presentasi kasus - atresia ani

46
BAB I PENDAHULUAN Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rektum atau keduanya, merupakan salah satu kelainan bawaan, dimana anus tampak normal, tetapi pada pemeriksaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. 1 Atresia ani terdapat pada satu dari 5000 kelahiran hidup. Atresia ani terjadi dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 7:3. Menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir karena tidak sempurnanya proses migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 – 10 minggu selama perkembangan fetal, kegagalan migrasi tersebut juga terjadi karena gagalnya agenesis sakral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada proses obstruksi ada anus imperforata yang dapat terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus, sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu, Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan 1

Upload: hafif-kusasi

Post on 17-Nov-2015

69 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

Atresia Ani

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

Atresia Ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rektum atau keduanya, merupakan salah satu kelainan bawaan, dimana anus tampak normal, tetapi pada pemeriksaan colok dubur jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm.1 Atresia ani terdapat pada satu dari 5000 kelahiran hidup. Atresia ani terjadi dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 7:3. Menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir karena tidak sempurnanya proses migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 10 minggu selama perkembangan fetal, kegagalan migrasi tersebut juga terjadi karena gagalnya agenesis sakral dan abnormalitas pada daerah uretra dan vagina atau juga pada proses obstruksi ada anus imperforata yang dapat terjadi karena tidak adanya pembukaan usus besar yang keluar anus, sehingga menyebabkan feses tidak dapat dikeluarkan atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu, Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter intern mungkin tidak memadai.1,2

BAB IIILUSTRASI KASUS

2.1. Identitas PasienNama: By. Kais Maulana SaputraNo RM : 01344961Tempat Tanggal Lahir : Bogor, 13 / 11 / 2014Usia: 3 bulanJenis kelamin: Laki-lakiAlamat: Kp. Talaga Jl. Raya Malaka, SukasariPekerjaan Orang tua: KaryawanAgama: IslamBangsa: Indonesia

2.2. Identitas Orang TuaAyah Ibu

Nama Bp. FNy. N

Perkawinan ke 1 1

Umur 32 tahun 30 tahun

Pendidikan terakhir SMASMA

Agama Islam Islam

Pekerjaan KaryawanIbu Rumah Tangga

Alamat Sukasari, BogorSukasari, Bogor

Penyakit bawaan- -

2.3. AnamnesisDiambil secara: Alloanamnesis dengan Ayah dan Ibu pasienTanggal: 21 Januari 2015Jam: 11.00 WIBTempat: Poliklinik Bedah Anak RSUP Fatmawati

a. Keluhan UtamaLubang anus sangat kecil dan tidak pada tempatnya

b. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke poliklinik Bedah Anak dengan keluhan memiliki lubang anus yang sangat kecil hanya sebesar lidi. Keluhan ini baru disadari oleh keluarga pasien setelah 3 minggu kelahiran. Pada awalnya keluarga tidak menyadari hal tersebut dan hanya mengira bahwa BAB pasien sedikit. BAB pasien tampak padat berwarna kuning, berukuran kecil sesuai dengan ukuran lubang, tidak berlendir dan tidak berdarah. Pasien masih dapat buang angin. Keluhan BAB keluar dari saluran kemih disangkal pasien. Setiap BAB pasien terlihat mengedan sampai wajah terlihat memerah. Perut pasien tidak kencang atau kembung. BAK pasien normal. Konsumsi makanan sampai saat ini hanya ASI saja. Keluhan mual dan muntah disangkal pasien.

c. Riwayat KehamilanSelama masa kehamilan ibu pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan kecuali dari bidan, saat hamil tidak kontrol teratur, pasien mengaku hanya makan seadanya dan tidak menkonsumsi susu untuk ibu hamil, karena keadaan ekonomi. Riwayat trauma saat kehamilan disangkal, tidak pernah dirawat di rumah sakit karena sakit saat kehamilan. Tidak ada riwayat ketuban pecah dini, warna ketuban jernih

d. Riwayat KelahiranUsia kehamilan ibu pasien cukup bulan, lahir spontan dibantu oleh bidan. Bayi langsung menangis, tidak sianosis dan kuning. Berat badan lahir 2900 gram dan panjang badan lahir 50 cm.

e. Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada riwayat dalam keluarga pasien dengan keluhan yang sama.

f. Riwayat Sosial EkonomiPasien merupakan anak ketiga dari pernikahan pertama ibu pasien. Pasien tinggal di pemukiman padat penduduk bersama kedua orang tua.

