presus hepatitis tifosa
DESCRIPTION
lapsusTRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
A. ANAMNESIS
1. IDENTITAS PENDERITA ( 30 november 2015)
Nama : Ny. Y
Umur : 27 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Status : menikah
Alamat : Krajan 02/01 Kandangan Bawen, Semarang
No.RM : 091241 -2014
Tanggal masuk : 30 november 2015
Tanggal pulang : 5 desember 2015
Kelompok pasien : BPJS NON PBI
Pasien bangsal : Dahlia
2. DATA DASAR
a. Keluhan utama : Demam
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Demam dirasakan sejak 4 hari yang lalu, demam naik turun,
demam terutama pada sore hari dan pada malam hari kadang pasien
menggigil, os mengeluh pusing (+),pasien mengatakan mual (+)
sampai muntah (+) 2x berisi makanan, kepala pusing dan badan terasa
pegal - pegal , BAB sulit dan BAK tidak ada keluahan. Batuk (-) dan
pilek (-).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Maag : disangkal
Riwayat mondok : disangkal
Alergi makanan : disangkal
Riwayat Alergi /obat : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat Pengobatan Lama : disangkal
d. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat sesak nafas : disangkal
Riwayat sakit serupa : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien menikah bekerja sebagai karyawan swasta
f. Riwayat penggunaan obat
Dirumah pasien menggunakan obat paracetamol untuk penurun
panas.
g. Riwayat kebiasaan
Merokok (-), makan tidak teratur (+), makan diluar (kadang-
kadang), minum alkohol (-), kebiasaan makan pedas (-).
h. Anamnesis sistem
1. Kepala : Pusing + , sakit kepala -
2. Mata : kabur -/- , gatal -/- , kuning -/- , sekret -/-
3. Hidung : tersumbat -, keluar darah - , keluar lendir - , gatal -
4. Telinga : penurunan pendengaran -, berdenging -, keluar sekret
atau darah -
5. Mulut : bibir kering -, gusi mudah berdarah -,
6. Tenggorokan : rasa kering dan gatal -, serak -, sukar menelan -
7. Sistem respirasi : sesak -, batuk -, dahak - , nyeri dada -, mengi
–
8. Kardiovaskular : berdebar-debar -, nyeri dada –
9. Gastrointestinal : nyeri -, mual -, sebah -, cepat kenyang - nafsu
makan menurun +, diare -, sulit bab +, bab berdarah -
10. Genitourinaria : nyeri saat bak -, panas saat bak -, sulit keluar
pada awal bak -, bak menetes -, warna seperti teh -, nanah -,
gatal –
11. Ekstremitas :nyeri sendi -, edema –
B. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum Sakit sedang, compos mentis
B. Status gizi BB → 40 kg
TB → 146 cm
BMI → 18,77 kg/ m2
Kesan : Status gizi normoweight
Tanda Vital TD : 140/90 mmHg
Nadi : 80x/menit, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 37,8 0C
Rumple leed: (-)
C. Kulit Warna sawo matang, ikterik (-), anemis (-)
D. Kepala Bentuk mesocephal, rambut warna hitam,
E. Mata Konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (+/+), pupil
isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, refleks
cahaya (+/+)
F. Mulut Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-) pucat
(-), papil lidah atrofi (-) stomatitis (-), luka pada
sudut bibir (-)
G. Leher JVP (-), trakea di tengah, simetris, pembesaran
tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-)
H. Thorax Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal
(-), pernafasan torakoabdominal, sela iga melebar
(-), pembesaran KGB axilla (-/-)
Jantung :
Inspeksi Iktus kordis tidak tampak
Palpasi Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula
sinistra, tidak kuat angkat.
Perkusi Batas jantung kanan atas ICS II linea
parasternalis dextra
Batas jantung kanan bawah ICS IV linea
parasternalis dextra
Batas jantung kiri atas ICS II linea parasternalis
sinistra
Batas jantung kiri bawah ICS IV linea media
clavicularis sinistra
Auskultasi Bunyi jantung I-II murni,
intensitas normal reguler, bising (-), gallop (-),
murmur (-).
