praktikum i penyusunan ransum kebutuhan...

52
1 PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN GIZI TERNAK RUMINANSIA MENURUT STADIA FISIOLOGISNYA 1.1 PENDAHULUAN Ternak ruminansia sebagaimana ternak lainnya memerlukan gizi sesuai dengan stadia fisiologisnya. Kebutuhan gizi saat bunting tentu berbeda dengan kebutuhan untuk laktasi, karena enersi yang dibutuhkan untuk kelangsungan proses tersebut juga berbeda. Kebutuhan untuk hidup pokok ternak ditentukan oleh kondisi lingkungan setempat seperti suhu, hembusan dan arah angin. Sebagai golongan mamalia, ternak ruminansia juga memerlukan upaya untuk menjaga agar suhu tubuhnya konstan meskipun suhu di luar tubuh mengalami fluktuasi. Umumnya sushu tubuh mamalia lebih tinggi dari suhu lingkungan, sehingga panas tubuh dapat mengalir ke luar. Jika suhu lingkungan turun diluar kemampuan toleransi tubuh maka ternak akan menggigil; sebaliknya jika suhu lingkungan mengalami kenaikan maka ternak akan terengah-engah (panting) untuk menjaga suhu tubuh dalam kisaran daerah kenyamanan (comfortable zone). Jika ternak dipuasakan atau dalam keadaan kelaparan, akan lebih cepat menggigil dibandingkan jika suhu lingkungan mengalami penurunan. Sebagai contoh, pedet yang dipuasakan akan mulai menggigil jika suhu turun menjadi 19 0 C sementara pedet yang memperoleh pakan baru menggigil jika suhu turun menjadi 7 0 C. Keadaan serupa juga terjadi jika suhu lingkungan lebih tinggi dari normal, yaitu ternak yang dipuasakan akan lebih cepat terengah-engah dibandingkan dengan ternak yang memperoleh cukup pakan. Kemampuan seekor ternak untuk beradaptasi terhadap perubahan suhu lingkungan melalui pertukaran enersi sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain ukuran tubuh, bentuk tubuh, aktivitas fisik, fungsi endokrin, insulasi an tingkah laku ternak. Ketebalan lemak di bawah kulit serta kondisi kulit itu sendiri akan berpengaruh terhadap kisaran zona kenyamanan, yaitu semakin tebal lemak di bawah kulit maka toleransi ternak terhadap penurunan suhu semakin tinggi, namun sebaliknya toleransi terhadap peningkatan suhu semakin rendah. Gambaran di atas menunjukkan bahwa pengetahuan tentang kebutuhan gizi ternak pada stadia fisiologis yang berbeda sangat penting untuk dapat meramu pakan sesuai dengan kebutuhan. Uraian berikut ini membahas tentang gizi yang diperlukan oleh ternak ruminansia sesuai dengan stadia fisiologisnya agar dapat digunakan sebagai pedoman akan penyusunan ransum. 1.2 KEBUTUHAN GIZI TERNAK RUMINANSIA PADA BERBAGAI STADIA FISIOLOGIS Zat gizi yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu: (a) kebutuhan untuk mikroba di dalam rumen dan (b) kebutuhan untuk ternak itu sendiri. Kebutuhan zat gizi untuk mikroba rumen dapat berupa asam amino essensial, asam amino

Upload: others

Post on 26-Dec-2019

30 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

1

PRAKTIKUM I

PENYUSUNAN RANSUM

KEBUTUHAN GIZI TERNAK RUMINANSIA MENURUT STADIA

FISIOLOGISNYA

1.1 PENDAHULUAN

Ternak ruminansia sebagaimana ternak lainnya memerlukan gizi sesuai dengan stadia

fisiologisnya. Kebutuhan gizi saat bunting tentu berbeda dengan kebutuhan untuk laktasi,

karena enersi yang dibutuhkan untuk kelangsungan proses tersebut juga berbeda. Kebutuhan

untuk hidup pokok ternak ditentukan oleh kondisi lingkungan setempat seperti suhu, hembusan

dan arah angin. Sebagai golongan mamalia, ternak ruminansia juga memerlukan upaya untuk

menjaga agar suhu tubuhnya konstan meskipun suhu di luar tubuh mengalami fluktuasi.

Umumnya sushu tubuh mamalia lebih tinggi dari suhu lingkungan, sehingga panas tubuh dapat

mengalir ke luar.

Jika suhu lingkungan turun diluar kemampuan toleransi tubuh maka ternak akan menggigil;

sebaliknya jika suhu lingkungan mengalami kenaikan maka ternak akan terengah-engah

(panting) untuk menjaga suhu tubuh dalam kisaran daerah kenyamanan (comfortable zone).

Jika ternak dipuasakan atau dalam keadaan kelaparan, akan lebih cepat menggigil dibandingkan

jika suhu lingkungan mengalami penurunan. Sebagai contoh, pedet yang dipuasakan akan mulai

menggigil jika suhu turun menjadi 19 0C sementara pedet yang memperoleh pakan baru

menggigil jika suhu turun menjadi 7 0C. Keadaan serupa juga terjadi jika suhu lingkungan lebih

tinggi dari normal, yaitu ternak yang dipuasakan akan lebih cepat terengah-engah dibandingkan

dengan ternak yang memperoleh cukup pakan.

