aspek hidrologi cibatarua (revisi des 2010)

45
ASPEK HIDROLOGI 1 UMUM Data-data hidrologi yang berhasil dikumpulkan kemudian dianalisa dan dievaluasi. Hasil analisa dan evaluasi data digunakan sebagai masukan dalam pengkajian perhitungan hidrologi di lokasi pekerjaan. Pengkajian pekerjaan hidrologi dimaksudkan untuk meninjau dan melengkapi data akhir yang telah ada. Analisa dan evaluasi data hidrologi secara garis besar diuraikan di bawah ini. Analisa hidrologi, meliputi hal-hal di bawah ini: 1. Pengumpulan dan pengolahan data : Curah hujan harian yang didapatkan dari stasiun hujan yang ada/terdekat di lokasi kajian yaitu Kabupaten Garut dengan periode pengamatan 2000– 2009. Data klimatologi yang didapatkan dari Stasiun Meteorologi Bandung dengan periode pengamatan 2000-2009. Peta rupa bumi untuk Garut (kontur/topografi, jaringan jalan, daerah rawan bencana, kawasan hutan lindung, kepadatan penduduk, potensi pariwisata, sistem penyediaan air bersih, rencana pemanfaatan ruang, lingkungan wilayah rencana dan sumber daya air). Pengolahan data klimatologi yang meliputi suhu, kelembaban relatif, lama penyinaran matahari, kecepatan angin, curah hujan, dan penguapan (evapotranspirasi). Pengolahan data klimatologi ini yang diutamakan adalah data curah hujan. Data yang akan diolah diambil dari stasiun pencatat iklim yang berada di sekitar lokasi pekerjaan. Data hujan itu sendiri meliputi data hujan harian, hujan ekstrim, dan hujan durasi. Peta tata guna lahan dan Jenis Tanah 1

Upload: fajar

Post on 27-Sep-2015

77 views

Category:

Documents


30 download

DESCRIPTION

baik

TRANSCRIPT

BAB 5

ASPEK HIDROLOGI1 UMUMData-data hidrologi yang berhasil dikumpulkan kemudian dianalisa dan dievaluasi. Hasil analisa dan evaluasi data digunakan sebagai masukan dalam pengkajian perhitungan hidrologi di lokasi pekerjaan. Pengkajian pekerjaan hidrologi dimaksudkan untuk meninjau dan melengkapi data akhir yang telah ada. Analisa dan evaluasi data hidrologi secara garis besar diuraikan di bawah ini. Analisa hidrologi, meliputi hal-hal di bawah ini:1. Pengumpulan dan pengolahan data : Curah hujan harian yang didapatkan dari stasiun hujan yang ada/terdekat di lokasi kajian yaitu Kabupaten Garut dengan periode pengamatan 2000 2009.

Data klimatologi yang didapatkan dari Stasiun Meteorologi Bandung dengan periode pengamatan 2000-2009.

Peta rupa bumi untuk Garut (kontur/topografi, jaringan jalan, daerah rawan bencana, kawasan hutan lindung, kepadatan penduduk, potensi pariwisata, sistem penyediaan air bersih, rencana pemanfaatan ruang, lingkungan wilayah rencana dan sumber daya air).

Pengolahan data klimatologi yang meliputi suhu, kelembaban relatif, lama penyinaran matahari, kecepatan angin, curah hujan, dan penguapan (evapotranspirasi). Pengolahan data klimatologi ini yang diutamakan adalah data curah hujan. Data yang akan diolah diambil dari stasiun pencatat iklim yang berada di sekitar lokasi pekerjaan. Data hujan itu sendiri meliputi data hujan harian, hujan ekstrim, dan hujan durasi.

Peta tata guna lahan dan Jenis Tanah

2. Perhitungan curah hujan maksimum.

3. Perhitungan debit banjir.

4. Analisis debit ketersediaan/andal.Berikut ini akan dijelaskan perhitungan-perhitungan yang dilakukan dalam analisa hidrologi.Tabel 1 Stasiun Pos Hujan Yang di Gunakan untuk Lokasi DAS Bojong Boled Kab. Garut NoNama Stasiun HujanPanjang Data

1Malabar2000 - 2009

Tabel 2 Data Hujan Bulanan Stasiun Hujan MalabarNoTahunHujan Bulanan (mm)

JanPebMarAprMeiJunJulAgsSepOktNovDes

12000261,40140,70135,70259,00240,1047,4080,209,8044,80152,40317,1070,60

22001219,00248,90208,00244,3083,1087,50187,2052,30107,00410,10526,4075,50

32002364,8081,40344,10183,1055,0054,50121,8037,9010,3020,60196,20457,70

4200372,10265,60365,00136,00111,7037,4040,5074,7076,30314,20197,20185,90

52004195,60189,20240,80310,80286,5076,2034,4011,4084,708,50184,40238,90

62005168,20416,60307,70166,90190,60201,0076,3064,2015,30114,90225,80204,70

72006299,90282,3053,40232,6089,5032,2045,000,000,0057,10109,30499,80

82007127,50405,70105,40462,0055,60164,1011,000,0044,1098,40316,20410,50

92008240,90103,30242,40297,10165,4065,303,6058,6041,50137,00277,30332,80

102009336,00415,00284,00223,00187,00151,0044,000,0039,00154,00425,00211,00

Jumlah2285,402548,702286,502514,801464,50916,60644,00308,90463,001467,202774,902687,40

Rata-rata228,54254,87228,65251,48146,4591,6664,4030,8946,30146,72277,49268,74

Max364,80416,60365,00462,00286,50201,00187,2074,70107,00410,10526,40499,80

Min72,1081,4053,40136,0055,0032,203,600,000,008,50109,3070,60

Gambar 1 Grafik Fluktuasi Hujan Bulanan Stasiun Hujan Malabar.Tabel 3 Data Hujan Harian Maximum Tahunan Stasiun Hujan MalabarNoTahunHujan Max (mm)

1200469

2200573

3200680

4200784

52008120

6200987

2 ANALISA DATA HUJANData yang digunakan pada analisa hidrologi ini adalah data hujan yang meliputi data hujan harian, data hujan harian maksimum tahunan.Pengumpulan data ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana analisa hujan dapat dilakukan. Apabila data hujan tidak lengkap atau tidak teridentifikasi maka dapat dilakukan interprestasi data hujan atau pengisian data hujan dengan berbagai metoda.2.1 Analisa Frekuensi

Analisis frekuensi adalah analisa untuk memperkirakan harga besaran hidrologi (variate) yang masa ulangnya panjang, atau digunakan untuk peramalan dalam arti menentukan peluang terjadinya suatu peristiwa bagi tujuan perencanaan di masa datang. Variate terbesar yang didapatkan dari pengamatan hujan dan banjir, biasanya tidak ada sebesar atau lebih besar dari pada variate yang besarnya diperkirakan sebelumnya. Karena itu perlu dibuat suatu ekstrapolasi secara tepat, hanya mungkin jika persamaan matematis dari lengkungnya diketahui. Analisis frekuensi dilakukan untuk mengetahui distribusi yang sesuai dengan rentetan data hujan ekstrim yang ada.

Berdasarkan data hidrologi yang berhasil dikumpulkan, dilakukan analisa curah hujan maksimum yaitu analisa frekuensi untuk menghasilkan curah hujan rencana titik dengan periode ulang 2, 5, 25, dan 50, dan 100 tahun.