2.4. Pemeriksaan FisikStatus GeneralisKeadaan umum: Tampak sakit ringanKesadaran: Compos mentisTanda vital Nadi: 102 kali / menitPernapasan: 38 kali / menitSuhu tubuh: 36,9 oCGizi: Kesan gizi baik BB: 5 Kg, TB: 57 cmMobilisasi: Aktif

Kulit: Warna sawo matang, turgor baikKepala: NormochepaliRambut : Warna hitam, distribusi merataWajah: SimetrisMata: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-Telinga: Normotia, sekret -/-Hidung: sekret -/-, hiperemis -/-Leher: trakea lurus di tengah, KGB tidak membesarParu : suara napas vesikuler di kedua lapang paru, rhonkii -/-, wheezing -/-Jantung: bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)Abdomen:Inspeksi: Datar, Darm countur (-), Darm steifung (-)Auskultasi: Bising usus (+) normalPerkusi: TimpaniPalpasi: Supel, distensi (-), Venektasi (-), defans muscular (-), hepar dan lien tidak teraba membesarEkstremitas: Akral hangat (+), CRT 1 cm. Letak supralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital2. Intermediate : Rektum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya3. Rendah : Rektum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum. Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius.Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu:a. Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.b. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalan keluar tinja.Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu:a. Anomali rendah. Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.b. Anomali intermediet. Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.c. Anomali tinggi. Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.

Wingspread (1984), membagi atresia ani dalam 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin.a. Laki-lakiGolongan I, dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.

Gambar 3.3 Fistel rektouretra5

Gambar 3.4 Atresia ani dengan fistel rectovestibular5

Golongan II, dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan definitif harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara.

Gambar 3.5 Atresia ani dengan fistel perineal6 b. PerempuanGolongan 1, dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi.(6.7)

Gambar 3.6 Atresia ani dengan fistel perineal pada perempuan6 Golongan 2, dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara.5

Laki-lakiKelompok I

KelainanTindakan Kolostomi neonatesOperasi definitivePada usia 4-6 bulan

Fistel urin

Atresia rectum

Perineum datar

Fistel datar

Invertogram: udara > 1 cm dari kulit

Kelompok II

Kelainan Tindakan

Fistel perineumOperasi langsung pada nonatus

Membrane anal

Stenosis anus

Fistel tidak ada

Invertogram : udara < 1 cm dari kulit

Perempuan

Kelompok I

Kelainan Tindakan

Kloaka Kolostomi neonates

Fistel anovestibuler/rektovestibuler

Atresia rectum

Fistel tidak ada

Invertrogram: udara > 1 cm dari kulit

Kelompok II

Fistel perineumOperasi langsung pada neonates

Stenosis anus

Fistel tidak ada

Invertrogram: udara > 1 cm dari kulit

Tabel 3.1 Klasifikasi Wingspread6,7

Sedangkan PENA mengklasifikasikan malformasi anorektal sebagai berikut:

Tabel 3.2 Klasifikasi PENA8

3.2.5. PatofisiologiEmbriogenesis malformasi ini tidak jelas. Rektum dan anus berkembang dari bagian dorsal usus ketika mesenchym bertumbuh ke dalam membentuk septum anorectum pada midline. Septum ini memisahkan rectum dan canalis anus secara dorsal dari vesica urinaria dan uretra. Ductus cloaca adalah penghubung kecil antara 2 usus. Pertumbuhan ke bawah septum urorectalis menutup ductus ini selama 7 minggu kehamilan. Selama itu, bagian ventral urogenital berhubungan dengan dunia luar dan membran analis dorsalis terbuka kemudian. Anus berkembang dengan penyatuan tuberculum analis dan invaginasi external, diketahui sebagai proctodeum, yang mengarah ke rectum tetapi terpisah oleh membran anal. Membran pemisah ini akan terpisahkan pada usia 8 minggu kehamilan.8