Kemampuan seekor ternak untuk beradaptasi terhadap perubahan suhu lingkungan

melalui pertukaran enersi sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain ukuran tubuh,

bentuk tubuh, aktivitas fisik, fungsi endokrin, insulasi an tingkah laku ternak. Ketebalan lemak

di bawah kulit serta kondisi kulit itu sendiri akan berpengaruh terhadap kisaran zona

kenyamanan, yaitu semakin tebal lemak di bawah kulit maka toleransi ternak terhadap

penurunan suhu semakin tinggi, namun sebaliknya toleransi terhadap peningkatan suhu

semakin rendah.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa pengetahuan tentang kebutuhan gizi ternak pada

stadia fisiologis yang berbeda sangat penting untuk dapat meramu pakan sesuai dengan

kebutuhan. Uraian berikut ini membahas tentang gizi yang diperlukan oleh ternak ruminansia

sesuai dengan stadia fisiologisnya agar dapat digunakan sebagai pedoman akan penyusunan

ransum.

1.2 KEBUTUHAN GIZI TERNAK RUMINANSIA PADA BERBAGAI STADIA

FISIOLOGIS

Zat gizi yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia dapat dikelompokkan menjadi dua

yaitu: (a) kebutuhan untuk mikroba di dalam rumen dan (b) kebutuhan untuk ternak itu sendiri.

Kebutuhan zat gizi untuk mikroba rumen dapat berupa asam amino essensial, asam amino

Page 2: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

2

rantai cabang, ammonia, mineral sulfur dan asam α keto. Zat gizi tersebut diperlukan mikroba

rumen untuk proses sintesis protein tubuhnya disamping memerlukan ATP sebagai sumber

enersi tinggi untuk terjadinya reaksi kimiawi. Dari hasil penelitian terbukti bahwa bakalan

(precursor) utama gugus amino untuk sintesis protein bakteri rumen ternyata adalah ammonia,

sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

nitrogen (NPN) sepanjang terdapat sumber karbohidrat mudah terfermentasi (readily available

carbohydrate = RAC) sebagai sumber asam α keto.

Berbeda dengan bakteria, protozoa di dalam rumen tidak dapat menggunakan ammonia

sebagai bakalan sintesis protein tubuhnya. Oleh karena itu kehadiran bakteri , jamur anaerobik

atau species protozoa yang lebih kecil ukuran selnya sebagai sumber protein protozoa, adalah

sangat esensial. Selain itu asam amino rantai cabang juga diperlukan dapat jumlah sedikit

untuk membentuk asam lemak terbang (volatile fatty acids = VFA) rantai cabang seperti iso-

butirat dan so-valerat.

Kebutuhan nitrogen untuk mikroba rumen seringkali dinyatakan dalam istilah rumen

degradable nitrogen (RDN) requirement atau bisa juga disebut Rumen Degradable Protein

(RDP) Requirement, yaitu kebutuhan nitrogen yang dapat difermentasikan di dalam rumen

sehingga kebutuhan bakalan utama sintesis protein mikroba, yaitu berupa ammonia dapat

dipenuhi. Saat ini di literatur dinyatakan bahwa rataan kebutuhan RDN untuk ternak

ruminansia dewasa adalah sebesar 30 g N/kg bahan organik terfermentasi. Selain itu

konsentrasi ammonia di dalam rumen juga dapat digunakan sebagai indikator akan kecukupan

sumber nitrogen untuk mikroba rumen khususnya bakteria.

Jika kebutuhan nitrogen mikroba rumen dipenuhi melalui pemberian protein pakan,

maka akan terjadi pemborosan karena:

Protein pakan akan difermentasi serta asam amino esensialnya akan mengalami

deaminasi

Fermentasi setiap 1 g protein hanya akan menghasilkan separuh ATP dari yang

dihasilkan dari fermentasi 1 g karbohidrat. Hal ini berarti hanya sekitar 30 – 60 g

protein mikroba yang akan dihasilkan dari fermentasi 1 kg protein pakan.

Kecukupan nitrogen bakteria rumen sangat tergantung pada jenis pakan basal yang

diberikan untuk ternak. Sebagai contoh jika pakan basal berupa hijauan segar dan konsentrat

maka kecukupan nitrogen tercapai pada level ammonia rumen sebesar 50 mgN/L cairan

rumen. Akan tetapi jika pakan basal berupa limbah pertanian maka kecukupan nitrogen

berkisar di atas 100 mgN/L cairan rumen. Bahkan untuk menunjang proses degradasi pakan

di dalam rumen secara optimal diperlukan kadar ammonia hingga 235 mgN/L.Tabel 1 berikut

ini disajikan sebagai teladan akan kebutuhan RDP yang dibutuhkan untuk mendukung sintesis

protein mikroba secara optimal.

Mineral sulfur juga merupakan kebutuhan esensial bagi bakteria rumen karena sel

bakteri kaya akan kandungan asam amino yang megandung sulfur. Kisaran kebutuhan mineral

sulfur dikaitkan dengan kandungan nitrogen ransum. Sehingga kebutuhannya dinyatakan

Page 3: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

3

sebagai nisbah antara kebutuhan N : S. Berdasarkan pengalaman, kisaran nisbah N : S adalah

10 : 1 hingga 12 : 1.