Perhitungan curah hujan maksimum yang sering digunakan adalah dengan menggunakan Metode Gumbel, Normal, Log Normal, Log Normal 2, Log Normal 3, Pearson III, Log Pearson III, dengan menggunakan paket program SMADA 6.26 For Windows. Metoda perhitungan adalah sebagai berikut.1. Metoda Gumbel

Perhitungan dengan metoda Gumbel didasarkan pada data curah hujan harian maksimum. Persamaan yang dipergunakan adalah sebagai berikut:

RT = + KT Sx Sx = KT = atau KT = (YT - Yn) / Sndimana:

RT= curah hujan maksimum dalam perioda ulang T tahun,

= curah hujan rata-rata,

KT= faktor frekuensi,

Sx= standar deviasi,

T= periode ulang,

Ri= curah hujan tahunan ke-i,

n= jumlah data,

Yn= reduced mean,

Sn= reduced standard deviation, dan

YT= reduced variated.

Dengan memasukkan nilai-nilai tersebut, maka diperoleh nilai curah hujan maksimum untuk beberapa periode ulang yang diperlukan.2. Metoda Normal

Persamaan estimasi banjir/hujan rencana periode T tahun:

dengan :

: koefisien kekerapan normal dan dirumuskan seperti berikut

untukp0,5(p:probabilityC0= 2,515517

d1= 1,432788

C1= 0,802853

d2= 0,189269

C2= 0,010328`

d3= 0,0013083. Sebaran Peluang Log Normal Dua Parameter.

Persamaan estimasi banjir/hujan rencana periode T tahun:

dengan pengertian:

: Koefisien kekerapan Log Normal Dua

Untuk mendapatkan besaran kekerapan jenis sebaran ini, seri data yang ada dibuat dalam bentuk ln terlebih dahulu untuk mendapatkan harga rata-rata dan simpangan bakunya. Koefisien kekerapan log normal 2 dirumuskan seperti di bawah ini :

Kofisien kekerapan log Normal dua ini sedikit kompleks, untuk mempermudah dapat digunakan kekerapan normal (KN), tetapi rumus umumnya berubah seperti berikut :

dengan :

: Debit/hujan maksimum tahunan rata rata dalam bentuk ln

: Simpangan baku dalam bentuk ln.

4. Sebaran Peluang Pearson Tipe III

Persamaan estimasi banjir/hujan rencana periode T tahun :

dengan pengertian :

: koefisien kemencengan (Skewness coeficient)5. Sebaran peluang Log Pearson Tipe III

Pada sebaran peluang ini hampir sama dengan sebaran peluang Log Normal dua parameter yaitu seri data diubah kedalam bentuk ln dan dihitung rata-rata serta simpangan bakunya. Koefisien kekerapan menggunakan koefisien Pearson III. Persamaan estimasi banjir/hujan rencana periode T tahun:

dengan pengertian:

:Debit/hujan maksimum tahunan rata rata dalam bentuk ln

:Simpangan baku dalam bentuk ln.Berdasarkan hasil analisis maka metode analisa frekuensi yang digunakan adalah metode Log Pearson III. Tabel 4 Hasil Analisa Frekuensi Stasium Malabar

Gambar 2 Grafik analisis distribusi untuk Pearson III.2.2 Estimasi Hujan Rencana TitikSetelah diketahui distribusi yang cocok untuk karakteristik data tersebut selanjutnya dihitung hujan rencana periode ulang 2, 5, 10, 25, dan 50, dan 100 tahun. Hasil perhitungan hujan rencana disajikan pada Tabel 5.Tabel 5 Hasil Estimasi Hujan Rencana Titik Stasiun Malabar

2.3 Peta Tata Guna Lahan

Kondisi tata guna lahan secara umum meliputi: sawah, hutan dan sebagainya. Peta tata guna lahan didapat dari Bakosurtanal dengan skala 1 : 250.000, Peta ini digunakan untuk mengetahui kondisi dari tata guna lahan di daerah studi. Kondisi data dari wilayah tersebut cukup lengkap. Sehingga dari peta tata guna lahan dan topografi dapat diketahui karakteristik DAS-nya. Secara umum kondisi tata guna lahan di lokasi studi masih didominasi oleh ladang, hutan, Perkebunan dan sisanya berupa pemukiman. Kebutuhan akan data tata guna lahan ini digunakan untuk perhitungan analisis ketersediaan banjir. Berikut Peta tata guna lahan untuk DAS Sungai pada Gambar 3.

Gambar 3 Peta Tata Guna Lahan Keseluruhan DAS Kajian Kab Garut.2.4 Perhitungan Hujan Rencana WilayahHujan rencana wilayah dapat diestimasikan dengan berbagai metode seperti poligon Thiessen atau Isohit, hal ini tergantung dari jumlah stasiun hujan dan lokasinya. Dalam analisa hidrologi ini dikarenakan stasiun yang digunakan tunggal/satu maka hanya pos itu saja yang berpengaruh. Analisa hujan wilayah dilakukan dengan meneliti hujan wilayah harian dan hujan wilayah titik untuk hujan ekstrim yang kemudian dianalisis menjadi hujan rencana wilayah. Tabel 6 di bawah ini adalah besar hujan rencana wilayah. Hujan rencana untuk daerah studi adalah hujan rencana 2, 5, 10, 25, 50 dan 100 tahun .Seperti yang disebutkan di atas pada Tabel.1 stasiun yang digunakan untuk masing DAS Hanya satu Pos Saja, sehingga faktor bobot yang berlaku bernilai satu.

Tabel 6 Hujan Rencana Periode Ulang DAS Bojong Boled Kab. Garut

2.5 Distribusi Hujan Jam-jamanDistribusi hujan (agihan hujan) jam-jaman ditetapkan dengan cara pengamatan langsung terhadap data pencatatan hujan jam-jaman pada stasiun yang paling berpengaruh pada DAS. Bila tidak ada maka bisa menirukan perilaku hujan jam-jaman mirip dengan daerah setempat pada garis lintang yang sama. Distribusi tersebut diperoleh dengan pengelompokan tinggi hujan ke dalam range dengan tinggi tertentu. Dari data yang telah disusun dalam range tinggi hujan tersebut dipilih distribusi tinggi hujan rancangan dengan berdasarkan analisis frekuensi kemunculan tertinggi pada distribusi hujan jam-jaman tertentu. Selanjutnya prosentase hujan tiap jam terhadap tinggi hujan total pada distribusi hujan yang ditetapkan.Hubungan tinggi durasi hujan untuk durasi 4 hingga 24 jam dan juga untuk durasi jam ditabelkan pada PSA-007. Kutipan kedua tabel tersebut ditunjukan pada Tabel 7 s/d Tabel 9 Bentuk hubungan tinggi durasi hujan yang intensitas hujan yang tinggi pada awal hujan dan berangsur-angsur mengecil selama berlangsungnya hujan. Di Inggris, agihan hujannya merupakan pola agihan yang lebih rata dan kurang ekstrim di bagian awal hujannya. Secara normal profil hujan yang digunakan di Inggris adalah profil yang simetris berbentuk genta (bell shaped).Tabel 7 Distribusi Curah Hujan Durasi 24 Jam

Durasi Hujan (jam)4812162024

Persentase Curah Hujan (%)6075879296100

Tabel 8 Distribusi Curah Hujan Durasi 6 Jam

Durasi Hujan (jam)123456

Persentase Curah Hujan (%)4865778795100

Tabel 9 Hubungan Tinggi Durasi Hujan

Durasi Hujan (jam)123456812162024

Durasi Hujan (%)4,28,312,516,720,82533,35066,783,3100

Curah Hujan (%)32445260656875879296100

2.6 Penentuan Profil Curah HujanProfil curah hujan ditinjau berdasarkan metode pada PSA-007 dan metode Inggris. Diperkirakan hubungan yang ada dalam PSA-007 lebih sesuai untuk Indonesia, dimana curah hujan paling lebat terjadi di awal hujan. Akan tetapi agihan Inggris, jika intensitas puncaknya ditempatkan di tengah-tengah periode hujan dengan profil simetris, akan sedikit memperbesar kenaikan muka air.

