presentasi kasus atresia intestinal

43
1 BAB I ILUSTRASI KASUS Nama : By.X Usia : 2 hari Jenis kelamin: Laki-laki Bayi laki-laki usia 2 hari datang dengan keluhan muntah berisi cairan warna hijau setelah beberapa jam dilahirkan. Ibu pasien juga mengeluhkan perut terlihat membesar dan belum terlihat adanya mekonium sampai saat ini bawa ke RS. Bayi lahir aterm dengan persalinan per vaginam dengan berat lahir 2,75 kg. Ini merupakan anak pertama selama hamil os jarang kontrol kehamilan. Pasien hanya melakukan kontrol satu kali saat bulan ke 8 dan dikatakan terjadi cairan amnion meningkat. Pada pemeriksaan fisik bayi tampak sakit berat tampak sedikit kuning,tekanan darah dan nadi dalam batas normal, napas cepat dan terlihat adanya distensi abdomen, dan bising usus meningkat serta tampak adanya tanda dehidrasi: ubun-ubun kecil tampak cekung, mata agak cekung, dan kulit tampak kering. Dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen pada pasien didapatkan: adanya dilatasi usus dan air- fluid level.

Upload: ananto6968

Post on 28-Oct-2015

52 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

1

BAB I

ILUSTRASI KASUS

Nama : By.X

Usia : 2 hari

Jenis kelamin: Laki-laki

Bayi laki-laki usia 2 hari datang dengan keluhan muntah

berisi cairan warna hijau setelah beberapa jam dilahirkan. Ibu

pasien juga mengeluhkan perut terlihat membesar dan belum

terlihat adanya mekonium sampai saat ini bawa ke RS. Bayi lahir

aterm dengan persalinan per vaginam dengan berat lahir 2,75 kg.

Ini merupakan anak pertama selama hamil os jarang kontrol

kehamilan. Pasien hanya melakukan kontrol satu kali saat bulan ke

8 dan dikatakan terjadi cairan amnion meningkat.

Pada pemeriksaan fisik bayi tampak sakit berat tampak

sedikit kuning,tekanan darah dan nadi dalam batas normal, napas

cepat dan terlihat adanya distensi abdomen, dan bising usus

meningkat serta tampak adanya tanda dehidrasi: ubun-ubun kecil

tampak cekung, mata agak cekung, dan kulit tampak kering.

Dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen pada pasien

didapatkan: adanya dilatasi usus dan air-fluid level.

Page 2: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

2

Diagnosa Kerja

Ileus obstruktif ec atresia jejunoileal

Pemeriksaan Anjuran

- Foto polos abdomen 3 posisi

- DPL, AGD, elektrolit

Penatalaksanaan

Dekompresi nasogatrik

Perbaiki keadaan umum: atasi dehidrasi: pemberian cairan yang

sesuai, atasi gangguan keseimbangan elektrolit.

Rencana tindakan bedah

Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

Page 3: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Embriologi Intestinal

Epitel saluran pencernaan dan parenkim derivat-derivatnya berasal

dari endoderm; unsur stroma, otot, dan unsur peritoneum berasal dari

mesoderm. Sistem, ini membentang dari membran bukofaringealhingga

membran kloakalis dan menjadi faring, usus depan, usus tengah, dan

usus belakang. Usus faringeal terutama terutama membentuk faring dan

kelenjar-kelenjarnya1.

Pada awal minggu ke-3 perkembangan embrio, saluran pencernaan

terbagi menjadi:

1. Usus Depan (Foregut)

Usus depan membentuk esofagus, trakea dan tunas paru,

lambung, dan duodenum di sebelah proksimal muara saluran

empedu. Selain itu, hati, pankreas dan apparatus biliaris berkembang

menjadi tonjolan keluar epitel endoderm di bagian atas duodenum.

Epitel korda hepatis hepatis dan sistem empedu yang tumbuh ke

septum transversum berdeferensiasi menjadi parenkim. Sel-sel

hematopoietik (yang terdapat dalam hati dalam jumlah besar sebelum

lahir), sel Kupffer, dan sel-sel jaringan penyambung berasal dari

mesoderm. Pankreas berasal dari sebuah tunas ventral dan sebuah

tunas dorsal yang kemudian bersatu membentuk pankreas tetap1.

Esofagus

Ketika mudigah berusia kurang lebih 4 minggu, sebuah divertikulum

respiratorium (tunas paru) tampak di dinding ventral usus depan, di

perbatasannya dengan faring. Divertikulum ini berangsur-angsur

terpisah dari bagian dorsal usus depan melalui sebuah pembatas,

yang dikenal sebagai septum esofagotrakealis. Dengan cara ini,

Page 4: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

4

usus depan terbagi menjadi bagian ventral, yaitu primordium

pernapasan, dan bagian dorsal, yaitu esofagus1.

Pada mulanya esofagus pendek, tetapi karena jantung dan paru-

paru nergerak turun, bagian ini memanjang dengan cepat. Lapisan

otot, yang dibentuk oleh mesenkim disekitarnya, bercorak serat

lintang pada dus pertiga bagian atasnya dan dipersarafi oleh

nervus vagus; lapisan otot dibagian sepertiga bawah adalah otot

polos dipersarafi oleh pleksus splangnikus1.

Gambar 1. Perkembangan esofagus

Lambung

Lambung tampak sebagai suatu pelebaran usus depan berbentuk

fusiformis pada perkembangan minggu ke empat. Pada minggu-

minggu berikutnya bentuk dan kedudukannya banyak berubah

kaibat perbedaan kecepatan pertumbuhan pada berbagai

dindingnya, dan perubahan kedudukan alat-alat sekitarnya.

Pada sumbu memanjang, lambung melakukan putarn 90o searah

dengan jarum jam, sehingga sisi kiri menghadap kedepan dan sisi

kanannya menghadap ke belakang. Oleh karena itu, nervus vagus

kiri, yang semula mempersarafi sisi kiri lambung, sekarang

mempersarafi sisi depan; demikian pula nervus vagus kanan

mempersarafi dinding belakang. Selama perputaran ini, bagian

dinding lambung yang aslinya di belakang tumbuh lebih cepat

Page 5: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

5

daripada bagian depan, dan hal ini menghasilkan pembentukan

kurvatura mayor dan minor1.