Tabel 1. Kebutuhan RDP untuk Efisiensi Maksimum Mikroba dalam Kondisi In vivo

% Rumen degradable protein

3.4 6.2 8.8 11.6

N-Bacteria (g/hari) 71.4 73.3 71.0 75.9

AA-Bacteria (g/hari) 63.6 71.4 58.5 67.7

Efisiensia 22.4 24.4 20.8 22.6

Ammonia (mg/dl) 2.5 8.8 23.0 25.7

Peptida (mM) 6.4 10.1 14.6 16.7 a :gram bakteri per kilogram bahan organik (BO) terfermentasi Disitasi dari Kerley (2000).

Kebutuhan zat gizi untuk ternak ruminansia sendiri sama dengan ternak monogastrik yaitu

membutuhkan air, protein, lemak, serat kasar, enersi, vitamin dan mineral makro maupun

mikro. Beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan zat gizi ternak dapat dikelompokkan

sebagai berikut :

1. Stadia Produksi

2. Umur ternak

3. Ukuran tubuh serta kondisinya

4. Kemampuan menghasilkan susu

5. Kondisi iklim

6. Lama masa perkawinan

Stadia Produksi

Kebutuhan zat gizi ternak ruminansia, seperti sapi potong dipengaruhi oleh stadia

produksi yang dibagi menjadi empat stadia, yaitu : (a) sejak beranak hingga siap dikawinkan

lagi (calving to breeding), yaitu berlangsung antara 70 hingga 85 hari ; (b) perkawinan hingga

saat menyapih pedet, lamanya hingga 120 hari ; (c) pertengahan kebuntingan, lamanya 100

hari ; dan (d) kebuntingan akhir, lamanya antara 60 – 70 hari.

Calving to breeding

Pada satdia ini ternak dalam kondisi laktasi, sehingga kebutuhan zat gizinya juga paling

besar dibanding stadia fisiologis lainnya. Ternak yang memiliki skor kondisi tubuh sedang

(medium) memerlukan pakan tambahan untuk dapat mencukupi kebutuhan tubuhnya,

sehingga dapat memperpendek masa antara melahirkan dan perkawinan lagi.

Meskipun skor kondisi tubuh ternak tergolong bagus, seletah melahirkan ternak akan

mengalami penurunan skor kondisi tubuhnya kendatipun penurunan ini tidak mempengaruhi

konsepsi pada saat terjadi perkawinan. Sebaliknya jika ternak ketika melahirkan memiliki

kondisi tubuh kurus, maka kembalinya berahi serta terjadinya konsepsi saat dikawinkan

kembali dapat beragam, artinya dari tinggi hingga rendah persentasenya. Terutama jika ternak

mengalami stress kekurangan pakan, pengaruh cuaca atau stress ketika melahirkan, maka dapat

Page 4: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

4

menyebabkan gangguan reproduksi berupa kegagalan dalam hal timbulnya kembali berahi

hingga rendahnya angka konsepsi.

Breeding to weaning

Produksi susu ternak ruminansia, akan menurun seiring dengan stadia produksi, sehingga

konsekuensinya kebutuhan akan zat gizi juga akan menurun. Pada ternak sapi perah yang

memiliki potensi genetik produksi susu tinggi umumnya akan penurunan kondisi tubuh secara

nyata hingga pada pertengahan kebuntingan. Meskipun demikian penurunan kondisi tubuh ini

tidak akan berpengaruh terhadap perkembangan janin (foetus).

Pertengahan Kebuntingan

Kebutuhan nutrisi pada stadia ini tergolong paling rendah, karena pada saat pertengahan

kebuntingan umumnya anaknya telah disapih serta kebutuhan untuk pertumbuhan janin masih

relatif rendah. Penurunan skor kondisi tubuh pada stadia ini tidak akan terlalu berpengaruh

terhadap produktivitas ternak. Meskipun demikian dianjurkan untuk memberikan pakan

tambahan agar menurunnya skor kondisi tubuh tidak mempengaruhi performans ternak dalam

jangka panjang.

Kebuntingan akhir

Perkembangan janin pada stadia ini sangat cepat sehingga menyebabkan kebutuhan zat

gizi juga meningkat secara cepat. Pertumbuhan janin, cairan ketuban serta selaput membran

pada sapi dapat mencapai 1 pound (0,5 kg) per hari selama 70 hari menjelang akhir

kebuntingan. Fluktuasi kebutuhan zat gizi sesuai dengan stadia fisiologis ternak dapat diduga

dari kebutuhannya terhadap glukosa.

Kebutuhan Air

Acapkali kita membicarakan kebutuhan zat gizi, kebutuhan air sering terabaikan. Padahal

air merupakan komponen terbesar tubuh ternak yang senantiasa menjaga keseimbangan suhu

tubuh. Air juga ikut berperan dalam proses pencernakan (hidrolisis protein, karbohidrat

maupun lemak), proses penyerapan zat gizi, proses transport metabolit di dalam tubuh serta

proses eksresi sisa metabolit ke luar tubuh. Kebutuhan air sangat tergantung pada bentuk

pakan, kandungan bahan kering pakan, cara makan serta suhu lingkungan. Pada ternak sapi

setiap kg bahan kering yang dikonsumsi memerlukan air minum 3 – 5 L. Pada ternak yang

masih menyusu kebutuhan air lebih besar lagi, yaitu dapat berkisar antara 6 – 7 L air/kg

konsumsi bahan kering. Sapi perah membutuhkan lebih banyak air untuk menjamin produksi

susunya. Pemberian air minum secara berlebih (ad libitum) pada sapi perah laktasi dapat

meningkatkan produksi susu antara 1– 2 L/hari tanpa penambahan pakan suplemen. Adanya

garam dapur (NaCl) atau protein dalam konsentrasi tinggi di dalam pakan akan memicu

ekskresi urine, sehingga akan menyebabkan peningkatan konsumsi air.