A. Agihan PSA-007 (intensitas Tertinggi di Awal)

Profil curah hujan menurut PSA-007 ditunjukkan pada Tabel 10. Untuk memformulasikan agihan menurut PSA-007 untuk curah hujan 12 jam dengan interval waktu satu jam, maka setiap jam akan setara dengan 8,33% durasi hujannya. Dengan menggunakan tabel hubungan (Tabel 4.6) maka diperoleh :

Setelah satu jam (8,33% durasi), jumlah curah hujan 44% dari totalnya jadi selama jam ke-1 : curah hujan 44%,

Setelah dua jam (16,67% durasi), jumlah curah hujan 60% dari totalnya jadi pada jam ke-2 ada curah hujan 16% selama jam ke-2 : curah hujan 16%, dan Setelah tiga jam (25% durasi), jumlah curah hujan 68% dari totalnya jadi pada jam ke-3 ada curah hujan 8%. Selama jam ke-3 : curah hujan 8%.Profil curah hujan ini ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4 Distribusi hujan 12 jam.Pemilihan durasi hujan kritis (Critical Storm Duration), pada prinsipnya tergantung pada lugs DAS dan pengaruh-pengaruh lain seperti luas genangan waduk dan konfigurasi bangunan pelimpah, sehingga untuk setiap waduk walaupun memiliki luas DAS yang sama belum pasti durasi hujan kritisnya sama.

Pemilihan durasi hujan dengan pola distribusinya sangat berpengaruh pada hasil banjir desain yang diperhitungkan. Curah hujan yang sama yang terdistribusi dengan dengan curah hujan yang panjang akan menghasilkan puncak banjir yang belbih rendah dibanding dengan yang terdistribusi dengan durasi yang pendek.

Bila data hidrograf banjir dari pos duga air otomatis dan data distribusi hujan jam-jaman dari stasiun hujan otomatis tidak tersedia, pola distribusi hujan dapat ditetapkan dengan mengacu pada Tabel 10. yang diambil dari PSA 007.Tabel 10 Intensitas Hujan Dalam % yang Disarankan PSA 007Kala UlangDurasi Hujan

Tahun jam3/4 jam1 jam2 jam3 jam6 jam12 jam24 jam

5

32414859667888100

10

30384557647688100

2528364355637588100

5027354253617388100

10026344152607288100

100025323949576988100

CMB20273445526488100

Untuk mendapatkan curah hujan kritis selanjutnya sesuai dengan PSA 007, distribusi-distribusi hujan disusun dalam bentuk genta, dimana hujan tertinggi didapatkan di tengah, tertinggi kedua di sebelah kiri, tertinggi ketiga di sebelah kanan dan seterusnya.

Gambar 5 memperlihatkan distribusi hujan dengan durasi 12 jam yang telah disusun dalam bentuk genta. Tabel 11. memperlihatkan total CMB dalam % durasi 24, 48 dan 72 jam.

Gambar 5 Distribusi hujan dengan durasi 12 jam dalam bentuk genta.Tabel 11 Total Curah Hujan Maksimum Boleh Jadi dalam % untuk Durasi 24, 48, dan 72 Jam

Durasi hujan (jam)244872

Curah hujan %100150175

B. Pemakaian Agihan

Dalam perhitungan selanjutnya agihan yang dipakai menurut PSA-007, dan dicoba dengan berbagai interval agar diketahui perbedaan yang terjadi untuk masing-masing debit puncak. Yang terpilih adalah yang menghasilkan debit banjir terbesar, dari analisis didapat distribusi hujan dengan durasi 6 jam-an yang menghasilkan debit banjir yang maksimum.seperti dalam Tabel 12 dibawah iniTabel 12 Total Curah Hujan durasi 6 jam-an.

Gambar 6 Distribusi hujan dengan durasi 6 jam dalam bentuk genta.3 ANALISA DEBIT BANJIRUntuk memperkirakan debit banjir yang akan terjadi dapat dilakukan analisa hidrologi dengan menggunakan metoda rasional dan metode hidrograf hal itu tergantung dari data yang tersedia. Debit banjir ini digunakan dalam simulasi perilaku hidrolik untuk mengetahui tinggi muka air maksimum sungai atau saluran.Dalam Perhitungan debit banjir metode yang akan digunakan adalah metode hidrograf SCS (Soil Conservation Service).Metode hidrograf yang digunakan adalah hidrograf SCS (Soil Conservation Service). Salah satu metode hidrograf yang digunakan dalam memperkirakan debit banjir adalah Hidrograf Satuan Sintetik. Untuk membuat hidrograf banjir pada sungai-sungai yang tidak ada atau sedikit sekali dilakukan observasi hidrograf banjirnya, maka perlu dicari karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dulu, misalnya waktu konsentrasi (tc), kemiringan, panjang alur terpanjang (length of the longest channel), koefisien limpasan (runoff coefficient) dan sebagainya. Dalam hal ini dapat digunakan hidrograf-hidrograf sintentik dimana parameter-parameternya harus disesuaikan terlebih dahulu dengan karakteristik daerah pengaliran yang ditinjau.1. Perhitungan Waktu Konsentrasi (tc)

Waktu konsentrasi (tc) adalah lamanya waktu perjalanan yang dibutuhkan sebuah partikel air untuk mencapai sebuah titik debit dalam DPS. Dalam perhitungan waktu konsentrasi (tc) digunakan tiga buah metode yaitu Metode FAA (Federal Aviation Agency, 1970), Metode SCS (Soil Conservation Service, 1975), dan Metode Bransby Williams (1922). Rumus yang digunakan untuk ketiga metode tersebut adalah sebagai berikut:Federal Aviation Agency Equation:

dimana:

C=koefisien rasional,

L=panjang maksimum aliran overland (dalam feet), dan

S=kemiringan aliran overland (dalam %)

Soil Conservation Service Equation:

dimana:

L=panjang hidrolik daerah pengairan sungai (ft),

ws=slope daerah pengairan sungai rata-rata (nilai persen),

S'=penyimpanan daerah pengairan sungai potensial (in.), dan

=(1000/CN) - 10

CN=nomer kurva limpasan yang muncul sebagai fungsi karakteristik daerah pengairan sungai seperti klasifikasi tanah dan jenis tanaman penutup (tata guna lahan).

