presus anestesi

54
PRESUS ANESTESI PADA PASIEN DENGAN APPENDISITIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Anastesiologi dan Terapi Intensif RSUD Panembahan Senopati Bantul Disusun oleh : KARINA, S.Ked. (20070310113) Dokter Penguji : dr. Kurnianto Trubus Pranowo Sp. An. M.Kes SMF ANASTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

Upload: karina-iyin

Post on 09-Aug-2015

137 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Presus Anestesi

PRESUS

ANESTESI PADA PASIEN

DENGAN APPENDISITIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian

Ilmu Anastesiologi dan Terapi Intensif

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun oleh :

KARINA, S.Ked.

(20070310113)

Dokter Penguji :

dr. Kurnianto Trubus Pranowo Sp. An. M.Kes

SMF ANASTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

2013

Page 2: Presus Anestesi

HALAMAN PENGESAHAN

ANESTESI PADA PASIEN

DENGAN APPENDISITIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian

Ilmu Anastesiologi dan Terapi Intensif

RSUD Panembahan Senopati Bantul

Disusun Oleh:

KARINA, S.Ked.

(20070310113)

Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal Februari 2013

Oleh :

Dokter Penguji

dr. Kurnianto Trubus Pranowo Sp. An. M.Kes

Page 3: Presus Anestesi

BAB I

STATUS UJIAN

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. M

Umur : 43 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Bantul

Tanggal diperiksa : 7 februari 2013

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Berat Badan : 45 kg

Diagnosis : Apendisitis Akut

B. ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 7 ferburari 2013 di bangsal

Bedah.

1. Keluhan Utama : nyeri perut bagian kanan bawah

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut yang dirasakan sejak 2 hari

yang lalu. Pada awalnya nyeri dirasakan di ulu hati lalu pindah di daerah

sekitar pusar lalu bertambah nyeri terutama di perut kanan bawah.Pasien

merasakan mual tidak muntah dan nafsu makan menurun. Pasien

mengeluh demam sejak 3 hari yang lalu. Pasien tidak mengeluhkan

gangguan BAB dan BAK. Riwayat serupa sebelumnya disangkal.Pasien

telah dipuasakan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah menjalani operasi sebelumnya. Riwayat alergi obat

disangkal. Riwayat asma, gastritis, hipertensi, jantung, diabetes mellitus

dan gangguan ginjal disangkal.

3

Page 4: Presus Anestesi

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit serupa pada keluarga disangkal.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign

A : clear, TMD > 6,5 cm, M II

B : spontan, RR : 20x/menit, vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-

C : TD : 110/70 mmHg, HR : 72x/menit, S1-S2 reguler

D : oedem -/-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Thorax Foto : Cor dan Pulmo dalam batas normal

2. EKG : Normal sinus ritme

3. EEG : tidak dilakukan

4. Laboratorium : dalam batas normal

Hb : 13,1

Al : 13,4

AE : 4,37

AT : 449

HMT : 37,5

Eosinophilia: 4

Basophil : 0

Batang : 2

Segmen : 62

Limposit : 30

Monosit : 2

PPT : 13,3

4

Page 5: Presus Anestesi

APTT : 33,7

Control PPT : 14,1

Control APTT : 30,5

GDS : 90

Ureum : 20

Kreatinin : 0,74

Natrium : 142,3

Kalium : 3,59

Klorida : 111,9

HbsAg : negatif

E. DIAGNOSIS KERJA

- Pre Op apendiktomi, apendisitis akut dengan status fisik ASA I

- Rencana General Anestesi

F. PENATALAKSANAAN

1. Persiapan Operasi

- Lengkapi Informed Consent Anestesi

- Puasa 8 jam sebelum operasi

- Memakai baju khusus kamar bedah

2. Premedikasi : Midazolam 2,5 mg IV; Fentanyl 50 µg IV

3. Diagnosis Pra Bedah : Apendisitis Akut

4. Diagnosis pasca Bedah : Post Apendiktomi a/i Apendisitis akut

5. Jenis Anestesi : General Anestesi

6. Teknik : Semi Closed, napas spontan assist, LMA

no.3

7. Induksi : Propofol 100 mg IV

8. Pemeliharaan : 022L/menit , N2O 2L/menit, Sevoflurane 2%

volume

5

Page 6: Presus Anestesi

9. Obat-obat : Ondansentron 4 mg IV, Ketorolac 30 mg IV

10. Jenis Cairan : Ringer laktat

11. Kebutuhan cairan selama Operasi

MO : 2ml x 50 = 100cc

PP : 8x 100 =800 cc

SO : 6 x 50= 300cc

Keb. Cairan jam I : 50+ 800 + 300 = 1150cc

Keb. Cairan jam II/III : 25 + 800 + 300 = 1125cc

EBV : 65x50 =3250 cc

12. Instruksi Pasca Bedah

Posisi : Supinasi

Infus : Ringer laktat 20 tpm

Antibiotik : Sesuai dr. Operator

Analgetik : Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV mulai jam 19.10

Anti muntah : Inj. Ondansentron 4 mg/8 jam/IV K/P mulai jam 19.00

Lain-lain : - Awasi Vital sign dan KU sampai pasien benar-benar

sadar

- Jika sadar penuh, Peristaltik (+) , mual (-), muntah (-), coba

minum makan perlahan.

- Bed rest 24 jam post op

13. Lama Operasi : 40 menit

14. Maintanence anastesi

B1 (Breathing) : Suara nafas vesikuler, nafas terkontrol,.

B2 (Bleeding) :Perdarahan ± 50 cc

B3 (Brain) : Pupil Isokor

B4 (Bladder) : tidak terpasang kateter

6

Page 7: Presus Anestesi

B5 (Bowel) : BU (-)

B6 (Bone) : Intak

15. Monitoring pasca Operasi

Skor Lockharte/Aldrete Pasien

  Jam I (per 15’) Jam II Jam III Jam IV

Aktivitas 1 2                            

Respirasi 1 2                            

Sirkulasi 2 2                            

Kesadaran 1 1                            

Warna kulit 2 2                            

Skor total 7 9                            

7

Page 8: Presus Anestesi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Apendisitis

1. PENGERTIAN

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks

vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.