Page 5: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

5

Kebutuhan Protein

Penentuan kebutuhan protein ternak juga mengalami perkembangan, yaitu jika semula

hanya ditentukan berdasarkan protein kasar, kemudian berkembang ke protein tercerna,

sekarang ini telah berkembang ke arah kebutuhan UDN (undegradable dietary nitrogen) atau

UDP (undegradable dietary protein). UDP merupakan bagian dari protein pakan yang

tidakterdegradasi di dalam rumen dan sampai di usus halus untuk diserap. Besarnya nilai UDP

sangat tergantung jenis sumber protein, komponen pakan lainnya dalam ransum, level

pemberian serta stadia fisiologis ternak. Untuk memberikan gambaran Tabel 2 berikut ini

berisi keterangan tentang nilai UDP berbagai sumber pakan ternak ruminansia

Tabel 2. Kandungan UDP pada berbagai bahan pakan ternak (Sampath, 1990).

Pakan Dg. Kandungan Pakan Dg. Kandungan Pakan Dg. Kandungan

UDP tinggi UDP sedang UDP rendah

(60 – 100 % PK) (30 – 59 % PK) (0–29%PK)

Tepung darah 79 (76-81) Ampas bir 53 (48-61) Barley 18 (11-27)

Bungkil kelapa 76 (70-81) Tepung Canola 31 (26-37) Bungkil biji 15

matahari

Bungkil biji kopi 82 Tepung jagung 41 (31-52) Biji gandum 25 (20-36)

Pecahan jagung 84 (83-86) Bungkil biji kapas 49 (35-70) Dedak gandum 27 (23-33)

Tepung bulu 84 (83-86) Tepung ikan 59 (40-70) Alfalfa segar 24 (21-27)

Tepung daging 61 (53-76) Bungkil kacang tanah 32 (6 –38) Alfalfa silase 23

Bekatul 62 Tepung daging dan 53 (49-70) Barley silase 18

tulang (MBM)

Biji sorgum 75 Bungkil biji karet 31 Jagung silase 24 (11-31)

Daun Lamtoro 68 (51-75) Bungkil kedele 34 (10-50)

Rumput Benggala 60

Rumpu Para 52

Page 6: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

6

Kebutuhan Enersi

Kebutuhan enersi ternak seringkali dinyatakan dalam satuan kalori atau joule, dimana per

definisi 1 cal = 4.182 joule. Pada ternak ruminansia dikenal istilah Total Digestible Nutrient

(TDN), yaitu suatu asumsi bahwa selisih antara zat gizi yang dikonsumsi dengan zat gizi yang

terdapat di dalam faeces merupakan nilai zat gizi yang tercerna dan dapat diubah menjadi

enersi. Oleh karena itu nilai TDN dapat dihitung dari konversi nilai DE (digestible energy)

atau nilai ME (metabolizable energy). Padahal kenyataannya enersi tidak dapat dicerna atau

dimetabolisir, melainkan hanya akan diubah sesuai dengan hukum kekekalan enersi.

Pendapat Professor Max Kleiber pada awal dekade enampuluhan yang menyatakan bahwa :

“…. Metabolisable energy is not a homogenous entity; instead it

represents an assembly of nutrients or metabolites each of which is used with a specific

efficiency for a particular purposes”

(Terjemahan bebas : ME bukanlah ukuran homogen melainkan mewakili perpaduan zat gizi

atau nutrien dimana masing-masing zat gizi digunakan oleh ternak secara spesifik untuk tujuan

tertentu)

Para ahli pakan ternak telah melakukan kesalahan istilah dalam memberikan terminologi

yang tepat bagi enersi dan hingga sekarang masih tetap dijumpai di kepustakaan akan istilah

TDN, DE atau ME untuk menentukan besaran kebutuhan ternak akan enersi. Di Indonesia

hampir semua pakar menggunakan satuan TDN untuk menghitung kebutuhan enersi ternak

ruminansia mengikuti sistem di Amerika. Namun The National Research Council (NRC),

Amerika Serikat sekarang ini tidak hanya mempublikasika tabel kebutuhan zat gizi ternak

ruminansia dengan menggunakan satuan TDN untuk enersi, melainkan juga mencantumkan

nilai ME dan NE (nett energy) untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan maupun untuk

ternak laktasi. Oleh karena itu sudah waktunya kita juga melakukan suatu re-orientasi dalam

formulasi pakan ternak ruminansia yang kita sesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Kalau

hingga saat ini Indonesia masih mengadopsi TDN sesungguhnya hanya bak pepatah “Tiada

rotan akarpun berguna”.

Nilai TDN dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

[Prdd + (2,25 x Ldd) + SKdd + BETN dd].