Curve Number (CN) yang digunakan untuk perhitungan debit banjir ini bervariasi untuk setiap sub DAS, tergantung dari tata guna lahan dan jenis tanah yang ada pada lokasi.Bransby Williams Equation:

dimana:

L= panjang saluran (dalam miles)

A= luas watershed (dalam miles2)

S= kemiringan watershed rata-rata (dalam ft/ft)2. Perhitungan Hidrograf Debit Banjir

Dalam perhitungan debit banjir dengan metode hidrograf digunakan SCS Hydrograf. Debit puncak Qp diramalkan dengan mengikuti formula empirik:

dimana:

Qp=debit puncak,

K=faktor penurunan puncak = 484 (untuk type SCS),

A=luas drainase basin (mi2)

R=hujan efektif (in.)

D=durasi hujan efektif (jam)

tc=waktu konsentrasi pada DAS (jam)Berikut dibawah ini adalah nilai resume debit banjir periode ulang untuk berbagai DAS, pada Tabel 13 dan unit hidrografnya pada Gambar 7 untuk unit hidrograf lengkapnya dapat dilihat pada lampiran Hidrograf Banjir.Tabel 13 Debit Banjir Rencana Periode Ulang DAS Bojong Boled Kab. Garut

Gambar 7 Unit hidorgraf banjir rencana periode ulang DAS Bojong Boled Kab Garut.4 ANALISIS KETERSEDIAAN AIR4.1 Analisis Ketersediaan Air Dengan Metode Mock

4.1.1 Umum

Kegiatan analisis ketersediaan air ditujukan untuk memperoleh informasi mengenai potensi atau ketersediaan air di lokasi kajian. Metode yang paling ideal untuk memperkirakan potensi air permukaan adalah dengan melakukan kajian berdasarkan data catatan debit sungai yang diperoleh dari hasil pengukuran langsung di titik yang ditinjau untuk durasi pengukuran yang lama (tahunan). Namun hal ini sangat bergantung dari intansi yang terkait, apakah sudah melaksanakan pengukuran debit air secara kontinyu.

Alternatif lain adalah melakukan prediksi kuantitas berdasarkan data sekunder yang ada, dengan durasi yang lama. Data sekunder yang dimaksud adalah data klimatologi. Salah satu metode untuk memperkirakan limpasan (aliran permukaan / runoff) adalah dengan menggunakan metode Mock. Agar hasil kajian dengan metode ini dapat diandalkan, data hasil survei lapangan sangat perlu untuk digunakan sebagai acuan dalam menentukan orde besaran debit yang diperkirakan. Debit sungai berasal dari aliran limpasan hujan (direct run off) dan aliran air tanah (mata air).

Air permukaan adalah air yang mengalir secara berkesinambungan atau dengan terputus-putus dalam alur sungai atau saluran dari sumbernya yang tertentu, dimana semua ini merupakan bagian dari sistem sungai yang menyeluruh. Ilustrasi dari proses terbentuknya aliran permukaan disajikan pada gambar sebagai berikut:

Gambar 8 Ilustrasi aliran permukaan.

Yang paling berperan adalah data rekaman debit aliran sungai. Rekaman tersebut harus berkesinambungan dalam periode waktu yang dapat digunakan untuk pelaksanaan proyek penyediaan air. Apabila penyadapan air akan dilakukan dari sungai yang masih alami, maka diperlukan rekaman data dari periode-periode aliran rendah yang kristis yang cukup panjang, sehingga keandalan pasok air dapat diketahui.

Hasil penaksiran atau perkiraan debit limpasan (run off) tidak bisa menggantikan dokumentasi data aliran sungai. Namun dalam hal dimana sangat dibutuhkan tersedianya data tersebut, maka diperlukan adanya penaksiran atau perkiraan.

Ada banyak metode untuk menaksir debit limpasan. Akurasi dari masing-masing metode tersebut bergantung pada keseragaman dan keandalan data yang tersedia. Salah satu metode tersebut adalah Metode Mock.

Metode Mock adalah suatu metode untuk memperkirakan keberadaan air berdasarkan konsep water balance. Keberadaan air yang dimaksud di sini adalah besarnya debit suatu daerah aliran sungai. Data yang digunakan untuk memperkirakan debit ini berupa data klimatologi dan karakteristik daerah aliran sungai.

Metode Mock dikembangkan oleh Dr. F. J. Mock berdasarkan atas daur hidrologi. Metode Mock merupakan salah satu dari sekian banyak metode yang menjelaskan hubungan rainfall-runoff.

Metode Mock dikembangkan untuk menghitung debit bulanan rata-rata. Data-data yang dibutuhkan dalam perhitungan debit dengan Metode Mock ini adalah data klimatologi, luas, dan penggunaan lahan dari catchment area.

Pada prinsipnya, Metode Mock memperhitungkan volume air yang masuk, keluar, dan yang disimpan dalam tanah (soil storage). Volume air yang masuk adalah hujan. Air yang keluar adalah infiltrasi, perkolasi, dan yang dominan adalah akibat evapotranspirasi. Perhitungan evapotranspirasi menggunakan Metode Aritmatik. Sementara soil storage adalah volume air yang disimpan dalam pori-pori tanah, hingga kondisi tanah menjadi jenuh. Secara keseluruhan perhitungan debit dengan Metode Mock ini mengacu pada water balance, dimana volume air total yang ada di bumi adalah tetap, hanya sirkulasi, dan distribusinya yang bervariasi.

Proses perhitungan yang dilakukan dalam Metode Mock dijelaskan dalam Gambar 9.

Gambar 9 Bagan alir perhitungan debit dalam Metoda Mock.

4.1.2 Water Balance

Dalam siklus hidrologi, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu perioda tertentu disebut neraca air atau keseimbangan air (water balance). Hubungan-hubungan ini lebih jelas ditunjukkan oleh Gambar 10.Bentuk umum persamaan water balance adalah:

P = Ea + (GS + TRO

dengan:

P= presipitasi.

Ea= evapotranspirasi.

(GS= perubahan groundwater storage.

TRO= total run off.

Water balance merupakan siklus tertutup yang terjadi untuk suatu kurun waktu pengamatan tahunan tertentu, dimana tidak terjadi perubahan groundwater storage atau (GS = 0. Artinya awal penentuan groundwater storage adalah berdasarkan bulan terakhir dalam tinjauan kurun waktu tahunan tersebut. Sehingga persamaan water balance menjadi:

P = Ea + TRO

Beberapa hal yang dijadikan acuan dalam prediksi debit dengan Metode Mock sehubungan dengan water balance untuk kurun waktu tertentu adalah:

Dalam satu tahun, perubahan groundwater storage ((GS) harus sama dengan nol.

Jumlah total evapotranspirasi dan total run off selama satu tahun harus sama dengan total presipitasi yang terjadi dalam tahun itu.

Dengan tetap memperhatikan kondisi-kondisi batas water balance di atas, maka prediksi debit dengan Metode Mock akan akurat.

Gambar 10 Sirkulasi air.

4.1.3 Data Iklim

Data iklim yang digunakan dalam Metode Mock adalah presipitasi, temperatur, penyinaran matahari, kelembaban relatif dan data kecepatan angin. Secara umum data-data ini digunakan untuk menghitung evapotransprasi. Dalam Metode Mock, data-data iklim yang dipakai adalah data bulanan rata-rata, kecuali untuk presipitasi yang digunakan adalah jumlah data dalam satu bulan. Notasi dan satuan yang dipakai untuk data iklim ditabelkan pada Tabel 14.Tabel 14 Notasi dan Satuan Parameter Iklim

Data MeteorologiNotasiSatuan

PresipitasiPMilimeter (mm)

TemperaturTDerajat Celcius (0C)

Penyinaran MatahariSPersen (%)

Kelembaban RelatifHPersen (%)

Kecepatan AnginWMile per hari (mile/hr)

Analisis hidrologi dan hidrolika sangat bergantung pada data historis iklim yang berasal dari pengukuran langsung di lokasi yang ditinjau.

