presentasi kasus dm sementara

45
PRESENTASI KASUS DIABETES MELITUS Pembimbing: dr. Ma’mun, Sp. PD Disusun oleh: Tessa Septian A. G1A212114 Saidatun Nisa G1A212116 Saddam Husein G1A212138 SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO

Upload: cheeca1

Post on 28-Dec-2015

41 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Presentasi Kasus Dm Sementara

PRESENTASI KASUS

DIABETES MELITUS

Pembimbing:

dr. Ma’mun, Sp. PD

Disusun oleh:

Tessa Septian A. G1A212114

Saidatun Nisa G1A212116

Saddam Husein G1A212138

SMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD PROF. MARGONO SOEKARJO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2013

Page 2: Presentasi Kasus Dm Sementara

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS KECIL

Diabetes Melitus

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti program profesi dokter

di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Disusun Oleh :

Tessa Septian A. G1A212114

Saidatun Nisa G1A212116

Saddam Husein G1A212138

Pada tanggal, Oktober 2013

Mengetahui

Pembimbing,

dr. Ma’mun , Sp. PD

Page 3: Presentasi Kasus Dm Sementara

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindroma klinis kelainan metabolik,

ditandai oleh adanya hiperglikemik yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,

defek kerja insulin atau keduanya.

World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global

diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366

juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di

dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika

Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan

diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan

berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia

menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita

melakukan pemeriksaan secara teratur.

Peningkatan insidensi diabetes melitus di Indonesia tentu akan diikuti oleh

meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus.

Berbagai penelitian prospektif menunjukkan meningkatnya penyakit akibat

penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati

maupun makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan juga

pembuluh darah tungkai bawah..

Page 4: Presentasi Kasus Dm Sementara

BAB II

STATUS PENDERITA

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny.I

Umur : 45 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Ledug, Kembaran

Pekerjaan : Tidak bekerja

Agama : Islam

Tgl. Masuk RS : 15 September 2013

Tgl Periksa : 19 September 2013

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis dan alloanamnesis)

1. Riwayat Penyakit Sekarang

a. Keluhan utama : Luka di tungkai kaki kiri

b. Onset : 1 bulan sebelum masuk rumah sakit

c. Kuantitas : Terus menerus sepanjang hari, tidak membaik

d. Kualitas : Luka mengeluarkan cairan kemerahan bercampur

nanah, berair serta berbau.

e. Faktor memperingan : -

f. Faktor memperberat : -

g. Progresivitas : Luka semakin hari semakin membusuk, bernanah,

dan mengeluarkan bau.

h. Keluhan penyerta : Demam, kedua kaki dan tangan kesemutan.

Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan luka di tungkai

kaki kiri sejak 1bulan sebelum masuk rumah sakit. Luka dirasakan

terus menerus sepanjang hari, tidak membaik, dan semakin hari makin

membusuk dan menimbulkan bau. Awalnya timbul seperti mata ikan

di telapak kaki sebesar kelereng, lalu semakin lama semakin besar

sampai sebesar bola tenis dan 3 minggu sebelum masuk rumah sakit

luka pecah dan mengeluarkan cairan kemerahan bercampur nanah.

Page 5: Presentasi Kasus Dm Sementara

Luka tersebut berair serta berbau. Selain luka pada tungkai kaki kiri,

Pasien juga mengeluhkan demam sejak 1 minggu sebelum masuk

rumah sakit. Demam tidak tinggi, terus menerus, dan tidak menggigil.

Kedua tangan dan kaki kesemutan sering dialami pasien, namun

dirasakan semakin meningkat.

Pasien terdiagnosa diabetes melitus tipe 2 sejak tahun 2008.

Pasien menjalani pengobatan di RS Margono Soekarjo, namun jarang

kontrol.

2. Riwayat Penyakit Dahulu

a. Riwayat keluhan yang sama : disangkal

b. Riwayat hipertensi : disangkal

c. Riwayat DM : ada

d. Riwayat penyakit jantung : disangkal

e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal

f. Riwayat alergi ` : disangkal

3. Riwayat Penyakit Keluarga

a. Riwayat keluhan yang sama : disangkal

b. Riwayat hipertensi : ada

c. Riwayat DM : ada

d. Riwayat penyakit jantung : disangkal

e. Riwayat penyakit ginjal : disangkal

f. Riwayat alergi ` : disangkal

4. Riwayat Sosial Ekonomi

a. Occupational

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga dan tidak bekerja, Kegiatan

sehari-hari pasien adalah mengerjakan pekerjaan rumah.

b. Diet

Pasien makan 3 kali sehari dengan jumlah yang banyak, komposisi

sayur lauk cukup. Pasien gemar makan dan minuman yang manis.

