program studi sejarah dan peradaban islam...

77
PELESTARIAN PENENTUAN AWAL BULAN HIJRIAH TAREKAT SYATTARIYYAH DI MINANGKABAU Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora untuk memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) Oleh: MUSTAQIM NIM: 1112022000007 PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M.

Upload: dinhphuc

Post on 02-Mar-2019

273 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

PELESTARIAN PENENTUAN AWAL BULAN HIJRIAH

TAREKAT SYATTARIYYAH DI MINANGKABAU

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora

untuk memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh:

MUSTAQIM

NIM: 1112022000007

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M.

Page 2: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

LEⅣIBAR PERSETUJUAN PEPIBIR/1BING SKRIPSI

PELESTARIAN PENENTUAN AWAL BULAN HIJRIAH TAttKAT

SYATTARIYYAH DI ⅣIINANGKABAU

SKRIPSI

Dittukankepada Fakultas Adab dan HumanioraUniversitas lslamNegcH(UIN)

SyarifHidayatullah Jakarta sebagai Syarat untuk Memperolch Gdar Sttana

Hllmaniora(S.Humm

Olёh:

MustaqimNIM.1112022000007

Prof. Dr. Oman .ⅡumNIP.196908081

PROGRAヽ任STUDISEJARAⅡ DAN PERADABAN ISLAPI

FAKULTAS ADAB DAN ⅡUⅣりいqIORA

UNIVERSITAS ISLtt NEGERI

SYARIF ⅡIDAYATULLAH

JAKARTA

1438H/2017R/1 〆

Pembimbing

Page 3: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang beriuduI PELESTARIAN PENENTUAN Aヽ VAL BULAN

HIJRIAH TAREKAT SYATTARIYYAH DI RIINANGKABAU telah dittikan

dalanl sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Hull■ aniora UIN Syarif

Hidayatunah Jakalta pada 12 Juli 2017. Skripsi ini telah diterillla sebagai salah

satu syarat untuk nlemperoleh gelar Sattana Hulllaniora(S.Hum)pada PrOgram

Studi Saarah dan Kcbudayaan lslal■ .

Jakafta, 12 Juli2017

Panitia Sidang Munaqasyah

Ho Nurhasan.MA

NIP。 196907241997031001

Anggota.

I'e nguj i I Penguji II

K a,

Prof.Dr.H.Budi Sulistionon M.Hunl

NIP。 195410101988031001

Sekretans lvler

97504172005012007

Dr.Parlindungan Siregar.Ⅳ I.Ag

NIP.19590115 199403 1002

NIP.196908081996031003

Page 4: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Narna

NIM

Fakultas

Jttsan

LE■IIBAR PERNYATAAN

Mustaqim

ll12022000007

Adab dan I‐ Iulnanlora

saarah dan Peradaban lslam

Dengan ini saya menyatakanbahwa:

l. Skripsi ini hasil karya asli saya yang diajukan untuk merrrenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S1) Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah J akarta.

2. Semua sumber saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri ruf$ Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta,28」 uli 2017

Mustaqim

Page 5: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

iv

ABSTRAK

Mustaqim, nim. 1112022000007, Pelestarian Penentuan Awal Bulan

Hijriah Tarekat Syattariyyah Di Minangkabau.

Obyek penelitian yang penulis teliti adalah teks takwim hijriah yang

terdapat di beberapa tempat. Penulis mendapatkannya dari naskah yang dimuat di

British Library dalam Program EAP (Endangered Archives Programme). Tujuan

dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengikut Tarekat

Syattariyyah di Minangkabau dalam menentukan awal bulan Hijriah.

Secara tekstual teks takwim hijriah Tarekat Syattariyyah di Minangkabau

ini menjelaskan dan juga sebagai panduan bagi masyarakat yang menganut

Tarekat Syattariyyah di Minangkabau dalam menentukan awal bulan Hijriah,

yang khususnya dalam penentuan awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah.

Dalam naskah mengenai takwim Hijriah Tarekat Syattariyyah di Minangkabau ini

terdapat tiga metode yang digunakan dalam penentuan awal bulan Hijriah yakni

metode tahun Ha, Metode Tahun Waw dan juga metode tahun Alif yang

menggunakan metode khumusiyyah yang berarti penentuan hari awal bulannya

diawali dengan hari Kamis. Naskah yang memuat teks takwim Hijriah ini bagi

kalangan Tarekat Syattariyyah di Minangkabau memiliki kedudukan yang penting

dimana metode yang tertuang dalam teks tersebut masih digunakan hampir setiap

tahun dan turun temurun.

Keywords: Takwim Hijriah, Tarekat Syattariyyah, Minangkabau

Page 6: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

v

KATA PENGANTAR

تسن اهلل الس حوي السحين

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah mencurahkan

kasih sayang, kesehatan dan ridho-Nya serta memberikan istiqomah, keikhlasan

dan kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul:

“PELESTARIAN PENENTUAN AWAL BULAN HIJRIAH TAREKAT

SYATTARIYYAH DI MINANGKABAU”. Shalawat dan salam kepada Nabi

Muhammad Saw junjungan para umat yang berpikir, di mana mencari sebuah

kebenaran dalam sebuah konsep ketuhanan yang telah dikonsep secara rapi dan

sistematis untuk umatnya hingga akhir zaman.

Penulis sangat bersyukur atas selesainya tugas akhir untuk jenjang

pendidikan Strata Satu (S1) yang penulis tempuh. Penulis yakin di dalam

penulisan skripsi ini pasti banyak kekurangan di dalam menyelesaikannya. Maka

dari itu penulis menyadari dan mempunyai kewajiban untuk menghaturkan

permintaan maaf kepada pembaca atas ketidaksempurnaan yang memang itu telah

kodrat bagi manusia itu sendiri.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah mungkin dapat

tercapai tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu sebagai

ungkapan rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Page 7: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

vi

2. Prof. Dr. Sukron Kamil selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Kepada Pak Nurhasan, MA selaku Ketua Program Studi Sejarah dan

Peradaban Islam dan Ibu Sholikatus Sa‟diyah, M.Pd selaku Sekretaris

Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Pembimbing Akademik dan seluruh Dosen Fakultas Adab dan

Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Dosen pembimbing skripsi Prof. Dr. Oman Fathurahman M.Hum yang

telah sabar dan istiqomah dalam membimbing penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

6. Terkhusus kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai dan sayangi

ayahanda Afif dan ibunda tercinta Erna Megawati yang selalu

memberikan masukan kepada saya untuk selalu semangat dan sabar

dalam menyelesaikan skripsi ini dan tidak lupa mereka selalu mendoakan

saya agar selalu diberikan kesehatan dan waktu luang agar dapat

mengerjakan skripsi ini dengan baik dan benar. Kedua orang tua adalah

sumber inspirasi bagi penulis dalam menjalankan hidup dan

menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada saudara-saudara penulis yang tersayang Fitrinawati, Indrawati

Dewi, Nur Fadriani, Untung Suropati, Gusni, M. Syukri, Mira Warni,

Amnah Sri Kurnia Rahma, dan Putri Ramadhani yang selalu memberikan

Page 8: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

vii

semangat dan mendoakan penulis dalam penyelesaian penulisan skripsi

ini.

8. Kepada Bapak Ardi dan Ibu Fatimah yang telag berjasa dan memberikan

semangat dan sokongan dana kepada penulis sehingga penulis bisa

melanjutkan pendidikan di universitas ini.

9. Kepada Saudara Rais Rahmat yang telah menyemangati penulis dan

memberikan semangat baik moril dan juga telah membiayai uang kuliah

penulis di semester dua lalu, semoga Yang Maha Kuasa memberikan

limpahan rezeki kepadanya.

10. Kepada Rendi Ahmed Setiawan, Imam Maulana, Oktaviondri dan juga

Aprilia Wulandari yang telah memberikan waktu luangnya untuk

menyemangati penulis dan juga pinjaman laptopnya sehingga penulisan

skripsi ini bisa penulis selesaikan.

11. Kepada bapak Arrazi Hasyim, Pak Heru dan juga Pak Adlan Sanur yang

telah memberikan masukan dan data dalam penulisan ini.

12. Kepada Teman-teman KKN Gempar yang juga menyemangati penulis

dalam penulisan skripsi ini

13. Kepada teman-teman Jayatara Pak Arief Wibowo, Anindyajati, Mba

Prita, Mba Rita, Mba Ratna, Mba Lia, Om Salim dan lain-lainnya yang

memberikan banyak masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

14. Dan kepada teman-teman yang penulis tidak dapat sebutkan namanya

satu persatu yang mana selalu memberikan semangat dan motivasi

penulis dalam menyelasaikan karya ilmiah ini.

Page 9: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

viii

Semoga amal baik mereka semua dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT.

Sungguh hanya Allah SWT yang dapat membalas kebaikan mereka dengan

kebaikan yang berlipat ganda.

Jakarta, 28 Juli 2017

Mustaqim

Page 10: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ i

PENGESAHAN PANITIA UJIAN ........................................................................... ii

LAMPIRAN PERNYATAAN ................................................................................... iii

ABSTRAK ................................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................... v

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

B. Permasalahan ........................................................................................ 6

1. Identifikasi Masalah .......................................................................... 6

2. Batasan Masalah ............................................................................... 6

3. Rumusan Masalah ............................................................................. 7

C. Tujuan dan Manfaat .............................................................................. 7

D. Metodologi Penelitian ........................................................................... 8

E. Kerangka Teori ..................................................................................... 10

F. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 11

G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 12

BAB II TAREKAT SYATTARIYYAH DI MINANGKABAU ........................... 13

A. Sejarah Tarekat Syattariyyah ................................................................ 13

B. Tarekat Syattariyyah di Minangkabau .................................................. 18

C. Ibadah Tarekat Syattariyyah ................................................................. 23

Page 11: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

x

BAB III METODE TAKWIM HIJRIAH DALAM DUNIA ISLAM ..................... 29

A. Sejarah Takwim Hijriah ........................................................................ 29

B. Pengertian Hisab dan Rukyat ................................................................ 31

C. Kedudukan Hisab Rukyat ..................................................................... 35

D. Pandangan Ulama Terkait Takwim Hijriah .......................................... 36

BAB IV TAKWIM HIJRIAH DI KALANGAN TAREKAT SYATTARIYYAH

DI MINANGKABAU ............................................................................... 38

A. Naskah Tentang Takwim Hijriah .......................................................... 38

B. Metode Takwim Hijriah ........................................................................ 42

C. Pelestarian Takwim Hijriyah Syattariyyah Di Minangkabau ............... 51

BAB V PENUTUP ................................................................................................. 55

A. Kesimpulan ........................................................................................... 55

B. Saran-saran ............................................................................................ 56

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mendiskusikan tentang Minangkabau berarti membicarakan dua hal yang

bersangkutan yaitu membicarakan tentang geografisnya dan etnisnya. Wilayah

Minangkabau terbagi atas dua wilayah yang di antaranya wilayah darek (darat,

dalam bahasa Indonesia) dan wilayah rantau. Wilayah darek adalah wilayah yang

dikelilingi oleh tiga gunung yakni gunung Marapi, gunung Singgalang dan

gunung Sago, yang mana wilayah tersebut termasuk wilayah yang tergolong

paling subur di Indonesia, atau biasa disebut wilayah pedalaman. Dalam

penjelasan Tsuyoshi Kato darek adalah tanah asal dari orang Minangkabau yang

menurut sejarah lisannya keturunan dari Raja Iskandar Zulkarnaen.1 Rantau

adalah suatu wilayah di Minangkabau yang disebut pada zaman Belanda sebagai

Padangsche Benedelanden atau Padang dataran rendah yang berkonsentrasi di

wilayah pesisir barat di Sumatera Barat.2

Etnis Minangkabau adalah salah satu dari 140 kelompok etnis yang tersebar

lebih dari belasan ribu pulau di Indonesia, yang mana tergolong sebagai etnik

terbesar keempat di Indonesia setelah Jawa, Sunda, dan Madura sebelum tahun

1973.3 Menurut data badan statistik tahun 2010 orang Minangkabau turun tiga

tingkat dari data yang dikemukakan oleh Tsuyoshi Kato yang menempati urutan

1 Tsuyoshi Kato, Adat Minangkabau dan Merantau Dalam Prespektif Sejarah, Jakarta,

Balai Pustaka, 2005, h. 1 2 P. E. De Josselin de Jong, Minangkabau and Negeri Sembilan: Socio-Political Stucture

in Indonesia, Den Haag: Martinus Nijhoff Uitgeverij, h. 7 3 Tsuyoshi Kato, Adat Minangkabau dan Merantau Dalam Prespektif Sejarah, Jakarta,

Balai Pustaka, 2005, h. 1

Page 13: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

2

ketujuh setelah Suku Jawa, Sunda, Batak, Suku-suku asal Sulawesi, Madura, dan

Betawi.4

Tempat tinggal utama orang Minangkabau adalah Provinsi Sumatera Barat

selain Kabupaten Mentawai, sebagaimana yang disebutkan di atas yakni di daerah

darek dan rantau. Islam merupakan agama yang dianut oleh orang Minangkabau.

Islam di Minangkabau menjadi sebuah bagian identitas terpenting dalam

kehidupan sosial beragama. Mengenai Islam di Minangkabau banyak ahli yang

berpendapat akan kedatangan Islam di daerah ini yang antara lain sebagai berikut:

1. Menurut berita China dari Dinasti Tang menyebutkan ada sekelompok

orang Arab yang bermukim di Pesisir Pantai Barat Sumatera pada

tahun 647 masehi. Tetapi menurut W. P. Groeneveldt setelah abad

ketujuh tersebut berita tentang adanya pemukiman Arab sama sekali

tidak ada beritanya lagi.5

2. Islam telah masuk ke Minangkabau pada abad kelima belas yang

dihubungkan dengan cerita dari naskah kuno Kerinci tentang Siak

Lenih Malin Sabiyatullah yang mengenalkan Islam ke daerah Kerinci.6

3. Islam menurut sejarahnya dibawa oleh saudagar Muslim India yang

berasal dari Gujarat yang dibawa dari pesisir pantai barat menuju ke

timur yakni ke pedalaman.7

Di Minangkabau, perkembangan agama Islam banyak melalui jalur

tarekat, yang di antaranya Tarekat Naqsyabandiyyah dan Tarekat Syattariyyah

yang memiliki proporsi penganutnya yang tinggi di Minangkabau.

4 Akhsan Na‟im dan Hendry Syaputra, Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan

Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk tahun 2010, Jakarta: Badan Pusat

Statistik, 2010, h. 8 5 Marwati Djeoned Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III:

Zaman Pertumbuhan Dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,

2008, h. 47 6 Marwati Djeoned Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III:

Zaman Pertumbuhan Dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,

2008, h. 47 7 Audrey R. Kahin, Dari pemberontakan ke integrasi: Sumatra Barat dan politik

Indonesia, 1926-1998, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, h. 6

Page 14: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

3

Jajat Burhanuddin menyatakan bahwa Tarekat Syattariyyah di

Minangkabau didirikan oleh Syaikh Burhanuddin di Surau Ulakan sebelumnya

telah muncul tarekat lainnya yaitu Naqsyabandiyyah dan Qadariyyah.8

Dalam penulisan ini penulis memilih Tarekat Syattariyyah sebagai

fokusnya dengan menggunakan naskah yang ditulis oleh ulama Syattariyyah yang

terdapat di surau-surau yang tersebar di beberapa daerah di Minangkabau. Dalam

survei yang dilakukan oleh Irana Katkova yang mewakili Endangered Archives

Programme yang diprogramkan oleh British Library menyatakan ada banyak

surau yang menyimpan naskah-naskah dari Tarekat Syattariyyah, yang jumlahnya

sebagai berikut:9

Kabupaten Surau

Pasaman 7

Agam 18

Tanah Datar 25

Limopuluh Koto -

Solok 11

Padang Pariaman 24

Pesisir Selatan 4

Sawahlunto Sijunjung 8

8 Jajat Burhanuddin, Ulama dan Kekuasaan: Pergumulan Elite Muslim Dalam Sejarah

Indonesia, Jakarta: Mizan, 2012, h. 402 9 Irana Katkova, Endangered Manuscripts of Westren Sumatera Collection of Sufi

Brotherhood, British Library, 2008, h. 24

Page 15: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

4

Dalam banyak naskah yang ditulis oleh ulama-ulama Syattariyyah di

Minangkabau ada salah satu naskah yang menarik bagi penulis yaitu naskah

takwim hijriah (naskah tentang penentuan awal bulan hijriah).

