presus hepatitis tifosa

34
BAB I LAPORAN KASUS A. ANAMNESIS 1. IDENTITAS PENDERITA ( 30 november 2015) Nama : Ny. Y Umur : 27 tahun Agama : Islam Pekerjaan : ibu rumah tangga Status : menikah Alamat : Krajan 02/01 Kandangan Bawen, Semarang No.RM : 091241 -2014 Tanggal masuk : 30 november 2015 Tanggal pulang : 5 desember 2015 Kelompok pasien : BPJS NON PBI Pasien bangsal : Dahlia 2. DATA DASAR a. Keluhan utama : Demam b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Upload: mala

Post on 15-Apr-2016

458 views

Category:

Documents


31 download

DESCRIPTION

lapsus

TRANSCRIPT

BAB I

LAPORAN KASUS

A. ANAMNESIS

1. IDENTITAS PENDERITA ( 30 november 2015)

Nama : Ny. Y

Umur : 27 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : ibu rumah tangga

Status : menikah

Alamat : Krajan 02/01 Kandangan Bawen, Semarang

No.RM : 091241 -2014

Tanggal masuk : 30 november 2015

Tanggal pulang : 5 desember 2015

Kelompok pasien : BPJS NON PBI

Pasien bangsal : Dahlia

2. DATA DASAR

a. Keluhan utama : Demam

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Demam dirasakan sejak 4 hari yang lalu, demam naik turun,

demam terutama pada sore hari dan pada malam hari kadang pasien

menggigil, os mengeluh pusing (+),pasien mengatakan mual (+)

sampai muntah (+) 2x berisi makanan, kepala pusing dan badan terasa

pegal - pegal , BAB sulit dan BAK tidak ada keluahan. Batuk (-) dan

pilek (-).

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Maag : disangkal

Riwayat mondok : disangkal

Alergi makanan : disangkal

Riwayat Alergi /obat : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat Diabetes Melitus : disangkal

Riwayat Pengobatan Lama : disangkal

d. Riwayat Penyakit pada Anggota Keluarga

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat sesak nafas : disangkal

Riwayat sakit serupa : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

e. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien menikah bekerja sebagai karyawan swasta

f. Riwayat penggunaan obat

Dirumah pasien menggunakan obat paracetamol untuk penurun

panas.

g. Riwayat kebiasaan

Merokok (-), makan tidak teratur (+), makan diluar (kadang-

kadang), minum alkohol (-), kebiasaan makan pedas (-).

h. Anamnesis sistem

1. Kepala : Pusing + , sakit kepala -

2. Mata : kabur -/- , gatal -/- , kuning -/- , sekret -/-

3. Hidung : tersumbat -, keluar darah - , keluar lendir - , gatal -

4. Telinga : penurunan pendengaran -, berdenging -, keluar sekret

atau darah -

5. Mulut : bibir kering -, gusi mudah berdarah -,

6. Tenggorokan : rasa kering dan gatal -, serak -, sukar menelan -

7. Sistem respirasi : sesak -, batuk -, dahak - , nyeri dada -, mengi

8. Kardiovaskular : berdebar-debar -, nyeri dada –

9. Gastrointestinal : nyeri -, mual -, sebah -, cepat kenyang - nafsu

makan menurun +, diare -, sulit bab +, bab berdarah -

10. Genitourinaria : nyeri saat bak -, panas saat bak -, sulit keluar

pada awal bak -, bak menetes -, warna seperti teh -, nanah -,

gatal –

11. Ekstremitas :nyeri sendi -, edema –

B. PEMERIKSAAN FISIK

A. Keadaan Umum Sakit sedang, compos mentis

B. Status gizi BB → 40 kg

TB → 146 cm

BMI → 18,77 kg/ m2

Kesan : Status gizi normoweight

Tanda Vital TD : 140/90 mmHg

Nadi : 80x/menit, isi dan tegangan cukup

Frekuensi Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 37,8 0C

Rumple leed: (-)

C. Kulit Warna sawo matang, ikterik (-), anemis (-)

D. Kepala Bentuk mesocephal, rambut warna hitam,

E. Mata Konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (+/+), pupil

isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, refleks

cahaya (+/+)

F. Mulut Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-) pucat

(-), papil lidah atrofi (-) stomatitis (-), luka pada

sudut bibir (-)

G. Leher JVP (-), trakea di tengah, simetris, pembesaran

tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-)

H. Thorax Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostal

(-), pernafasan torakoabdominal, sela iga melebar

(-), pembesaran KGB axilla (-/-)

Jantung :

Inspeksi Iktus kordis tidak tampak

Palpasi Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula

sinistra, tidak kuat angkat.