Ujung sefalik dan kaudal lambung pada mulanya terletak di garis

tengah, tetapi pada pertumbuhan selanjutnya lambung berputar

mengelilingi sumbu anteroposterior, sehingga bagian kaudal atau

bagian pilorus bergerak ke kanan dan ke atas, dan bagian sefalik

atau kardia ke kri dan sedikit ke bawah. Dengan demikian lambung

mencapai kedudukan terakhir, dan sumbu panjangnya berjalan ke

kiri atas dan ke kanan bawah1.

Gambar 2. Rotasi lambung

Duodenum

Bagian saluran usus ini dibentuk dari bagian akhir usus depan dan

bagian sefalik usus belakang. Titik pertemuan ini terletak tepat di

sebelah distal pangkal tunas hati. Ketika lambung berputar,

duodenum mengambil bentuk melengkung seperti huruf C dan

memutar ke kanan. Perputaran ini bersama-sama dengan

tumbuhnya kaput pankreas, menyebabkan duodenum membelok

dari posisi tengahnya yang semula ke arah sisi kiri rongga

abdomen. Duodenum dan kaput pankreas ditekan ke dinding dorsal

badan, dan permukaan kanan mesoduodenum dorsal menyatu

dengan peritoneum yang ada didekatnya. Kedua lapisan tersebut

selanjutnya menghilang, dan duodenum serta kaput pankreas

menjadi terfiksasi di posisi retroperitoneal. Dengan demikian

seluruh pankreas menjadi terletak retroperitoneal. Mesoduodenum

Page 6: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

6

dorsal menghilang sama sekali kecuali di daerah pilorus lambung,

diman sebagian kecil duodenum tetap intraperitoneal1.

Selama bulan kedua lumen duodenum tersumbat oleh proliferasi

sel di dindingnya. Akan tetapi, lumen ini mengalami rekanalisasi

segera sesudahnya. Oleh karena usus depan diperdarahi oleh

arteri iliaka dan usus tengah oleh arteri mesenterika superior,

duodenum diperdarahi oleh cabang-cabang dari kedua arteri

tersebut1.

Gambar 3. Perkembangan Duodenum

Gambar 4. Rekanalisasi Duodenum

Hati dan Kandung Empedu

Page 7: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

7

Primordium hati tampak pada pertengahan minggu ke-3 sebagai

pertumbuhan apitel endoderm pada ujung distal usus depan.

Pertumbuhan ini dikanal sebagai divertikulum hepatis atau tunas

hati, terbentuk dari sel-sel yang berproliferasi sangat cepat dan

menembus septum transversum. Sementara sel hati terus

menenembus septum transversum, hubungan antara divertikulum

hepatis dan usus depan (duodenum) menyempit, sehingga

membentuk saluran empedu. Sebuah tonjolan kecil ke arah

ventralterbentuk dari saluran empedu ini, dan pertumbuhan ini

menghasilkan kantung empedu dan duktus sistikus. Pada

perkembangan selanjutnya epitel korda hati saling berbelit dengan

vena vitelina dan vena umbilikalis, membentuk sinusoid-sinusoid

hati. Korda hati berdeferensiasi menjadi parenkim dan membentuk

jaringan yang melapisi diktus biliaris. Sel-sel hematopoietik, sel

Kupffer, dan sel-sel jaringan penyambung berasal dari mesoderm

septum transversum1.

Pankreas

Pankreas dibentuk oleh dua tunas yang berasal dari lapisan

endoderm duodenum. Tunas pankreas dorsal terletak didalam

mesenterium dorsal; tunas pankreas ventral terletak di dekat duktus

koledokus. Ketika duodenum berputar ke kanan dan membentuk

huruf C, tunas pankreas ventral bermigrasi ke dorsal dengan cara

yang serupa dengan bergesernya muara duktus koledokus.

Akhirnya, tunas pankreas ventral berada tepat dibawah dan

dibelakang tunas pankreas dorsal. Kemudian parenkim maupun

susunan saluran dalam tunas pankreas dorsal dan vebtral bersatu.

Tunas ventral membentuk prosesus unsinatus dan bagian bawah

kaput pankreas. Bagian kelenjarnya lainnya berasal dari tunas

dorsal. Duktus pankreatikus mayor (Wirsungi) terbentuk dari bagian

distal saluran pankreas dorsal dan seluruh saluran pankreas

ventral. Bagian proksimal saluran pankreas dorsal menutup atau

Page 8: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

8

tetap dipertahankan sebagai saluran kecil, yaitu duktus

pankreatikus asesorius (Santorini) 1.

Pulau-pulau pankreas atau pulau Langerhans berkembang dari

jaringan parenkim pankreas pada bulan ke-3 kehidupan janin dab

tersebar di seluruh kelenjar tersebut. Sekresi insulin dimulai kurang

lebih pada bulan ke-5. Sel-sel yang mengeluarkan glukagon dan

somatostatin juga berkembang dari sel parenkim pankreas.

Mesoderm splangnik yang mengelilingi tunas pankreas mebentuk

jaringan penyambung kelenjar tersebut1.

Gambar 5. Perkembangan Pankreas

2. Usus Tengah (Midgut)

Pada mudigah berumur 5 minggu, usus tengah menggantung pada

dinding dorsal perut oleh mesenterium pendek dan berhubungan

Page 9: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

9

dengan kantung kuning telur melalui duktus vitelinus atau tangkai

kuning telur1.

Perkembangan usus tengah ditandai dengan pemanjangan usus yang

cepat dan mesenteriumnya sehingga terbentuk gelung usus primer.

Pada bagian puncaknya, saluran usus itu tetap berhubungan

langsung dengan kuning telur melalui duktus vitelinus yang sempit.