Takwim atau kalender Hijriah adalah kalender yang terbagi atas dua belas

bulan yang setiap bulannya terdiri atas 29 atau 30 hari, dan dalam penanggalannya

kalender hijriah lebih singkat 11 hari dari pada penanggalan yang digunakan pada

kalender masehi.10

Dilihat dari sejarahnya, takwim Hijriah dimulai pada zaman

khalifah Umar bin Khattab, yang mana Umar bin Khattab dan para sahabat merasa

perlu adanya penanggalan Islam. Para sahabat mengusulkan penanggalan Islam

dimulai dari tanggal lahirnya Nabi Saw, dan yang lainnya mengusulkan

penanggalan Islam dimulai dari turunnya wahyu atau dari wafatnya Nabi sebab

pada saat itulah menunjukkan kesempurnaan ajaran Islam. Dari musyawarah

tersebut menghasilkan bahwa penanggalan Islam dimulai dari hijrahnya Nabi

Muhammad Saw dari Mekkah ke Madinah sebab hijrahnya Nabi merupakan

tonggak berdirinya negara Madinah.11

Kalender Hijriah dalam dunia Islam sangat berkaitan dengan kepentingan

ibadah para penganutnya misalnya untuk berpuasa pada bulan Ramadhan, dan

dalam hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.12

Di Indonesia, khususnya di Minangkabau, ada empat kelompok Islam

yang berbeda dalam penentuann awal dan akhir bulan hijriah terkhusus bulan

Ramadhan, yaitu Pemerintah, Muhammadiyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyyah

dan kelompok Tarekat. Tarekat Samaniyah dan Naqsyabandiyah memiliki

perhitungan kalender yang biasanya lebih awal dari ketetapan Pemerintah.

Muhammadiyyah dan Persatuan Tarbiyah Islamiyyah memiliki perhitungan yang

terkadang sama dan kadang berbeda dengan apa yang ditetapkan oleh Pemerintah.

10

Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hilal, Jakarta: Amythas Publica, 2007,

h.42. 11

Parlindungan Siregar, Penanggalan Hijriah Sebuah Peradaban dan Identitas Umat

Islam, dalam Jurnal Al-Turas Vol. 9 No. 2, Juli 2003, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003, h.

170 12

Murtadho, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN Malang Press, 2008, h. 109

Page 16: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

5

Sedangkan Tarekat Syattariyyah biasanya melaksanakan puasa terlambat satu atau

dua hari dari Pemerintah. Cara penentuan awal bulan Hijriah oleh kalangan

Tarekat Syattariyyah masih ada yang terekam dalam bentuk manuskrip.

Mengenai pelestarian Sutarno berpendapat bahwa Pelestarian merupakan

suatu kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan,

agar bisa panjang umur dan terus digunakan untuk suatu keperluan dan pelestarian

dilakukan tidak hanya semata mencegah dari kerusakan, tetapi untuk

mempertahankan nilai guna dari barang yang bersifat penting untuk jangka waktu

yang panjang.13

Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis menggunakan tiga naskah yang

berhasil penulis kumpulkan yang di antaranya:

Pertama, naskah yang berjudul Compilation of Bilangan Bulan, Thaharah,

and Takwil Mimpi (Kumpulan Bilangan Bulan, Thaharah, dan Takwil Mimpi),

dengan nomor panggil EAP144/3/38, naskah terdiri atas 191 halaman tetapi dalam

penulisan karya ilmiah ini penulis hanya meneliti pembahasan yang membahas

tentang penanggalan bulan Hijriah yang terdiri dari tiga halaman, jenis kertas

yang digunakan adalah kertas Eropa, dalam naskah ini membahas tentang

penanggalan bulan Arab, thaharah, takwil mimpi, dan interprestasi gempa,

naskah bertahunkan 1700an, pemilik dari naskah ini adalah Tuanku Kadhi Abdur

Rasyid dari Surau Lubuk Ipuh, menggunakan bahasa Minangkabau bertuliskan

huruf Arab Melayu, dan berbentuk kolofon dan belum diteliti.14

Kedua, naskah berjudul Perhitungan Bulan Komariah (The Islamic

Calendar), dengan nomor panggil EAP144/4/25, naskah terdiri atas dua halaman,

jenis kertas yang digunakan adalah kertas Eropa. Naskah ini mengambarkan

13

Riko Gusmanda, Malta Nelisa, Pelestarian Naskah-Naskah Kuno di Museum

Adityawarman Sumatera Barat, Dalam Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan Vol. 2

No. 1, 2013, Padang: UNP, 2013, h. 574-575 14

Lihat “EAP144/3/38 Compilation of Bilangan Bulan, Thaharah, and Takwil Mimpi

(Kumpulan Bilangan Bulan, Thaharah, dan Takwil Mimpi)” di

http://eap.bl.uk/database/overview_item.a4d?catId=141337;r=13290 diakses pada tanggal 1

desember 2016.

Page 17: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

6

bulan-bulan kalender Islam dalam bentuk lingkaran, bertahunkan 1800an,

menggunakan bahasa dan huruf Arab, naskah berbentuk kolofon dan belum

diteliti.15

Ketiga, naskah dengan nomor panggil CL-SJJ-2011-10-g Bahasa dan

aksara yang digunakan bahasa Arab, dan Arab Melayu, jenis kertas yang

digunakan adalah kertas Eropa dengan ukuran 24 x 18 cm, ukuran teks 14 x 8 cm.

Naskah ini bersampul kulit dengan kondisi sampul baik. Tinta yang digunakan

tinta berwarna hitam dan merah.16

Sebagaimana dari uraian di atas, penulis tertarik mempelajari lebih

mendalam tentang naskah yang penulis telah peroleh tentang takwim hijriah

kalangan Tarekat Syattariyyah. Oleh karena itu penulis ingin meneliti tentang

tarekat Syattariyyah ini yang akan penulis tuangkan dalam bentuk skripsi yang

berjudul “PELESTARIAN PENENTUAN AWAL BULAN HIJRIAH

TAREKAT SYATTARIYYAH DI MINANGKABAU”.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dalam penyusunan karya Ilmiah ini penulis mengidentifikasi

masalah dari pembahasan ini yang di antaranya membahas tentang

takwim hijriah yang ditulis oleh ulama-ulama Tarekat Syattariyyah, apa

saja langkah-langkah dalam takwim hijriah tersebut, bagaimana cara

penentuan awal bulan dalam teks takwim hijriah dalam Tarekat

Syattariyyah, Bagaimana dinamika perkembangan Tarekat Syattariyyah

di Minangkabau, bagaimana cara pelestarian penentuan awal bulan

hijriah yang dimuat dalam naskah takwim hijriyah oleh Tarekat

Syattariyah di Minangkabau.

15

Lihat “EAP144/4/25: Perhitungan Bulan Komariah (The Islamic Calendar)” di

http://eap.bl.uk/database/overview_item.a4d?catId=141408;r=14893diakses pada tanggal 1

desember 2016. 16

Kadrianto, “Teks Takwim dalam Naskah-Naskah Koleksi Surau Calau: Teks dan

Konteks”, Padang: Hantaran FIB UNAND, 2013, h. 5

Page 18: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

7

2. Batasan Masalah

Setelah Penulis berhasil mengidentifikasi pembahasan yang akan

penulis tulis, dan supaya pembahasan tersebut tidak umum dan meluas

pembahasannya maka penulis perlu untuk membatasi masalah yang

akan penulis tulis, adapun batasan masalah dari pembahasan tersebut

hanya terbatas pada cara penentuan awal bulan bedasarkan teks naskah

Takwim Hijriyah Tarekat Syattariyyah di Minangkabau dan juga

Pelestariannya.

3. Rumusan Masalah

Setalah mengidentifikasi masalah dan juga membatasi masalah

yang akan dimuat di tulisan ini, maka penulis merumuskan masalah

yang akan penulis jabarkan pada penjelasan berikutnya, adapun

rumusan masalah dari pembahasan ini, sebagai berikut:

a. Bagaimana cara penentuan awal bulan hijriyah berdasarkan

teks naskah Takwim Hijriyah oleh penganut Tarekat

Syattariyyah di Minangkabau?

b. Bagaimana Tarekat Syattariyyah melestarikan penentuan awal

bulan yang berdasarkan teks naskah Takwim Hijriyah di

Minangkabau?

C. Tujuan dan Manfaat

Dalam penulisan karya ilmiah ini memiliki beberapa tujuan, adapun

tujuannya sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui cara penentuan awal bulan berdasarkan teks takwim

hijriyah yang digunakan oleh Tarekat Syattariyyah di Minangkabau.

2. Untuk mengetahui apakah cara penentuan awal bulan yang dimuat

dalam naskah Takwim Hijriyah yang dimuat dalam beberapa naskah

tersebut masih dilestarikan atau digunakan oleh Tarekat Syattariyyah

khususnya di Minangkabau.

Page 19: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

8

Dan adapun manfaat dari penelitian yang akan penulis bahas pada bab-bab

berikutnya sebagai berikut:

1. Untuk menambah khazanah Islam di Indonesia secara umum dan

khususnya di Minangkabau.

2. Untuk menambah wawasan penulis sendiri dan juga pembaca tentang

studi kenaskahan dan juga kesejarahan.

3. Memberikan sebuah kajian tentang keislaman di Minangkabau tentang

cara penentuan awal bulan yang digunakan oleh Tarekat Syattariyyah.

D. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis menggunakan metode

kualitatif dengan pendekatan kajian sejarah struktural, yang mana

sejarah struktural adalah sebuah analisis fungsional yang tidak hanya

menbicarakan tentang masyarakat dalam satu kaum saja melainkan juga

sebuah hal yang membuat masyarakat tersebut terkonsep dalam hal ini

adalah pengikut tarekat Syattariyyah.17

2. Langkah-Langkah Penulisan

Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis akan ditulis dengan

mengunakan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Heuristik

Heuristik secara bahasa berasal dari bahasa Yunani “Heuriskien”

yang berarti “saya menemukan”, sedangkan secara terminologi

Heuristik adalah suatu kegiatan mencari dan menemukan pemecahan

masalah belajar dan penemuan.18

Dalam langkah pertama ini, penulis

mencari dan mengumpulkan data yang berkaitan denga topik

pembahasan baik itu data primer maupun data sekunder. Adapun

17

Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial, Ed. II, Jakarta: Yayasan Obor, h. 200 18

Zainal Rafli, Ninuk Lustyantie, Teori Pembelajaran Bahasa: Suatu Catatan Singkat,

Jokjakarta: Garudhawaca, 2016, h. 451

Page 20: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

9

sumber primer yang penulis gunakan yakni naksah atau manuskrip

tentang takwim hijriah Tarekat Syattariyyah di Minangkabau. Adapun

sumber sekundernya adalah buku-buku yang berhasil penulis dapatkan

di pustaka UIN Syarif Hidayatullah, ataupun jurnal dan artikel yang

menurut penulis bersangkutan dalam penelitian yang akan penulis tulis

ini.

b. Pengolahan Data

Setelah penulis menemukan sumber-sumber untuk karya ilmiah ini

maka penulis kemudian mengolah data dengan menggunakan

interprestasi data, yang mana interprestasi data adalah salah satu

metode pengolahan data yang memberikan penafsiran terhadap fakta

sejarah. Pada tahap ini tergambar fakta-fakta tersebut cerminan

peristiwa-peristiwa masa lampau. Setelah melakukan interpertasi data

kemudian penulis melakukan tahapan historigrafi yaitu tahapan akhir

dari penelitian sejarah, hasil penafsiran fakta-fakta itu ditulis menjadi

suatu kisah sejarah berupa laporan tertulis versi penulis.

c. Analisis Data

Setelah penulis melakukan hal yang pertama di atas pada tahap ini

penulis juga melakukan analisis dengan menggunakan kerangka teori

yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Pada tahapan ini penulis

dituntut untuk berhati-hati untuk melakukan penafsiran data atau

interprestasi data agar ditemukannya sebuah hasil akhir atau

kesimpulan yang ilmiah.

3. Teknik Penulisann

Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis merujuk kepada buku

yang diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah

Jakarta yang berjudul “Pedoman Penulisan Skripsi”.

Page 21: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

10

E. Kerangka Teori

Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis merasa perlu adanya dukungan

teoritis untuk mencari jalan keluar dalam pembahasan yang penulis angkat ini,

maka penulis merasa perlu adanya teori yang relevan dengan judul yang penulis

angkat ini.

Dalam karya ilmiah ini penulis menggunakan teori yang dikemukakan

oleh Peter Burke dalam bukunya “Sejarah dan Teori Sosial” yaitu teori sejarah

struktural yang mana sejarah struktural adalah sebuah teori pendekatan dalam

ruang lingkup sejarah sebuah analisis fungsional yang tidak hanya menbicarakan

tentang masyarakat dalam satu kaum saja melainkan juga sebuah hal yang

membuat masyarakat tersebut terkonsep yang mengacu kepada institusi kompleks

seperti keluarga, kelompok masyarakat, negara, sistem peradilan dan

sebagainya.19

Kedua, penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh Harbemas

yakni Theory of Communicative Action, yang mana menurutnya dalam suatu

kajian diharuskan mengunakan pendekatan komunikasi dari perorangan maupun

media yang rasional dan efektif.20

Kemudian teori yang terakhir yang penulis gunakan adalah teori

struktural-konsensus yang dikemukakan oleh Pip Jones dalam bukunya

“Pengantar Teori-Teori Sosial”, yang mana teori struktural-konsensus adalah teori

yang mempelajari perilaku suatu manusia atau kelompok dari apa yang mereka

pelajari. Teori struktural-konsesnsu ini berpendapat bahwa aturan-aturan yang ada

dalam suatu kelompok masyarakat adalah salah satu kunci menentukan perilaku

suatu anggota kelompok tersebut yang menyalurkan tindakan-tindakan mereka

dengan cara-cara tertentu yang mungkin berbeda dari satu kelompok masyarakat

lainnya baik itu agama, suku, dan bangsa. Teori struktural-konsensus ini tidak bisa

digunakan dalam bentuk khusus yakni dalam bentuk perorangan atau individu.21

19

Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial, Ed. II, Jakarta: Yayasan Obor, h. 200 20

Mudji Sutrisno dan Hendar Putranto, Teori-Teori Kebudayaan, Yokyakarta: Kanisius,

2005, h. 43. 21

Pips Jones, Liza Brdbury, Shaun Le Boutiller, Pengantar Teori-Teori Sosial, Ed. II,

Jakarta: Yayasan Obor, h. 8-10

Page 22: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

11

F. Tinjauan Pustaka

Sejauh pengamatan penulis, dari literatur-literatur yang sudah ada, ada

beberapa yang pernah mengangkat judul tentang takwim hijriah yang hampir

mendekati dengan judul yang penulis angkat dan karya ilmiah itu penulis jadikan

sebagai bahan perbandingan dan juga bahan acuan, berikut literaturnya:

Pertama, Artikel yang ditulis oleh Kardianto dengan judul “Teks Takwim

dalam Naskah-Naskah Koleksi Surau Calau: Teks dan Konteks” pada tahun 2003.

Dalam artikelnya ini Kadrianto menjelaskan tentang naskah takwim hijriah yang

hanya ada pada Surau Calau Sijunjung, dengan menggunakan gaya penulisan

dalam katalog untuk mencari naskah-naskah dan pada 3 halaman akhirnya

Kadrianto menjelaskan bagaimana cara pengitungan takwim hijriahnya. Dan yang

menjadi perbedaannya dengan karya ilmiah yang penulis tulis adalah penulis akan

menjelaskan apakah teks takwim hijriah Tarekat Syattariyyah tersebut masih

dilestarikan.

Kedua, Skripsi yang ditulis oleh M. Hasan “Penetapan Takwim Hijriah

Menurut Saadoedin Djambek” pada tahun 2015. Dalam tulisannya ini M. Hasan

menjelaskan tentang cara-cara penetapan takwim hijriah mulai dari penerapan,

cara mengitungnya dan implikasi, kelebihan dan kelemahan takwim hijriah yang

dikemukakan oleh ahli falak Indonesia Saadoeddin Djambek. Sedangkan penulis

membahas tentang penerapan takwim hijriahnya, penulis menggunakan takwim

yang digunakan oleh Tarekat Syattariyyah dan M. Hasan membahas menurut

Saadoedin Djambek.