Pada masyarakat umum,sering juga disebut dengan istilah radang usus buntu.

Akan tetapi, istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di

masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya

adalah sekum (caecum).Sedangkan apendiks atau yang sering disebut juga

dengan umbai cacing adalah organ tambahan pada usus buntu.Umbai cacing

atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah

ujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.

2. INSIDENSI

Apendisitis akut merupakan salah satu penyakit yang paling sering

ditemukan dari seluruh kasus abdomen akut. Dapat terjadi pada semua tingkat

usia dan paling sering menyerang pada usia dekade kedua dan ketiga. Jarang

dijumpai pada bayi, mungkin disebabkan oleh kemungkinan konfigurasi dari

organ itu sendiri yang tidak memungkinkan untuk terjadinya obstruksi lumen).

Terdapat hubungan antara banyaknya jaringan limfoid pada apendiks dengan

kejadian kasus apendisitis akut, selain itu Faktor diet dan genetik juga

memegang peranan. Di Amerika sekitar 7% penduduk menjalani apendektomi

dengan insidens 1,1/ 1000 penduduk pertahun,sedang di Negara – Negara

barat sekitar 16%. Di Afrika dan asia prevalensinya lebih rendah akan tetapi

8

Page 9: Presus Anestesi

cenderung meningkat oleh karena pola dietnya yang mengikuti orang barat.

Komplikasi peritonitis dari apenditis akut tertinggi pada anak dan orang tua.

Pada umumnya insidens pada laki – laki sedikit lebih tinggi dibanding wanita.

Di Indonesia insidens apendisitis akut jarang dilaporkan Ruchiyat dkk. (1983)

mendapatkan insidens apendisitis akut pada pria 242 sedang pada wanita 218

dari keseluruhan 460 kasus. Di Swedia Anderson dkk. (1994) menemukan

jumlah kasus pada laki- laki lebih rendah sedangkan John dkk (1993)

melaporkan 64 wanita dan 47 wanita denga umur rata – rata 28 tahun

menderita apenditis akut dengan menggunakan USG sebagai alat diagnostic.

3. ANATOMI

Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio.Apendiks merupakan

organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10cm

(kisaran 3-15cm) dan pada orang dewasa umbai cacing berukuran sekitar 10

cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap yaitu berpangkal di sekum, lokasi

ujung umbai cacing bisa berbeda-beda, yaitu di retrocaecal atau di pinggang

(pelvis) yang pasti tetap terletak di peritoneum.

Apendiks memiliki lumen sempit dibagian proximal dan melebar pada bagian

distal.Saat lahir, apendiks pendek dan melebar dipersambungan dengan

sekum.Selama anak-anak, pertumbuhannya biasanya berotasi ke dalam

retrocaecal tapi masih dalam intraperitoneal.Pada apendiks terdapat 3 tanea

coli yang menyatu dipersambungan caecum dan bisa berguna dalam

menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak

adalah Retrocaecal (74%) lalu menyusul Pelvic (21%), Patileal(5%),

Paracaecal (2%), subcaecal(1,5%) dan preleal (1%).

Apendiks dialiri darah oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari

bagian bawah arteri ileocolica.Arteri apendiks termasuk arteri akhir atau

9

Page 10: Presus Anestesi

ujung.Apendiks memiliki lebih dari 6 saluran limfe melintangi mesoapendiks

menuju ke nodus limfe ileocaecal.

 

4. KLASIFIKASI APENDISITIS

Klasifikasi Apendisitis ada 2, yaitu :

1.      Apendisitis Akut, dibagi atas :

a. Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan

timbul striktur lokal.

b. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.

Appendisitis akut dalam 48 jam dapat menjadi :

a. Sembuh

b. Kronik

c. Perforasi

d. Infiltrat

2.      Apendisitis Kronis, dibagi atas :

10

Page 11: Presus Anestesi

a. Apendisitis kronis fokalis atau parsial, yaitu setelah sembuh akan

timbul striktur lokal.

b. Apendisitis kronis obliteritiva, yaitu appendiks miring dimana

biasanya ditemukan pada usia tua.

5. ETIOLOGI

Kita sering mengasumsikan bahwa apendisitis berkaitan dengan

makan biji cabai.Hal ini tidak sepenuhnya salah.Namun yang mendasari

terjadinya apendisitis adalah adanya sumbatan pada saluran apendiks.Yang

menjadi penyebab tersering terjadinya sumbatan tersebut adalah

fekalit.Fekalit terbentuk dari feses yang terperangkap di dalam saluran

apendiks.Selain fekalit, yang dapat menyebabkan terjadinya sumbatan adalah

cacing atau benda asing yang tertelan.Beberapa penelitian menunjukkan peran

kebiasaan makan makanan rendah serat terhadap timbulnya apendisitis.

Kebiasaan makan makanan rendah serat dapat mengakibatkan kesulitan dalam

buang air besar, sehingga akan meningkatkan tekanan di dalam rongga usus

yang pada akhirnya akan menyebabkan sumbatan pada saluran apendiks.

Selain penyebab di atas apendisitis ini pada umumnya karena  infeksi

bakteri atau kuman. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.

Coli dan streptococcus. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis

adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. Histolytica.

Berbagai hal berperan sebagai faktor penyebab terjadinya

apendisitis.Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen

apendiks.Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja

yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, striktur,

benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan

terjadinya sumbatan.Apendisitis merupakan salah satu penyakit patologis.

11

Page 12: Presus Anestesi

Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian

menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks.Jaringan mukosa pada apendiks

menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya.Terjadinya obstruksi

menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi

terhambat. Makin lama mukus makin bertambah  banyak dan kemudian

terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan

elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya

peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan 

menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya

edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi

apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar

umbilikus.

Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus

meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema

bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang

timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga

menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah.Keadaan ini disebut dengan

apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan

terjadi infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren.

Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa.Jika dinding apendiks

yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam

keadaan perforasi.

Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi

proses peradangan ini. Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan

omentum, dan usus halus, sehingga terbentuk massa periapendikuler yang

secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat

terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi.

12

Page 13: Presus Anestesi

Namun, jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa

periapendikuler akan menjadi tenang dan selanjutnya akan mengurai diri

secara lambat.

6. GEJALA

Gejala utama terjadinya apendisitis adalah adanya nyeri perut. Nyeri

perut yang klasik pada apendisitis adalah nyeri yang dimulai dari ulu hati, lalu

setelah 4-6 jam akan dirasakan berpindah ke daerah perut kanan bawah

(sesuai lokasi apendiks). Namun pada beberapa keadaan tertentu (bentuk

apendiks yang lainnya), nyeri dapat dirasakan di daerah lain (sesuai posisi

apendiks). Ujung apendiks yang panjang dapat berada pada daerah perut kiri

bawah, punggung, atau di bawah pusar.Anoreksia (penurunan nafsu makan)

biasanya selalu menyertai apendisitis.Mual dan muntah dapat terjadi, tetapi

gejala ini tidak menonjol atau berlangsung cukup lama, kebanyakan pasien

hanya muntah satu atau dua kali.Dapat juga dirasakan keinginan untuk buang

air besar atau buang angin. Demam juga dapat timbul, tetapi biasanya

kenaikan suhu tubuh yang terjadi tidak lebih dari 1C (37,8 – 38,8C). Jika

terjadi peningkatan suhu yang melebihi 38,8C.Maka kemungkinan besar

sudah terjadi peradangan yang lebih luas di daerah perut (peritonitis).Pada

bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian

perut.Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di

daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa.Bila apendiks pecah, nyeri dan

demam bisa menjadi berat.Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan

syok.

Ada beberapa hal yang penting dalam gejala penyakit apendisitis

yaitu:

13

Page 14: Presus Anestesi

i. Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa

waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Nyeri

berhubungan dengan anatomi ureter yang berdekatan dengan

apendiks oleh inflamasi.

ii. Muntah dan mual oleh karena nyeri viseral. Nutrisi kurang dan

volume cairan yang kurang dari kebutuhan juga berpengaruh

dengan terjadinya mual dan muntah.

iii. Suhu tubuh meningkat dan nadi cepat (karena kuman yang

menetap di dinding usus).

iv. Rasa sakit hilang timbul

v. Diare atau konstipasi

vi. Tungkai kanan tidak dapat atau terasa sakit jika diluruskan

vii. Perut kembung

viii. Hasil pemeriksaan leukosit meningkat 10.000 – 12.000 /ui dan

13.000/ui bila sudah terjadi perforasi

ix. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan,

penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan.

Selain gejala tersebut masih ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai

akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika

meradang.Berikut gejala yang timbul tersebut.

1. Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum

(terlindung oleh sekum). Tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas

dan tidak ada tanda  rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut

kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan,

bernapas dalam, batuk, dan mengedan.Nyeri ini timbul karena adanya

kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

14

Page 15: Presus Anestesi

2. Bila apendiks terletak di dekat  atau menempel pada rektum, akan timbul

gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat,

pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).

3. Bila apendiks  terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat

terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.

7. PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi,  pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, 

sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.

2. Palpasi, pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri.

Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan

bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri

bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini disebut tanda

Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri bawah dilepaskan

juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah.Ini disebut tanda Blumberg

(Blumberg Sign).

3. Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator, pemeriksaan ini juga dilakukan

untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan

rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif

sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang

meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan

menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi

dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang

meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding

panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini

dilakukan pada apendisitis pelvika.

15

Page 16: Presus Anestesi

4. Pemeriksaan colok dubur, pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk

menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat

dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks

yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci

diagnosis pada apendisitis pelvika.

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium, terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif

(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara

10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada

CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.

2.  Radiologi, terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada

pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang

terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan

ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari

apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.

 DIAGNOSIS

Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis

klinis apendisitis masih mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus.Kesalahan

diagnosis lebih sering terjadi ada perempuan dibanding laki-laki.Hal ini dapat

disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering

mengalami gangguan yang mirip apendisitis.Keluhan itu berasal dari genitalia

interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik

lain.Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis meragukan,

sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan

setiap 1-2 jam.Foto barium kurang dapat dipercaya.Ultrasonografi dan

laparoskopi bisa meningkatkan akurasi diagnosis pada kasus yang meragukan.

16

Page 17: Presus Anestesi

Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang

paling tepat adalah segera dilakukan apendektomi. Apendektomi dapat

dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka dan cara laparoskopi. Apabila

apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler, maka

tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik

kombinasi terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif

terhadap kuman aerob dan anaerob.Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8

minggu, barulah apendektomi dapat dilakukan.Jika gejala berlanjut, yang

ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan melakukan drainase dan

sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendisektomi.Namun, apabila

ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta

pemeriksaan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah

dilakukan terapi antibiotik, maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan

tindakan bedah.

E.     PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN

1. Apendiktomi adalah terapi utama

Antibiotic pada apendisitis digunakan sebagai :

a. Preoperative, antibiotik broad spectrum intravena diindikasikan untuk

mengurangi kejadian infeksi pasca pembedahan.

b. Post operatif, antibiotic diteruskan selama 24 jam pada pasien tanpa

komplikasi apendisitis

1. Antibiotic diteruskan sampai 5-7 hari post operatif untuk kasus

apendisitis ruptur atau dengan abses.

Antibiotic diteruskan sampai hari 7-10 hari pada kasus apendisitis rupture

dengan peritonitis diffuse.