Bagian kranial saluran usus ini berkembang menjadi bagian distal

duodenum, jejunum, dan bagian ileum. Bagian kaudal menjadi bagian

bawah ileum, sekum, apendiks, kolon asenden, dan dua pertiga

bagian proksimal kolon transversum1.

Herniasi Fisiologis

Perkembangan gelung usus primer ditandai oleh pertambahan

panjang yang cepat, terutama di bagian kranial. Sebagai akibat

pertumbuhan yang cepat ini dan membesarnya hati yang terjadi

serentak, rongga perut untuk sementara menjadi terlampau kecil

untuk menamping semua usus, dan gelung-gelung ini masuk ke

rongga selom eksta embrional di dalam tali pusat selama

perkembangan minggu ke-6 (herniasi umbilikalis fisiologis) 1.

Rotasi Usus Tengah

Serentak dengan pertumbuhan panjangnya, gelung usus primer

berputar mengelilingi sebuah porus yang dibentuk oleh arteri

mesenterika superior. Apabila dilihat dari depan, perputaran ini

berlawanan arah dengan jarum jam dan perputarannya kurang

lebih 270o bila sudah selesai seluruhnya. Bahkan selama rotasi,

pemanjangan gelung usus halus terus berlangsung dan jejunum

serta ileum membentuk sejumlah gelung yang memutar. Demikian

pula usus besar juga sangat panjang, tetapi tidak ikut berputar.

Rotasi terjadi selama herniasi (kira-kira 90o) maipun pada waktu

kembalinya gelung usus ke rongga abdomen (180o sisanya) 1.

Page 10: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

10

Gambar 6. Rotasi Usus Tengah

Retraksi Gelung Yang Mengalami Herniasi

Pada minggu ke-10, gelung usus yang mengalami herniasi mulai

kembali ke dalam rongga perut. Sekalipun faktor-faktor yang

bertanggung jawab atas pengembalian ini tidak diketahui pasti,

diduga bahwa menghilangnya mesonefros, berkurangnya

Page 11: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

11

pertumbuhan hati, dan bertambah luasnya rongga perut

memainkan peranan penting1.

Bagian proksiomal jejunum merupakan bagian pertama yang

masuk kembali ke rongga perut dan mengambil tempat di sisi kiri.

Letak gelung yang berikutnya makin ke sisi kanan. Tunas sekum,

yang tampak kira-kira pada minggu ke 6 sebagai pelebaran kecil

berbentuk kerucut dari bagian kaudal gelung usus primer, adalah

bagian usus terakhir yang masuk kembali ke rongga perut. Untuk

sementara, sekum masih terketak di kuadran kanan atas tepat

dibawah lobus kanan hati. Dari sinim usus ini nergerak turun

menuju ke dalam fossa iliaka kanan, sehingga kolon asenden dan

fleksura hepatika menjadi terletak di sebelah kanan rongga

abdomen. Selama proses ini, ujung distal tunas sekum membentuk

sebuah divertikulum yang sempit, yakni appendiks primitif1.

Karena appendiks berkembang pada saat penurunan kolon,

dapatlah dimengerti bahwa kedudukan akhirnya kerapkali di

belakang sekum atau kolon. Kedudukan appendiks ini masin-

masing disebut retrosekalis atau retrokolika1.

3. Usus Belakang (Hindgut)

Usus belakang membentuk sepertiga distal kolon transversum,

kolon desenden, sigmoid, rektum, dan bagian atas kanalis ani.

Endoderm usus belakang ini juga membentuk lapisan dalam kandung

kemih dan uretra1.

Bagian akhir usus belakang bermuara ke dalam kloaka, suatu rongga

yang dilapisi endoderm yang berhubungan langsung dengan

ektoderm permukaan. Daerah pertemuan antara endoderm

permukaan dan ektoderm membentuk membran kloaka1.

Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi melintang, yaitu

septum urorektal, pada sudut antara allantois dan usus belakang.

Sekat ini tumbuh ke arah kaudal, karena membagi kloaka menjadi

bagian depan, yaitu sinus urogenitalis primitif, dan bagian posterior,

Page 12: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

12

yaitu kanalis anorektalis. Ketika mudigah berumur 7 minggu, septum

urorektal mencapai membran kloaka, dan di daerah ini terbentuklah

korpus perinealis. Membran kloakalis kemudian terbagi menjadi

membran analis di belakang, dan membran urogenitalis di depan1.

Sementara itu , membran analis dikelilingi oleh tonjol-tonjol

mesenkim, dan pada minggu ke-8 selaput ini terletakdi dasar

cekungan ektoderm, yang dikenal sebagai celah anus atau

proktodeum. Pada minggu ke 9, membran analis koyak, dan

terbukalah jalan antara rektum dan dunia luar. Bagian atas kanalis

analis berasal dari endoderm dan diperdarahi oleh aa. Rektales, yang

merupakan cabang dari arteri pudenda interna. Tempat

persambungan antara bagian endoderm dan ektoderm dibentuk oleh

linea pektinata, yang terdapat dibawah kolumna analis. Pada garis ini,

epitel berubah dari epitel torak menjadi epitel berlapis gepeng1.

B. Atresia Intestinal

1. Definisi

Atresia intestinal atau atresia usus adalah suatu malformasi dimana

terjadi penyempitan atau tidak terbentuknya lumen usus. Defek ini

dapat terjadi di duodenum, jejunum, ileum, dan colon. Atresia

intestinal ini paling sering terjadi di usus halus2.

2. Epidemiologi

Tempat paling sering terjadinya atresi intestinal adalah usus halus

(jejunum dan ileum). Insiden atresia jejunum dan ileum 1500 sampai

5000 kelahiran. Perbandingan laki-laki dan perempuan adalah sama.

Namun rata-rata berat lahir paling sering dilaporkan sekitar 2,7 kg,

sekitar 33% pasien dengan atresia jejenum, 25% dengan atresia

ileum, dan 50% pasien dengan atresia multipel memiliki berat badan

lahir rendah2,3.