Ketiga, Artikel yang ditulis oleh Yunus Dinata yang berjudul “Penerapan

1 Ramadhan dan 1 Syawal 1435 H”. Dalam tulisan ini Yunus Dinata membahas

tentang penerapan awal bulan berdasarkan fase hilal berdasarkan cara modern

dengan penghitungan garis-garis bulan dan variabelnya, sedangkan dalam tulisan

penulis ini akan mengkaji bagaimana penerapan awal bulan menurut Tarekat

Page 23: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

12

Syattariyyah dengan menggunakan naskah dan tidak dari penghitungan yang

modern.

Keempat, Skripsi yang ditulis oleh Septian Dwites dengan judul “Takwim

Hijriyah Tarekat Syattariyah Studi Naskah di Muaro Sijunjung”, yang mana

dalam pembahasan ini penulisnya menjelaskan takwim hijriah Tarekat

Syattariyyah di Muaro Sijunjung dengan membandingkan proses-proses

penerapan takwim hijriah oleh berbagai mazhab dan juga berbagai golongan di

Indonesia, sedangkan penulis menulis tentang bagaimana Tarekat Syattariyyah

menerapkan awal bulan apakah masih menggunakan takwim hijriah Syattariyyah

seperti di naskah atau tidak.

G. Sistematika Penulisan

Agar dalam penulisaan karya ilmiah ini menjadi terarah dan tidak

mengambang, penulis membuat sistematika penulisan yang disusun per bab.

Karya ilmiah ini terdiri dari lima bab, dan setiap bab memiliki sub bab yang

menjadi penjelasan dari masing-masing bab tersebut. Adapun sistematika

penulisan dari karya ilmiah ini sebagai berikut:

Bab I membahas tentang pendahuluan, yang menjabarkan tentang latar

belakang, permasalah yang berisikan tentang identifikasi masalah, rumusan

masalah, batasan masalah, kemudian tujuan dan manfaat, tinjauan pustaka,

kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II membahas tentang Tarekat Syattariyyah, yang mana dalam

pembahasan ini penulis membahas tentang sejarah Tarekat Syattariyyah, sejarah

Tarekat Syattariyyah di Minangkabau, ibadah Terakat Syattariyyah.

Bab III membahas tentang metode takwim hijriah, yang dibahas pada bab

ini antara lain pengertian hisab dan rukyat, dasar hukum hisab rukyat, pandangan

ulama terkait Takwim Hijriah

Page 24: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

13

Bab IV membahas tentang takwim hijriah, yang dibahas pada bab ini

antara lain Manuskrip, Metode Penentuan awal Bulan Hijriyah, Pelestarian

Takwim Hijriyah Syattariyyah Di Minangkabau.

Bab V membahas tentang penutup, yang dibahas pada bab ini antara lain

kesimpulan dan saran.

Page 25: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

14

BAB II

TAREKAT SYATTARIYYAH DI MINANGKABAU

A. Sejarah Tarekat Syattariyyah

Dalam dunia Islam, dari awal lahirnya Islam hingga abad dua hijriah pada

dasarnya umat Islam tidak mengenal namanya tarekat, dalam artian lain tarekat

dalam dunia tasawuf dianggap sebagai hal yang baru yang tidak ditemukan dalam

tradisi Islam periode awal, termasuk pada zaman Nabi.1 Tarekat merupakan suatu

dimensi ajaran islam yang paling mudah diserap oleh berbagai suku dan budaya.2

Dari historisnya, dunia tarekat tersebut tidaklah mengherankan jika nama-

nama tarekat yang ada sekarang dinisbatkan kepada nama wali ataupun nama

ulama yang jauh hidup berabad-abad setelah masa Nabi. Seperti Tarekat

Suhrawardiyyah dinisbatkan kepada Syihab al-Din Abu Hafsh al-Suhrawardi

(1145-1235 M), Tarekat Rifa‟iyah dinisbatkan kepada Ahmad bin „Ali Abu al-

Abbas al-Rifa‟iyyah (1182 M), Tarekat Syadziliyyah dinisbatkan kepada Abu al-

Hasan Ahmad bin „Abd Allah al-Syadzili (1197-1258 M).3

Sama halnya dengan beberapa tarekat yang disebutkan di atas, Tarekat

Syattariyyah juga dinisbatkan kepada ulamanya yaitu Syaikh „Abd Allah al-

Syattari (w. 890 H/ 1485 M), yang masih memiliki hubungan kekeluargaan

dengan Syihab al-Din Abu Hafsh al-Suhrawardi (1145-1235 M) ulama yang

mempopulerkan Tarekat Suhrawardiyah.4

1 Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyyah Memperkuat Ajaran Neosufisme, dalam Sri

Mulyati et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta:

Prenada Media, 2004, h. 153. 2 Ahmad Syafii Mufid, Tungklukan, Abangan, dan Tarekat: Kebangkitan Agama di Jawa,

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006, h. 8 3 Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyyah Memperkuat Ajaran Neosufisme, dalam Sri

Mulyati et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta:

Prenada Media, 2004, h. 153. 4 Ahwan Fanani, Ajaran Tarekat Syattariyah dalam Naskah Risalah Shattariyyah,

Gresik: Walisongo 20, no. 2 November 2012, h. 358.

Page 26: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

15

Dan jika Tarekat Syattariyyah ini dikaji lebih awal lagi maka tarekat ini

memiliki akar keterkaitan dengan pencetus tarekat „Isyqiyyah dan Bustamiyyah

yaitu Abu Yazid al-„Isyqi dan Abu Yazid Al-Bustami dan juga memiliki

keterkaitan dengan Imam Ja‟far al-Shadiq oleh karena itu tarekat ini dikenal

dengan Tarekat „Isyqiyyah di Iran dan Tarekat Bustamiyyah di Turki, hingga

pengaruhnya digantikan oleh tarekat Naqsyabandiyyah.5

Dalam perkembangannya Tarekat Syattariyyah ini dikenal sebagai tarekat

yang dinamis yang tetap mempertahankan pentingnya pelaksanaan syariat.6

Dalam perkembangannya, Tarekat Syattariyyah mulai berkembang di daerah

Mandu di India bagian tengah dan hanya berkembang di India dan sekitarnya dari

awal berdirinya hingga tahun 1596 M ketika pada dekade tersebut kekuatan dan

kejayaan Tarekat Syattariyyah mulai melemah dan digantikan oleh Tarekat

Naqsyabandiyyah dan Tarekat Qadariyyah.7

Pada tahun 1596 M merupakan titik awal perkembangan Tarekat

Syattariyyah di dunia khususnya di dunia Melayu dimulai di daerah Hijaz yang

dikembangkan oleh Sayyid Sibghat Allah bin Ruhullah Jamal al-Barwaji (w. 1606

M) yang merupakan murid dari Syaikh Wajih al-Din al-Alawi (w. 1609 M).8

Tahun 1596 M adalah tahun di mana Sayyid Sibghat Allah bin Ruhullah

Jamal al-Barwaji melakukakan ibadah hajinya yang kedua dan Ia memilih untuk

menetap di Madinah dan membangun sebuah rumah disana.9 Pada masa-masa

hidupnya di Madinah Sayyid Sibghat Allah bin Ruhullah Jamal al-Barwaji ini

dikenal sebagai ulama dari kalangan Syattariyyah yang memperkenalkan kitab

5 Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyyah Memperkuat Ajaran Neosufisme, dalam Sri

Mulyati et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta:

Prenada Media, 2004, h. 153-154 6 Sri Mulyati et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah di Indonesia,

Jakarta: Prenada Media, 2004, h. 402 7 Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyyah Memperkuat Ajaran Neosufisme, dalam Sri

Mulyati et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta:

Prenada Media, 2004, h. 155 8 Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyyah Memperkuat Ajaran Neosufisme, dalam Sri

Mulyati et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta:

Prenada Media, 2004, h. 159 9 Ahwan Fanani, Ajaran Tarekat Syattariyah dalam Naskah Risalah Shattariyyah,

Gresik: Walisongo 20, no. 2 November 2012, h. 358.

Page 27: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

16

Jawahir Al-Khamsah karya Syaikh Muhammad Ghauts10

(w. 1563 M) di kalangan

ulama Haramayn. Selama Sayyid Sibghat Allah bin Ruhullah Jamal al-Barwaji

mengajarkan paham kesyattariyyahannya di Haramayn tak terbendung lagi, dari

beberapa muridnya yang terkenal yang juga menjadi penerusnya yaitu Ahmad al-

Syanawi (lahir 1567 M) dan Ahmad al-Qusyasi11

(1583-1660 M).12

Setelah al-Qusyasyi mengambil alih pengajaran Tarekat Syattariyyah di

Haramayn pasca meninggalnya al-Syanawi, Tarekat Syattariyyah di bawah

pengaruh al-Qusyasyi lambat laun semakin menancapkan pengaruhnya di

Haramayn. Pengaruhnya yang sangat terkenal adalah mereorientasikan Tarekat

Syattariyyah dari sifat awalnya dari berbau mistik menjadi sebuah tarekat yang

mengajarkan perpaduan mistis dan aspek syariat.13

Dari reorientasi yang

dilakukan oleh al-Qasyasi tersebut melahirkan sebuah ajaran yang bersifat

neosufisme yaitu rekonsiliasi atau memadukan mistis dan tasawuf dan ini menjadi

hal yang paling cenderung terlihat dalam jaringan ulama Haramayn pada abad ke-

17 dan ke-18.14

Azyumardi Azra dalam bukunya menjelaskan pada perkembangan Tarekat

Syattariyyah berikutnya yang diajarkan oleh Ahmad al-Qusyasyi memperoleh

perhatian yang cukup lebih sehingga murid-muridnya banyak berdatangan dari

10

Syaikh Muhammad Ghauts adalah guru dari gurunya Sayyid Sibghat Allah bin

Ruhullah Jamal al-Barwaji yakni Syaikh Wajih al-Din al-Alawi (w. 1609 M) yang mengajarkan

Tarekat Syattariyyah di India. (lihat: Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyyah Memperkuat

Ajaran Neosufisme, dalam Sri Mulyati et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat

Muktabarah di Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004, h. 158) 11

Hubungan antara Syech Ahmad al-Syanawi dan Ahmad al-Qusyasyi ini tergolong unik

di satu sisi mereka merupakan guru seperguruan dan al-Qusyasyi merupakan menantu dari al-

Syanawi, dan di sisi lainnya lagi al-Syanawi merupakan guru al-Qusyasyi di berbagai macam

keilmuan keislaman setelah sepeninggalnya Sayyid Sibghat Allah bin Ruhullah Jamal al-Barwaji,

bahkan al-Syanawi pulalah yang menginisiasikan al-Qasyasi sebagai khalifah Tarekat Syattariyyah

berikutnya. (lihat: Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyyah Memperkuat Ajaran Neosufisme,

dalam Sri Mulyati et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah di Indonesia,

Jakarta: Prenada Media, 2004, h. 160) 12

Ahwan Fanani, Ajaran Tarekat Syattariyah dalam Naskah Risalah Shattariyyah,

Gresik: Walisongo 20, no. 2 November 2012, h. 358. 13

Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyyah Memperkuat Ajaran Neosufisme, dalam Sri

Mulyati et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta:

Prenada Media, 2004, h. 160. 14

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII

dan XVIII: Akar Pembaruan Islam Indonesia, Jakarta: Kencana, 2013, h. 136

Page 28: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

17

berbagai wilayah termasuk wilayah Nusantara, di antara murid-muridnya tersebut

antara lain Syaikh Ibrahim al-Kurani (1614-1690 M) dan Syaikh Abdurrauf al-

Sinkili (1615-1693 M)15

yang merupakan ulama yang berpengaruh dalam

penyebaran Tarekat Syattariyyah di Nusantara.16

Berikut silsilah jalur sanad

tarekat Syattariyyah hingga Syaikh Abdurrauf al-Sinkili:17

1. Nabi Muhammad SAW

2. Sayyidina Ali bin Abi Thalib,

3. Sayyidina Hasan bin Ali asy-Syahid,

4. Imam Zainal Abidin,

5. Imam Muhammad Baqir,

6. Imam Ja'far Syidiq,

7. Abu Yazid al-Busthami,

8. Syekh Muhammad Maghrib,

9. Syekh Arabi al-Asyiqi,

10. Qutb Maulana Rumi ath-Thusi,

11. Qutb Abu Hasan al-Hirqani,

12. Syekh Hud Qaliyyu Marawan Nahar,

13. Syekh Muhammad Asyiq,

14. Syekh Muhammad Arif,

15. Syekh Abdullah asy-Syattar,

16. Syekh Hidayatullah Saramat,

17. Syekh al-Haj al-Hudhuri,

18. Syekh Muhammad Ghauts,

19. Syekh Wajihudin,

15

Syaikh Ibrahim al-Kurani merupakan seperguruan dari Syaikh Abdurrauf al-Sinkili dan

juga merupakan guru darinya setelah meninggalnya Ahmad al-Qusyasyi, khususnya dalam

keilmuan yang berkaitan dengan berbagai doktrin mistiko-filosofis yang dipelajari oleh Syaikh

Abdurrauf al-Sinkili (lihat: Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyyah Memperkuat Ajaran

Neosufisme, dalam Sri Mulyati et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah di

Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004, h. 161) 16

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII

dan XVIII: Akar Pembaruan Islam Indonesia, Jakarta: Kencana, 2013, h. 96-97 17

Sufinewss.com, Tarekat Syattariyyah, tanggal 3 Maret 2004, diakses pada tanggal 21

Desember 2016, jam 22:00

Page 29: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

18

20. Syekh Sibghatullah bin Ruhullah,

21. Syekh Ibnu Mawahib Abdullah Ahmad bin Ali

22. Syekh Muhammad Ibnu Muhammad,

23. Syekh Abdul Rauf Singkel

B. Tarekat Syattariyyah di Minangkabau

Masuk dan penyebaran Tarekat Syattariyyah di wilayah Nusantara tidak

dapat dipisahkan dari masa kembalinya Abdurrauf al-Sinkili dari Haramayn pada

tahun 1661 M setahun setelah guru utamanya al-Qusyasyi wafat.18

Sebagaimana

pernah ditulis Damanhuri dalam tulisannya, al-Qusyasyi pernah memerintahkan

agar Abdurrauf al-Sinkili untuk kembali ke Jawi (nama Nusantara pada waktu itu)

untuk membantu pengembangan Islam di tanah kelahirannya tetapi dengan alasan

masih kurangnya keilmuannya Abdurrauf Sinkili menunda kepulangannya hingga

kematian gurunya.19

Selayang pandang tentang Syaikh Abdurrauf al-Sinkili, nama lengkapnya

Abdurrauf bin Ali al-Jawi al-Fansuri al-Sinkili, di Aceh Abdurrauf al-Sinkili

dikenal dengan sebutan Syah Kuala atau Teungku di Kuala. Ia lahir di desa Suro

yang sekarang masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Singkil dan ia lahir

pada tahun 1620 M.20

Dalam kitab karangannya Umdah al-Muhtajin, Abdurrauf

al-Sinkili menceritakan bahwa dia belajar di Haramayn selama 19 tahun, dan yang

dipelajarinya berbagai ilmu, seperti hadist, tafsir, fiqih, tasawuf, ilmu kalam dan

lain-lain. Dia memperlajari keilmuan tersebut dari 15 orang guru, 27 ulama

18

Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyyah Memperkuat Ajaran Neosufisme, dalam Sri

Mulyati et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta:

Prenada Media, 2004, h. 160 19

Damanhuri, Umdah Al-Muhtajin: Rujukan Tarekat Syattariyyah Nusantara, dalam

Jurnal Ulumuna Vol. 17 No.2 Desember 2013, Mataram: Institute Agama Islam Negeri Mataram,

2013, h. 308 20

Damanhuri, Umdah Al-Muhtajin: Rujukan Tarekat Syattariyyah Nusantara, dalam

Jurnal Ulumuna Vol. 17 No.2 Desember 2013, Mataram: Institute Agama Islam Negeri Mataram,

2013, h. 306.