F. Tata Laksana Anestesi dan Terapi Intensif pada Tindakan Apendiktomi

17

Page 18: Presus Anestesi

1. Batasan

Tindakan anestesi yang dilakukan pada operasi pengangkatan appendix.

2. Masalah anestesi dan terapi intensif

Ancaman depresi nafas akibat manipulasi abdomen

Perdarahan luka operasi

3. Penatalaksanaan Anestesi dan terapi intensif

Penilaian status pasien

Evaluasi status generalis dengan pemeriksaan fisik dan penunjang

yang lain sesuai dengan indikasi

4. Persiapan Pra Operatif

Persiapan rutin

Persiapan donor

5. Premedikasi

Diberikan secara intravena 30 – 45 menit pra induksi dengan obat-obat

sebagai berikut:

Midazolam : 0,05 – 0,10 mg/kgBB

Fentanyl : 1-2 µg/kgBB

6. Pilihan Anestesi

Anestesi umum inhalasi (imbang) dengan pemasangan LMA atau pipa

endotrakea.

7. Terapi Cairan dan Tranfusi

Diberikan cairan pengganti perdarahan apabila perdarahan yang terjadi

< 20 % dari perkiraan volume darah dan apabila > 20%, berikan tranfusi

darah.

8. Pemulihan Anestesi

Segera setelah operasi, hentikan aliran obat anesthesia, berikan oksigen

100%

Berikan obat penawar pelumpuh otot

Bersihkan jalan nafas

18

Page 19: Presus Anestesi

Ekstubasi dilakukan setelah pasien nafas spontan dan adekuat serta

jalan nafas sudah bersih

9. Pasca bedah/anestesi

Dirawat diruang pulih, sesuai dengan tata laksana pasca anestesi

Perhatian khusus pada periode ini adalah ancaman depresi nafas akibat

nyeri dan kompresi luka operasi

Pasien dikirim kembali keruangan setelah memenuhi kriteria

penegeluaran

G. General Anestesi

Tindakan anestesi dilakukan dengan menghilangkan nyeri secara sentral

disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible.Persiapan

prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya kecelakaan dalam

anestesia.Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan pasien terlebih

dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan bugar.Tujuan

kunjungan praanestesi adalah untuk mengurangi angka kesakitan operasi,

mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Sebelum pasien diberi obat anestesi, langkah selanjutnya adalah

dilakukan premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesi diberi

dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi

diantaranya :

Meredakan kecemasan dan ketakutan

Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus

Mengurang mual dan muntah pasca bedah

Mengurangi isi cairan lambung

Membuat amnesia

Memperlancar induksi anestesi

Meminimalkan junmlah obat anestesi

Mengurangi reflek yang membahayakan.

19

Page 20: Presus Anestesi

TEHNIK ANESTESI LMA

4.1. Indikasi :

a. Sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk

airway management. LMA bukanlah suatu penggantian ET, ketika

pemakaian ET menjadi suatu indikasi.

b. Pada penatalaksanaan dificult airway yang diketahui atau yang

tidak diperkirakan.

c. Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak

sadarkan diri.

4.2. Kontraindikasi :

a. Pasien-pasien dengan resiko aspirasi isi lambung ( penggunaan

pada emergency adalah pengecualian ).

b. Pasien-pasien dengan penurunan compliance sistem pernafasan, karena

seal yang bertekanan rendah pada cuff LMA akan mengalami

kebocoran pada tekanan inspirasi tinggi dan akan terjadi pengembangan

lambung. Tekanan inspirasi puncak harus dijaga kurang dari 20 cm H2O

untuk meminimalisir kebocoron cuff dan pengembangan lambung.

c. Pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik jangka

waktu lama.

d. pasien-pasien dengan reflex jalan nafas atas yang intack karena insersi dapat

memicu terjadinya laryngospasme.

20

Page 21: Presus Anestesi

4.3. Efek Samping :

Efek samping yang paling sering ditemukan adalah nyeri tenggorok,

dengan insidensi 10 % dan sering berhubungan dengan over inflasi cuff LMA.

Efek samping yang utama adalah aspirasi.

4.4. Tehnik Induksi dan Insersi

Untuk melakukan insersi cLMA membutuhkan kedalaman anestesi yang

lebih besar. Kedalaman anestesi merupakan suatu hal yang penting untuk

keberhasilan selama pergerakan insersi cLMA dimana jika kurang dalam sering

membuat posisi mask yang tidak sempurna ( 5 )

Sebelum insersi, kondisi pasien harus sudah tidak ber respon

dengan mandibula yang relaksasi dan tidak ber-respon terhadap tindakan jaw

thrust. Tetapi, insersi cLMA tidak membutuhkan pelumpuh otot.

Hal lain yang dapat mengurangi tahanan yaitu pemakaian pelumpuh

otot. Meskipun pemakaian pelumpuh otot bukan standar praktek di klinik, dan

pemakaian pelumpuh otot akan mengurangi trauma oleh karena reflex

proteksi yang di tumpulkan, atau mungkin malah akan meningkatkan trauma

yang berhubungan dengan jalan nafas yang relax/menyempit jika manuver jaw

thrust tidak dilakukan.

Propofol merupakan agen induksi yang paling tepat karena propofol

dapat menekan refleks jalan nafas dan mampu melakukan insersi cLMA tanpa

batuk atau terjadinya gerakan.

Introduksi LMA ke supraglotis dan inflasi the cuff akan menstimulasi

dinding pharing akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan nadi.

Perubahan kardiovaskuler setelah insersi LMA dapat ditumpulkan dengan

menggunakan dosis besar propofol yang berpengaruh pada tonus simpatis jantung.

21

Page 22: Presus Anestesi

Jika propofol tidak tersedia, insersi dapat dilakukan setelah pemberian

induksi thiopental yang ditambahkan agen volatil untuk mendalamkan anestesi

atau dengan penambahan anestesi lokal bersifat topikal ke oropharing. Untuk

memperbaiki insersi mask, sebelum induksi dapat diberikan opioid beronset

cepat ( seperti fentanyl atau alfentanyl ). Jika diperlukan, cLMA dapat di insersi

dibawah anestesi topikal.