Perkusi Batas jantung kanan atas ICS II linea

parasternalis dextra

Batas jantung kanan bawah ICS IV linea

parasternalis dextra

Batas jantung kiri atas ICS II linea parasternalis

sinistra

Batas jantung kiri bawah ICS IV linea media

clavicularis sinistra

Auskultasi Bunyi jantung I-II murni,

intensitas normal reguler, bising (-), gallop (-),

murmur (-).

Pulmo :

Inspeksi Statis Normochest, simetris

Dinamis Pengembangan dada kanan = kiri, sela iga tidak

melebar, retraksi intercostal (-)

Palpasi Pergerakan dada kanan = kiri, fremitus raba

kanan = kiri

Perkusi Kanan Sonor

Kiri Sonor

Auskultasi Kanan Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan (-)

Kiri Suara dasar vesikuler (+), suara tambahan (-)

K. Punggung kifosis (-), lordosis (-), skoliosis (-)

L. Abdomen

Inspeksi Dinding perut sejajar dengan dinding thorax,

venektasi (-), caput medusae (-)

Auskultasi Bising usus (+) normal

Perkusi Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), tes

undulasi (-)

Palpasi Supel, hepar tidak teraba, bruit (-), lien tidak

teraba. Nyeri tekan abdomen regio epigastrium,

lumbal sinistra, umbilikus.

N. Ekstremitas

Superior dekstra Pitting edema (-), spoon nail (-), kuku pucat (-),

clubing finger (-), palmar eritema (-), palmar

ikterik (-)

Superior sinistra Pitting edema (-) spoon nail (-), kuku pucat (-),

clubing finger (-), palmar eritema (-), palmar

ikterik (-)

Inferior dekstra Pitting edema (-), spoon nail (-) kuku pucat (-),

clubing finger (-), nyeri genu (-), oedem genu (-),

plantar pedis ikterik (-)

Inferior Sinistra Pitting edema (-), spoon nail (-) kuku pucat (-),

clubing finger (-), nyeri genu (-), oedem genu (-),

plantar pedis ikterik (-)

C. RESUME

Demam (+) sejak 4 hari yang lalu, demam dirasakan naik

turun, panas terutama pada sore hari dan turun jika minum obat

warung, BAB (-) sejak 5 hari yang lalu, mual(+), muntah (+), BAK

normal.

Pasien mengaku makan tidak teratur dan tidak ada riwayat

mondok dengan keluhan yang sama. Dari pemeriksaan fisik

didapatkan pasien dalam keadaan kompos mentis, status gizi

normoweight, , nyeri tekan abdomen regio epigastrium, lumbal dextra.

D. ASSESSMENT

Observasi febris hari ke 4

Diagnosis differential :

Demam tifoid

Demam dengue

Viral infection

E. PLANNING

Lab. Darah rutin

Urin rutin

SGPT

IgM Anti Salmonela

IgG & IgM Anti Dengue

F. TERAPI

Non farmakologi

- Istirahat

- Diet Lambung II

Farmakologi

Inf. RL 20 tpm

Inj. Ranitidin 2x1 amp

Inj. Ondan

Inj. Ceftriakson 2x1 gram (skin test)

Parasetamol 3x1 k/p

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.Pemeriksaan Laboratorium

a. Laboratorium Darah

Tanggal 1 Desember 2015

Hematologi

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

Hemoglobin 13,2 11.5-14,5 g/dl

Lekosit 4,2 5.0-11 Ribu

Eritrosit 4,26 4.0-5,4 Juta

Hematokrit 37 37-45 %

Trombosit 174 150-400 Ribu

MCV 87 77-91 Mikro m3

MCH 29,6 24-30 Pg

MCHC 34,4 32-36 g/dl

RDW 13,5 10-16 %

MPV 8,6 7-11 Mikro m3

Limfosit 3.5 1.5-6.5 10^3/mikroL

Monosit 0.1 L 0-0.8 10^3/mikroL

Eosinofil 0.2 0-0.6 10^3/mikroL

Basofil 0.0 0-0.2 %

Neutrofil 3,0 1.8-8.0 %

Limfosit% 21,7L 25-40 %

Monosit % 1,6 2-8 %

Eosinofil % 0.1 2-4 %

Basofil % 0.1 0-1 %

Neutrofil % 71,2H 50-70 %

PCT 0.142 0.2-0.5 %

PDW 12,3 10-18 %

Kimia Klinik

SGPT 110H 0-35 U/L

Serologi

IgM anti

salmonella

6 <= 2 : negatif

3 : borderline

4 – 5 : positif

lemah

>= 6 : positif

kuat

Anti dengue IgG Negatif

Anti dengue IgM Negatif

H. Follow up dari tanggal 2 Desember – 5 desember 2015

Tanggal Subject Object Assessment Planning

1/12/1

5

pusing, lemas,

sedikit mual (+),

muntah (-), nyeri

uluhati (+)