Durasi data Klimatologi yang tersedia di BMKG Pos Klimatologi yang dkat dengan lokasi pekerjaan, yaitu Pos Klimatologi Cimaranginang untuk lokasi DAS yang ada di Garut dan Pos Klimatologi Bandung untuk lokasi DAS yang ada di cianjur, berupa data sepanjang 10 tahun. Data ini akan digunakan dalam menganalisis ketersediaan air. Sebagai gambaran iklim di daerah tersebut, dapat dilihat mulai dari Tabel 15 hingga Tabel 18.Tabel 15 Tabel Penyinaran Matahari (%)

Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Bandung

Tabel 16 Temperatur Udara (C) Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Bandung

Tabel 17 Tabel Kelembapan Udara (%)

Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Bandung

Tabel 18 Tabel Angin

Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Bandung4.1.4 Evapotranspirasi

Evapotranspirasi merupakan faktor penting dalam memprediksi debit dari data curah hujan dan klimatologi dengan Metode Mock. Alasannya adalah karena evapotranspirasi ini memberikan nilai yang besar untuk terjadinya debit dari suatu daerah pengaliran sungai. Evapotranspirasi diartikan sebagai kehilangan air dari lahan dan permukaan air dari suatu daerah pengaliran sungai akibat kombinasi proses evaporasi dan transpirasi. Hasil Evapotranspirasi diuraikan di bawah ini.

A. Evapotranspirasi Potensial

Evapotranspirasi potensial adalah evapotranspirasi yang mungkin terjadi pada kondisi air yang tersedia berlebihan. Faktor penting yang mempengaruhi evapotranspirasi potensial adalah tersedianya air yang cukup banyak. Jika jumlah air selalu tersedia secara berlebihan dari yang diperlukan oleh tanaman selama proses transpirasi, maka jumlah air yang ditranspirasikan akan relatif lebih besar dibandingkan apabila tersedianya air di bawah keperluan. Beberapa rumus empiris untuk menghitung evapotranspirasi potensial adalah: rumus empiris dari Thornthwaite, Blaney-Criddle, Penman dan Turc-Langbein-Wundt. Dari rumus-rumus empiris di atas, Metode Mock menggunakan rumus empiris dari Penman. Rumus empiris Penman memperhitungkan banyak data klimatologi yaitu temperatur, radiasi matahari, kelembaban, dan kecepatan angin sehingga hasilnya relatif lebih akurat. Perhitungan evaporasi potensial Penman didasarkan pada keadaan bahwa agar terjadi evaporasi diperlukan panas.

Menurut Penman besarnya evapotranspirasi potensial diformulasikan sebagai berikut:

dengan:

H=energy budget,

= R (1-r) (0,18 + 0,55 S) - B (0,56 0,092) (0,10 + 0,9 S)

D=panas yang diperlukan untuk evapotranspirasi, dan

=0,35 (ea ed) (k + 0,01w)

A=slope vapour pressure curve pada temperatur rata-rata, dalam mmHg/oF.

B= radiasi benda hitam pada temperatur rata-rata, dalam mmH2O/hari.

ea=tekanan uap air jenuh (saturated vapour pressure) pada temperatur rata-rata (mmHg).

Besarnya A, B dan ea tergantung pada temperatur rata-rata. Hubungan temperatur rata-rata dengan parameter evapotranspirasi ini ditabelkan pada Tabel 19.Tabel 19 Hubungan Temperatur Rata-rata vs Parameter Evapotranspirasi A, B dan eaTemperatur

(0C)81012141618202224262830

A

(mmHg/0F)0.3040.3420.3850.4320.4840.5410.6030.6710.7460.8280.9171.013

B

(mmH2O/hari)12.6012.9013.3013.7014.8014.5014.9015.4015.8016.2016.7017.10

ea

(mmHg)8.059.2110.5012.0013.6015.5017.5019.8022.4025.2028.3031.80

Sumber: Sudirman (2002).

R=radiasi matahari, dalam mm/hari.

Besarnya tergantung letak lintang. Besarnya radiasi matahari ini berubah-ubah menurut bulan, seperti Tabel 20 berikut ini.Tabel 20 Nilai Radiasi Matahari Pada Permukaan Horizontal Luar Atmosfir (mm/hari)

BulanJanPebMarAprMeiJunJulAguSepOktNopDesTahun

50 LU13.714.515.015.014.514.114.214.614.914.613.913.414.39

0014.515.015.214.713.913.413.514.214.915.014.614.314.45

50 LS15.215.415.214.313.212.512.713.614.715.215.215.114.33

100 LS15.815.715.113.812.411.611.913.014.415.315.715.814.21

r=koefisien refleksi, yaitu perbandingan antara radiasi elektromagnetik (dalam sembarang rentang nilai panjang gelombang yang ditentukan) yang dipantulkan oleh suatu benda dengan jumlah radiasi yang terjadi, dan dinyatakan dalam persentasi.

Koefisien Refleksi sangat berpengaruh pada evapotranspirasi. Tabel 21 adalah nilai koefisien refleksi yang digunakan dalam Metode Mock.Tabel 21 Koefisien Refleksi, r

No.PermukaanKoefisien Refleksi [r]

1Rata-rata permukaan bumi40 %

2Cairan salju yang jatuh diakhir musim masih segar40 85 %

3Spesies tumbuhan padang pasir dengan daun berbulu30 40 %

4Rumput, tinggi dan kering31 33 %

5Permukaan padang pasir24 28 %

6Tumbuhan hijau yang membayangi seluruh tanah24 27 %

7Tumbuhan muda yang membayangi sebagian tanah 15 24 %

8Hutan musiman15 20 %

9Hutan yang menghasilkan buah10 15 %

10Tanah gundul kering12 16 %

11Tanah gundul lembab10 12 %

12Tanah gundul basah8 10 %

13Pasir, basah kering9 18 %

14Air bersih, elevasi matahari 4505 %

15Air bersih, elevasi matahari 20014 %

S=rata-rata persentasi penyinaran matahari bulanan, dalam persen (%).

ed=tekanan uap air sebenarnya (actual vapour pressure), dalam mmHg.

=ea x h.

h=kelembaban relatif rata-rata bulanan, dalam persen (%).

k=koefisien kekasaran permukaan evaporasi (evaporating surface).

Untuk permukaan air nilai k = 0,50 dan permukaan vegetasi nilai k = 1,0.

w=kecepatan angin rata-rata bulanan, dalam mile/hari.

Substitusi persamaan-persamaan di atas menghasilkan:

dalam bentuk lain:

jika:

maka:

E = F1 x R(1 - r) - F2 x (0,1 + 0,9S) + F3 x (k + 0,01w)

dan jika:

E1 = F1 x R(1 - r)

E2=F2 x (0,1 + 0,9S)

E3=F3 x (k + 0,01w)

maka bentuk yang sederhana dari persamaan evapotranspirasi potensial menurut Penman adalah:

E = E1 - E2 + E3

Formulasi inilah yang dipakai dalam Metode Mock untuk menghitung besarnya evapotranspirasi potensial dari data-data klimatologi yang lengkap (temperatur, lama penyinaran matahari, kelembaban relatif, dan kecepatan angin). Besarnya evapotrans-pirasi potensial ini dinyatakan dalam mm/hari. Untuk menghitung besarnya evapotrans-pirasi potensial dalam 1 bulan maka kalikan dengan jumlah hari dalam bulan itu.