Atresia duodenum terjadi satu dari 20.000 sampai 40.000 kelahiran.

Sekitar 30% bayi dengan atresia intestinal menderita Down

Syndrome4.

Page 13: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

13

3. Klasifikasi

Pembagian atresi intestinal berdasarkan letak terjadinya

malformasi, yaitu2,4:

a. Atresia duodenum

Atresia ini terjadi pada duodenum. Duodenum merupakan

bagian pertama dari usus halus yang menerima makanan dari hasil

pengosongan lambung. Atresia duodenum ini terjadi 1 dari tiap

2.500 kelahiran hidup. Setengah dari bayi dengan kondisi ini lahir

prematur dan sekitar dua per tiga memiliki hubungan

dengankelainan jantung, genitourinarius, dan saluran cerna.

Hampir 40% menderita Down Syndrome. Bayi dengan atresia

duodenum biasanya datang dengan muntah dalam beberapa jam

setelah lahir2,4.

Gambar 7. atresia duodenum

(http://www.cincinnatichildrens.org/assets/0/78/847/849/b85ced14-0ce6-4f46-

b140-6d285153c31b.jpg)

b. Atresia jejunoileal

Atresia jejunoileal terjadi obstruksi pada bagian tengah usus

halus (jejunum) atau bagian bawah usus halus (ileum). Segmen

usus proksimal dari obstruksi menjadi membesar (dilatasi),

sehingga menghalangi kemampuan usus untuk mengabsorpsi

nutrisi dan mendorong isi lumen melewati saluran cerna. Sepuluh

sampai lima belas persen bayi dengan atresia jejunoileal, bagian

dari usus mati selama perkembangan fetus. Terdapat persentase

Page 14: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

14

yang signifikan bayi dengan kondisisi ini dengan adanya kelainan

rotasi dan fiksasi usus. Fibrosis kistik juga merupakan kelainan

yang berhubungan dan dapat menjadi komplikasi serius dalam

manajemen atresia jejunoileal. Bayi dengan atresia jejunoileal

harus dilakukan skrining untuk fibrosis kistik2,4.

Terdapat 4 subtipe atresia jejunoileal:

Atresia tipe I – mukosa dan submukosa usus membentuk suatu

membran (web) sehingga menyebabkan obstruksi. Usus

biasanya memiliki panjang yang normal2,4.

Atresia tipe II – dilatasi usus bagian proksimal dengan ujung

akhirnya buntu, dihubungkan dengan bagian distal usus oleh

jaringan fibrotik. Usus berkembang sesuai dengan panjang yang

normal2,4.

Atresia tipe IIIa – pada tipe ini mirip seperti tipe II, dimana terjadi

dilatasi pada bagian proksimal usus dengan ujung yang buntu,

namun pada tipe IIIa tidak dihubungkan oleh jaringan fibrotik

dan terjadi defek pada mesenterika. Proksimal usus yang buntu

ini ditandai dengan adanya dilatasi dan aperistaltik. Pada tipe ini

terjadi pemendekan usus2,4.

Atresia tipe IIIb – pada tipe IIIb selain terjadi defek yang besar

pada mesenterium, usus juga memendek secara signifikan.

Tipe IIIb ini dikenal juga sebagai Christmas tree deformity atau

apple peel deformity, bagian usus yang mengalami atresia

melilit mengelilingi sisa mesenterium. Usus bagian distal

diperdarahi oleh arteri ileocolica dan arteri colica kanan karena

arteri mesenterica superior tidak ada. Prematuritas, malrotasi,

dan sindrom usus pendek berhubungan deng tipe ini, dengan

peningkatan angka morbiditas dan mortalitas2,4.

Atresia tipe IV – pada tipe ini terjadi obstruksi multipel pada

beberapa bagian usus. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya

pemendekan usus2,4.

Page 15: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

15

Gambar 8. Tipe atresia intestinal

(http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/pediatrics_surgery/933425-

940615-2570tn.jpg)

c. Atresia kolon

Atresia kolon bentuk atresia yang jarang terjadi yaitu 15% dari

seluruh bentuk atresia. Usus mengalami dilatasi masif, dan pasien

menunjukkan tanda dan gejala yang sama seperti atresia

jejunoileal4.

4. Etiologi dan Patogenesis

Teori Vascular Insufficiency

Beberapa teori mengenai etiologi atresia intestinal pada model

binatang. Studi pada model tikus menunjukkan bahwa beberapa

bentuk atresia mungkin bersifat herediter dan akibat dari disregulasi

proliferasi dan apopts pada perkembangan usus melalui jalur

fibroblast growth factor. Untuk saat ini, teori yang paling diterima

mengenai etiologi dari atresia jejunoileal adalah “kecelakaan” vaskuler

intrauterin yang mengakibatkan nekrosis dari segmen yang terkena

dampak5.

Page 16: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

16

Gambar 9. Patogenesis atresia intestinal, Teori Vascular Insufficiency

Tandler's Theory

Pada tahun 1902 Tandler menunjukkan bahwa duodenum melalui

fase solid selama perkembangan embriologi. Fase ini karena adanya

proliferasi epitelial pada minggu ke-5 dan kemudian akan mengalami

obliterasi pada seluruh lumennya. Lumen terbentuk oleh vakuolisasi

yang menyatu dan selesai pada akhir minggu ke-8. Tandler

menyatakan pada atresia duodenum gangguan perkembangan

duodenum terjadi akibat proliferasi endodermal yang tidak adekuat

(elongasi saluran cerna melebihi proliferasinya) atau kegagalan

rekanalisasi pita padat epitelial (kegagalan proses vakuolisasi).

Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa epitel duodenum

berproliferasi dalam usia kehamilan 30-60 hari lalu akan terhubung ke

lumen duodenal secara sempurna. Proses selanjutnya yang

dinamakan vakuolisasi terjadi saat duodenum padat mengalami

rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya terjadi melalui proses apoptosis,

atau kematian sel terprogram, yang timbul selama perkembangan

normal di antara lumen duodenum5,6.

