proposal kti revisi 15 des

18
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit merupakan lembaga yang menyediakan perawatan medis bagi orang sakit atau terluka dan merupakan tempat utama masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan dengan mutu yang baik dan menyediakan fasilitas yang memadai dengan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional. Menteri kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa perawat merupakan seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan undang-undangan yang berlaku. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DepKes RI) menyatakan bahwa perawat profesional adalah perawat yang bertanggung jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkerjasama dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya. Seorang perawat memiliki tugas antara lain; untuk memberikan asuhan keperawatan (care giver); menginterpretasikan berbagai informasi khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan serta melindungi hak-hak pasien (client advocate); membantu pasien dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan, gejala penyakit dan tindakan yang diberikan (educator); mengarahkan, merencanakan dan mengorganisasi pelayanan kesehatan yang akan diberikan (coordinator); mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang dibutuhkan melalui diskusi untuk penentuan bentuk pelayanan selanjutnya (collabolator); tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan (consultan). Perawat merupakan salah satu sumber daya terpenting untuk pelayanan kesehatan di rumah sakit. 1

Upload: priskavk

Post on 02-Dec-2015

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hhh

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Kti Revisi 15 Des

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan lembaga yang menyediakan perawatan medis bagi orang

sakit atau terluka dan merupakan tempat utama masyarakat untuk memperoleh pelayanan

kesehatan. Rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan dengan mutu yang baik dan

menyediakan fasilitas yang memadai dengan sumber daya manusia yang berkualitas dan

profesional. Menteri kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa perawat merupakan

seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai

dengan ketentuan undang-undangan yang berlaku. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia (DepKes RI) menyatakan bahwa perawat profesional adalah perawat yang

bertanggung jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan secara mandiri

dan atau berkerjasama dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya. Seorang

perawat memiliki tugas antara lain; untuk memberikan asuhan keperawatan (care giver);

menginterpretasikan berbagai informasi khususnya dalam pengambilan persetujuan atas

tindakan keperawatan serta melindungi hak-hak pasien (client advocate); membantu pasien

dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan, gejala penyakit dan tindakan yang diberikan

(educator); mengarahkan, merencanakan dan mengorganisasi pelayanan kesehatan yang akan

diberikan (coordinator); mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang dibutuhkan melalui

diskusi untuk penentuan bentuk pelayanan selanjutnya (collabolator); tempat konsultasi

terhadap masalah atau tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan (consultan). Perawat

merupakan salah satu sumber daya terpenting untuk pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Pelayanan rumah sakit terdiri dari pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Tugas

perawat di pelayanan rawat inap rumah sakit antara lain memberikan obat, membersihkan

luka pasien, evaluasi kondisi fisik pasien (tekanan darah, suhu, dll) dan evaluasi efek dari

obat yang diberikan pada pasien, merawat pasien, memberikan dukungan pada pasien dalam

upaya penyembuhan penyakit pasien, serta memberikan layanan penunjang medik

(mengantar pasien untuk pemeriksaan laboratorium, atau penunjang lainnya seperti rontgen).

Sedangkan, tugas perawat di pelayanan rawat jalan antara lain mendata pasien yang akan

berobat, membantu dokter menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan seperti jarum suntik,

menimbang berat badan pasien, memeriksa tekanan darah pasien, dan lain sebagainya.

Tuntuan tugas perawat baik di rawat inap maupun rawat jalan dapat menyebabkan kelelahan

fisik, emosi, mental yang disebut dengan gejala burnout. Cherniss (1980) menyatakan bahwa

burnout adalah penarikan diri secara psikologis dari pekerjaan yang dilakukan sebagai reaksi

atas stres dan ketidakpuasan terhadap situasi kerja yang berlebihan atau berkepanjangan.

Penelitian menyatakan bahwa perawat yang bekerja di rawat jalan 20% lebih sering

mengalami stres dibandingkan dengan rawat inap. Penelitian lain menunjukkan bahwa

1

Page 2: Proposal Kti Revisi 15 Des

perawat yang bertugas di ruang rawat jalan yang berusia 30-41 tahun lebih banyak

mengalami burnout. Kondisi tersebut karena adanya kejenuhan akan rutinitas pekerjaan.