demam(+), BAB

(-) sejak 5 hari

yang lalu, BAK

normal

- TD : 100/60

mmHg, N: 80x/mnt,

RR : 20x/mnt, S :

37°C

- Nyeri tekan

abdomen regio

epigastrium, lumbal

dextra,

- tes RL (-)

- Obs.

Febris hari

ke-5 susp.

Tifoid

Dd : demam

dengue

- Inf. RL 20

tpm

- Inj.

Ceftriakson

2x1 gram

(skin test)

- DL III

- Terapi Lain

Lanjut

Lab:

Cek IgM Anti

salmonella

IgG & IgM anti

dengue

2/12/1

5

Pusing(+),

mual(-),

muntah(-),

panas(+), BAB (-),

BAK normal

- TD : 100/60 mmHg

- N : 76 x/m

- RR : 18 x/m

- S : 37 °C

- KU : baik, compos

mentis.Bising usus

6x/menit, , coated

tongue, Nyeri tekan

abdomen regio

epigastrium, lumbal

sinistra, umbilikus

- Obs.

Febris

hari ke-6

- Hepatitis

tifosa

Hasil lab :

- SGOT : 110

- IgM anti

salmonela: +6

Terapi :

- Curcuma 3x1

- Terapi lain

lanjut

3/12/1

5

pusing, lemas,

mual (-), muntah

(-), BAB (-) sejak

1 minggu yang

lalu, BAK normal

- TD : 90/60 mmHg,

N: 88x/mnt, RR :

20x/mnt, S : 36,4°C

- Bising usus

6x/menit,

- Nyeri tekan

abdomen (+)

- Hepatitis

tifosa

- Ondansetron/

12jam

- Antasid 3 x C

1 AC

- Terapi lain

lanjut

4/12/15 Pusing(+),mual(+),

muntah(-),

panas(+),BAB (-)

- TD : 100/60 mmHg

- N : 79 x/m

- RR : 18 x/m

- S : 36,3 °C

- KU : baik, compos

mentis.Bising usus

6x/menit,

- Nyeri tekan

- Hepatitis

tifosa

- Terapi lanjut

abdomen (-)

5/12/15 Pusing(-), sudah

tidak panas dari

kemarin sore(+),

BAB(-)

- TD : 100/70

mmHg, N: 80x/mnt,

RR : 20x/mnt, S :

36,8°C

- Bising usus dbn

- Nyeri tekan

abdomen (-)

- Hepatitis

tifosa

- BLPL

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Demam tifoid adalah Adalah demam akut yg disebabkan oleh Salmonella typhii

bisa juga oleh Salmonella enteriditis bioserotip paratyphii A dan Salmonela

enteriditis serotip paratyphi B disebut demam paratifoid.

II.2. Etiologi

Bakteri salmonella bentuk Batang, tidak berspora, Gram negatif, warna merah,

ukuran 1-3,5 um X 0,5-0,8 um. Mempunyai flagel peritrikh kecuali Salmonella

pullorum dan Salmonella gallinarum, Aerob dan fakultatif anaerob pd suhu 15-41O C

suhu pertumbuhan optimum 37,5 C pH pertumbuhan 6-8, kuman mati pada suhu

56OC juga pada keadaan kering. Dalam air biasa tahan selama 4 minggu. Hidup subur

pada medium mngandung garam empedu.

Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :

Antigen O (Antigen somatik),

yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai

struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan

terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.

Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili

dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan

terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.

Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat

melindungi kuman terhadap fagositosis.

Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan

pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.

II.3. Patofisiologi

Salmonella typhi masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.

