangga yang memiliki mata pencaharian utama di bidang perikanan, peternak dan sebagai PNS termasuk kategori sejahtera.

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 6; Tabel 7; dan Tabel 8 dapat diketahui bahwa rumah tangga yang tergolong tidak sejahtera di Desa Koto Masjid adalah rumah tangga dengan luas lahan berkisar antara 0,5-1ha, pekerjaan utama sebagai petani karet dengan pendapatan rumah tangga berkisar Rp 1.000.000- Rp 3.000.000.

Berdasarkan faktor-faktor penyebab kemiskinan yang dialami rumah tangga generasi kedua di Desa Koto Masjid, maka dapat diketahui bahwa kemiskinan yang dialami sebagian rumah tangga generasi kedua pemukim kembali di Desa Koto Masjiddisebabkan oleh semakin kecilnya luas penguasaan lahan yang diusahakan. Rumah tangga generasi kedua yang mengelola lahan yang lebih luas menunjukkan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dan mereka lebih mampu mengembangkan usahataninya melalui pengembangan usaha budidaya ikan patin.Rumah tangga generasi kedua yang mengelola lahan lebih kecil, tidak mempunyai kemampuan untuk mengembangkan usaha diluar usaha kebun karet, karena keterbatasan modal untuk pengembangan usaha diluar usaha kebun karet.

Page 47: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

39 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Sebagian besar (85,48%) rumah tangga generasi kedua di Desa Koto Masjid tergolong rumah tangga dengan tingkat kehidupan yang lebih baik (sejahtera), hanya sebesar 14,52 % dari rumah tangga generasi kedua yang tergolong tidak sejahtera. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Karimi et al., (2005) yang menjelaskan bahwa masyarakat yang kesejahteraannya cendrung meningkat terkait dengan pengenalan budidaya ikan di Koto Masjid: 36% dari penduduk terlibat dalam pembudidayaan ikan sebagai sumber pendapatan sekunder. Dengan demikian berdasarkan hasil penelitian ini, maka rekomendasi kebijakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah bagaimana menjamin agar lahan yang dikelola rumah tangga generasi kedua agar tetap ada dan terpelihara,karena sebagian besar matapencaharian rumah tangga generasi kedua adalah sebagai petani. Hasil survei juga mendukung kesimpulan ini karena rumah tangga petani yang miskin atau berpenghasilan rendah pada umumnya adalah mereka yang mengelola lahan dengan luas 0,5 – 1 ha. Untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangga generasi kedua, peran pemerintah diperlukan dalam bentuk pemberian kredit usaha tani.Melalui bantuan kredit diharapkan rumah tangga petani dapat melakukan diversifikasi usaha, tidak hanya tergantung pada komoditi karet yang selama ini menjadi sumber matapencaharian mereka.

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Berdasarkan analisis gender terhadap rumahtangga generasi kedua pemukim kembali di Desa Koto Masjid dan Desa Pongkai Istiqomah diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan akses dan kontrol terhadap aspek sumberdaya dan tahapan kegiatan usahatani antara laki-laki (suami) dan perempuan (istri). Dalam aspek sumberdaya, laki-laki (suami) lebih dominan dalam akses dan kontrol terhadap lahan, modal, pendidikan, sarana produksi, kredit, pelatihan, dan penyuluhan pertanian. Perempuan (istri) lebih dominan dalam akses dan kontrol terhadap hasil panen. Dalam aspek tahapan kegiatan usaha tani, laki-laki (suami) lebih dominan dalam pengolahan tanah, pembibitan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit. Perempuan (istri) lebih dominan dalam pengolahan hasil panen dan pemasaran hasil tanaman.

2. Pemukiman kembali sebagian besar memberikan kesejahteraan pada rumah tangga generasi kedua di Desa Koto Masjid. Hanya sebagian kecil menyebabkan kemiskinan.

DAFTAR PUSTAKA

Agnes, R. D., Solle, M. S., Said, A., & Fujikura, R. (2009). Effects of Construction ofthe Bili-Bili dam (Indonesia) on Living Conditions of Former Residents and Their Patterns of Resettlement and Return. International Journal of Water Resources Development, 25(3), 467-477.

Akbar, A. (2005). DampakPembangunan PLTA Koto PanjangterhadapPengembangan Wilayah di Kecamatan XIII Koto Kampar, Riau.Tesis Program StudiPerencanaan Pembangunan Wilayah danPerdesaan.Universitas Sumatera Utara.

Ashley, C. and Hussein, K. (2000): Developing Methodologies for Livelihood Impacts Assessment. Experience of the African Wildlife Foundation in East Africa

Bartolome, L.J., de Wet, C., Mander, H., Nagaraj, V.K., (2000). Displacement, Resettlement, Rehabilitation, Reparation, and Development. WCD Thematic Review I.3 prepared as an input to the World Commission on Dams. Cape Town.

Page 48: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

40 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Bisht, T.C. (2009). Development-Induced Displacement and Women:The case of the Tehri Dam, India.Asia Pacific Journal of Anthropology 10 (4), pp. 301-317.

Bui, T. M. H., & Schreinemachers, P. (2011).Resettling Farm Households in Northwestern Vietnam: Livelihood Change and Adaptation.InternationalJournal of Water Resources Development, 27(4), 769-785.

Bui, T.M.H., Schreinemachers, P., Berger T (2012). Hydropower Development in Vietnam: Involuntary Resettlement and Factors Enabling Rehabilitation, International Conference on''Sustainable Land Use and Rural Development in Mountain Areas'' Stuttgart, Germany.

Cernea, M. M.For a New Economics of Resettlement: a Sociological Critique of The Compensation Principle. International Social Science Journal 55 (175), pp. 37-46.

Cernea, M.M., Schmidt-Soltau, K., 2006. Poverty Risks and National Parks: Policy Issues in Conservation and Resettlement. World Development 34(10), 1808-1830.

Chambers, R. (1995). Poverty and Livelihoods: Whose Reality Counts?IDS Discussion Paper347. IDS: UK.

Chambers, R. and Conway, G. R. (1992). Sustainable Rural Livelihoods: Practical Concepts forthe 21st century. IDS Discussion Paper 296: UK.

Cleetus, R., Clemmer, S., Davis, E., Deyette, J., Downing, J., & Frenkel, S.(2012). Ripe for Retirement - The Case for Closing America’s Costliest Coal Plants. http://www.ucsusa.org/sites/default/files/legacy/assets/documents/clean_energy/Ripe-for-Retirement-Full-Report.pdf

De Haan. (2000) Migrants, livelihoods, and rights: The Relevance of Migration Indevelopment Police. Social Development Working Paper No.4.

Fernando (2010).Forced Relocation After The Indian Ocean Tsunami 2004.Case Study of Vulnerable Populations in Three Relocation Settlements in Galle, Sri Lanka.Graduate Research Series PHD Dissertation. Publication Series of UNU-EHS Vol. 6

Fujikura dan Nakayama. (2013). The Long Term Impacts of Resettlement Programmes Resulting from Dam Construction Projects in Indonesia, Japan, Laos, Sri Lanka and Turkey A Comparison of Land-for-Land and Cash Compensation Schemes.International Journal of Water Resources DevelopmentVol. 29, No. 1, March 2013, 4–13.

Gebre, Y. (2003). Resettlement and The Unnoticed Losers: Impoverishment Disasters Among The Gumz in Ethiopia. Human Organization, 62(1), 50-61.

JBIC.(2004)Kotapanjang Hydroelectric Power and Associated Transmission Line Project: Third Party Ex-Post Evaluation Report.

Karimi, S M.Nakayama, R.Fujikura, T. Katsurai, .Iwata, T.Mori & K.Mizutani. (2005). Post Poject Review on a Resettlement Programme of the Kotopanjang Dam in Indonesia. Water Resources Development.Vol 21. No.2, 371-384, June 2005.

Karimi, S.; Taifur, W.D. (2013). Resettlement and development: A survey of two of Indonesia’s Koto Panjang resettlement villages. Int. J. Water Resour. Dev. 2013, 29, 35–49.

Krishna, S. (2012). Redefining Sustainable Livelihoods. Women Reclaiming Sustainable Livelihoods. Spaces Lost, Spaces Gained. Gender, Development and Social Change.Series Standing Order ISBN 978–1–137–034137.Palgrave Macmillan.

Maldonado, J. (2012). Climate Change and Displacement: Human Rights and Local Knowledge as Guiding Principles for New Policy Initiatives. Climate Change and Fragile States: Rethinking Adaptation, 79.

Page 49: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

41 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

McDonald, B. D. (2006). From compensation to development: Involuntary Resettlement in the People's Republic of China. Doctor of Philosophy, The University of Melbourne, Australia, Melbourne.

McDowell, C.(2002). Impoverishment risks and livelihoods: Towards a Framework forresearch..

Nakayama, M., Gunawan, B., Yoshida, T., Asaeda, T., (1999). Resettlement Issues of Cirata Dam project: A Post-Project Review. International Journal ofWater Resources Development 15(4), 443-458.

Phonepraseuth, V (2012). 'From Resettlement to Sustainable Development: The Potential of Resettlement and Livelihood Restoration Arrangement to Achieve Livelihood Sustainability' A Case Study of Resettled Communities on The Nakai Plateau Nam Theun2 Hydropower project in Lao PDR, Thesis, Massey University

Robinson, C.W. (2003). Risks and Rights: The Causes, Consequences, and Challenges of Development-Induced Displacement. Washington DC: The Brookings Institution.

Roy, A.(1999). The Greater Common Good.New Delhi: India Book Distributors. Scudder, T.(1997).Social Impacts of Large Dam Projects.in: Dorcey, T., Steiner, A.,

Acreman, M., Orlando, B. (Eds), Large Dams. Learning from the Past, Looking at the Future. Washington DC, World Bank, pp. 41-68.

__________(2005).The Future of Large Dams: Dealing with Social, Environmental, Institutional and Political Costs. London: Earthscan Publications.

SRP.(2015). Theodore Roosevelt Dam. http://www.srpnet.com/water/dams/roosevelt.aspx Ty, P.H.; Phuc, N.Q.; van Western, A.C.M. (2014). Vietnam in the Debate on Land

Grabbing: Conversion of Agricultural Land for Urban Expansion and Hydropower Development. In The Forthcoming Book the Global Land Grab: Beyond the Hype; Kaag, M.M.A., Zommers, A., Eds.; Zed Books Ltd.: London, UK, 2014; Volume 1, pp. 135–151.

Webber, M.,McDonald, B., (2004). Involuntary Resettlement, Production and Income: Evidence from Xiaolangdi, PRC. World Development 32(4), 673-690.

Wilmsen, B. (2011). Progress, Problems, and Prospects of Dam-Induced Displacementand Resettlement in China.China Information, 25(2), 139-164.

Witrianto, S.S., (2014). Pecahan KK : Dampak Sosial Relokasi Proyek PLTA Koto Panjang di Perbatasan Sumatea Barat-Riau. Analisis Sejarah, Volume 4, No. 2, 2014 © Labor Sejarah, Universitas Andalas.

Page 50: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

42 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

PREPARASI KONSENTRAT PROTEIN IKAN TEMBAKUL (Periophtalmus, Sp) DENGAN BEBERAPA PROSES PEMANASAN

Edison, Dewita, Rahman Karnila dan Dessy Yoswaty

Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau *Korespondensi: [email protected]

ABSTRAK

Tembakul adalah ikan amfibi dan termasuk ikan endemis, sehingga tidak dapat ditemui di sembarang tempat dan hidup di habitat yang khas di wilayah pasang surut dengan pantai berlumpur yang ada tumbuhan bakaunya. Ikan ini relatif tidak termanfaatkan sebagai bahan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan cara penyediaan konsentrat protein ikan tembakul dengan kehilangan protein seminimal mungkin. Penyediaan konsentrat protein ikan dilakukan secara perebusan, pengukusan dan pemanasan basah daging ikan dan diuji kuantitas atau kehilangan protein selama proses pemanasan. Hasil penelitian diperoleh terjadi kehilangan protein sebesar 14,5; 9,9; dan 2,3 % bertutur-turut pada konsentrat protein ikan tembakul yang diolah secara perebusan, pengukusan dan pemanasan basah. Kata kunci: Periophtalmus,Sp, tembakul, konsentrat protein ikan, tepung ikan, perebusan, pengukusan, pemanasan kering.

PENDAHULUAN

Tembakul adalah ikan amfibi dan termasuk ikan endemis, sehingga tidak dapat ditemui di sembarang tempat dan hidup di habitat yang khas di wilayah pasang surut dengan pantai berlumpur yang ada tumbuhan bakaunya. Tembakul relatif tidak termanfaatkan sebagai bahan pangan, karena bentuk dan tempat hidupnya di air berlumpur, tetapi di daerah tertentu, dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan dipercaya sebagai kesehatan dan meningkat energi bagi tubuh. Padahal Tembakul merupakan ikan yang mengandung protein relatif besar yaitu sekitar 56% (Andem dan Ekpo, 2014). Namun, karena ikan sangat mudah rusak dan karena komposisi kimia bisa bervariasi, pemanfaatan ikan sebagai sumber bahan baku makanan menimbulkan masalah dalam pemrosesannya. Sekitar 70-80% daging ikan adalah protein struktural yang dapat larut dalam larutan garan netral dingin ionik, sisanya 20-30% mengandung protein sarcoplasmik yang dapat larut dalam air dan larutan buffer encer, dan dari protein struktural 2-3 % merupakan protein jaringan ikat yang tidak larut (Spinelli dan Dassow, 1982).

Protein sangat penting untuk struktur sel, fungsi antibodi untuk melawan infeksi, pengaturan enzim dan hormon, dan pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh. Protein juga merupakan produk utama dalam industri makanan, dan juga dapat disediakan dalam bentuk protein konsentrat. Menjaga atau mengurangi kehilangan protein salah satunya tergantung pada cara memprosesnya. Pemanasan yang berlebihan untuk pengeringan, seperti yang terjadi dalam produksi konsentrat protein dapat mengurangi ketersediaan protein oleh proses denaturasi atau karena proses pelarutan. Pengurangan ketersediaan sistin, lisin, arginin, treonin, dan serin dalam sumber protein yang berbeda dilaporkan sebagai konsekuensi dari perlakuan panas (Papadopulos, 1989). Kehilangan protein ikan selama proses pemanasan kering telah dipelajari oleh (Cordova Murueta et.al., 2005).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemanasan kering dan basah terhadap kehilangan protein dalam proses penyediaan konsentrat protein ikan tembakul.

Page 51: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

43 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

BAHAN DAN METODE

Ikan tembakul (Periophtalmus, Sp) dengan bobot 200– 400 gram/ekor didapat dari perairan Selat Panjang Kabupaten Meranti. Ikan segera dibawa ke laboratorium menggunakan ice box untuk mempertahankan kesegaran. Setelah proses thawing, bahagian kepala, tulang dan isi perut dibuang, dan bagian daging ikan digunakan untuk proses pembuatan konsentrat protein.

Daging ikan dikeringkan dengan menggunakan pemanasan basah (perebusan dan pengukusan) dan pemanasan kering diatas penangas air pada suhu 50oC selama 15 menit. Selanjutnya didinginkan atu dikeringkan dalam inkubator dan digerus menjadi tepung. Tepung kering ini disebut Konsentrat Protein Ikan (KPI).

Kehilangan protein akibat proses pemanasan dalam preparasi konsentrat protein ikan tersebut dihitung dari perbedaan total protein dalam bahan baku (berat kering) dari total protein yang ada dalam konsentrat protein ikan (berat kering). Proksimat dianalisa sesuai dengan metode standar (AOAC, 2002).

Semua data diperoleh dari tiga ulangan dan digunakan Analysis of Varian (ANOVA) untuk membandingkan nilai rata-rata dengan tingkat kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi kimia proksimat

Komposisi kimia proksimat Ikan Tembakul seperti yang terlihat pada Tabel 1. Ikan

Tembakul mengandung protein relatif tinggi yaitu sekitar 92,83% (berat kering). Ikan ini termasuk ikan yang berlemak rendah dimana kandungan lemaknya sekitar 1,5% (berat kering). Selanjutnya kandung abu pada ikan ini sekitar 4,54% (berat kering). Rendahnya kadar abu pada ikan karena sampel yang digunakan hanya bahagian daging saja.

Tabel 1. Komposisi proksimat Ikan Tembakul

Proksimat Persentasi (%) Air 79,13±0,01 Protein (berat kering) 92,83±0,07 Lemak (berat kering) 1,50±0,05 Abu 4,54±0,01

Didasari pada hasil analisis tersebut diatas, Ikan Tembakul dapat dijadikan sebagai

sumber protein ikan pada produk makanan.

Karakteristik tepung ikan

Tepung ikan atau konsentrat protein ikan yang diperoleh adalah berwarna kuning kecoklatan. Proses pemanasan yang berbeda akan mempengaruhi warna konsentrat protein ikan yang dihasilkan. Warna konsentrat protein ikan yang dihasilkan secara pemanasan basah lebih lembut dibandingkan dengan cara pemanasan kering. Pembentukan warna yang lebih kuat pada proses pemanasan kering dapat disebabkan oleh adanya reaksi browning.

Page 52: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

44 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

ProteinTo

tal(%)

Pengaruh suhu pemanasan pada preparasi konsentrat protein ikan Kandungan protein daging ikan tembakul setelah mengalami proses pemanasan

pada preparasi konsentrat protein ikan seperti yang terlihat pada Gambar 1, sedangkan persentase kehilangan protein selama preparasi tersebut seperti yang terlihat pada Tabel 2. Secara umum kandungan total protein dari ketiga perlakukan pemanasan pada konsentrat protein ikan masih relatif tinggi. Kandungan total protein yang tertinggi terdapat pada proses perlakuan menggunakan pemanasan kering, sedangkan pada proses pemanasan basah (perebusan dan pengukusan) relatif rendah.

Gambar 1. Kandungan protein total pada beberapa metode pemanasan

Tabel 2. Persentase kehilngan protein oleh pemanaan berbeda Pemanasan Kehilangann Protein (%)

Perebusan 14,5a Pengukusan 9,9b Panas kering 2,3c

Keterangan: Tanda huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan tidak ada beda nyata.

Penggunaan pemanasan pada preparasi konsentrat protein ikan mempengaruhi

kehilangan protein. Kehilangan protein dapat terjadinya oleh adanya kelarutan protein pada saat prosesn (Kilara dan Harwalkar, 1996). Pada penggunaan pemanasan basah perebusan dan pengukusan terjadi kehilangan protein berturut-turut sebesar 14,5% dan 9,9%. Sebaliknya pada proses pemanasan kering terjadi kehilangan protein sebesar 2,3%. Disamping kehilangan protein dapat disebabkan oleh kelarutan protein, juga dapat disebabkan oleh adanya dehidrasi yang menimbulkan denaturasi protein. Perubahan ini akan mengganggu stuktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein. Proses pemanasan kering pada suhu 50oC lebih aman dibandingkan dengan menggunakan pemanasan basah pada suhu 50oC. Adanya kelarutan ini terlihat dari kehilangan protein yang relatif besar pada penggunaan panas basah, sedangkan adanya denaturasi terlihat kehilangan protein yang relatif kecil pada penggunaan panas kering. Pemanasan kering pada suhu tinggi dapat merusak struktur protein yang terlihat dari kelarutannya (Cordova Murueta et.al., 2005).

KESIMPULAN

Penggunaan pemanasan pada proses preparasi konsentrat protein ikan dapat

Page 53: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

45 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

menimbulkan kehilangan protein. Kehilangan protein yang besar terjadi pada penggunaan pemanasan basah (perebusan dan pengukusan). Pemanasan kering dapat meminimalisir kehilangan protein pada proses preparasi konsentrat protein ikan secara pemanasan.

DAFTAR PUSTAKA

Andem, A.B., dan Ekpo,P.B., 2014. Proximate and Mineral Compositions of Mudskipper

Fish (Periophthalmus Babarus) in the Mangrove Swamp of Calabar River, Southern Nigeria. The International Journal Of Science & Technoledge. 2(3):72-76.

AOAC Association Official Analytical Chemist’s Technical Standard. 2002. Official Methods of Analysis.

Cordova Murueta, J.H., Navarrete del Toro, M.A,. and Carreno, F. 2005. Concentrates of Fish Protein From Bycatch Species Produced by Various drying Processes. Food Chemistry. 100(2007):705-711.

Kilra, A., and Harwalkar, V.R. 1996. Denaturation. In S. Nakai & H.W. Modler (Eds), Food Protein Propoerties and Characterzation. PP: 71-165. VCH. New York.

Papadopulos, M.C. 1989. Effect of Processing on High-Protein Feedstuffs: A Review. Biological Waste. 29:123-138.

Spinelli, J. and Dassow, J. A. 1982. Fish Proteins: Their Modification and Potential Uses in the Food Industry, in Chemistry and Biochemistry of Marine Food Products, AVI Publishing Company, Westport, CT.

Page 54: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

46 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) SEBAGAI BAHAN BAKU ISOLAT PROTEIN

Rahman Karnila, Edison, Nadia Mahardika

Email : [email protected]

ABSTRAK

Isolat protein ikan gabus merupakan protein yang telah diisolasi dari komponen lainnya pada ikan gabus, sehingga.akan menghasilkan produk yang tahan pada penyimpanan.Penelitian ini bertujuan mengetahui kandungan gizi (proksimat) daging dan tepung ikan gabus dan mendapatkan pH basa optimal (terbaik) dan randemen pada pembuatan isolat protein ikan gabus. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 tahap, yaitu 1) persiapan (preparasi daging ikan gabus) dan analisis randemen daging dan tepung ikan gabus dan 2) analisis kandungan gizi (proksimat) ikan gabus sebagai bahan baku dalam pembuatan isolat protein ikan gabus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi kimia daging ikan gabus adalah kadar air (75,35%bb), protein (78,38%bk), abu (6,89%bk), dan lemak (4,54%bk), sedangkan randemen daging yang dihasilkan adalah 36,61%. Kata Kunci :Ikan Gabus, Isolat Protein, pH Basa, komposisi Kimia, dan Randemen

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Isolasi protein merupakan bentuk protein yang paling murni. Isolat dibuat dengan proses penghilangan kulit dan komponen non protein. Kandungan proteinnya sebesar 90% berat kering atau lebih, dan produk ini hampir bebas dari karbohidrat, serat, dan lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik dari bentuk protein lainnya. Kandungan protein yang cukup tinggi menjadikan isolat dapat digunakan secara luas dalam pembuatan formulasi pangan serta menghasilkan sifat fungsional yang diinginkan dalam proses pembuatan pangan

.Ikan gabus merupakan salah satu ikan air tawar yang bernilai ekonomis tinggi dan merupakan ikan air tawar yang dominan tertangkap di perairan umum. Statistik menunjukkan bahwa Tahun 2012 volume produksi mencapai 109.300 ton (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2012).Disamping itu, ikan gabus memiliki kandungan gizi yang tinggi, yaitu dengan kadar protein mencapai 25,2%bb (Santosa, 2011). Salah satu jenis protein yang terpenting yang terkandung yaitu albumin.Kandungan albumin yang terdapat pada daging ikan gabus digunakan sebagai pengganti serum albumin yang biasanya digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka pasca operasi (Shafri et al., 2012).

Pemanfaatan ikan gabus ini masih belum dilakukan secara maksimal dan optimal untuk dikembangkan. Berbagai cara pemanfaatan protein ikan adalah dalam bentuk isolat protein. Isolat protein adalah suatu metode pemurnian protein berdasarkan perbedaan kelarutan.Suatu protein dapat stabil pada larutannya disebabkan karena residu asam-asam amino pada permukaannya yang bermuatan mengadakan interaksi dengan molekul-molekul pelarut. Molekul-molekul protein akan berinteraksi satu sama lain membentuk suatu agregat yang cukup besar untuk kemudian mengendap dari larutannya.

Salah satu metode untuk membuat isolat protein ikan gabus yaitu dengan menggunakan nilai pH.Ekstraksi protein pada pH basa dilakukan dengan penambahan larutan basa kedalam campuran suspensi dan dilakukan pengaturan pH.Hal ini bertujuan untuk mengamati pengaruh pH terhadap kelarutan protein (Moayedi et al., 2010).

Page 55: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

47 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) persiapan (preparasi daging ikan gabus) dan analisis randemen daging dan tepung ikan gabus dan 2) analisis kandungan gizi (proksimat) ikan gabus sebagai bahan baku dalam pembuatan isolat protein ikan gabus.

Manfaaat Penelitian 1. Memberikan informasi ilmiah bahwa ikan gabus memiliki kandungan gizi tinggi dan

dapat digunakan sebagai pangan fungsional yang murah dan mudah dikonsumsi. 2. Memberikan peluang pengembangan produk pangan bagi industri dengan

memanfaatkan kandungan gizi dari ikan gabus sebagai komponen fungsional dan fortifikasi bahan pangan.

3. Memberikan peluang bagi peningkatan nilai ekonomis untuk pengembangan ikan gabus dan berbagai produknya.

METODE PENELITIAN

Bahan dan alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan gabus (C. striata) yang diperoleh dari pasar modern yang berada di Pekanbaru. Bahan-bahan kimia yang digunakan seperti NaOH 35%N, larutan standar BSA (Bovin Serum Albumin), pereaksi biuret dan aquades. serta bahan kimia untuk anaslisis proksimat dan asam amino.

Sedangkan alat-alat yang digunakan meliputi pisau, talenan, baskom, timbangan, blender, sedangkan alat- alat yang digunakan untuk analisa kimia adalah sentrifuse, spektrofotometer UV, pipet tetes, magnetic stirrer, Soxhlet, thermometer, pH meter, hot plate stirrer dan stirrer bar, labu Kjeldhal, labu erlenmeyer, labu lemak, kertas saring, cawan porselen, tanur listrik, oven dan desikator. Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yang pertama adalah metode eksperimen yaitu melakukan pemisahan daging ikan gabus dari bagian tubuh utama serta melakukan pembuatan tepung ikan gabus.Data yang diperoleh ditabulasi dan dilakukan analisis secara deskriptif.

Parameter yang diuji dalam penelitian ini adalah komposisi kimia daging dan tepung ikan gabus meliputi:kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu dan kadar karbohidrat (by different) (AOAC, 2005).

Tahapan Penelitian

Analisis komposisi kimia (proksimat) daging dan tepung ikan gabus (AOAC. 2005) serta penghitungan randemen (Karnila 2011, dan Oktasari, 2015), penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap yaitu :1) persiapan (preparasi daging ikan gabus) dan analisis randemen daging dan tepung ikan gabus dan 2) analisis kandungan gizi (proksimat) ikan gabus sebagai bahan baku dalam pembuatan isolat protein ikan gabus.

Page 56: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

48 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan Baku dan Preparasi Sampel

Ikan gabus yang digunakan pada penelitian ini berukuran 30-50 cm, mempunyai berat 500-700 g/ekor.Preparasi meliputi pembuangan kepala, isi perut, kulit, pencucian, penyiangan, pemfilletan, penimbangan, penggilingan daging ikan gabus serta penepungan.Karakteristik daging lumat yaitu berwarna putih agak kemerah-merahan dan tekstur yang halus.(Gambar 1).

Gambar 1. A.Ikan Gabus (Channa striata) B.Daging Ikan Gabus (Channa striata) Tahap preparasi selanjutnya adalah proses penepungan. Karakteristik tepung yang

dihasilkan yaitu berwarna kuning terang, tekstur yang halus (Gambar 2).

Gambar 2.Tepung Daging Ikan Gabus (Channa striata)

Randemen Daging dan Tepung Ikan Gabus

Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat bagian bahan yang dapat dimanfaatkan dengan berat total bahan. Persentase daging lumat ikan gabus yang dihasilkan dibandingkan dengan ikan utuh segar ikan gabus dapat disajikan pada Tabel 1.Sedangkan randemen tepung daging ikan gabus dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Rendemen daging ikan gabus (Channa striata)

Sampel Ikan utuh Segar (g)

Fillet (g)

Daging lumat (g)

Rendemen (%)

I 3050 1150 1070 35,08

II 3180 1240 1190 37,42

III 3720 1480 1390 37,35

Rata-rata 3317 1290 1217 36,61

A B

Page 57: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

49 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 2. Rendemen tepung ikan gabus (Channa striata)

Sampel Daging Lumat (g)

Tepung (g)

Rendemen (%)

I 1070 820 76,60

II 1190 965 81,09 III 1390 1210 87,05

Rata-rata 1217 998,33 81,38 Berdasarkan Tabel 1 di atas rendemen daging berkurang karena pemisahan kepala,

kulit, isi perut, tulang dan bagian lain yang tidak digunakan dalam penelitian. Berkurangnya berat fillet ke daging lumat disebabkan oleh penurunan kadar air dan sisa sisa daging yang menempel di wadah penggiling, sehingga rata-rata rendemen daging ikan gabus yaitu 36,61% dan sisanya adalah air dan kotoran yang terdiri dari sisa-sisa makanan pada saluran pencernaan.

Sedangkan pada Tabel 2.hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata rendemen yang dihasilkan 81,38%. Rendemen ini tergolong sudah cukup baik karena. Hilangnya beberapa bagian daging pada pembuatan tepung ikan gabus dalam bentuk rendemendiakibatkan oleh pengaruh pengeringan dan banyak bagiang yang berterbangan karena sangat kecilnya partikel tepung tersebut..Pengeringan bertujuan untuk mengawetkan, mengurangi volume dan berat produk (Estiasih dan Ahmaadi, 2011). Komposisi kimia (Proksimat) Daging dan Tepung Ikan Gabus

Komposisi proksimat daging ikan gabus terdiri dari kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat (by different). Analisis proksimat daging ikan gabus bertujuan untuk mengetahui kandungan kadar protein, lemak, air, abu dan karbohidrat (by different) daging ikan gabus yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan isolat protein ikan gabus. Hasil analisis proksimat daging ikan gabus segar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia (Proksimat) daging ikan gabus (Channa striata)

Kandungan Persentase (%)

Kadar Air (%bb) 75,35

Kadar Abu (%bk) 6,89

Kadar Protein (%bk) 78,38

Kadar Lemak (%bk) 4,54 Karbohidrat (by difference)(%bk) 10,18

Page 58: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

50 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Kadar air ikan gabus dihasilkan sebesar 75,35% (bb), hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil Dirjen Perikanan (1996) ikan gabus segar mengandung air sebanyak 77,40%. Daging pada ikan memiliki kandungan air yang banyak (Restu, 2012). Menurut Winarno et al., (1980) kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu suatu bahan pangan. Nilai kadar air lebih dipengaruhi oleh tingkat kekeringan sampel saat preparasi, salah satunya saat proses pengeringan sampel. Molekul air yang terikat pada molekul lain seperti atom O dan N memerlukan energi yang besar untuk menghilangkannya. Energi ini dapat berasal dari proses pemanasan (Winarno,2008).

Daging ikan gabus memiliki kandungan protein yang cukup tinggi sehingga dapat dijadikan bahan baku pembuatan isolat protein ikan. Kadar protein daging ikan gabus yaitu 78,38% (bk). Kondisi ini menunjukkan bahwa ikan gabus memiliki nilai gizi yang baik sebagai bahan pangan.Protein merupakan zat gizi makro terbanyak dalam ekstrak ikan gabus dengan fraksi terbesarnya adalah albumin.

Tepung ikan gabus yang dihasilkan mengandung komposisi kimia yaitu: protein, lemak, air, abu dan karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia (Proksimat) tepung ikan gabus (Channa striata)

Kandungan Persentase

(%) Kadar Air (%bb) 5,68 Kadar Abu (%bk) 6,29 Kadar Protein (%bk) 86,13 Kadar Lemak (%bk) 2,31 Karbohidrat (by difference)(%bk) 5,27

Berdasarkan analisis kadar protein tepung ikan gabus pada Tabel 4 menunjukkan

bahwa kadar protein tepung ikan gabus yaitu sebesar 86,13% (bk). Hal ini menunjukkan bahwa ikan gabus berpotensi untuk dijadikan isolat protein. Menurut Murtidjo (2003), sesuai standar kualitas FAO, maka tepung ikan yang berkualitas baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Tepung ikan harus merupakan partikel-partikel yang dapat melewati saringan Tyler nomor 8. 2) Tepung ikan memiliki kandungan protein lebih dari 50%. 4) Tepung ikan memiliki kandungan lemak 2,5%-5%. 5) Tepung ikan memiliki kandungan air sekitar 8%.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Randemen daging ikan gabus adalah 36,61%, sedangkan randemen tepung daging ikan

gabus adalah 81,38% 2. Analisis proksimat (protein) menunjukkan daging ikan gabus adalah 78,38%bk,

sedangkan tepung ikan gabus 86,13%bk. Saran 1. Perlu penelitian lebih lanjut pH optimal untuk membuat isolat protein ikan gabus,

meliputi pH basa dan ph asam

Page 59: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

51 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

2. Perlu penelitian lebih lanjut jenis dan kadar asam amino total maupun bebas isolateperotein ikan gabus.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC]. 2005. Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. 2005.

Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist16th Ed. Washington DC.

[DKP]. 1996. Dirjen Kelautan Perikanan. 1996. Profil Ikan Gabus. Direktoral Jendral Perikanan Budidaya Departemen Perikanan dan Ilmu Kelautan.

[KKP].2012. Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No.Kep. 18/Men/2011 tentang Pedoman Umum Minapolitan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta (ID): Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Estiasih, T dan K. Ahmadi, 2011. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta. Karnila R, Made A, dan Tutik W. 2011. Potensi Ekstrak, Hidrolisat dan Isolat Protein

Teripang Pasir (Holothuria scabra J) untuk menurunkan Kadar Glukosa darah dan Memperbaiki Profil Sel Beta Pankreas Tikus Diabetes Melitus. Jurnal Laporan Hasil Penelitian. Hibah Bersaing 2010. Universitas Riau. 39(2).

Moayedi., Omana., Chan., Xu., dan Betti. 2010. Alkali-aided protein extraction of chicken dark meat: composition and stability to lipid oxidation of the recovered proteins. Poultry Science Association Inc. 89: 766-775.

Oktasari, Tika. 2015. Pembuatan Isolat Protein Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) dengan Metode pH Berbeda. Skripsi.Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru.

Restu. 2012. Pembuatan bakso ikan toman (Channa striata). Jurnal Ilmu Hewani Tropika 1(1):1-5.

Shafri MA, Abdul M. Therapeutic potential of haruan (Channa striata). 2012 : from food to medicinal uses. Mal J Nutr. 18(1): 125-136.

Suwandi R .2014. Proporsi Bagian Tubuh Dan Kadar Proksimat Ikan Gabus Pada Berbagai Ukuran.2014 : jurnal Teknologi Hasil Perairan. 17(1): 25-26.

Winarno FG, Fardiaz D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: Gramedia. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia.

Page 60: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

52 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

UJI EFEKTIVITAS PROPOLIS UNTUK PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila PADA IKAN KOMET (Carassius auratus)

Rudi Alfinda, Iesje Lukistyowati , Morina Riauwaty

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau, Pekanbaru, Provinsi Riau

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Propolis merupakan salah satu bahan alami yang memiliki zat anti-mikrobial seperti flavonoids, phenolic acids, esters dan alkaloid. Penyakit Motile Aeromonas Septicaemia disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila yang dapat menyebabkan kematian 80 % pada ikan mas dalam kurun waktu tujuh hari. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dosis terbaik dari Larutan Propolis untuk mengobati penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicaemia) dilihat dari gambaran eritrosit ikan komet (Carassius auratus). Metode yang dilakukan adalah eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor lima taraf perlakuan. Ikan uji yang digunakan adalah ikan komet yang terinfeksi A. hydrophila berukuran 8-10 cm, sebanyak 150 ekor. Dosis yang digunakan untuk pengobatan adalah 700 ppm, 800 ppm, 900 ppm, dan kontrol negatif tanpa pengobatan serta kontrol positif ikan yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Pengobatan dengan cara penyuntikan larutan propolis di bagian intramuscular dengan dosis perlakuan. Parameter yang diukur antaralain; total eritrosit, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, dan kelulushidupan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan propolis mampu mengobati ikan komet yang terinfeksi MAS (Motile Aeromonas Septicaemia) dengan metode penyuntikan. Dosis yang terbaik 800 ppm ditandai dengan rata-rata total eritrosit 146,00 x 104 sel/mm3, kadar hemoglobin 9,33 g/dL, nilai hematokrit 24,00 %, dan kelulushidupan 83,33%. Kata kunci: Propolis, Aeromonas hydrophila, Hematologi, Carassius auratus

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ikan komet (Carassius auratus) merupakan salah satu komoditas ikan hias air tawar yang memiliki potensi yang sangat tinggi sebagai ikan hias hal ini karena ikan komet mudah dibudidayakan, dan memiliki pertumbuhan yang cepat. Produksi ikan komet di wilayah Riau semakin berkembang semenjak makin bertambahnya komunitas pecinta ikan hias di Riau. Seiring meningkatnya permintaan ikan komet ini, maka para pembudidaya ikan hias ini dituntut untuk memenuhi kebutuhan ikan ini di pasaran ikan hias dan sehingga produksi perlu ditingkatkan (Soen’an, 2010).

Bakteri Aeromonas hydrophila merupakan salah satu bakteri yang dapat menyebabkan penyakit hemoragic septicaemia yang juga disebut sebagai MAS (Motile Aeromonas Septicaemia). Bakteri ini merupakan bakteri opurtunistik yang selalu ada di perairan dan akan menyerang ikan setelah ikan dalam kedaan stress atau lemah. A. hydrophila dapat menyebabkan kematian hingga 80 % pada ikan mas dalam kurun waktu tujuh hari.

Penyediaan obat untuk pengendalian penyakit MAS sangatlah penting. Salah satu obat yang sering digunakan di dalam budidaya adalah antibiotik seperti Amphicilin, Chloramphenicol, dan Tetracycline (Lukistyowati dan Syawal, 2013). Penggunaan antibiotik tersebut secara berlebihan dapat menimbulkan masalah resisten pada bakteri, oleh karena itu dipilih alternatif pengobatan dari produk-produk alami yang tidak menimbulkan resistensi.

Page 61: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

53 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Salah satu alternatif dalam mengobati penyakit bakterial menggunakan bahan alami adalah menggunakan propolis. Kelebihan propolis sebagai obat alami (Fitofarmaka) dibandingkan dengan bahan sintetik adalah lebih aman, tidak menimbulkan resitensi pada bakteri, serta efek samping yang kecil, selain itu propolis sebagai anti mikroba memiliki selektivitas yang tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai efektivitas propolis untuk mengobati penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicaemia) pada ikan komet, mengetahui dosis terbaik untuk pengobatan terhadap penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicaemia) dilihat dari gambaran darah merah ikan komet (Carassius auratus).

METODE PENELITIAN

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-April 2018 di Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan menerapkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor dengan lima taraf perlakuan, untuk mengurangi tingkat kekeliruan maka dilakukan ulangan sebanyak tiga kali sehingga diperlukan 15 unit percobaan. Kn:ikan normal tanpa dilakukan pengobatan Kp:ikan terinfeksi bakteri A. hydrophila P1 : pengobatan ikan dengan propolis dosis 700 ppm P2 : pengobatan ikan dengan propolis dosis 800 ppm P3 : pengobatan ikan dengan propolis dosis 900 ppm Pembuatan Larutan Propolis

Pembuatan larutan propolis dengan cara melarutkan propolis dengan Aquabides sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. Penentuan dosis propolis ini mengacu pada penelitan Bako (2018) tentang uji sensitivitas propolis. Dosis yang digunakan sebagai berikut : Dosis 700 ppm untuk 2 mL membutuhkan : 140 µl propolis + 1860 µl Aquabides. larutan 800 ppm untuk 2 mL membutuhkan : 160 µl propolis + 1840 µl Aquabides. larutan 900 ppm untuk 2 mL membutuhkan : 180 µl propolis + 1820 µl Aquabides.

Larutan propolis yang sudah dicampurkan kemudian siap digunakan untuk mengobati ikan komet (Carassius auratus) yang terinfeksi A. hydrophila dengan metode penyuntikan dengan dosis 0,1 µl tiap ikan uji. Penginfeksian Ikan Uji dengan Bakteri Aeromonas hydrophila

Penginfeksian bakteri pada ikan dilakukan dengan cara perendaman ikan di dalam bak fiber yang berukuran 60x50x35 cm yang telah diberi bakteri A. hydrophila. Suspensi bakteri yang digunakan sebanyak 6,6 liter yang dilarutkan di dalam akuades dengan kepadatan koloni 108 CFU/ml. Isolat bakteri A. hydrophila yang digunakan merupakan koleksi Laboratorium Parasit dan Penyakit ikan Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau.

Setelah pascainfeksi terlihat gejala klinis ikan komet terserang A. hydrophila, seperti pendarahan pada pangkal sirip, sirip geripis, produksi lendir yang berlebih dan diikuti dengan timbulnya ulcer pada tubuh ikan, selanjutnya ikan dilakukan pengobatan dengan larutan propolis.

Page 62: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

54 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Pengobatan dengan larutan propolis. Pengobatan ikan komet dilakukan dengan cara penyuntikan terhadap ikan komet

yang terserang bakteri A. hydrophila yang dilihat dari perubahan tingkah laku dan morfologinya pascainfeksi. Penyuntikan dilakukan di bagian intramuscular dengan larutan propolis dengan dosis propolis yang berbeda yaitu dosis 700 ppm, 800 ppm, dan 900 ppm sebanyak 0,1 ml/ ekor ikan. Ikan yang telah disuntik dimasukan ke dalam akuarium secara acak sesuai dosis perlakuan untuk dipelihara dan tetap diberikan aerasi. Pengobatan dengan metoda penyuntikan dilakukan sebanyak satu kali pascainfeksi, kemudian dilanjutkan pemeliharaan hingga hari ke-14 pascapengobatan. Selama pemeliharaan ikan uji tetap diberikan pakan secara at sattiation sebanyak tiga kali sehari. Kemudian untuk menjaga kualitas air pada wadah penelitian dilakukan penyiponan setiap pagi.

Pengambilan Darah

Pengambilan darah ikan uji dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada awal pemeliharaan sebelum diberi perlakuan, kedua setelah pascainfeksi dan yang ketiga pada hari ke-14 pascapengobatan. darah diambil dari tiga ekor ikan uji setiap perlakuan. Total Eritrosit

Darah yang telah diberi antikoagulan diisap dengan pipet haemocytometer (terdapat bulir berwarna merah eritrosit) sampai tanda 0,5. Kemudian ditambahkan larutan Hayem diisap sampai tanda 101. Pipet digoyang membentuk angka delapan selama 3–5 menit, kemudian darah dalam pipet haemocytometer terlebih dahulu dibuang sebanyak dua tetes untuk menghilangkan rongga udara, lalu diteteskan pada kotak haemocytometer dan ditutup dengan cover glass, selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10. Jumlah total eritrosit dihitung sebanyak 5 kotak kecil pada haemocytometer menurut rumus (Blaxhall dan Daisley 1973 dalam Kumala 2016):

Jumlah eritrosit = Σ N X 104 sel/mm3

Keterangan: N = Jumlah eritrosit yang terhitung dalam 5 lapangan pandang 104 = faktor pengenceran Kadar Hemoglobin

Perhitungan kadar hemoglobin dilakukan dengan mengacu pada metode Sahli. Kadar hemoglobin diukur dengan cara; tabung Sahlinometer diisi dengan larutan HCl 0,1 N sampai angka 0 (garis skala paling bawah pada tabung Sahlinometer), kemudian tabung tersebut ditempatkan di antara 2 tabung dengan warna standar, lalu darah ikan diambil dari tabung microtube dengan pipet Sahli sebanyak 0,02 mL dan dimasukkan ke tabung Sahli dan didiamkan selama 3 menit, sebelumnya ujung pipet dibersihkan terlebih dahulu. Lalu, ditambahkan akuades dengan pipet tetes sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan gelas pengaduk sampai warnanya tepat sama dengan warna standar. Kadar hemoglobin dinyatakan dalam g/dL atau g % (Wedemeyer dan Yasutake, 1977 dalam Dosim et al., 2013).

Page 63: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

55 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Nilai Hematokrit

Sampel darah dimasukkan dalam tabung kapiler hematokrit sampai kira-kira 4/5 bagian tabung, bagian ujung kapiler ditutup dengan crystoseal, kemudian disentrifuge selama 5 menit dengan kecepatan 11000-12000 rpm pada sentrifuge (microhematocrit centrifuge Model SH120-1) dengan posisi tabung yang bervolume sama berhadapan agar putaran sentrifuge seimbang. Setelah itu diukur persentase dari nilai hematokrit. Kemudian nilai hematokrit yang diperoleh dibaca pada alat baca khusus (microhematocrit reader). Hematokrit adalah perban-dingan antara padatan sel-sel darah (eritrosit) di dalam darah yang dinyatakan dalam persen sebagai % volume sel darah (Anderson dan Siwicki, 1993). Morfologi Sel Eritrosit

Darah yang telah bercampur rata dengan hayem pada pemeriksaan total eritrosit diteteskan pada object glass untuk kemudian dibuat preparat ulas. Ulasan darah dikeringanginkan selama 15 menit lalu difiksasi dalam metanol selama 5 menit, kemudian dikering anginkan kembali selanjutnya diwarnai dengan cara direndam dalam giemsa selama 15 menit. Setelah itu preparat dibilas dengan air mengalir.

Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati bentuk sel darah merah dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 100 x 10. Data morfologi eritrosit yang diperoleh, dilihat perubahannya dan dibandingkan antara kelompok kontrol dengan perlakuan. Kelulushidupan Ikan Uji

Kelulushidupan ikan uji selama penelitian dihitung dengan meng-gunakan rumus

(Effendi, 2002), yaitu:

𝑆𝑅 = 𝑥 100 %

Keterangan : SR : Kelulushidupan (%) Nt : Jumlah ikan pada akhir penelitian (ekor) No : Jumlah ikan pada awal penelitian (ekor) Analisis Data

Data yang diperoleh dari pengukuran total eritrosit, kadar hemoglobin, dan kadar hematokrit dianalisis dengan menggunakan analisa variansi (ANOVA) dan uji rentang Student Newman-Keuls. Apabila perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata dimana P<0.05 maka dilakukan uji lanjut Newman-Keuls untuk menentukan perbedaan dari masing-masing perlakuan. Data morfologi eritrosit dan kelulus-hidupan dianalisis secara deskriptif.

Page 64: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

56 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Kinis

Gejala klinis ikan komet yang terinfeksi A. hydrophila terlihat pada 10 jam pascainfeksi. ikan mengalami gejala klinis yakni warna tubuh pucat dan sisik lepas, Exopthalmia, ikan berada di dekat aerasi dan melompat ke permukaan bak fiber, serta pendarahan pada pangkal sirip ekor dan mulut. Gejala klinis ikan yang terinfeksi A. hydrophila dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ikan yang terinfeksi A.hydrophila

Keterangan: a). warna tubuh pucat, b). Perut menggembung, c). Geripis pada sirip, d). Terjadinya pendarahan, e). adanya ulcer, f). Exopthalmia, g). Sisik tubuh lepas.

Hardi (2014), menyatakan bahwa bakteri A. hydrophila dapat menyebabkan penyakit Motile Aeromonas Septicaemia (MAS) ditandai dengan sisik tubuh lepas, sirip geripis, adanya lesi (luka) sampai ulkus (borok), bercak merah pada seluruh tubuh, kerusakan organ-organ dalam seperti hati dan ginjal, terjadinya exophtalmia, pendarahan pada pangkal sirip punggung, dada, perut dan ekor.

Menurut Mastuti (2017) Serangan bakteri A. hydrophila sangat ganas, karena mampu memproduksi eksotoksin dan endotoksin yang sangat berpengaruh pada patogenitas bakteri, dan dapat menyebabkan kematian pada inangnya. Gejala awal dari serangan infeksi A. hydrophila adalah ikan tidak nafsu makan, berada di permukaan air dengan posisi vertikal. Faktor lain ikan yang terinfeksi A. hydrophila menyebabkan ikan mengalami stress sehingga respon saraf yang bekerja untuk meningkatkan sistem imun tubuh ikan terganggu sehingga hal ini mempengaruhi proses fisiologi ikan (Sartika, 2011).

Ikan komet yang dilakukan pengobatan, yakni; P1 :700 ppm, P2 : 800 ppm, dan P3 : 900 ppm mengalami perbaikan pada beberapa bagian tubuh dan lesi atau ulcer akibat serangan A. hydrophila, warna tubuh mendekati normal, produksi lendir normal, diikuti dengan pergerakan ikan yang mulai aktif mengelilingi akuarium. Adapun gejala klinis ikan uji pascapengobatan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Gejala klinis ikan uji hari ke-14 pascapengobatan menggunakan larutan

propolis.

Page 65: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

57 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Ikan uji pada P1, P2 dan P3 yang dilakukan pengobatan dengan penyuntikan larutan propolis. mampu bertahan hidup dan akhirnya mulai pulih. Kemampuan larutan propolis mengobati luka pada bagian infeksi dikarenakan adanya senyawa kimia alami yang mampu memberikan efek pemulihan pada ikan, yakni Alkaloid dan Flavonoid.

Mekanisme kerja flavonoid sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang mengganggu keutuhan membran sel bakteri. Mekanisme kerjanya dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi (Juliantina, 2008). Senyawa alkaloid memiliki mekanisme penghambatan dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Juliantina, 2008). Gambaran Darah

Parameter darah yang diukur selama penelitian adalah total eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit. kisaran eritrosit ikan komet pada awal pemeliharaan berjumlah 145,00 x 104 sel/mm3. Hal ini masih dalam keadan normal. Tapi darah mengalami penurunan khususnya saat terjadi infeksi A. hydrophila, Total eritrosit ikan komet pascainfeksi 70,33 x 104 sel/mm3

. Penurunan total eritrosit sebanyak 48,50 % diduga karena bakteri A. hydrophila mampu masuk ke aliran.

Hasil analisis variansi (ANOVA) menunjukkan bahwa total eritrosit pascapengobatan menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05), nilai total eritrosit tertinggi terdapat pada P2 :800 ppm dengan rata-rata total eritrosit 146 x104 sel/mm3,dibandingkan dengan P1:700 ppm dan P3 :900 ppm. Hal ini diduga pada perlakuan P2 ikan berupaya mengembalikan kondisi tubuh pada kondisi normalnya. peningkatan total eritrosit dikarenakan adanya kandungan flavonoid dan alkaloid dalam larutan propolis yang mampu meningkatkan kerja organ penghasil darah sehingga produksi darah dapat meningkat (Rismawati, 2017). Parameter darah yang diukur selama penelitian adalah total eritrosit, kadar hemoglobin, dan nilai hematokrit. Pengamatan parameter darah selama penelitian dilakukan sebanyak tiga kali dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Gambaran Darah Ikan Uji Selama Penelitian

Pengamatan Perlakuan Total Eritrosit (x 104 sel/mm3)

Kadar Hemoglobin

(g/dL)

Nilai Hematokri

t (%)

Ikan Normal (Awal Pemeliharaan) 145,00±1,00 7,96±0,15 22,00±1,00

Ikan Terinfeksi A. Hydrophila 70,33±4,50 3,50±0,10 8,33±1,53

Pascapengobatan dengan Larutan Propolis

Kn 140,33±0,58d 7,76±0,15c 19,00±1,00b

Kp 63,33±1,53a 5,26±0,15a 5,66±1,53a

P1 104,67 ±2,88b 7,40±0,10b 20,00±1,00b

P2 146,00±1,00e 9,33±0,6e 24,00±1,00c

P3 118,33±5,03c 8,26±0,15d 21,00±1,00b

*Superskrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata P<0,05

Page 66: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

58 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Hb berfungsi mengikat oksigen yang digunakan untuk proses katabolisme sehingga dihasilkan energi. Kadar hemoglobin selaras dengan jumlah eritrosit, semakin tinggi kadar hemoglobin semakin tinggi pula jumlah eritrosit. Kadar hemoglobin terkait dengan jumlah eritrosit, akan tetapi belum tentu berkorelasi dengan jumlah eritrosit dikarenakan hemoglobin adalah kandungan pigmen sel darah merah. Berdasarkan Tabel 1, hasil analisis variansi (ANOVA) menunjukkan bahwa kadar hemoglobin pascapengobatan berbeda nyata (P<0,05). Kadar hemoglobin terbaik terdapat pada P2, dengan nilai 9,33 g/dL dan hal ini diikuti dengan total eritrosit perlakuan P2 yang meningkat pada pascapengobatan. Purwanti et al., (2014) menyatakan bahwa semakin meningkatnya jumlah eritrosit maka meningkat pula kadar hemoglobinnya. Nilai hemoglobin pascapengobatan berbeda nyata pada setiap perlakuan (P<0,05), hal ini berarti bahwa larutan propolis memberikan pengaruh pada nilai hemoglobin pascapengobatan.

Hematokrit merupakan persentase volume eritrosit (sel darah merah) dalam darah ikan. Berdasarkan Tabel 1, hasil analisis variansi (ANOVA) yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai hematokrit pada ikan normal berjumlah 22 % dan hematokrit ikan yang terinfeksi A. hydrophila mengalami penurunan yakni 8,33 %, hal ini dikarenakan adanya infeksi bakteri A.hydrophila yang menyebabkan pembuluh darah ikan komet lisis sehingga produksi darah berkurang maka terjadi penurunan nilai hematokrit. Kadar hematokrit dapat digunakan untuk mengetahui dampak infeksi dari A.hydrophila, sehingga dapat digunakan sebagai petunjuk kondisi kesehatan ikan setelah penginfeksian.

Nilai hematokrit tertinggi pascapengobatan terdapat pada P2, tingginya nilai hematokrit ini disebabkan adanya senyawa fitokimia, vitamin dan mineral dalam larutan propolis sehingga mampu meningkatkan nilai hematokrit akibat infeksi bakteri. Mekanisme terjadinya penghambatan diduga disebabkan kerusakan membran sel bakteri karena pengaruh senyawa antibakterial yang dapat berikatan dengan lipid dan protein yang terdapat pada membran sel, sehingga menurunkan tegangan permukaan membran, bahkan menimbulkan lisis pada membran (Mastuti, 2017).

Nilai hematokrit pascapengobatan berbeda nyata pada setiap perlakuan (P<0,05), hal ini berarti bahwa larutan propolis memberikan pengaruh pada nilai hematokrit pascapengobatan. Morfologi Eritrosit

Pengamatan morfologi eritrosit pada awal pemeliharaan menunjukkan kondisi

eritrosit normal dengan bentuk eritrosit bulat, inti sel bulat, dan plasma berwarna merah muda yang menandakan bahwa eritrosit ikan pada awal pemeliharaan adalah eritrosit dewasa, sesuai dengan pernyataan Angka (1990) dalam Abdullah (2008), bahwa eritrosit dewasa berbentuk bulat telur dengan inti bulat telur dan sitoplasma merah muda. Morfologi eritrosit awal pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Morfologi Eritrosit Normal Ikan komet (Carassius Auratus)

Page 67: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

59 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Darah mengalami perubahan yang sangat serius khususnya bila terserang bakteri A. hydrophila. Bakteri A.hydrophila mampu menghasilkan enzim eksotoksin berupa aerolysin yang mampu memecah sel darah serta mampu berdifusi dan diekskresikan oleh sel bakteri ke dalam sistem peredaran darah dan jaringan ikan. Morfologi sel eritrosit ikan yang terinfeksi bakteri A.hydrophila dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Morfologi Eritrosit Ikan komet yang Terinfeksi A. Hydrophila Morfologi eritrosit pascapengobatan mengalami perubahan dari eritrosit yang

mengalami kerusakan pada saat ikan terinfeksi A. hydrophila mengalami perbaikan menjadi eritrosit muda yang selnya mulai tampak utuh dan bentuknya bulat. Jumlah eritrosit muda (polikromatosit) dari total eritrosit yaitu berkisar 1 %. Munculnya eritrosit muda ini seiring dengan membaiknya morfologi tubuh ikan uji akibat infeksi A.hydrophila sehingga organ pembentuk darah pada tubuh ikan memproduksi darah dengan cepat untuk menggantikan eritrosit yang hilang akibat peradangan. Morfologi eritrosit pascapengobatan seperti pada Gambar 5.

Gambar 5. Morfologi Eritrosit ikan komet Hari ke-14 Pascapengobatan

Eritrosit ikan setiap perlakuan mulai mengalami perbaikan dalam hal morfologi

maupun jumlah selnya pada hari ke-14 pascapengobatan. Perlakuan P1 inti sel pada eritrosit terlihat masih kecil dengan sitoplasma dalam jumlah yang besar dan jumlah eritrositnya masih sedikit. Selanjutnya P2 dan P3 morfologi eritrosit terlihat membaik berbentuk oval dengan kedua ujungnya membulat dan plasma berwarna merah muda hal ini diikuti dengan jumlah selnya yang sudah banyak dan ini sejalan dengan total eritrosit yang ikut meningkat.

Dengan demikian, morfologi eritrosit terbaik pascapengobatan terdapat pada pengobatan dosis 800 ppm. Hal ini diduga karena ada senyawa antimikrobial pada larutan propolis yang dalam dosis 800 ppm mampu menghambat pertumbuhan bakteri A.hydrophila, dan mampu memperbaiki sel eritrosit yang mengalami kerusakan sel.

Page 68: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

60 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Kelulushidupan

Kelulushidupan ikan uji pascapengobatan tertinggi terdapat pada perlakuan Kn yaitu 93,33 % dan perlakuan P2 dosis 800 ppm dengan nilai kelulushidupan 83,33%. Kelulus-hidupan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kelulushidupan selama Penelitian Kelulushidupan (%) Perlakuan Awal pemeliharaan Pasca pengobatan

Kn 100 93,33d ± 11,54 Kp 100 13,33a ± 15,27 P1 100 53,33b ± 5,77 P2 100 83,33cd ± 5,77 P3 100 70bc ± 10,00

Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa larutan propolis memiliki pengaruh terhadap

Kelulushidupan ikan uji pascapengobatan. Hal ini dikarenakan pada propolis terdapat senyawa flavonoid dan alkaloid beserta vitamin dan mineral yang mampu meningkatkan ketahanan tubuh ikan (Halim et al., 2012). Berdasarkan hasil uji analisis variansi (ANOVA) menunjukan bahwa setiap perlakuan berpengaruh nyata terhadap kelulushidupan ikan komet (P<0.05). hasil uji lanjut Student Newman-Keuls menunjukan bahwa perlakuan Kp berbeda nyata terhadap P2 dan Kn.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Larutan propolis dapat mengobati ikan komet (Carassius auratus) yang terinfeksi

A. hydrophila. Dosis larutan propolis 800 ppm merupakan dosis terbaik untuk mengobati ikan jambal siam yang terinfeksi A. hydrophila, dilihat dari gambaran darah seperti rata-rata total eritrosit 146,00 x 104 sel/mm3, kadar hemoglobin 9,33 g/dL, nilai hematokrit 24,00 %, dan kelulushidupan 83,33%. Saran

Hendaknya dilakukan penelitian lanjutan mengenai teknik pencegahan infeksi A. hydrophila menggunakan larutan propolis beserta pengamatan histopatologinya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Y. 2008. Efektivitas Ekstrak Daun Paci-Paci Leucas lavandulaefolia untuk

Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicaemia) Ditinjau dari Patologi Makro dan Hematologi Ikan Lele Dumbo Clarias sp. [Skripsi]. IPB. 148 hlm.

Anderson, D. P., A. K. Siwicki. 1993. Basic haemotology and serology for fish health programs. Paper presented in second symposium on disease in asianacuaculture. Aquatic animal health and the environment. Phuket, Thailand. 25-29 Oktober 1993.17 hlm.

Bako S. 2018. Sensitivitas Propolis Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru.

Effendi,H. 2002. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

Page 69: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

61 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hardi, E.H. dan C.B. Pebrianto. 2014. Infeksi Aeromonas hydrophila melalui jalur yang

berbeda pada ikan nila (Oreocromis niloticus) di Loa Kulu Kutai Kartanegara. J. Kedokteran Hewan. 8(2):130-133.

Halim, E., Hardinsyah., Artika M., Sutandyo N., Sulaeman A., Harahap Y. 2012. Kajian Bioaktif dan Zat Gizi Propolis Indonesia dan Brazil. Jurnal Gizi dan Pangan. 7(1) : 1-6

Juliantina, F., D.A. Citra, B. Nirwani. 2008. Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Agen Anti Bakterial Terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. UII. Yogyakarta (http://journal.uii.ac.id)

Kumala, F. 2016. Pencegahan Infeksi Aeromonas hydrophila pada Ikan Lele Menggunakan Daun Mengkudu, Campuran Bawang Putih dan Meniran, Daun Kipahit, serta Daun Sembukan melalui Pakan. [Skripsi].IPB.Bogor

Lukistyowati I. dan H. Syawal. 2013. Potensi Pakan yang Mengandung Sambiloto (Andrographis paniculata) dan Daun Jambu Biji (Psidium guajava) untuk Menanggulangi Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan Baung (Mystus nemurus). Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia (2013) Vol. 1 No. (2):135-147.

Mangunwardoyo, W., Ratih, I., Etty, R. 2010. Uji Patogenitas dan Virulensi Aeromonas hydrophila Stainer pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Melalui Postulat Koch. Jurnal Riset Akuakultur. Vol 5-No 2. 10 hlm.

Mastuti, R. 2017. Pengobatan Penyakit Mas (Motile Aeromonas Septicaemia) Dengan Ekstrak Daun Mangrove(Rhizophora sp.) Pada Ikan Jambal Siam (Pangasius hypophthalmus). [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Kelautan. UR. Riau.

Purwanti SC., Suminto., Sudaryono, A. 2014. Gambaran Profil Darah Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) yang Diberi Pakan dengan Kombinasi Pakan Buatan dan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus). Journal of Aquaculture Management and Technology. 3(2): hlm 53-60.

Rismawati, S N.,Ismiyati. 2017. Pengaruh Variasi Ph Terhadap Kadar Flavonoid Pada Ekstraksi Propolis Dan Karakteristiknya Sebagai Antimikroba. Jurnal Konversi UMJ. 6 (2): 89-94

Soen’an, H.P., 2010. Mendulang devisa dari ikan hias. Available at http:// www. dkp. go.id/index.php/ind/news/2566. Diakses [ November 2017].

Page 70: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

62 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

PENGARUH PENYUNTIKAN hCG TERHADAP DAYA RANGSANG OVULASI DAN KUALITAS TELUR IKAN SYNODONTIS (Synodontis eupterus)

Sukendi, Windarti, Ridwan Manda Putra

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh penyuntikan hCG terhadap daya rangsang

ovulasi dan kualitas telur ikan synodontis (Synodontis eupterus). Penelitian dilakukan pada bulan Maret - Juni 2018 di Laboratorium Pembenihan dan Pemuliaan Ikan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Periknan dan Kelautan Universitas Riau. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah dosis hCG berbeda yang terdiri dari P1 (400 IU/Kg bobot tubuh), P2 (600 IU/Kg bobot tubuh), P3 (800 IU/Kg bobot tubuh), P4 (1000 IU/Kg bobot tubuh), dan P5 (penyuntikan 1 ml NaCl 0,9%/ kg bobot tubuh). Parameter yang diukur terdiri dari waktu laten, jumlah telur hasil stripping, diameter telur, kematangan telur dan indeks ovisomatik. Hasil penelitian menunjukkan dosis hCG terbaik adalah P4 (1000 IU/Kg bobot tubuh), menghasilkan waktu laten selama 19,33 jam, jumlah telur hasil stripping sebanyak 7595, diameter telur sebesar 1,33 mm, kematangan telur sebesar 91,33%, dan indeks ovisomatik sebesar 13,13%. Kata Kunci : Synodontis, hCG, ovulasi dan kualitas telur

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan synodontis (Synodontis eupterus) merupakan salah satu ikan hias yang memiliki nilai ekonomis tinggi, hal ini karena memiliki corak tubuh yang unik dan sirip dorsal yang tegak dan memanjang. Selain itu ikan ini juga memiliki tingkah laku yang unik, bisa berenang dalam posisi tubuhnya yang terbalik sehingga menjadikan ikan ini memiliki daya tarik tersendiri untuk dibudidayakan. Ketersediaan benih yang cukup, baik kualitas maupun kuantitas merupakan faktor mutlak yang sangat menentukan keberhasilan usaha budidaya yang dilakukan. Untuk mendapatkan benih yang cukup tersebut dapat dilakukan melalui pembenihan secara terkontrol yaitu dengan melakukan pemijahan buatan (induced breeding). Pemijahan ikan dapat dipercepat dengan cara memanipulasi kondisi yang ada, misalnya dengan memberikan rangsangan hormone melalui penyuntikan pada tubuh ikan (Woynarovich and Horvarth, 1981). Selanjutnya Sukendi (2001) menyatakan bahwa dalam melakukan pemijahan buatan ada tiga kegiatan yang harus dilakukan secara bertahap, yaitu 1) pra pemijahan adalah kegiatan penyediaan induk matang gonad siap untuk dipijahkan, 2) pemijahan adalah penyuntikan induk ikan betina dan jantan untuk menghasilkan telur dan semen yang siap untuk difertilisasi sampai terjadi penetasan menghasilkan larva dan 3) pasca pemijahan adalah kegiatan pembesaran larva hasil penetasan sampai menjadi benih yang siap untuk dibesarkan, direstocking atau dijual. Untuk pemijahan perlu diketahui jenis hormon yang tepat dalam meningkatkan daya rangsang ovulasi dan meningkatkan kualitas telur pada induk ikan betina serta meningkatkan volume semen dan kualitas spermatozoa pada induk ikan jantan. Human Chorionic Gonadotropin Hormon (hCG) merupakan hormon yang efektif untuk menggantikan ekstrak hipofisa ikan mas dalam merangsang ovulasi pada ikan (Lam, 1985). Selain itu hormon ini juga dapat memberikan pengaruh yang positip terhadap penetasan telur pada ikan (Yanhar et al.,2009). Berdasarkan latar belakang tersebut maka

Page 71: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

63 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

perlu dilakukan penelitian tentang “Pengaruh Penyuntikan hCG terhadap Daya Rangsang Ovulasi dan Kualitas Telur Ikan Synodontis (Synodontis eupterus)”. Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dosis penyunetikan hCG yang tepat dalam meningkatkan daya rangsang ovulasi dan kualitas telur induk ikan synodontis betina, sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah menjadi dasar dalam memulai melakukan pembenihan ikan synodontis melalui pemijahan buatan.

BAHAN DAN METODA

Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pembenihan dan Pemuliaan Ikan (PPI),

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau yang dilakukan dari bulan Maret sampai dengan Juni 2018.

Perlakuan dan Rancangan Perlakuan yang diberikan pada induk ikan synodontis betina TKG IV adalah dosis penyuntikan hCG yang berbeda, yaitu : P1 = penyuntikan hCG hCG dengan dosis 400 IU/kg bobot tubuh P2 = penyuntikan hCG hCG dengan dosis 600 IU/kg bobot tubuh P3 = penyuntikan hCG hCG dengan dosis 800 IU/kg bobot tubuh P4 = penyuntikan hCG hCG dengan dosis 1000 IU/kg bobot tubuh P5 = penyuntikan 1 ml NaCl fisiologis 0,65 % /kg bobot tubuh (sebagai

kontrol) Ulangan dari masing-masing perlakuan dilakukan tiga kali dengan menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model rancangan sebagai berikut : Yij = µ + τ i + ∑ ij dimana : Y ij = Hasil pengamatan individu yang mendapat perlakuan ke - i

dan ulangan ke- j µ = Rata-rata umum τ i = Pengaruh perlakuan ke-i ∑ ij = Pengaruh galat perlakuan ke - i ulangan ke – j Untuk menentukan daya rangsang ovulasi dan kualitas telur ikan synodontis terbaik dari perlakuan penyuntikan yang diberikan maka parameter ikan uji yang diukur adalah : 1. Waktu laten, ditentukan dengan cara menghitung selisih antara waktu penyuntikan

terakhir dengan saat terjadi ovulasi yang dinyatakan dengan satuan jam. 2. Jumlah telur ovulasi, ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : a A = ----------- x n b dimana : A = Jumlah telur (butir) yang berhasil diovulasikan

a = Berat (gram) semua telur yang diovulasikan b = Berat (gram) sub sampel telur n = Jumlah rata-rata (butir) sub sampel telur 3. Diameter telur, diukur sebelum dan setelah penyuntikan, ditentukan dengan cara

Page 72: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

64 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

mengambil sampel telur sebanyak 50 butir untuk diukur diameternya di bawah mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer okuler.

4. Kematangan telur, diukur sebelum dan setelah penyuntikan, ditentukan dengan cara mengambil 50 butir telur, ditetesi larutan transparan, Selanjutnya diamati di bawah mikroskop telur yang intinya telah berpindah ke pinggir, dihitung kematangan telur dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

T

K = -------- x 100 % M

dimana : K = Prosentase kematangan telur T = Jumlah telur yang intinya telah menepi M = Jumlah keseluruhan telur contoh yang diamati 5. Ovisomatik Indeks (%), diukur dengan membandingkan bobot telur hasil ovulasi dengan bobot induk. Nilai ovisomatik induk dihitung dengan menggunakan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN

Waktu Laten

Waktu laten ditentukan dengan menghitung jarak waktu antara penyuntikan terakhir dengan ovulasi pada ikan yang dinyatakan dalam satuan jam. Hasil pengamatan terhadap waktu laten menunjukkan bahwa secera berurutan waktu laten tersingkat terdapat pada perlakuan P4 (penyuntikan hCG 1000 IU/kg bobot tubuh) dengan rata-rata waktu laten selama 19,33 jam , diikuti oleh perlakuan P3 (penyuntikan hCG 800IU/ kg bobot tubuh) selama 20,33 jam, perlakuan P2 (penyuntikan 600 IU hCG /kg bobot tubuh) selama 21,33 jam, perlakuan P1 (penyuntikan hCG 400 IU/kg bobot tubuh) dan perlakuan P5 (penyuntikan 1 ml Nacl 0,95%) masing-masing selama 24,5 jam (Gambar 1). Nilai waktu laten tersingkat ikan synodontis yang diperoleh lebih lebih besar dari waktu laten ikan lele dumbo (Clarias gariepinus Burcheel) dengan penyuntikan dosis 0,50 ml ovaprim/kg bobot tubuh menghasilkan waktu laten selama 9,2 jam (Sukendi, 1995), ikan baung (Mystus nemurus CV) dosis 0,9 ml ovaprim/kg bobot tubuh menghasilkan waktu laten selama 8,6 jam (Sukendi, 2001), ikan kapiek (Puntius schwanefeldi Blkr) dosis 0,50 ml ovaprim/kg bobot tubuh menghasilkan waktu laten selama 7,23 jam (Sukendi, Putra dan Yurisman, 2006), ikan motan (Thynnichthys thynnoides Blkr) dosis 0,70 ml ovaprim/kg bobot tubuh menghasilkan waktu laten selama 6,58 jam (Sukendi, Putra dan Yurisman, 2009) dan ikan senggaringan (Mystus nigriceps CV) dosis 0,70 ml ovaprim/kg bobot tubuh menghasilkan waktu laten selama 6,37 jam (Sukendi, Putra dan Nur’Asiah, 2014) dan ikan selais (Ompok hypophthalmus) dosis 0,50 ml ovaprim/kg bobot tubuh menghasilkan waktu laten sebesar 6,00 jam (Putra, Sukendi dan Yurisman, 2010).

Berdasarkan analisis variansi (ANAVA) perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap waktu laten. Hasil uji lanjut menggunakan Studi Newman Keuls (SNK) diperoleh bahwa P4 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan P3 namun berbeda nyata (P<0,05) dengan P2 dan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan P1 dan P5, P3 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan P2 dan P2 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan P1.

Page 73: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

65 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 1. Waktu Laten Ikan Synodontis (Synodontis eupterus)

Semakin singkat waktu laten yang diperoleh dalam pemijahan akan semakin baik karena semakin singkat juga waktu pemijahan yang dibutuhkan. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa semakin besar dosis hCG yang diberikan maka semakin singkat pula waktu laten yang diperoleh. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Ennizarti (1997), menyatakan semakin banyak dosis hCG yang disuntikan maka semakin banyak Gonadotropin yang masuk ke dalam darah ikan sehingga semakin banyak gonadotropin yang disekresikan oleh hipofisa dan selanjutnya mempercepat proses pematangan akhir. Selanjutnya Park (2002) menyatakan bahwa hCG merupakan jenis hormon yang umum digunakan untuk menstimulasi ovulasi pada ikan dengan kandungan yang dimilikinya.

Waktu laten tersingkat yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu 19,33 jam menunjukkan lebih singkat dibandingkan dengan waktu laten ikan synodontis jenis lain (Synodontis niger) yang memiliki waktu laten tersingkat yaitu 20 jam dengan penyuntikan ovaprim (Satyani, 2008). hCG sangat berperan dalam merangsang ikan untuk terjadinya ovulasi, hal ini sama dengan fungsi ovaprim yang mengandung sGnRH-a + domperidon sangat berperan di dalam memacu terjadi ovulasi dan pemijahan pada ikan, yaitu pada saat pematangan gonad, dimana sGnRH-a berperan merangsang hipofisis untuk melepas gonadrotropin (Lam, 1985), yang dalam kondisi alamiah sekresi gonadotropin dihambat oleh dopamine sehingga apabila dopamin dihalang dengan antagonisnya maka peranan dopamin akan terhenti dan sekresi gonadotropin akan meningkat (Harker, 1992). Gonadotropin yang dihasilkan akan menuju gonad dan akan mempercepat terjadinya pematangan oosit tahap akhir pada ikan pawas betina.

Jumlah Telur Hasil Stripping

Jumlah telur hasil stripping yang diperoleh dari penelitian ini dapat dilihat pada

Gambar 2. Jumlah telur hasil stripping tertinggi secara berurutan diperoleh pada perlakuan P4 (penyuntikan hCG 1000 IU/kg bobot tubuh) sebanyak 7595 butir, diikuti oleh perlakuan P3 (penyuntikan hCG 800IU/ kg bobot tubuh) sebanyak 6092 butir, perlakuan P2 (penyuntikan 600 IU hCG /kg bobot tubuh) sebanyak 5707 butir, perlakuan P1 (penyuntikan hCG 400 IU/kg bobot tubuh) sebanyak 4697 butir dan perlakuan P5 (penyuntikan 1 ml Nacl 0,95%) sebanyak 2951 butir.

Berdasarkan analisis variansi (ANAVA) perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap jumlah telur hasil stripping. Hasil uji lanjut menggunakan Studi Newman Keuls (SNK) menunjukkan bahwa P5 berbeda nyata

Page 74: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

66 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

(P<0,05) dengan P1 namun berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan P2, P3 dan P4 serta P2 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan P3.

Gambar 2. Jumlah Telur Hasil Stripping Ikan Synodontis (Synodontis eupterus)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar dosis hCG yang diberikan maka semakin banyak pula jumlah telur hasil stripping yang diperoleh. Hal ini dikarenakan oleh kandungan LH yang terdapat dalam hCG berperan dalam pematangan tahap akhir gonad yang menyebabkan semakin banyaknya telur yang matang dan merangsang ikan untuk ovulasi. Hal ini juga disampakan oleh Tahapari dan Dewi (2013) yang menyatakan bahwa LH yang lebih dominan dalam hCG mampu meningkatkan proses pematangan akhir gonad dan ovulasi pada ikan. Sedikitnya jumlah telur yang dikeluarkan pada saat ovulasi disebabkan karena peroses ovulasi yang terjadi tidak sempurna, dimana gonadothropin realising hormone yang ada di dalam tubuh ikan betina tidak cukup untuk merangsang ovulasi seluruh telur yang terdapat di dalam ovarium. Diameter Telur Diameter telur ikan synodontis yang diperoleh dari penelitian ini disajikan pada Gambar 3. Nilai diameter telur ikan synodontis tertinggi secara berurutan diperoleh pada perlakuan P4 (penyuntikan hCG 1000 IU/kg bobot tubuh) dan P3 (penyuntikan hCG 800 IU/ kg bobot tubuh) dengan rata-rata diameter telur sebesar 1,33 mm, diikuti oleh perlakuan P2 (penyuntikan 600 IU hCG /kg bobot tubuh) sebesar 1,27 mm, perlakuan P1 (penyuntikan hCG 400 IU/kg bobot tubuh) sebesar 1,23 mm dan perlakuan P5 (penyuntikan 1 ml Nacl 0,95%) sebesar 1 mm.

Gambar 3. Diameter Telur Ikan Synodontis (Synodontis eupterus)

Page 75: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

67 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Berdasarkan analisis variansi (ANAVA) perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap diameter telur. Hasil uji lanjut menggunakan Studi Newman Keuls (SNK) menunjukkan bahwa P5 berbeda nyata (P<0,05) dengan P1, P2, P3 dan P4.

Nilai diameter telur tertinggi yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu 1,33 mm lebih besar dibandingkan dengan diameter telur ikan synodontis tertinggi yang diperoleh oleh Ramad (2013) melalui kombinasi penyuntikan ovaprim dengan oksitosin yaitu 0,93 mm. Menurut Syandri (1996) diameter telur untuk setiap spesies ikan beragam antara individu. Faktor yang mempengaruhi ukuran diameter telur antara lain faktor genetika, faktor lingkungan, umur ikan dan ketersediaan makanan.

Kematangan Telur Nilai rata-rata kematangan telur ikan synodontis yang diperoleh dari penelitian ini disajikan pada Gambar 4. Nilai rata-rata kematangan telur tertinggi secara berurutan diperoleh pada perlakuan P4 (penyuntikan hCG 1000 IU/kg bobot tubuh) sebesar 91,33%, diikuti oleh perlakuan P3 (penyuntikan hCG 800 IU/ kg bobot tubuh) sebesar 89,33%, perlakuan P2 (penyuntikan 600 IU hCG /kg bobot tubuh) sebesar 88%, perlakuan P1(penyuntikan hCG 400 IU/kg bobot tubuh) sebesar 85,33% dan perlakuan P5 (penyuntikan 1 ml Nacl 0,95%) sebesar 78 %.

Gambar 4. Kematangan Telur Ikan Synodontis (Synodontis eupterus)

Berdasarkan analisis variansi (ANAVA) perlakuan yang diberikan berpengaruh

sangat nyata (P<0,01) terhadap kematangan telur. Hasil uji lanjut menggunakan Studi Newman Keuls (SNK) menunjukkan bahwa P5 berbeda nyata (P<0,05) dengan P1, P2, P3 namun P1 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan P2 dan P3 serta P2 dan P3 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan P4. Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa semakin tinggi dosis hCG yang diberikan kepada ikan betina, maka semakin tinggi pula nilai kematangan telur yang diperoleh. Ini menunjukkan bahwa hCG berperan dalam proses pematangan telur ikan synodontis. Nagahama et. al., (1995) menyatakan bahwa peningkatan LH dalam tubuh ikan dapat meningkatkan aktivitas 20β-hidroksisteroid dehidrogenase (20β-HSD) untuk memproduksi 17α,20β dihidroksiprogesteron sehingga terjadi pematangan oosit yang diikuti dengan ovulasi.

Page 76: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

68 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Ovisomatik Indeks Nilai rata-rata ovisomatik indeks ikan synodontis yang diperoleh dari penelitian ini

disajikan pada Gambar 5. Nilai rata-rata ovisomatik indeks telur tertinggi secara berurutan diperoleh pada perlakuan P4 (penyuntikan hCG 1000 IU/kg bobot tubuh) sebesar 13,13 %, diikuti oleh perlakuan P3 (penyuntikan hCG 800 IU/ kg bobot tubuh) sebesar 12,70 %, perlakuan P2 (penyuntikan 600 IU hCG /kg bobot tubuh) sebesar 12,57 %, perlakuan P1(penyuntikan hCG 400 IU/kg bobot tubuh) sebesar 11,41 % dan perlakuan P5 (penyuntikan 1 ml Nacl 0,95%) sebesar 11,00 %.

Gambar 5. Ovisomatik Indeks Ikan Synodontis (Synodontis eupterus) Berdasarkan analisis variansi (ANAVA) perlakuan yang diberikan berpengaruh

sangat nyata (P<0,01) terhadap ovisomatik indeks ikan synodontis. Hasil uji lanjut menggunakan Studi Newman Keuls (SNK) menunjukkan bahwa P1 dan P5 berbeda nyata (P<0,05) dengan P1, P2, P3 namun P1 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan P5, begitu juga antara P2 dengan P3 dan P3. Menurut Suhenda (2009), nilai ovisomatik indeks ikan berkaitan dengan proses vitelogenesis, dimana pada saat terjadinya proses vitelogenesis granula kuning telur akan bertambah dalam jumlah dan ukurannya sehingga volume oosit akan membesar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa dosis hCG terbaik untuk meningkatkan daya rangsang ovulasi dan kualitas telur ikan synodontis adalah P4 (1000 IU/Kg bobot tubuh), menghasilkan waktu laten selama 19,33 jam, jumlah telur hasil stripping sebanyak 7595, diameter telur sebesar 1,33 mm, kematangan telur sebesar 91,33%, dan indeks ovisomatik sebesar 13,13%. Saran Disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan tentang penyuntikan hCG terbaik untuk meningkatkan nilai fertilitas, daya tetas dan kelangsunghidupan ikan synodontis, sehingga nantinya kebutuhan benih untuk budidaya ikan tersebut akan dapat diperoleh melalui pemijahan buatan dengan penyuntikan hCG.

DAFTAR PUSTAKA

Harker, K.1992. Pembiakan Carp dengan Menggunakan Ovaprim di India. Warta

Page 77: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

69 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Akuakulture. Volume 2, No 3. Lam,T. J. 1985. Induced spawning in fish. In C. S. Lee and I. C. Liao (Eds). Reproduction

and culture at Milfish the Oceanic Institut, Hawai. Park I. S. 2002. Induction of ovulation by hCG LHRHa and Carp pituitary in

Rhynchocypris oxycephalus (Sauvage and Dabry). Asian Fisheries Science 15: 387-393.

Putra, R. M., Sukendi dan Yurisman. 2010. Teknologi domestikasi, pembenihan dan budidaya ikan selais (Ompok hypopthalmus) dalam rangka meningkatkan kesejahteraan nelayan dan petani ikan pinggiran Sungai Kampar, Riau. Universitas Riau Pekanbaru.

Ramad T. F. 2013. Penggunaan Hormon Oksitosin Dan Ovaprimdengan Nisbah Kombinasi Yang Berbeda Pada Induksi Ovulasi Ikan Synodontis Synodontis eupterus. Departemen Budidaya Perairan Institut Pertanian Bogor. Skripsi.

Satyani D. 2008. Akurasi Dalam Aplikasi Teknologi Stimulasi Hormon Untuk Pemijahan Ikan. Media Akuakultur. Vol. 3. No 1.

Suhenda, N. 2009. Peningkatan Produksi Benih Baung (Mystus nemurus) Melalui Perbaikan Kadar Lemak Pakan Induk. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Jurnal Berita Biologi. Bogor.

Sukendi. 1995. Pengaruh kombinasi penyuntikan ovaprim dan prostaglandin F2α terhadap perubahan histology ovarium ikan dumbo (Clarias gariepinus Burcheel). Lembaga Penelitian Universitas Riau.

Sukendi. 2001. Biologi reproduksi dan pengendaliannya dalam upaya pembenihan ikan baung (Mystus nemurus CV) dari Perairan Sungai Kampar Riau. Disertasi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sukendi, R.M. Putra dan Yurisman. 2006. Teknologi pembenihan dan budidaya ikan kapiek (Puntius schwanefeldi Blkr) dari Perairan Sungai Kampar Riau. Lembaga Penelitian Universitas Riau.

Sukendi, R. M. Putra., Nur.Asiah dan Benny Heltonika. 2013. Penerapan teknologi pemijahan buatan ikan baung (Mystus nemurus CV) dengan menggunakan kombinasi penyuntikan ovaprim dan prostaglandin F2 α (PGF2α)di Desa Kabun, Kecamatan Kabun, Kabupaten Rokan Hulu, Riau. Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Riau.

Syandri, H. 2004. Penggunaan Ikan Nilem (Osteochilus haselti CV) dan Ikan Tawes (Puntius javanicus CV) sebagai Agen Hayati Pembersih Perairan Danau Maninjau. Sumatera Barat. Jurnal Natural Indonesia 6(2): 87-90.

Woynarovich, E. and Horvath, L. 1980. The Artifical Propagration Of Warm Water Fin Fish Mannual for Extention. FAO. Fisheris Technical Paper No. 20/FIR/T.20

Yanhar, Nuraini, dan Yurisman, 2009. Pengaruh Dosis hCG yang Berbeda Terhadap Ovulasi dan Penetasan Telur Ikan Tambakan (Helostoma temmincki C. V). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 37 hal.

Page 78: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

70 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

PROFIL TANAH DASAR KOLAM PODSOLIK MERAH KUNING (PMK) DENGAN UMUR BERBEDA PADA KOLAM BUDIDAYA IKAN PATIN

(Pangasius sp.) SECARA INTENSIF

Ahmad Yunus, Saberina Hasibuan, Syafriadiman

Laboratorium Mutu Lingkungan Budidaya Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau

Email : [email protected]

ABSTRAK

Peneltian ini telah dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Maret sampai Mei 2017, bertempat di Desa Koto Masjid, Kampar, Riau dan pengamatan parameter di Laboratorium Mutu Lingkungan Budidaya Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui lapisan-lapisan pada profil tanah dasar kolam podsolik merah kuning (PMK) dan karakteristiknya dengan umur berbeda pada kolam budidaya ikan patin (Pangasius sp.) secara intensif. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dan observasi langsung dengan 1 faktor, 4 perlakuan dan 3 ulangan. Profil tanah dasar kolam tertinggi pada lapisan flocculent layer (F) awal adalah P1(umur kolam 0-5 tahun) yaitu 0,98 cm sedangkan pada F akhir adalah P3 (umur kolam 11-15 tahun). Selanjutnya pada lapisan mixed sediment layer (S) awal yang tertinggi adalah P3 yaitu 3,98 cm, sedangkan pada lapisan S akhir adalah P2 (umur kolam 6-10 tahun) yaitu 7,91 cm. Selanjutnya pada lapisan matures stable sediment (M) awal yang tertinggi adalah P4 (umur kolam 16-20 tahun) yaitu 8,59 cm, sedangkan pada lapisan M akhir adalah P2 yaitu 11,50 cm. Selanjutnya pada lapisan transitional layer (T) awal yang tertinggi adalah P3 yaitu 10,54 cm, sedangkan pada lapisan T akhir adalah P2 yaitu 17,16 cm. Parameter kualitas tanah yang diukur masih tergolong baik. Tekstur tanah fraksi pasir 74,16-89,66%, fraksi debu 2,66-9,83%, fraksi lempung 7,66-16,00%. BV tanah 0,45-1,58 g/cm3, BJ tanah 1,53-2,18 g/ml, porositas tanah 14,75-66,26%, C organik tanah 1,97-5,60% dan pH tanah 6,80-6,96. Kata Kunci : Profil Tanah Dasar Kolam, Flocculent layer, Podsolik Merah Kuning, Pangasius sp.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Perkembangan usaha budidaya saat ini sangat pesat, terutama di negara-negara berkembang khususnya di Indonesia bahwa usaha budidaya ikan mayoritas menggunakan kolam tanah sebagai media tempat pembesaran ikan.Salah satunya adalah jenis tanah podsolik merah kuning (PMK). Jika dilihat, tanah podsolik merah kuning (PMK) termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total daratan Indonesia (Subagyo et al.,2004). Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000 ha), Sumatera (9.469.000 ha), Maluku dan Papua (8.859.000 ha), Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha), dan Nusa Tenggara (53.000 ha). Tanah podsolik merah kuning (PMK) mempunyai ciri-ciri penampang tanah yang dalam,kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi (Sri Adiningsih dan Mulyadi 1993). Faktor yang sangat penting dalam budidaya ikan adalah tanah dan air, karena mutu tanah dasar kolam jelas akan berpengaruh terhadap kualitas air kolam dan pada gilirannya akan berpengaruh kuat terhadap kehidupan (produksi) ikan yang dibudidayakan dalam

Page 79: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

71 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

kolam tersebut (Hasibuan etal., 2011). Menurut Munsiri et al., (1995), profil tanah dasar kolam terdir dari lapisan penjojotan (flocculent layer), lapisan campuran tanah dasar kolam (mixed sediment layer), lapisan tanah dasar kolam matang dan mantap (matures stable sediment), lapisan peralihan (transitional layer) dan lapisan dasar kolam asli dan tidak terusik (parent layer/original undisturbed pond bottom). Adapun lapisan flocculent layer dan mixed sediment layer berperan penting dalam budidaya ikan, karena pada daerah ini terjadi proses pertukaran hara yang pada gilirannya akan berpengaruh pada kualitas air (Munsiri et al., 1995). Menurut Boyd et al., (1994) mengatakan bahwa kolam baru masih sedikit aktifitas yang dilakukan, sedangkan kolam dengan aktifitas menengah hingga tinggi dapat digolongkan pada kolam lama. Kolam yang tidak dikelola dengan baik, maka akan menimbulkan masalah dengan adanya pendangkalan kolam akibat lumpur dari tanah dasar kolam yang menyebabkan menurunnya produksi ikan. Umur kolam yang tua jika tidak dikelola dengan baik maka berpotensi besar untuk menurunkan produktivitas Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Profil tanah dasar kolam Podsolik Merah Kuning (PMK) dengan umur yang berbeda pada kolam budidaya ikan patin (Pangasius sp.) secara intensif”. Tujuan dan Manfaat Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lapisan-lapisan pada profil tanah dasar kolam PMK (flocculent layer, mixed sediment layer, matures stable layer, transitional layer) berdasarkan karakteristiknya dengan umur yang berbeda pada kolam budidaya ikan patin (Pangasius sp.) secara intensif di Desa Koto Mesjid Kabupaten Kampar. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang profil tanah dasar kolam PMK umur berbeda yang dibudidayakan ikan patin (Pangasius sp.) secara intensif kepada para petani sehingga menjadi acuan dan pertimbangan dalam pengelolaan tanah dasar kolam dalam peningkatan produksi bagi petani ikan khususnya di Desa Koto Mesjid Kabupaten Kampar.

METODE PENELITIAN Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2017, bertempat di Desa Patin Koto Masjid, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau dandi Laboraturium Mutu Lingkungan Budidaya, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 12 kolam tanah PMK yang dimiliki oleh petani ikan yang berada di daerah Desa Koto Mesjid, kemudian pipa transparan diameter 1,5 cm yang ditancapkan pada tanah dasar pada tiap kolam penelitian. Pipa transparan yang ditancapkan terdiri atas dua jenis, pertama ada yang sifatnya sementara (tiap minggu diambil) dan yang kedua sifatnya permanen (hanya pada minggu terakhir diambil).Kemudian tanah yang menancap di pipa bening diukur lapisan per lapisan untuk dilihat profilnya sesuai dengan karakteristik profil tanah dasar kolam menurut Munsiri et al., (1995). Setelah diukur kemudian tanah di dalam pipa transparan dikeluarkan secara utuh menggunakan pendorong pipa yang terbuat dari bambu.Kemudian tanah tersebut dipotong-potong agar terpisah tiap lapisannya. Setelah itu tanah dimasukkan kedalam ring-ring kecil berdiameter 1,8 cm sesuai lapisannya dan dimampatkan.Kemudian untuk mengukur BV tanah, BJ tanah, C-organik tanah maka ring-ring tadi ditimbang terlebih dahulu kemudian dioven pada suhu 105oC selama 24 jam. Setelah kering ditimbang lagi massa tanah kering ovennya dan kemudian dilanjutkan sesuai prosedur

Page 80: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

72 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

masing-masing. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dan observasi langsung dengan satu faktor 4 taraf perlakuan dengan 3 kali ulangan sehingga diperlukan 12 unit percobaan. Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini yaitu : P1= umur kolam 0-5 tahun. P2= umur kolam 6-10 tahun. P3= umur kolam 11-15 tahun. P4= umur kolam 16-20 tahun.

Parameter yang diamati selama penelitian adalah profil tanah dengan metode pengamatan langsung menggunkan pipa transparan (Munsiri et al., 1995), warna tanah dengan mencocokkan dengan buku standard soil color charts (Hasibuan dan Syafriadiman, 2013),tekstur tanah dengan metode hidrometer (BPPP, 2005), berat volume tanah (BV) dengan metode ring sampel (Hasibuan dan Syafriadiman, 2013), berat jenis tanah (BJ) dengan metode volumetrik (Agus dan Setiari, 2006), porositas tanah dengan metode volumetric (Hasibuan dan Syafriadiman, 2013), C-organik tanah dengan metode walkleyand black (Hasibuan, 2015), pH tanah dengan menggunakan pH meter (Boyd, 1979).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil tanah

Perubahan profil tanah dasar kolam podsolik merah kuning (PMK) dengan umur

berbeda yang dibudidayakan ikan Patin secara intensif. Hasil pengukuran profil tanah dasar kolam pada semua perlakuan selama penelitian disajikan secara ringkas pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata profil tanah dasar kolam (cm) dan standar deviasi dengan umur kolam yang berbeda selama penelitian

Perla Kuan

Lapisan (cm) F awal

F akhir S awal S akhir

M awal M akhir T awal T akhir

P1 0,98±0,2

4,66±0,6ab

3,35±0,5

7,33±2,5

7,61±0,4

7,50±2,5

7,88±0,9

11,16±4,4

P2 0,83±0,1

5,08±1,2ab

3,50±0,6

7,91±4,0

7,11±1,0

11,50±4,0

9,54±0,6

17,16±1,9

P3 0,96±0,1

5,98±0,3b

3,98±0,3

7,75±1,1

7,35±0,5

9,75±2,0

10,54±2,4

15,25±5,1

P4 0,77±0,1

3,28±0,4a

3,28±0,4

4,41±0,8

8,59±0,4

5,33±0,6

9,90±1,3

10,08±1,3

Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata pada α<0,05

P1 = umur kolam 0-5 tahun, P2 = umur kolam 6-10 tahun, P3 = umur kolam 11-15 tahun, P4 = umurkolam 16-20 tahun.

Berdasarkan Tabel 1, secara umum profil tanah dasar kolam pada lapisan flocculent

Page 81: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

73 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

layer (F) berkisar antara 0,77-5,98 cm, sedangkan pada lapisan mixed sediment layer (S) berkisar 3,28-7,91 cm. Profil tanah dasar kolam pada lapisan matures stable sediment (M) berkisar 7,11-11,50 cm, sedangkan pada lapisan transitional layer (T) berkisar 7,88-17,16 cm. Profil tanah dasar kolam pada setiap lapisan mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan adanya pertambahan kandungan lumpur pada kolam disetiap perlakuan selama penelitian. Pertambahan kandungan lumpur itu disebabkan oleh sisa-sisa metabolisme dari ikan berupa urine dan feses serta pelet yang tidak termakan oleh ikan yang terakumulasi menjadi bahan organik.Bahan organik dapat berfungsi sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah kolam menjadi lebih baik untuk produksi.Seperti yang dikatakan oleh Bot dan Benites (2005) bahwa salah satu peran penting bahan organik adalah menjadi perekat partikel tanah untuk membentuk struktur tanah terbaik. Dekomposisi bahan organik menjadi molekul humus dan menciptakan partikel humus yang berfungsi sebagai “semen” dari fraksi pasir, debu dan liat dari tanah dalam agregat yang tidak mudah hancur dalam air (Cristensen, 1986).

Lapisan flocculent layer (F) terdiri dari lapisan teroksidasi (oksidized layer) dan lapisan tereduksi (anaerobic layer) (Munsiri et al., 1995). Lapisan teroksidasi (oxidized layer) akan ditemukan pada lapisan atas flocculent layer yang merupakan lapisan sedimen paling atas yang mengandung oksigen.

Lapisan ini sangat bermanfaat dan harus dipelihara keberadaannya selama siklus budidaya (Boyd, 2002). Pada lapisan tersebut terjadi dekomposisi aerobik yang menghasilkan antara lain: karbon dioksida (CO2), NH3 dan nutrient lainnya. Pada lapisan anaerobic layer, beberapa mikroorganisme mendekomposisikan material organik dengan reaksi fermentasi yang menghasilkan alkohol, keton, aldehida dan senyawa organik lainnya sebagai hasil metabolisme. Kandungan bahan organik yang rendah menyebabkan terhambatnya perkembangan makanan alami, sedangkan kandungan bahan organik yang terlalu tinggi akan menyebabkan tingginya kebutuhan oksigen untuk mendekomposisikannya.

Menurut Boyd (2002), beberapa mikroorganisme anaerobik dapat dapat memanfaatkan O2 dari NO3, NO2, ferro (Fe2+), SO4 dan CO2 untuk mendekomposisikan bahan organik dengan mengeluarkan N2, NH3, H2S dan metan (NH4) sebagai hasil metabolisme. Dari uraian tersebut diduga pengaruh total dari bahan organik tanah yang berbentuk lumpur itu yang menyebabkan penurunan kandungan NO3 air dalam mempengaruhi produksi total kolam sebagai akibat dari NO3 air dimanfaatkan oleh bakteri untuk mendekomposisikan bahan organik tanah yang ada didasar kolam.

Pada lapisan flocculent layer (F) akhir perlakuan P3 berbeda nyata dengan perlakuan P4.Hal ini disebabkan karena kolam pada perlakuan P4 (umur kolam 16-20 tahun) dikelola oleh petani dengan baik dan adanya pengerukan lumpur dasar kolam dengan jumlah yang banyak sehingga mengakibatkan lumpur yang tertinggal di dasar kolam tinggal sedikit. Sedangkan pada perlakuan P3 (umur kolam 11-15 tahun) juga terjadi pengerukan lumpur pada dasar kolam, namun tidak sebanyak jumlahnya daripada pengerukan lumpur pada perlakuan P4. Ditambah lagi oleh faktor pemberian jumlah pelet yang berlebihan dan faktor kemampuan ikan mengoptimalkan pelet yang diberikan serta kemampuan metabolisme ikan dalam mencerna makanan yang menghasilkan sisa metabolisme berupa urine dan feses juga mempengaruhi terhadap jumlah kandungan lumpur pada lapisan F (flocculent layer).Untuk lebih jelasnya melihat perubahan lapisan pada tiap perlakuan dari awal dan akhir bisa dilihat Gambar 1.

Page 82: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

74 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

P1 awal P1 akhir P2 awal P2 akhir

P3 awal P3 akhir P4 awal P4 akhir

Gambar 1. Profil kolam pada tiap perlakuan awal dan akhir Sumber : Dokumentasi pribadi

Secara statistik perubahan profil tanah dasar kolam di setiap lapisan pada setiap perlakuan tidak terlihat, akan tetapi secara pengamatan perubahan itu terlihat. Jika dilihat profil tanah dasar kolam pada lapisan mixed sediment layer (S) pada setiap perlakuan juga mengalami peningkatan antara S awal dan S akhir. Hal ini menunjukkan adanya pertambahan kandungan lumpur pada kolam disetiap perlakuan selama penelitian. Dimana selisih pertambahan kandungan lumpur tertinggi terdapat pada P2 (umur kolam 6-10 tahun) dengan nilai yaitu 4,41 cm. Sedangkan yang terendah pada P4 (umur kolam 16-20 tahun) yaitu 1,13 cm. Hal ini terjadi disebabkan selain adanya pengaruh pengerukan lumpur juga adanya pemampatan kandungan lumpur pada lapisan F (flocculant layer) kemudian berubah menjadi sedimen memampat ke bawah sehingga ia termasuk ke dalam klasifikasi lapisan S (mixed sediment layer).

Profil tanah dasar kolam pada lapisan M (matures stable sediment) di setiap perlakuan juga mengalami peningkatan antara M awal dan M akhir kecuali pada P1 dan P4 yang cenderung menurun. Dimana selisih kandungan lumpur tertinggi terdapat pada P2 (umur kolam 6-10 tahun) dengan nilai yaitu 4,39 cm. Sedangkan yang terendah pada P4 (umur kolam 16-20 tahun) yaitu 3,26 cm. Hal ini disebabkan karena salah satu sifat lapisan M yaitu tidak ada pengadukan dan proses alamiah yang terjadi didasar kolam.

Profil tanah dasar kolam pada lapisan T (transitional layer) disetiap perlakuan juga mengalami peningkatan antara T awal dan T akhir.Hal ini menunjukkan adanya pertambahan kandungan lumpur pada kolam disetiap perlakuan selama penelitian. Dimana selisih pertambahan kandungan lumpur tertinggi terdapat pada P2 (umur kolam 6-10 tahun) dengan nilai yaitu 7,62 cm. Sedangkan yang terendah pada P4 (umur kolam 16-20 tahun) yaitu 0,18 cm. Sama halnya dengan lapisan M, salah satu sifat lapisan T yaitu tidak ada pengadukan dan memang proses alamiah yang terjadi didasar kolam.

Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan analisis variasi (ANAVA) menyatakan bahwa perbedaan umur kolam tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan tinggi profil tanah kolam pada lapisan F, S, M dan T. Kecuali pada lapisan F akhir dimana

Page 83: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

75 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

perbedaan umur kolam berpengaruh nyata terhadap peningkatan tinggi profil tanah kolam. Hasil uji lanjut student Newman-Keuls menunjukkan pada lapisan F akhir, P3 (umur kolam11-15 tahun) berbeda nyata terhadap P4 (umur kolam 16-20 tahun) dan P1 (umur kolam 0-5 tahun) tidak berbeda nyata terhadap P2 (umur kolam 6-10 tahun). Warna Tanah

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pengukuran warna tanah kolam PMK

dari setiap umur kolam mulai dari termuda yaitu, 0-5 tahun, sampai kolam tertua yaitu, 16-20 tahun, tidak mengalami perubahan yang signifikan pada setiap perlakuannya. Untuk mengetahui lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Warna tanah Podsolik Merah Kuning (PMK) selama penelitian

Perlakuan Awal Akhir P1U1 Kuning keabu-abuan

(2,5 Y 6/2) Kuning keabu-abuan

(2,5 Y 6/2) P1U2 Hitam kecoklatan

(10 YR 3/2) Hitam kecoklatan

(10 YR 3/2) P1U3 Abu-abu

(2,5 Y 8/1) Abu-abu kecoklatan

10 YR 6/1 P2U1 Kuning keabu-abuan

(2,5 Y 6/2) Kuning keabu-abuan gelap

(2,5 Y 4/2) P2U2 Keabu-abuan

(5 Y 4/2) Keabu-abuan

(5 Y 4/2) P2U3 Coklat kekuningan

(2,5 Y 5/3) Coklat kekuningan

(2,5 Y 5/3) P3U1 Coklat kuning keabu-abuan

(10 YR 4/2) Coklat kuning keabu-abuan

(10 YR 4/2) P3U2 Keabu-abuan

(5 Y 6/2) Keabu-abuan

(5 Y 6/2) P3U3 Kuning keabu-abuan

(2,5 Y 7/2) Abu-abu terang

(7,5 Y 7/1) P4U1 Hitam kecoklatan

(7,5 YR 3/1) Hitam kecoklatan

(7,5 YR 3/1) P4U2 Hitam kecoklatan

(7,5 YR 3/1) Hitam kecoklatan

(7,5 YR 3/1) P4U3 Coklat kekuning-kuningan terang

(2,5 Y 6/8 ) Coklat kekuning-kuningan

terang (2,5 Y 6/8 )

Keterangan : P1 = umur kolam 0-5 tahun, P2 = umur kolam 6-10 tahun, P3 = umur kolam 11-15 tahun, P4 = umur kolam 16-20 tahun.

Pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa warna tanah pada awal dan akhir penelitian hampir sama kecuali pada P1U3 dan P3U3 yang berbeda. Hal ini disebabkan karena bertambahnya bahan organik yang diduga bersumber dari sisa pakan atau feses ikan.Banyak persamaan warna tanah pada awal dan akhir menunjukkan bahwa perubahan warna tanah dasar kolam memerlukan waktu yang lama. Berdasarkan Tabel 7, menunjukkan juga bahwa warna semakin hitam berbanding lurus dengan umur kolam yang semakin tua. Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa warna tanah berfungsi sebagai penunjuk dari sifat tanah, karena warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat dalam

Page 84: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

76 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

tanah tersebut.Perbedaan warna tanah permukaan tanah umumnya dipengaruhi oleh perbedaan karbon organik, makin tinggi karbon organik maka warna tanah makin hitam. Pendapat ini didukung oleh Suswati (2011) bahwa perbedaan warna tanah umumnya disebabkan perbedaan bahan organik, semakin tinggi bahan organik maka warna tanah akan semakin gelap. Menurut Schwertmann dan Taylor (1989), warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain bahan organik yang menyebabkan warna gelap atau hitam, kandungan mineral primer fraksi ringan seperti kuarsa dan plagioflas yang memberikan warna putih keabuan, serta oksidasi besi seperti goethit dan hematit yang memberikan warna kecoklatan hingga merah. Semakin coklat warna tanah umumnya semakin tinggi kandungan goethit, dan semakin merah warna tanah semakin tinggi kandungan hematite. Tekstur Tanah Selama penelitian diketahui pengukuran tektur tanah kolam PMK dari setiap umur kolam mulai dari termuda yaitu, 0-5 tahun, sampai kolam tertua yaitu, 16-20 tahun, untuk mengetahui lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Persentase fraksi tekstur tanah podsolik merah kuning (PMK) selama penelitian

Perlakuan

Fraksi

Pasir (%) Debu (%) Lempung (%)

P1 80,33±5,50ab 8,50±4,76 11,16±1,89ab

P2 74,16±9,08a 9,83±5,83 16,00±4,00b

P3 85,16±5,00ab 5,16±2,56 9,66±2,51ab

P4 89,66±6,65b 2,66±2,08 7,66±4,61a

Keterangan :Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata pada α<0,05. P1 = umur kolam 0-5 tahun, P2 = umur kolam 6-10 tahun, P3 = umur kolam 11-15 tahun, P4 = umur kolam16-20 tahun.

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa persentase kandungan pasir, debu dan lempung. Secara umum persentase kandungan pasir berkisar 74,16-89,66 %, sedangkan persentase kandungan debu berkisar 2,66-9,83 % dan persentase kandungan lempung berkisar 7,66-16,00 %. Diketahui bahwa fraksi pasir adalah fraksi dari tekstur tanah yang dominan di kolam, sehingga pemberian bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah dan mengurangi porositas pematang. Pada tanah berpasir yang banyak mengandung pori makro yang tidak dapat menahan air, maka penambahan bahan organik akan meningkatkan pori berukuran menengah dan menurunkan pori berukuran makro sehingga meningkatkan kemampuan tanah dalam menahan air (Musthafa dan Athirah, 2014). Persentase kandungan pasir yang tertinggi terdapat pada P4 (umur kolam 16-20 tahun) yaitu 89,66 %, sedangkan yang terendah terdapat pada P2 (umur kolam 6-10 tahun) yaitu 74,16%. Persentase kandungan debu tertinggi terdapat pada P2 (umur kolam 6-10 tahun) yaitu 9,83 %, sedangkan yang terendah terdapat pada P4 (umur kolam 16-20 tahun) yaitu 2,66 %. Persentase kandungan lempung tertinggi terdapat pada P2 (umur kolam 6-10 tahun) yaitu 16,00 %, sedangkan yang terendah terdapat pada P4 (umur kolam 16-20 tahun) yaitu 7,66 %. Hal ini terjadi karena kolam P4 terjadi pengerukan lumpur dalam jumlah yang banyak sehingga kandungan lempung dan debu pada kolam P4 ikut terbawa keluar kolam dan kandungannya menjadi rendah didalam kolam, sedangkan kandungan

Page 85: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

77 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

pasirnya menjadi tinggi.Sedangkan kolam P2 pengerukan lumpurnya tidak sebanyak kolam P4 sehingga kandungan lempung dan debunya menjadi tinggi.

Berdasarkan hasil analisis variasi (ANAVA) menunjukkan perbedaan umur kolam tidak berpengaruh nyata terhadap perbedaan persentase kandungan fraksi debu.Sedangkan pada fraksi pasir dan lempung perbedaan umur kolam berpengaruh nyata.Berdasarkan uji lanjut Duncan menunjukkan kandungan persentase fraksi pasir P2 (umur kolam 6-10 tahun) berbeda nyata terhadap P4 (umur kolam 16-20 tahun) sedangkan P1 (umur kolam 0-5 tahun) tidak berbeda nyata terhadap P3 (umur kolam 11-15 tahun.Pada kandungan persentase fraksi lempung P2 (umur kolam 6-10 tahun) berbeda nyata terhadap P4 (umur kolam 16-20 tahun) sedangkan P1 (umur kolam 0-5 tahun) tidak berbeda nyata terhadap P3 (umur kolam 11-15 tahun).

Berat Volume (BV) Tanah pada Profil Tanah Kolam

Selama penelitian diketahui rata-rata nilai berat volume (BV) tanah podsolik merah

kuning tidak memiliki perbedaan signifikan di setiap perlakuannya, untuk mengetahui lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai BV(g/cm3) pada profil tanah kolam dan standar deviasi tanah podsolik merah

kuning (PMK) selama penelitian Perlakua

n Lapisan

S awal S akhir M awal M akhir T awal T akhir P1 1,24±0,13 0,45±0,16 1,21±0,14 0,98±0,4

6 1,43±0,20 1,43±0,28

P2 1,34±0,12 0,91±0,13 1,29±0,09 0,97±0,19

1,28±0,05 1,10±0,17

P3 1,31±0,11 1,10±0,40 1,31±0,04 1,25±0,42

1,15±0,50 1,58±0,45

P4 1,42±0,04 1,07±0,29 1,44±0,15 1,57±0,25

1,48±0,15 1,45±0,17

Keterangan : P1 = umur kolam 0-5 tahun, P2 = umur kolam 6-10 tahun, P3 = umur kolam 11-15 tahun, P4 = umur kolam 16-20 tahun

Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa rata-rata pengukuran BV tanah dari awal sampai akhir penelitian untuk semua perlakuan. Secara umum hasil pengukuran BV tanah pada lapisan mixed sediment layer (S) berkisar 0,45-1,42 g/cm3, sedangkan pada lapisan matures stable sediment (M) berkisar 0,97-1,57 g/cm3 dan pada lapisan transitional layer (T) berkisar 1,10-1,58 g/cm3. Pengukuran BV tanah pada lapisan S tertinggi terdapat pada P4 (umur kolam 16-20 tahun) yaitu 1,42 g/cm3. Sedangkan yang terendah pada P1 (umur kolam 0-5 tahun) yaitu 0,45 g/cm3. Pengukuran BV tanah pada lapisan M tertinggi terdapat pada P4 (umur kolam 16-20 tahun) yaitu 1,57 g/cm3. Sedangkan yang terendah pada P2 (umur kolam 6-10 tahun) yaitu 0,97 g/cm3. Pengukuran BV tanah pada lapisan T tertinggi terdapat pada P3 (umur kolam 11-15 tahun) yaitu 1,58 g/cm3. Sedangkan yang terendah pada P2 (umur kolam 6-10 tahun) yaitu 1,10 g/cm3.

Perubahan nilai berat volume pada tanah kolam dipengaruhi oleh sumbangan bahan organik yang berasal dari populasi fitoplankton.Nilai berat isi tanah sangat bervariasi antara satu titik dengan titik lainnya karena perbedaan kandungan bahan organik, tekstur tanah, kedalaman tanah, jenis fauna tanah dan kadar air tanah (Agus et al., 2006). Pada tanah dasar kolam, jumlah dan jenis fraksi lempung dan bahan organik memegang peranan penting dalam menentukan berat volume tanah dimana ruang pori total akan semakin besar sehingga menyebabkan berat volume tanah menurun (Sirait, 2013). BV tanah akan

Page 86: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

78 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

cenderung naik jika tanah semakin dalam karena kandungan bahan organik yang semakin rendah, disebabkan kurangnya agregrasi dan terjadinya pemadatan (Agus et al., 2006). Munsiri et al., (1995) mengemukakan bahwa proses pembentukan lapisan tanah dasar kolam dipengaruhi berat volume tanah. Semakin bertambah jeluk, berat volume tanah dasar kolam mendekati konstan sekitar 1,5 g/cm3, sedangkan C-organik makin besar mendekati permukaan tanah dasar kolam. Berdasarkan hasil analisis variasi (ANAVA) perbedaan umur kolam tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan nilai BV tanah pada lapisan profil kolam pada tiap lapisannya.

Berat Jenis (BJ) Tanah pada Profil Tanah Kolam Selama penelitian diketahui rata-rata nilai berat jenis (BJ) tanah podsolik merah kuning memiliki perbedaan di setiap perlakuannya, untuk mengetahui lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai BJ (g/ml) pada profil tanah kolam dan standar deviasi tanah podsolik merah kuning (PMK) selama penelitian Perlakua

n Lapisan

S awal S akhir M awal M akhir T awal T akhir P1 2,03±0,35 1,70±0,31 1,73±0,10

a 1,53±0,32 1,97±0,01 1,67±0,17

P2 2,02±0,86 1,89±0,16 2,00±0,13b

2,17±0,11 1,87±0,12 2,18±0,12

P3 1,90±0,13 1,73±0,57 2,02±0,11b

1,79±0,51 1,99±0,11 1,97±0,33

P4 2,17±0,80 2,06±0,57 2,11±0,04b

2,04±0,09 2,08±0,13 1,97±0,08

Keterangan: Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata pada α<0,05

P1 = umur kolam 0-5 tahun, P2 = umur kolam 6-10 tahun, P3 = umur kolam 11-15 tahun, P4 = umur kolam 16-20 tahun.

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat nilai rata-rata BJ tanah dari awal sampai akhir penelitian untuk semua perlakuan. Secara umum nilai BJ tanah pada lapisan mixedsediment layer (S) berkisar 1,70-2,17 g/ml, sedangkan pada lapisan matures stable sediment (M) adalah 1,53-2,17g/ml dan lapisan transitional layer (T) berkisar 1,67-2,18 g/ml. Nilai BJ tanah pada lapisan S awal tertinggi terdapat pada P4 yaitu 2,17 g/ml dan yang terendah pada P1yaitu 1,90 g/ml. Sedangkan pada lapisan S akhir tertinggi terdapat pada P4 yaitu 2,06 g/ml dan yang terendah pada P1 yaitu 1,70 g/ml. Nilai BJ tanah pada lapisan M awal tertinggi terdapat pada P4yaitu 2,11 g/ml dan yang terendah pada P1 yaitu 1,73 g/ml. Sedangkan pada lapisan M akhir tertinggi terdapat pada P2 yaitu 2,17 g/ml dan yang terendah pada P1 yaitu 1,53 g/ml. Nilai BJ tanah pada lapisan T awal tertinggi terdapat pada P4yaitu 2,08 g/ml dan yang terendah pada P2 yaitu 1,87 g/ml. Sedangkan pada lapisan T akhir tertinggi terdapat pada P2 yaitu 2,18 g/ml dan yang terendah pada P1 yaitu 1,67 g/ml. Menurut Hasibuan (2013), Berat Jenis (BJ) tanah berkisar 2,6-2,7 g/cm3 yang disebabkan kebanyakan mineral tanah yaitu mineral silikat. Adanya besi dan mineral berat lainnya (seperti olivine) cenderung meningkatkan BJ tanah.Perubahan nilai awal dan akhir penelitian pada setiap lapisannya menunjukkan penurunan.Dimana nilai pada awal penelitian cenderung lebih tinggi dibandingkan nilai pada akhir penelitian.Hal ini menunjukkan bahwa adanya tambahan bahan organik didasar kolam selama masa

Page 87: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

79 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

pemeliharaan dikarenakan berat jenis dipengaruhi oleh tekstur dan bahan organik tanah. Berdasarkan hasil analisis variasi (ANAVA)perbedaan umur kolam tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan nilai BJ tanah pada lapisan profil kolam pada tiap lapisannya kecuali pada lapisan M awal dimana P1 berbeda nyata dengan P2,P3 dan P4. Porositas Tanah

Selama penelitian diketahui rata-rata nilai porositas tanah podsolik merah kuning

memiliki perbedaan di setiap perlakuannya, untuk mengetahui lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Porositas tanah (%) dan standar deviasi tanah podsolik merah kuning (PMK)

selama penelitian Perlakua

n Lapisan

S awal S akhir M awal M akhir T awal T akhir

P1 37,66±8,99

66,26±14,32

29,36±4,90

29,60±45,65

28,96±8,71a 14,75±9,05a

P2 34,23±3,66 51,43±7,68 35,50±2,8

5 55,17±9,02 30,66±1,81a

49,13±10,33b

P3 31,53±4,60

29,80±40,19

35,86±1,84

24,56±38,52

42,03±0,92b

18,12±17,70a

P4 34,70±4,66

48,26±13,80

29,66±4,11

22,78±15,31

28,90±3,78a 26,39±5,33a

Keterangan :Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata pada α<0,05

P1 = umur kolam 0-5 tahun, P2 = umur kolam 6-10 tahun, P3 = umur kolam 11-15 tahun, P4 = umur kolam 16-20 tahun.

Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa rata-rata nilai porositas tanah dari awal sampai akhir penelitian untuk semua perlakuan. Nilai rata-rata porositas tanah pada lapisan sediment layer (S) berkisar 29,80-66,26%, sedangkan lapisan matures stable sediment (M) berkisar 22,78-55,17% dan lapisan transitional layer (T) berkisar 14,75-49,13%. Nilai porositas tanah pada lapisan S awal tertinggi terdapat pada P1 yaitu 37,66% dan yang terendah terdapat pada P3 yaitu 31,53%. Sedangkan pada lapisan S akhir tertinggi P1 yaitu 66,26% dan yang terendah pada P3 yaitu 29,80%. Nilai porositas tanah pada lapisan M awal tertinggi terdapat pada P3 yaitu 35,86% dan yang terendah terdapat pada P1 yaitu 29,36%. Sedangkan pada lapisan M akhir yang tertinggi terdapat pada P2 yaitu 55,17% dan yang terendah terdapat pada P4 yaitu 22,78%. Nilai porositas tanah pada lapisan T awal tertinggi terdapat pada P3 yaitu 42,03% dan yang terendah terdapat pada P4 yaitu 28,90%. Sedangkan pada lapisan T akhir yang tertinggi pada P2 yaitu 49,13% dan yang terendah terdapat pada P1 yaitu 14,75%. Nilai porositas tertinggi pada tiap lapisan didominasi oleh lapisan S kemudian diikuti oleh lapisan M dan T. Hal ini disebabkan karena bahan organik pada lapisan S lebih tinggi dibanding lapisan M dan T sehingga menyebabkan porositasnya lebih tinggi.Menurut Hardjowigeno (2003), porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur dan tekstur tanah. Porositas tinggi jika bahan organik tinggi.Tanah-tanah dengan struktur remah atau granular mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah yang berstruktur pejal.Berdasarkan hasil analisis variasi (ANAVA) perbedaan umur kolam tidak berpengaruh nyata terhadap nilai porositas tanah kecuali pada lapisan T awal dan T akhir. Pada lapisan T awal P3 berbeda nyata pada P1,P2 dan P4. Sedangkan pada lapisan T akhir

Page 88: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

80 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

P2 berbeda nyata pada P1,P3 dan P4. C-organik Tanah Hasil nilai C-Organik tanah selama penelitian terlihat tidak signifikan antara tiaplapisan pada setiap perlakuan P1,P2,P3,dan P4 pada kolam tanah PMK. Untuk mengetahui lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai C-Organik tanah (%) dan standar deviasi tanah podsolik merah kuning (PMK) selama penelitian

Perlakua

n Lapisan F awal F akhir S awal S akhir M awal M akhir T awal T akhir

P1 3,46±1,9

3,79±0,4

2,94±1,7

3,31±0,3

2,47±1,6

2,92±0,2

1,97±1,5 2,57±0,2

P2 3,67±2,6

5,51±0,8

3,23±2,6

4,93±0,7

2,86±2,5

4,46±0,7

2,49±2,4 4,14±0,6

P3 5,60±0,6

3,52±2,7

5,08±0,7

3,06±2,6

4,74±0,7

2,79±2,5

4,38±0,7 2,43±2,4

P4 2,80±1,6

5,83±4,0

2,39±1,5

5,06±3,4

2,05±1,4

4,65±3,2

1,84±1,3 4,24±3,2

Keterangan :P1 = umur kolam 0-5 tahun, P2 = umur kolam 6-10 tahun, P3 = umur kolam 11-15 tahun, P4 = umur kolam16-20 tahun.

Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa rata-rata nilai C-organik tanah dari awal sampai akhir penelitian untuk semua perlakuan. Nilai rata-rata C-organik pada lapisan flocculent layer (F) berkisar 2,80-5,83%, sedangkan lapisan sediment layer (S) berkisar 2,39-5,08% dan lapisan matures stable sediment (M) berkisar 2,05-4,74% serta lapisan transitional layer (T) berkisar 1,84-4,38%. Nilai C-organik pada lapisan F awal tertinggi terdapat pada P3 yaitu 5,60 % dan yang terendah terdapat pada P4 yaitu 2,80%. Sedangkan pada lapisan F akhir tertinggi terdapat pada P4 yaitu 5,83% dan yang terendah pada P2 yaitu 3,52%. Nilai C-organik pada lapisan S awal tertinggi terdapat pada P3 yaitu 5,08% dan yang terendah pada P4 yaitu 2,39%. Sedangkan pada lapisan S akhir yang tertinggi terdapat pada P4 yaitu 5,06% dan yang terendah pada P3 yaitu 3,06%. Nilai C-organik pada lapisan M awal tertinggi terdapat pada P3 yaitu 4,74% dan yang terendah pada P4 yaitu 2,05%. Sedangkan pada lapisan M akhir tertinggi terdapat pada P4 yaitu 4,65% dan yang terendah pada P3 yaitu 2,79%. Nilai C-organik pada lapisan T awal tertinggi terdapat pada P3 yaitu 4,38% dan yang terendah pada P4 yaitu 1,84%. Sedangkan pada lapisan T akhir tertinggi terdapat pada P4 yaitu 4,24% dan yang terendah pada P3yaitu 2,43%. Kisaran pengukuran C-organik tersebut ialah 1,8%-3,3%. Dimana menurut Sutanto (2005), nilai tersebut menunjukkan kandungan C-organik sedang-tinggi. Hal itu disebabkan pemberian pupuk sebelum pemeliharaan ikan. Secara statistik perubahan kandungan C-organik disetiap lapisan pada setiap perlakuan tidak terlihat akan tetapi perubahan itu ada. Keberadaan bahan organik didalam tanah sangat penting karena merupakan bahan pentik untuk memperbaiki kesuburan tanah. Apabila tidak ada masukan bahan organik ke dalam tanah akan menyebabkan kelambatan penyediaan hara (Hairiah, 1999). Jumlah bahan organik yang tinggi harus diiringi laju dekomposisi yang tinggi agar dapat meningkatkan kandungan hara didalam tanah. Menurut Hasibuan dan Syafriadiman (2013), kandungan bahan organik yang tinggi di dalam tanah menandakan lambatnya proses dekomposisi

Page 89: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

81 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

bahan organik yang tinggi. Berdasarkan hasil analisis variasi (ANAVA) perbedaan umur kolam tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan pengukuran C-organik tanah pada tiap lapisannya. Hal ini menunjukkan nilai C-organik tanah pada tiap lapisan hampir sama. pH Tanah Hasil nilai pH tanah selama penelitian terlihat tidak signifikan antara tiap lapisan pada setiap perlakuan P1,P2,P3,dan P4 pada kolam tanah PMK. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai pH tanah podsolik merah kuning (PMK) selama penelitian Perlakua

n Lapisan

S awal S akhir M awal M akhir T awal T akhir P1 6,91±0,03 6,90±0,00 6,83±0,35 6,83±0,05 6,90±0,05 6,86±0,0

5 P2 6,96±0,03 6,80±0,00 6,88±0,05 6,80±0,00 6,88±0,07 6,80±0,1

0 P3 6,83±0,06

5 6,80±0,00 6,88±0,05 6,83±0,11 6,92±0,01 6,80±0,1

0 P4 6,86±0,09

0 6,83±0,05 6,87±0,80 6,76±0,05 6,92±0,05 6,80±0,0

0 Keterangan :P1 = umur kolam 0-5 tahun, P2 = umur kolam 6-10 tahun, P3 = umur kolam

11-15 tahun, P4 = umur kolam 16-20 tahun. Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa rata-rata nilai pH tanah dari awal sampai

akhir penelitian untuk semua perlakuan. Nilai rata-rata pH tanah pada lapisan mixed sediment layer (S) berkisar 6,80-6,96, sedangkan lapisan matures stable sediment (M) berkisar 6,76-6,88 dan lapisan transitional layer (T) berkisar 6,80-6,92. Nilai pH pada lapisan S awal tertinggi terdapat pada P2 yaitu 6,96 dan terendah terdapat pada P3 yaitu 6,83. Sedangkan pada lapisan S akhir tertinggi terdapat pada P1 yaitu 6,90 dan yang terendah terdapat pada P2 dan P3 yaitu 6,80. Nilai pH pada lapisan M awal tertinggi terdapat pada P2 dan P3 yaitu 6,88 dan yang terendah terdapat pada P1 yaitu 6,83. Sedangkan pada lapisan M akhir tertinggi terdapat pada P1 dan P3 yaitu 6,83 dan yang terendah terdapat pada P4 yaitu 6,76. Nilai pH pada lapisan T awal tertinggi terdapat pada P3 dan P4 yaitu 6,92 dan yang terendah terdapat pada P2 yaitu 6,88. Sedangkan pada lapisan T akhir tertinggi terdapat pada P1 yaitu 6,86 dan terendah terdapat pada P2,P3 an P4 yaitu 6,80. Hal ini menunjukkan nilai pH tanah pada tiap lapisan hampir sama. Nyakpa et al., (1988) menyatakan bahwa, kisaran pH tanah 6-7 merupakan kondisi terbaik untuk ketersediaan unsur hara didaerah tropis. Menurut Hanafiah (2005), pH optimim untuk ketersediaan unsur hara tanah adalah 7,0 karena pada kisaran ini semua unsure makro tersedia secara maksimum. Hal ini didukung dengan pendapat Sarief (1985) dalam A’in (2009), pada pH kurang dari 6 ketersediaan unsur hara (salah satunya fosfor)akan menurun dengan cepat. pH tanah juga memiliki hubungan erat dengan kandungan bahan organik. Derajat keasamaan yang terlalu rendah menghambat kelancaran perombakan bahan organik.Sebaliknya, perombakan bahan organik cukup lancar jika pH cukup tinggi.Hal ini disebabkan pH berpengaruh terhadap kegiatan dan kehidupan jasad renik (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Berdasarkan hasil analisis variasi (ANAVA) perbedaan umur kolam tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan pengukuran pH tanah pada tiap lapisannya kecuali pada lapisan S akhir dimana P1 berbeda nyata dengan P2,P3 dan P4.

Page 90: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

82 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

DAFTAR PUSTAKA A’in, C. 2009. Alternatif Pemanfaatan Ex Disposal Area untuk Kegiatan Perikanan di

Kawasan Segara Anakan Berdasarkan Sistem Informasi Geografis. [Thesis]. Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang. 203 hlm.

Anonim. 2006. Fisika Tanah. http://id.wikipedimorg/wiki/Fisika tanah.Diakses tanggal 15 Februari 2017.

Anggriani, Y. 2017. Pemanfaatan Vermikompos Berbeda Terhadap Perubahan Parameter Fisika pada Media Tanah Gambut.[Skripsi].Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.Pekanbaru.75 hlm.

Agus, F. et al., 2006.Environmental multifunctionality of Indonesian agriculture.Paddy and Water Environment, 4(4), pp.181–188. Availableat:http://link.springer.com/10.1007/s10333-006-0047-5 [Accessed february 15, 2017].

Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.136 hlm.

Both, A. and Benites, J. (2005).The Importance of Soil Organic Matter: key to Drought-resistant Soil and Sustained Food Production. FAO Soils Bulletin 80.Food and Agriculture Organizatiom of the United Unions. Rome. 79 pp.

Boyd, C.E. 1979. Water Quality in Warm Water Fish Pond Agriculture Experimentation Auburn University.Departement Fisheries and Allied Aquaculture.350 hlm.

Boyd, C.E. 2002. Understanding pond pH.Global Aquaculture Advocate September/October: 91-92

Brady, N.C. 1990. The nature and Properties of Soil. New York: Mac Milan Publishing company. 67 hlm.

Christensen, B. T. (1986). Straw incorppration and soil organic matter in macro-aggregates and particle size separates. Journal of Soil Science, 37, 125-135.

Grossman, R. B, T. and Reisnsch. 2002. The Solid phase. pp. 201-228. In J. H. Dane and G. C. (Topp Eds). Methods of Soil Analys, part 4-Physical Methods. Soil Sci. Soc. Amer., Inc. Madison, Wisconsin. 176 hlm.

Hakim, N, Nyakpa M. Y, Lubis.& M,Nugroho, S. B. H dan Bailey, H.1986. Dasar-Dasar limu Tanah.Universitas Lampung. 120 hlm.

Hanafiah, K. A.2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Divisi Buku Perguruan Tinggi. PT. Raja Grafindo Persada Jakarta 360 hlm.

Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Edisi Ketiga. PT. Pekanabru Sarana Perkasa. Jakarta. 233 hlm.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu tanah dan Hama.Institut Pertanian Bogor. Bogor. 200 hlm. Hasibuan, S. Kertonegoro,B.D., Nitimulyo,K.H., dan Hanudin,E. 2011. Manipulation of

Inceptisols Pond Bottom Soil Through Addition of Ultisols and Vertisols for Rearing of Red Tilapia (Oreochromissp.) Larvae.Indonesian Aquaculture Journal.Volume 6. No. I : pp. 59-70.

Hasibuan, S. 2012. larva nila merah dengan tanah yang diberi bahan Vertisoi. Jurnal Perikanan dan Kelautan.Volume17.No.2: pp. 11-27.

Hasibuan, S. Syafriadiman. 2013 PenuntunProduktivitas Kualitas Tanah.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau.Pekanbaru.32 hlm.

Hasibuan, S. 2015. Produktivitas Kualitas Tanah Dasar. Pekanbaru: UR Press. Josep, S. 1981. Azas Sains Tanah. Universitas Pertanian Malaysia.Dewan Bahasa dan

Pustaka. Kuala Lumpur. 273 hlm. Munsell AH.2009. Munsell Soil Color Book. Grand Rapids (US): X-Rite.

Page 91: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

83 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Munsiri, P, C.E. Boyd, and B.J. Hajek. 1995. Physical and Chemical Characteristics of Bottom Soil Profiles in Ponds at Auburn, Alabama,USA, and a Proposed Method for Describing Pond Soil Horizons. Journal of the World Aquaculture Socieety.26, pp. 346—377.

Mustafa, A., dan Athirah. A., Aplikasi Analisis Jalur dalam Penentuan Pengaruh Kualitas Tanah dan Air Terhadap Produksi Total Tambak di Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau.16 hlm.

Nirhono.2009. Dalam Arif W.E., Setiawan, M.H., Priyanto, A., Jaffry, R., Dharma, S.A., Nursyahbani, S., Laili, R.N. 2010.Laporan Pratikum Dasar Dasar Aquaculture.Faklutas Perikanan dan Ilmu Kelautan Brawijaya. Malang.

Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut Potensi dan Kendala. Kansius, Yogyakarta. Nyakpa, M. Y., Lubis, M. A., Pulung, A. G., Amrah, A., Munawar, G.B., Ong, N. Hakim.

1988. Kesuburan Tanah. Lampung: Universitas Lampung. 258 hlm. Rosmarkam, A dan N.W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanasius.Yogyakarta. Schwertmann, U. and R.M. Taylor. 1989. Iron oxides. p. 379-438. In J.B. Dixon and S.B.

Weed (Eds.).Mineral in Soil Environments.2 ed. Soil Sci. Soc. Am. Madison, Wisconsin, USA.

Sing. V. 1980. Acid Soil Pond Alanagemen.Bahan Pengelolaan Kualitas Air.Program StudiIlmu Perairan IPB Bogor. Bogor. 84 hlm.

Sirait, R. 2013. Perbaikan Kualitas Kimia Tanah Dasar Kolam Podsolik Merah Kuning dengan Pemberian Pupuk Campuran Organik dan Anorganik.Skripsi.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.Pekanbaru.75 hlm.

Suswati, D., B. Hendro, D. Shiddieq, dan D. Indradewa. 2011. Identifikasi Sifat Fisik Lahan Gambut Rasau Jaya III Kabupaten Kubu Raya untuk Pengembangan Jagung. Jurnal Perkebunan dan Lahan Tapioka, 1:31-40 hlm.

Syarif, E. S. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. 163 hlm. Yulipriyanto, H. 2010. Biologi Tanah dan Strategi Graha 11mu.Yogyakarta.258 hlm.

Page 92: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

84 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

HUBUNGAN PARAMETER KUALITAS AIR DENGAN FITOPLANKTON PADA TAMBAK INTENSIF UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DI

BANYUWANGI JAWA TIMUR

Supriatna, Mohammad Mahmudi, Muhammad Musa, Anik Martinah, Marsoedi 1Department of Water Resources Management, Faculty of Fisheries and Marine,

Brawijaya University. Jl. Veteran Malang, East Java, Indonesia. 2Department of aquaculture, Faculty of Fisheries and Marine, Brawijaya University. Jl.

Veteran Malang, East Java, Indonesia. Tel./Fax. +62-812-167-26736 email: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk; mengevaluasi hubungan parameter kualitas dengan

kelimpahan, keragaman dan dominasi fitoplankton. Penelitian ini menggunakan desain kausal dengan metode analitik deskriptif yang bersifat ex post-facto atau kajian fenomena alami yang mempelajari proses-proses yang terjadi ditambak sesuai dengan kondisi yang ada dengan mengobservasi kegiatan budidaya udang vanamei intensif pada petak tambak yang terkendali selama ± 100 hari. Kegiatan pengelolaan tambak dilakukan sesuai dengan prosedur operasional baku Best Aquaculture Practices Certification (BAPC, F10488) . Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian meliputi; 5 petak tambak berukuran (3.292,5 ± 347,02) m2, berpola intensif dengan padat tebar (119,84 ± 18,52) ekor/m2, sarana dan prasarana produksi serta alat pengambilan dan pengukur contoh sesuai dengan variabel yang diukur. Data yang diperoleh berupa data harian parameter kualitas air (pH, oksigen terlarut, kecerahan, warna air, suhu dan salinitas), data yang diukur 2 kali dalam seminggu berupa kelimpahan fitoplankton dan zooplankton, dan data pendukung kualitas air (kecerahan, warna air, suhu, salinitas, nitrit, nitrat, fospat, ammonium, karbonat, bikarbonat, total bakteri, bakteri vibrio dan TOM / total oxygen matter). Selanjutnya data yang dikumpulkan ditabulasi untuk disusun sesuai dengan kebutuhan data untuk diolah lebih lanjut. Data yang telah ditabulasi dianalisis dengan uji varian untuk melihat ada tidaknya perbedaan data antar petakan tambak yang digunakan sebagai unit unit petakan ulangan data. Data parameter yang mempunyai varian sama selanjutnya dilakukan analisis lanjutan dengan analisis korelasi dan regresi multivarietas untuk melihat hubungan lebih jauh antar variable. Terakhir dilakukan analisis jalur (pathway analysis) untuk melihat besaran factor yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap parameter yang diuji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada setiap petakan tambak dapat menyediakan media air budidaya yang memiliki kualitas layak untuk pertumbuhan udang vanamei. Hasil identifikasi fitoplankton pada tambak udang vanamei didapatkan 19 genus dari 3 filum yaitu green algae (5 genus), blue green algae (6 genus) dan diatom (8 genus) dengan model kelimpahan fitoplankton yaitu TTLFITO = - 9390.05 + 2430.07(pH) - 522.14(S) -57.99(T) - 48.07(CR) - 312.86(DO) + 276.94(NH4

+) + 143.61(N02-) -21.25(N03

-) – 425.37(PO43-) – 110.11(NP) + 120.81(TOM) –

29.89(CO32-) + 18.41(ALK) ( R2 = 0.383; α = 0.014). Hasil analisis keragaman Shanon-Wiener

(H) memperlihatkan bahwa seluruh petakan tambak udang yang diamati termasuk stabil moderat dengan kisaran indeks H adalah 2,42 ± 1,10 (∞ = 0,295). Nilai indeks dominansi (D) fitoplankton pada petakan tambak adalah 0,51± 0,24 (α=0,177) merupakan kategori indes dominasi sedang dengan model hubungan : D = 9,399 -1,22(pH) + 0,103(S) – 0,28(T) + 0,44(DO) – 0,05(NH4+) – 0,28(NO2

-) + 0,12(NO3-) + 0,33(PO4

3- ) + 0,07(NP) – 0,07(TOM) + 0,02(CO32-)(R2 = 0,414; α

=0,006). Model hubungan indeks parameter fitoplankton yang mempengaruhi sintasan (SR) adalah indeks dominasi fitoplankton dengan model y = -2.1869x2 + 19.498x + 31.745 R² = 0.8235. Hubungan N/P rasio dengan kelimpahan fitoplankton menghasilkan model hubungan K = 1.871,48 – 90,09 (N/P) + 203,36((NH4

+) – 370,07(NO2-) + 114,50 (NO3

-) – 398,33(PO43-) (R2=0,92; α =

0,05). Dinamika kelimpahan fitoplankton secara langsung dipengaruhi oleh perubahan dinamika

alkalinitas, salinitas, kecerahan (transparansi) dan total organic matter. Pengaruh tidak langsung melalui korelasi antara salinitas dengan kecerahan, salinitas dengan TOM, salinitas dengan

Page 93: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

85 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

alakalinitas, transparansi dengan TOM, transparansi dengan alkalinitas dan TOM dengan alkalinitas. Total alkalinitas secara langsung mempengaruhi kelimpahan fitoplankton dan tidak langsung dengan korelasi antara kelarutan oksigen dengan alkalinitas, alkalinitas dengan pH dan pH dengan kelarutan oksigen.

Kata kunci : whiteleg shrimp, komunitas, fitoplankton, kualitas air, indeks

PENDAHULUAN

Penggunaan tambak beton pada system budidaya udang vannamei banyak dilakukan di Indonesia, khususnya di wilayah Jawa timur. Penggunaan tambak beton dilakukan untuk meminimalisasi dampak langsung dari tanah tambak. Akibat penggunaan tambak berton pada system budidaya dapat meningkatkan biaya investasi sehingga system budidaya udang vanamei cenderung padat tebar udang yang tinggi. Fenomena yang sering dikaitkan dengan kepadatan udang yang lebih tinggi meliputi peningkatan masukan bahan organik ke dalam kolam melalui pelet pakan, peningkatan produksi limbah, pertumbuhan dan tingkat ketahanan hidup udang yang kurang baik, dan rendahnya kontribusi biota makanan alami secara keseluruhan. Pasokan pakan meningkat terus seiring dengan masa budidaya udang intensif berlangsung. Peningkatan jumlah pakan dapat menyebabkan tingkat eutrofikasi di ekosistem tambak (Burford et al., 2003) yang diikuti dengan peningkatan biomassa fitoplankton. Perubahan biomassa fitoplankton ditandai oleh suksesi spesies dominan yang terus berlanjut karena perubahan faktor pertumbuhan dinamis fitoplankton yang dipengaruhi oleh cahaya, suhu dan nutrisi (Burford, 1997; Yusoff et al., 2002; Casé et al., 2008, Weisse et al, 2016).

Fitoplankton merupakan kelompok mikroplankton dan mempunyai peranan yang penting sebagai produktivitas primer dalam lingkaran jaringan makanan (Polat et al., 2007), mempunyai pertumbuhan yang cepat dang sangat respon dengan perubahan lngkungan dibandingkan dengan mikro organism perairan lainnya dan dapat merupakan bioindikator dari kualitas lingkungan perairan. Sistem budidaya udang intensif semi tertutup biasanya mempunyai ukuran tambak yang kecil, dengan sedikit penggantian air, input nutrisi/kontaminan yang tinggi yang dapat menghasilkan lingkungan eutrofikasi dan hypertrophic. Lebih jauh kondisi lingkungan seperti ini dimana suhu, salinitas, pH dan nutrien merupakan parameter yang sifatnya fluktuatif yang berkorelasi dengan kelimpahan dan komposisi mikroplankton (Nuccio et al., 2003).

Kelimpahan fitoplankton ditambak intensif sangat dipengaruhi oleh kelimpahan nutrien terutama nitrogen dan fospor yang bersumber dari input pakan yang diberikan, dimana komposisi fitoplankton dapat berubah dalam waktu yang cepat (Boyd, 2009). Hasil penelitian Henglong, et al. (2010) menunjukkan bahwa pola dinamik temporal fitoplankton berkorelasi positif dengan perubahan nutrien, suhu dan pH, khususnya fospat dan atau kombinasi dengan NO-N dan NH3-N, dimana kelimpahan dan keragaman fitoplankton berkorelasi positif dengan suhu perairan dan atau salinitas. Selanjutnya Henglong et al., (2010) menyatakan bahwa pola dinamik temporal fitoplankton potensial digunakan sebagai bioindikator kualitas air pada sistem budidaya laut semi tertutup. Sementara hasil penelitian Adlan et al., (2012) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dari kelimpahan fitoplankton dengan pH, salinitas, oksigen terlarut, TSS, amonium, nitrat, nitrit, BOD, chlorophyll-a dan kecerahan di di pantai Sultan Azlan Shah Power Station (SASPS) di Manjung, Perak, Malaysia. Produktivitas primer, khususnya fitoplankton dapat digunakan sebagai bioindikator polutan pada suatu perairan.

Komunitas fitoplankton adalah produsen utama di dalam tambak yang dapat menjaga kestabilan kualitas perairan tambak dan aktivitas metabolik komunitas fitoplankton sangat penting untuk menyediakan lingkungan yang sesuai bagi hewan

Page 94: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

86 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

budidaya. Perubahan dalam komunitas fitoplankton karena peningkatan nutrisi dapat menyebabkan blooming alga yang berbahaya (Cloern, 2001; Alonso-Rodriguez dan Paez-Osuna, 2003; Zimba et al., 2006). Perubahan suksesi fitoplankton pada tambak intensif dapat berdampak pada pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang yang dipelihara. Fitoplankton merupakan komponen yang penting dalam ekosistem tambak intensif sebagai produsen tingkat pertama, sumber penghasil oksigen sekaligus kompetitor pada saat malam hari, dekomposisi bahan organik dan bioindikator tingkat kesehatan kualitas air tambak. Dominasi fitoplankton di dalam tambak akan terjadi dengan meningkatnya umur pemeliharaan udang yang diakibatkan meningkatnya bahan organik yang terakumulasi dari sisa metabolisma dan sisa pakan udang. Perubahan dinamik parameter kualitas air ditambak dapat mempengaruhi sintasan dan pertumbuhan udang vamaei di tambak. Kelimpahan, keragaman dan dominasi fitoplankton merupakan indikator perubahan dinamik kualitas media budidaya udang. Untuk itu diperlukan penelitian yang mengkaji hubungan parameter kualitas air terhadap perubahan dinamika fitoplankton di tambak udang vanamei untuk pemantapan teknologi budidaya udang vanamei intensif yang menguntungkan dan berkelanjutan.

METODA Desain penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di tambak intensif udang vannamei di Desa Bomo

Kecamatan Rogojampi Situbondo Jawa Timur (8°22'27.1"S 114°21'02.2"E). Metoda penelitian menggunakan desain kausal dengan metode analitik yang bersifat ex post-facto design atau kajian fenomena alami yang mempelajari proses-proses yang terjadi di tambak udang sesuai dengan kondisi yang ada dengan mengobservasi kegiatan budidaya udang vaname secara intensif pada petak tambak udang yang terkendali selama ± 100 hari. Kegiatan pengelolaan tambak dilakukan sesuai dengan prosedur operasional baku Best Aquaculture Practices Certification (BAPC, F10488). Petakan tambak yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 3 petak tambak berukuran 3,292.55±347.02 m2, berpola intensif dengan padat tebar (119.84±18.52) ekor/m2. Pengumpulan data kualitas air dimulai pada awal penebaran hingga panen. Data kualitas air harian meliputi pH, suhu, salinitas, kecerahan dan oksigen terlarut yang diukur pada pagi hari dan siang hari kecuali oksigen terlarut pada pukul 10 malam dan setiap 2 jam sekali menjelang panen udang. Sementara data kualitas air yang diukur 2 kali dalam seminggu berupa ammonium, nitrit, nitrat, fospat, bahan organic, karbonat, bikarbonat, total alkalinitas, fitoplankton, dan total bakteri.

Pengambilan contoh air pada tambak udang

Parameter fisika kimia air yang diamati meliputi oksigen terlarut , suhu, kecerahan,

kedalaman air, kecerahan, salinitas, pH, ammonium-N, nitrit, nitrat, bahan organic, total alkalinitas, karbonat, bikarbonat dan total bakteri. Parameter kualitas air yang diukur harian secara insitu adalah oksigen terlarut (DO-meter), pH (pH paper indicator), salinitas (handrefraktometer), suhu (termometer Hg), kecerahan (sechidisk) dan kedalaman air (cm). Sementara untuk parameter lainnya menggunakan botol sampel yang diukur seminggu dua kali. Sampel air diambil pada permukaan tambak dibagian tengah, atas dan bawah dengan menggunakan botol menggunakan botol sampel steril volume 500 mL sampai penuh. Pengukuran PO4

3-, NO3--N, NO2

--N, NH3-N, dengan colorimeter (Merck)

Page 95: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

87 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

dan total alkalinity, CO32-, HCO3

- (APHA, 1999). Pengambilan contoh bakteri pada air sesuai tempat pengukuran oksigen terlarut

pada badan air tambak. Contoh bakteri di air diambil dengan menggunakan botol sampel steril volume 50 mL dan diisi sampai penuh, Contoh bakteri dari air disimpan dalam cool box yang telah diberi es sebelumnya. Sampel tersebut selanjutnya dianalisa di Laboratorium SWK Desa Bomo Rogojampi Situbondo, Jawa Timur. Sampel Air diencerkan secara seri (sampai 10-2, dari setiap pengenceran diambil 100 µL (1 ml) dan disebar pada media Triptic Soy Agar (TSA) dalam cawan petri, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 24 – 48 jam. Koloni bakteri yang tumbuh selanjutnya dikarakterisasi secara morfologi berdasarkan bentuk, warna, elevasi, dan ukuran koloni bakteri yang terbentuk serta dilakukan perhitungan jumlah koloni bakteri yang tumbuh dengan metode Total Plate Count (TPC) (Prescot et al. 2002, diacu dalam Muliani et al. 2006).

Pengambilan contoh air untuk menghitung jumlah fitoplankton dengan menggunakan botol sampel, kemudian diawetkan dalam larutan formalin 4%. Kelimpahan fitoplankton (sel/l) dihitung dengan menggunakan sedgwick-rafter di bawah mikroskop, dengan rumus dari APHA (1980), yaitu : N = 100 (P x V))/(0,25 π W) (liter) dimana : N = Jumlah fitoplankton per liter, P = Jumlah fitoplankton yang tercacah, V = Volume sampel plankton yang tersaring W = Volume sampel air yang disaring (liter). Perhitungan keragaman jenis dan keseragaman jenis dilakukan dengan menggunakan formulasi Shannon-Wiever (Poole, 1974), yaitu : H’ = - Σ pi ln pi, dimana, H’ = Indeks keragaman jenis, s = banyaknya jenis, pi = ni / N, ni = Jumlah individu jenis ke I, N = Jumlah total individu. Sedangkan untuk menghitung keseragaman jenis adalah : E = H’ / H’ maks dimana, E = Keseragaman jenis, H’ maks = ln S, S = jumlah jenis fitoplankton Analisis Statistik

Data yang telah dikumpulkan kemudian disusun dan dikelompokkan sesuai

dengan waktu pengukuran, yaitu harian, mingguan dan data waktu panen. Data yang telah terstruktur kemudian dianalisis sesuai dengan keperluannya. Analisis terhadap variabel data yang dilakukan meliputi: 1) Analisis pemecahan masalah digunakan untuk mencari persamaan dan perbedaan dari beberapa variabel dalam petak tambak sehingga didapatkan pengelompokan petak tambak. Dari kelompok-kelompok tersebut dicari variabel-variabel yang dominan berpengaruh terhadap kelimpahan dan dominasi fitoplankton sehingga dapat ditentukan sumber masalah. Selanjutnya, dari sumber masalah dapat ditentukan alternatif pemecahan masalah, 2) Analisis ragam untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan nilai tengah (rata-rata) suatu variabel antar petak digunakan analisis ragam pada tingkat kepercayaan 95%. Jika terdapat perbedaan, maka petak yang berbeda ditentukan lebih lanjut dengan uji beda kuadrat terkecil (LSD) pada tingkat kepercayaan 95%. 3) Analisis kovarian dan regresi digunakan untuk mencari hubungan parameter kualitas air dengan kelimpahan, keragaman dan dominasi fitoplankton dengan bantuan SPPS ver.16, serta dilanjutkan dengan menetapkan hubungan kuantitatifnya. Pada setiap analisis dilakukan uji untuk menentukan tingkat kepercayaannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelimpahan Fitoplankton

Hasil identifikasi fitoplankton pada tambak udang vanamei terdapat 19 genus dari 3 filum yaitu green algae (5 genus), blue green algae (6 genus) dan diatom (8 genus). 19 genus fitoplankton pada tambak udang vanamei memiliki kaitan erat dengan kondisi

Page 96: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

88 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

tambak sebagai habitat untuk pertumbuhan dan perkembangan dari genus fitoplankton tersebut. Parameter kualitas air cukup baik dilihat dari hasil jumlah genus fitoplankton yang teridentifikasi sebanyak 19 genus fitoplankton yang didominasi oleh filum diatom terdiri dari 8 genus yakni Amphora sp, Amphipora sp, Asterrionella sp, Cerataulira sp, Chaetoceros sp, Cyclotella sp, Monoraphiddium sp dan Nitsia sp. Blue green algae yang teridentifikasi adalah Chrococcus sp, Manora sp, Microcystis sp, Oscillatoria sp, dan Spirulilla sp. Green algae yang teridentifikasi adalah Chlorella sp, Dictyoosper, Gleocystis sp, Oocytes sp dan Tetraselmis sp, Distribusi filum fitoplankton disajikan pada Gambar 1.

Kondisi perairan tambak udang vanamei masih tergolong produktif terbukti dengan adanya beberapa genus fitoplankton yang berhasil diidentifikasi, namun keberhasilan dari budidaya udang vannamei juga harus didukung dengan system pengelolaan lingkungan yang baik dan tepat demi keberlanjutan kegiatan budidaya. Kondisi lingkungan tambak dapat diukur dengan melihat kualitas air yang salah satunya ditentukan oleh keberadaan fitoplankton.

Diatom berupa mikroalga seluler, dapat membentuk koloni, dinding selnya mengandung silica dan terdiri dari dua valve. Bentuknya ada yang simetri bilateral dan simetri radial. Pertumbuhan fitoplankton dari filum diatom dari Gambar 1 nampak naik turun jumlahnya dimana pada awal budidaya hanya teridentifikasi genus Nitzhia sp dan jumlah tertinggi yakni genus Skeletonema sp dan Streptoteca sp pada masa pertengahan kegiatan budidaya. Indikator tambak yang baik untuk budidaya udang yaitu airnya berwarna coklat muda karena pertumbuhan plankton yang didominasi oleh genus Navicula sp. dan Nitschia sp. dari kelas Bacillariophyceae dan dengan kecerahan air 35 cm baik untuk dipertahankan (Poernomo, 1988).

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

-4 5 15 25 35 45 55 65 80 92

x1.000

cel/m

l

DOC(day ofculture)

DIATOM

BGA

GREENALGAE

DINOPLAGELATA

Gambar 1. Jumlah Fitoplankton pada Tambak Udang Vanamei

Filum green algae memiliki karakteristik morfologi secara umum bersifat

uniseluler, berkoloni, berantai dan berwarna hijau serta melayang-layang pada permukaan air sehingga dapat berfotosintesis. Pertumbuhan fitoplankton dari filum green algae dari Gambar 9 nampak bahwa pada awal budidaya tidak teridentifikasi genus dari filum ini kemudian pada masa satu minggu budidaya mulai muncul genus Chorella sp. dan cenderung meningkat jumlahnya namun masuk masa akhir kegiatan budidaya jumlah dari filum ini menurun. Adanya genus Chorrela sp pada tambak udang vanamei mengindikasikan bahwa kualitas air pada tambak penelitian cukup baik karena genus ini berperan sebagai pakan alami udang. Sesuai dengan pernyataan Elfinurfajri (2009), fitoplankton yang diharapkan untuk tumbuh adalah dari kelas Clorophyceae dan Bacillariophyceae karena kedua kelas ini dapat dijadikan sebagai pakan alami bagi udang

Page 97: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

89 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

selain sebagai penambah oksigen di kolom air. Filum blue green algae memiliki karakteristik morfologi ada yang berfilamen dan

ada yang tidak berfilamen, ada yang uniseluler dan ada yang berkelompok. Pertumbuhan fitoplankton dari filum blue green algae dari Gambar 1 nampak terlihat cenderung meningkat bahkan pada masa akhir budidaya teridentifikasi jumlahnya paling banyak berasal dari filum ini yakni genus Oscillatoria sp. Fitoplankton dari filum ini yang kurang menguntungkan karena jika terjadi blooming (ledakan populasi) dapat menyebabkan perairan berwarna hijau biru bahkan hitam karena mengeluarkan toksin yang berbahaya bagi udang. Racun ini dapat menyebabkan udang mati sebelum masa panen. Keberadaan genus ini dapat meningkat tinggi seriring dengan masa pemeliharaan udang di tambak. Genus ini mempunyai kemampuan untuk mengambil nitrogen dari udara, khususnya familia nostocaceae, serta diduga dari kandungan fosfat pada tambak cukup tinggi akibat penumpukan sisa pakan dan sisa metabolism organisma yang hidup masa pembudidayaan (Junda et al., 2012).

Model yang dihasilkan dari kelimpahan fitoplakton (X) yang dipengaruhi oleh farameter kualitas air yang diukur adalah X = - 9390.05 + 2430.07(pH) - 522.14(S) -57.99(T) - 48.07(CR) - 312.86(DO) + 276.94(NH4

+) + 143.61(N02-) -21.25(N03

-) – 425.37(PO4

3-) – 110.11(NP) + 120.81(TOM) – 29.89(CO32-) + 18.41(ALK) ( R2 = 0,383;

α = 0.014). Pada model ini yang berpengaruh kuat terhadap kelimpahan fitoplankton pada tambak udang vanamei adalah salinitas (α=0.047), kecerahan (tranparansi) (α = 0,043), total organik matter (TOM) (α 0,01) dan alkalinitas (α 0,020). Pada model ini menunjukkan bahwa farameter kualitas air yang berpengaruh kuat terhadap model total fitoplankton adalah penetrasi cahaya matahari pada tambak udang vanamei (α 0,043). Penetrasi cahaya menunjukkan jarak cahaya yang dapat menembus ke dalam perairan. Kedalaman penetrasi cahaya berhubungan erat dengan intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam suatu perairan sehingga erat kaitannya dengan proses fotosintesis yang terjadi di lingkungan akuatik. Tingkat kecerahan yang tinggi sangat berguna bagi fitoplankton untuk melakukan proses fotosintesis sehingga dapat berkembang dengan baik (Ruttner, 1965).

Kelimpahan fitoplankton pada tambak udang vananamei dipengaruhi juga oleh salinitas (α=0,047). Tidak terlihatnya hubungan yang signifikan antara zat hara fosfat, nitrat dengan kelimpahan fitoplankton bukan berarti bahwa zat hara tidak berperan sebagai bahan makanan dalam kehidupan fitoplankton akan tetapi mungkin dikarenakan jumlah zat hara yang melimpah sehingga bukan merupakan faktor pembatas bagi kelimphan fitoplankton, namun bagi beberapa jenis fitoplankton tertentu menjadi pembatas sehingga berdasarkan indek dominasi simpson menunjukkan nitrat sangat berpengaruh. Menurut penelitian Handoko et al (2013), kelimpahan fitoplankton semakin besar sejalan dengan peningkatan kandungan nitrat. Nitrat merupakan faktor penentu dari kelimpahan fitoplankton. Pengaruh nutrien terhadap fitoplankton pada kenyataannya tidak selalu diikuti oleh peningkatan kelimpahan dari fitoplankton, hal ini dapat disebabkan oleh komposisi unsur hara yang tidak sesuai dengan kebutuhan fitoplankton, keberadaan unsur hara yang tidak mampu bertahan terhadap kondisi atau tingkat optimal bagi produktivitas perairan, dan terjadi penyuburan yang berlebih akibat adanya beban masukan unsur hara dari lingkungan luar (Basmi, 1995). Hubungan yang tidak signifikan antara fosfat dengan fitoplankton ditemukan di Teluk Jakarta (Soedibjo, 2007).

Eksistensi dan kelimpahan fitoplankton didalam suatu ekosistem sangat ditentukan oleh interaksinya terhadap faktor fisika, kimia, dan biologi. Tingginya kelimpahan fitoplankton pada suatu perairan adalah akibat pemanfaatan nutrien, radiasi sinar matahari, suhu, dan pemangsaan oleh zooplankton (Basmi, 1988). Menurut Goldman & Horne (1983), tiga faktor utama penentu tingkat pertumbuhan fitoplankton adalah suhu, penetrasi cahaya, dan nutrien atau zat hara yang optimum. Valiela (1995) menyatakan

Page 98: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

90 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

tingginya suhu memudahkan terjadinya penyerapan nutrien oleh fitoplankton. Dalam kondisi konsentrasi fosfat sedang di dalam kolom perairan, laju fotosintesis maksimum akan meningkat pada suhu yang lebih tinggi. Menurut penelitian Indriyawati et al (2012) juga menduga bahwa fluktuasi yang terjadi antara kelimpahan fitoplankton dan kelimpahan zooplankton dipengaruhi oleh faktor pemangsaan zooplankton terhadap fitoplankton.

Indek Keragaman Fitoplankton

Indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk menyatakan hubungan

kelimpahan species dalam komunitas. Keanekaragaman terdiri dari 2 komponen yakni; (1) Jumlah total spesies dan (2) Kesamaan (bagaimana data kelimpahan tersebar diantara banyak spesies itu). Kekayaan spesies dan kesamaannya dalam suatu nilai tunggal digambarkan dengan Indeks diversitas. Indeks diversitas merupakan hasil dari kombinasi kekayaan dan kesamaan species. Ada nilai indeks diversitas yang sama didapat dari komunitas dengan kekayaan yang rendah dan tinggi kesamaan kalau suatu komunitas yang sama didapat dari komunitas dengan kekayaan tinggi dan kesamaan rendah. Jika hanya memberikan nilai indeks diversitas, tidak mungkin untuk mengatakan apa pentingnya relatif kekayaan dan kesamaan spesies. Hasil analisis indeks keragaman Shanon-Weaner (H) dan dominasi spesies fitoplankton Simptson (D) disajikan pada Tabel 2.

Hasil analisis keragaman Shanon-Wiener (H) memperlihatkan bahwa seluruh petakan tambak udang yang diamati termasuk stabil moderat dengan kisaran indeks H adalah 2,42 ± 1,10 (∞ = 0,295). Hal ini sesuai dengan pendapat Stirn (1981) bahwa apabila H’ < 1, maka komunitas biota dinyatakan tidak stabil, apabila H’ berkisar 1-3 maka stabilitas komunitas biota tersebut adalah moderat (sedang) dan apabila H’ > 3 berarti stabilitas komunitas biota berada dalam kondsi prima (stabil). Semakin besar nilai H menunjukkan semakin beragamnya kehidupan di perairan tersebut, kondisi ini merupakan tempat hidup yang lebih baik. Kondisi indeks H pada petakan tambak yang diamati mudah berubah dengan hanya mengalami pengaruh lingkungan yang relatif kecil. Tabel 1. Rataan Indeks Keragaman (H) dan Dominasi Fitoplankton (D) dada

Masing-Masing Petakan Tambak yang Diamati PETAKA

N D H

RATAAN MAK MIN RATAAN MAK MIN C-6 0,47 ± 0,20 a 1,00 0,18 2,49 ± 0,98 b 5,56 1,00 C-4 0,53 ± 0,26 a 1,00 0,22 2,33 ±1,04 b 4,55 1,00 D-2 0,58 ± 0,27 a 1,00 0,21 2,17 ±1,09 b 4,80 1,00

Keterangan : a = 0,177; b= 0,295 Untuk melihat model dinamik indeks keragaman Shanon-Weaner dan dominasi

fitoplankton dapat dilakukan dengan memplotkan indeks keragaman dengan umur budidaya udang vanamei di tambak (Gambar 2). Pada Gambar 2 terlihat bahwa indek keragaman fitoplankton cenderung mengikuti pola parabola dimana indeks keragaman meningkat seiring dengan meningkatnya waktu pemeliharaan udang vannmaei dan mencapai puncak pada waktu tertentu dan selanjutnya menurun sampai akhir panen. Berbeda dengan indeks dominasi fitoplankton terlihat menurun dengan umur pemeliharaan udang. Artinya dengan meningkatnya umur pemeliharaan udang maka cenderung akan semakin dominan jenis tertentu fitoplankton.

Page 99: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

91 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 2. Hubungan Indeks Dominasi Fitoplankton Shimpson (D) dengan Lamanya

Pemeliharaan Udang Vanamei Keanekaragaman fitoplankton yang cenderung meningkat selama budidaya

berlangsung menunjukkan bahwa ekosistem perairan di lokasi penelitian masih relative stabil, dimana kondisi fisik pada setiap tambak masih dalam kisaran layak mulai dari oksigen terlarut sampai dengan suhu yang sangat berpengaruh pada keanekaragaman fitoplankton. Selain itu kondisi kimia air tambak juga dalam kisaran layak dimana tidak berlebihan kandungan fosfat yang berbahaya untuk keanekaragaman fitoplankton. Kandungan bahan organik (TOM) pada setiap tambak cukup baik sehingga dapat digunakan sebagai sumber bahan nutrisi bagi fitoplankton dan hal ini juga terkait dengan kesuburan perairan tersebut. Keberadaan plankton pada suatu perairan, dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik yang berpengaruh di antaranya adalah produsen, yang merupakan pesaing dalam ruang dan sumber nutrisi bagi fitoplankton dan adanya interaksi spesies serta pola siklus hidup pada setiap spesies dalam komunitas. Adapun faktor abiotik ialah fisika kimia air yang di antaranya suhu, kecepatan arus, kecerahan, pH, dissolved oxygen (DO), karbondioksida (CO2), dan Biological Oxygen Demand (BOD) (Oktavia et al. 2015).

Nilai indeks dominansi (D) fitoplankton pada petakan tambak adalah 0,51± 0,24 (α=0,177) merupakan kategori indes dominasi sedang. Apabila nilai dominansi mendekati nilai 1 berarti di dalam komunitas terdapat spesies yang mendominansi spesies lainnya, sebaliknya apabila mendekati nilai 0 berarti di dalam struktur komunitas tidak terdapat spesies yang secara ekstrim mendominasi spesies lainnya. Menurut Legendre dan Legendre (1998) dominasi fitoplankton dibagi kedalam 3 kelompok yaitu; 0<D< 0,4; dimana dominasi rendah, tidak terdapat spesies yang ekstrim mendominasi sepesies lainnya; 0,4<D<0,6 dikatakan dominasi sedang dan 0,6<D<1,0; dominasi tinggi, terdapat satu sepesies yang mendominasi.

Pola distribusi keragaman fitoplankton selama budidaya berlangsung dengan cara memplotkan indeks dominasi shimpson dengan umur pemeliharaan udang di tambak (Gambar 2). Gambar 2 memperlihatkan bahwa rata-rata indeks dominasi Simpson fitoplankton pada setiap petakan tambak menunjukkan nilai peningkatan dengan masa pemeliharaan udang vannamei. Bertambahnya umur pemeliharaan udang menunjukkan dominasi fitoplankton semakin tinggi. Artinya bahwa meningkatnya umur pemeliharaan udang maka hanya spesies fitoplankton tertentu saja yang akan mendominasi perairan tambak. Hal ini disebabkan dengan bertambahnya umur pemeliharaan udang maka jumlah pakan yang diberikan akan semakin tinggi pula, sehingga semakin banyak jumlah pakan yang tidak terkonsumsi. Kondisi tersebut menyebabkan kandungan bahan organik dalam perairan semakin tinggi dan hanya jenis jenis tertentu saja fitoplankton yang tumbuh. Seperti yang dinyatakan oleh Boyd (1979), peningkatan pemberian pakan buatan akan meningkatkan kandungan bahan organik serta unsur hara

Page 100: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

92 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

yang pada batas-batas tertentu akan meningkatkan produktivitas primer perairan. Oleh karena itu dominasi fitoplankton dapat dijadikan indikator kesehatan budidaya udang vanamei.

Pada Tabel 3 diperlihatkan bahwa fitoplankton dari genus bule green algae berkorelasi dengan pH. Nilai pH berpengaruh tidak langsung terhadap pertumbuhan fitoplankton, karena faktor pH cenderung berpengaruh pada ketersediaan fosfat. Unsur fosfat (P) adalah unsur esensial kedua setelah N yang berperan penting dalam fotosintesis dan perkembangan fitoplankton. Sebagian bentuk P terikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi fitoplankton. Gugus fungsi adsorben cenderung bermuatan negatif pada pH tinggi sehingga cenderung untuk menolak ion fosfat yang mengakibatkan jumlah fosfat yang teradsorpsi cenderung menurun (Ali, 2004).

Tabel 3. Korelasi Keragaman Fitoplankton dengan Faktor Fisika Air Tambak pH S T TA DO DIATOME

Pearson Correlation 0,003 -0,031 0,096 0,100 0,067 Sig. (2-tailed) 0,969 0,723 0,269 0,246 0538 N 136 136 136 136 87

GA Pearson Correlation -0,054 0,048 -0,127 0,116 0,018 Sig. (2-tailed) 0,534 0,579 0,142 0,178 0,870 N 136 136 136 136 87

BGA Pearson Correlation -0,371** 0,129 -0,244** 0,314** -0,122 Sig. (2-tailed) 0,000 0,133 0,004 0,000 0,260 N 136 136 136 136 87

TTLFITO Pearson Correlation -0,189* 0,051 -0,071 0,264** -0,039 Sig. (2-tailed) 0,028 0,559 0,412 0,002 0,718 N 136 136 136 136 87

H Pearson Correlation -0,455** 0,239** -0,252** 0,407** -0,248* Sig. (2-tailed) 0,000 0,008 0,005 0,000 0,022 N 122 122 122 122 85

D Pearson Correlation -0,594** 0,323** -0,458** 0,551** -0,268* Sig. (2-tailed) 0,000 0,000 0,000 0,000 0,012 N 136 136 136 136 87

Keterangan : GA = green algae, BGA = bluegreen algae, TTLFITO = total fitoplankton, H = indeks Shanon-Weaner (keanekargaman jenis), D = indeks Simpson 1949 (dominasi indeks)

Distribusi dan kelimpahan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan perairan (Soedibjo, 2006). Suhu merupakan satu faktor penting yang mempengaruhi proses kehidupan dan penyebaran organisme serta mempengaruhi laju fotosintensis dan pertumbuhan alga secara alami. Hasil serupa juga ditemukan oleh Chrismadha dan Ali (2007), dimana terdapat korelasi yang erat antara komunitas fitoplankton dengan turbiditas, pH, oksigen terlarut, padatan terlarut dan fosfat. Soedibjo (2006) juga menemukan keterkaitan yang erat antara kelimpahan fitoplankton dengan kandungan nitrat dan fosfat di perairan Teluk Jakarta.

Page 101: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

93 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 4.Korelasi Keragaman Fitoplankton dengan Faktor Kimia Air Tambak NH4

+ NO2- NO3

- PO43- NP CO3

2- HCO3- ALK TOM

DIATOME

Pearson Correlation -.106 -.054 .015 -.087 -.116 -.059 .049 .037 .170*

Sig. (2-tailed) .218 .533 .859 .316 .209 .495 .571 .671 .048 N 136 136 136 136 119 136 136 136 136

GA Pearson Correlation -.090 -.062 -.002 -.038 -.094 -.094 .115 .108 .085

Sig. (2-tailed) .296 .472 .984 .657 .309 .276 .183 .209 .325 N 136 136 136 136 119 136 136 136 136

BGA Pearson Correlation .162 .067 .144 .275** -.212* -.301** .322** .237** .358**

Sig. (2-tailed) .059 .439 .094 .001 .021 .000 .000 .005 .000 N 136 136 136 136 119 136 136 136 136

X Pearson Correlation -.035 -.029 .078 .053 -.225* -.218* .224** .170* .330**

Sig. (2-tailed) .685 .738 .364 .543 .014 .011 .009 .047 .000 N 136 136 136 136 119 136 136 136 136

H Pearson Correlation

.246*

* .171 .289** .379** -.119 -.385** .446** .332** .352**

Sig. (2-tailed) .006 .059 .001 .000 .228 .000 .000 .000 .000 N 122 122 122 122 105 122 122 122 122

D Pearson Correlation

.321*

* .296** .432** .571** -.310** -.434** .455** .315** .508**

Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 .000 .001 .000 .000 .000 .000 N 136 136 136 136 119 136 136 136 136

Keterangan : GA = green algae, BGA = bluegreen algae, X = total fitoplankton, H = indeks Shanon-Weaner (keanekargaman jenis), D = indeks Simpson (dominasi indeks)

Fitoplankton dari genus diatom maupun green algae tidak berkorelasi dengan

faktor kimia air tambak (Tabel 4) kecuali faktor TOM karena bahan organik merupakan sumber kehidupan plankton. Sedangkan untuk fitoplankton dari genus blue green algae memiliki korelasi positif dengan fosfat. Hal ini dikarenakan fosfat merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton genus blue green algae. Hal ini sesuai dengan pendapat Boyd (1999) bahwa sisa pakan, feses udang dan bahan organik lainnya didekomposisi oleh mikroorganisme menjadi nutrien anorganik seperti fosfat, ammonia dan karbondioksida. Peningkatan kandungan fosfat dalam air dapat meningkatkan pertumbuhan fitoplankton. Sedangkan fitoplankton dari genus blue green algae berkorelasi dengan faktof fosfat karena genus ini mampu mendapatkan N dari udara bebas namun untuk P masih merupakan faktor pembatas pertumbuhannya. Menurut Raymont (1980), fosfat dapat menjadi faktor pembatas, baik temporal maupun spasial bagi fitoplankton.

Hasil perhitungan korelasi Spearman menunjukkan terdapat korelasi secara signifikan antara parameter lingkungan dengan fitoplankton baik pada level 99% (0,01) maupun 95% (0,05). Parameter utama yang mempengaruhi keragaman fitoplankton di lokasi penelitian adalah kecerahan, pH, salinitas, suhu, DO, nitrit, fosfat, alkalinitas bahan organik.

Hasil perhitungan pathway analysis menunjukkan faktor yang mempengaruhi keragaman fitoplankton yakni kecerahan (transparansi cahaya) sebesar 13,72%, bahan organik sebesar 12,77%, oksigen terlarut sebesar 8,9%, fosfat sebesar 6,5 %, nitrat sebesar

Page 102: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

94 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

2,86% dan ammonium sebesar 1,46%. Nilai kecerahan menunjukkan dalamnya penetrasi cahaya ke dalam air, yang selanjutnya akan meningkatkan ketebalan lapisan air yang produktif. Tebalnya lapisan air yang produktif memungkinkan terjadinya pemanfaatan unsur hara secara kontinyu oleh produsen primer, akibatnya kandungan unsur hara menjadi berkurang yang selanjutnya produsen primer dibatasi oleh tingkat regenerasi unsur hara (Sumich, 1992). Komposisi bahan organik yang tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri dan fitoplankton tinggi. Menurut penelitian Yuningsih et al. (2014), semakin banyaknya bahan organik dalam suatu perairan, maka semakin tinggi pula produktivitas perairannya. Produktivitas perairan merupakan jumlah bahan organik yang dihasilkan oleh organisme autotrof, yaitu organisme yang mampu menghasilkan bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi matahari, terutama yang dilakukan oleh fitoplankton melalui proses fotosintesis. Rohyati et al. (2003), menyatakan bahwa perairan yang dalam akan mengandung bahan organik yang lebih sedikit atau kurang melimpah karna tidak adanya cahaya matahari yang masuk, sehingga produktivitas perairan tersebut juga berkurang.

Indeks dominasi fitoplanktonn (D) dengan farameter kualitas air menunjukkan ada pengaruh yang nyata (α <0.01), sehingga model hubungannya adalah : D = 9,399 -1,22(pH) + 0,103(S) – 0,28(T) + 0,44(DO) – 0,05(NH4+) – 0,28(NO2

-) + 0,12(NO3-) +

0,33(PO43- ) + 0,07(NP) – 0,07(TOM) + 0,02(CO3

2-)(R2 = 0,414; α =0,006) (Lampiran 9). Pada model ini ketersedian nitrat (NO3

-) menunjukkan hasil yang berbeda (α=0,034). Hasil perhitungan pathway analisis menunjukkan faktor yang mempengaruhi

kelimpahan fitoplankton yakni pH sebesar 27,69%, alkalinitas sebesar 6,42%, oksigen terlarut sebesar 2,28% dan karbonat sebesar 5,06%. Derajat keasaman (pH) sangat berpengaruh pada adaptasi organisme. Menurut Ayuningsih et al. (2014), kondisi perairan yang bersifat asam maupun basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolism dan respirasi. Menurut Nybakken (1988) sumber utama oksigen di perairan selain dari proses difusi oksigen dari udara dan dari hasil fotosintesis fitoplankton, sehingga tingginya kandungan oksigen di perairan akan mencirikan tingginya kelimpahan organisme fitoplankton pada perairan tesebut. Sesuai dengan hasil analisis pathway diketahui bahwa alkalinitas berpengaruh positif terhadap kelimpahan fitoplankton di tambak udang vanamei. Produktivitas yang lebih tinggi tidak diakibatkan secara langsung oleh alkalinitas, tetapi lebih disebabkan oleh fosfor dan unsur hara lain yang meningkat bersamaan alkalinitas total (Boyd, 1990).

Hasil analisis pathway menunjukkan faktor yang mempengaruhi kelimpahan blue green algae yakni bahan organik sebesar 10,11%, suhu sebesar 5,45%, kecerahan sebesar 4,86%, karbonat sebesar 4,47%, pH sebesar 1,33%, fosfat sebesar 1,33%, N/P ratio sebesar 0,47%, dan bikarbonat sebesar 1,1%. Nybakken (1988) menyebutkan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme plankton adalah temperatur. Di perairan yang bersalinitas < 2 ppt pertumbuhannya dibatasi oleh unsur N (Caraco et al., 1978). Apabila laju pemakain nitrogen oleh fitoplankton berlangsung cepat dan tidak sebanding dengan laju pemakaian fosfat maka rasio N/P akan mengecil. Hal ini dapat juga terjadi, dimana laju regenerasi fosfat dari bahan tersuspensi atau sedimen berlangsung lebih cepat dan tdiak disertai penyediaan nitrogen yang cukup (Pirzan dan Petrus, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Adiwijaya D., Sapto P. R., Sutikno E., Sugeng and Subiyanto, 2003 Budidaya udang

vaname (Litopenaeus vannamei) sistem tertutup yang ramah lingkungan (Vannamei shrimp Litopenaeus vannamei in the environmental friendly close system).

Page 103: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

95 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Departemen Kelautan dan Perikanan. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara. 29 hal.

Allen P.G., Botsford L.W., Schuur A.M. and Johnston W.E., 1984 Bioeconomics of Aquaculture. Amsterdam, The Netherlands: Elsevier Science Publishing Company, Inc.

American Public Health Association (APHA), 1980 American Public Health Association-Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater, 15th ed. APHAAWWA- WPCF. Washington, DC, USA.

Anongponyoskun M., Choksuchart A., Salaenoi J. and Aranyakananda P., 2012 Dissolved Oxygen Budget for Pacific White Shrimp (Litopenaeus vannamei) Culture in Earthen Ponds. Kasetsart J. (Nat. Sci.) 46: 751 - 758.

Boyd C. E., 2016 Dissolved Oxygen Dynamic Shrimp and Other Aquaculture Ponds. Department of Fisheries and Allied Aquacultures Auburn University, Alabama 36849 USA. https://www.was.org/documents/Meeting Presentations/ AP2009/AP2009_ 0085.pdf : 31/3/2017:4.09PM.

Boyd C. E., 2010 Dissolved-Oxygen Concentrations In Pond Aquaculture. Global aquaculture advocate January / February 2010.

Boyd C.E., 1998. Water Quality in Warmwater Fish Ponds Fourth Printing. J Auburn Univ. Agricultural Experiment Station. Alabama, USA 163 p.

Boyd C. E., 1991. Water Quality Management and Aeration in Shrimp Farming. Auburn: Fisheries and Allied Aquacultures Departmental, Auburn University

Boyd C. E and Tucker C. S., 2014 Handbook for Aquaculture Water Quality. Craftmaster Printers, Auburn, Alabama.

Boyd C. E. and Tucker C. S., 1998 Pond aquaculture water quality management. Kluwer Academic Publishers, Boston, Massachusetts, USA.

Boyd C. E. Watten B. J., 1989 Aeration systems in aquaculture. CRC Crit Rev Aquat Sci; 1: 425-72.

Burford MA and Lorenzen K., 2004 Modeling nitrogen dynamics in intensive shrimp ponds: the role of sediment remineralization. Aquaculture 229, 129-145

Cao L., 2012 Farming Shrimp For The Future: A Sustainability Analysis of Shrimp Farming In China. A dissertation submitted in partial fulfillment of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy (Natural Resource and Environment) in The University of Michigan.

Carbajal J., Sánchez L., Progrebnyak O,. 2011 Assessment and prediction of the water quality in shrimp culture using signal processing techniques. Aquacult.Int. (Springer) 19, 1083–1104.

Chakravarty M. S., Ganesh P. R. C., Amarnath D., Shanthi Sudha B., and Srinu Babu T., 2016 Spatial variation of water quality parameters of shrimp (Litopenaeus vannamei) culture ponds at Narsapurapupeta, Kajuluru and Kaikavolu villages of East Godavari district, Andhra Pradesh. International Journal of Fisheries and Aquatic Studies; 4(4): 390-395.

Chen Y. Y., Chen J. C., Tseng K. C., Lin Y. C., Huang C.L., 2015 Activation of immunity, immune response, antioxidant ability, and resistance against Vibrio alginolyticus in white shrimp Litopenaeus vannamei decrease under long-term culture at low pH. Fish & Shellfish Immunology 46: 192 – 199

Chen J., and Kou T., 1998 Hemolymph acid-base balance, oxyhaemocyanin, and protein levels of Macrobrachium rosenbergii at different concentrations dissolved oxygen. J Crustacean Biol; 18: 437-441.

Clifford H. C., 1998 Management of ponds stocked with Blue Shrimp Litopenaeus stylirostris. In Print, Proceedings of the 1st Latin American Congress on Shrimp

Page 104: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

96 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Culture, Panama City, Panama, 101- 109 p. Ching C. A., 2007 Water alkalinity in the cultivation of marine shrimp. Boletines Nicovita

3:1-3. Cobo M.L., Sonnenholzner S., Wille M., and Sorgeloos P., 2012. Ammonia tolerance of

Litopenaeus vannamei (Boone) larvae. Aquaculture Research 45:470-475 Conte F. S., and Cubbage D. J. S., 2001 Phytoplankton and Recreational Ponds.

Western Regional Aquaculture Center Crab R., Avnimelech Y., Defoirdt T., Bossier P., Verstraete W., 2007 Nitrogen removal

techniques in aquaculture for a sustainable production. Aquaculture 270, 1-14. Denisse A. R., and Díaz F., 2011 Effect of Different Oxygen Concentrations on

Physiological Energetics of Blue Shrimp, Litopenaeus stylirostris (Stimpson). The Open Zoology Journal:1, 4, 1-8 1.

Furtado P., Campos B. R., Serra F. P., Klosterhoff M., Romano L. A., and Wasielesky W., 2015 Effects of nitrate toxicity in the Pacific white shrimp, Litopenaeus vannamei, reared with biofloc technology (BFT). Aquac. Int. 23, 315–327.

Gopala S., Ottaa S. K., Kumar S., Karunasagar I., Nishibuchib M., 2005 The occurrence of Vibrio species in tropical shrimp culture environments; implications for food safety. International Journal of Food Microbiology 102:151 – 159

Gunalan B.P., Soundarapandian and Dinakaran G.K., 2010 The effect of temperature and pH on WSSV infection in cultured marine shrimp Penaeus monodon (Fabricius). Middle-East Journal of Scientific Research. 5(1): 28-33.

Hernández J., Zirino A., Marione S., Canino R., and Galindo M., 2003 pH-density relationship in seawater. Cienc. Mar. 29, 508–597.

Hirono Y., 1992 Current Practices of Water Quality Management in Shrimp Farming and Their Limitations. In: Wyban J (editor). Proceedings of the Special Session on Shrimp Farming. USA: World Aquaculture Society.

Kuhn D. D., Smith S. A., Boardman G. D., Angier M. W., Marsh L., and Flick G. J., 2010 Chronic toxicity of nitrate to Pacific white shrimp, Litopenaeus vannamei: impacts on survival, growth, antennae length, and pathology. Aquaculture 309:109-114.

Kurniawan A., Marsoedi, Fadjar M., 2014 Optimization model of paddlewheel as water quality engineering tool in intensive pond culture of vannamei shrimp (Litopenaeus vannamei). in BBAP situbondo, East Java, Indonesia. International Journal of Agronomy and Agricultural Research (IJAAR). Vol. 5, No. 5, p. 177-182, 2014.

Lazur A., 2007 Growout Pond and Water Quality Management. JIFSAN Good Aquacultural Practices Manual Section 6–Growout Pond and Water Quality Management.

Legendre L., and Legendre P., 1998 Numerical ecology. Elsevier. Amsterdam Li E., Chen L., Zeng C., Chen X., Yu N., Lai Q., and Qin J. G., 2007 Growth,

bodycomposition, respiration and ambient ammonia nitrogen tolerance of the juvenile white shrimp, Litopenaeus vannamei, at different salinities. Aquaculture 265, 385–390.

Lin Y. C,, and Chen J. C., 2003 Acute toxicity of nitrite on Litopenaeus vannamei (Boone) juveniles at different salinity levels. Aquaculture 224:193-201.

Maica D. F., de Borba M. R, Martins T. G., and Junior W. W., 2014 Effect of salinity on performance and body composition of Pacific white shrimp juveniles reared in a super-intensive system. R. Bras. Zootec., 43(7):343-350,

Metinapituk S., 2004 Oxygen Dynamics of Black Tiger Shrimp Intensive Culture Ponds. Masters thesis. Kasetsart University, Bangkok, Thailand.

Milstein A., Joseph D., Peretz Y., and Harpatz S., 2005 Evaluation of organic tilapia

Page 105: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

97 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

culture in periphyton-based ponds. Israeli Journal of Aquaculture Bamidgeh 57,143:155.

Pankaj Kumar K., Jetani S. I., Yusuzai A. N., Sayani, Shabir Ahamd Dar, Mohd Ashraf Rather, 2012 Effect of sediment and water quality parameters on the productivity of coastal shrimp farm. Adv. in ApplSci Res.; 3(4):2033-2041.

Poole R. W., 1974 An introduction to quantitative ecology. McGraw-Hill, New York. Prescott L. M., Harley J. P., and Klein O. A., 2002 Human diseases caused by bacteria. In

Microbiology, 5th ed. Mc Graw-Hill Publishers. P732-735. Primavera J. H., 1994 Environmental and sosioeconomic effects of shrimp farming: The

Philippine experience. Infofish International 1: 44-49. Ruiz-Velazcoa J. M. J., Estrada-Pérez M., Hernández-Llamas A., Nieto-Navarroa J. T.,

Pena-Messina E., 2013 Stock model and multivariate analysis for prediction of semi-intensive production of shrimp Litopenaeus vannamei as a function of water quality and management variables: A stochastic approach. Aquacultural Engineering 56; 34–41

Sakas A. 2016. Evaluation of Whiteleg Shrimp (Litopenaeus vannamei) Growth and Survival in Three Salinities under RAS Conditions . A thesis submitted in partial fulfillment of the requirement for the degree of Master of Science. (Natural Resources and Environment) at the University of Michigan.

Schuler D. J., 2008 Acute toxicity of ammonia and nitrite to white shrimp (L. vannamei) at low salinities. Master’s thesis. Virginia Polytechnic Institute and State University, Blacksburg.

Stirn J. 1981. Manual Methods in Aquatic Environment Research. Part 8 Rome: Ecological Assesment of Pollution Effect, FAO.

Sugama K, 2002 Status budidaya udang introduksi Litopenaeus vannamei dan Litopenaeus stylirostris serta prospek pengembangannya dalam tambak air tawar (The status of introduced shrimps Litopenaeus vannamei and Litopenaeus stylirostris and the development prospects in freshwater pond). Disampaikan dalam Temu Bisnis Udang . Makassar, 19 Oktober 2002. 7 hal.

Suprapto, 2005 Petunjuk teknis budidaya udang vannamei (Litopenaeus vannamei). CV Biotirta. Bandar Lampung. 25 hal.

Timmons M. B., and Ebeling J. M., 2007 Recirculating Aquaculture. Cayuga Aqua Ventures, Ithaca, New York.

Tookwinas S., 2000 Closed-Recirculating Shrimp Farming System. State of the Art Series, SEAFDEC AQD, Iloilo, Philippines. ISBN 971-8511-48-2

Vinatea L. W., Muedas and Arantes R., 2011 The impact of oxygen consumption by the shrimp Litopenaeus vannamei according to body weight, temperature, salinity and stocking density on pond aeration: a simulation. Maringá, v. 33, n. 2, p. 125-132, 2011.

Vinatea L., Gálvez A. O., Venero J., Leffler J. and Browdy C., 2009 Oxygen consumption of Litopenaeus vannamei juveniles in heterotrophic medium with zero water exchange. Pesq. agropec. bras., Brasília, v.44, n.5, p.534-538

Walker S. J., Neill W. H., Lawrence A. L., and Gatlin D. M., 2009 Effect of salinity and body weight on ecophysiological performance of the Pacific white shrimp (Litopenaeus vannamei ). Journal of Experimental Marine Biology and Ecology 380:119-124.

Xincai C., and Yongquan S., 2001 Shrimp Culture. China International Training Course on Technology of Marineculture (Precious Fishes). China: Yiamen Municipial Science & Technology Commission. hlm. 107-113.

Zafar M. A., Haque M. M., Aziz M. S. B., and Alam M. M., 2015 Study on water and soil

Page 106: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

98 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

quality parameters of shrimp and prawn farming in the southwest region of Bangladesh. J. Bangladesh Agril. Univ. 13(1): 153–160, 2015

Page 107: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

99 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

PENGARUH PERBEDAAN BAHAN BAKU PROTEIN PAKAN TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN TERLARUT, DERAJAT HIDROLISIS PROTEIN DAN

KANDUNGAN NUTRISI PAKAN LARVA KEPITING BAKAU (Scylla olivacea)

Haryati, Yushinta Fujaya, Edison Saade Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin

Jl. Perintis Kemerdekaan Km.10 Telp. 0411:586025/Fax. 586025 E. mail: [email protected]

ABSTRAK

Pakan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembenihan kepiting

bakau (Scylla olivacea). Penggunaan pakan buatan dalam bentuk mikro dapat menjamin ketersediaan, biaya produksi lebih rendah dan fleksibilitasnya lebih tinggi dibandingkan pakan alami. Selama ini pakan buatan yang digunakan adalah pakan komersial yang harganya relatif mahal, oleh karena itu perlu adanya penelitian untuk menghasilkan pakan buatan yang berkualitas dengan harga yang murah. Penelitian bertujuan menentukan kombinasi bahan baku protein pakan buatan yang menghasilkan kandungan protein terlarut, derajat hidrolisis protein dan kandungan protein pakan yang terbaik. Rancangan percobaan yang digunakan adalah acak lengkap dengan delapan perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuan yang dicobakan adalah penggunaan berbagai kombinasi bahan baku protein pakan : A) 100% tepung Artemia, B) 100% tepung ikan, C) 100% tepung cumi, D) 50% tepung Artemia dan 50% tepung ikan, E) 50% tepung Artemia dan 50% tepung cumi, F) 50% tepung ikan dan 50% tepung cumi, G) 35% tepung ikan, 35% tepung cumi dan 30% tepungArtemia, H) pakan komersial. Pakan dihidrolisis dengan 4,5% enzim papain. Parameter yang digunakan adalah kandungan protein terlarut, derajat hidrolisis protein dan komposisi nutrisi pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan bahan baku protein pakan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kandungan protein terlarut dan derajat hidrolisis protein pakan. Kandungan protein terlarut paling tinggi pada pakan dengan sumber protein tepung cumi-cumi, tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan pakan dengan sumber protein tepung Artemia maupun kombinasi antara tepung Artemia dan tepung cumi, tetapi berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan perlakuan lainnya. Derajat hidrolsis protein paling tinggi pada pakan dengan bahan baku protein tepung Artemia tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) dibandingkan pada pakan komersial maupun kombinasi antara tepung Artemia dan tepung cumi (P>0,05), tetapi berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan perlakuan lainnya.. Kandungan protein pakan setelah dihidrolisis dengan menggunakan enzim papain 4,5% paling rendah yaitu pakan komersial (38,67%) dan paling tinggi yaitu pakan dengan tepung cumi sebagai sumber protein (72,17%).. Kata-kata kunci: bahan baku protein, derajat hidrolisis protein, , kandungan protein pakan, kandungan protein terlarut

PENDAHULUAN Pakan adalah merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha pembenihan

biota perairan. Penggunaan pakan buatan dalam bentuk mikro (microdiet) dapat menjamin ketersediaan, biaya produksi lebih rendah dan fleksibilitasnya lebih tinggi (Gatesoupe dan Luquet, 1981). Haryati et al (2015) telah melakukan penelitian pengaruh penggantian pakan alami dengan pakan buatan di mana pakan yang digunakan adalah pakan komersial, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada pemeliharaan larva kepiting bakau mulai stadia zoea 1 sampai megalopa, pakan buatan baru dapat diberikan mulai stadia zoea 3. Penggunaan pakan buatan dalam pemeliharaan larva dapat dipercepat dengan melakukan predigest pakan yang akan digunakan. Hasil penelitian Haryati et al (2017) menunjukkan bahwa larva kepiting bakau (Scylla olivacea) dapat diberi pakan buatan yang sudah dipredigest dengan penambahan enzim papain dengan konsentrasi 4,5%

Page 108: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

100 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

pada pakan buatan mulai stadia zoea 2. Penggunaan pakan buatan komersial harga relatif mahal, yaitu Rp. 250 000,- per

kg, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengembangkan pakan buatan yang mempunyai kualitas sesuai dengan kebutuhan larva dengan harga yang lebih murah dibandingkan pakan buatan komersial. Microbound diets adalah salah satu jenis pakan buatan yang secara luas diaplikasikan pada studi nutrisi larva krustase. Kualitas microbound diets ditentukan oleh bahan baku sumber protein (May-Hellen, 2008). Bahan baku protein akan berpengaruh terhadap kualitas pakan. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kombinasi bahan baku sumber protein pakan buatan setelah dihidrolisa dengan menggunakan enzim papain yang menghasilkan kandungan protein terlarut, derajat hidrolisis protein dan kualitas pakan yang terbaik, serta membandingkan pakan tersebut dengan pakan komersial.

METODE PENELITIAN Bahan dan Metode Proses pembuatan pakan dan hidrolisis pakan dilakukan di laboratorium nutrisi dan teknologi pakan, Fakultas Ilmu Kelautan dan perikanan UNHAS. Analisis kandungan protein terlarut, derajat hidrolisis protein dan analisis proksimat pakan di lakukan di laboratorium Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Enzim papain yang digunakan adalah Newzime yang diproduksi oleh Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Jepara. Pakan buatan yang digunakan adalah pakan komersial berbentuk bubuk.

Untuk menganalisis pengaruh perbedaan bahan baku protein pakan terhadap kadar protein terlarut dan derajat hidrolisis protein digunakan rancangan acak lengkap dengan 8 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan dalam penelitian ini yaitu:

• 100% tepung Artemia • 100% tepung ikan • 100% tepung cumi • 50% tepung Artemia, 50% tepung ikan • 50% tepung Artemia, 50% tepung cumi • 50% tepung ikan, 50% tepung cumi • 30% tepung Artemia, 35% tepung ikan, 35% tepung cumi • Pakan komersial Selain bahan baku protein ditambahkan 5% minyak ikan, 5% vitamin mineral mix

dan 5% tepung tapioka sebagai bahan pengikat. Pakan dihidrolisa dengan menggunakan enzim papain 4,5%.

Analisis kadar protein terlarut dan derajat hidrolisis protein dilakukan secara invitro. Ditimbang 10 g pakan yang akan dipredigest, ke dalam pakan tersebut selanjutnya ditambahkan enzim papain 4,5% yang sebelumnya telah diencerkan dengan l ml aquades. Campuran tersebut selanjutnya diinkubasikan selama 120 menit. Setelah inkubasi selesai, sampel pakan diambil sebanyak 0,5 g dan dihentikan reaksi hidrolisis proteinnya dengan menambahkan 1,5 ml larutan trikloroasetat 7% dan dibiarkan pada suhu ruang. Selanjutnya ditambah 3 ml Tris HCl pH 6,5 dan disentrifuse dengan kecepatan 10 000 rpm selama 20 menit. Supernatan yang diperoleh digunakan untuk analisis kadar protein terlarut mengikuti metode Bradford. Endapan yang dihasilkan digunaan untuk analisis kadar protein total dengan menggunakan metode Kjeldahl. Derajat hidrolisis protein pakan dihitung dengan menggunakan rumus:

Page 109: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

101 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

P0 – Pt DHP = ______ x 100

Po Dimana: DHP = derajat hidrolisis protein Po = kadar protein pakan sebelum dihidrolisis Pt = kandungan protein pakan setelah hidrolisis dalam jangka waktu t

Selain parameter tersebut juga dilakukan analisis prosimat terhadap pakan untuk mengevaluasi kualitas pakan yang dihasilkan.

Untuk mengetahui pengaruh perbedaan bahan baku protein pakan serta pakan komersial terhadap kandungan protein terlarut dan derajat hidrolisis protein digunakan analisis ragam (ANOVA). Apabila perlakuan berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji W-Tukey untuk menentukan bahan baku protein pakan yang menghasilkan kandungan protein terlarut dan derajat hidrolisis protein terbaik. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan bahan baku protein pakan maupun pakan komersial terhadap kualitas pakan berdasarkan hasil analisis proksimat, dianalisis secara diskriptif sesuai kebutuhan larva kepiting bakau. Hasil dan Pembahasan

Kandungan protein terlarut dan derajat hidrolisis protein pakan, pada berbagai

bahan baku protein pakan serta pakan komersial setelah dihidrolisa dengan menggunakan enzim papain 4,5% disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan bahan baku protein pakan maupun pakan komersial berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan protein terlarut maupun derajat hidrolisis protein. Kandungan protein terlarut paling rendah pada pakan komersial tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan pakan dengan bahan baku protein 100% tepung ikan serta kombinasi 50% tepung ikan dan 50% tepung cumi. Kandungan protein terlarut paling tinggi pada pakan dengan sumber protein 100% tepung cumi-cumi, tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan pakan dengan sumber protein 100% tepung Artemia maupun kombinasi antara 50% tepung Artemia dan 50% tepung cumi, tetapi berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan perlakuan lainnya.

Derajat hidrolsis protein paling tinggi pada pakan dengan bahan baku protein tepung Artemia tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) dibandingkan pada pakan komersial maupun kombinasi antara tepung Artemia dan tepung cumi (P>0,05), tetapi berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan perlakuan lainnya.

Hidrolisis protein adalah proses pemecahan ikatan kovalen yang menghubungkan asam-asam amino penyusun protein. Pada proses hidrolisis, ikatan kovalen antar molekul akan terputus dan akan dihasilkan asam amino bebas (Zayas, 1997). Faktor faktor yang mempengaruhi proses hidrolisis meliputi rasio enzim dan substrat, perbedaan jenis enzim, pH, waktu dan suhu hidrolisis. Rasio antara enzim dan substrat berbanding lurus dengan derajat hidrolisa (Dumay et al. 2006). Peningkatan enzim protease meningkatkan jumlah nitrogen terlarut dari hidrolisat selama proses hidrolisis (Wang et al. 2007). Menurut Kirk dan Othmer (1985) dalam Hidayat (2005), selama hidrolisis terjadi konversi protein yang bersifat tidak larut menjadi senyawa nitrogen yang bersifat larut, selanjutnya terurai menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, seperti peptida-peptida, asam amino dan amonia. Tingginya kandungan protein terlarut dan derajat hidrolisis protein pada pakan dengan bahan baku protein 100% tepung Artemia karena pada pakan tersebut konsentrasi enzim lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Selain enzim papain yang digunakan untuk menghidrolisa pakan, pada Artemia juga terdapat enzim protease yang akan

Page 110: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

102 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

menghidrolisa protein. Menurut Nielsen (1997) semakin besar konsentrasi protease akan semakin banyak ikatan peptida dari protein yang terputus menjadi peptida-peptida sederhana sehingga kelarutan protein semakin meningkat. Hal ini sesuai pendapat Haslaniza et al. (2010) yang menyatakan bahwa konsentrasi enzim proteolitik yang semakin meningkat dalam proses hidrolisis akan menyebabkan peningkatan kandungan nitrogen terlarut dalam hidrolisat protein ikan.

Tabel 1. Rata-rata Kandungan protein terlarut (%) dan derajat hidrolisis protein (%) pakan

pada berbagai bahan baku protein setelah dihidrolisis dengan enzim papain Perlakuan Protein terlarut Derajat

hidrolisis Protein

A - 100% tepung Artemia B - 100% tepung ikan C - 100% tepung cumi D - 50% tepung Artemia, 50% tepung ikan E - 50% tepung Artemia, 50% tepung cumi F - 50% tepung ikan, 50% tepung cumi G- 30% tepung Artemia, 35% tepung ikan, 35% tepung cumi H - Pakan komersial

2,43ab ± 0,062

1,98cd ± 0,016

2,76 a ± 0,031

2,33b ± 0,011 2,41ab ± 0,003 2,19cd ± 0,009

2,22bc ± 0,123

1,82d ± 0,004

65,40 a ±0,3906

48,45 c ±0,2949

53,70 b ±1,4985

53,04 b ±0,5773

63,57 a ±1,1139

47,20 c ±0,0882 54,17 b ±0,3906

64,30 a ±0,3354

Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5% Tingginya kandungan protein terlarut pada pakan dengan 100% tepung cumi karena kandungan protein pakan relatif tinggi sehingga substrat yang dihidrolisa juga tinggi, sedangkan pada pakan dengan bahan baku protein 50% tepung Artemia dan 50% tepung cumi disebabkan pengaruh kombinasi, yaitu suplai enzim protease yang berasal dari tepung Artemia dan tingginya kandungan protein pada cumi-cumi. Tingginya derajat hidrolisis protein pada pakan komersial karena kandungan protein relatif rendah sehingga enzim dapat menghidrolisa pakan dengan baik. Hal ini sesuai pendapat Dumay et al (2006) bahwa rasio antara enzim dan substrat berbanding lurus dengan derajat hidrolisa. Hasil analisis proksimat pakan pada berbagai bahan baku protein serta pakan komersial berdasarkan bobot basah disajikan pada Tabel 2, sedangkan berdasarkan bobot kering disajkan pada Tabel 3.

Tabel 2. Hasil analisis prosimat pakan (% bobot basah)

Perlakuan Air Protein Lemak kasar

Serat kasar

BETN Abu

A B C D E F G H

14,46 18,39 18,19 16,66 13,45 12,84 13,02 18,94

48,77 45,77 72,17 48,07 58,48 58,22 69,31 38,67

15,91 11,06 9,86

11,60 11,32 9,64

10,03 2,87

1,02 1,02 0,74 0,82 1,11 0,63 0,62 1,75

9,88 4,20 1,27 7,96 8,91 4,51 4,21

22,54

12,73 25,71 4,81

19,56 8,63

15,51 4,34

15,26

Tabel 3. Hasil analisis proksimat pakan (% bobot kering)

Page 111: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

103 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Perlakuan Protein Lemak

kasar Serat kasar

BETN Abu

A B C D E F G H

55,08 52,16 82,36 54,62 66,13 65,77 81,50 47,70

17,96 12,60 11,26 13,19 12,80 10,90 11,33 3,49

1,15 1,16 0,85 0,93 1,25 0,71 0,70 2,16

11,16 4,79 1,45 8,90

10,07 4,75 4,75

27,81

14,38 29,30 5,49

22,23 9,76

17,52 4,90

18,83 Keberhasilan pemberian pakan ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pakan yang

diberikan. Kualitas pakan secara kimiawi antara lain ditentukan oleh kandungan protein, lemak dan karbohidrat. Kebutuhan protein pada Scylla serrata stadia megalopa menurut Genodepa et al (2004) adalah 79,4%, sedangkan menurut Catacutan (2002) kebutuhan protein juvenil Scylla serrata berkisar antara 34,2%–51,8%. Kandungan protein pakan berkisar antara 38,67% - 72,17%. Berdasarkan kandungan protein, pakan mempunyai kualitas sesuai kebutuhan larva kepiting bakau.

Lemak diketahui mempunyai peran penting sebagai sumber enersi, menjaga integritas struktur membrane biologi dan berfungsi sebagai precursors steroid penting (Corraze, 2001 dalam May-Helen, 2008). Pengaruh kandungan lemak pakan terhadap pertumbuhan juvenil kepiting bakau telah diteliti oleh Sheen dan Wu (1999), hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan lemak pakan berkisar antara 3,3% sampai 13,8% memenuhi kebutuhan kepiting bakau. Catacutan (2002), mengemukakan bahwa kebutuhan lemak dari juveniles Scyllla serrata berkisar antara 6% sampai 12%. Kebutuhan lemak Scylla serrata stadia megalopa sebesar 6% (Genodepa et al, 2004). Kandungan lemak pakan berkisar antara 2,87% - 15,91%. Kandungan lemak pakan komersial lebih rendah dibandingkan kebutuhan larva kepiting bakau, sedangkan pakan dengan bahan baku protein 100% tepung Artemia kandungan lemaknya lebih tinggi dari kebutuhan. Kandungan lemak pakan dengan bahan baku protein yang lain masih sesuai kebutuhan larva kepiting bakau.

