presus

Upload: rizalfadli

Post on 18-Oct-2015

14 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

presus

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Status PasienA. Identitas PasienNo. RM: 352 557Nama: Tn. SUmur : 36 tahunJenis kelamin: Laki-lakiPekerjaan: Mencari rumput, bekerja di sawah, gembala kambingAlamat: Temon

B. AnamnesisKU :Pasien merasa bingung dan takut.

RPS: Pasien merasa keluhan bingung adalah efek dari overdosis obat Pasien juga merasakan suram dan mimpi buruk yang menyebabkan pasien terbangun jika setelah meminum obat Pasien merasa demam dan sakit tenggorokan dikarenakan ada masalah Pasien merasa tetap harus terbangun dini hari untuk shalat dan walaupun pasien merasa lelah, pasien merasa harus tetap bekerja, tidak bisa tidakRPD:a. Psikiatri Pasien pernah mondok 3 kali di RSJ Grhasia dan 2 kali di RSJ Magelang Penyebab pasien dimondokkan karena pasien seing mengamuk Riwayat mondok pada tahun 2005 di RSJ Grhasia, dengan diagnosis F.20.0, diberikan terapi haloperidol 5 mg 2 dd , CPZ 100 mg 1 dd , THP 2 dd 1 Saat SMP, pasien bercerita bahwa pernah stress dan tidak masuk sekolah selama 1 tahun karena ada teman perempuan (pacar temannya) yang menyukai dan sering memperhatikan pasien. Pasien tidak mau dengan perempuan tersebut karena pasien merasa dirinya hanya orang miskin, tidak punya apa-apa dan ibu seorang janda Pasien merasa birahinya sulit dikontrolb. Medis Umum: Ibu pasien mengatakan bahwa saat pasien berusia sekitar 1,5 tahun, pernah terjatuh dari tempat tidur, kemudian pasien demam dan berobat ke mantri. Pasien tidak pernah mengalami kejangc. Pengobatan NAPZA: Pasien tidak pernah mengkonsumsi NAPZA

RPK: Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama.

Riwayat social dan lingkungan: Pasien adalah anak ke 5 dari 6 bersaudara Pasien rajin beribadah Beliau lulusan STM dan pernah bekerja masing-masing satu tahun di Karawang dan Semarang Pasien sulit akur dengan kakaknya karena masalah warisan Pasien juga pernah mengatakan bahwa dia pernah berhubungan suami istri dengan adiknya yang perempuan karena dipengaruhi kakaknya Pasien cerita pernah belajar ilmu bela diri yang mengharuskan dia di-baiat Pasien juga pernah masuk pesantren Menurut keterangan dari Ibu pasien, pasien itu pemalu dan cuek terhadap perempuan Pasien tidak mau dimarahi, saat dimarahai oleh orang lain, maka pasien akan ngambek dengan cara diam atau memukul kaca Semenjak kecil pasien suka bermain, tapi setelah SMP pasien tidak mau lagi dan hilang kepercayaan diri

C. Pemeriksaan Fisik dan Neurologis:KU: baik, compos mentisVS: TD 110/80 mmHg

D. Pemeriksaan Status Mental1. Deskripsi Umum :a. Penampilan: Baik, terawatb. Perilaku dan aktifitas motoric: Baikc. Sikap terhadap pemeriksa: Kooperatif2. Kesadaran :Compos mentis3. Mood dan Afek :a. Mood : disforik dan depresi b. Afek : Appropriate4. Pemebicaraan :Logorrhea (pasien sering menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pemeriksa dengan jawaban yang panjang)5. Persepsi :Halusinasi perintah (pasien sering merasa harus tetap bekerja walaupun pasien dalam keadaan lelah)6. Pikiran :a. Bentuk pikir :Tangensialitas (pasien terkadang dalam menjawab tidak sesuai dengan yang ditanyakan)Sirkumstansialitas (pasien terkadang bisa menjawab pertanyaan, tapi jawabannya muter-muter dulu dan bercerita tentang hal yang tidak ditanyakan)Asosiasi longgar (pasien sering saat ditanya tentang suatu hal, misalnya kenapa dia strres, pasien akan menjawab dari penyebab dia stress sampai pikiran bahwa dirinya memiliki ilmu yang tinggi)b. Isi pikir :Waham kemiskinan (pasien merasa dirinya hanyalah orang miskin yang memiliki kehidupan yang sulit)Waham paranoid (pasien merasa dia tidak bisa mencegah dirinya untuk selalu bekerja walaupun dia lelah dan dia beranggapan bahwa dia memiliki ilmu yang tinggi)Waham kejar (pasien merasa dirinya sering mendapat gangguan setan karena pasien telah memiliki ilmu yang tinggi)Waham kebesaran (pasien merasa dirinya adalah orang yang memiliki ilmu yang tinggi dan sulit orang lain untuk memiliki ilmu seperti dia)Waham kendali pikir (pasien merasa dia harus melakukan hal-hal disaat dia sedang lelah, misalnya bekerja, dan itu harus dilakukan, tidak bisa tidak)c. Progresi Pikir :PsikosisMagis (pasien mengatakan dia pernah akan diambil nyawanya, tetapi dia bilang kepada Tuhan untuk tidak mengambil nyawanya, kemudia pasien juga merasa dia tidak akan menjadi tua)7. Orientasi (waktu, tempat, orang, situasi) :Baik8. Daya ingat :Baik9. KonsentrasiBaik10. Insight :Terganggu (pasein sulit menyadari bahwa yang pikirkan pasien tidak sesuai dengan kenyataan)