Sebagian dimusnahkan dalam lambung dan sebagian masuk ke dalam usus dan

selanjutnya berkembang biak. Bakteri akan menembus sel epitel dan menuju lamina

propia. Di lamina propia bakteri berkembang biak kemudian difagositosis terutama

oleh makrofag selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum selanjutnya menuju kelenjar

getah bening mesentrika. Melalui duktus torasikus bakteri yang berada dalam

makrofag beredar dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang

asimtomatik) menuju organ retokuloendotelial terutama hati dan limpa. Di organ-

organ tersebut bakteri meninggalkan sel fagosit untuk berkembang biak di luar sel

atau ruang sinosoid selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan

bakterimia kedua yang menyebabkan tanda dan gejala penyakit infeksi.

Di hati kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, bersama

cairan empedu keluar secara intermiten ke dalam lumen usus, sebagian kuman

dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi masuk ke dalam sirkulasi setelah

menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, karena makrofag telah

teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis bakteri S. typhi terjadi pelepasan

beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi

inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,

gangguan mental, dan koagulasi.

II.4. Gejala klinis

1. Demam : Demam atau panas adalah gejala utama tifoid. Pada awalnya demam

hanya samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh sering turun naik. Pagi lebih

rendah atau normal, sore atau malam lebih tinggi dari normal (demam

intermitten). Semakin hari intensitas demam makin tinggi disertai gejala lain

seperti pusing, sakit kepala, mual-muntah, diare, nyeri otot pegal, anoreksia.

2. Gangguan saluran pencernaan : Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap

karena demam yang lama. Bibir kering kadang pecah-pecah. Lidah kelihatan

kotor ditutupi selaput putih. Pada ujung lidah ditemukan kemerahan dan

tremor (coated tongue dan selaput putih). Terdapat gejala nyeri perut terutama

di regio epigastrik (daerah ulu hati), disertai nausea, mual dan muntah. Pada

awal muntah sering meteorismus dan konstipasi. Pada minggu selanjutnya

kadang timbul diare.

3. Gangguan kesadaran

Umumnya terjadi gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran ringan.

Sering pasien menjadi apatis, bila keadaan klinis berat bisa menjadi somnolen

dan koma atau dengan gejala psychosis (Organic Brain Syndrome). Pada

penderita toksik, gejala delirium lebih menonjol.

4. Hepatosplenomegali

Hati dan limpa dapat ditemukan sering membesar. Hati teraba kenyal dan

nyeri tekan.

5. Bradikardi relatif dan gejala lain

Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak disertai dengan

peningkatan frekuensi nadi. Gejala ini jarang ditemukan, mungkin karena

pemeriksaan yang sulit dilakukan. Patokan yang sering dipakai adalah bila

kenaikan suhu tubuh sekitar 1°C disertai dengan peningkatan frekuensi nadi

sebanyak 8 denyut dalam 1 menit. Gejala lain adalah Rose spot biasanya

ditemukan di regio abdomen atas, pada anak sangat jarang terjadi kebanyakan

terjadi adalah epitaksis.

Berdasarkan waktunya biasanya:

- Minggu I: demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,

obstipasi/diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, epistaksis.

- Minggu II: demam, bradikardi relatif, hepatomegali, splenomegali, gangguan

mental seperti stupor, somnolen, koma, delirium. Roseola jarang ditemukan

pada orang di Indonesia.

- Minggu III : minggu penyembuhan/konvelesen. Jika terawat dengan baik

panasnya akan turun. Jika tidak terawat dengan baik makan akan terjadi

perforasi usus dan pasien dapat meninggal.

II.5. Pemeriksaan Laboratorium

Biasanya leukopenia

Anemia ringan

Trombositopenia

Aneosinofilia maupun limfopenia

LED meningkat

SGOT dan SGPT seringkali meningkat, kembli normal setelah sembuh

Kultur darah

Uji widal

Untuk deteksi antibodi kuman S.typhi . Terjadi suatu reaksi aglutinasi

antara antigen kuman dengan antibodi yg disebut aglutinin. Aglutinin O (dr

tubuh kuman). Aglutinin H (flagela kuman) dan Aglutinin Vi (simpai kuman)

dari ke3nya hanya aglutinin O dan H untuk diagnosis. Pembentukan aglutinin

mula-mula terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat

secara cepat dan mencapai kadar puncak pada minggu ke-4 dan tetap tinggi

selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O,

kemudian diikuti aglutinin H. Pada orang sembuh, aglutinin O masih tetap

dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama yaitu

9-12 bulan.

