laporan hidrologi

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aliran permukaan (run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Aliran permukaan (run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit). Dalam pengertian umum hidrologi adalah curah hujan yang mengakibatkan limpasan. Tinggi curah hujan yang mengakibatkan limpasan adalah relatif, karena tergantung dan kondisi daerah bersangkutan seperti kelembaban tanah, simpanan permukaan, dan lain-lain. Pengukuran evapotransipirasi (ETP) secara langsung di lapangan diukur dengan menggunakan lysimeter . Data dari lysimeter ini merupakan nilai sebenarnya evapotranspirasi lapangan. Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat didalam ruang antar butir-butir tanah yang

Upload: ferdy-tohopi

Post on 30-Jun-2015

18.098 views

Category:

Business


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan hidrologi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aliran permukaan (run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di

atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Aliran permukaan (run

off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah menuju ke

sungai, danau dan lautan.

Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air

disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air

tersebut kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit).

Dalam pengertian umum hidrologi adalah curah hujan yang mengakibatkan

limpasan. Tinggi curah hujan yang mengakibatkan limpasan adalah relatif, karena

tergantung dan kondisi daerah bersangkutan seperti kelembaban tanah, simpanan

permukaan, dan lain-lain.

Pengukuran evapotransipirasi (ETP) secara langsung di lapangan diukur

dengan menggunakan lysimeter . Data dari lysimeter ini merupakan nilai sebenarnya

evapotranspirasi lapangan.

Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat didalam

ruang antar butir-butir tanah yang meresap ke dalam tanah dan bergabung

membentuk lapisan tanah yang disebut akifer.

Hidrologi merupakan ilmu yang mempelajari berbagai air di permukaan bumi.

Sirklus air yang terjadi terus – menerus dari atmosfer kebumi dan kembali lagi ke

bumi. Peredaran air di bumi terjadi oleh suatu siklus yang disebut siklus hidrologi.

Praktikum hidrologi merupakan salah satu mata kuliah di jurusan geografi,

khususnya pada semester ini. Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa dapat

mengetahui cara menghitung air tanah dan debit sungai langsung dilapangan.

Page 2: Laporan hidrologi

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan praktikum hidrologi adalah :

1. Kami dapat menghitung debit puncak

2. Kami dapat menghitung neraca air

3. Kami dapat menghitung curah hujan

4. Kami dapat menghitung evapotranspirasi

5. Kami dapat menghitung air tanah

6. Kami dapat menghitung debit sungai

1.3 Manfaat Praktikum

Adapun tujuan praktikum hidrologi adalah :

1. Kami dapat mengetahui cara menghitung debit puncak

2. Kami dapat mengetahui cara menghitung neraca air

3. Kami dapat mengetahui cara menghitung curah hujan

4. Kami dapat mengetahui cara menghitung evapotranspirasi

5. Kami dapat memiliki pengalaman lapangan cara menghitung air tanah

6. Kami dapat memiliki pengalaman lapangan cara menghitung debit sungai

Page 3: Laporan hidrologi

BAB II

MENGHITUNG DEBIT PUNCAK (Q) dan KOEFISIEN RUN OFF (C)

2.1 Dasar Teori

Aliran permukaan (run off) adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di

atas permukaan tanah menuju ke sungai, danau dan lautan. Air hujan yang jatuh ke

permukaan tanah ada yang langs ung masuk ke dalam tanah atau disebut air infiltrasi.

Sebagian lagi tidak sempat masuk ke dalam tanah dan oleh karenanya mengalir di

atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah. Ada juga bagian dari air hujan

yang telah masuk ke dalam tanah, terutama pada tanah yang hampir atau telah jenuh,

air tersebut ke luar ke permukaan tanah lagi dan lalu mengalir ke bagian yang lebih

rendah. Aliran air permukaan yang disebut terakhir sering juga disebut air larian atau

limpasan. Bagian penting dari air larian dalam kaitannya dengan rancang bangun

pengendali air larian adalah besarnya debit puncak, Q (peak flow atau debit air yang

tertinggi) dan waktu tercapainya debit puncak, volume dan penyebaran air larian.

Curah hujan yang jatuh terlebih dahulu memenuhi air untuk evaporasi, intersepsi,

infiltrasi, dan mengisi cekungan tanah baru kemudian air larian berlangsung ketika

curah hujan melampaui laju infiltrasi ke dalam tanah.

