presus dki. faradilla

28
PRESENTASI KASUS DERMATITIS KONTAK ALERGI Disusun Oleh : FARADILLA EKA PUTRI 1210221029 Pembimbing : dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

Upload: jung-ji-muun

Post on 24-Nov-2015

32 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

PRESENTASI KASUS

DERMATITIS KONTAK ALERGI

Disusun Oleh :FARADILLA EKA PUTRI1210221029

Pembimbing :dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMINFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERANPURWOKERTO

2013LEMBAR PENGESAHANPRESENTASI KASUS

DERMATITIS KONTAK ALERGI

Disusun Oleh :Faradilla Eka Putri1210221029

Presentasi kasus ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto.

Purwokerto, Juli 2013Pembimbing:

dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat dan anugerah-Nya sehingga presentasi kasus dengan judul Dermatitis Kontak Iritan ini dapat diselesaikan.Presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Penyusun menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penulisan di masa yang akan datang.Tidak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada:1. dr. Ismiralda Oke P., Sp.KK selaku dosen pembimbing.2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di RS. Margono Soekarjo.3. Rekan-rekan Co-Assisten Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin atas semangat dan dorongan serta bantuannya.Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di dalam maupun di luar lingkungan RS. Margono Soekarjo.

Purwokerto, Juli 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

HalamanBAB I LAPORAN KASUS5A.Identitas Pasien5B.Anamnesis5C. Pemeriksaan Fisik6D.Resume8E.Diagnosis Banding8F.Diagnosis Kerja8G.Pemeriksaan penunjang8H.Terapi9I.Prognosis9BAB II TINJAUAN PUSTAKA10A.Definisi10B.Epidemiologi10C. Etiologi10D.Patogenesis11E.Gejala Klinis13F.Diagnosis13G. Diagnosis Banding15H.Pengobatan15I.Prognosis15BAB III PEMBAHASAN16BAB IV KESIMPULAN18DAFTAR PUSTAKA19

BAB ILAPORAN KASUS

A. Identitas PasienNama: Ny. SRJenis Kelamin: PerempuanUsia: 45 tahunSuku: JawaAlamat: Jl. Sunan Kalijaga Berkoh, PurwokertoPekerjaan: IRTB. AnamnesisKeluhan utama : GatalRiwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke poli kulit kelamin RS. Prof Margono Soekarjo pada tanggal 25 Juni 2013 dengan keluhan gatal di kedua punggung kaki. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya bercak kemerahan hanya sebesar uang logam karena gatal, penderita menggaruknya sehingga bercak merah meluas. Selain itu timbul bintik-bintik berkelompok berisi cairan yang kemudian pecah sehingga menjadi basah. Gatal bersifat hilang timbul, bertambah hebat jika penderita memakai sandal jepit berbahan karet. Setiap menggunakan sandal jepit, keluhan yang sama pun selalu muncul, walaupun dalam keadaan berkeringat, stress, keluhan tersebut tidak muncul. Pasien pernah berobat dan mendapatkan salep betamethason. Dengan salep ini, keluhan sedikit berkurang tetapi ketika habis, keluhan pun muncul kembali. Riwayat Penyakit Dahulu: Riwayat alergi makanan seperti udang, ikan laut, telur disangkalRiwayat alergi debu disangkalRiwayat asma disangkalRiwayat Penyakit Keluarga: Riwayat alergi makanan seperti udang, ikan laut, telur disangkalRiwayat alergi debu disangkalRiwayat asma disangkalRiwayat menderita keluhan yang sama disangkalRiwayat penyakit DM disangkalRiwayat Sosial: Pasien tinggal dengan suami, 4 orang anak. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Riwayat Alergi Obat: Antibiotik (tapi pasien lupa nama obatnya)

C. Pemeriksaan FisikKeadaan Umum: BaikKesadaran: Compos MentisVital SignTD: 120/80 mmHgNadi: 84 x/menitRR: 20 x/menitSuhu: 36,8OCStatus Generalis: Dalam Batas NormalStatus DermatologisLokasi: Pedis Dextra et SinistraEfloresensi :Skuama halus dengan dasar makula hiperpigmentasi, tidak berbatas tegas, regional, ,papul, vesikel, dan krusta.A

Gambar 1.1 Ruam yang terdapat pada pedis dextra et sinistra

D. ResumePasien, perempuan, 45 tahun dengan keluhan gatal di kedua punggung kaki. Keluhan ini sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya bercak kemerahan hanya sebesar uang logam karena gatal, penderita menggaruknya sehingga bercak merah meluas. Selain itu timbul bintik-bintik berkelompok berisi cairan yang kemudian pecah sehingga menjadi basah. Gatal bersifat hilang timbul, bertambah hebat jika penderita memakai sandal jepit berbahan karet. Setiap menggunakan sandal jepit, keluhan yang sama pun selalu muncul, walaupun dalam keadaan berkeringat, stress, keluhan tersebut tidak muncul. Pasien pernah berobat dan mendapatkan salep betamethason. Dengan salep ini, keluhan sedikit berkurang tetapi ketika habis, keluhan pun muncul kembali. Riwayat alergi makanan seperti telur, udang, ikan laut disangkal. Rwayat alergi debu dan dingin disangkal. Riwayat asma disangkal. Riwayat atopi disangkal. Riwayat keluarga yang mempunya keluhan yang sama disangkal. Riwayat sosial, pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga Pada pemeriksaan fisik Skuama halus dengan dasar makula hiperpigmentasi, tidak berbatas tegas, regional, ,papul, vesikel, dan krusta.pada pedis dextra dan sinistra.