B. Evapotranspirasi Aktual

Jika dalam evapotranspirasi potensial air yang tersedia dari yang diperlukan oleh tanaman selama proses transpirasi berlebihan, maka dalam evapotranspirasi aktual ini jumlah air tidak berlebihan atau terbatas. Jadi evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi pada kondisi air yang tersedia terbatas. Evapotranspirasi aktual dipengaruhi oleh proporsi permukaan luar yang tidak tertutupi tumbuhan hijau (exposed surface) pada musim kemarau. Besarnya exposed surface (m) untuk tiap daerah berbeda-beda. F.J. Mock mengklasifikasikan menjadi tiga daerah dengan masing-masing nilai exposed surface ditampilkan pada Tabel 22.Tabel 22 Exposed Surface, m

No.mDaerah

10 %Hutan primer, sekunder

210 40 %Daerah tererosi

330 50 %Daerah ladang pertanian

Sumber: Sudirman (2002).

Selain exposed surface evapotranspirasi aktual juga dipengaruhi oleh jumlah hari hujan (n) dalam bulan yang bersangkutan.

Menurut Mock rasio antara selisih evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi aktual dengan evapotranspirasi potensial dipengaruhi oleh exposed surface (m) dan jumlah hari hujan (n), seperti ditunjukan dalam formulasi sebagai berikut.

Sehingga:

Dari formulasi diatas dapat dianalisis bahwa evapotranspirasi potensial akan sama dengan evapotranspirasi aktual (atau (E = 0) jika:

Evapotranspirasi terjadi pada hutan primer atau hutan sekunder. Dimana daerah ini memiliki harga exposed surface (m) sama dengan nol.

Banyaknya hari hujan dalam bulan yang diamati pada daerah itu sama dengan 18 hari.

Jadi evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi potensial yang memperhitungkan faktor exposed surface dan jumlah hari hujan dalam bulan yang bersangkutan. Sehingga evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi atau actual evapotranspiration, dihitung sebagai berikut:

Nilai Evapotranspirasi masing-masing DAS dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23 Hasil Evapotranspirasi

4.1.5 Water Surplus

Water surplus didefinisikan sebagai air hujan (presipitasi) yang telah mengalami evapotranspirasi dan mengisi tampungan tanah (soil storage, disingkat SS). Water surplus ini berpengaruh langsung pada infiltrasi atau perkolasi dan total run off yang merupakan komponen debit. Persamaan water surplus (disingkat WS) adalah sebagai berikut:

WS = (P Ea) + SS

Dengan memperhatikan Gambar 11, maka water surplus merupakan air limpasan permukaan ditambah dengan air yang mengalami infiltrasi.

Tampungan kelembaban tanah (soil moisture storage, disingkat SMS) terdiri dari kapasitas kelembaban tanah (soil moisture capacity, disingkat SMC), zona infiltrasi, limpasan permukaan tanah dan tampungan tanah (soil storage, disingkat SS). Besarnya soil moisture capacity (SMC) tiap daerah tergantung dari tipe tanaman penutup lahan (land covery) dan tipe tanahnya, seperti ditunjukkan dalam Tabel 24.

Dalam studi yang dilakukan Mock di daerah aliran sungai di Bogor, ditetapkan besarnya kapasitas kelembaban tanah maksimum adalah 200 mm/bulan. Dalam Metode Mock, tampungan kelembaban tanah dihitung sebagai berikut:

SMS = ISMS + (P Ea)

dengan,

ISMS=initial soil moisture storage (tampungan kelembaban tanah awal), merupakan soil moisture capacity (SMC) bulan sebelumnya.

PEa=presipitasi yang telah mengalami evapotranspirasi.

Asumsi yang dipakai oleh Dr. F.J. Mock adalah air akan memenuhi SMC terlebih dahulu sebelum water surplus tersedia untuk infiltrasi dan perkolasi yang lebih dalam atau melimpas langsung (direct run off). Ada dua keadaan untuk menentukan SMC, yaitu:

SMC = 200 mm/bulan, jika P Ea < 0.

Artinya soil moisture storage (tampungan tanah lembab) sudah mencapai kapasitas maksimumnya atau terlampaui sehingga air tidak disimpan dalam tanah lembab. Ini berarti soil storage (SS) sama dengan nol dan besarnya water surplus sama dengan P - Ea.

SMC = SMC bulan sebelumnya + (P Ea), jika P Ea < 0.

Untuk keadaan ini, tampungan tanah lembab (soil moisture storage) belum mencapai kapasitas maksimum, sehingga ada air yang disimpan dalam tanah lembab. Besarnya air yang disimpan ini adalah P Ea. Karena air berusaha untuk mengisi kapasitas maksimumnya, maka untuk keadaan ini tidak ada water surplus (WS = 0).

Selanjutnya WS ini akan mengalami infiltrasi dan melimpas di permukaan (run off). Besarnya infiltrasi ini tergantung pada koefisien infiltrasi.

Gambar 11 Water surplus merupakan presipitasi yang telah mengalami evapotranspirasi atau limpasan yang ditambah infiltrasi.Tabel 24 Nilai Soil Moisture Capacity Untuk Berbagai Tipe Tanaman dan Tipe Tanah

Tipe TanamanTipe Tanah Zone Akar

(dalam m)Soil Moisture Capacity

(dalam mm)

Tanaman Berakar PendekPasir Halus 0.5050

Pasir Halus dan Loam0.5075

Lanau dan Loam0.62125

Lempung dan Loam0.40100

Lempung0.2575

Tanaman Berakar SedangPasir Halus 0.7575

Pasir Halus dan Loam1.00150

Lanau dan Loam1.00200

Lempung dan Loam0.80200

Lempung0.50150

Tanaman Berakar DalamPasir Halus 1.00100

Pasir Halus dan Loam1.00150

Lanau dan Loam1.25250

Lempung dan Loam1.00250

Lempung0.67200

Tanaman PalmPasir Halus 1.50150

Pasir Halus dan Loam1.67250

Lanau dan Loam1.50300

Lempung dan Loam1.00250

Lempung0.67200

Mendekati Hutan AlamPasir Halus 2.50250

Pasir Halus dan Loam2.00300

Lanau dan Loam2.00400

Lempung dan Loam1.60400

Lempung1.17350

4.1.6 Limpasan Total

Air hujan yang telah mengalami evapotranspirasi dan disimpan dalam tanah lembab selanjutnya akan melimpas di permukaan (surface run off) dan mengalami perkolasi. Berikutnya, menurut Mock besarnya infiltrasi adalah water surplus (WS) dikalikan dengan koefisien Infiltrasi (if), atau:

Infiltrasi (i) = WS x if

Koefisien infiltrasi ditentukan oleh kondisi porositas dan kemiringan daerah pengaliran. Lahan yang bersifat poros umumnya memiliki koefisien yang cenderung besar. Namun jika kemiringan tanahnya terjal dimana air tidak sempat mengalami infiltrasi dan perkolasi ke dalam tanah, maka koefisien infiltrasinya bernilai kecil.