Insersi dilakukan dengan posisi seperti akan dilakukan laryngoscopy (

Sniffing Position ) dan akan lebih mudah jika dilakukan jaw thrust oleh

asisten selama dilakukan insersi. Cuff cLMA harus secara penuh di deflasi dan

permukaan posterior diberikan lubrikasi dengan lubrikasi berbasis air sebelum

dilakukan insersi.

Meskipun metode standar meliputi deflasi total cuff, beberapa klinisi

lebih menyukai insersi LMA dengan cuff setengah mengembang. Tehnik

ini akan menurunkan resiko terjadinya nyeri tenggorokan dan perdarahan mukosa

pharing.

Dokter anestesi berdiri dibelakang pasien yang berbaring supine dengan

satu tangan men-stabilisasi kepala dan leher pasien, sementara tangan yang lain

memegang cLMA. Tindakan ini terbaik dilakukan dengan cara menaruh tangan

dibawah occiput pasien dan dilakukan ekstensi ringan pada tulang belakang leher

bagian atas. cLMA dipegang seperti memegang pensil pada perbatasan mask

dan tube. Rute insersi cLMA harus menyerupai rute masuknya makanan.

Selama insersi, cLMA dimajukan ke arah posterior sepanjang palatum durum

kemudian dilanjutkan mengikuti aspek posterior-superior dari jalan nafas. Saat

cLMA ”berhenti” selama insersi, ujungnya telah mencapai cricopharyngeus (

sfingter esofagus bagian atas ) dan harusnya sudah berada pada posisi yang

tepat. Insersi harus dilakukan dengan satu gerakan yang lembut untuk

meyakinkan ”titik akhir” ter-identifikasi.

22

Page 23: Presus Anestesi

Gambar Insersi LMA

Cuff harus di inflasi sebelum dilakukan koneksi dengan sirkuit pernafasan. Lima tes sederhana dapat dilakukan untuk meyakinkan ketepatan posisi cLMA:

1. ”End point” yang jelas dirasakan selama insersi.

2. Posisi cLMA menjadi naik keluar sedikit dari mulut saat cuff di inflasi.

3. Leher bagian depan tampak mengelembung sedikit selama cuff di inflasi.

4. Garis hitam di belakang cLMA tetap digaris tengah.

5. Cuff cLMA tidak tampak dimulut.

Jumlah udara yang direkomendasikan untuk inflasi cuff tergantung

dari pembuat LMA yang bervariasi sesuai dengan ukuran cLMA. Penting untuk

23

Page 24: Presus Anestesi

dicatat bahwa volume yang direkomendasikan adalah volume yang

maksimum.Biasanya tidak lebih dari setengah volume ini yang dibutuhkan.

Volume ini dibutuhkan untuk mencapai sekat bertekanan rendah dengan jalan

nafas. Tekanan didalam cuff tidak boleh melebihi 60 cmH2O. Inflasi yang

berlebihan akan meningkatkan resiko komplikasi pharyngolaryngeal,

termasuk cedera syaraf (glossopharyngeal, hypoglossal, lingual dan laryngeal

recuren ) dan biasanya menyebabkan obstruksi jalan nafas.

Setelah cLMA di insersikan, pergerakan kepala dan leher akan

membuat perbedaan kecil terhadap posisi cLMA dan dapat menyebabkan

perubahan pada tekanan intra cuff dan sekat jalan nafas. N2O jika digunakan

akan berdifusi kedalam cuff cLMA sampai tekanan partial intracuff sama

dengan tekanan campuran gas anestesi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan

tekanan didalam cuff pada 30 menit pertama sejak pemberian N2O. Tekanan cuff

yang berlebihan dapat dihindari dengan mem-palpasi secara intermiten pada pilot

ballon.

Setelah insersi, patensi jalan nafas harus di test dengan cara mem-

bagging dengan lembut. Yang perlu diingat, cuff cLMA menghasilkan sekat

bertekanan rendah sekitar laryng dan tekanan jalan nafas diatas sekat ini akan

menyebabkan kebocoran gas anestesi dari jalan nafas. Dengan lembut,

ventilasi tangan akan menyebabkan naiknya dinding dada tanpa adanya suara

ribut pada jalan nafas atau kebocoran udara yang dapat terdengar. Saturasi

oksigen harus stabil. Jika kantung reservoir tidak terisi ulang kembali seperti

normalnya, ini mengindikasikan adanya kebocoran yang besar atau obstruksi

jalan nafas yang partial, jika kedua hal tadi terjadi maka cLMA harus

dipindahkan dan di insersi ulang.

cLMA harus diamankan dengan pita perekat untuk mencegah

terjadinya migrasi keluar. Saat dihubungkan dengan sirkuit anestesi, yakinkan

24

Page 25: Presus Anestesi

berat sirkuit tadi tidak menarik cLMA yang dapat menyebabkan pergeseran.

Sebelum LMA difiksasi dengan plaster, sangat penting mengecek

dengan capnograf, auskultasi, dan melihat gerakan udara bahwa cuf telah pada

posisi yang tepat dan tidak menimbulkan obstruksi dari kesalahan tempat menurun

pada epiglotis. Karena keterbatasan kemampuan LMA untuk menutupi laring dan

penggunaan elektif alat ini di kontraindikasikan dengan beberapa kondisi

dengan peningkatan resiko aspirasi. Pada pasien tanpa faktor predisposisi, resiko

regurgitasi faring rendah.