Page 6: Presentasi Kasus Dm Sementara

c. Drug

Pasien awalnya rutin mengkonsumsi obat dari dokter, namun 2 tahun

terakhir jarang kontrol.

d. Habit

Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis, GCS E4M6V5

Vital Sign : T : 110/70 mmhg

R : 24 x/menit

N : 76x/menit

S : 36,5 O C

Tinggi Badan : 160 cm

Berat Badan : 60 kg

Status Generalis

1

.

Pemeriksaan Kepala

- Bentuk Kepala : Mesochepal, simetris, venektasi temporal (-)

- Rambut : Warna hitam, tidak mudah rontok, tidak

mudah dicabut, distribusi merata

2

.

Pemeriksaan Mata

- Palpebra : Edema (-/-), ptosis (-/-)

- Konjunctiva : Anemis (-/-)

- Sklera : Ikterik (-/-)

- Pupil : Reflek cahaya (+/+), isokor Ø 3 mm

3

.

Pemeriksaan Telinga : Otore (-/-), deformitas (-/-), nyeri tekan (-/-)

4

.

Pemeriksaan Hidung : Nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-/-),

rinore (-/-)

Page 7: Presentasi Kasus Dm Sementara

5

.

Pemeriksaan Mulut : Bibir sianosis (-), tepi hiperemis (-), bibir

kering (-), lidah kotor (-), tremor (-),ikterik (-)

6

.

Pemeriksaan Leher

- Trakea : Deviasi trakea (-)

- Kelenjar Tiroid : Tidak membesar

- Kelenjar

lymphonodi

: Tidak membesar, nyeri (-)

- JVP : Tidak meningkat (5±2 mmHg)

7

.

Pemeriksaan Dada

Paru-paru

Kanan Kiri

Depan Belakang Depan Belakang

Inspeksi : Inspeksi : Inspeksi : Inspeksi :

- Simetris - Simetris - Simetris - Simetris

- Ketinggalan gerak (-)

- Ketinggalan gerak (-)

- Retraksi interkostal (-)

- Retraksi interkostal (-)

Palpasi Palpasi Palpasi Palpasi

VF ka = ki VF ka = ki VF ki = ka VF ki = ka

Perkusi Perkusi Perkusi Perkusi

- Apeks : Sonor

- Apeks : Sonor - Apeks : sonor - Apeks : sonor

- Medial

: Sonor

- Medial : Sonor - Medial : sonor - Medial : sonor

- Basal : Sonor

- Basal : Sonor - Basal : sonor - Basal : sonor

Auskultasi Auskultasi Auskultasi Auskultasi

- SD Vesikuler - SD vesikuler - SD vesikuler - SD vesikuler

- Rbh-/-, Rbk-/-, Wh -/-

Rbh-/-, Rbk -/-, Wh -/-

Rbh-/-, Rbk -/-, Wh -/-

Rbh-/-, Rbk -/-, Wh -/-

Page 8: Presentasi Kasus Dm Sementara

A1>A2 P1<P2

T1>T2 M1>M2

8

.

Pemeriksaan Abdomen

- Inspeksi : Cembung, caput medusa (+)

- Auskultasi : Bising usus (+) normal

- Perkusi : Pekak sisi (+), pekak alih (+)

- Palpasi : Undulasi (+), nyeri tekan epigastrik (+), hepar tidak

teraba, lien tidak teraba besar

9 Pemeriksaan Ekstremitas

- Superior : Akral dingin (-), sianosis (-), oedem (-), reflek

fisiologis(+), reflek patologis (-)

- Inferior : Akral dingin (-), sianosis (-), oedem (-), reflek

fisiologis(+), reflek patologis (-)

10. Pemeriksaan Limphonodi : Tidak teraba

11. Pemeriksaan turgor kulit : < 1 detik

12. Pemeriksaan Akral : Hangat

Jantung

- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak di SIC V 2 jari medial

LMCS, P.Parasternal(-), P.Epigastrium(-)

- Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC V 2 jari medial

LMCS, kuat angkat (-)