Infiltrasi terus terjadi sampai mencapai zona tampungan air tanah (groundwater storage, disingkat GS). Keadaan perjalanan air di permukaan tanah dan di dalam tanah diperlihatkan dalam Gambar 19.

Dalam Metode ini, besarnya groundwater storage (GS) dipengaruhi oleh:Infiltrasi (i).

Semakin besar infiltrasi maka groundwater storage semakin besar pula, dan begitu pula sebaliknya.

Konstanta resesi aliran bulanan.

Konstanta resesi aliran bulanan (monthly flow recession constan) disimbolkan dengan K adalah proporsi dari air tanah bulan lalu yang masih ada bulan sekarang. Nilai K ini cenderung lebih besar pada bulan basah.

Groundwater storage bulan sebelumnya (GSom).

Nilai ini diasumsikan sebagai konstanta awal, dengan anggapan bahwa water balance merupakan siklus tertutup yang ditinjau selama rentang waktu menerus tahunan tertentu. Dengan demikian maka nilai asumsi awal bulan pertama tahun pertama harus dibuat sama dengan nilai bulan terakhir tahun terakhir.

Dari ketiga faktor di atas, Mock merumuskan sebagai berikut:

GS = { 0,5 x (1 + K) x i } + { K x GSom }

Gambar 12 Perjalanan air hujan sampai terbentuk debit.

Seperti telah dijelaskan, metode Mock adalah metoda untuk memprediksi debit yang didasarkan pada water balance. Oleh sebab itu, batasan-batasan water balance ini harus dipenuhi. Salah satunya adalah bahwa perubahan groundwater storage ((GS) selama rentang waktu tahunan tertentu adalah nol, atau (misalnya untuk 1 tahun):

Perubahan groundwater storage ((GS) adalah selisih antara groundwater storage bulan yang ditinjau dengan groundwater storage bulan sebelumnya. Perubahan groundwater storage ini penting bagi terbentuknya aliran dasar sungai (base flow, disingkat BF). Dalam hal ini base flow merupakan selisih antara infiltrasi dengan perubahan groundwater storage, dalam bentuk persamaan:

BF = i - (GS

Jika pada suatu bulan (GS bernilai negatif (terjadi karena GS bulan yang ditinjau lebih kecil dari bulan sebelumnya), maka base flow akan lebih besar dari nilai Infiltrasinya. Karena water balance merupakan siklus tertutup dengan perioda tahunan tertentu (misalnya 1 tahun) maka perubahan groundwater storage ((GS) selama 1 tahun adalah nol. Dari persaman di atas maka dalam 1 tahun jumlah base flow akan sama dengan jumlah infiltrasi. Selain base flow, komponen debit yang lain adalah direct run off (limpasan langsung) atau surface run off (limpasan permukaan). Limpasan permukaan berasal dari water surplus yang telah mengalami infiltrasi. Jadi direct run off dihitung dengan persamaan:

DRO = WS - i

Setelah base flow dan direct run off komponen pembentuk debit yang lain adalah storm run off, yaitu limpasan langsung ke sungai yang terjadi selama hujan deras. Storm run off ini hanya beberapa persen saja dari hujan. Storm run off hanya dimasukkan ke dalam total run off, bila presipitasi kurang dari nilai maksimum soil moisture capacity. Menurut Mock storm run off dipengaruhi oleh percentage factor, disimbolkan dengan PF. Percentage factor adalah persen hujan yang menjadi limpasan. Besarnya PF oleh Mock disarankan 5% - 10%, namun tidak menutup kemungkinan untuk meningkat secara tidak beraturan hingga mencapai 37,3%.

Dalam perhitungan debit ini, Mock menetapkan bahwa:

Jika presipitasi (P) > maksimum soil moisture capacity, nilai storm run off = 0.

Jika P < maksimum soil moisture capacity maka storm run off adalah jumlah curah hujan dalam satu bulan yang bersangkutan dikali percentage factor, atau:

SRO = P x PF

Dengan demikian maka total run off (TRO) yang merupakan komponen-komponen pembentuk debit sungai (stream flow) adalah jumlah antara base flow, direct run off dan storm run off, atau:

TRO = BF + DRO + SRO

Total run off ini dinyatakan dalam mm/bulan. Maka jika TRO ini dikalikan dengan catchment area (luas daerah tangkapan air) dalam km2 dengan suatu angka konversi tertentu akan didapatkan besaran debit dalam m3/det.

4.1.7 Parameter Mock

Secara umum, parameter-parameter yang akan dijelaskan ini mempengaruhi besarnya evapotranspirasi, Infiltrasi, groundwater storage dan storm run off.Koefisien refleksi (r), yaitu perbandingan antara jumlah radiasi matahari yang dipantulkan oleh suatu permukaan dengan jumlah radiasi yang terjadi, yang dinyatakan dalam persen. Koefisien refleksi ini berbeda-beda untuk tiap permukaan bumi. Menurut Mock, rata-rata permukaan bumi mempunyai harga koefisien refleksi sebesar 40%. Mock telah mengklasifikasikan tiap permukaan bumi dengan nilai koefisien refleksinya masing-masing.

Exposed surface (m), yaitu asumsi proporsi permukaan luar yang tidak tertutupi tumbuhan hijau pada musim kering dan dinyatakan dalam persen. Besarnya harga m ini, tergantung daerah yang diamati. Mock mengklasifikasikan menjadi tiga bagian daerah, yaitu hutan primer atau sekunder, daerah tererosi dan daerah ladang pertanian. Besarnya harga exposed surface ini berkisar antara 0% sampai 50% dan sama untuk tiap bulan. Harga m untuk ketiga klasifikasi daerah ini telah ditabelkan dalam Tabel 25 di atas.

Koefisien Infiltrasi (if), adalah koefisien yang didasarkan pada kondisi porositas tanah dan kemiringan daerah pengaliran. Koefisien Infiltrasi mempunyai nilai yang besar jika tanah bersifat porous, sifat bulan kering dan kemiringan lahanya tidak terjal. Karena dipengaruhi sifat bulan maka if ini bisa berbeda-beda untuk tiap bulan. Harga minimum koefisien infiltrasi bisa dicapai karena kondisi lahan yang terjal dan air tidak sempat mengalami infiltrasi.

Konstanta resesi aliran (K), yaitu proporsi dari air tanah bulan lalu yang masih ada bulan sekarang. Pada bulan hujan Nilai K cenderung lebih besar, ini berarti tiap bulan nilai K ini berbeda-beda. Harga K suatu bulan relatif lebih besar jika bulan sebelumnya merupakan bulan basah.

Percentage factor (PF), merupakan persentase hujan yang menjadi limpasan. Digunakan dalam perhitungan storm run off pada total run off. Storm run off hanya dimasukkan kedalam total run off, bila P lebih kecil dari nilai maksimum soil moisture capacity. Besarnya PF oleh Mock disarankan berkisar 5%-10%, namun tidak menutup kemungkinan untuk meningkat sampai harga 37,3%. 4.1.8 Data Kalibrasi

Kalibrasi terhadap parameter Mock yang digunakan perlu dilakukan agar hasil perhitungan debit dengan metoda ini dapat mewakili kondisi aktual seperti di lapangan (dibandingkan dengan debit hasil survei hidrometri).