Pulmo :
Inspeksi Statis Normochest, simetris
Dinamis Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga tidak
melebar, retraksi intercostal (-)
Palpasi Pergerakan dada kanan = kiri, fremitus raba
kanan = kiri
Perkusi Kanan Sonor
Kiri Sonor
Auskultasi Kanan Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan (-)
Kiri Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan (-)
K. Punggung kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)
L. Abdomen
Inspeksi Dinding perut sejajar dengan dinding thorax,
venektasi (-), caput medusae (-)
Auskultasi Bising usus (+) normal
Perkusi Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), tes
undulasi (-)
Palpasi Supel, hepar tidak teraba, bruit (-), lien tidak
teraba. Nyeri tekan abdomen regio epigastrium,
lumbal sinistra, umbilikus.
N. Ekstremitas
Superior dekstra Pitting edema (-), spoon nail (-), kuku pucat (-),
clubing finger (-), palmar eritema (-), palmar
ikterik (-)
Superior sinistra Pitting edema (-) spoon nail (-), kuku pucat (-),
clubing finger (-), palmar eritema (-), palmar
ikterik (-)
Inferior dekstra Pitting edema (-), spoon nail (-) kuku pucat (-),
clubing finger (-), nyeri genu (-), oedem genu (-),
plantar pedis ikterik (-)
Inferior Sinistra Pitting edema (-), spoon nail (-) kuku pucat (-),
clubing finger (-), nyeri genu (-), oedem genu (-),
plantar pedis ikterik (-)
C. RESUME
Demam (+) sejak 4 hari yang lalu, demam dirasakan naik
turun, panas terutama pada sore hari dan turun jika minum obat
warung, BAB (-) sejak 5 hari yang lalu, mual(+), muntah (+), BAK
normal.
Pasien mengaku makan tidak teratur dan tidak ada riwayat
mondok dengan keluhan yang sama. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan pasien dalam keadaan kompos mentis, status gizi
normoweight, , nyeri tekan abdomen regio epigastrium, lumbal dextra.
D. ASSESSMENT
Observasi febris hari ke 4
Diagnosis differential :
Demam tifoid
Demam dengue
Viral infection
E. PLANNING
Lab. Darah rutin
Urin rutin
SGPT
IgM Anti Salmonela
IgG & IgM Anti Dengue
F. TERAPI
Non farmakologi
- Istirahat
- Diet Lambung II
Farmakologi
Inf. RL 20 tpm
Inj. Ranitidin 2x1 amp
Inj. Ondan
Inj. Ceftriakson 2x1 gram (skin test)
Parasetamol 3x1 k/p
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Pemeriksaan Laboratorium
a. Laboratorium Darah
Tanggal 1 Desember 2015
Hematologi
Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan
Hemoglobin 13,2 11.5-14,5 g/dl
Lekosit 4,2 5.0-11 Ribu
Eritrosit 4,26 4.0-5,4 Juta
Hematokrit 37 37-45 %
Trombosit 174 150-400 Ribu
MCV 87 77-91 Mikro m3
MCH 29,6 24-30 Pg
MCHC 34,4 32-36 g/dl
RDW 13,5 10-16 %
MPV 8,6 7-11 Mikro m3
Limfosit 3.5 1.5-6.5 10^3/mikroL
Monosit 0.1 L 0-0.8 10^3/mikroL
Eosinofil 0.2 0-0.6 10^3/mikroL
Basofil 0.0 0-0.2 %
Neutrofil 3,0 1.8-8.0 %
Limfosit% 21,7L 25-40 %
Monosit % 1,6 2-8 %
Eosinofil % 0.1 2-4 %
Basofil % 0.1 0-1 %
Neutrofil % 71,2H 50-70 %
PCT 0.142 0.2-0.5 %
PDW 12,3 10-18 %
Kimia Klinik
SGPT 110H 0-35 U/L
Serologi
IgM anti
salmonella
6 <= 2 : negatif
3 : borderline
4 – 5 : positif
lemah
>= 6 : positif
kuat
Anti dengue IgG Negatif
Anti dengue IgM Negatif
H. Follow up dari tanggal 2 Desember – 5 desember 2015
Tanggal Subject Object Assessment Planning
1/12/1
5
pusing, lemas,
sedikit mual (+),
muntah (-), nyeri
uluhati (+)
demam(+), BAB
(-) sejak 5 hari
yang lalu, BAK
normal
- TD : 100/60
mmHg, N: 80x/mnt,
RR : 20x/mnt, S :
37°C
- Nyeri tekan
abdomen regio
epigastrium, lumbal
dextra,
- tes RL (-)
- Obs.