Page 30: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

19

terkenal, dan 15 tokoh mistik yang terkenal.21

Setelah kepulangan Abdurrauf al-

Sinkili dari Haramayn selain mengajari paham Syattariyyah di wilayahnya,

Abdurrauf al-Sinkili juga mengabdi kepada kerajaan Aceh Darussalam sebagai

Qadli Malik Adil yang diangkat oleh Sultanah Syafiyatuddin.22

Karena kesantunan

dan kecakapan Abdurrauf al-Sinkili banyak murid yang datang dari berbagai

penjuru Nusantara yang paling terkenal diantaranya Syaikh Burhanuddin dari

Ulakan Sumatera Barat, dan Syaikh Abdul Muhyi dari Pamijahan Tasikmalaya,

yang keduanya menjadi pelanjut dan pengembang Tarekat Syattariyyah dan

menjadi tokoh sentral di wilayahnya masing-masing.23

Masuknya Tarekat Syattariyyah diperkirakan masuk untuk pertama

kalinya ke Alam Minangkabau ditandai dengan kepulangan Syaikh Burhanuddin

sekitar tahun 1680an, dan mendirikan surau untuk pertama kalinya di Tanjung

Medan Pariaman.24

Surau Ulakan, surau yang didirikan oleh Syaikh Burhanuddin tersebut

layak menjadi perhatian khusus karena Surau Ulakan menjadi pusat utama

tarbiyyah Tarekat Syattariyyah di Minangkabau lansung di bawah kepemimpinan

Syaikh Burhanuddin sendiri, selain itu pada masa yang sama itu Syaikh

Burhanuddin menjadi pemimpin resmi tertinggi dari persaudaraan sufi di

Minangkabau.25

Surau Ulakan meskipun surau ini terletak di daerah rantau Minangkabau

tapi surau ini sangat berkontribusi besar bagi penyebaran Islam di darek melalui

murid-murid yang telah menyelesaikan studinya dengan Syaikh Burhanuddin dan

21

Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyyah Memperkuat Ajaran Neosufisme, dalam Sri

Mulyati et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta:

Prenada Media, 2004, h. 162 22

Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyyah Memperkuat Ajaran Neosufisme, dalam Sri

Mulyati et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta:

Prenada Media, 2004, h. 162 23

Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyyah Memperkuat Ajaran Neosufisme, dalam Sri

Mulyati et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta:

Prenada Media, 2004, h. 163 24

Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyyah di Minangkabau, Jakarta: Prenada Media

Group, 2008, h. 24 25

Jajat Burhanuddin, Ulama Kekuasaan Pergumulan Elite Muslim Dalam Sejarah

Indonesia, Jakarta: Mizan Publika, 2012, h. 88

Page 31: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

20

mereka mendirikan surau-surau yang menjadi cabang dari surau Syaikh

Burhanuddin di sepanjang jalur perdagangan ke desa-desa di kapas-kapas dan

Mesiang (Padang Panjang), ke Kota Lawas, dan daerah subur di bagian selatan

Agam, Khususnya ke Koto Tuo.26

Dalam tulisannya Prof. Oman Fathurahman yang dikutip dari naskah

Inilah Sejarah Ringkas Auliyaullah al-Salihin Syaikh Burhanuddin Ulakan yang

Mengembangkan Agama Islam di Minangkabau menyatakan bahwa Syaikh

Burhanuddin lahir pada tahun 1646 M dengan nama Pono, lahir di Pariangan,

kemudian pindah ke daerah Sintuk, Lubuh Alung, Pariaman mengikuti

keluarganya. Sebelum Syaikh Burhanuddin menuntut ilmu ke Aceh, Syaikh

Burhanuddin menuntut ilmu kepada seorang pengembara Arab di daerah Tapakis

yang bernama Syaikh Abdullah Arif yang sama halnya dengan Syaikh Abdurrauf

al-Sinkili yang juga merupakan murid dari Syaikh Ahmad al-Qusyasyi, setelah

wafatnya Syaikh Abdullah Arif, Syaikh Burhanuddin melanjutkan menuntut ilmu

ke Aceh dengan Syech Abdurrauf al-Sinkili, dan diriwayatkan juga bahwa nama

Burhanuddin diberikan oleh Syaikh Abdurrauf al-Sinkili.27

Setelah 23 tahun menuntut ilmu dengan Syaikh Abdurrauf al-Sinkili di

Aceh, pada tahun 1066 H Syaikh Burhanuddin kembali ke Kubu Tanjung Medan,

Setelah itu Syaikh Burhanuddin menetap dan tinggal serta mengajar agama Islam

di Tanjung Medan Ulakan serta mendirikan pengajian kesyattariyyahannya.

Selanjutnya Syaikh Burhanuddin diangkat sebagai khalifah pertama di daerah

Minangkabau. Ia wafat pada hari Rabu tanggal 10 Syafar tahun 1111 H pada usia

85 tahun, dari tanggal wafatnya Syaikh Burhanuddin tersebut masyarakat yang

menganut paham Syattariyyah mengadakan tradisi bershafar (basapa).28

26

Jajat Burhanuddin, Ulama Kekuasaan Pergumulan Elite Muslim Dalam Sejarah

Indonesia, Jakarta: Mizan Publika, 2012, h. 88 27

Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyyah Memperkuat Ajaran Neosufisme, dalam Sri

Mulyati et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta:

Prenada Media, 2004, h. 167 28

Harry Iskandar, “Surau Syech Gadang Burhanuddin dan Surau Tinggi Calau”, artikel

diakses pada 25 Juli 2016 dari http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/2016/02/02/surau-

syech-gadang-burhanuddin-dan-surau-tinggi-calau/.

Page 32: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

21

Setelah meninggalnya Syaikh Burhanuddin Ulakan kekhalifahan Tarekat

Syattariyyah di Surau Tanjung Medan dilanjutkan oleh:29

1. Syaikh Abdurrahman sebagai khalifah pertama,

2. Syaikh Khairuddin;

3. Syaikh Jalaluddin;

4. Syaikh Idris, yang merupakan sahabat dekat Syaikh Burhanuddin

ketika belajar dengan Syaikh Abdullah Arif di Tapakis;

5. Syaikh Abdul Muhsin, yaitu Tuanku Tapi Pasang yang tinggal di surau

Tangah Padang;

6. Syaikh Habibullah. Pada masa ini, di Tanjung Medan Ulakan terdapat

tiga khalifah yang menjadi pemimpin di surau Tanjung Medan, yakni :

a. Syaikh Habibullah sendiri,

b. Syaikh Khalidin, yang dikenal dengan sebutan Tuanku nan

Hitam,

c. Tuanku Fakih Mansur.

Ketiga ulama ini merupakan murid langsung dari Syaikh Abdul

Muhsin;

7. Syaikh Ahmad Qasim;

8. Tuanku Tibarau nan Tuo;

9. Syaikh Abdul Jalil, cucu dari Tuanku Tibarau nan Tuo.

Tetapi dalam data yang lain dalam buku Petunjuk Ziarah ke Maqam

Syaikh Burhanuddin Ulakan memiliki susunan dan urutan kekhalifahan yang

berbeda dengan susunan yang diatas tersebut, yakni:30

1. Syaikh Idris (1111 H – 1126 H)

2. Syaikh Abdurrahman bin Abdurrahim (1126 H – 1137 H)

29

Data ini disebutkan dalam kitab Mubalighul Islam yang dikutip oleh Prof. Oman

Fathurahman dalam Tarekat Syattariyyah di Minangkabau, Jakarta: Prenada Media Group, 2008,

h. 115 30

Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyyah di Minangkabau, Jakarta: Prenada Media

Group, 2008, h. 115-116

Page 33: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

22

3. Syaikh Kaharuddin (1137 H – 1146 H)

4. Syaikh Jalaluddin (1146 H – 1161 H)

5. Syaikh Abdul Muhsin Tuanku Faqih (1161 H – 1180 H0

6. Syaikh Abdul Hasan bin Husin(1180 H – 1194 H)

7. Syaikh Khaliluddin bin Khalid(1194 H – 1211 H)

8. Syaikh Habibullah bin Alif (1211 H - 1231 H)

9. Syaikh Tuanku Qusha‟i ( 1231 H – 1248 H)

10. Syaikh Ja‟far bin Muhammad (1248 H – 1280 H)

11. Syaikh Muhammad Sani (1280 H – 1311 H)

12. Syaikh Bosai (1311 H – 1366H)

13. Tuanku Barmawi.

Salah satu tokoh Tarekat Syattariyyah adalah Imam Maulana Abdul Manaf

Amin Al-Khatib. Ia lahir pada hari Sabtu tanggal 18 Agustus 1922 di di Kampung

Batang Kabung, Koto Tangah, Padang dan wafat pada tahun 2006 Masehi.

Ayahnya bernama Amin dan ibunya bernama Fatihah suku Bali Mansiang.

Ayahnya adalah seorang pemimpin Muhamadiyah Muara Penjalinan, Koto

Tangah, Padang.31

Ia mulai menuntut ilmu qiraat pada umur delapan tahun kepada guru

perempuan yang bernama Sarikamah dan dengan Angku Faqih Luthan. Tahun

1930 Masehi ia masuk sekolah desa di Muara Penjalinan. Selama tiga tahun,

tamat sekolah desa disambung sekolah governemen di Tabing. Pada tahun 1936

Masehi Imam Maulana Abdul Manaf Amin Al-Khatib pergi menuntut ilmu

kepada Syeikh Paseban di Koto Panjang, mengaji Kitab Gundul. Di tahun itu

juga, ketika berumur empat belas tahun ia telah baiat dengan Syeikh Paseban,

menerima talqin zikir dan tarekat Syattariyyah.32

Menurut Pranomo, selain sebagai ulama bagi pengikut Tarekat

Syattariyyah di daerahnya, dalam dunia pernaskahan Imam Maulana Abdul Manaf

31

Pranomo, Naskah Rowayat Hidup Abdul Manaf: Pengantar dan Suntingan Teks,

Padang: Surau Institute for Conservation, 2015, h. 42 32

Pranomo, Naskah Rowayat Hidup Abdul Manaf: Pengantar dan Suntingan Teks,

Padang: Surau Institute for Conservation, 2015, h. 42

Page 34: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

23

Amin Al-Khatib ini dikenal juga sebagai penyalin dan penulis naskah yang sangat

produktif, ia mulai menulis dan menyalin naskah koleksi naskah-naskah kitab

agama, seperti kitab tafsir, nahwu sharaf, tasawuf, fiqih, mantiq ma‟ani, dan juga

naskah-naskah sejarah yang dimiliki Syaikh Paseban. Ia mulai menulis dan

menyalin naskah-naskah tersebut pada usia empat belas tahun ketika ia menuntut

ilmu kepada ulama tarekat Syattari yaitu Syaikh Paseban hingga wafatnya pada

tahun 2006.33

C. Ibadah Tarekat Syattariyyah

Sejak awal berdirinya Tarekat Syattariyyah di daerah Mandu di India,

hingga pesatnya perkembangan tarekat ini yang diajari oleh Sayyid Sibghat Allah

bin Ruhullah Jamal al-Barwaji di Haramayn yang kemudian berkembang begitu

cepat ke belahan dunia lain termasuk daerah Minangkabau, perkembangannya

Tarekat ini dikenal sebagai tarekat yang cukup dinamis yang tetap

mempertahankan pentingnya pelaksanaan syariat baik itu ritualnya dan juga

doktrin ajarannya, dan berikut ajaran dan ibadah Tarekat Syattariyyah, yang di

antaranya:

1. Baiat dan Talqin

Menurut Syaikh Ahmad al-Qusyasyi, gerbang pertama yang harus

dilalui oleh seseorang untuk menuju ke dunia tarekat adalah dengan dunia

tarekat. Talqin merupakan langkah yang harus dilakukan terlebih dahulu

sebelum seseorang dibaiat menjadi anggota tarekat dan menjadi dunia

tasawuf, dan tata caranya adalah si calon murid diharuskan untuk

menginap di tempat yang ditentukan oleh sang guru selama tiga hari dalam

keadaan suci, dan si murid melakukan sholat sunnat tiap malamnya

sebanyak empat rakaat dengan tiga kali salam, pada rakaat pertama setelah

al-Fatihah si calon murid diharuskan baca surat al-Qadr sebanyak 6 kali,

pada rakaat selanjutnya membaca surat yang sama sebanyak dua kali, dan

33

Pranomo, Surau dan Tradisi Pernaskahan di Minangkabau: Studi Atas Dinamika

Tradisi Permaskahan di Surau-surau Padang dan Padang Pariaman, dalam Jurnal Hunafa. Vol. 6

No. 3, Desember 2009, Padang: Universitas Andalas, h. 252-253.

Page 35: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

24

pada rakaat kedua terakhir setelah al-Fatihah si calon murid membaca

surat al-Kafirun sebanyak lima kali dan rakaat berikutnya baca surat yang

sama sebanyak tiga kali. Pada sholat ke salam yang ketiga, si calon murid

setelah membaca surat al-Fatihah membaca surat al-Ikhlas sebanyak

empat kali dan pada rakaat keduanya sebanyak dua kali dengan surat yang

sama.34

Setelah melaksanakan Talqin si calon murid yamg akan menjalani

tarekat ini adalah baiat yakni suatu ungkapan kesetiaan dan penyerahan

diri dari seorang murid secara khusus kepada syaikhnya, dan secara umum

kepada lembaga tarekat yang diikutinya. Dan bagi murid yang telah

mengungkapkan janji setianya tidak dimungkinkan lagi untuk keluar dari

tarekat yang diikutinya tersebut.35

2. Penegasan dan Aktualisasi Paham Ahlussunah Wal Jamaah

Aliran yang dikembangkan oleh Tarekat Syattariyyah ini dikemukan sendiri

oleh Syaikh Burhanuddin yang menganut paham Ahlussunah Wal Jamaah dan

bermazhab Syafi‟i. Ahlussunah Wal Jamaah sendiri, secara umum berarti

kelompok yang berpegang teguh pada sunnah dan jamaah. Sesuai dengan

namanya, mereka yang menganut faham sunnah, atau Hadits Nabi, dan

Ijma‟ sebagai pedoman dalam kehidupan beragama. Dengan demikian,

kelompok Muslim yang berfaham Ahlussunah Wal Jamaah setidaknya ada

tiga pedoman yang menjadi rujukan dalam beragama mereka: Quran,

Hadits Nabi, dan Ijma‟. Kendati “hanya” menempati urutan ketiga, tetapi

dalam kenyataannya, ijma‟ seringkali menjadi penentu dalam

menjustifikasi sebuah persoalan hukum, terutama jika tidak dikemukakan

secara spesifik dalam al-Quran dan Hadits Nabi.36

Corak keagamaan

seperti inilah yang ditegaskan oleh para penganut Tarekat Syattariyyah di

Sumatera Barat sebagai sifat ajaran Islam yang mereka terima dari Syaikh

34

Sri Mulyati et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah di Indonesia,

Jakarta: Prenada Media, 2004, h. 174-175 35

Sri Mulyati et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah di Indonesia,

Jakarta: Prenada Media, 2004, h. 1176 36

Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyah di Minangkabau, Jakarta: Prenada Media

Group, 2008, h. 126.

Page 36: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

25

Burhanuddin Ulakan. Lebih dari itu, secara lebih spesifik lagi, sifat dan

kecenderungan keberagaman para penganut Tarekat Syattariyyah di

Minangkabau ini ditambah dengan keharusan menggunakan hisab taqwim

dalam menghitung bulan, dan menggunakan metode ru‟yat al-hilal

(melihat hilal) dalam menentukan awal bulan Ramadan dan Idul. Fitri. Di

antara sifat dan kecenderungan mazhab Syafi‟i yang diakui sebagai satu-

satunya mazhab anutan para penganut Tarekat Syattariyyah di

Minangkabau adalah responnya yang relatif fleksibel dalam menyikapi

berbagai dinamika keberagamaan umat, serta tradisi dan budaya lokal.

Tidak heran kemudian, corak keberagamaan para penganut Tarekat

Syattariyyah “didefinisikan” melalui berbagai ritual dan faham keagamaan

sebagai berikut:37

1. Melafazkan ushalli dalam niat salat;

2. Wajib membaca basmalah dalam surat al-Fatihah;

3. Membaca doa qunut seraya mengangkat tangan pada salat subuh;

4. Menentukan awal Ramadhan dan Idul Fitri melalui rukyat (melihat

hilal);

5. Melaksanakan salat tarawih sebanyak 20 rakaat dan witir 3 rakaat

di bulan Ramadhan;

6. Mentalkinkan mayat;

7. Sunat menghadiahkan pahala bacaan bagi orang yang telah mati;

8. Ziarah kubur ke makam Nabi dan orang-orang saleh adalah sunat;

9. Merayakan maulid Nabi Muhammad SAW pada bulan Rabiul

Awwal dengan, antara lain, membaca barjanzi;

10. Sunat berdiri saat membaca barjanzi (ashraqal);

11. Sunat menambah kata “wa bi hamdihi” setelah bacaan subhana

rabi al-azim ketika ruku‟ dan subhana rabi al-a‟la ketika sujud;

12. Sunat menambahkan kata “sayyidina” sebelum menyebut nama

Muhammad;

37

Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyah di Minangkabau, Jakarta: Prenada Media

Group, 2008, h. 127.