Perawat perempuan lebih rentan mengalami burnout dibandingkan perawat laki-laki, hal ini

disebabkan karena perawat perempuan setelah pulang dari tempat bekerja harus mengurus

rumah tangga dan merawat anak-anaknya. Penelitian lain menunjukkan bahwa perawat

dengan jenjang pendidikan tinggi (S1) dan telah bekerja lebih dari sepuluh tahun lebih sering

dijumpai dengan gejalan burnout karena memiliki beban psikososial yang lebih tinggi.

Stres adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri yang akibatnya dapat

mengganggu keseimbangan manusia. National Institute for occupational safety and health

(NIOSH) melaporkan bahwa perawat adalah profesi yang berisiko sangat tinggi untuk

terjadinya stres. Sumber stres kerja pada perawat antara lain menghadapi kematian pasien,

konflik dengan dokter atau rekan sejawatnya, adanya kelelahan fisik, emosional dan mental

dalam menghadapi pasien dan keluarganya, beban kerja yang berlebih, gaji tidak sesuai, dan

kejenuhan dalam melakukan rutinitas. Penelitian menunjukkan bahwa 82% stres kerja pada

perawat karena beban kerja, 58% pemberian upah yang tidak adil, 52% kondisi kerja, dan

45% tidak diikutsertakan dalam pengambilan keputusan.

Perawat diharapkan mampu menyesuaikan diri dengan pekerjaannya, apabila seorang

perawat tidak dapat menyesuaikan diri dapat berdampak terjadinya gangguan mental

emosional. Penelitian menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional pada perawat

sebesar 17,7%. Penelitian oleh Etin Abdulrahman menyatakan bahwa terdapat 57,5% perawat

yang mengalami kecemasan. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyatakan

sebanyak 50,9 % perawat Indonesia mengalami stres akibat beban kerja yang terlalu tinggi.

Mereka sering merasa pusing, lelah, jantung berdebar, gangguan tidur, gangguan pencernaan,

dan lain sebagainya. Dampak psikopatologi akibat stres kerja pada seorang perawat dapat

berimplikasi pada kinerjanya seperti menjadi kurang ramah dalam memberikan pelayanan,

menjadi lambat dalam memberikan pelayanan, dan lain sebagainya sehingga dapat

menurunkan kualitas asuh keperawatan terhadap pasien. Melihat permasalahan tersebut dan

belum banyaknya penelitian mengenai stres kerja dan psikopatologi pada perawat rumah

sakit maka peneliti berminat membuat penelitian tentang hubungan antara stres kerja dengan

psikopatologi perawat di RS Atma Jaya.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian di atas rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana

hubungan antara stres kerja dengan psikopatologi pada perawat rawat inap dan rawat

jalan yang bertugas di RS Atma Jaya.

1.3. Hipotesis

Terdapat hubungan antara stres kerja dengan psikopatologi pada perawat rawat inap

dan rawat jalan yang bertugas di RS Atma Jaya.

2

Page 3: Proposal Kti Revisi 15 Des

1.4. Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara stres kerja dengan psikopatologi pada perawat

RS Atma Jaya.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengindetifikasi gambaran stres kerja pada perawat rawat jalan dan rawat

inap di RS Atma Jaya

2. Mengindetifikasi gambaran psikopatologi pada perawat rawat jalan dan

rawat inap di RS Atma Jaya.

3. Mengetahui hubungan antara stres kerja dengan psikopatologi pada

perawat rawat jalan dan rawat inap di RS Atma Jaya.

4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja pada

perawat RS Atma Jaya.

1.4 Manfaat

Manfaat penelitian ini dapat dilihat dalam berbagai aspek.

Dalam bidang pelayanan kesehatan, dengan mengetahui gambaran stres kerja dan

psikopatologi pada perawat rawat jalan dan rawat inap di RS Atma Jaya diharapkan

dapat mendeteksi dini perawat yang mengalami stres kerja sehingga gangguan mental

emosional yang terjadi dapat dicegah atau dapat diintervensi sedini mungkin.

Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi bagi

penelitian lain yang berkaitan dengan stres kerja dan psikopatologi pada perawat

rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit swasta.

3

Page 4: Proposal Kti Revisi 15 Des

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stres

2.1.1 Definisi Stres

National safety council Amerika Serikat menyatakan bahwa stres

merupakan ketidakmampuan dalam mengatasi ancaman yang dihadapi oleh

mental, fisik, emosional dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat

memengarui kesehatan fisik manusia. Lazarus dan Folkman (1984)

menyatakan bahwa stres merupakan hubungan antara individu dengan

lingkungan yang oleh individu dinilai membebani atau melebihi kekuatannya

serta mengancam kesehatannya. Robbins (2004) menyatakan stres kerja

merupakan beban kerja yang berlebihan, perasaan susah dan ketegangan

emosional yang menghambat tingkat kerja individu.

2.1.2 Klasifikasi Stres

Stres menurut penyebabnya terdiri atas stres fisik, stres kimiawi, stres

mikrobiologi, stres fisiologik, stres pertumbuhan dan perkembangan, dan stres

psikologis. Stres fisik merupakan stres yang disebabkan karena keadaan fisik

seperti temperatur yang sangat tinggi atau sangat rendah, suara bising, dan

tegangan arus listrik tinggi. Stres kimiawi seperti iritan yang membuat tubuh

menjadi tidak nyaman. Stres mikrobiologi seperti reaksi infeksi (virus, bakteri,

jamur) yang dapat menyebabkan perubahan pada metabolisme tubuh. Stres

fisiologik seperti pada perubahan fungsi dan struktur organ tubuh. Stres karena

proses pertumbuhan dan perkembangan seperti pubertas (menstruasi),

perkawinan, dan proses lanjut usia. Stres psikis dan emosional (psikologik)

adalah stres yang disebabkan karena ketidakmapuan kondisi psikologis untuk

menyesuaikan diri untuk hubungan interpersonel atau sosial budaya. Stres

psikologik dapat disebabkan oleh frustasi, konflik, tekanan dan krisis.

Stres menurut sifatnya terdiri atas eustres dan distres. Eustres

merupakan hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan

konstruktif (membangun). Seseorang dengan eustres dapat berdampak pada

kesejahteraan individu. Distres merupakan hasil respon terhadap stres yang

bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (merusak). Seseorang dengan

distres berdampak pada individu seperti penyakit kardiovaskuler. Distres

sering dihubungkan dengan keadaan sakit, penurunan dan kematian.

4

Page 5: Proposal Kti Revisi 15 Des

2.1.3 Patofisiologi Stres

Dalam tubuh manusia terdapat mekanisme fisiologis terhadap stres

yang diawali dengan stresor. Individu dalam menghadapi stresor memerlukan

keseimbangan antara kepribadian, persepsi dan kemampuan menyesuaikan diri

terhadapat stresor agar tidak berdampak terbentuknya stres. Adanya stresor

dapat menstimulasi stres yang diawali dengan pembentukan dan pengeluaran

glukokortikokid (kortisol) yang dikontrol oleh jenjang sinyal saraf dan

endorin, yaitu serebrokorteks-hipotalamus-hipofisis-adenokorteks. Sinyal

serebrokorteks ke otak tengah dicetuskan di korteks serebrum oleh sinyal stres

misalnya nyeri, perdarahan, dan lainnya. Selanjutnya sinyal-sinyal stres ini

akan mencetuskan pembentukan pengeluaran corticotropin-releasing hormone

(CRH) (gambar 2.1). CRH ini disalurkan ke reseptor spesifik di membran sel

penghasil hormon adenokortikotropik (ACTH) di kelenjar hipofisis anterior.

Interaksi hormon-reseptor ini menyebabkan pelepasan ACTH ke dalam

sirkulasi sistemik yang akhirnya berinteraksi dengan reseptor spesifik untuk

ACTH di membran plasma sel di korteks adrenal (gambar 2.1). Pengaruh

trofik utama ACTH pada sintesis kortisol adalah pada tahap perubahan

kolesterol menjadi pregnolon yang merupakan asal hormon steroid adrenal.