Febris hari
ke-5 susp.
Tifoid
Dd : demam
dengue
- Inf. RL 20
tpm
- Inj.
Ceftriakson
2x1 gram
(skin test)
- DL III
- Terapi Lain
Lanjut
Lab:
Cek IgM Anti
salmonella
IgG & IgM anti
dengue
2/12/1
5
Pusing(+),
mual(-),
muntah(-),
panas(+), BAB (-),
BAK normal
- TD : 100/60 mmHg
- N : 76 x/m
- RR : 18 x/m
- S : 37 °C
- KU : baik, compos
mentis.Bising usus
6x/menit, , coated
tongue, Nyeri tekan
abdomen regio
epigastrium, lumbal
sinistra, umbilikus
- Obs.
Febris
hari ke-6
- Hepatitis
tifosa
Hasil lab :
- SGOT : 110
- IgM anti
salmonela: +6
Terapi :
- Curcuma 3x1
- Terapi lain
lanjut
3/12/1
5
pusing, lemas,
mual (-), muntah
(-), BAB (-) sejak
1 minggu yang
lalu, BAK normal
- TD : 90/60 mmHg,
N: 88x/mnt, RR :
20x/mnt, S : 36,4°C
- Bising usus
6x/menit,
- Nyeri tekan
abdomen (+)
- Hepatitis
tifosa
- Ondansetron/
12jam
- Antasid 3 x C
1 AC
- Terapi lain
lanjut
4/12/15 Pusing(+),mual(+),
muntah(-),
panas(+),BAB (-)
- TD : 100/60 mmHg
- N : 79 x/m
- RR : 18 x/m
- S : 36,3 °C
- KU : baik, compos
mentis.Bising usus
6x/menit,
- Nyeri tekan
- Hepatitis
tifosa
- Terapi lanjut
abdomen (-)
5/12/15 Pusing(-), sudah
tidak panas dari
kemarin sore(+),
BAB(-)
- TD : 100/70
mmHg, N: 80x/mnt,
RR : 20x/mnt, S :
36,8°C
- Bising usus dbn
- Nyeri tekan
abdomen (-)
- Hepatitis
tifosa
- BLPL
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Definisi
Demam tifoid adalah Adalah demam akut yg disebabkan oleh Salmonella typhii
bisa juga oleh Salmonella enteriditis bioserotip paratyphii A dan Salmonela
enteriditis serotip paratyphi B disebut demam paratifoid.
II.2. Etiologi
Bakteri salmonella bentuk Batang, tidak berspora, Gram negatif, warna merah,
ukuran 1-3,5 um X 0,5-0,8 um. Mempunyai flagel peritrikh kecuali Salmonella
pullorum dan Salmonella gallinarum, Aerob dan fakultatif anaerob pd suhu 15-41O C
suhu pertumbuhan optimum 37,5 C pH pertumbuhan 6-8, kuman mati pada suhu
56OC juga pada keadaan kering. Dalam air biasa tahan selama 4 minggu. Hidup subur
pada medium mngandung garam empedu.
Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
Antigen O (Antigen somatik),
yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai
struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan
terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.
Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili
dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan
pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
II.3. Patofisiologi
Salmonella typhi masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.
Sebagian dimusnahkan dalam lambung dan sebagian masuk ke dalam usus dan
selanjutnya berkembang biak. Bakteri akan menembus sel epitel dan menuju lamina
propia. Di lamina propia bakteri berkembang biak kemudian difagositosis terutama
oleh makrofag selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum selanjutnya menuju kelenjar
getah bening mesentrika. Melalui duktus torasikus bakteri yang berada dalam
makrofag beredar dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang
asimtomatik) menuju organ retokuloendotelial terutama hati dan limpa. Di organ-
organ tersebut bakteri meninggalkan sel fagosit untuk berkembang biak di luar sel
atau ruang sinosoid selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan
bakterimia kedua yang menyebabkan tanda dan gejala penyakit infeksi.