Page 17: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

17

Gambar 10. Patogenesis Atresia Duodenum.

(http://www.oucom.ohiou.edu/dbms-witmer/peds-rpac.htm)

5. Manifestasi Klinis

Obstruksi usus pada neonatus sering manifestasi dengan

beberapa tanda kardinal, antara lain polihidramnion maternal, bilious

vomiting, distensi abdomen, dan kegagalan mekonium keluar dalam

jumlah normal pada 24 sampai 48 jam pertama kehidupan. Walaupun

tidak ada tanda diatas yang merupakan patognomonik untuk obstruksi

spesifik, semua hal tersebut sesuai dengan fenomena obstruksi dan

memiliki indikasi untuk dilakukan pemeriksaan penunjang3,7.

Polihidramnion adalah peningkatan cairan amnion pada kantong

amnion (>2000ml). Cairan amnion, 25% sampai 40% ditelan oleh

fetus (pada bulan keempat atau kelima) dan diserap pada 25 sampai

30 cm pertama dari panjang jejunum. Atresia jejunum berhubungan

Page 18: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

18

dengan adanya polihidramnion pada 24% kasus. Walaupun ada

beberapa keadaan fetus yang meyebabkan polihidramnion, setiap

wanita hamil dengan polihidramnion harus melakukan pemeriksaan

ultrasonografi secara rutin. Prenatal ultrasonografi dapat

mengidentifikasi adanya obstruksi usus halus yang berhubungan

dengan atresia, volvulus, dan pritonitis mekonium. Dengan adanya hal

tersebut dapat mengantipasi dan melakukan rencana manajemen

yang tepat saat bayi tersebut lahir3.

Bilious vomiting adalah salah satu tanda cardinal dan selalu bersifat

patologik. Adanya cairan empedu pada aspirasi gaster harus diperiksa

ataupun diselidiki secara hati-hati. Lambung bayi yang baru lahir

biasanya mengandung kurang dari 15 mL getah lambung/gastric juice

yang jernih saat lahir. Jika lebih dari 20 sampai 25 mL getah lambung

yang jernih atau sedikit saja getah empedu menandakan adanya

obstruksi usus. Bilious vomiting juga dapat terlihat pada neonatal

sepsis dengan adinamik ileus. Ketika obstruksi mekanik terjadi,

adanya getah empedu menandakan tingkat obstruksi di bagian distal

ampula Vateri. Bilious vomiting terjadi pada 85 % bayi dengan atresia

jejunum dan lebih sedikit pada atresia ileum3.

Jaundice terjadi lebih dari 30% bayi dengan atresi jejunum dan

20% pada atresia ileum dan biasanya berhubungan dengan

peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi. Distensi abdomen salah satu

tanda obstruksi terjadi pada bagian usus yang lebih distal. Kontur atau

bentuk normal abdomen pada bayi baru lahir adalah bulat/round,

berbeda pada dewasa yang berbentuk skapoid. Pada pemeriksaan

fisik yang berhubungan dengan adanya distensi abdomen antara lain

terkihatnya vena dari dinding abdomen yang tipis, terlihatnya lekukan

usus (intestinal patterning) dengan atau tanpa terlihatnya peristaltik

dan terkadang terdapat distres pernapasan akibat peninggian

diafragma3.

Page 19: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

19

Ketika obstruksi dicurigai, foto abdominal harus dilakukan untuk

mengevaluasi penyebab distensi3.

Salah satu lagi tanda obstruksi usus adalah kegagalan mekonium

lewat secara spontan dalam 24 sampai 48 jam pertama kehidupan.

Mekonium normal terdiri dari cairan amnion dan debris

(skuama,rambut lanugo), succus entericus, mukus untestinal.

Mekonium berwarna hijau gelap atau hitam dan lengket, serta 250 g

melewati rectum. Kegagalan melewati pada hari pertama kehidupan

sering merupakan suatu keadaan patologik3.

6. Diagnosis

Pada atresia intestinal dari manifestasi klinis di atas yang didapat

dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, diperlukan juga beberapa

pemeriksaan3.

Pada atresia duodenum pemeriksaan foto polos abdomen bayi dalam

posisi tegak akan terlihat gambaran double bubble. Bila pada foto

hanya terlihat satu gelembung udara, mungkin sekali gelembung

duodenum terisi penuh cairan atau gambaran gelembung duodenum

dan lambung dalam proyeksi tumpang tindih. Foto ulang dengan

sebelumnya dilakukan pengisapan cairan lambung dan duodenum

atau dibuat foto dengan proyeksi lateral2,3.

Diagnosis atresia jejunoileal umumnya dikonfirmasi dengan

pemeriksaan abdominal x-ray 3 posisi. Atresia jejunum yang tinggi

terlihat adanya sedikit air-fluid level dan tidak adanya gambaran udara

mulai dibawah titik tersebut. Atresia yang letaknya lebih distal, distensi

abdomen terlihat secara klinik dan gambaran intestinal loop dan air-

fluid level. Intestinal loop pada usus yang mengalami atresia lebih

besar dari pada bagian usus yang normal2,3.

Foto kontras barium enema dapat memperlihatkan perbedaan

antara distensi ileum dan kolon, melihat apakah kolon pernah terpakai

atau tidak/ unused (mikrokolon) dan dapat pula mengevaluasi lokasi

sekum untuk kemungkinan kelainan rotasi usus3.

Page 20: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

20

Gambar 11. A. foto polos abdomen pada bayi dengan bilious vomiting

menunjukkan dilatasi usus dengan air fluid level, B. Tipe I atresia

jejunum.

7. Penatalaksanaan

Secara umum tatalaksana awal pasien dengan obstruksi usus

adalah mengatasi dehidrasi dan gangguan elektrolit, dekompresi

nasogastrik atau orogastrik dengan ukuran yang adekuat, pemberian

antibiotik intravena. Termoregulasi, pencegahan terhadap hipotermi

penting sekali pada pasien pediatrik khususnya pasien neonatus.