Semakin lama dan semakin tinggi intensitas hujan akan menghasilkan air

larian semakin besar. Namun intensitas hujan yang terlalu tinggi dapat

menghancurkan agregat tanah sehingga akan menutupi pori -pori tanah akibatnya

menurunkan kapasitas infiltrasi. Volume air larian akan lebih besar pada hujan yang

intensif dan tersebar mera ta di seluruh wilayah DAS dari pada hujan tidak merata,

apalagi kurang intensif. Disamping itu, faktor lain yang mempengaruhi

volume air larian adalah bentuk dan ukuran DAS, topografi, geologi dan tataguna

lahan.

Page 4: Laporan hidrologi

Kerapatan daerah aliran (drainase) mempengaruhi kecepatan air larian.

Kerapatan daerah aliran adalah jumlah dari semua saluran air/sungai (km) dibagi luas

DAS (km2). Makin tinggi kerapatan daerah aliran makin besar kecepatan air larian

sehingga debit puncak tercapai dalam waktu yang cepat.

Vegetasi dapat menghalangi jalannya air larian dan memperbesar jumlah

air infiltrasi dan masuk ke dalam tanah.

Page 5: Laporan hidrologi

Menghitung Debit Puncak ( Q ) Dan Koefisien Run Off ( C )

1. Perhitungan Debit Puncak

TABEL 3.1 DATA C, Ip DAN A

DAERAH C Ip (mm/jam) A (Ha) Qp (m/dt)

A 0,3 0,55 200 0,0924

B 0,3 0,75 200 0,126

C 0,45 0,75 200 0,189

D 0,65 1 200 0,364

2. Perhitungan P, Q Dan C

TABEL 3.2 PERHITUNGAN JUMLAH AIR YANG MENGALIR MELALUI

OUTLET

DENGAN UKURAN DAS

(250ha)

BULAN

DEBIT RATA-

RATA

JUMLAH

HARI TOTAL DEBIT

CURA

H

HUJAN

(Q(m/dt)) (d)

d X 86400 X Q

(m) (mm)

JANUARI 0,1 31 267840 350

FEBRUARI 0,09 28 217728 300

MARET 0,07 31 187488 275

APRIL 0,05 30 129600 255

MEI 0,04 31 107136 188

JUNI 0,03 30 77760 132

JULI 0,02 30 51840 100

AGUSTUS 0,01 31 26784 67

Page 6: Laporan hidrologi

Perhitungan Koefisien Runoff

Koefisien Air Larian

Koefisien air larian (C) adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan

antara besarnya air larian terhadap besarnya curah hujan.

C=Air Larian(mm)

Curah Hujan(mm) (dalam suatu DAS)

Atau C=∑1

12

(di ×86400 × Q )(P× A )

Dimana :

di = jumlah hari dalam bulan

Q = Debit rata-rata bulanan (m3/detik) dan 86400 = jumlah detik dalam 24 jam.

P = Curah hujan rata-rata setahun (m/tahun)

A = Luas DAS (m2)

2.2 Media yang digunakan

Komputer dengan aplikasi MS Excel

2.3 Hasil perhitungan

2.4 Interprestasi

Menghitung Debit Puncak ( Q ) Dan Koefisien Run Off ( C )

1. Perhitungan Debit Puncak

Page 7: Laporan hidrologi

BAB III

MENGHITUNG NERACA AIR LAHAN BULANAN

3.1 Dasar Teori

Dalam konsep siklus hidrologi bahwa jumlah air di suatu luasan tertentu di

permukaan bumi dipengaruhi oleh besarnya air yang masuk (input) dan keluar

(output) pada jangka waktu tertentu. Neraca masukan dan keluaran air di suatu tempat

dikenal sebagai neraca air (water balance). Karena air bersifat dinamis maka nilai

neraca air selalu berubah dari waktu ke waktu sehingga di suatu tempat kemungkinan

bisa terjadi kelebihan air (suplus) ataupun kekurangan (defisit). Apabila kelebihan

dan kekurangan air ini dalam keadaan ekstrim tentu dapat menimbulkan bencana,

seperti banjir ataupun kekeringan. Bencana tersebut dapat dicegah atau ditanggulangi

bila dilakukan pengolaan yang baik terhadap lahan dan lingkungannya.