Page 37: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

26

13. Memperingati kematian mayat (tahlil) hingga hari ketiga, ketujuh,

dan keseratus;

14. Allah memiliki sifat, dan mempelajari sifat Allah yang 20

hukumnya wajib;

15. Wajib mengganti (qada‟) salat yang tertinggal, baik sengaja

maupun tidak sengaja;

16. Dianjurkan mempelajari tasawuf dan tarekat;

17. Sunat membaca zikir la ilaha illa Allah berjamaah setelah salat

wajib;

18. Bertawasul ketika berdoa tidak termasuk perbuatan syirik;

19. Menyentuh al-Quran tanpa berwudhu hukumnya haram;

20. Wajib mencuci setiap barang yang disentuh anjing dengan tujuh

kali siraman air dan salah satunya dengan tanah;

21. Bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan yang bukan mahram

membatalkan wudlu;

22. Orang yang sedang berhadas besar (junub) tidak sah mengerjakan

salat malam sebelum mandi;

23. Azan pertama sebelum sembahyang jumat hukumnya sunat;

24. Salat sunat sebelum salat jumat hukumnya sunat;

25. Menjatuhkan talak ketika istri sedang haid hukumnya sah;

26. Menulis ayat al-Quran dengan huruf latin hukumnya haram;

27. Surga dan neraka itu kekal keduanya;

28. Al-Quran itu bersifat qadim;

29. Alam bersifat baru (muhdath);

30. Talak yang dijatuhkan tiga kali sekaligus berarti jatuh talak tiga.

Dalam sumber lain keberagaman identitas penganut Tarekat Syattariyyah di

Alam Minangkabau yang memiliki kekhasan dan bernuansa lokal adalah adanya

Page 38: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

27

dua puluh satu amanah yaitu sejumlah ajaran dan ritual yang bersifat mengikat.

Adapun ke dua puluh satu amanah tersebut sebagai berikut:38

1. Puasa harus dengan melihat bulan

2. Shalat tarawih 20 rakaat ditambah dengan witir 3 rakaat

3. Membaca Ushali dalam niat sholat.

4. Membaca basmalah pada surat al-Fatihah dan permulaan surat dalam

al-Quran

5. Membaca qunut di waktu sholat shubuh

6. Menentukan awal bulan dengan hisab taqwim kecuali bulan Ramadhan

dan Idul Fitri

7. Bermazhab Syafi‟i

8. Beriktikad dengan iktikad ahlussunnah wal jamaah

9. Membaca wa bil hamdihi dalam ruku‟ dan sujud

10. Bertahlil dan berzikir

11. Khutbah jumaat hanya menggunakan bahasa Arab

12. Berdoa (tahlil) pada setiap kematian

13. Mentalkinkan mayat

14. Ziarah kubur ke makam Ulama dan orang shaleh

15. Bertarekat dengan tarekat Syattariyyah

16. Baiat kepada guru tarekat

17. Melakukan tawassul kepada guru ketika saat berdoa

18. Pergi bersafar ke Ulakan

19. Memperingati maulid nabi dengan membaca Sharaf al-Anam

20. Berdiri ketika sampai pada bacaan ashraqal dalam Barzanji

21. Memakai kopiah saat sholat.

3. Basapa

Basapa adalah sebuah ritual dalam bentuk ziarah secara serentak ke

makan Syaikh Burhanuddin Ulakan di Padang Sigalundi Ulakan. Kendati

Syaikh burhanuddin Ulakan adalah tokoh ulama Tarekat Syattariyyah,

38

Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyah di Minangkabau, Jakarta: Prenada Media

Group, 2008, h. 128

Page 39: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

28

tetapi dalam acara basapa ini, mereka yang hadir tidak dari penganut

Tarekat Syattariyyah saja, melainkan juga masyarakat Muslim pada

umumnya. Dapat dipastikan bahwa ritual basapa ini dilakukan untuk

menghormati Syaikh Burhanuddin Ulakan yang dianggap telah berjasa

dalam penyebaran Tarekat Syattariyyah khususnya dan Islam pada

umumnya. Ziarah bersama ini dilakukan pada hari Rabu setelah tanggal 10

Safar,39

dan oleh karena jatuh pada bulan Safar inilah ritual tersebut

dinamakan basapa (bersafar). Penentuan acara basapa setelah tanggal 10

Safar sendiri berkaitan dengan hari yang diyakini sebagai tanggal

wafatnya Syaikh Burhanuddin Ulakan, yaitu 10 Safar 1111 H/ 1691 M,

dalam pelaksanaannya basapa ini umumnya terdapat tiga kegiatan,

pertama, berziarah dan berdoa di makan Syaikh Burhanuddin. Kedua,

salat baik itu yang wajib maupun yang sunat, ketiga, zikir.40

39

Kadrianto, Teks Takwim dalam Naskah-Naskah Koleksi Surau Calau: Teks dan

Konteks, Hantaran FIB UNAND,2013, h.2 40

Oman Fathurahman, Tarekat Syattariyah di Minangkabau, Jakarta: Prenada Media

Group, 2008, h. 130-131

Page 40: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

29

BAB III

METODE TAKWIM HIJRIAH DALAM DUNIA ISLAM

A. Sejarah Takwim Hijriah

Takwim atau kalender Hijriah adalah kalender yang terbagi atas dua belas

bulan yang setiap bulannya terdiri atas 29 atau 30 hari, dan dalam penanggalannya

kalender hijriah lebih singkat 11 hari dari pada penanggalan yang digunakan pada

kalender masehi.1 Dilihat dari sejarahnya, takwim Hijriah dimulai pada zaman

khalifah Umar bin Khattab, yang mana Umar bin Khattab dan para sahabat merasa

perlu adanya penanggalan Islam. Para sahabat mengusulkan penanggalan Islam

dimulai dari tanggal lahirnya Nabi Saw, dan yang lainnya mengusulkan

penanggalan Islam dimulai dari turunnya wahyu atau dari wafatnya Nabi sebab

pada saat itulah menunjukkan kesempurnaan ajaran Islam. Dari musyawarah

tersebut menghasilkan bahwa penanggalan Islam dimulai dari hijrahnya Nabi

Muhammad Saw dari Mekkah ke Madinah sebab hijrahnya Nabi merupakan

tonggak berdirinya negara Madinah.2

Sebab atau alasan pembuatan kalender hijriah ini ada tiga penyebab, yaitu:3

1. Surat dari Abu Musa Al-Asy‟ari kepada Umar bin Khattab berisi

“surat-surat anda yang datang kepada kami tanpa tanggal”.

2. Umar merasa adanya masalah dengan ketiadaan tanggal pada setiap

surat-surat yang masuk.

3. Ketika seseorang datang kepada Umar bin Khattab untuk membuat

kalender, ia tidak mengetahui apa kalender itu dan seseorang tersebut

1 Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hilal, Jakarta: Amythas Publica, 2007,

h.42. 2 Parlindungan Siregar, Penanggalan Hijriah Sebuah Peradaban dan Identitas Umat

Islam, dalam Jurnal Al-Turas Vol. 9 No. 2, Juli 2003, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003, h.

170 3 Ida Fitri Shohibah, Mengenal Nama Bulan dalam Kalender Hijriah, Jakarta: Balai

Pustaka, 2012, h. 2

Page 41: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

30

menjelaskan bahwa kalender itu adalah untuk mengetahui ini bulan

apa dan tanggal berapa.

Pada Sumber lain menyatakan penyebab dibuatnya kalender hijriah ada

beberapa sebab, diantaranya:4

1. Merupakan perintah Allah kepada umat Islam membuat suatu sistem

penanggalan dalam surat Al-Baqarah ayat 189 dan At-Taubah ayat 36.

2. Para Shahabat merasa perlu adanya suatu sistem penanggalan yang

pernah disinggung Rasulullah semasa hidupnya.

Setelah itu khalifah Umar bin Khattab mengumpulkan para sahabat untuk

merencanakan pembuatan kalender Islam, dan berikut permasalahan penting

yaitu: pertama, para sahabat mengusulkan dari lahirnya Nabi, turunnya wahyu,

dari saat wafatnya Rasulullah karena dianggap sebagai sempurnanya wahyu dan

dari saat hijrahnya Nabi dari Makkah ke Madinah. Musyawarah tersebut

menyimpulkan bahwa penanggalan Islam dimulai dari hijrahnya Nabi5 karena

hijrahnya Nabi dianggap sebagai pemisah yang haq dan yang bathil.6 Kedua,

tentang bulan untuk memulai tahun hijrahnya Nabi. Musyawarah tersebut

menyepakati bahwa bulan yang memulai tahun hijrahnya Nabi adalah bulan

Muharram yang merupakan bulan selesainya umat islam melakukan ibadah haji

dan juga bulan Muharram merupakan bulan yang mulia.7

Dalam penanggalan hijriah dalam setahun terdapat dua belas bulan yaitu:

Muharram, Shafar, Rabiul Awwal, Rabiul Akhir, Jumadil Ula, Jumadil Akhir,

Rajab, Sya‟ban, Ramadhan, Syawwal, Zulqa‟dah, dan Zulhijjah. Dari nama-nama

bulan ini tak satupun yang berhubungan dengan nama-nama dewa maupun

4 Parlindungan Siregar, Penanggalan Hijriah Sebuah Peradaban dan Identitas Umat

Islam, dalam Jurnal Al-Turas Vol. 9 No. 2, Juli 2003, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003, h.

170 5 Parlindungan Siregar, Penanggalan Hijriah Sebuah Peradaban dan Identitas Umat

Islam, dalam Jurnal Al-Turas Vol. 9 No. 2, Juli 2003, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003, h.

170 6 Ida Fitri Shohibah, Mengenal Nama Bulan dalam Kalender Hijriah, Jakarta: Balai

Pustaka, 2012, h. 2 7 Ida Fitri Shohibah, Mengenal Nama Bulan dalam Kalender Hijriah, Jakarta: Balai

Pustaka, 2012, h. 3

Page 42: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

31

berhala, semuanya berhubungan dengan lingkungan alam dan masyarakat seperti

contoh bulan Ramadhan yang artinya panas terik.8

B. Pengertian Hisab dan Rukyat

Dalam dunia Islam, dalam penetapan awal bulan hijriah secara garis besar

melahirkan dua aliran pengetahuan yakni aliran hisab dan aliran rukyah. Adapun

hisab secara etimologis berasal dari bahasa arab al-hisb yang berarti al-adad wa

al-ihsha‟ bilangan atau hitungan, dan secara terminologi hisab sering

dihubungkan dengan ilmu aritmatik yaitu ilmu penghitungan yang membahas

tentang seluk beluk perhitungan. Dalam sumber klasik ilmu ini sering dikaitkan

dengan ilmu falak yakni ilmu yang mempelajari tentang benda-benda langit,

matahari, bulan, bintang dan planet-planetnya.9 Sedangkan dalam sumber lain

menyatakan bahwa falak berarti orbit atau lintasan yang disebut juga dengan garis

edar benda-benda langit, dan bumi juga termasuk benda langit.10

Ilmu falak atau astronomi adalah suatu ilmu pengetahuan yang

mempelajari benda-benda langit, tentang fisiknya, geraknya, ukurannya dan

segala yang berkaitan dengannya. Benda langit yang objeknya dijadikan kajian di

kalangan umat Islam adalah matahari, bulan dan bumi yang terbatas pada

posisinya masing-masing. Hal ini disebabkan karena perintah pelaksanaan ibadah

baik waktu maupun caranya berkaitan langsung dengan posisi benda langit

tersebut.11

Dalam agama Islam, ilmu falak bukan hanya sekedar ilmu, melainkan

untuk kepentingan praktis dalam pelaksanaan kewajiban-kewajiban agama

dikarenakan ilmu ini secara spesifik membahas kedudukan matahari, bulan, bumi

8 Parlindungan Siregar, Penanggalan Hijriah Sebuah Peradaban dan Identitas Umat

Islam, dalam Jurnal Al-Turas Vol. 9 No. 2, Juli 2003, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2003, h.

169-170 9 Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN-Malang Pers, 2008, h.214

10 A. Jamil, Ilmu Falak Teori dan Aplikasi: Arah Qiblat, Awal Waktu, dan Awal Tahun

(Hisab Kontemporer), Jakarta: Amzah, 2009, h. 1 11

Maskufa, Hisab Hakiki Muhammadiyah, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Ahkam X, no.1 Maret 2008: h.119.

Page 43: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

32

dan benda langit lainnya yang terkait dengan perhitungan arah kiblat, awal waktu

sholat, dan penentuan awal bulan.12

Adapun sistem penentuan awal bulan Qamariyyah dengan sistem hisab ini

ada dua cara, yakni:

1. Hisab Urfi

Hisab Urfi adalah sistem perhitungan penanggalan dengan acuan pada

peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara

konvensional.13

Defenisi ini kemudian diperjelas oleh Maskufa dalam

tulisannya yang menyatakan bahwa hisab urfi perhitungannya didasarkan

pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi lama hari antar bulan

adalah 29 dan 30 hari yang bersifat tetap kecuali bulan Dzulhijjah pada

tahun kabisat berumur 30 hari.14

Kelemahan dari Hisab Urfi ini bahwa para ulama telah sepakat

menyatakan sistem ini tidak bisa diperuntukkan untuk menentukan awal

bulan Qamariyyah secara „ubudiyyah atau yang menyangkut masalah

peribadatan umat muslim, hisab ini hanya bisa dipeuntukkan untuk

menentukan penanggalan dalam kalender hijriyyah saja dan kelebihan dari

sistem hisab ini sebagai taksiran-taksiran untuk menghitung awal bulan

yang sebenarnya (menggunakan hisab haqiqi) yang biasanya perbedaannya

antara 1 hari bahkan sama, dan tanpa sistem ini yang digunakan terlebih

dahulu tentulah para ahli hisab akan kesulitan.15

2. Hisab Hakiki

Hisab hakiki adalah sebuah sistem pengitungan dan penentuan awal

bulan Qamariyyah terhadap peredaran awal bumi dan bulan dengan

12

A. Jamil, Ilmu Falak Teori dan Aplikasi: Arah Qiblat, Awal Waktu, dan Awal Tahun

(Hisab Kontemporer), Jakarta: Amzah, 2009, h. 2 13

Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN-Malang Pers, 2008, h. 224 14

Maskufa, Hisab Hakiki Muhammadiyah, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

Ahkam X, no.1 Maret 2008: h. 128 15

Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN-Malang Pers, 2008, h.224

Page 44: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

33

menggunakan kaedah-kaedah ilmu ukur dengan menggunakan sistem

Spherical Trigonometri16

(segitiga bola).17

Hisab hakiki menurut para ahli dibagi atas tiga macam, yakni hisab

hakiki taqribi, tahkiki, dan kontemporer (taqdidi). Ketiga hisab hakiki ini

menggunakan rumus yang berbeda.18

Pertama, metode hisab hakiki taqribi yaitu sebuah sistem pengamatan

yang digunakan yang sumnbernya dari teori Ptolomius, yaitu dengan teori

geosentrisnya yang menyatakan bahwa bumi sebagai pusat peredaran

benda-benda langit dan ketinggian hilalnya dihitung dari titik pusat bumi

dan yang pedoman pada gerak rata-rata bulan, yaitu setiap hari bulan

bergerak kearah timur rata-rata 12 derajat.19

Kedua, metode hisab hakiki tahkiki yaitu sebuah metode yang

digunakan melaui teori heliosentris yang mana dalam teori ini meyakini

bahwa matahari adalah pusat dari tata surya, yang mana dalam sistem ini,

perhitungan dapat dilakukan dengan rumus-rumus spherical trogonometri,

dan dalam metode hisab ini menentukan ketinggian hilal dengan

memperhatikan posisi lintang dan bujur, deklinasi bulan, dan sudut waktu

bulan dengan koreksi-koreksi terhadap pengaruh refraksi, paralaks, Dip

(keredahan ufuk), dan semi diameter bulan. Oleh karena itu, hisab ini

dapat memberikan informasi tentang terbenamnya matahari setelah

terjadinya ijtima‟, ketinggian hilal, azimut matahari dan bulan untuk

tempat observasi, serta dapat membantu pelaksanaan ru‟yah al-hilal.20

16

Spherical trigonometri adalah sebuah konsep dalam ilmu astronomi yang

diperuntukkan untuk menentukan posisi benda-benda langit di langit suatu saat di muka bumi