- Perkusi : Batas jantung

Kanan atas SIC II LPSD

Kanan bawah SIC IV LPSD

Kiri atas SIC II LPSS

Kiri bawah SIC V 2 jari Lateral LMCS

- Auskultasi : S1 > S2 reguler, Gallop(-), Murmur (-)

Page 9: Presentasi Kasus Dm Sementara

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 13 Mei 2013

- Hemoglobin : 10,7 L

Lekosit : 3740 L

- Hematokrit : 32 L

- Eritrosit : 4 L

- Trombosit : 256.000 N

- MCV : 80 N

- MCH : 22,1 N

- MCHC : 33,9 N

Hitung Jenis

- Eosinofil : 3,5 N

- Batang : 0.00 L

- Segmen : 54,8 N

- Limfosit : 25,9 N

Kimia Klinik

- Globulin

Total protein duplo : 9,92

- Albumin : 2,02

- Globulin :7,90

- SGOT : 35

- SGPT : 18

- Ureum darah : 23,5

- Kreatinin darah : 0,82

- Glukosa sewaktu : 87

V. DIAGNOSIS KERJA

Sirosis Hepatis (Child Pugh C)

VI. PEMERIKSAAN USULAN

Page 10: Presentasi Kasus Dm Sementara

a. Lab. Darah lengkap

b. Elektrolit serum

c. Liver function test (ALT, AST, GGT, bilirubin)

d. PT dan APTT

VII.TERAPI

a. Non farmakologi

- Diet TKTP lunak

- Ekstra putih telur

- Pro Puncti ascites

b. Farmakologi

- IVFD RL + Aminofusin Hepar 1:1 20 tpm

- Inj. Antrain 3x1 amp

- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam

VIII. PROGNOSIS

a. Ad vitam : dubia ad malam

b. Ad functionam : ad malam

c. Ad sanationam : ad malam

Page 11: Presentasi Kasus Dm Sementara

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus

sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat

dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan

gangguan fungsi insulin. 4

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association

(ADA), 2005, yaitu1 :

1. Diabetes Melitus Tipe 1

DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi akibat

kerusakan dari sel beta pankreas. Gejala yang menonjol adalah sering

kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar

penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi

pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.

2. Diabetes Melitus Tipe 2

DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar

insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi insulin

Page 12: Presentasi Kasus Dm Sementara

untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya glukosa dalam

darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan 75% dari penderita DM

type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan biasanya diketahui DM

setelah usia 30 tahun.

3. Diabetes Melitus Tipe lain

a. Defek genetik pada fungsi sel beta

b. Defek genetik pada kerja insulin

c. Penyakit eksokrin pankreas

d. Endokrinopati

e. Diinduksi obat atau zat kimia

f. Infeksi

g. Imunologi

4. DM Gestasional

A

KLASIFIKASI DIABETES MELITUS PERKENI 1998

DM TIPE 1:

Defisiensi

insulin absolut

akibat destuksi

sel beta,

karena:

1.autoimun

2. idiopatik

DM TIPE 2 :

Defisiensi insulin

relatif :

1, defek sekresi

insulin lebih

dominan daripada

resistensi insulin.

2. resistensi insulin

lebih dominan

daripada defek

sekresi insulin.

DM TIPE LAIN :

1. Defek genetik fungsi sel beta :

Maturity onset diabetes of the young

Mutasi mitokondria DNA 3243 dan lain-lain

2. Penyakit eksokrin pankreas :Pankreatitis

Pankreatektomy

3.Endokrinopati : akromegali, cushing,

hipertiroidisme

4.akibat obat : glukokortikoid, hipertiroidisme

5.Akibat virus: CMV, Rubella

6.Imunologi: antibodi anti insulin

7. Sindrom genetik lain: sdr. Down, Klinefelter

DM

GESTASIONAL

Page 13: Presentasi Kasus Dm Sementara

2.3 Prevalensi

World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global

diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi

366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di

dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika

Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan

diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan

berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia

menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita

melakukan pemeriksaan secara teratur.2

2.4 Patogenesis

2.4.1 Diabetes mellitus tipe 1

Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian besar sel

pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun,

meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar sementara urutan patogenetiknya

adalah: pertama, harus ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua,

keadaan lingkungan seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme

pemicu, tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat. Tahap ketiga adalah insulitis,

sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag dan limfosit T

teraktivasi. Tahap keempat adalah perubahan sel beta sehingga dikenal sebagai sel

Page 14: Presentasi Kasus Dm Sementara

asing. Tahap kelima adalah perkembangan respon imun. Karena sel pulau

sekarang dianggap sebagai sel asing, terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja

sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta

dan penampakan diabetes.5

2.4.2 Diabetes Melitus Tipe 2

Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi insulin

abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran (target).