Neraca air lahan merupakan neraca air untuk penggunaan lahan pertanian

secara umum. Neraca ini bermanfaat dalam mempertimbangkan kesesuaian lahan

Page 8: Laporan hidrologi

pertanian, mengatur jadwal tanam dan panen, mengatur pemberian air irigasi dalam

jumlah dan waktu yang tepat.

Dalam perhitungan neraca air lahan bulanan diperlukan data masukan yaitu

curah hujan bulanan (CH), evapotranspirasi bulanan (ETP), kapasitas lapang (KL),

dan titik layu permanen (TLP). Nilai-nilai yang diperoleh dari analisis neraca air

lahan ini adalah harga-harga dengan asumsi-asumsi :

1) Lahan datar tertutup vegetasi rumput,

2) Lahan berupa tanah dimana air yang masuk pada tanah tersebut hanya berasal

dari curah hujan saja, dan

3) Keadaan profil tanah yang homogen sehingga KL dan TLP mewakili seluruh

lapisan dan hamparan tanah.

3.2 Media yang digunakan

1. Kalkulator, atau

2. Komputer dengan aplikasi Ms excel

3.3 Hasil perhitungan

3.4 Interprestasi

Page 9: Laporan hidrologi

BAB IV

MENGHITUNG CURAH HUJAN (CH) RATA-RATA

4.1 Dasar Teori

Data jumlah curah hujan (CH) rata-rata untuk suatu daerah tangkapan

air(catchment area) atau daerah aliran sungai (DAS) merupakan informasi yang

sangat diperlukan oleh pakar bidang hidrologi. Dalam bidang pertanian data CH

sangat berguna, misalnya untuk pengaturan air irigasi, mengetahui neraca air lahan,

mengetahui besarnya aliran permukaan (run off).

Untuk dapat mewakili besarnya CH disuatu wilayah/daerah diperlukan

penakar CH dalam jumlah yang cukup. Semakin banyak penakar dipasang di

lapangan diharapkan dapat diketahui besarnya rata-rata CH yang menunjukkan

besarnya CH yang terjadi di daerah tersebut. Disamping itu juga diketahui variasi CH

disuatu titik pengamatan.

Page 10: Laporan hidrologi

Menurut Hutchinson, 1970; Browning, 1987 dalam Asdak C. 1995 ketelitian

hasil pengukuran CH tergantung pada variabilitas spasial CH, maksudnya diperlukan

semakin banyak lagi penakar CH bila kita mengukur CH di suatu daerah yang variasi

curah hujannya besar. Ketelitian akan semakin meningkat dengan semakin banyak

penakar yang dipasang, tetapi memerlukan biaya mahal dan juga memerlukan

banyak waktu dan tenagadalam pencatatannya dilapangan.

1. Cara rata-rata aritmatik

Cara rata-rata aritmatik adalah cara yang paling mudah diantara cara lainnya

(poligon dan isohet). Digunakan khususnya untuk daerah seragam dengan variasi

CH kecil. Cara ini dilakukan dengan mengukur serempak untuk waktu tertentu

dari semua alat penakar dan dijumlahkan seluruhnya.

Rata-rata CH = ∑ Ri

n

Dimana Ri = besarnya CH pada stasiun ke-i

n = jumlah penakar (stasiun)

2. Cara poligon (Thiessen poligon)

Cara ini untuk daerah yang tidak seragam dan variasi CH besar. Menurut

Shaw (1985) cara ini tidak cocok untuk daerah bergunung dengan intensitas

Ch tinggi. Dilakukan dengan membagi suatu wilayah (luasnya A) ke dalam

beberapa daerah-daerah membentuk poligon (luas masing-masing daerah a).

Untuk menghitrung curah hujan rata-rata cara poligon menggunakan

persamaan:

Rata-rata CH = R1

a1

A+R2

a2

A+R3

a3

A…Rn

an

A

Dimana: R = jumlah curah hujan pada penakar/stasiun di daerah a.

ai/A = tetapan Thiessen

3. Cara Isohet (Isohyeat)

Cara ini dipandang paling baik, tetapi bersifat subyektif dan tergantung pada

keahlian, pengalaman, pengatahuan pemakai terhadap sifat curah hujan pada

Page 11: Laporan hidrologi

daerah setempat. Isohet adalah garis pada peta yang menunjukkan tempat-

tempat dengan curah hujan yang sama.