Tabel 3.3 atresia ani pada perempuan5

Tabel 3.5 atresia ani pada laki-laki5Gangguan perkembangan struktur anorectum pada tingkat bermacam-macam menjadi berbagai kelainan, berawal dari stenosis anus, anus imperforate, atau agenesis anus dan gagalnya invaginasi proctodeum. Hubungan antara tractus urogenital dan bagian rectum menyebabkan fistula rectourethralis atau rectovestibularis.8Sekitar 60% dari pasien memiliki anomali yang berasosiasi. Yang paling sering adalahdefek pada saluran urin, yang terjadi sekitar 50% dari pasien. Defek pada skeletal juga sering. Banyak dari anomaly asosiasi merupakan hal yang serius dan prognosis jangka panjang dari anak dengan malformasi anorektal lebih bergantung pada keadaan anomali yang berasosiasi ini dibandingkan denganmalformasi anorektal itu sendiri. Jadi deteksi dini dari anomali ini sangatlah penting. Periodeembriologi pada saat ujung kaudal dari fetus berdiferensiasi (5-24 minggu) merupakan waktu dimana system tubuh lainnya juga sedang berkembang. Sehingga tidak sulit untukmembayangkan jika terjadi defek embriologi pada waktu ini yang menyebabkan malformasi anorektal juga akan menyebabkan insidensi yang tinggi dari anomali lainnya. Istilah asosiasi VACTERL telah ditentukan untuk menunjukkan grup non-acak dari anomali yang berkaitan.10

3.2.6. Manifestasi Klinis Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula). Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam. Pada pemeriksaan rectal touch terdapat adanya membran anal. Perut kembung

3.2.7. Gambaran RadiologisFoto Polos AbdomenDisini dipakai foto polos abdomen yang dibuat dengan kepala anak terletak ke bawah dan anus di sebelah atas. Disebut wangensteen foto atau inverted foto. Penderita dibalik dengan kepala dibawah, anus diatas, kemudian dibuat foto daerah rectosigmoid, atau sekaligus foto abdomen seluruhnya. Di daerah anus diberi sebuah marker yakni uang logam, untuk dapat mengetahui tebal dari bagian yang tertutup tersebut, yakni jarak antara udara dalam rectum dengan marker yang dipasang tadi.2

Gambar 3.7. Gambaran radiologi Atresia Ani3

Radiografi Barium Enema

Gambar 3.8. Radiografi barium enema menunjukkan tanda anus imperforata dan fistula vagina. Barium ada dalam vagina (tanda panah)3

Pada garis tengah sagital, jarak antara akhir kantong rektum distal dan perineum adalah 6,3 13,0 mm pada imperforata anus tipe rendah dan 11,5 14,0 mm pada imperforata anus tipe tinggi. Sering rektum berakhir di dalam fistula. Pada tipe tinggi dari atresia ani, fistula kadang berakhir dalam uretra prostatik pada laki-laki dan dalam vagina pada wanita.3,8,9

Ultrasonografi (USG)Pada ultrasonogram fistula interna diartikan sebagai bidang hypoechoic, terkadang sekelompok garis echogenic menghalangi udara dalam fistula hypoechoic. Hypoechogenic yang berjalan secara anterior, mengganggu bidang echogenic antara rektum dan urethra (vagina atau vesica urinaria). Pada pasien wanita, fistula rectovestibular menghubungkan rektum dengan vestibulum yang ujungnya di anterior normal posisi anus.3,9

3.2.8. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :a. Asidosis hiperkloremiab. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).d. Komplikasi jangka panjang. Eversi mukosa anal Stenosis (akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)g. Prolaps mukosa anorektal