Abnormalitas yang utama tidak diketahui. Secara deskriptif, tiga fase dapat

dikenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama, glukosa plasma tetap normal

walaupun terlihat resistensi insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase

kedua, resistensi insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi

insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia setelah

makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi sekresi insulin

menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan diabetes yang nyata.5

2.5 Manifestasi Klinik

Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan

mengeluhkan apa yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan,

Polidipsi dengan poliuri, juga keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan,

rasa baal dan gatal di kulit 1.

Kriteria diagnostik :

Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu ≥200 mg/dl. Gula darah

sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa

memerhatikan waktu makan terakhir, atau

Page 15: Presentasi Kasus Dm Sementara

Kadar Gula Darah Puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat

kalori tambahan sedikit nya 8 jam, atau

Kadar gula darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan

standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram

glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.8

Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal

2x.3

Dengan cara pelaksanaan TTGO berdasarkan WHO ’94

Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari

(dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti

biasa.

Berpuasa paling sediikt 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,

minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

Diperiksa kadar glukosa darah puasa

Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 g/kg BB (anak-anak) ,

dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam 5 menit.

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam

setelah minum larutan glukosa selesai

Diperiksa kadar gula darah 2 jam setelah beban glukosa

Selama proses pemeriksaan tidak boleh merokok dan tetap istirahat

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka

dapat digolongkan ke dalamkelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau

GDPT (glukosa darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh

Page 16: Presentasi Kasus Dm Sementara

TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl

GDPT : glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl

2.6 Komplikasi

a. Penyulit akut

1. Ketoasidosis diabetik

KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau

relatif dan penningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin,

kortisol dan hormon pertumbuhan). Keadaan tersebut menyebabkan

produksi glukosa hati meningkat dan penggunaan glukosa oleh sel tubuh

menurun dengan hasil akhir hiperglikemia. Berkurangnya insulin

mengakibatkan aktivitas kreb cycle menurun, asetil Ko-A dan Ko-A bebas

akan meningkat dan asetoasetil asid yang tidak dapat diteruskan dalam

kreb cycle tersebut juga meningkat. Bahan-bahan energi dari lemak yang

kemudian di oksidasi untuk menjadi sumber energi akibat sinyaling sel

yang kekurangan glukosa akan mengakibatkan end produk berupa benda

keton yang bersifat asam. Disamping itu glukoneogenesis dari protein

dengan asam amino yang mempunyai ketogenic effect menambah beratnya

KAD. Kriteria diagnosis KAD adalah GDS > 250 mg/dl, pH <7,35, HCO3

rendah, anion gap tinggi dan keton serum (+). Biasanya didahului gejala

berupa anorexia, nausea, muntah, sakit perut, sakit dada dan menjadi tanda

khas adalah pernapasan kussmaul dan berbau aseton.

2. Koma Hiperosmolar Non Ketotik

Page 17: Presentasi Kasus Dm Sementara

Ditandai dengan penurunan kesadaran dengan gula darah lebih besar dari

600 mg% tanpa ketosis yang berartidan osmolaritas plasma melebihi 350

mosm. Keadaan ini jarang mengenai anak-anak, usia muda atau diabetes

tipe non insulin dependen karena pada keadaan ini pasien akan jatuh

kedalam kondisi KAD, sedang pada DM tipe 2 dimana kadar insulin darah

nya masih cukup untuk mencegah lipolisis tetapi tidak dapat mencegah

keadaan hiperglikemia sehingga tidak timbul hiperketonemia

3. Hipoglikemia

Ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg% tanpa gejala

klinis atau GDS < 80 mg% dengan gejala klinis. Dimulai dari stadium

parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun. Stadium gangguan otak

ringan : lemah lesu, sulit bicara gangguan kognitif sementara. Stadium

simpatik, gejala adrenergik yaitukeringat dingin pada muka, bibir dan

gemetar dada berdebar-debar. Stadium gangguan otak berat, gejala

neuroglikopenik : pusing, gelisah, penurunan kesadaran dengan atau tanpa

kejang.