Kandungan BETN pakan berkisar antara 1,27 – 22,54 % bobot basah atau berkisar antara 1,45% - 27,81% bahan kering. Shen dan Wu (1999) dan Shen (2000) mengemukakan bahwa kebutuhan karbohidrat juvenil Scylla serrata berkisar antara 13,5% sampai 27% bahan kering. Kebutuhan karbohidrat pada larva kepiting bakau belum diketahui. Berdasarkan pendapat tersebut kandungan karbohidrat pakan dengan bahan baku 100% tepung Artemia serta kombinasi antara 50% tepung Artemia dan 50% tepung cumi, berturut-turut 12,31% dan 11,32% bahan kering relatif sesuai kebutuhan larva kepiting bakau. Kandungan karbohidrat pada pakan komersial 29,97% bahan kering relatif lebih tinggi dari kebutuhan, sedangkan pakan dengan bahan baku protein yang lain kandungan karbohidrat perlu ditingkatkan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

• Kandungan protein terlarut pada pakan dengan bahan baku protein 100% tepung cumi, 100% tepung Artemia dan kombinasi antara 50% tepung Artemia dan 50% tepung cumi lebih tinggi dibandingkan pakan komersial maupun bahan baku

Page 112: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

104 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

protein pakan yang lain • Derajat hidrolisis protein pada pakan dengan bahan baku protein pakan 100%

tepung Artemia dan 100% tepung cumi dan pakan komersial relatif sama tetapi lebih tinggi dibandingkan bahan baku ptotein yang lain.

• Kandungan protein pakan sesuai dengan kebutuhan larva kepiting bakau. Kandungan lemak dengan bahan baku protein 100% tepung Artemia lebih tinggi dari kebutuhan. Kandungan karbohidrat pada komersial juga lebih tinggi dari kebutuhan.

Saran Berdasarkan kajian terhadap kandungan protein terlarut, derajat hidrolisis protein, dan hasil analisis proksimat, pakan yang tersusun atas berbagai baku protein dapat menggantikan pakan komersial. Kandungan karbohidrat pakan yang tersusun atas beberapa bahan baku protein perlu ditingkatkan.

UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih ditujukan kepada Kementerian Ristek dan Perguruan Tinggi yang telah membiayai penelitian ini melalui Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Terapan untuk anggaran tahun 2018.

DAFTAR PUSTAKA

Catacutan, M. R. , 2002. Growth and body composition of juvenile mud crab, Scylla

serrata, fed different dietary protein and lipid levels and protein to energy ratio. Aquaculture, 208: 113 - 123

Dumay J, Donnay-Moreno C, Barnathan G, Jaouen P, Berge. 2006. Improvement of lipid and phospholipid recoveries from sardine (Sardina pilchardus) viscera using industrial proteases. Process Biochem 41:2327-2332.DOI: 10.1016/j.procbio.2006.04.005

Gatesoupe, F. & P. Luquet, 1991. Practical diet for mass culture of the rotifer Brachionus plicatilis: application to larval rearing of sea bass, Dicentrarchus labrax. Aquaculture, 22; 149 - 163

Genodepa, J., P.C. Southgate & C. Zeng, 2004. Preliminary assessment of a microbound diet as an Artemia replacement for mud crab, Scylla serrata megalopa. Aquaculture, 236: 497 – 509.

Haryati, Y. Fujaya dan Anugrah. 2015. Pengaruh pergantian pakan alami dengan pakan buatan terhadap aktivitas enzim pencernaan kepiting bakau (Scylla olivacea). Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan XII, jilid I Budidaya Perikanan, hal: 137 - 144 .

Haryati, 2017. Optimalisasi penggunaan pakan buatan dalam pemeliharaan larva kepiting bakau (Scylla olivacea) untuk menunjang penyediaan benih berkelanjutan. Laporan penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Terapan.

Haslaniza, H. 2010. The effects of enzyme concentration, temperature and incubation time on nitrogen content and degree of hydrolysis of protein precipitate from cockle (Anadara granosa) meat wash water. International Food Research Journal 17: 147-152

Hidayat, T. 2005. Pembuatan hidrolisat protein dari ikan selar kuning (Caranx leptolepis) dengan menggunakan enzim papain. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu

Page 113: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

105 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Kelautan. Institut Pertanian Bogor. May-Helen, H, 2008. Towards development of formulated diet for mud crab (Scylla

serrata) larvae, with emphasis on lipid nutrition. PhD thesis, James Cook University. 190 pp.

Nielsen PM, 1997. Food Proteins and Their Applications. Marcel Dekker, Inc. New York. Sheen, S.S. & S.W. Wu, 1999. The effect of dietary lipid levels on the growth response of

juvenile mud crab, Scylla serrata. Aquaculture, 93: 121 - 134 Sheen, S.S., 2000. Dietary cholesterol requirement of juvenile mud crab Scylla serrata.

Aquaculture, 189: 277 - 285 Wang J.S., Zhao M.M, Zhao QZ, Bao Y, Jiang YM. 2007. Characterization of hydrolysates

derived from enzymatic hydrolysis of wheat gluten. J Food Sci72: C103–C107. DOI: 10.1111/j.1750-3841.2006.00247.x.

Zayas, J.F. 1997. Fungtional Properties of Protein in Food. Springer-Verlag.Berlin

Page 114: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

106 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

EFFECTIVITY OF VITAMIN E AGAINST THE QUALITY OF EGG COMMON CARP (Osteochilus hasellti, CV)

Nurbety Tarigan, Meiyasa F, Affandi R

1Study Program of Aquatic Products Technology, Christian University of Wira Wacana Sumba, Waingapu 87113, East Sumba, East Nusa Tenggara, Indonesia

Email* : [email protected] 2Management Department of Water Resources, Bogor Agriculture University, Dramaga,

Bogor 16680, Indonesia

ABSTRACT

In this study was investigated to determine the effect of dietary vitamin E on the quality of common carp eggs. Applied doses of vitamin E were 0, 125, 250, and 375 mg/kg diet. The parameters measured in this study were the fecundity, the percentage of drowned egg, the chemical composition of eggs, and total energy of common carp. The results showed that the different doses of vitamin E in the feed had significantly (P˂0.05) affect on the fecundity, percentage of drowned egg, the chemical composition of eggs, and energy reproduction in the common carp. Administration of vitamin E at a dose of 375 mg/kg diet was the best dosage to improve quality of the common carp egg with a fecundity were respectively 23.484 grains, the percentage of sink egg 92.66%, and protein and fat contained egg was 21.43 and 27.88% higher than the control group. Our study revealed that the administration of vitamin E could be able to increase the quality of egg in common carp. Keywords: Common carp, quality eggs, vitamin E

INTRODUCTION

Common carp fish (Osteochilus hasselti) is one of the freshwater fish species which belong to the Cyprinidae family. This fish has been widely cultivated in West Java and it potential to be developed into a superior product of freshwater aquaculture (Tarigan et al. 2017; Mulyasari et al. 2010). However, the current cultivation of common carp began to decline in the area of West Java. This is caused by smaller common carp sizes (Hermawan et al. 2013). The small size of common carp is not able to produce good egg quality and the number of production very limited of eggs (Subagja et al. 2007).

One effort was made to improve the quality of fish eggs through the improvement of dietary nutrients such as proteins and fatty acids, which have an effect on the development of gonads, fecundity, and egg quality in the fish (Roy & Mollah 2009; Izquierdo et al. 2001). High protein and fatty acid content in the feed is a major factor contributing to the reproduction and improvement of egg quality in fish (Meinelt et al. 2004). In addition, protein and fatty acids, micronutrients such as vitamin E, which play an important role in reproduction and protect cell eggs at the time of fish development (Gamal et al. 2007; Roy & Mollah 2009; Palace et al. 2006).

Vitamin E in the feed serves as an antioxidant to can prevent oxidation of unsaturated fatty acids in the cells in the process of egg development (Nasution & Nuraini 2014). Watanabe et al. (1991) also reported that vitamin E presents in the feed affects the quality of fish eggs produced. Level of vitamin E requirement in feed varies for each species of fish (Utomo et al. 2006). As reported by Yulfiperus et al. (2003) that the vitamin E requirement for catfish is about 189.65 mg/kg feed to improve egg quality. In addition, the requirement of vitamin E for kelabau fish in the feed about 200 mg/kg of feed (Nasution & Nuraini 2014). However, the effectiveness of vitamin E to improve egg quality in the common carp (Osteochilus hasellti) has not been reported. Based on this, it is necessary to know the

Page 115: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

107 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

effectiveness of vitamin E in the feed to improve egg quality and know the best dose of vitamin E required by common carp.

MATERIALS AND METHODS Experimental Diets

The feed is used during the study was commercial feed while vitamin E used is

powdered vitamin with a purity rate of 68%. The first feed was done a proximate analysis to determine the nutritional content (Table 1). The feed used is mixed with vitamin E evenly according to the prescribed dose of vitamin E, then the feed is reshaped and dried in the sun until it reaches a 10% moisture content.

Table 1. Proximate test feed used during the study

Proximate

composition (% dry weight)

Doses vitamin E (mg kg-1 feed)

0 125 250 375

Water Content 10.09 10.09 10.09 10.09 Protein 40.65 40.65 40.65 40.65 Fat 14.08 14.08 14.08 14.08 Carbohydrates 18.69 18.69 18.69 18.69 Crude Fiber 4.25 4.25 4.25 4.25 Ash Content 12.24 12.24 12.24 12.24 GE (kkal/100 g) 436.21 436.21 436.21 436.21

Experimental fish and feeding

Common carp is using fish that have good healthy with body length 9-10 cm and with

body weight 10-11 g, with the amount of 120 tails which obtained from the Research Center of Freshwater Aquaculture Sempur-Bogor, West Java. Common carp is used during the study is a breeder that has never experienced spawning and has entered the phase of development of the gonad TKG I. Fish nilem maintained using aquarium size 30 x 30 x 40 cm with dense stocking 12 tails/aquarium and maintained for six weeks. Before treatment with the fish, fish will be rested and fasted for one day. After fasted then performed treatment of vitamin E doses on each feed with a dose of 125 mg/kg, 250 mg/kg, 375 mg/kg, and control group (without vitamin E). Feeding is done at satiation. Administration of feed 3 times/day at 08.00, 12.00, and 16.00 western Indonesian time for 6 weeks of maintenance. During the maintenance of the fish, a water change is done once a week as much as 85%. Observation parameters

Sampling was carried out fortnightly. The following variables were calculated:

Fecundity

Fecundity of the fish from each fish can be obtained by counting the number of eggs from the three sub-samples in the ovaries of each fish sample such as the top, middle and bottom as much as 5% of the gonad weight then eggs are calculated using the following formula:

F = x X

Page 116: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

108 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Percentage of drowned Eggs

Observation of the percentage of submerged eggs was done by taking egg grains from the ovaries as much as 50 grains then put into an aquarium containing water simultaneously after it was observed the percentage of drowned eggs. The percentage of drowned eggs is calculated using the following formula: Egg sink (%) = (Number of drowned eggs) / (Number of eggs observed) x 100 Analysis of Chemical Composition of Eggs

Chemical composition analysis was performed using proximate analysis by collecting the fish ovaries from each treatment of 15 g and then ovary analyzed in the laboratory to determine the protein, fat, and carbohydrate content of eggs. Reproductive energy

The measurement of reproductive energy was done by comparing the energy in the ovaries at the end of the study and then subtracting the ovary energy at the beginning of the study after it was divided by the energy values contained in the fish consumed during the study. Measurement of reproductive energy is calculated using the following formula:

Reproductive energy = (Σ generation in the early gonads of the study)/(Σ feed energy

consumed during the study) x 100 Statistical analysis

Data were evaluated using analysis of variance (ANOVA), and the significance of

the difference was verified using the Duncan test in SPSS software (version 16).

RESULTS AND DISCUSSION

Fecundity

The purpose of fecundity analysis is to know the number of eggs produced from the

fish. The result showed that vitamin E has a significant effect on fecundity. This is shown in Table 2, that the higher the vitamin E then the resulting fecundity is higher. The average value of fecundity is produced in the treatment of vitamin E 125 mg/kg, 250 mg/kg and 375 mg/kg was about 7.02, 15.34 and 23.48 eggs per gram respectively, which higher than the control group (without vitamin E) with the amount of 6.72 eggs per gram. According to James et al. (2008) that administration of vitamin E to fish feed in the amount of 300 mg/kg provides the best fecundity value to the comet fish. On the other hand, Arfah et al. (2013) also reported that administration of vitamin E was 375 mg/kg produced fecundity value was about 56 eggs per gram to Common carp (Caracius auratus).

The increasing value of fish fecundity is caused by the role of vitamin E content in the feed. Vitamin E acts as an antioxidant in preventing the oxidation of fatty acids. In agreement with a previous study reported by Tarigan et al. (2018) that administration of vitamin E in the fish feed it has a role as an antioxidant, wherein increasing dose of vitamin E then oxidized fatty acids decrease. In addition, Izquierdo et al. (2001); Palace & Werner (2006); Aryani & Hamdan (2014) also reported that the fecundity value increases with

Page 117: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

109 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

increasing of vitamin E content in the feed.

Table 2. The effects of vitamin E in feed against fecundity and percentage drowned of the egg of six weeks of the experiment.

Parameter Dose vitamin E (mg kg-1 feed) 0 125 250 375

Fecundity (mm) 6.717 a 7.027b 15.344b 23.484c Drowned egg (%) 80.00 ± 3.46a 82.66 ± 5.77ab 89.33 ± 3.05bc

92.66 ± 2.30c

a, b Means within a row with no common superscript differ significantly (p<0.05). Increasing the value of fecundity with the administration of vitamin E gives a positive

effect on the amount of fatty acid produced, wherein the higher of the fatty acid prostaglandin hormone activity increased so that the formation of egg cell occurs. As reported by Arfah et al. (2013) that increase the activity of vitelogenin is brought to the gonad so that prostaglandin activity also increases in egg cell formation. In addition, Napitu et al. (2013) also reported that the increase in fecundity of fish caused by the amount of vitelogenin material absorbed into the ovary in order causing the number of eggs to be formed to increase. Drowned egg

Measuring the drowned egg is one of the parameters in determining egg quality. Based

on statistical test results with increasing dose is not significantly different (p>0.05). However, it is descriptively seen that the result of the measurements of the drowned egg increase with increasing dosage of vitamin E. As shown in table 2 that the mean percentage of egg drowned by dosing of vitamin E 125 mg/kg, 250 mg/kg, 375 mg/kg were 82.66%, 89.33%, 92.66% greater than control group (without vitamin E). The percentage of the drowned egg is influenced by the high content of protein and fat in the egg. The high content of fat and protein in the egg can increase the size and weight of egg so that the percentage of the drowned egg increases with increasing dosage of vitamin E in the feed. The percentage of common carp egg which drowns in this study that is equal to 82.66-92.66%. According to a previous study reported by Watanabe et al. (1991) that vitamin E was about 2000 mg/kg can increase the egg buoyancy of 96% in red seabream fish. The chemical composition of egg

The quality of eggs other than determined by fecundity and the percentage of drowned

eggs is also determined by the chemical composition. Chemical components contained in eggs are protein, fat, carbohydrates, crude fiber, ash content and moisture content. Based on the results on the chemical components of egg, seen in table 3 chemical components such as water content, ash, and crude fiber content decreased with increasing dosage of vitamin E. In contrast, increased dosage of vitamin E then chemical components such as fat, protein and carbohydrate also increase.

Administration of vitamin E can increase the fat, protein and carbohydrate content in egg cell possibly due to increase vitelogenin during the egg development. As reported by Utomo (2009) that during the accumulation of vitelogenin from the process of vitelogenesis was able to reserve of fatty acid content in the egg.

Page 118: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

110 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Table 3. The chemical composition of common carp egg at the beginning and final

research (% wet weight)

Chemical composition

Beginning egg

Dosage of Vitamin E (mg/kg) 0 125 250 375

Water content 58.01 57.52± 0.89a 51.21± 0.95b 49.39± 0.66c 45.49± 1.25d Protein 21.93 23.9± 1.03a 25.45± 0.46ab 26.47± 1.23bc 27.88± 0.74c Fat 13.52 13.52± 0.55a 18.54± 1.07b 18.60± 0.68b 21.43± 1.09c

Carbohydrate 2.02 1.84±

0.36a 1.70± 0.56a 2.22± 1.36a 2.77± 0.66a

Crude fiber 2.72 1.35±

0.07a 1.70± 0.08b 1.72± 0.02b 1.46± 0.39b

Ash content 1.91 1.87±

0.07a 1.57±0.23b 1.69± 0.36c 1.44± 0.20d Total 100 100 100 100 100

a, b, c, d Means within a row with no common superscript differ significantly (p<0.05). The average of the fat and protein value was about 18.54 – 21.45 and 25.45 – 27.88

respectively, higher compared with the control group (without vitamin E). This suggests that vitamin E in the feed acts as an antioxidant that can prevent the oxidation of fatty acids. Reserve of fatty acid content is continuously allocated to the egg during the development of the gonad which will later be used as energy reserves for subsequent use. It is confirmed by Mongkoginta et al.(2000) and Yulfiperius (2003) that the fat content in the egg increase with increased levels of vitamin E in feed, thus the protein and fat stored in the egg will be used as an energy reserve. Total Energy

The purpose of the total energy analysis is to know the amount of energy contained in the ovary with vitamin E to the fat content in the egg. The results showed that the initial ovary energy before addition of vitamin E was 402.72 Kcal/g in all the treatments. However, the amount of ovary energy on the 42nd day has increased approximately 1024.11-2279.75 Kcal/g along with the increasing dose of vitamin E compared with the control group (without vitamin E) was about 468.07 Kcal/g. The total energy of the measurement results during the research can be seen in Table 4.

Table 4. The average value of energy allocation in common carp ovary at the beginning

and end during the research.

Energy changes Dosage of Vitamin E (mg/kg) 0 125 250 375

Beginning of ovary energy (Kcal/g) 402.721.12a 402.721.12a 402.721.12a 402.721.12a

Final of ovary energy (Kcal/g)

468.07±0.12a 1024.11± 0.19b 1519.02± 0.32c 2279.75±

0.21d Note: The numbers are followed by the different letter on the same line show the real

difference (P0.05).

Page 119: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

111 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

The function of vitamin E in the feed is as an antioxidant in maintaining fatty acid so that fatty acid content available in the egg increases. The fatty acid available in the egg will be converted into a major source of energy in the future development and maturation. The increased component of fatty acid during the production process, then more stored energy reserves, so it can be allocated to the ovary for the formation, development, and maturation of the egg. According to Wouters et al. (2001); Zudaire et al. (2014) that the total energy allocated to the ovaries will increase according to development of the egg. In addition, Fernandes & Rey (2012) reported that during reproduction proses, a portion of the energy derived from the feed will be allocated to the development of the egg.

CONCLUSION

Administration of vitamin E in the feed significantly affect on the quality of common carp egg for 42 days of maintenance. The dosage of vitamin E 375 mg/kg in the feed is the best dose to improve egg quality in common carp.

REFERENCES

Arfah H, Melati, Setiawati M. 2013. Supplementation of vitamin E in the feed on the

reproductive performance of female parent comet fish (Carassius auratus auratus). Journal Aquaculture Indonesia. 12: 14-18.

Aryani N, Hamdan A. 2014. Maturation of fish Anabas testudineus with supplementation vitamin E in the feed. Laporan Penelitian. [Riau (Indonesia)]: University Riau.

Fernandez AA, Rey SR. 2012. The relationship between energy allocation and reproductive strategy in Trisopterus luscus. Journal Expericess Ecology. 416: 8-16.

Gamal AH, Zeinab A, Greisy L, Sayed L, Ebiary L. 2007. Synergistic Effects of Vitamin C and E and Silenium on the Reproduction Performance of Nile Tilapia Oreocromis niloticus. Journal Applied Sciences Research 3: 564-573.

Hamre K. 2011. Metabolism, interactions, requirements, and functions of vitamin E in fish. Aquaculture nutrition.17: 58-115.

Hermawan A, Jubaedah I. 2013. Kajian budidaya ikan nilem (Osteochilus hasselti) dalam upaya konservasi sumberdaya ikan provinsi Jawa Barat. Jurnal Penyuluhan Perikanan. 4: 1-10.

Izquirerdo MS, Fernandez-Palacios H, Tacon AGJ. 2001. Effect of broodstock nutrition on reproductive performance of fish. Journal Aquaculture. 197: 25-42.

James R, Iyyadurrai V, Kuncihitham S. 2008. Effect dietary vitamin E on growth, fecundity and leukocyte count in goldfish. Journal Aquaculture. 60 :121-127.

Meinelt TC, Schulz M, Wirth H, Kurzinger, Steinberg C. 2004. Correlation of diets high in n-6 polyunsaturated fatty acid with high growth rate in zebrafish (Danio rerio). Journal Ichthyology 15: 19-23.

Mokoginta I, Syahrizal, Zairin MJR. 2000. Effect vitamin E in feed to fatty acid in egg and hatching rate of Clarias batrachus. Journal Aquaculture. 5: 175-182.

Mulyasari, Dinar TS, Anang HS, Irin IK. 2010. The genetic characteristics of six populations of common carp (Osteochilus haselti) West Java. Journal Aquaculture Indonesia. 5: 175-182.

Napitu R, Limin S, Suparmono. 2013. Effect vitamin E in feed on gonad maturity of tilapia fish. Jurnal Rekayasa Teknologi Budidaya. 1: 110-116.

Nasution S, Nuraini. 2014. Grand of feed containing vitamin E in home fish kelabau (Osteochilus kelabau) to improve quality eggs and larvae. IJSER 2: 2347-3878.

Page 120: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

112 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Roy A, Mollah FA. 2009. Effect of different levels of vitamin E on the ovarian development and breeding performances of Clarias batrachus (Linneaeus). Journal Bagladesh. 7: 183-191.

Tarigan N, Supriatna I, Setiadi MA, Affandi R. 2017. The effect of vitamin E supplement in the diet on gonad maturation of common carp (Osteochilus hasellti, CV). Journal Fish Science. 12: 1-9.

Palace PV, Werner J. 2006. Vitamin A and E in the maternal diet influence egg quality and early life stage development in fish. Scientia Marina 41-57.

Subagja JR, Gustiano R,. 2006. Pelestarian ikan nilem (Osteochilus hasselti C.V) melalui teknologi pembenihannya. Prosiding lokakarya nasional pengelolaan dan perlindungan sumberdaya genetik di Indonesia. Bogor (Indonesia): hlm 279-286.

Utomo NBP, Nurjanah N, Setiawati M. 2006. Pengaruh pemberian pakan dengan kadar vitamin E berbeda dan asam lemak n-3/n-6 1:2 tetap terhadap penampilan reproduksi ikan Zebra betina (Brachyodanio rerio) Pra Salin. Jurnal Akuakultur Indonesia. 5: 31-39.

Utomo NBP. 2009. Peningkatan mutu reproduksi ikan hias melalui pemberian kombinasi asam lemak esensial dan vitamin E dalam pakan pada ikan zebra (Danio rerio) [disertasi]. [Bogor (Indonesia)]: Institut Pertanian Bogor.

Watanabe T, Lee MJ, Mitzuani T, Yamada T, Satoh S, Takeuchi T, Yossida T, Arakawa T. 1991. Effective components in cuttlefish meal and raw krill for improvement quality of red sea bream Pagrus major. Japan Social Science Fish. 57: 681-694.

Wouters R, Cesar M, Patrick L, Jorge C. 2001. Lipid composition and vitamin content of wild female litopenaeus vannamei in different stages of sexual maturation. Journal Aquculture. 198 :307-323.

Yulfiperius. 2003. Effect of vitamin E in feed on the quality of egg Pangasius hypoptalamus [Tesis]. [Bogor (Indonesia)]: Institut Pertanian Bogor.

Zudaire I, Hilario M, Grande M, Pernet F, Bodin N. 2014. Accumulation and mobilization of lipids in relation to reproduction yellowfin tuna (Thunus albacares) in the Western Indian Ocean. Journal Fisheries Research. 160: 50-59.

Page 121: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

113 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

TELAAH ASPEK KEMATANGAN GONADA DAN FEKUNDITAS IKAN TOMAN (Channa micropeltus) PERIODE MUSIM HUJAN DI PERAIRAN

RAWA DANAU PANGGANG, KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA, KALIMANTAN SELATAN

Pahmi Ansyari dan Slamat

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani km. 36 Kotak Pos 6 Banjarbaru Kalsel 70714

Kontak: mobile phone: 085349645190, e – mail: [email protected]

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menemukan tingkat kematangan gonada dan fekunditas ikan toman

yang hidup pada habitat perairan rawa Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan pada periode musim hujan. Pengambilan sampel ikan dilaksanakan setiap bulan selama 3 bulan dari Januari - Maret 2018. Metode penetapan lokasi pengambilan sampel digunakan metode survei analitis (Analytic Survey Research Method). Hasil penelitian menunjukkan kisaran bobot gonada 11,77 s/d 0,18 gram dan tingkat kematangan gonada bervariasi dari TKG I s.d. IV tetapi didominasi TKG I, peluang populasi ikan mempunyai matang gonad berdasarkan ukuran panjang total adalah 63,6% dan index kematangan gonada (IKG) antara 0,05 s.d 0,73%. Hasil fekunditas didapat 29,67% dan diameter telur 1,57 – 2,05 mm. Data ini menunjukkan bahwa ikan toman dapat memijah pada musim hujan, tetapi sebagian besar populasinya dalam keadaan pulih salin. Kata kunci: kematangan gonada, fekunditas, ikan toman, perairan rawa.

PENDAHULUAN

Lahan basah yang terdapat di wilayah Kalimantan Selatan pada khususnya luasnya mencapai +1,4 juta ha yang terdiri dari perairan sungai, danau, rawa, lebak dan payau (Mackinnon et al, 2001), sangat memungkinkan tumbuh dan berkembangnya berbagai jenis ikan seperti ikan toman (Channa micropeltes) yang merupakan spesies endemik perairan sungai dan danau. Ikan toman merupakan jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi baik dilihat dari aspek ukuran, rasa dan harganya, sehingga upaya eksploitasi nelayan terus menerus dilakukan tanpa memperhatikan aspek kelestariannya. Permintaan pasar terhadap ikan toman terus meningkat, seperti pada tahun 2007 (5 ton/tahun) dan ditahun 2015 (> 9 ton/tahun), sementara produktivitasnya di alam terus menurun dari tahun 2007 (10 ton/tahun) dan ditahun 2012 (+3,7 ton/tahun) (Diskanlaut, 2015). Upaya penelitian dan pengembangan ikan toman dirasa masih sangat terbatas sehingga referensinya sangat kurang.

Dalam rangka pengembangan budidaya ikan toman (Channa micropeltus) telah banyak dilakukan penelitian budidaya ikan tersebut, mulai dari pembenihan sampai dengan pembesaran. Hasil penelitian dari Fakultas Perikanan dan Kelautan ULM tentang domestikasi ikan toman telah menunjukkan hasil yang menggembirakan (Slamat dkk, 2014). Namun demikian untuk memproduksi benih ikan toman masih banyak kendala yang dihadapi. Pembenihan lebih banyak gagal, karena diduga belum kuatnya teoritis kajian tentang reproduksinya, sehingga belum banyak diketahui tentang biologi reproduksinya di alam yang dapat diterapkan secara manipulasi di perairan terbatas yang dapat dikendalikan. Dengan masalah ini, maka sangat urgen untuk melakukan penelitian tentang biologi reproduksi di habitat aslinya, terutama tentang kematangan gonada dan fekunditasnya. Diharapkan dari hasil penelitian ini didapatkan data dan kajian teoritis yang kokoh untuk biasa diaplikasikan pada kegiatan pembenihan ikan toman.

Page 122: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

114 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di perairan umum rawa monoton Danau Panggang, Kecamatan Danau Panggang, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan untuk pengambilan sampel ikan. Sedangkan untuk analisa sampel ikan dilakukan di Laboratorium Biologi Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat. Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini dilaksanakan kurang lebih 3 bulan dari bulan Januari s.d. Maret 2018. Metode penetapan lokasi digunakan metode survei analitis (Analytic Survey Research Method) yang refresentatif dengan ditetapkanya 3 (tiga) stasiun penelitian. Stasiun tersebut adalah daerah tangkapan (fishing ground) nelayan perairan rawa Danau Panggang, yaitu: Stasiun I (115o01’27,13” BB; 2o 22’,22,10”). Stasiun II (115o01’50,11” BB; 2o 22’,16,17”) dan Stasiun III (115o01’53,02” BB; 2o

22’,35,12”). Dilakukan survei dan pengambilan sampel-sampel terhadap lokasi-lokasi yang stasiun yang representatif tersebut untuk memperoleh data primer. Selanjutnya pengambilan ikan contoh (sampling) dilakukan dalam periode 1 bulan sekali selama 3 bulan.

Sampel ikan yang diperoleh dari hasil tangkapan nelayan perairan umum di rawa Danau Panggang. Sebelum pengambilan gonada terlebih dahulu dilakukan pengukuran panjang total dan berat ikan. Selanjutnya dilakukan pembedahan di bagian ventral untuk mengeluarkan gonadanya, kemudian diberi kode, diawetkan dengan formalin dan disimpan dalam botol sampel. Kemudian dilakukan analisa di Laboratorium guna menganalisa tingkat kematangan gonada, fekunditas dan diamater telur . Untuk mendukung data utama, dilakukan pengambilan data sekunder berupa beberapa parameter kualitas air yang diambil pada lokasi yang sama dengan pengambilan contoh ikan. Penentuan jenis kelamin dan perkembangan gonad dilihat secara makroskopis (melalui warna tubuh dan organ reproduksi) dan secara mikroskopis. Perkembangan gonad secara mikroskopis/histologis ditentukan dengan menggunakan modifikasi dari Syandri (1996) di dalam Effendie (2002). Penentuan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) dapat dilihat pada perubahan struktur butir telurnya. Perubahan-perubahan ini dibagi dalam 5 tingkat, yaitu: Tingkat I, II dan III dapat dibedakan pada perubahan gonadanya. Sedangkan perubahan tingkat IV dan V dapat dikenal dengan terbentuknya “yolk vesiole” dan “yolk globe” di dalam cytoplasma. Pada tingkat V dinding sel telur telah menebal dan nucleus telah bergeser ke tepi (Effendie, 2002). Indeks Kematangan Gonad (IKG) dapat diketahui dengan cara mengukur berat gonad dan berat tubuh ikan tambakan. Gonad ditimbang dari masing-masing TKG. Nilai Indeks Kematangan Gonad (IKG) dianalisis dengan persamaan menurut Effendie (2002) yaitu persentase berat gonad terhadap berat tubuh ikan atau dengan persamaan:

dimana: IKG = Indeks Kematangan Gonad g = berat gonad W = berat tubuh ikan • Fekunditas dan Diameter Telur

Fekunditas yang dihitung ada dua macam, yaitu: (1) Fekunditas mutlak (butir) adalah jumlah telur betina masak sebelum dikeluarkan pada saat ikan memijah; (2) Fekunditas relatif (%) adalah jumlah telur per satuan berat ikan, dengan persamaan:

Page 123: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

115 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

dimana FR = Fekunditas Relatif (%) X = Jumlah telur (butir) W = Berat ikan (gram) Fekunditas diasumsikan sebagai jumlah telur yang terdapat dalam ovari pada ikan dengan TKG IV. Telur diambil dari ikan betina dengan mengangkat seluruh gonadnya. Telur diawetkan dengan formalin 4%, kemudian dihitung dengan metode gabungan (volumetric + gravimetric), dengan persamaan:

dimana: F = Fekunditas / Jumlah telur total (butir) G = Berat seluruh gonada (gram) V = Volume pengenceran (cc) X = Jumlah telur per cc (butir)

Q = Berat telur contoh (gram) Diameter telur dapat diketahui dengan cara mengambil sebanyak masing-masing 10 butir dari ikan toman yang berada pada TKG IV dan V. Diameter telur diukur menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan micrometer okuler.

HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kematangan Gonada (TKG) Berdasarkan pengamatan terhadap TKG ikan toman yang hidup di perairan rawa Danau Panggang disajikan pada Tabel 1 berikut ini:

Tabel 1. Hasil pengamatan terhadap TKG ikan toman selama tiga bulan (Januari, Februari dan Maret 2018) di rawa Danau Panggang

TKG Jenis Kelamin

Januari Februari Maret Jumlah Total Janta

n Betin

a Janta

n Betina Janta

n Betina Janta

n Betina

I 20 13 15 10 12 8 47 31 78 II 7 6 12 5 6 5 25 16 41 III 2 2 5 3 5 4 12 9 21 IV 0 0 0 0 4 6 4 6 10 V 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 29 21 32 18 27 23 88 62 150

Tabel 1 menggambarkan bahwa ratio kelamin jantan dan betina ikan toman yang

Page 124: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

116 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

tertangkap setiap bulannya konsisten bahwa lebih banyak jantan dibanding betina. Secara keseluruhan selama 3 bulan ratio kelamin adalah 88 ekor jantan (59%) dibanding 62 ekor betina (41%). Hal ini berbeda dengan hasil yang diperoleh dari penelitian Sonnaria dkk (2015) di Danau Kelubi, Sanggau Kalimantan Barat, di mana komposisi populasi ikan toman jantan dan betina yang ditemukan bervariasi pada tiap bulan pengambilan sampel.

Hasil pengamatan TKG pada penelitian ini didapat bahwa pada bulan Januari sampai Maret 2018 masih lebih banyak pada TKG I, tetapi seiring waktu TKG nya meningkat, di mana pada bulan Januari TKG I ikan jantan dan betina berjumlah 33 ekor (66%), TKG II 13 ekor (26%), TKG III (8%), TKG IV dan TKG V tidak ada (0%). Pada bulan Februari TKG I 25 ekor (50%), TKG II 17 ekor (34%), TKG III 8 ekor (16%), TKG IV dan TKG V tidak ada (0%). Selanjutnya pada bulan Maret TKG I 20 ekor (40%), TKG II 11 ekor (22%), TKG III 9 ekor (18%), TKG IV 10 ekor (20%) dan TKG V tidak ada (0%). Berikut disajikan grafik komposisi TKG selama 3 bulan pengamatan (Gambar 1).

Gambar 1. Grafik komposisi TKG ikan toman selama pengamatan bulan Januari – Maret

2018 Hasil data di atas menggambarkan bahwa periode musim hujan TKG ikan toman di perairan rawa Danau Panggang didominasi oleh TKG I terutama pada bulan Januari dan pada bulan Februari TKG terus meningkat, di mana dominasi TKG I menurun dan TKG II dan TKG III meningkat. Bahkan pada bulan Maret sudah terdapat TKG IV dan TKG V. Fenomena ini menggambarkan bahwa pemijahan ikan toman di perairan rawa Danau Panggang dimulai akhir musim hujan (masa peralihan) dan puncaknya saat musim kemarau. Berarti diduga bahwa pematangan gonad dipengaruhi oleh sinyal alami seperti hujan, ketinggian air dan perubahan suhu lingkungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Ramli dkk (2010), bahwa mekanisme pematangan gonada ikan dipengaruhi sinyal lingkungan seperti hujan, perubahan suhu, substrat dan lain-lain yang diterima oleh sistem syaraf pusat dan diteruskan ke hypothalamus. Namun demikian menurut hasil penelitian Makmur dkk (2003) menunjukkan bahwa ikan gabus (Channa striata) satu famili dengan ikan toman bertelur sepanjang tahun.

Indeks Kematangan Gonada (IKG)

Hasil perhitungan IKG ikan toman di perairan rawa Danau Panggang disajikan

pada Tabel 2.

0

10

20

30

40

Januari Februari Maret

TKGI

TKGII

TKGIII

TKGIV

TKGV

Page 125: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

117 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 2. Indeks Kematangan Gonada (IKG) ikan toman di rawa Danau Panggang selama 3 bulan pengamatan

Bulan Jenis Kelamin Jumlah ikan Kisaran IKG (%)

Januari Jantan 29 0,09 – 0,23 Betina 21 0,05 – 0,31

Februari Jantan 32 0,12 – 0,42 Betina 18 0,14 – 0,57

Maret Jantan 27 0,19 – 0,66 Betina 23 0,27 – 0,73

Berdasarkan Tabel 2 di atas, didapat data bahwa seiring dengan berakhirnya

musim penghujan menuju ke arah musim transisi dan kemarau nilai IKG nya semakin besar yang berarti ikan toman semakin matang. Selanjutnya IKG ikan toman jenis kelamin jantan ternyata lebih cepat matang disbanding betina. Data yang lain nilai IKG pada periode musim hujan ini banyak terdapat di bawah 20%. Menurut Bagenal dan Braum (1968) di dalam Efendie (2002), nilai IKG di bawah 20% menandakan bahwa ikan toman di perairan rawa Danau Panggang dapat memijah lebih dari sekali selama satu tahun. Selanjutnya dikatakan oleh Sonnaria dkk (2015), IKG cenderung meningkat sejalan dengan perkembangan gonada ikan hingga mencapai nilai tertinggi pada saat matang gonad dan menurun kembali setelah ikan memijah.

Fekunditas dan Diameter Telur Hasil perhitungan fekunditas dan pengukuran diameter telur ikan toman sampel yang hidup di perairan rawa Danau Panggang selama 3 bulan pengamatan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Fekunditas dan diameter telur ikan toman di perairan rawa Danau Panggang

selama 3 bulan pengamatan

Bulan Pengamatan

Bobot ikan

sampel (kg)

Bobot Gonada (gram)

Kisaran Fekunditas

mutlak (butir)

Kisaran Fekunditas Relatif (%)

Diameter Telur (mm)

Januari 1,32 – 5,12 0,18 – 2,52 8.432 – 10.234 5,24 – 12,30 1,57 – 1,73 Februari 1,51 – 5,27 1,19 – 9,30 15.234 –

17.329 7,79 – 25,73 1,79 – 1,87

Maret 1,62 – 5,32 3,14 – 11,77 17.674 - 20.327 8,10 – 29,67 1,85 – 2,05 Fekunditas dan diameter telur berkaitan erat (korelasi) dengan jumlah telur. Dibanding penelitian Sonnaria dkk (2015), diperoleh fekunditas ikan toman sebanyak 14.056 butir/individu dengan bobot tubuh 2.501 gram dan bobot gonada 12,32 gram. Diameter telur berkisar antara 2,30 – 2,57 mm yang dilaksanakan di danau Kelubi, Kabupaten Sanggap pada Desember 2013, maka kematangan gonada lebioh dahulu dibanding hasil yang diperoleh di perairan rawa Danau Panggang. Menurut Said (2007), diameter ikan serandang (Channa pleuropthalamus) (satu famili dengan ikan toman) berkisar antara 0,2 – 0,48 mm. Ukuran diameter telur yang didapat dari sampel menyebar secara nyata. Hal ini menggambarkan ikan toman di perairan rawa Danau Panggang kemungkinan melakukan pemijahan secara parsial. Artinya pemijahan terjadi karena

Page 126: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

118 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

telur yang matang yang masih berada di dalam tubuh ikan betina dikeluarkan waktu pemijahan, sedangkan yang belum matang dikeluarkan pada pemijahan berikutnya. Kondisi ini diperoleh dari kondisi teluar yang tidak matang bersamaan. Menurut Sonnaria dkk (2015), ikan yang melakukan pemijahan secara parsial memiliki waktu pemijahan yang panjang. Hasil penelitian ini diperkuat oleh penelitian Makmur (2006) bahwa ikan gabus (Channa striatus) berpijah sepanjang tahun (ikan gabus satu famili dengan ikan toman, yaitu famili Channnidae). Kualitas Perairan Kualitas perairan rawa Danau Panggang tentunya dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia dan biologi perairan. Berikut ini disajikan hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air secara in situ maupun yang dianalisa di laboratorium pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air di perairan rawa Danau

Panggang habitat ikan toman

Bulan Pengamatan

Kisaran Beberapa Parameter Kualitas Air Suhu air

(0C) Oksigen terlarut (ppm)

pH air Ammoniak (ppm)

Kecerahan

(cm) Januari 26 – 28 5,9 – 6,0 5,74 –

6,90 0,01 – 0,02 1,8 – 2,1

Februari 26 – 29 5,5 – 5,9 5,78 – 6,85

0,01 – 0,03 1,7 – 2,0

Maret 26 - 29 5,7 – 6,1 5,66 – 6,83

0,01 – 0,03 1,7 – 1,9

Hasil beberapa parameter kualitas air (suhu, oksigen terlarut, pH air, ammoniak dan kecerahan) pada habitat ikan toman di perairan rawa Danau Panggang seperti di atas, masih dalam keadaan normal dan relatif tidak terlalu berubah siginifikan antara bulan Januari sampai dengan Maret 2018. Hal ini memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ikan toman di perairan tersebut. Menurut Bijaksana (2015), untuk merangsang ikan untuk berkembang gonadanya diperlukan kualitas air yang prima, terutama rangsangan fluktuasi kedalaman air ataupun juga kecerahan air. Selanjutnya menurut Ansyari dan Rifa’i (2009), perairan rawa kualitas airnya sangat prima pada musim hujan, sehingga memberikan kondisi yang terbaik bagi pertumbuhan dan perkembangan biota yang ada di perairan tersebut.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ikan toman

dapat memijah sepanjang tahun dengan frekuensi lebih dari satu kali dalam satu tahun. Pemijahan dapat berlangsung musim hujan, terus meningkat pada musim peralihan dan diduga puncaknya pada musim kemarau. Pemijahan dipengaruhi oleh kondisi perairan, terutama parameter kunci kualitas air seperti suhu perairan, pH air, oksigen terlarut, ammoniak-nitrogen dan fluktuasi kedalaman air.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. M. Arief Soendjoto, M.Sc selaku Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat dan Ibu Dr. Ir.

Page 127: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

119 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Fatmawati, M.Si selaku Ketua Program Studi Budidaya Perairan serta teman-teman sejawat dan para mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat yang telah banyak membantu secara moril dan bantuan di lapangan, sehingga penelitian ini dapat terlaksana sesuai dengan yang direncanakan.

DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2015. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan

Selatan. Ansyari, P dan M.A. Rifai. 2009. Kualitas Air di Perairan Rawa Kalimantan Selatan.

Laporan Penelitian Fakultas Perikanan Unlam Banjarbaru. Bijaksana, U. 2015. Fisiologi Hewan Air. P3AI Universitas Lambung Mangkurat

Banjarbaru. 188 halaman Effendie, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 135

halaman. Mackinoon, E. Mangalik, A. Chariuddin dan Hatta, G. 2001. Ekologi Kalimantan.

Universitas Lambung Mangkurat. 303 halaman. Makmur, S dan Prasetyo, D. 2006. Kebiasaan Makan, Tingkat Kematangan Gonada dan

Fekunditas Ikan Haruan (Channa striata Bloch) di Suaka Perikanan Sungai Sambujur DAS Barito Kalimantan Selatan. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, Juni 2006, Jilid 13, Nomor 1: 27 – 31.

Ramli, R, Bijaksana, U. dan Balantek. 2010. Kajian Status Reproduksi Dan Penanganan LarvaIkan Gabus,Channa Striata Blkr Sebagai Dasar ManipulasiUntuk Domestikasi Komoditas Rawa. Program Penguatan PS. Budidaya Perairan I-MHERE B.1 Unlam.

Said, A. 2007. Beberapa Jenis Kelompok Gabus (Marga Channa) di Daerah Aliran Sungai Musi, Sumatera Selatan. Jurnal Bawal. Vol 1 No.4 April 2007: 121 – 126.

Slamat. 2014. Domestika Ikan Toman. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat.

Sonnaria, N.A; Yanti, A.H dan Setyawati, T.R. 2015. Aspek Reproduksi Ikan toman (Channa micropelter Cuvier) di danau Kelubi Kecamatan Tayan Hilir Kabupaten Sanggau. Jurnal Protobiont (2015). Vol. 4 (1): 38 – 45.

Page 128: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

120 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

PENGARUH DOSIS BIOFERTILIZER FORMULASI DAN BIOMASS Azolla microphylla TERHADAP pH DAN KARBONDIOKSIDA AIR KOLAM GAMBUT

Ragil Putra Samudra, Syafriadiman, Saberina Hasibuan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan,

Universitas Riau, Pekanbaru, Provinsi Riau [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan April 2018 bertempat di Lahan Gambut Desa Kualu Nenas, Kecamatan Tambang, Kampar, Riau. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis Biofertilizer formulasi dan biomass Azolla microphylla terhadap perubahan nilai pH dan karbondioksida air kolam gambut. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen faktorial menggunakan rancangan acak kelompok (Gaspersz, 1991). Faktor pertama adalah dosis Biofertilizer formulasi dan faktor kedua adalah biomass A. microphylla. Kelompok dalam penelitian ini adalah waktu sampling, yaitu, W0 = sampling pada awal penelitian, W7 = sampling pada 7 hari penelitian, W14 = sampling pada 14 hari penelitian, W21 = sampling pada 21 hari penelitian dan W28 = sampling pada 28 hari penelitian. Perlakuan yang digunakan adalah pemberian Biofertilizer formulasi dengan dosis P1 (300 g/m2), P2 (450 g/m2), P3 (600 g/m2) dan P4 (750 g/m2) sedangkan biomass A. microphylla D1 (20 g/m2), D2 (40 g/m2), dan D3 (60 g/m2). Hasil penelitian menunjukkan perlakuan terbaik terdapat pada pemberian dosis Biofertilizer formulasi sebanyak 750 g/m2 (P4) mampu meningkatkan pH air dengan nilai rata-rata 6,52 dan pemberian A. microphylla 60 g/m2 (D3) mampu meningkatkan nilai pH air dengan nilai rata-rata 6,40 serta mampu mengurangi kandungan CO2

dengan nilai rata-rata 22,05 ppm. Kata Kunci: Biofertilizer, Azolla microphylla, Parameter Kimia, Tanah Gambut

PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki areal gambut terluas di zona tropis,

yakni mencapai 70% (Wahyunto & Subiksa, 2011 dalam Nugroho et al., 2013). Wibowo (2009) dalam Nugroho et al. (2013) menyatakan luas gambut Indonesia mencapai 21 juta ha, yang tersebar di pulau Sumatera (35%), Kalimantan (32%), Papua (30%) dan pulau lainnya (3%). Provinsi Riau memiliki lahan gambut terluas di Sumatera, yakni mencapai 56,1% (Wahyunto & Heryanto, 2005 dalam Nugroho et al., 2013). Lahan gambut merupakan lahan yang kaya akan bahan organik, namun proses pelapukan yang belum terjadi secara sempurna. Lahan gambut berpotensi untuk pengembangan komoditas perikanan untuk kolam budidaya perikanan (Syafriadiman dan Harahap, 2017).

Sampai saat ini lahan gambut di daerah Riau dinilai belum termanfaatkan secara baik terutama dalam usaha budidaya perikanan, karena kualitas airnya yang tidak mendukung kehidupan beberapa organisme akuatik. Pemanfaatan tanah gambut dibidang perikanan diperlukan pengelolaan yang tepat dan cermat dengan menambahkan bahan-bahan (Biofertilizer) yang dapat merubah atau memperbaiki kualitas tanah dan air kolam tanah gambut. Menurut Limbong (2017), bahwa Biofertilizer dengan jenis yang berbeda dapat berpengaruh terhadap beberapa parameter kimia dan tanah gambut dengan hasil terbaik pada Biofertilizer dengan bahan feses manusia.

Pendekatan biologis dapat dilakukan dengan menggunakan tumbuhan air (seperti Azolla sp.) sebagai tanaman penetral pH air dan beberapa parameter kualitas air lainnya (Syafriadiman dan Harahap, 2017). Azolla microphylla merupakan tumbuhan air yang melimpah ketersediaannya di alam dan belum termanfaatkan secara optimal, dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat, hidupnya mengambang di atas permukaan air serta bersimbiosis dengan Cyanobacteria (alga hijau biru) mampu memfiksasi (N2) nitrogen

Page 129: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

121 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

udara (Surdina et al., 2016). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis Biofertilizer formulasi dan

biomass A. microphylla terhadap perubahan nilai pH dan karbondioksida air kolam gambut. Sedangkan, manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini, yaitu dapat memberikan informasi ilmiah kepada para pembudidaya ikan tentang berapa dosis Biofertilizer formulasi dan biomass A. microphylla yang terbaik untuk meningkatkan produktivitas kolam lahan gambut..

METODE PENELITIAN Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan April 2018

bertempat di Lahan Gambut Desa Kualu Nenas, Kecamatan Tambang, Kampar, Riau. Penelitian ini dilakukan dengan eksperimen faktorial menggunakan rancangan acak

kelompok (Gaspersz, 1991). Faktor pertama adalah dosis Biofertilizer formulasi dan faktor kedua adalah biomass A. microphylla. kelompok dalam penelitian ini adalah waktu sampling, yaitu, W0 = sampling pada awal penelitian, W7 = sampling pada 7 hari penelitian, W14 = sampling pada 14 hari penelitian, W21 = sampling pada 21 hari penelitian dan W28 = sampling pada 28 hari penelitian. Faktor pertama: P0 : Tanpa “Biofertilizer formulasi” P1 : pemberian Biofertilizer formulasi 300 g m-2 P2 : pemberian Biofertilizer formulasi 450 g m-2 P3 : pemberian Biofertilizer formulasi 600 g m-2 P4 : pemberian Biofertilizer formulasi 750 g m-2 Dan Faktor kedua: D0 : tanpa pemberian Azolla microphylla D1 : pemberian biomas Azolla microphylla 20 g m-2 D2 : pemberian biomas Azolla microphylla 40 g m-2 D3 : pemberian biomas Azolla microphylla 60 g m-2 Pembuatan Biofertilizer Formulasi Biofertilizer formulasi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah hasil fermentasi antara feses manusia dan fly ash kelapa sawit dengan perbandingan 3:1 dengan volume tong 0,20 m3, berarti feses manusia yang digunakan sejumlah 0,1485 m3 (148,5 kg) dan fly ash yang digunakan sejumlah 0,0495 m3 (49,5 kg). Feses manusia diperoleh dari mobil tinja yang disediakan di Perumahan Rajawali Sakti, Kelurahan Tobek Godang, Tampan, Pekanbaru. Sedangkan fly ash kelapa sawit diperoleh dari PKS PT. Flora Kabupaten Kampar. Kemudian diberikan EM4 dan molase sebanyak 1 L. Hasil fermentasi dapat diperoleh setelah 21 hari. Persiapan Wadah Tanah Gambut

Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah wadah yang terbuat dari kolam

beton dengan ukuran 1 m x 1 m x 1,4 m. Sebelum tanah gambut dimasukkan ke dalam masing-masing wadah penelitian, terlebih dahulu wadah penelitian dibersihkan dengan air bersih dan 10% larutan kalium permanganat (KMnO4) dengan tujuan untuk membasmi hama dan penyakit yang ada pada wadah penelitian. kemudian setiap wadah diberi label

Page 130: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

122 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

perlakuan secara acak. Tanah dasar yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tanah gambut yang

berasal dari tanah dasar kolam gambut yang ada disekitar lokasi penelitian (Desa Kualu Nenas), sebelum tanah gambut dimasukkan ke dalam masing-masing wadah penelitian terlebih dahulu dihaluskan serta dipisahkan dari serasah dan akar-akar kayu dengan cara dilakukan penyaringan dengan lebar mata saringan 1 cm. Selanjutnya tanah dimasukkan ke dalam semua wadah dengan ketinggian 30 cm dari dasar wadah.

Pengapuran Tanah Gambut

Jenis kapur yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kapur CaCO3 sebanyak 705,6 g/m2. Pengapuran bertujuan untuk meningkatkan pH tanah sehingga pHnya ≥ 6. Pengapuran dilakukan dengan penebaran kapur secara merata dan dibiarkan selama 24 jam. Proses pengapuran ini dilakukan pada tanah dan air dengan pH <6 yang bertujuan untuk meningkatkan pH mencapai pH netral (7) (Boyd, 1979). Kemudian, dilakukan pengisian air ke dalam masing-masing wadah penelitian dengan ketinggian 50 cm dari permukaan tanah dasar kolam. Persiapan Azolla microphylla A. microphylla diambil dari wadah kultur dengan menggunakan saringan, kemudian ditiriskan selama 5 menit sampai air tidak menetes lagi. Selanjutnya, A. microphylla diukur diameternya dan ditimbang biomass sesuai dengan perlakuan. Setelah itu, masukkan A. microphylla ke dalam masing-masing kolam penelitian. Pengukuran Parameter pH Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH indikator universal. Pengukuran dilakukan dengan cara kertas lakmus kertas lakmus dicelupkan ke dalam wadah, kemudian ditunggu beberapa saar hingga warna kertas lakmus berubah, kenudian dibaca dengan cara melihat warna kertas lakmus. Karbondioksida

Pengukuran CO2 bebas dilakukan menurut Alaerts dan Santika (1984)

menggunakan metode tetrimetrik dengan sodium karbonat (Na2CO3) sebagai berikut: sampel air diambil dan diusahakan terhindar dari kontak udara dan dianalisa segera dalam waktu 2-3 jam setelah pengambilan sampel. Sampel yang diambil sebanyak 25 ml. Kemudian ditambahkan indikator pp sebanyak 2-3 tetes, kemudian dititrasi dengan Na2CO3 0,0454 N sampai terjadi perubahan warna menjadi pink. Selanjutnya volume titran dicatat. Untuk menghitung CO2 bebas digunakan rumus:

CO2 (mg/l) = ml titran x N titran x 22 x 1000

Volume sampel Keterangan : CO2 : konsentrasi karbondioksida bebas (mg/l) ml titran : volume titran yang dibaca (ml)

Page 131: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

123 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Analisis Data

Data yang diperoleh ditabulasikan dalam bentuk tabel. Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap parameter kimia tanah dan air gambut dilakukan uji ANAVA (Sudjana, 1991). Proses analisis menggunakan software SPSS versi 16.0. Kemudian untuk pengambilan keputusan dalam penelitian ini, yaitu apabila p < 0,05 maka ada pengaruh pemberian dosis Biofertilizer formulasi dan biomass A. microphylla terhadap perubahan parameter kimia pada kolam beton dengan dasar tanah gambut. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan setiap parameter yang dianalisa maka dilakukan uji rentang Newman-Keuls Syafriadiman (2006). pH dan Karbondioksida dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN pH

Hasil uji ANAVA (p<0,05) menunjukkan bahwa pemberian kombinasi pemberian

Biofertilizer dan biomass A. microphylla tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Namun hasil uji ANAVA untuk pemberian Biofertilizer memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai pH air tanah gambut serta hasil uji ANAVA untuk pemberian biomass A. microphylla juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Nilai pengukuran pH selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Pada Tabel 1 dapat diketahui pada pemberian dosis Biofertilizer formulasi sebanyak 750 g/m2 (P4) memiliki nilai pH yang paling tinggi jika dibandingkan dengan dosis lainnya. Semakin banyak dosis yang diberikan maka semakin banyak pula bahan organik yang terdapat di kolam. Biofertilizer mengandung unsur N yang jika berinteraksi dengan air akan membentuk ammonium. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Syafriadiman et al., (2005) yang menyatakan bahwa nitrogen yang terdapat di perairan akan bereaksi dengan air yang akan menghasilkan ammonium dan ion OH-, peningkatan ion OH- secara langsung akan meningkatkan nilai pH air. Selain itu

Pada Tabel 1 juga dapat diketahui pemberian A. microphylla sebanyak 60 g/m2 memiliki nilai pH yang paling tinggi dibandingkan dengan pemberian A. microphylla lainnya, hal ini dikarenakan semakin banyak biomass A. microphylla maka konsentrasi CO2 di perairan akan semakin banyak berkurang, Penggunaan CO2 pada proses fotosintesis akan menurunkan konsentrasi HCO3

- dan menaikkan konsentrasi CO3- hingga

timbul endapan CaCO3 dan pH akan meningkat. Serta pada A. microphylla terdapat bakteri yang mampu memfiksasi N2 yang terdapat di udara yang menyebabkan terjadinya penigkatan pH. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Pulungan et al. (2014) bahwa peningkatan pH disebabkan karena adanya proses nitrifikasi dan denitrifikasi oleh bakteri. Proses nitrifikasi dan denitrifikasi oleh bakteri dibutuhkan karbon dari bahan organik sebagai sumber karbon. Selama proses tersebut dihasilkan ion OH- yang menyebabkan kenaikan pH. Pada penguraian N-organik oleh bakteri dihasilkan ion amonium dengan melepaskan OH-. Proses penguraian N-organik menjadi nitrat dan nitrit menjadi gas N2 bebas yang dapat difiksasi oleh Azolla sp. dapat dilihat pada Tabel 2 bahwa pada penggunaan A. microphylla sebanyak 60 g/m2 memiliki kandungan CO2 yang paling rendah, sehingga pH pada perlakuan ini meningkat.

Page 132: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

124 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 1. Hasil pengukuran pH selama penelitian

perlakuan Hari ke Rata-rata 0 7 14 21 28

P0

D0 5,00 5,50 5,50 5,50 5,00 5,30 D1 5,00 5,50 5,50 6,00 5,50 5,50 D2 5,00 5,50 6,00 6,50 6,00 5,80 D3 5,00 5,50 6,50 6,50 6,00 5,90

Rata-rata 5,00 5,50 5,88 6,13 5,63 5,63

P1

D0 5,00 5,50 6,00 6,00 5,50 5,60 D1 5,00 5,50 6,00 6,50 6,00 5,80 D2 5,00 6,00 6,50 6,50 6,00 6,00 D3 5,00 6,00 7,00 7,50 6,00 6,30

Rata-rata 5,00 5,75 6,38 6,63 5,88 5,93

P2

D0 5,00 5,50 6,00 6,50 5,50 5,70 D1 5,00 6,00 6,00 6,50 6,00 5,90 D2 5,00 6,00 6,50 7,00 6,00 6,10 D3 5,00 6,00 7,00 7,50 6,50 6,40

Rata-rata 5,00 5,88 6,38 6,88 6,00 6,03

P3

D0 5,00 6,00 6,00 6,50 6,00 5,90 D1 5,00 6,50 7,00 7,00 6,00 6,30 D2 5,00 6,50 7,00 7,00 6,00 6,30 D3 5,00 7,00 7,00 7,50 6,50 6,60

Rata-rata 5,00 6,50 6,75 7,00 6,13 6,28

P4

D0 5,00 6,50 7,00 7,00 6,00 6,30 D1 5,00 7,00 7,00 7,50 6,00 6,50 D2 5,00 7,00 7,00 7,00 6,50 6,50 D3 5,00 7,00 7,50 7,50 7,00 6,80

Rata-rata 5,00 6,88 7,13 7,25 6,38 6,53 Keterangan: P0 : Kontrol, P1 : Biofertilizer (300 g), P2 : Biofertilizer (450 g), P3:

Biofertilizer (600 g), P4 : Biofertilizer (750 g), D0 : kontrol, D1 : biomass (20 g), D2 : biomass (40 g), D3 : biomass (60 g)

Karbondioksida

Hasil uji ANAVA (p<0,05) menunjukkan bahwa pemberian Biofertilizer serta kombinasi pemberian Biofertilizer dan biomass A. microphylla tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Namun hasil uji ANAVA untuk pemberian biomass A. microphylla memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kandungan karbondioksida bebas pada air tanah gambut. Kandungan CO2 selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 133: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

125 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 2. Hasil pengukuran CO2 selama penelitian

perlakuan Hari ke Rata-rata 0 7 14 21 28

P0

D0 31,96 31,96 31,96 35,96 35,96 33,56 D1 31,96 31,96 23,97 23,97 19,98 26,37 D2 31,96 27,97 23,97 19,98 15,98 23,97 D3 31,96 27,97 23,97 19,98 15,98 23,97

Rata-rata 31,96 29,97 25,97 24,97 21,98 26,97

P1

D0 31,96 31,96 31,96 27,97 19,98 28,77 D1 31,96 31,96 27,97 23,97 19,98 27,17 D2 31,96 31,96 27,97 23,97 19,98 27,17 D3 31,96 31,96 23,97 15,98 11,99 23,17

Rata-rata 31,96 31,96 27,97 22,97 17,98 26,57

P2

D0 31,96 31,96 27,97 27,97 19,98 27,97 D1 31,96 31,96 27,97 27,97 19,98 27,97 D2 31,96 27,97 23,97 23,97 19,98 25,57 D3 31,96 27,97 23,97 19,98 11,99 23,17

Rata-rata 31,96 29,97 25,97 24,97 17,98 26,17

P3

D0 31,96 31,96 23,97 23,97 15,98 25,57 D1 31,96 27,97 23,97 19,98 15,98 23,97 D2 31,96 27,97 19,98 19,98 15,98 23,17 D3 31,96 23,97 19,98 15,98 11,99 20,78

Rata-rata 31,96 27,97 21,98 19,98 14,98 23,37

P4

D0 31,96 27,97 23,97 19,98 15,98 23,97 D1 31,96 27,97 19,98 15,98 15,98 22,37 D2 31,96 27,97 23,97 15,98 15,98 23,17 D3 31,96 23,97 15,98 11,99 11,99 19,18

Rata-rata 31,96 26,97 20,98 15,98 14,98 22,17 Keterangan: P0 : Kontrol, P1 : Biofertilizer (300 g), P2 : Biofertilizer (450 g), P3:

Biofertilizer (600 g), P4 : Biofertilizer (750 g), D0 : kontrol, D1 : biomass (20 g), D2 : biomass (40 g), D3 : biomass (60 g)

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui pada kolam dengan pemberian biomass A. microphylla sebanyak 60 g/m2 memiliki kandungan CO2 yang paling rendah, hal ini dikarenakan banyaknya CO2 yang dimanfaatkan pada proses fotosintesis, sehingga kandungan CO2 di kolam menjadi sedikit. Pernyataan ini sesuai dengan Effendi (2003) dalam Limbong (2017) yang menyatakan bahwa kadar karbondioksida bebas di perairan dapat mengalami pengurangan bahkan hilang akibat proses fotosintesis, evaporasi, dan agitasi air.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kombinasi pemberian Biofertilizer formulasi dan biomass A. microphylla tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pH da karbondioksida air kolam gambut. Namun untuk faktor pertama yaitu pemberian Biofertilizer formulasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai pH dengan nilai pH tertinggi terdapat pada pemberian biofertilizer formulasi sebanyak 750 g/m2 yang meningkatkan pH air dengan nilai rata-rata 6,52. Sedangkan pada

Page 134: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

126 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

faktor kedua yaitu biomass A. microphylla memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai pH dan kandungan CO2 air kolam gambut dengan nilai pH tertinggi dan CO2 terendah terdapat pada pemberian biomass A. microphylla sebanyak 60 g/m2 yang mampu meningkatkan nilai pH air dengan nilai rata-rata 6,40 serta mengurangi kandungan CO2

hingga mencapai nilai rata-rata 22,05 ppm. Saran

Berdasarkan hasil penelitian bahwa kombinasi pemberian Biofertilizer formulasi dan biomass A. microphylla tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Maka disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai pemberian dosis Biofertilizer formulasi dan biomass A. microphylla dengan dosis serta biomass yang lebih banyak.

DAFTAR PUSTAKA Boyd, C.E. 1979. Water Quality in Warmwater Fish Ponds. Agricultural Experiment

Station. Auburn University. Auburn. 359 p. Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Bandung : CV Armico. Bako, S. 2018. Sensitivitas Larutan Propolis Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila.

[Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Riau. Limbong, E. O. 2017. Pengaruh jenis biofertilizer terhadap beberapa parameter kimia

kolam gambut [skripsi]. Universitas Riau. Pekanbaru. Nugroho, T. C., Oksana dan E. Aryanti. 2013. Analisis sifat kimia tanah gambut yang

dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kampar. E Journal UIN SUSKA 4(1): 25-50.

Pulungan, M. H., Wignyanto, dan E. Ingriani. 2014. Penggunaan tanaman air azolla pinnata sebagai biofilter pada perancangan pengolahan limbah cair tahu pada skala ukm. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional. FKPT-TPI. 361-374.

Sudjana. 1991. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi 1. Tarsito. Bandung. 42 hlm. Surdina, E., S. A. El-Rahim, dan I. Hasri. 2016. Pertumbuhan Azolla microphylla dengan

kombinasi pupuk kotoran ternak. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah 1(3): 298-306.

Syafriadiman, Saberina, dan N A. Pamukas. 2005. Prinsip Dasar Pengelolaaan Kualitas Air. MM Press. Pekanbaru. 132 hlm.

Syafriadiman, 2006. Teknik Pengelolaan Data Statistik. Mm Press. CV Mina Mandiri. Pekanbaru. 132 Hlm.

Syafriadiman dan Harahap, S. 2017. Increased Productivity of Peat Soil Ponds with Biofertilizer Techniques and Nitrogen Fixing Bacteria and Earthworms as Decomposer Organisms. International journal of Scientific Research and management Studies (IJSRMS) 4(1): 9-19.

Page 135: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

127 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

PENGARUH PEMBERIAN DOSIS BIOFERTILIZER FORMULASI TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS (Channa sp.) PADA

KOLAM TANAH GAMBUT

Ratna Puspita, Syafriadiman, Saberina Hasibuan

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Riau, Pekanbaru, Provinsi Riau

[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2018 bertempat di Lahan Gambut Desa Kualu Nenas, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Analisis pengukuran parameter fisika dilakukan di Laboratorium Mutu Lingkungan Budidaya Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh biofertilizer formulasi terhadap beberapa parameter fisika tanah, meliputi warna tanah, berat volume, porositas serta serat kasar dan parameter fisika air, meliputi suhu, kekeruhan, serta TSS (Total Suspended Solid) pada kolam gambut, menentukan dosis biofertilizer formulasi yang tepat, dan mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan ikan gabus (Channa sp.). Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 5 taraf perlakuan dan 4 kali ulangan. Perlakuan yang diterapkan adalah Tanpa pemberian biofertilizer formulasi (B0), Pemberian biofertilizer formulasi 300 g/m2 (B1), Pemberian biofertilizer formulasi 450 g/m2 (B2), Pemberian biofertilizer formulasi 600 g/m2 (B3), Pemberian biofertilizer formulasi 750 g/m2 (B4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian biofertilizer formulasi memberikan pengaruh terhadap parameter fisika tanah gambut yaitu berat volume 0,88 g/cm3, serat kasar 5,70 %, porositas 31,14% penurunan pada setiap perlakuan terdapat pada pemberian biofertilizer formulasi 750 g/m2 (B4). Pemberian biofertilizer formulasi berdampak positif terhadap pertumbuhan ikan gabus yaitu dengan pertumbuhan bobot mutlak 2,27 g, laju pertumbuhan spesifik 5,58 % serta kelulushidupan 75%. Kata Kunci : Biofertilizer Formulasi, Parameter Fisika, Tanah Gambut, Ikan gabus.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Provinsi Riau memiliki tanah gambut terluas di Sumatera, yakni mencapai 56,1%. Pemanfaatan tanah gambut untuk usaha perikanan di daerah Riau belum diusahakan secara optimal, dikarenakan tanah gambut memiliki masalah. Jika ditinjau dari parameter fisika tanah gambut memiliki berat volume, serat kasar dan porositas yang tinggi. Sementara untuk parameter fisika kualitas air, air gambut memiliki masalah yaitu kekeruhan yang tinggi. Salah satu cara memperbaiki tanah gambut ialah dengan menambahkan biofertilizer formulasi. Biofertilizer formulasi terdiri dari tinja dan fly ash yang difermentasi dengan EM4 berpotensi sebagai pupuk hayati yang terjangkau. Biofertilizer dari feses manusia telah dapat meningkatkan produktifitas kolam gambut yang lebih baik dari biofertilizer feses ayam dan sapi (Syafriadiman dan Harahap, 2017).

Biofertilizer dari feses manusia mampu memperbaiki masalah tanah gambut jika dinilai dari parameter fisika, yaitu dapat menurunkan nilai berat volume tanah, porositas dan serat kasar (Safutri et al., 2017). Untuk membuktikan biofertilizer formulasi ini dapat digunakan dalam memperbaiki parameter fisika tanah maupun air, perlu dilakukan pendekatan biologis dengan menggunakan ikan-ikan lokal yang telah beradaptasi dengan lingkungan gambut (Huwoyon dan Gustiono, 2013). Salah satu jenis ikan yang tergolong ekonomis penting adalah ikan gabus, ikan ini dapat dijadikan ikan konsumsi dan berfungsi

Page 136: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

128 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

sebagai obat pasca pembedahan. Sampai saat ini, ikan gabus hanya diperoleh dari tangkapan di alam, belum banyak yang membudidayakan ikan tersebut. Sehingga diperlukan pengembangan beberapa alternatif dalam budidaya guna mengatasi terbatasnya populasi ikan gabus (Listyanto dan Septyan, 2009). Karena permasalahan di atas, maka penulis tertarik mengangkat penelitian dengan judul pengaruh pemberian dosis biofertilizer formulasi terhadap parameter fisika dan pertumbuhan ikan gabus (Channa sp.) pada kolam tanah gambut.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh biofertilizer formulasi terhadap beberapa parameter fisika tanah, meliputi warna tanah, berat volume, porositas serta serat kasar dan parameter fisika air, meliputi suhu, kekeruhan, serta TSS (Total Suspended Solid) pada kolam gambut, menentukan dosis biofertilizer formulasi yang tepat, dan mengetahui pengaruhnya terhadap pertumbuhan ikan gabus (Channa sp.).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari - Maret 2018 bertempat di

Lahan Gambut Desa Kualu Nenas, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Analisis pengukuran parameter fisika dilakukan di Laboratorium Mutu Lingkungan Budidaya Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 1 faktor dengan 5 taraf perlakuan dan 4 kali ulangan (Sudjana, 1991). Penelitian ini ditempatkan pada 20 unit bak beton. Jadi perlakuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : B0 : Tanpa pemberian biofertilizer formulasi (kontrol) B1 : Pemberian biofertilizer formulasi 300 g/m2 B2 : Pemberian biofertilizer formulasi 450 g/m2 B3 : Pemberian biofertilizer formulasi 600 g/m2 B4 : Pemberian biofertilizer formulasi 750 g/m2 Pembuatan biofertilizer formulasi

Siapkan bahan berupa fly ash sebanyak 0,0495 m3, feses manusia sebanyak 0,1485 m3, EM 4 sebanyak 1 liter, dan molase sebanyak 1 liter. Semua bahan dicampurkan, dan didiamkan selama 21 hari, lalu ditutup rapat. Biofertilizer formulasi dikatakan berhasil, ketika baunya seperti tapai dan Biofertilizer formulasi siap dipakai sesuai dengan dosis. Persiapan Wadah

Wadah diberi larutan kalium permanganat yang bertujuan untuk mensucihamakan wadah penelitian, kemudian bak didiamkan dengan air selama 24 jam, kuras air, lalu keringkan beberapa hari. Bak diisi dengan menggunakan tanah dasar kolam. Sebelum tanah dimasukan ke dalam bak, terlebih dahulu tanah tersebut dibersihkan dari kotoran terutama serasah, kayu dan akar pohon. Kemudian tanah yang bersih ini disaring lagi dan baru dimasukan kedalam wadah bak. Tanah diisi setinggi 30 cm (Firmansyah et al, 2014). Pengapuran

Pengapuran bertujuan untuk meningkatkan pH tanah. Bak yang sudah dibersihkan dilakukan penebaran kapur secara merata jenis CaCO3 sebanyak 90 g/m2 dan dibiarkan

Page 137: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

129 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

selama 48 jam. Proses pengapuran ini dilakukan pada tanah dan air dengan pH <6, yang bertujuan untuk meningkatkan pH mencapai pH netral (6-7) (Boyd, 1979). Pemberian Biofertilizer Formulasi dan Pengisian Air

Biofertilizer formulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil fermentasi antara feses manusia dan fly ash dengan aktivatornya EM4. Biofertilizer formulasi ditebar secara merata ke wadah penelitian dengan dosis (0 g/m2, 300 g/m2, 450 g/m2, 600 g/m2, 750 g/m2) pada masing-masing perlakuan. Diamkan biofertilizer formulasi selama 7 hari, dengan tujuan agar biofertilizer formulasi dapat memperbaiki kualitas tanah dasar kolam. Setelah itu dilakukan pengisian air setinggi 80 cm dari dasar wadah kolam. Persiapan dan Aklimatisasi Benih Ikan Gabus (Channa sp.)

Benih ikan gabus diperoleh dari hasil pembenihan secara alami di Desa Sawah Kecamatan Kampar Utara Kabupaten Kampar. Sebanyak 1500 ekor benih diaklimatisasi pada lokasi penelitian. Ukuran benih berkisar 3-4,5 cm atau 2-3 g/ekor. Padat tebar benih ikan gabus dalam setiap wadah penelitian merujuk pada Muthmainnah et al,. (2012) yaitu sebanyak adalah 50 ekor/m2.

Pemeliharaan Ikan Gabus (Channa sp.)

Setelah wadah tanah gambut siap untuk digunakan, maka ikan ditebar ke dalam

kolam pada waktu suhu rendah, yaitu pada pagi atau sore hari. Pakan yang diberikan selama masih benih ini ialah pakan komersil dengan kadar protein 30%. Frekuensi pemberian pakan ialah tiga kali sehari (pagi, siang dan sore) dan pemberian pakan dilakukan dengan cara at satiation.

Pengukuran Parameter Fisika Tanah dan Air Gambut

Waktu pengukuran untuk parameter fisika tanah yaitu, pada hari ke 0, hari ke 7,

hari ke 14, hari ke 21, dan hari ke 28. Pengukuran parameter fisika air untuk suhu diukur setiap 2 hari sekali selama penelitian, sedangkan untuk kekeruhan dan TSS (Total Suspended Solid) diukur pada hari ke 0, hari ke 7, hari ke 14, hari ke 21, dan hari ke 28. Untuk prosedur pengukuran parameter fisika tanah dan parameter fisika air dapat dilihat sebagai berikut : Pengukuran Warna Tanah

Sampel tanah di bawa ke laboratorium, lalu diidentifikasi jenis tanahnya berdasarkan

warna tanah menggunakan buku standart soil color charts kemudian sesuaikan warna tanah dengan label warna pada buku. Pengukuran Serat Kasar

Prosedur pengukuran serat kasar adalah sebagai berikut : 1) ditimbang 4 gram bahan

kering, dimasukan ke dalam thimble (kertas saring pembugkus) kemudian dimasukkan ke dalam soxhlet. 2) dipasang pendingin balik soxhlet, kemudian dihbungkan dengan 250 ml yang telah berisi 100 ml n-heksan, selanjutnya dialirkan air sebagai pendingin. Ekstraksi dilakukan ± selama 4 jam, sampai pelarut turun kembali ke dalam erlenmeyer berwarna

Page 138: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

130 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

jernih. 3) kemudian dikeringkan di oven pada suhu 50oC sampai berat konstan. Dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 ml, di tambahkan 200 ml larutan H2SO4 0,2 N dihubungkan dengan pendingin balik, didihkan selama 30 menit. 4) disaring dan dicuci residu dalam kertas saring dengan akuades panas (80-90oC) sampai air cucian tidak bersifat asam (cek dengan indikator universal) 5. Dipindahkan residu kedalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan larutan NaOH 0,3 N sebanyak 200 ml. 6) dihubungkan dengan pendingin balik, didihkan selama 30 menit. 7) disaring dengan kertas saring kering yang diketahui beratnya, residu dicuci dengan 25 ml larutan K2SO4 10% 8) dicuci lagi residu dengan 15 ml akuades panas (suhu 80-90oC), kemudian dengan 15 ml alkohol 95%. 9) dikeringkan kertas saring dengan isinya dalam oven pada suhu 105oC, didinginkan dalam desikator dan timbang sampai berat konstan. Pengukuran Berat Volume

Pengukuran berat volume menggunakan metode lilin. Sampel tanah dalam ring (tidak

terusik) dan pastikan dalam kondisi utuh, timbang tanah + ring sebelum di oven (a) gram, masukan tanah + ring ke dalam oven pada suhu 105-110oC selama 4 jam (>4 jam), timbang tanah + ring setelah di oven (b) gram. Kemudian, cairkan lilin dan masukan kedua permukaan tanah ring, timbang tanah +ring (c) gram, setelah itu di bongkar tanah dari ring dan timbang kosong, ukur tinggi ring dan diameter ring (berat ring (d) gram), kemudian hitung dengan menggunakan rumus :

• Volume ring = 3,14 x r2 x t • BJ lilin = 0,87 • Rumus BV = Berat tanah 105-110oC (g/m3)

Volume tanah • Kadar lengas (KL) = x 100 % • Volume tanah = volume ring – volume ring • Berat tanah = berat ring tanah – berat ring • Berat tanah kering mutlak pada 105-110oC = [(100 x berat tanah)/(100 + KL)]

Pengukuran Porositas

Pengukuran porositas dengan menggunakan metode volumetrik. Langkah awal yang

harus dilakukan ialah menghitung nilai berat isi dan berat jenis. Selanjutnya menghitung nilai porositas dari data yang telah didapatkan setelah perhitungan berat isi dan berat jenis. Berikut merupakan langkah kerja pengukuran : 1) keluarkan sampel tanah yang telah di oven selama 24 jam. 2) lepaskan tanah dari ring, kemudian timbang tanah. 3) hitunglah volume tabung, kemudian haluskan tanah dengan menggunakan mortar. 4) isi gelas ukur besar dengan akuades sebanyak 500 ml, tuangkan akuades dari gelas ukur besar ke gelas ukur kecil hingga tersisa 350 ml, kemudian masukan tanah yang sudah di haluskan ke dalam gelas ukur besar. 5) tambahkan air dari gelas ukur kecil sampai 500 ml pada gelas ukur besar. 6) catat air yang tersisa pada gelas ukur kecil sebagai volume padatan. Rumus yang digunakan ialah :

a) Berat isi = masa tanah kering ovenvolume tanah

b) Beratjenis = masa tanah kering ovenvolume padatan

c) Porositas (%) = 1- berat isiberat jenis

x100%

Page 139: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

131 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Pengukuran Suhu Prosedur pengukurannya dilakukan menurut SNI seperti berikut : thermometer dicelupkan ke dalam air sampai batas skala baca, biarkan 2-5 menit sampai skala suhu pada thermometer terendam. Kemudian lihatlah angka yang ditunjukan oleh cairan merah, tanpa harus mengangkat terlebih dahulu thermometer dari air. Pengukuran Kekeruhan

Penentuan kekeruhan dilakukan ialah dengan cara menyiapkan air sampel, kemudian

dimasukan ke dalam kuvet secukupnya, selanjutnya disesuaikan warna air sampel dengan larutan standart kekeruhan, kemudian dilakukan kalibrasi sesuai standart kekeruhan. Kemudian diukur kekeruhan air sampel, lalu dilakukan pencatatan angka kekeruhan yang terbaca pada turbidimeter. Pengukuran TSS.

SNI dalam Dinas Pekerjaan Umum, (1990) menyatakan satuan yang digunakan dalam

pegukuran TSS adalah mg/l. Prosedur pengukuran TSS adalah sebagai berikut : 1) dikeringkan kertas saring (filter) dalam oven selama 1 jam pada tempratur 103-105oC, kemudian kertas saring didinginkan lalu di timbang (B mg), 2) diambil 100 ml sampel air dengan menggunakan gelas ukur, kemudian di saring dengan menggunakan kertas saring (filter) yang telah di timbang pada prosedur no. (1). 3) kemudian kertas saring residu dikeringkan dalam oven dengan suhu 103-105oC selama paling sedikit 1 jam, kemudian kertas saring didinginkan dan ditimbang (A mg). Perhitungan :

TSS (mg/L) = (A-B) X 1000/V Keterangan : A = Berat kertas saring + residu kering (mg) B = Berat kertas saring (mg) V = Volume contoh (ml) Pengukuran Pertumbuhan Ikan Gabus Pertumbuhan bobot mutlak

Pertumbuhan bobot mutlak ikan uji dapat dihitung dengan menggunakan rumus

Effendi (1979), yaitu : Wm = Wt-Wo Keterangan : Wm : pertumbuhan bobot mutlak (g) Wt : bobot rata-rata pada akhir penelitian (g) Wo : bobot rata-rata pada awal penelitian (g) Laju Pertumbuhan spesifik

Pertumbuhan relatif spesifik ikan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Effendi (1997) yaitu : Keterangan :

Page 140: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

132 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Lps = laju pertumbahan spesifik (%) Wt = bobot biomasa ikan pada akhir penelitian (g) Wo = bobot biomasa ikan pada awal penelitian (g) t = lama penelitian (hari) Kelulushidupan

Kelulushidupan ikan dapat diperoleh dengan menggunakan rumus Effendi (1979),

yaitu : SR = Nt/No x 100% Keterangan : SR : Tingkat kelulushidupan (%) Nt : Jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian (ekor) No : Jumlah ikan yang hidup pada awal penelitian (ekor) Analisis Data

Data parameter fisika tanah gambut (warna tanah, serat kasar, berat volume tanah,

dan porositas tanah), parameter fisika air tanah gambut (suhu, kekeruhan, dan TSS) dan pertumbuhan ikan gabus (pertumbuhan bobot mutlak, laju pertumbuhan harian, dan kelulushidupan) ditabulasikan dalam bentuk tabel. Selanjutnya untuk mengetahui apakah biofertilizer formulasi (B0, B1, B2, B3, B4) memberikan pengaruh terhadap parameter fisika tanah gambut, parameter fisika air gambut, dan parameter pertumbuhan ikan gabus dilakukan uji ANAVA (Sudjana, 1991). Dasar pengambilan keputusan dalam penelitian ini merujuk pada Syafriadiman (2006) yaitu apabila p < 0,05 maka hipotesa diterima. Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilakukan uji rentang Student Newman-Keuls (Sudjana, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN Warna Tanah

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pemberian biofertilizer formulasi tidak memberikan pengaruh terhadap warna tanah gambut. Hasil pengukuran warna tanah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengukuran Warna Tanah Gambut Selama Penelitian

Perlakuan Warna tanah

Awal dan Akhir B0 Hitam kecoklatan 10 YR 2/2 B1 Hitam kecoklatan 10 YR 2/2 B2 Hitam kecoklatan 10 YR 2/2 B3 Hitam kecoklatan 10 YR 2/2 B4 Hitam kecoklatan 10 YR 2/2

Keterangan : B0 = tanpa biofertilizer formulasi B1= biofertilizer formulasi 300 g/m2 B2= biofertilizer formulasi 450 g/m2 B3= biofertilizer formulasi 600 g/m2 B4= biofertilizer formulasi 750 g/m2

Page 141: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

133 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa warna tanah selama penelitian tidak mengalami perubahan. Warna tanah pada setiap kali penyamplingan adalah hitam kecoklatan (Brownis black), sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian biofertilizer formulasi tidak berpengaruh terhadap warna tanah gambut. Kondisi warna tanah yang gelap menandakan bahwa kandungan bahan organik yang tingi. Bahan organik yang tinggi baik untuk tingkat aktivitas mikroba dalam proses metabolisme. Susilawati et al,. (2013) menyatakan bahwa bahan organik mempunyai pengaruh positif yang artinya semakin bahan organik meningkat di dalam tanah, maka tingkat kesuburan tanah akan semakin meningkat karena bahan organik merupakan sumber energi bagi mikroorganisme untuk proses dekomposisi.

Serat Kasar

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pemberian biofertilizer formulasi

memberikan pengaruh terhadap serat kasar tanah gambut. Hasil pengukuran serat kasar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai Rata-Rata Pengukuran Serat Kasar Selama Penelitian

Perlakuan Serat kasar tanah (%) Standar

pengukuran* Awal Akhir B0 13,16 12,91±4,56a

< 33% (Saprik) B1 6,98 6,61±0,68b B2 7,52 7,35±1,88b B3 8,59 8,55±1,47b B4 5,77 5,70±1,44b

Keterangan : B0 = tanpa biofertilizer formulasi B1= biofertilizer formulasi 300 g/m2 B2= biofertilizer formulasi 450 g/m2 B3= biofertilizer formulasi 600 g/m2 B4= biofertilizer formulasi 750 g/m2. Huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan ada perbedaan antar perlakuan. *American Society For Testing And Materials (1989)

Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa nilai serat kasar pada akhir terjadi penurunan.

Penurunan diakibatkan karena bahan organik yang terdapat pada tanah sudah terdekomposisi. Serat kasar merupakan zat sisa tanaman yang ada pada tanah baik itu berupa akar dan daun-daunan, Semakin banyak sisa tanaman maka semakin tinggi nilai serat kasar. Serat kasar pada tiap perlakuan dapat dikatakan jenis gambut saprik, yaitu gambut halus. Muslikah (2011) menyatakan terjadinya proses dekomposisi pada tanah gambut menunjukkan adanya aktivitas mikroorganisme.

Berat Volume Tanah

Selama penelitian diketahui bahwa hasil rata-rata pengukuran berat volume tanah

gambut mengalami penurunan, untuk mengetahui lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 142: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

134 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 3. Nilai Rata-Rata Pengukuran Berat Volume Selama Penelitian

Perlakuan Berat volume tanah (g/cm3) Standar

pengukuran* Awal Akhir B0 1,25 1,16±0,04c

< 0,90 (rendah) B1 1,04 0,99±0,05b B2 1,03 0,98±0,04b B3 1,02 0,95±0,04b B4 1,06 0,88±0,02a

Keterangan : B0 = tanpa biofertilizer formulasi B1= biofertilizer formulasi 300 g/m2 B2= biofertilizer formulasi 450 g/m2 B3= biofertilizer formulasi 600 g/m2 B4= biofertilizer formulasi 750 g/m2. Huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan ada perbedaan antar perlakuan. *Hasibuan (2013)

Berdasarkan Tabel 3, volume tanah gambut dapat diketahui nilainya mengalami penurunan pada semua perlakuan. Terjadinya penurunan berat volume tanah pada setiap perlakuan dikarenakan adanya penambahan jumlah bahan organik berupa biofertilizer formulasi sehingga masa padatan tanah menjadi lebih ringan, akibatnya nilai berat volume tanah semakin rendah. Berat volume terendah terdapat pada perlakuan B4. Pada perlakuan B0, berat volume dikatakan tinggi, karena tidak adanya penambahan biofertilizer formulasi. Berdasarkan penelitian dari Safutri et al., (2017) pemberian biofertilizer formulasi dapat menurunkan nilai berat volume tanah. B4 dengan nilai berat volume terendah memiliki struktur tanah yang lebih halus yang telah menandakan terdekomposisi dengan baik dibangdikan perlakuan lainya. Porositas Tanah

Rata-rata hasil pengukuran porositas tanah gambut selama penelitian dapat dilihat

pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Rata-Rata Porositas Tanah Selama Penelitian

Perlakuan Porositas Tanah (%) Standar Pengukuran* Awal Akhir B0 35,03 37,32± 1,95b

>15 (tinggi) B1 35,29 33,18± 0,68a B2 49,04 33,81± 1,59a B3 42,93 33,71± 0,69a B4 45,73 31,14± 1,23a

Keterangan : B0 = tanpa biofertilizer formulasi B1= biofertilizer formulasi 300 g/m2 B2= biofertilizer formulasi 450 g/m2 B3= biofertilizer formulasi 600 g/m2 B4= biofertilizer formulasi 750 g/m2. Huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan ada perbedaan antar perlakuan.

*Lembaga penelitian tanah (1997) Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa nilai porositas tanah terjadi penurunan pada setiap kecuali pada B0. Menurunnya porositas tanah terjadi karena adanya penambahan biofertilizer formulasi yang dapat memperbaiki struktur tanah. Menurunnya total ruang pori tanah gambut menandakan partikel tanah gambut yang berukuran halus semakin

Page 143: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

135 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

bertambah. Suprayogo et al., (2004) dalam Safutri et al., (2017) menyatakan bahwa meningkatnya partikel tanah gambut yang berukuran halus menandakan bahwa tanah gambut tersebut semakin matang yang kemudian akan mempengaruhi kerapatan tanah dan jumlah ruang pori. Walaupun terjadi penurunan selama penelitian, akan tetapi nilai porositas tanah masih tergolong tinggi (>15) karena tidak bisa dihindari bahwa tanah gambut memiliki porositas yang tinggi. Tetapi dengan penambahan biofertilizer formulasi dapat menurunkan nilai porositas tanah gambut. Parameter Fisika Air Suhu

Nilai rata-rata hasil pengukuran suhu selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Rata-Rata Hasil Pengukuran Suhu Air Selama Penelitian

Perlakuan Suhu (oC) Awal Akhir

B0 27-29 26-28 B1 27-30 26-28 B2 26-30 26-27 B3 26-32 26-29 B4 27-29 26-28

Keterangan : B0 = tanpa biofertilizer formulasi B1= biofertilizer formulasi 300 g/m2 B2= biofertilizer formulasi 450 g/m2 B3= biofertilizer formulasi 600 g/m2 B4= biofertilizer formulasi 750 g/m2.

Berdasarkan Tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa kisaran suhu air dari awal dan akhir penelitian tidak jauh berbeda dan dapat dikatakan pemberian biofertilizer formulasi tidak berpengaruh terhadap suhu air di dalam wadah penelitian. Perbedaan suhu diakibatkan oleh keadaan cuaca seperti hujan, panas, dan lamanya sinar matahari yang masuk ke wadah penelitian yang berada di luar (out door). Selain itu, lamanya sinar matahari yang berbeda dari waktu ke waktu merupakan salah satu faktor penyebab suhu dinyatakan maksimum dan minimum selama penelitian. Berdasarkan perbedaan suhu pada semua perlakuan mencapai 6oC. Hal ini sesuai dengan Boyd (1979) dalam Safutri et al., (2017) yang menyatakan bahwa perbedan suhu yang tidak melebihi 10 oC masih dapat ditoleransi oleh ikan. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, pemberian biofertilizer formulasi tidak menyebabkan terjadinya perubahan suhu yang ekstrim dan suhu air selama penelitian masih tergolong baik untuk kehidupan ikan gabus, sesuai dengan komoditi yang dipelihara selama penelitian pada wadah tanah gambut. Menurut Astria et al., (2013) suhu merupakan salah satu faktor fisika perairan yang sangat mempengaruhi bagi kehidupan organisme. Selain itu kisaran suhu 26-32oC merupakan suhu optimal untuk pertumbuhan ikan gabus. Kekeruhan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pemberian biofertilizer formulasi

tidak memberikan pengaruh terhadap pengukuran kekeruhan. Hasil yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.

Page 144: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

136 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 6. Nilai Rata-Rata Pengukuran Kekeruhan Selama Penelitian

Perlakuan Kekeruhan (NTU) Standar Pengukuran* Awal Akhir B0 13,75 14,25± 5,06

2-30 (layak) B1 12,75 14,25± 2,22 B2 14,00 15,50± 5,26 B3 14,25 13,00± 2,45 B4 14,50 12,50± 3,32

Keterangan : B0 = tanpa biofertilizer formulasi B1= biofertilizer formulasi 300 g/m2 B2= biofertilizer formulasi 450 g/m2 B3= biofertilizer formulasi 600 g/m2 B4= biofertilizer formulasi 750 g/m2. *Boyd (1982)

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa selama penelitian kekeruhan mengalami perubahan. Perubahan kekeruhan yang terjadi selama penelitian disebabkan karena adanya bahan tersuspensi seperti plankton, detritus, lumpur dan bahan terlarut lainnya baik bahan organik maupun anorganik. Selain itu, penyamplingan fitoplankton juga dapat menyebabkan perubahan kekeruhan. Effendi (2003) dalam Safutri et al., (2017) menyatakan bahwa kekeruhan pada perairan yang tergenang banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan partikel halus. Disamping itu curah hujan yang tinggi turut mempengaruhi kekeruhan karena mengakibatkan terjadinya pengadukan air dalam kolam gambut. Total Suspended Solid (TSS)

Berdasarkan data pengukuran TSS yang diperoleh selama penelitian pada

masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Rata-Rata Pengukuran TSS Selama Penelitian

Perlakuan TSS (mg/L)

Standar Pengukuran* Awal Akhir B0 250,00 150,00 ± 57,74

81 – 400 mg/l (kurang baik) B1 200,00 300,00 ± 115,47 B2 325,00 200,00 ± 81,65 B3 175,00 225,00 ± 95,74 B4 225,00 150,00 ± 57,74

Keterangan : B0 = tanpa biofertilizer formulasi B1= biofertilizer formulasi 300 g/m2 B2= biofertilizer formulasi 450 g/m2 B3= biofertilizer formulasi 600 g/m2 B4= biofertilizer formulasi 750 g/m2. *Effendi (2003)

Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa selama penelitian nilai TSS tidak tetap, akan tetapi cenderung lebih menurun. Perubahan ini terjadi karena adanya partikel-partikel yang tersuspensi dalam air berupa komponen hidup (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati (abiotik) dan partikel anorganik (Tarigan dan Edward, 2003) dalam Safutri et al., (2017)

Page 145: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

137 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Pertumbuhan Ikan Gabus (Channa sp.) Pertumbuhan Bobot Mutlak

Hasil pengamatan pertumbuhan bobot mutlak pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Rata-Rata Pengukuran Bobot Mutlak Selama Penelitian

Perlakuan Berat ikan (g) Bobot mutlak (g) Awal Akhir B0 2,05 6.86 4,82±0,49a B1 2,03 7.90 5,87±0,82ab B2 2,36 6.86 4,49±0,67a B3 2,17 8.77 6,60±0,76b B4 2,27 10.75 8,49±1,14c

Keterangan : B0 = tanpa biofertilizer formulasi B1= biofertilizer formulasi 300 g/m2 B2= biofertilizer formulasi 450 g/m2 B3= biofertilizer formulasi 600 g/m2 B4= biofertilizer formulasi 750 g/m2. Huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan ada perbedaan antar perlakuan.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa bobot mutlak tertinggi didapatkan pada perlakuan B4 yaitu 8,49 g dengan dosis pemberian biofertilizer formulasi sebanyak 750 g/m2 sedangkan bobot mutlak yang terendah pada perlakuan B2 yaitu 4,49 dengan pemberian dosisi biofertilizer formulasi sebanyak 450 g/m2. Biofertilizer formulasi menunjukkan adanya pengaruh terhadap pertambahan berat tubuh ikan gabus. Hal ini dikarenakan, jika ditinjau dari segi parameter fisika tanah biofertilizer formulasi mampu memperbaiki kualitas tanah gambut seperti berat volume dan porositas. Dengan memperbaiki kualitas tanah tadi, sebagai media hidup ikan maka hal ini juga akan mendukung pertumbuhan ikan gabus. Pemberian asupan gizi yang bersumber dari pakan pelet maupun dan pakan alami berupa plankton memberikan pertumbuhan yang baik bagi ikan gabus. Selain itu kualitas air yang mendukung jika ditinjau dari parameter fisika seperti suhu, kekeruhan yang bernilai optimal. Ikan gabus yang dibudidayakan pada kolam tanah gambut dengan pemberian biofertilizer formulasi lebih cepat pertumbuhannya jika dibandingkan dengan ikan gabus yang dipelihara pada hasil-hasil penelitian sebelumnya. Supandi et al., (2016) melaporkan bahwa pertumbuhan bobot mutlak ikan gabus yang berukuran awal 3-5 cm selama 28 hari penelitian yaitu 2,89 g. Sementara menurut Hidayatullah et al., (2015) melaporkan bahwa pertumbuhan bobot mutlak ikan gabus yang berukuran awal 2 cm dengan pemeliharaan selama 30 hari yaitu 3,88 g. Laju Pertumbuhan Spesifik

Hasil pengamatan laju pertumbuhan spesifik ikan gabus pada setiap perlakuan

dapat dilihat pada Tabel 9. Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan spesifik ikan tertinggi didapatkan pada perlakuan B4 yaitu 5,58 % dengan dosis pemberian biofertilizer formulasi sebanyak 750 g/m2 sedangkan laju pertumbuhan spesifik ikan yang terendah pada perlakuan B2 yaitu 3,82 % dengan pemberian dosis biofertilizer formulasi sebanyak 450 g/m2.

Page 146: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

138 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 9. Nilai Pengukuran Laju Pertumbuhan Spesifik Ikan Gabus Selama Penelitian

Perlakuan Berat ikan (g) Laju Pertumbuhan Spesifik (%) Awal Akhir B0 2,05 6.86 4,32 ± 0,32ab B1 2,03 7.90 4,83 ± 0,22bc B2 2,36 6.86 3,82 ± 0,48a B3 2,17 8.77 4,99 ± 0,41bc B4 2,27 10.75 5,58 ± 0,66c

Keterangan : B0 = tanpa biofertilizer formulasi B1= biofertilizer formulasi 300 g/m2 B2= biofertilizer formulasi 450 g/m2 B3= biofertilizer formulasi 600 g/m2 B4= biofertilizer formulasi 750 g/m2. Huruf yang berbeda pada kolom menunjukkan ada perbedaan antar perlakuan.

Biofertilizer formulasi menunjukkan adanya pengaruh terhadap laju pertumbuhan

spesifik ikan gabus. Hal ini dikarenakan, jika ditinjau dari segi parameter fisika tanah biofertilizer formulasi mampu memperbaiki kualitas tanah gambut seperti berat volume dan porositas. Dengan memperbaiki kualitas tanah tadi, sebagai media hidup ikan maka hal ini juga akan mendukung pertumbuhan ikan gabus. Pemberian asupan gizi yang bersumber dari pakan pelet maupun dari pakan alami berupa plankton memberikan pertumbuhan yang baik bagi ikan gabus. Selain itu kualitas air yang mendukung jika ditinjau dari parameter fisika seperti suhu, kekeruhan yang bernilai optimal. Ikan gabus yang dibudidayakan pada kolam tanah gambut dengan pemberian biofertilizer formulasi lebih cepat pertumbuhannya jika dibandingkan dengan ikan gabus yang dipelihara pada hasil-hasil penelitian sebelumnya. Menurut Purnawati et al., (2017) mengatakan bahwa laju pertumbuhan spesifik ikan gabus pada perairan yaitu 4,40 % per hari. Kelulushidupan

Hasil pengamatan pertumbuhan bobot mutlak pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai Rata-Rata Pengukuran Kelulushidupan Selama Penelitian

Perlakuan Jumlah Ikan Hidup Kelulushidupan (%) Awal (ekor) Akhir (ekor) B0 50,00 32.00 64,00± 4,62 B1 50,00 32.75 65,50± 10,63 B2 50,00 32.50 65,00± 7,75 B3 50,00 32.25 64,50± 5,74 B4 50,00 37.50 75,00± 2,58

Keterangan : B0 = tanpa biofertilizer formulasi B1= biofertilizer formulasi 300 g/m2 B2= biofertilizer formulasi 450 g/m2 B3= biofertilizer formulasi 600 g/m2 B4= biofertilizer formulasi 750 g/m2.

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa bobot mutlak tertinggi didapatkan pada perlakuan B4 yaitu 75% dengan dosis pemberian biofertilizer formulasi sebanyak 750 g/m2 sedangkan kelulushidupan yang terendah pada perlakuan B0 yaitu 64% yaitu tanpa pemberian biofertilizer formulasi. Menurut Muthmainnah et al, (2012) kelulushidupan yang dicapai suatu populasi merupakan gambaran hal interaksi dari daya dukung lingkungan dengan respon populasi. Kelulushidupan dipengaruhi oleh padat

Page 147: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

139 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

peebaran dan factor lainnya seperti umur, pH, suhu, dan kandungan amoniak. Selain itu factor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup adalah tersedianya jenis makanan serta adanya lingkungan yang baik seperti oksigen, amoniak, karbondioksida, dan nitrat. Penelitian mengenai ikan gabus menurut Supandi et al., (2016) mengatakan bahwa kelulushidupan ikan gabus yang terbaik ialah 80 %.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Pemberian biofertilizer formulasi memberikan pengaruh terhadap parameter fisika

dan pertumbuhan ikan gabus (Channa sp.). Pemberian biofertilizer formulasi 750 g/m2

(B4) adalah perlakuan terbaik. Hasil dari pemberian dosis tersebut memberi nilai pada parameter fisika tanah yaitu warna tanah 10 YR 2/2, berat volume 0,88 g/cm3, serat kasar 5,70 %, porositas 31,14%, sedangkan untuk parameter fisika air yaitu suhu berkisar antara 26-32oC, kekeruhan 12,50 NTU, Total Suspended Solid (TSS) 150 mg/L. Pemberian biofertilizer formulasi mampu memperbaiki media budidaya dari tanah gambut, hal ini berdampak positif terhadap kehidupan ikan gabus (Channa sp.) yang dipelihara selama 28 hari yaitu dengan pertumbuhan bobot mutlak 2,27 g, laju pertumbuhan spesifik 5,58 % serta kelulushidupan 75%. Saran

Informasi ini dapat dijadikan acuan bagi para pembudidaya ikan gabus (Channa sp.)

dalam memanfaatkan lahan gambut dengan menggunakan biofertilizer formulasi sebanyak 750 g/m2. Untuk nilai Total Suspended Solid (TSS) yang kurang mendukung untuk kegiatan perikanan, sebaiknya dilakukan filter dan untuk pemeliharaan ikan sebaiknya dalam kurun waktu lebih dari 40 hari. Selain itu, diharapkan bukan hanya ikan gabus saja yang menggunakan biofertilizer formulasi akan tetapi juga dapat digunakan pada ikan air tawar lainnya seperti patin.