Dalam metode isohet ini wilayah dibagi dalam daerah-daerah yang masing-

masing dibatasi oleh dua garis isohet yang berdekatan, misalnya isohet 1 dan

2 atau ( I1 – I2).

4.2 Media yang digunakan

1. Kalkulator, atau

2. Komputer dengan aplikasi Ms excel

4.3 Hasil Perhitungan

4.4 Interpretasi

BAB V

PENDUGAAN EVAPOTRANSPIRASI (ETP) METODE THORNTHWAITE

5.1 Dasar Teori

Pengukuran evapotransipirasi (ETP) secara langsung di lapangan diukur

dengan menggunakan lysimeter . Data dari lysimeter ini merupakan nilai sebenarnya

evapotranspirasi lapangan. Karena L ysimeter dipasang dengan peralatan dan instalasi

khusus serta bersifat permanen maka penggunaannya kurang praktis dan memerlukan

biaya. Untuk itu maka para ahli berusaha menduga ETP tersebut dengan persamaan

empiris dengan menggunakan data-data iklim.

Evaporimeter Panci Klas A

Rumus:

ETP = Eo x konstanta panci

Page 12: Laporan hidrologi

Dimana Eo adalah evaporasi dari panci klas A pada stasiun (mm),Sedangkan

konstanta panci untuk indonesia berkisar 0,7 - 0,8 atau rata-rata 0,75. Konstanta panci

dapat diperoleh dengan percobaan di lapangan. Misalnya evaporasi pada panci klas A

pada stasiun menunjukkan 4,0 mm/hari, maka ETP = 0,75 x 4,0 = 3,0 mm/hari.

Metode Thornthwaite

Pendugaan ETP metode Thorntwaite ini hanya menggunakan data suhu rata-

rata bulanan saja, Sedangkan metode Blaney-Criddle, Penman, Makkink dan Priestly-

Taylor menghendaki data yang cukup banyak seprti : suhu, radiasi, kecepatan angin,

kelembaban udara sehingga meskipun hasilnya lebih akurat, namun sulit diterapkan

pada wilayah yang tidak memiliki data iklim yang lengkap.

Untuk memperoleh ETP dengan metode ini bisa dilakukan dengan cara -cara sebagai

berikut :

a. Nomogram

Gambar 2.1 adalah Nomogram (thornthwaite, 1948), hubungan suhu udara

bulanan rata-rata (t 0C) sebagai sumbu-Y dan besarnya evapotraspirasi bulanan (cm)

sebagai sumbu -X (Gambar 1). Untuk menggunakan ini harus dihitung dulu Indeks

Bahang ( I = Heat index) yaitu akumulasi indeks panas/bahang dalam setahun,

diperoleh dengan rumus :

I=∑i= I

12

( t5 )

1,514

Pada nomgram buatlah garis yang menghubungkan tit ik I (indeks panas)

yang diperoleh dengan titik konvergensi. Titik konvergensi berada pada koordinat

suhu 26,5 0C (sumbu-Y) dan ETP 13,50 (sumbu-X). Dari garis yang terbentuk

tariklah koordinat data suhu anda (sumbu -Y) untuk memperoleh nilai ETP pada

sumbu-X. Bila data suhu udara lebih besar dari 26,5 0C maka gunakanlah tabel

disamping nomogram atau menggunakan rumus :

ETP(t 26,5 0C) = - 0,0433 t2 + 3,2244 t – 41.545

Page 13: Laporan hidrologi

Nilai ETP yang diperoleh ini belum dikoreksi dengan faktor kedudukan matahari atau

faktor lintang Sehingga nilai :

ETP (terkoreksi) = ETP . F

b.Rumus empiris

Untuk menduga ETP metode Thornthwaite bisa menggunakan rumus. Rumus

ini berlaku untuk suhu udara rata -rata bulanan (t > 26,5 0C), yaitu

ETP = 1,6 (10 t/I)a

dimana,

ETP = evaporasi potensial bulan (cm/bulan)

t =suhu rata-rata bulanan (0C)

I = akumulasi indeks panas dalam setahun, diperoleh dengan rumus :

I=∑i= I

12

( t5 )

1,514

a = 0,000000675 I3 – 0,0000771 I2 + 0,01792 I + 0,49239

F = faktor koreksi terhadap panjang hari dari letak lintang (diperoleh dari

tabel)

Sedangkan untuk data suhu t >26,5 0C, gunakan rumus :