Dimana: Prdd = protein tercerna

Ldd = lemak tercerna

SKdd = serat kasar tercerna

BETNdd = bahan ekstrak tanpa N tercerna Untuk mengkorversikan nilai TDN ke DE atau ME digunakan asumsi sebagai berikut : setiap kg

TDN = 4 Mcal DE, sedangkan ME = 0.82 DE. Dengan demikian setiap kg TDN = 3,28 McalME.

Kebutuhan Lemak

Pakan ternak ruminansia umumnya mengandung lemak relatif rendah, yaitu kurang dari 5 %

meskipun telah diberi pakan konsentrat. Jika diberi hanya hijauan kadar lemaknya dapat lebih rendah

Page 7: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

7

lagi. Namun demikian karena konsumsinya relatif banyak maka sesungguhnya konsumsi lemak pakan

juga relatif besar. Selain itu dengan adanya pasok mikroba rumen yang mengandung fosfolipid, maka

serapan lemak dari usus halus sangat besar jika dibandingkan dengan ternak monogastrik.Peranan

lemak dalam pakan cukup besar terutama bagi sapi perah karena lemak pakan memberikan kontribusi

bagi kadar lemak susu. Salah satu karakteristik ternak ruminansia ialah terjadinya proses dehidrogenasi

lemak pakan di dalam rumen sehingga lemak tak jenuh diubah menjadi lemak jenuh karena pergantian

ikatan rangkap dengan dua atom hidrogen. Sebagai contoh asam oleat (C18:1) akan diubah menjadi

asam stearat (C18:0). Oleh karena itu sebagian besar lemak yang terserap dari usus halus juga berupa

lemak jenuh.

Hasil penelitian muthakir menunjukkan bahwa ternak ruminansia mampu mentoleransi

kandungan lemak pakan hingga 10 % tanpa mengalami gangguan pencernakan. Peranan lemak pakan

adalah sebagai sumber enersi melalui konversi gliserol yang terbebaskan dari proses hidrolisis lemak,

menjadi VFA. Penambahan lemak dalam pakan sapi perah memiliki keuntungan sebagai berikut:

Meningkatkan densitas kalori dari ransum, terutama jika konsumsi pakan terbatas oleh bahan pakan

pengisi perut seperti rumput atau jerami padi

Membatasi kebutuhan konsentrat yang mengandung karbohidrat kaya enersi. Konsentrat seperti ini

umumnya diberikan pada sapi perah dalam stadia awal laktasi dimana sapi perah dalam kondisi

keseimbangan enersi negatip.

Pada kondisi cuaca panas, pemberian lemak akan dapat membantu mengurangi stress akibat panas

pada sapi laktasi.

Sebagai pedoman sapi perah tidak boleh diberi suplemen lemak hingga 1.5 kg/hari disamping

konsumsi lemak yang terkandung di dalam pakan. Kadar lemak total ransum yang masih dapat

dianjurkan ialah sekitar 6 hingga 8 % sebelum muncul dampak negatipnya. Produksi susu umumnya

akan dimaksimalkan jika kadar lemak mencapai 5 % dari total kadar bahan kering pakan. Penambahan

lemak umumnya akan menurunkan kandungan protein susu hingga 0.1 %. Selain itu pemberian lemak

secara berlebihan akan menurunkan konsumsi pakan, produksi susu serta komposisi lemak susu.

Kebutuhan Serat Kasar

Fungsi utama serat kasar ada tiga yaitu, sebagai pengisi lambung, menjaga fungsi peristaltik

usus dan merangsang salivasi. Hasil fermentasi komponen serat kasar adalah berupa VFA rantai

pendek yaitu asam asetat yang berfungsi sebagai bakalan lemak susu. Oleh arena itu imbangan antara

hijauan dan konsentrat dalam pakan akan berpengaruh juga terhadap kadar lemak susu. Pemberian

sumber serat kasar dalam bentuk panjang akan merangsang sekresi saliva sehingga berfungsi sebagai

penyanggah (buffering action) keasaman rumen. Hal ini akan menjegah terjadinya acidosis serta

merangsang aktivitas bakteri selulolitik yang sangat sensitif terhadap keasaman (pH) di bawah 5.

Gerakan peristaltik usus akan distimulir oleh kehadiran serat kasar, sehingga fungsi usus

menjadi normal. Penelitian yang dilakukan di Rowett Research Institute, Aberdeen, UK menunjukkan

bahwa sapi yang dipelihara dengan menginfus cairan berisi zat gizi yang diperlukan tetap dapat hidup,

namun hanya mengeluarkan faeces dua atau tiga hari sekali. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi

peristaltik usus mengalami gangguan.

Kebutuhan Vitamin Dan Mineral

Vitamin ialah senyawa organik yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit. Berbeda dengan

mineral, vitamin terdapat dalam tubuh bukan sebagai struktur dari senyawa lain serta sebagian besar

Page 8: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

8

vitamin mempunyai fungsi sebagai Ko-enzim. Secara umum vitamin dikelompokkan menjadi dua,

yaitu:

1. Larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K)

2. Larut dalam air (vitamin B kompleks dan C

Kebutuhan Serat Kasar

Fungsi utama serat kasar ada tiga yaitu, sebagai pengisi lambung, menjaga fungsi peristaltik

usus dan merangsang salivasi. Hasil fermentasi komponen serat kasar adalah berupa VFA rantai

pendek yaitu asam asetat yang berfungsi sebagai bakalan lemak susu. Oleh arena itu imbangan antara

hijauan dan konsentrat dalam pakan akan berpengaruh juga terhadap kadar lemak susu. Pemberian

sumber serat kasar dalam bentuk panjang akan merangsang sekresi saliva sehingga berfungsi sebagai

penyanggah (buffering action) keasaman rumen. Hal ini akan menjegah terjadinya acidosis serta

merangsang aktivitas bakteri selulolitik yang sangat sensitif terhadap keasaman (pH) di bawah 5.