(lihat: Luqman Hakim, Rifqi Budi Raharjo, Didik Dwi Wahyo, Prototype Robot Untuk

Menentukan Arah Kiblat Dengan Tanda Shaf Sholat, Surabaya: Politeknik Elektronika Negeri

Surabaya, 2013, h. 1) 17

Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN-Malang Pers, 2008, h. 225 18

Sakirman, Menelisik Metodologi Hisab Rukyat di Indonesia, dalam Hunafa: Jurnal

Studia Islamika Vol. 8 No. 2, Desember 2011, h. 347 19

Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN-Malang Pers, 2008, h. 226 20

Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN-Malang Pers, 2008, h. 227

Page 45: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

34

Ketiga, metode hisab hakiki tadqiqi yaitu metode hisab yang

dikembangkan dari sistem hisab haqiqi tahqiqi dan dipadukan dengan

ilmu astronomi modern yang mendapatkan hasil hilal yang lebih akurat.21

Dan adapun rukyat secara etimologi berarti melihat, yang dimaksud

dengan melihat disini bermakna melihat dengan mata, dapat pula bermakna

melihat dengan ilmu.22

Adapun istilah ru‟yah al-hilal dalam konteks penentuan

awal bulan Qamariyah adalah melihat hilal dengan mata telanjang atau bisa juga

dengan menggunakan alat yang dilakukan setiap akhir bulan atau tanggal 29 bulan

Qamariyah pada saat matahari terbenam. Apabila rukyat telah terlihat dengan

menggunakan rukyat ini maka telah terjadi pergantian bulan dan apabila bulan

tidak tampak maka bulan tersebut ditambah satu hari menjadi 30 hari, hal ini

dikenal dengan sebutan Istikmal (penyempurnaan).23

Di dunia Islam ada terdapat dua aliran dalam penetapan awal bulan hijriah,

sedangkan di Indonesia terdapat banyak aliran yang dikarenakan adanya

Akulturasi Islam sebagai great tradition dan budaya lokal sebagai little tradition

yang melahirkan corak keagamaan tersendiri, dan adapun aliran Islam indonesia

dalam hisab rukyat di antaranya:24

1. Aliran Aboge, yakni aliran yang berpedoman pada pada tahun jawa

lama dengan ketetapan tahun alif jatuh pada hari Rabu wage

sebagaiman diikuti oleh masyarakat muslim dusun Golak Ambarawa

Jawa Tengah.

2. Aliran Asapan, yakni aliran yang berpedoman pada kalender Jawa

Islam yang sudah diperbaharui dengan ketetapan tahun alif jatuh pada

hari Selasa pon, sebagaimana yang diikuti oleh keraton Yogyakarta.

3. Aliran Rukyah dalam satu negara (rukyatul hilal fi wilayatil hukmi).

Aliran ini berpegang pada hasil rukyah yang dilakukan setiap akhir

21

Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN-Malang Pers, 2008, h. 228 22

Sakirman, Menelisik Metodologi Hisab Rukyat di Indonesia, dalam Hunafa: Jurnal

Studia Islamika Vol. 8 No. 2, Desember 2011, h. 347 23

Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN-Malang Pers, 2008, h. 216 24

Sub Direktorat Pembinaan Syariah Dan Hisab Rukyat Direktorat Urusan Agama Islam

& Pembinaan Syariah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Ilmu Falak Praktis,

Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia, 2013, h. 155

Page 46: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

35

bulan (tanggal 29), apabila berhasil merukyah maka hari esoknya

sudah masuk tanggal satu, sedangkan jika tidak berhasil maka harus

diistikmalkan (disempurnakan 30 hari), aliran ini biasanya diikuti oleh

Nahdhatul Ulama.

4. Aliran Hisab Wujudul Hilal, prinsipnya jika menurut perhitungan

(hisab) hilal sudah dinyatakan di atas ufuk, maka hari besoknya sudah

dapat ditetapkan sebagai tanggal satu tanpa harus menunggu hasil

rukyah. Aliran ini yang dipakai oleh Muhammadiyah.

5. Aliran Rukyah lnternasional (Rukyah Global). Aliran ini berpendapat

bahwa di mana pun tempat di muka dunia ini, jika ada yang

menyatakan berhasil melihat hilal, maka waktu itu pula mulai tanggal

satu dengan tanpa mempertimbangkan jarak geografisnya. Aliran ini

diikuti oleh Hizbut Tabrir.

6. Aliran Hisab Imkanurrukyah, yakni penentuan awal bulan berdasarkan

hisab yang memungkinkan untuk dilakukan rukyah. Aliran inilah yang

dipegangi Pemerintah.

7. Aliran mengikuti Mekkah, di mana penetapannya atas dasar kapan

Mekkah rnenetapkannya.

C. Kedudukan Hisab Rukyat

Menurut putusan sidang tarjih kedua puluh enam di Padang kedudukan

hisab dan rukyat sama dalam penentuan awal bulan Qamariah.25

Sedangkan

penentuan awal bulan menurut nash di antaranya sebagai berikut:26

Pertama, Al-Quran surat ar-Rahman ayat 5 yang berarti “Matahari dan

Bulan (beredar) menurut perhitungan”.

Kedua, Al-Quran surat Yunus ayat 5 yang berarti “Dia-lah yang

menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-

manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui

bilangan tahun dan perhitungan (waktu)”.

25

Lihat: Laporan Musyawarah Nasional Tarjih Kedua Puluh Enam di Padang, h. 12 26

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyyah, Pedoman Hisab Muhammadiyyah,

Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 2009, h. 73

Page 47: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

36

Ketiga, Hadis Bukhari dan Muslim, yang artinya “Apabila kamu melihat

hilal berpuasalah, dan apabila kamu melihatnya beridulfitrilah! Jika Bulan

terhalang oleh awan terhadapmu, maka istikmalkanlah”.

Keempat, Hadis tentang keadaan umat yang masih ummi, yaitu sabda Nabi

saw, yang artinya “Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami tidak bisa

menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian.

Maksudnya adalah kadang-kadang dua puluh sembilan hari, dan kadang-kadang

tiga puluh hari”.

D. Pandangan Ulama Terkait Takwim Hijriah

Dikarenakan penentuan awal bulan Qamariah ini sangat menyangkut

kepada Ubudiyyah umat Islam, maka timbullah beberapa pandangan terkait hal ini

yang di antaranya sebagai berikut:

Pertama, Ibnu Shikir, beliau berfatwa apabila hilal terhalang maka dapat

dilakukan dengan cara hitungan dengan perjalanan bulan, ataupun dengan cara

hisab. Tetapi dari pendapat Ibnu Shikir ini sangat jelas bahwa dia lebih

mendahulukan rukyat dari pada hisab.

Kedua, Ibnu Qutaibah berpendapat bahwa diperbolehkannya cara

penghitungan bulan hijriah (khususnya bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah)

apabila hilal terhalang oleh gejala alam.27

Ketiga, Mazhab Syafi‟i berpendapat bahwa penentuan awal bulan

khususnya pada penentuan bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah harus

didasarkan dengan melihat bulan pada hari kedua puluh sembilan pada bulan

tersebut. Jika bulan tersebut belum tampak atau dikarenakan faktor cuaca maka

penentuan bulan tersebut harus diistikmalkan.28

Keempat, Ibnu Hajar al-Haitami berpendapat bahwa tidak ada kewajiban

berpuasa apabila melihat hilal sebelum matahari terbenam, meskipun hilal sudah

27

Tono Saksono, Mengkompromikan Rukyat dan Hisab, Jakarta: Amythas Publicita,

2007, h. 129 28

Sub Direktorat Pembinaan Syariah Dan Hisab Rukyat Direktorat Urusan Agama Islam

& Pembinaan Syariah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Ilmu Falak Praktis,

Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia, 2013, h. 101

Page 48: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

37

tinggi, yang artinya harus diistikmalkan, hal ini dikarenakan menurutnya

kewajiban berpuasa berkaitan dengan rukyah setelah matahari terbenam sehingga

yang menjadi pegangan adalah rukyahnya bukan hilalnya.29

Keempat, Imam Qalyubi, Imam Ramli, al-Ibbadi, Syarwani, al-Subkhi

berpendapat bahwa kewajiban berpuasa atas dasar hisab walaupun posisi hilal

tidak bisa dilihat.30

Kelima, Menurut Mazhab Hanafi berpendapat bahwa harus adanya

khalayak ramai yang ditunjuk oleh pemimpin atau pemerintah yang melihat hilal

dan syarat terlihatnya hilal oleh khalayak ramai adalah karena mathla‟ hanya satu

di tempat itu, dan jikalau hilal tidak tampak maka cukup dengan adanya satu

orang yang adil bersaksi melihat hilal.31

29 Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyah, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007, h. 62

30 Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyah, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007, h. 62 31

Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid. 3 Penerjemah Abdul Hayyie al-

Kattani, dkk Jakarta: Gema Insani, 2011, h.50.

Page 49: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

38

BAB IV

TAKWIM HIJRIAH DI KALANGAN TAREKAT

SYATTARIYYAH DI MINANGKABAU

A. Naskah Tentang Takwih Hijriah

Naskah pertama, berjudul Compilation of Bilangan Bulan, Thaharah, and

Takwil Mimpi (Kumpulan Bilangan Bulan, Thaharah, dan Takwil Mimpi), dengan

nomor panggil EAP144/3/38, naskah terdiri dari 191 halaman yang berbentuk

digital tetapi dalam penulisan karya ilmiah ini penulis hanya meneliti pembahasan

yang membahas tentang penanggalan bulan hijriah yang terdiri dari tiga halaman,

yakni terdapat pada halaman 1,166 dan 167.

Jenis kertas yang digunakan adalah kertas Eropa, dalam naskah ini

membahas tentang penanggalan bulan Arab, Thaharah, Takwil mimpi, dan

interprestasi gempa, naskah bertahun 1700an, Tetapi ada kerancuan dalam kitab

ini mengenai tahunnya yakni 1700an dan 1976 Masehi, yang dimuat di infomasi

yang tertera EAP (Endangered Archives Programme), tetapi penulis berpendapat

bahwa kitab tersebut kemungkinan merupakan kitab yang ditulis ulang dari kitab

sebelumnya. pemilik dari naskah ini Tuanku Kadhi Abdur Rasyid dari Surau

Lubuk Ipuh, Naskah menggunakan bahasa Minangkabau bertuliskan huruf Arab

Melayu, dan naskah tersebut belum diteliti.1 Dalam naskah ini penjelasan

mengenai penentuan awal bulan sangat umum tidak terlalu spesifik

pembahasannya.

Dalam Naskah ini penulisnya menjelaskan bahwa terdapat huruf-huruf

tahun dan huruf-huruf bulan yang akan digunakan dalam penghitungan bulan

1 Lihat http://eap.bl.uk/database/overviewitem.a4d?catId=141337;r=13290 “Compilation

of Bilangan Bulan, Thaharah, and Takwil Mimpi (Kumpulan Bilangan Bulan, Thaharah, dan

Takwil Mimpi)” diakses pada tanggal 1 desember 2016.

Page 50: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

39

hijriah oleh kalangan Tarekat Syattariyyah, berikut bilangan huruf tahun dan

huruf bulannya:

1. Bilangan Huruf bulan yang dua belas:

Muharram

ش

7

Shaffar

ب

2

Rabi‟ul Awal

ج

3

Rabi‟ul Akhir

5

Jumadi

Awal

6

Jumadi

Akhir

ا

1

Rajab

ب

2

Sya‟ban

د

4

Ramadhan

5

Syawal

ش

7

Dzuqa‟dah

ا

1

Dzulhijjah

ج

3

2. Bilangan Huruf Tahun:

ا

1

5

ج

3

ش

7

د

4

ب

2

6

د

4

Naskah kedua, Naskah dengan nomor panggil CL-SJJ-2011-10-g. Bahasa

dan aksara yang digunakan bahasa Arab, dan Arab Melayu, jenis kertas yang

digunakan adalah kertas Eropa dengan ukuran 24 x 18 cm, ukuran teks 14 x 8 cm.

Naskah ini bersampul kulit dengan kondisi sampul baik. Tinta yang digunakan

tinta berwarna hitam dan merah.2

2 Kadrianto, “Teks Takwim dalam Naskah-Naskah Koleksi Surau Calau: Teks dan

Konteks”, Padang: Hantaran FIB UNAND, 2013, h. 5

Page 51: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

40

Dalam naskah ini penulisnya menjelaskan tentang landasan atau dasar

hukum dari hisab takwim yang digunakan oleh penganut Tarekat Syattariyah

yaitu:

عوس زضي اهلل عوا اى زسل اهلل ص. ذكس زهضاى فقال ال ذصها عي اتي

حري ذسا الالل ال ذفطسا حري ذس فاى غن عليكن فاقدزال اخسج السرح اال الرسهري

Artinya: Dari ibn Umar ra, bahwa Rasulullah mengingatkan tentang

Ramadhan dan beliau bersabda: “jangan kalian berpuasa hingga kalian melihat

hilal, dan janganlah berbuka hingga kalian melihatnya kembali. apabila kalian

ragu maka tetapkanlah oleh kalian akannya”. dikeluarkan perawi yang eanam

kecuali Sunan Turmidzi.

اعساتي الي الثي ص فقال اي زايد عي اتي عثاس زضي اهلل عوا قال جاء

ذشد اى هحود زسل اهلل قال عن الالل يعي الل زهضاى فقال اذشد اى الال االاهلل قال ا

قال ياتالل اذى في الاس اى يصها غدا اخسج اصحاب السي

Dari Ibn Abbas bahwa telah datang seorang Arab Badui kepada Rasulullah

dan berkata: sesungguhnya aku telah melihat hilal, yakni hilal Ramadhan,

Rasulullah bersabda: “Apakah kamu bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan

Muhammad adalah rasul utusan Allah”, ia berkata: ya, lalu beliau bersabda: “ya

Bilal, serukan kepada manusia agar mereka berpuasa esok hari” hadist

diriwayatkan oleh Ashab Sunan.

عي اتي عوسزضي اهلل عوا قال ذسااي الاس الالل فاخثسخ زسل اهلل ص اي

زاير فصام اهس الاس تصياه اخسج اتداد.

Dari Ibnu Umar semoga Allah meridhoi keduanya “aku mengabari

Rasulullah bahwa aku telah melihat hilal lalu beliau berpuasa dan memerintahkan

manusia berpuasa. Hadist diriwayatkan oleh Abu Daud.

Mulainya berpuasa dengan dua perkara: Pertama, dengan menggunakan

taqwim, dalilnya firman Allah SWT “barang siapa yang menyaksikan (hilal)

Page 52: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

41

diantara kamu maka berpuasalah”. Kedua, hadis sekalipun bersesuaian dengan

kalender yakni dari awal terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari

sebagaimana sabda Rasululullah “berpuasalah kalian apabila melihat hilal dan

berbukalah bila telah melihatnya kembali, jika ragu maka genapkanlah tiga puluh

hari”.

Masih dalam kitab tersebut menjelaskan apa itu melihat hilal. Melihat hilal

adalah setiap penglihatan pada tiap-tiap bulan dan sarat melihat hilal tersebut

adalah sehari sebelum jumlah bilangan takwim mereka. Dan penglihatan itu

dimulai dari awal tenggelamnya matahari sampai munculnya fajar.

Naskah Ketiga, Naskah yang berjudul Perhitungan Bulan Komariah (The

Islamic Calendar), dengan nomor panggil EAP144/4/25, naskah terdiri dari dua

halaman, jenis kertas yang digunakan adalah kertas Eropa, dalam naskah ini

menggambarkan bulan-bulan kalender Islam dalam bentuk lingkaran, naskah

bertahun 1800an, naskah menggunakan bahasa dan huruf Arab, Naskah berbentuk

kolofon dan belum diteliti.3 Berikut isi naskah tersebut:

هحسم

ش

7

صفس

ب

2

زتيع االل

ج

3

زتيع االخس

5

ذالحجح

ج

3

ذالقعدج

ا

1

شال

ش

7

زهضاى

5

شعثاى

د

4

زجة

ب

2

جواد االخس

ا

1

جواد االل

6

3 Lihat http://eap.bl.uk/database/overview_item.a4d?catId=141408;r=14893 “Perhitungan

Bulan Komariah (The Islamic Calendar)” diakses pada tanggal 1 desember 2016.