4.5. Maintenance ( Pemeliharaan )

Untuk anak kecil dan bayi, nafas spontan lewat cLMA untuk periode

yang lama kemungkinan tidak dianjurkan. cLMA meningkatkan resistensi jalan

nafas dan akses ke jalan nafas untuk membersihkan sekret, tidak sebaik lewat

tube trakea. Untungnya ventilasi kendali pada grup ini sering lebih mudah

sebagaimana anak-anak secara umum mempunyai paru-paru dengan compliance

yang tinggi dan sekat jalan nafas dengan cLMA secara umum sedikit lebih tinggi

pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa.

Selama fase maintenance anestesi, cLMA biasanya menyediakan jalan nafas yang

bebas dan penyesuaian posisi jarang diperlukan. Biasanya pergeseran dapat

terjadi jika anestesi kurang dalam atau pasien bergerak. Kantung reservoir

sirkuit anestesi harus tampak dan di monitoring dengan alarm yang tepat harus

digunakan selama tindakan anestesi untuk meyakinkan kejadian-kejadian ini

terdeteksi. Jika posisi pasien butuh untuk di ubah, akan bijaksana untuk melepas

jalan nafas selama pergerakan. Saat pengembalian posisi telah dilakukan,

sambungkan kembali kea sirkuit anestesi dan periksa ulang jalan nafas.

4.6. Tehnik Extubasi

Pada akhir pembedahan, cLMA tetap pada posisinya sampai pasien

25

Page 26: Presus Anestesi

bangun dan mampu untuk membuka mulut sesuai perintah, dimana reflex proteksi

jalan nafas telah normal pulih kembali. Melakukan penghisapan pada pahryng

secara umum tidak diperlukan dan malah dapat men-stimuli dan meningkatkan

komplikasi jalan nafas seperti laryngospasme. Saat pasien dapat membuka

mulut mereka, cLMA dapat ditarik. Kebanyakan sekresi akan terjadi pada

saat-saat ini dan adanya sekresi tambahan atau darah dapat dihisap saat cLMA

ditarik jika pasien tidak dapat menelan sekret tersebut. Beberapa kajian

menyebutkan tingkat komplikasi akan lebih tinggi jika cLMA ditarik saat sadar,

dan beberapa saat ditarik ”dalam”. Jika cLMA ditarik dalam kondisi masih

”dalam”, perhatikan mengenai obstruksi jalan nafas dan hypoksia. Jika

ditarik dalam keadaan sadar, bersiap untuk batuk dan terjadinya

laryngospasme ( 5 )

4.7. Komplikasi Pemakaian LMA

cLMA tidak menyediakan perlindungan terhadap aspirasi paru

karena regurgitasi isi lambung dan juga tidak bijaksana untuk menggunakan

cLMA pada pasien-pasien yang punya resiko meningkatnya regurgitasi, seperti :

pasien yang tidak puasa, emergensi, pada hernia hiatus simtomatik atau refluks

gastro-esofageal dan pada pasien obese.

Insidensi nyeri tenggorokan dengan menggunakan LMA sekitar 28 %.

Clasic LMA mempunyai insidensi kejadian batuk dan komplikasi jalan

nafas yang lebih kecil dibandingkan dengan ET ( 10). Namun clasic LMA

mempunyai kerugian. LMA jenis ini hanya menyediakan sekat tekanan rendah (

rata-rata 18 – 20 cmH2O ) ( 11,12 ), sehingga jika dilakukan ventilasi

kendali pada paru, akan menimbulkan masalah. Peningkatan tekanan pada

jalan nafas akan berhubungan dengan meningkatnya kebocoran gas dan inflasi

26

Page 27: Presus Anestesi

lambung ( 11 ). Lebih lanjut lagi, clasic LMA tidak memberikan perlindungan

pada kasus regurgitasi isi lambung. Proseal LMA berhubungan dengan

kurangnya stimulasi respirasi dibandingkan ET selama situasi emergensi

pembiusan ( 12,13 )

ProSeal LMA juga mempunyai keuntungan dibandingkan clasic LMA

selama ventilasi kendali ; sekat pada ProSeal LMA meningkat sampai

dengan 50 % dibandingkan clasic LMA sehingga memperbaiki ventilasi

dengan mengurangi kebocoran dari jalan nafas ( 10 ). Sebagai tambahan drain

tube pada ProSeal LMA akan meminimalisir inflasi lambung dan dapat menjadi

rute untuk regurgitasi isi lambung jika hal ini terjadi.

Obat Premedikasi

a. Midazolam

Midazolam merupakan suatu golongan imidazo-benzodiazepindengan

sifat yang sangat mirip dengan golongan benzodiazepine.Merupakan

benzodiapin kerja cepat yang bekerja menekan SSP.Midazolam

berikatan dengan reseptor benzodiazepin yang terdapat diberbagai area

di otak seperti di medulla spinalis, batang otak,serebelum system

limbic serta korteks serebri. Efek induksi terjadisekitar 1,5 menit

setelah pemberian intra vena bila sebelumnyadiberikan premedikasi

obat narkotika dan 2-2,5 menit tanpapremedikasi narkotika

sebelumnya.

Midazolam diindikasikan pada premedikasi sebelum

induksianestesi, basal sedasion sebelum tindakan diagnostic atau

pembedahanyang dilakukan di bawah anestesi local serta induksi dan

pemelharaanselama anestesi.Obat ini dikontra indikasikan pada

27

Page 28: Presus Anestesi

keadaan sensitiveerhadap golongan benzodiazepine, pasien dengan

insufisiensipernafasan, acut narrow-angle claucoma.

Dosis premedikasi sebelum operasi :

Pemberian intramuskular pada penderita yang mengalami

nyerisebelum tindakan bedah, pemberian tunggal atau kombinasi

denganantikolinergik atau analgesik.Dewasa : 0,07- 0,1 mg/ kg BB

secara IM sesuai dengan keadaanumum pasien, lazimnya diberikan

5mg.Dosis usia lanjut dan pasien lemah 0,025 - 0,05 mg/ kg BB

(IM)Untuk basal sedation pada dewasa tidak melebihi 2,5 mg IV 5-

10menit sebelum permulaan operasi, pada orang tua dosis

harusditurunkan 1- 1,5 mg dengan total dosis tidak melebihi 3,5 mg

IV.