Gerakan peristaltik usus akan distimulir oleh kehadiran serat kasar, sehingga fungsi usus

menjadi normal. Penelitian yang dilakukan di Rowett Research Institute, Aberdeen, UK menunjukkan

bahwa sapi yang dipelihara dengan menginfus cairan berisi zat gizi yang diperlukan tetap dapat hidup,

namun hanya mengeluarkan faeces dua atau tiga hari sekali. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi

peristaltik usus mengalami gangguan.

Kebutuhan Vitamin Dan Mineral

Vitamin ialah senyawa organik yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit. Berbeda dengan

mineral, vitamin terdapat dalam tubuh bukan sebagai struktur dari senyawa lain serta sebagian besar

vitamin mempunyai fungsi sebagai Ko-enzim. Secara umum vitamin dikelompokkan menjadi dua,

yaitu:

Larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K)

Kebutuhan vitamin untuk ternak perlu dibedakan antara kebutuhan untuk proses fisiologis atau

untuk terdapat dalam ransum. Diduga semua vitamin diperlukan secara fisiologis dalam proses

metabolisme hewan vertebrata. Pada ternak tertentu mempunyai kemampuan untuk mensintesis

vitamin.

Vitamin C dilaporkan dapat disintesis oleh sebagian besar ternak, sedangkan vitamin B

kompleks dan vitamin K dapat disintesis oleh mikroba rumen, terutama bakteria. Oleh karena itu

setelah minggu pertama kelahiran, ruminansia tidak lagi tergantung pada vitamin B dan K yang berasal

dari pakan. Kandungan vitamin berbagai pakan dapat dilihat di ARC (1984) atau pustaka lain yang

memuat kandungan vitamin pakan.

Vitamin A

Vitamin A hanya dijumpai pada produk ternak. Pada tumbuh-tumbuhan hanya terdapat dalam

bentuk pro-vitamin A atau sebagai bakalan vitamin yang disebut , , -karoten. Pro-vitamin A

diubah menjadi vitamin A di mukosa usus selama proses penyerapan. Pada ternak ruminansia yang

memperoleh pakan basal berupa limbah pertanian, misalnya jerami padi, dalam kurun waktu lama akan

mengalami defisiensi vitamin A secara nyata dengan akibat pada sapi berupa gangguan buta ayam

(night blindness), abortus, atau degenerasi ginjal.

Page 9: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

9

Mineral

Kebutuhan mineral untuk ternak ruminansia dapat dibagi kedalam dua kelompok yaitu mineral

makro (Ca, Na, Cl, K, P, S, Mg) dan mineral mikro (Cu, I, Fe, Zn,Co, Se,Mn). Fungsi utama mineral

makro Na, Cl, dan K adalah sebagai agent elektro-kimia yang berperan dalam proses menjaga

keseimbangan asam-basa dan mengontrol tekanan osmotik air sehingga didistribusikan ke seluruh

tubuh. Sedangkan mineral lain mungkin memiliki fungsi struktural, misalnya Ca dan P adalah

komponen esensial pada tulang dan gigi. Selain itu peran mineral S dalam proses sintesis protein

mikroba di dalam rumen sangatlah penting

Beberapa mineral mikro mempunyai fungsi khas, misalnya mineral Fe merupakan komponen

penting dari haem yang merupakan komponen penting dari haemochromogens, yaitu senyawa penting

dalam proses respirasi. Sedangkan mineral Co diperlukan sebagai bagian metal senyawa vitamin B12.

Mineral yodium ( I ) merupakan komponen penting hormon tyroxine.

Apabila kita ingin membuat sendiri campuran “Premix”, maka ada 14 mineral makro dan

mikro penting yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia. Kebutuhan garam setiap ekor/hari adalah

sekitar 200 g /hari tergantung dengan ukuran tubuh ternak. Pengalaman penulis untuk seekor sapi

potong dengan bobot hidup sekitar 250 kg hanya memerlukan 125 g premix/ekor/hari tanpa ada

gangguan akibat defisiensi mineral. Sodium bentonite dan sodium bicarbonate dapat digunakan untuk

mencegah terjadinya acidosis terutama jika pakan yang dikonsumsi mengandung konsentrat dengan

ukuran partikel halus serta tinggi enersinya.

1.3 MERAMU RANSUM CUKUP GIZI SESUAI STADIA FISIOLOGIS

Sebelum meramu pakan ternak, ada beberapa hal yang perlu kita ketahui terlebih dahulu, yaitu:

Taksiran bobot badan ternak

Stadia fisiologis ternak

Ketersediaan bahan pakan

Jumlah pakan yang akan diramu

Biaya pakan yang dapat ditoleransi

Jarak distribusi pakan dan lama simpan sebelum didistribusikan

Taksiran Bobot Badan Ternak

Mengapa kita perlu menaksir bobot badan ternak sebelum memberi pakan ?. Hal ini terkait dengan

korelasi antara bobot badan dengan kapasitas saluran pencernakan untuk menampung bahan kering

pakan. Pemberian pakan yang terlalu berlebihan akan tidak efisien dan terjadi pemborosan. Sebaliknya

pemberian pakan yang terlalu sedikit akan menyebabkan produksi ternak juga berkurang.