Dalam perhitungan debit limpasan dengan menggunakan metode Mock tersebut, akan digunakan data debit hasil survei hidrometri untuk kalibrasi yang dilakukan pada beberapa sungai di wilayah kajian.

A. Kuantifikasi Potensi Air Permukaan

1) Jumlah Sungai

Langkah kuantifikasi air permukaan adalah melacak DAS dan menghitung luas catchment area pada peta hasil survei topografi. Penelusuran didasarkan pada muara aliran di sepanjang garis pantai. Dari sekitar sungai dan alur yang terdapat di wilayah kajian, tidak semua akan dihitung besar debit sintetiknya. Dilakukan pemilihan dan pemilahan terhadap sungai-sungai yang dianggap mempunyai potensi dimanfaatkan sebagai sumber air baku, ditinjau dari aspek kuantitasnya.

2) Titik Perhitungan

Besar ketersediaan air baku di sungai dihitung berdasarkan curah hujan di DAS (hujan bulanan), luas DAS dan koefisien pengaliran. Dengan demikian ketersediaan air baku adalah besar debit di suatu titik pengeluaran (outlet) pada suatu waktu tertentu. Debit yang dihitung adalah debit pada tiap outlet yang dipilih:

1. Di titik yang merupakan lokasi pencatatan debit, yang berfungsi sebagai kalibrasi perhitungan debit dengan model mock.

2. Di titik muara sungai, dimana dapat diketahui besarnya potensi debit untuk keseluruhan luas DAS.

Gambar 13 Titik perhitungan debit Mock.4.1.9 Hasil Perhitungan

Secara statistik, debit pada outlet dinyatakan dengan peluang kejadian yang dihubungkan dengan jenis pengambilan, misal debit 90% terlampaui (Q90) untuk pengambilan DMI (Domestik, Municipal, Industri) atau 50% terlampaui (Q50) untuk pengeluaran dengan waduk/tampungan.

Hasil perhitungan debit bulanan dengan menggunakan Mock, disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 14 s/d Gambar 15. Sedangkan hasil perhitungan lengkap disajikan dalam Tabel 25 s/d Tabel 26.Tabel 25 Tabel Hasil Perhitungan Debit Kesediaan DAS Bojong Boled di Kab.Garut

Gambar 14 Hasil perhitungan debit ketersediaan dengan Mock DAS Bojong Boled di Kab.Garut.Tabel 26 Debit Andal DAS Bojong Boled di Kab.Garut

Dari hasil analisa diperoleh:

Q90 =0.741 m3/detik

Q80 =0.900 m3/detik

Q60 =2.039 m3/detik

Gambar 15 Flow Duration Curve debit andalan di DAS Bojong Boled di Kab.Garut.Dalam menganalisa debit ketersediaan Selain menggunakan menggunakan metode Mock maka digunakan pula model NRECA , sebagai pembanding dalam menganalisis data.

4.2 Estimasi Debit Andalan dengan Metode NRECA

Debit aliran yang dilokasi studi dapat diperkirakan selama tidak tersedia pencatatan atau pengamatan aliran di sungai. Salah satu cara memperkirakan debit adalah dengan bantuan model hujan-limpasan NRECA.1) Struktur Model NRECA dan Pemilihan Parameternya

Model NRECA dikembangkan oleh Crawford (Ref. 3) untuk memperkirakan debit bulanan dari hujan bulanan. Simulasi debit bulanan dilakukan karena data debit di lokasi studi tidak ada.

Konsep model Nreca ini memerlukan input utama data hujan dan evapotranspirasi actual yang diilustrasikan pada Gambar 16. Kandungan air dalam tanah atau kelengasan tanih (Soil Moisture) dihitung setiap bulan dan merupakan fungsi dari evapotranspirasi actual dan curah hujan. Evapotranspirasi aktual dihitung dari evapotranspirasi potensial dan hujan dengan bantuan persamaan empiris. Bagian dari kelebihan hujan yang tidak teruapkan dapat menjadi aliran permukaan dan bawah permukaaan atau menjadi imbuhan ke tampungan air tanah.

PSUB adalah parameter model yang menggambarkan bagian dari kelebihan tadi dan menjadi imbuhan. Sisanya mengalir sebagai aliran langsung yang terdiri dari aliran permukaan dan bawah permukaan. Tampungan airtanah menampung air imbuhan tersebut yang dikeluarkan menjadi aliran dasar di sungai. Besarnya aliran dasar yang dikeluarkan adalah GWF kali jumlah tampungan, dengan sendirinya GWF nilainya lebih kecil dari satu. Makin besar GWF makin banyak air yang dikeluarkan dari tampungan sehingga air tampungan akan cepat habis, begitu pula sebaliknya. Kombinasi parameter PSUB dan GWF memegang peranan penting dalam menentukan hidrograf aliran di sungai yang merupakan penjumlahan antara debit aliran langsung dan aliran dasar.

Untuk DAS dalam lokasi studi, dikarenakan tidak adanya data debit untuk kalibrasi, maka dilakukan prediksi sesuai data acuan yang diperlukan seperti jenis tanah dan tata guna lahan, sehingga di dalam model sudah mengandung program optimasi yang mengubah parameter dengan cara langkah demi langkah sampai kriteria kecocokan dipenuhi.

Gambar 16 Konsep Model NRECA.2)Penentuan Parameter NRECA

a)Data Masukan

Data masukan yang diperlukan dari model hujan-limpasan NRECA adalah sebagai berikut :

Hujan rata-rata bulanan dari suatu DAS.

Evapotranspirasi potensial bulanan dari DAS (PET).

Kapasitas tampungan kelengasan (NOM) dapat diperkirakan sebagai berikut :

Nom = 100 + 0.2 x hujan rata-rata tahunan (mm).

Persentasi limpasan yang keluar dari DAS di sub surface (PSUB). Nilai PSUB berkisar antara 0.3 sampai dengan 0.9.

Persentasi limpasan tampungan air tanah menuju ke sungai (GWF) yang berkisar 0.2 sampai dengan 0.8.

Nilai awal dari tampungan kelengasan tanah (SMSTOR) dan air tanah (GWSTOR).

Faktor tanaman (CROPF)

b)Perhitungan Limpasan

Perhitungan limpasan model NRECA dibagi menjadi dua bagian, yaitu perhitungan limpasan langsung (direct runoff) dan airtanah yang menuju ke sungai (groundwater).

Q = (DRO + GF) x A (m3/dt)

Total debit sungai dihitung sebagai berikut :

dengan :

A=luas DAS (km2)

DRO=limpasan langsung (mm)

=excm (1 PSUB), dengan excm = kelebihan kelengasan

GF=limpasan airtanah (mm)

= GWF x (PSUB x excm = GWSTOR)

excm= excess moisture (kelebihan kelengasan)

= exrat x (P AET)

exrat= excess moisture ratio (nilai banding kelebihan kelengasan)

=0.5 x (1 + tgh ((Sr 1)/0.52)) ( bila Sr > 0

=0 ( bila Sr < 0

Sr=angka tampungan

=SMSTOR/NOM = tampungan kelengasan tanah /kapasitas tampungan kelengasan

P=hujan bulanan (mm)

AET=evapotranspirasi actual

=CROPF x PET (bila P/PET > 1 atau Sr > 2

=(kl x PET) x CROPF ( bila P/PET < 1 dan Sr