Page 53: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

42

Muharram

ش

7

Shaffar

ب

2

Rabi‟ul Awal

ج

3

Rabi‟ul Akhir

5

Jumadi

Awal

6

Jumadi

Akhir

ا

1

Rajab

ب

2

Sya‟ban

د

4

Ramadhan

5

Syawal

ش

7

Dzuqa‟dah

ا

1

Dzulhijjah

ج

3

B. Metode Takwim Hijriah

Metode penghitungan awal bulan hijriah dengan menggunakan hisab

takwim dilakukan dengan berdasarkan kepada huruf tahun dan huruf bulan

sebagaimana yang telah termaktub diatas dengan huruf Alif, Ha, Ja, Za, Da, Ba,

Wa, Da yang bernilai arti 1, 5, 3, 7, 4, 2, 6.

Untuk sekedar mengetahui kenapa nilai huruf tersebut seperti itu, semua

ini telah tertera dalam kitab Abu Ma‟syar Al-Falaki, layaknya Abjad Romawi I

yang berarti 1, II berarti 2. III yang berarti 3 dan seterusnya, dan berikut

Abjadnya:4

ي

10

ط

9

ح

8

ش

7

6

5

د

4

ج

3

ب

2

ا

1

ك ل م ى س ع ف ص ف ز

4 Abu Ma‟syar Al-Falaki, Abu Ma‟syar Al-Falaky, h.1

Page 54: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

43

200 100 90 80 70 60 50 40 30 20

غ

1000

ظ

900

ض

800

ذ

700

خ

600

ز

500

خ

400

ش

300

Pada Tarekat Syattariyyah menggunakan metode takwim khumus atau

metode pengitungan awal bulan hijriah yang dimulai dari hari kamis. Berikut ini

adalah kalender hijriyah yang digunakan oleh penganut Tarekat Syattariyah di

Minangkabau dalam melakukan penentuan awal bulan:

ا

1

5

ج

3

ش

7

د

4

ب

2

6

د

4

Muharam

ش

Kamis Senin Sabtu Rabu Minggu Jum‟at Selasa Minggu

Shafar

ب

Sabtu Rabu Senin Jum‟at Selasa Minggu Kamis Selasa

Rabi‟awal

ج

Minggu Kamis Selasa Sabtu Rabu Senin Jum‟at Rabu

Rabi‟akhir

Selasa Sabtu Kamis Senin Jum‟at Rabu Minggu Jum‟at

Jmd awal

Rabu Minggu Jum‟at Selasa Sabtu Kamis Senin Sabtu

Jmd akhir

ا

Jum‟at Selasa Minggu Kamis Senin Sabtu Rabu Senin

Rajab

ب

Sabtu Rabu Senin Jum‟at Selasa Minggu Kamis Selasa

Page 55: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

44

Sya‟ban

د

Senin Jum‟at Rabu Minggu Kamis Selasa Sabtu Kamis

Ramadhan

Selasa Sabtu Kamis Senin Jum‟at Rabu Minggu Jum‟at

Syawal

ش

Kamis Senin Sabtu Rabu Minggu Jum‟at Selasa Minggu

Zulkaedah

ا

Jum‟at Selasa Minggu Kamis Senin Sabtu Rabu Senin

Zulhijah

ج

Minggu Kamis Selasa Sabtu Rabu Senin Jum‟at Rabu

Dalam penetuan awal bulan Hijriah di kalangan Tarekat Syattariyyah

terdapat tiga metode yang mana tiga metode tersebut bisa diaplikasikasikan satu

persatu, berikut metodenya:5

1. Metode Huruf Tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW ( ـ)

Dalam metode ini cara mencarinya adalah tahun hijriyah dibagi dengan

delapan sebagaimana banyaknya jumlah dari huruf tahun sampai habis dan

tidak bisa dibagi lagi dengan angka 8, dan sisa dari pembagian itu yang

akan kita jadikan patokan dalam perhitungan mencari huruf tahun tersebut,

Berikut cara mencari huruf tahun 1438 H dengan berpatokkan kepada

huruf tahun lahir Nabi Muhammad:

5 Wawancara dengan Bapak Arrazi Hasyim, (Beliau adalah dosen UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan juga seorang Cendikiawan Muslim Minangkabau yang ahli dalam dunia

Tashawuf), tanggal 13 Maret 2017.

Page 56: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

45

8 1438 = 179 8 63 56 78 72 6

د بد ش ج ا

Huruf Tahun

Wa (6)

Jumlah sisa pembagian

1438 H adalah 6

+ Huruf Bulan

Zai (7)

(Muharram)

= Jumlah Total 13

Mulai penghitungan harinya harus

dari hari kamis

Setelah didapatkan harinya, lalu kita buktikan dengan tabel:

ا

1

5

ج

3

ش

7

د

4

ب

2

6

د

4

Muharam

ش

Kamis Senin Sabtu Rabu Minggu Jum‟at Selasa Minggu

Shafar

ب

Sabtu Rabu Senin Jum‟at Selasa Minggu Kamis Selasa

Rabi‟awal

ج

Minggu Kamis Selasa Sabtu Rabu Senin Jum‟at Rabu

Rabi‟akhir

Selasa Sabtu Kamis Senin Jum‟at Rabu Minggu Jum‟at

Jmd awal

Rabu Minggu Jum‟at Selasa Sabtu Kamis Senin Sabtu

Jmd akhir Jum‟at Selasa Minggu Kamis Senin Sabtu Rabu Senin

Page 57: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

46

ا

Rajab

ب

Sabtu Rabu Senin Jum‟at Selasa Minggu Kamis Selasa

Sya‟ban

د

Senin Jum‟at Rabu Minggu Kamis Selasa Sabtu Kamis

Ramadhan

Selasa Sabtu Kamis Senin Jum‟at Rabu Minggu Jum‟at

Syawal

ش

Kamis Senin Sabtu Rabu Minggu Jum‟at Selasa Minggu

Zulkaedah

ا

Jum‟at Selasa Minggu Kamis Senin Sabtu Rabu Senin

Zulhijah

ج

Minggu Kamis Selasa Sabtu Rabu Senin Jum‟at Rabu

2. Metode Huruf Tahun Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke

Madinnah ()

Dalam metode ini cara mencarinya adalah tahun hijriyah dibagi dengan

delapan sebagaimana banyaknya jumlah dari huruf tahun sampai habis dan

tidak bisa dibagi lagi dengan angka 8, sebelum itu Tahun harus dikurangi

dengan 53 (Umur Nabi dari lahir hingga sebelum hijrah). dan sisa dari

pembagian itu yang akan kita jadikan patokan dalam perhitungan mencari

huruf tahun tersebut, Berikut cara mencari huruf tahun 1438 H dengan

berpatokkan kepada huruf tahun Hijrah Nabi Muhammad:

Page 58: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

47

1438-53

8 1385 = 173 8 58 56 25 24 1

د بد ش ج ا

Huruf Tahun

Wa (6)

Jumlah sisa pembagian

1438 H adalah 6

+ Huruf Bulan

Zai (7)

(Muharram)

= Jumlah Total 13

Mulai penghitungan harinya harus

dari hari kamis

Setelah didapatkan harinya, lalu kita buktikan dengan tabel:

ا

1

5

ج

3

ش

7

د

4

ب

2

6

د

4

Muharam

ش

Kamis Senin Sabtu Rabu Minggu Jum‟at Selasa Minggu

Shafar

ب

Sabtu Rabu Senin Jum‟at Selasa Minggu Kamis Selasa

Rabi‟awal

ج

Minggu Kamis Selasa Sabtu Rabu Senin Jum‟at Rabu

Rabi‟akhir

Selasa Sabtu Kamis Senin Jum‟at Rabu Minggu Jum‟at

Jmd awal

Rabu Minggu Jum‟at Selasa Sabtu Kamis Senin Sabtu

Jmd akhir Jum‟at Selasa Minggu Kamis Senin Sabtu Rabu Senin

Page 59: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

48

ا

Rajab

ب

Sabtu Rabu Senin Jum‟at Selasa Minggu Kamis Selasa

Sya‟ban

د

Senin Jum‟at Rabu Minggu Kamis Selasa Sabtu Kamis

Ramadhan

Selasa Sabtu Kamis Senin Jum‟at Rabu Minggu Jum‟at

Syawal

ش

Kamis Senin Sabtu Rabu Minggu Jum‟at Selasa Minggu

Zulkaedah

ا

Jum‟at Selasa Minggu Kamis Senin Sabtu Rabu Senin

Zulhijah

ج

Minggu Kamis Selasa Sabtu Rabu Senin Jum‟at Rabu

3. Metode Huruf Tahun Wafat Nabi Muhammad SAW (ا)

Dalam metode ini cara mencarinya adalah tahun hijriyah dibagi dengan

delapan sebagaimana banyaknya jumlah dari huruf tahun sampai habis dan

tidak bisa dibagi lagi dengan angka 8, sebelum itu Tahun harus dikurangi

dengan 63 (Umur Nabi ketika wafat). dan sisa dari pembagian itu yang

akan kita jadikan patokan dalam perhitungan mencari huruf tahun tersebut,

Berikut cara mencari huruf tahun 1438 H dengan berpatokkan kepada

huruf tahun wafat Nabi Muhammad:

Page 60: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

49

1438-63

8 1375 = 171 8 57 56 15 8 7

د بد ش ج ا

Huruf Tahun

Wa (6)

Jumlah sisa pembagian

1438 H adalah 6

+ Huruf Bulan

Zai (7)

(Muharram)

= Jumlah Total 13

Mulai penghitungan harinya harus

dari hari kamis

Setelah didapatkan harinya, lalu kita buktikan dengan tabel:

ا

1

5

ج

3

ش

7

د

4

ب

2

6

د

4

Muharam

ش

Kamis Senin Sabtu Rabu Minggu Jum‟at Selasa Minggu

Shafar

ب

Sabtu Rabu Senin Jum‟at Selasa Minggu Kamis Selasa

Rabi‟awal

ج

Minggu Kamis Selasa Sabtu Rabu Senin Jum‟at Rabu

Rabi‟akhir

Selasa Sabtu Kamis Senin Jum‟at Rabu Minggu Jum‟at

Jmd awal

Rabu Minggu Jum‟at Selasa Sabtu Kamis Senin Sabtu

Page 61: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

50

Jmd akhir

ا

Jum‟at Selasa Minggu Kamis Senin Sabtu Rabu Senin

Rajab

ب

Sabtu Rabu Senin Jum‟at Selasa Minggu Kamis Selasa

Sya‟ban

د

Senin Jum‟at Rabu Minggu Kamis Selasa Sabtu Kamis

Ramadhan

Selasa Sabtu Kamis Senin Jum‟at Rabu Minggu Jum‟at

Syawal

ش

Kamis Senin Sabtu Rabu Minggu Jum‟at Selasa Minggu

Zulkaedah

ا

Jum‟at Selasa Minggu Kamis Senin Sabtu Rabu Senin

Zulhijah

ج

Minggu Kamis Selasa Sabtu Rabu Senin Jum‟at Rabu

Tabel 7

Setelah penentuan tanggal kapan hari pertama jatuh maka setelah itu

diadakan proses rukyatul hilal. Proses rukyatul hilalnya atau mancaliak bulan

dihadiri oleh penganut Tarekat Syattariyah.

Menurut Bapak Arrazi Hasyim, setelah penentuan awal bulan tersebut

makanya alim ulama Tarekat Syattariyyah akan melihat bulan pada sore

menjelang malam tanggal 29 Sya‟ban menggunakan mata telanjang, dan apabila

bulan tak terlihat maka bulan Sya‟ban akan digenapkan menjadi 30 hari, karena

ketradisionalan itulah Tarekat Syattariyyah berpuasa sering telat satu hari atau dua

hari daripada ketetapan Kementrian Agama.6 Bahkan dari tabel diatas Tarekat

6 Wawancara dengan Bapak Arrazi Hasyim tanggal 13 Maret 2017.

Page 62: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

51

Syattariyyah telat satu hari berpuasa dari pemerintah yang akan berpuasa pada

hari sabtu (menurut kalender).

C. Pelestarian Takwim Hijriyah Syattariyyah Di Minangkabau

Metode takwim hijriah oleh Tarekat Syattariah sebagaimana yang telah

termaktub diatas menggunakan tiga metode yakni menggunakan metode huruf

Alif yang merupakan tahun wafatnya Nabi Muhammad SAW, menggunakam

metode huruf Ha yang merupakan tahun lahirnya Nabi Muhammad SAW, dan

menggunakan huruf Waw merupakan tahun hijrahmya nabi Muhammad SAW

dari Makkah ke Madinnah.

Adapun alasan penganut Tarekat Syattariyyah masih menggunakan

takwim dalam menetapkan awal bulan Hijriyah adalah karena mengikuti sunnah

Nabi dan silsilahnya yang sampai kepada Nabi Muhammad SAW dan berikut ini

adalah silsilah takwim Tarekat Syattariyah di Minangkabau (untuk lebih

lengkapnya bisa dilihat di lampiran):7

1. Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam

2. „Ali bin Abi Thalib

3. Syaikh Hasan al-Bashri

4. Syaikh Abibullah al-Ajami

5. Syaikh Daud at-Tha‟i

6. Abi Yazid al-Bishtami

7. Makhruf al-Karkhi

8. Syaikh Abi Bakr „Ali ar-Raudhil Barr

9. Abil Kasim al-Kurkuni

10. Abi „Ali al-Farmadi

11. Yusuf al-Hamdani

12. „Abdul Khaliq al-„Aduwani

13. Abi Bakr an-Nasaj

7 Abdul Manaf Amin Al-Khattib, Kitab Al-Taqwim wa Al-Shiyam, h. 26

Page 63: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

52

14. al-Ghazazi

15. Najmuddin al-Kuri

16. Majduddin al-Baghdadi

17. „Alauddin.

18. Ala‟uddin as-Samani

19. Syah al-Qarahi

20. Syaikh Ahmad Qusyasyi

21. Syaikh Abdurrauf sinkili „Ali al-Jawi

22. Syaikh Burhanuddin Ulaqqani.

23. Syaikh al-Kamil al-Mukamal Abdul Mauhub

24. Syaikh Ahmad Shaghir at-taqwim

Proses penyebaran takwim hijriah di Minangkabau tak terlepas dari

kembalinya murid-murid Syaikh Burhanuddin Ulakan ke kampungnya masing-

masing Di antaranya dari Padang Gantiang Batu Sangkar bernama Datuk

Maruhun Panjang, dari Kubung Tiga Belas Solok bernama si Tarapang, dari Koto

Tangah Padang bernama Matnasir, dari Sipayang bernama Abdul Muhin, dari

Batang Bandar Sepuluh bernama Buyung Muda dan dari Paninjauan Padang

Panjang bernama Jalaluddin.8

Datuk Maruhun Panjang menyebarkan Islam Tarekat Syattariyyah

Meliputi Luhak Tanah Datar. Matnasir menyebarkan Islam Tarekat Syattariyyah

meliputi Koto Tangah Pauh Lubuk Bagalung Padang dan sekitarnya. Syaikh

Terapang (Syaikh Pandan Baijuk) menyebarkan Islam Tarekat Syattariyyah

meliputi seluruh Solok dan daerah Sijunjung sampai ke daerah Abai. Syaikh

Abdul Muhsih (Syaikh Supayang Islam Tarekat Syattariyyah meliputi daerah

Alahan Panjang Muara Labuh dan Lubuk Gadang. Buyung Muda (Syaikh

Bayang) menyebarkan Islam Tarekat Syattariyyah meliputi seluruh Bandar

Sepuluh sampai ke Kurinci (Kerinci). Syaikh Jalaluddin kapeh-kapeh

8 Abdul Manaf Amin Al-Khattib, Kitab Al-Taqwim wa Al-Shiyam, h. 69

Page 64: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

53

menyebarkan Islam Tarekat Syattariyyah meliputi ke Luhak Agam dan Luhak

Lima Puluh Koto Payakumbuh.9

Adapun pelestarian Takwim Hijriah oleh pengikut Tarekat Syattariyyah di

Minangkabau Pertama kali dilakukan oleh Imam Maulana Abdul Manaf Amin Al-

Khattib10

atas sepersetujuan Angku Batang Kabung Syaikh Haji Salif dengan cara

mengganti pengitungan awal bulan hijriah dari hari kamis menjadi hari rabu

dikarenakan menurut Beliau tata cara pengitungan dengan menggunakan hari

kamis tersebut sudah tidak relevan dengan kondisi alam tapi masih dengan

berlandaskan hadist Nabi Muhammad SAW yang membolehkan peritungan awal

bulan hijriah dengan menggunakan hari rabu ataupun kamis.11

Tata cara penghitungan awal bulan hijriah yang dikemukakan oleh Imam

Maulana Abdul Manaf Amin Al-Khattib ini masih sama dengan tata cara yang

sebelumnya yakni dengan menggunakan huruf tahun kelahiran Nabi, huruf

wafatnya Nabi, dan juga huruf tahun hijrahnya Nabi dari Makkah ke Madinah.