E. Diagnosis Banding Dermatitis Kontak Alergika Dermatitis Kontak Iritan Kronis Neurodermatitis

F. Diagnosis KerjaDermatitis Kontak Alergi

G. Pemeriksaan PenunjangTidak dilakukan pemeriksaan penunjang, usulan pemeriksaan penunjang adalah uji tempel, uji KOH

H. Terapi1. Non medikamentosaa. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis kontak alergib. Gunakan sarung tangan yang terbuat selain dari lateks.c. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan perhiasan, aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan penyebab alergi2. Medikamentosaa. SimptomatisDiberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebanyak 3-4mg/dosis, sehari 2-3kali untukb. Sistemik1) Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali 2) Cetirizine tablet 1x10mg/hari3) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika (amoksisilin atau eritromisin), selama 5 hingga 7 haric. TopikalKrim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari

I. PrognosisQuo ad vitam: ad bonamQuo ad sanationam: dubia ad bonamQuo ad fungsionam: ad bonam

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. DefinisiDermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi (National Occupational Health and Safety Commision, 2006).

B. EpidemiologiBila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan, jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang kulitnya sangat peka (hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di masyarakat (Djuanda, 2003).Angka kejadian dermatitis kontak alergik yang terjadi akibat kontak dengan bahan-bahan di tempat pekerjaan mencapai 25% dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) (Trihapsoro, 2003). Angka kejadian ini sebenarnya 20-50 kali lebih tinggi dari angka kejadian yang dilaporkan (National Institute of Occupational Safety Hazards, 2006).

C. EtiologiPenyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit (Djuanda, 2003).Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi terhadap tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung urushiol yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium dichromat (semen, pembersih alat -alat rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan), mercaptobenzotiazol (karet), tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin (cat rambut, bahan kimia fotografi) (Trihapsoro, 2003).

D. PatogenesisMekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi hipersensitivitas tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit timbul secara lambat (delayed hypersensitivity), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen. Patogenesis hipersensitivitas tipe IV ini sendiri dibagi menjadi dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi (Trihapsoro, 2003).Sebelum seorang pertama kali menderita dermatitis kontak alergik, terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik reaktivitas pada kulitnya (Djuanda, 2003). Perubahan ini terjadi karena adanya kontak dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten (alergen yang memilik berat molekul kecil yang dapat menimbulkan reaksi antibodi tubuh jika terikat dengan protein untuk membentuk antigen lengkap). Antigen ini kemudian berpenetrasi ke epidermis dan ditangkap dan diproses oleh antigen presenting cells (APC), yaitu makrofag, dendrosit, dan sel langerhans (Hogan, 2009; Crowe, 2009). Selanjutnya antigen ini dipresentasikan oleh APC ke sel T. Setelah kontak dengan antigen yang telah diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu (Djuanda, 2003).

Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2 dan sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan (Trihapsoro, 2003).

E. Gejala KlinisPenderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran (Djuanda, 2003).Sifat alergen dapat menentukan gambaran klinisnya. Bahan kimia karet tertentu (phenyl-isopropyl-p-phenylenediamine) bisa menyebabkan dermatitis purpura, dan derivatnya dapat megakibatkan dermatitis granulomatosa. Dermatitis pigmentosa dapat disebabkan oleh parfum dan kosmetik (Fregert, 1998).

F. DiagnosisUntuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel (Trihapsoro, 2003).Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berupa lesi numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik) (Djuanda, 2003). Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen (Djuanda, 2003). Pada Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional akan sangat membantu penegakan diagnosis (Trihapsoro, 2003). Pelaksanaan uji tempel dilakukan setelah dermatitisnya sembuh (tenang), bila mungkin setelah 3 minggu. Tempat melakukan uji tempel biasanya di punggung, dapat pula di bagian luar lengan atas. Bahan uji diletakkan pada sepotong kain atau kertas, ditempelkan pada kulit yang utuh, ditutup dengan bahan impermeabel, kemudian direkat dengan plester. Setelah 48 jam dibuka. Reaksi dibaca setelah 48 jam (pada waktu dibuka), 72 jam dan atau 96 jam. Untuk bahan tertentu bahkan baru memberi reaksi setelah satu minggu. Hasil positif dapat berupa eritema dengan urtikaria sampai vesikel atau bula. Penting dibedakan, apakah reaksi karena alergi kontak atau karena iritasi, sehubungan dengan konsentrasi bahan uji terlalu tinggi. Bila oleh karena iritasi, reaksi akan menurun setelah 48 jam (reaksi tipe decresendo), sedangkan reaksi alergi kontak makin meningkat (reaksi tipe crescendo) (Djuanda, 2003).