b. Penyulit menahun

1. Mikroangiopati

Terjadi pada kapiler arteriol karena disfungsi endotel dan trombosis

• Retinopati Diabetik

retinopati diabetik nonproliferatif, karena hiperpermeabilitas dan

inkompetens vasa. Kapiler membentuk kantung-kantung kecil menonjol

Page 18: Presentasi Kasus Dm Sementara

seperti titik-titik mikroaneurisma dan vena retina mengalami dilatasi dan

berkelok-kelok. Bahayanya dapat terjadi perdarahan disetiap lapisan

retina. Rusaknya sawar retina darah bagian dalam pada endotel retina

menyebabkan kebocoran cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan

sekitarnya menyebabkan edema yang membuat gangguan pandang. Pada

retinopati diabetik prolferatif terjadi iskemia retina yang progresif yang

merangsang neovaskularisasi yang menyebabkan kebocoran protein-

protein serum dalam jumlah besar. Neovaskularisasi yang rapuh ini

berproliferasi ke bagian dalam korpus vitreum yang bila tekanan meninggi

saat berkontraksi maka bisa terjadi perdarahan masif yang berakibat

penurunan penglihatan mendadak. Dianjurkan penyandang diabetes

memeriksakan matanya 3 tahun sekali sebelum timbulnya gejala dan setiap

tahun bila sudah mulai ada kerusakan mikro untuk mencegah kebutaan.

Faktor utama adalah gula darah yang terkontrol memperlambat

progresivitas kerusakan retina.

• Nefropati Diabetik

Ditandai dengan albuminura menetap > 300 mg/24 jam atau > 200

ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan. Berlanjut

menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada

tingkat glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced

glication product yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan

kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai

vasadilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi

terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah

Page 19: Presentasi Kasus Dm Sementara

menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang

menjadi chronic kidney disease.9

• Neuropati diabetik

Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa

hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan

amputasi. Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar

sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diangnosis DM

ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi

adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana,

dengan monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya setiap tahun.6

2. Makroangiopati

• Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak

Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan

terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayata

keluarga PJK atau DM

• Pembuluh darah tepi

Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya

terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering anpa

gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.9

2.7 Penatalaksanaan

Page 20: Presentasi Kasus Dm Sementara

Tujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas

hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol

sehingga sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus

dimulai dari :

1. Edukasi

Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,

keluarga dan masyarakat.

2. Terapi gizi medis

Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik

yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes. Terapi ini pada

prinsipnya melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status

gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan

individual.

Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :

1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal

a) Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl

b) Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl

c) Kadar HbA1c < 7%

2. Tekanan darah <130/80

3. Profil lipid :

a) Kolesterol LDL <100 mg/dl

b) Kolesterol HDL >40 mg/dl

c) Trigliserida <150 mg/dl

Page 21: Presentasi Kasus Dm Sementara

4. Berat badan senormal mungkin, BMI 18 – 24,9

Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan

pola makan diabetes antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi,,

status kesehatan, aktivitas fisik dan faktor usia. Selain itu ada beberapa

faktor fisiologi seperti masa kehamilan, masa pertumbuhan, gangguan

pencernaan pada usia tua, dan lainnya. Pada keadaan infeksi berat dimana

terjadi proses katabolisme yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian

nutrisi khusus. Masalah lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah

status ekonomi, lingkungan kebiasaan dan tradisi dalam lingkungan yang

bersangkutan serta kemampuan petugas kesehatan yang ada.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :

Komposisi nutrien berdasarkan konsensus nasional adalah Karbohidrat 60-70%,

Lemak 20-25% dan Protein 10-15%.

KARBOHIDRAT (1 gram=40 kkal)

Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat lebih

ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan jenis karbohidrat itu sendiri.

Total kebutuhan kalori perhari, 60-70 % diantaranya berasal dari sumber

karbohidrat

Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi maka jumlah karbohidrat

maksimal 70% dari total kebutuhan perhari

Jumlah serat 25-50 gram/hari.

Penggunaan alkohol dibatasi dan tidak boleh lebih dari 10 ml/hari.

Page 22: Presentasi Kasus Dm Sementara

Pemanis yang tidak meningkatkan jumlah kalori sebagai penggantinya adalah

pemanis buatan seperti sakarin, aspartam, acesulfam dan sukralosa.