3.2.9. DiagnosisBerdasarkan gambaran klinis, lesi intermediet diperlakukan sebagai malformasi letak tinggi, dengan demikian dua kelompok tersebut dipertimbangkan secara bersama-sama, karena tindakan pembedahan pada malformasi letak tinggi ataupun intermediet sangat berbeda dari lesi letak rendah. Tujuan diagnosis primer untuk mengetahui apakah pasien dengan anus imperforate tersebut menderita malformasi letak tinggi atau letak rendah. Tujuan diagnostic sekunder untuk mengetahui jenis malformasi anorektal yang lebih spesifik yang berhubungan dengan fistula rectouretral ataupun rectourinary. Bayi dengan anus imperforate juga harus dinilai secara komprehensif sebagai anomaly congenital yang berhubungan.2,3

Gambar 3.9. The rectal pouch ends cephalad to the pubococcygeal line, This location of the rectourethral fistula is typical2

Gambar 3.10. Coronal view showing incomplete development of the rectal pouch within the striated muscle complex. The rectourethral fistula is shown.2

Untuk menegakkan diagnosis atresia ani adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, PENA menggunakan cara sebagai berikut:1. Pada bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan urin bila:a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal stenosis, atau anal membran berarti atresia letak rendah, minimal PSARP tanpa kolostomib. Mekonium (+), atresia letak tinggi, dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan delapan minggu kemudian dilakukan tindakan definitif Apabila pemeriksaan di atas meragukan dilakukan foto rontgen dengan knee chest position. Bila:a. Akhiran rektum < 1 cm dari kulit, disebut letak rendahb. Akhiran rektum > 1 cm dari kulit, disebut letak tinggi2. Pada bayi perempuan 90% atresia ani disertai dengan fistel. Bila ditemukan:a. Fistel perianal (+), minimal PSARP tanpa kolostomib. Fistel rektovaginal atau rektovestibuler, kolostomi terlebih dahuluc. Fistel (-), foto rontgen dengan knee chest position : Akhiran < 1 cm dari kulit dilakukan PSARP Akhiran > 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahuluLEAPE (1987) menyatakan bila mekonium didapatkan pada perineum, vestibulum atau fistel perianal, letak rendah. Bila pada pemeriksaan fistel (-), letak tinggi atau rendah. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah bayi lahir agar usus terisi udara, dengan cara Wangenstein & Rais (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala di bawah) atau knee chest position (sujud), bertujuan agar udara berkumpul di daerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.

Pemeriksaan khusus untuk kelainan anorektala. WanitaUmumnya pada 80-90% wanita ditemukan fistula ke vestibulum atau vagina, hanya pada10-20% tidak ditemukan fistel.Golongan 11. Kloaka : Pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi.Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi2. Fistel vagina : Mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feses bisa tidak lancar, sebaiknya cepat dilakukan kolostomi.3. Fistel vestibulum : Muara fistel di vulva di bawah vagina. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat.Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.4. Atresia rekti. Kelainan dimana anus tampak normal, tetapi pada pemeriksaan colok dubur jari tidakdapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.5. Tanpa fistelUdara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segeradilakukan kolostomi.Golongan 21. Fistel perineumTerdapat lubang antara vulva dan tempat dimana lokasi anus normal. Dapat berbentukanus anterior, tulang anus tampak normal, tetapi marks anus yang rapat ada di posteriornya. Umumnya menimbulkan obstipasi.2. Stenosis aniLubang anus terletak di lokasi normal, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar.Sebaiknya secepat mungkin lakukan tetapi definitif3. Tanpa FistelUdara < 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi sehingga perlu segeradilakukan kolostomi.b. laki-lakiPerlu diperhatikan hal-hal seperti berikut:1. Perineum: bentuk dan adanya fistel 2. Urine: dicari ada tidaknya butir-butir mekonium di urin.Dari kedua hal tersebut di atas pada anak laki dapat dibuat golongan-golongan sepertiberikut:Golongan 11. Fistel urine. Tampak mekonium keluar dari orificium urethrae eksternum. Fistula dapat terjadi bila terdapat fistula baik ke urethra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis untukmembedakan lokasi fistel ialah dengan memasang kateter urine. Bila keteter terpasang danurine jernih, berarti fistel terletak di urethra yang terhalang kateter. Bila dengan kateter,urine berwarna hijau, berarti fistel ke vesika urinaria. Evakuasi feses tidak lancar, danpenderita mernerlukan kolostomi segera.2. Atresia rekti. Sama dengan wanita. Perineum datar. Menunjukkan bahwa otot yangberfungsi untuk kontinensi tidak terbentuk sempurna.3. Tanpa FistelUdara > 1 cm dari kulit pada invertogram. Karena tidak ada evakuasi feses maka perlusegera dilakukan kolostomiGolongan 21. Fistel perineum. Sama dengan wanita2. Membran anal.3. Stenosis ani. Sama dengan wanita4. Bucket handle (gagang ember).Daerah lokasi anus normal tertutup kulit yang berbentuk gagang ember.Evakuasi feses tidak ada. Perlu secepatnya dilakukan terapi definitif.5. Tanpa fistelUdara < 1 cm dari kulit pada invertogram. Tidak ada evakuasi feses, sehinggaperlu segera dilakukan kolostomi