E. Diagnosis banding:Skizofrenia paranoid (F.20.0)Skizofrenia tak terinci (F.20.3)Gangguan waham menetap (F.22.0)

F. Diagnosis kerja:Skizofrenia paranoid (F.20.0)

G. Terapi:R/ Risperidone2 mgtabNo. XVS 2 dd tab 1 (p.c.)R/Trihexylphenydil2 mgtabNo. XVS 2 dd tab 1 (p.c.)R/Chlorpromazine100 mg tabNo. VIIS 1 dd tab 1/2

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. SkizofreniaSkizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizeinyang berarti terpisahatau pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi , serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :1. Isi Pikira. Thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kulitasnya berbeda; ataub. Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asingdari luar masuk kedalam pikirannya (insertion)atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar (withdrawal); danc. Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;

2. Wahama. Delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dati luar; ataub. Delusion of influence: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atauc. Delusion of passivity: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadapsuatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya: secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan khusus);d. Delusional perception: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;3. Halusinasi auditorik :a. Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, ataub. Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atauc. Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.4. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain). Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :1. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai ole hide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulanbulan terus menerus;2. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;3. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;4. Gejala-gejala negative seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, danrespons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja social; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.Skizofrenia terbagi menjadi skizofrenia paranoid (F.20.0), skizofrenia herbefrenik (F.20.1), skizofrenia katatonik (F.20.2), skizofrenia tak terinci (F.20.3), depresi pasca skizofrenia (F.20.4), skizofrenia residual (F.20.5), skizofrenia simpleks (F.20.6), skizofrenia lainnya (F.20.8), skizofrenia YTT (F.20.9).

1. Skizofrenia Paranoid (F.20.0) Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia Sebagai tambahan :Halusinasi dan/atau waham harus menonjol :a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol.

2. Skizofrenia Tak Terinci (F.20.3) Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

B. Gangguan Waham Menetap (F.22) Kelompok ini meliputi serangkaian gangguan dengan waham-waham yang berlangsung lama, sebagai satu-satunya gejala klinis yang khas atau paling sering mencolok dan tidak dapat digolongkan sebagai gangguan mental organic, skizofrenik, atau gangguan afektif. Pentingnya factor genetic, ciri-ciri kepribadian dan situasi kehidupan dalam pembentukan gangguan kelompok ini tidak pasti dan mungkin bervariasiPedoman diagnostic: Waham-waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis atau gejala yang paling mencolok. Waham-waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai suatu system waham) harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya, dan harus bersifat khas pribadi (personal) dan bukan budaya setempat. Gejala-gejala depresif atau bahkan suau episode depresif yang lengkap / full-blown (F.32.-) mungkin terjadi secara intermitten, dengan syarat bahwa waham-waham tersebut menetap pada saat-saat tidak terdapat gangguan afektif itu. Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak Tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang-kadang saja dan bersifat sementara Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siar piker, penumpukan afek, dsb).

C. Terapia. Risperidone dan chlorpromazineRisperidone adalah obat anti-psikotik atipikal yang termasuk golongan benzisoxazole. Sedangkan chlorpromazine adalah obat anti-spikotik tipikal yang termasuk golongan phenothiazine dengan rantai alphatic.Antipsikotik generasi kedua (APG II) sering disebut sebagai Serotonin dopamin Antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui interaksi antara serotonin dan dopamine pada keempat jalur dopamine di otak. Hal ini yang menyebabkan efek samping extrapyramidal system lebih rendah dan sangat efektif untuk mengatasi gejala negative.Perbedaan antara APG I dengan APG II adalah APG I hanya memblok reseptor D2, sedangkan APG II memblok secara bersamaan reseptor serotonin (5HT2A) dan reseptor dopamine (D2). APG II bekerja secara simultan pada keempat jalur dopamine yaitu : Mesolimbik : APG II menyebabkan antagonis 5HT2A gagal untuk mengalahkan antagonis D2 di jalur ini sehingga blockade reseptor D2 menang. Hal ini yang menyebabkan APG II dapat memperbaiki simptom positif skizofrenia. Pada keadaan normal serotonin akan menghambat pelepasan dopamine. Mesokortikal : APG II lebih banyak berpengaruh dalam memblok reseptor 5HT2A dengan demikian meningkatkan pelepasan dopamine dan dopamine yang dilepas menang daripada yang dihambat. Hal ini menyebabkan berkurangnya gejala negatif. Nigrostriatal : pelepasan dopamine melebihi dari blokade reseptor dopamine sehingga mengurangi extrapyramidal symptom. Tuberoinfundibular : pemberian APG II dalam dosis terapi akan menghambat reseptor 5HT2A menyebabkan pelepasan dopamine meningkat sehingga pelepasan prolaktin menurun sehingga tidak terjadi hiperprolaktinemia. APG II tidak hanya bekerja pada antagonis reseptor 5HT2A dan D2, tetapi juga beberapa subtipe antara lain reseptor 5HT1A, 5HT1D, 5HT2c, 5HT3, 5HT6, 5HT7 dan D1, D3, D4 juga antimuskarinik (M1), antihistamin (AH1), 1, dan 2. Hal ini mengakibatkan APG II juga dapat memperbaiki mood dan menurunkan suicide, tidak hanya pada skizofrenia tetapi juga pada bipolar I dan II.