Penggunaannya pun dibatasi karena dapat meningkatkan resiko kejadian

kanker.

Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gr/hari

Makanan yang banyak mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

PROTEIN

Kebuthan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.

Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan

mempengaruhi konsentrasi glukosa darah .

Pada keadaan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, pemberian protein

sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari .

Pada gangguan fungsi ginjal, jumlah asupan protein diturunkan sampa 0,85

gr/kg BB/hari dan tidak kurang dari 40 gr.

Jika terdapat komplikasi kardiovaskular maka sumber protein nabati lebih

dianjurkan dibandingkan protein hewani.

LEMAK

Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal

10% dari total kebutuhan kalori perhari.

Jika kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan

sampai maksimal 7% dari total kalori perhari.

Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL ≥100

mg/dl, maka maksimal kolesterol yag dapat dikonsumsi 200 mg perhari.

Page 23: Presentasi Kasus Dm Sementara

B. Kebutuhan Kalori

Menetukan kebutuhan kalori basa yang besarnya 25-30 kalori/ kg BB ideal

ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin,

umur, aktivitas, berat badan dan lain-lain.

PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI

Kebutuhan basal :

Laki-laki = berat badan ideal (kg) x 30 kalori

Wanita = berat badan ideal (kg) x 25 kalori

Koreksi :

umur

• 40-59 th : -5%

• 60-69 : -10%

• >70% : -20

aktivitas

• Istirahat : +10%

• Aktivitas ringan : +20%

• Aktivitas sedang : +30%

• Aktivitas berat : +50%

berat badan

• Kegemukan : - 20-30%

• Kurus : +20-30%

Page 24: Presentasi Kasus Dm Sementara

stress metabolik : + 10-30%

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi 20%, makan siang

30% dan makan malam 25%, serta 2-3 porsi ringan 10-15% diantara porsi besar.

Berdasarkan IMT dihitung berdasarkan berat badan (kg) dibagi dengan tinggi

badan kuadrat (m2).

Kualifikasi status gizi :

BB kurang : < 18,5

BB normal : 18,5 – 22,9

BB lebih : 23 – 24,9

3. Latihan Jasmani

Kegiatan fisik bagi penderita diabetes sangat dianjurkan karena

mengurangi resiko kejadian kardiovaskular dimana pada diabetes telah

terjadi mikroangiopati dan peningkatan lipid darah akibat pemecahan

berlebihan yang membuat vaskular menjadi lebih rentan akan penimbunan

LDL teroksidasi subendotel yang memperburuk kualitas hidup penderita.

Dengan latihan jasmani kebutuhan otot akan glukosa meningkat dan ini

akan menurunkan kadar gula darah.

Aktivitas latihan :

5-10 menit pertama : glikogen akan dipecah menjadi glukosa

10-40 menit berikutnya : kebutuhan otot akan glukosa akan

meningkat 7-20x. Lemak

juga akan mulai dipakai untuk pembakaran sekitar 40%

> 40 menit : makin banyak lemak dipecah ±75-90% .

Page 25: Presentasi Kasus Dm Sementara

Dengan makin banyaknya lemak dipecah, makin banyakk pula benda

keton yang terkumpul dan ini menjadi perhatian karena dapat mengarah ke

keadaan asidosis. Latihan berat hanya ditujukan pada penderita DM ringan

atau terkontrol saja, sedangkan DM yang agak berat, GDS mencapai > 350

mg/dl sebaiknya olahraga yang ringan dahulu. Semua latihan yang

memenuhi program CRIPE : Continous, Rhythmical, Interval,

Progressive, Endurance. Continous maksudnya berkesinambungan dan

dilakukan terus-menerus tanpa berhenti. Rhytmical artinya latihan yang

berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksi secara teratur. Interval,

dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Progresive

dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringa sampai

sedang hingga 30-60 menit. Endurance, latihan daya tahan untuk

meningkatkan kemampuan kardiopulmoner seperti jalan santai, jogging

dll.

4. Intervensi Farmakologis

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum

tercapai degan pengaturan makanan dan latihan jasmani.

1. obat hipoglikemik oral

a. insulin secretagogue :

sulfonilurea : meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan

obat pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurangm namun

Page 26: Presentasi Kasus Dm Sementara

masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Contohnya

glibenklamid.