ETP(t >26,5 0C) = - 0,0433 t2 + 3,2244 t – 41.545

Nilai ETP yang diperoleh ini belum dikoreksi dengan faktor kedudukan matahari atau

faktor lintang (F). Sehingga nilai :

ETP (terkoreksi) = ETP . F

5.2 Media yang Digunakan

Komputer dengan aplikasi Ms excel

5.3 Hasil Perhitungan

5.4 Interpretasi

Page 14: Laporan hidrologi

BAB VI

PEMETAAN MUKA AIR TANAH

6.1 Dasar Teori

Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat didalam

ruang antar butir-butir tanah yang meresap ke dalam tanah dan bergabung

membentuk lapisan tanah yang disebut akifer. Lapisan yang mudah dilalui oleh air

tanah disebut lapisan permeable, seperti lapisan yang terdapat pada pasir atau kerikil,

sedangkan lapisan yang sulit dilalui air tanah disebut lapisan impermeable, seperti

lapisan lempung atau geluh. Lapisan yang dapat menangkap dan meloloskan air

disebut akuifer. Pada akifer bebas (unconfined aquifer), ketinggian level air tanah

dinamakan muka air tanah (water table), sedangkan pada akifer tertekan (confined

aquifer) disebut permukaan piezometrik.

Tolman (1937) dalam Wiwoho (1999) mengemukakan bahwa air tanah

dangkal pada akifer dengan material yang belum termampatkan di daerah beriklim

kering menunjukan konsentrasi unsur-unsur kimia yang tinggi terutama musim

kemarau. Hal ini disebabkan oleh adanya gerakan kapiler air tanah dan tingkat

evaporasi yang cukup besar. Besar kecilnya material terlarut tergantung pada lamanya

Page 15: Laporan hidrologi

air kontak dengan batuan. Semakin lama air kontak dengan batuan semakin tinggi

unsur-unsur yang terlarut di dalamnya. Disamping itu umur batuan juga

mempengaruhi tingkat kegaraman air, sebab semakin tua umur batuan, maka semakin

tinggi pula kadar garam-garam yang terlarut di dalamnya.

Kedalaman muka air tanah memiliki efek penting pada penggunaan

permukaan tanah dan pada pengembangan suplai-suplai air dari akifer bebas. Ketika

muka air tanah adalah dangkal, maka tanah tersebut mungkin menjadi “waterlogged”

selama musim penghujan dan tidak cocok untuk pemukiman dan banyak penggunaan

lainnya.

Arah slope muka air tanah juga penting karena ini mengindikasikan arah

pergerakan air tanah. Posisi dan slope muka air tanah ditentukan dengan mengukur

posisi level air sumur dari titik yang ditetapkan (titik pengukuran). Untuk

menggunakan pengukuran ini dalam upaya menentukan slope muka air tanah, maka

posisi muka air tanah di setiap sumur harus ditentukan relatif terhadap bidang

referensi yang berlaku umum untuk setiap sumur. Bidang referensi yang kebanyakkan

digunakan adalah National Geodetic Vertikal Datum 1929 yang umumnya

direferensikan sebagai “permukaan laut”.

6.2 Waktu, Lokasi dan Kesampaian Daerah

Waktu

Waktu pelaksanaan praktikum “pemetaan air tanah” dilakukan pada pukul

10:30 – 11:45.

Lokasi

Lokasi penelitian terletak didesa Tanjung harapan, Kec. Wonosari, Kab.

Boalemo

Kesampaian Daerah

Page 16: Laporan hidrologi

Menuju lokasi

Kelokasi sumur warga

Menentukan titik koordinat dengan mengunakan GPS Menentukan elevasi sumur dengan menggunakan GPS

Menentukan kedalaman sumur Menentukan tinggi bibir sumur dari tanah

Pengambilan data

Desa untuk lokasi praktikum cukup terpencil, untuk mencapai base camp

dibutuhkan waktu sekitar 5 jam perjalanan dengan menggunakan mobil bus,

selanjutnya untuk menuju lokasi praktikum, kami harus menempuh perjalanan

1 km dengan berjalan kaki.