3.2.10. PenatalaksanaanPasien dengan anus imperforata biasanya stabil, dan diagnosis mudah terlihat. Selain obstruksi, awalnya abdomen tidak membuncit, dan jarang terjadi urgency secara bersamaan. Prinsip-prinsip pusat manajemen sekitar mendiagnosis jenis anomaly yang ada (tinggi versus rendah), dan mengevaluasi adanya anomali terkait. Hal Ini dapat memakan waktu hingga 24 jam sebelumny adanya fistula pada kulit, dan dengan demikian penting untuk mengobservasi neonatus selama beberapa waktu sebelum operasi definitif dilakukan.3,5Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinensia feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 memeperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorectoplasty (PSA), yaitu dengan cara membelah m. sphincter eksternus dan m. levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantung rektum dan pemotongan fistel.5,7Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Sebagai tujuan utamanya adalah defekasi teratur dan konsistensinya baik. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukan ketinggian akhiran rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis, dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta keterampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistula.3.5.7LEAPE 1987 menganjurkan pada : Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan sigmoid kolostomi atau TCD terlebih dahulu, setelah 6-12 bulan baru dilakukan tindakan definitif (PSARP) Atresia letak rendah dilakukan perianal anoplasty, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untuk identifikasi batas otot sphincter ani eksternus Bila terdapat fistula dilakukan cut-back incicion Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin, berbeda dengan pena dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi.

TINDAKAN KOLOSTOMI PADA ATRESIA ANIKolostomi adalah pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus besar melalui dinding perut untuk mengeluarkan feses (Randy 1987). Manfaat kolostomi antara lain : Mengatasi obstruksi usus Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain.Tipe kolostomi yang dapat digunakan pada bayi dengan atresia ani adalah kolostomi loop yaitu dengan membuat suatu lubang pada lengkung kolon yang dieksteriorisasi. Jenis anestesi pada tindakan kolostomi adalah anestesi umum.PENA secara tegas menjelaskan bahwa atresia ani letak tinggi dan intermediet dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitive setelah 4-8 minggu. Saat ini tehnik yang paling banyak dipakai adalah PSARP, baik minimal, limited atau full postero sagital anorectoplasty.6,8

Postero Sagital Anorectoplasty (PSARP)Suatu tindakan operasi definitif pada pasien atresia ani dengan tehnik operasi menggunakan irisan kulit secara sagital mulai dari tulang koksigeus sampai batas anterior bakal anus. Metode ini diperkenalkan oleh Pena dan de Vries pada tahun 1982. Prosedur ini memeberikan beberapa keuntungan seperti kemudahan dalam operasi fistula rektourinaria maupun rektovaginal dengan cara membelah otot dasar pelvis, sling, dan sfingter.