Menaksir bobot badan ternak dapat dilakukan dengan menggunakan timbangan atau dengan

menggunakan pita ukur yang selanjutnya dikonversikan ke bobot badan. Untuk ternak sapi potong yang

terdapat di Indonesia (sapi Ongole dan sapi Bali) telah dilakukan suatu survey untuk mendapatkan

suatu formula taksiran bobot badan (lihat Teleni et al., 1993)

Stadia fisiologis ternak

Stadia fisiologis ternak dalam kaitannya dengan kebutuhan zat gizi telah dibahas di muka.

Page 10: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

10

Ketersediaan bahan pakan

Ketersediaan pakan sangat penting diperhatikan karena kualitas serta kontinyuitas produksi sangat

dipengaruhi oleh ketersediaan bahan pakan. Manajemen pembeliaan serta penyimpanan yang dikaitkan

dengan fluktuasi ketersediaan pakan di pasar akibat pengaruh musim perlu diantisipasi dengan baik agar

dapat diperoleh sumber bahan pakan yang murah dan bergizi. Demikian pula penyesuaian pembelian

dengan kapasitas gudang akan mendapatkan mutu pakan yang baik.

Pada saat terjadi panen raya padi, jagung atau produk pertanian lainnya dapat direncanakn

pembelian dalam jumlah besar sepanjang harganya ekonomis serta memiliki kemampuan menampung

bahan tersebut di gudang. Ragam bahan pakan yang tersedia akan berpengaruh terhadap komposisi ,

kualitas ransum serta harga jual.

Jumlah pakan yang akan diramu

Aturlah ramuan pakan sesuai dengan kebutuhan atau permintaan, karena produksi yang berlebih

dan akan disimpan dalam jangka waktu lama akan menurunkan kualitas pakan.

Biaya pakan yang dapat ditoleransi

Prinsip pemberian pakan tidak hanya mencukupi kebutuhan zat gizi, namun juga nilai ekonomis

yang akan diperoleh oleh peternak. Nisbah antara harga produk dengan harga pakan dapat dijadikan

sebagi tolok ukur. Umumnya nisbah antara harga produk (misalnya susu atau bobot hidup) dengan harga

pakan minimal 2 : 1 agar memperoleh keuntungan ekonomis yang memadai. Kondisi saat ini untuk sapi

perah belum tercapai, sehingga anjuran untuk meningkatkan produksi susu selalu menghadapi kendala

rendahnya harga jual susu serta mahalnya biaya pakan. Untuk itu dalam skala besar sebaiknya pabrik

pakan ternak mulai menggunakan program penyusunan ransum dengan metode least cost, yaitu

penggunaan linear programming yang mampu melakukan perhitungan iterasi hingga penggunaan bahan

baku lebih dari 10 macam dalam waktu singkat. Seperti metode silang (Square method) atau persamaan

bilang anu, hanya sesuai untuk skala kecil.

Jarak distribusi pakan dan lama simpan sebelum didistribusikan

Apabila hendak memproduksi rnasum dalam jumlah besar, kita perlu merencanakan dengan

seksama berkaitan dengan jarak distribusi serta lama simpan yang diperlukan. Bahan butiran seperti

bekatul atau bahan kaya lemak seperti bungkil kelapa, bungkil kedele akan mudah mengalami ransiditas

(ketengikan) jika diekspose dengan udara. Pemberian antioksidan acapkali perlu dilakukan untuk

memperpanjang masa simpan walaupun akan berakibat terhadap meningkatnya biaya. Selain itu kondisi

gudang penyimpanan umumnya banyak dihuni oleh hama tikus atau serangga yang dapat merusak pakan

yang disimpan di gudang tersebut. Oleh karena itu perlu diterapkan manajemen FIFO (First in First out)

bagi bahan pakan agar kualitas ramuan pakan tetap dapat dijaga.

Jarak distribusi pakan dan lama simpan sebelum didistribusikan

Apabila hendak memproduksi rnasum dalam jumlah besar, kita perlu merencanakan

dengan seksama berkaitan dengan jarak distribusi serta lama simpan yang diperlukan. Bahan

butiran seperti bekatul atau bahan kaya lemak seperti bungkil kelapa, bungkil kedele akan

mudah mengalami ransiditas (ketengikan) jika diekspose dengan udara. Pemberian

antioksidan acapkali perlu dilakukan untuk memperpanjang masa simpan walaupun akan

berakibat terhadap meningkatnya biaya. Selain itu kondisi gudang penyimpanan umumnya

banyak dihuni oleh hama tikus atau serangga yang dapat merusak pakan yang disimpan di

Page 11: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

11

gudang tersebut. Oleh karena itu perlu diterapkan manajemen FIFO (First in First out) bagi

bahan pakan agar kualitas ramuan pakan tetap dapat dijaga.