b. Pemilihan obatPada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping). Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen. Misalnya pada contoh sebagai berikut : Chlorpromazine dan Thioridazine yang efek samping sedatif kuat terutama digunakan terhadap Sindrom Psikosis dengan gejala dominan: gaduh gelisah, hiperaktif, sulit tidur, kekacauan pikiran, perasaan dan perilaku, dll. sedangkan Trifluoperazine, Fluphenazine, dan Haloperidol yang efek samping sedatif lemah digunakan terhadap Sindrom Psikosis dengan gejala dominan; apatis, menarik diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan inisiatif, hipoaktif, waham, halusinasi, dll. Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu sama. Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.Neuroleptika dengan dosis terapeutik tinggi seperti chlorpromazine, thioridazine, perazine) lebih baik digunakan untuk : Hiperaktivitas motorik, kegelisahan, kegaduhan, agitasi (agresif). Neuroleptika dengan dosis terapeutik rendah seperti flufenazin, trifluoperazin, perfenazin, haloperidol, pimozid lebih manjur untuk : Skizofrenia seperti autisme, gangguan proses pikir, gangguan afek dan emosi. Antipsikotik spektrum luas; untuk psikotik akut termasuk : Levomepromazine, Klorprotixen, Tioridazin, Klorpromazin. Antipsikotik jangka panjang digunakan untuk psikotik kronik termasuk : Haloperidol, Trifluoperazin, Flufenazin.

c. Pengaturan dosisDalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan : Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu. Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam. Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x perhari). Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien.

Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai dosis efektif (mulai timbul peredaran sindrom psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan timbul bila perlu dinaikkan dosis optimal diturunkan setiap 2 minggu dosis maintenance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu stop.

BAB IIIPEMBAHASANPada kasus ini pasien mengeluh bingung dan takut. Pasien merasa keluhan bingung adalah efek dari overdosis obat, pasien juga merasakan suram dan mimpi buruk yang menyebabkan pasien terbangun jika setelah meminum obat, dan pasien merasa demam dan sakit tenggorokan dikarenakan ada masalah.Sebelumnya pasien sudah pernah dimondokkan 5 kali di RSJ dikarenakan pasien marah-marah dan mengamuk serta salah satunya (tahun 2005) didiagnosis F.20.0. Dari pemeriksaan status mental, pasien mempunyai mood yang disforik dan depresif, pembicaraan logorrhea, gangguan persepsi berupa halusinasi perintah, bentuk pikir tangensialitas, sirkumstansialitas dan asosiasi longgar, dengan isi pikir berupa waham kemiskinan, waham paranoid, waham kejar, waham kebesaran, dan waham kendali pikir. Pasien pun memiliki progress pikir psikosis dan magis, serta insight yang terganggu.Adanya riwayat skizofrenia, maka diagnosis untuk gangguan waham menetap dapat disingkirkan, walaupun terdapat berbagai macam gejala waham pada pasien ini.Halusinasi perintah, halusinasi yang bersifat seksual, dan waham kendali yang dialami pasien, lebih mengarahkan diagnosis pasien ke skizofrenia paranoid daripada skizofrenia tak terinci.Terapi yang diberikan untuk pasien adalah risperidone dengan alasan risperidone (golongan atipikal) memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan dengan obat golongan tipikal seperti haloperidol atau pun chlorpromazine.Chlorpromazine diberikan pada pasien ini dengan tujuan untuk mendapatkan efek sekunder yaitu efek sedative, dikarenakan chlorpromazine memiliki efek sedative yang kuat.Penggunaan trihexylphenydil bertujuan untuk mencegah terjadinya EPS pada pasien dikarenakan efek dari pengobatan dan penghambatan dopamine.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Dharmady. 2003. Psikopatologi: Dasar di Dalam Memahami Tanda dan Gejala dari Suatu Gangguan Jiwa Edisi Pertama. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa dan Perilaku Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya.Maslim, Rusdi. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.Maslim Rusdi. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.Sadock, Benjamin James, et al. 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.