Di hati kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, bersama
cairan empedu keluar secara intermiten ke dalam lumen usus, sebagian kuman
dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi masuk ke dalam sirkulasi setelah
menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, karena makrofag telah
teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis bakteri S. typhi terjadi pelepasan
beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi
inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
gangguan mental, dan koagulasi.
II.4. Gejala klinis
1. Demam : Demam atau panas adalah gejala utama tifoid. Pada awalnya demam
hanya samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh sering turun naik. Pagi lebih
rendah atau normal, sore atau malam lebih tinggi dari normal (demam
intermitten). Semakin hari intensitas demam makin tinggi disertai gejala lain
seperti pusing, sakit kepala, mual-muntah, diare, nyeri otot pegal, anoreksia.
2. Gangguan saluran pencernaan : Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap
karena demam yang lama. Bibir kering kadang pecah-pecah. Lidah kelihatan
kotor ditutupi selaput putih. Pada ujung lidah ditemukan kemerahan dan
tremor (coated tongue dan selaput putih). Terdapat gejala nyeri perut terutama
di regio epigastrik (daerah ulu hati), disertai nausea, mual dan muntah. Pada
awal muntah sering meteorismus dan konstipasi. Pada minggu selanjutnya
kadang timbul diare.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya terjadi gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran ringan.
Sering pasien menjadi apatis, bila keadaan klinis berat bisa menjadi somnolen
dan koma atau dengan gejala psychosis (Organic Brain Syndrome). Pada
penderita toksik, gejala delirium lebih menonjol.
4. Hepatosplenomegali
Hati dan limpa dapat ditemukan sering membesar. Hati teraba kenyal dan
nyeri tekan.
5. Bradikardi relatif dan gejala lain
Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak disertai dengan
peningkatan frekuensi nadi. Gejala ini jarang ditemukan, mungkin karena
pemeriksaan yang sulit dilakukan. Patokan yang sering dipakai adalah bila
kenaikan suhu tubuh sekitar 1°C disertai dengan peningkatan frekuensi nadi
sebanyak 8 denyut dalam 1 menit. Gejala lain adalah Rose spot biasanya
ditemukan di regio abdomen atas, pada anak sangat jarang terjadi kebanyakan
terjadi adalah epitaksis.
Berdasarkan waktunya biasanya:
- Minggu I: demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
obstipasi/diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, epistaksis.
- Minggu II: demam, bradikardi relatif, hepatomegali, splenomegali, gangguan
mental seperti stupor, somnolen, koma, delirium. Roseola jarang ditemukan
pada orang di Indonesia.
- Minggu III : minggu penyembuhan/konvelesen. Jika terawat dengan baik
panasnya akan turun. Jika tidak terawat dengan baik makan akan terjadi
perforasi usus dan pasien dapat meninggal.
II.5. Pemeriksaan Laboratorium
Biasanya leukopenia
Anemia ringan
Trombositopenia
Aneosinofilia maupun limfopenia
LED meningkat
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, kembli normal setelah sembuh
Kultur darah
Uji widal
Untuk deteksi antibodi kuman S.typhi . Terjadi suatu reaksi aglutinasi
antara antigen kuman dengan antibodi yg disebut aglutinin. Aglutinin O (dr
tubuh kuman). Aglutinin H (flagela kuman) dan Aglutinin Vi (simpai kuman)
dari ke3nya hanya aglutinin O dan H untuk diagnosis. Pembentukan aglutinin
mula-mula terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat
secara cepat dan mencapai kadar puncak pada minggu ke-4 dan tetap tinggi
selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O,
kemudian diikuti aglutinin H. Pada orang sembuh, aglutinin O masih tetap
dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama yaitu
9-12 bulan.