Macam-macam PSARP Minimal PSARPPada tindakan ini tidak dilakukan pemotongan otot levator maupun vertical fibre, yang penting adalah memisahkan common wall untuk memisahkan rektum dengan vagina dan yang dibelah hanya otot sfingter eksternus. indikasi : dilakukan pada fistula perineal, anal stenosis, anal membran, bucket handle dan atresia ani tanpa fistula yang akhrian rektum kurang dari 1 cm dari kulit. Limited PSARPPada tindakan ini yang dibelah adalah otot sfingter eksterns, muscle fiber, muscle complex serta tidak membelah tulang coccygeus. Yang penting adalah diseksi rektum agar tidak merusak vagina. indikasi : atresia ani dengan fistula rektovestibuler. Full PSARPYang dibelah otot sfingter eksternus, muscle complex, dan coccygeus indikasi : atresia ani letak tinggi dengan gambaran invertogram gambaran akhiran rektum lebih dari 1 cm dari kulit, pada fistula rektovaginalis, fistula rektouretralis, atresia rektum dan stenosis rektum.

Tabel 3.6. Tehnik repair yang dianjurkan pada atresia ani berdasarkan jenis fistel8

Perawatan pasca operasi PSARP Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari, salep antibiotik diberikan selama 8-10 hari 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan Heger dilatation, 2 kali sehari dan tiapa minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikkan sampai mencapai ukuran yang sesuai dengan umurnya. Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 sudah masuk, berikut ini ukuran dilator sesuai dengan usia penderita:

UmurUkuran

1-4 bulan# 12

4-12 bulan# 13

8-12 bulan#14

1-3 Tahun#15

3-12 tahun#16

>12 tahun#17

Tabel 3.6. Ukuran Businasi sesuai dengan usia10

FrekuensiDilatasi

Tiap 1 hari1x dalam 1 bulan

Tiap 3 hari1x dalam 1 bulan

Tiap 1 minggu2x dalam 1 bulan

Tiap 1 minggu1x dalam 1 bulan

Tiap 1 bulan1x dalam 3 bulan

Tabel 3.7. Frekuensi Businasi10

Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan mudah mengerjakan serta tidak ada rasa nyeri, dilakukan 2x seminggu selama 3-4 minggu merupakan indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi diturunkan.10

3.2.11. Pemeriksaan Penunjanga) Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.b) Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.c) Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum. Dibuat foto anteroposterior (AP) dan lateral dengan knee chest position. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bayangan radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur jaraknya dengan kulit perineum

3.2.12. Prognosis1. Dengan menggunakan klasifikasi di atas dapat dilakukan evaluasi fungsi klinis:a. kontrol feses dan kebiasaan buang air besarb. sensasi rektal dan soiling;c. kontraksi otot yang baik pada colok dubur.2. Evaluasi psikologis. Fungsi kontinensi tidak hanya tergantung integritas atau kekuatan sfingter atau sensasi saja,tetapi tergantung juga pada bantuan orang tua dan kooperasi serta keadaan mental penderita.9,10