Berikut penghitungan yang dikemukakan oleh Imam Maulana Abdul

Manaf Amin Al-Khattib tersebut:

9 Abdul Manaf Amin Al-Khattib, Kitab Al-Taqwim wa Al-Shiyam, h. 71-72

10 Imam Maulana Abdul Manad Amin Al-Khattib adalah Ahli Takwim Hijriyyah Tarekat

Syattariyyah di Surau Batang Kabung, Tabing Padang, dan beliau juga penulis Kitab Al-Taqwim

wa Al-Shiyam 11

Wawancara dengan Chairullah Ahmad

8 1438 = 179 8 63 56 78 72 6

د بد ش ج ا

Page 65: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

54

Contoh di atas dengan menggunakan cara penghitungan awal bulan

Ramadhan tahun 1438 hijriah dengan dimulai dari hari rabu dengan metode Huruf

Tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW yakni dengan huruf tahun Ha. Dari

jumlah penghitungan tersebut dengan hasil 11 maka dapat diketahui bahwa bulan

Ramadhan tahun 1439 Hijriah jatuh pada hari Sabtu.

Sedangkan di daerah Sijunjung dan sekitarnya masih tetap menggunakan

metode takwim hijriah khumusiyyah, Menurut penuturan Bapak Arrazi Hasyim,

tata cara dan metode takwim hijriah ini masih tetap digunakan oleh semua

kalangan Tarekat Syattariyyah di Minangkabau kecuali di kalangan masyarakat

Syattariyyah di Payakumbuh Lima Puluh Kota yang telah mengikuti ketetapan

pemerintah Indonesia (Ketetapan Kementrian Agama RI).12

12

Wawancara dengan Bapak Arrazi Hasyim tanggal 13 Maret 2017.

Huruf Tahun

Wa (6)

Jumlah sisa pembagian

1438 H adalah 6

+ Huruf Bulan

Ha (5)

(Ramadhan)

= Jumlah Total 11

Mulai penghitungan harinya harus

dari hari rabu

Page 66: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

55

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah penulis jelaskan dalam bab-bab sebelumnya

dapat dilihat bahwa penentuan awal bulan hijriah yang dilakukan oleh Tarekat

Syattariyyah di Minangkabau khususnya pada penentuan bulan Ramadhan dan

juga bulan Syawal berlandasan yang kuat kepada dalil-dalil dari Kitab Suci Al-

quran dan juga sunnah Rasullullah SAW dan mengacu juga kepada pedoman-

pedoman yang ditulis oleh syaikh-syaikh dari kalangan mereka sendiri.

Dan dalam penentuan awal bulan Tarekat Syattariyyah di Minangkabau

menggunakan cara penghitungan penentuan awal bulan dengan metode hisab

takwim hijriah yang berdasarkan huruf tahun dan huruf-huruf bulan dengan

menggunakan hisab khumusiyyah yaitu menentukan hari pada awal bulan

mengacu atau dimulai dengan hari kamis. Adapun metode-metode dalam

penentuan awal bulan hijriah oleh Tarekat Syattariyyah diantaranya: Pertama,

metode tahun Ha yakni cara penghitungan dimulai dari tahun kelahiran Nabi

Muhammad SAW. Kedua, Metode Tahun Waw yaitu cara penghitungan dimulai

dari tahun hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinnah. Ketiga,

Metode Tahun Alif yaitu cara penghitungan dimulai dari tahun wafatnya Nabi

Muhammad SAW. Teks naskah Tarekat Syattariyyah di Minangkabau hingga saat

ini masih digunakan untuk menentukan kapan jatuhnya awal bulan hijriah

khususnya bulan Ramadhan dan bulan Syawal hampir di semua daerah yang

menganut paham Syattariyyah kecuali di daerah Payakumbuh Lima Puluh Kota

yang telah mengikuti ketetapan pemerintah Indonesia (Ketetapan Kementrian

Agama RI).

Page 67: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

56

B. Saran-saran

1. Bagi penulis khususnya dan bagi para civitas academika pada

umumnya marilah lebih mendalami kajian tentang pernaskahan

dikarenakan banyak khazanah keislaman Nusantara yang masih

tersimpan di dalam naskah-naskah tersebut.

2. Bagi para ilmuan hendaknya memberikan penjelasan bagi khalayak

ramai bagaimana menjelaskan mengenai teks takwim hijriah di

Indonesia pada khususnya dan Tarekat Syattariyyah pada khususnya.

3. Tarekat Syattariyyah di Minangkabau hendaknya menerima

perkembangan zaman mulai dari teknologi dan infomasi pada

khususnya pada penentuan awal bulan hijriah ini dengan tidak

menghilangkan tradisi-tradisi yang telah dipelajari secara berabad-abad

tersebut.

Page 68: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Syafii Tungklukan, Abangan, dan Tarekat: Kebangkitan Agama di Jawa,

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006.

Azra,, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII

dan XVIII: Akar Pembaruan Islam Indonesia, Jakarta: Kencana, 2013.

Burhanuddin, Jajat, Ulama dan Kekuasaan: Pergumulan Elite Muslim Dalam

Sejarah Indonesia, Jakarta: Mizan, 2012.

Burke, Peter, Sejarah dan Teori Sosial, Ed. II, Jakarta: Yayasan Obor, 2015.

Damanhuri, Umdah Al-Muhtajin: Rujukan Tarekat Syattariyyah Nusantara, dalam Jurnal

Ulumuna Vol. 17 No.2 Desember 2013, Mataram: Institute Agama Islam Negeri

Mataram, 2013.

Fanani, Ahwan, Ajaran Tarekat Syattariyah dalam Naskah Risalah Shattariyyah, Gresik:

Walisongo 20, no. 2 November 2012,

Fathurahman, Oman, Filologi Indonesia: Teori dan Metode, Jakarta:

Prenadamedia Group, 2015.

___________________, Tarekat Syattariyyah di Minangkabau, Jakarta: Prenada Media

Group, 2008.

___________________, Tarekat Syattariyyah Memperkuat Ajaran Neosufisme, dalam Sri

Mulyati et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah di

Indonesia, Jakarta: Prenada Media, 2004.

Jones, Pip, Liza Brad Bradbury, Shaun Le Boutillier, Pengantar Teori-Teori

Sosial, Jakarta: Yayasan Obor, 2016.

Jong, P. E. De Josselin de, Minangkabau and Negeri Sembilan: Socio-Political

Stucture in Indonesia, Den Haag: Martinus Nijhoff Uitgeverij.

Page 69: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

Kadrianto, “Teks Takwim dalam Naskah-Naskah Koleksi Surau Calau: Teks dan

Konteks”, Padang: Hantaran FIB UNAND, 2013.

Kahin, Audrey R., Dari Pemberontakan Ke Integrasi: Sumatra Barat Dan Politik

Indonesia, 1926-1998, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005.

Katkova, Irana, Endangered Manuscripts of Westren Sumatera Collection of Sufi

Brotherfood, British Library, 2008.

Kato, Tsuyoshi, Adat Minangkabau dan Merantau Dalam Prespektif Sejarah,

Jakarta, Balai Pustaka, 2005.

Lubis, Nabilah, Naskah Teks dan Metode Penelitian Filologi, Jakarta: Yayasan

Media Alo Indonesia, 2007.

Mulyati, Sri et. al, Mengenal dan Memahami Tarekat Tarekat Muktabarah di Indonesia,

Jakarta: Prenada Media, 2004.

Murtadho, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN Malang Press, 2008.

Na‟im, Akhsan dan Hendry Syaputra, Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama,

dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk

tahun 2010, Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2010.

Poesponegoro, Marwati Djeoned, Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional

Indonesia III: Zaman Pertumbuhan Dan Perkembangan Kerajaan Islam di

Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2008.

Pranomo, Naskah Rowayat Hidup Abdul Manaf: Pengantar dan Suntingan Teks, Padang:

Surau Institute for Conservation, 2015.

_______, Surau dan Tradisi Pernaskahan di Minangkabau: Studi Atas Dinamika Tradisi

Permaskahan di Surau-surau Padang dan Padang Pariaman, dalam Jurnal

Hunafa. Vol. 6 No. 3, Desember 2009, Padang: Universitas Andalas.

Rafli, Zainal, Ninuk Lustyantie, Teori Pembelajaran Bahasa: Suatu Catatan Singkat,

Jokjakarta: Garudhawaca, 2016.

Page 70: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

Saksono, Tono, Mengkompromikan Rukyat dan Hilal, Jakarta: Amythas Publica, 2007.

Saksono, Tono, Mengkompromikan Rukyat dan Hilal, Jakarta: Amythas Publica,

2007.

Shohibah, Ida Fitri, Mengenal Nama Bulan dalam Kalender Hijriah, Jakarta: Balai

Pustaka, 2012.

Siregar, Parlindungan, Penanggalan Hijriah Sebuah Peradaban dan Identitas Umat

Islam, dalam Jurnal Al-Turas Vol. 9 No. 2, Juli 2003, Jakarta: UIN Syarif

Hidayatullah, 2003.

Sutrisno, Mudji, dan Hendar Putranto, Teori-Teori Kebudayaan, Yokyakarta:

Kanisius, 2005.

Tjandrasasmita, Uka, Arkeologi Islam Nusantara, Jakarta: Gramedia, 2009.

Website:

eap.bl.uk “EAP144/3/38 Compilation of Bilangan Bulan, Thaharah, and Takwil

Mimpi (Kumpulan Bilangan Bulan, Thaharah, dan Takwil Mimpi)”

diakses pada tanggal 1 desember 2016.

eap.bl.uk “EAP144/4/25: Perhitungan Bulan Komariah (The Islamic Calendar)”

diakses pada tanggal 1 desember 2016.

Iskandar, Harry “Surau Syech Gadang Burhanuddin dan Surau Tinggi Calau”, artikel

diakses pada 25 Juli 2016 dari http://kebudayaan. kemdikbud.go.id/

bpcbsumbar/2016/02/02/surau-syech-gadang-burhanuddin-dan-surau-tinggi-

calau/.

Sufinewss.com, Tarekat Syattariyyah, tanggal 3 Maret 2004, diakses pada tanggal 21

Desember 2016, jam 22:00.

Page 71: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam
Page 72: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam
Page 73: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

WAWANCARA

Nama : Ismail Marzuki, S.H

Alamat : Malalo, Malalo, Padang Laweh Malalo, Batipuh Selatan

Kabupaten Tanah Datar

Pekerjaan : Dagang

Tanggal : 23 September 2017

1. Apa landasan yang digunakan oleh pengikut Tarekat Syattariyyah

setempat dalam penentuan awal bulan hijriah?

Dalam menentukan awal bulan hijriah kami (pengikut Tarekat

Syattariyyah) berlandaskan atau mengacu kepada Al-Quran dan Sunnah

Nabi Muhammad SAW.

2. Apakah ada surat keterangan pengesahan bahwa telah melihat bulan oleh

pengikut Tarekat Syattariyyah setempat seperti surat keterangan sidang

isbath yang dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia?

Tidak, kami (pengikut Tarekat Syattariyyah) tidak menggunakan

surat keterangan pengesahan bahwa telah melihat bulan maupun kami

belum melihat bulan, tidak sama seperti pemerintah Indonesia yang ada

surat keterangan sidang isbath dalam penentuan awal bulan hijriah bahkan

kami (pengikut Tarekat Syattariyyah) tidak menggunakan alat dan

teknologi dalam mancaliak bulan (melihat bulan), kami (pengikut Tarekat

Syattariyyah) hanya menggunakan mata telanjang.

3. Bagaimana cara penetapan awal bulan hijriah oleh pengikut Tarekat

Syattariyyah setempat?

Dalam penentuan awal bulan hijriah oleh Tarekat Syattariyyah di

kampung kami, Tuanku mengutus orang untuk mancaliak bulan (melihat

bulan) ke daerah Koto Tuo (Kabupaten Agam), Bunguih (Padang), dan

Ulakan (Pariaman) sehari sebelum jatuhnya hari pertama bulan hijriah

berikutnya. Setelah diutusnya orang-orang ke beberapa daerah tersebut,

Page 74: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

para ulama Tarekat Syattariyyah di kampung kami mengadakan

musyawarah mufakat membicarakan perihal penetapan awal bulan hijriah.

4. Siapa yang mengutus dan diutus untuk melihat bulan ke tempat tersebut?

Tuankulah yang mengutus orang-orang ke beberapa daerah

tersebut (daerah Koto Tuo Kabupaten Agam, Bunguih Padang, dan Ulakan

Pariaman) untuk melihat apakah bulan sudah tampak atau belum, dan yang

diutus oleh Tuanku adalah orang-orang dalam kampung tersebut yang

bertarekat Syattariyyah dan apabila orang-orang tersebut telah melihat

bulan mereka disumpah atas nama Allah jika mereka telah mancaliak

bulan (melihat bulan).

5. Siapa yang mengumumkan bahwa bulan telah terlihat ataupun belum

terlihatnya bulan oleh pengikut Tarekat Syattariyyah?

Yang mengumumkan bahwa telah terlihatnya bulan ataupun belum

terlihatnya adalah Tuanku yang diumumkan di Surau.

Page 75: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

WAWANCARA

Nama : A. Rafi, S. Pt

Alamat : Padang Alai, Kec. V Koto Timur, Kab. Padang Pariaman

Pekerjaan : Dagang

Tanggal : 23 September 2017

1. Dalam perihal penentuan awal bulan oleh pengikut Tarekat

Syattariyyah di daerah setempat, apa landasan yang digunakan oleh

pengikut Tarekat Syattariyyah di daerah setempat?

Dalam penentuan awal bulan hijriah oleh tarekat syattariyyah di

sini menggunakan landasan Al-Quran dan Sunnah Rasullullah SAW.

2. Apakah ada surat keterangan pengesahan bahwa telah melihat bulan

oleh pengikut Tarekat Syattariyyah setempat seperti surat keterangan

sidang isbath yang dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia?

Tidak, kami (pengikut Tarekat Syattariyyah di Padang Alai, Kec. V

Koto Timur, Kab. Padang Pariaman) tidak menggunakan surat

keterangan pengesahan bahwa telah melihat bulan maupun kami belum

melihat bulan, sejauh pengetahuan saya bahwa pemerintah dalam

penentuan dan menetapkan awal bulan hijriah khususnya bulan

Ramadhan dan juga bulan Syawal menggunakan teknologi terkini dan

juga pengesahannya dilakukan oleh pemerintah yang terkait dalam hal

ini Mentri Agama hal tersebut berbeda dengan kami (pengikut Tarekat

Syattariyyah di Padang Alai, Kec. V Koto Timur, Kab. Padang

Pariaman) dalam penentuan awal bulan hijriah, kami masih tradisional

yang mana Tuanku atau disini disebut Guru mengutus beberapa orang

ke Ulakan (Kec. Tapakis) untuk melihat bulan. Setelah orang yang

diutus tersebut melihat mereka melaporkan kepada Tuanku bahwa

mereka telah melihat bulan dengan cara mereka disumpah atas Nama

Allah.

Page 76: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

Silsilah Tarekat Syattariyyah di Minangkabau

Page 77: PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36772/1/MUSTAQIM... · Program Studi Sejarah dan Peradaban Islam Universitas Islam

Silsilah Khalifah Tarekat Syattariyyah di Ulakan, Pariaman