DAFTAR PUSTAKA

[ASTM] American Society For Testing And Materials. 1989: Soil And Rock, Building

Stones; Geotwxtiles. American Society Of Testing And Material, 04 (08) : 23-25 Hlm.

[SNI] Standart Nasional Indonesia. 2004. Air Dan Air Limbah. Bagian 3: Cara Uji Padatan Tersuspensi Total (Total Suspended Solid) Secara Gravimetri. Jakarta : SNI.73-77 Hlm.

Boyd C E. 1979. Water Quality Management For Pond Fish Culture. Auburn University. Auburn Alabana, P: 359.

Effendi, M I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor : Yayasan Dewi Sri. 22-26 Hlm. Effendi, M I. 1997. Metode Biologi Perikanan. Bogor : Yayasan Dewi Sri. 32-33 Hlm. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Dan Lingkungan

Perairan. Yogyakarta. Penerbit Kanius. 46 Hlm. Firmansyah, H, Maheswari R.A.A, dan Bakrie B. 2014. Effectiveness Of Lactoperoxidase

System Activator In Milk Preservation Of Different Volume. Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan Veteriner.

Hasibuan, S dan Syafriadiman. 2013. Penuntun Praktikum Pengelolaan Kualitas Tanah. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru. 32 Hlm.

Page 148: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

140 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Hasibuan, S, Niken AP, Syafriadiman. 2013. Perbaikan Kualitas Kimia Tanah Dasar Kolam Podsolik Merah Kuning Dengan Peberian Pupuk Campuran Organik Dan An Organik. Jurnal Perikanan Terubuk. 41 (2) : 92-110 Hlm.

Hidayatullah, S, Muslim, Ferdinand H.T. 2015. Pendederan larva ikan gabus (Channa striata) di kolam terpal dengan padat tebar berbeda. Jurnal perikanan dan kelautan. 20 (1) : 61-70 Hlm.

Huwoyon, G.H. dan Gustiano, R. 2013. Peningkatan Produktifitas Budidaya Ikan Di Lahan Gambut. Balai Penelitian Dan Pengembangan Budidaya Air Tawar. Jurnal Media Akuakultur. 8 (1) : 1-10 Hlm.

Listyanto, N dan Septyan, A. 2009. Ikan Gabus (Channa striata) Manfaat Pengembangan Dan Alternative Teknik Budidaya. Jurnal Media Akuakultur. 4 (1) :18-25 Hlm.

Muslikah, S. 2011. Studi Degradasi Tanah Gambut Oleh Mikroorganisme Untuk Proses Konsolidasi Tanah. Tesis. Fakultas Teknik. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. 229 Hlm.

Muthmainnah, D, Syarifah, N, dan Solekha A. 2012. Budidaya Ikan Gabus (Channa striata) Dalam Wadah Kerambah Di Rawa Lebak. Makalah Disampaikan Pada INSINASA : 23-40 Hlm. Palembang, 26 Agustus 2012: Di Pasca Sarjana Universitas Sriwijaya, Palembang.

Purnawati. 2017. Kinerja Pertumbuhan Ikan Gabus Pada Lingkungan Perairan Yang Direkayasa. Disertasi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institute Pertanian Bogor. Bogor. 34-45 Hlm.

Safutri, D.W., Syafriadiman, dan Saberina, H. 2017. Pengaruh Jenis Biofertilizer Terhadap Beberapa Parameter Fisika Kolam Gambut. Jurnal Online Mahasiswa Bidang Perikanan Dan Ilmu Kelautan. 4 (2) : 18-25 Hlm.

Sudjana. 1991. Desain Dan Analisis Eksperimen. Edisi 1. Tarsito. Bandung. 42 Hlm. Supandi, IT, Usman MT, Iskandar P. 2015. Feeding Made With Different Content On

Growth And Survival rate (Channa striata) Fingerlings. Mahasiswa Bidang Perikanan Dan Ilmu Kelautan. 4 (2) : 18-25 Hlm.

Susilawati, Muryono, dan Budhisurya. 2013. Analisis Kesuburan Tanah Dengan Indikator Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan Di Plateau Dieng. Jurnal Agrik. 25 (1) : 67-72 Hlm.

Syafriadiman. 2006. Teknik Pengelolaan Data Statistik. Pekanbaru : MM Press CV Mina Mandiri.

Syafriadiman dan Sampe Harahap. 2017. Increased Productivity Of Peat Soil Ponds With Biofertilizer Techniques And Nitrogen Fixing Bacteria And Earthworms As Decomposer Orgnisms. International Journal Of Scientific Research And Management Studies (IJSRMS). 4 (9) 12-19 Hlm.

Page 149: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

141 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

GAMBARAN LEUKOSIT IKAN KOMET (Carassius auratus) YANG TERINFEKSI BAKTERI Aeromonas hydrophila DAN PASCAPENGOBATAN

DENGAN LARUTAN PROPOLIS

M. Riswan, Iesje Lukistyowati, Henni Syawal Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan,

Universitas Riau, Pekanbaru, Provinsi Riau [email protected]

ABSTRAK

Leukosit merupakan salah satu komponen sel darah yang berfungsi sebagai pertahanan non

spesifik yang akan melokalisasi dan mengeliminasi patogen. Propolis adalah bahan resin yang dikumpulkan oleh lebah dan ekstrak propolis berperan sebagai antioksidan karena mengandung asam kafeat dan asam fenolat beserta ester. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis terbaik dari propolis untuk mengobati ikan komet (Carassius auratus) yang terinfeksi Aeromonas hydrophila dilihat dari gambaran leukosit, diferensiasi leukosit dan indeks fagositosis. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yang terdiri atas lima taraf perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuan tersebut adalah Kn (tidak terinfeksi A. hydrophila dan tidak diobati propolis), Kp (terinfeksi A. hydrophila tetapi tidak diobati propolis), sedangkan ikan terinfeksi A. hydrophila diobati dengan propolis dosis P1 (700 ppm), P2 (800 ppm), dan P3 (900 ppm). Pengobatan dilakukan dengan cara penyuntikan propolis pada ikan yang terinfeksi A. hydrophila di bagian intramuscular sebanyak 0,1 ml. Bahan uji yang digunakan adalah ikan komet (C. auratus) ukuran 8-10 cm sebanyak 150 ekor. Hasil penelitian menunjukkan larutan propolis mampu mengobati ikan komet (C. auratus) yang terinfeksi A. hydrophila. Dosis propolis 800 ppm merupakan dosis terbaik untuk mengobati ikan komet yang terinfeksi A. hydrophila, dilihat dari hasil total leukosit 3,70×104 sel/mm3, diferensiasi leukosit (limfosit 81,33%, monosit 9,66% dan neutrofil 8,66%), nilai indeks fagositosis 28,33%, dan kelulushidupan sebesar 83,33%. Kata Kunci: Propolis, Diferensiasi leukosit, Carassius auratus, Aeromonas hydrophila

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pada saat ini perkembangan usaha budidaya perikanan baik ikan konsumsi maupun

ikan hias (ornamental fish) terus berkembang sangat cepat seiring dengan permintaan pasar yang terus meningkat, salah satu diantaranya adalah budidaya ikan komet. Ikan komet (C. auratus) merupakan salah satu dari 11 komoditas ikan hias yang sangat berkembang di Indonesia dan memiiki nilai jual yang tinggi di pasar ekspor pada tahun 2010 (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2012).

Permasalahan yang sering muncul dalam usaha budidaya adalah timbulnya penyakit. Penyakit merupakan salah satu faktor penghambat dalam meningkatkan produksi ikan. Salah satu yang dapat menghambat produksi budidaya ikan adalah kehadiran bakteri Aeromonas hydrophila.

Menurut Kamiso (2004), bakteri A. hydrophila menyerang semua jenis ikan air tawar di daerah tropis, sehingga sangat berbahaya bagi budidaya ikan air tawar. Bakteri ini sering menimbulkan wabah penyakit dalam tingkat kematian tinggi (80-100%) dan dalam waktu singkat (1-2 minggu). Yin et al. (2010) juga menambahkan bahwa infeksi bakteri A. hydrophila dapat menimbulkan kematian hingga 80%.

Page 150: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

142 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Lukistyowati dan Syawal (2013), menyatakan bahwa penanggulangan penyakit ikan pada aquakultur telah sering dilakukan dengan menggunakan berbagai antibiotik, tindakan ini sangat merugikan. Pada umumnya pembudidaya sering melakukan pemberian berbagai macam antibiotik seperti ampicillin, chloramphenicol, tetracycline dan disinfektan pada ikan. Penggunaan antibiotik secara terus menerus dan bila penggunaannya tidak tepat dapat menyebabkan bakteri patogen menjadi resisten dan dapat merugikan lingkungan.

Menyikapi hal tersebut, maka mulai diterapkan alternatif lain yang dapat mengatasi penyakit bakteri tanpa efek samping yaitu dengan menggunakan fitofarmaka sebagai obat mampu untuk mencegah penyakit pada ikan. Salah satu bahan biologis yang berpotensi sebagai fitofarmaka adalah propolis. Molekul farmakologi yang aktif dalam propolis adalah flavonoid, fenol, alkaloid dan phenolic acid serta esters. Komponen komponen ini memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap bakteri, jamur dan virus. Hasil uji sensitivitas propolis terhadap bakteri S. aeurus zona hambat terbesar yang dihasilkan 15 mm (Yusuf et al., 2015), dan terhadap bakteri A. hydrophila 17,46 mm (Bako, 2018).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis terbaik dari propolis untuk mengobati ikan komet (C. auratus) yang terinfeksi A. hydrophila dilihat dari gambaran leukosit, diferensiasi leukosit dan indeks fagositosis ikan komet (C. auratus). Sedangkan manfaat yang diharapkan adalah propolis dapat dijadikan sebagai obat untuk menanggulangi penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicaemia).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2018 di Laboratorium

Parasit dan Penyakit Ikan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru. Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) satu faktor, lima taraf perlakuan, dan untuk mengurangi tingkat kekeliruan dilakukan ulangan sebanyak tiga kali sehingga diperoleh 15 unit percobaan. Kn:tidak terinfeksi A. hydrophila dan tidak diobati propolis Kp:terinfeksi A. hydrophila tetapi tidak diobati propolis P1 : pengobatan ikan dengan propolis dosis 700 ppm P2 : pengobatan ikan dengan propolis dosis 800 ppm P3 : pengobatan ikan dengan propolis dosis 900 ppm Pembuatan Larutan Propolis

Pembuatan larutan propolis dengan cara melarutkan Propolis dengan Aquabides

sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. Penentuan dosis propolis ini mengacu pada penelitan Bako (2018) tentang uji sensitivitas propolis. Dosis yang digunakan sebagai berikut : • Dosis 700 ppm untuk 2 mL membutuhkan : 140 µl propolis + 1860 µl Aquabides. • larutan 800 ppm untuk 2 mL membutuhkan : 160 µl propolis + 1840 µl Aquabides. • larutan 900 ppm untuk 2 mL membutuhkan : 180 µl propolis + 1820 µl Aquabides.

Larutan propolis yang sudah dicampurkan kemudian siap dipakai.

Penginfeksian Ikan Uji dengan Bakteri Aeromonas hydrophila

Inokulan dari media agar miring TSA dipindahkan secara aseptik ke media GSP, selanjutnya diinkubator dengan suhu 28oC selama 18–24 jam. Setelah diinkubasi, akan terlihat koloni berwarna kuning dengan diameter koloni yang sama. Apabila diperoleh koloni berwarna kuning, kemudian dikultur pada media TSA untuk memperoleh

Page 151: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

143 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

keseragaman bentuk dan warna. Koloni tersebut diinokulasikan kembali dalam media TSB dan diinkubasi di dalam inkubator selama 18–24 jam. Sebelum penginfeksian bakteri, dilakukan pengenceran bakteri untuk mendapatkan kepadatan bakteri 108 CFU/ml. Penginfeksian bakteri pada ikan dilakukan dengan cara perendaman ikan di dalam bak fiber yang berukuran 60x50x35 cm yang telah diberi bakteri A. hydrophila dengan kepadatan koloni 108 CFU/ml.

Setelah 10 jam ikan terinfeksi A. hydrophila dengan menunjukkan gejala klinis seperti pendarahan pada pangkal sirip, sirip geripis, produksi lendir yang berlebihan, selanjutnya ikan dilakukan pengobatan dengan larutan propolis dengan cara disuntik secara intramuscular dengan dosis 0,1 µl/ekor sesuai dengan dosis yang digunakan. Kemudian ikan dimasukkan dalam wadah pemeliharaan. Pengobatan dengan larutan propolis.

Setelah dilakukan pengobatan dengan propolis, selanjutnya dilakukan pemeliharaan hingga hari ke-14 pasca-pengobatan. Selama pemeliharaan ikan uji tetap diberikan pakan secara at sattiation sebanyak tiga kali sehari. Kemudian untuk menjaga kualitas air pada wadah penelitian dilakukan penyiponan setiap pagi. Pengambilan Darah

Pengambilan darah ikan uji dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada awal pemeliharaan sebelum diberi perlakuan, kedua pada 10 jam pascainfeksi dan yang ketiga pada hari ke-14 pascapengobatan. Darah diambil dari tiga ekor ikan uji setiap perlakuan.

Pengukuran Parameter Total Leukosit

Prosedur perhitungan total leukosit mengacu pada Blaxhall dan Daisley (1973) dalam Syatma (2016), yaitu dengan cara sampel darah dihisap dari mikrotube dengan menggunakan pipet leukosit hingga skala 0,5 dan ditambah larutan Turk hingga garis 11, setelah itu di-homogenkan dengan cara meng-goyang-goyangkan pipet leukosit seperti membentuk angka delapan selama lima menit. Setelah homogen, darah dibuang sebanyak dua tetes dengan tujuan untuk menghilangkan udara, lalu darah diteteskan pada kotak haemocytometer dan ditutup dengan cover glass. Selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x. Jumlah total leukosit dihitung dengan meng-gunakan mikroskop pada 4 kotak besar haemocytometer dengan rumus sebagai berikut :

∑ Leukosit = ∑ n x 50 sel/mm3

Dimana : ∑ n= Jumlah total leukosit pada 4 kotak besar 50 = Faktor pengenceran Diferensiasi Leukosit

Penghitungan jenis leukosit mengikuti prosedur Blaxhall dan Daisley (1973) dalam Syatma (2016), yakni dengan cara me-ngambil darah ikan, kemudian diteteskan di atas kaca objek lalu diratakan dengan kaca objek lain dengan kemiringan 300. Setelah itu preparat ulas darah dikering anginkan, setelah kering difiksasi dengan larutan metanol 95% selama 5 menit, kemudian dibilas dengan akuades lalu dikering anginkan, dan dilanjutkan

Page 152: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

144 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

dengan pewarnaan Giemsa selama 30 menit, setelah itu dicuci dengan air mengalir secara perlahan, kemudian dikering anginkan, lalu diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 400 x. Jenis leukosit yang diamati adalah limfosit, monosit, dan neutrofil, kemudian dihitung sampai berjumlah 100 sel dan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Persentase sel = ∑ n x 100%

Dimana : ∑ n = jumlah sel yang dihitung Indeks Fagositik

Prosedur untuk menentukan indeks fagositik, mengacu pada Anderson dan Siwicki (1993) dalam Farouq (2011), yaitu sampel darah diambil sebanyak 50 µL dan di-masukkan ke dalam mikrotube, setelah itu ditambahkan sebanyak 50 µL suspensi bakteri Staphylococcus aereus dengan kepadatan 107 sel/mL. Kemudian suspensi tersebut di-homogenkan dan diinkubasi dalam suhu ruang selama 20 menit. Selanjutnya dibuat preparat ulas darah dan diamati di bawah mikroskop.

Persentase sel-sel fagositik dapat dihitung dengan cara me-ngamati jumlah sel-sel yang menunjukkan proses fagositosis dari 100 sel fagosit yang teramati. Adapun cara perhitungannya adalah sebagai berikut :

Kelulushidupan

Menurut Effendie (2002), kelulushidupan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

SR = 𝐍𝐭𝐍𝐨𝐱𝟏𝟎𝟎%

Dimana : No = Jumlah ikan yang hidup pada awal penelitian (ekor) Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian (ekor) SR = Kelulushidupan (%) Analisis Data

Data yang diperoleh yaitu total leukosit, diferensiasi leukosit, indeks fagositik, yang diperoleh dari penelitian ini ditabulasikan dalam bentuk tabel. Data kemudian dianalisis homogenitasnya dan selanjutnya dianalisa menggunakan analisa variansi (ANOVA). Apabila perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata dimana P<0.05 maka dilakukan uji lanjut Newman-Keuls untuk menentukan perbedaan dari masing-masing perlakuan. Prosedur pengamatan gejala klinis, parameter tingkat kelulushidupan, dan pengukuran kualitas air akan ditabulasikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif.

Page 153: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

145 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Klinis

Pengamatan gejala klinis ikan uji terinfeksi A. hydrophila pada jam ke-10

menunjukkan perubahan tingkah laku dan perubahan morfologi. Perubahan tingkah laku ikan uji yang terjadi seperti ikan sering mendekati aerasi, pergerakan yang hiperaktif, dan produksi lendir yang berlebih. Sedangkan perubahan morfologi ikan uji yang terjadi seperti sirip geripis, bercak merah, mata menonjol (exopthalmia) dan perut yang menggembung berisi cairan (dropsy). Gejala klinis ikan terinfeksi A. hydrophila dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Gejala Klinis Ikan Komet (Carassius auratus) yang terinfeksi A. hydrophila

Keterangan: A.) Sirip geripis, b.) Bercak merah, C.) Mata menonjol (exopthalmia), D.) Perut mengembung berisi cairan (dropsy)

Pada ikan uji pasca pengobatan dengan propolis dengan dosis berbeda mengalami

pemulihan setelah 14 hari. Perubahan gejala klinis yang terjadi seperti produksi lendir yang normal, warna tubuh yang mendekati normal, dan pergerakan ikan yang mulai aktif, sirip ekor, tidak ada bercak merah, mata tidak membesar, dan perut tidak menggembung. Untuk lebih jelas perubahan gejala klinis ikan komet pascapengobatan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Gejala Klinis Ikan Komet (Carassius auratus) Hari ke-14 Pascapengobatan

dengan Propolis Keterangan: A). Sirip ekor geripis, B). Mata menonjol (exopthalmia), C.) Perut yang menggembung berisi cairan (dropsy), Kn: kontrol negatif (tidak

terinfeksi A. hydrophila dan tidak diobati proplis, Kp: terinfeksi A. hydrophila tetapi tidak diobati propolis, P1: terinfeksi A. hydrophila dan diobati propolis dosis 700 ppm, P2: terinfeksi A. hydrophila dan diobati propolis dosis 800 ppm, P3: terinfeksi A. hydrophila dan diobati propolis dosis 900 ppm.

Kemampuan propolis mengobati luka pada bagian infeksi dikarenakan adanya kandungan fitokimia yaitu flavonoid. Sesuai dengan pernyataan Haryani et al. (2012) yang menyatakan bahwa kandungan flavonoid dapat mengurangi peradangan dan meningkatkan sistem imun ikan. Selain mengandung flavonoid didalam propolis terkandung protein yang berperan dalam membentuk dan memperbaiki jaringan. Sependapat dengan Morsy (1991) dalam Prasetyo (2017), kadar protein secara kualitatif kaya akan asam-asam amino esensial yang berperan dalam pembentukan jaringan baru dan

Page 154: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

146 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Selain flavonoid propolis juga memiliki senyawa aktif fenol dan alkalonid yang dapat membantu dalam penyembuhan infeksi. Hal ini diperkuat oleh Abdullah (2008) bahwa fenol dapat merusak membran sel bakteri, sedangkan senyawa alkaloid memiliki kemampuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mengaktifkan sel-sel dalam tubuh dan memperbaiki struktur sel (Haryani et al., 2012).

Total Leukosit Ikan Komet (C. auratus)

Perhitungan total leukosit dilakukan untuk melihat perubahan total leukosit awal

pemeliharaan ikan komet, ikan komet yang terinfeksi A. hydrophila dan pascapengobatan dengan larutan propolis. Rerata total leukosit dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Total leukosit Ikan Komet (C. auratus) Selama Penelitian

Pengamatan Perlakuan Total Leukosit (×104 sel/mm3)

Awal pemeliharaan 3,58 ± 0,89 Jam ke-10 ikan terinfeksi A. Hydrophila

7,21 ± 1,12

Hari ke-14 pascapengobatan propolis Kn 3,58 ± 0,90b Kp 7,20 ± 1,28d P1 3,93 ± 0,56c P2 3,70 ± 0,73b P3 3,35 ± 0,85a

*Superskrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata P<0,05 Total Leukosit

Berdasarkan Tabel 4, jumlah rata-rata leukosit pada ikan komet pada awal

pemeliharaan sebesar 3,58×104 sel/mm3. Hasil ini masih berada dalam kisaran normal, seperti yang dinyatakan oleh Hartika et al. (2014), nilai leukosit normal pada ikan berkisar 2,0-15,0×104 sel/mm3. Rerata total leukosit mengalami perubahan setelah 10 jam ikan terinfeksi A. hydrophila. Rerata total leukosit mengalami peningkatan sebesar 7,21×104 sel/mm3.

Perubahan total leukosit setelah dilakukan pengobatan hari ke-14 total leukosit yang diperoleh berkisar 3,35-72,0×104 sel/mm. Jumlah leukosit tertinggi pada perlakuan kontrol positif (Kp) 72,0×104. Perlakuan P1, P2, dan P3 setelah 14 hari pascapengobatan, total leukosit mengalami penurunan P1 (dosis 700 ppm), yaitu 3,93×104 sel/mm3, P2 (dosis 800 ppm), yaitu 3,70 ×104 sel/mm3 dan P3 (dosis 900 ppm), 3,53×104 sel/mm3. Perlakuan P2 mengalami penurutan total leukosit mendekati total leukosit ikan normal (Kn) yaitu 3,58×104 sel/mm3.

Berdasarkan hasil uji statistik analisis variansi (ANOVA) menunjukkan penyuntikan dengan larutan propolis setelah dilakukan pengobatan berpengaruh nyata terhadap total leukosit ikan komet (P<0,05). Sehingga dilakukan uji lanjut studi Newman-Keuls untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan yaitu P2 berbeda nyata terhadap Kp, P1, dan P3, tetapi P2 tidak berbeda nyata terhadap Kn.

Total leukosit pada perlakuan P1 masih tinggi mengindikasikan bahwa sel pada tubuh ikan merespons terhadap adanya benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Hal ini sependapat dengan pernyataan Kresno (2001), bahwa tingginya sel leukosit merupakan

Page 155: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

147 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

refleksi keberhasilan sistem imunitas ikan dalam mengembangkan respons imunitas seluler (non spesifik) sebagai pemicu untuk respons kekebalan.

Perlakuan P2 dan P3 mengalami penuruan total leukosit, hal ini dikarenakan ikan berupaya mengembalikan kondisi tubuh pada kondisi normalnya, selain itu juga disebabkan adanya pengaruh dari senyawa aktif yang terkandung dalam propolis dapat menurunkan total leukosit. Senyawa aktif yang berpengaruh adalah flavonoid yang dapat mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi (Apriyanto et al., 2014). Selain flavonoid adanya senyawa fenol dan alkaloid dapat menurunkan total leukosit ikan. Senyawa fenol dapat merusak membran sel bakteri, sedangkan alkaloid mampu menetralisir racun dan mampu memperbaiki struktur sel-sel tubuh yang rusak (Abdullah, 2008). Diferensiasi Leukosit

Perhitungan diferensiasi leukosit dilakukan untuk melihat perubahan total

diferensiasi leukosit awal pemeliharaan ikan komet, ikan komet yang terinfeksi Aeromonas hydrophila dan pascapengobatan dengan larutan propolis. Rerata diferensiasi leukosit ikan komet dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rerata Diferensiasi Leukosit Ikan Komet (C. auratus) Selama Penelitian

Pengamatan Perlakua

n Diferensiasi Leukosit Limfosit (%) Monosit (%) Neutrofil (%)

Awal Pemeliharaan 82,00 ± 1,00

9,66 ± 1,15

8,33 ± 0,57

Jam ke- 10 Ikan Terinfeksi A. hydrophila

71,33 ± 1,52

16,33 ± 1,15

12,33 ± 0,57

Hari ke-14 Pasca pengobatan propolis

Kn 82,00 ± 1,00d 9,66 ± 0,57a 8,33 ± 0,57a

Kp 71,00 ± 1,00a 16,33 ± 0,57c 12,66 ± 1,54b

P1 74,66 ± 0,57b 13,66 ± 1,52b 11,66 ± 1,52b

P2 81,33 ± 0,57d 9,66 ± 1,52a 8,66 ± 1,15a

P3 79,80 ± 1,54c 10,66 ± 0,57a 9,66 ± 0,57a *Superskrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata P<0,05 Limfosit

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa jumlah presentase sel limfosit yang tertinggi, kemudian diikuti sel monosit dan neutrofil. Hal ini sesuai dengan pendapat Moyle dan Chech (2004), bahwa jumlah limfosit pada ikan lebih banyak dibandingkan dengan monosit dan neutrofil.

Presentase sel limfosit pada awal pemeliharaan ikan uji sebesar 82,00%. Menurut Preager et al. (2016), Persentase limfosit pada ikan normal berjumlah 71,12-82,88%. Presentase sel limfosit mengalami penurunan setelah 10 jam ikan terinfeksi Aeromonas hydrophila sebesar 71,33%. Penurunan limfosit dikarenakan kondisi ikan dalam kondisi stress akibat terinfeksi A. hydrophila. Hal ini sesuai dengan pendapat Bijanti (2005) dalam

Page 156: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

148 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Suhermanto et al. (2011), penurunan sel limfosit dipengaruhi adanya antigen asing sehingga zat kebal terganggu oleh masuknya infeksi yang menyebabkan jumlah limfosit menurun.

Presentase sel limfosit mengalami perubahan pada 14 hari pasca pengobatan dengan larutan propolis berkisar antara 71,00-82%, dimana pada perlakuan P1 sebesar 74,66% , P2 sebesar 81,33%, dan P3 sebesar 79,80%. Peningkatan limfosit pada perlakuan P2 merupakan dosis terbaik mendekati nilai kondisi limfosit normal ikan (Kn) yaitu 82%.

Berdasarkan hasil uji statistik analisis variansi (ANOVA) menunjukkan penyuntikan larutan propolis menunjukkan berpengaruh nyata terhadap persentase limfosit ikan komet (P<0,05). Nilai persentase limfosit terbaik terdapat pada P2 dibandingkan dengan P1 dan P3. Hasil uji lanjut studi Newman-Keuls menunjukkan P2 berbeda nyata terhadap P1, P3 dan Kp, tetapi P2 tidak berbeda nyata terhadap Kn.

Perlakuan P1 kondisi limfosit ikan meningkat masih dibawah kondisi limfosit ikan normal (Kn). Hal ini dikarenakan dosis propolis yang diberikan belum mampu meningkatkan respon imun spesifik sel limfosit dalam ikan uji terhadap infeksi A. hydrophila, sehingga bakteri pathogen masih berkembang untuk menginfeksi ikan tersebut dan menyebabkan persentase sel limfosit masih dibawah kondisi limfosit ikan normal (Kn). Rendahnya limfosit karena sel-sel limfosit berproliferasi membentuk sel T dan sel B yang didistribusikan ke situs luka dan infeksi untuk melisis dan menetralkan toksin dari antigen dengan cara keluar dari dinding kapiler, meninggalkan pembuluh darah untuk menuju ke bagian infeksi (Abdullah, 2008).

Berbeda dengan perlakuan P2, dan P3 mengalami peningkatan limfosit. Hal ini dikarenakan senyawa aktif yang terdapat dalam propolis mampu meningkatkan limfosit dalam darah. Senyawa aktif yang berperan yaitu flavonoid, fenol dan alkaloid. Yin et al. (2008), menjelaskan bahwa beberapa senyawa bioaktif pada beberapa jenis tanaman dapat memicu pembentukan dan aktivitas sel-sel leukosit, sehingga aktivitas fagositosis dan pembentukan sel-sel leukosit meningkat. Menurut Subramani et al. (2002) flavonoid berfungsi untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan sebagai antibakteri dengan cara mengganggu fungsi mikroorganisme, termasuk bakteri patogen. Oleh sebab itu limfosit menjadi meningkat. Senyawa fenol dapat merusak membran sel bakteri, sedangkan alkaloid mampu menetralisir racun dan mampu memperbaiki struktur sel-sel tubuh yang rusak (Abdullah, 2008). Hasil marfologi sel limfosit pada ikan komet dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Marfologi Sel Limfosit Monosit

Berdasarkan Tabel 5, Persentase monosit pada pengamatan awal pemeliharaan

ikan uji sebesar 9,66%. Presentase monosit mengalami peningkatan setelah 10 jam ikan terinfeksi Aeromonas hydrophila sebesar 16,66%. Peningkatan jumlah monosit terjadi karena monosit dalam darah berperan aktif memfagosit agen penyebab penyakit. Hal ini sesuai dengan pendapat Nabib dan Pasaribu (1989) dalam Santoso et al. (2013), yang

Page 157: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

149 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

menyatakan bahwa peningkatan persentase monosit di atas kisaran nilai normal memperlihatkan adanya respon leukosit terhadap benda asing atau agen penyakit di dalam tubuh.

Rerata hasil persentase monosit ikan terinfeksi A. hydrophila mengalami penurunan setelah pasca pengobatan dengan penyuntikan larutan propolis yaitu berkisar antara 9,66-16,00%, dimana pada perlakuan P1, P2, dan P3 mengalami penurunan monosit sebesar P1 yaitu 13,66 %, P2 yaitu 9,66 % dan P3 yaitu 10,66 %. Presentase monosit pada perlakuan P2 dosis yang terbaik mendekati kondisi normal ikan (Kn) yaitu 9,66%. Presentase monosit tertinggi pada perlakuan Kp, dikarenakan tidak dilakukan pengobatan dengan larutan propolis sehingga masih dalam kondisi terinfeksi A. hydrophila.

Hasil uji statistik analisis variansi (ANOVA) menunjukkan penyuntikan larutan propolis menunjukkan berpengaruh nyata terhadap persentase monosit ikan komet (P<0,05). Hasil uji lanjut studi Newman-Keuls menunjukkan P2 berbeda nyata dengan Kp dan P1, tetapi P2 tidak berbeda nyata terhadap Kn dan P3.

Persentase monosit pada perlakuan P1 nilainya selisih lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P2 dan P3, dikarenakan sel monosit masih bekerja dalam memfagosit bakteri. Hal ini sesuai dengan pendapat Fujaya (2004), bahwa monosit meninggalkan pembuluh darah menuju daerah yang terinfeksi dan memfagosit bakteri karena monosit memiliki kemampuan memfagosit lebih besar dari pada neutrofil.

Persentase monosit pada pada perlakuan P2 dan P3 terlihat bahwa persentase monosit menurun, dikarenakan adanya kandungan senyawa antibakteri pada propolis yang dapat merespons sel monosit untuk memfagosit bakteri A. hydrophila yang menginfeksi ikan uji. Senyawa aktif terkandung dalam propolis adalah flavonoid, fenol dan alkaloid. Mekanisme kerja flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang mengganggu keutuhan membran sel bakteri. Mekanisme kerjanya dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi (Juliantina, 2008). Hasil pengamatan marfologi sel monosit pada ikan komet dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Marfologi Sel Monosit

Neutrofil

Berdasarkan Tabel 5, hasil persentase neutrofil pada awal pemeliharaan ikan uji

sebesar 8,33%. Hasil ini menunjukan kondisi neutrofil ikan normal, menurut Lagler et al., (1997) jumlah neutrofil pada ikan normal adalah sekitar 6-8% dari total leukosit dalam darah ikan. Lebih lanjut menurut Sitepu (2016), nilai neutrofil normal berkisar 3,25-8,40%.

Presentase neutrofil mengalami peningkatan setelah 10 jam ikan terinfeksi Aeromonas hydrophila sebesar 12,33%. Peningkatan neutrofil terjadi karena ada infeksi yang masuk ke dalam tubuh yang merangsang produksi neutrofil. Hal ini menunjukkan sel neutrofil menyerang antigen yang menunjukkan terjadinya proses fagositsis. Hal ini didukung oleh pernyataan Rustikawati (2012), peningkatan jumlah sel neutrofil mengindikasikan adanya peningkatan pengumpulan makrofag di tempat terjadinya infeksi, sehingga makrofag akan lebih mudah untuk menghancurkan partikel asing

Page 158: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

150 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Rerata hasil persentase neutrofil ikan terinfeksi A. hydrophila mengalami penurunan setelah 14 hari pascapengobatan dengan larutan propolis yaitu berkisar antara 8,33-12,66%, dimana pada perlakuan P1 yaitu 11,66 %, P2 yaitu 8,66 %, dan P3 yaitu 9,66%. Presentase neutrofil pada perlakuan P2 merupakan dosis terbaik mendekati kondisi neutofil ikan normal (Kn) yaitu 8,33%. Presentase tertinggi pada perlakuan Kp, dikarenakan sel neutrofil masih bekerja dalam proses menekan infeksi bakteri yang terjadi dan tidak dilakukan pengobatan dengan larutan propolis sehingga presentase neutrofil tidak mengalami perubahan.

Berdasarkan hasil uji statistik analisis variansi (ANOVA) menunjukkan penyuntikan larutan propolis menunjukkan berpengaruh nyata terhadap persentase neutrofil ikan komet (P<0,05). Hasil uji lanjut studi Newman-Keuls menunjukkan P2 berbeda nyata terhadap Kp dan P1, tetapi P2 tidak berbeda nyata dengan Kn dan P3 dan P1 tidak berbeda nyata dengan Kp.

Persentase neutrofil pada perlakuan P1 memiliki nilai tidak jauh beda dengan perlakuan Kp, dikarenakan sel neutrofil masih bekerja dalam proses menekan infeksi bakteri yang terjadi. Sependapat dengan Dellman dan Brown (1989) dalam Abdullah (2008), pada saat terjadi infeksi bakteri, biasanya jumlah neutrofil dalam darah meningkat, hal ini disebabkan limfoid perlu melepas leukosit untuk melawan infeksi.

Sedangkan pada P2 dan P3, mengalami penurunan mendekati neutrofil ikan normal (Kn). Hal ini terjadi karena meningkatnya presentase limfosit pada perlakuan P2 dan P3 pascapengobatan dengan larutan propolis, sehingga produksi neutrofil mulai berkurang. Penurunan jumlah neutrofil dikarenakan kondisi ikan sudah membaik dan neutrofil berkumpul di tempat terjadinya pendarahan atau luka (Abdullah, 2008).

Penurunan persentase neutrofil dikarenakan adanya kandungan senyawa fitokimia yang terdapat dalam propolis yaitu flavonoid, fenol dan alkaloid yang berpengaruh terhadap sel neutrofil, sel tersebut bekerja aktif pada daerah terjadinya luka (tukak), sehingga sel neutrofil yang terdapat pada sirkulasi darah sedikit. Abdullah (2008), menyatakan bahwa sembuhnya tukak pada ikan dan menurunnya gejala klinis infeksi, maka organ limfoid tidak lagi memproduksi neutrofil dalam jumlah yang banyak. Alkaloid bersifat toksit terhadap mikroba, sehingga efektif meningkatkan kerja neutrofil membunuh bakteri (Sari, 2008). Hasil pengamatan terhadap marfologi sel neutrofil dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Marfologi Sel Neutro Indeks Fagositosis

Perhitungan indeks fagositosis dilakukan untuk melihat kemampuan sel leukosit

untuk memakan benda asing khususnya serangan bakteri pathogen pada ikan komet awal pemeliharaan, terinfeksi A. hydrophila dan pascapengobatan dengan larutan propolis. Presentase indeks fagositosis ikan komet dapat dilihat pada Tabel 6.

Page 159: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

151 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 6. Presentase Indeks Fagositosis Ikan Komet (C. auratus) Selama Penelitian

Pengamatan Perlakuan Indeks Fagositik (%)

Awal Pemeliharaan 28,66 ± 1,54

Jam ke-10 Ikan Terinfeksi A. hydrophila

36,66 ± 1,54

Hari ke-14 Pascapengobatan propolis Kn 28.66± 1.15b

Kp 36.66± 0,57c

P1 24.66 ± 1.52a

P2 28.33 ± 1.52b

P3 27.66 ± 1.15b *Superskrip yang berbeda menunjukkan berbeda nyata P<0,05

Berdasarkan Tabel 6, presentase indeks fagositosis pada awal pemeliharaan ikan uji sebesar 28,66%. Presentase indeks fagositosis meningkat setelah 10 jam ikan terinfeksi A. hydrophila didapatkan bahwa persentase leukosit yang melakukan aktivitas fagositosis sebesar 36,66%. Persentase leukosit yang melakukan aktivitas fagositosis cenderung rendah di setiap perlakuan setelah dilakukan pascapengobatan dengan propolis. Persentase indeks fagositik tertinggi pada perlakuan P2 yaitu 28,33% yang mendekati nilai kondisi normal presentase indeks fagositosis ikan normal (Kn) dan terendah pada perlakuan P1, yaitu 24,66%.

Berdasarkan hasil uji statistik analisis variansi (ANOVA) menunjukkan penyuntikan larutan propolis setelah dilakukan pengobatan berpengaruh nyata terhadap rerata indeks fagositosis ikan komet (P<0,05). Rerata indeks fagositosis terbaik terdapat pada perlakuan P2. Hasil uji lanjut studi Newman-Keuls menunjukkan P2 berbeda nyata terhadap Kp dan P1 tetapi tidak berbeda nyata terhadap Kn dan P3.

Pada pengamatan indeks fagositik, sel fagosit yang lebih banyak ditemukan melakukan fagositosis adalah monosit. Menurut Suhermanto et al. (2011), monosit bersifat fagosit lebih kuat sehingga mampu memfagosit partikel yang lebih besar, monosit yang matang disebut makropag. Aktivitas fagosistosis monosit dalam memfagositosis antigen dalam dilihat pada Gambar 10.

Page 160: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

152 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 10. Aktivitas Fagositosis Ikan komet (Carassius auratus) Keterangan: Sel Monosit, 2) Pelekatan Antigen, 3) Penelanan Antigen, 4) Proses fagositosis, 5) Hasil fagositosis sudah selesai dengan ditandai bakteri sudah hancur.

Hal ini sesuai dengan pendapat Lukistyowati (2011), mengatakan bahwa

fagositosis terhadap patogen melalui aktivitas proses penelanan, pembunuhan dan pencernaan patogen. Ada tiga fase utama dalam fagositosis yaitu pelekatan patogen pada permukaan sel darah, penelanan melalui fomasi fagosom dan penghancuran partikel dalam fogosom. Pelekatan suatu patogen pada membran fagosit merupakan suatu prasyarat untuk mempermudah dan biasanya relatif berlansung secara pasif.

Presentase indeks fagositosis pada perlakuan P2 persentase sel leukosit yang memfagositosis tertinggi, dikarenakan adanya kandungan senyawa antibakteri (flavonoid, fenol dan alkaloid) yang terdapat dalam propolis yang dapat merespon sel monosit dalam memfagosit antigen. Flavonoid yang terkandung dalam propolis memacu sistem imun karena leukosit sebagai pemakan benda asing lebih cepat diaktifkan (Wahjuningrum et al., 2008). Lebih lanjut menurut Nuryati et al. (2010) berpendapat bahwa peningkatan persentase indeks fagositosis menujukkan adanya peningkatan fungsi sel-sel leukosit. Adanya kandungan antioksidan dari flavonoid juga dapat meningkatkan kinerja sistem imun. Menurut Hurriani (2013), antioksidan dari flavonoid diketahui mampu meningkatkan aktivitas fagositosis yang merupakan fungsi dari respons imun non spesifik seluler. Kelulushidupan

Kelulushidupan ikan dapat dijadikan indikator apakah larutan propolis

mempengaruhi kesehatan ikan atau tidak berpengaruh terhadap penyembuhan ikan. Pengamatan terhadap kelulushidupan ikan komet selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.

Page 161: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

153 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 7. Kelulushidupan Ikan Komet Selama Penelitian

P Kelulushidupan/ SR (%)

Awal Pemeliharaan Pasca Pengobatan

Kn Kp

100 100

93,33 13,33

P1 100 53,33 P2 100 83,33 P3 100 70

Keterangan: P = Perlakuan

Berdasarkan Tabel 5, Kelulushidupan ikan uji pascapengobatan tertinggi pada perlakuan P2 dengan nilai kelulushidupan 83,33%. Hal ini diduga karena adanya kandungan zat bioaktif yang terdapat pada larutan propolis telah mampu meningkatkan sistem imun terhadap infeksi bakteri sehingga kematian ikan dapat ditekan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Larutan propolis dapat mengobati ikan komet (C. auratus) yang terinfeksi penyakit

Motile Aeromonas Septicaemia (MAS). Dosis larutan propolis 800 ppm merupakan dosis terbaik untuk mengobati ikan komet yang terinfeksi A. hydrophila, dilihat dari hasil total leukosit 3,70×104 sel/mm3,diferensiasi leukosit (limfosit 81,33%, monosit 9,66% dan neutrofil 8,66%), nilai indeks fagositosis 28,33 %, dan kelulushidupan 83,33%. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan untuk melakukan penelitian

lanjutan mengenai histopatologi dari berbagai organ tubuh ikan yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila dan pascapengobatan dengan larutan propolis.

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Y. 2008. Efektivitas Ekstrak Daun Paci-Paci Leucas lavandulaefolia untuk

Pencegahan dan Pengobatan Infeksi Penyakit MAS Motile Aeromonas Septicaemia ditinjau dari Patologi Makro dan Hematologi Ikan Lele Dumbo Clarias sp.[Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. 148 hlm.

Apriyanto, H., Harpeni, E., Setyawan, A., dan Tarsim. 2014. Pemanfaatan Ekstrak Buah Rhizophora sp. sebagai Antibakteri terhadap Bakteri Patogen Ikan Air Tawar. E-Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan 3(1): 289-296 hlm.

Bako, S. 2018. Sensitivitas Larutan Propolis Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Riau.

Effendi, H. 2002. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 257 hlm.

Farouq, A. 2011. Aplikasi Probiotik, Prebiotik Dan Sinbiotik Dalam Pakan untuk Meningkatkan Respons Imun dan Kelangsungan Hidup Ikan Nila Oreochromis niloticus yang Diinfeksi Streptococcus agalactiae. [Skripsi]. Bogor. Departemen

Page 162: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

154 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. 78 hlm.

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rineka Cipta. Jakarta. 88-101 hlm.

Hartika, R., Mustahal dan Putra A.N. 2014. Gambaran Darah Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dengan Penambahan Dosis Prebiotik yang Berbeda dalam Pakan. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 4(4) : 259-267.

Haryani, A., Grandiosa, R., Buwono, I. D., dan Santika, A. 2012. Uji Efektivitas Daun Pepaya (Carica papaya) untuk Pengobatan Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan Mas Koki (Carassius auratus). Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(3): 213-220.

Hurriani, Y. 2013. Uji Potensi Tanaman Paci-Paci (Leucas lavandulaefolia) Sebagai Bahan Alternatif Untuk Pengobatan Ikan. Journal Vokasi. 9(2) :110-115.

Juliantina, F., D.A. Citra, B. Nirwani. 2008. Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Agen Anti Bakterial Terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia. 1(1) : 2085-4145.

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Statistik Ekspor Hasil Perikanan 2011 Buku 1. Pusat Data, Statistik dan Informasi Sekertariat Jendral Kementerian Kelautan dan Perikanan. 509 hlm.

Kresno, SB. 2001. Imunologi diagnosis dan prosedur laboratorium. Edisi Ketiga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Lukistyowati, I. 2011. Efektivitas Bawang Putih (Allium sativum) Untuk Meningkatkan Ketahanan Tubuh Ikan Mas (Cyprinus carpio) Terhadap Penyakit Aeromonas septicemia. Universitas Gadjah Mada. Yongyakarta. (tidak diterbitkan).

Lukistyowati, I., dan Syawal, H. 2013. Potensi Pakan yang Mengandung Sambiloto (Andrographis paniculata) dan Daun Jambu Biji (Psidium guajava) untuk Menanggulangi Bakteri Aeromonas hydrophila pada Ikan Baung (Mystus nemurus). Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 1(2):135-147.

Moyle, P.B., dan Cech, Jr.JJ. 2004. Fishes An Introduction to Icthyology. 5th ed. USA : Prentice Hall, Inc.

Nuryati, S, Maswan N.A, Alimudin, Sukenda dan Sutamantadinata K. 2010. Gambaran Darah Ikan Mas setelah Divaksinasi dengan Vaksin DNA dan Diuji Tantang dengan Koi Herpes Virus. Jurnal Akuakultur Indonesia. 9 (1) : 9-1.

Prasetyo, E., Hasan, H., Nopi, W.C. 2017. Pengaruh Serbuk Lidah Buaya (Aloe vera) Terhadap Patogenitas Ikan Jelawat (Leptobarbus hoevenii) yang Diuji Tantang Bakteri Aeromonas hydrophila. Jurnal Ruaya. 5(1).

Preager C,Utama I, Kardena M. 2016. Gambaran Ulas Darah Ikan Lele di Denpasar Bali. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana. Indonesia Medicus Veterinus. 5 (2): 96-103 hlm.

Rustikawati, I. 2012. Efektivitas Ekstrak Sargassum Sp. Terhadap Diferensiasi Leukosit Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Diinfeksi Streptococcus Iniae. Jurnal Akuatika. 3 (2): 125-134.

Salasia, S.I.O., D. Sulanjari dan A. Ratnawati. 2001. Studi Hematologi Ikan Air Tawar, Biologi 2 (12): 710-723.

Santoso, B.B., Basuki, F., dan Hastuti, S. 2013. Analisa Katahanan Tubuh Benih Hibrida Nila Larasati (Oreochromis niloticus) Generasi 5 (F5) yang Diinfeksi Bakteri S. Agalactie dengan Kosentrasi Berbeda. Journal of Aquaculture Management and Technology. 2 (3): 64-75.

Sari, D.K. 2008. Penapisan Antibakteri dan Inhibitor Topoisomerase I dari Xylocarpus granatum. [Tesis]. ITB. Bogor. 78 hlm.

Page 163: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

155 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Sitepu, L. L. E. 2016. Efek Perendaman Ekstrak Spirulina platenis sebagai Imunostimulan terhadap Jumlah Leukosit dan Hitung Jenis Leukosit Ikan Gurame (Osphronemus goramy) yang diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya. 79 Hlm.

Subramani S, Casimir C, and Akoh. 2002. Havonords and Antioxidant. Activity of Georgia Grown Vidaliaonions. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 50 (19). 5338-5342.

Suhermanto, A., S. Andayani dan Maftuch. 2011. Pemberian Total Fenol Teripang Pasir (Holothuria scabra) untuk Meningkatkan Leukosit dan Diferensial Leukosit Ikan Mas (Cyprinus carpio) yang diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Jurnal Kelautan, 4 (2) : 49-56.

Syatma, M. 2016. Penambahan Simplisia Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dalam Pakan terhadap Diferensiasi Leukosit Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) yang Diinfeksi Aeromonas hydrophila. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. 112 hlm.

Wahjuningrum, D.N. Ashry, dan Nuryati S. 2008. Pemanfaatan Ekstrak Daun Ketapang Terminalia Cattapa untuk Pencegahan dan Pengobatan Ikan Patin (Pangasionodon Hypophthalmus) yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB, Kampus Darmaga Bogor. Jawa Barat. Jurnal Akuakultur Indonesia. 7(1) : 79–94.

Yin, G., L. Ardo, Z. Jeney, P. Xu, and G. Jeney. 2008. Chinese herbs (Lonicera japonica and Ganoderma lucidum) Enhance Nonspecific Immune Response of Tilapia, Oreochromis niloticus, and Protection Against Aeromonas hydrophila. In Diseases in Asian Aquaculture VI. Bondad-Reantaso, M.G., C.V. Mohan, M. Crumlish, and R.P. Subasinghe. (Eds.). Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila, Philippines.

Yin G, Ardo L, Thompson KD, Adams A, Jeney Z,. Jeney G. 2010. Chinese Herbs (Astragalus radix and Ganodermalucidum) Enhance Immune Respons of carps, Cyprinus carpio and Protection Againts Aeromonas hydrophila. Fish and Shellfish Immunology 26 (1) :140 -145.

Yusuf, B.A., Djamal, A., dan Asterina. 2015. Perbedaan Daya Hambat Bakteri dari Propolis Cair yang Ada di Pasaran Terhadap Escherichia Coli dan Staphylococcus Aureus Secara In Vitro. Jurnal Kesehatan Andalas. 4(3): 841-843.

Page 164: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

156 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

FEMINISASI IKAN Iriatherina Werneri DENGAN HORMON Estradiol-17β

Rodhi Firmansyah, Odang Carman, Dinar Tri Soelistyowati

1Program Studi Akuakultur, Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelauta MATAULI, Pandan Tapanuli Tengah Sumatera Utara

E-mail: [email protected] 2Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Bogor, Kampus IPB Dramaga Bogor,

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh estradiol- 17β terhadap persentase jenis kelamin, derajat penetasan telur dan kelangsungan hidup larva ikan Iriatherina werneri (Meiken, 1974). Telur ikan betta stadia embrio bintik mata dalam periode penetasan direndam dalam larutan estariol-17β 400 (µg/ml selama 0 (kontrol). 6. 12 dan 18 jam. Larva yang diperoleh dari penetasan diatas dipelihara selama 70 hari. Pemberian hormon tersebut ternyata bisa meningkatkan persentase jenis kelamin betina dan lama perendaman 12 jam menghasilkan persentase yang tertinggi. Meningkatnya lama perendaman telur dalam larutan hormon menyebabkan menurunnya kelangsungan hidup Iriatherina werner. Derajat penetasan telur dalam larutan estadiol-17β paling rendah pada perendaman selama 6 jam. Kata penting: Estradiol-17β, Iriatherina werneri, kelangsungan hidup, pembetinaan

PENDAHULUAN Perdagangan ikan hias di Asia dan dunia berkembang pesat, pada tahun 2002 nilai

perdagangannya bernilai sekitar $ 200 juta (Vannuccini, 2004). salah satunya adalah kelompok ikan pelangi yang umumnya dikenal dengan nama ikan rainbow atau “rainbowfish”. Ikan jenis ini termasuk ke dalam famili Melanotaeniidae. Sejauh ini, sudah ada sekitar 76 spesies dari 7 genus yang telah berhasil dideskripsi oleh ahli taksonomi (Allen et al., 2008; Tappin, 2011; Kadarusman et al., 2010; Nugraha 2015). Salah satu ikan hias yang memiliki nilai ekonomis tinggi yaitu ikan Iriatherina werneri yang merupakan kelompok ikan hias rainbow.

Ikan I. werneri merupakan spesies tunggal pada genus Iriatherina dalam famili Melanotaeniidae dan dapat tumbuh hingga ukuran maksimum 5 cm dengan ukuran umumnya 3-4 cm ditemukan pada sungai yang jernih, sedikit mengalir, rawa-rawa berumput dan laguna yang memiliki vegetasi berlimpah. Ikan ini sering ditemukan di sepanjang tepi hutan lebat laguna, sungai-sungai kecil dengan kedalaman 0.5-1.25 m, dan di perairan terbuka yang tidak jauh dari rumpun tanaman. Menurut Tappin (2011) I. werneri dapat tumbuh dan berkembangbiak pada kisaran suhu 22-30 0C dan pH antara 5.2-7.5 di habitat alaminya.

Permintaan ikan I. werneri cukup besar terutama pada ikan jantan, akan tetapi populasi ikan jantan yang dihasilkan secara alami hanya 20-25% dari jumlah total populasi. Salah satu program yang bisa dilakukan untuk meningkatkan populasi ikan jantan I. Werneri adalah menghasilkan individu jantan secara massal (Monoseks Jantan), yaitu dengan teknik sex reversal. Sex reversal merupakan satu teknik untuk mengarahkan kelamin jantan atau betina pada masa diferensiasi kelamin (Arfah et al., 2002), Zairin (2002) menambahkan bahwa teknik seks reversal mengubah fenotipe ikan jantan atau betina tetapi tidak mengubah genotipenya.

Monoseks jantan dapat diperoleh dengan menyilangkan betina normal dengan jantan super sehingga diperoleh 100% jantan. Jantan super dapat diperoleh dengan cara perkawinan silang antara jantan normal (XY) dengan betina fungsional (XY) sehingga

Page 165: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

157 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

akan dihasilkan 25% betina normal, 25% jantan super dan 50% jantan normal. Sedangkan untuk mendapatkan betina fungsional berkromosom XY melalui feminisasi dapat dilakukan dengan menggunakan hormon Estrogen (estradiol-17β) melalui perendaman embrio.

Hormon Estradiol-17β telah terbukti efektif mengarahkan kelamin betina (feminisasi) pada Penaeus monodon (Hafiz et al., 2012), Anabas testudineus (Dung & Komanpririn, 2007), Oreochromis sp. (Gennotte et al., 2014; Al-Hakim et al., 2013) Oryzias latipes (Hirai et al., 2006) Cyprinus carpio (Hara et al., 2007), Silurus glanis (Król et al., 2014) dan Micropterus salmoides (Arslan et al., 2009; Jarque et al., 2015). Pemberian hormon estradiol-17β secara langsung dapat dilakukan dengan cara oral (Kurniasih et al., 2006; Wang et al., 2008) dan perendaman (Grandi et al., 2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama waktu perendaman hormon estradiol-17β dengan dosis 400 µg/I selama 6, 12 dan 18 terhadap feminisasi ikan I. werneri

BAHAN DAN METODE Ikan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah embrio ikan I. werneri stadia

bintik mata. Embrio yang digunakan untuk setiap unit perlakuan sebanyak 200 embrio yang didapat dari hasil pemijahan alami secara massal 240 ekor induk betina dan 120 ekor induk jantan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri dari tiga perlakuan dan satu kontrol, dan setiap perlakuan diulang 3 kali. Ketiga perlakuan tersebut adalah perendaman embrio dalam larutan hormon estradiol-17β selama 6, 12 dan 18 jam. Perlakuan kontrol terhadap embrio merupakan perendaman tanpa hormon. Dosis hormon yang digunakan setiap perlakuan tersebut yaitu 400 µg/l.

Pemeliharaan dan pemijahan induk

Induk ikan I. werneri dipelihara di dalam kolam ukuran 180×90×60 cm3 dengan

ketinggian air 40 cm. Pemeliharaan dilakukan secara terpisah antara jantan dengan betina, pakan yang diberikan yaitu tepung (protein 40%) serta Moina sp. secara ad libitum. Malam hari (20.00 WIB) Induk diseleksi dan yang siap memijah dipilih untuk dimasukkan ke dalam akuarium ukuran 30×30×30 cm3, pagi hari berikutnya (jam 06.00 WIB) tali rafia dimasukkan yang berfungsi sebagai substrat untuk menempelkan telur. Beberapa menit setelah substrat dimasukkan biasanya ikan akan memijah dan berakhir pada sore hari (15.00 WIB). Pada saat pemijahan berakhir telur dikoleksi dengan cara mengangkat substrat. Pemberian perlakuan

Telur koleksi dimasukkan ke dalam wadah inkubasi ukuran 19×13×9 cm3 dengan

air sebanyak 1 L hingga stadia bintik mata (sekitar 72 jam). Saat stadia bintik mata, 200 embrio dimasukkan ke dalam kantong plastik kemas ukuran 35×25 cm2 yang di dalamnya telah diisi 1 L larutan hormon estradiol-17β sesuai dosis perlakuan dan diisi oksigen. Kantong plastik tersebut ditempatkan di dalam akuarium yang berukuran 90×60×25 cm3 dengan tinggi air 20 cm. Perendaman dilakukan selama 6, 12, dan 18 jam. Pemeliharaan larva

Embrio hasil perlakuan dimasukkan kembali ke dalam wadah inkubasi hingga

menetas kemudian larva dipelihara hingga umur tujuh hari. Setelah mencapai umur

Page 166: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

158 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

tersebut, maka ikan dipelihara di dalam akuarium ukuran 60×30×30 cm3 dengan air setinggi 20 cm sampai umur 70 hari. Larva ikan I. werneri diberi pakan Infusoria dan Rotifera sebanyak tiga kali sehari secara ad libitum, sedangkan saat juvenil mencapai umur 21 hari diberi pakan naupli Artemia dan pakan buatan berupa tepung (protein 40%). Penyifonan dilakukan setiap pagi, hal ini bertujuan untuk menjaga agar kualitas air tetap baik. Pengamatan

Parameter yang diamati meliputi persentase derajat penetasan (menetas pada hari

ke-7 setelah pemijahan), kelangsungan hidup (70 hari setelah penetasan) dan nisbah kelamin betina. Pemeriksaan nisbah kelamin dilakukan pada hari ke- 70 setelah penetasan, nisbah kelamin dibedakan berdasarkan pengamatan karakter sekunder secara morfologis serta pemeriksaan jaringan gonad dengan menggunakan metode asetokarmin. Secara morfologi ikan jantan dan betina dibedakan berdasarkan sirip punggung, sirip dada, sirip anal dan bentuk tubuh, sedangkan untuk metode asetokarmin dilakukan dengan mengambil gonad ikan uji, diletakkan di atas gelas objek dan diwarnai dengan larutan asetokarmin. Data persentase derajat penetasan telur, tingkat kelulusan hidup, dan jenis kelamin ditabulasi dan dianalisis secara statistik (ANOVA) dengan menggunakan Microsoft Office Excel dan SPSS 18, dan diuji lanjut dengan mengunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

Kualitas air yang diukur pada penelitian ini meliputi oksigen terlarut, pH dan suhu. Kualitas air hasil pengukuran selama penelitian pada wadah inkubasi, penetasan dan wadah pemeliharaan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter kualitas air pada pemeliharaan ikan I. werneri

Parameter Satuan Kisaran Nilai Toleransi

Oksigen terlarut mg/L 6,0 – 7,0 5 – 8 (Tapin, 2011)

pH Unit 7,0 – 7,8 6,5 – 7,8 (Tapin, 2011)

Suhu ºC 24 – 30 22 – 28 (Tapin, 2011)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Pengaruh perlakuan feminisasi ikan I. werneri melalui perendaman embrio pada

stadia bintik mata menggunakan hormon estradiol-17β dengan lama perendaman yang berbeda terhadap Persentase derajat penetasan telur, tingkat kelangsungan hidup dan jenis kelamin yang dihasilkan disajikan pada Gambar 1, 2 dan 3.

Page 167: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

159 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 1 Derajat penetasan telur (%) ikan I. werneri

Berdasarkan data tingkat penetasan telur pasca perlakuan perendaman dalam larutan estradiol-17β (Gambar 1), hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase tingkat penetasan pada semua perlakuan bervariasi dengan kisaran 70,67-79,17% dan sedangkan pada kontrol 75,50. Dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan lainnya, derajat penetasan telur ikan betta hasil perendaman selama 6 jam menunjukkan hasil yang paling rendah. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa persentase derajat penetasan telur tidak berbeda nyata antar perlakuan (P≥0,05)

Gambar 2 Tingkat kelulusan hidup (%) ikan I. Werneri

DTT,Kontrol,75.5 DTT,6Jam,

70.67

DTT,12jam,77.17

DTT,18Jam,79.17

Der

ajat

Pen

etas

an T

elur

(%)

Lama Perendaman (Jam)

Page 168: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

160 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 3 Jenis kelamin (%) ikan I. Werneri

Pengamatan tingkat kelangsungan hidup I. werneri menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman 6 jam menghasilkan kelangsungan hidup tertinggi dengan nilai 67,75%, pada semua perlakuan lama perendaman 12 dan 18 jam menunjukkan adanya kecenderungan penurunan tingkat kelangsungan hidup dibandingkan dengan perlakuan lama perendaman 6 jam (Gambar 2). Semakin lama waktu perendaman menyebabkan tingkat kelangsungan hidup semakin menurun (Gambar 2). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa persentase tingkat kelangsungan hidup I. werneri tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan kontrol dengan kisaran (P≥0,05)

Persentase jenis kelamin betina yang terendah terdapat pada kontrol yaitu 75,51%, sedangkan persentase tertinggi yaitu 92,22% pada perlakuan lama perendaman 12 jam (Gambar 3). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa persentase jenis kelamin betina I. werneri berbeda nyata antar perlakuan (P≥0,05), lama perendaman 18 dan 6 jam berbedanyata dengan kontrol dan lama perendaman 12 jam, dan lama perendaman 12 jam berbedanyata dengan perlakuan kontrol.

PEMBAHASAN

Feminisasi pada ikan I. werneri menggunakan hormon estradiol-17β dengan dosis

400 µg/l dan lama perendaman 6, 12 dan 18 jam tidak berpengaruh terhadap tingkat penetasan (P≥0,05), kisaran deraat penetasannya antara 70,67-79,17%, hal menunjukkan bahwa pada kisaran dosis dan lama perendaman tersebut, perlakuan feminisasi tidak menimbulkan efek negatif yang dapat menggangu proses embriogenesis dan penetasan. Menurut Tappin (2011) di habitat alaminya pemijahan ikan pelangi dapat berlangsung dengan tingkat keberhasilan pembuahan umumnya sekitar 70-80%. Hasil yang relatif sama ditemui pada penelitian Subagja et al. (2007) yang menyatakan bahwa tidak ada tanda-tanda toksisitas terhadap pemberian hormon estradiol-17β sehingga tidak memberikan perbedaan terhadap tingkat penetasan (93,97-96,57%) pada ikan Osteochilus hasselti yang direndam dalam hormon estradiol-17β dosis 100-400 µg/l dan lama perendaman 8-12 jam. Daya tetas telur dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kualitas telur, media penetasan, dan kualitas air yang meliputi suhu, pH (Alamsyah et al., 2013) tekanan osmotik, cahaya, oksigen (Burmansyah et al., 2013), jenis ikan, ukuran telur, ikan predator (Heltonika, 2014), serta faktor intrinsik embrio (Said & Mayasari, 2010). Secara umum tingkat penetasan telur yang dihasilkan pada penelitian ini menunjukkan nilai pada kisaran yang normal

JumlahBetina,Kontrol,75.51

JumlahBetina,6Jam,87.78

JumlahBetina,12jam,92.22

JumlahBetina,18Jam,82.93

Jeni

s Kel

amin

Bet

ina

(%)

Lama Perendaman (Jam)

Page 169: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

161 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tingkat kelangsungan hidup pada perlakuan lama perendaman 6 jam menunjukkan nilai tertinggi di semua level dosis yang diuji. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu perendaman cenderung menurunkan tingkat kelangsungan hidup ikan I. werneri. Dengan mempertimbangkan data penetasan dan tingkat kelangsungan hidup pada penelitian ini, diduga bahwa efek negatif dari perlakuan perendaman hormon estradiol-17β baru nampak pada masa pemeliharaan yang menunjukkan semakin lama waktu perendaman menyebabkan semakin tinggi mortalitasnya. Hasil serupa terjadi pada feminisasi ikan cupang, Purwati et al. (2004) melaporkan bahwa tingkat kelangsungan hidup ikan umur 2 minggu cenderung menurun dengan meningkatnya lama waktu perendaman yaitu 42,7-80,4% dan terus menurun pada akhir pemeliharaan (umur 3 bulan) yaitu 31,0-44,8%. Pada penelitian ini, dosis hormon estradiol-17β 400 µg/l tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelangsungan hidup ikan I. Werneri, dengan menggunakan metode (perendaman) dan dosis yang sama Weithermer & Barnum (1984) menemuka bahwa dosis hormon estradiol-17β 400 µg/l tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelangsungan hidup pada ikan Chinook salmon.

Penelitian ini menunjukkan bahwa feminisasi menggunakan hormon estradiol-17β dengan cara perendaman pada embrio stadia bintik mampu meningkatkan jumlah persentase individu betina dari 75,51% menjadi 82,93-92,22%. Hasil ini menunjukkan bahwa feminisasi menggunakan hormon estradiol-17β dengan cara perendaman menunjukkan efektivitas yang relatif sama dengan metode oral seperti yang dilakukan oleh Carvalho et al. (2014) pada ikan Centropomus undecimalis dengan persentase betina tertinggi 90% dan Subagja et al. (2007) pada ikan Osteochilus hasselti dengan persentase betina tertinggi 94% yang menggunakan metode perendaman pada stadia yang sama. Tetapi kurang efektif bila dibandingkan dengan cara perendaman yang dilakukan secara kontinyu selama 6 minggu dengan menggunakan dosis yang lebih rendah (dosis 50-200 µg/l) seperti dilaporkan oleh Uma (2014) yang menggunakan ikan Gymnocorymbus ternetzi yang mampu meningkatkan persentase betina 33-44%.

Peningkatan durasi lama perendaman estradiol-17β dari lama perendaman 6 jam ke 12 jam dapat meningkatkan persentase betina I. werneri, akan tetapi peningkatan dari lama perendaman 12 jam ke 18 jam penurunan persentase betina. Hasil ini mengindikasikan adanya hubungan parabolik antara lama perendaman dengan persentase betina yang dihasilkan dengan puncak tertinggi pada lama perendaman 12 jam. Pola hubungan seperti ini relatif sering dijumpai dalam riset sex reversal sebagaimana yang dilaporkan pada feminisasi ikan cupang menggunakan hormon estradiol-17β dosis 400 µg/l selama 6, 12, 18 dan 24 jam yang menunjukkan puncak perendaman yang efektif pada perlakuan perendaman 12 jam (Purwati et al., 2004). Fenomena hubungan parabolik antara lama perendaman dengan persentase betina yang dihasilkan diduga berkaitan erat dengan efek paradoksial yang menyebabkan pengaruh kontra produktif dengan target jenis kelamin yang diharapkan (Sakdiah et al., 2003), di samping perlakuan perendaman hormon yang terlalu lama menyebabkan organ tubuh rusak sehingga proses metabolisme di dalam tubuh ikan tidak berjalan normal (Wihardi et al., 2014).

KESIMPULAN Pemberian hormon estradiol-17β dapat meningkatkan persentase jenis kelamin

betina dan lama perendaman 12 jam menghasiikan persentase yang tertinggi yaitu sebesar 92,22%. Meningkatnya lama perendaman telur dalam larutan hormon menyebabkan menurunnya kelangsungan hidup ikan betta. Derajat penetasan telur dalam larutan estadiol-17β paling rendah 70,67% terdapat pada perlakuan perendaman selama 6 jam.

Page 170: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

162 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

DAFTAR PUSTAKA Alamsyah S, Sara L, Mustafa A. 2013. Studi Biologi Reproduksi Ikan Kerapu Sunu

(Plectropomus areolatus) pada musim tangkap. Jurnal Mina Laut. 1: 73-83. Al-Hakim NFA, Rizkalla EH, Hessen MS, Hegazi AZ, Tahoun AM, Khalfalla AI. 2013.

Comparative study for the produc-tion of the male Nile tilapia between inter-specific hybridization and hormonal sex reversal. Aquaculture, Biology and Fish, 17(2): 73–89.

Allen GR, Unmack PJ, Hadiaty RK. 2008. Two new species of rainbowfishes (Melanotaenia: Melanotaeniidae) from Western New Guinea (Papua Barat Province, Indonesia). Aquaculture International Journal of Ichthyology. 14: 209-224.

Arfah H, Alimuddin, Sumantadinata K, Ekasari J. 2002. Seks reversal pada ikan Tetra congo stadia larva. Jurnal Akuakultur Indonesia. 1: 69–74.

Arslan T, Phelps RP, Osborne JA. 2009. Effects of estradiol-17β or 17α-methyltestosterone administration on gonadal differentiation of largemouth bass Micropterus salmoides (Lacepède). Aquaculture Research, 40(16): 1813-1822.

Burmansyah, Muslim, Fitrani M. 2013. Pemijahan ikan Betok (Anabas testudineus) semi alami dengan sex ratio berbeda. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 1(1).

Carvalho CVA, Passini G, Costa WM, Vieira BN, Cerqueira VR. 2014. Effect of estradiol-17β on the sex ratio, growth and survival of juvenile common snook (Centropomus undecimalis). Acta Scientiarum. 36: 1807-8672.

Dung SJ, Komanpririn K. 2007. Study of 17β-estradiol hormone on feminization of climbing perch, Anabas testudineus (Bloch, 1792). Chumphon Fisheries Test and Research Center Aquatic Animal Ge-netics Research and Development Institute Department of Fisheries. Thailand. Tech-nical Paper7: 1-20.

Gennotte V, Melard C, D’cotta H, Baroiller JF, Rougeot C. 2014. The sensitive period for male-to-female sex reversal begins at the embryonic stage in the Nile tilapia and is associated with the sexual genotype. Mo-lecular Reproduction and Development, 81(12): 1146–1158.

Grandi G, Giovannini S, Chicca M. 2007. Gona-dogenesis in early developmental stages of Acipenser naccarii and influence of estrogen immersion on feminization. Journal of Applied Ichthyology, 23(1): 3-8.

Hanif S, Yuniati T, Junaedi D. 2006. Teknik produksi induk jantan YY ikan nila (Oreochromis niloticus). BBPBAT Sukabumi. Seminar Indoaqua Jakarta 3-6 Agustus. 19p.

Hara A, Hirano K, Shimizu M, Fukada H, Fujita T, Ito F, Takada H, Nakamura M, Iguchi T. 2007. Carp Cyprinus carpio vitelo-genin: Characterization of yolk proteins, development of immunoassays and use as biomarker of exposure to environmental estrogens. Environmental Sciences, 14(2): 95-108

Heltonika B. 2014. Pengaruh salinitas terhadap penetasan telur ikan jambal siam (Pangasius hypohthalmus). Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 2: 13-23.

Hirai N, Nanba A, Koshio M, Kondo T, Morita M, Tatarazako N. 2006. Feminization of Japanese medaka Oryzias latipes exposed to 17β-estradiol: formation of testis-ova and sex-transformation during early-onto-geny. Aquatic Toxicology, 77(1): 78-86.

Jarque S, Quiros L, Grimalt JO, Gallego E, Catalan J, Lackner R, Pina B. 2015. Back-ground fish feminization effects in Euro-pean remote sites. Scientific Reports, 5. http://www.nature. com/ articles/ srep 11292. [2 Desember 2015].

Kadarusman, Sudarto, Paradis E, Pouyaud L. 2010. Description of Melanotaenia fasinensis, a new species of rainbowfish (Melanotaeniidae) from West Papua,

Page 171: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

163 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Indonesia with comments on the rediscovery of M. ajamaruensis and the endangered status of M. parva. Cybium. 34: 207-215.

Król KJ, Pobłocki W, Bockenheimer T, Hliwa P. 2014. Effect of diethylstilbestrol (DES) and 17β-estradiol (E2) on growth, survival and histological structure of the internal organs in juvenile European catfish Silu-rus glanis (L.). Aquaculture International, 22(1): 53-62.

Kurniasih T, Arifin OZ, Marizal. 2006. Feminisasi nila (Gift), Oreochromis niloticus sp. menggunakan hormon estradiol-17β. Jurnal Perikanan. 8: 74-80.

Nugraha 2015. Keragaman genetik filogeni dan konservasi ikan pelangi (Melanotaeniidae) dari Papua Barat dan prospeknya sebagai komoditas baru ikan hias. [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Purwati S, Carman O, Zairin MJ. 2004. Feminisasi ikan betta (Betta splendens, Regan) melalui perendaman embrio dalam larutan hormon Estradiol-17β dengan dosis 400 mg/1 selama 6,12,18 dan 24 jam. Jurnal Akuakultur Indonesia. 3: 9-13.

Said MS, Mayasari N. 2010. Pertumbuhan dan pola reproduksi ikan bada Rasbora argyrotaenia pada rasio kelamin yang berbeda. Limnotek. 17: 201-209.

Sakdiah M, Carman O, Zairin MJ. 2003. Pengaruh lama perendaman di dalam larutan hormon triiodotironin terhadap perkembangan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.). Jurnal Akuakultur Indonesia. 2: 1-6.

Subagja.J, Gustiano R, Winarlin. 2007. Pelestarian Ikan Nilem (Osteochilus hasselti C.V) melalui teknologi pembenihannya. Makalah Lokakarya Nasional Pengelolaan Dan Perlindungan Sumberdaya Genetik Di Indonesia.

http://peternakan.litbang.pertanian.go.id/fullteks/lokakarya/lgen06-33.pdf?secure=1. [2 Desember 2015].

Tappin AR. 2011. Rainbow fisher-Their care & keeping in captivity. Art Publication. 484 p.

Uma B. 2014. Hormonal sex reversal in Gymnocorymbus ternetzi (Boulenger) using continuous immersion of estradiol-17β for feminization. Indian Journal of Applied Research. 4: 533-534.

Vannuccini S. 2004. Overview of Fish Production, Utilization, Consumption and Trade. FAO, Fishery Information, Data and Statistic Unit. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. Italy.

Wang H, Gao Z, Beres B, Ottobre J, Wallat G, Tiu L, Rapp D, O’Bryant P, Yao H. 2008. Effects of estradiol-17β on survival, growth performance, sex reversal and gonadal structure of bluegill sunfish Lepomis macrochirus. Aquaculture. 285: 216-223.

Weithermer AC, Barnum J. 1984. Use of Estradiol and Methyltestosterone to Change Sex Ratios of Chinook salmon. Northwest and Alaska Fisheries Center Auke Bay Laboratory. National Marine Fisheries Service. Alaska.

Wihardi Y, Yusanti IA & Haris RBK. 2014. Feminisasi pada ikan mas (Cyprinus carpio) dengan perendaman ekstrak daun-tangkai buah terung cepoka (Solanum torvum) pada lama waktu perendaman berbeda. Ilmu-ilmu Perikanan dan Budidaya Perairan. 9 (1).

Zairin M. 2002. Seks Reversal: Memproduksi Benih Ikan Jantan atau Betina. Penebar Swadaya. Jakarta. 96p.

Page 172: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

164 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN LAMBAK PIPIH (thynnichthys polylepis) DI SUNGAI BATANGHARI, JAMBI

Siswanta Kaban

Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan, Palembang E-mail : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian beberapa aspek biologi ikan lambak pipih (Thynnichthys polylepis) dilakukan di Sungai Batanghari Provinsi Jambi menggunakan metode survey, pada bulan Maret, Mei, Agustus dan Oktober 2015. Stasiun ditentukan secara purpossive random sampling yang dibagi atas 3 wilayah yaitu : bagian hulu di Desa Mangunjaya dan Puntikalo, Kabupaten Tebo, bagian tengah di Desa Penyengat Rendah dan Kunangan, Kotamadya Jambi dan bagian hilir di Desa Sungai Kandis dan Muara Sabak. Ukuran ikan lambak pipih yang tertangkap berkisar antara panjang 7,2 cm dengan berat 4,5 gram dan 26 cm dengan berat 162 gram. Ukuran panjang terbanyak adalah antara 10,1 – 15,0 cm berjumlah 55 ekor, sedangkan ukuran berat terbanyak adalah 1 – 30 gram berjumlah 52 ekor. Hubungan panjang-berat ikan lambak pipih mengikuti pola persamaan : W = 0,013L2,901 dengan nilai b < 3. Maka dapat dikatakan bahwa ikan lambak pipih mempunyai pola pertumbuhan yang allometrik negatif. Pakan alaminya terdiri dari makrofita (tumbuh-tumbuhanan air) sebanyak 49,9 % sebagai pakan utama. Pakan pelengkapanya phytoplankton 22,6 % (Chlorophyceae 10,4 %; Bacillariophyceae 8,1 % dan Cyanophyceae 4,1 %, serta detritus 17,4 %. Pakan tambahannya berupa Protozoa 0,8 %; Rotifera 0,5 % dan Crustaceae 0,4 % dan bagian yang tak teridentifikasi 8,4 %.Dengan demikian ikan ikan lambak pipih atau motan digolongkan ke dalam kelompok ikan herbivora atau pemakan tumbuhan.

PENDAHULUAN

Jenis ikan di Sungai Batanghari Jambi berjumlah 130 spesies yang terdiri dari 14 Ordo dengan 43 famili. Jenis yang cukup banyak ditemukan di daerah bagian tengah dan hulu Sungai Batanghari adalah dari famili Cyprinidae seperti ikan kepiat, palau, lambak, lambak pipih, repang , keperas dsb (Kaban el at., 2015). lambak pipih (Thynnichthys polylepis) merupakan ikan rawa banjiran yang tersebar di Sungai Batanghari ikan merupakan ikan yang dominan dan memiliki nilai ekonomi cukup penting khususnya di Danau Teluk Kotamadya Jambi (Nurdawati, 2010). Menurut Nurdawati (2013) ikan lambak pipih merupakan ikan dominan di Danau Sipin Jambi terkhusus pada musim kemarau, karena ikan ini dapat beradaptasi terhadap perubahan kondisi perairan di danau tersebut.

Ikan lambak pipih mempunyai nama yang berbeda-beda di setiap wilayah, misalnya di Sungai Kapuas dan Danau Sentarum Kalimantan Barat ikan ini dikenal dengan nama “bauk pipih” (Asyari, 2011). Ikan lambak pipih ini termasuk ke dalam famili Cyprinidae ini bersifat demersal dan potamodromus (Froese & Pauly. 2015). Di Indonesia keberadaannya tersebar di Pulau Sumatera dan Kalimantan (Kottelat el al., 1993). Ikan lambak pipih mempunyai ciri-ciri morfologi yang mempunyai sisik berwarna putih keperakkan, ukuran panjang lebih besar dari pada ukuran tinggi tubuhnya dengan berbentuk bilateral simetris. Kepala meruncing dengan mulut terletak di ujung kepala atau agak kebawah dan kecil, moncongnya dapat menonjol kedepan, tapi tidak ada bibir atas dan rahang bawahnya (Kottelat el al., 1993).

Untuk pengelolaan ikan yang berkelanjutan dibutuhkan data dasar yang berhubungan dengan aspek biologi seperti halnya ukuran ikan, hubungan panjang-berat, kebiasaan makan dan lain sebagainya. Hubungan panjang-berat ikan berguna untuk pendugaan perikanan (fishery assesment), seperti menentukan biomassa karena

Page 173: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

165 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

pengukuran berat ikan langsung dilakukan di lapangan, sedangkan secara tidak langsung biomassa dapat digunakan untuk mengestimasi produksi perikanan (Smith, 1996). Kebiasaan makanan bagi ikan dapat merupakan faktor yang menentukan populasi, pertumbuhan dan kondisi ikan. Mengetahui makanan atau kebiasaan makan satu jenis ikan dapat melihat hubungan ekologi antara ikan dengan organisme lain yang ada di suatu perairan, misalnya bentuk-bentuk pemangsaan, saingan dan rantai makanan (Effendie, 1992). Penelitian tentang beberapa aspek biologi ikan lambak pipih bertujuan memberi masukkan untuk pengelolaannya dimasa mendatang agar sumberdaya ikan ini tetap lestari di Sungai Batanghari dan DAS (daerah aliran sungai) nya di Propinsi Jambi. Sistem penangkapan yang tidak ramah lingkungan dimana upaya penangkapan yang dilakukan terus menerus akan mengganggu proses rekruitmen karena banyaknya ikan ukuran kecil yang tertangkap.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di Sungai Batanghari, Provinsi Jambi menggunakan metode survey, dilakukan sebanyak 4 (empat) kali pada bulan Maret, Mei, Agustus dan Oktober 2015. Penentuan stasiun ditentukan secara purpossive random sampling yang dibagi atas 3 wilayah yaitu : bagian hulu di Desa Mangunjaya dan Puntikalo, Kabupaten Tebo, bagian tengah di Desa Penyengat Rendah dan Kunangan, Kotamadya Jambi dan bagian hilir di Desa Sungai Kandis dan Muara Sabak (Gambar 2).

Gambar 2. Lokasi penangkapan ikan lambak pipih di Sungai Batanghari. Hasil tangkapan nelayan dengan bermacam alat tangkap seperti jaring, tangkul dan jala diukur panjang dan berat tubuhnya. Sebaran ukuran ikan dibagi dalam kelas ukuran panjang dan ukuran berat, disajikan dalam bentuk diagram dan dibahas secara deskriptif kuantitatif. Hubungan panjang-berat dianalisis mengikuti hukum kubik yang dinyatakan bahwa bobot ikan sebagai pangkat tiga dari panjangnya yang mengacu pada persamaan dari Effendie (1992) sebagai berikut : W = a L b Keterangan : W = bobot ikan (gram) L = panjang ikan (cm) a = intercept (perpotongan antara garis regresi dengan sumbu y) b = koefisien regresi (sudut kemiringan garis) Nilai b yang didapatkan dilanjutkan dengan uji t (t. tabel) pada tingkat signifikasi 95%. Uji-t : Ho, bila b = 3 (isometrik), pertambahan panjang sebanding dengan pertambahan berat. H1 : b ≠ 3 (Allometrik positif/negatif), pertambahan panjang tidak

Page 174: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

166 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

sebanding dengan pertambahan berat. t hitung > t. tabel = beda nyata (tolak Ho, terima H1) t hitung < t. Tabel = tidak berbeda nyata (terima Ho, tolak H 1) Untuk menentukan kebiasaan makan ikan, diambil organ pencernaannya yaitu lambung dan usus. Jenis dan jumlah makanan dianalisis dengan metode indeks bagian terbesar (Index of preponderance) dari Natarajan & Jhingran (Effendie, 1992) :

Vi x Fi IP = ------------ x 100%

∑ Vi x Fi IP = Index of preponderance Vi = persentase volume satu macam makanan Fi = persentase frekuensi kejadian satu macam makanan ∑ Vi Fi = jumlah Vi x Fi dari semua macam makanan

Untuk mengidentifikasi makanan yang terdapat dalam usus atau lambung digunakan acuan dari (APHA, 1981; Merrit & Cummins, 1996; Needham & Needham, 1962; Pennak, 1978).

HASIL DAN PEMBAHASAN Sebaran Ukuran Ukuran ikan lambak pipih yang tertangkap oleh nelayan berkisar antara panjang 7,2 cm dengan berat 4,5 gram dan 26 cm dengan berat 162 gram. Ukuran panjang yang paling banyak adalah antara 10,1 – 15,0 cm berjumlah 55 ekor (Gambar 3 / C), sedangkan ukuran berat terbanyak adalah 1 – 30 gram berjumlah 52 ekor (Gambar 3 / A). Ukuran lambak pipih dengan panjang 10,1 – 15,0 cm merupakan ukuran yang relatif kecil, biasanya tertangkap dengan beberapa alat tangkap seperti jaring (gill net) ukuran 1 – 1,5 inch, tangkul dan jala. Bahkan tangkul dan jala selain ikan lambak pipih juga menangkap benih-benih ikan dan ikan-ikan ukuran kecil lainnya. Banyaknya ukuran relatif kecil yang tertangkap menunjukkan bahwa ikan lambak pipih ini cukup digemari masyarakat sebagai ikan konsumsi tanpa menunggu ikan ini besar, sehingga masyarakat berusaha menangkapnya dengan bermacam alat tangkap. Namun hal ini dikhawatirkan akan membahayakn kelestarian ikan ini karena tidak sempat menjadi besar dan berkembang biak. Menurut Asyari & Fatah (2011) ikan ini biasanya mencapai matang gonad (TKG IV) setelah berukuran di atas 18 cm dengan berat lebih dari 60 gram. Namun pada pada penelitian ini ukuran diatas 18 cm dengan berat di atas 60 gram jumlahnya sangat sedikit sekali. Lambak pipih yang berukuran lebih besar antara 20,1 – 30,0 cm biasa tertangkap dengan jaring ukuran 2 sampai 3,5 inch, namun jumlahnya sangat sedikit sehingga bisa mengganggu proses rekruitmen ikan ini karena ukuran yang lebih besar biasanya merupakan calon-calon induk yang akan berkembang biak nantinya.

Page 175: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

167 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 3. Sebaran ukuran panjang dan berat ikan lambak pipih

Keterangan : Ukuran panjang : Ukuran berat A = 0,1- 5,0 cm : A = 1 – 30 gram B = 5,1-10,0 cm : B = 31-60 gram C = 10,1-15,0 cm : C = 61-90 gram D = 15,1-20,0 cm : D = 91- 120 gram E = 20,1-25,0 cm : E = 121-150 gram F = 25,1-30,0 cm : F = 151-180 gram Hubungan panjang-berat

Analisis hubungan panjang-berat yang dilakukan terhadap ikan lambak pipih, mendapatkan persamaan panjang-berat : W = 0,013L2,901 (Gambar 4). Setelah dilakukan uji t pada tingkat signifikasi 95 %, ternyata nilai b mempunyai (t.hitung > t.tabel) yang berarti nilai b < 3. Maka dapat dikatakan bahwa ikan lambak pipih mempunyai pola pertumbuhan yang allometrik negatif yang berarti pertumbuhan panjangnya lebih cepat dari pada pertumbuahan berat. Di Waduk Kotopanjang Kabupaten Kampar Riau Suryaningsih (2000) juga mendapatkan pola pertumbuhan yang sama terhadap ikan ini. Namun Bakhris (2008) mendapatkan hasil yang berbeda yaitu pola pertumbuhan yang allometrik positif dengan nilai b > 3. Adanya perbedaan ini sebetulnya adalah hal yang wajar karena pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh bermacam faktor antara lain : jumlah dan ukuran makan yang tersedia, jumlah ikan yang menggunakan sumber makanan, suhu, oksigen terlarut, kualitas air, umur ikan dan tingkat kematangan gonad (Effendie, 1992). Selain itu pertambahan berat ikan tidak hanya disebabkan pertambahan panjang, tetapi juga disebabkan pertambahan tinggi badan ikan (Mulfizar et al., 2012).

Page 176: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

168 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 4. Hubungan panjang-berat ikan lambak pipih

Berdasarkan nilai b < 3 = Allometri negatif yang berarti panjang ikan ini lebih cepat dari pada berat didapatkan nilai r2 = 0,981 yang mendekati angka 1, ini memperlihatkan bahwa antara panjang dan berat memiliki hubungan yang signifikan, yang menunjukan korelasi yang kuat dan positif antara keduanya (Walpole, 1992). Pakan alami

Pemeriksaan terhadap isi usus dan lambung ikan lambak pipih, diketahui bahwa pakan alaminya terdiri dari makrofita (tumbuh-tunbuhanan air) sebanyak 49,9 % sebagai pakan utama (Gambar 5). Pakan pelengkapanya terdiri dari phytoplankton 22,6 % (Chlorophyceae 10,4 %; Bacillariophyceae 8,1 % dan Cyanophyceae 4,1 %, serta detritus 17,4 %. Pakan tambahannya berupa Protozoa 0,8 %; Rotifera 0,5 % dan Crustaceae 0,4 % dan bagian yang tak teridentifikasi 8,4 % (Asyari & Fatah, 2011). Dengan demikian ikan ikan lambak pipih atau motan digolongkan ke dalam kelompok ikan herbivora atau pemakan tumbuhan. Menurut Apriliati (2007), ikan motan atau lambak pipih adalah pemakan plankton (plankton feeder) dan detritus (detritus feeder). Hasil penelitian Pulungan (1999) menunujukkan makanan yang paling banyak dikonsumsi ikan ini adalah detritus 53,5 – 67,6 % dan phytoplankton 21,5 – 26,1 %. Menurut Andri (2006), makanan yang terdapat di saluran pencernaan ikan motan atau lambak pipih terdiri dari phytoplankton yaitu Bacillariophyta, Chlorophyta, Chrysophyta, Cyanophyta dan Euglenophyta, makrophyta dan zooplankton yang terdiri dari Protozoa, Rotifera, Copepoda dan Cladocera. Lammens & Hoogenboezem (1981) mengatakan bahwa, semua saluran pencernaan ikan telah disesuaikan dengan makanan yang dikonsumsi oleh ikan tersebut, agar proses mencerna makanan dapat berlangsung optimum. Ikan herbivora memiliki saluran pencernaan yang lebih panjang dibandingkan ikan yang bersifat omnivora dan karnivora karena jenis makanan yang dimakan seperti tumbuh-tumbuhan dan lainnya lebih susah hancur sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencernanya.

Page 177: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

169 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 5. Pakan alami ikan lambak pipih di Sungai Batanghari

KESIMPULAN

Ikan lambak pipih yang banyak tertangkap di Sungai Batanghari relatif berukuran

kecil, sehingga dikhawatirkan akan mengganggu proses rekruitmen yang bisa mengakibatkan langkanya ikan tersebut. Hubungan panjang-berat ikan lambak pipih mengikuti pola pertumbuhan allometrik negatif dengan kebiasaan makan bersifat herbivora, mengalami pertumbuhan yang cukup baik di Sungai Batanghari.

PERSANTUNAN Makalah ini merupakan kontribusi dari kegiatan penelitian kajian tingkat degradasi

dan potensi sumberdaya ikan di Sungai Batanghari Jambi tahun anggaran 2015 yang didanai APBN di Balai Penelitian Perikanan PerairanUmum Palembang. Terima kasih terhadap Bapak Drs. Asyari yan telah membantu mengumpulkan data penelitian dan pengolahan data, dan semua anggota tim dalam pengumpulan data.

DAFTAR PUSTAKA Andri, R. J. 2006. Analisisi isi saluran pencernaan ikan famili Cyprinidae yang

memanfaatkan diatom di sekitar keramba di Waduk pembangkit listrik tenaga air Kortopanjang, Provinsi Riau. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Rioau Pekanbaru. Tidak diterbitkan. 119 pp.

APHA. 1980. Standard method for the examination of water and wastewater. 15thEdition. American Public Health Assosiation. Washington.D.C. 1134 pp.

Aprilianti, R. 2007. Hubungan kelimpahan phytoplankton dengan jumlah ikan motan (Thynnichthys polylepis) di waduk pembangkit listrik tenaga air Kotopanjang. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Pekanbaru. 55 pp.

Asyari. 2011. Kegiatan dan evaluasi penangkapan ikan di sungai Kapuas Kalimantan Barat. Prosiding Forum Perairan Umum Indonesia ke-8. Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum, Badan Penelitian dan pengmbangan Kelautan dan Perikanan. Hal: 303-317.

Asyari & k, Fatah. 2011. Kebiasaan makan dan biologi reproduksi ikan motan (Thynnichthys polylepis) di Waduk Kotopanjang, Riau. Bawal, Widya Riset Perikanan Tangkap. Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan KKP. Vol. 3(4) Hal 217-224.

Page 178: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

170 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Bakhris, V. D. 2008. Aspek Reproduksi Ikan Motan (Thynnichthys polylepis Bleeker, 1860) di Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 47 hal.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanius; Yogyakarta.

Froese, R. and D. Pauly. 2015. Editors FishBase.World Wide Web electronic publication.www.fishbase.org.

Froese, R. and D. Pauly. 2015. Editors FishBase.World Wide Web electronic publication.www.fishbase.org.

Hamidy, R., M. Ahmad., T. Dahril., H. Alawi., M.M.Siregar & C.P.Pulungan. 1983. Identifikasi dan inventarisasi jenis ikan di Sungai Siak, Riau. Pusat Penelitian Universitas Riau. Pekanbaru. 63 pp.

Kaban, S., Asyari, K. Fatah., M. Marini, T.N.M.Wulandari., Burnawi., Dody H. Nasution & Mersi. 2015. Kajian tingkat dergradasi dan potensi sumber daya ikan di Sungai Batanghari, Jambi. Laporan Teknis, Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Palembang.

Kottelat, M; A.J Whitten; S.N Kartikasari dan S. Wirjoatmodjo, 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi (Ikan air tawar Indonesia bagian Barat dan Sulawesi). Periplus Edition-Proyek EMDI. Jakarta.

Lammens, E.H.R.R & W. Hoogenboezem. 1981. Diets and feeding behavior. InWinfield, I.J & J.S. Nelson (eds) : Cyprinid Fishes : Systematics, Biology and Exploitation. Chapman & Hall. London. 353 – 367.

Merrit, R.W & K. W. Cummins. 1996. An introduction to the aquatic insect of North America.

Mulfizar., Z.A. Muchlisin & I. Dewiyanti. 2012. Hubungan panjang-berat dan faktor kondisi tiga jenis ikan yang tertangkap di perairan kuala Gigieng, Aceh Besar, Provinsi aceh. Jurnal Depik, Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah kuala, Banda aceh, Vol.1 (1) : 1-9.

Needham, J.G & D.R Needham. 1962. Freshwater biology. Holden Day Inc, Sanfransisco, 108 pp.

Nurdawati, S. 2010. Penyebaran ikan di perairan rawa banjiran Danau Teluk hubungannya dengan kondisi lingkungan perairan. Prosiding Seminar Nasional Biologi, 2010. Fakultas Biologi UGM Yogyakarta. Hal : 264 – 274.

Nurdawati, S. 2013. Fauna ikan di perairan rawa banjiran Sungai Batanghari, Jambi. Seminar Nasional Ikan ke V. November 2013. Published :www.slideshare.net/syarifanurdawati/fauna-ikan-di-perairan-raw-banjiran-jambi.

Pennak, R.W. 1978. Freshwater invertebrates of United Stated. Second Edition, A Wellow Inter Science Publication. Jhon Willey and Sons. New York.803 pp

Pulungan, C. P. 1999. Biologi reproduksi ikan motan (Thynnichthys polylepis) dari waduk pembangkit listrik tenaga air Kotopanjang di sekitar Desa Gunung Bungsu, Kecamatan XIII, Koto Kampar, Riau. Jurnal Terubuk. 31 : 36 – 40.

Suryaningsih. 2000. Beberapa Aspek Biologi Ikan Motan (Thynnichthys polylepis, Blkr) dari Waduk PLTA di Sekitar Desa Gunung Bungsu Propinsi Riau, Pekanbaru: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau.

Walpole, R. E. 1992. Pengantar Statistika (Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri). Edisi Ketiga. PT. Gramedia. Jakarta. 515 pp.

Page 179: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

171 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

REVITALISASI LAHAN GAMBUT MELALUI PENGEMBANGAN PERIKANAN RAWA

Saberina H, Amir A, Zulharman, Afiful H, Dewi N, Nia S.I

(1)Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau (2)Dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau (3)Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Riau (4)Alumni Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau (5)Alumni Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau

ABSTRAK

Rawa merupakan salah satu sumberdaya potensial dalam wilayah Kesatuan Hidrologis

Gambut Pulau Tebing Tinggi (KHG PTT). Luasan maupun sebarannya telah banyak mengalami perubahan sejak dalam wilayah ini banyak dibangun kanal-kanal drainasi yang menyusutkan air gambut. Ekologi ikan rawa mulai terusik sehingga kegiatan budidaya ikan mulai tidak diminati. Kebutuhan protein hewani masyarakat sementara ini lebih sering dipenuhi melalui penangkapan ikan yang selain hanya bersifat musiman, dan kuantitas tangkapan sering tidak menentu. Kuantitas ikan yang dapat diperoleh dengan cara ini sering tidak mencukupi kebutuhan domestik, apalagi untuk dijual dalang rangka meningkatkan pendapatan.

Penerapan model budidaya perikanan berskala kecil yang ramah lingkungan di rawa gambut membantu mempertahankan fungsi hidrologis gambut, mengurangi resiko kebakaran, memenuhi kebutuhan gizi, dan meningkatkan pendapatan masyarakat di KHG PTT.Tujuannyaadalah membantu menurunkan resiko kebakaran, meningkatkan gizi protein, perekonomian masyarakat melalui pemanfaatan rawa gambut untuk budidaya perikanan berskala kecil yang ramah lingkungan dan produktif dalam KHG PTT.Tujuan khusus adalah: 1) meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat desa tentang potensi rawa untuk budidaya ikan; 2) meningkatkan kemampuan teknis masyarakat desa dalam memanfaatkan rawa untuk budidaya ikan berskala kecil; dan 3) membuat kolam-kolam percontohan budidaya ikan berskala kecil yang produktif dan ramah lingkungan pada lahan berawa.

Metode aplikasi pengembangan budidaya ikan rawa dilakukan melalui jalur pendekatan struktur pemerintahan desa dan pemuka masyarakt. Kegiatan sosialisasi dan FGD serta pelatihan ini diikuti dengan pembekalan materi tentang kegiatan implementasi pengembangan perikanan rawa berbasis rewetting, revegetasi, revitalisasi (3R) diberikan secara bertahap dan diikuti survey lokasi sepanjang kanal, pekarangan, dan kebun masyarakat. Aspek kualitas air dan tanah diuji secara insitu dan pengambilan contoh tanah dan air untuk dianalisis di laboratorium. Kolam dengan ukuran 4x6 dan kedalaman 1 meter dibangun sebanyak 8 unit. Pada kolam ini diisi ikan dengan padat tebar ikan 250 ekor (10 ekor/m2), ukuran panjang total rata-rata ikan tuakang/tambakan (Helostoma teminckii) 7 cm dan ikan keli/lele mutiara (Clarias sp.) 13 cm dipelihara selama 3 bulan.Untuk membantu regulasi karbon dalam bentuk 𝐶𝑂' maka ditebar tanaman apu-apu(Pistia stratiotes) dan Duckweed/Lemna sp. dengan kepadatan tetap ¼ luas kolam dan juga dilihatnilai Net Benefit per Cost (Net B/C).

Kegiatan penelitian ini telah menurunan resiko kebakaran, meningkatkan gizi protein, perekonomian masyarakat melalui pemanfaatan rawa gambut untuk budidaya perikanansecara bertahap mulai tercapai. Laju pertumbuhan spesifik 0,03 %, FCR 2, produksi 2,23 Kg/M2/panen (3 bulan) dan SR 90 %. Panen rata-rata Azolla per minggu adalah 1900 g. Kolam rawa gambut memiliki pH tanah<4,5 suhu kolam berkisar 25-28 0C, pH air kolam berkisar 5-6 dan oksigen terlarut berkisar 2,4-3,8 ppm. Kegiatan revitalisasi di lahan gambut untuk usaha budidaya perikanan rawa berskala kecil menunjukkan nilai Net Benefit per Cost (Net B/C) sebesar 1,88 (beruntung) dan nilai BEP 0,8 berati dalam waktu 9,6 bulan modal sudah kembali jika petani ikan rawa ini mengusahakan kegiatan budidaya di kolam milik sendiri. Kata kunci: model budidaya, kolam rawa gambu, skala kecil, ikan tuakang, ikan keli, nilai gizi

ikan, status kesehatan masyarakat, kanal, rewetting, revegetasi, revitalisasi

Page 180: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

172 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

PENDAHULUAN

Lahan gambut merupakan sumberdaya alam yang memiliki fungsi hidrologi dan ekologi penting untuk makhluk hidup seperti pelestarian sumberdaya air, pendukung berbagai kehidupan, sehingga berpotensi untuk dikembangkan sebagai sistem pendukung kehidupan. Indonesia merupakan Negara yang memiliki lahan gambut terluas di dunia. Luas lahan gambut adalah 14,9 juta ha (Wahyunto et al., 2014) dimana sekitar 7,2 juta ha terdapat di Pulau Sumatera.

Tahun 2017, dilaksanakan proyek perbaikan untuk menghentikan kerusakan ekosistem gambut yang ada di Riau melaluikerjasama Badan Restorasi Gambut Republik Indonesia dengan Pusat Studi Bencana LPPM Universitas Riau. Untuk perbaikan ekosistem gambut, BRG-RI menerapkan restorasi secara terintegrasi yang terdiri dari perbaikan hidrologi melalui pembasahan kembali (rewetting), pemulihan vegetasi (revegetasi) dan perbaikan mata pencaharian masyarakat sekitar hutan (revitalisasi) atau yang dikenal dengan istilah 3R. untuk menjamin tepatnya pengelolaan dan perbaikan ekosistem gambut tersebut dilakukan berdasarkan kegiatan pengelolaan yang disebut KHG (Kesatuan Hidrologis Gambut).

Wilayah kerjasama tersebut di Kabupaten Kepulauan Meranti, KHG Pulau Tebing Tinggi tepatnya di Desa Lukun. Pulau Tebing Tinggi-Kepulauan Meranti Provinsi Riau didominasi oleh lahan gambut. Luas lahan gambut di pulau ini diperkirakan mencapai lebih dari 80% dari luas daratan secara keseluruhan. Potensi lahan yang cukup besar ini sampai sekarang masih belum banyak dimanfaatkan khususnya untuk sektor perikanan. Permasalahan pH rendah yang akan menjadi faktor sulitnya membudidayakan ikan di air gambut yang menyebabkan kematian masal pada ikan. Untuk itu diperlukan strategi untuk menanggulangi masalah pH rendah tersebut. Pilihan strategi yang dapat diterapkan yaitu melalui pendekatan biologis dengan memanfaatkan secara optimal ikan lokal yang telah beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Huwoyon etal.,(2013) menyatakan bahwa pada umumnya ikan-ikan lokal perairan gambut didominasi oleh jenis ikan yang mampu mengambil/bernafas menggunakan oksigen dari udara seperti ikan tambakan/tuakang (Helostoma temminckii), ikan gabus/haruan (Channa striata), dan lele lokal/keli (Clarias sp).