G. Diagnosis Banding Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan dermatitus kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi (Djuanda, 2003).

H. Pengobatan Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul (Brown University Health Services, 2003; Djuanda, 2003; Health and Safety Executive, 2009). Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema, bula atau vesikel, serta eksudatif. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal.Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan kortikosteroid topikal (Djuanda, 2003).

I. . Prognosis

Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaktannya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis, bila bersamaan dengan dermatitis oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau pajanan dengan bahan iritan yang tidak mungkin dihindari (Djuanda, 2003).

BAB IIIPEMBAHASAN

A. Penegakan Diagnosis. Pasien, perempuan, 45 tahun dengan keluhan gatal di kedua punggung kaki.Dari anamnesis dikatakan keluhan muncul sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya bercak kemerahan hanya sebesar uang logam karena gatal, penderita menggaruknya sehingga bercak merah meluas. Selain itu timbul bintik-bintik berkelompok berisi cairan yang kemudian pecah sehingga menjadi basah. Gatal bersifat hilang timbul, bertambah hebat jika penderita memakai sandal jepit berbahan karet. Setiap menggunakan sandal jepit, keluhan yang sama pun selalu muncul, walaupun dalam keadaan berkeringat, stress, keluhan tersebut tidak muncul. Pasien pernah berobat dan mendapatkan salep betamethason. Dengan salep ini, keluhan sedikit berkurang tetapi ketika habis, keluhan pun muncul kembali. Riwayat alergi makanan seperti telur, udang, ikan laut disangkal. Rwayat alergi debu disangkal. Riwayat asma disangkal. Riwayat atopi disangkal. Riwayat keluarga yang mempunya keluhan yang sama disangkal. Riwayat sosial, pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.Faktor keturunan dan beberapa faktor pencetus seperti faktor atopik dapat meningkatkan kejadian kerentanan terjadinya dermatitis kontak alergi. Pasien mengaku tidak pernah mengalami riwayat tekanan darah tinggi, kencing manis, penyakit, jantung, dan ginjal, tetapi memiliki riwayat alergi makanan laut dan telur. Dalam keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan seperti pasien tetapi memiliki riwayat atopik. Pemeriksaan fisik didapatkan efloresensi kulit yang khas untuk dermatitis kontak alergi yaitu skuama halus dengan dasar makula hiperpigmentasi, tidak berbatas tegas, regional, papul, vesikel, dan krusta di pedis dextra et sinistra.A

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut, diagnosis dermatitis kontak alergi dapat ditegakkan dan diagnosis banding yaitu dermatitis kontak iritan dengan efloresensinya sama dengan dermatitis kontak alergika. B. Penatalaksanaan3. Non medikamentosad. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena dermatitis kontak alergie. Gunakan sarung tangan yang terbuat selain dari lateks.f. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan perhiasan, aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan penyebab alergi4. Medikamentosad. SimptomatisDiberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebanyak 3-4mg/dosis, sehari 2-3kali untuk dewasadan 0,09 mg/dosis, sehari 3 kali untuk anak anak untuk menghilangkan rasa gatale. Sistemik4) Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali 5) Cetirizine tablet 1x10mg/hari6) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika (amoksisilin atau eritromisin) dengan dosis 3x500mg/hari, selama 5 hingga 7 harif. TopikalKrim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehariC. PrognosisPrognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan.

BAB IVKESIMPULAN

1. DKI merupakan inflamasi pada kulit yang bermanifestasi sebagai eritema, edema ringan dan pecah-pecah2. DKI sering terjadi di pekerjaan yang melibatkan kegiatan mencuci tangan atau paparan berulang kulit terhadap air, bahan makanan atau iritan lainnya3. DKI diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, di antaranya adalah DKI akut dan DKI kronis4. Pasien pada kasus ini menderita DKI kronis karena sering terpapar oleh iritan lemah secara berulang-ulang dan dari hasil anamnesis serta pemeriksaan fisik mengarah ke DKI kronis5. Pengobatan DKI kronis dilakukan secara medikamentosa, yaitu dengan pemberian kortikosteroid topikal dan anti histamin serta non medikamentosa yaitu edukasi tentang penyakit dan cara untuk mencegah paparan yang berulang

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, A. et al., 2007. Ilmu penyakit Kulit dan Kelamin. 7th ed. Jakarta: FKUI.Graham, R. & Burns, T., 2005. Lecture Notes Dermatologi. 8th ed. Jakarta: Erlangga.Harahap, M., 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates.Hogan, D.J., 2011. Irritant Contact Dermatitis. [Online] Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1049353-overview [Accessed 6 Mei 2013].Keefner, D.M. & Curry, C.E., 2004. Contact Dermatitis. In Handbook of Nonprescription Drugs. 12th ed. Washington: APA.Radmanesh, M. & Sharifi, M., 2011. Lichen simplex chronicus, neurotic excoriation and nodular. Iranian Journal of Dermatology, 14(1).Trihapsoro, I., 2003. Dermatitis Kontak Alergik Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP Haji Adam malik Medan. USU.

5