BAB IVANALISA KASUS

Pasien adalah seorang bayi laki-laki berusia 3 bulan dengan keluhan lubang anus sangat kecil dan tidak pada tempatnya. Pasien masih dapat BAB, namun berukuran kecil sesuai dengan ukuran lubang, BAB tampak padat dan berwarna kuning. Pasien tidak kembung dan masih dapat buang angin. Keluhan BAB keluar dari saluran kemih disangkal pasien. Setiap kali BAB, pasien seperti mengedan dan memerah wajahnya. Usia kehamilan ibu pasien cukup bulan, lahir spontan dibantu oleh bidan. Bayi langsung menangis, tidak ada sianosis dan kuning. Berat badan lahir 2900 gram dan panjang badan 50 cm. Dari pemeriksaan fisik, abdomen supel, bising usus positif normal, tidak ditemukan kembung, tidak ditemukan distensi. Kemudian pada region anorektum didapatkan bahwa tidak terdapat lubang anus dan terdapat fistel perianal. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien dapat disimpulkan bahwa keluhan pasien mengarah ke diagnosis kerja yaitu atresia ani. Atresia ani atau Anus imperforata merupakan suatu kelainan malformasi kongenital di mana tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus. Anus imperforata ini dapat meliputi bagian anus, rektum, atau bagian diantara keduanya.Pada kasus ini diketahui bahwa seorang bayi laki-laki tidak memiliki lubang anus namun memiliki lubang pengeluaran yang sangat kecil dan letaknya tidak pada tempatnya. Lubang yang dimaksud sebagai tempat pengeluaran feses pasien merupakan fistel, dan terletak pada region perineum tepat segaris dengan garis anokutan. Terdapat beberapa variasi yang dapat terjadi pada kasus atresia ani, hal ini bergantung dari jenis kelamin, posisi letak dari ujung anus berada, lokasi dari atresia ani dan ada atau tidaknya fistel yang terlibat.Tatalaksana pada kasus atresia ani sangat bergantung dengan letak anatomi dan variasi dari atresia ani tersebut. Pada pasien ini merupakan jenis atresia ani dengan fistel perianal, merupakan salah satu jenis atresia ani yang angka kejadiannya rendah. Dengan jenis atresia ani tersebut maka tatalaksana yang akan dilakukan adalah operatif yaitu dengan minimal - posterosagital anorecto plasty tanpa menggunakan kolostomi karena pada pasien ini tidak ditemukan tanda-tanda obstruksi usus.

BAB VKESIMPULAN

Pasien bayi laki-laki usia 3 bulan, didiagnosis dengan atresia ani dengan fistel perianal. Penegakkan diagnosis atresia ani dengan fistel perianal pada pasien ini berdasarkan data anamnesis yaitu keluhan dari keluarga pasien bahwa pasien tidak mempunyai anus, dan BAB keluar dari lubang kecil. Penegakkan diagnosis kemudian didukung juga dari pemeriksaan fisik bahwa ditemukan pada regio anorektal tidak tampak anus namun terdapat fistel di garis anokutan. Pasien tidak memiliki tanda-tanda obstruksi usus sehingga tidak menjadi indikasi pemasangan kolostomi. Sesuai dengan pembagian jenis atresia ani, pasien masuk ke dalam kelompok atresia ani dengan fistel perianal yang membutuhkan penatalaksanaan definitif yaitu operatif untuk membuat anus dengan prosedur minimal-PSARP

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidayat, R. Jong, WD. Buku ajar ilmu bedah edisi 2: anorektum . Jakarta: EGC. 20032. Mulholland, Michael W, Lillemoe, Keith D. Anorectal Malformation in: Greenfield's Surgery: Scintific Principles and Practice, 4th Edition. New York: Mc-Graw Hill.2006 3. Nelson, G Rosen, MD. Pediatric Imperforate Anus. 2010. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/929904-overview.4. Carpenito, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Kedokteran Klinis, Edisi 6. Jakarta : EGC. 20005. Adams, CBT. Adili Farzin. Ahrendt, Steven. Oxford Textbook of Surgery. USA : Oxford University Press. 20026. Bagian Bedah Staf Pengajar FKUI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara. 19957. Chandler, LR. Congenital Malformations Of The Rectum And Anus: Their SurgicalTreatment. California And Western Medicine Journal Vol. 51. 2005.8. Joseph, D. Management Of Anorectal Malformations And Hirschsprung Disease In Guyana. Dept. of Pediatric Surgery Georgetown: Public Hospital Corporation. 2005.9. De Jong W, Sjamsuhidajat R, (ed). Buku Ajar Ilmu Bedah, 2005 edisi 2, 667-670, (Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta).10. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, et al. Anorectal Malformations in Schwartz Principles of Surgery. 8th ed. United States of America; 2005.p.1497-1499.

6