Glinid : bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada

peningkatan sekresi insulin fase pertama.obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia.

Contohnya : repaglinid, nateglinid.

b. insulin sensitizers

Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin

endogen pada target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin

dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan

glukosa di perifer meningkat. Agonis PPARγ yang ada di otot skelet, hepar dan

jaringan lemak.

c. glukoneogenesis inhibitor

Metformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga

memperbaiki uptake glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes

gemuk. Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien

dengan kecendrungan hipoksemia.

d. Inhibitor absorbsi glukosa

α glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di

usus halus sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah

makan. Obat ini tidak menimbulkan efek hipoglikemi

Hal-hal yang harus diperhatikan :

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap sesuai respon

kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal.sulfonilurea generasi

I dan II 15-30 menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum makan.

Page 27: Presentasi Kasus Dm Sementara

Repaglinid, Nateglinid sesaat/sebelum makan. Metformin sesaat/pada

saat/sebelum makan. Penghambat glukosidase α bersama makan suapan pertama.

Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan.

2. Insulin

Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin

prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang

fisiologis.

Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin

prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya

hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan

menimbulkan hiperglikemia setelah makan.

Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap

defisiensi yang terjadi.

Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid

insulin), kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau

insuli campuran tetap (premixed insulin)

Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat,

hiperglikemia yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia

hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan

kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress berat (infeksi

sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM Gestasional

yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau

ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.

Page 28: Presentasi Kasus Dm Sementara

3. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk

kemudian diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.

Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi

OHO dan insulin basal (kerja menengah atau kerja lama) yang divberikan pada

malam hari atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada

umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yag baik dengan dosis insulin yang

cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan

sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai

kadar gula darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula

darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan

insulin

PENCEGAHAN

• Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok yang

memiliki faktor resiko, yakni mereka yang belum terkena tetapi berpotensi

untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa. Materi

penyuluhan meliputi program penurunan berat badan, diet sehat, latihan

jasmani dan menghentikan kebiasaan merokok. Perencanaan kebijakan

kesehatan ini tentunya diharapkan memahami dampak sosio-ekonomi

penyakit ini, pentingnya menyediakan fasilitas yang memadai dalam upaya

pencegahan primer6.

Page 29: Presentasi Kasus Dm Sementara

• Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya

penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Program ini dapat

dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi

dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Penyulihan ditujukan

terutama bagi pasien baru, yang dilakukan sejak pertemuan pertama dan

selalu diulang pada setiap pertemuan berikutnya. Pemberian antiplatelet

dapat menurunkan resiko timbulnya kelainan kardiovaskular pada

penyandang Diabetes.

• Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang

telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan

lebih menlanjut. Pada pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan

kepada pasien dan juga kelurganya dengan materi upaya rehabilitasi yang

dapat dilakakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Upaya

rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin sebelum kecacatan

menetap, misalnya pemberian aspirin dosis rendah80-325 mg/hari untuk

mengurangi dampak mikroangiopati. Kolaborasi yang baik antar para ahli

di berbagai disiplin, jantung, ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular,

radiologi, rehabilitasi medik, gizi, pediatrist dll sangat diperlukan untuk

menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

Page 30: Presentasi Kasus Dm Sementara

BAB IV

KESIMPULAN

Page 31: Presentasi Kasus Dm Sementara

DAFTAR PUSTAKA

Bullock, Barbara L and Reet L. Henze. 2000. Focus on Pathophysiology.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Chung, Raymond T, Padolsky Daniel K. 2005. Cirrhosis and Its

Complications. Dalam:Harrison’s Principle of Internal Medicine.

Edisi XVI. Newyork: McGraw-Hill Companies.

Rockey, Don C., Scott L. Friedman. 2006. Hepatic Fibrosis And Cirrhosis.

Available at:

http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/97814160325

88/9781416032588.pdf .

Nurdjanah, Siti. Sirosis Hati. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Jilid I. EdisiIV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI.

Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. 2009. Does weight history affect fibrosis in

the setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 18(3):299-

302.

Sabatine, Marc C. 2004. Sirosis dalam Buku Saku Klinis, The Massachusetts

General Hospital Handbook of Internal Medicine.

Sutadi, Sri Maryani. Sirosis Hepatis. 2003. Available at:

http://library.usu.ac.id/download/fk/penydalam-srimaryani5.pdf