Penerapan model budidaya perikanan berskala kecil yang ramah lingkungan di lahan gambut dapat mempertahankan fungsi hidrologis, mengurangi resiko kebakaran, memenuhi kebutuhan gizi, dan meningkatkan pendapatan masyarakat di KHG Pulau Tebing Tinggi. Kegiatan implementasi pengembangan perikanan rawa ini berbasis 3R.Teknologi ramah lingkungan untuk pemanfaatan lahan gambut sebagai kolam budidaya yaitu dengan memanfaatkan bahan-bahan yang dapat digunakan untuk menaikkan kandungan pH di perairan seperti dengan memanfaatkan tanaman apu-apu(Pistia stratiotes) dan Lemna Minor/Duckweed. Selain itu tanaman ini juga dapat menjernihkan air, mengikat logam berat, dan sebagai bahan pakan ternak. Biomassa Pistia stratiotes 250 g dapat menurunkan nilai TSS sebesar 84,64% pada limbah cair selama 1 minggu (Fachrurozi,2010). Menurut Umarudin et al. (2015), kemampuan Lemna minor mampu menyerap amoniak, nitrit, nitrat melalui bagian akar dan daunnya, Gambar 1.

Page 181: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

173 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

(a) (b)

Gambar 1. (a)Tanaman Apu-Apu (Pistia stratiotes) dan (b)Duckweed/Lemna sp. Metodologi Penelitian

Metode aplikasi pengembangan budidaya ikan rawa dilakukan melalui jalur pendekatan struktur pemerintahan desa dan pemuka masyarakt. Kegiatan sosialisasi dan FGD serta pelatihan ini diikuti dengan pembekalan materi tentang kegiatan implementasi pengembangan perikanan rawa berbasis rewetting, revegetasi, revitalisasi (3R) diberikan secara bertahap dan diikuti survey lokasi sepanjang kanal, pekarangan, dan kebun masyarakat. Aspek kualitas air dan tanah diuji secara insitu dan pengambilan contoh tanah dan air untuk dianalisis di laboratorium kolam dengan ukuran 4x6 dan kedalaman 1 meter dibangun sebanyak 8 unit dan diisi ikan.

Pembangunan kolam dilakukan secara swadaya dan diikuti oleh anggota kelompok dalam bentuk pelatihan. Kolam di daerah rawa gambut memiliki tanggul yang lunak sehingga perlu rangka untuk memperkokoh tanahnya.Untuk mengurangi efek pH yang sangat masam maka digunakan terpal untuk membatasi pengaruh tanah gambut secara langsung dengan air. Terpal juga dapat sebagai lapisan non permiabel sehingga dapat mengumpulkan massa air lebih banyak dan bertahan lebih lama, Gambar 2. Pengaturan kualitas air ini menjadi mudah karena tinggi muka air di atas lapisanterpal akan bersifat tetap dengan selisih evaporasi mendekati 10 % per hari.

Page 182: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

174 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 2. Proses pembangunan kolam

Pada kegiatan ini, ikan yang dibudidayakan adalah ikan tambakan/tuakang

(Helostoma temminckii) dan ikan lele lokal/keli (Clarias sp.), Gambar 3, Laju pertumbuhan spesifik ikan dihitung dengan menggunakan rumus (Verdegem. M dan Eding. E, 2010), FCR, SR, Produksi(Effendi, 2004.) dan nilai Net Benefit per Cost (Net B/C) (Fauzi, A. 2010). Ikan-ikan tersebut merupakan ikan yang mampu bertahan hidup dalam kondisi yang minim oksigen dan pH rendah terutama pada perairan gambut. Padat tebar ikan 250 ekor/kolam. Panjang total rata-rata ikan tuakang/tambakan (Helostoma teminckii) 7cm dan ikan keli/lele lokal (Clarias sp.) 13 cm, untuk membantu regulasi karbon dalam bentuk CO2 dan juga untuk menyangga pH maka ditebar Tanaman Apu-apu (Pistia stratiotes) dipermukaan kolam dengan kepadatan stabil ¼ luas kolam.

Gambar 3. Ikan yang dibudidayakan (lele lokal/keli) atas dan (ikan tambakan/tuakang)

bawah.

Pelet yang diberikan selama pemeliharaan untuk menunjang pertumbuhan adalah pelet

Page 183: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

175 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

yang berbasis bahan dasar lokal yaitu tepung ampas sagu dan ikan asin.

Gambar 4. Pembuatan pakan pelet berbasis bahan lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN

Selama pemeliharaan 3 bulan dilakukan sampling pertumbuhan dengan menghasilkan Laju pertumbuhan spesifik 0,03 %, FCR 2, produksi 2,23 Kg/m2/panen (3 bulan) dan Kelulushidupan 90 %. Panen rata-rata tanaman apu-apu per minggu adalah 1900 g. Data pengamatan kualitas air di 4 titik kolam dari masing-masing demplot.

Tabel 1. Parameter Kualitas Air– Di Desa Lukun Kecamatan Tebing Tinggi Timur dan

dan Baku Mutu Air Kelas III dan Kelas IV pada PP no 82 tahun 2001 tentang baku mutu air

Parameter Hasil Rerata Kualitas Air Baku

Mutu Kelas III

Baku Mutu

Kelas IV Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4

Suhu 27 27,2 27 27,4 3 (deviasi) 3 (deviasi)

pH 6 5,7 6 6 6-9 5-9 Kedalaman 80 cm 81 cm 82 cm 80 cm - -

DO 4 3,8 3,7 4 >3 0

BOD 3,2 4,1 5,1 5,5 6 12

COD 32 41 44,2 46,3 50 100

Parameter lainnya yang diperlukan untuk budidaya ikan adalah parameter kualitas

tanah yang meliputi kandungan karbon organik dan kandungan logam Fe dalam tanah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Page 184: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

176 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 2. Parameter Kualitas tanah pada kolam budidaya di 4 titik lokasi (rerata) di desa Lukun Kecamatan Tebing Tinggi Timur.

Lokasi C organik (%) Fe (mg/kg)

Titik 1 55,23 318,2 Titik 2 61,99 297,2 Titik 3 68,06 319,5

Titik 4 51,71 315,2

Kandungan karbon organik diperlukan untuk menjaga keseimbangan nitrogen dan karbon dalam media budidaya ikan agar bakteri heterotrof dapat tumbuh maksimal sehingga pakan yang diberikanpada ikan yang berlebih dapat didaur ulang oleh bakteri. Unsur Fe merupakan unsur mikro yang dibutuhkan oleh ikan untuk proses metabolisme dan pernapasan ikan.

Page 185: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

177 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 6. Kegiatan Pemanenan Ikan Keli dan Tuakang bersama Kepala BRG-RI (Bpk. Nazir Fuad) dan Deputi IV BRG-RI (Bpk. Haris Gunawan) di kolam pilot project implemetasi perikanan rawa kerjasama BRG-RI dengan PSB LPPM-UR di desa Lukun

Kegiatan revitalisasi di lahan gambut untuk usaha budidaya perikanan rawa

berskala kecil ini menunjukkan nilai Net Benefit per Cost (Net B/C) sebesar 1,88 (untung) dan nilai BEP 0,8 berarti dalam waktu 9,6 bulan modal sudah dapat kembali jika petani ikan rawa ini mengusahakan kegiatan budidaya di kolam milik sendiri.

KESIMPULAN

Prospek pengembangan perikanan di kawasan lahan gambut sangat besar, melihat potensi yang dimiliki sangat banyak. Untuk itu, dibutuhkan strategi yang tepat melalui aplikasi teknologi dan pengelolaan lingkungan yang benar. Mengoptimalkan potensi yang ada perlu adanya transfer teknologi dalam pengembangan ikan yang berpotensi untuk dibudidayakan di gambut agar masyarakat dapat memperbaiki status mata pencaharian (revitalisasi) demi kesejahteraan keluarga dan pembangunan daerah khususnya di KHG Pulau Tebing Tinggi. Dukungan pemahaman dalam memanfaatkan bahan lokal yang memiliki kandungan protein tinggi untuk dijadikan bahan baku pakan ikan dapat menekan modal. Untuk mendukung pengembangan budidaya perikanan berkelanjutan diperlukan dukungan induk dan benih yang berkualitas yang berpotensi untuk dikembangkan di lahan gambut.

UCAPAN TERIMA KASIH

Secara khusus Tim Pilot Project Perikanan Rawa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada BadanRestorasi Gambut Republik Indonesia yang telah memfasilitasi dan mendanai penelitian ini, Pusat Studi Bencana LPPM-Universitas Riau atas koordinasi dan dukungannya dan Kepala Desa beserta masyarakat Lukun yang telah banyak membantu dalam kegiatan di lapangan.

Page 186: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

178 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

DAFTAR PUSTAKA Fauzi, A. 2010. Ekonomi Perikanan, Teori, Kebijakan, dan Pengelolaan, PT Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta. Effendi, I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya, Jakarta. Fachrurozi., Listiatie.B.U., Dyah.S. 2010. Pengaruh Variasi Biomassa Pistia stratiotes L.

terhadap Penurunan Kadar BOD, COD, dan TSS Limbah Cair Tahu di Dusun Klero SlemanYogyakarta. Jurnal KesMas. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta. 4(1):1-75 hlm.

Huwoyon.G.H., dan Rudhy.G. 2013. Peningkatan Produktivitas Budidaya Ikan Di Lahan Gambut.Jurnal Media Akuakultur. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar. Bogor. 8(1) :13-21 hlm.

Pemerintah Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 Tentang Pengelolaan KualitasAir dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta.

Umarudin, J. Nur,A. Wulandari, dan M. Izzati. 2015. Efektivitas Tanaman Lemna (Lemna Perpusilla) Sebagai Agen Fitoremediasi Pada Keramba Jaring Apung (KJA) disekitar Tanjung Mas. Semarang. Jurnal BIOMA. 17(1):1-8 hlm.

Verdegem, M and E. Edding, 2010. Aquaculture Production System. Lectur Note. Aquaculture And Fisheries Wagenigem University.

Wahyunto, Nugroho, K., Ritung. S., and Sulaeman, Y. 2014. “Indonesian Peatland Map: Method, Certainty, and Uses.” Proceeding Lokakarya Kajian dan Sebaran Gambut di Indonesia.

Page 187: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

179 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

PENGGUNAAN OVAPRIM DALAM PEMIJAHAN SEMI BUATAN IKAN BELIDA (Notopterus notopterus, Pallas 1769)

Sukendi, Thamrin, Ridwan Manda Putra

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau e-mail [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan ovaprim dalam pemijahan semi buatan ikan belida (Notopterus notopterus). Penelitian dilakukan di Laboratorium Pembenihan dan Pemuliaan Ikan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Periknan dan Kelautan Universitas Riau pada bulan Maret sampai dengan Juni 2018. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah dosis ovaprim berbeda, yang terdiri dari P1 (0,4ml ovaprim/kg bobot tubuh), P2 (0,5 ml ovaprim/kg bobot tubuh), P3 (0,6 ml ovaprim/kg bobot tubuh), P4 (0,8 ml ovaprim/kg bobot tubuh) dan P5 (penyutikan NaCl 2 ml/kg bobot tubuh). Parameter yang diukur terdiri dari waktu laten, jumlah telur hasil pemijahan, nilai indeks ovisomatik dan derajad pembuahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis ovaprim terbaik untuk pemijahan semi buatan ikan belida adalah pada perlakuan P4 (0,8 ml/kg bobot tubuh) diperoleh waktu laten selama 20,33 jam, jumlah telur hasil ovulasi sebanyak 188 butir, diameter telur sebesar 2,61 mm, kematangan telur sebesar 96,67 %, nilai ovisomatik indeks sebesar 1,15% dan derajat pembuahan sebesar 78,3%. Kata kunci : Ikan belida, Notopterus notopterus, pemijahan semi buatan, ovaprim

PENDAHULUAN Latar Belakang

Ikan belida (Notopterus notopterus, Pallas 1769) merupakan salah satu ikan

endemik Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Dengan kandungan lemak yang tinggi menjadikan ikan belida memiliki rasa yang enak dan khas (Sunarno, 2002). Selain kandungan lemak yang tinggi, ikan ini juga memiliki kandungan protein dan vitamin A yang tinggi. Di Daerah Riau kususnya di Kabupaten Kampar ikan belida termasuk salah satu ikan ekonomis yang sangat digemari oleh masayarakat setempat. Kebutuhan masyarakat terhadap ikan ini masih diperoleh semata-mata dari hasil tangkapan di perairan umum kususnya dari perairan Sungai Kampar yang merupakan salah satu sungai dari empat sungai terbesar di Propinsi Riau. Salah satu cara yang sangat tepat dilakukan agar kelestarian ikan belida dari alam dapat terjaga dan kebutuhan masyarakat terhadap ikan tersebut juga dapat terpenuhi adalah dengan menemukan teknologi pembenihan yang tepat melalui pemijahan semi buatan untuk menghasilkan benih yang cukup, baik jumlah maupun kualitasnya, yang selanjutnya melakukan teknologi budidaya yang tepat untuk memproduksi ikan belida ukuran besar siap dikonsumsi sehingga tidak lagi tergantung dari hasil tangkapan di alam. Untuk melakukan teknologi pembenihan ikan belida melalui pemijahan semi buatan tersebut sebagai tahap awal maka perlu diteliti penggunaan ovaprim dalam keberhasilan pemijahan semi buatan tersebut. Oleh sebab itu penelitian ini perlu dilakukan.

Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis penyuntikan ovaprim yang tepat dalam melakukan pemijahan semi buatan ikan belida. Sedangkan manfaat dari

Page 188: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

180 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

penelitian ini dapat memberikan informasi kepada para pembenih tentang penggunaan dosis ovaprim yang tepat bila ingin melakukan pemijahan semi buatan ikan belida.

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pembenihan dan Pemuliaan Ikan (PPI), Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau, yang berlangsung dari bulan Maret sampai dengan April 2018. Penggunaan Ovaprim dalam Pemijahan Semi Buatan Ikan Belida (Notopterus notopterus, Pallas 1769) Sebelum dilakukan pemijahan semi buatan ikan belida, terlebih daulu dilakukan penentuan dosis ovaprim terbaik merangsang ovulasi dan meningkatkan kualitas telur induk ikan belida betina. Perlakuan dosis ovaprim yang diberikan pada induk ikan belida betina TKG IV adalah : P1 = penyuntikan ovaprim 0,4 ml/kg bobot tubuh, P2 = penyuntikan ovaprim 0,5 ml/kg bobot tubuh, P3= penyuntikan ovaprim 0,6 ml/kg bobot tubuh, P4 = penyuntikan ovaprim 0,8 ml/kg bobot tubuh dan P5 = penyuntikan 2 ml NaCl fisiologis 0,65 % /kg bobot tubuh (sebagai kontrol), masing-masing perlakuan dilakukan tiga kali ulangan. Rancangan yang digunakan adalah rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model sebagai berikut : Yij = + i + ij

dimana : Y ij = Hasil pengamatan individu yang mendapat perlakuan ke - i dan ulangan ke- j,

= Rata-rata umum, i = Pengaruh perlakuan ke-i ij = Pengaruh galat perlakuan ke - i ulangan ke - j

Untuk menentukan dosis ovaprim yang tebaik terhadap daya rangsang ovulasi dan kualitas telur ikan maka parameter yang diukur adalah : 1. Waktu laten, ditentukan dengan cara menghitung selisih antara waktu penyuntikan

terakhir dengan saat terjadi ovulasi yang dinyatakan dengan satuan jam. 2. Jumlah telur ovulasi, ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : a A = ----------- x n b dimana : A = Jumlah telur (butir) yang berhasil diovulasikan, a = Berat (gram)

semua telur yang diovulasikan, b = Berat (gram) sub sampel telur dan n = Jumlah rata-rata (butir) sub sampel telur

3. Diameter telur, diukur sebelum dan setelah penyuntikan, ditentukan dengan cara mengambil sampel telur sebanyak 50 butir untuk diukur diameternya di bawah mikroskop yang telah dilengkapi dengan mikrometer okuler.

4. Kematangan telur, diukur sebelum dan setelah penyuntikan, ditentukan dengan cara mengambil 50 butir telur, ditetesi larutan transparan, Selanjutnya diamati di bawah mikroskop telur yang intinya telah berpindah ke pinggir, dihitung kematangan telur dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Page 189: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

181 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

T K = -------- x 100 % M

dimana : K = Prosentase kematangan telur, T = Jumlah telur yang intinya telah menepi dan M = Jumlah keseluruhan telur contoh yang diamati

• Ovisomatik Indeks (%), diukur dengan membandingkan bobot telur hasil ovulasi

dengan bobot induk. Nilai ovisomatik induk dihitung dengan menggunakan rumus:

Untuk menentukan keberhasilan pemijahan semi buatan pada ikan belida maka induk ikan belida betina dan jantan disuntik dengan menggunakan dosis ovaprim terbaik hasil pengamatan sebelumnya. Masing-masing sepasang induk yang telah disuntik dimasukkan ke dalam bak fiber yang telah dilengkapi dengan aerasi dan pipa peralon untuk tempat memjah. Untuk memperkecil kekeliruan dilakukan ulangan sebanyak enam kali. Parameter yang diukur untuk mewakili respons fertilitas dan penetasan telur adalah : 1. Fertilitas, ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Jumlah telur yang dibuahi

Fertilitas = -------------------------------- x 100 % Jumlah telur sampel 2. Daya tetas, ditentukan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Suseno

dan Cholik (1982) yaitu : Jumlah telur yang menetas

Daya tetas = ----------------------------------- x 100 % Jumlah telur dibuahi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Waktu Laten

Nilai rata-rata waktu laten tersingkat secara berurutan terdapat pada perlakuan P4

(dosis ovaprim 0,8 ml/kg bobot tubuh) sebesar 20,33 jam, diikuti dengan P3 (dosis ovaprim 0,6 ml/kg bobot tubuh) sebesar 23 jam, P2 (dosis ovaprim 0,5 ml/kg bobot tubuh) sebesar 23,33 jam, P1 (dosis ovaprim 0,4 ml/kg bobot tubuh) sebesar 26,33 jam dan P5 (dosis 2 ml NaCl fisiologis 0,65 %) sebesar 35 jam (Gambar 1). Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap waku laten. Uji lanjut dengan menggunakan uji Studi Newman Keuls (SNK) diperoleh bahwa antara perlakuan P4 dengan P3 dan P2 berbeda nyata (P<0,05), antara perlakuan P4 dengan P1 dan P5 berbeda sangat nyata (P<0,01). Sedangkan antara perlakuan P3 dan P2 tidak berbeda nyata (P>0,05), perlakuan P3 dan P2 dengan P1 berbeda nyata (P<0,05), berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan P5 sedangkan P1 dengan P5 tidak berbeda nyata (P>0,05).

Page 190: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

182 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

26.3323.33 23

20.33

0

5

10

15

20

25

30

35

40

P1 P2 P3 P4 P5

WaktuLa

ten(ja

m)

Perlakuan

Gambar 1. Histogram waktu laten ikan belida dari masing-masing perlakuan Waktu laten yang terkecil diperoleh pada perlakuan P4 (dosis ovaprim 0,8 ml/kg

bobot tubuh) sebesar 20,33 jam, semakin kecil waktu laten menunjukkan ikan semakin cepat terjadinya proses pembuahan. Terkecilnya waktu laten yang diperoleh pada perlakuan P4 ini disebabkan karena menurut Nandeesha et al., 1990 dan Harker, 1992 ovaprim sangat potensial berperan dalam memacunya terjadi ovulasi, sesuai dengan kandungannya dimana dimana setiap 1 ml ovaprim mengandung 20 g sGnRH-a (D-Arg6, Trp7, Leu8, Pro9- NET) - LHRH dan 10 mg anti dopamin. GnRH analog yang terkandung dalam ovaprim berperan merangsang hipofisa untuk melepaskan gonadotropin (Lam, 1985), yang dalam kondisi alamiah sekresi gonadotropin dihambat oleh dopamin (Chang dan Peter, 1982), sehingga bila dopamin dihalang dengan antagonisnya maka peranan dopamin akan terhenti dan sekresi gonadotropin akan meningkat (Harker, 1992).

Waktu laten yang diperoleh lebih besar daripada waktu laten yang telah diteliti terhadap beberapa jenis ikan air tawar sebelumnya dengan menggunakan penyuntikan ovaprim, diantaranya adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus Burcheel) dosis 0,50 ml/kg bobot tubuh menghasilkan waktu laten sebesar 9,2 jam (Sukendi, 1995), ikan baung (Mystus nemurus CV) dosis 0,9 ml/kg bobot tubuh menghasilkan waktu laten sebesar 8,6 jam (Sukendi, 2001), ikan kapiek (Puntius schwanefeldi Blkr) dosis 0,50 ml/kg bobot tubuh menghasilkan waktu laten sebesar 7,23 jam (Sukendi, Putra dan Yurisman, 2006), ikan motan (Thynnichthys thynnoides Blkr) dosis 0,70 ml/kg bobot tubuh menghasilkan waktu laten sebesar 6,58 jam Sukendi, Putra dan Yurisman, 2009), ikan selais (Ompok hypophthalmus) dosis 0,50 ml/kg bobot tubuh menghasilkan waktu laten sebesar 6,00 jam (Putra, Sukendi dan Yurisman, 2010) serta ikan senggaringan (Mystus negricep) dosis 0,70 ml/kg bobot tubuh menghasilkan waktu laten sebesar 6,37 jam (Sukendi, Putra dan Nur’Asiah, 2014). Jumlah Telur Ovulasi

Jumlah telur hasil ovulasi terbesar secara berurutan terdapat pada perlakuan P4

Page 191: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

183 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

108 111

146

188

92

0

50

100

150

200

P1 P2 P3 P4 P5Jumlahtelurh

asilovulasi(bu

tir)

Perlakuan

(dosis ovaprim 0,8 ml/kg bobot tubuh) sebesar 188 butir, diikuti dengan P3 (dosis ovaprim 0,6 ml/kg bobot tubuh) sebesar 146 butir, P2 (dosis ovaprim 0,5 ml/kg bobot tubuh) sebesar 111 butir, P1 (dosis ovaprim 0,4 ml/kg bobot tubuh) sebesar 108 butir dan P5 (dosis 2 ml NaCl fisiologis 0,65 %) sebesar 92 butir (Gambar 2). Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap jumlah telur hasil ovulasi. Uji lanjut dengan menggunakan uji Studi Newman Keuls (SNK) diperoleh bahwa perlakuan P5 berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan P1 dan P2 dan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan P3 dan P4 sedangkan antara perlakuan P1 dengan P2 tidak berbeda nyata (P>0,05), perlakuan P1 dan P2 dengan P3 berbeda nyata berbeda nyata (P<0,05) dan berbed sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan P4 sedangkan perlakuan P3 dengan P4 berbeda nyata (P<0,05).

Perlakuan yang terbaik untuk menghasilkan waktu laten pada penelitian ini sama dengan perlakuan yang terbaik untuk menghasilkan jumlah telur ovulasi, hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin singkatnya waktu laten maka semakin banyak pula jumlah telur ovulasi. I’thisom (2008) menyatakan bahwa makin tinggi jumlah ovaprim yang diberikan menyebabkan makin singkat tercapainya migrasi inti atau germinal vesicle break down (GVBD). Karena dengan semakin tingginy dosis ovaprim yang diberikan maka gonadotropin yang dilepaskan oleh kelenjar pituitari juga semakin meningkat, sehingga gonadotropin ini akan merangsang proses preovulasi dan ovulasi pada ikan uji.

Gambar 2. Histogram jumlah telur ovulasi ikan belida dari masing-masing perlakuan Diameter Telur

Nilai diameter telur terbesar secara berurutan terdapat pada perlakuan P4 (dosis

ovaprim 0,8 ml/kg bobot tubuh) sebesar 2,61 mm, diikuti dengan P3 (dosis ovaprim 0,6 ml/kg bobot tubuh) sebesar 2,54 mm, P2 (dosis ovaprim 0,5 ml/kg bobot tubuh) sebesar 2,52 mm, P1 (dosis ovaprim 0,4 ml/kg bobot tubuh) sebesar 2,5 mm dan P5 (dosis 2 ml NaCl fisiologis 0,65 %) sebesar 92 butir (Gambar 3). Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap diameter telur. Uji lanjut dengan menggunakan uji Studi Newman Keuls (SNK) diperoleh bahwa perlakuan P2, P1 dan P3 berbeda sangat nyata (P<0,01) P4 berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan P1 dan P2 dan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan P3 dan P4 sedangkan antara perlakuan P1 dengan P2 tidak berbeda nyata (P>0,05), perlakuan P1 dan P2 dengan P3 berbeda nyata berbeda nyata (P<0,05) dan berbeda sangat nyata (P<0,01)

Page 192: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

184 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

2.53 2.52 2.54

2.61

2.35

2.22.252.32.352.42.452.52.552.62.65

P1 P2 P3 P4 P5

diam

etertelur(mm)

Perlakuan

dengan perlakuan P4 sedangkan perlakuan P3 dengan P4 berbeda nyata (P<0,05). Diameter telur berhubungan erat dengan kematangan telur, menurut Effendie

(1992) semakin tinggi tingkat kematangan gonad maka diameter telur juga akan bertambah besar. Meningkatnya diameter telur disebabkan karena berkembangnya folikel yang ada di telur, hal ini disebabkan karena meningkatnya kandungan Folicle Stimulating Hormone (FSH) (Fradson, 1992). Selnjutnya Syandri (1996) menyatakan bahwa diameter telur untuk setiap spesies ikan beragam antara individu, faktor yang mempengaruhi ukuran diameter telur antara lain faktor genetika, faktor lingkungan, umur ikan dan ketersediaan makanan. Pada ikan pawas (Osteochillus hasselti CV) dosis ovaprim yang terbaik untuk menghasilkan pertambahan diameter telur adalah penyuntikan 0,6 ml ovaprim/kg bobot tubuh menghasilkan pertambahan diameter telur sebesar 0,1925 mm (Sukendi, Thamrin dan Putra, 2016).

Gambar 3. Histogram diameter telur ikan belida dari masing-masing perlakuan

Kematangan Telur

Nilai kematangan telur terbesar secara berurutan terdapat pada perlakuan P4 (dosis ovaprim 0,8 ml/kg bobot tubuh) dan P3 (dosis ovaprim 0,6 ml/kg bobot tubuh) masing-masing sebesar 96,97 %, diikuti dengan P2 (dosis ovaprim 0,5 ml/kg bobot tubuh) sebesar 86,67 %, P1 (dosis ovaprim 0,4 ml/kg bobot tubuh) sebesar 83,33 % dan P5 (dosis 2 ml NaCl fisiologis 0,65 %) sebesar 76,67 % (Gambar 4). Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kematangan telur hasil ovulasi. Uji lanjut dengan menggunakan uji Studi Newman Keuls (SNK) diperoleh bahwa perlakuan P5 berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan P1, P2 dan P3 dan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan P4, sedangkan antara perlakuan P2 dengan P1 dan P3 tidak berbeda nyata (P>0,05).

Page 193: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

185 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

83.33 86.6796.67 96.67

76.67

0

20

40

60

80

100

120

P1 P2 P3 P4 P5

kematangantelur(%

)

Perlakuan

Gambar 4. Histogram kematangan telur ikan belida dari masing-masing perlakuan

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin singkat waktu laten maka

semakin banyak jumlah telur yang diovulasikan, semakin besar diameter telur yang dihasilkan dan semakin besar pula nilai kematangan telur, yang dalam penelitian ini terdapat pada perlakuan P4 (dosis ovaprim 0,8 ml/kg bobot tubuh) Menurut Sesuai dengan kandungan ovaprim yang telah dijelaskan sebelumnya maka peran ovaprim yangdisuntikan pada ikan uji sama dengan peran GTH I dan GTH II dalam pematangan tahap akhir oosit dalam ovarium. Nagahama (1983) menyatakan bahwa GTH I berperan untuk meningkatkan sekresi estradiol -17 b yang merangsang sintesis dan sekresi vitelogenin, sedangkan GTH II berperan merangsang proses pematangan akhir. Sehingga dalam penelitian yang dilakukan menunjukkan dosis ovaprim 0,8 ml/kg bobot tubuh merupakan dosis yang terbaik untuk meningkatkan kematangan telur sesuai dengan peranya dalam peores pematangan tersebut.

Ovisomatik Indeks

Nilai ovisomatik indeks terbesar secara berurutan terdapat pada perlakuan P4 (dosis ovaprim 0,8 ml/kg bobot tubuh) sebesar 1,15 %, diikuti dengan P3 (dosis ovaprim 0,6 ml/kg bobot tubuh) sebesar 1,09 %, P2 (dosis ovaprim 0,5 ml/kg bobot tubuh) sebesar 0,82 %, P1 (dosis ovaprim 0,4 ml/kg bobot tubuh) sebesar 0,77 % dan P5 (dosis 2 ml NaCl fisiologis 0,65 %) sebesar 0,55 % (Gambar 5). Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai ovismatik indeks. Uji lanjut dengan menggunakan uji Studi Newman Keuls (SNK) diperoleh bahwa perlakuan P5 berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan P1 dan P2 serta berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan P3 dan P4. Perlakuan P1 dan P2 tidak berbeda nyata (P>0,05), namun berbeda nyata (P<0,05) dengan P3 dan P4, selanjutnyan perlakuan P3 dengan P4 tidk berbeda nyata (P>0,05).

Page 194: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

186 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

0.77 0.82

1.09 1.15

0.55

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

P1 P2 P3 P4 P5

OvisomatikInde

ks(%

)

Perlakuan

Gambar 5. Histogram nilai ovisomatik indeks ikan belida dari masing-masing perlakuan

Nilai ovisomatik indeks ikan berkaitan dengan proses vitelogenesis, dimana pada

saat terjadinya proses vitelogenesis granula kuning telur akan bertambah dalam jumlah dan ukurannya sehingga volume oosit akan membesar (Suhenda, 2009). Proses vitelogenesis ini berkaitan pula dengan proses pematangan sel telur, hal ini karena pematangan sel telur terjadi karena adanya proses vitelogenesis yang dilakukan sebelumnya. Dalam penelitian ini membuktikan bahwa perlakuan yang terbaik meningkatkan kematangan telur juga merupakan perlakuan yang terbaik untuk meningkatkan nilai ovisomatik indeks ikan uji. Besar kecilnya nilai ovisomatik indeks ini ditentukan oleh perbandingan berat telur yang diovulasikan dengan berat induk ikan. Menurut Misdian (2010) nilai ovisomatik indek ini akan dapat mempengaruhi frekuensi nilai pemijahan ikan, dimana semakin kecil nilai ovisomatik indek maka ikan tersebut akan selalu melakukan pemijahan, demikian pula sebaliknya. Fertilitas

Nilai fertilitas telur hasil pemijahan semi buatan terbesar secara berurutan terdapat pada perlakuan P4 (dosis ovaprim 0,8 ml/kg bobot tubuh) sebesar 78,30 %, diikuti dengan P2 (dosis ovaprim 0,5 ml/kg bobot tubuh) sebesar 66,93 %, P3 (dosis ovaprim 0,6 ml/kg bobot tubuh) sebesar 62,07 %, P1 (dosis ovaprim 0,4 ml/kg bobot tubuh) sebesar 58,10 % dan P5 (dosis 2 ml NaCl fisiologis 0,65 %) sebesar 57,20 %. (Gambar 6). Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai fertilitas telur ikan belida hasil pemijahan semi buatan. Uji lanjut dengan menggunakan uji Studi Newman Keuls (SNK) diperoleh bahwa perlakuan P5 dan P1 tidak berbeda nyata (P>0,05 namun berbeda nyata (P<0,05) dengan P3 dan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan P2 dan P4. Selanjutnya perlakuan P3 berbeda nyata (P<0,05) dengan P2 dan berbeda sangat nayat (P<0,01) dengan P4. Untuk menghasilkan nilai pemijahan semi buatan yang tinggi sangat tergantung pada kualitas telur dan spermatozoa yang dipijahkan oleh ikan uji. Parameter kualitas telur yang berperan adalah diameter dan kematangan telur, sedangkan kualitas spermatozoa yang berperan adalah motilitas dan viabilitas spermatozoa. Dalam penelitian ini sesuai dengan metode yang telah dijelaskan ikan jantan yang digunakan adalah ikan jantan yang disuntik dengan dosis ovaprim terbaik, sedangkan ikan betina dengan mencobakan

Page 195: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

187 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

58.166.93

62.07

78.3

57.2

0102030405060708090

P1 P2 P3 P4 P5

Nilaifertilita

s(%

)

Perlakuan

beberapa macam dosis ovaprim yan digunakan. Hasil penelitian diperoleh perlakuan yang tertinggi menghasilkan nilai fertilitas adalah P4 (dosis ovaprim 0,8 ml/kg bobot tubuh) sebesar 78,30 %. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik kualitas telur maka semakin besar nilai fertilitas yang dihasilkan. Dalam penelitian ini setelah dicaba beberapa kali, ternyata telur terbuahi tidak ada yang menetas sehingga nilai daya tetas telur tidak diperoleh. Oleh sebab itu perlu pempelajari lebih mendalam penyebab factor-faktor yang menyebabkan telur ikan uji tidk menetas pada penelitian yang dilakukan. Gambar 6. Histogram nilai fertilitas telur hasil pemijahan semi buatan ikan belida dari

masing-masing perlakuan

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa dosis ovaprim terbaik untuk pemijahan semi buatan ikan belida adalah pada perlakuan P4 (dosis ovaprim 0,8 ml/kg bobot tubuh) menghasilkan waktu laten selama 20,33 jam, jumlah telur hasil ovulasi sebanyak 188 butir, diameter telur sebesar 2,67 mm, kematangan telur sebesar 96,67 %, nilai ovisomaik indeks sebesar 1,15% dan derajat pembuahan sebesar 78,3 %. Saran Dalam penelitian ini nilai daya tetas belum dapat diperoleh, sehingga pembesaran larva untuk menghasilkan benih belum bias dilakukan, oleh sebab itu perlu penelitian lebih mendalam penyebab factor-faktor tidak menentasnya telur ikan uji, sehingga nantinya pemijahan semi buatan ikan belida sampai menghasilkan benih dapat dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA Chang, J. P. and R. E. Peter. 1982. Action of dopamine on gonadotropin relese in Gold

fish (Carasius auratus) Proceeding of the International Symposium on Reproductive Physiology of Fish. Wageningen. The Netherlands, 2 - 5 August 1982.

Effendie, M. I. 1992. Metoda Biologi Perikanan. Yayasan Agromedia., Bogor.

Page 196: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

188 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Fradson, R. D.1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ghajamada University Presss.Yogyakarta. 98 hal.

Harker, K. 1992. Pembiakan Kap dengan menggunakan ovaprim di India. Warta Akualulture. Volume 2, No. 3.

I’tishom, R. 2008. Pengaruh sGnRH-a + Domperidon Dengan Dosis Pemberian Yang Berbeda Terhadap Ovulasi Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) Strain Punten. (Jurnal). Berkala Imliah Perikanan Vol. 3. No.1. Departemen Biologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.

Misdian, F. 2010. Pengaruh Kombinasi Dosis HCG dan Hipofisa Ikan Mas (Cyprinus carpio) Terhadap Ovulasi Ikan Pantau (Rasbora aurotainea). Skripsi Faperika UNRI.Pekanbaru. (tidak diterbitkan).

Nandeesha, M. C., K. G. Rao ., Jayanna, N. C. Parker, T. J. Varghese, P. Keshavanath and H. P. C. Shetty. 1990. Induced spawning of Indian Mayor Carps throught single Aplication of ovaprim. In : Hirano, R. and I. Hanyu (Eds). The Second Asian Fisheries Forum, Asian Fisheries Society, Manila, Philiphines.

Putra, R. M., Sukendi dan Yurisman. 2010. Teknologi domestikasi, pembenihan dan budidaya ikan selais (Ompok hypopthalmus) dalam rangka meningkatkan kesejahteraan nelayan dan petani ikan pinggiran Sungai Kampar, Riau. Universitas Riau Pekanbaru.

Suhenda, N. 2009. Peningkatan Produksi Benih Baung (Mystus nemurus) Melalui Perbaikan Kadar Lemak Pakan Induk. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Jurnal Berita Biologi. Bogor.

Sukendi. 1995. Pengaruh kombinasi penyuntikan ovaprim dan prostaglandin F2 terhadap perubahan histology ovarium ikan dumbo (Clarias gariepinus Burcheel). Lembaga Penelitian Universitas Riau.

Sukendi. 2001. Biologi reproduksi dan pengendaliannya dalam upaya pembenihan ikan baung (Mystus nemurus CV) dari Perairan Sungai Kampar Riau. Disertasi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sukendi, R. M. Putra dan Yurisman. 2006. Teknologi pembenihan dan budidaya ikan kapiek (Puntius schwanefeldi Blkr) dari Perairan Sungai Kampar Riau. Lembaga Penelitian Universitas Riau.

Sukendi, R. M. Putra dan Nur’Asiah. 2015. Peningkatan daya rangsang ovulasi dan mutu telur serta volumen semen ikan senggaringan (Mystus nigriceps CV) untuk kebutuhan pemijahan buatan dalam produksi benih. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau

Sukendi, Thmrin dan R.M. Putra. 2016.The improvement of ovulation stimulation and egg quality of pawas fish (Osteochillus haselti CV) for artificial spawning requiements in seed production. International Journal of Applied Environmental Sciences. 11 (5) : 1173-1181.

Syandri, H. 2004. Penggunaan Ikan Nilem (Osteochilus haselti CV) dan Ikan Tawes (Puntius javanicus CV) sebagai Agen Hayati Pembersih Perairan Danau Maninjau. Sumatera Barat. Jurnal Natural Indonesia 6(2): 87-90.

Page 197: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

189 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

BIOSORPSI LOGAM Zn dan CuOLEH Nannochloropsis oculata ( ZN AND CU BIOSORPTION BY Nannochloropsis oculata )

Herlina Adelina Meria Uli Sagala, Mujizat Kawaroe, Tri Prartono

1Dumai Marine and Fisheries Polytechnic 2 Marine Science and Technology Deparment, Fisheries and Marine Science Faculty,

Bogor Agricultural University. e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Logam Zn dan Cu merupakan logam berat yang dijumpai di perairan dan merupakan logam essensial untuk mikroalga sebagai mikronutrien. Mikronutrien akan menghambat sistem metabolisme mikroalga jika dalam konsentrasi yang tinggi. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji pengaruh penambahan konsentrasi ion logam Zn dan Cu pada media kultivasi terhadap kemampuan penyerapan Nannochloropsis oculata. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Algae, Stasiun Lapang Kelautan IPB, Pelabuhan Ratu, Sukabumi Jawa Barat (6°58´- 7°25´ LS dan 106°88´- 106°32´ BT). Analisis kandungan logam dilakukan dengan spektometri serapan atom (SSA). Hasil menujukkan bahwa N.oculata lebih baik dalam menyerap logam Cu dibandingkan dengan logam Zn. Efesiensi biosorpsi penyerapan maksimum N.oculata yang dipaparkan logam Zn mencapai 75.09% dan Cu 95.86%. Kapasitas biosorpsi N.oculata pada penambahan konsentrasi Zn mencapai 0.95 mg/g dan Cu sebesar 0.89 mg/g. Pola efesiensi dan kapasitas biosorpsi yang dihasilkan N.oculata menunjukkan trend yang fluktuatif pada setiap fase pertumbuhan. Hasil diatas dapat menyimpulkan bahwa penambahan konsentrasi logam Zn dan Cu pada media kultivasi tidak secara langsung mempengaruhi efesisensi dan kapasitas biosorpsi dari N.oculata. Kata kunci: N.oculata, Logam, Penyerapan, Efesiensi, Kapasitas.

PENDAHULUAN

Pencemaran logam berat merupakan salah satu tipe pencemaran perairan. Upaya meminimalisir dampak pencemaran ini, metode bioremediasi dengan memanfaatkan mikroorganisme dapt mengurangi kandungan bahan berbahay dan logam di perairan. N. oculata merupakan salah satu mikroorganisme yang dipercaya dapat menyerap bahan kimia berbahya yang terkandung dalam air limbah industri.

N. oculata telah digunakan sebagai biosorben karena mampu mengakumulai logam berat dalam tubuhnya dan toleran terhadap konsentrasi logam di periaran (Doshi et al. 2008). Interaksinya dengan bahan pencemar di perairan dapat menyebabkan perubahan perilakukehidupan, seperti perubahan populasi, kecapatan pertumbuhan, aspek biokimia dan morfologi. ,

Pemanfaatan N. oculatasebagai penjerap ion Ni2+, Zn2+, dan Cu2+ pada logam tunggal, cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya konsentrasi ion logam di dalam medium pertumbuhan. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya konsentrasi logam dalam filtrat jika dibandingkan dengan konsentrasi awal pemaparan (Sanchez et al. 1999; Hala et al. 2012; Sjahrul 2013). Penelitian tentang perbandingan kemampuan Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. sebagai agen bioremediasi yang telah dilakuan oleh Nisak (2013) terhadap logam Pb dan menunjukkan hasilNannochloropsis sp lebih efektif daripada Chlorella sp. Setiap spesies mikroalga memiliki kemampuan sebagai agen bioremediasi yang berbeda. Efektivitas masing-masing mikroalga dalam bioremediasi perlu diketahui sehingga dalam pemanfaatannya diperoleh hasil yang optimal. Sjahrul et al. (2013) mencatat bahwa N. salina dapat menyerap logam Cu 10 ppm pada media kultivasi hingga 96.90 %.

Page 198: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

190 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efesiensi penyerapan logam berat Zn dan Cu oleh N.oculata. Pengaruh penambahan konsentrasi logam Zn dan Cu terhadap mikroalga ditentukan dengan laju pertumbuhan mikroalga melalui pertambahan densitas mikroalga. Perlu diperhatikan dan diingat bahwa mikronutrien seperti Zn dan Cu merupakan logam essensail maka perlu diketahui seberapa besar konsentrasi logam berat yang terserap dan diperlukan oleh N. oculata.

BAHAN DAN METODE

Kultivasi Mikroalga

Penelitian biosorpsi logam dan Zn dan Cu oleh N. oculata dilakukan pada semi massal. N. oculata dikultivasi pada wadah 16 L yang telah diberi pupuk WALNE sebagai sumber nutrien dan diletakkan di laboratorium dengan keadaan terkontrol selama 7 hari dimaksudkan untuk restocking fari inokulum yang digunakan dalam penelitian. Mikroalga tersebut kemudian dikultivasi pada wadah 800 L yang telah diberi pupuk TSP, ZA dan Urea sebagai sumber nutrien diletakkan di outdoor selama 17 hari. Kepadatan Nannochloropsis oculatapada kultivasi awal adalah 700 x 104 sel/ mL. Penyamataraan densitas awal mikroalga yang dikultivasi dimaksudkan sebagai standarisasi penelitian karena masing-masing individu sel memiliki karakteristik, kemampuan bertahan dan laju pertumbuhan yang berbeda. Dengan demikian, standarisasi yang dilakukan adalah volume kultivasi.

Prosedur Penelitian Perlakuan Penambahan Konsentrasi Logam Zn dan Cu

Logam ataupun mikronutrien yang digunakan pada penelitian ini adalah Zn dan Cu. Terdapat 3 perlakuan yakni kontrol, penambahan logam Zn dan penambahan logam Cu. Konsentrasi ion logam dan Cu dengan tiga perbedaan konsetrasi yakni 0.65 mg/l, 2.10 mg/l dan 3.30 mg/l ditambahkan pada masing-masing kolam tanpa adanya percampuran antara kedua logam tersebut atau sistem logam tunggal. Penambahan konsentrasi ion logam Zn dan Cu dilakukan pada awal kultivasi.

Tabel 1 Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian

Logam Perlakuan Media Keterangan

Zn P1

Air Laut + TSP (Ca(H2PO4)) + ZA ((NH4)2SO4) +Urea

(Co(NH2)2)

+ 0.65 mg/l ZnSO4 P2 + 2.10 mg/l ZnSO4 P3 + 3.30 mg/l ZnSO4

Cu P4 + 0.65 mg/l CuSO4 P5 + 2.10 mg/l CuSO4 P6 + 3.30 mg/l CuSO4

Kontrol K 0 mg/l Analisis Data Kapasitas Biosorpsi Nannochloropsis oculata

Kapasitas bioadsorpsi mikroalga (qe) dihitung menurut model adsorpsi isothermal dengan rumus menurut Vijayaraghavan et al. (2004) dan Flouty et al. (2012) pada persamaan (1) :

Page 199: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

191 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

qe= CiBCe V

W (1)

dimana qe adalah kapasitas bioadsorpsi (mg/g), V : volume laruran dalam wadah dengan kontak batch (L), Ciadalah konsentrasi ion logam (Zn, Cu) dalam laturan (mg/l), Ce : konsentrasi akhir ion (Zn, Cu) dalam larutan (mg/l), dan W adalah massa sel (g). Pengujian Efesiensi Biosorpsi Logam Berat Oleh Nannochloropsis oculata

Pengukuran efisiensi kapasitas penyerapan (Ep) dilakuan untuk mengetahui

kemampuan N. oculata dalam menyerap logam yaitu dihitung dengan formula (Sjahrul 2013; Kurniawan dan Anurochim 2014):

Ep = [ (K0 - K1)/ K0] x 100 % (2) dimana Ep adalah Efisiensi penyerapan. Analisis Statistik

Kapasitas dan efesiensi biosorpsi logam berat Zn dan Cu oleh N. oculata diuji

menggunakan Analisis Ragam (ANOVA) melalui SPSS Versi 22 dengan selang kepercayaan 95 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kapasitas biosorpsi N. oculata Tabel 2 menunjukkan kapasitas biosorpsi dari N. oculata pada setiap fase

pertumbuhannya menggalami peningkatan sesuai dengan meningkatnya jumlah biosorben. Kapasitas adsorpsi N. oculata terhadap logam Zn berbeda-beda pada tiap fase pertumbuhan. Kapasitas tertinggi pada perlakuan penambahan unsur logam Zn pada media kultivasi mikroalga tercatat pada fase death atau fase kematian berturut-turut 0.49 mg/g, 0.95 mg/g dan 0.58 mg/g.Berturut-turut kapasitas adsorpsi N. oculatapada perlakuan Cu mencapai hasil sebesar 0.62 mg/g, 0.89 mg/g dan 0.87 mg/g.

Hasil akhir penelitian menunjukkan bahwa biomassa N. oculata memiliki kapasitas yang cukup tinggi terhadap logam Zn dan Cu. Hal tersebut diduga dengan luas permukaan sel N. oculata yang cukup kecil yakni 4-6 µm (Kawaroe et al. 2010), sehingga mempengaruhi kapasitas dan laju serapan logam berat pada sel N. oculata. Setiap sel dengan luas permukaan yang berbeda mempengaruhi kapasitas serapan dari ion-ion logam (Haryoto dan Wibowo 2004). Perbedaan diduga karena setiap sel mikroalga memiliki daya serap yang berbeda-beda, tergantung dari kandungan gugus fungsional dari dinding sel dan pertukaran ion yang terjadi pada permukaan selnya. Selain itu, luas permukaan sel dari masing-masing mikroalga juga mempengaruhi laju serapan logam berat oleh mikroalga tersebut. Kapasitas biosorpsi N.oculata pada penelitian ini menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakuan oleh Sembiring et al. (2009) yang mencatat Nannochloropsis sp memiliki kapasitas 4.17 mg/g terhadap logam Cu.

Page 200: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

192 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 2 Kapasitas Adsorpsi N. oculata(mg/g) Pada Perlakuan Penambahan Zn dan Cu

Perlakuan Kapasitas Biosorpsi

Fase Lag Exponential Stationary Death

KONTROL - - - -

Zn 0.65 mg/l 0.41 0.44 0.46 0.49 2.10 mg/l 0.56 0.64 0.76 0.95 3.30 mg/l 0.40 0.47 0.51 0.58

Cu 0.65 mg/l 0.43 0.46 0.59 0.62 2.10 mg/l 0.57 0.64 0.67 0.89 3.30 mg/l 0.54 0.61 0.65 0.87

Kapasitas serapan yang tinggi disebabkan oleh adanya faktor lingkungan yang

mendukung pertumbuhan N. oculata dan tingkat kelarutan logam berat di dalam media kultivasi serta waktu kontak (Gupta dan Rastogi 2008; Mawardi 2011; Lee dan Chang 2011).pH merupakan parameter penting yang mempengaruhi proses biosorpsi. pH media kultivasi selama penelitian ini berada dalam kisaran 6.4-7.5. Kapasitas maksimum tercatat pada perlakuan penambahan Zn sebesar 2.10 mg/l yakni sebesar 0.95 mg/g. Hal ini sesuai dengan Kanchana et al. (2014) yang menyatakan bahwa biosorpsi metal ion sangat tergantung pada pH, dimana kenaikan pH menunjukkan kenaikan kapasitas biosorpsi mikroalga.Hal serupa juga dikemukakan oleh Prasher et al. (2004) dimana kenaikan pH dapat menaikan kapasitas bisorpsi mikroalga hingga 16.2 %. Hasil ini diduga didapatkan dari pertukaran ion pada permukaan sel. Akan tetapi, beberapa studi sebelumnya mengemukakan bahwa kapasitas biosorpsi maksimum dicapai kisaran pH 5.0-6.0 (Aksu 2001; Bayramoĝlu et al. 2006), karena jika pH meningkat maka kapasitas biosorpsi akan menurun. Pada penelitian ini pH awal yang digunakan berkisaran 6.4-7.0 dengan tujuan untuk menjaga sel- sel mikroalga dengan metabolisme yang tetap aktif. Pada pH diatas 6.0, kompleksasi ion Zn dan Cu oleh gugus hidroksil kan mencegah penyerapan logam, sehingga mengurangi kapasitas maksimum.

Efisiensi Penyerapan Logam Zn dan Cu

Gambar 1 Efesiesnsi Penyerapan Logam Zn dan Cu oleh N. oculata

Gambar 1 ditunjukkan bahwa besarnya penurunan konsentrasi logam Zn dari 0.65 mg/l, 2.10 mg/l dan 3.30 mg/l berturut-turut sebesar 75.09%, 45.13% dan 17.48%. Hasil efisiensi penyerapan ini memperlihatkan dengan jelas kapasitas penyerapan N. oculata terhadap logam Zn cukup signifikan pada setiap fase petumbuhannya.Nilai ini merupakan nilai efisiensi biosorpsi tertinggi dibandingkan hasil penyerapan logam Zn pada perlakuan

Efes

iens

is P

enye

rapa

n (%

)

Perlakuan

Page 201: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

193 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

penambahan logam Zn lainnya. Hasil penyerapan ion logam Zn oleh N. oculata lebih rendah dibandingkan hasil penelitian Ramsenthill dan Meyyapan (2010) yang mencatat bahwa efisiensi penyerapan logam Zn dengan konsentrasi bervariasi antara 50- 250 mg/l mencapai 90-95%. Gambar 1 menunjukkan juga menunjukkan bahwa besarnya penurunan konsentrasi logam Cu dari 0.65 mg/l, 2.10 mg/l dan 3.30 mg/l berturut-turut sebesar 95.86%,42.33% dan 26.43%.Jika dibandingkan dengan penelitian Fahrullah (2011), maka hasil penelitian ini lebih rendah, dimana tercatat bahwa N. oculata dapat mencapai efisiensi penyerapan 99.99%. Efisiensi penyerapan tertinggi oleh mikroalga N. oculata terjadi pada fase death atau fase kematian. Bila dibandingkan kemampuan N. oculata dalam menyerap kedua logam tersebut N. oculata memiliki nilai efesiesnsi lebih tinggi terhadap Cu (95.86 %) dibandingkan dengan logam Zn (75.09 %). Hal ini diduga karena kandungan protein pada perlakuan penambahan logam Cu lebih tinggi dibandingkan Zn. Peristiwa penurunan konsentrasi logam Zn dan Cu di dalam air media kultivasi dan kenaikan Zn dan Cu di dalam sel yang terjadi pada masing-masing perlakuan menunjukkan adanya penyerapan Zn dan Cu dalam air oleh N. oculata. Perez-Rama et al. (2002) menyatakan bahwa pada saat pertumbuhan alga berlangsung, logam di lingkungan sel diserap dan diakumulasi di dalam sel, baik secara proses nonmetabolit (adsorption) ataupun metabolit (absorbtion). Naik turunnya nilai efisiensi kapasitas penyerapan logam diduga terkait dengan kemampuan desorpsi pada mikroalga sebagai bentuk pertahanan diri. Desorpsi merupakan proses pelepasan kembali ion atau molekul yang telah berikatan dengan gugus aktif pada adsorben. Hal ini diduga sebagai bentuk pertahanan diri dari mikroalga sehingga ion logam yang terikat dapat lepas dan kembali ke medium (Kurniawan dan Aunurohim 2014).

KESIMPULAN

Penambahan konsentrasi ion logam Zn dan Cu pada media kultivasi N. oculata sp memberikan pengaruh yang cukup nyata pada kapasitas dan efesiensi penyerapan N.oculata. Penambahan konsesntrasi logam Zn sebanyak 0.65 mg/l memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap kemampuan penyerapan N.oculata yang ditandai dengan kapasitas dan efesiensi biosorpsi yang cukup tinggi pada setiap fase pertumbuhannya.

DAFTAR PUSTAKA

Aksu Z. 2001. Equilibrium and kinetic modelling of cadmium(II) biosorption by C.

vulgaris in a batch system: effect of temperature. Sep. Purif. Technol. 21:285–294. Bayramoĝlu G,Tüzün I, Çelik G, Yilmaz M, Arica MY. 2006.Biosorption of mercury(II),

cadmium(II) and lead(II) ions from aqueous system by microalgae Chlamydomonas reinhardtii immobilized in alginate beads. Int J Miner Process. 81:35–43.

Doshi H, Ray A, Seth CS, Kothari IL. 2008. Bioaccumulation of Heavy Metals by Green Algae. Curr Microbiol. 56: 246– 255.

Fachrullah MR. 2011. Wastewater Treatment from Tin Tailings Bangka Island using Microalgae (ChlorellaspadnNannochloropsis sp.). [Skripsi]. Bogor (ID): DepartemenIlmudanteknologiKelautan. InstitutPertanian Bogor

Flouty R, Estephanr G. Bioaccumulation and biosorption of copper and lead by unicelluar algae Chlamydomonas reinhardtii in single and binary metal system: A comarative study. 2012. J Environ Manage. 111:106-114.

Page 202: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

194 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gupta VK, Rastogi A. 2008. Biosorption of lead from aqueous solutions by green algae oculatairogyra species: Kinetics and equilibrium studies.J Hazard Mater. 152 (1) : 407- 14.

Hala Y, Taba P,Suryati E. 2012. Biosorpsi Campuran Logam Berat Pb2+ dan Zn2+ oleh Chaetoceros calcitrans. Chem Prog. 5(2): 86-95.

Haryoto A, Wibowo. 2004. Kinetika Bioakumulasi Logam Berat Kadmium oleh Fitoplankton Chlorella sp. Lingkungan Laut Perairan Laut. 5(2): 89-103.

Kanchana S, Jeyantu J, Kathiravan R, Suganya K. 2014. Biosorption of Heavy Metals Using Algae: A Review. Int J Pharm Med Bio Sci. 3(2): 1-9.

Kawaroe M, Prartono T, Sunuddin A, Sari DW. Augustine D. 2010. Mikroalga: Potensi dan Pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan Bakar. Bogor (ID): IPB Press.

Kurniawan JI, Aunurohim. 2014. Biosorpsi Logam Zn2+dan Pb2+oleh Mikroalga Chlorella sp. Jurnal Sains dan Semi Pomits. 3(1): E1-E6.

Lee YC, Chang SP. 2011. The biosorption of heavy metals from aqueous solution by oculatairogyra and Cladophora filamentous macroalgae. Bioresour Technol .102 : 5297–5304.

Mawardi. 2011. Biosorpsi Kation Tembaga (II) dan Seng (II) oleh Biomassa Alga Hijau oculatairogyrasubsalsa. Biota . 16 (2): 269-277.

Nisak K. 2013. Studi Perbandingan Kemampuan Nannochloropsis sp. dan Chlorella sp. sebagai Agen Bioremediasi terhadap Logam Berat Timbal (Pb). [Skripsi] Surabaya (ID): Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Airlangga. 66 hal.

Perez-Rama M, Alonso JA, LoopezCH , Vaamonde ET. 2002. Cadmium removal by living cells of the marine microalga Tetraselmis suecica.BioresourTechnol. 84: 265–270.

Prasher SO, Beaugeard M, Hawari J, Bera P, Patel RM, Kim SH. 2004. Biosorption of Heavy Metals By Red Algae (Palmaria palmata). Environt Technol. 25: 1097-1106

Ramsenthil R, Meyyapan Rm. 2010. Single adn Multi-component Biosorpstion of Copper adn Zinc Ions Using Microalgal Resin. Int J Environ Sci Dev. 1(4): 298-301.

SanchezA,Ballester A,Blazquea ML, Gonzales F. 1999. Biosorpsi of Copper and Zinc by Cymodoceahadosa.FEMS.MicrobiolRev :23.527-536.

Sembiring Z, Buhani, Suharso, Sumadi. 2009. The Isothermic Adsorption Of Pb(II). Cu(II) And Cd(II) Ions On Nannochloropsis oculataEncapsulated By Silica Aquagel. Indo J Chem. 9(1): 1-5

Sjahrul M. 2013. Cu2+Biosorption Using Nannnochloropsissalina in Medium Conwy.Res J Sci IT Manage. 3(1):24-29.

Vijayaraghavan K,Jegan,Palanivelu Velan. 2004. Copper Removal from Aqueous Solution by Marine Green Algae Ulva reticulata.J Biotechnol. 7(1): 61-71.

Page 203: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

195 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

THE GROWTH OF BIOMASS Spirulina platensis WITH DIFFERENT NUTRITION GIVING WITH INDOOR AND SEMI OUTDOOR SCALE

SYSTEMS

Judita Grace Merry Nainggolan, Afrizal Tanjung Irwan Effendi Departement of Marine Science, Faculty of Fishery and Marine, University of Riau,

Pekanbaru, Provinsi Riau. Email : [email protected]

ABSTRACT

Microalgae are very potential to be developed as biofuel feedstocks when compared to food crops because they have several advantages such as rapid growth, high productivity, enabling the use of freshwater and seawater, and production costs are not too high. Spirulinaplatensis has a high nutrient content so it is used as a health food ingredient. Once the importance of the role of nutritional value of S. platensis for humans and some marine organisms, then the right culture medium to get the maximum nutritional content needs to be studied more deeply. This study aims to determine the effect of different doses of nutrition on the density of biomass cultivation of S. platensis microalgae with indoor and semi outdoor system. This research has been conducted from April to May 2018. The method by used the experimental method. The data obtained were analyzed statistically using simple linear regression equation. The results showed that the influence in the dose of nutris media guillard, S.platensis increased with the dose of nutrients as much as 0.60 ml either indoor or semi outdoor system. As for the amount of biomass density S. platensis in the semi-outdoor system the amount of biomass density is higher than the indoor system. Key words: Microalga, Spirulina platensis, Sediment, Media Guillard

PENDAHULUAN

Mikroalga sangat potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku biofuel jika dibandingkan dengan tanaman pangan karena mempunyai beberapa keuntungan antara lain pertumbuhan yang cepat, produktivitas tinggi, memungkinkan penggunaan air tawar dan air laut, dan biaya produksi yang tidak terlalu tinggi.MenurutAmini et al.,(2010), bahwaMikroalga juga memiliki struktur sel yang sederhana, kemampuan fotosintesis yang tinggi,siklus hidup yang pendek, dapat mensintesis lemak, dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang ekstrim serta tidak membutuhkan nutrisi yang banyak. Salah satu jenis mikroalga adalah Spirulina platensis.

Spirulina platensis memiliki kandungan nutrisi tinggi sehingga digunakan sebagai bahan makanan kesehatan. Spirulina mengandung 5 zat gizi utama, yaitu : karbohidrat, protein, lemak (gama linoleat, omega 3, 6, dan 9), vitamin (B-kompleks, E), mineral (Fe, Ca, K), serta pigmen alami (beta karoten, klorofil, xantofil, fikosianin). Oleh karena itu, spirulina dapat berfungsi sebagai antioksidan (mencegah kanker dan radikal bebas), meningkatkan sistemimunitas tubuh (daya tahan terhadap fluktuasi lingkungan dan serangan penyakit), serta merendahkan kolesterol (Fikri, 2006).

Media Guillard sering digunakan untuk budidaya Spirulina dan memiliki kandungan nutrisi yang lengkap. Media Guillard digunakan karena berdasarkan penelitian sebelumnya pada mikroalga Chaetoceros gracillis, media ini mendapatkan protein dan kadar lemak yang tinggi, kandungan N dan P media ini adalahN(NaNO3)=88,2032 g/l, P(NaH2PO4.2H2O)=10 g/l. Media ini biasa digunakan untuk kultivasi mikroalga dan diketahuidapat menghasilkan biomassa yang tinggi (Jati et al., 2012). Namun belum ada keterkaitan informasi dan penelitian mengenai pengaruh pemberian nutrisi dengan takaran yang berbeda pada kultur Spirulina platensis. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan

Page 204: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

196 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

penelitian mengenai kerapatan biomassa Spirulina platensis dengan pemberian takaran nutrisi media guillard yang berbeda. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perbedaan dosis nutrisi Media Guillard atau F/2 terhadap jumlah kerapatan biomassa mikroalga S. platensis dalam Skala Indoor dan Semi Outdoor.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakandari bulan April - Mei 2018. Analisis kultur dan perhitungan kerapatan biomassa dilaksanakan di Laboratorium Biologi Laut, Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau.

Gambar 1. Spirulina platensis Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan

Acak Lengkap (RAL). Rancangan Acak Lengkap (RAL), Completely Randomized Design (CRD), merupakan suatu rancangan yang sangat sederhana bila dibandingkan dengan rancangan-rancangan baku lainnya. Rancangan ini berguna apabila unit-unit percobaan homogen (seragam), dimana variasi/keragaman dari unit-unit percobaan sangat kecil. Dengan demikian rancangan ini lebih cocok digunakan pada percobaan yang dilakukan dilaboratorium atau di rumah kaca karena menyangkut homogenitas dari unit-unit percobaan (Tanjung, 2014).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Menurut Wiersma (1991) dalam Emzir (2009) mendefinisikan eksperimen sebagai suatu situasi penelitian yang sekurang-kurangnya stu variabel bebas, yang disebut sebagai variabel eksperimental, sengaja dimanipulasi oleh peneliti.

Pada penelitian ini, bibit spirulina sebanyak 100 ml yang didatangkan dari Surabaya dimasukkan ke dalam toples yang bervolume 3 L,kemudian ditambahkan air laut sebanyak 1 L, serta nutrisi yang terdiri dari vitamin dibutuhkan 0,25 ml/L, trace element 0,5 ml/L, NaHCO3 0,5 ml/L, NaH2PO4 0,5 ml/L, Setelah semua tercampur, toples diberi aerasi dan dipasangkan lampu neon 40 watt untuk pencahayaan selama 24 jam setiap harinya. Kultur dilaksanakan selama 14 hari, dan diamati setiap harinya untuk melihat jumlah kerapatan.

Air laut yang sudah disediakan diatur salinitasnya menggunakan handrefractometer menjadi 25‰, sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa kadar salinitas biomassa S.platensis yang baik adalah 25‰ (Sintya,2018). Kemudian air laut tersebut dimasukkan dalam 24 buah toples, skala indoor dan semi outdoor masing-masing menggunakan 12 buah toples. Setiap toples diisi dengan air laut sebanyak 500 ml.

Pada tahap ini disediakan terlebih dahulu gelas ukur dan tip yang sudah disterilisasikan, serta mikropipet. Kemudian disediakan larutan aquades, dan nutrisi yang

Page 205: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

197 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

terdiri dari vitamin, trace element, NaHCO3, NaHPO4. Setelah itu tuangkan 1 ml larutan aquades kedalam gelas ukur menggunakan mikropipet, kemudian masukkan kedalam larutan tersebut 0,25 ml vitamin, 0,5 ml trace element, 0,5 ml NaHCO3, dan 0,5 ml NaH2PO4. Kemudian semua larutan tersebut diaduk agar tercampur secara merata. Larutan ini yang menjadi larutan nutrisi dan akan dimanipulasi takarannya menjadi 0,50 ml, 0,55 ml, dan 0,60 ml, dan dilakukan dengan 3 kali pengulangan dan 3 kontrol yang tidak diberi larutan nutrisi. Selanjutnya diamati selama 14 hari, dengan penyamplingan dua hari sekali pada jam yang sama. Teknik penyamplingan digunakan untuk skala indoor dan semi outdoor, yaitu kultur spirulina diambil 50 ml dan dituangkan ke dalam gelas ukur, lalu difoto perubahan warna setiap proses penyamplingan, kemudian kultur disaring dengan menggunakan kertas saring yang berukuran sekitar 4-6 µm yang sudah dipersiapkan pada tahap preparasi dan sterilisasi, lalu kertas saring diletakkan pada vacum filter untuk menyaring kultur yang disampling tadi, setelah semua tersaring sempurna, kertas saring diangkat dari vacum filter menggunakan pinset dan dilipat menjadi 3 sisi dan dibungkus dengan kertas alumunium foil.

Kultur yang sudah disaring menggunakan vacum filter dan dibungkus menggunakan alumunium foil, dimasukkan ke dalam petridish yang telah diberi label terlebih dahulu, setelah itu kultur Spirulina platensis yang ada di dalam petridish dikeringkan dalam oven dengan suhu 105ºC selama 5 jam. Setelah dioven selama 5 jam, petridish diambil dari oven.

Kemudian kertas saring yang dibungkus tersebut, dibuka dan dipisahkan dari bungkusannya, lalu ditimbang dengan menggunakan timbangan digital, dan dicatat beratnya. Maka berat biomassa kultur spirulina didapat dikurangi berat kertas saring saja, yang mana pada tahap preparasi dan sterilisasi kertas saring sudah ditimbang sebelumnya.

Perhitungan kultur stok Spirulina sp. yang digunakan untuk kultur menggunakan rumus (BPPT,2013):

PB = ΔW(W0 −W1)

V

Keterangan: PB= Pertumbuhan Biomassa (gr/ml) V= Volume (ml) W1= Berat kertas saring + Berat kultur (gr) W0= Berat Kertas saring (gr)

Data yang diperoleh dari hasil perhitungan kerapatan biomassa Spirulina platensis disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Kemudian data tersebut dianalisis dan diuji dengan Analysis Of Variance (ANOVA)serta dibahas secara deskriptive yang mengacu pada literatur. Dan untuk mengetahui perbedaan pengaruh antara skala indoor dan semi outdoor dilakukan analisis menggunakan Uji T.

HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter Kualitas Air

Pengukuran Kualitas Perairan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan dalam skala

indoor dan semi outdoor. Untuk Rata-Rata Parameter Kualitas perairan dapat dilihat pada Tabel 3 untuk skala indoor dan Tabel 4 untuk skala outdoor.

Page 206: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

198 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 3.Parameter Kualitas Air pada KulturBiomassaS.platensisdalam Skala Indoor.

Tabel 4. Parameter Kualitas Air Pada Kultur Biomassa S.platensisdalam Skala Semi Outdoor

Berdasarkan Tabel 3 dan Tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil dari pengukuran

parameter perairan menunjukkan kondisi perairan dalam keadaan tidak tercemar atau baik yaitu rata-rata suhu perairan dalam skala indoor berkisar 29,25- 29,75ºC , dan pH berkisar 9-9,2. Sedangkan rata-rata suhu perairan dalam skala semi outdoor berkisar 29,25-29,5ºC , dan pH berkisar 9-9,5. Pada skala indoor dan outdoor memiliki salinitas yang sama yaitu 25 ppt.

Dari pengukuran kualitas perairan yang didapatkan selama penelitian ini berlangsung, dihasilkan bahwa kualitas air yang digunakan dalam kondisi tidak tercemar. Sesuai dengan Isnansetyo et al., (1995) suhu untuk mikroalga berkisar 16-35ºC.

Salinitas yang optimal untuk pertumbuhan Spirulina adalah berkisar antara 15- 30 ‰ (Hariyati, 2008). Nilai pH yang baik untuk S.platensis berkisar antara 8,5-9,5. Hal ini menunjukkan bahwa pH air yang didapat dalam skala indoor dan semi outdoor tergolong belum tercemar dan belum terganggu dari sekitarnya (Suryati, 2002).

Perhitungan dan Perbandingan Kultur Pertumbuhan Biomassa S. platensis denganPemberian Nutrisi yang berbeda pada Skala Indoor dan Semi Outdoor.

Perhitungan kultur biomassa dilakukan untuk mengetahui tingkat kerapatan biomassa S.platensis yang dilakukan pada skala indoor dan semi outdoor sebanyak 3 kali pengulangan dalam satu skala. Hasil perhitungan kultur biomassa dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.

No Parameter Kualitas Air

Kontrol 0,50 ml

0,55 ml

0,60 ml

1 Suhu (ºC) 29,25 29,75 29,25 29,75 2 pH 9,1 9,1 9 9

3 Salinitas (ppt) 25 25 25 25

No Parameter Kualitas Air

Kontrol 0,50 ml

0,55 ml

0,60 ml

1 Suhu (ºC) 29,25 29,5 29,5 29,5 2 pH 9 9,2 9,2 9,2

3 Salinitas (ppt) 25 25 25 25

Page 207: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

199 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel5. Perhitungan Kultur BiomassaS.platensis dengan Pemberian Nutrisi yang berbeda dalam Skala Indoor.

Nutrisi Hari Penyamplingan Rata-Rata Kerapatan Biomassa (gr/ml)

0,00

0 2 4 6 8

10 12 14

0,186 0,253 0,436 0,543 0,833 1,169 1,237 0,651

0,50

0 2 4 6 8

10 12 14

0,222 0,357 0,570 0,635 0,858 1,261 1,535 0,745

0,55

0 2 4 6 8

10 12 14

0,371 0,563 0,748 1,105 1,355 1,529 1,722 0,827

0,60

0 2 4 6 8

10 12 14

0,522 0,823 1,130 1,347 1,653 1,826 2,112 0,922

Page 208: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

200 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 6. Perhitungan Kultur Biomassa S.platensis dengan Pemberian Nutrisi yang berbeda dalam Skala Semi Outdoor.

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa untuk skala indoor dan semi outdoor

jumlah kerapatan biomassa S.platensis paling tinggi pada pemberian nutrisi 0,60 ml, nutirisi 0,55 ml, nutrisi 0,50 ml dan paling rendah tanpa pemberian nutrisi. Jumlah kerapatan biomassa S.platensisyang paling tinggi pada skala indoor adalah sebanyak 2,112 gr/ml untuk pemberian nutrisi 0,60 ml, pemberian nutrisi 0,55 ml sebanyak 1,722 gr/ml, pemberian nutrisi 0,50 ml sebanyak 1,535 gr/ml, dan tanpa pemberian nutrisi sebanyak 1,237 gr/ml. Jumlah kerapatan biomassa S.platensisyang paling tinggipada skala semi outdoor adalah sebanyak 2,125 gr/ml untuk pemberian nutrisi 0,60 ml, pemberian nutrisi 0,55 ml sebanyak 1,741 gr/ml, pemberian nutrisi 0,50 ml sebanyak 1,667 gr/ml, dan tanpa pemberian nutrisi sebanyak 1,426 gr/ml.

Nutrisi Hari Penyamplingan Rata-Rata KerapatanBiomassa

(gr/ml)

0,00

0 2 4 6 8

10 12 14

0,126 0,342 0,436 0,510 0,731 1,191 1,426 0,551

0,50

0 2 4 6 8

10 12 14

0,264 0,534 0,729 0,748 0,918 1,556 1,667 0,757

0,55

0 2 4 6 8

10 12 14

0,378 0,756 0,848 1,240 1,317 1,656 1,741 0,839

0,60

0 2 4 6 8

10 12 14

0,623 0,956 1,218 1,463 1,817 1,922 2,125 0,973

Page 209: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

201 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Dalam hal ini jumlah kerapatan biomassa spirulina dengan pemberian dosis nutisi yang berbeda lebih tinggi pada skala semi outdoor dibandingkan pada skala indoor, hal ini dapat disebabkan oleh kondisi parameter kualitas air dan kondisi lingkungan pada skala semi outdoor lebih banyak mempengaruhi proses tingkat pertumbuhan biomassanya dibandingkan pada skala indoor, hal ini sesuia dengan Kawaroe et al., (2010), yang menyatakan bahwa komunitas mikroalga pada suatu perairan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan antara lain temperatur (suhu), intensitas cahaya, derajat keasaman (pH), aerasi(sumber CO2), dan salinitas.

Berdasarkan hasil uji Oneway Anova dari setiap perlakuan yang diberikan pada skala indoor dan semi outdoor terjadi perbedaan yang sangat nyata, karena memiliki nilai signifikan yang sama yaitu p<0,01.Oleh sebab itu dilakukan uji lanjut LSD (Least Significance Diffrent) dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Tabel 7. Hasil Uji LSD Pertumbuhan BiomassaS.platensis dengan Pemberian Nutrisi yang

berbeda dalam Skala Indoor.

Tabel 8. Hasil Uji LSD

Pertumbuhan Biomassa S.platensis dengan Pemberian

Nutrisi yang berbeda dalam Skala Semi Outdoor.

Keterangan: ** = p < 0,01 (sangat berbeda nyata) Dari hasil uji lanjut LSD Tabel 7 dapat dilihat bahwa pertumbuhan biomassa

dengan pemberian dosis nutrisi yang berbeda pada skala indoor memiliki perbedaan yang sangat nyata yaitu antara kontrol dengan nutrisi 2 atau pemberian nutrisi sebanyak 0,55 ml menunjukkan nilai p > 0,05 yaitu memiliki perbedaan yang nyata dan kontrol dengan nutrisi 3 atau pemberian nutrisi sebanyak 0,60 ml menunjukkan nilai p < 0,01 yaitu memiliki perbedaan yang sangat nyata, sedangkan antara nutrisi 1 dan Nutrisi 3 menunjukkan nilai p < 0,01 yaitu memiliki perbedaan sangat nyata .

Pada Tabel 8 yaitu pertumbuhan biomassa dengan pemberian dosis nutrisi yang berbeda pada skala semi outdoor menunjukkan bahwa antara kontrol dengan nutrisi 2 atau pemberian nutrisi sebanyak 0,55 ml dan antara nutrisi 1 dengan utrisi 3 sama-sama menunjukkan nilai p < 0,05 ml yaitu memiliki perbedaan yang nyata, sedangkan antara kontrol dengan nutrisi 3 memiliki nilai p < 0,01 yaitu memiliki perbedaan yang sangat nyata.

I (Nutrisi)

J (Nutrisi)

Mean Difference (I-J)

Signifikan

Kontrol

Nutrisi 2 -.364083** .006 Nutrisi 3

-.628583** .000

Nutrisi 1

Nutrisi 3

-.51925** .000

I (Nutrisi)

J (Nutrisi)

Mean Difference (I-J)

Signifikan

Kontrol

Nutrisi 2 -.432833** .002 Nutrisi 3 -.692167** .000

Nutrisi 1 Nutrisi 3 -.460875** .001

Page 210: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

202 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Pertumbuhanbiomassa S.platensis dapat dibandingkan antara skala indoor dan semi outdoor, yang mengalami peningkatan dari hari ke-0 sampai hari ke-12, setelah itu jumlah kerapatannya mengalami penurunan kembali pada hari ke-14, hal ini dapat dilihat dan dibandingkan jumlah kerapatan biomassanya antara Gambar 3 dan Gambar 4.

Gambar 3. Kerapatan BiomassaS.platensispada Skala Indoor

Gambar 4. Kerapatan BiomassaS.platensispada Skala Outdoor

Dalam jumlah kerapatan biomassa S.platensis baik dalam skala indoor dan semi outdoor mengalami peningkatan dari hari ke-0 sampai hari ke 12, kemudian mengalamani penurunan kembali pada hari ke-14. Dari hasil peningkatan ini, dapat dinyatakan bahwa dalam jumlah kerapatan biomassanya, S. platensis melewati beberapa fase, yaitu dari hari ke-0 sampai hari ke-4 mengalami fase lag, dari hari ke 5-12 mengalami fase eksponensial, dan hari ke 13-14 mengalami fase stasioner. Pemberian jenis nutrisi juga mempengaruhi jumlah kerapatan biomassa S.platensis. Dalam penelitian ini nutrisi yang digunakan adalah jenis Media Guillard atau F/2. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Jati et al., (2012) yaitu Media Guillard atau F/2 ini biasa digunakan untuk kultivasi mikroalga dan diketahuidapat menghasilkan jumlah kerapatanbiomassa yang tinggi. Hasil Analisis Uji T PertumbuhanBiomassa S. platensis dengan Pemberian Dosis Nutrisi yang berbeda pada Skala Indoor dan Semi Outdoor. Dari hasil analisis Uji T pada skala indoor didapatkan antara kontrol dengan dosis nutrisi 0,60 ml memiliki perbedaan yang nyata , hal ini dapat dilihat dari hasil nilai signifikan yaitu 0,032 yang berarti p <0,05.Hasil analisis Uji T pada skala semi outdoor juga menunjukkan antara kontrol dengan nutrisi 0,60 ml memiliki perbedaan yang sangat nyata, hal ini juga dapat dilihat dari hasil nilai signifikan yaitu 0,007 yang berarti p < 0,01 (Lampiran 8). Dari hasil analisis ini juga dapat dilihat bahwa pertumbuhan biomassa spirulina lebih mengalami peningkatan pada skala semi outdoor dibandingkan dengan skala semi outdoor.

Pert

umbu

han

Bio

mas

sa (g

/ml)

Hari ke-

Pertumbuhan Biomassa tanpa Nutrisi

Pertumbuhan Biomassa dengan Nutrisi 0,50

Pertumbuhan Biomassa dengan Nutrisi 0,55

Pertumbuhan Biomassa dengan Nutrisi 0,60

Pert

umbu

han

Bio

mas

sa (g

/ml)

Hari ke-

Pertumbuhan Biomassa tanpa Nutrisi

Pertumbuhan Biomassa dengan Nutrisi 0,50Pertumbuhan Biomassa dengan Nutrisi 0,55Pertumbuhan Biomassa dengan Nutrisi 0,60

Page 211: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

203 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkanhasilpenelitianterdapat pengaruh dalam pemberian dosis nutris media guillard, S.platensis mengalami peningkatan dengan pemberian nutrisi sebanyak 0,60 ml baik itu skala indoor maupun semi outdoor, hal ini juga dapat dilihat dari hasil analisi Uji T yang didapatkan bahwa perbandingan antar kontrol dengan dosis nutrisi 0,60 ml memiliki perbedaan yang sangat nyata yaitu 0,032 untuk skala indoor dan 0,07 untuk skala semi outdoor. Sedangkan untuk jumlah pertumbuhan biomassa S. platensis pada skala semi outdoor jumlah kerapatannya lebih tinggi dibandingkan dengan skala indoor.

Saran

Diharapkan pada penelitian selanjutnya dilakukan kultur Spirulina platensis dengan dosis nutrisi sebanyak 0,60 ml dan dilakukan dalam skala semi outdoor, serta dilakukan analisis terhadap faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi jumlah kerapatan biomassa S. platensis. Penelitian selanjutnya juga diharapkan dapat mengetahui dosis nutrisi yang lebih baik lagi untuk mempengaruhi pertumbuhan biomassa S. platensis tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Amini, S., dan R. Susilowati. 2010. Produksi biodiesel dari mikroalga Botryococcus

braunii. Squalen. 5 (1). BPPT, 2013, Development of Planning and Policy Support for Improving the Potential

Production of Biogas as Renewable Energy in Indonesia’s Tofu Industries, Renewable Energy- Efficiency Energy Partnership (REEEP) Environmental Technology Centre , The agency for the Assessment and Aplication of Technology.

Emzir. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Pt Raja Grafindo Persada. Fikri. 2006. Kandungan Gizi Spirulina. http://www.kesehatan alami.com/sea

cucumber-spirulina-kandungan.php [20 Desember 2017]. Hariati, R. 2008. Pertumbuhan dan Biomassa Spirulina sp. dalam Skala Laboratorium.

Jurnal Biologi. 10(1):19-22. Isnansetyo, A., dan Kurniastuty. 1995. Teknik kultur phytoplankton dan

zooplankton.Kanisius: Yogyakarta. hal. 34-85 Jati, F., J. Hutabarat, dan V.E. Herawati. 2012. Pengaruh Penggunaan Dua Jenis Media

Kultur Teknis yang Berbeda Terhadap Pola Pertumbuhan, Kandungan Protein, dan Asam Lemak Omega 3 EPA (Chaetoceros gracilis). Journal Of Aquaculture Management and Technology.1.(1):221.235.

Kawaroe, M., T. Prartono, A. Sunuddin , S. W. Sari 2010, Mikroalga: Potensi dan Pemanfaatannya Untuk Produksi Bio Bahan Bakar, PT. Penerbit IPB Press, Bogor.

Suryati. 2002. Pemanfaatan limbah cair pabrik gula (LCPG) untuk pertumbuhan Spirulina sp.. Skripsi. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang. 74 hal.

Tanjung, A. Rancangan Percobaan. 2014. Edisi Revisi (3). Penerbit Tantaramesta. Bandung : Assosiasi Direktorati Indonesia.

Page 212: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

204 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

KONDISI KESEHATAN HUTAN MANGROVE PULAU TUNDA SERANG BANTEN TERHADAP KEPADATAN Littoraria scabra

Syahrial

1Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan Maju Tapian Nauli Jl. Ki Hajar Dewantara No. 1 Sibuluan Indah, Pandan, Tapanuli Tengah 22611

2Belukap Mangrove Club Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Riau Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas Km 12,5 Gedung Marine Center Lantai 1

Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru 28293 Email: [email protected]

ABSTRAK

Hutan mangrove memiliki fungsi yang besar secara biologi dan keberadaannya sudah sangat terancam. Kajian kondisi kesehatan hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten terhadap kepadatan Littoraria scabra telah dilakukan pada bulan Januari 2014. Hal ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kerapatan hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten terhadap kepadatan gastropoda L. scabra dan sebagai data dasar dalam mengevaluasi pengelolaan hutan mangrove Indonesia kedepannya. Data kondisi vegetasi mangrove Pulau Tunda Serang Banten dikumpulkan dengan membuat transek garis dan plot yang ditarik dari titik acuan (tegakan mangrove terluar) dan tegak lurus garis pantai sampai ke daratan. Sementara untuk data kondisi gastropoda L. scabra dikumpulkan menggunakan plot yang berukuran 1 x 1 m2 dan dipasang dalam plot transek vegetasi mangrove berukuran 10 x 10 m2. Selanjutnya hubungan antara kerapatan hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten dengan kepadatan gastropoda L. scabra dianalisis menggunakan regresi linier sederhana. Hasil penelitian menunjukan bahwa kerapatan hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten tergolong baik dan sangat padat. Kemudian, keanekaragaman dan dominansi hutan mangrovenya tergolong rendah (1.20 dan 0.52), sedangkan keseragamanmya tergolong agak seimbang (0.60). Selain itu, kepadatan gastropoda L. scabra pada Stasiun 1 (6.31 ind/m2) lebih tinggi dari pada Stasiun 2 (2.24 ind/m2) dan hubungan kerapatan hutan mangrovenya dengan kepadatan gastropoda L. scabra menunjukan hubungan yang positif yakni semakin rendah kerapatan hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten, maka kepadatan gastropoda L. scabra juga semakin rendah dan begitu sebaliknya. Kata kunci: kesehatan mangrove, Littoraria scabra, Pulau Tunda, Banten

PENDAHULUAN

Hutan mangrove adalah hutan pantai yang ditemukan di muara terlindung dan di sepanjang tepian sungai serta laguna pada daerah tropis dan subtropis (Maiti dan Chowdhury 2013), sangat sensitif terhadap pasang surut (Woodroffe dan Grindrod 1991), paling beragam di lingkungan laut (Suratissa dan Rathnayake 2017), komponen penting dari kedua ekosistem pesisir dan laut lainnya (karang dan lamun) (Sandiyan dan Kathiresan 2012), lahan basah yang paling produktif (Hartati dan Harudu 2016), zona perangkap yang baik terhadap puing-puing laut dan darat (Udechukwu et al. 2014) hingga memiliki akses yang mudah dengan komponen biodiversitas dan lahan yang tinggi, serta menjadi salah satu isu lingkungan dunia saat ini (Onrizal 2010).

Indonesia merupakan rumah bagi lebih dari 20% kawasan mangrove dunia (Giri et al. 2011) dan sedikitnya terdapat 38 spesies mangrove sejati (Brown 2007), sehingga menjadikan hutan mangrove Indonesia sebagai habitat paling penting di dunia (Ilman et al. 2016). Total luas hutan mangrove Indonesia pada tahun 2012 mencapai 23324.3 Km2

(Hamilton dan Casey 2016), dimana pada tahun 1980 mencapai 4.2 juta ha (FAO 2007, Nurdin et al. 2015) dan pada tahun 2005 mencapai 2.9 juta ha (FAO 2007). Hartati dan Harudu (2016) menyatakan bahwa luas hutan mangrove Indonesia mencapai 3.5 juta ha,

Page 213: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

205 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

sedangkan ITTO (2012) menyatakan sekitar 31890 km2. Kemudian pada tahun 1993 luas hutan mangrove Indonesia hampir mencapai 50% dari luas hutan mangrove Asia dan 25% dari luas hutan mangrove dunia (Onrizal 2010).

Saat ini hutan mangrove Indonesia dalam kondisi rusak parah (57.60%) (Anwar dan Gunawan 2006). Menurut FAO (2007) Indonesia telah kehilangan lebih dari 1.2 Mha hutan mangrovenya sejak tutupan hutan mangrovenya masih 4.2 Mha pada tahun 1980. Hilangnya hutan mangrove Indonesia telah terjadi 6 abad terakhir dengan kerusakan yang sangat luas di Pulau Jawa, namun tidak terdeteksi dan menyebabkan lebih dari 70% wilayah mangrove asli Pulau Jawa menjadi hilang (Ilman et al. 2016). Selain itu, di pantai Timur Sumatera juga terjadi eksploitasi kayu mangrove yang merajalela, namun informasi tentang tingkat eksploitasinya tidak tercatat dan hanya disertakan dalam data untuk serangkaian hasil hutan saja (Burbridge dan Koesoebiono 1982, Choong et al. 1990). Basyuni dan Sulistiyono (2018) menyatakan bahwa sekitar 22513.2 ha hutan mangrove Sumatera Utara telah hilang antara tahun 1990 – 2015. Begitu juga di Provinsi Sulawesi Selatan, selama 30 tahun terakhir kerusakan hutan mangrovenya mencapai hampir 90% (Nurdin et al. 2015). Menurut Hamilton dan Casey (2016) rata-rata hilangnya hutan mangrove Indonesia dari tahun 2000 – 2012 sekitar 62.4 Km2/tahun dan hal ini menyebabkan Indonesia memiliki tingkat kehilangan mangrove tertinggi di dunia setiap tahunnya.

Gastropoda Littoraria scabra merupakan biota yang dominan pada ekosistem mangrove (Wolf et al. 2001, Alfaro 2007) dan ditemukan banyak diseluruh Samudera Pasifik (Alfaro 2007). Menurut Alvarez-Leon dan Garcia-Hansen (2003) genus Littorina dari famili Littorinidae ini dapat hidup pada akar, batang maupun daun mangrove. Di daerah tropis, genus Littorina pada umumnya bersifat grazers (Norton et al. 1990, Christensen 1998) dan akan melakukan pergerakan apabila air laut mulai surut ataupun pasang (Tupan 2009).

Nehemia et al. (2016) menyatakan bahwa efek langsung dari hilangnya hutan mangrove yang luas adalah hilangnya habitat fauna yang ada di sekitarnya. Selain itu, juga menyebabkan peningkatan risiko kepunahan 40% spesies hewan endemik yang ditemukan secara eksklusif di habitat mangrove (Luther dan Greenberg 2009). Mengingat pentingnya fungsi dan peranan hutan mangrove bagi kehidupan biota pesisir dan laut khususnya gastropoda L. scabra, maka kajian kondisi kesehatan hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten terhadap kepadatan L. scabra sangat perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kerapatan hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten terhadap kepadatan gastropoda L. scabra dan sebagai data dasar dalam mengevaluasi pengelolaan hutan mangrove Indonesia kedepannya.

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2014 di kawasan ekosistem mangrove

Pulau Tunda Kabupaten Serang Provinsi Banten. Stasiun 1 berada di bagian Timur pulau, sedangkan Stasiun 2 berada di bagian Selatan pulau (Gambar 1).

Page 214: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

206 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 1 Peta lokasi penelitian di Pulau Tunda Serang Banten

Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rol meter, buku identifikasi

mangrove Noor et al. (2006), data sheet, kamera, GPS Garmin 62 series, alat tulis, kantong plastik polyethylene, cool box dan buku identifikasi gastropoda Dharma (1988), sedangkan bahan yang digunakan adalah alkohol 70% yang digunakan untuk pengawetan gastropoda L. scabra. Pengumpulan Data Kondisi Vegetasi Mangrove

Data kondisi vegetasi mangrove Pulau Tunda Serang Banten dikumpulkan dengan

membuat transek garis dan plot yang ditarik dari titik acuan (tegakan mangrove terluar) dan tegak lurus garis pantai sampai ke daratan. Kemudian transek garis tersebut dibuat petak-petak contoh (plot) dengan ukuran 10 X 10 m2 yang berdiamater batang > 4 cm pada setinggi dada atau sekitar 1.3 m dari atas tanah (Bengen 2004). Pengumpulan Data Kondisi Gastropoda Littoraria scabra

Untuk data kondisi gastropoda L. scabra di Pulau Tunda Serang Banten,

dikumpulkan menggunakan petak contoh (plot) yang berukuran 1 x 1 m2 yang dipasang dalam plot transek vegetasi mangrove berukuran 10 x 10 m2 (Ernanto et al. 2010) (Gambar 2).

Gambar 2 Pengumpulan kondisi gastropoda L. scabra di Pulau Tunda Serang Banten

Page 215: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

207 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Analisis Kerapatan dan Kriteria Kerusakan Mangrove Untuk analisis kerapatan mangrove di Pulau Tunda Serang Banten mengacu pada

English et al. (1994) dan Bengen (2004), sementara kriteria baku penilaian kerusakan mangrovenya mengacu pada MNLH (2004). Analisis Keanekaragaman, Dominansi dan Keseragaman Mangrove

Pada penelitian ini, analisis keanekaragaman mangrove di Pulau Tunda Serang Banten dianalisis menggunakan Indeks keanekaragaman Shannon-Weaver dengan kriteria H’ ≤ 2.0 (keanekaragaman rendah), 2.0 < H’ ≤ 3.0 (keanekaragaman sedang) dan H’ ≥ 3.0 (keanekaragaman tinggi) (Setyobudiandy et al. 2009). Kemudian untuk analisis dominansi mangrovenya menggunakan Indeks dominansi Simpson yaitu dengan kriteria 0 < C ≤ 0.5 (dominansi rendah), 0.5 < C ≤ 0.75 (dominansi sedang) dan 0.75 < C ≤ 1 (dominansi tinggi) (Setyobudiandy et al. 2009). Selanjutnya untuk analisis keseragaman mangrove Pulau Tunda Serang Banten, dianalisis menggunakan Indeks keseragaman Shannon-Weaver, dimana kriterianya adalah 0 < E ≤ 0.5 (komunitas dalam keadaan tertekan), 0.5 < E ≤ 0.75 (komunitas dalam keadaan agak seimbang) dan 0.75 < E ≤ 1 (komunitas dalam keadaan seimbang) (Setyobudiandy et al. 2009). Analisis Kepadatan Gastropoda Littoraria scabra

Untuk analisis kepadatan gastropoda L. scabra di Pulau Tunda Serang Banten

mengacu pada Odum (1971), Brower dan Zar (1977), Southwood (1978) dan Krebs (1989). Analisis Hubungan kerapatan Hutan Mangrove dan Kepadatan Littoraria scabra

Hubungan atau keterkaitan antara kerapatan hutan mangrove Pulau Tunda Serang

Banten dan kepadatan gastropoda L. scabra dilakukan menggunakan regresi linier sederhana (Zamani 2015; Kalor et al. 2018).

HASIL DAN PEMBAHASAN Kerapatan dan Kriteria Kerusakan Mangrove

Tabel 1 memperlihatkan bahwa kerapatan hutan mangrove di Pulau Tunda Serang Banten berkisar antara 11.11 – 1988.89 ind/ha. Kerapatan tertingginya terdapat di Stasiun I (bagian Timur), sedangkan kerapatan terendahnya di Stasiun 2 (bagian Selatan). Bila dibandingkan dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 tahun 2004, hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten tergolong baik dan sangat padat (>1500 ind/ha). Menurut Polidoro et al. (2010) ancaman utama spesies mangrove adalah degradasi habitat dan konversi lahan menjadi akuakultur, pertanian, pengembangan perkotaan dan pesisir serta eksploitasi yang berlebihan. Hal serupa juga dinyatakan oleh Basyuni et al. (2015) bahwa akuakultur dan perkebunan kelapa sawit merupakan penyebab utama hilangnya hutan mangrove di Indonesia. Kemudian Wolanski et al. (2000) menyatakan bahwa kerusakan mangrove di beberapa negara Asia selama 20 tahun terakhir mendekati 50 – 80%, baik itu di Jawa, Sulawesi, Sumatera maupun Filipina. Sementara itu, Green et al. (1996) juga menyatakan bahwa tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggal di daerah pesisir diperkirakan mencapai 60%. Kemudian lebih dari 100 juta orang tinggal dalam

Page 216: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

208 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

jarak 10 km dari hutan mangrove dan diperkirakan meningkat sekitar 120 juta orang pada tahun 2015 (UNEP 2014).

Tabel 1 Kerapatan hutan mangrove di Pulau Tunda Serang Banten

Stasiun Kerapatan (ind/ha) Total RA RS BG SC RM LR 1 1988.89 - 122.22 - 522.22 11.11 2644.44 2 1244.44 800.00 244.44 11.11 - - 2299.99

RA (Rhizophora apiculata), RS (Rhizophora stylosa), BG (Bruguiera gymnorrhiza), SC (Sonneratia caseolaris), RM (Rhizophora mucronata), LR (Lumnitzera racemosa) Keanekaragaman, Dominansi dan Keseragaman Mangrove

Tabel 2 memperlihatkan bahwa rata-rata keanekaragaman mangrove di Pulau

Tunda Serang Banten adalah 1.20. Hal ini mengindikasikan bahwa keanekaragaman hutan mangrovenya tergolong rendah dan kondisi vegetasinya juga kurang baik, dimana sebagian besar jenis mangrovenya tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya dan diduga mengalami gangguan. Penelitian yang dilakukan oleh Syahrial (2018) di hutan mangrove Utara Indonesia (Pulau Miangas) juga menunjukkan indeks keanekaragaman yang hampir sama yakni 1.35 dan tergolong rendah. Menurut Latuconsina et al. (2012) indeks keanekaragaman merupakan nilai yang dapat menunjukkan keseimbangan keanekaragaman dalam suatu pembagian jumlah individu tiap spesiesnya. Kemudian Insafitri (2010) menyatakan bahwa keanekaragaman biota dalam suatu perairan sangat tergantung pada banyaknya spesies disuatu komunitas tersebut, sedangkan Brower et al. (1990) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis merupakan suatu ekspresi dari struktur komunitas, dimana suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, apabila proporsi antar jenis secara keseluruhannya sama banyak. Sementara Odum (1996) menyatakan bahwa nilai indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh gangguan terhadap lingkungan atau untuk mengetahui tahapan suksesi dan kestabilan dari komunitas tumbuhan pada suatu lokasi.

Tabel 2 Keanekaragaman, dominansi dan keseragaman mangrove Pulau Tunda Serang

Banten

Stasiun Jumlah Spesies H’ C E

1 207 1.39 0.43 0.70 2 238 1.01 0.61 0.50 Rata-Rata 1.20 0.52 0.60

Tabel 2 juga memperlihatkan bahwa rata-rata dominansi mangrove di Pulau Tunda

Serang Banten adalah 0.52 sehingga komunitasnya dikategorikan rendah. Syahrial (2018) menyatakan bahwa rendahnya nilai dominansi mengindikasikan bahwa komunitas mangrovenya berkompetisi secara bersama-sama dalam memanfaatkan ruang, cahaya matahari, tidak terjadinya pemusatan oleh suatu jenis, daya adaptasinya luas dan komunitasnya tersebar merata. Menurut Munthe et al. (2012) indeks dominansi digunakan untuk mengetahui sejauh mana suatu spesies mendominansi spesies lainnya.

Selain itu, Tabel 2 memperlihatkan bahwa rata-rata keseragaman mangrovenya adalah 0.60 yang mengambarkan komunitasnya dalam keadaan agak seimbang. Menurut

Page 217: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

209 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Supriadi et al. (2015) rendahnya indeks keseragaman suatu komunitas mengindikasikan bahwa kondisi lingkungannya semakin tidak stabil (tidak seimbang) dan menunjukkan komunitasnya dalam keadaan tertekan. Kemudian Bartolini et al. (2011) dan Penha-Lopes et al. (2011) menyatakan bahwa keragaman makrobenthos pada ekosistem mangrove sangat dipengaruhi oleh kontaminansi. Kepadatan Gastropoda Littoraria scabra

Kepadatan gastropoda L. scabra di hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten pada Stasiun 1 adalah 6.31 ind/m2, sedangkan pada Stasiun 2 adalah 2.24 ind/m2 (Gambar 3). Tingginya kepadatan L. scabra pada Stasiun 1 diduga karena kerapatan mangrovenya lebih tinggi dibandingkan dengan Stasiun 2. Menurut Silaen et al. (2013) tekanan ekologis dan perubahan lingkungan vegetasi mangrove akan mempengaruhi kepadatan gastropoda. Di Teluk Ambon misalnya, rusaknya hutan mangrove yang diakibatkan oleh konversi lahan mangrove menjadi permukiman penduduk maupun lahan pertanian, menyebabkan gastropoda L. scabra tidak ditemukan di kawasan hutan mangrove Passo dan Negeri Lama (Suyadi 2009). Kemudian di kawasan mangrove Kelurahan Tugurejo Kota Semarang yang telah mengalami tekanan fisik oleh pertambakan, industri, permukiman penduduk maupun pariwisata, juga menyebabkan tidak ditemukan gastropoda L. scabra (Haryoardyantoro et al. 2013). Sementara di kawasan mangrove Teluk Awur Jepara yang merupakan daerah program rehabilitasi mangrove, gastropoda L. scabra hanya ditemukan dengan tingkat kehadiran yang rendah di beberapa titik saja (Silaen et al. 2013).

Gambar 3 Kepadatan gastropoda L. scabra di Pulau Tunda Serang Banten

Hubungan Kerapatan Hutan Mangrove dan Kepadatan Littoraria scabra Hubungan kerapatan hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten dengan kepadatan gastropoda L. scabra menunjukan hubungan yang positif (Y = 0.011x + 24.93) (Gambar 4), dimana semakin rendah kerapatan hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten, maka kepadatan gastropoda L. scabra juga semakin rendah. Sebaliknya, semakin tinggi kerapatan hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten, maka kepadatan gastropoda L. scabra juga semakin tinggi.

Kep

adat

an (i

nd/m

2 )

Stasiun Pengamatan

Page 218: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

210 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 4 Hubungan kondisi kesehatan hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten dan

kepadatan L. Scabra

Menurut Budiasih et al. (2015) kerapatan mangrove sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kandungan bahan organik di sedimen. Bahan organik tersebut berasal dari bagian-bagian pohon, terutama yang berupa daun (Andrianto et al. 2015) dan oleh biota yang hidup di sekitarnya dimanfaatkan sebagai sumber makanan (Silaen et al. 2013). Alfaro (2008) menyatakan bahwa gastropoda L. scabra merupakan hewan herbivora dengan jenis makanannya adalah mikroalga, lembaran-lembaran makrofita, filamen alga dan jaringan mangrove.

KESIMPULAN

Kerapatan hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten pada Stasiun 1 lebih tinggi

dibandingkan Stasiun 2 dan secara keseluruhan kondisi kesehatan hutan mangrovenya masih tergolong baik dan sangat padat, walaupun keanekaragam dan dominansinya tergolong rendah serta keseragamannya agak seimbang. Kemudian kepadatan gastropoda L. scabra pada Stasiun 1 juga lebih tinggi dibandingkan Stasiun 2 dan hubungan antara kerapatan hutan mangrove dengan kepadatan gastropoda L. scabra menunjukan hubungan yang positif, dimana semakin rendah kerapatan hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten, maka kepadatan gastropoda L. scabra juga semakin rendah. Sebaliknya, semakin tinggi kerapatan hutan mangrove Pulau Tunda Serang Banten, maka kepadatan gastropoda L. scabra juga semakin tinggi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepada mas Nana Oyod dan teman-teman yang

telah membantu saat pengambilan sampel di lapangan dan ucapkan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Kepala Desa yang telah memberi izin sehingga terlaksananya penelitian ini.

Page 219: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

211 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

DAFTAR PUSTAKA Alfaro AC. 2007. Migration and trail affinity of snails, Littoraria scabra, on mangrove

trees of Nananu-i-ra, Fiji Islands. Marine and Freshwater Behaviour and Physiology. 40(4):247 – 255.