Tidak boleh dilupakan untuk identifikasi kemungkinan adanya kelainan

penyerta bila penyebab obstruksi adalah kelainan kongenital. Harus

selalu diingat bahwa setiap kelainan kongenital dapat disertai kelainan

kongenital lain, sehingga perlu dicari karena mungkin memerlukan

penanganan secara bersamaan. Perkiraan dehidrasi baik dari muntah

atau sekuestrasi cairan akibat obstruksi usus perlu dihitung dan

diganti. Dengan sedikit pengecualian, dehidrasi yang ditimbulkan

obstruksi usus biasanya berupa dehidrasi isotonik, sehingga cairan

pengganti yang ideal yang mirip cairan ekstraselular adalah Ringer

asetat.

Page 21: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

21

Nasogastic tube (NGT) atau orogastrik tube(OGT) dengan ukuran

yang adekuat sangat bermanfaat untuk dekompresi dan mencegah

aspirasi. Orogastric tube lebih dipilih untuk pasien neonatus karena

neonatus bernapas lebih dominan melalui lubang hidung3.

Antibiotik intravena untuk bakteri-bakteri usus hampir selalu perlu

diberikan pada pasien-pasien yang mengalami obstruksi usus.

Antibiotik ini dapat bersifat profilaktif atau terapeutik bila lamanya

obstruksi usus telah memungkinkan terjadinya translokasi flora usus2,3.

Tatalaksana Bedah

Secara umum tatalaksana pasien obstruksi usus akibat atresia

intestinal adalah tindakan pembedahan3.

Pada obstruksi setinggi duodenum insisi transversal supraumbilikus

memberikan akses terbaik untuk mencapai duodenum. Pilihan

tindakan tergantung situasi anatomis intraoperatif. Pada obstruksi

yang disebabkan oleh atresia atau pankreas annulare, duodeno-

duodenostomi adalah pilihan tindakan bedah terbaik. Sebaiknya

duodenojejenostomi tidak dilakukan karena dengan tehnik ini bagian

distal duodenum dieksklusi dan dianggap prosedur yang tidak

fisiologis. Sedangkan bila penyebab obstruksinya berupa duodenal

web atau diafragma duodenum, duodenotomi vertikal dan eksisi dari

web tersebut (septectomy) adalah pilihan terbaik. Setelah prosedur

tersebut perlu dilakukan penilaian ulang kemungkinan adanya

obstruksi tambahan lainnya dengan cara melewatkan kateter 8 fr ke

proksimal dan distal. Bila telah yakin tidak ada obstruksi lainnya maka

duodenotomi segera dijahit kembali3.

Pada obstruksi jejunoileal insisi transversal supra umbilikal juga

merupakan akses terpilih. Prosedur operatif tergantung pada temuan

patologi, seperti tipe atresia, panjang usus, ada tidaknya perforasi

usus, malrotasi dan volvulus, mekonium peritonitis, mekonium ileus.

Dilakukan eksplorasi, bila terdapat perforasi seluruh rongga abdomen

diirigasi dengan NaCl hangat, semua debris dibersihkan, adhesi

Page 22: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

22

dilepaskan dan sebisanya semua usus dieksteriorisasi. Inspeksi

dilakukan mulai dari duodenum sampai sigmoid untuk mencari area

atresia lainnya, ada tidaknya kelainan penyerta seperti malrotasi, atau

mekonium ileus yang memerlukan koreksi pada saat bersamaan.

Prosedur operatif atresia jejunoileal pada umumnya adalah reseksi-

anastomosis. Berdasarkan sejarah dan bukti-bukti eksperimental

prosedur yang dianjurkan berkembang dari eksteriorisasi menjadi

anastomesis side-to-side, kemudian end-to-end atau end-to-side, dan

terakhir : reseksi segmen atretik proksimal yang dilatasi dan hipertofi 

diikuti anastomosis end-to-end/ end-to-back dengan atau tanpa

tailoring segmen proksimal dan juga end-to-oblique. Perlu diingat

bahwa segmen atresia proksimal yang berdilatasi dan hipertrofi dapat

menyebabkan kembalinya fungsi peristaltik yang terlambat setelah

koreksi anastomosis sehingga reseksi bulbus proksimal segmen

atretik perlu dilakukan agar hasilnya memuaskan3.

RESEKSI ANASTOMOSIS

Terdapat beberapa teknik anastomosis yang telah ditemukan.

Prosedur tersebut diklasifikasikan menjadi 2 tipe: (1) pelebaran kaliber

usus bagian distal yang mengecil dan (2) mengurangi kaliber usus

bagian proksimal yang membesar. Anastomosis end-to-back, end-to-

side, dan end-to-oblique merupakan jenis tipe pertama, dan

enteroplasty diikuti dengan anastomosis end-to-end merupakan tipe

kedua. End-to-back anastomosis menunjukan baik masalah teknik

maupun obstruksi fungsional post-operatif anastomosis jika kaliber

rasio antara segmen proksimal dan segmen distal usus yang

mengalami atresia tidak besar. Namun, rasio kaliber meningkat

deviasi aksis longitudinal antara proksimal dan distal usus secara

bertahap menjadi mendekati 90o, menyerupai anastomosis end-to-side

yang dengan mudah menghasilkan obstruksi fungsional. Sepertinya

akan sangat sulit untuk melakukan 

Page 23: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

23

fungsional end-to-back anastomosis dalam kasus di mana rasio

kaliber lebih dari 4.3

Anastomosis End to end

Umumnya dilakukan insisi tranverasal supraumbilikus pada kuadran

kanan atas. Abdomen dieksplorasi, dan level obstruksi dan tipe

obstruksi ditentukan. Dilakukan diseksi pada ruang antara pembuluh

darah mesenterium dari segmen distal usus yang mengecil. Diseksi

secara tumpul sampai tepi mesenterik usus, peritoneum dibebaskan

dari mesenterium yang telah dipotong, memberikan akses ke vascular

plane.