Kortisol dikeluarkan dari korteks adrenal sebagai respon terhadap ACTH

(gambar 2.1). Kadar kortisol yang tinggi dalam darah dapat menekan sekresi

CRH dan ACTH dan sebaliknya kadar kortisol yang rendah akan merangsang

sekresi. Pada stres berat dan tidak mendapat terapi yang adekuat, sinyal umpan

balik negatif terhadap sekresi ACTH oleh kadar kortisol yang tinggi dalam

darah dikalahkan oleh aktivitas bagian aksis yang lebih tinggi yang diinduksi

stres bersangkutan.

5

Page 6: Proposal Kti Revisi 15 Des

Gambar 2.1 Jenjang sinyal saraf serebrokorteks-hipotalamus-hipofisis-

adenokorteks.

Manusia merupakan makhluk bio-psiko-sosial dan terdapat

keseimbangan antara kepribadian, persepsi, dan adaptasi. Jika keseimbangan

tersebut terganggu maka dapat menyebabkan gangguan mental emosional dan

perilaku, oleh karenanya diperlukan mekanisme adaptasi (koping) yang

merupakan cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah,

menyesuaikan diri dengan perubahan, dan respons terhadap situasi yang

mengancam. Penelitian menyebutkan terdapat berbagai jenis koping yang

sering dugunakan oleh perawat yaitu 45% control mechanism, 38% social

support, 30% symptom management mechanism dan 19% escape mechanism.

2.2 Stres Kerja

Stres kerja merupakan suatu perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam

menghadapi pekerjaan, yang disebabkan oleh stresor yang datang dari lingkungan

kerja seperti faktor lingkungan, organisasi, dan individu. National Institute for

occupational safety and health menyatakan bahwa stres kerja sebagai respon fisik dan

emosi yang muncul saat pra-syarat kerja tidak sesuai dengan kapasitas sumber daya

atau kebutuhan pekerja, dimana perawat merupakan profesi yang berisiko tinggi

terhadap stres kerja. Stres dapat menyebabkan timbulnya gangguan fisik, psikis dan

menurunkan produktivitas perawat yang dalam kenyataannya merupakan sumber daya

manusia terpenting dalam rumah sakit.

2.3 Faktor-faktor yang berperan (stresor) terjadinya stres kerja pada perawat RS

2.3.1 Faktor pekerjaan antara lain;

2.3.1.1 Sumber intrinsik pada pekerjaan meliputi; kondisi kerja yang kurang

menggunakan aktivitas fisik sehingga otot-otot menjadi tegang dan kaku;

kejenuhan yang terjadi karena melakukan pekerjaan rutinitas; beban kerja

berlebihan terjadi saat seorang perawat harus menuntaskan pekerjaan yang

melebihi kemampuannya dalam waktu kerja kurang; waktu kerja

berlebihan; risiko atau bahaya secara fisik dimana aktivitas kerja

membutuhkan tanggung jawab besar dan dapat mengancam keselamatan;

pengalaman bekerja kurang; dan masalah finansial yang terjadi saat adanya

hambatan dalam tercapainya kebutuhan atau keinginan karena keterbatasan

ekonomi. Penelitian tahun 2009 menyatakan bahwa ada hubungan antara

tingkat pendidikan yang tinggi dan lama bekerja perawat dengan kualitas

asuh keperawatannya dimana semakin tinggi pendidikan dan pengalaman

kerjanya asuhan keperawatan yang diberikan semakin baik.