Dikatakan widal positif jika :
Kenaikan titer 4 kali dari nilai normal pada pemeriksaan ulangan 5-7 hari
Pada endemik : titer >= 1/80 pada O dan H
Pada non-endemik : titer >= 1/160 pada O dan H
Faktor yang mempengaruhi uji widal :
- Pengobatan dini dengan antibiotik
- Gangguan pembentukan antibodi, dan pemberian kortikosteroid
- Waktu pengambilan darah
- Daerah endemik atau non endemik
- Riwayat vaksinasi
- Reaksi amnestik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam
tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi
- Faktor teknik pemeriksaan laboratorium, akibat aglutinasi silang, dan strain
salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.
Uji Tubex
Uji semikuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan mudah utk
dikerjakan
Mendeteksi antibodi anti S.typhi 09 pd serum pasien dgn cara menghambat
ikatan antara IgM anti 09 yg trkonjugasi pada partikel latex yg brwarna dgn
lipopolisakarida S.typhi yg terkonjugasi pd partikel magnetik latex.
Hasil positif menunjukan infeksi Salmonella serogroup D walau tdk spesifik.
S.paratyphi memberikan hasil negatif.
Skor Interpretasi
<2 Negatif : tidak menunjuk infeksi tifoid
aktif
3 Borderline : pengukuran tdk dpt
disimpulkan. Ulangi pengujian apabila
msh meragukan lakukan pengulangan
bbrp hr kemudian
4-5 Positif : menunjukan infeksi tifoid aktif
>6 Positif : indikasi kuat infeksi tifoid aktif
Uji tyhphidot
Mendeteksi antibodi IgM dan IgG yg terdapat pd protein membran luar
S.typhi.
Hasil positif : 2-3 hari setelah infeksi dan dpt mengidentifikasi secara spesifik
antibodi IgM dan IgG thdp antigen S.typhi seberat 50 kD yg tdpt pd strip
nitroselulosa.
Uji IgM dipstick
Mendeteksi antibodi IgM spesifik S.typhi pada spesimen serum atau whole
blood.
Menggunakan strip yg mengandung LPS S.typhoid dan anti IgM (kontrol).
Secara semikuatitatif diberikan penilaian terhadap garis uji dengan
membandingkannya dengan reference strip.
II.6. Diagnosis
Diagnosis klinis
Gejala klinis yang sering ditemukan yaitu demam, sakit kepala, kelemahan,
nausea, nyeri abdomen, anoreksia, muntah, gangguan gastrointestinal,
insomnia, hepatomegali, splenomegali, penurunan kesadaran, bradikardi
relatif, feses berdarah. Suspek demam tifoid diambil dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, didapatkan gejala demam, gangguan cerna, dan petanda
gangguan kesadaran. Jadi sindrom tifoid didapatkan belum lengkap.
Diagnosis suspek tifoid dibuat hanya berdasarkan pelayanan kesehatan dasar.
Demam tifoid klinis diambil jika didapatkan gejala klinis yang lengkap atau
hampir lengkap, serta didukung oleh gambaran laboratorium yang
menunjukkan tifoid.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memastikan adanya bakteri S. typhi.
1. Biakan S. typhi
Metode ini dengan isolasi S. typhi dengan medium differensial yaitu
medium EMB, atau MacConkey. Medium selektifnya dengan agar
salmonella-shigella (SSA). Jika hasil biakan tidak tumbuh maka dilakukan
tes serologi.
2. Test serologi
Test ini diambil daru serum penderita. Uji aglutinasi dengan cara
mencampur diatas slide,serum pasien dan biakan yang tidak diketahui. Bila
terjadi gumpalan, dapat dilihat dalam beberapa menit. Uji aglutinasi
pengenceran tabung (tes Widal) prinsip uji ini adalah memeriksa reaksi
antara antibodi dengan aglutinin dalam serum penderita yang telah
mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan
flagela yang telah ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi
aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi titer
antibodi dalam serum. kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan Widal
II, 5-7 hari kemudian. Interpretasi jika uji Widal titer-O yang tinggi atau
meningkat (≥ 1:160) menandakan adanya infeksi aktif. Namun saat ini
belum ada kesamaan pendapat mengenai titer aglutinin yang bermakna
diagnosis untuk demam tifoid. Batas titer yang sering dipakai hanya
kesepakatan saja, hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat
berbeda di berbagai laboratorium setempat.