Alfaro AC. 2008. Diet of Littoraria scabra, while vertically migrating on mangrove trees: Gut content, fatty acid, and stable isotope analyses. Estuarine, Coastal and Shelf Science. 79(4):718 – 726.

Alvarez-Leon R, Garcia-Hansen I. 2003. Biodiversity associated with mangroves in Colombia. ISME/GLOMIS Electronic Journal. 3(1):1 – 2.

Andrianto F, Bintoro A, Yuwono SB. Produksi dan laju dekomposisi serasah mangrove (Rhizophora sp.) di Desa Durian dan Desa Batu Menyan Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Sylva Lestari. 3(1):9 – 20.

Anwar C, Gunawan H. 2006. Peranan ekologis dan sosial ekonomis hutan mangrove dalam mendukung pembangunan wilayah pesisir. Dalam: Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. 20 September 2006. Padang, Indonesia.

Bartolini F, Cimo F, Fusi M, Dahdouh-Guebas F, Lopes GP, Cannicci S. 2011. The effect of sewage discharge on the ecosystem engineering activities of two East African fiddler crab species: Consequences for mangrove ecosystem functioning. Marine Environmental Research. 71(1):53 – 61.

Basyuni M, Sulistiyono N. 2018. Deforestation and reforestation analysis from land-use changes in North Sumatran Mangroves, 1990-2015. Dalam: IOP Conference Series: Materials Science and Engineering. 7 – 8 September 2017. Sumatera Utara, Indonesia.

Basyuni M, Putri LAP, Murni MB. 2015. Implication of land-use and land-cover change into carbon dioxide emissions in Karang Gading and Langkat Timur wildlife reserve, North Sumatra, Indonesia. Manajemen Hutan Tropika. 21(1):25 – 35.

Bengen DG. 2004. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan - IPB. Bogor, Indonesia.

Brower JE, Zar JH. 1977. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Dubuque, Iowa.

Brower JE, Zar JH, von Ende CN. 1990. Field and Laboratory Methods for General Ecology - Third Edition. Dubuque, Iowa. 237p.

Brown B. 2007. Resilience Thinking Applied to The Mangroves of Indonesia. IUCN & Mangrove Action Project. Yogyakarta, Indonesia. 53p.

Budiasih R, Supriharyono, Max Rudolf Muskananfola. 2015. Analisis kandungan bahan organik, nitrat, fosfat pada sedimen di kawasan mangrove jenis Rhizophora dan Avicennia di Desa Timbulsloko, Demak. Management of Aquatic Resources. 4(3):66 – 75.

Burbridge PR, Koesoebiono. 1982. Management of mangrove exploitation in Indonesia. Applied Geography. 2(1):39 – 54.

Choong ET, Wirakusumah RS, Achmadi SS. 1990. Mangrove forest resources in Indonesia. Forest Ecology and Management. 33 – 34:45 – 57.

Christensen JT. 1998. Diet in Littoraria. Hydrobiologia. 378 (1 – 3):235 – 236. Dharma B. 1988. Siput dan Kerang Indonesia (Indonesian Shells). Jakarta, Indonesia. English S, Wilkinson C, Baker V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources.

ASEAN-Australia Marine Science Project: Living Coastal Resources, Australian Institute of Marine Science. Townsvile, Australian.

Page 220: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

212 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Ernanto R, Agustriani F, Aryawati R. 2010. Struktur komunitas gastropoda pada ekosistem mangrove di muara Sungai Batang Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan. Maspari. 1:73-78.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2007. The World’s Mangroves 1980 – 2005: A Thematic Study Prepared in The Framework of The Global Forest Resources Assessment 2005. Roma, Itali.

Giri C, Ochieng E, Tieszen LL, Zhu Z, Singh A, Loveland T, Masek J, Duke N. 2011. Status and distribution of mangrove forests of the world using earth observation satellite data. Global Ecology and Biogeography. 20(1):154 – 159.

Green EP, Mumby PJ, Edwards AJ, Clark CD. A review of remote sensing for the assessment and management of tropical coastal resources. Coastal Management. 24(1):1 – 40.

Hamilton SE, Casey D. 2016. Creation of a high spatio-temporal resolution global database of continuous mangrove forest cover for the 21st century (CGMFC-21). Global Ecology and Biogeography. 25(6):729 – 738.

Hartati dan Harudu L. 2016. Identifikasi jenis-jenis kerusakan ekosistem hutan mangrove akibat aktivitas manusia di Kelurahan Lowulowu Kecamatan Lea-Lea Kota Baubau. Penelitian Pendidikan Geografi. 1(1):30 – 45.

Haryoardyantoro S, Hartati R, Widianingsih. 2013. Komposisi dan kelimpahan gastropoda di vegetasi mangrove Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu, Kota Semarang. Journal of Marine Research. 2(2):85 – 93.

Ilman M, Dargusch P, Dart P, Onrizal. 2016. A historical analysis of the drivers of loss and degradation of Indonesia’s mangroves. Land Use Policy. 54:448 – 459.

Insafitri. 2010. Keanekaragaman, keseragaman dan dominansi bivalvia di area buangan lumpur lapindo Muara Sungai Porong. Kelautan. 3(1):54-59.

[ITTO] International Tropical Timber Organization. 2012. ITTO Tropical Forest Update : A Newsletter from The International Tropical Timber Organization to Promote The Conservation and Sustainable Development of Tropical Forest. Yokohama, Japan. 24p.

Kalor JD, Dimara L, Swabra OG, Paiki K. 2018. Status kesehatan dan uji spesies indikator biologi ekosistem mangrove Teluk Yotefa Jayapura. Biosfera. 35(1):1 – 9.

Krebs CJ. 1989. Ecological Methodology. University of British Columbia, Harper Collins Publishers, New York.

Latuconsina H, Nessa MN, Rappe RA. 2012. Komposisi spesies dan struktur komunitas ikan padang lamun di perairan Tanjung Tiram – Teluk Ambon Dalam. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 4(1):35-46.

Luther DA, Greenberg R. 2009. Mangroves: A global perspective on the evolution and conservation of their terrestrial vertebrates. BioScience. 59(7):602 – 612.

Maiti SK, Chowdhury A. 2013. Effects of anthropogenic pollution on mangrove biodiversity: A review. Environmental Protection. 4(12):1428 – 1434.

[MNLH] Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tentang Kriteria Baku dan Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove No. 201. Jakarta, Indonesia.

[MNLH] Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2004b. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tentang Baku Mutu Air Laut No. 51. Jakarta, Indonesia.

Munthe YV, Aryawati R, Isnaini. 2012. Struktur komunitas dan sebaran fitoplankton di perairan Sungsang Sumatera Selatan. Maspari. 4(1):122 – 130.

Nehemia A, Huyghe F, Kochzius M. 2016. Genetic erosion in the snail Littoraria subvittata (Reid, 1986) due to mangrove deforestation. Journal of Molluscan Studies. 1 – 10: 1 – 10.

Page 221: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

213 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Noor YR, Khazali M, Suryadiputra INN. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP. Bogor, Indonesia.

Norton TA, Hawkins SJ, Manley NL, Williams GA, Watson DC. 1990. Scraping a living: A review of littorinid grazing. Hydrobiologia. 193(1):117 – 138.

Nurdin N, Akbar M, Patittingi F. 2015. Dynamic of mangrove cover change with anthropogenic factor on small island, Spermonde Archipelago. In: Proc. SPIE 9638: Remote Sensing of the Ocean, Sea Ice, Coastal Waters, and Large Water Regions. 2015 October 14. Toulouse, France.

Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. Philadelphia, Pennsylvania. Odum EP. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta,

Indonesia. Onrizal. 2010. Perubahan tutupan hutan mangrove di pantai Timur Sumatera Utara periode

1977 – 2006. Biologi Indonesia. 6(2):163 – 172. Penha-Lopes G, Torres P, Cannicci S, Narciso L, Paula J. 2011. Monitoring anthropogenic

sewage pollution on mangrove creeks in southern Mozambique: A test of Palaemon concinnus Dana, 1852 (Palaemonidae) as a biological indicator. Environmental Pollution. 159(2):636 – 645.

Polidoro BA, Carpenter KE, Collins L, Duke NC, Ellison AM, Ellison JC, Farnsworth EJ, Fernando ES, Kathiresan K, Koedam NE, Livingstone SR, Miyagi T, Moore GE, Nam VN, Ong JE, Primavera JH, Salmo SG, Sanciangco JC, Sukardjo S, Wang Y, Yong JWH. 2010. The loss of species: Mangrove extinction risk and geographic areas of global concern. Plos One. 5(4):1 – 10.

Pramudji. 2002. Eksploitasi hutan mangrove di Indonesia: Dampak dan upaya untuk penanggulangannya. Oseana. 27(3):11 – 17.

Sandilyan S, Kathiresan K. 2012. Mangrove conservation: A global perspective. Biodiversity and Conservation. 21(14):3523 – 3542.

Setyobudiandi I, Sulistiono, Yulianda F, Kusmana C, Hariyadi S, Damar A, Sembiring A, Bahtiar. 2009. Sampling dan Analisis Data Perikanan dan Kelautan: Terapan Metode Pengambilan Contoh di Wilayah Pesisir dan Laut. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institur Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia.

Silaen IF, Hendrarto B, Supardjo MN. 2013. Distribusi dan kelimpahan gastropoda pada hutan mangrove Teluk Awur Jepara. Journal of Management of Aquatic Resources. 2(3):93 – 103.

Southwood TRE. 1978. Ecological Methods. London, Inggris. Supriadi, Romadhon A, Farid A. 2015. Struktur komunitas mangrove di Desa Martajasah

Kabupaten Bangkalan. Kelautan. 8(1):44 – 51. Suratissa DM, Rathnayake US. 2017. Effect of pollution on diversity of marine gastropods

and its role in trophic structure at Nasese Shore, Suva, Fiji Islands. Asia-Pacific Biodiversity. 10(2):192 – 198.

Suyadi. 2009. Kondisi hutan mangrove di Teluk Ambon: Prospek dan tantangan. Berita Biologi. 9(5):481 – 490.

Syahrial. 2018. Keadaan hutan mangrove di Utara Indonesia berdasarkan indikator kualitas lingkungan dan indikator ekologis komunitas. Maspari. 10(1):89 – 96.

Tupan CI. 2009. Tingkah laku pergerakan gastropoda Littorina scabra pada pohon mangrove Sonneratia alba di perairan pantai Tawiri, Pulau Ambon. Triton. 5(1):28 – 33.

Udechukwu BE, Ismail A, Zulkifli SZ, Omar H. 2014. Distribution, mobility and pollution assessment of Cd, Cu, Ni, Pb, Zn and Fe in intertidal surface sediments of Sg. Puloh mangrove estuary, Malaysia. Environmental Science and Pollution Research. 22(6):4242 – 4255.

Page 222: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

214 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

[UNEP] The United Nations Environment Programme. 2014. The Importance of Mangroves to People: A Call to Action. Cambridge. 128P.

Wolanski E, Spagnol S, Thomas S, Moore K, Alongi DM, Trott L, Davidson A. 2000. Modelling and visualizing the fate of shrimp pond effluent in a mangrove-fringed tidal creek. Estuarine, Coastal and Shelf Science. 50(1):85 – 97.

Wolf HD, Ulomi SA, Backeljau T, Pratap HB, Blust R. 2001. Heavy metal levels in the sediments of four Dar es Salaam mangroves: Accumulation in, and effect on the morphology of the periwinkle, Littoraria scabra (Mollusca: Gastropoda). Environment International. 26(4):243 – 249.

Woodroffe CD, Grindrod J. 1991. Mangrove biogeography: The role of quaternary environmental and sea-level change. Biogeography. 18(5):479 – 492.

Zamani NP. 2015. Kelimpahan Acanthaster planci sebagai indikator kesehatan karang di perairan Pulau Tunda, Kabupaten Serang, Banten. Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 7(1):273 – 286.

Page 223: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

215 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

MODEL SEBARAN SUHU AIR PENDINGIN MESIN POWER PLANT DI PERAIRAN PELINTUNG SELAT RUPAT

Syahril Nedi dan Santoso

ABSTRAK

Studi simulasi sebaran suhu air limbah pendingin mesin power plant telah dilakukan di

perairan Pelintung Selat Rupat. Informasi primer yang dipakai merupakan data pengukuran suhu air di outfall power plant dan area di sekitar Perairan Pelintung Selat Rupat pada jarak 50 hingga 500 m. Data pasang surut yang digunakan merupakan data ramalan dari AG95. Lokasi pemodelan ini menggunakan 2 batas terluar pasang surut. Data pasut yang digunakan merupakan data pasut ramalan bulan Januari (mewakili musim barat) dan data pasut ramalan bulan Agustus (mewakili musim timur). Suhu yang dimodelkan merupakan beda suhu (delta) natural (29oC) dengan suhu air outlet power plat (36oC) yaitu sebesar 7 oC. Pola arus di Selat Rupat terlihat mengalami dua pergerakan yaitu masuk dan keluar Selat Rupat. Pada saat menjelang pasang hingga pasang, arus sebagian besar masuk ke Selat Rupat. Pada saat menjelang surut hingga surut, arus bergerak meninggalkan Selat Rupat. Kecepatan arus di sekitar outfall cukup bervariasi yakni berkisar 0.1 - 0.38 m/s. Sebaran delta suhu hasil simulasi musim timur tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dengan hasil simulasi musim barat. Kata kunci : Perairan Pelintung, Outlet power plant dan Sebaran Suhu.

PENDAHULUAN

Pertumbuhan industri disuatu Kawasan harus diikuti dengan peningkatan pasokan energi listrik. Salah satu upaya untuk memenuhi pasokan energi listrik adalah dengan mengoperasikan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dikenal dengan power plant. PLTU merupakan pembangkit listrik yang pada umumnya menggunakan bahan bakar batubara sebagai penggerak turbin untuk menghasilkan energi listrik. Power Plant menggunakan air laut dari water intakesebagai cooling water menggunakan pompa transfer.Air laut yang digunakan memiliki suhu 28 oC – 30 oC. Besarnya kebutuhan air pendingin bergantung pada kapasitas maksimum unit-unit power plant. Jumlah air baku yang diambil dari laut untuk pendingin condenser maksimal adalah 5500 m3/jam. Air laut yang diperoleh selanjutnya dialirkan ke condenser melalui pipa kemudian dikembalikan ke laut sebagai outfall dengan suhu masksimum 36oC. Saluaran buangan air pendingin menuju ke laut berupa saluran beton terbuka sehingga suhu akan turun secara alami sebelum dibuang kelaut.Kawasan Pelintung merupakan salah satu area Kawasan industri yang terletak di pesisir kota Dumai. Operasional Kawasan industry ini membutuhkan pasokan energi listrik dari Power plant berkapasitas 30 MW. Produk sampingan Power Plant berupa air panas (air bahang) yang suhunya lebih tinggi merupakan masalah tersendiri bagi ekosistem Perairan Pelintung pada saat dibuang ke laut.Sebaran air pendingin pendingin di perairan dipengaruhi oleh arus dan gelombang laut.Pada simulasi model dinamika sistem pencemaran limbah air panas terhadap perairan di sekitar saluranpembuangan (outlet). Apabila limbah air panas tersebut dibuang ke dalam suatu perairan yang berlebihan hingga melampaui kemampuan dayadukung lingkungan perairan itu, maka limbah air panas akan berbahaya bagi lingkungan perairan. Penelitian mengenai sebaran air pendingin di Perairan Pelintung Selat Rupat ini belum banyak diketahui, oleh sebab itu perlu studi dan publikasi terkait model sebaran suhu air pendingin mesin power plant di Perairan Pelintung Selat Rupat

Page 224: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

216 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

METODOLOGI

Lokasi studi ini berada di Perairan Pelintung Selat Rupat yang merupakan Kawasan industri.

Gambar 1. Lokasi pengukuran suhu di wilayah studi Data pasang surut di lokasi studi diperoleh dari Dishidros TNI AL stasiun Dumai

pada koordinat 01o 41’ 13" LU dan 101o 27’ 44" BT. Lokasi yang menjadi perhatian dalam kajian ini adalah di sekitar pembuangan limbah panas. Pengukuran Suhu air di outlet kanal limbah power plant dan air laut dilakukan menggunakan alat Water Quality Monitoring. Output model hidrodinamika di verifikasi dengan data pengukuran dengan membandingkan data output model dengan dengan menggunakan data pasut yang dilakukan oleh DISHIDROS TNI-AL dari titik stasiun Dumai (Dermaga Chevron). Asumsi dalam verifikasi ini adalah arus di perairan studi didominasi oleh arus pasut, sehingga jika hasil verifikasi pasut sudah mendekati kondisi sebenarnya. Model numerik yang digunakan dalam studi ini adalah model numerik dalam bentuk software user interface dengan nama DHI MIKE yang dikembangkan oleh Danish Hydraulic Institute (DHI) Water and Environment, Denmark. Di dalam model DHI MIKE (2007) terdiri dari beberapa paket model, akan tetapi dalam studi ini paket model yang digunakan adalah DHI MIKE 21 Flow Model.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan Suhu Berdasarkan Jarak dari Outfall

Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup (2009), Baku mutu maksimum air bahang yang boleh dibuang ke perairan adalah 40 oC. Suhu yang dimodelkan merupakan nilai beda suhu (delta) antara suhu natural dengan suhu buangan, dalam studi ini nilai suhu natural air laut di lokasi studi yang digunakan adalah 29 oC

Page 225: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

217 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

sedangkan nilai suhu yang keluar dari outfall maksimum sebesar 36 oC sehingga delta suhu sebagai input model sebesar 7 oC. Menurut Sofani (2015), PLTU menghasilkan output sampingan air limbah bahan sebagai pendinginan kondensor yang dibuang ke perairan.Model disajikan dalam bentuk kontur sebaran yang di overlay (tumpang tindih) dengan pola arus. Model secara keseluruhan baik musim barat dan musim timur menunjukkan nilai delta suhu dan pola sebarannya tidak ada perbedaan yang signifikan, dimana pola sebaran mengikuti pola arus yang bergerak, yang mana pada studi ini arus yang bergerak di dominasi oleh arus pasang-surut.

Tabel 1. Delta suhu berdasarkan jarak dari outfall

No Kondisi perairan

Perubahan (delta) suhu oC dari outfall Arah angin

50 m 100 m 200 m 300 m 400 m 500 m 1 Menjelang

pasang 6 5.6 4 2.5 1.8 0.8 Barat

2 Saat pasang 3 1.8 1.3 0.6 0.1 < 0.1 Barat 3 Menjelang surut 3 2,4 1.8 1.2 0.8 < 1 Timur 4 Saat surut 6 6 5 4.6 3.1 1.8 Timur 5 Kondisi

maksimum 6 6 5 4.2 3.5 2.2 Barat

& Timur

Delta suhu musim barat merupakan pola sebaran delta suhu menjelang pasang.

Pada saat menjelang pasang delta suhu maksimum setelah masuk dan tercampur oleh perairan laut mencapai 6 oC, dengan sebaran mengikuti pola arus, yakni dominan mengarah ke barat menyusur garis pantai. Delta suhu 6 oC menyebar cukup jauh hamper 100 m dari outfall kearah barat, selanjutnya pada jarak 150 m ke arah barat nilai delta suhu sudah menurun hingga 4 oC, pada jarak sekitar 300 m dari outfall nilai delta suhu masih tergolong tinggi, yakni masih berkisar 2 -3 oC. Nilai delta suhu di bawah 0.8oC terlihat setelah 500 m ke arah barat. Pada kondisi pasang nilai delta suhu terlihat lebih kecil bila dibandingkan kondisi menjelang pasang.

Delta suhu musim timur berbeda pada saat menjelang surut hingga surut, dimana pola arah sebaran berkebalikan arah dengan kondisi menjelang pasang hingga pasang, yakni mengarah ke timur. Delta suhu maksimum yang terlihat hanya sebesar 3 oC menyebar sekitar 50 m di area outfall. Pada jarak 100 dari outfall ke arah timur nilai delta suhu yang terlihat 2.4oC, selanjutnya 200 m kemudian nilai delta suhu yang terlihat sudah di bawah 2oC.

Pada saat surut di sekitar outfall tidak terdapat air laut atau kering, yang terlihat adalah air buangan dari outfall saja sehingga tidak ada percampuran dengan air laut yang seharusnya membuat limbah panas cepat dingin. Pada kondisi ini nilai delta suhu maksimum yang terlihat mencapai 6 oC yang menyebar cukup jauh di area outfall, yakni sekitar 100 m. Pada jarak 300 m dari outfall ke arah timur nilai delta suhu tergolong masih tinggi yaitu 4.6 oC.Pada jarak 500 m dari outfall delta suhu sudah menurun di bawah 2oC.

Pola Arus

Hasil verifikasi model tersaji menunjukkan pola pasut yang terbentuk antara hasil analisis DISHIDROS dan keluaran model mempunyai pola yang mirip, sehingga hasil model dapat dikatakan mendekati kondisi yang sebenarnya.

Page 226: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

218 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 2. Perbandingan pasang surut hasil model dan pengukuran

Menurut Sitinjak (2017), penyebaran air bahang dipengaruhi oleh pola arus dan angin. Pemodelan arus hanya di crop di area interest dan dicuplik berdasarkan empat waktu yaitu menjelang pasang, saat pasang, menjelang surut, dan saat surut. Selanjutnya hasil model arus disajikan

Pola Arus Musim Barat

Pada saat menjelang pasang terlihat pola arus dari utara bergerak menuju Selat Rupat dari sisi mulut selat bagian utara dan mulut selat bagian timur. Disekitar titik buangan (outfall) arus bergerak menuju ke arah barat. Kecepatan arus terlihat cukup bervariasi hingga 0.8 m/s di sekitar Selat Malaka (luar Selat Rupat), di sekitar outfall kecepatan arus yang terlihat mencapai 0.38 m/s. Saat kondisi pasang disekitar outfall kecepatan arus terlihat lebih kecil, yakni 0.16 m/s. Kondisi pasang muka laut di sekitar outfall lebih tinggi dibandingkan muka laut di sebelah utara, sehingga arus diselat bergerak ke arah utara.

Pola Arus Musim Timur

Hasil simulasi model pola arus bulan Agustus (mewakili musim timur) merupakan pola arus menjelang pasang, saat pasang, menjelang surut, dan saat surut. Dari pola arus tersebut, tidak ada perbedaan yang signifikan yang menunjukkan bahwa arus hasil model ini lebih di dominasi oleh arus yang dibangkitakan oleh pasang surut, sehingga arus mengikuti pola pasang surut. Kecepatan arus hasil simulasi musim timur jauh berbeda dengan hasil simulasi musim barat. Pada saat menjelang pasang kecepatan arus di sekitar outfall mencapai 0.33 m/s, kondisi pasang mencapai 0.11 m/s, sedangkan pada saat menjelang surut hingga surut masing-masing kecepatan arus mencapai 0.33 m/s dan 0.24 m/s. Menurut Nurjaya (2010), temperatur juga merupakan faktor pembatas terhadap sebaran biota. Organisme yang dapat mentoleransi kisaran temperatur yang besar disebut bersifat euritermal, sedangkan yang hanya dapat mentoleransi kisaran temperatur yang sempit disebut stenotermal.

Page 227: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

219 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Dispersi Thermal Musim Timur

Limbah air bahang menyebabkan pengaruh baik fisik, kimia maupun biologi. Secara fisik, berpengaruh terhadap densitas, viskositas, tekanan uap dan kelarutan. Secara kimia berpengaruh terhadap kecepatan reaksi dimana reaksi pada kondisi yang setimbang akan berubah sejalan dengan perubahan temperatur.Sebaran suhu air panas ke perairan yang diakibatkan oleh pemanfaatan air laut sebagai air pendingin dari mesin pembangkit tenaga listrik uap memberikan dampak pada perubahan suhu perairan terhadap habitat dalam suatu ekosistem (Zaman, 2008)

Gambar 3. Pola sebaran delta suhu menjelang pasang saat musim timur (agustus).(a) pola

sebaran area luas (b) pola sebaran area interest, (c) pasang surut di area interest (d) angin masukan model

Gambar 4. Pola sebaran delta suhu saat pasang kondisi musim timur (agustus).(a) pola

sebaran area luas (b) pola sebaran area interest, (c) pasang surut di area interest (d) angin masukan model

Page 228: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

220 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 5. Pola sebaran delta suhu menjelang surut saat musim timur (agustus).(a)

pola sebaran area luas (b) pola sebaran area interest, (c) pasang surut di area interest (d) angin masukan model

Gambar 6. Pola sebaran delta suhu saat surut kondisi musim timur (agustus).(a) pola

sebaran area luas (b) pola sebaran area interest, (c) pasang surut di area interest (d) angin masukan model.

Page 229: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

221 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 7. Pola sebaran delta suhu maksimum hasil simulasi selama 15 hari pada musim

timur (Agustus) Berdasarkan kelima gambar tersebut terlihat distribusi sebaran delta suhu hasil

simulasi musim timur tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dengan hasil simulasi musim barat, karena penggerakan limbah panas di perairan,dalam hal ini arus tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan antara musim barat dan musim timur, sehingga delta suhu dan pola sebaran tidak terlihat berbeda nyata. Produktivitas ekosistem pesisir berada pada kondisi yang baik jika suhu air laut adalah 28-30° C. Pola sebaran panas paling tinggi hanya terjadi pada daerah outlet dan semakin turun ketika menjauhi outlet karena pengaruh arus dan semakin bertambahnya kedalaman perairan (Subardjo, 2016). Menurut Sofani (2015), penyebaran limbah panas yang memiliki temperatur di atas 30° C jelas akan memengaruhi produktivitas di ekosistem pesisir (Mukhtasor, 2007).

KESIMPULAN

Model pola arus musim barat dan musim timur tidak memperlihatkan perbedaan yang signifikan, karena pola arus di lokasi studi di dominasi oleh arus yang dibangkitkan oleh pasang-surut. Pola pergerakan arah arus di Selat Rupat dipengaruhi oleh massa arus masuk dan keluar dari Selat Rupat. Pada saat menjelang pasang hingga pasang, sebagian besar arus masuk ke Selat Rupat, sedangkan kondisi menjelang surut hingga surut, arus bergerak meninggalkan Selat Rupat. Kecepatan arus di sekitar outfall cukup bervariasi berkisar 0.1 - 0.38 m/s. Modelsebaran perubahan suhu hasil musim barat dan musim timur tidak terlihat berbeda nyata dan mengikuti pola arus yang mengalir di Selat Rupat.

DAFTAR PUSTAKA

Page 230: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

222 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Anonim. 2009. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2009 Tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Termal. Sektertariat Menteri Negara Lingkungan Hidup RI.

Mike. 2007. Environmental Hydraulics Advection, Dispersion Module, scientific Documentation, DHI Software..

Mukhtasor, 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut, Cetakan Pertama, Pradnya Paramita, Jakarta.

Nurjaya, W.I; & Surbakti, H. 2010. Thermal Dispersion Model of Water Cooling PLTGU Cilegon CCPP Discharge Into Margasari Coastal Waters at The Western Coast of Banten Bay, E-Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 2, No. 1, Hal. 31-49, Juni 2010.

Sitinjak, D.B; Suryo,D.A.A; Helmi,M.M. 2017. Sebaran Suhu Permukaan Laut Akibat Air Bahang Berdasarkan Analisa Citra Satelit Landsat-8 di Perairan PLTU Labuhan Angin Sibolga, Sumatera Utara. JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6, Nomor 1, Tahun 2017, Halaman 124 – 130.

Sofani, A.M and Muzaki, K.F. 2015. Komunitas Meiofauna Bentik yang Terpengaruh Air Bahang di Perairan PLTU Paiton Probolinggo. Jurnal Sains dan Seni ITS Vol. 4, No.2, (2015) Halaman 40 – 44

Subardjo, P; Ario, R dan Handoyo,G. 2016. Pola Persebaran Limbah Air Panas PLTU di Kolam Pelabuhan Tambak Lorok Semarang. Jurnal Kelautan Tropis Maret 2016 Vol. 19(1):48–54

Zaman, B., Mukhtasor and Sujantoko. 2008. Pemodelan Penyebaran Panas Dari Buangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Perairan Pantai, Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan,

Page 231: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

223 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

WATER QUALITY OF THE SIAK RIVERIN THE BENCAH KELUBI VILLAGEBASED ON MAKROZOOBENTOS COMMUNITY STRUCTURE

Affin Yusuf,Eni Sumiarsih, Muhammad Fauzi

Email : [email protected]

ABSTRACT

In the Bencah Kelubi Village, there are Palm Oil Industries that flew their liquid waste to the Siak River and polluting the river. To understand the water quality of the river based on macrozoobenthos community, a research was conducted in March-May 2017. Parameters measured were the density, the abundance, diversity index, dominance index, and uniformity indexof the makrozoobentos.While the water quality parameters were temperature,transparency, depth, current speed, TSS, turbidity, dissolved oxygen, pH and COD. There were 3 stations with 2 sampling points/station. Macrozoobenthos and water were sampled 3 times, once/week. Result shown that there were 5 types of macrozoobenthos, namely Annelids (Tubifex sp. Nereis sp), Molluscs (Corbicula javanica, Anadonta sp.), and Arthropods (Chironomus sp.). The abundance of macrozoobenthos ranged from 227-295 organisms/m2. Diversity index was 1.522-1.936, dominance index was 0.273-0.373, and uniformity index was 0.835-0.968. The water quality parameters were as follow: temperature 30-310C, transparency 35-61 cm, depth 4-5 m, current speed 0.3-0.4 m/s, TSS 3.0-4.7, turbidity 6.4-23 NTU, dissolved oxygen 4.12-5.36 mg/L, pH 5, COD 8.5-17.6 mg/L. data obtained indicate that the water of the Siak River in the Bencah Kelubi Village ismoderately polluted.

Keywords:Moderately polluted, Palm oil industries, river pollution, diversity index

PENDAHULUAN

Sungai Siak merupakan sungai terdalam di Indonesia yang memiliki karakteristik unik, yaitu memiliki panjangnya mencapai ± 345 km. Panjang Sungai Siak yang dapat dilayari mencapai 200 km. Lebar Sungai Siak bervariasi dari 20 – 200 m dan kedalaman antara 6 - 26 m, dengan penampang dasar berbentuk V (Iskandar dan Dahiyat, 2012).Hasil analisiskualitas air yang dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH Provinsi Riau), bahwa tingkat pencemaran di Sungai Siakdari tahun ketahun telah mencapai taraf yang membahayakan. Status mutu kualitas air di Sungai Siak ini sudah masuk ke dalam kriteria tercemar berat menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003.Perubahan kualitas lingkungan Sungai Siak disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan semakin meningkatnya kegiatan industri, pelabuhan dan limbah domestik perkotaan. Pencemaran di Sungai Siak disinyalir disebabkan oleh banyaknya industri yang membuang limbahnya langsung ke Sungai Siak (Agustina etal., 2012). Hal ini dilihat dari indikasi berupa kawasan rawan banjir dan longsor, erosi, pendangkalan dan penurunan kualitas air akibat pencemaran.Odum (1993) menyatakan bahwa komponen biotik dapat memberikan gambaran mengenai kondisi dari suatu perairan. Salah satu biota yang dapat digunakan sebagai bioindikator dalam menentukan kondisi suatu perairan adalah hewan makrozoobentos.Makrozoobentos adalah termasuk organisme-organisme yang peka terhadap perubahan kualitas perairan yang terjadi dihabitat tempat hidupnya. Diantara hewan bentos yang relatif mudah di identifikasi dan peka terhadap perubahan lingkungan perairan adalah kelompok invertebratamakro. Kelompok ini lebih dikenal dengan makrozoobentos (Rosenberg dan Resh, 1993).Hawkes dalam Saryanto (2003), memberikan alasan bahwa makrozoobentos cocok digunakan sebagai indikator perubahan

Page 232: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

224 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

lingkungan perairan karena mempunyai kemampuan mobilitas rendah sehingga tidak memiliki kemampuan bermigraasi bila kondisi perairan mengalami perubahan.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret – Mei 2017 di perairan Sungai

Siak. Analisis sampel dilakukan dilapangan dan di laboratorium Ekologi Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau.

Stasiun ditetapkan berdasarkan kriteria berikut: St I : Terletak antara 101o18’–101o25’ BT 0o– 36’– 0o 40’ LU.Sungai Tapung Kanan

terletak di Desa Bencah Kelubi, Kecamatan Tapung Raya, Kabupaten Kampar, yang disepanjang sungai masih di dominansi oleh vegatasi alami, serta adanya perkebunan kelapa sawit.

St II : Terletak antara 101o14’–101o20’ BT 0o 35’– 0o 40’ LU. Sungai Tapung Kiri terdapat perkebunan kelapa sawit. Namun banyak juga aktifitas warga yang menggunakan kapal pompong sebagai alat transportasi dan adanya pemutasan ikan setiap tahunnya..

St III :Terletak antara 101o18’–101o23’ BT 0o 36’– 0o 39’ LU. Pada stasiun ini aliran air sungai sudah dipengaruhi oleh masukan bahan organik dari stasiun satu dan dua yaitu Sungai Tapung Kanan dan Tapung Kiri.

Pengambilan sampel makrozoobentos ini dilakukan sebanyak 3 kali dengan selang waktu pengambilan sampel satu minggu (interval waktu 7 hari).Pengambilan sampel makrozoobentos diambil menggunakan Van Venn Grab yang diturunkan sampai ke dasar perairan. Kemudian alat sampel diangkat dan substrat yang terambil disaring dengan menggunakan saringan No. 35.Sampel yang telah tersaring dimasukkan kedalam kantong plastik yang telah diberi label stasiun dan diawetkan menggunakan formalin 4 %. Setiap kantong plastik yang telah diberi label dimasukkan ke dalam ice box yang kemudian dibawa ke laboratorium untuk diamati dengan menggunakan mikroskop dan diidentifikasi menggunakan buku Milligan, (1997) Fauchald, (1977) dan Djajasasmita, (1999).

Selanjutnya dilakukan tahap penyortiran sampel makrozoobentos di laboratorium dengan menambahkan larutan Rose Bengal sebagai pewarna sampel sehingga mempermudah proses penyortiran sampel. Menurut Barker; Rositasari dalam (Muharisa, 2015) sampel diwarnai dengan Rose Bengal selama 24 jam sehingga dapat diamati spesies yang hidup atau mati.

Kelimpahan memberikan gambaran tentang jumlah individu dalam luasplot. Perhitungan kelimpahan gastropoda dihitung menggunakan rumus:

10.000xb K = a (cm2) Keterangan : K = Kelimpahan makrozoobentos (ind/m2) b = Jumlah individu tertangkap a =Jumlah bukaan mulut Van Veen Perhitungan indeks keanekaragaman jenis makrozoobentos digunakan indeks menurut Shannon-Wiener (dalam Odum, 1993) yaitu:

Keterangan: H’ = Indeks KeanekaragamanJenis

i

s

ii ppH 2

1log' å

=

-=

Page 233: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

225 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Pi= Proporsi individu dari jenis ke-i terhadap jumlah individu semua jenis(pi = ni/N) ni= Banyaknya individu/jenis (taxa) N=Jumlah total individu semua spesies Log2 = 3,321928 Untuk melihat dominansi jenis bivalva pada suatu ekosistem dan untuk mengetahui apakah ada suatu jenis yang mendominansi pada tiap plot akan ditentukan dengan indeks dominansi (Odum, 1993) sebagai berikut : s s C = ∑ (ni / N)2 = ∑ pi2

i-,1 i-,1

Keterangan: C =Indeks dominansi jenis ni = kelimpahan jenis ke-i N =Total kelimpahan jenis pi =Propoporsi jumlah jenis k i (ni) terhadap jumlah individu semua jenis.

Menurut Krebs (1985), indeks keseragaman makrozoobentosdihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

E = H'

Log2S

Dimana: E : Keseragaman (Equitibility) H’ : Indeks keanekaragaman S : Jumlah jenis yang tertangkap Log2S = 3,321928 x Log S

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis organisme makrozoobentos yang ditemukan di hulu Sungai Siak selama penelitian adalah5 jenis yang terdiri dari 4 kelas yaitu Phylum annelida terdapat 2 jenis, mollusca 2 jenis danartrhopoda 1 jenis. Jenis yang banyak ditemukan pada setiap stasiun penelitian adalah Tubifex sp. dan Nereis sp.

Tabel 1. Jenis Makro zoobenthos yang ditemukan pada masing-masing Stasiun

No Kelas Famili Genus Spesies Stasiun Jumlah % 1 2 3

1. Polychaeta Nereidae Nereis Nereis sp. 2 4 2 8 23.5

2. Insecta Chironomidae

Chironomus

Chironomus sp. 4 2 - 6 17.6

3. Clitellata Naididae Tubifex Tubifex sp. 2 4 7 13 38.2 4.

Bivalva Unionidae Anadonta Anadonta sp. - - 1 1 2.9

5. Cyrenidae Corbicula Corbicula javanica 3 - 3 6 17.6

Total 11 8 13 34 100

Page 234: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

226 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Berdasarkan Tabel 5, Tubifex sp. merupakan jenis makrozoobentos yang paling banyak ditemukan pada setiap stasiun penelitian dengan jumlah total keseluruhan stasiun adalah 13 individu, selanjutnya Nereis sp. adalah jenis ditemukan pada setiap stasiun penelitian dengan total keseluruhan 8 individu. Jenis yang paling sedikit ditemukan selama penelitian adalah Anadonta sp. yaitu 1 individu pada Stasiun 3.Ke dua jenis ini (Tubifex sp dan Nereis sp) yang paling banyak ditemukan, hal ini disebabkan karena Sungai Siak bagian hulu banyak mengandung bahan organik. Hal ini sesuai dengan substrat Sungai Siak bagian Hulu yaitu lumpur berpasir yang merupakan habitat paling disukai oleh organisme tersebut.

1.Nereis sp.

Secara taksonomi Nereis sp (Gambar 1) termasuk kedalam kelas polychaeta.

Polychaeta berasal dari kata poly (banyak) dan chaeta (seta). Cacing ini juga dikenal dengan sebutan cacing bersegmen atau cacing berbulu sikat.Spesies cacing yang ditemukan dilokasi penelitian memiliki ciri-ciri antara lain memiliki alat gerak seperti dayung atau sirip dan juga sebagai alat pernafasan (parapodia) serta memiliki setae (rambut kaku) kecuali dibagian segmen terakhir (Fauchald, 1977).

.

Gambar 1. Nereis sp. 2.Tubifex sp.

Morfologi dari Tubifex sp (Gambar 2) yaitu bentuk tubuh bilateral simetris yang

bersegmen, 30-60 segmen dan berwarna merah dengan panjang 3 cm. Dinding tubuh terdaapt papilla (benjolan). Pada setiap segmen tubuh terdapat setae yang bersifat hemaprodit. cacing ini sering disebut dengan cacing rambut karena bentuk dan ukurannya seperti rambut. Tidak memiliki mata, memiliki insang caudal yang terdapat di bagian dorsal dan ventral. Dengan membandingkan ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis cacing ini adalah Tubifex sp yang sesuai disampaikan oleh Miligan, (1997).

Gambar 2. Tubifex sp.

Page 235: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

227 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

3.Chironomus sp. spesies ini memiliki mata dibagian anterior, sepasang antenna dan mulut tipe

penghisap. Tubuh berwarna kehijauan dan ada juga berwarna kemerahan. Perut berbentuk piring dan berkembang dengan baik, biasanya banyak terdapat jejak. Habitat larva ini sangat bervariasi (terdapat di daun, batang tanaman ataudidalam serasah yang terdapat diperairan). Antena memiliki 6 segmen, pada segmen 2 dan 3 terdapat lagi antena 6-8 segmen (Gambar 3). Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa ini adalah Chironomus sp, sesuai yang disampai kan oleh Epler (2001).

Gambar 3. Chronomus sp. 4.Cobicula javanica

Spesies bivalva yang ditemukan dilokasi penelitian memiliki ciri-ciri antara lain

memiliki Panjang 7-22 mm, lebar 8-25 mm dan berat 0,11-3 gram. berbentuk segitiga lonjong dan tinggi 80 mm, sedangkan panjang 4 cm. Sisi cangkang bagian bawah agak datar. Cangkang juga berlunas-lunas konsentrik agak kasar. Tampak garis konsentrasi yang sejajar, garis ini disebut garis pertumbuhan. Warna kekuningan, pada bagian umbo memudar menjadi putih (Djajasasmita, 1999) Untuk lebih jelas nya dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Corbicula javanica

5. Anadonta sp. Spesies bivalva yang ditemukan dilokasi penelitian memiliki ciri-ciri antara lain

ukuran cangkang berkisar antara 12-45 mm lebar 26-68 mm dan berat 0,95-18,77 gram. Cangkang dan kulit bagian luar memiliki warna coklat kekuningan hingga kehitamam. Bila dilihat dari atas sebagian besar cangkang kerang air tawar ini berbentuk lonjong di satu bagian, lalu memipih kebagian lainnya. Cangkang ini dihiasi dengan beberapa lingkaran berupa lekukan. Lingkaran-lingkaran berpusat pada sebuah titik dekat engsel. Lingkaran paling besar tampak dibagian tepi cangkang, lalu mengecil ke titik pusat. Dengan membandingkan ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis bivalva ini adalah Anadonta sp dan sesuai dengan ciri yang disampaikan Suwignyo (2005) dalamsetiawan (2010). Untuk lebih jelas nya dapat dilihat pada Gambar 8.

Page 236: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

228 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 5. Anadonta sp. Kelimpahan makrozoobentos di perairan Sungai Siak bagian Hulu berkisar antara

227 – 295 (ind/m2). Kepadatan makrozoobentos tertinggi terdapat pada Stasiun 3 dan terendah pada Stasiun 2 (Tabel 2). Hal ini karena Stasiun 3 merupakan muara dari Stasiun 1 dan 2 sehingga terjadi penumpukan bahan organik yang mengakibatkan terjadinya kepadatan makrozoobentos.

Tabel 2.Kelimpahan Jenis Makrozoobentos Pada Masing-masing Stasiun

No Spesies Stasiun Penelitian Jumlah

(ind/m2) 1 2 3 1. Nereis sp. 45 91 45 181 2. Chironomus sp. 91 45 - 136

3. Tubifex sp. 45 91 159 295

4. Anadonta sp. - - 23 23 5. Corbicula Javanica 68 - 68 136

Total Kepadatan 249 227 295 Jenis organisme makrozoobentos yang ditemukan Sungai Siak bagian Hulu adalah

organisme yang tahan terhadap pencemaran bahan organik tinggi. Hal ini dikarenakan daerah Sungai Siak bagian Hulu banyak menerima buangan limbah dari pabrik kelapa sawit yang menyebabkan perairan tersebut tercemar. Adanya perbedaan nilai kepadatan makrozoobentos setiap stasiun penelitian juga berkaitan erat dengan aktifitas antropogenik pada masing–masing kawasan perairan yang merupakan sumber ketersediaan bahan organik kedalam perairan. Zulkifli, Hanafiah dan Puspitawati (2009) menambahkan kandungan bahan organik yang tinggi akan mempengaruhi kepadatan organisme, dimana terdapat organisme–organisme tertentu yang tahan terhadap tingginya kandungan bahan organik tersebut.

Kepadatan Stasiun 3 lebih tinggi dibandingkan Stasiun lainnya. Hal ini disebabkan kandungan bahan organik yang tinggi pada Stasiun tersebut (Gambar 9). Menurut Wood; Yurika dalam (Ayu, 2009)menjelaskan bahwa bahan organik yang mengendap di dasar perairan merupakan sumber makanan bagi organisme benthik, sehingga jumlah dan laju pertambahannya dalam sedimen mempunyai pengaruh yang besar terhadap populasi organisme dasar. Sedimen yang kaya akan bahan organik biasanya didukung oleh melimpahnya fauna yang didominasi oleh deposit feeder dan sebaliknya suspension feeder mendominasi sedimen dasar bertipe substrat pasir yang miskin akan bahan organik.

Rata-rata indeks keanekaragaman jenis (H’) makrozoobentosdi perairan Sungai Siak bagian Hulu 1,522-1,936 sedangkan indeks dominansi (C) yaitu berkisar 0,273-0,373 dan nilai indeks keseragaman (E) yaitu berkisar 0,835-0,968 dapat dilihat pada tabel 3.

Page 237: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

229 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel3. Nilai Rata-rata indeks keanekaragaman (H’), dominansi (C) dan keseragaman (E) Stasiun Keanekaragaman (H') Dominansi (C) Keseragaman (E)

1 1,936 0,273 0,968

2 1,522 0,360 0,960

3 1,669 0,373 0,835

Pada Tabel 3.Nilai indeks keanekaragaman (H’) makrozoobentos di perairan Sungai Siak bagian Hulu berkisar antara Stasiun 1 berjumlah 1,936, Stasiun 2 berjumlah 1,522 dan Stasiun 3 berjumlah 1,936 (Tabel 7). Menurut Shannon – Wienner dalam Odum(1993) menyatakan bahwa nilai 1< H’ ≤ 3 berarti struktur komunitas organisme tersebut baik. Sedangkan nilai H’ < 1 berarti struktur komunitas tersebut tidak baik. Hal ini disebabkan karena kondisi perairan disepanjang Stasiun 1 masih tergolong alami yang didominasi oleh hutan, sehingga banyak jenis makrozoobentos yang dapat hidup pada kondisi tersebut. Menurut Sastrawijaya (dalam Tarigan, 2009) klasifikasi derajat pencemaran air berdasarkan indeks diversitas dapat digolongkan sebagai berikut: H’ < 1,0: tercemar berat, H’ = 1,0–1,60: tercemar sedang, H’ = 1,6–2,0 :tercemar ringan dan H’> 2,0: tidak tercemar. Berdasarkan pengelompokkan tersebut, maka diperoleh Stasiun 1, 2 dan 3 termasuk kedalam kelompok perairan tercemar ringan hingga tercemar sedang.

Indeks dominansi (C) makrozoobentos tidak ada yang mendekati nol artinya makrozoobentos yang terdapat di perairan Sungai Siak bagian Hulu tidak ada yang mendominansi dan diikuti dengan indeks keseragaman yang tinggi (0,835-0,968) atau mendekati 1. Menurut Odum, (1971) nilai indeks dominansi berkisar antara 0-1, apabila indeks dominansi mendekati 0 berarti hampir tidak ada individu yang mendominansi dan biasanya diikuti dengan nilai indeks keseragaman yang besar. Jika indeks dominansi mendekati 1, berarti ada salah satu spesies yang mendominansi dan diikuti oleh nilai keseragaman yang semakin kecil

Nilai indeks keseragaman (E) pada setiap stasiun mendekati 1, nilai indeks keseragaman yang terendah pada Stasiun 3 dan yang tertinggi pada Stasiun 1 (Tabel 7). Menurut Odum, (1993) apabila nilai E mendekati 1 berarti jumlah individu tiap genus dapat dikatakan sama atau tidak jauh berbeda. Sedangkan apabila nilai E mendekati 0 berarti menunjukan bahwa penyebaran jumlah individu tiap jenis tidak sama dengan. Krebs dalam Tarigan, (2009) menambahkan nilai indeks keseragaman (E) berkisar antara 0-1. Jika nilai indeks keseragaman mendekati 0 berarti keseragamannya rendah karena ada jenis yang mendominansi. Bila nilai mendekati 1, maka keseragaman tinggi dan menggambarkan tidak ada jenis yang mendominansi sehingga pembagian jumlah individu pada masing-masing jenis sangat seragam atau merata.

1. Fraksi Sedimen

Hasil analisis fraksi sedimen dari masing–masing stasiun didapatkan tipe substrat

dasar perairan Sungai Siak bagian Hulu adalah lumpur berpasir hingga lumpur (Tabel 4). Pada Stasiun 1 jumlah persentase krikil 0,00 %, pasir 33,55 %, dan lumpur 66,47% dengan jenis sedimen lumpur berpasir. Pada stasiun 2 jumlah persentasi fraksi sedimen kerikil 0,00 %, pasir 37,84 %, lumpur 62,15 % dengan jenis sedimen lumpur berpasir dan pada Stasiun 3 jumlah persentase fraksi sedimen kerikil 0,00 %, pasir 30,36 %, lumpur 69,57 % dengan jenis sedimen lumpur.

Hal ini juga memungkinkan jenis makrozoobentos yang mendominansi di perairan Sungai Siak bagian hulu bersifat infauna. Menurut Hutabarat dan Evans (1985), sedimen dasar terdiri dari bahan organik dan anorganik, bahan organik berasal dari hewan atau

Page 238: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

230 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

tumbuhan yang membusuk lalu tenggelam ke dasar sungai dan bercampur dengan sedimen dasar. Sedangkan bahan anorganik berasal dari hasil pelapukan batuan.

Pennak (1978) menyatakan bahwa kondisi substrat merupakan faktor penentu untuk kehidupan benthos di perairan. Dengan demikian fraksi sedimen memberikan pengaruh terhadap kelimpahan makrozoobentos di Sungai Siak Bagian Hulu. Nybakken (2002) menyatakan umumnya makrozoobentos dapat dijumpai dalam jumlah yang banyak pada substrat lumpur berpasir hingga lumpur dibandingkan pada substrat pasir.

Tabel 4. Persentase Fraksi Sedimen Pada Masing-Masing Stasiun Penelitian

Stasiun Fraksi Sedimen (%) Jenis Sedimen (Segitiga

Sheppard) Kerikil Pasir Lumpur

1 0,00 33,55 66,47 Lumpur berpasir

2 0,00 37,84 62,15 Lumpur berpasir

3 0,00 30,36 69,57 Lumpur

2. Bahan Organik Hasil pengukuran rata–rata kandungan bahan organik selama penelitian berkisar

33,41 - 45,90%. Kandungan bahan organik tertinggi ditemukan pada Stasiun 3 yaitu 45,90 %. Sedangkan yang terendah ditemukan pada Stasiun 1 yaitu 33,41% (Gambar 1).

Gambar 6. Persentase Bahan Organik pada Setiap Stasiun

Kandungan bahan organik tertinggi pada Stasiun 3 diduga karena mendominansinya

substrat lumpur pada stasiun ini, serta banyaknya sumbangan bahan organik dari Stasiun 1 dan Stasiun 2. Keadaan ini sesuai menurut Ardi (2002), bahwa sedimen berpasir memiliki kandungan bahan organik lebih sedikit dibandingkan sedimen lumpur, karena dasar perairan berlumpur cenderung mengakumulasi bahan organik yang terbawa oleh aliran air, dimana tekstur dan ukuran partikel yang halus memudahkan terserapnya bahan organik. Pernyataan ini sesuai dengan jumlah perhitungan kelimpahan individu makrozoobentos (Tabel 2) yang mana pada Stasiun 3 memiliki kelimpahan tertinggi serta adanya jenis yang mendomansi yaitu Tubifex sp. hal ini didukung oleh Barnes (1987) yang mengatakan bahwa famili Tubificidae terdistribusi luas pada perairan yang miskin akan oksigen dan telah tercemar oleh bahan organik.

Series1, Stasiun 1,

33.41

Series1, Stasiun 2,

35.34

Series1, Stasiun 3, 45.9

Baha

n O

rgan

ik (%

)

Page 239: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

231 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Menurut Fajri dan Kasry(2013), banyaknya bahan organik di perairan juga memberikan pengaruh terhadap keberadaan makrozoobentos, semakin tinggi kandungan bahan organik di perairan, maka kelimpahan makrozoobentos akan semakin tinggi. Budijono dan Fajri (2002) menambahkan tingginya kandungan bahan organik pada substrat perairan akan menyebabkan perubahan komunitas organisme hewan bentos.

Tabel 5. Parameter Kualitas Air yang diukur Selama Penelitian

No Parameter Satuan

Stasiun Baku Mutu Pendapat Para Ahli 1 2 3

A. Fisika 1. Suhu 0C 31 30 30 Deviasi 3 - 2. Kecerahan cm 61 35 52 - - 3. Kedalaman M 5 4 5 - - 4. Kec. Arus m/s 0,3 0,4 0,4 - - 5. TSS mg/L 3,0 4,7 3,7 400 - 6. Kekeruhan NTU 6,4 23,1 13,4

- 5 – 25

Alaerts dan Santika (1984)

B. Kimia 1. Ph - 5 5 5 6-9 - 2. Oksigen terlarut mg/L 3,1 3,6 4,4 3 - 3. COD mg/L 3,2 2,8 26,8 50 -

Ket : - = Tidak dipersyaratkan

Baku Mutu = PP/ 82/ 2001, Klas III Kualitas air merupakan faktor yang mempengaruhi kehidupan organisme yang ada

di perairan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka didapatkan kualitas perairan Sungai Siak bagian Hulu yaitu: Suhu (30-31 0C), Kecerahan (35-61 cm), Kedalaman (4-5 m), Kecepatan arus (0,3-0,4 m/s), TSS (3,0-4,7 mg/L), Kekeruhan (6,4-23,1 NTU), pH (5), Oksigen terlarut (4,12-5,36 mg/L), COD (8,5-17,6 mg/L) (Tabel 10). Berdasarkan status mutu, kualitas perairan Sungai Siak sudah tercemar (Sumiarsih et all., 2017).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Jumlah organisme makrozoobentos yang ditemukan di perairan Sungai Siak

bagian Hulu adalah 5 jenis yang terdiri dari 4 kelas yaitu polychaeta (Nereis sp.), insecta (Chironomus sp.), clitellata (Tubifex sp.) dan bivalva (Anadonta sp. dan Corbicula javanica). Organisme yang dapat dijadikan bioindikator pencemaran perairan adalah jenis Tubifex sp. dan Nereis sp. Berdasarkan hasil struktur komunitasnya, perairan Sungai Siak bagian Hulu tergolong tercemar tercemar sedang. Saran

Perlu dilakukan penelitian selanjutnya pada musim yang berbeda agar data yang di

dapat lebih komprehensif,serta adanya peran Pemerintah Daerah Provinsi Riau dalam

Page 240: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

232 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

melakukan monitoring serta pengendalian pencemaran dan pengelolaan Sungai Siak bagian Hulu untuk menjaga kelestarian sumberdaya perairannya.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Y., Amin, B., Thamrin. 2012. Analisis Dan Beban Pencemar Ditinjau Dari

Parameter Logam DiSungai Siak Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmu Lingkungan 2012:6 (2).

Ardi. 2002. Kandungan BahanOrganik Sedimen dan Struktur Komunitas Makrozoobenthos di Perairan Estuaria. Tesis Institut Pertanian Bogor, Bogor.49 hal (Tidak diterbitkan).

Ayu, W. F. 2009. Keterkaitan Makrozoobentos dengan Kualitas Air dan Substrat di Situ Rawa Besar Depok. Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. (tidak diterbitkan).

Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau (2011). Laporan Pemantauan Kualitas Air Sungai Siak Tahun 2011.

Barnes, R. D. 1987. Invertebrata Zoologi. New York: Sounders College Publising Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Padang, 2004. Dinas Perikanan dan Kelautan Kota

Padang. 27 hal. Djajasasmita, M. 1999. Keong dan Kerang Sawah. Penerbit Puslitbang Biologi. Lipi. English, S., C. Wilkinson and V. Baker.1994. Survey Manual for Tropical Marine

Resources. Published on Behalf of the ASEAN-Australian Marine Science. Townsvile : 367 hal.

Fajri. N. E. dan A. Kasry. 2013. Kualitas Perairan Muara Sungai Siak Ditinjau Dari Sifat Fisika-Kimia dan Makrozoobentos. Jurnal Berkala Terubuk, Februari 2013, hlm 37-52.

Fauchald, K. (1977). The polychaete worms, definitions and keys to the orders, families and genera. Natural History Museum of Los Angeles County, Science Series, 28 Natural History Museum of Los Angeles County: Los Angeles. 188 pp.

Hutabarat, S, & S. M. Evans, 1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Hendri, F. 2014. Hubungan Kerapatan Mangrove dengan Kelimpahan Gastropoda Desa Sungai Alam Kecamatan Bengkalis Kabupaten bengkalis Provinsi Riau. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 59 hal (tidak diterbitkan).

Iskandar, J., Dahiyat, Y. 2012. Keanekaragaman ikan di Sungai Siak Riau. Bionatura-Junal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik. Vol. 14, No. 1, Maret 2012: 51-58.

Kreb, C. J. 1985. Ecology. The Experimental Analysis Of Distribution And Abdundance. 3rd eds. Harper and Row Publisher. New York. 800 pp.

Miligan, M.R. 1997. Identification Manual for The Aquatic Oligochaeta of Florida. Sarasota. Florida. 178 hal.

Muharisa. 2015. Jenis dan Kelimpahan Makrozoobentos Sebagai Penentuan Kualitas Perairan Sungai Sail Kota Pekanbaru. Skripsi Universitas Riau. Pekanbaru. 113 hal.

Odum, 1993. Dasar dasar ekologi umum, diterjemahkan oleh T. Samingan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 576 hal.

Pennak, R.W. 1978. Freshwater Invertebrates of United States. 2nd. Ed. A. Willey Interscience Pbl. John Willey and Sons. New york.

Rosenberg, D. M. and V. H. Resh. 1993. Fresh Water Biomonitoring and benthic Macroinvertebrates. Chapman and Hall. New York. London.

Page 241: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

233 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Saryanto, E., 2003. Studi Kelimpahan Makrozoobentos Berdasarkan Beberapa Kedalaman Perairan Di Sekitar Jembatan Sungai Gulamo Waduk PLTA Koto Panjang Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar Riau. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 51 Hal (tidak diterbitkan).

Sumiarsih, E., M, Fauzi, E. Purwanto, I.F. Hasibuan. 2017. Quality Status of Siak River of Silver Part in Riau Province, Indonesia. International Journal of Sience and Research (IJSR). 6.(12).

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut. Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh M. Eidman, Koesoebrono, D. G. Bengen, M. Hutomo dan Sukarjo. Gramedia. Jakarta. 459 hal.

Tarigan, L.C.B. 2009. Studi Keanekaragaman Makrozoobentos di Danau Lau Kawar Desa Kuta Gugung Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara, Medan. (tidak diterbitkan).

Zulkifli, H., Z. Hanafiah., dan D. A. Puspitawati. 2009. Struktur dan Fungsi Komunitas Makrozoobentos di Perairan Sungai Musi Kota Palembang: Telaah Indikator Pencemaran Air. Jurusan FMIPA. Universitas Sriwijaya.

Page 242: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

234 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

EKOLOGI DAN STRUKTUR KOMUNITAS PADANG LAMUN DI PERAIRAN PANTAI DOMPAK, KOTA TANJUNGPINANG, PROVINSI KEPULAUAN RIAU,

INDONESIA

Kamaruddin Eddiwan Laboratorium Biologi Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Univertsitas Riau. Kampus Binawidya, Jalan HR Soebrantas KM 12.5, Tampan, Kota Pekanbaru, Riau,

Indonesia Kode Pos 28293. Telephone +6285265408159. Email. [email protected]

ABSTRAK

The waters of Dompak Island is one of the waters that still keep the rare flora in theworld,

many overgrown seagrass (seagrass) which now has become a rare plant in the world.This study aims to determine the ecology and structure community of seagrass contained inthe coastal waters of Dompak Island, Bukit Bestari District, Tanjungpinang City, Riau Islands,Indonesia. This research took place on 10 - 15 June 2017. The research method used ispurposive sampling which is related to the existence of seagrass. Observations were made on 6 stations located around the coast of Dompak island which is the seagrass habitat. Thisstudy included measuring the percentage of seagrass cover, density, community structure,and environmental conditions at the study sites. The results of this study found seven types of seagrass consisting of two families. Family Hydrocharitaceae includes three types of Enhalusacoroides (Ea), Thalassia hemprichii (Th) and Halophila ovalis (Ho). Four types of seagrass from Cymodoceaceae family are Cymodocea serrulata (Cs), Cymodocea rotundata (Cr), Halodulepinifolia (Hp), and Syringodium isoetifolium (Si). The average percentage closing range isbetween 22.5% - 89.5%. The density of the seagrass per station ranged from 17 - 473species/m2, with the highest density of Ho species of 473 species/m2 at station 6. The highestINP value on the EA seagrass was 128% followed by Si (41%), Th (36%), Ho (27%), Cs (26%),Cr (24%) and Hp (17%). Based on the criteria of seagrass status (according to LH Decree No200 year 2004), seagrass condition in Dompak Island Coastal Waters between damaged poor until well / healthy. At station 5 the damaged / poor condition, station 3 and 4 conditionof damaged unhealthy and three other station found in good condition / healthy that is station1, 2 and 6. Overall condition of environment of Dompak Island coastal water still support for life and growth of seagrass. Keywords: Seagrass, Ecology, Community structure, Coastal waters of Dompak Island island

PENDAHULUAN

Padang lamun termasuk ke dalam tumbuhan angiosperma akuatik yang dapat tumbuh di perairan laut (Hartog & Kuo, 2006).Tumbuhan padang lamun memiliki organ dan jaringan yang sama dengan tumbuhan berbunga lainnya, terdiri atas akar, rhizoma/batang di bagian bawah serta tunas dan daun di bagian atas (Kuo & den Hartog, 2006). Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi fisiologi dan morfologi pada kondisi terbenam, termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, transport gas internal, kemampuan untuk menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam. Sehingga padang lamun membentuk ekologi yang unik, dimana keberadaan padang lamun dengan fungsinya mampu menciptakan lingkungan yang memenuhi kebutuhannya sendiri seperti kebutuhan nutrien, pola reproduksi dari biji yang dapat bersifat dorman untuk species Zostera spp dan Halophila spp atau tidak seperti Enhalus acoroides (Marba et al., 2006; Orth et al., 2006).

Page 243: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

235 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Padang lamun memiliki peran dan fungsi ekologi yang penting di ekosistem pesisir. Ekosistem padang lamun mempunyai fungsi selain sebagai produsen juga sebagai habitat biota (tempat pemijahan, daerah asuhan, daerah mencari makan), sebagai penangkap sedimen, serta sebagai pendaur zat hara. Menurut Phillips & Menez (1988), ekosistem padang lamun merupakan salah satu ekosistem bahari yang produktif di perairan dangkal, mempunyai fungsi antara lain: 1) Menstabilkan dan menahan sedimen–sedimen yang dibawa melalui tekanan–tekanan dari arus dan gelombang (sedimenttrap); 2) Daun-daun memperlambat dan mengurangiarus dan gelombang serta meningkatkan sedimentasi; 3) Memberikan perlindungan terhadap hewan–hewan muda dan dewasa yang berkunjung ke padang lamun; 4) Daun–daun sangat membantu organisme-organisme epifit; 5) Mempunyai produktifitas dan pertumbuhan yang tinggi; 6) Menfiksasi karbon di kolom air sebagian masuk ke dalam sistem daur rantai makanan dan sebagian tersimpan dalam biomassa dan sedimen.

Tumbuhan lamun tersebar di perairan pesisir seluruh benua kecuali antartika, namun demikian keanekaragaman taksonominya rendah. Berdasarkan Kuo & McComb (1989) jumlah tumbuhan lamun mencapai 58 jenis di seluruh dunia, sementara studi lain menyatakan terdapat 60 jenis lamun yang dikelompokkan kedalam 15 generasi dari 5 famili dengan konsentrasi utama ditemukan di wilayah Indo-Pasifik. Jumlah tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan organisme laut lainnya (Short et al., 2001; Green & Short, 2003; Hemminga & Duarte, 2004). Dari jumlah jenis tersebut, 16 spesies dari 7 genus diantaranya ditemukan di perairan Asia Tenggara, dimana jumlah spesies terbesar ditemukan di perairan Filipina sebanyak 16 spesies atau dapat dikatakan semua spesies yang ada di perairan Asia Tenggara ditemukan juga di Filipina. Di Indonesia ditemukan jumlah jenis lamun yang relatif lebih rendah dibandingkan Filipina, yaitu sebanyak 12 spesies dari 7 genus.

Perairan pesisir merupakan lingkungan yang memperoleh sinar matahari cukup yang dapat menembus sampai ke dasar perairan. Perairan ini juga kaya akan nutrien karena mendapat pasokan dari dua tempat yaitu darat dan lautan sehingga merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya. Lingkungan yang sangat mendukung di perairan pesisir menyebabkan tumbuhan lamun dapat hidup dan berkembang secara optimal. Sedangkan perairan pantai pulau Dompak merupakan suatu kawasan yang berada di Kota Tanjungpinang, provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Keberadaan lamun di perairan pantai pulau Dompak belum banyak diketahui dan pernah diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi kondisi ekologi dan struktur komunitas lamun dan kondisi lingkungan di lokasi penelitian. Penelitian mengenai ekosistem lamun di Perairan pantai pulau Dompak ini merupakan yang pertama kali dilakukan di lokasi tersebut.

BAHAN DAN METODE

Lokasi penelitian berada di perairan pantai pulau Dompak Kota Tanjungpinang,

Kepulauan Riau. Secara Geografis, pulau Dompak Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang berada pada koordinat 00 5’ 0” LU 1040 27’ 0” BT. Lokasi penelitian padang lamun terfokus pada pantai pulau Dompak yang memililiki luas ±1000 Ha. Habitat padang lamun yang terdapat di pantai pulau Dompak ditetapkan sebagai lokasi penelitian, dan pada pantai tersebut dibuat 6 stasiun pengamatan (Stasiun 1, 2, 3, 4, 5, dan 6, Gambar 1).

Perairan pantai pulau Dompak merupakan bagian dari teluk besar yaitu Teluk Tomini. Perairan ini berada di Kecamatan Bukit Bestari, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Kondisi perairan ini secara visual masih dalam kondisi bagus dengan aktivitas yang terdapat di perairan pantai pulau Dompak adanya budidaya rumput laut,

Page 244: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

236 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

budi daya keramba jaring apung dan perikanan tangkap tradisional oleh para nelayan. Perairan pantai pulau Dompak dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Tanjungpinang merupakan daerah wisata, aktivitas perikanan budidaya perikanan tangkap, kawasan strategis kepentingan ekonomi, kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan serta ditetapkan sebagai salah satu kawasan minapolitan (Anonim, 2013).

Metode penelitian dilakukan secara purposive sampling yang diharapkan dapat mewakili lokasi penelitian berdasarkan keberadaan lamun dengan menggunakan perahu dan berjalan kaki. Metode pengambilan data lamun dilakukan secara line transect yang mengadopsi SeagrassWatch. Transek garis ditarik tegak lurus garis pantai sepanjang 50 m, kemudian kuadrat berukuran 50 x 50 cm² diletakkan secara sistematik di sepanjang transek dengan jarak antar kuadrat 10 m.

Parameter yang diambil di setiap stasiun penelitian adalah persentase tutupan tajuk lamun dalam setiap kuadrat 50 x 50 cm², dilakukan dengan metode estimasi visual berdasarkan panduan persentase tutupan lamun standar SeagrassWatch (McKenzie et al., 2003). Persentase tutupan yang diambil adalah persentase tutupan total lamun dan persentase tutupan setiap jenis lamun dalam kuadrat. Dilakukan penghitungan jumlah tunas lamun untuk lamun berukuran besar (E. acoroides) dihitung di setiap kuadrat 50x50 cm², sedangkan untuk spesies lainnya dilakukan pengambilan spesimen dalam core berukuran 0,0591608 m2. Spesimen dimasukkan kedalam plastik berlabel dan penghitungan jumlah individu dalam kuadrat tersebut dilakukan di base camp. Setiap jenis lamun yang ditemukan juga diambil sebagai spesimen untuk diidentifikasi ulang.

Analisa struktur komunitas lamun dilakukan untuk mengetahui kondisi ekosistem lamun. Analisa yang dilakukan adalah menghitung komposisi jenis lamun, menghitung frekuensi jenis dan frekuensi relatif, menghitung kerapatan jenis dan kerapatan relatif, menghitung penutupan jenis dan penutupan relatif, dan untuk menduga keseluruhan dari peranan suatu jenis lamun dilakukan perhitungan Indeks Nilai Penting (INP).

a. Komposisi Jenis

Untuk mengetahui komposisi jenis dilakukan dengan membandingkan antara jumlah

individu masing-masing jenis dengan jumlah total individu jenis lamun yang ditemukan.

b. Frekuensi dan Frekuensi Relatif

Frekuensi Jenis (Fi) lamun menggambarkan peluang suatu jenis ditemukan dalam titik sampel yang diamati. Perhitungan Frekuensi jenis lamun mengacu pada Fachrul (2007), sebagai berikut:

.........................................................1) Keterangan: Fi = Frekuensi jenis ke-i Pi = Jumlah petak sampel tempat ditemukan jenis ke-i ∑Pi = Jumlah total petak sampel yang diamati Frekuensi relatif (FR), yaitu perbandingan antara Frekuensi jenis ke-i (Fi) dan jumlah Frekuensi untuk seluruh jenis (Fachrul 2007), sebagai berikut:

........................................................2) Keterangan: FR = Frekuensi Relatif

Page 245: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

237 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Fi = Frekuensi jenis ke-i ∑Fi = Jumlah Frekuensi untuk seluruh jenis c. Kerapatan

Kerapatan Jenis (Ki), yaitu jumlah total individu jenis dalam suatu unit area yang

diukur. Kerapatan jenis lamun dihitung dengan mengacu pada Fachrul(2007), sebagai berikut:

............................................................3) Keterangan: Ki = Kerapatan jenis ke-i Ni = Jumlah total individu dari jenis ke-i A = Luas area total pengambilan sampel (m2) Kerapatan Relatif (KR), yaitu perbandingan antara jumlah individu jenis dan jumlah total individu semua jenis (Fachrul 2007), sebagai berikut: ……………………………...… (4) Keterangan: KR = Kerapatan Relatif ke-i Ni = Jumlah individu spesies ke-i ∑ni = Jumlah total individu semua jenis d. Penutupan

Penutupan Jenis (Pi), yaitu luas area yang ditutupi oleh jenis lamun. Penutupan jenis lamun dapat dihitung menggunakan metode Saito and Atobe (English et al. 1994), dengan rumus:

.................................................5)

Keterangan: C = Penutupan jenis lamun ke-i (%) Mi = Nilai tengah kelas ke-i F = Frekuensi (jumlah sub kuadrat yang memiliki nilai tengah yang sama) Penutupan Relatif (PR), yaitu perbandingan antara penutupan individu jenis ke-i dan total penutupan seluruh jenis. Penutupan relatif lamun dapat dihitung dengan rumus:

.....................6)

e. Indeks Nilai Penting Indeks Nilai Penting (INP) (Brower et al., 1990) digunakan untuk menghitung dan

menduga keseluruhan dari peranan jenis lamun didalam suatu komunitas (Brower et al., 1990). Semakin tinggi nilai INP suatu jenis relatif terhadap jenis lainnya, semakin tinggi peranan jenis pada komunitas tersebut. Rumus yang digunakan untuk menghitung INP adalah: INP = FR + KR + PR ........................................ 7) Keterangan: INP = Indeks Nilai Penting KR = Kerapatan Relatif FR = Frekuensi Relatif PR = Penutupan Relatif

Page 246: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

238 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran kondisi lingkungan perairan di Perairan pantai pulau Dompak

dapat dilihat dalam Tabel 1. Parameter yang diukur dengan alat ukur multiparameter merk TOA ada tujuh parameter. Nilai turbiditas/kekeruhan tinggi yaitu 52,83 NTU di stasiun 2 yang merupakan stasiun yang berada di dekat muara sungai dan pemukiman penduduk dan terdapat padang lamun monospesies Ea dengan substrat lumpur. Nilai pH, temperatur dan salinitas merupakan nilai alami yang terukur. Klorofil hanya terukur secara insitu di stasiun 2, stasiun lainnya nilai klorofil tidak terukur.

Hasil penelitian lamun di Perairan pantai pulau Dompak didapatkan tujuh spesies lamun yang terdiri dari dua famili yaitu Hydrocharitaceae dan Cymodoceaceae. Tiga jenis dari famili Hydrocharitaceae yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, dan Halophila ovalis. Empat jenis dari famili Cymodoceaceae yaitu Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Halodule pinifolia dan Syringodium isoetifolium. Jenis lamun yang ditemukan di enam lokasi pengamatan dapat dilihat dalam Tabel 2. Diketahui di perairan Indonesia terdapat 12 jenis lamun yang dapat ditemukan, walaupun menurut Kiswara (2009) Indonesia memiliki 14 jenis lamun dimana dua jenis lamun berupa herbarium di Museum Botani, Bogor yaitu Ruppia maritime, dan Halophila beccarii.

Tabel 2 menunjukkan bahwa jenis lamun lebih banyak ditemukan di stasiun 1 sebanyak enam jenis dan paling sedikit ditemukan di stasiun 2 dan stasiun 5 yang merupakan padang lamun monospesies. Stasiun 2 terletak dekat dengan muara sungai dengan substrat berlumpur, padang lamun Ea pada saat surut terendah memiliki kedalaman kurang lebih 1 m. Lamun jenis Ea yang terdapat pada stasiun ini terlihat besar-besar dengan panjang helaian daun mencapai lebih dari 1 m. Stasiun 5 yang terletak di Tanjung Buyat sisi dalam Perairan pantai pulau Dompak merupakan daerah terumbu karang dengan lamun yang ditemukan hanya jenis Ea yang tumbuh diantara karang dan makro alga. Makro alga banyak di stasiun ini seperti Padina sp, Sargassum sp, Halimeda sp dan Caulerpa sp.

Stasiun 1, 3, 4 dan 6 merupakan stasiun yang dekat dengan daratan utama, dimana substrat umumnya terdiri dari pasir dan pecahan karang. Keanekaragaman lamun yang ditemukan pada keempat stasiun ini lebih dari satu jenis. Stasiun 3 lamun yang ditemukan berupa spot-spot kecil di depan ekosistem mangrove. Stasiun 1 lamun ditemukan di depan stasiun mangrove terbentuk padang lamun monospesies lamun jenis Cymodocea serrulata (Cs) sejauh kurang lebih 50 m. Selanjutnya terbentuk padang lamun campuran, dimana pada stasiun ini banyak ditemukan teripang diantara lamun. Stasiun 6 terbentuk padang lamun campuran yang cukup padat, umumnya terdiri dari tiga jenis lamun yaitu Cs, Ea dan Si. Dimana komposisi padang lamun yang ditemukan di Perairan pantai pulau Dompak lebih dari 50 % adalah jenis Ea (54%), urutan kedua sampai keempat adalah Si 14%, Th 12% dan Cs 10%. Komposisi lamun yang ditemukan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan komposisi jenis lamun di Perairan pantai pulau Dompak di dominasi oleh jenis Ea sebesar 54%.

Tabel 2 menunjukkan bahwa jenis lamun lebih banyak ditemukan di stasiun 1 sebanyak enam jenis dan paling sedikit ditemukan di stasiun 2 dan stasiun 5 yang merupakan padang lamun monospesies. Stasiun 2 terletak dekat dengan muara sungai dengan substrat berlumpur, padang lamun Ea pada saat surut terendah memiliki kedalaman kurang lebih 1 m. Lamun jenis Ea yang terdapat pada stasiun ini terlihat besar-besar dengan panjang helaian daun mencapai lebih dari 1 m. Stasiun 5 yang terletak di sisi dalam Perairan pantai pulau Dompak yang merupakan daerah terumbu karang dengan padang lamun yang ditemukan hanya jenis Ea yang tumbuh diantara karang dan makro alga.

Page 247: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

239 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Spesies makro alga banyak tumbuh di stasiun ini seperti Padina sp, Sargassum sp, Halimeda sp dan Caulerpa sp.

Stasiun 1, 3, 4 dan 6 merupakan stasiun yang dekat dengan daratan utama, dimana substrat umumnya terdiri dari pasir dan pecahan karang. Keanekaragaman lamun yang ditemukan pada keempat stasiun ini lebih dari satu jenis. Stasiun 3 lamun yang ditemukan berupa spot-spot kecil di depan ekosistem mangrove. Stasiun 1 lamun ditemukan di depan stasiun mangrove terbentuk padang lamun monospesies lamun jenis Cymodocea serrulata (Cs) sejauh kurang lebih 50 m. Selanjutnya terbentuk padang lamun campuran, dimana pada stasiun ini banyak ditemukan teripang diantara lamun. Stasiun 6 terbentuk padang lamun campuran yang cukup padat, umumnya terdiri dari tiga jenis lamun yaitu Cs, Ea dan Si. Dimana komposisi padang lamun yang ditemukan di Perairan pantai pulau Dompak lebih dari 50 % adalah jenis Ea (54%), urutan kedua sampai keempat adalah Si 14%, Th 12% dan Cs 10%. Komposisi lamun yang ditemukan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan komposisi jenis lamun di Perairan pantai pulau Dompak di dominasi oleh jenis Ea sebesar 54%.

Urutan kedua dan ketiga adalah Si sebesar 14% dan Th sebesar 12%. Berdasarkan pengamatan di perairan Perairan pantai pulau Dompak jenis Ea yang tumbuh berukuran cukup besar dan ditemukan di seluruh stasiun pengamatan. Ditemukan bahwa prosentase tutupan total lamun di perairan Perairan pantai pulau Dompak berkisar antara 10% – 100%. Stasiun 2 berdasarkan pengamatan secara visual terlihat padang lamun monospesies Ea dengan prosentase tutupan berkisar 80%. Stasiun ini merupakan stasiun dekat dengan muara sungai dan pemukiman. Padang lamun monospesies terlihat cukup luas berkisar antara 4 – 10 ha. Ea berukuran besar dengan panjang daun mencapai lebih dari 1 m (Gambar 3 panel kanan).

Stasiun 6 merupakan stasiun di Tanjung Buyat di bagian sisi dalam Teluk Buyat. Pada stasiun ini ditemukan padang lamun campuran dengan prosentase tutupan total lamun diatas 50% yaitu berkisar antara 64% - 100%. Dominan yang ditemukan di stasiun ini adalah lamun jenis Si dengan kisaran prosentase tutupan berkisar antara 30% - 60% (Gambar 4). Prosentase tutupan dan kondisi lingkungan di Perairan pantai pulau Dompak dapat dilihat dalam Tabel 3. Kerapatan jenis lamun setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 menunjukkan kerapatan jenis lamun pada lokasi penelitian berdasarkan tunas/ individu lamun perluasan area (individu/m2). Pengambilan kerapatan lamun dilakukan menggunakan core yang terbuat dari flexiglass dengan luasan sebesar 0,059161 m2. Kisaran kerapatan lamun di Perairan pantai pulau Dompak antara 17 – 473 ind/m2. Lamun jenis Ho terlihat memiliki kerapatan paling tinggi sebesar 473 individu/m2 padastasiun 6. Kerapatan paling rendah adalah Ea pada stasiun 2 sebesar 17 ind/m2. Ea terlihat ada pada semua stasiun pengamatan, hal ini memperjelas bahwa komposisi jenis lamun yang tertinggi di Perairan pantai pulau Dompak adalah jenis Ea. Terlihat juga dari enam stasiun pengamatan di Perairan pantai pulau Dompak terdapat dua stasiun lamun monospesies yaitu stasiun 2 dan stasiun 5, dimana stasiun 2 membentuk padang lamun sedangkan stasiun 5 terbentuk spot-spot kecil Ea tumbuh diantara karang dan makroalga. Pentingnya Ea di Perairan pantai pulau Dompak diperkuat juga dengan besarnya nilai Indeks Nilai Penting jenis (INP) tertinggi pada lamun jenis Ea sebesar 128 %. Nilai INP untuk semua jenis lamun dapat dilihat dalam Tabel 4. Sedangkan status kondisi ekosistem / padang lamun dapat dilihat berdasarkan Kepmen LH No 200 Tahun 2004 (Tabel 5). Berdasarkan status padang lamun di Tabel 5, maka status setiap stasiun pengamatan ekosistem lamun di Perairan pantai pulau Dompak dapat dilihat pada Tabel 6.

Dari Tabel 6, tampak bahwa status kondisi ekosistem lamun di Perairan pantai pulau Dompak dalam kondisi baik, sehat dan kaya di tiga statsiun yaitu stasiun 1,2 dan 6. Tiga

Page 248: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

240 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

stasiun lainnya dalam kondisi rusak yaitu stasiun 3, 4 dan 5, dengan status kurang kaya/kurang sehat pada stasiun 3 dan 4, sedangkan stasiun 5 dalam kondisi miskin. Berdasarkan hasil yang didapat ada tendensi terjadi penurunan kondisi lamun terutama lamun yang dekat dengan daratan dan terdapat pemukiman stasiun 3 dan 4, sedangkan stasiun 5 yang berada di pulau Putus-putus, yang merupakan dominan terumbu karang lamun yang tumbuh hanya jenis Enhalus acoroides dengan spot-spot kecil terdiri dari 3-10 individu yang tumbuh di sela-sela karang.

Diketahui lamun jenis E. acoroides mampu hidup pada berbagai macam substrat yaitu dari substrat pasir, karang sampai lumpur (Kiswara, 1992; Tomascik et al.,1997). Mengingat kondisi status lamun yang dalam keadaan rusak di dekat daratan dapat disebabkan karena aktivitas dari daratan seperti limbah rumah tangga, aktivitas pendaratan kapal yang tidak ramah lingkungan seperti baling-baling kapal atau perilaku pemanfaatan ekosistem lamun dalam pengambilan sumberdaya hayati seperti teripang dan kerang yang tidak ramah lingkungan.

KESIMPULAN

Lamun yang ditemukan di Perairan pantai pulau Dompak yaitu tujuh spesies lamun

dalam dua famili. Famili Hydrocharitaceae ditemukan tiga jenis yaitu Enhalus acoroides (Ea), Thalassia hemprichii (Th) dan Halophila ovalis (Ho). Empat jenis dari famili Cymodoceaceae yaitu Cymodocea serrulata (Cs), Cymodocea rotundata (Cr), Halodule pinifolia (Hp) dan Syringodium isoetifolium (Si). Kisaran prosentase penutupan rata-rata antara 22,5% - 89,5%. Kerapatan individu padang lamun perstasiun tertinggi lamun jenis Ho sebesar 473 ind/m2. Nilai INP tertinggi pada lamun jenis Ea sebesar 128% diikuti dengan urutan ke 2 sampai ke 7 sebagai berikut: Si (41%), Th (36%), Ho (27%), Cs (26%), Cr (24%) dan Hp (17%).

Keberadaan lamun di lokasi penelitian berdasarkan Kepmen LH no 200 tahun 2004 sebagian dalam kondisi kurang baik atau kurang sehat. Hal ini dapat disebabkan kondisi perairan yang kurang memungkinkan lamun dapat tumbuh dengan baik dan subur. Terlihat jelas pada stasiun 5 lamun Tanjung Buyat yang mampu hidup diantara karang hidup hanya jenis Ea. Diperlukan regulasi dan aksi yang melindungi keberadaan lamun, seperti perlunya transplantasi, penanaman lamun dan peraturan yang mendukung lainnya. Salah satunya adalah pembentukan zonasi daerah perlindungan laut dengan area tertentu dapat dijadikan suatu regulasi yang baik di daerah yang memiliki tiga atau salah satu dari ekosistem utama di pesisir, yaitu ekosistem terumbu karang, mangrove dan lamun.

DAFTAR PUSTAKA

Brower, J.E., J.H. Zar & Von Ende (1990). Field and Laboratory Methods for General

Ecology. Wm.C. Brown Publisher. The USA. 345 pp English, S., C. Wilkinson & V. Baker (1994). Survey Manual for Tropical Marine

Resources. ASEAN-Australia Marine Science. Project: Living Coastal Resources. Townsville.

Fachrul, F (2007). Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara Press. Jakarta. (Indonesia) Green, E.P. & F.T. Short.(2003). World atlas of seagrasses. University of California Press,

Berkeley. Anonim, (2013). Profil wilayah kabupaten

MinahasaTenggara.http://tataruangsulut.net/index.php/2012-12-04-12-21-12/kabupaten-minahasa-tenggara [270913].

Page 249: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

241 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Hartog, C. den & J. Kuo. (2006). Taxonomy and biogeography of seagrasses. In: Larkum, A.W.D., R.J. Orth & C.M. Duarte (eds.). Seagrasses: Biology, ecology and conservation. Springer, the Netherlands: 1-23.

Hemminga, M.A. & C.M. Duarte. (2004). Seagrass ecology. Cambridge University Press: 292 hlm.

[KMNLH] Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 200 tahun 2004. Tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun (Indonesia)

Kiswara, W. (1992). Vegetasi lamun (seagrass) di rataanterumbu Pulau Pari, Pulau Seribu, Jakarta. Oseanol di Indonesia 25:31-49. ISSN0125-9830 (Indonesia)

Kiswara, W. (2009). Perspektif Lamun dalam Produktivitas Hayati Pesisir. dalam Lokakarya Nasional I Pengelolaan Ekosistem Lamun. Jakarta (Indonesia)

Kuo, J. & A.J. Mc Comb (1989). Seagrass taxonomy, structure and development. In: A.W.D. Larkum A.J. Comb & S.A. Shepherd, (eds). Biology of seagrasses: a treatise on the biology of seagrasses with special reference to Australian region. Elsevier, Amsterdam: 6-73.

Kuo, J. & C. den Hartog. (2006). Seagrass morphology, anatomy and ultrastructure. In: Larkum, A.W.D., R.J. Orth & C.M. Duarte (eds.). Seagrasses: Biology, ecology and conservation. Springer, the Netherlands: 51-87.

Marba N, Holmer M, Gacia E & Barron C. (2006). Seagrass beds and Coastal Biogeochemistry. Didalam Larkum AWD, RJ Orth; CM Duarte (eds) Seagrass: Biology and Conservation: Springer. Netherlands: 135-157.

Mc, Kenzie. Campbell, S.J & Roder, C.A (2003). Seagrasswatch: Manual for mapping & monitoring seagrass resources by the community (citizen) volunteers 2nd edition. The state of Queensland, Department of Primary Industries, CRC Reef. Queensland. pp 104

Menteri Negara Lingkungan Hidup. (2004). Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 200 Tahun 2004. (Indonesia)

Orth, R.J., T.J.B. Carruthers, W. C. Dennison, C.M. Duarte, J.W. Fourqurean, K.L. Heck Jr., A. R. Hughes, G.A. Kendrick, W.J. Kenworthy, S. Olyarnik, F.T. Short, M. Waycott, S.L. & Williams. (2006). A global crisis for seagrass ecosystem. Bioscience. Vol 56, No 12.

Phillips, R.c. & E.G. Menéz (1988). Seagrasses. smithsonian contributions to the marine sciences. smithsonian institution Press, Washington d.c., 34: pp. 105.

Short, F.T., R.G. Coles & C. Pergent-Martini. (2001). Global seagrass distribution. In: Short, F.T. & R.G. Coles (eds.). Global seagrass research methods. Elsevier Science, Amsterdam: 5-30.

Tomascik, T., Nontji, A. & Moosa MK. (1997). The Ecology of Indonesian Seas Part Two. Periplus edition.

Page 250: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

242 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 1. Parameter lingkungan yang terukur di ekosistem padang lamun di perairan pantai pulau Dompak, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau pada bulan Juni 2017

Parameter Minimum Maksimum Rata-rata pH 8,01 8,29 8,15 ± 0,21 Cond (mS/m) 4,30 4,48 4,39 ± 0,13 Turbidity (NTU) 2,47 52,83 27,65 ± 35,62 Temperatur (0C) 30,27 31,83 31,05 ± 1,11 Salinitas (PSU) 28,47 30,00 29,23 ± 1,08 Sigma t 16,70 17,30 17,00 ± 0,42 Chlorofil-a (µg/L) 0,00 0,03 0,02 ± 0,02

Tabel 2.Keberadaan spesies lamun di perairan perairan pantai pulau Dompak, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Juni 2017

Jenis Lamun Stasiun 1 2 3 4 5 6

Hydrocharitaceae x x x x x X Enhalusacoroides x X Halophilaovalis X x Thalassiahemprichii X Cymodoceaceae x X Cymodoceaserrulata X Cymodocearotundata X X Syringodiumisoetifolium X Halodulepinifolia X x Keterangan: X= ada Tabel 3.Prosentase tutupan total lamun di perairan perairan pantai pulau Dompak, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Juni 2017

Stasiun Substrat Kisaran tutupoan total (%)

Rata-rata tutupoan total (%)

Jenis padang lamun

1 Pasir 5 - 90 72,67 Cr, Ea, Ho, Si, Hp dan Th 2 Lumpur 60 – 100 80 Ea 3

Pasir 30 - 60 40 Ea dan Cs 4 Pasir lumpur 20 - 65 40,83 Cs, Ea, Ho, Hp dan Th 5 Pasir dan karang 0 - 60 22,5 Ea 6 Pasir 64 - 100 89,5 Cr, Cs, Eadan Si

Page 251: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

243 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 4. Indeks Nilai Penting (INP) lamun di perairan perairan pantai pulau Dompak, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, bulan Juni 2017

Jenis Lamun Stasiun 1 2 3 4 5 6

Hydrocharitaceae x x x x x X Enhalus acoroides x X Halophila ovalis X x Thalassia hemprichii X Cymodoceaceae x X Cymodocea serrulata X Cymodocea rotundata X X Syringodium isoetifolium X Halodule pinifolia X x

Tabel 5. Indeks Nilai Penting (INP) lamun di perairan pantai pulau Dompak, Kota Tanjung

pinang, Kepulauan Riau, bulan Juni 2017

Jenis Padang Lamun FR KR Ci INP Dalam persen (%)

Enhalus acoroides 47 20 61 128 Halophila ovalis 5 21 1 27 Thalassia hemprichii 12 18 6 36 Cymodocea serrulata 13 4 9 26 Cymodocea rotundata 7 11 6 24 Halodule pinifolia 10 17 14 41 Syringodium isoetifolium 7 8 2 17

Tabel 6.Status padang lamun (Sumber: Kepmen LH No 200 tahun 2004)

Status Kondisi Penutupan (%) Baik Kaya/Sehat ≥ 60 Rusak Kurang kaya / Kurang sehat 30 – 59,9 Miskin ≤ 29,9

Tabel 7.Status kondisi padang lamun di perairan pantai pulau Dompak, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, bulan Juni 2017 berdasarkan Kepmen LH 200 tahun 2004

Stasiun Penutupan (%) Status Kondisi

1 72,67 Baik Kaya/ sehat 2 80 Baik Kaya/ sehat

3 40 Rusak Kurang kaya/kurang sehat

4 40,83 Rusak Kurang kaya/kurang sehat

5 22,5 Rusak Miskin 6 89,5 Baik Kaya/ sehat

Page 252: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

244 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 3.Stasiun 2, padang lamun monospesies Ea (panel kiri), tunas Ea yang berukuran

besar dengan panjang daun mencapai 1 m (panel kanan).

Gambar 4.Stasiun 6, padang lamun campuran (a) Syringodium isoetifolium (Si);Enhalus

acoroides (Ea).

Gambar 5.Kerapatan jenis lamun di di perairan perairan pantai pulau Dompak, Kota

Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Juni 2017.

Page 253: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

245 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

KAJIAN KANDUNGAN Pb, Cd, DAN Cu PADA SIPUT HITAM (Faunus Ater) DARI MUARA-MUARA SUNGAI KOTA PADANG

Sri Yenica Roza, Leila Muhelni

Jurusan Manajemen Sumber Daya Perairan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Nahdlatul Ulama Sumatera Barat

Email: [email protected]

ABSTRAK

Pencemaran logam berat dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap lingkungan perairan terutama organisme yang hidup di dalamnya dan manusia yang mengkonsumsi organisme tercemar. Siput hitam (Faunus Ater) dapat mengakumulasi logam berat yang terkandung di perairan sekitarnya.Kualitas dan keamanan konsumsi produk-produk perikanan merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan. Menyadari akan bahaya keberadaan logam berat terhadap organisme perairan maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kandungan logam berat pada biota Siput Hitam (Faunus Ater) dan kelayakan standar aman konsumsi F. Aterpada beberapa sungai besar di Kota Padang. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei 2018. Lokasi sampling ditetapkan pada 4 muara sungai besar di Kota Padang yaitu 1. Muara Sungai Batang Arau 2. Muara Sungai Banjir Kanal 3. Muara Sungai Batang Kuranji dan 4. Muara Sungai Muaro Panjalinan. Kandungan logam Pb, Cu dan Cd dianalisis menggunakan AAS (Atomic Absorbtion Spectrophotometry), sedangkan penetapan batas maksimal aman konsumsi mingguan dihitung menggunakan rumus MTI (Maximum Tolerable Intake). Kandungan logam Pb dan Cu tertinggi berada pada stasiun 3 dengan nilai 0.0152 mg/kg dan 0.0167 mg/kg sedangkan kandungan Cd tertinggi berada pada stasiun 2 dengan nilai 0.0132 mg/kg. Batas aman konsumsi logam Pb, Cu dan Cd pada Siput Hitam yang dianjurkan untuk dikonsumsi orang dengan rerata berat badan 60 kg, adalah Pb = 0.01875, Cu = 2.646 dan Cd = 0.004946 mg berat basah/minggu/orang. Kata Kunci: Logam Berat, Faunus Ater, Pencemaran, Kota Padang

PENDAHULUAN Kota Padang berada di kawasan pantai barat Pulau Sumatera, merupakan wilayah pesisir pantai yang sangat potensial pada bidang perikanan laut. Pemanfaatan laut bagi kesejahteraan manusia semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya populasi manusia. Peningkatan jumlah penduduk dan berbagai aktivitas manusia di kawasan muara hingga laut menyebabkan wilayah ini sering digunakan sebagai tempat pembuangan akhir yang dapat menyebabkan peningkatan jumlah limbah, termasuk yang mengandung logam berat sehingga pada akhirnya dapat mengganggu keseimbangan biogeokimia perairan laut terutama di muara sungai (Rochyatun et al, 2006).

Perairan di sekitar pantai dan muara merupakan ekosistem yang erat hubungannya dengan kondisi fisikkimia daratan. Aliran air dari darat melalui sungai ke laut selain membawa bahan-bahan yang berguna bagi kehidupan organisme laut, juga membawa serta bahan-bahan lain yang bersifat toksik. Teknologi yang semakin berkembang pada semua aspek kehidupan manusia mengakibatkan semakin berkembangnya buangan baik padat, cair maupun gas yang masuk ke lingkungan perairan. Logam berat merupakan salah satu substansi anorganik yang umumnya terbawa aliran sungai ke laut (Barik et al, 2014).

Beberapa biota laut tertentu seperti siput (Faunus Ater) dapat mengakumulasi logam berat di tubuhnya jauh melebihi yang terkandung di perairan sekitarnya. Kualitas dan keamanan konsumsi produk-produk perikanan merupakan hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan. Menyadari akan bahaya keberadaan logam berat terhadap organisme yang ada di daerah muara sungai maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang

Page 254: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

246 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

kandungan logam berat pada F. ater di perairan Kota Padang. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan logam Pb, Cu dan Cd yang terdapat pada F. ater, menentukan keamanan konsumsi dan menganalisis tingkat pencemaran di perairan muara Sungai Kota Padang.

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei 2018 dengan mengambil sampel di 4

sungai besar yang berada di wilayah Kota Padang Provinsi Sumatera Barat, yakni 1. Muara Sungai Batang Arau 2. Muara Sungai Banjir Kanal 3. Muara Sungai Batang Kuranji dan 4. Muara Sungai Panjalinan, lokasi penelitian dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Sampel Faunus Ater diambil pada 4 stasiun pengamatan. Jumlah sampel biota yang diambil dari masing–masing stasiun berjumlah sekitar 20 individu. Sampel yang telah diambil dimasukkan kedalam kantong plastik kemudian dimasukkan ke dalam ice box dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis kandungan logam berat dan sampel tersebut disimpan dalam lemari pendingin untuk mencegah kerusakan sampel, selanjutnya sampel dianalisiskandungan logam Pb, Cu dan Cd dilakukan di Laboratorium Laboratorium Air Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Andalas.Analisis kandungan logam berat pada F. ater dilakukan dengan metode kering berdasarkan prosedur Yap et al (2003). Untuk analisis kandungan logam berat pada sampel dilakukan dengan tahapan kerja penghancuran dan pengenceran. Alat yang digunakan dalam analisis logam Pb, Cu, dan Cd adalah AAS tipe Perkin Elmer 3110. Untuk

Hasil analisis laboratorium selanjunya dianalisis batas maksimum konsentrasi dari bahan pangan terkonsentrasi logam berat yang boleh dikonsumsi per minggu (maximum weekly intake) menggunakan angka ambang batas yang diterbitkan oleh organisasi dan lembaga pangan internasional World Health Organization (WHO) dan Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additive (JECFA). Perhitungan ini menggunakan rumus :

MWI (gr) = Berat badan (a) x PTWI (b)

Keterangan :

Page 255: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

247 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

a) Untuk asumsi berat badan rata-rata 60 kg (Pb = 1.5, Cu = 210 dan Cd = 0.42 mg/kg/minggu)

b) PTWI Provisional Tolerable Weekly Intake (angka toleransi batas maksimum per minggu) yang dikeluarkan lembaga pangan terkait dalam satuan µg/kg berat badan.

PTWI dari beberapa logam berat disajikan pada Tabel 1. berikut ini: Tabel 1. Angka Toleransi Batas Konsumsi Maksimum Per Minggu yang Diterbitkan Badan

JECFA dan WHO

No. Jenis Logam PTWI (µg/kg Berat Badan) per minggu 1. Pb 25 a) 2. Cu 3500 a) 3. Cd 7 a)

Keterangan :

a) JECFA dalam FAO/WHO (2004); b) WHO (2006).

Setelah mengetahui nilai maximum weekly intake dan mengetahui konsentrasi logam berat pada masing-masing biota konsumsi, maka dapat dihitung berat maksimal dalam mengkonsumsi kerang setiap mingguannya. Untuk mengetahui batasan berat tersebut, maka nilai MTI dihitung dengan rumus :

MTI = MWI/Ct Keterangan : MWI : Maximum Weekly Intake (Asupan Maksimal Mingguan (mg/kg) untuk manusia

lelaki maupun perempuan dengan berat badan rata-rata 60 kg). Ct : Konsentrasi logam berat yang di dalam jaringan lunak kerang (mg/kg).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Daerah Penelitian Menurut Perda No.10 Tahun 2005 tentang luas Kota Padang diketahui terjadi luas

administratif menjadi 1.414,96 Km2, dimana wilayah lautan/perairan 720,00 Km2. Secara geografis Kota Padang berada diantara 00o44’00”-1o08’35” LS dan 100o05’05”-100o34’09” BT. Kota Padang memiliki iklim tropis dimana hujan turun hampir sepanjang tahun. Tingkat curah hujan mencapai rata-rata 336,25 mm per bulan dengan rata-rata hari hujan 16 hari perbulan pada tahun 2012 tingkat curah hujan tertinggi terjadi pada bulan maret yaitu 585,4 mm dan terendah yaitu pada bulan juli yaitu 194,9 mm. Selama tahun belakangan ini, suhu udara Kota Padang terjadi cukup tinggi yaitu antara 22,2oC-32,7oC. Kota Padang memiliki topografi yang bervariasi terdiri dari perpaduan daratan yang landai dan perbukitan bergelombang yang curam. Sebagian besar topografi wilayah Kota Padang memiliki tingkat kelerengan lahan rata-rata >40%.Kota Padang memiliki 5 sungai besar dan 16 sungai kecil.

Page 256: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

248 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Kandungan Logam Berat Pb, Cu dan Cd pada Siput (Faunus Ater)

Hasil pengukuran kandungan logam Pb, Cu dan Cd pada tubuh F.Ater dan maksimum konsentrasi bahan pangan terkonsentrasi logam berat, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Logam Berat Pb, Cu dan Cd pada Tubuh Siput Hitam (Faunus Ater)

Logam

(mg/Kg) ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 Pb 0.0083 0.0137 0.0152 0.0128 Cu 0.0087 0.0128 0.0167 0.0122 Cd 0.0117 0.0132 0.0097 0.0125

Berdasarkan hasil pengukuran kandungan logam berat Pb, Cu dan Cd pada tubuh

Faunus Ater, nilai kandungan logam berat Pb dan Cu tertinggi terdapat pada stasiun 3, yaitu Muara Sungai Batang Kuranji dengan nilai berturut-turut 0.0152 mg/kg (Pb) dan 0.0167 mg/kg (Cu) sedangkan kandungan logam berat Pb dan Cu terendah terdapat pada stasiun 1, yaitu Muara Sungai Batang Arau dengan nilai berturut-turut 0.0083 mg/kg (Pb) dan 0.0087 mg/kg (Cu). Kandungan logam berat Cd tertinggi terdapat pada stasiun 2, yaitu Muara Sungai Banjir Kanal dengan nilai 0.0132 mg/kg dan terendah pada stasiun 3 dengan nilai 0.0097 mg/kg.