6

Page 7: Proposal Kti Revisi 15 Des

2.3.1.2 Peran perawat: ketidakseimbangan antara tugas dengan kewajiban serta

adanya pengaruh dari nilai-nilai dalam diri individu atau keluarga dapat

menimbulkan terjadinya konflik peran; ketidakjelasan peran akan muncul

apabila individu tidak memahami dengan jelas ruang lingkup, tanggung

jawab, dan tujuan pelaksanaan tugas; beban peran berhubungan dengan

adanya tuntutan peran yang terlalu tinggi atau terlalu rendah yang tidak

sesuai dengan kedudukan atau jabatan; hilangnya kontrol dapat terjadi

ketika individu merasa tidak memiliki kontrol atas lingkungan kerja atau

kontrol atas sikap individu dalam melakukan pekerjaannya. Pada tahun

2011, terdapat penelitian yang menyatakan adanya hubungan yang

signifikan (40%) antara konflik peran ganda dan dukungan sosial terhadap

stress kerja

2.3.1.3 Perkembangan karir; kenaikan atau penurunan jabatan; tingkat keamanan

kerja yang kurang

2.3.1.4 Relasi di tempat kerja meliputi; bentuk pola hubungan antar rekan kerja,

atau dengan klien dengan konsumen. Hubungan yang kurang baik antar

kelompok kerja akan mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan individu

dan organisasi

2.3.1.5 Iklim kerja dan kondisi fisik lingkungan kerja meliputi; terlalu sedikit atau

bahkan tidak ada partisipasi dalam pembuatan keputusan/kebijakan dimana

perawat kesulitan menyampaikan ide, gagasan, atau pendapat dalam

masalah pekerjaan; polusi bahan kimia, penggunaaan asbes, polusi asap

rokok batu bara, dan kebisingan.

2.3.2 Stres yang berasal dari karakteristik perawat antara lain;

2.3.2.1 Faktor demografi: Umur dimana semakin tinggi usia (<50 tahun) kejadian

psikopatologi semakin banyak, jenis kelamin dimana perawat perempuan

lebih rentan mengalami stres dibanding perawat laki-laki karena

kepribadiannya yaitu dimana perawat laki-laki mempunyai kepribadian

lebih cuek, suku, status pernikahan, lama bekerja, dan pendidikan dimana

perawat yang memiliki tingkat pendidikan tinggi(S1) lebih berisiko

mengalami stres karena mengharapkan jabatan yang lebih tinggi

2.3.2.2 Faktor fisik yaitu penyakit tahunan (hipertensi, diabetes, dan lain

sebagainya)

2.3.2.3 Faktor psikologis: coping mechanism, kepribadian, citra diri. Penelitian

tahun 2010 menyatakan ada hubungan yang signifikan anatar temperamen

perawat dengan derajat stres kerjanya, dimana perawat dengan kepribadian

sanguin mempunyai derajat stres kerja yang paling tinggi dan perawat

dengan kepribadian koleris mempunyai derajat stres yang paling rendah.

7

Page 8: Proposal Kti Revisi 15 Des

2.3.2.4 Faktor sosial yaitu dukungan keluarga dan dukungan pasangan yang

menurut Cassel dan Cob bila diberikan secara konsisten mampu

meningkatkan kesehatan psikis dan melindungi psikis dalam kondisi stres

dan status ekonomi dimana gaji yang tidak sesuai dan kurang untuk

mencukupi kebutuhan.

2.4 Stres Kerja dan Psikopatologi Perawat Rumah Sakit

Seorang perawat dengan stres kerja dapat menimbulkan beberapa keadaan

patologis, antara lain fisik dan emosi yang manifestasinya dapat berdampak di tempat

kerjanya. Gejala emosi yang timbul seperti bingung, cemas dan sedih, merasa tidak

berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, tidak menarik, kehilangan semangat, sulit

konsentrasi, sulit berpikir jernih, sulit membuat keputusan, hilangnya kreativitas,

hilangnya gairah dalam penampilan dan terhadap orang lain. Seseorang dengan stres

kerja dapat berdampak pada pekerjaannya antara lain kepuasan kerja rendah, kinerja

menurun, semangat dan energi menurun, komunikasi terbatas, pengambilan keputusan

buruk, kreativitas dan inovasi berkurang, dan hanya mampu dengan tugas-tugas

rutinitas. Penelitian menunjukkan sebesar 86,2% perawat memiliki keluhan emosional

74,2% , dengan keluhan fisik dan 20,1% bermanisfestasi di tempat kerja. Penelitian

lain menunjukkan bahwa perawat dengan stres kerja sering dijumpai 52% sakit

kepala, 48% merasa tidak berguna, 43% mudah marah, 38% kelelahan dan interaksi

menjadi buruk, 24% kehilangan konsentrasi dan denyut jantung meningkat, 19%

menjadi mudah bosan. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa kecenderungan

psikopatologi yang timbul adalah 58% mengalami mental emosional disorder, 36%

psycotism, 33% somatisation dan paranoid symptoms, dan 29% obsessive-compulsive.