Dikatakan widal positif jika :

Kenaikan titer 4 kali dari nilai normal pada pemeriksaan ulangan 5-7 hari

Pada endemik : titer >= 1/80 pada O dan H

Pada non-endemik : titer >= 1/160 pada O dan H

Faktor yang mempengaruhi uji widal :

- Pengobatan dini dengan antibiotik

- Gangguan pembentukan antibodi, dan pemberian kortikosteroid

- Waktu pengambilan darah

- Daerah endemik atau non endemik

- Riwayat vaksinasi

- Reaksi amnestik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam

tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi

- Faktor teknik pemeriksaan laboratorium, akibat aglutinasi silang, dan strain

salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.

Uji Tubex

Uji semikuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit) dan mudah utk

dikerjakan

Mendeteksi antibodi anti S.typhi 09 pd serum pasien dgn cara menghambat

ikatan antara IgM anti 09 yg trkonjugasi pada partikel latex yg brwarna dgn

lipopolisakarida S.typhi yg terkonjugasi pd partikel magnetik latex.

Hasil positif menunjukan infeksi Salmonella serogroup D walau tdk spesifik.

S.paratyphi memberikan hasil negatif.

Skor Interpretasi

<2 Negatif : tidak menunjuk infeksi tifoid

aktif

3 Borderline : pengukuran tdk dpt

disimpulkan. Ulangi pengujian apabila

msh meragukan lakukan pengulangan

bbrp hr kemudian

4-5 Positif : menunjukan infeksi tifoid aktif

>6 Positif : indikasi kuat infeksi tifoid aktif

Uji tyhphidot

Mendeteksi antibodi IgM dan IgG yg terdapat pd protein membran luar

S.typhi.

Hasil positif : 2-3 hari setelah infeksi dan dpt mengidentifikasi secara spesifik

antibodi IgM dan IgG thdp antigen S.typhi seberat 50 kD yg tdpt pd strip

nitroselulosa.

Uji IgM dipstick

Mendeteksi antibodi IgM spesifik S.typhi pada spesimen serum atau whole

blood.

Menggunakan strip yg mengandung LPS S.typhoid dan anti IgM (kontrol).

Secara semikuatitatif diberikan penilaian terhadap garis uji dengan

membandingkannya dengan reference strip.

II.6. Diagnosis

Diagnosis klinis

Gejala klinis yang sering ditemukan yaitu demam, sakit kepala, kelemahan,

nausea, nyeri abdomen, anoreksia, muntah, gangguan gastrointestinal,

insomnia, hepatomegali, splenomegali, penurunan kesadaran, bradikardi

relatif, feses berdarah. Suspek demam tifoid diambil dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik, didapatkan gejala demam, gangguan cerna, dan petanda

gangguan kesadaran. Jadi sindrom tifoid didapatkan belum lengkap.

Diagnosis suspek tifoid dibuat hanya berdasarkan pelayanan kesehatan dasar.

Demam tifoid klinis diambil jika didapatkan gejala klinis yang lengkap atau

hampir lengkap, serta didukung oleh gambaran laboratorium yang

menunjukkan tifoid.

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk memastikan adanya bakteri S. typhi.

1. Biakan S. typhi

Metode ini dengan isolasi S. typhi dengan medium differensial yaitu

medium EMB, atau MacConkey. Medium selektifnya dengan agar

salmonella-shigella (SSA). Jika hasil biakan tidak tumbuh maka dilakukan

tes serologi.

2. Test serologi

Test ini diambil daru serum penderita. Uji aglutinasi dengan cara

mencampur diatas slide,serum pasien dan biakan yang tidak diketahui. Bila

terjadi gumpalan, dapat dilihat dalam beberapa menit. Uji aglutinasi

pengenceran tabung (tes Widal) prinsip uji ini adalah memeriksa reaksi

antara antibodi dengan aglutinin dalam serum penderita yang telah

mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan

flagela yang telah ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi

aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi titer

antibodi dalam serum. kenaikan titer 4 kali lipat pada pemeriksaan Widal

II, 5-7 hari kemudian. Interpretasi jika uji Widal titer-O yang tinggi atau

meningkat (≥ 1:160) menandakan adanya infeksi aktif. Namun saat ini

belum ada kesamaan pendapat mengenai titer aglutinin yang bermakna

diagnosis untuk demam tifoid. Batas titer yang sering dipakai hanya

kesepakatan saja, hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat

berbeda di berbagai laboratorium setempat.

3. Pemeriksaan pelacak DNA S. typhi dengan PCR (Polimerase Chain

Reaction)

II.7. Komplikasi

Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :

1. Komplikasi Intestinal

a. Perdarahan Usus

Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak

membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita

mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat

perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.

b. Perforasi Usus

Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu

ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid

dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan

bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi

cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.