6.3 Alat dan Bahan

1. GPS

2. Roll meteran

3. Alat tulis menulis

6.4 Prosedur Kerja

Page 17: Laporan hidrologi

6.5 Hasil Pengamatan

6.6 Pengolahan Data

6.7 Pembahasan dan Interpretasi

Page 18: Laporan hidrologi

BAB VII

PERHITUNGAN DEBIT SUNGAI

7.1 Dasar Teori

Teknik pengukuran debit sungai secara langsung dilapangan dapat dilakukan melalui

berbagai cara. Pada umumnya teknik pengukuran tersebut dapat dikelompokkan

menjadi dua jenis, yaitu pengukuran debit tak pengukuran debit kontinyu.

Pengukuran debit sungai tak kontinyu dapat dilakukan dengan metode, antara lain :

1) Metode volumetrik

2) Metode apung atau menggunakan current meter

3) Metode tracing

Sedangkan pengukuran debit sungai yang paling sederhana dapat dilakukan dengan

metode apung (floating method). Besarnya kecepatan rata-rata aliran permukaan

sungai ditentukan berdasarkan persamaan berikut :

V= St

Dengan : S = jarak antara titik pengamatan (m)

t = waktu rata-rata perjalanan yang ditempuh benda apung (s).

Page 19: Laporan hidrologi

Dengan demikian besarnya debit selanjutnya dapat dihitung menggunakan persamaan

berikut :

Q=k A V

Dengan : A = luas penampang melintang sungai (m2)

V = kecepatan rata-rata aliran permukaan sungai (m/s).

k = kontana; k = 0,75 (jika keadaan dasar sungai kasar), k = 0,85 (jika

keadaan dasar sungai halus).

7.2 Waktu, Lokasi, dan Kesampaian Daerah

Waktu

Waktu pelaksanaan praktikum “pengukuran debit sungai” dilakukan pada pukul

08:30 – 10:00.

Lokasi

Lokasi penelitian terletak didesa Tanjung harapan, Kec. Wonosari, Kab. Boalemo

Kesampaian daerah

Desa untuk lokasi praktikum cukup terpencil, untuk mencapai base camp

dibutuhkan waktu sekitar 5 jam perjalanan dengan menggunakan mobil bus,

selanjutnya untuk menuju lokasi praktikum, kami harus menempuh perjalanan 3

km dengan berjalan kaki.

7.3 Alat dan Bahan

1. Stop watch 3 buah

2. Patok kayu 3 buah

3. Roll meter

4. Bahan pelampung, seperti gabus,dll

5. Alat tulis menulis

Page 20: Laporan hidrologi

7.4 Prosedur Kerja

1. Menentukan lokasi pengamatan debit sungai meliputi lokasi, koordinat, dan

nama sungai pada lembar observasi yang sesuai

2. Mengukur lebar sungai menggunakan roll meter mulai dari batas basah kiri

hingga batas basah kanan, mengisi hasil pengukuran pada lembar observasi di

bagian lebar sungai (L).

3. Membagi penampang sungai menjadi 3 bagian. Masing-masing titik/patok

dijaga oleh satu orang dengan membawa pelampung.

4. Mengukur kedalaman masing-masing titik tersebut dengan menggunakan roll

meter dan mengisi hasil pengukurannya pada kolom luas (A).

5. Menentukan jarak pengukuran (S), dan pada jarak ini ditempatkan 3 orang

yang memegang stop watch masing-masing A’, B’, dan C’. Pertama-tama

jatuhkan benda apung dari titik A ke A’ dan catat waktu tempuhnya pada

kolom t1, t2, t3 serta rata-rata untuk akurasi pengukuran dan mengisi waktu

tempuhnya pada kolom trata2. Langkah yang sama dilakukan dari B ke B’

hingga C ke C’.

6. Menghitung kecepatan aliran pada masing-masing titik yaitu dengan

mengalihkan waktu rata-rata (trata2) dan jarak pengukuran (S).mengisi hasil

perhitungannya pada kolom kecepatan.

7. Menghitung luas total penampang sesuai dengan menjumlahkan luas

keseluruhan segmen dan mengisi hasil perhitungannya pada ∑ A.

Menghitung pula kecepatan aliran rata-ratadari kecepatan aliran masing-

masing titik dan mengisi hasil perhitungannya pada Vrata2. Akhirnya besar

debit sungai dapat dihitung menggunakan persamaan : Q=k ×∑ A ×V rata−rata

.

7.5 Hasil pengamatan

7.6 Pengolahan Data

7.7 Pembahasan dan interprestasi

Page 21: Laporan hidrologi

BAB VIII

PENUTUP