Stres kerja pada seseorang dapat berlanjut menjadi psikopatologis dan dapat

berimplikasi pada menurunnya kinerja yang membuat ketidaknyaman terhadap pasien

yang dirinya bertambah.

Penentu adanya stres kerja pada perawat dapat dilakukan dengan banyak cara.

Instrumen Survey Diagnosis Stress (SDS-30)merupakan salah satu instrumen yang

dapat digunakan untuk membantu menilai ada/tidaknya stres dan stresor kerja pada

perawat. Instrumen itu merupakan kuesioner berskala nilai berbentuk self rating/self

report, dengan 30 butir pertanyaan atau pernyataan.

Penentu adanya psikopatologi dapat dilakukan dengan banyak cara. Instrumen

symptom check list (SCL-90) merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan

untuk membantu menilai ada/tidaknya psikopatologi. Instrumen itu merupakan

kuesioner berskala nilai berbentuk self rating/self report, dengan 90 butir pertanyaan

atau pernyataan. SCL-90 merupakan pengembangan dari Hopkins Symptom Checklist

(HSCL).

8

Page 9: Proposal Kti Revisi 15 Des

Giarto (1984) yang oleh Martono, telah menerjemahkan dan menguji validitas

dan reliabilitas instrumen itu. Cut off score dari SCL-90 adalah 61. SCL-90 telah

beberapa kali digunakan dalam penelitian untuk derajat psikopatologi antara lain, oleh

Bambang Eko dan Henny R. SCL-90 dapat dipergunakan untuk menilai adanya

psikopatologi secara umum, mengukur derajat secara kuantitatif, serta

menilaipsikopatologi secara deskriptif. Skor nilai merupakan skor total (kondisi

mental secara umum) atau skor dari setiap dimensi gejala, yaitu depresi, ansietas,

obsesif kompulsif, fobia, somatisasi, sensitivitas interpersonal, hostilitas, paranoid,

psikotik,danskalatambahan.

9

Page 10: Proposal Kti Revisi 15 Des

2.5 Kerangka Teori

2.4 Kerangka Konsep

10

Faktor sosial : Keluarga

- Dukungan keluaga - Dukungan pasangan- Sosio ekonomi keluarga- Relasi keluarga

Faktor pekerjaan:- Sumber intrinsik pekerjaan

Beban kerja lebih Aktivitas fisik kurang Waktu kerja berlebih Pengalaman kerja kurang Kejenuhan akan rutinitas Risiko/bahaya kerja Insentif yang tidak cukup Lama bekeja

- Peran perawat Konflik, beban dan ketidakjelasan

peran Ketiadaan kontrol

- Perkembangan karir Promosi kerja

- Relasi di tempat kerja Relasi dengan rekan kerja

- Iklim kerja dan fisik lingkungan kerja Tidak ada partisipasi dalam

membuat keputusan

Faktor demografi: - Umur - Jenis kelamin- Suku - Status pernikahan- Tingkat pendidikan

Stres kerja perawat rawat inap dan rawat jalan RS Atma Jaya

Psikopatologi

Faktor psikologis:- Coping mechanism- Kepribadian- Citra diri- Temperamen

Faktor fisik:- Penyakit fisik kronis - Penyakit fisik akut

Page 11: Proposal Kti Revisi 15 Des

2.6 Kerangka Konsep

11

Faktor demografi: - Umur - Jenis kelamin- Suku - Status pernikahan- Tingkat pendidikan

Stres kerja perawat rawat inap dan rawat jalan RS Atma Jaya

Psikopatologi

Sosial ekonomi keluarga

Faktor fisik:- Penyakit fisik kronis

Lama bekerja