Insisi 2 cm dilakukan pada ujung buntu dari proksimal usus yang

mengalami dilatasi di sudut kanan mengarah ke mesenterium.

Dilanjutkan dengan jahitan interupted satu lapis dengan benang

poliglikolat 5-0.3

Gambar 12. Peritoneal dibebaskan sampai mendekati tepi usus

bagian distal yang mengalami atresia

Page 24: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

24

Gambar 13. Usus bagian distal yang mengecil dan buntu dipotong

melalui tepi mesenterium usus yang telah dipotong. Insisi pada ujung

buntu proksimal usus pada sudut kanan mengarah ke mesenterium.

Anastomosis End-to-oblique

Dilakukan insisi tranverasal supraumbilikus pada kuadran kanan atas.

Abdomen dieksplorasi, dan level obstruksi dan tipe obstruksi

ditentukan.

Dilakukan reseksi pada segmen proksimal usus yang mengalami

dilatasi pada pasien dengan panjang usus yang mendekati normal.

Pada bagian proksimal dilakukan reseksi dengan sudut 90o dari

sumbu panjang usus dan pada bagian distal 45o. Kemudian dilakukan

penjahitan. Pada bagian distal usus harus dilakukan evaluasi untuk

menilai masih adanya atresia atau stenosis dengan menggunakan

kateter yang dilalui oleh larutan normal saline.

Page 25: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

25

Gambar 14. Anastomosis end-to-oblique.

Tatalaksana Pasca Operatif Obstruksi Usus

Meskipun laparotomi pada bayi atau anak memberikan stres yang

signifikan kepada pasien, kebanyakan pasien berangsur membaik

setelah koreksi bedah terhadap penyebab obstruksi ususnya. Pada

periode pasca operatif awal, gangguan keseimbangan cairan dan

elektrolit, metabolisme glukosa dan gangguan respirasi biasa terjadi.

Kebanyakan bayi yang menjalani operasi laparotomi biasanya

mengalami sekuestrasi cairan ke rongga ketiga dan ini memerlukan

tambahan jumlah cairan pada periode pasca operatif. Kebutuhan

pemeliharaan disesuaikan dengan kondisi pasien. Semua kehilangan

cairan tubuh harus diperhitungkan. Kehilangan cairan melalui muntah,

NGT, ileostomi, atau jejenostomi harus diganti sesuai volume yang

hilang. Swenson menyebutkan untuk berhati-hati dalam instruksi

pasca operasi. Tidak ada istilah ‘rutin’ dalam intruksi pasca operasi

terhadap bayi atau anak. Semua dosis obat, elektrolit atau cairan

untuk terapi harus dikalkulasi secara individual dengan

mempertimbangkan berat badan, umur atau kebutuhan metabolik3.

Dekompresi nasogastrik dengan ukuran yang adekuat sampai

tercapai fungsi usus yang normal merupakan bantuan yang tak dapat

Page 26: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

26

dipungkiri dalam dekompresi bagian proksimal usus dan fasilitasi

penyembuhan anastomosis usus. Ileus hampir selalu terjadi pada

pasien pasca operasi dengan obstruksi usus. Pada atresia duodenum

atau atresia jejunoileal misalnya, ileus yang memanjang dapat terjadi

lebih dari 5 hari. Swenson menyebutkan pulihnya fungsi duodenum

dapat lambat sekali bila duodenum sangat berdilatasi. Cairan

berwarna hijau dapat keluar dari nasogastrik dalam periode waktu

yang memanjang. Hal ini disebabkan bukan hanya karena edema di

daerah anastomosis tetapi juga karena terganggunya peristaltik pada

segmen duodenum proksimal yang mengalami dilatasi hebat.

Kesabaran yang tinggi sangat diperlukan sebelum memutuskan re-

operasi pada bayi dengan ‘obstruksi’ anastomose, karena diskrepansi

ukuran lumen atau disfungsi anastomosis yang bersifat sementara

dapat menyebabkan ileus yang memanjang3.

Permulaan asupan melalui oral dengan air gula / dextrose dapat

dimulai bila drainase gaster mulai berkurang atau warnanya mulai

kecoklatan atau jernih yang kemudian diikuti oleh susu formula

(progestimil, isomil) secara bertahap. Bila program feeding tersebut

tidak bisa diterima pasien atau terdapat ileus yang memanjang maka 

nutrisi parenteral perlu dipertimbangkan dalam menjaga kecukupan

asupan nutrisi pasca operasi.

8. Prognosis

Hasil tergantung pada anomali yang terkait dan berat badan lahir.

Prognosis umumnya baik.

Page 27: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

27

BAB III

ANALISIS KASUS

Diagnosis ileus obstruktif ec atresia jejunoileal ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisisk, dan pemeriksaan penunjang.

Pada anamnesis didapatkan adanya muntah berisi cairan warna hijau.

Muntah ini dikenal sebagai bilious vomiting. Bilious vomiting adalah salah

satu tanda cardinal dan selalu bersifat patologik. Adanya cairan empedu

pada aspirasi gaster harus diperiksa ataupun diselidiki secara hati-hati.

Lambung bayi yang baru lahir biasanya mengandung kurang dari 15 mL

getah lambung/gastric juice yang jernih saat lahir. Jika lebih dari 20

sampai 25 mL getah lambung yang jernih atau sedikit saja getah empedu

menandakan adanya obstruksi usus. Ketika obstruksi mekanik terjadi,

adanya getah empedu menandakan tingkat obstruksi di bagian distal

ampula Vateri. Bilious vomiting terjadi pada 85 % bayi dengan atresia

jejunum dan lebih sedikit pada atresia ileum.

Dari anamnesis juga terdapat perut membesar atau distensi abdomen.

Distensi abdomen ini terjadi pada obstruksi usus akibat udara yang tidak

dapat keluar akibat adanya obstruksi.