Midazolam mempunyai efek samping :

Efek yang berpotensi mengancam jiwa : midazolam

dapatmengakibatkan depresi pernafasan dan kardiovaskular, iritabilitas

padaventrikel dan perubahan pada kontrol baroreflek dari denyut

jantung.Efek yang berat dan ireversibel : selain depresi SSP yang

berhubungandengan dosis, tidak pernah dilaporkan efek samping yang

ireversibelEfek samping simtomatik : agitasi, involuntary movement,

bingung,pandangan kabur, nyeri pada tempat suntikan, tromboflebitis

dantrombosis.Midazolam dapat berinteraksi dengan obat alkohol,

opioid, simetidin, ketamine.

b. Fentanyl

Fentanil adalah merupakan derivat agonis sintetik opioid fenil

piperidin, yang secara struktur berhubungan dengan meperidin, sebagai

anestetik 75 – 125 kali lebih poten dari Morfin.Fentanil merupakan salah

satu preparat golongan analgesik opioid dan termasuk dalam opioid potensi

28

Page 29: Presus Anestesi

tinggi dengan dosis 100-150 mcg/kgBB, termasuk sufentanil (0,25-0,5

mcg/kgBB). Bahkan sekarang ini telah ditemukan remifentanil, suatu

opioid yang poten dan sangat cepat onsetnya, telah digunakan untuk

meminimalkan depresi pernapasan residual.Opioid dosis tinggi yang

deberikan selama operasi dapat menyebabkan kekakuan dinding dada dan

larynx, dengan demikian dapat mengganggu ventilasi secara akut,

sebagaimana meningkatnya kebutuhan opioid potoperasi berhubungan

dengan perkembangan toleransi akut.Maka dari itu, dosis fentanyl dan

sufentanil yang lebih rendah telah digunakan sebagai premedikasi dan

sebagai suatu tambahan baik dalam anestesi inhalasi maupun intravena

untuk memberikan efek analgesi perioperatif.

Sebagai analgesik, potensinya diperkirakan 80 kali morfin.Lamanya

efek depresi nafas fentanil lebih pendek dibanding meperidin.Efek

euphoria dan analgetik fentanil diantagonis oleh antagonis opioid, tetapi

secara tidak bermakna diperpanjang masanya atau diperkuat oleh

droperidol, yaitu suatu neuroleptik yang biasanya digunakan bersama

sebagai anestesi IV.Dosis tinggi fentanil menimbulkan kekakuan yang jelas

pada otot lurik, yang mungkin disebabkan oleh efek opioid pada tranmisi

dopaminergik di striatum.Efek ini di antagonis oleh nalokson.Fentanyl

biasanya digunakan hanya untuk anestesi, meski juga dapat digunakan

sebagai anelgesi pasca operasi.Obat ini tersedia dalam bentuk larutan untuk

suntik dan tersedia pula dalam bentuk kombinasi tetap dengan

droperidol.Fentanyl dan droperidol (suatu butypherone yang berkaitan

dengan haloperidol) diberikan bersama-sama untuk menimbulkan analgesia

dan amnesia dan dikombinasikan dengan nitrogen oksida memberikan

suatu efek yang disebut sebagai neurolepanestesia.

c. Ketorolac

29

Page 30: Presus Anestesi

Ketorolac dapat diberikan secara oral, intramuscular atau

intravena.Tidak dianjurkan untuk intratekal atau epidural. Setelah

suntikan intramuscular atau intravena efek analgesinya dicapai dalam

30 menit, maksimal setelah 1-2 jam dengan lama kerja sekitar 4-6 jam

dan penggunannya dibatasi untuk 5 hari.

Dosis awal 10-30 mg dan dapat diulang setiap 4-6 jam dan

penggunannya sesuai kebutuhan. Untuk pasien normal dosis sehari

dibatasi maksimal 90 mg dan untuk berat < 50kg, manula atau

gangguan faal ginjal dibatasi maksimal 60 mg. sifat analgetik

ketorolac setara dengan opioid, yaitu 30 mg ketorolac = 12 mg morfin

= 100 mg petidin, sedangkan sifat antipiretik dan antiinflamasinya

rendah. Ketorolac dapat digunakan secara bersamaan dengan

opioid.Cara kerja ketorolac adalah menghambat sintesis prostaglandin

di perifir tanpa menggangu reseptor opioid di sistema saraf pusat.

Tidak dianjurkan digunakan untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri

persalinan,wanita sedang menyusui, usia lanjut, anal usia < 4 tahun,

gangguan perdarahan.

d. Ondansetron

Merupakan suatu antagonis 5-HT3 yang sangat efektif

yang mual dan muntah karena sitostatika misalnya cisplatin

dan radiasi. Ondansetron mempercepat pengosongan lambung,

bila kecepatan pengosongan basal rendah. Tetapi waktu transit

saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi konstipasi.

Ondansetron dieliminasi dengan cepat dari tubuh. Metabolisme

obat ini terutama secara hidroksilasi dan konjugasi dengan

glukonida atau sulfat dalam hati.5 Dosis ondansentron yang

biasanya diberikan untuk premedikasi antara 4-8 mg/kgBB.

Dalam suatu penelitian kombinasi antara Granisetron dosis

kecil yang diberikan sesaat sebelum ekstubasi trakhea

30

Page 31: Presus Anestesi

ditambah Dexamethasone yang diberikan saat induksi anestesi

merupakan suatu alternatif dalam mencegah muntah selama 0-

2 jam setelah ekstubasi trakhea daripada ondansetron dan

dexamethasone.