2. Komplikasi Ekstraintestinal

a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis,

trombosis dan tromboflebitis.

b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler

diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.

c. Komplikasi paru : pneumoni, empiema, dan pleuritis

d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis

Pembengkakkan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus

dengan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai pada S. thypi daripada S.

parathypi. Untuk membedakan apakah hepatitis ini karena thypoid, virus, malaria,

atau amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter laboratorium, dan

bila perlu histopatologik hati. Pada demam tiroid kenaikan enzin transaminase

tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk membedakan dengan

hepatitis oleh karena virus). Hepatitis tifosa dapat terjadi pada pasien dengan

malnutrisi dan sistem imun yang kurang.

e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis

f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis

g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningismus, meningitis, polineuritis

perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.

II.8. Penatalaksanaan

Trilogi penatalaksanaan demam tifoid

1. Istirahat dan perawatan

2. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif)

3. Pemeberian antimikroba

Tirah baring dan perawatan mencegah terjadinya komplikasi. Makanan padat

dini yaitu nasi dan lauk pauk rendah selulosa ( menghindari sementara sayuran yang

berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.

Pemberian antimikroba :

Kloramfenikol : obat pilihan utama. Dosis 4x500mg/hari peroral atau IV.

Diberikan 7 hari bebas panas.

Tiamfenikol : dosis 4x500mg, demam rata2 menurun pada hari ke 5 sampai

ke-6

Kotrimikazol : dosis 2x2 (1 tablet mengandung sulfametoksazol 400mg dan

80mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu.

Ampisilin dan amoksisilin : kemampuan menurunkan panas lebih rendah

dibanding yg lain. Dosis 50-150 mg/kgBB dan digunakan selama 2minggu.

Sefalosporin generasi ke-3 : seftriakson dosis 3-4 gr dlm dekstrosa 100cc

diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3 -5 hari.

golongan fluorokuinolon : Norfloksasin dosis 2x400mg/hr slm 14hari.

siprofloksasin dosis 2x500mg/hr slm 6 hr. Ofloksasin dosis 2x400mg/hr

selama 7hr. Pefloksasin dosis 400mg/hr selama 7hari. Fleroksasin dosis 400

mg/hr slm 7 hari.

BAB III

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan demam, demam dirasaakan sejak 4 hari yang lalu

sebelum masuk rumah sakit, demam naik turun, demam naik pada sore dan malam

hari lalu demam turun pada pagi dan siang hari, dari keluhan demam dapat

disebabkan oleh viral infection, demam tifoid, demam dengue ispa, isk ataupun

perangan dan inflmasi lainnya yang menimbulkan gejala demam, namum dari tipe

demam mengrahkan ke arah demam tifoid namum hal ini belum dapat dipastikan.

Untuk tipe demam dengue demam yang tinggi dan mulai turun pada hari ke 4-5,

selain demam pasien juga mengeluhkan nyeri kepala badan pegal – pegal yang dapat

menjadi gejala prodromal dari infeksi. Pasien juga mengeluh nyeri uluh hati mual

dan muntah serta belum bisa BAB hal in merupakan gejala dari demam tifoid . dari

pemeriksaan fisik yang mendukung diantaranya adalah bradikardi relatif, suhu

meningkat,

Dari hasil lab adanya peningkatan SGPT serata IgM salmonella yang +6

sehingga mengarahkan diagnosis kita ke hepatitis tiofosa dimana demam tifoid

dengan komplikasi kearah hepar karena proses infeksi dari bakteri salmonella thypi

tersebut. Hepatitis tifosa sendiri menurut literatur dapat dijumpai dalam 50% penyakit

demam tifoid, pembengkakan hepar dari ringansam pai berat dapat terjadi.

Sehingga diberikan terapi sesuai trilogi penatalaksanaan demam tifoid yaitu

Istirahat dan perawatan Diet, terapi penunjang (simtomatik dan suportif), dan

Pemeberian antimikroba.

DAFTAR PUSTAKA

Jawetz et al. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 23. Jakarta : EGC.

Keputusan Menteri Kesehatan. 2006. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.

http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.

%20364%20ttg%20Pedoman%20Pengendalian%20Demam%20Tifoid.pdf.

Mansjoer Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran edisi III volume 1. Jakarta: Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Price A. Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit edisi VI volume 2.

Jakarta: EGC.

Widodo, Djoko. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid III.

Jakarta : InternaPublishing