3. Pemeriksaan pelacak DNA S. typhi dengan PCR (Polimerase Chain
Reaction)
II.7. Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan Usus
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak
membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita
mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat
perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.
b. Perforasi Usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu
ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid
dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan
bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi
cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.
2. Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis,
trombosis dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler
diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis
Pembengkakkan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus
dengan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai pada S. thypi daripada S.
parathypi. Untuk membedakan apakah hepatitis ini karena thypoid, virus, malaria,
atau amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter laboratorium, dan
bila perlu histopatologik hati. Pada demam tiroid kenaikan enzin transaminase
tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk membedakan dengan
hepatitis oleh karena virus). Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien dengan
malnutrisi dan sistem imun yang kurang.
e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis
f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis
perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.
II.8. Penatalaksanaan
Trilogi penatalaksanaan demam tifoid
1. Istirahat dan perawatan
2. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif)
3. Pemeberian antimikroba
Tirah baring dan perawatan mencegah terjadinya komplikasi. Makanan padat
dini yaitu nasi dan lauk pauk rendah selulosa ( menghindari sementara sayuran yang
berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.
Pemberian antimikroba :
Kloramfenikol : obat pilihan utama. Dosis 4x500mg/hari peroral atau IV.
Diberikan 7 hari bebas panas.
Tiamfenikol : dosis 4x500mg, demam rata2 menurun pada hari ke 5 sampai
ke-6
Kotrimikazol : dosis 2x2 (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400mg dan
80mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.
Ampisilin dan amoksisilin : kemampuan menurunkan panas lebih rendah
dibanding yg lain. Dosis 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2minggu.
Sefalosporin generasi ke-3 : seftriakson dosis 3-4 gr dlm dekstrosa 100cc
diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 -5 hari.
golongan fluorokuinolon : Norfloksasin dosis 2x400mg/hr slm 14hari.
siprofloksasin dosis 2x500mg/hr slm 6 hr. Ofloksasin dosis 2x400mg/hr
selama 7hr. Pefloksasin dosis 400mg/hr selama 7hari. Fleroksasin dosis 400
mg/hr slm 7 hari.
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan demam, demam dirasaakan sejak 4 hari yang lalu
sebelum masuk rumah sakit, demam naik turun, demam naik pada sore dan malam
hari lalu demam turun pada pagi dan siang hari, dari keluhan demam dapat
disebabkan oleh viral infection, demam tifoid, demam dengue ispa, isk ataupun
perangan dan inflmasi lainnya yang menimbulkan gejala demam, namum dari tipe
demam mengrahkan ke arah demam tifoid namum hal ini belum dapat dipastikan.
Untuk tipe demam dengue demam yang tinggi dan mulai turun pada hari ke 4-5,
selain demam pasien juga mengeluhkan nyeri kepala badan pegal – pegal yang dapat
menjadi gejala prodromal dari infeksi. Pasien juga mengeluh nyeri uluh hati mual
dan muntah serta belum bisa BAB hal in merupakan gejala dari demam tifoid . dari
pemeriksaan fisik yang mendukung diantaranya adalah bradikardi relatif, suhu
meningkat,
Dari hasil lab adanya peningkatan SGPT serata IgM salmonella yang +6
sehingga mengarahkan diagnosis kita ke hepatitis tiofosa dimana demam tifoid
dengan komplikasi kearah hepar karena proses infeksi dari bakteri salmonella thypi
tersebut. Hepatitis tifosa sendiri menurut literatur dapat dijumpai dalam 50% penyakit
demam tifoid, pembengkakan hepar dari ringansam pai berat dapat terjadi.
Sehingga diberikan terapi sesuai trilogi penatalaksanaan demam tifoid yaitu
Istirahat dan perawatan Diet, terapi penunjang (simtomatik dan suportif), dan
Pemeberian antimikroba.
DAFTAR PUSTAKA
Jawetz et al. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. Jakarta : EGC.
Keputusan Menteri Kesehatan. 2006. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.
%20364%20ttg%20Pedoman%20Pengendalian%20Demam%20Tifoid.pdf.
Mansjoer Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran edisi III volume 1. Jakarta: Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Price A. Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit edisi VI volume 2.
Jakarta: EGC.
Widodo, Djoko. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid III.
Jakarta : InternaPublishing