Obat Induksi

Propofol

Pada kasus ini digunakan Propofol.Propofol adalah campuran 1%obat

dalam air dan emulsi yang berisi 10%soya bean oil, 1,2%phosphatide telur

dan 2,25% glyserol. Dosis yang dianjurkan 2- 2,5mg/kgBB untuk induksi

tanpa premedikasi. Dosis induksi 1-2 mg/kgBB/menit.dosis rumatan 0,1

mg/kgBB, durasinya selama 20-45 menit dan dapat meningkat menjadi 2 kali

lipat pada suhu 250 C, kecepatan efek kerjanya 1-2 menit.

Pemberian intravena propofol (2mg/kg) menginduksi anestesi secara

cepat.Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang

disertai plebitis atau trombosis.Anestesi dapat dipertahankandengan infus

propofol yang berkesinambungan dengan opiat, N2Odan/atau anestetik inhalasi

lain.Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapiefek ini

disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan

curah jantung.Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi

trakea.Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke

otak,metabolisme otak dan tekanan intrakranial akan menurun.

Keuntunganpropofol karena bekerja lebih cepat dari tiopental dan konfusi

pascaoperasi yangminimal.

 Efek samping propofol pada sistem pernapasan adanya

depresipernapasan, apnea, brokospasme dan laringospasme. Pada

sistemkardiovaskuler berupa hipotensi, aritmia, takikardia,

31

Page 32: Presus Anestesi

bradikardia,hipertensi. Pada susunan saraf pusat adanya sakit kepala, pusing,

euforia,kebingungan, kejang, mual dan muntah.

Maintenance

a. N2O dan O2

Merupakan gas yang tidak berwarna, berbau manis dan tidak iritatif, tidak

berasa, lebih berat dari udara, tidak mudahterbakar/meledak, dan tidak

bereaksi dengansoda lime absorber  (pengikat CO2). . Mempunyai sifat

anestesi yang kurang kuat, tetapidapat melalui stadium induksi dengan cepat,

karena gas ini tidak larutdalam darah.Gas ini tidak mempunyai sifat

merelaksasi otot, olehkarena itu pada operasi abdomen dan ortopedi perlu

tambahan denganzat relaksasi otot.Terhadap SSP menimbulkan analgesi yang

berarti.Depresi nafas terjadi pada masa pemulihan, hal ini terjadi

karenaNitrous Oksida mendesak oksigen dalam ruangan-ruangan

tubuh.Hipoksia difusi dapat dicegah dengan pemberian oksigen

konsentrasitinggi beberapa menit sebelum anestesi selesai.Penggunaan biasanyadipakai

perbandingan atau kombinasi dengan oksigen. Penggunaandalam anestesi

umumnya dipakai dalam kombinasi N2O : O2adalahsebagai berikut 60% :

40% ; 70% : 30% atau 50% : 50%.

b. Sevofluran

Sevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter.Induksi dan pulih

dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran.Baunya tidak

menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk

induksi anestesi inhalasi disamping halotan.Efek terhadap kardiovaskuler

cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia.Efek terhadap sistem saraf pusat

seperti isofluran dan belum ada laporan toksik terhadap hepar.Setelah

pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan.Walaupun

32

Page 33: Presus Anestesi

dirusak oleh kapur soda (soda lime, baralime), tetapi belum ada laporan

membahayakan terhadap tubuh manusia.

BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis apendisitis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan pemeriksaan

fisik melalui palpasi ditemukan adanya nyeri pada perut bagian kanan bawah, nyeri

semakin hebat jika pasien beraktivitas serta di tunjang oleh pemeriksaan

apendikogram.

Status fisik pada pasien ini dimasukkan ke dalam ASA I (pasien dengan

kelainan sistemik ringan yang tidak berhubungan dengan pembedahan, dan pasien

masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari). Teknik general anestesi inhalasi pada

pasien ini dilakukan atas pertimbangan lama waktu operasi yang relatif lama, yaitu

sekitar 1 jam.

Pada pasien ini diberikan premedikasi berupa midazolam 2,5 mg (0,05-0,1

mg/kgBB) intravena. Selanjutnya dilakukan tindakan preoksigenasi dengan Oksigen

masker 4 liter/menit. Induksi anestesia dilakukan dengan pemberian propofol 100 mg

(2 – 2,5 mg/kgBB) (intravena), yang segera setelah itu dilakukan pemasangan LMA

no.3. Untuk maintenance selama operasi berlangsung diberikan N2O 50%, O2 50%,

dan Sevoflurane 2 vol % dengan cara inhalasi dengan mesin anestesia. Selama

operasi berlangsung, dilakukan monitoring perioperasi untuk membantu ahli anestesi

mendapatkan informasi fungsi organ vital selama perioperasi, supaya dapat bekerja

dengan aman. Monitoring secara elektronik membantu ahli anestesi mengadakan

observasi pasien lebih efisien secara terus menerus. Selama operasi berlangsung juga

tetap diberikan cairan intravena RL. Setelah operasi selesai, dilakukan tindakan

suction dan reoksigenasi dengan Oksigen 2-3 liter/menit.

33

Page 34: Presus Anestesi

Pasien dipindah ke ruang pemulihan dan dilakukan observasi sesuai skor

Aldrete. Bila pasien tenang dan Aldrete Score ≥ 7 dan tanpa nilai 0, pasien dapat

dipindahkan ke bangsal. Pada kasus ini Aldrete Score pada 5 menit kedua yaitu

kesadaran 1 (merespon bila nama dipanggil), aktivitas motorik 2 (dua ekstremitas

dapat digerakkan), pernapasan 2 (bernapas tanpa hambatan), sirkulasi 2 (tekanan

darah dalam kisaran <20% sebelum operasi), dan warna kulit 2 (merah muda). Jadi

Aldrete Score pada pasien ini adalah 9 sehingga layak untuk pindah ke bangsal.

34

Page 35: Presus Anestesi

BAB IV

KESIMPULAN

Seorang perempuan 43 tahun dengan apendisitis akut direncanakan operasi

apendiktomi dengan general anestesi inhalasi dengan pemasangan LMA no 3 nafas

spontan assist, dan pemeriksaan status preoperatif pasien ASA I.

35