Gambar 2. Hitogram Kandungan Logam Pb, Cu dan Cd Pada Tubuh Siput Hitam (Faunus Ater)

Tingginya kandungan logam Pb pada F. Ater selain karena keberadaannya secara

alamiah di perairan kemungkinan disebabkan oleh keberadaan kapal yang senantiasa aktif pada lokasi tersebut. Efek tidak langsung dari penggunaan bahan bakar kapal serta pembuangan limbah bahan bakar yang kemungkinan mengalir ke badan perairan (Amin,

Kand

unganLogam

(mg/Kg

)

Stasiun

PbCuCd

Page 257: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

249 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

2011). Fluktuasi konsentrasi logam berat dapat dipengaruhi oleh masuknya buangan yang mengandung logam berat seperti limbah industri, limbah domestik dan limbah pertanian, debu yang masuk ke perairan dengan bantuan air hujan, aliran sungai dan angin (Barik, 2014). Selain itu didukung pula lokasi ini masih dekat dengan daerah pantai dan pemukiman penduduk. Seringkali dijumpai aktivitas penduduk yang tinggal di sekitar sungai yang menggunakan bahan-bahan yang mengandung logam Pb misalnya pengecatan menggunakan cat sebagai pewarna pada kapal. Hal ini sesuai dengan pendapat Darmono (2006), bahwa Bahan-bahan yang mengandung logam Pb dalam bentuk persenyawaan, seperti PbCO3 atau Pb putih dan Pb3O4 sangat bermanfaat dalam pembuatan cat. Logam Pb yang berasal dari tumpahan cat dan bahan bakar kendaraan mengandung senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb yang cenderung mengalir lewat badan perairan dan masuk ketubuh F. Ater melalui makanan.

Kandungan logam berat Cu pada F. Ater kemungkinan disebabkan oleh kandungan Cu dalam sedimen cenderung tinggi, hal ini dikarenakan oleh sifat logam berat di kolom air yang mengendap dalam jangka waktu tertentu, dan kemudian terakumulasi di dasar perairan sedimen (Cahyani et al, 2012). Besarnya konsentrasi logam berat Cu dan Pb terutama disebabkan perbedaan besarnya volume limbah yang masuk ke perairan yang terkait dengan aktivitas industri yang ada disekitarnya, jarak lokasi stasiun dengan kawasan industri sebagai sumber produksi limbah. Menurut Palar (1994) sumber–sumber masukan logam Cu ke dalam lingkungan yang umum dan diduga paling banyak adalah dari kegiatan perindustrian, kegiatan rumah tangga dan dari pembakaran serta mobilitas bahan-bahan bakar.

Diketahui bahwa salah satu sumber dari masuknya logam berat Cd dapat berasal dari aktivitas perbaikan dan pengecatan kapal. Menurut Darmono (1995) terdapat dua sumber utama kontamunasi logam berat Cd pada lingkungan, yaitu melalui lapisan bumi dan aktvitas manusia (antropogenik). Logam berat Cd seing digunakan sebagai pewarna cat, PVC/plastik dan katoda nikel. Konsumsi Maksimum Mingguan (MWI) dan Batas Maksimum Konsumsi (MTI) F. Ater

Menurut BPOM (2009) dan JECFA (2003) nilai konsumsi maksimum mingguan

(Maximum Weekly Intake) kandungan logam berat Pb, Cu dan Cd pada F. Ater di Perairan Kota Padang untuk orang dengan berat rata-rata 60 kg secara berturut adalah sebesar 1.5 mg/minggu, 210 mg/minggu dan 0.42 mg/minggu. Sedangkan Nilai batas maksimum konsumsi mingguan asupan maksimal mingguan kandungan logam berat Pb, Cu dan Cd pada biota F. Ater secara berturut adalah 0.01875 mg, 2.646 mg dan 0.004946 mg untuk manusia dengan berat badan rata-rata 60 kg, dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 3. Nilai Maximum Weekly Intake (MWI) dan Maximum Weekly Intake (MWI) F.

Ater yang aman dikonsumsi per minggu

Logam Ct rata-rata semua stasiun (mg/kg) MWI (mg/minggu) MTI (mg)

Pb 0.0125 1.5 0.01875 Cu 0.0126 210 2.646 Cd 0.011775 0.42 0.004946

Mengacu pada nilai MTI pada tabel 2 untuk logam berat Pb, Cu dan Cd dari perairan Kota Padang, maka jumlah ketiga logam berat terkandung pada biota F. Ater masih di bawah optimal dan masih aman serta layak untuk dikonsumsi selama tidak melampaui batas yang telah ditetapkan tersebut. Kandungan logam berat Pb yang masuk

Page 258: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

250 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

pada tubuh manusia melebihi nilai ambang batas, maka logam Pb akan bersifat toksik di dalam tubuh. Menurut Hindarko (2003), timbal (Pb) menyebabkan gangguan sintesis hemoglobin darah manusia, gangguan neurologi (syaraf), gangguan pada ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut pada sistem syaraf, dan gangguan fungsi paru-paru. Selain itu, Pb dapat menurunkan IQ pada anak kecil jika terdapat 10-20 µgr dalam darah. Selanjutnya jika kandungan logan Cu masuk ke tubuh manusia melebihi nilai ambang batas maka gejala yang timbul pada manusia yang keracunan Cu akut adalah mual, muntah, sakit perut, hemolisis, netrofisis, kejang, dan akhirnya mati.Pada keracunan kronis, Cu tertimbun dalam hati dan menyebabkan hemolisis. Hemolisis terjadi karena tertimbunnya H2O2 dalam sel darah merah sehingga terjadi oksidasi dari lapisan sel yang mengakibatkan sel menjadi pecah. Menurut Darmono (1995) bahwa logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernafasan, pencernaan, dan penetrasi melalui kulit. Absorpsi logam melalui saluran pernafasan biasanya cukup besar, pada hewan air yang masuk melalui insang. Jika hewan air tersebut tahan terhadap kandungan logam yang tinggi, maka logam itu dapat tertimbun di dalam jaringannya, terutama di hati dan ginjal. Logam itu juga dapat berikatan dengan protein yang bersifat agak permanen dan mempunyai waktu paruh yang cukup lama yang disebut metalotionin. Keracunan logam berat Cd dapat menyebabkan penyakit tulang yang menimbulkan rasa nyeri. Keracunan logam Cd dalam waktu lama dapat membahayakan kesehatan paru-paru, tulang, hati, ginjal, kelenjar reproduksi, berefek pada otak, dan menyebabkan tekanan darah tinggi (Effendi, 2003; Lu, 2006).

3. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengukuran kandungan logam berat Pb, Cu dan Cd pada tubuh Faunus Ater, nilai kandungan logam berat Pb dan Cu tertinggi terdapat pada stasiun 3, yaitu Muara Sungai Batang Kuranji dan kandungan logam berat Cd tertinggi terdapat pada stasiun 2, yaitu Muara Sungai Banjir Kanal. Batas aman konsumsi logam Pb, Cu dan Cd pada Siput Hitam yang dianjurkan untuk dikonsumsi orang dengan rerata berat badan 60 kg, adalah Pb = 0.01875, Cu = 2.646 dan Cd = 0.004946 mg berat basah/minggu/orang. Mengacu pada nilai MTI untuk logam berat Pb, Cu dan Cd dari perairan Kota Padang, maka jumlah ketiga logam berat terkandung pada biota F. Ater masih di bawah optimal dan masih aman serta layak untuk dikonsumsi selama tidak melampaui batas yang telah ditetapkan tersebut.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada Kepala Direktorat Risat dan

Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jendral Penguatan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Sesuai dengan Kontrak penelitian nomor: 025/K10/KM/KONTRAK-PENELITIAN/2018.

DAFTAR PUSTAKA Amin B, Afriyani E, Saputra MA. 2011. Distribusi Spasial Logam Pb dan Cu pada

Sedimen dan Air Laut Permukaan di Perairan Tanjung Buton Kabupaten Siak Provinsi Riau. Jurnal Teknologi. Vol 11 (1) 2012, hal 1-8.

Barik F, Afiati N dan Widyorini N. 2014. Kajian Kandungan Natrium (Na) dan Logam Berat Timbal (Pb) pada Jaringan Lunak Kerang Darah (Anadara Granosa) dari Perairan Tanjung Emas Semarang dan Perairan Wedung Demak. Journal of Maquares. Vol.3(1) 2014, hal 151-159.

Page 259: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

251 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

BPOM. 2009. Regulasi Pangan No HK.00.06.1.52.4011. Jakarta. http//:codexindonesia. bsn. go. id.27 Agustus (2011).

Cahyani DM, Azizah R dan Yulianto B. 2012. Studi Kandungan Logam Berat Tembaga (Cu) pada Air, Sedimen, dan Kerang Darah (Anadara granosa) di Perairan Sungai Sayung dan Sungai Gonjol, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Journal Of Marine Research. Vol 1(2) 2012, hal 73-79.

Darmono, 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas Indonesia Press. Jakarta

Darmono. 2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran. UI-Press. Jakarta.179 hal. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. FAO/WHO. 2004. Summary of Evaluations Performed by the Joint FAO/WHO Expert

Commitee on Food Additives (JECFA 1956-2003) ILSI Press International Life Sciences Institute, Washington.

Hindarko, S. 2003. Mengolah Air Limbah Supaya Tidak Mencemari Orang Lain. ESHA. Jakarta.

Lu FC. 2006. Toksikologi Dasar: asas, organ sasaran, dan penilaian resiko. Penerjemah; Edi Nugroho; Pendamping Zunilda S. Bustami, Iwan Darmansyah. UI-Press. Jakarta

Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT. Rineka Cipta. Jakarta. 152 hal.

Rochyatun E, Kaisupy MT, Rozak A. 2006. Distribusi Logam Berat dalam Air dan Sedimen di Perairan Muara Sungai Cisadane. J Makara Sains. Vol 10 (1). hal 35-40.

Yap, C.K., A. Ismail dan S. G. Tan. 2003. Concentration of Cu, Pb, Zn in the Green-Lipped Mussel Verna viridis (Linnaeus) from Peninsula Malaysia. Marine Pollution Bulettin. 46 : 1035-1048.

Page 260: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

252 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI SYAHBANDAR PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA BUNGUS

PROVINSI SUMATERA BARAT

Ameliawati, Pareng Rengi, Jonny Zain [email protected]

ABSTRAK

Syahbandar merupakan barisan terdepan sebuah pelabuhan perikanan dalam pelayanan

langsung terhadap nelayan. Dalam menjalankan tugasnya, syahbandar harus memiliki pedoman dan acuan agar kegiatan yang dilakukan dapat berjalan dengan semestinya sesuai yang diharapkan, SOP berperan untuk memperlancar jalannya aktivitas sebuah kegiatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Kesyahbandaran di Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus telah menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai acuan dalam menjalankan tugasnya. Penelitian ini menggunakan metode survei yaitu melakukan pengamatan langsung dilapangan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan SOP di Syahbandar PPS Bungus belum sepenuhnya di terapkan secara maksimal. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal yang mendasar. Hal ini disebabkan olehkurangnya sosialisasi antara petugas Syahbandar dengan nelayan tentang SOP di syahbandar,kurangnya tenaga pegawai yang unggul dalam bidang perikanan, kemampuan nelayan untuk melakukan pengurusan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan dan Logbook tidak berjalan semestinya yang masih kurang, panjangnya alur pengurusan perpanjangan SIPI, masih minimnya sarana dan prasarana untuk kegiatan dan kelancaran tugas kesyahbandaran terutama akses jaringan internet yang masih sering bermasalah.

Kata kunci: Standar operasional prosedur, Syahbandar, Pelabuhan perikanan,

PENDAHULUAN Latar Belakang

Standar Operasional Prosedur (SOP) mempunyai peranan penting dalam usaha perikanan tangkap.SOP berguna meningkatkan kinerja pegawai dalam aktivitas perikanan khususnya perikanan tangkap maka sangat dibutuhkan sebagai sarana pendukung demi kelancaran kinerja dalam sebuah pelabuhan perikanan. Dalam menjalankan fungsinya seksi Kesyahbandaran di PalabuhanPerikanan Samudera Bungus mengacu pada beberapa Standar Operasional Prosedur yang terbagi atas penerbitan Surat Persetujuan Berlayar, pengisian Logbook, penerbitan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan, perpanjangan perizinan kapal perikanan, penerbitan Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan dan Keberangkatan Kapal Perikanan serta Pengawasan Distribusi Bahan Bakar Minyak.

Namun keadaan dilapangan berbeda dengan apa yang diharapkan dalam SOP, misalnya dalampenerbitan Surat Persetujuan Berlayar seharusnya dilakukan cek fisik sebelum surat di terbitkan, namun karena kendala waktu dan jumlah pegawai yang tidak memungkinkan untuk melakukan cek fisik setiap keberangkatan maka cek fisik dilakukan sekali dalam sebulan. Dari fakta yang ditemukan di lapangan diduga SOP-SOP lainnya yang ada diseksi ini juga tidak dijalankan sepenuhnya dengan sebenarnya karena adanya keterbatasan-keterbatasan tersebut. Hal tersebut yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus yang merupakan penghasil ikan Tuna terbesar di pantai Barat Sumatera.

Page 261: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

253 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Rumusan Masalah

Dalam pelaksanaan aktivitas di Seksi Kesyahbandaran Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus peran Standar Operasional Prosedur sangat penting, dikarenakan SOP merupakan acuan dalam menjalankan aktivitas di Kesyahbandaran. Tapi dalam pelaksanaannya tidak semua SOP dapat dijalankan sesuai dengan undang-undang yang ada, dikarenakan adanya kendala-kendala yang tidak memungkinkan untuk menjalankan aktivitas Kesyahbandaran yang sesuai dengan SOP.

Salah satu syarat untuk penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) adalah dilakukannya cek fisik pada setiap kapal perikanan yang akan beroperasi, namun dikarenakan keterbatasan petugas dan waktu maka cek fisik tidak dilakukan setiap kali kapal akan beroperasi. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yangdiberikan oleh pihak Kesyahbandaran. Oleh karena itu perlu adanya study mengenai penerapan Standar Operasional Prosedur di Kesyahbandaran yang nantinya berguna sebagai tolak ukur untuk meningkatkan kinerja petugas di Kesyahbandaran Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bahwa Kesyahbandaran di Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus telah menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai acuan menciptakan komitmen mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) yang dapat mengurangi tingkat kesalahan dan kelalaian yang mungkin dilakukan oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan Permen KP.32/PERMEN-KP/2014 tanggal 13 Agustus 2014 untuk Pelayanan Publik di Lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah membantu mengevaluasi pelayanan yang dilakukan oleh seksi Kesyahbandaran Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus dalam menjalankan tugasnya.

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2018 di Syahbandar Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus, Kelurahan Bungus Barat, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuisioner. Sebagai objek dalam penelitian adalah Standar Operasional Prosedur pada Seksi Kesyahbandaran dan penerapannya di PPS Bungus. Sedangkan peralatan yang digunakan adalah peralatan dokumentasi dan alat tulis. Metode Penelitian

Page 262: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

254 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei, dengan melakukan pengamatan dan pengumpulan informasi langsung di Seksi Kesyahbandaran PPS Bungus tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam menjalankan pelayanan di Syahbandar Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus.

Jumlah responden dalam penelitian ini adalah 28 orang, yang terdiri dari 1 orang Kepala Seksi Syahbandar, 6 orang pegawai syahbandar yang terdiri dari 2 orang petugas penerbitan Surat Persetujuan Berlayar, 1 orang petugas Logbook, 1 orang petugas penerbitan Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan, 1 orang petugas perizinan merangkap penerbitan STBLKK serta 1 orang petugas distribusi BBM dan 21 orang nelayan atau pengurus kapal yang terdiri dari 7 orang nelayan mewakilisetiap alat tangkap (Longline, bagan perahu dan pancing tonda).

Data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Fungsi seksi kesyahbandaran 2. Tugas seksi kesyahbandaran 3. Struktur organisasi seksi kesyahbandaran 4. Tugas, wewenang dan tanggung jawab petugas seksi kesyahbadaran 5. Pelatihan yang diikuti petugas seksi kesyahbandaran 6. Standar operasional prosedur (SOP) dalam pelayanan di seksi kesyahbandaran 7. Pelaksanaan SOP dalam pelayanan seksi kesyahbandaran:

• Aliran aktivitas. • Lama waktu pelayanan. • Biaya pelayanan.

8. Kendala/masalah yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas serta solusi yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.

Analisis Data Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif yaitu dengan: • Membandingkan aliran aktivitas dalam SOP dan pelaksanaannya • Membandingkan lama waktu yang seharusnya dalam SOP dengan pelaksanaannya • Membandingkan besar biaya pelayanan dalam SOP dengan pelaksanaannya

Data tersebut dianalisis secara deskriptif dengan mencari perbedaan yang ada di lapangan dengan yang tercantum dalam SOP, penyebab terjadi perbedaan tersebut dan kendalanya serta mencarikan solusi ataspermasalah tersebut.Disamping itu juga dilakukan dengan membandingkan penerapan yang ada di Syahbandar PPS Bungus dengan literatur yang berkaitan dengan penerapan SOP yang ada.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Keadaan Umum Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus

Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Bungus terletak di Kelurahan Labuan Tarok, Bungus Barat Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kota Padang Provinsi Sumatera Barat. Secara geografis, PPS Bungus berada pada koordinat 01◦02’15”LS dan 100◦2’34” BT. Letak geografis PPS Bungus sangat strategis karena berada di pertengahan Pulau Sumatera, berada dekat dengan daerah penangkapan ikan, sehingga mutu ikan hasil tangkapan dapat dipertahankan karena hari penangkapan Fishing trip menjadi lebih pendek. Kondisi perairan PPS Bungus sangat tenang dan dengan kolam pelabuhan yang

Page 263: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

255 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

sangat dalam tanpa pernah mengalami pengerukan. Kondisi perairan disekitar PPS Bungus juga cukup tenang karena terlindung dan dikelilingi oleh perairan Kepulauan Mentawai(PPS Bungus, 2017) Tugas dan Wewenang Syahbandar

Tugas dan wewenang Syahbandar di Pelabuhan Perikanan berdasarkan

Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004tentang Perikanan Pasal 42 ayat 2, adalah sebagai berikut : a. Menerbitkan Surat Persetujuan Berlayar; b. Mengatur kedatangan dan keberangkatan kapal perikanan; c. Memeriksa ulang kelengkapan dokumen kapal perikanan; d. Memeriksa teknis dan nautis kapal perikanan dan memeriksa alat penangkapan ikan,

dan alat bantu penangkapan ikan; e. Memeriksa dan mengesahkan perjanjian kerja laut; f. Memeriksa log book penangkapan dan pengangkutan ikan; g. Mengatur olah gerak dan lalulintas kapal perikanan di Pelabuhan Perikanan; h. Mengawasi pemanduan; i. Mengawasi pengisian bahan bakar; j. Mengawasi kegiatan pembangunan fasilitas pelabuhan perikanan; k. Melaksanakan bantuan pencarian dan penyelamatan; l. Memimpin penanggulangan pencemaran dan pemadaman kebakaran di Pelabuhan

Perikanan; m. Mengawasi pelaksanaan perlindungan lingkungan maritim; n. Memeriksa pemenuhan persyaratan pengawakan kapal perikanan; Menerbitkan

Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan dan Keberangkatan Kapal Perikanan; dan o. Memeriksa Sertifikat Ikan Hasil Tangkapan.

Prosedur Pelaksanaan Tugas Syahbandar 1. Kedatangan Kapal Perikanan

Setelah menerima pemberitahuan kedatangan kapal, Syahbandar di Pelabuhan Perikanan segera mengatur tempat tambat atau labuh kapal perikanan dan berkoordinasi dengan instansi terkait di Pelabuhan Perikanan. Kapal perikanan yang telah melakukan tambat/labuh segera melapor dan membawa dokumen kapal serta Log Book Perikanan ke kantor Syahbandar di Pelabuhan Perikanan dan selanjutnya diadakan pemeriksaan surat-surat kapal serta hasil tangkapan.

2. Keberangkatan Kapal Perikanan Kesyahbandaran di Pelabuhan Perikanan merupakan pintu terakhir dari rangkaian

pemenuhan persyaratan suatu kapal perikanan yang akan melakukan aktivitas operasi kelaut. Sebelum diterbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB), Syahbandar di Pelabuhan Perikanan melakukan pemeriksaan kapal yang mencakup sebagai berikut;

(1) Pemeriksaan teknis dan nautis kapal perikanan • Pemeriksaan kelaikan kapal dan teknis permesinan kapalPemeriksaan elektronika

dan radio kapal • Pemeriksaan alat navigasi • Pemeriksaan alat pemadam kebakaran • Pemeriksaan peralatan pencegahan pencemaran • Pemeriksaan tanda selar

(2) Pemeriksaan ABK

Page 264: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

256 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Melakukan pemeriksaan terhadap Anak Buah Kapal meliputi : • Jumlah, • Kualifikasi • Keabsahan ijazah ABK • Izin Kerja Tenaga Asing (IKTA) • Kemudahan Khusus Keimigrasian (DAHSUSKIM) bagi ABK WNA.

(3) Pemeriksaan Perijinan Perikanan • Pemeriksaan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) • Pemeriksaan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) • Pemeriksaan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) • Pemeriksaan PPP dan PHP

3. Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB)

Jika seluruh persyaratan telah dipenuhi oleh suatu kapal perikanan untuk melakukan kegiatan operasi dilaut dan memenuhi persyaratan kelayakan (laik laut, laik tangkap dan laik simpan dan dilengkapi dengan Surat Laik Operasi/SLO) maka diterbitkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) oleh Syahbandar di Pelabuhan Perikanan.

Pelaksanaan Tugas Di Syahbandar

Pedoman dalam melaksanakan Tugas Syahbandar tertuang dalam UU No. 45 tahun 2009 sebagai perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, serta mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 20/Permen-KP/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan.

1. Personil

Personil Seksi Kesyahbandaran Perikanan PPS Bungus berjumlah 7 orang yang terdiri dari 1 (satu) orang Kepala Seksi merangkap Syahbandar dan 6 (enam) orang staf Seksi Kesyahbandaran yang terdiri dari : 5 (lima) orang PNS dan 1 (satu) orang Tenaga Kontrak.

2. Waktu Kerja Personil Kesyahbandaran Dalam menjalankan tugas pelayanan terhadap kapal perikanan dilaksanakan 7 hari x 24 jam, dengan pembagian tugas sebagai berikut : Ü Petugas Administrasi bertugas selama 5 (lima) hari kerja dari pukul 0800 WIB –

1600 WIB. Ü Petugas piket/jaga bertugas selama 16 jam dimulai pukul 1600 WIB – 0800 WIB

hari berikutnya. Ü Petugas pelayanan rekomendasi dan pengawasan BBM bersubsidi, terdiri dari 1

(satu) orang petugas pelayanan. Ü Petugas absensi kapal bertugas selama 7 (tujuh) hari kerja.

3. Pelaksanaan Tugas Kesyahbandaran Perikanan (1) Kapal Perikanan

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Kesyahbandaran Perikanan TMT 01 Januari 2017 s.d 31 Desember 2017,tercatat bahwa kapal yang memanfaatkan PPS Bungus sebanyak1.229kapal, yang terdiri dari berbagai jenis kapal penangkap dan kapal pengangkut.

Page 265: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

257 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 1. Jenis alat tangkap dan jumlah kapal yang memanfaatkan syahbandar PPS Bungus selama tahun 2017

No Jenis Alat Tangkap Jumlah Kapal 1 Longline (LL) 75 Unit 2 Purse Seine (PS) 7 Unit 3 Bagan (BP) 649 Unit 4 Pancing (PC) 330Unit 5 Jaring (JR) 56Unit 6 Harpoon / Serok (HP) 104Unit 7 Pengangkut (KA) 8Unit Jumlah 1.229 Unit

Standar Operasional Prosedur di Seksi Syahbandar Berdasarkan surat Sekretaris Direktorat Jenderal Satuan Perikanan Tangkap Indonesia Nomor B.10176/DJPT/TU.210/X/2013 tentang Standar Operasional Prosedur dalam ruang lingkup Dirtjen Perikanan Tangkap telah mengidentifikasi SOP-SOP sebagai panduan kerja di PPS Bungus yang telah ditetapkan pada bulan September 2013. Dengan tujuan memandu para pegawai agar mampu bekerja sesuai dengan SOP yang telah ada demi keberhasilan pribadi maupun kelompok dan kemajuan pelabuhanagar lebih meningkat. SOP-SOP yang harus diterapkan tesebut terbagi dalam 4 kelompok khusus, yaitu SOP Opeasional, SOP Tata Kelola Pelayanan Usaha, SOP Kesyahbandaran, dan SOP Tata Usaha. Standar Operasional Presedur yang ada di Seksi Syahbandar PPS Bungus antara lain sbb:

1. Surat Persetujuan Berlayar 2. STBLKK 3. Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan 4. Logbook 5. Distribusi BBM 6. Perpanjangan SIPI

Penerapan SOP di seksi Syahbandar PPS Bungus 1. Surat Persetujuan Berlayar Setelah melakukan wawancara dan pengamatan langsung di peroleh bahwa SOP pada penerbitan SPB 78% telah mengikuti tahap-tahap yang ada didalam SOP, waktu yang dibutuhkan dalam penerbitan SPB 56% menjawab sesuai dengan yang tercantum di SOP, sedangkan biaya yang dibutuhkan responden menjawab 100% sesuai dengan SOP yang ada. Adapun hal-hal yang menyebabkan tidak terlaksananya SOP seperti yang diharapkan disebabkan oleh beberapa factor antara lain dalam SOP dijelaskan bahwa syarat untuk mendapatkan SPB salah satunya dengan adanya ceklish kelengkapan dokumen serta cek teknis dan nautis kapal. Namun pelaksanaannya dilapangan cek teknis dan nautis kapal dilakukan hanya sesekali sebagai formalitas. Dikarenakan tenaga pegawai syahbandar sangat minim. Sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan cek teknis dan nautis kapalsetiap pengurusan SPB. Pegawai syahbandar berdalih bahwa kapal-kapal yang mengurus surat persetujuan berlayar di Syahbandar PPS Bungus merupakan kapal langganan yang sudah dapat dipercaya keabsahan dokumen dan kelengkapan lainnya di atas kapal. Karena cek teknis dan nautis kapal ditiadakan maka waktu yang dibutuhkan

Page 266: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

258 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

untuk pengurusan SPB di persingkat, yang pada SOP menerangkan waktu normal pengurusan SPB adalah 1 jam 30 menit. Maka di syabandar PPS Bungus pengurusan SPB hanya membutuhkan waktu 10-15 menit. Hal ini tentu menguntungkan kedua belah pihak antara nelayan dan pihak syahbandar. Namun di sisi lain, dikarenakan tiadanya cek teknis dan nautis kapal ini, dan longgarnya pengawasan pelabuhan banyak kapal nelayan (terutama nelayan dibawah 10 GT) mengoperasikan kapal yang tidak standar. Misalnya kapal perikanan tidak dilengkapi dengan alat keselamatan ABK, radio komunikasi, tidak adanya GPS dan masih banyak kekurangan lainnya. 2. Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan dan Keberangkatan Kapal Dalam penelitian ini ditemukan bahwa 48% pelaksanaan penerbitan STBLKK di syhabandar PPS Bungus telah mengikuti SOP. Sedangkan hanya 2% responden yang menjawab bahwa waktu yang diperlukan untuk penerbitan STBLKK telah sesuai dengan SOP. Sedangkan untuk biaya, 100% responden menjawab sesuai dengan SOP. Penerbitan STBLKK kedatangan dan keberangkatan nelayan hanyaperlu menyediakan dokumen yang diperlukan, setelah dokumen diserahkan petugas akan melakukan cek lish dokumen kapal dan cek fisik kapal, selanjutnya petugas akan mencatat kedatangan dan keberangkaan kapal. STBLKK merupakan salah satu langkah memperoleh SPB. Namun yang ditemui dilapangan cek fisik kapal tidak dilakukan setiap kapal akan melakukan keberangkatan, dikarenakan keterbatasan waktu dan petugas syahbandar yang terbatas. 3. Sertivikat Hasil Tangkapan Ikan

Untuk penerbitan SHTI ditemukan bahwa 70% uraian kegiatan penerbitannya telah sesuai dengan SOP. Waktu yang dibutuhkan pun 60% telah sesuai dengan SOP. Sedangkan biaya yang diperlukan 100% telah sesuai dengan SOP. Kendala / masalah/ hambatan SHTI 1. PemilikKapal tidak mau melapor hasil tangkapan ke dalam SHTI Lembar awal,

dengan alasan produk hasil tangkapan tidak untuk diekspor. 2. Belum adanya sanksi dan reward terhadap pelaksanaan SHTI di dalam Permen 13

Tahun 2012. Hal tersebut dapat diatasi melalui revisi Permen SHTI mengenai kewajiban bagi Nakhoda / Pemilik Kapal untuk melaporkan hasil Tangkapan Ikan ke dalam SHTI Lembar Awal baik itu produk yang diekspor maupun lokal serta sanksi bagi yang tidak melaksanakan

4. Logbook

Logbook memuat informasi berupa titik koordinat operasi penangkapan ikan, jenis hasil tangkapan, jenis alat tangkap dsb.Logbook diisi oleh nahkoda kapal dan diserahkan ke petugas syahbandar sebagai salah satu syarat untuk penerbitan SPB. Dalam pelaksanaannya dilapangan menurut responden yang diwawancarai dinyatakan bahwa 85% alur pelaksanaan dilapangan telah sesuai dengan SOP, waktu yang dibutuhkan 76% jawaban responden telah sesuai dengan SOP, sedangkan biaya yang dibutuhkan 100% sesuai dengan SOP. Namun dalam prakteknya dilapangan, nelayan yang masih memiliki armada penangkapan dibawah 10 GT yang hanya dilengkapi kompas dan tidak memiliki GPS, sehingga untuk menentukan letak koordinatnya nelayan hanya asal mengisi titik koordinat operasi penangkapan.

Page 267: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

259 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

5. Distribusi BBM

Pendistribusian BBM di PPS Bungus yang lebih berperan adalah koperasi pelabuhan, namun syahbandar berperan untuk memberi izin atas pendistribusian BBM sebelum melapor ke petugas koperasi. Keadaan yang ditemui dilapangan adalah pendistribusian BBM melalui Syahbandar PPS Bungus sangat tertutup. Berdasarkan hasil wawancara ditemui bahwa SOP penditribusian BBM masih jauh berbeda dengan SOP yang tercantum dalam Permen-KP no 3 tahun 2013 tentang Kesyahbandaran Pelabuhan Perikanan. Waktu yang diperlukan untuk mendapatkan izin pembelian BBM pun jauh lebih singkat dibandingkan dengan yang tercantum dalam SOP, hasilwawancara menunjukan bahwa harga BBM yang ada di PPS Bungus seharga Rp.5.150 perliter.

Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa 50% uraian kegiatan dilapangan telah sesuai dengan SOP, waktu yang dibutuhkan pun 50% mengacu pada SOP, sedangkan untuk harga BBM 100% sesuai dengan SOP.

6. Perpanjangan SIPI

Syarat perpanjangan SIPI : 1. Surat permohonan 2. Fotocopy SIUP 3. Fotocopy SIPI terakhir 4. Fotocopy Buku Kapal 5. Surat keterangan aktivasi transmiter SPKP

Kendala yang sering ditemui dalam perpanjangan SIPI di Syahbandar adalah kurangnya pengetahuan stake holder / nelayan dalam hal perpanjangan SIPI. Dikarenakan perpanjangan SIPI dibedakan oleh GT kapal. Jadi terjadinya simpang siur informasi yang didapatkan oleh nelayan. Serta perpanjangan SIPI memiliki banyak tahap-tahap yang harus dilalui sehingga banyak nelayan yang kurang pengetahuan mewakilkan perpanjangan SIPI pada calo, hal inilah yang rentan akan pungli.

Dari hasil wawancara yang dilakukan didapat bahwa 47% uraian kegiatan perpanjangan SIPI di PPS Bungus telah sesuai dengan SOP, 41% untuk lama waktu peranjangan dan 38% responden menjawab bahwa biaya yang diperlukan sesuai dengan SOP.

PEMBAHASAN

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi guna menunjang kegiatan

operasional Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus dilengkapi dengan panduan kegiatan yaitu Standar Operasional Prosedur. Dimana fungsi utama SOP adalah sebagai panduan dalam kerja khususnya dalam proses kegiatan pelayanan terhadap masyarakat nelayan. Sehingga banyaknya kegiatan yang akan terlaksana dan sesuai tata tertib yang mengaturnya. Namun dalam faktanya dilapangan, di Syahbandar PPS Bungus masih belum menerapkan SOP dengan semestinya. Hal ini dikarenakan adanya kesenjangan/perbedaan yang ada antara panduan SOP yang tertulis dengan keadaan yang ada di lapangan, sehingga banyak kegiatan yang tidak terlaksana dengan semestinya.

Hal ini terjadi karena beberapa alasan: 1. Kurangnya sosialisasi antara petugas syahbandar dengan nelayan tentang Standar

Operasional Prosedur di Syahbandar 2. Kurangnya tenaga pegawai yang unggul dalam bidang perikanan.

Page 268: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

260 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

3. Pengetahuan nelayan yang masih kurang akan teknologi membuat pengurusan SHTI dan Logbook tidak berjalan semestinya.

4. Pemilik kapal tidak mau melapor hasil tangkapan ke dalam SHTI dengan alasan produk hasil tangkapan tidak untuk diekspor.

5. Panjangnya alur pengurusan perpanjangan SIPI dan tingkat pengetahuan nelayan yang kurang sehingga banyak nelayan yang mewakilkan pengurusan perpanjangan SIPI kepada pengurus kapal hal ini sangat rentan akan pungli.

6. Masih minimnya sarana dan prasarana untuk kegiatan dan kelancaran tugas Kesyahbandaran.

Dari berbagai masalah yang ditemui diharapkan adanya sosialisasi dari petugas syahbandar kepada nelayan, sehingga nelayan memiliki pengetahuan tentang SOP yang ada di syahbandar. Hal ini diharapkan dapat menambah pengetahuan nelayan tentang SOP yang ada, sehingga untuk waktu yang akan datang, nelayan tidak kesulitan dalam pengurusan dokumen di syahbandar. Sebaiknya juga dilakukan penambahan kuota pegawai syahbandar yang memiliki latar belakang pendidikan perikanan, yang dapat menunjang kinerja pegawai. Untuk PPS Bungus sendiri seharusnya lebih meningkatkan sarana dan prasarana penunjang demi kelancaran operasional syahbandar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

SOP yang dijalankan pada seksi kesyahbandara di PPS Bungus antara lain Pengurusan Surat Persetujuan Berlayar, pengurusan Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan dan Keberangkatan Kapal, Pengurusan Sertivikat Hasil Tangkapan Ikan, Pengisian Logbook, Distribusi BBM danPerpanjangan SIPI.

Penerapan SOP di Syahbandar PPS Bungus belum di terapkan secara maksimal.Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal yang mendasar, sehingga SOP yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Perikanan Tangkap untuk Pelabuhan Perikanan Samudera (Pelabuhan tipe- A) belum sepenuhnyadapat di terapkan di PPS Bungus terutama di Syahbandar.

Penerapan SOP yang ada di seksi kesyahbandaran PPS Bungus berkisar antara 47% hingga 85% dengan penerapan terkecil pada SOP perpanjangan SIPI dan terbesar pada pengisian Logbook. Kesesuaian penggunaan waktu dalam menjalankan SOP berkisar antara 2% hingga 76% dengan angka terendah pada Pengurusan Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan dan Keberangkatan Kapal dan tertinggi pada Pengisian Logbook. Kesesuaian biaya yang dikenai dalam pengurusan dalam menjalan SOP berkisar antara 38% hingga 100% dimana angka terendah pada Perpanjangan SIPI sedangkan yang lainnya 100% sesuai. Saran

Dari berbagai macam masalah yang terjadi dilapangan sebaiknya Syahbandar memberikan sosialisasi kepada nelayan, terutama nelayan kecil yang masih belum mengerti tentang alur SOP di syahbandar, diharapkan bahwa dengan adanya sosialisasi nelayan memiliki pengetahuan tentang SOP yang ada, sehingga untuk waktu yang akan datang, nelayan tidak kesulitan dalam pengurusan dokumen di syahbandar dan melakukan penambahan kuota pegawai syahbandar agar dapat menunjang kinerja pegawai terutama yang memiliki latar belakang pendidikan perikanan serta untuk PPS Bungus seharusnya lebih meningkatkan sarana dan prasarana penunjang demi kelancaran operasional syahbandar.

Page 269: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

261 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

DAFTAR PUSTAKA

Andhanari, Mari Asti. 2015. Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Produktivitas Karyawan dalam Bekerja. Semarang. 23 hal.

Atmoko, T. 2009. Standar Operasional Prosedur dan AkuintabilitasKinerja Instansi Pemerintah,

Direktorat Jenderal Perikanan, 1981. Standar Rencana Induk dan Pokok-Pokok Desain Untuk Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan. Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta

Dirjen Perikanan. 2009. Pengoperasian Pelabuhan Perikanan. PPN Sibolga. Jakarta. Dirjen Perikanan. 2016. Pelabuhan Perikanan Wahana Penyaluran Investasi

Usaha.Departemen Pertanian. Jakarta. Ekotama, S. 2014. Cara Gampang Bikin Standard Operating Procedure. MediaPressindo:

Yogyakarta. Jones, G. R. 2012. Organiational Theory. Text and Cases.Third Edtion.New Jers,.

America: Prentice Hall International, Inc. Kepmen KP No. 26 tahun 2013. Organisasi dan Tata Kerja Pelabuhan Perikanan ditetapkan

bahwa Tugas Pokok Pelabuhan Perikanan Samudera Bungus. Masroef, A. 2011. Sekilas Lintas Keragaaan dan Pengelolaan Pelabuhan Perikanan,

Departemen Kelautan dan Perikanan Dirjen Perikanan Tangkap. Pelabuhan Perikanan Samudera. Padang.

Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.43/PerMen/2015 Tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur dilingkungan kementerian kelautan dan perikanan.

Permen KP No. 03 tahun 2013. Syahbandar Kerja Pelabuhan Perikanan. Permen KP No. 08 tahun 2012. Tentang Kepelabuhanan Perikanan. Permen KP No. 13 tahun 2012. Tentang Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan Permen KP No. 48 tahun 2014. Tentang Logbook Penangkapan Ikan Permen KP No. 57 tahun 2014. Tentang Usaha Perikanan Tangkap di WPPNRI Permen KP No.32 Tahun 2014 Tentang Penerbitan SPB Undang-Undan No.45 tahun 2019 Tentang Perikanan Yuliarto, T. 2010. Standar Operating Prosedures. Jawa tengah. Yuspardianto. 2006. Studi Fasilitas Pelabuhan Perikanan Dalam Rangka

Pengembanganpelabuhan Perikanan Samudera Bungus Sumatera Barat.Mangrove dan Pesisir Vol. VI No. 1. Padang.

Zain, J, Syaifuddin, Alit, H. 2011. Pelabuhan Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru.176 hal

Page 270: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

262 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

PERBEDAAN HASIL TANGKAPAN IKAN CENDRO (Tylosurus crocodilus) SEBELUM DAN SETELAH TENGAH MALAM DENGAN MENGGUNAKAN

GILLNET DI KELURAHAN PASIA NAN TIGO DI KECAMATAN KOTO TANGAH KOTA PADANG

PROVINSI SUMATERA BARAT

Arthur Brown, Bustari, Parengrengi E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan pada akhir Juni hingga pertengahan Juli 2017 di Kelurahan Pasia Nan Tigo perairan Kota Padang Provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan jumlah cacthes dan bagaimana ikan ditangkap sebelum dan sesudah tengah malam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Ukuran mata jaring gillnet adalah 2 inci tanpa tali ris bawah dan pemberat. Panjang tubuh ikan yang ditangkap sebelum dan sesudah tengah malam masing-masing berkisar 63-97 cm dan 64-98 cm. Sebelum tengah malam cendro jumlah ikan cendro yang terjerat pada insangnya 48% dan yang terbelit 52% sedangkan pada waktu setelah tengah malam yang terjerat pada insangnya hanya 36% dan yang terbelit 64%. Dapat disimpulkan bahwa ikan yang tertangkap dengan cara terjerat pada insangnya sebelum tengah malam lebih besar daripada setelah tengah malam, sementara ikan yang tertangkap dengan cara terbelit setelah tengah malam lebih besar dari sebelum tengah malam. Target utama penangkapan ikan adalah cendro (Tylosurus crocodilus). Kata kunci: Gillnet, Tali ris, pemberat, panjang tubuh, terjerat, terbelit, sebelkum tengah malam dan setelah tengah malam.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Penangkapan ikan cendro di Perairan Pasia Nan Tigo dilaksanakan pada waktu sebelum dan setelah tengah malam.

Perubahan waktu dari sebelum dan setelah tengah malam merupakan waktu yang kritis terhadap tingkah laku ikan di perairan karena terjadinya perubahan suhu perairan yang mulai mendingin sehingga ikan menjadi lebih aktif mencari makan pada waktu setelah tengah malam.

Salah satu metoda penangkapan yang dapat dipakai untuk menangkap ikan cendro adalah dengan menggunakan jaring insang. Konstruksi gillnet berbentuk empat persegi panjang, seperti net volley yang sedang dibentang memiliki tali ris atas dan bawah. Mekanisme ikan tertangkap dengan cara terjerat pada tutup insangnya, untuk ukuran ikan yang lebih besar umumnya tertangkap dengan cara terpuntal (Sofyan dan Armansyah, 2014)

Namun jaring insang yang dipakai dalam menangkap ikan cendro di daerah ini tidak menggunakan tali ris bawah sehingga dapat meningkatkan nilai shortening jaring yang berakibat kepada peningkatan kemampuan jaring dalam membelit ikan cendro.

Hasil tangkapan gillnet yaitu ikan-ikan pelagis seperti cakalang, tenggiri, tongkol dan salah satunya adalah ikan cendro (Tylosurus sp) ikan ini sekilas mirip barakuda, tetapi mulutnya lebih panjang dan lebih ramping ukuran ikan ini dapat mencapai panjang 100-150 cm dan matang gonad pada ukuran diatas 75 cm.

Menurut Musbir dalam Tamarol, Luasunaung dan Budiman (2012), menyatakan bahwa ikan cendro matang gonad pada ukuran di atas 75 cm.

Page 271: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

263 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Daerah penyebaran ikan ini sepanjang pantai perairan yang berbatasan laut dalam terutama perairan Indonesia bagian timur, selatan Jawa, barat Sumatera, dan Selat Sunda (Eko, 2009)

Perumusan Masalah

Besarnya nilai shortening pada gillnet cendro diperkirakan dapat meningkatkan jumlah ikan yang terpuntal puntal pada badan jaring, Demikian juga perbedaan waktu penangkapan akan menimbulkan perbedaan respon dan tingkah laku ikan diperairan yang dapat mempengaruhi jumlah ikan yang akan tertangkap oleh karena itu perlu diketahui pengaruh kedua faktor tersebut terhadap hasil tangkapan ikan cendro (Tylosurus sp).

Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil tangkapan dan cara tertangkapnya ikan cendro dengan menggunakan gillnet.pada waktu sebelum dan setelah tengah malam.

Prosedur Penelitian Hasil tangkapan sebelum dan setelah tengah malam dipisahkan dan dibandingkan jumlah berat dan jumlah individunya, serta membandingkan jumlah ikan cendro yang tertangkap dengan cara yang berbeda pada waktu sebelum dan setelah tengah malam Analisis Data

Perbandingan jumlah hasil tangkapan dan cara tertangkapnya ikan cendro pada waktu sebelum dan setelah tengah malam dianalisis dengan uji T. Data lainnya dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konstruksi Gillnet Cendro a.komponen gillnet cendro

Gillnet Cendro mempunyai panjang 400 meter dengan tinggi 5 meter jumlah pelampung 400 buah. Konstruksi gillnet cendro terdiri dari beberapa komponen yaitu : 1. Pelampung tanda dibuat dari styrofoam yang di pasangi lampu tanda (switch) berfungsi

sebagai penanda posisi meletakkan gillnet cendro. 2. Pelampung terbuat dari karet sendal jepit yang di bentuk persegi panjang dengan

ukuran panjang 6,7cm, lebar 2cm, tinggi 3,65cm dan berwarna hitam. Kegunaan pelampung supaya jaring dapat merapung di permukaan air

3. Tali ris atas yang berdiameter 2,72 mm yang berbahan Polypropilene. 0,08 mm berwarna biru.

4. Badan jaring terbuat dari bahan serat multifilament dengan diameter benang 0,08 mm berwarna hijau dan mesh size 2 inci

b. Shortening (pengerutan).

Page 272: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

264 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Hasil perhitungan nilai shortening gillnet cendro didapatkan shortening bagian atas jaring adalah 6% sedangkan bagian bawah jaring tidak memiliki tali ris bawah adalah 100%, sehingga rata–rata shortening jaring sebesar (6% +100%)/2 adalah 53 %. Daerah Penangkapan Gillnet Cendro

Daerah penangkapan ikan cendro berada di dekat Pulau Sawo (Sauh) dengan

Posisi koordinat 0°52’12” LS, dan 100°17’6” BT dan Stasiun I berada 0°5’27” LS, 100°18’14” BT di perairan Pasia Nan Tigo, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang. Teknik Pengoperasian Gillnet Cendro Pengoperasian alat tangkap gillnet cendro dimulai dari penentuan daerah penangkapan dan menentukan arah arus serta arah angin terlebih dahulu, teknik penangkapan ikan cendro terdiri dari beberapa tahapan seperti : 1. Proses setting yaitu posisi awal kapal berada di depan pulau dan ikan berada di belakang

pulau dengan arah arus menuju kearah kapal setelah itu jaring di rentangkan menghadang arus, agar gillnet membentuk setengah lingkaran yang membelakangi pulau. Kemudian gerombolan ikan digiring menggunakan cahaya lampu senter berdaya 10 watt untuk memasuki daerah tangkap jaring. Semua proses setting hingga menggiring ikan menuju daerah tangkap jaring membutuhkam waktu 60 menit. Apabila gerombolan ikan tertangkap masih sedikit maka diulangi proses menggiring ikan cendro. Proses setting selama penelitian dapat di lihat pada gambar 1.

Gambar 1. Proses Setting

Gambar 2. Proses Hauling

Page 273: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

265 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Setelah proses setting selesai masuk ketahapan selanjutnya yaitu proses hauling. Gambar 2. Hasil Tangkapan

Kondisi perairan pada saat pengamatan sangat baik sehingga proses penangkapan dapat dilakukan. Arus dan gelombang berpengaruh pada saat pengoperasian alat tangkap karena arah arus dan gelombang merupakan kunci utama dalam pengoperasian alat tangkap. Hasil tangkapan utama gillnet cendro adalah ikan cendro dan hasil sampingan antara lain adalah ikan kembung, Euthynnus sp, Katsuwonus Pelamis. Penelitian dilakukan selama 10 kali trip (hari). Keberangkatan dari fishing base ke fishing ground dimulai dari jam 17.30 sore dan kembali lagi ke fishing base jam 07.00 pagi. Pengoperasian dilakukan pada waktu sebelum tengah malam (24.00 wib) (SBTM) dan setelah tengah malam (24.00 wib) (STTM).

Tabel 1. Ikan cendro yang tertangkap selama penelitian

Total SBTM STTM SBTM STTM

jumlah (ekor) Jumlah (ekor) Berat (kg) Berat (kg)

jumlah 643 791 8,9 8,1 Rata-rata 64,3 79,1 0,88 0,81

Hasil tangkapan selama penelitian 10 hari melaut yakni 1434 ekor atau 17 kg

ikan cendro.(Tabel1). Dari keseluruhan ikan cendro yang tertangkap, yang tertangkap dengan cara

terjerat pada waktu SBTM sebanyak 49% dan terbelit 51% sedangkan hasil tangkapan setelah tengah malam (STTM) terjerat 42% dan yang terbelit 67%. Untuk lebih jelas data selama peneltian dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Cara Tertangkap Ikan Cendro

2017 SBTM STTM No Tanggal Terjerat Terbelit Terjerat Terbelit 1 30/06 35% 65% 50% 50% 2 01/07 45% 55% 37,5 62,5 3 02/07 57% 43% 66% 34% 4 03/07 79% 21% 86% 14% 5 04/07 20% 80% 29% 71% 6 19/07 40% 60% 35% 65% 7 21/07 40% 60% 31% 69% 8 23/07 65% 35% 43% 57% 9 26/07 55% 45% 37% 63%

10 27/07 54% 46% 35% 65% Rata-rata 49% 51% 42% 67%

Page 274: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

266 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Untuk melihat berat ikan yang tertangkap dapat dilihat pada fluktuasi rata-rata jumlah berat dan jumlah individu ikan cendro (ekor) per hauling (kg) yang terdapat pada gambar 3 dan 4.

Gambar 3. Jumlah Individu Ikan Selama penelitian.

Gambar 4. Jumlah berat ikan selama penelitian

Panjang tubuh ikan cendro yang tertangkap sebelum tengah malam (SBTM)

berkisar 63-97 cm dengan rata – rata panjang 81,63 cm sedangkan pada waktu setelah tengah malam (STTM) berkisar 64-98 cm dengan rata-rata panjang 78,0 cm. Tinggi tubuh ikan sebelum tengah malam berkisar 5,3-8,9 cm dengan rata-rata 7,04 cm sedangkan setelah tengah malam berkisar 5,3-8,6 cm dengan rata-rata 6,58 cm.Lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.

Deleted:

Page 275: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

267 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 2. Panjang total dan Tinggi Badan Ikan (cm) sebelum dan setelah tengah malam .

No 2017 SBTM STTM Hauling Panjang Ikan Total

(PT) (CM) Tinggi Badan

(TB) (CM) Panjang Ikan Total

(PT) (CM) Tinggi Badan

(TB) (CM) 1 30 JUN 1 92 8,9 87 7,2 2 70 6,1 78 5,3 2 01 JULI 1 80 6,6 65 5,8 2 74 6,8 82 6,8 3 02 JULI 1 96 8,6 64 5,4 2 0 0 71 6,2 3 0 0 83 6,9 4 03JULI 1 63 5,3 78 6,5 2 0 0 82 6,7 5 04JULI 1 68 5,7 98 8,6 2 0 0 75 6,5 6 19JULI 1 87 7,2 74 6,4 2 94 8,7 0 0 3 69 5,6 0 07 21JULI 1 97 8,9 72 6,2 2 69 5,6 0 0 3 88 7,3 0 08 23JULI 1 86 7,1 74 6,3 2 0 0 67 5,5 9 26JULI 1 87 7,3 97 8,9 2 84 7,1 75 6,2

10 27JULI 1 79 6,5 82 7,1 2 82 7,1 0 0 3 86 7,3 0 0Rata-rata 81,63 7.04 78,0 6,58Kisaran 63-97 5,3-8,9 64-98 5,3-8,6

Pembahasan

Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan salah satunya adalah konstruksi gillnet cendro. Konstruksi alat tangkap Gillnet cendro berbentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring ke arah horizontal lebih panjang jika dibandingkan dengan jaring arah vertikal, dan gillnet cendro tidak memakai tali ris bawah pemberat dan dioperasikan dengan cara dihanyutkan. Tidak menggunakan tali ris bawah dan pemberat, memiliki beberapa keuntungan yaitu lebih cepat membentuk setengah lingkaran dan saat proses hauling tidak membutuhkan tenaga yang banyak untuk menaikan alat tangkap gillnet cendro ke atas perahu. Menurut Martasuganda (2002) jaring insang (gillnet) adalah satu jenis alat penangkapan ikan dari jaring yang bentuknya empat persegi panjang dimana ukuran mata jaring (mesh size) sama, jumlah mata jaring horizontal (mesh lenght/ML) jauh lebih banyak dari jumlah mata jaring kearah vertical (mesh depth/MD). Gillnet cendro (jaring

Page 276: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

268 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

insang cendro) tidak mempunyai tali ris atas sehingga jaring mengalami pengerutan (shortening).

Dari hasil pengamatan dan penelitian di lapangan rata-rata ukuran tinggi badan ikan yang tertangkap sebelum dan setelah tengah malam yaitu 5,6 cm dan 4,9 cm, sedangkan panjang ikan yang tertangkap 82 cm. Ukuran dari mata jaring (Mesh size) 5,5 cm. Jadi ukuran tubuh ikan lebih besar dari ukuran mata jaring (Mesh size) sehingga ikan terjerat dan terbelit.

Ikan cendro yang tertangkap selama penelitian rata-rata ikan yang sudah matang gonad sesuai pendapat Musbir dalam Tamarol, Luasunaung dan Budiman (2012), menyatakan bahwa ikan cendro matang gonad pada ukuran di atas 75 cm.

Dari tabel 1 cara tertangkapnya ikan dapat dilihat bahwa ikan tertangkap SBTM dan STTM dengan cara terjerat masing-masing 48 % dan 36 % dan yang terbelit adalah 52 % dan 64 %. Dari hasil perhitungan shortening di dapatkan hasil S lebih besar dari 30%, yang artinya nilai S yang tinggi memperbesar peluang ikan tertangkap secara terbelit. Perhitungan Shortening dapat dilihat pada lampiran 2. Nilai shortening pada Gillnet cendro (jaring insang cendro) 53%.Hal ini menyebabkan jumlah ikan tertangkap dengan cara terbelit lebih besar dibandingkan dengan yang terjerat. Hal ini sesuai dengan Sudirman dan Mallawa (2012) mengatakan, untuk Gillnet yang ikannya tertangkap secara gilled, nilai shortening bergerak sekitar 30-40%, dan untuk yang tertangkapnya ikan secara entangled maka nilai shortening bergerak sekitar 35-60%.

Dalam pengoperasian (gillnet cendro) jaring insang cendro sangat di pengaruhi oleh kondisi perairan seperti arus dan arah angin serta kedalaman perairan. Pengoperasian jaring cendro tidak dapat dilakukan apabila terjadi badai atau angin yang kencang. Menurut Sudirman dan Mallawa (2012), selain dari gaya-gaya arus, gelombang, maka kekuatan angin juga mempengaruhi keadan hanyut dari jaring. Hal ini berkaitan dengan timbulnya gaya yang tidak diinginkan yang berasal dari tiupan angin di perairan yang bekerja pada bagian dari float yang tersembul pada permukaan air.

Dalam teknik pengoperasian Gillnet cendro (jaring insang cendro) ada hubungan antara hari dan bulan dengan hasil tangkapan dapat dilihat pada grafik 1 rata-rata hasil tangkapan. Pada periode bulan gelap penangkapan ikan dengan menggunakan cendro akan menjadi lebih efektif, karena waktu operasi menjadi lebih lama sehingga frekwensi setting dan hauling dapat mencapai 4 kali dalam satu trip.

Hal ini dapat dilakukan karena gerombolan ikan cendro dapat diarahkan memasuki kawasan penangkapan dengan menggunakan cahaya senter. Cahaya senter digunakan untuk mengiring ikan cendro menuju gillnet cendro. Hal ini sesuai dengan pendapat Von Brandt (1994) yang mengemukaan metoda menangkap ikan dengan cara mengusir ikan atau menakut nakut ikan untuk menjauhi suatu lokasi tertentu menuju lokasi lain sehingga ikan-ikan tersebut terjebak ke dalam alat tangkap. Jika dibandingkan dengan teknik penangkapan menggunakan gillnet pada umumnya gillnet cendro lebih menguntungkan jika dilihat dari konstruksi karena tidak menggunakan pemberat dan tali ris bawah sehingga pada saat hauling jaring menjadi lebih ringan sehingga tidak membutuhkan tenaga yang banyak untuk menariknya sedangkan pada umumnya jaring yang menggunakan pemberat maka tahanan jaring meningkat sehingga jaring bertambah berat pada saat hauling. Teknik penarikan Gillnet cendro sehingga dapat membentuk setengah lingkaran diuntungkan karena pada waktu setting nya arus terhalang oleh pulau.

Sesuai pendapat Sudirman dan Mallawa (2012) mengatakan pada lembaran jaring bagian atas diletakkan pelampung dan bagian bawah diletakkan pemberat, sehingga kehadiran dua komponen tersebut menyebabkan proses hauling menjadi lebih berat.

Page 277: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

269 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Pengoperasian gillnet cendro sangat di pengaruhi faktor arus dan posisi gillnet cendro terhadap arus. Proses penggiringan ikan menuju jaring menggunakan cahaya lampu senter.

Jaring cendro tidak menggunakan tali ris bawah dan pemberat sehingga nilai shortening jaring mencapai ( 53%).

Kisaran panjang tubuh dan tinggi tubuh ikan cendro yang tertangkap sebelum dan setelah tengah malam hampir tidak berbeda, namun rata-rata panjang dan tinggi tubuh ikan cendro sebelum tengah malam lebih besar dibanding setelah tengah malam.

Ikan yang tertangkap dengan cara terjerat lebih banyak pada waktu sebelum tengah malam dibandingkan setelah tengah malam, sedangkan ikan cendro yang tertangkap secara terbelit lebih banyak pada waktu setelah tengah malam dibandingkan sebelum tengah malam Saran

Penangkapan lebih baik dilakukan sebelum tengah malam karena: a. Ukuran ikan tertangkap relatif lebih besar. b. Lebih cenderung ikan tertangkap dengan tersangkut pada overkulum sehingga lebih

mudah meloloskan ikan dari jaring dibandingkan jika terbelit. c. Perlunya dilakukan penelitian tentang tingkah laku ikan cendro pada siang hari sebab

selama ini penangkapan hanya di lakukan pada malam hari di daerah ini.

DAFTAR PUSTAKA Eko, B. 2009. Ensiklopedia Popular Ikan Air Laut. Yayasan Andi Offset. Yogyakarta. Hasan, Iqbal. 2001. Pokok – Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta

: Ghalia Indonesia. Klust, G. 1987. Bahan jaring untuk alat penangkapan ikan. Balai pengembangan

Penangkapan ikan semarang : 188. Martasuganda, S.2002. Jaring Insang (Gillnet). Serial Teknologi Penangkapan ikan. Balai

Berwaawasan Lingkungan : Edisi Baru. Bogor : Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor

Sudirman, Mallawa, A., 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Bahan Pengajaran. Program Studi

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin Makassar.

Sudirman,Mallawa A.2012.Teknik Penangkapan Ikan.Jakarta:Rineka Cipta. Syofyan, I., Armansyah, D., 2014. Identifikasi Dan Analisis Alat Tangkap Jaring Kurau

Yang Digunakan Nelayan Di Perairan Kabupaten Bengkalis. Jurnal Terubuk 41, 32-39.

Tamarol, J., Luasunaung, A., Budiman, J., 2012 Dampak Perikanan Tangkap Terhadap Sumberdaya Ikan Dan Habitat Di Perairan Pantai Tabukan Tengah Kepulauan Sangihe. Jurnal perikanan dan Keluatan Tropis.

Von Brandt, A., 1984.Fish Catching Methods of The World. Third Edition. Fishing News (Books) Ltd, london. 418

Page 278: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

270 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

ANALISIS KESESUAIAN DAERAH PENANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN PULAU LANCANG, KEPULAUAN SERIBU

Insaniah Rahimah, Vincentius P. Siregar,Syamsul B. Agus dan Syahrial

1Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan, MATAULI 2Departmen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK, IPB 3 Departmen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK, IPB 4Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan, MATAULI

*)E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Permasalahan yang dihadapi oleh pengelolaan rajungan di perairan Pulau Lancang adalah minimnya informasi spasial berkaitan dengan distribusi parameter serta lokasi yang sesuai untuk daerah penangkapan rajungan. Sementara keberadaan rajungan di perairan dipengaruhi oleh kondisi oseanografi perairan yang berhubungan dengan habitat, migrasi dan kelimpahan makanan. Data oseanografi mampu memberikan informasi kesesuaian daerah untuk dijadikan daerah penangkapan (fishing ground) yang potensial. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa karakteristik perairan yang sesuai untuk daerah penangkapan rajungan. Parameter lingkungan yang diukur yaitu salinitas, kedalaman, tipe substrat, MPT, kecerahan, suhu, DO, TDS, Nitrat, Fosfat dan pH. Data diolah menggunakan perangkat lunak SIG. Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter lingkungan secara umum mendukung bagi pertumbuhan rajungan. Beberapa parameter seperti MPT, TDS, kecerahan, fosfat, nitrat, kedalaman dan substrat merupakan daerah yang 100% sesuai. Sedangkan parameter salinitas, DO, pH dan suhu termasuk terdapat daerah yang sesuai bersyarat dan tidak sesuai. Hasil pembobotan dan reklasifikasi parameter, daerah pertumbuhan rajungan di musim Timur 2015 dibagi menjadi tiga daerah yaitu “sangat sesuai”, “sesuai” dan “tidak sesuai”. Kata Kunci: daerah penangkapan, daerah kesesuaian, informasi spasial, Pulau Lancang, rajungan

PENDAHULUAN Rajungan (Portunus pelagicus) yang juga dikenal dengan nama kepiting perenang

(blue swimming crab) termasuk hewan perenang aktif, tetapi saat tidak aktif hewan ini mengubur diri di dasar perairan. Sebagai hewan scavenger (pemakan bangkai), rajungan juga berburu dan menangkap hewan kecil serta binatang-binatang lain yang ada di laut dengan cara berenang di dekat permukaan (sekitar 1 meter) sampai kedalaman 56 meter (Maynou and Charles, 2000).

Rajungan bernilai gizi tinggi dan merupakan komoditas ekspor dengan nilai jual yang mahal dan semua bagiannya dapat dimanfaatkan, diantaranya daging rajungan banyak digunakan sebagai bahan baku rajungan kalengan, cangkang atau kulit rajungan dapat diolah sebagai bahan baku kosmetik serta beberapa industri lainnya (Soegiri et al, 2014).

Banyaknya manfaat rajungan ini memicu overexploitasi sehingga dibeberapa tempat rajungan terindikasi mengalami overfishing (tangkap lebih).Pemanfaatan yang tidak terkontrol dan perubahan kondisi lingkungan perairan yang mengarah pada kerusakan habitat ditengarai menjadi penyebab menurunnya populasi Rajungan di beberapa sentra penghasil rajungan di Indonesia.Hal ini menyebabkan dikeluarkannya aturan larangan tangkap rajungan, pada ukuran dan kondisi tertentu yang tertuang pada PERMEN KP No. 1/2015.

Pulau Lancang sebagai salah satu sentra rajungan yang terletak di titik paling Selatan di antara gugusan pulau lain di Kepulauan Seribu juga terindikasi mengalami overfishing (Agus et al, 2008). Ancaman overfishing telah mengemuka seiring permintaan

Page 279: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

271 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

dan tekanan lingkungan yang semakin tinggi, sedangkan rajungan merupakan sumberdaya perikanan yang menjadi tumpuan hidup sebagian besar nelayan di pulau ini.

Rajungan merupakan salah satu komponen perikanan skala kecil bernilai tinggi di banyak negara di daerah tropis (Nugraheni et al, 2015). Pendekatan spasial telah banyak diterapkan dalam pengelolaan perikanan skala kecil di beberapa negara (Lunn and Dearden, 2006). Pengelolaan yang tidak benar dapat menimbulkan berbagai dampak yang merugikan (Yulius et al, 2014). Analisis geospasial merupakan tools yang tepat untuk menilai kondisi existing lingkungan laut secara fisik yang merupakan habitat sumberdaya hayati laut, dan berguna dalam merumuskan model perencanaan berbasis wilayah (Wright and Heyman 2008).

Untuk memulihkan stok rajungan alami, penetapan zona konservasi daerah asuhan perlu dicanangkan dan mendapat dukungan dari masyarakat setempat. Dengan demikian, upaya tersebut masih bisa mengupayakan bergulirnya ekonomi lokal nelayan rajungan, selain menyokong proses ekologi penting yang dibutuhkan stok rajungan kembali pulih.

Salah satu upaya penentuan zona konservasi yaitu dibutuhkan beberapa informasi awal berkaitan dengan kondisi lingkungan, yang kemudian dianalisis berdasarkan literatur sebelumnya. Informasi awal berkaitan dengan kondisi lingkungan di Pulau Lancang ini selama ini belum ada, sehingga perlu dihimpun dengan menggunakan analisis geospasial.

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini diadakan untuk mengkaji karakteristik perairan yang sesuai untuk daerah penangkapan Rajungan (P. pelagicus) secara spasial sebagai dasar penentuan kesesuaian daerah penangkapan rajungan (P. Pelagicus) di sekitar pulau Lancang, Kepulauan Seribu.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2015. Lokasi penelitian bertempat di perairan Pulau Lancang, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Provinsi DKI Jakarta. Secara geografis lokasi penelitian terletak pada 5053’59”-5058’43” LS dan 106030’00”- 106039’33” BT (Gambar 1). Data dan Alat

Data parameter lingkungan perairan sebagai data primer, data tangkapan rajungan

(lokasi penangkapan, ukuran karapas, bobot individu, dan kondisi betina membawa telur) digunakan sebagai validasi peta kesesuaian, Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) versi digital sebagai peta dasar penentuan peta-peta tematik, hard dish untuk penyimpanan peta versi digital, serta kuisioner nelayan untuk penentuan lokasi fishing ground .

Page 280: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

272 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 1 Lokasi penelitian dan stasiun sampling kualitas air

Peralatan yang digunakan untuk survei lapang adalah hand GPS (Global Positioning System) untuk mengumpulkan informasi lokasi, MapSounder digunakan untuk mengetahui kedalaman perairan, multiparameter water quality checker untuk pengukuran kualitas air (kecerahan, suhu, salinitas, DO/Dissolved Oxygen dan pH/derajat keasaman), Van Dom Watersampler untuk sampel air (MPT/Muatan Padatan Tersuspensi, TDS/Total Dissolved Solids, Fosfat dan Nitrat), Grap Sampler untuk mengambil sampel sedimen, kamera digital untuk dokumentasi, perahu bermotor untuk transportasi pengambilan data lapangan, serta timbangan duduk dengan penggaris dan alat tulis untuk sampling morfometrik rajungan. Metode Pengambilan Data Tangkapan Rajungan Penentuan lokasi pengamatan dilakukan dengan metode partisipatory fishing ground mapping yaitu berdasarkan informasi nelayan yang berpengalaman dan telah melakukan aktifitas penangkapan dalam waktu cukup lama (Pratiwi etal, 2014). Peta lokasi pengamatan digunakan sebagai lembar kuisioner dalam format grid dengan dimensi 2,1 km x 2,1 km (Gambar 1) yang berguna untuk mengarahkan nelayan menentukan lokasi penangkapan.Pertimbangan penggunaan sistem grid berdasarkan alat tangkap yang digunakan nelayan rajungan pulau Lancang adalah bubu lipat yang terikat satu sama lain sehingga terbentuk satu untaian bubu dengan jarak antar bubu kurang lebih 12 m dengan jumlah bubu yang beroperasi antara 300-600 unit per trip (Nugraheni et al, 2015). Ini diasumsikan bahwa satu nelayan/kelompok nelayan mewakili satu grid sebagai lokasi penangkapan rajungan.

Wawancara dilakukan saat nelayan mendaratkan hasil tangkapan ke pengumpul untuk ditimbang, dan secara simultan dilakukan pengukuran morfometrik sampel rajungan (lebar karapas, bobot, jenis kelamin dan kondisi telur) ). Jumlah nelayan/kelompok nelayan yang menjadi dijadikan narasumber dan sampling rajungan lebih kurang 9 nelayan/kelompok nelayan setiap bulannya yang dilakukan ditentukan secara sengaja (purposive sampling)

Hasil sampling dikelompokkan menjadi 3 kelas mewakili ukuran besar, sedang dan kecil. Pengelompokan dilakukan untuk mengetahui apakah hasil tangkapan sudah sesuai dengan anjuran pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Menteri KKP No 1

Page 281: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

273 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

tahun 2015, yang melarang penangkapan rajungan dengan lebar karapas <10 cm dan bobot <55 gram. Metode Pengambilan Data Parameter Lingkungan Perairan

Sampling kualitas air diambil pada bulan Juni 2015 (mewakili musim timur),

bekerjasama dengan Tim Peneliti Rajungan Pulau Lancang – BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri) pada penelitian Tahap 1 tahun 2015 meliputi Pulau Lancang, Pulau Laki dan Pulau Bokor. Penentuan stasiun sampling dengan menggunakan metode acak terpilih (Purposive Random Sampling) dengan 15 titik stasiun. Teknik ini digunakan peneliti jika memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu didalam pengambilan sampel atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu (Teddlie et al, 2007) (Gambar 1).

Untuk mengetahui kedalaman perairan dilakukan pemeruman lokasi penelitian. Transduser GPS dioperasikan pada frekuensi 50 kHz dengan daya 500 W, dan dipasang di sisi kiri kapal pada kedalaman ±50 cm dari permukaan laut. Instalasi tersebut ditujukan untuk meminimalkan derau (noise) yang mungkin ditimbulkan akibat perputaran baling-baling kapal motor yang rotasinya berlawanan dengan arah jarum jam. Pemeruman sepanjang transek dengan kecepatan kapal ±5 knot. Hamburan balik sinyal yang dipindai oleh receiver-transduser menandai nilai kedalaman (z) pada titik yang telah diketahui referensi geografisnya.

Sampel kualitas air di lokasi studi diambil secara komposit, yaitu di permukaan, di kolom dan dekat dasar perairan. Untuk pengukuran kecerahan, suhu, salinitas dan DOdilakukan pencatatan langsung dari angka yang tertera pada alat. Sementara untuk parameter MPT, TDS, Fosfat dan Nitrat dilakukan pengambilan sampel air laut, demikian juga dengan sampel sedimen. Sampel air dan sedimen kemudian selanjutnya dianalisis di Bagian Hidrobiologi Laut dan Laboratorium Produktivitas Lingkungan, FPIK-IPB. Metode Pengolahan dan Analisis Data Spasial

Data parameter lingkungan selanjutnya dilakukan interpolasi dalam bentuk peta

sebaran sebagai peta tematik untuk dijadikan peta kesesuian lokasi penangkapan. Kemudian dilakukan pembobotan untuk tiap parameter. Pembobotan ini bertujuan untuk menentukan seberapa besar pengaruh suatu parameter terhadap parameter lainnya. Selain itu setiap tema akan dibagi menjadi beberapa kelas yang diberi skor berdasarkan tingkat kesesuaiannya. Sehingga pada hasil akhir akan diperoleh ”nilai akhir” atau ”matriks atribut” yang merupakan hasil perkalian antara bobot dengan skor kelas. Setiap kriteria dan parameter, pemberian bobot, dan skor kelas ditentukan berdasarkan studi kepustakaan, dan justifikasi dari tenaga ahli yang berkompeten di bidang perikanan, baik secara tertulis maupun secara lisan (Tabel 1). Pembobotan untuk setiap parameter berdasarkan tingkat pengaruh atau nilai penting parameter yang bersangkutan. Nilai penting parameter dilihat dari seberapa besar bobot yang diberikan untuk penentuan skor nilai.

Page 282: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

274 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 1. Penentuan Kategori Kesesuaian Area

Parameter Bobot Kategori Kesesuaian

Pustaka Sangat Sesuai (SS) Sesuai (S) Tidak

Sesuai (TS) Kedalaman (m)

15 20-40 <20 >40 Mustafa dan Abdullah (2012)

Tipe Substrat

15 Pasir, pasir berlumur

Lumpur berpasir

Lumpur Mustafa dan Abdullah (2012)

MPT (mg/l) Salinitas (PSU)

15 15

25 – 80 31-36

80-100 29-31 dan 36-38

<25 dan >100 <29 dan >38

Alabaster dan Lloyd, 1982 dalam Effendi (2003) Ihsan (2015)

Suhu (0C) DO (mg/l) pH Kecerahan

10 5 5 5

28-31 4-6 6.78-8.0 0-3

26-28 dan 31-33 3.5-4 dan 6-6.5 6-6.78 dan 8-8.5 3-4

<26 dan >33 <3.5 dan >6.5 <6 atau >8.5 <4

Ihsan (2015) Ihsan (2015) Ihsan (2015) KMLH N0 51 (2004)

TDS (mg/l) 5 0-500 500-1000 >1000 Effendi (2003) Nitrat (mg/l) 5 0.25-0.66 0.66-1.5 >1.5 Iskandar (2002)

dalam Agus (2008) Fosfat (mg/l) 5 0.01-0.16 0.06-1.2 >1.2 Winanto (2004)

dalam Agus (2008) Σwj 100

Interval kelas dan nilai kesesuaian daerah penangkapan di tentukan dengan

menggunakan rumus (Noor, 2015) : I = (Nmaks – Nmin) / Σ k………………………………………………..(1)

dimana : I = Interval kelas k = Jumlah kelas kesesuaian yang diinginkan Nmaxs = Nilai akhir maksimun Nmin = Nilai akhir minimum

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Perairan Pulau Lancang di Juni 2015 (Musim Timur)

Interpolasi hasil pengukuran dan pengambilan sampel air laut yang dilakukan di 15 titik stasiun terlihat sebaran spasial masing-masing parameter. Suhu (0C)

Faktor lingkungan utama yang mempengaruhi reproduksi P. pelagius adalah suhu

air (Nugraheni et al 2015). Dari hasil pengukuran diperoleh nilai kisaran suhu pada selang 27.89-29.39 0C. Secara spasial, suhu permukaan laut di barat Pulau Lancang lebih rendah daripada di tengah perairan (antara Pulau Lancang dan Pulau Laki) dan timur Pulau

Page 283: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

275 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Lancang (Gambar 2). Tingginya suhu di bagian tengah perairan dipengaruhi oleh limpasan air sungai dari daratan Jawa, yang umumnya lebih hangat dibandingkan dengan yang di bagian barat Pulau Laki yang terpengaruh asupan massa air dari perairan terbuka yang lebih dalam. Demikian juga dengan pulau di bagian timur Pulau Lancang dan sekitar Pulau Bokor, yang juga terpengaruh limpasan massa air tawar dari sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta. MPT (mg/l)

Mutan Padatan Tersuspensi (MPT) merupakan bahan-bahan tersuspensi yang

berdiameter >1 mikrometer yang tertahan pada saringan Millipore dengan diameter pori 0,45 mikrometer. MPT terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad renik yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air.

Secara spasial kandungan MPT di perairan Pulau Lancang tidak jauh berbeda secara signifkan. Akan tetapi kondisi di selatan perairan Pulau Lancang berdekatan dengan daratan utama (main land) memiliki nilai MPT yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya (Gambar 2). Hal itu memungkinkan karena adanya pengaruh masukan yang berasal dari daratan, karena selatan perairan Pulau Lancang masih dipengaruhi aktivitas yang berasal dari daratan. Gambar 2 Sebaran parameter suhu dan MPT di perairan Pulau Lancang pada musim timur.

TDS (mg/l) Total Disolve Solid (TDS) merupakan parameter yang menjelaskan

partikel-partikel yang terlarut di dalam air dan tidak akan bisa tersaring oleh kertas saring. TDS ini biasanya dipengaruhi oleh bahan anorganik yang berupa molekul-molekul garam yang umum ditemukan di perairan laut. Berdasarkan sebaran spasial nilai TDS, terlihat TDS tinggi di bagian barat daerah penelitian dan rendah di bagian timur (Gambar 3). Perbedaan TDS juga terlihat di antara pulau Lancang Besar dan Lancang Kecil. Tinggi TDS di bagian barat diduga berasal dari aliran limbah daratan, sedangkan perbedaan TDS yang terlihat di Pulau Lancang Besar dan Lancang Kecil yang relatif berdekatan disebabkan kondisi Pulau Lancang Besar berpenghuni sedangkan Pulau Lancang Kecil tidak dihuni penduduk lokal (kepemilikan swasta).

Page 284: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

276 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Kecerahan (m) Kecerahan perairan merupakan salah satu parameter yang mengukur tingkat

kejernihan suatu perairan. Menurut Sari et al (2012), kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan aktifitas fotosintesa. Kecerahan merupakan faktor penting bagi proses fotosintesa dan produksi primer dalam suatu perairan. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukan bahwa kecerahan perairan di perairan pulau Lancang berada pada kisaran 1.37-5.45 m (Gambar 3). Rata-rata nilai kecerahan di perairan Pulau Lancang sebesar 2.25 m, nilai tersebut masih di bawah nilai baku mutu kecerahan yang ditetapkan oleh KEPMENLH No. 51 Tahun 2004 yaitu sebesar 3 m untuk kehidupan biota laut. Penyebab nilai kecerahan perairan yang berada dibawah rata-rata ini salah satunya dikarenakan lokasi Pulau Lancang yang masih dekat dengan kawasan daratan utama dan kawasan pulau-pulau kecil disekitarnya. Secara spasial dapat diketahui bahwa kondisi kecerahan di perairan Selatan Pulau Lancang dan sekitar Pulau Laki secara umum memiliki nilai kecerahan yang rendah dibandingkan di Utara. DO (mg/l)

Gambar 3 Sebaran parameter TDS dan kecerahan di perairan Pulau Lancang pada musim timur

Berdasarkan hasil pengukuran diketahui bahwa sebaran kandungan oksigen

terlarut (dissolve oxygen/DO) di perairan Pulau Lancang tidak berbeda secara signifikan di tiap stasiun. Kandungan DO di permukaan laut perairan Pulau Lancang berkisar antara 5.09 – 9.17 mg/l. Stasiun yang memiliki kadar DO terendah terdapat di stasiun 15, yaitu hanya sebesar 5.09 mg/l. Sedangkan kadar DO tertinggi terdapat di stasiun 6 sebesar 9.17 mg/l (Gambar 4). Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut yaitu oksigen terlarut (DO) untuk biota laut yaitu >5 (As-Syakur et al, 2016). Sebaran kandungan oksigen terlarut secara spasial memiliki nilai yang relatif kecil di sekitar daratan Pulau Lancang dan Pulau Laki. Hal itu dikarenakan disekitar daratan pulau Lancang terdapat pemukiman yang menyumbang limbah organik ke dalam perairan, begitu juga dengan kawasan pulau Laki yang memiliki lokasi tidak jauh dari kawasan daratan utama (mainland) menyebabkan sumbangan bahan organik ke perairan cukup tinggi. Tingginya masukan bahan organik ke perairan laut

Page 285: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

277 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

berdampak kepada rendahnya nilai kandungan DO. Rendahnya bahan DO tersebut dikarenakan kandungan DO di perairan dimanfaatkan untuk mendekomposisi bahan organik yang terdapat di perairan.

Salinitas (psu)

Hasil pengukuran nilai salinitas permukaan laut di perairan Pulau Lancang tidak beragam atau homogen. Karakteristik sanilitas ini disebabkan perairan Pulau Lancang tergolong pulau-pulau kecil yang tidak memiliki aliran sungai. Salinitas di perairan ini berada di kisaran 29.8 – 31.70 psu (Gambar 4).

Sebaran spasial nilai salinitas di perairan Pulau Lancang terlihat sekitar Pulau Lancang dan Pulau Laki memiliki nilai salinitas yang lebih rendah dibandingkan dengan selatan Pulau Lancang. Perbedaan nilai salinitas terdapat pada rentang yang tidak terlalu berbeda jauh, disebabkan perbedaan cuaca pada saat pengambilan data. Di beberapa lokasi, pengambilan sampel dilakukan pada saat hujan sehingga berpengaruh terhadap rendahnya salinitas di daerah tersebut.

Fosfat (mg/l)

Keberadaan unsur fosfat di perairan dapat menentukan kesuburan perairan tersebut. Kadar fosfat di Teluk Jakarta masih baik untuk kehidupan biota laut (Simanjuntak 2007). Di lokasi pengamatan ditemukan konsentrasi fosfat berada pada kisaran 0.013-0.09 mg/l (Gambar 5). Konsentrasi fosfat yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi. Secara spasial dapat diketahui kandungan posfat di selatan pulau Lancang memiliki konsentrasi fosfat lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan lainnya. Hal tersebut terjadi karena selatan perairan pulau Lancang masih dipengaruhi oleh masukan bahan organik yang berasal dari daratan utama (mainland) yaitu kawasan Jakarta dan sekitarnya. Sumber fosfat di perairan dapat berasal dari pelapukan batuan, limbah rumah tangga seperti sabun dan detergen.

Gambar 4 Sebaran parameter DO dan salinitas di perairan Pulau Lancang pada musim

timur. Nitrat (mg/l)

Kandungan nitrat air laut permukaan di perairan Pulau Lancang berkisar antara

<0.0009-0.5 mg/l (Gambar 5). Secara spasial dapat diketahui kandungan nitrat di selatan pulau Lancang memiliki konsentrasi fospat lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan

Page 286: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

278 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

lainnya. Hal tersebut terjadi karena sebelah selatan perairan pulau Lancang masih mendapatkan pengaruh masukan bahan organik yang berasal dari daratan utama (mainland) yaitu kawasan Jakarta dan sekitarnya sehingga berdampak terhadap tingginya konsentrasi nitrat di selatan Pulau Lancang. Sumber nitrat di perairan dapat berasal dari limbah rumah tangga dan pupuk pertanian yang ikut terlarut ke dalam air.

Nutrien atau unsur hara berperan sangat penting dalam menjaga kesuburan suatu perairan, terutama yang berhubungan dengan produktivitas primer perairan. Utamanya unsur hara yang terkandung di perairan laut berasal dari masukan air tawar melalui limpasan sungai yang membawa bahan-bahan organik. Selain itu juga berasal dari hasil dari proses sekresi dan degradasi organisme laut.

Kekayaan kadar nutrien suatu perairan bisa berakibat menguntungkan dan sebaliknya merugikan bagi organisme laut. Kondisi nutrien yang merugikan bagi organisme adalah jika keberadaan nutrien terlalu melimpah yang mengakibatkan spesies tertentu mengalami lonjakan pertumbuhan (blooming) dan mendominasi wilayah tersebut sehingga menyebabkan kompetisi ruang dan makanan yang sangat kuat di antara spesies organisme yang hidup di dalamnya (Rahimah 2016).

Gambar 5 Sebaran parameter fosfat dan nitrat di perairan Pulau Lancang pada musim timur.

Kedalaman Umumnya rajungan berenang dari dekat permukaan laut (sekitar 1 m) sampai

kedalaman 65 meter. Rerata kisaran kedalaman perairan di lokasi penelitian adalah 4-39 meter (Gambar 6). Profil dasar perairan Pulau Lancang dan sekitarnya cenderung rata, wilayah paling dangkal di sebelah Selatan pulau Laki. Kedalaman mempengaruhi distribusi ukuran rajungan pada suatu perairan (Hamid et al2016).

Tipe Substrat

Sebaran spasial substrat dasar perairan di sekitar perairan Pulau Lancang terdiri

dari substrat pasir, pasir berlumpur dan lumpur berpasir (Gambar 6). Mayoritas substrat adalah lumpur berpasir yang meliputi kawasan sekitar selatan Pulau Lancang sampai ke utara Pulau Lancang. Tingginya konsentrasi lumpur pada kawasan tersebut berasal dari lumpur yang terbawa run off dari sungai. Lokasi Pulau Lancang yang sangat dekat dengan daratan utama (mainland), serta terdapat 13 sungai yang bermuara ke kawasan Teluk Jakarta menyebabkan lumpur masih terbawa hingga ke laut dalam konsentrasi yang cukup tinggi. Sebelah barat perairan Pulau Lancang memiliki substrat pasir berlumpur, dalam hal ini konsentrasi lumpur telah berkurang dan didominasi oleh pasir. Kawasan perairan Pulau Laki memiliki substrat dasar perairan yang didominasi oleh pasir.

Page 287: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

279 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 6 Sebaran parameter kedalaman dan tipe substrat di perairan Pulau Lancang pada musim timur.

Kesesuaian Daerah Penangkapan Rajungan Berdasarkan Paramater Lingkungan

Berdasarkan hasil analisis interpolasi dan pembobotan hasil pengukuran di

lapangan, dihasilkan beberapa peta tematik. Peta-peta tematik menggambarkan kondisi parameter mendukung sebagai daerah tangkapan rajungan di lokasi penelitian rajungan seperti MPT, TDS, kecerahan, fosfat, nitrat dan substrat. Di beberapa parameter lain yang kurang mendukung sebagai daerah penangkapanrajungan di daerah ini yaitu salinitas, DO, kedalaman dan suhu. Pada umumnya ketidaksesuain akibat aktifitas masyarakat di pulau yang berpenghuni, maupun dari aktifitas masyarakat daratan Pulau Jawa yang masuk ke perairan melalui aliran sungai yang bermuara langsung ke perairan ini.

Dengan proses tumpang susun (overlay) peta-peta tematik tersebut menghasilkan suatu peta kesesuian daerah penangkapan rajungan (Gambar 7) Terlihat kelas sangat sesuai (SS) sebagai daerah penangkapan rajungan di perairan Pulau Lancang berada menyebar di beberapa bagian. Kelas SS yang terdapat hampir di keseluruhan utara lokasi penelitian. Terbentuknya daerah SS ini dipengaruhi oleh parameter salinitas dimana menurut Zairion et al (2014) kepiting suku portunidae (swimming crabs) bermigrasi untuk memijah ke perairan yang mempunyai salinitas tinggi dan perairan lebih dalam. Kelas SS di beberapa bagian dipotong oleh kelas sesuai (S) yang menyerupai lidah berada di antara Pulau Lancang dan Pulau Laki,selanjutnya daerah S juga terdapat di beberapa bagian antara Pulau Lancang dan Pulau Bokor. Untuk kelas tidak sesuai (TS) terdapat di sebelah barat laut Pulau Lancang. Dari pengamatan di lapangan dan hasil interpolasi kedalaman, daerah yang termasuk ke dalam kelas tidak sesuai ini, merupakan daerah yang dangkal dibandingkan dengan daerah lain.

Page 288: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

280 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 7 Peta kesesuaian daerah penangkapan rajungan di perairan Pulau Lancang dan

sekitarnya, Juni 2015 (musim Timur).

DAFTAR PUSTAKA Agus SB, T Arifin, Triyana Y, dan Sunuddin A, 2008. Kajian Pendugaan Stok Perikanan

Kepiting Rajungan di Kepulauan Seribu.Suku Dinas Perikanan dan Kelautan Kepulauan Seribu.Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan. Provinsi DKI Jakarta. 57 hal.

As-Syakur AR, Wiyanto DB, 2016. Studi Kondisi Hidrologis sebagai Lokasi Penempatan Terumbu Buatan di Perairan Tanjung Benoa Bali. Jurnal Kelautan, 9(1):85-92.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta (ID). Penerbit Kanisius [Internet]. [diunduh 2016 Agust 15]. Tersedia pada:

https://books.google.co.id/books?id=HyjDhfW87B0C&pg=PA22&hl=id&source=gbs_toc_r&cad=3#v=onepage&q&f=true

Hamid A, Wardiantno, Batu DTF, Riani E. 2016. Distribusi Ukuran Spasial-Temporal dan Berdasarkan Tingkat Kematangan Gonad Rajungan (Portunus pelagicus Linnaeus 1758) di Teluk Lasongko, Buton Tengah, Sulawesi Tenggara. Jurnal OmniAkuatika, 12(2):77-91.

Ihsan 2015.Pemanfaatan Sumberdaya Rajungan (Portunus pelagicus) secara Berkelanjutan di Perairan Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan [disertasi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

KEPMENLH No. 51 tahun 2004. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu air Laut (Biota Laut). Jakarta.

Lunn KE. Dearden P. 2006.Monitoring small-scale marine fisheries: an example from Thailand’s Ko Chang archipelago.Fisheries Research.77 (2006):60–71.doi:10.1016/j.fishres.2005.08.009.

Maynou F, Cartes JE. 2000. Community structure of bathyal decapod crustaceans off south-west Balearic Islands (western Mediterranean): seasonality and regional patterns in zonation. J. Ma. Biol. Ass. U.K. 80: 789-798.

Page 289: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

281 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Nugraheni DI, Fahrudin A, Yonvitner. 2015. Variasi Ukuran Lebar Karapas dan Kelimpahan Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Kabupaten Pati.Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis.7(2):493-510.

Pratiwi MA, Wardiatno Y, dan Adrianto L. 2014. Analisis ecological footprint sistem perikanan di kawasan taman wisata perairan Gili Matra, Lombok Utara. J. Ilmu Pertanian Indonesia, 19 (2):111-117.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1/PERMEN-KP/2015 Tentang Penangkapan Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.), dan Rajungan (Portunus Pelagicus Spp.). Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 7

Rahimah, I. 2016. Distribusi Geospasial Parameter Lingkungan dan Analisis Kesesuaian Daerah Penangkapan Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu [tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Sari, T. Ersti Yulika dan Usman. 2012. Studi Parameter Fisika dan Kimia Daerah Penangkapan Ikan Periaran Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 17(1): 88-10.

Simanjuntak M. 2007. Kadar Fosfat, Nitrat dan Silikat di Teluk Jakarta. J. Fish. Sci.IX(2): 274-287.

Soegiri B, Pratiwi C, Wassahua Z. 2014. Uji Coba Bubu Rajungan Tipe Kubah di Perairan Jepara. Jurnal Arioma Media Informasi Teknologi Penangkapan Ikan. 31(2): 35-42.

Teddlie C and Yu F. 2007. Mixed Methods Sampling : A Typology With Examples. Journal of Mixed Methods Research. 1(77):1-25.

Wright DJ, Heyman WD. 2008. Introduction to the special issue: Marine and Coastal GIS for Geomorphology, Habitat Mapping, and Marine Reserves. Marine Geodesy, 31:223-230. doi: 10.1080/01490410802466397.

Yulius, Tanto TA, Raamdhan M, Putra A, Salim HL. 2014. Perubahan tutupan lahan di pesisir Bungus Teluk Kabung, Sumatra Barat tahun 2003-2013 menggunakan system informasi geografis. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 6(2):311-318.

Zairion, Wardiatno Y, Fahrudin A, Boer M. 2014. Distribusi spasio-temporal populasi rajungan (Portunus pelagicus) betina mengerami telur di perairan pesisir Lampung Timur.Jurnal Bawal. 6(2);95-102.

Page 290: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

282 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

IDENTIFIKASI KONSTRUKSI GILL NET MILLENIUM DI KELURAHAN NIPAH PANJANG KABUPATEN

TANJUNG JABUNG TIMUR

Jasmine Masyita Amelia, Nelwida, Lisna Ren Fitriadi, Sofia Dosen Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Universitas Jambi

Mahasiswa Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Universitas Jambi Email: [email protected]

ABSTRAK

Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap gill net millenium merupakan yang

paling dominan digunakan nelayan di Nipah Panjang I. Gill net millenium memiliki warna bahan yang bening transparan, dan memiliki beberapa serat pilinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontruksi gill net millenium yang meliputi panjang jaring, dalam jaring, shortening, daya apung dan daya tenggelam. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Nipah Panjang 1 Kecamatan Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Metode penelitian yang digunakan adalah survei dengan jumlah sampel sebanyak 19 unit. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis dimensi jaring dan analisis statistik deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian konstruksi gill net millenium yang terdiri dari badan jaring yang berbahan nylon multimonofilament yang berwarna bening transparan, yang terdiri dari 10 pintalan. Ukuran mata jaring yang digunakan yaitu 0,096 m dan 0,1016 m. Simpul yang digunakan double english knot. Tali ris atas, tali pelampung, dan tali peluntang berbahan polyethylene (PE) dan tali pemberat berbahan polypropylene (PP). Pelampung jaring (float) berbahan polyester (PES) sedangkan peluntang dari bahan polyvinyl chloride (PVC). Pemberat berbahan semen coran yang berbentuk lingkaran. Panjang jaring 1200 m – 2500 m. Dalam jaring pada gill net millenium yang berukuran 4 inci sebesar 8,94 m dengan nilai shortening 53%. Gill net millenium yang berukuran 37/8 inci dengan dalam jaring 9,36 m dengan nilai shortening 60%. Daya apung yang dihasilkan 5,76 kgf dan daya tenggelam sebesar 379,93 kgf. Kata Kunci : Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Gill Net Millenium, Konstruksi.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kabupaten Tanjung Jabung Timur secara geografis terletak antara 0o53 – 1o41

Lintang Selatan dan antara 103o23 – 104o31 Bujur Timur. Sebelah Utara dan Timur berbatasan dengan Laut China Selatan, sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Muaro Jambi, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Muaro Jambi. Luas wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur 5.445 km2 (BAPPEDA Kabupaten Tanjung Jabung Timur, 2016). Berdasarkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, luas wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Timur termasuk perairan dan 30 pulau kecil (termasuk pulau berhala, 11 diantaranya belum bernama) menjadi 13.102,25 km2. Potensi produksi perikanan laut di Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada tahun 2016 mencapai 24.770 Ton (Dinas Perikanan Tanjung Jabung Timur, 2017).

Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap gill net millenium merupakan yang paling dominan digunakan nelayan di Nipah Panjang I. Hal ini di sebabkan gill net millenium memiliki bahan yang tipis sehingga jaringnya lebih halus, dan lebih fleksibel di dalam air. Lebih lanjut dijelaskan oleh Putra (2007) bahwa salah satu alat tangkap yang melakukan pengembangan kontruksi adalah gill net millenium. Menurut

Page 291: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

283 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Syahputra (2009) bahwa perkembangan usaha perikanan tangkap dapat dilihat berdasarkan perkembangan konstruksi dan rancangan alat penangkapan. Konstruksi dari alat penangkapan ikan merupakan bentuk umum menggambarkan suatu alat penangkapan ikan dengan bagian-bagian yang jelas sehingga dapat dimengerti. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Syofyan et al., (2010) bahwa salah satu indikator dalam perkembangan usaha penangkapan dapat dilihat dari perkembangan konstruksi dan rancangan alat penangkapan yang menuntut adanya keseimbangan dalam berbagai aspek. Lebih lanjut dijelaskan oleh Sadhori (1984) yang menyatakan bahwa beragam material yang banyak digunakan dalam pembuatan jaring adalah polyamide (PA), polyester, polypropylene. Ukuran atau nomor benang sangatlah mempengaruhi kekuatan bahan atau alat tangkap, sehingga dalam menentukan penggunaannya haruslah disesuaikan dengan desain dan konstruksi alat tersebut.

Telah banyak penelitian mengenai kontruksi alat tangkap gill net, sebagai contoh penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno (2013) mengenai konstruksi gill net 7 inchi yang menggunakan ukuran mata jaring yang digunakan yaitu 168 mm. Pelampung yang digunakan mengunakan pelampung berbahan dasar polypropiline (PP). Lebih lanjut dijelaskan oleh Taufiqurrahman et al., (2017) menunjukkan rancangan alat tangkap gill net 3 inci yang ideal dengan jumlah pelampung sebanyak 1567 buah dengan jarak pemasangan 45 cm dan jumlah pemberat 1923 buah dengan jarak pemasangannya 36 cm. sedangkan pada gill net yang berukuran 7 inci pelampung yang ideal berjumlah 540 buah dengan jarak pemasangan 75 cm dan jumlah pemberat yang ideal adalah 664 buah dengan jarak pemasangan 60 cm.

Alat tangkap gill net millenium sudah lama diketahui jenisnya, namun untuk konstruksi belum ada data dan penelitian secara mendetail di Kelurahan Nipah Panjang 1. Berdasarkan penjelasan diatas penelitian tertarik untuk melakukan penelitian mengenai konstruksi dari alat tangkap gill net millenium yang ada di Kelurahan Nipah Panjang 1.

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Nipah Panjang 1 Kecamatan Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada bulan Februari 2018. Materi dan Peralatan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tangkap jaring millenium yang

sedang tidak di operasikan, sedangkan alat yang digunakan yaitu alat tulis, alat dokumentasi berupa kamera, penggaris untuk mengukur bukaan mata jaring, meteran untuk mengukur panjang jaring, jangka sorong untuk mengukur diameter benang, dan diameter tali temali, timbangan untuk menentukan berat pelampung dan pemberat kemudian komputer untuk mengolah data dan pembuatan gambar kontruksi gill net millenium serta aplikasi excel untuk mengolah data.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey. Data yang diambil

dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil dengan melakukan wawancara langsung dengan nelayan pemilik alat tangkap, melakukan

Page 292: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

284 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

pengamatan serta pengukuran alat tangkap. Sedangkan data sekunder adalah data pendukung untuk membantu dan melengkapi dalam penyelesaian penelitian ini.

Analisis Data

Data yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan. Analisis data dengan

menggunakan analisis dimensi jaring dan analisis statistik deskriptif. Menurut Najamuddin (2009), menghitung shortening dihitung berdasarkan rumus:

Keterangan : S = Shortening % L = panjang jaring horizontal (m) I = Panjang tali pelampung

Menurut Sadhori (1984), cara menghitung dalam jaring dengan menggunakan rumus :

Keterangan : d = kedalaman jaring n = jumlah mata jaring kebawah / vertikal m = ukuran mata jaring (cm) S = Shortening (%)

Menurut Ramanda (2014) perhitungan daya apung dan daya tenggelam dapat dihitung menggunakan rumus: Daya apung: Keterangan : B : Daya apung V : Volume benda Pelampung I : Berat jenis air C : Berat jenis benda Daya tenggelam : Keterangan : S : Daya tenggelam V : Volume benda Pemberat I : Berat jenis air C : Berat jenis benda

S(%) =KBLK×100%

𝑑 = n.mP2(s) −(s)'

B = V(I − C)

S = V(C − I)

Page 293: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

285 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskriptif Alat Tangkap Gill Net Millenium

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 19 alat tangkap gill net millenium terdapat kelebihan dari gill net millenium yaitu memiliki warna benang yang transparan sehingga sesuai dengan warna air laut, selanjutnya di jelaskan oleh Anggreini et al, (2017) kelebihan dari gill net millenium memiliki ketahan lebih kuat jika terkena arus, karena terdiri dari beberapa serat benang. Jenis-jenis ikan yang tertangkap dengan gill net millenium antara lain : parang (Chirocentrus dorab), talang (Chorinemus tala), tenggiri (Scomberromo commersoni), otek (Hemibagrus nemurus).

Konstruksi Gill Net Millenium

Jaring (Webbing)

Panjang jaring setiap sampel yang diamati berbeda dapat dilihat pada Tabel 1. Panjang jaring pada saat direntang sempurna memiliki panjang berkisar 2560 m – 5740 m sedangkan panjang jaring setelah dirakit berkisar 1200 m – 2500 m. Bila dilihat dan disesuaikan dengan pendapat Fridman (1986) yang menyatakan bahwa panjang jaring yang ideal agar memudahkan dalam penanganan di atas kapal antara 17-75 m. Panjang jaring millenium yang dijadikan sampel memiliki panjang lebih dari 75 m, maka panjang jaring ini termasuk tidak ideal bila dihubungkan dengan pendapat (Fridman, 1986).

Tabel 1. Panjang Webbing

No. Mesh Size (inchi)

Jumlah Alat Tangkap

(unit)

Lo (m) Ho (m) Panjang Jaring (m)

1. 4 1 2560,32 10,16 1200 2. 4 1 2773,68 10,16 1300 3. 4 3 3200,4 10,16 1500 4. 37/8 1 4243,2 10,17 1700 5. 4 1 3840,48 10,16 1800 6. 37/8 5 4992 10,17 2000 7. 37/8 1 5740,8 10,17 2300 8. 4 6 5334 10,16 2500

Keterangan : Lo : Panjang jaring saat direntang Ho : Dalam webbing saat direntang

Jumlah mata jaring horizontal (mesh lenght/ML) berjumlah 25200–59800 mata

jaring sedangkan jumlah mata jaring vertikal (mesh depth/MD) dengan jumlah 100-106 mata jaring, dapat dilihat pada Tabel 2. Jumlah mata jaring horizontal lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mata jaring vertikal. Hal ini sesuai dengan pendapat Martasuganda (2002) gill net adalah satu jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi panjang dimana ukuran mata jaring (mesh size) sama, jumlah mata jaring ke arah horizontal (mesh lenght / ML) jauh lebih banyak dari jumlah mata jaring ke arah vertikal (mesh depth / MD).

Page 294: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

286 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 2. Jumlah Mata Jaring

No Mesh Size (inchi)

Webbing (m)

ML (mata) MD (mata)

Jumlah mata jaring (mata)

1. 4 1200 25200 100 5.040.000 2. 4 1300 27300 100 5.460.000 3. 4 1500 31500 100 6.300.000 4. 37/8 1700 44200 106 9.370.000 5. 4 1800 37800 100 7.560.000 6. 37/8 2000 52000 106 11.024.000 7. 37/8 2300 59800 106 12.677.600 8. 4 2500 52500 100 10.500.000

Keterangan : ML : Mesh length MD : Mesh depth

Gill net millenium memiliki ukuran mata jaring 37/8 dan 4 inchi dengan nomor 10 yang memiliki diameter 0,43 mm, jenis simpul yang digunakan double english knot dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jenis Simpul, Mesh Size, Diameter Benang dan Bahan Gill Net Millenium

Webbing Gillnet millenium

37/8 inchi 4 inchi Jenis simpul Double english knot Double english knot

Mesh size (m) 0,096 0,1016 ᴓ (mm) 0,43 0,43 Bahan Multimonofilament Multimonofilament

Keterangan : ᴓ : Diameter benang Tali ris atas, tali pelampung, tali ris bawah, tali pemberat dan tali peluntang

Bahan yang digunakan untuk tali ris atas, tali pelampung dan tali peluntang adalah

polyethylene (PE). Struktur tali ris atas, tali pelampung dan tali peluntang 12 x 5 x 4 Z (pintalan kiri) yang berwarna putih dengan diameter 7,43 mm. Sedangkan Tali pemberat yang digunakan terbuat dari bahan polypropylene (PP). Struktur tali 26 x 3 Z (pintalan kiri) tali yang digunakan berwarna kuning yang memiliki diameter 3,15 mm yang diameternya lebih kecil dari tali pelampung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aldin (2014), tali pemberat berdiameter lebih kecil dari pada tali pelampung dengan tujuan agar jaring sewaktu dioperasikan akan lebih mudah hanyut. Karakteristik tali-temali dapat dilihat pada Tabel 4.