Pada pasien didapatkan mekonium yang belum ada dalam 24-48 jam

pertama kehidupan. Salah satu lagi tanda obstruksi usus adalah

kegagalan mekonium lewat secara spontan dalam 24 sampai 48 jam

pertama kehidupan. Mekonium normal terdiri dari cairan amnion dan

debris (skuama,rambut lanugo), succus entericus, mukus untestinal.

Mekonium berwarna hijau gelap atau hitam dan lengket, serta 250 g

melewati rectum. Kegagalan melewati pada hari pertama kehidupan

sering merupakan suatu keadaan patologik.

Pada ibu didapatkan adanya polihidramnion saat kehamilan.

Polihidramnion adalah peningkatan cairan amnion pada kantong amnion

(>2000ml). Cairan amnion, 25% sampai 40% ditelan oleh fetus (pada

bulan keempat atau kelima) dan diserap pada 25 sampai 30 cm pertama

Page 28: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

28

dari panjang jejunum. Atresia jejunum berhubungan dengan adanya

polihidramnion pada 24% kasus.

Pada pemeriksaan fisik bayi tampak sakit berat tampak sedikit kuning,

napas cepat dan terlihat adanya distensi abdomen, serta tampak adanya

tanda dehidrasi: ubun-ubun kecil tampak cekung, mata agak cekung, dan

kulit tampak kering. Jaundice terjadi lebih dari 30% bayi dengan atresi

jejunum dan 20% pada atresia ileum dan biasanya berhubungan dengan

peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi. Distensi abdomen salah satu

tanda obstruksi terjadi pada bagian usus yang lebih distal. Kesulitan

bernapas pada bayi akibat distensi abdomen yang dapat menekan

diafragma. Bayi dapat terjadi dehidrasi akibat pengeluan cairan dari

muntah serta penguapan tubuh.

Pada pemeriksaan penunjang yaitu foto polos abdomen didapatkan

dilatasi usus dan air-fluid level. Diagnosis atresia jejunoileal umumnya

dikonfirmasi dengan pemeriksaan abdominal x-ray 3 posisi. Atresia

jejunum yang tinggi terlihat adanya sedikit air-fluid level dan tidak adanya

gambaran udara mulai dibawah titik tersebut. Atresia yang letaknya lebih

distal, distensi abdomen terlihat secara klinik dan gambaran intestinal loop

dan air-fluid level. Intestinal loop pada usus yang mengalami atresia lebih

besar dari pada bagian usus yang normal.

Pada kasus ini perlu dilakukan beberapa pemeriksaan antara lain: DPL,

AGD, dan elektrolit. Hal ini untuk mengetahui keadaan pada bayi ada

tidaknya infeksi, gangguan asam basa, serta elektrolit yang perlu dikoreksi

dengan segera sehingga dapat memperbaiki keadaan umum pasien.

Pada pasien dilakukan dekompresi nasogatrik, memperbaiki keadaan umum,

rencana tindakan bedah. Secara umum tatalaksana awal pasien dengan

obstruksi usus adalah mengatasi dehidrasi dan gangguan elektrolit, dekompresi

nasogastrik atau orogastrik dengan ukuran yang adekuat, pemberian antibiotik

intravena. Termoregulasi, pencegahan terhadap hipotermi penting sekali pada

pasien pediatrik khususnya pasien neonatus.

Page 29: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

29

Secara umum tatalaksana pasien obstruksi usus akibat atresia intestinal

adalah tindakan pembedahan. Prosedur operatif atresia jejunoileal pada

umumnya adalah reseksi-anastomosis. Berdasarkan sejarah dan bukti-

bukti eksperimental prosedur yang dianjurkan berkembang dari

eksteriorisasi menjadi anastomesis side-to-side, kemudian end-to-end

atau end-to-side, dan terakhir : reseksi segmen atretik proksimal yang

dilatasi dan hipertofi  diikuti anastomosis end-to-end/ end-to-back dengan

atau tanpa tailoring segmen proksimal dan juga end-to-oblique. Perlu

diingat bahwa segmen atresia proksimal yang berdilatasi dan hipertrofi

dapat menyebabkan kembalinya fungsi peristaltik yang terlambat setelah

koreksi anastomosis sehingga reseksi bulbus proksimal segmen atretik

perlu dilakukan agar hasilnya memuaskan. Untuk kasus pada pasien

lebih memilih teknik end-to-oblique. Teknik anastomosis ini pada

beberapa penelitian merupakan teknik yang paling baik karena hasil

anastomosis dapat berfungsi lebih awal. Angka morbiditas dan mortalitas

serta perawatan di rumah sakit cenderung berkurang.

Page 30: Presentasi Kasus Atresia Intestinal

30

Daftar Pustaka

1. Sadler,TW. Sistem Pencernaan. Embriologi Kedokteran Langman.

Ed.7. Jakarta:EGC. Hal:243,246-249,253-261,268-269.

2. Jones, BA. Intestinal Atresia, Stenosis, and Webs. 2009.

http://emedicine.medscape.com/article/940615-overview. Diakses

tanggal: 25 Juli 2010.

3. Rescorla FJ, Grosfeld JL. Intestinal atresia and stenosis.

Surgery;1985.

4. Anonim. Intestinal Atresia and Stenosis. 2007.

http://www.cincinnatichildrens.org/health/info/abdomen/diagnose/ob

structions.htm. Diakses tanggal: 25 Juli 2010.

5. Louw J. H. Congenital Intestinal Atresia And Stenosis In The

Newborn Observations On Its Pathogenesis And

Treatment.Handout Lecture. University of Cape Town; Head of the

Department of Surgery, Groote Schuur Hospital and Red Cross

War Memorial Children's Hospital, Cape Town.

6. Witmer, LM. Embryological Anatomy of the Gastrointestinal Tract

and Related Birth Defects.2003.

http://www.oucom.ohiou.edu/dbms-witmer/peds-rpac.htm. Diakses

tanggal: 22 Juli 2010.

7. Kartono, D. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staf

Pengajar FKUI.hal: 96,101-104.