Page 295: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

287 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 4. Karakteristik tali temali gill net millennium

Komponen tali ᴓ (mm)

Jenis bahan

Pintalan Struktur

Tali ris atas 7,43 PE Kiri 12 x 5 x 4 Z Tali pelampung 7,43 PE Kiri 12 x 5 x 4 Z Tali pemberat 3,15 PP Kiri 26 x 3 Z Tali peluntang 7,43 PE Kiri 12 x 5 x 4 Z

Keterangan : ᴓ : Diameter benang PE : Polyethylene PP : Polypropylene Pelampung

Jenis pelampung yang digunakan pada gill net millenium terdiri dari tiga jenis

pelampung yaitu pelampung tanda, peluntang dan pelampung (float), yang memiliki fungsi tersendiri. Pelampung Tanda

Pelampung ini berjumlah 2 disetiap unit alat tangkap dimana masing-masing

pelampung tanda dipasang di kedua ujung alat tangkap. Pelampung ini berfungsi sebagai tanda dimana posisi jaring dipasang. Ketinggian pelampung tanda ini 5 m, terbuat dari gabungan beberapa bahan yaitu kayu/bambu, peluntang, bendera dan semen yang di desain dengan bentuk tertentu agar dapat diidentifikasi letaknya pada saat proses penangkapan berlangsung, Peluntang

Peluntang yang digunakan pada 19 sampel alat tangkap tersebut terbuat dari bahan polyvinyl chloride (PVC). Peluntang ini bernomor ND. 1008 berbentuk lonjong berwarna putih dengan panjang 35 cm dan diameter 10 cm dan berat 152,7 g. Jumlah peluntang yang digunakan pada sampel setiap unit alat tangkap berbeda 75-210 buah dengan jarak peluntang satu dengan peluntang lainnya 15 m - 22,5 m. Pelampung jaring (Float)

Pelampung yang digunakan berwarna merah bata yang terbuat dari bahan polyester (PES). Pelampung jaring bernomor P-Y5 yang setiap sampel unit alat tangkap memiliki jumlah pelampung yang berbeda 1000-2310 buah. Jarak pelampung satu dengan pelampung lainnya berjarak 1,5 m. Pelampung berfungsi untuk membuka badan jaring secara vertikal sempurna saat dioperasikan pada suatu perairan. Pelampung jaring memiliki ketebalan 0,63 cm dengan panjang 9,4 cm, diameter rongga 1,22 cm dan diameter luar 3,24 cm serta memiliki berat 23,8 g.

Pemberat

Pemberat yang digunakan dalam setiap sampel unit alat tangkap terbuat dari bahan

semen coran yang berbentuk lingkaran dengan diameter 10,54 cm dan berat 439,3 g, serta

Page 296: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

288 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

memiliki ketebalan 2,61 cm. Jumlah pemberat pada setiap sampel unit alat tangkap berbeda 66-1512 buah dan dipasang dengan jarak pemasangan antara pemberat satu dengan pemberat lainnya adalah 7,5 m – 10,5 m. Jumlah pemberat yang digunakan akan mempengaruhi daya berat yang digunakan (Taufiqurrahman, 2017). Jumlah dan dimensi pelampung, peluntang dan pemberat dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.

Tabel 5. Jumlah pelampung, peluntang dan pemberat pada setiap jaring

Jumlah Alat Tangkap

(unit)

Pelampung (buah)

Jumlah Alat Tangkap (unit)

Peluntang (buah)

Jumlah Alat Tangkap

(unit)

Pemberat (buah)

1 1000 1 75 1 66 1 1260 1 87 1 378 1 1265 1 88 1 420 1 1320 2 92 2 460 2 1360 1 100 3 500 1 1380 2 128 1 600 1 1525 2 136 6 612 1 1650 2 168 2 640 1 1700 3 170 1 1020 2 1760 1 175 1 1512 3 1870 2 204 1 2040 1 210 2 2310

18 Jumlah 19 19

Tabel 6. Dimensi pelampung, peluntang dan pemberat gill net millenium

Nama Objek ᴓ 1 (cm) ᴓ 2 (cm) Tebal (cm) Panjang(cm) Jenis Bahan Pelampung 1,22 3,24 0,63 9,4 PES Pemberat - 10 2,61 - Semen Peluntang - 10 - 35 PVC

Keterangan : ᴓ 1 : Diameter rongga ᴓ 2 : Diameter luar PES : Polyester PVC : Polyvinyl Chloride Analisis Dimensi Jaring a. Pemendekan (Shortening)

Nilai shortening pada 19 alat tangkap gill net millenium yang diukur dapat dilihat

pada Tabel 7.

Page 297: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

289 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 7. Nilai Shortening

Panjang Webbing (m)

Shortening (%) Jumlah Alat Tangkap (unit)

1200 0,53 1 1300 0,53 1 1500 0,53 3 1700 0,60 1 1800 0,53 1 2000 0,60 5 2300 0,60 1 2500 0,53 6

Jumlah 19 Dari perhitungan panjang jaring saat direntang tegang dengan panjang tali ris yang

digunakan maka diperoleh nilai shortening (S %) untuk gill net millenium sebesar 53% pada gill net millenium 4 inchi sedangkan untuk gill net millenium yang berukuran 37/8 sebesar 60%. Hal ini sudah sesuai dengan Sudirman dan Mallawa (2004), nilai shortening pada gill net lebih berpengaruh pada hasil tangkapan, untuk gill net yang ikannya tertangkap secara terbelit maka nilai shortening bergerak sekitar 30% - 40% dan untuk tertangkapnya hasil tangkapan secara terjerat maka nilai shortening bergerak sekitar 35% - 60%. Selanjutnya dijelaskan oleh Dincer and Bahar (2008) selektivitas gill net akan berfungsi dengan baik apabila tertangkap secara terjerat.

b. Kedalaman Jaring

Berdasarkan pengamatan pada 19 alat tangkap gill net millenium yang memiliki

kedalam jaring 8,94 m pada gill net millenium 4 inchi sedangkan untuk gill net millenium yang berukuran 37/8 memiliki kedalaman jaring 9,36 m dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Kedalaman Jaring

Panjang Webbing (m) Kedalaman Jaring (m) Jumlah Alat Tangkap (unit)

1200 8,94 1 1300 8,94 1 1500 8,94 3 1700 9,36 1 1800 8,94 1 2000 9,36 5 2300 9,36 1 2500 8,94 6

Jumlah 19

Variasi nilai kedalaman jaring pada 19 alat tangkap gill net millenium dipengeruhi oleh besar kecilnya nilai shortening, dari hasil pengamatan bahwa kecilnya nilai shortening maka kedalaman jaring akan kecil dan sebaliknya besarnya nilai shortening maka kedalaman jaring akan besar. Hal ini sesuai dengan pendapat Nomura (1985), nilai shortening sangat berpengaruh terhadap tinggi atau kedalaman jaring (d), semakin besar shortening maka nilai (d) juga akan semakin besar.

Page 298: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

290 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

c. Daya Apung dan Daya Tenggelam Berdasarkan perhitungan daya apung dan daya tenggelam pada 19 alat tangkap gill

net millenium diperoleh nilai yang terdapat pada Tabel 9. Daya apung yang dihasilkan pelampung 5,76 kgf dan daya tenggelam yang dihasilkan sebesar 379,93 kgf, dikarenakan gill net millenium menggunakan pelampung dan pemberat yang sama maka untuk daya apung dan daya tenggelam juga sama.

Tabel 9. Daya Apung dan Daya Tenggelam

Daya Apung (kgf) Daya Tenggelam

(kgf) Jumlah Alat Tangkap (unit)

5,76 379,93 19 Dari perbandingan daya apung dan daya tenggelam dari 19 alat tangkap gill net

millenium daya tenggelam yang dihasilkan lebih besar dari pada daya apung. Najjamudin (2009), menyatakan bahwa daya tenggelam yang diperlukan harus lebih besar dari pada daya apung hal ini bertujuan untuk mempertahankan posisi jaring didalam air agar jaring tetap tegak pada saat dioperasikan.

Hasil Tangkapan

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui hasil tangkapan dominan yang tertangkap dengan alat tangkap gill net millenium yang berukuran 4 inci dan 37/8 inci dengan panjang jaring 1200 m – 2500 m dapat dilihat pada Tabel 10 dan 11.

Tabel 10. Ukuran Hasil Tangkapan pada Gill Net Millenium di Kecamatan Nipah

Panjang

Jenis Ikan Panjang Total (TL)

Panjang Kepala (HDL) Berat Ikan (kg)

Tenggiri 60-74 12-13 5-5,8 Parang 63-74 10-11 5-5,3 Talang 97 8 5,6 Otek 39-80 8-23 3-5,5

Tabel 11 Jumlah Hasil Tangkapan

Shortening Panjang Jaring Mesh Size (inchi) Jumlah (kg)

53%

1200 4 507 1300 4 625,3 1500 4 944 1800 4 484 2500 4 974,4

Rata-Rata 3534,7

60% 1700 37/8 339 2000 37/8 340 2300 37/8 341

Rata-Rata 1020

Page 299: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

291 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Berdasarkan hasil tangkapan yang menggunakan panjang jaring yang berbeda dengan mesh size 4 inci dan 37/8 dan shortening yang berbeda yaitu 53% dan 60%, diperoleh hasil tangkapan yang banyak pada shortening 53% dengan panjang jaring 2500 m sebanyak 974,4 kg sedangkan pada shortening 60% dengan panjang jaring 1700 m memperoleh sebanyak 339 kg. Rata-rata untuk hasil tangkapan dengan shortening 53% sebanyak 3534,7 kg sedangkan pada shortening 60% sebanyak 1020 kg. Hal ini dikarenakan pada shortening 53% memiliki jumlah jaring yang lebih banyak dan banyaknya jumlah trip penangkapan dibandingkan dengan shortening 60%.

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa badan jaring yang digunakan pada

gill net millenium berbahan nylon multimonofilament yang berwarna bening transparan, benang pada badan jaring terdiri dari 10 pintalan. Ukuran mata jaring yang digunakan yaitu 0,096 m dan 0,1016 m. Simpul yang digunakan pada gill net millenium menggunakan double english knot. Tali ris atas, tali pelampung, dan tali peluntang terbuat dari bahan polyethylene (PE) yang memiliki struktur tali 12 x 5 x 4 Z (pintalan kiri) sedangkan tali pemberat terbuat dari bahan polypropylene (PP) dengan struktur tali 26 x 3 Z (pintalan kiri). Pelampung jaring (float) yang digunakan terbuat dari bahan polyester (PES) sedang peluntang terbuat dari bahan polyvinyl chloride (PVC). Pemberat yang digunakan terbuat dari bahan semen coran yang berbentuk lingkaran. Panjang jaring 1200 m – 2500 m. Lebar jaring pada gill net millenium yang berukuran 4 inci sebesar 8,94 m dengan nilai shortening 0,53%. Gill net millenium yang berukuran 37/8 inci dengan lebar jaring 9,36 m dengan nilai shortening 60%. Daya apung yang dihasilkan 5,76 kgf dan daya tenggelam sebesar 379,93 kfg. Hasil tangkapan utama ikan tenggiri (Scomberromo commersoni), ikan parang (Chirocentrus dorab), ikan talang (Chorinemus tala), dan ikan otek (Hemibagrus nemurus).

Saran

Penggunaan arah pintalan tali-temali harus diperhatikan dalam hal ini untuk mengurangi kemungkinan terbelitnya alat tangkap saat dioperasikan, sebaiknya arah pintalan yang digunakan adalah yang berlawanan (S-Z). Selain itu juga diperlukan penelitian lebih lanjut guna menyempurnakan penelitian-penelitian sebelumnya tentang desain alat tangkap gill net millenium ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anggreini, A. P., Astuti, S. S., Miftahudin, I., Novita, P. I., dan Wiadnya, D. G. R. 2017.

Uji selektivitas alat tangkap gill net millenium terhadap hasil tangkapan ikan kembung (Rastrelinger brachysoma). Journal of Fisheries and Marine Science, 1(1), 24–30.

Badan Pemerintah Daerah Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 2016. Profil Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Dinas Perikanan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. 2017. Dinçer, A. C., dan M. Bahar. 2008. Multifilament gill net selectivity for the red mullet

(mullus barbatus) in the eastern black sea coast of Turkey, Trabzon. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences. 8:355–359.

Fridman, A.L. 1986. Perhitungan dalam Merancang Alat Penangkapan. Diterjemahkan oleh Team BPPI Semarang. Bagian Proyek Pengembangan Teknik Penangkapan

Page 300: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

292 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Ikan, Balai Pengembangan Penangkapan Ikan. Semarang. 304 hal. Kecamatan Nipah Panjang. 2016. Profil Kecamatan Nipah Panjang. Martasuganda, S. 2002. Jaring Insang (Gillnet). Serial Teknologi Penangkapan Ikan

Berwawasan Lingkungan. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Najamuddin. 2009. Modul of Fishing Gear Design. Faculty of Marine Science and Fishiries, Hasanuddin University, Makassar.

Nomura, M. 1985. Fishing Techniques. Tokyo: Japan International Cooperation Agency. Putra, I. 2007. Deskripsi dan Analisis Hasil Tangkapan Jaring Millenium di Indramayu.

[Skripsi]. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Sadhori, N. 1984. Teknik Penangkapan Ikan. Angkasa. Singaraja. Sudirman dan A. Mallawa. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Rineka Cipta. Jakarta. Sutrisno, A. 2013. Study construction of gill net in the Village Nipah Panjang 1, Subdistrict

of Nipah Panjang, East Tanjung Jabung Regency, Province of Jambi. Syahputra, A. 2009. Studi konstruksi alat penangkapan ikan di Kelurahan Teluk Meranti

Kecamatan Teluk Meranti Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru. 90 hal.

Syofyan, I., Syaifuddin, dan F.Cendana. 2010. Studi komparatif alat tangkap jaring insang hanyut (drift gill net) bawal tahun 1999 dengan tahun 2007 di Desa Meskom Kecamatan Bengkalis Kabupaten Bengklis Provinsi Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 1:62–70.

Taufiqurrahman, I. Syofyan dan T. E. Y Sari. 2017. Design and construction of gill net in the Village Nipah Panjang 2 Subdistrict of Nipah Panjang Tanjung Jabung Timur Regency Province of Jambi. 3–15.

Page 301: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

293 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

OPTIMALISASI PEMANFAATAN DERMAGA PANGKALAN PENDARATAN IKAN DUMAI PROPINSI RIAU

Jonny Zain

ABSTRAK

Penelitian dilaksanakan padapada Bulan Juli 2017 di Pangkalan Pendaratan Ikan Dumai

menggunakan metode survey. Penelitian bertujuan untuk menentukan tingkat pemanfaatan dermaga PPI Dumai dan menemukan solusi atas permasalahan yang ditemukan dalam pemanfaatannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dermaga PPI Dumai mempunyai tipe jetty. Dermaga tersebut terdiri dari dermaga, trestle dan causeway. Bahagian yang dimanfaatkan oleh nelayan untuk melakukan aktivitasnya hanya causeway yang dilengkapi dengan jetty kecil yang berjumlah 7 unit. Olah gerak armada penangkapan di Jetty tersebut hanya dapat dimanfaatkan pada saat pasang. Ukuran panjang dermaga yang dibutuhkan nelayan adalah 43,2 m sedangkan bahagian jetty yang dapat dimanfaatkan untuk aktivitas hanya 39,3 m sehinga tingkat pemanfaatan jetty tersebut adalah 109.92%. Agar aktivitas nelayan dapat berjalan lancar setiap saat diperlukan pengembangan dermaga berupa pembangunan dermaga phonton yang dilengkapi dengan bolder dan fender.Dermaga tersebut dibangun pada sisi kiri dan kanan trestle. Kata Kunci :optimalisasi, pemanfaatan, dermaga.

PENDAHULUAN

Pangkalan Pendaratan Ikan Dumai (PPI Dumai) merupakan satu-satunya pelabuhan perikanan milik pemerintah yang beroperasi dengan baik di Propinsi Riau.PPI Dumai mulai beroperasi pada tahun 2004 dan dikelola oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Dumai.

Dermaga yang dimiliki PPI Dumai pada awal operasinya berupa jeti berbentuk huruf “T”. Dermaga ini tidak dapat dimanfaatkan dengan baik oleh nelayan karena jarak antara permukaan laut dan daratan dermaga pada saat air pasang relatif besar dan dampra atau fender sebagai pelindung kapal pada saat merapat di dermaga hanya terdapat dibeberapa tempat saja, yakni di ujung dermaga yang berjarak 180 m dari TPI sehingga nelayan sedikit yang memanfaatkan fasilitas ini. Untuk mengatasi hal tersebut maka pada tahun 2012 dibangunlah beberapa unit jetty di bahagian sisi kiri dan kanan causeway dari dermaga sebagai tempat untuk mempermudah nelayan melakukan aktivitas pendaratan ikan ataupun pengisian perbekalan melaut.

Pada saat ini dermaga tersebut dimanfaatkan oleh nelayan-nelayanyang berasal dari Kota Dumai dan Kecamatan Rupat, Rupat Utara,dan Kecamatan Sinaboi Kabupaten Rokan Hilir.Sedangkan dermaga induk dimanfaatkan oleh kapal pengangkut ikan tujuan ekspor menuju Malaka, Malaysia.

Dibangunnya jetty-jetty kecil pada sisi kiri dan kanan causewaypada tahun 2012 tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kelancaran aktivitas pendaratan ikan oleh nelayan karena dermaga ini hanya dapat digunakan pada saat permukaan air laut dalam keadaan pasang sedangkan pada saat surut tidak dapat digunakan.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian bertujuan untuk menentukan tingkat pemanfaatan dermaga PPI Dumai dan menemukan solusi atas permasalahan yang ditemukan dalam pemanfaatannya agar dermaga dapat digunakan nelayan untuk aktivitasnya pada saat pasang maupun surut.

Page 302: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

294 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada Bulan Juli 2017di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Dumai.

Objek dan Alat

Objek penelitian iniadalah dermaga dan aktivitas nelayan disekitarnya di PPI Dumai. Peralatan yang digunakan antara lain kamera, seperangkat alat tulis, daftar kuisioner, komputer dan alat bantu lainnya.

Metode Penelitian

Metode yang di gunakan adalah metode survei yang bertujuan untuk menentukantingkat pemanfaatan dermaga dan kendala-kendala yang dihadapi dalam memanfaatkan dermaga dalam operasionalnya.

Pengumpulan data

Data yang di kumpulkan dalam penelitian ini antara lain sbb: 1. Tipe, ukuran dan kondisi dermaga PPI Dumai. 2. Aktivitas-aktivitas yang ada di dermaga (pendaratan ikan dan pengisian perbekalan

melaut oleh nelayan). 3. Jumlah ikan didaratkan nelayan, lama periode pelayaran, ukuran armada penangkapan,

jenis alat tangkap yang dioperasikan nelayan, lama waktu pendaratan ikan, lama waktu pengisian perbekalan, lama waktu pelayanan nelayan oleh PPI Dumai.

Pengumpulan data selain dilakukan melalui pengamatan juga dilakukan melalui

wawancara responden. Responden diambil secara purposive yang dapat mewakili dan sesuai dengan tujuan studi. Responden tersebut antara lain 2 orang dari pengelola PPI Dumai, 11 orang nelayan yang beraktivitas di PPI Dumai yakni masing-masing 3 orang darisetiap kelompok jenis alat tangkap yang dioperasikan nelayan (gillnet, sondong, rawai) dan 2 orang dari kelompok nelayan belat, dan 2 orang buruh angkut di dermaga. Analisis data

Analisis data yang dilakukan terdiri dari penghitungan kebutuhan dermaga danpenentuan tingkat pemanfaatan fasilitas dermaga.

• Penghitungan kebutuhan dermaga

Analisis teknis digunakan untuk menghitung ukuran dermaga yang dibutuhkan guna menampung aktivitas armada penangkapan yang ada di PPI Dumai menggunakan formula Pianc dalam Ditjen Perikanan (1999).Sebagai berikut. Formula dermaga bongkar

( )( )TUDc

SQLunL.....

=

Page 303: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

295 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Sedangkan untuk dermaga muat memakai rumus sebagai berikut

( )( )tDc

STSLunL.

...=

Dimana : Lu = 1,1 x LOA L = Panjang dermaga (m) n = Jumlah armada yang beroperasi (unit) Q = Hasil tangkapan yang didaratkan (ton/unit armada) Dc = Periode Ulang pelayaran (hari) U = Kecepatan bongkar (ton/jam) T = Waktu pelayaran (jam) LOA = panjang kapal (m) L = Panjang dermaga (m) TS = Waktu pelayaran yang diperlukan (jam) S = Faktor ketidakteraturan Dc = Periode ulang pelayaran (hari) t = waktu yang diperlukan untuk pelayanan (jam)

• Penentuan tingkat pemanfaatan dermaga Penentuan tingkat pemanfaatan dermaga dilakukan dengan membandingkan

ukuran fasilitas yang dibutuhkan dengan ukuran fasilitas yang tersedia. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut.

TP = * 100%(Zain, 2009) Dimana : TP = tingkat pemanfaatan fasilitas a = ukuran fasilitas yang tersedia b = ukuran fasilitas yang dibutuhkan (terpakai)

Hasil tersebut diatas selanjutnya dianalisis secara deskriptif dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pemanfaatan dermaga dan dicarikan solusi guna mengatasi hal tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN Dermaga PPI Dumai

Dermaga PPI Dumai memiliki ukuran panjang 284 m yang terdiri dari 57 m dermaga, 119 m trestle dan 108 m causeway.Dermaga ini memiliki konstruksi terbuka dengan tiang pancang yang terbuat dari beton dan mempunyai lebar 8 m. Sedangkantrestledan causeway memiliki lebar 4 msecarakeseluruhan causeway, trestle dan dermaga berbentuk huruf T.

Jetty yang terdapat disisi kiri dan kanan causeway yang sering dipakai nelayan sebagai tempat bersandarnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan, pengisian BBM, es, dan perbekalan lainnya.Ukuran dermaga dan jenis konstruksinya tertera pada Tabel 1.Dari ukuran jetty tersebut tidak semua bahagiannya dapat dimanfaatkan sebagai tempat tambat armada penangkapan untuk melakukan aktivitasnya. Bahagian jetty yang dapat dimanfaatakan oleh armada penangkapan adalah 39,3 m dengan rincian tertera pada tabel berikut.

b a

Page 304: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

296 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 1. Ukuran Jetty yang terdapat di dermaga PPI Dumai

No. Jety Ukuran Jety (m) Konstruksi

Ukuran yang dapat dipakai

panjang lebar armada penangkapan 1. A 8,2 1,5 Kayu 1,5 2. B 13,25 2 Beton 27 3. C 8,2 1,6 Kayu 1,6 4. D 9,1 1,1 Kayu 1,1 5. E 8,8 1,2 Kayu 4,1 6. F 10,2 2 Beton 2 7. G 10,2 2 Beton 2 39,3

Sumber : Kantor PPI Kota Dumai

Unit Penangkapan

Jumlah armada penangkapan ikan yang terdapat di PPI Dumai adalah 63 unit dengna jumlah nelayan 183 orang.Armada tersebut mengoperasikan alat tangkap rawai, gillnet, sondong dan belat. Jumlah armada tersebut tertera pada Tabel 2.

Tabel2.Jumlah dan jenis armada penangkapan menurut ukuran dan alat tangkap yang

digunakan nelayan di PPI Dumai No Jenis armada Jumlah armada (unit) Persentase (%) 1 Sondong Besar 4 GT 9

Sondong Sedang 3 GT 7 30,16 Sondong Kecil 2 GT 3 Jumlah 19

2 Gillnet Besar 5-6 GT 10 Gillnet Sedang 4 GT 15 55,56 Gillnet Kecil 2-3 GT 10 Jumlah 35

3 Rawai Besar 4 GT 3 Rawai Sedang 2 GT 1 7,94 Rawai Kecil 1 GT 1 Jumlah 5

4 Belat Besar 3 GT 3 Belat Kecil 2 GT 1 6,35 Jumlah 4

Total 63 100 Sumber : Kantor PPI Kota Dumai

Aktivitas di Dermaga • Aktifitas Pengisian Perbekalan

Aktivitas pengisian perbekalan yang dilakukan nelayan di PPI Dumai antara lain

pengisian BBM, pengisian air tawar, pengisian es dan pengisian bahan makan.Pengisisan perbekalan dimulai pada pukul 06.00 WIB hingga selesai. Waktu yang digunakan nelayan

Page 305: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

297 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

untuk melakukan aktivitas pengisian perbekalan tersebut berkisar antara 1,92 jam hingga 3,8 jam (Tabel 3).

• Aktifitas Pendaratan Hasil Tangkapan

Aktifitas pendaratan hasil tangkapan biasanya dimulai nelayan sekitar pukul 01.00

hingga pukul 03.00 WIB dan berahir hingga pukul 06.00 WIB.Aktivitas pendaratan dimulai pada saat perairan dalam keadaan pasang sehingga jarak antara geladak kapal dan dermaga relatif kecil.Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah ikan yang didaratkan oleh nelayan berkisar antara 0,03 ton hingga 0,33 ton dimana hasil tangkapan terkecil didaratkan oleh armada rawai kecil dan terbesar oleh armada gillnet sedang. Kecepatan bongkar hasil tangkapan nelayan tersebut berkisar antara 0,47 ton/jam hingga 1,43 ton/jam (Tabel 3).

• Tambat Labuh dan Perawatan •

Setelah aktivitas pendaratan ikan selesai, nelayan selanjutnya pulang untuk beristirahat sambil menunggu persiapan keberangkatan selanjutnya.Persiapan yang dilakukan antara berupa perawatan mesin, alat tangkap dan pengisian perbekalan melaut.Waktu istirahat nelayan biasanya diberikan hanya satu hari sehingga periode ulang pelayaran nelayan adalah lama fishingtrip ditambah satu hari.Periode ulang pelayaran nelayan di PPI Dumai tergantung dari jenis alat yang dioperasikan dan besar kecilnya armada penangkapan.Lamanya periode ulang pelayaran armada penangkapan berkisar antara 2 hingga 7 hari (Tabel 3).

Tabel 8. Data produksi, periode pelayaran, kecepatan bongkar dan ukuran armada

perikanan menurut jenis alat tangkap yang dioperasikan

No Armada Alat

Tangkap (GT)

N (unit)

Dimensi armada (m) Q (ton)

Dc (hari)

U (ton/ Jam)

TS bong kar

(jam)

TS muat (jam) LOA B D d

1 Sondong a. Besar 4 GT 9 13 2,5 1,5 0,9 0,14 6 0,47 0,3 3,51

b. Sedang 3 GT 7 12 2 1,3 0,7 0,08 5 0,47 0,17 3,19

c. Kecil 2 GT 3 10 1,5 1 0,5 0,05 3 0,47 0,11 3,07 2 Gillnet

a. Besar 5-6 GT 10 15 3 1,6 1 0,5 7 1,43 0,35 3,8

b. Sedang 4 GT 15 14 2,5 1,5 0,9 0,33 6 1,43 0,23 3,45

c. Kecil 2-3 GT 10 12 2 1 0,6 0,11 3 1,43 0,08 3,29

3 Rawai a. Besar 4 GT 3 14 2,5 1,5 0,9 0,08 6 1,43 0,06 3,31

b. Sedang 2 GT 1 10 1,5 1 0,5 0,05 3 1,43 0,03 2,42

c. Kecil 1 GT 1 8 1 0,8 0,3 0,03 2 1,43 0,02 1,97

Page 306: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

298 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

4 Belat a. Besar 3 GT 3 12 2 1,3 0,7 0,06 5 0,47 0,13 2,27 b. Kecil 2 GT 1 10 1,5 1 0,5 0,05 3 0,47 0,11 1,92 Jumlah 63 1,48

Keterangan: LOA : panjang kapal sampel (m) B : lebar kapal sampel (m) D : dalam kapal sampel (m) d : draft kapal sampel (m) N : jumlah armada sejenis (unit) n :jumlah armada yang beroperasi (unit) TS : waktu pelayanan yang diperlukan (jam) Dc : periode ulang pelayaran (hari) T : waktu yang ada untuk pelayanan (jam) S : factor ketidak teraturan Q : hasil tangkapan yang didaratkan (ton) U : kecepatan bongkar (ton/jam) Pemanfaatan Dermaga • Dermaga dan Trestle

Dermaga PPI Dumai yang dimanfaatkan oleh nelayan hingga saat ini adalah

bahagian causeway yang dilengkapi dengan jetty-jetty kecil pada sisi kiri dan kanannya.jetty tersebut digunakan oleh nelayan untuk melakukan aktivitas pendaratan ikan, pengisian perbekalan melaut dan tambat labuh. Sedangkan bahagian trestle dan dermaga PPI Dumai tidak dimanfaatkan oleh nelayan.Hal tersebut disebabkan pada sisi kiri dan kanan trestle dan dermaga tidak dilengkapi dengan fasilitas pengaman seperti fender (dampra) yang berfungsi untuk mencegah terjadinya benturan antara trestle dan dermaga dengan armada penangkapan pada saat tambat. Disamping itu jarak antara lantai dermaga dan trestle dengan geladak armada penangkapan pada saat air laut surut sangat besar sehingga nelayan akan mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas bongkar dan muat.Dengan kondisi ini maka tingkat pemanfaatan dermaga (dermaga dan trestle) di PPI dumai adalah 0% atau tidak dimanfaatkan.

Dermaga dan trestle tersebut saat ini hanya digunakan sebagai tempat tambat labuh dan bongkar muat armada perikanan berukuran besar, yakni kapal pengangkut Keterangan: LOA : panjang kapal sampel (m) B : lebar kapal sampel (m) D : dalam kapal sampel (m) d : draft kapal sampel (m) N : jumlah armada sejenis (unit) n :jumlah armada yang beroperasi (unit) TS : waktu pelayanan yang diperlukan (jam) Dc : periode ulang pelayaran (hari) T : waktu yang ada untuk pelayanan (jam) S : factor ketidak teraturan Q : hasil tangkapan yang didaratkan (ton) U : kecepatan bongkar (ton/jam)

Page 307: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

299 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Pemanfaatan Dermaga • Dermaga dan Trestle

Dermaga PPI Dumai yang dimanfaatkan oleh nelayan hingga saat ini adalah

bahagian causeway yang dilengkapi dengan jetty-jetty kecil pada sisi kiri dan kanannya.jetty tersebut digunakan oleh nelayan untuk melakukan aktivitas pendaratan ikan, pengisian perbekalan melaut dan tambat labuh. Sedangkan bahagian trestle dan dermaga PPI Dumai tidak dimanfaatkan oleh nelayan.Hal tersebut disebabkan pada sisi kiri dan kanan trestle dan dermaga tidak dilengkapi dengan fasilitas pengaman seperti fender (dampra) yang berfungsi untuk mencegah terjadinya benturan antara trestle dan dermaga dengan armada penangkapan pada saat tambat. Disamping itu jarak antara lantai dermaga dan trestle dengan geladak armada penangkapan pada saat air laut surut sangat besar sehingga nelayan akan mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas bongkar dan muat.Dengan kondisi ini maka tingkat pemanfaatan dermaga (dermaga dan trestle) di PPI dumai adalah 0% atau tidak dimanfaatkan.

Dermaga dan trestle tersebut saat ini hanya digunakan sebagai tempat tambat labuh dan bongkar muat armada perikanan berukuran besar, yakni kapal pengangkut ikan yang berjumlah 4 unit yang berukuran antara 22 hingga 34 GT.Selain itu juga dimanfaatkan oleh kapal besi penjual BBM oleh swata dengan ukuran 222GT.

Dermaga dan trestle tersebut sebenarnya akan dapat digunakan oleh armada penangkapan yang umumnya berukuran relatif kecil pada saat pasang ataupun surut bila telah dilakukan pengembangan. Pengembangan tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Membangun dermaga ponton pada sisi kiri dan kanan trestle sehingga nelayan akan

dapat menambatkan armadanya pada saat pasang ataupun surut karena jarak lantai dermaga dan geladak armada penangkapan relatif kecil.

2. Membangun jembatan penghubung dermaga ponton dan trestle. Jembatan penghubung berfungsi untuk memudahkan nelayan mengangkut bahan perbekalan dan hasil tangkapan dari trestle ke dermaga dan sebaliknya. Dengan adanya jembatan penghubung maka gerobak pembawa muatan tersebut akan dapat melewatinya.

3. Melengkapi dermaga ponton dengan fender dan bolder sehingga armada penangkapan dapat tambat dengan aman disisi dermaga tersebut karena bolder digunakan sebagai tempat mengikat tali kapal dan fender sebagai bantalan peredam benturan antara armada dan dermaga.

• Jetty Dengan menggunakan formula Pianc dalam dirjen Perikanan (2009) kebutuhan

panjang jetty untuk aktivitas muat (pengisian perbekalan) adalah 96,2 m (Tabel 5). Namun kebiasaan nelayan yang tambat di jetty menambatkan armadanya berlapis hingga tiga unit armada maka kebutuhan panjang jetty adalah 32,7 m. Sedangkan jumlah panjang jetty yang dibutuhkan untuk aktivitas pendaratan ikan (dermaga bongkar) adalah 10,5 m (Tabel 5)

Page 308: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

300 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Tabel 15. Perhitungan kebutuhan dermaga muat dan dermaga bongkar di PPI Dumai

No Jenis Armada

N (unit)

LOA (m)

n (unit)

TS (jam)

Dc (hari)

Tm (jam) S

Lm (m)

Q (ton)

U (ton/jam)

Tb (jam)

Lb (m)

1 Sondong

a. Besar 4 GT 9 13 8 3,51 6 8,0 1,5 12,5 0,14 0,47 4 2,13

b. Sedang 3 GT 7 12 6 3,19 5 8,0 1,5 9,5 0,08 0,47 4 1,01

c. Kecil 2 GT 3 10 3 3,07 3 8,0 1,5 6,3 0,05 0,47 4 0,44

2 Gillnet

a. Besar 5-6 GT 10 15 8 3,8 7 8,0 1,5 13,4 0,5 1,43 4 2,47

b. Sedang 4 GT 15 14 12 3,45 6 8,0 1,5 19,9 0,33 1,43 4 2,67

c. Kecil 2-3 GT 10 12 8 3,29 3 8,0 1,5 21,7 0,11 1,43 4 1,02

3 Rawai

a. Besar 4 GT 3 14 3 3,31 6 8,0 1,5 4,8 0,08 1,43 4 0,16

b. Sedang 2 GT 1 10 1 2,42 3 8,0 1,5 1,7 0,05 1,43 4 0,05

c. Kecil 1 GT 1 8 1 1,97 2 8,0 1,5 1,6 0,03 1,43 4 0,03

4 Belat

a. Besar 3 GT 3 12 3 2,27 5 8,0 1,5 3,4 0,06 0,47 4 0,38

b. Kecil 2 GT 1 10 1 1,92 3 8,0 1,5 1,3 0,05 0,47 4 0,15

Jumlah 63 54 96,2 1,48 10,50 Keterangan : LOA : panjang kapal sampel (m) B : lebar kapal sampel (m) N : jumlah armada sejenis (unit) n : jumlah armada yang beroperasi (unit) TS : waktu pelayanan yang diperlukan (jam) Dc : periode ulang pelayaran (hari) Tm : waktu yang ada untuk pelayanan muat (jam) S : faktor ketidak teraturan Lm : panjang dermaga muat diperlukan (meter) Q : hasil tangkapan yang didaratkan (ton) Dc : periode ulang pelayaran (hari) U : Kecepatan bongkar (ton/jam) Tb : waktu yang ada untuk pelayanan bongkar (jam) S : faktor ketidak teraturan Lb : panjang dermaga bongkar diperlukan (meter)

Page 309: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

301 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Dengan menjumlahkan kebutuhan dermaga untuk aktivitas pengisian perbekalan (dermaga muat) dan aktivitas pendaratan ikan (dermaga bongkar) maka diperoleh kebutuhan panjang dermaga keseluruhan sebesar 43,2 m. Dengan ukuran jetty yang dapat dimanfaatkan untuk aktivitas armada nelayan sebesar 39,3 m, sedangkan panjang yang dibutuhkan nelayan untuk aktivitas bongkar dan muat sebesar 43,2 m, maka dapat diketahui bahwa tingkat pemanfaatan jetty yang ada di PPI Dumai, yakni (43,2 m / 39,3 m) x 100% = 109,92%. Dengan nilai tingkat pemanfaatan tersebut maka pemanfaatan jetty PPI Dumai sangat-sangat optimal. Melihat besarnya tingkat pemanfaatan tersebut dikhawatirkan kedepannya aktivitas pendaratan ikan hasil tangkapan ataupun pengisian perbekalan melaut oleh nelayan akan terganggu sehingga perlu difikirkan untuk mengembangkan fasilitas yang ada.

Pengembangan fasilitas yang ada sangat direkomendasikan dilakukan di dermaga induk (trestle dan dermaga).Pengembangan dapat dilakukan melalui pembangunan dermaga phonton pada sisi kiri dan kanannya masing-masing sepanjang 110 m seperti telah dikemukakan sebelumnya.Dengan dibangunnya phonton tersebut maka nelayan dapat melakukan aktivitas pengisian perbekalan dan pendaratan ikan ataupun keberangkatan dan kedatangan armada penangkapan pada saat surut maupun pasang.Hal tersebut disebabkan kedalaman perairan di sekitar trestle pada saat surut masih dapat menampung aktivitas pergerakan armada.Berbeda halnya dengan jetty yang saat ini untuk menampung aktivitas armada penangkapan nelayan hanya dapat melayani pada saat pasang, karena pada saat surut dasar perairan kering.Posisi dermaga phonton yang direkomendasikan tersebut dapat dilihat pada Gambar2.

Gambar 2. Sketsa pengembangan dermaga PPI Dumai yang direkomendasikan

Page 310: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

302 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dermaga yang terdapat di PPI Dumai terdiri atas dermaga, trestle dan causeway.Pada bahagian causeway dibangun 7 unit jetty kecil yang dimanfaatkan oleh nelayan untuk aktivitas pendaratan dan pengisian perbekalan melaut serta tambat labuh.Sedangkan dermaga induk tidak dimanfaatkan oleh nelayan, dengan tingkat pemanfaatan 0%. Dari 39,3 m bahagian dari jetty yang dapat digunakan oleh nelayan telah dapat digunakan sepenuhnya secara sangat-sangat optimal karena kebutuhan panjang yang digunakan nelayan adalah 43,2 m sehingga tingkat pemanfaatannya sebesar 109,92%. Saran

Dermaga induk yang terdiri dari dermaga dan trestle sebaiknya dilakukan

pengembangan agar dapat dimanfaatkan oleh nelayan untuk melakukan aktivitasnya.Pengembangan yang sangat diperlukan adalah berupa pembangunan dermaga phonton pada sisi kiri dan kanan trestle yang dilengkapi dengan fender dan bolder.Sedangkan untuk menghubungkan dermaga phonton dan trestle dapat dibangun jembatan sebagai penghubungnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ditjen Perikanan. 1985. Pendayagunaan Pelabuhan Perikanan/PPI. Rapat Kerja Direktorat

Jendral Perikanan Departemen Pertanian. Jakarta. 14 halaman. Guckian, W.J. 1970.The Planning and Preparatory Work for a Fishery Harbour

Development Project.Di dalam Fishing Port and Markets.Fishing News (Books) Ltd. London.

Manurung, A. S, 2004. Studi Tata Letak Fasilitas Pangkalan Pendaratan Ikan Dumai Propinsi Riau. Skripsi pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan universitas Riau. Pekanbaru. 57 halaman.

Nomura, M. dan Yamazaki, T. 1977. Fishing Techniques.Part 1.Japan International Cooperation Agency. Tokyo. 47 halaman.

Novianti, F. 2012. Efisiensi Waktu Pendaratan Ikan Terhadap Waktu Tambat Kapal Jaring Insang di PPI Dumai.Skipsi pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru. 72 hal

Padli.2009. Hubungan Frekuensi Pendaratan Dan Jumlah Ikan yang Di Daratkan Di PPI Dumai Pada Berbagai Musim Penangkapan.Skripsi padaFakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.Pekanbaru. (tidak diterbitkan).

Pane, A.R.P.2005. Evaluasi Pangkalan Pendaratan Ikan Kota Dumai Propinsi Riau.Skripsi pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Pekanbaru. 118 halaman.

Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor 08/2012 Sumitri.2013. Efisiensi Waktu Pendaratan Ikan Terhadap Waktu Tambat Kapal Perikanan

Sondong di Pangkalan Pendaratan Ikan Kota Dumai Provinsi Riau.Skripsi pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Kelautan Riau. Pekanbaru. Tidak diterbitkan

Suraji, A. 2011.Pras. Transportasi: Pelabuhan.FakultasTeknik Jurusan Teknik Sipil. Universitas Widyagama Malang Triatmojo, B. 2003.Pelabuhan.Beta Ofset.Yogyakarta.

Page 311: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

303 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Zain, J. 2004. Optimalisasi pemanfaatan fasilitas PPI Dumai.Laporan Dana Penelitian SP4 Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau Pekanbaru. 72 halaman

Zain, J. 2009. Meningkatkan dayaguna fasilitas Pangkalan Pendaratan Ikan Dumai Propinsi Riau, Berkala Perikanan Terubuk. Volume 37 No 1 halaman 103 -111

Zain, J. 20015. Komparasi efisiensi waktu bongkar dan waktu pengisian perbekalan melaut kapal perikanan sondong di PPI Dumai Propinsi Riau. Jurnal IPTEKS Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan UNHAS, Vol 2. No.1 Periode April 2015

Page 312: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

304 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

EFEKTIVITAS LAMA PERENDAMAN BUBU RAKKANG TERHADAP HASIL TANGKAPAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI PERAIRAN

SUNGAI PEMUSIRAN, TANJUNG JABUNG TIMUR, JAMBI

Lisna Lisna, Annisa Khairani aras, Jasmine Masyita Amelia, Abqoriatun Nisaq

1Dosen Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Universitas Jambi 2Mahasiswa Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Universitas Jambi

*Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini telah dilaksanakan di Perairan Sungai Pemusiran, Tanjung Jabung Timur, Jambi pada bulan Maret 2018. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas lama perendaman bubu rakkang terhadap hasil tangkapan kepiting bakau (S. serrata), serta mengetahui hasil tangkapan berupa jumlah (ekor), berat (gr), lebar karapas (cm) dan panjang karapas (cm) kepiting bakau (S. serrata). Penelitian ini menggunakan metoda experimental fishing dengan perlakuan lama perendaman 2 jam, 4 jam dan 6 jam. Data dianalisa menggunakan rancangan acak kelompok. Hasil penelitian didapatkan perlakuan lama perendaman yang berbeda berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan. Perlakuan lama perendaman 4 jam memberikan hasil yang berbeda nyata dengan hasil tangkapan yang optimal berupa berat 4.270 gr dan jumlah 12 ekor.

Kata Kunci: Kepiting Bakau, Lama Perendaman, Bubu

PENDAHULUAN

Desa Pemusiran Kecamatan Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur

merupakan daerah pesisir yang memiliki luas wilayah sebesar 12 Ha. Jumlah penduduk dan kepadatan di Desa Pemusiran Kecamatan Nipah Panjang yaitu sebanyak 1.094 orang penduduk dan kepadatannya yaitu sebanyak 91,17 orang/km2 (Ariyasmanto, 2015). Kegiatan penangkapan di daerah ini menggunakan alat tangkap togok udang, jaring ikan dan kepiting, sero kerang, dan bubu rakkang. Salah satu kegiatan penangkapan kepiting di perairan Sungai Pemusiran yang banyak dioperasikan oleh nelayan menggunakan alat tangkap bubu rakkang (perangkap).

Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal di kalangan nelayan, yang berupa jebakan dan bersifat pasif. Menurut Vont Brandt (2005), bubu merupakan alat tangkap pasif tradisional yang berupa perangkap (trap), terbuat dari bahan rotan, kawat, besi, jaring, kayu dan plastik yang dijalin sedemikian rupa sehingga kepiting yang masuk tidak dapat keluar. Prinsip dasar dari bubu adalah menjebak penglihatan kepiting sehingga kepiting tersebut terperangkap di dalamnya. Dalam proses penangkapan kepiting bakau (S. serrata) nelayan Desa Pemusiran menggunakan umpan ikan pari asin untuk menarik perhatian kepiting agar mendekati dan masuk ke dalam bubu. Umpan yang digunakan harus mampu merangsang organ penciuman kepiting, dapat berasal dari ikan segar maupun umpan buatan yang tahan lama ketika direndam di perairan (Sudirman dan Mallawa, 2000).

Kepiting bakau (S. serrata) merupakan salah satu jenis kepiting yang potensinya cukup baik untuk dikembangkan. Sampai saat ini, pemenuhan permintaan kepiting bakau masih didominasi dari sektor penangkapan dari alam dengan menggunakan berbagai alat tangkap (Susanto et al., 2014). Kepiting bakau (S. serrata) hidup di hampir seluruh

Page 313: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

305 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

perairan pantai terutama pada perairan dangkal dekat hutan mangrove, estuari dan perairan berlumpur (Moosa et al., 1985). S. serrata salah satu jenis crustacea yang mempunyai ukuran paling besar dan dapat dimakan. Menurut Fujaya et al., (2012) daging kepiting mengandung nutrisi penting bagi kehidupan dan kesehatan. Secara umum daging kepiting rendah lemak, tinggi protein dan sumber mineral serta vitamin yang sangat baik. Kepiting bakau mempunyai kandungan gizi yaitu protein 65,72%, lemak 0,83%, abu 75%, dan kadar air 9,9% (Sulaeman dan Hanafi, 1992).

Nelayan Desa Pemusiran dalam melakukan penangkapan kepiting bakau hanya melakukan satu kali penurunan bubu rakkang dalam satu hari. Pengoperasian alat tangkap bubu tergantung pasang air sungai, jika pasang pada siang hari nelayan menurunkan (setting) bubu rakkang jam 13.00 WIB. Nelayan melakukan lama perendaman (immersing) selama empat jam dan mengangkat bubu tersebut pada pukul 16.00 WIB. Menurut Susanto et al., (2014), waktu penangkapan kepiting bakau yang baik adalah saat air pasang karena kepiting akan keluar dari sarangnya dan bergerak aktif untuk menemukan makanan. Waktu pasang surut di alam yang selalu berubah akan berpengaruh terhadap pemilihan waktu operasi yang dilakukan nelayan. Rangka (2007), menyatakan umumnya kepiting aktif pada saat air pasang atau bersamaan air baru.

Lama perendaman menentukan keberhasilan penangkapan kepiting menggunakan alat tangkap bubu rakkang. Ada waktunya kepiting bakau bisa meloloskan diri setelah terperangkap disebabkan kepiting terlalu lama berada di dalam bubu. Selain lamanya waktu perendaman, keberhasilan operasi penangkapan juga dipengaruhi oleh perbedaan waktu penangkapan yang dilakukan. Untuk mengetahui tingkat efektivitas lama perendaman, maka dilakukan penelitian dengan membedakan lama perendaman dengan selang waktu 2 jam pada tiap perlakuan menjadi tiga: yaitu selama 2 jam, 4 jam dan 6 jam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Adlina et al., (2014), dengan lama perendaman (immersing) alat tangkap bubu yang efisien selama 2 – 2,5 jam, hasil tangkapan utama yaitu rajungan sebanyak 327 ekor, sedangkan hasil tangkapan sampingan yaitu kepiting laba-laba sebanyak 433 ekor dan kepiting bakau sebanyak 8 ekor dengan penggunaan alat tangkap bubu 400 unit. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk menentukan efektivitas lama perendaman bubu rakkang terhadap hasil tangkapan kepiting Bakau (S. serrata) di Perairan Sungai Pemusiran, Tanjung Jabung Timur, Jambi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas lama perendaman bubu rakkang terhadap hasil tangkapan kepiting bakau (S. serrata) serta mengetahui hasil tangkapan berupa jumlah (ekor), berat (gr), lebar karapas (cm) dan panjang karapas (cm) kepiting bakau (S. serrata).

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Perairan Sungai Pemusiran Kecamatan Nipah Panjang

Kabupaten Tanjung Jabung Timur Provinsi Jambi, pada 1 Maret-12 Maret 2018. Materi dalam penelitian ini adalah kepiting bakau (S. serrata) yang diperoleh dari hasil tangkapan bubu rakkang dengan lama perendaman 2 jam, 4 jam dan 6 jam serta umpan ikan pari asin (berat 300 gr). Sedangkan peralatan yang digunakan dalam penelitian yaitu alat tangkap bubu rakkang dengan konstruksi dan spesifikasi sebagai berikut (Gambar 1).

Page 314: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

306 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 1. Konstruksi Bubu Rakkang

Spesifikasi: - Panjang tiang pancang : 1,70 meter - Bukaan mulut bubu : 17 cm - Panjang tali utama : 50 cm - Lebar bubu : 30 cm - Ukuran badan jaring : 1 inchi - Pengait umpan : 18 cm - Rangka bubu (paralon) : 1,30 meter

Pengoperasian bubu rakkang di Perairan Sungai Pemusiran menggunakan 9 bubu untuk 3 perlakuan, masing-masing perlakuan menggunakan 3 bubu dan dilakukan 7 ulangan berdasarkan penelitian Hanafiah (1993). Perlakuan yang diberikan adalah dengan membedakan lama perendaman selama 2 jam, 4 jam dan 6 jam dengan jarak antar bubu rakkang yaitu 40 meter.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Data yang diperoleh dari hasil tangkapan pada lama perendaman 2 jam, 4 jam dan 6 jam dinyatakan dalam berat (gr) dan jumlah (ekor) kemudian data diolah menggunakan software SPSS 16.0. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji ANOVA (analysis of variance). Jika perlakuan lama perendaman memberikan pengaruh terhadap hasil tangkapan, maka dilanjutkan dengan Uji Duncan pada taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan (Gasperz, 1991). Mengetahui adanya pengaruh perbedaan waktu terhadap jumlah hasil tangkapan bubu rakkang secara keseluruhan dalam jumlah hasil berat (gr) (Sudjana, 1982).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Desa Pemusiran merupakan daerah pesisir yang terletak di Kecamatan Nipah Panjang Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Di sepanjang perairan pesisir sungai Pemusiran terdapat berbagai biota seperti kepiting bakau (S. serrata), udang galah (Macrobrachium rosenbergii) dan ikan duri (Hexanematichthys sagor). Lokasi penelitian berada di perairan Sungai Pemusiran dan daerah pengoperasian alat tangkap bubu rakkang dilakukan di Parit IV kanan dengan titik kordinat yaitu 01° 03.470’ LS, 104° 07.152’ BT. Jarak lokasi dari fishing base menuju fishing ground membutuhkan waktu 12 menit. Dari hasil pengamatan lokasi penelitian, disekitar daerah penangkapan memiliki dasar perairan berlumpur dan ditanami pohon pedada (Sonneratia caseolaris), nipah (Nypa fruricans), tumbuhan jeruju berduri (Acanthus ilicifolius) dan pandan berduri (Pandanus tectorius). Berikut peta lokasi penelitian (Gambar 2).

Page 315: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

307 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

Hasil Tangkapan Keseluruhan Selama Penelitian

Hasil tangkapan yang merupakan target adalah kepiting bakau (Scylla serrata),

apabila terdapat hasil tangkapan lainnya maka diabaikan. Berikut hasil tangkapan kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil tangkapan kepiting bakau (Scylla serrata)

Lama Perendaman

Hasil Tangkapan

Jumlah (ekor) Berat (gr) Rataan Berat (gr/ekor) Kisaran berat (gr)

2 jam 1 370 370,00 370 4 jam 12 4.270 355,83 ± 138,33 110 – 590 6 jam 3 990 330,00 ± 30,00 300 – 360 Total 16 5.630 - -

Pada Tabel 1, Berdasarkan pengamatan didapatkan hasil tangkapan bubu rakkang

pada lama perendaman 2 jam dengan jumlah sebanyak 1 ekor, berat 370 gr dan rataan berat 370,00 gr/ekor dengan kisaran berat 370 gr . Lama perendaman 4 jam dengan jumlah sebanyak 12 ekor, berat 4.270 gr dan rataan berat 355,83 gr/ekor dengan kisaran berat 110 – 580 gr. Lama perendaman 6 jam dengan jumlah sebanyak 3 ekor, berat 990 gr dan rataan berat 330,00 gr/ekor dengan kisaran berat 300 – 360 gr. Total hasil tangkapan bubu rakkang sebanyak 16 ekor dan total berat hasil tangkapan sebesar 5.630 gr. Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI nomor 56/PERMEN-KP/2016 menegaskan bahwa penangkapan kepiting bakau (Scylla spp.) yang layak memiliki berat diatas 200 gram per ekor. Berat hasil tangkapan kepiting bakau (Scylla serrata) yang didapat menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan termasuk dalam kategori layak tangkap dengan berat diatas 200 gram.

Pengoperaisan alat tangkap bubu rakkang pada lama perendaman 2 jam keadaan air mulai pasang, kemudian lama perendaman 4 jam keadaan perairan pasang pada saat ini diduga kepiting bakau keluar dari tempat persembunyian dan bergerak aktif untuk mencari makanan. Menurut Rangka (2007), umumnya kepiting aktif pada saat air pasang atau bersamaan air baru. Serta pada lama perendaman 6 jam keadaan perairan mulai surut. Proses dan lama perendaman alat tangkap bubu rakkang ini menjadi faktor penting karena jika semakin lama alat tangkap bubu berada didalam perairan maka tingkat pelolosan kepiting bakau semakin mudah. Maka didapatlah waktu yang optimal untuk melakukan perendaman selama 4 jam dengan memperhatikan keadaan perairan (waktu pasang) di Perairan sungai pemusiran.

Hasil pengamatan lama perendaman 2 jam mendapatkan hasil tangkapan terkecil dan lama perendaman 4 jam mendapatkan hasil tangkapan terbesar, dimana saat melakukan perendaman 4 jam merupakan waktu pasang dan tinggi air pasang pada saat

Page 316: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

308 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

perendaman mencapai ±2,5 meter. Menurut Susanto et al., (2014), waktu penangkapan kepiting bakau yang baik adalah saat air pasang karena kepiting akan keluar dari sarangnya dan bergerak aktif untuk menemukan makanan. Kepiting bakau dikenal dengan hewan nokturnal yang aktif mencari makan pada malam hari, namun berdasarkan hasil pengamatan tingkah lakunya, aktivitas kepiting bakau meningkat ketika pagi hari. Hal ini diduga karena berhubungan dengan proses pergantian air pada saat pagi hari. Kondisi air baru diduga merangsang kepiting bakau untuk bergerak lebih aktif (Susanto et al., 2014).

Dalam penelitian ini lama perendaman yang dilakukan dengan perlakuan 2 jam, 4 jam dan 6 jam. Waktu yang efektif untuk melakukan penangkapan kepiting bakau diperairan Sungai Pemusiran dengan perlakuan lama perendaman 4 jam. Penelitian Hafinuddin et al., (2016), lama perendaman bubu rakkang yang dilakukan dengan perlakuan 4 jam, 8 jam dan 12 jam. Perendaman 12 jam diduga efektif terhadap produksi hasil tangkapan karena keadaan lingkungan (pasang surut dan lokasi peletakan bubu rakkang). Hal ini sesuai dengan pendapat Tiku (2004), yang menyatakan bahwa pasang surut mempengaruhi hasil tangkapan bubu rakkang. Perlakuan lama perendaan 4 jam merupakan waktu yang baik dalam perendaman alat tangkap bubu rakkang dibandingkan dengan lama perendaman 12 jam, diduga penggunaan alat tangkap bubu menjadi faktor dalam proses penangkapan kepiting bakau dimana semakin baik desain alat tangkap bubu maka tingkat pelolosan kepiting bakau semakin sulit.

Pengukuran lebar karapas dan panjang karapas kepiting bakau (S. serrata) bertujuan agar penangkapan dan peredarannya dalam kondisi layak tangkap maupun dewasa. Ukuran lebar karapas dan panjang karapas kepiting bakau dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Ukuran lebar karapas dan panjang karapas kepiting bakau (Scylla serrata)

Lama Perendaman

Rataan Lebar (mm/ekor)

Kisaran Lebar (mm)

Rataan Panjang (mm/ekor)

Kisaran Panjang (mm)

2 jam 75,00 75 95,00 95 4 jam 137,42 ± 44,82 60-185 90,58 ± 12,30 65 – 105 6 jam 94,33 ± 53,68 53-155 90,33 ± 2,52 88 – 93

Berdasarkan Tabel 2, hasil tangkapan kepiting bakau (S. serrata) pada lama perendaman 2 jam memiliki rataan lebar karapas sebesar 75,00 mm/ekor dengan kisaran 75 mm. Lama perendaman 4 jam memiliki rataan lebar karapas sebesar 137,42 mm/ekor dengan kisaran 60 – 185 mm serta pada lama perendaman 6 jam memiliki rataan lebar karapas sebesar 94,33 mm/ekor dengan kisaran 53 – 155 mm. Menurut Wijaya et al., (2010), menyatakan bahwa ukuran lebar karapas kepiting yang berukuran kurang dari 100 mm belum dewasa dan ukuran lebar karapas kepiting yang sudah layak tangkap lebih dari 100 mm. Dari hasil penelitian ukuran lebar karapas kepiting bakau pada lama perendaman 4 jam dengan rataan 137,42 mm/ekor dikategorikan layak tangkap, kemudian lama perendaman 2 jam dengan rataan 75,00 mm/ekor dan lama perendaman 6 jam dengan rataan 94,33 mm/ekor dikategorikan belum dewasa. Ukuran lebar karapas kepiting bakau betina lebih lebar dibandingkan dengan ukuran lebar karapas kepiting bakau jantan.

Onyango (2002), menyatakan S. serrata jantan biasanya memiliki capit sangat besar dibandingkan dengan betina dengan ukuran yang sama dan lebih disukai oleh nelayan selama lebar karapas lebih dari 70 mm. Hal ini bisa menghasilkan perbedaan ukuran yang signifikan antara jantan dan betina. Oleh karena itu bila berada pada ukuran lebar karapas yang sama, kecenderungan S. serrata jantan lebih besar bobotnya, karena capitnya menambah bobot tubuhnya.

Page 317: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

309 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Ukuran panjang karapas kepiting bakau (S. serrata) pada lama perendaman 2 jam memiliki rataan sebesar 95,00 mm/ekor dengan kisaran 95 mm. Lama perendaman 4 jam memiliki rataan panjang karapas sebesar 90,58 mm/ekor dengan kisaran 65 – 105 mm serta lama perendaman 6 jam memiliki rataan panjang karapas sebesar 90,33 mm/ekor dengan kisaran 88 – 93 mm. Hasil tangkapan kepiting bakau (S. serrata) untuk ukuran panjang karapas termasuk dalam kategori layak tangkap serta ukuran panjang karapas kepiting bakau betina lebih panjang dibandingkan ukuran panjang karapas kepiting bakau jantan. Hal ini sesuai dengan pendapat Larosa et al. (2013) menyatakan bahwa panjang karapas kepiting bakau yang layak tangkap berkisar 54 – 123 mm. Sedangkan untuk Grade hasil tangkapan kepiting bakau (S. serrata) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Grade hasil tangkapan kepiting bakau (S. serrata)

Perlakuan Lama Perendaman Grade Jumlah (ekor) Jenis Kelamin dan Warna 2 jam B 1 Jantan Coklat 4 jam A 2 Jantan Coklat

B 6 Jantan Coklat, betina hijau

C 4 Jantan hijau, jantan coklat

Betina hijau, betina coklat

6 jam B 2 Betina coklat, betina hijau

C 1 Jantan coklat

Sumber : Pengepul kepiting bakau Desa Pemusiran, grade A (berat >500 gr), grade B (berat 300 gr – 499 gr) dan grade C (berat < 300 gr)

Hasil tangkapan kepiting bakau (S. serrata) yang sudah dilakukan penimbangan

dan pengukuran kemudian dijual ke pengepul dengan harga berdasarkan ukuran kepiting. Ukuran grade A berat kepiting > 500 gr dengan harga Rp. 95.000,- /kg , ukuran grade B berat kepiting 300 gr – 499 gr dengan harga Rp. 60.000,- /kg dan ukuran grade C berat kepiting < 300 gr dengan harga Rp. 40.000,- /kg. Nelayan setempat memanfaatkan kepiting bakau sebagai mata pencaharian sambilan dan telah lama melakukan penangkapan kepiting di perairan dan sekitar sungai. Selain itu, penangkapan kepiting bakau relatif mudah diperoleh karena tidak membutuhkan banyak biaya dan waktu lama dibanding penangkapan ikan dan komoditas perikanan lainnya.

Berdasarkan Tabel 3, Perlakuan lama perendaman 2 jam untuk grade B memberikan hasil tangkapan sebanyak 1 ekor dengan jenis kelamin jantan coklat. Lama perendaman 4 jam untuk grade A memberikan hasil tangkapan sebanyak 2 ekor dengan jenis kelamin jantan dan warna coklat, grade B sebanyak 6 ekor dengan jenis kelamin jantan coklat dan betina hijau, serta grade C sebanyak 4 ekor dengan jenis kelamin jantan hijau, jantan coklat, betina hijau dan betina coklat. Untuk perlakuan lama perendaman 6 jam diperoleh hasil tangkapan kepiting bakau untuk grade B sebanyak 2 ekor berjenis kelamin betina coklat dan betina hijau. Selain itu juga perlakuan lama perendaman 6 jam untuk grade C diperoleh kepiting bakau sebanyak 1 ekor berjenis kelamin jantan coklat. Sehingga perlakuan lama perendaman 2 jam memberikan hasil tangkapan terkecil dan perlakuan lama perendaman 4 jam memberikan hasil tangkapan terbanyak.

Untuk membedakan jenis kelamin kepiting jantan dan jenis kelamin kepiting betina dapat dilihat pada Gambar 3. Menurut Moosa et al., (1985), dalam membedakan jenis kelamin kepiting bakau jantan dan betina dapat dilakukan dengan mengamati bentuk luar tubuhnya. Pada kepiting jantan tempat dimana organ kelamin menempel pada bagian perutnya berbentuk segi tiga agak meruncing dan kepiting betina bentuk organ kelaminnya

Page 318: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

310 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

cenderung berbentuk segi tiga yang relatif lebar dan bagian depannya agak tumpul. Selain dengan memperhatikan bentuk perut kepiting menurut Gufron dan Kordi (1997), ciri yang membedakan antara kepiting bakau jantan dan betina atara lain ukuran capit jantan lebih besar dari pada betina. Kemudian dilihat dari ukuran lebar karapas dan panjang karapas kepiting bakau, ukuran lebar karapas dan panjang karapas kepiting betina lebih lebar dan panjang dari pada kepiting jantan.

(A). Jantan (B) Abdomen Jantan

(c). Betina (d). Abdomen betina Gambar 3. Jenis kelamin hasil tangkapan kepiting bakau (Scylla serrata); (a). Jantan, (b).

Abdomen jantan, (c). Betina, (d). Abdomen betina. Pengaruh Lama Perendaman Bubu rakkang Terhadap Hasil Tangkapan Kepiting Bakau (Scylla serrata)

Hasil tangkapan kepiting bakau (S. serrata) berdasarkan rataan jumlah dan rataan berat kepiting yang tertangkap, dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Analisis hasil tangkapan kepiting bakau (Scylla serrata) dengan perbedaan

lama perendaman.

Parameter Perlakuan Lama Perendaman

2 jam 4 jam 6 jam Rataan Jumlah 0,20ᵇ ± 0,45 2,40ᵃ ± 1,52 0,60ᵇ ± 0,55

Rataan Berat 74,00ᵇ ±

165,47 854,00ᵃ ± 573,74 198,00ᵇ ±

181,99 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbedanyata(P<0,05),

10mm 10mm

15 15mm

Page 319: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

311 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Hasil analisis data yang dilakukan pada perlakuan lama perendaman 2 jam, 4 jam dan 6 jam terhadap hasil tangkapan kepiting bakau (S. serrata) dilihat dari segi jumlah dan berat . Nilai signifikan dilihat dari rataan jumlah hasil tangkapan (P < 0,05 ), dimana lama perendaman yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan kepiting bakau (S. serrata). Dilanjutkan dengan uji Duncan terdapat perbedaan hasil tangkapan kepiting bakau, pada perlakuan 4 jam memberikan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan 2 jam dan 6 jam. Berdasarkan Tabel 4, hasil tangkapan kepiting bakau (S. serrata) pada lama perendaman 2 jam memiliki rataan jumlah sebesar 0,20, lama perendaman 4 jam rataan jumlah sebesar 2,40 dan lama perendaman 6 jam rataan jumlah sebesar 0,60. Ada interaksi antara lama perendaman dengan jumlah hasil tangkapan kepiting bakau disebabkan oleh bubu rakkang dalam pengoperasiannya dapat sebagai tempat berlindung dan tempat bersembunyi. Sebagai tempat berlindung, kepiting akan lebih tertarik masuk ke bubu rakkang dikarenakan terdapatnya umpan sebagai makanan dari kepiting bakau yang ada dalam bubu rakkang. Menurut Martasuganda (2003), proses ikan, kepiting atau udang terperangkap ke dalam bubu kemungkinan dikarenakan beberapa faktor, diantaranya mencari makan atau dalam perjalanan berpindah tempat, mencium bau umpan, mendekat atau menuju ke arah datangnya bau umpan, menyentuh bubu, mencari jalan memasuki bubu, menemukan pintu masuk kemudian memasuki bubu (terperangkap).

Nilai signifikan dilihat dari rataan berat hasil tangkapan (P < 0,05 ), dimana lama perendaman berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat hasil tangkapan kepiting bakau (S. serrata). Hasil analisis lanjut uji Duncan terdapat perbedaan terhadap hasil tangkapan kepiting bakau, pada perlakuan 4 jam memberikan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan 2 jam dan 6 jam. Pada Tabel 3, hasil tangkapan kepiting bakau (S. serrata) pada lama perendaman 2 jam memiliki rataan berat sebesar 74,00, lama perendaman 4 jam rataan berat sebesar 854,00 dan lama perendaman 6 jam rataan berat sebesar 198,00. Berdasarkan pengamatan bahwa hasil tangkapan kepiting bakau (S. serrata) dengan jumlah dan berat mempengaruhi hasil tangkapan dari bubu rakkang.

Tingkat keberhasilan waktu penangkapan kepiting bakau (S. serrata) menggunakan bubu rakkang yang baik adalah saat air pasang karena kepiting akan keluar dari sarangnya dan bergerak untuk mencari makanan. Meskipun kepiting bakau dikenal dengan hewan nokturnal yang aktif mencari makan pada malam hari, namun berdasarkan hasil pengamatan tingkah lakunya, aktivitas kepiting bakau meningkat ketika pagi hari. Hal ini diduga karena berhubungan dengan proses pergantian air pada saat pagi hari. Kondisi air baru diduga merangsang kepiting bakau untuk bergerak lebih aktif (Susanto et al., 2014).

Berdasarkan pengamatan lokasi penelitian Parit IV merupakan lokasi yang jumlah hasil tangkapan lebih banyak atau tertinggi dari pada lokasi lain. Kondisi tersebut dikarenakan lokasi Parit IV banyak ditumbuhi pohon dan tanaman bakau seperti pohon pedada (Sonneratia caseolaris), nipah (Nypa fruricans), tumbuhan jeruju berduri (Acanthus ilicifolius) dan pandan berduri (Pandanus tectorius) serta merupakan habitat kepiting bakau (S. serrata). Menurut Iskandar (2013), banyaknya pohon bakau dapat meningkatkan populasi kepiting bakau. Hal ini dikarenakan akar-akar bakau menahan substrat berupa lumpur yang berasal dari muara sungai sehingga habitat seperti ini disukai oleh kepiting bakau.

Kordi (1997), pada umumnya kepiting banyak ditemukan di daerah hutan mangrove. Di indonesia jenis kepiting ini lebih dikenal dengan sebutan kepiting bakau atau mangrove crabs. Selain itu, Kasry (1996), menyatakan kepiting bakau beruaya dari perairan pantai ke perairan laut, kemudian induk dari anak-anaknya berusaha kembali ke perairan pantai, muara, sungai, atau daerah hutan mangrove untuk berlindung, mencari makan atau membesarkan diri. Hal inilah yang menyebabkan kepiting bakau (S. serrata)

Page 320: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

312 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

mudah ditemui di daerah hutan mangrove. Tidak hanya itu saja dari sebagian besar garis pesisir pantai Sumatera merupakan hutan mangrove. Hutan mangrove merupakan nama kolektif untuk vegetasi pohon yang menempati pantai berlumpur. Fauna dalam endapan berlumpur menunjukkan keragaman yang cukup besar. Mackinnon et al., (2000), hamparan lumpur merupakan daerah yang cocok untuk kepiting bakau. Hal ini sesuai dengan tipe perairan sungai Pemusiran yang merupakan hutan mangrove dengan tipe substrat berlumpur.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan hasil tangkapan kepiting bakau (S.

serrata) dengan perbedaan lama perendaman 2 jam, 4 jam dan 6 jam memiliki hasil tangkapan yang bervariasi antara ukuran, berat (gr), jumlah (ekor), lebar karapas (mm) dan panjang karapas (mm) kepiting yang tertangkap. Hasil penelitian didapatkan perlakuan lama perendaman yang berbeda berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan. Perlakuan lama perendaman 4 jam memberikan hasil yang berbeda nyata dengan hasil tangkapan yang optimal berupa berat 4.270 gr dan jumlah 12 ekor.

SARAN

Dalam penelitian ini lama waktu perendaman yang optimal bagi Nelayan Desa

Pemusiran untuk melakukan penangkapan kepiting bakau (S. serrata) di Perairan Sungai Pemusiran menggunakan alat tangkap bubu lipat dengan lama perendaman 4 jam serta memperhatikan kondisi pasang perairan

DAFTAR PUSTAKA

Adlina, N., Fitri, A. D. P., Yulianto, T. 2014. Perbedaan Umpan Dan Kedalaman Perairan

Pada Bubu Terhadap Hasil Tangkapan Rajungan (Portunus pelagicus) Di Perairan Betahwalang, Demak. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology, (2), 19–27.

Ariyasmanto. 2015. Kecamatan Nipah Panjang Dalam Angka 2017. Bps Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Fujaya, Y., S. Alamsyah, L., Fudjaja, N. dan Alam. 2012. Budidaya dan Bisnis Kepiting Lunak. Brilian In ternasional. Surabaya. 113.

Hafinuddin, Saputra, I., dan Mahendra. 2016. Lama Peredaman Perangkap Lipat Yang Efektif Untuk Penangkapan Kepiting Bakau ( Scylla spp.). Jurnal Perikanan Tropis, (3), 131–138.

Hanafiah, K. A., 1993. Rancangan Percobaan, Teori dan Aplikasi, Edisi Revisi. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya Palembang. PT. Raja Grafinda Persada. Jakarta.

Iskandar, D. 2013. Pengaruh Penggunaan Bentuk Escape Vent yang Berbeda pada Bubu Lipat terhadap Hasil Tangkapan Kepiting Bakau. Jurnal Saintek Perikanan. 8 (1),13–18.

Kasry, A. 1996. Budidaya Kepiting Bakau dan Biologi Ringkasan. Penerbit Bharata. Jakarta.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2016. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) Dari Wilayah Negara Republik Indonesia, 1–8.

Page 321: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

313 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Kordi, G. H. 1997. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng di Tambak Sistim Polikatur. Dahara Press. Semarang.

Larosa, R., Hendrato, B., dan Nitisupardjo, M. 2013. Identifikasi Sumberdaya Kepiting Bakau (Scylla sp.) yang Didaratkan di TPI Kabupaten Tapanuli Tengah. Journal of Management of Aquatic Resources (2), 180–189.

Mackinnon, K., Hatta, G., dan Halim, H. 2000. Ekologi Kelautan. Halindu Press. Jakarta. Moosa, M. K., Aswandy, I., Dan Kasry. 1985. Kepiting Bakau – Scylla Serrata (Forskal)

Dari Perairan Indonesia. LON-LIPI. Jakarta. 18. Onyango, S. D. 2002. The breeding cycle of Scylla serrata (Forskål, 1755) at Ramisi River

estuary, Kenya.Wetlands Ecology and Management (10), 257–263 Rangka N. A. 2007. Status Usaha Kepiting Bakau Ditinjau dari Aspek Peluang dan

Prospeknya. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Neptunus (14) No. 1. Sudirman dan Mallawa, A. 2000. Teknik Penangkapan Ikan. Rineka Cipta. Jakarta. Susanto, A., Irnawati, R., dan Yuliyanti, D. 2014. Perbedaan Jenis Umpan Dan Waktu

Penangkapan Kepiting Bakau (Scylla Serrata) Dengan Bubu Lipat. Jurnal Perikanan Dan Kelautan, 4(4), 221–228.

Tiku, M. 2004. Pengaruh Jenis Umpan dan Waktu Pengoperasian Bubu Lipat Terhadap Hasil Tangkapan Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Kecamatan Kubu Kabupaten Pontianak Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 90.

Von Brandt, A. 2005. Classification Of Fishing Gear. In Kristjonsson (Ed), Modern Fishing Gear Of The World. Fishing News (Books) Ltd. London.

Wijaya, N. I., Yulianda, F., Boer, M., dan Juwana, S. 2010. Biologi Populasi Kepiting Bakau (Scylla serrata F.) di Habitat Magrove Taman Nasional Kutai Kabupaten Kutai Timur. Jurnal Oseanografi dan Limnologi di Indonesia. (3), 443–461.

Page 322: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

314 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PADA PELAYANAN PENERBITAN SURAT PERSETUJUAN BERLAYAR KAPAL PERIKANAN DI

PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

Rahel Angel R. Silaban, Syaifuddin, Jonny Zain

[email protected]

ABSTRAK

Salah satu pelayanan publik di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap adalah penerbitan surat persetujuan berlayar (SPB). SPB harus dimiliki oleh kapal perikanan sebagai persyaratan untuk melakukan aktivitas penangkapan. Pelayanan publik harus dilaksanakan dengan menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelayanan SPB telah menerapkan SOP atau tidak dan mengetahui tingkat kualitas pelayanan penerbitan SPB dengan menggunakan konsep Sevqual. Penelitian ini telah dilakukan di Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap menggunakan metode survey dengan cara membagikan kuesioner kepada 43 responden. Jawaban responden melalui kuesioner yang dibagi peneliti akan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelayanan SPB telah menerapkan SOP sebesar 98,62% dan kualitas pelayanannya sebesar 99,46% atau tergolong sangat baik. Kata kunci: Surat Persetujuan Berlayar, Standar Operasional Prosedur, Kualitas Pelayanan, Pelabuhan Perikanan, Kapal Perikanan.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu pelayanan publik yang dilaksanakan di pelabuhan perikanan seperti yang tertulis dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan NO : 32/PERMEN-KP/2014 adalah pelayanan penerbitan SPB yang harus dilaksanakan sesuai dengan standar yang berlaku di lingkungan KKP RI (Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia).Banyaknya Surat Persetujuan Berlayar (SPB) yang telah diterbitkan oleh PPS Cilacap pada tahun 2014-2015 adalah sebanyak 2.871 dokumen dan jumlah dokumen kedatangan kapal sebanyak 90.285 dokumen (Laporan Tahunan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap, 2016). Jumlah SPB yang telahditerbitkan sebelumnya dan jumlah kedatangan kapal yang cukup besar menunjukkan bahwa pelayanan SPB merupakan pelayanan yang aktif dengan jumlah kunjungan kapal yang meningkat.

Dalam proses penerbitannya, pelayanan penerbitan SPB terdiri atas beberapa tahap yang melibatkan Nahkoda/ Pemohon SPB dan juga para petugas pelayanan dengan waktu yang bervariasi setiap tahapnya. Oleh karena itu, SOP perlu dilaksanakan untuk mendukung kelancaran pelaksanaan pelayanan SPB danmengoptimalkan waktu pelayanan serta menetapkan secara pasti tanggung jawab masing-masing petugas pelayanan.

Menurut Fatimah (2015), tujuan SOP dibuat pada dasarnya untuk memberikan panduan atau pedoman agar suatu kegiatan dapat terkontrol, diantaranya yaitu memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab setiap unit kerja dan menghindari kesalahan-kesalahan selama pelayanan.SOP diperlukan untuk menghindari missed komunikasi, dan memastikan estimasi waktu yang dibutuhkan dalam melakukan kegiatan pelayanan sehingga kegitan pelayanan dapat berjalan dengan baik dan tepat waktu.

Menurut UU Nomor 17 tahun 2008, SPB diterbitkan dengan tujuan sebagai kontrol pemerintah untuk menjamin keselamatan operasional kapal perikanan sebagai wujud dari

Page 323: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

315 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

pelaksanaan tugas Syahbandar dalam rangka melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran termasuk pengawasan dan penegakan hukum di bidang angkutan perairan, kepelabuhanan dan perlindungan lingkungan maritim dipelabuhan.SPB sebagai salah satu dokumen yang wajib dimiliki kapal perikanan yang akan berlayar tentu menjadi salah satu kegiatan pelayanan wajib dilaksanakan di PPS Cilacap.

Pelayanan SPB di PPS Cilacap telah disertai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) khusus maka untuk mengetahui bagaimanapenerapan SOP pada pelayanan penerbitan SPB perlu dilakukan analisa lebih dalam.

Rumusan Masalah

Pelayanan Penerbitan SPB di PPS Cilacap sudah dilengkapi dengan SOP khusus Pelayanan Penerbitan SPB akan tetapi belum diketahui apakah SOP tersebut telah diterapkan secara praktis dan sudah sejauh mana penerapannya.Hal lain yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah pelayanan SPB yang dilakukan oleh PPS Cilacap belum diketahui bagaimana kualitasnya khususnya bagi para Nahkoda, Pemilik Kapal atau Pemohon SPB. Kualitas pelayanan perlu diketahui untuk memperbaiki kinerja dalam pelayanan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah PPS Cilacap telah menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam kegiatan pelayanan di PPSCilacap khususnya penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) untuk mengurangi tingkat kelalaian dan meningkatkan efisiensi pelayanan sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor : 32/PERMEN-KP/2014 tanggal 13 Agustus 2014 dan mengetahui bagaimana kualitas pelayanan penerbitan SPB di PPS Cilacap.

Manfaat yang didapat dari penelitian ini yaitu mahasiswa dapat mengetahui pentingnya SOP dalam pelayanan di PelabuhanPerikanan khususnya pada penerbitan SPB sebagai acuan bagi para pegawai dalammelakukan tugas dan membantu mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan serta memastikan pelaksanaan dan pembagian tugas telah berjalan dengan baik.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PPS Cilacap pada 25 Februari-5 Maret 2018.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah lembaran Standar Operasional

Prosedur (SOP) pengurusan SPB di PPS Cilacap dan kuesioner yang dibagikan kepada petugas pelayanan pengurusan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) dan Nahkoda/Nelayan/Pemohon SPB yang menerima pelayanan untuk mencatat hasil wawancara dan penilaian yang berkaitan dengan judul penelitian. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah laptop, alat tulis, buku catatan, kamera handphone dan stopwatch.

Page 324: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

316 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei yaitu dengan melakukan pengamatan dan pengumpulan informasi langsung di PPS Cilacap tentang penerapan SOP pada pelayanan penerbitan SPB di PPS Cilacap. Analisis Data

Analisis dilakukan secara deskriptif berupa penyajian datamenggunakan kuesioner

melalui perhitungan dalam bentuk persentase. 1. Penerapan SOP pada pelayanan SPB dapat diketahui dengan menggunakan kuesioner

yang terdiri atas 12 butir pernyataan yang dilengkapi dengan dua pilihan jawaban yaitu YA dan TIDAK. Pernyataan dibuat berdasarkan SOP pelayanan SPB PPS Cilacap tahun 2013 dengan tujuan mengetahui apakah pelayanan penerbitan SPB di PPS Cilacap sudah sesuai dengan SOP atau tidak. Pernyataan diukur dengan menggunakan Skala Guttman dengan bobot skor seperti pada tabelberikut :

Tabel 1. Bobot Skor SkalaGuttman Skor Kategori Jawaban 0 Ya 1 Tidak

2. Penilaian kualitas pelayanan(service quality) penerbitan SPB di PPS Cilacap.

Kuesioner ini terdiri dari 14 buah pertanyaan dan lima pilihan jawaban yaitu Sangat Tidak Baik (STB), Tidak Baik (TB), Cukup Baik (CB), Baik (B) dan Sangat Baik (SB), Masing-masing jawaban memiliki bobot skor berbeda sesuai dengan ketentuan penggunaan Skala Likert.

Tabel 2. Bobot Skala Likert

Skala Kategori Keterangan 1 SB Sangat Baik 2 B Baik 3 CB Cukup Baik 4 TB Tidak Baik 5 STB Sangat Tidak Baik

Pertanyaan dibuat berdasarkan konsep SERVQUAL menurut Zeithaml,

Parasuraman dan L. Berry (1980) yang terdiri atas lima dimensi utama yaitu :tangible(wujud/ bukti nyata), reliability (kehandalan),responsiveness (ketanggapan), assurance (jaminan) dan emphaty (empati). Lima dimensi ini akan dikembangkan menjadi 14 pertanyaan untuk menilai kualitas pelayanan penerbitan SPB yang dilakukan di PPS Cilacap.

Validasi Data Untuk memperoleh validitas instrumen digunakan Koefisien Resprodusibilitas (Kr) dan Koefisien Skalabilitas (Ks).Perhitungan Kr dan Ks secara manual dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut. Rumus untuk menghitung Koefisien Reprodusibilitas (Kr) : 𝐾𝑟=1−𝑒/𝑛 Kr : Koefisien reprodusibilitas

Page 325: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

317 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

e : Jumlah kesalahan (error) n : Jumlah pertanyaan x JumlahResponden (X) Rumus untuk menghitung KoefisienSkalabilitas (Ks) 𝐾𝑠=1−𝑒/(𝑛−𝑇𝑛) Dimana : Ks : Koefisien Skalabilitas e : Jumlah kesalahan (error) c: 0,5 (kemungkinan mendapatkan jawaban yang benar) n : Jumlah pertanyaan x Jumlah Responden (X) Tn : Jumlah pilihan jawaban

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum PPS Cilacap

PelabuhanPerikanan Samudera Cilacap (PPS Cilacap) secarageografis terletak di Desa Tegalkamulyan, Kecamatan Cilacap Selatan, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah.Tugas pokok dan fungsi pelabuhan sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: PER.20/MEN/2014 tanggal 16 Mei 2014, Pelabuhan Perikanan merupakan pendukung kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan dan pemasaran. Pelabuhan perikanan dalam mengemban tugasnya melaksanakan fungsi pemerintahan dan fungsi pengusahaan.

Struktur Organisasi PPS Cilacap

Susunan dan tata kerja Pelabuhan Perikanan ditetapkan berdasarkan Peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 20/PERMEN-KP/2014 tanggal 16 Mei 2014. PPS Cilacap memiliki struktur oranisasi yang terdiri dari : 1. Kepala Pelabuhan 2. Kepala Bagian Tata Usaha 3. Kepala Sub Bagian Umum 4. Kepala Sub Bagian Keuangan 5. Kepala Bidang Operasional PelabuhanKesyahbandaran 6. KepalaSeksi Kesyahbandaran 7. Kepala Seksi Operasional Pelabuhan 8. Kepala Bidang Tata Kelola dan Prasarana 9. Kepala Seksi Tata Kelola Sarana dan Prasarana 10. Kepala Seksi Pelayanan Usaha 11. Kelompok JabatanFungsional

Surat Persetujuan Berlayar

Surat Persetujuan Berlayar (SPB) adalah salah satu dokumen kapal perikanan yang

wajib dibawa pada saat kapal akan berlayar. Menurut Peraturan Menteri Perhubungan No 01 Tahun 2010 tentang tata cara penerbitan surat persetujuan berlayar, SPB dikeluarkan Syahbandar setelah kapal memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal dan kewajiban lainnya baik bagi kapal yang menempuh jarak dekat maupun jauh. SPB diterbitkan sebagai kontrol pemerintah untuk menjamin keselamatan operasional kapal perikanan dengan memenuhi persyaratan berikut :

Page 326: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

318 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

• Persyaratan administratif • Persyaratan teknis • Persyaratan nautis

Pada SPB berisi identitas kapal, bendera kebangsaan, nama nahkoda, dari mana kapal akan bertolak, jumlah ABK, daerah penangkapan tujuan dan alat tangkap yang digunakan. Pelayanan Surat Persetujuan Berlayar

Pelayanan SPB di PPS Cilacap dilakukan di pos pelayanan terpadu. Pengurusan

dilakukan melalui loket PNBP untuk membayar jasa tambat labuh, kemudian ke loket PSDKP (Pengawasan Sumberdaya kelautan dan Perikanan) untuk mengurus SLO (Surat Laik Operasi), Kamla (Keamanan Laut) yang terdiri dari TNI AL dan Polair untuk mengisi identitas kapal pada buku lapor kedatangan kapal, dilanjutkan ke kantor kesehatan pelabuhan untuk memeriksa status kesehatan nahkoda dan kapal, setelah itu SPB akan dilanjutkan pengurusannya kepada Syahbandar.

Untukpenerbitan SPB, Pemohon harus mengisi surat permohonan dan melampirkan semua dokumen yang menjadi persyaratan seperti : • Surat pernyataan nahkoda • Tanda bukti pembayaran jasa kepelabuhanan • SLO • Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangandan Keberangkatan Kapal (STBLKK) • Buku kesehatan (health book) • Daftar ABK • Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) • Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) • Pas tahunan • Surat Kecakapan Nahkoda • Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan Kapal

Setelah semua berkas diperiksa maka akan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik kapal menggunakan form checklist untuk memeriksa kesesuaian pada dokumen dengan yang ada pada kapal secara langsung. Setelah semua pemeriksaan selesai maka SPB akan diterbitkan oleh Syahbandar dan berlaku selama 1 x 24 jam di kolam pelabuhan. Dokumen Persyaratan Penerbitan SPB

Didalam pengajuan Penerbitan SPB memiliki beberapa persyaratan yang harus

dilengkapi oleh pemohon, yang akan dijabarkan sebagai berikut : • Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), secara umum memuat informasi identitas

perusahaan, identitas kapal, jenis kapal/ alat penangkapan ikan, spesifkasi kapal,daerah penangkapan dan pelabuhan penangkapan serta masa berlaku surat izin tersebut.

• Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), secara umum memuat informasi identitas perusahaan, jenis kegiatan, kapal dan daerah usaha (jenis, ukuran, dan jumlah, daerah penangkapan, pelabuhan pangkalan, pelabuhan muat/singgah) dan masa berlaku surat tersebut

• Surat Izin Laik Operasi (SLO), secara umum memuat informasi bahwa kapal dinyatakan laik untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan (Laiktangkap). Dalam SLO tercantum identitas perusahaan, kapal (nama, jenis, ukuran), nomor dan masa berlaku SIPI.

Page 327: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

319 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

• Surat Tanda Bukti Lapor Kedatangan dan KeberangkatanKapal (STBLKK), secara umum memuat informasi tentang kedatangan dan rencana keberangkatan kapal sehingga lalu lintas pergerakan kapal di kolam pelabuhan terpantau. STBLKK berisi informasi seperti: identitas perusahaan, identitas kapal, alat penangkapan ikan, tanggal keberangkatan kapal, jumlah awak kapal, dan nahkoda kapal.

• Pas Tahunan merupakan surat tanda kebangsaan kapal yang terbagi atas dua macam yaitu:Pas Kecil diperuntukkan bagi kapal berukuran < 7 GT yang dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten PasBesar diperuntukkan bagi kapal berukuran >7 GT yang dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan

• Surat Keterangan Kecakapan Nahkoda yaitu suratyang dikeluarkan oleh Departemen Perhubungan yangmenerangkan bahwa Nahkoda sesuai dengan identitas yang tertera pada surat tersebut telah dinyatakan lulus kompetensi dan telah menguasai cara membawa kapal berlayar dengan batasan sesuai GT kapal dan jarak pelayaran yang diijinkan/ tertulis pada surat tersebut

• Sertifikat Kelaikan dan Pengawakan Kapal Penangkap Ikan yaitu sertifikat yang dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan yang menyatakan bahwa kapal sudah diperiksa sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan aturan kelaikan kapal yang berlaku dan aturan perundangan lainnya yang terkait kepada kelaikan dan pengawakan kapal perikanan.

• Buku Kesehatan (Health Book) yaitu buku yang berisi status kesehatan kapal dan juga Nahkoda yang telah diperiksa oleh bagian Kesehatan Pelabuhan.

Standar Operasional Prosedur Pelayanan SPB

Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah dokumen yang berkaitan dengan prosedur yang dilakukan secara kronologisuntukmenyelesaikansuatu pekerjaanyang bertujuan untuk memperoleh hasil kerja yang paling efektif dari para pekerja dengan biaya serendah–rendahnya. SOP terdiri dari manfaat, kapan dibuat atau direvisi, metode penulisan prosedur, serta dilengkapi oleh bagan flowchart di bagian akhir.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 43.PERMEN-KP/2015, Pelabuhan perikanan berada di bawah lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)dalam setiappelaksanaan pelayanan publik termasuk pelayanan SPB harus menggunakan Standar Operasional Prosedur Kementerian Kelautan dan Perikanan (SOP KKP) sebagai aturan standar untuk melaksanakan pelayanan yang ada. Penerapan SOP Pelayanan SPB

Standar Operasional Prosedur (SOP) yang digunakan untuk pelayanan penerbitan

SPB di PPS Cilacap merupakan SOP yang dibuat pada tanggal 4 Desember 2012, mulai efektif dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 2013 dan telah disahkan oleh Direktur Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap Ir. Tyas Budiman, M.M. Pada SOP tercantum dasar hukum yaitu : • Undang-undang No 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

31Tahun 2004 tentang Perikanan • Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : PER.29/MEN/2010 tentang

PerubahanKedua Atas Peraturan Menteri Nomor PER.06/MEN/2006 tentang Organisasi dan Tata KerjaPelabuhan Perikanan

• Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.08/MEN/2012 tentang KepelabuhanPerikanan

Page 328: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

320 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Lembar kedua SOP berisi uraian kegiatan pelayanan penerbitan SPB beserta pelaksana pelayanan, kelengkapan dan waktu pelayanan. Setiap uraian kegiatan dilengkapi dengan simbol/ flowchart untuk memudahkan pehamaman setiap langkah atau proses kerja yang dilakukan.

Berdasarkan SOP pelayanan penerbitan SPB estimasi waktu yang dibutuhkan untuk menerbitkan satu dokumen SPB adalah 1 jam 30 menit. Pada praktik pelayanan penerbitan SPB secara real di PPS Cilacap uraian kegiatan yang tertulis di SOP sepenuhnya telah diterapkan namun, estimasi waktu dilapangan dapat berubah baik menjadi lebih cepat atau lebih lama dari waktu yang ditetapkan di SOP.

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa waktu pelayanan penerbitan SPB yang telah dilaksanakan di PPS Cilacap sebanyak 53,58 % lebih cepat dari waktu yang tertulis pada SOP, sebanyak 21,42 % telah sesuai dengan waktu pelayanan pada SOP sedangkan sisanya sebesar 25 % membutuhkan waktu pelayanan yang lebih banyak daripada waktu yang ditetapkan di SOP. Adanya pergeseran waktu pelayanan tersebut menjadi lebih lama dari ketetapan di SOP disebabkan oleh beberapa hal diantaranya, yaitu : • Nahkoda/ pemilik kapal/ pengurus kapal belum melengkapi dokumen atau surat-surat

yang menjadi persyaratan untuk mengurus SPB • Nahkoda/ pemilik kapal/ pengurus kapal belum membayar kewajiban seperti jasa

kebersihan kapal • Pada saat dilakukan pengecekan kelaikan kapal, adanya ketidaksesuaian identitas kapal

maupun ABK di lapangan dengan di dokumen kapal • Kapal belum dilengkapi dengan peralatan keselamatan seperti life jacket • Surat-surat kapal yang dilampirkan sebagai persyaratan mengurus SPB sudah lewat

masa berlakunya sehingga perlu diurus terlebih dahulu • Pada saat dilakukan pemeriksaan kapal secara langsung, ABK tidak berada ditempat

sehingga perlu dicari terlebih dahulu • Posisi tambat kapal yang sulit untuk dilalui sehingga petugas yang akan melakukan

pemeriksaan kapal secara langsung membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai di kapal

• Pada saat melakukan pelayanan terjadi pemadaman listrik ataupun bencana alam sehingga pelayanan penerbitan SPB terganggu.

• Waktu pelayanan penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) juga dapat mengalami pergeseran menjadi lebih cepat daripada estimasi waktu yang tertulis pada SOP. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

• Dokumen atau surat-surat kapal yang menjadi syarat untuk mengurus SPB telah dilengkapi oleh Nahkoda/ pemilik kapal/ pengurus kapal.

• Sikap petugas yang cermat dan cepat dalam memberikan pelayanan • Pada saat dilakukan pemeriksaan kapal secara langsung, kapal telah memenuhi kelaikan

kapal (laik laut, laik tangkap dan laik simpan) • Identitas dan jumlah ABK serta kelengkapan kapal lainnya telah sesuai dengan yang

tertulis dalam dokumen kapal • Posisi tambat kapal dekat dengan dermaga sehingga mudah dicapai oleh petugas yang

akan melakukan pemeriksaan kapal.

Page 329: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

321 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Hasil Survey Kuesioner Validasi Data

Data yang digunakan pada penelitian ini telah divalidasi menggunakan Skalo pada

spreadsheets Microsoft Excel (Lampiran 4) dan didapatkan nilai Kr>0,90 yaitu 0,97dan nilai Ks>0,60 yaitu 0,94sehingga data pada instrumen penelitian ini dinyatakan valid atau baik (Singarimbun, 2011). Penerapan Standar Operasional Prosedur

Berdasarkan perhitungan kuesioner telah didapatkan angka penerapan SOP pada

pelayanan penerbitan SPB adalah sebesar 98,62%. Penerapan SOP pada pelayanan SPB sebesar 98,62%, angka tersebut berada pada rentang 50 – 100% atau mendekati 100%. Menurut Sugiyono (2011), pada pengukuran menggunakan skala Guttman apabila angka pada rentang 50% sampai 100% maka pengukuran dianggap mendekati sesuai artinya pelayanan penerbitan SPB di PPS Cilacap telah sesuai dengan SOP dengan persentase kesesuaian penerapan SOP sebesar 98,62%.Besarnya persentase penerapan SOP Pelayanan SPB di PPS Cilacap menunjukkan bahwa pada praktiknya, pelayanan SPB di PPS Cilacap telah dilaksanakan sesuai dengan SOP.

Hal tersebut juga diketahui berdasarkan pengamatan langsung terhadap proses pelayanan penerbitan SPB yang telah dilaksanakan di PPS Cilacap. Pelayanan penerbitan SPB dilaksanakan oleh Syahbandar, Teknisi kelaikan alat penangkap ikan dan Teknisi kelaikan kapal perikanan kepada Nahkoda/ Pemilik kapal/ Pengurus kapal. Urutan kegiatan yang dilakukan pada pelayanan SPB dimulai dari pengajuan permohonan penerbitan SPB oleh Nahkoda/ Pemilik kapal/ Pengurus kapal sampai dengan urutan kegiatan yang terakhir yaitu Nahkoda menerima lembar SPB dari Syahbandar sepenuhnya telah dilaksanakan di PPS Cilacap sesuai dengan ketentuan yang ada pada SOP. Kualitas Pelayanan

Pelayanan penerbitan SPB dapat dikatakan berkualitas maupun tidak didasarkan

pada penilaian atas pelayanan yang telah diberikan. Untuk mengetahui kualitas pelayanan penerbitan SPB di PPS Cilacap telah dilakukan penilaian terhadap pelayanan yang diberikan oleh PPS Cilacap dengan menggunakan metode SERVQUAL (Zeithaml, 1990) berdasarkan lima dimensi pelayanan.Didapatkan angka kualitaspelayanan (service quality) penerbitan SPB di PPS Cilacap yaitu sebesar 213,8571 atau 99,46% berada pada rentang 172 sampai 215atau B (Baik) sampai SB (Sangat Baik). Maka dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan penerbitan SPB di PPS Cilacap termasuk dalam kategori mendekati SB (Sangat Baik).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) merupakan salah satu pelayanan

yang aktif dan wajib dilaksanakan di PPS Cilacap sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan NO 3/PERMEN-KP/2013 dan UU Nomor 17 tahun 2018 untuk menjamin keselamatan operasional kapal perikanan sebagai wujud dari pelaksanaan tugas Syahbandar dalam rangka melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran termasuk pengawasan dan penegakan hukum dibidang angkutan perairan, kepelabuhanan

Page 330: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

322 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

dan perlindungan lingkungan maritim di pelabuhan.SOP yang digunakan pada pelayanan penerbitan SPB merupakan SOP KKP (Standar Operasional Prosedur Kementerian Kelautan dan Perikanan) sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan NO 43/PERMEN-KP/2015.

Pelayanan penerbitan SPB telah dilaksanakan sesuai dengan SOP sebesar 98,62% .Kualitas pelayanan (Service quality) pada pelayanan penerbitan SPB kapal perikanan di PPS Cilacap termasuk dalam kategori mendekati sangat baik yaitu sebesar 99,46%. Artinya, pelayanan penerbitan SPB di PPS Cilacap telah memenuhi dimensi utama dalam pelayanan yaitu: tangible (wujud/ bukti nyata), reliability(kehandalan), responsiveness (ketanggapan), assurance (jaminan) dan emphaty (empati) dengan baik. Saran

Pelayanan penerbitan SPB kapal perikanan di PPS Cilacap sebaiknya tetap

menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai panduan dalam melaksanakan pelayanan.Disarankan kepada Nahkoda/ ABK/ Pemilik Kapal untuk membantu kelancaran atau mengoptimalkan waktu pelayanan penerbitan SPB di PPS Cilacap dengan cara melengkapi dokumen persyaratan pengurusan SPB, membayar kewajiban/ jasa kebersihan kapal, memperpanjang surat-surat kapal yang sudah melawati masa berlaku, melengkapi kapal dengan alat keselamatan dan menambat kapal di tempat yang mudah dijangkau oleh petugas saat akan melakukan pengecekan langsung diatas kapal.

DAFTAR PUSTAKA

A.B. Auliya, Solihin. 2016. Kepuasan Nelayan Terhadap Pelayanan Pelabuhan Perikanan

Nusantara (PPN) Kejawanan Cirebon.Journal Fisheries Science. 7: 33- 43.

Abdi, Usman Rianse. 2008. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi :Teori dan Aplikasi. Bandung:Alfabeta.

Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Bakhtiar, A., Susantie.A., Massay. F. 2010. Analisis Kualitas Pelayanan yang Berpengaruh

Terhadap Kepuasan Pelanggan Menggunakan MetodeServqual dan Metode Kano. Jurnal J@ti Undip.5:77-86.

Direktorat Jendral Perikanan Tangkap. 2015. Gambar Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap.

Fatimah, E.N., Jenar, A.Arditya, P.Alviani, 2015. Strategi Pintar Menyusun SOP (Standard Operating Procedure), Yogyakarta: Penerbit Pustaka Baru Press.

Hardiansyah .2011.Kualitas Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gava Media. Insani. 2010. Standar Operasional Prosedur (SOP) sebagai pedoman pelaksanaan

administrasi perkantoran dalam rangka peningkatan pelayanan dan kinerja organisasi pemerintah. Jurnal Standar Operasional Prosedur.Bandung : Galeri Ciubuleut Hotel.

Jones, G. R. 2012. Organiational Theory. Text and Cases.Third Edtion.New Jers,. America: Prentice Hall International,Inc.

Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia KEP.01/MEN- KP/KP.430/IV/2016 Tentang Pengangkatan Kepala Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap.

Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Salemba Empat. Jakarta. 38 hal.

Page 331: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS

323 Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK UNRI 2018

Laporan Tahunan Statistik PPSC. 2017. Laporan Tahunan Statistik PPS Cilacap 2017. Dinas Jendral Perikanan Tangkap. Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap

Lukman, Sampara. 1999. Manajemen Kualitas Pelayanan. Jakarta: STIA LAN Press. Mandala, E., Setyadiharja. R. 2016. Implementasi Kebijakan Tentang Penerbitan Surat

Persetujuan Berlayar (SPB). Jurnal Ilmu Pemerintahan. 1:248-265. Moekijat, 2008.Manajemen Personaliadan Sumber Daya Manusia.Bandung : CV

MandarMaju. Parasuraman, Zeithaml and Berry. 1988. SERVQUAL: A Multiple-Item Scale

forMeasuring Customer Perceptions of Service Quality. Journal of Retailing. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.16/Men/2006

Tentang Kepelabuhanan Perikanan. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.3/Men/2013

Tentang Surat Persetujuan Berlayar. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.13/Men/2013

Tentang Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.18/Men/2010

Tentang Logbook Penangkapan Ikan

Page 332: Prosiding Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan Ke-7 FPK ...KARAKTERISTIK KANDUNGAN GIZI PROTEIN IKAN GABUS (Channa striata) ... TERHADAP PARAMETER FISIKA DAN PERTUMBUHAN IKAN GABUS