Tabel 3. Korelasi Antara lingkar Dada Dan Taksiran Bobot Badan

Tabel 4. Ransum Yang Dibutuhkan Untuk Penggemukan Sapi

Bobot

Badan

(Kg)

PBB/ hari

(Kg)

Bahan Kering TDN PK (gr) Ca (gr) P (gr)

Kg %* Kg %**

250 Nol 4.4 1.8 2.0 45 337 9 9

0.75 6.4 2.6 3.8 59 693 21 17

1.00 6.6 2.6 4.3 58 753 23 18

1.10 6.6 2.6 4.6 70 782 30 20

300 Nol 5.0 1.7 2.4 48 385 10 10

0.75 7.4 2.5 4.3 58 753 23 18

1.00 7.5 2.5 5.0 66 819 28 21

1.10 7.6 2.5 5.3 70 847 30 22

350 Nol 5.7 1.6 2.6 46 432 12 12

0.75 8.3 2.4 4.8 58 806 25 18

1.00 8.5 2.4 5.6 66 874 30 21

1.10 8.5 2.4 5.9 69 899 31 23

1.20 8.5 2.4 6.2 73 743 32 24

400 Nol 6.2 1.6 2.9 47 478 13 13

0.75 9.1 2.3 5.4 59 875 26 21

1.00 9.3 2.3 6.2 67 913 31 24

1.10 9.4 2.4 6.6 70 942 32 25

1.20 9.4 2.4 7.0 74 967 33 25

1.30 9.4 2.4 7.2 77 988 33 26 450 Nol 6.8 1.5 3.2 47 528 14 14

0.75 10.0 2.2 5.9 59 911 26 23 1.00 10.2 2.2 6.8 67 952 29 26 1.10 10.2 2.3 7.2 71 975 30 27 1.20 10.2 2.3 7.6 75 998 31 28 1.30 10.2 2.3 7.9 77 1018 32 29

* % dari berat bahan sebenarnya ** % bahan kering

Lingkar Dada (cm) Bobot Badan (Kg)

100 101

105 114

110 127

115 141

120 155

125 171

130 188

135 205

140 223

145 242

150 262

Lingkar Dada (cm) Bobot Badan (Kg)

155 283

160 305

165 328

170 350

175 377

180 402

185 429

190 457

195 486

200 515

Page 12: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

12

Tabel 5. Komposisi Beberapa Bahan Pakan Konsentrat Di Indonesia Untuk Ternak

Sapi

Tabel 6. Komposisi Kandungan Nutrisi Hijauan Untuk ternak sapi

Pakan Hijauan BK

(%)

Enersi

TDN

(%)

PK

(%)

SK

(%)

Ca

(%)

P

(%)

Gamal (Gliricidia maculata) 27 76 25.2 18.0 0.67 0.19

Kaliandra 16 62 27.7 29.0

Lamtoro kering 86 71 23.7 18.0 1.40 0.21

Lamtoro segar 29 77 23.4 21.3 2.06 0.02

Turi segar 17 70 25.1 17.5 1.26 0.48

R. Benggala (Panicum

maximum)

24 53 5.4 33.6 0.67 0.25

Brachiaria decumbens 19 52 7.0 35.1 0.22

B. ruzisiensis 20 53 8.3 32.5 n.a n.a

R. gajah 18 51 9.1 33.1 0.51 0.51

R. Raja 22 54 13.5 34.1 n.a n.a

Tebon Jagung Muda 22 58 8.0 25.7 0.28 0.14

Tebon Jagung (112 hari) 31 68 8.0 25.7 0.60 0.10

R. Pangola 23 53 8.3 33.5 0.48 0.26

B. mutica (R. Para) 21 55 10.5 29.5 0.38 0.19

R. setaria 20 55 9.5 31.7 0.80 0.50

Saccharum officinarum 22 55 5.0 33.5

Calopogonium muconoides 23 68 22.1 28.8 1.81 0.10

Pakan Konsentrat BK (%) Enersi TDN (%) PK (%) SK (%) Ca (%) P (%)

Ampas Bir , basah 22 65.0 25.0 19.2 0.05 0.004

Ampas nanas 20 68.0 3.4 14.5 0.26 0.09

Ampas tahu 16.2 78.0 23.7 23.6 0.28 0.66

Ampas sagu 80.4 58.0 1.2 10.8

Biji Kapas, lemak 86.0 74.3 22.1 19.7 0.15 0.44

Bungkil kelapa 86.0 73.0 21.6 12.1 1.65 0.21

Bungkil biji sawit 86.0 70.0 15.0 19.7 0.24 0.62

Padi, dedak kasar 86.0 14.0 7.6 27.8 0.23 1.28

Padi, dedak halus 86.0 81.0 13.8 11.6 0.12 1.51

Kulit buah coklat 88.9 47.0 14.6 33.0 n.a n.a

Jagung dedak 86.0 81.0 11.3 5.0 0.06 0.73

Jagung putih 86.0 81.0 10.0 2.6 0.02 0.30

Jagung kuning 86.0 80.0 10.3 2.5 0.03 0.26

Biji kapuk, tepung 86.0 74.0 31.7 24.0 0.47 n.a

Onggok 28.7 69.0 1.2 3.7 0.15 0.15

Wheat pollard 88.4 86.0 18.7 7.7 0.10 0.90

Tetes 77.0 53.0 5,4 10,0 1,09 0,12

% BK dihitung dari berat pakan sebenarnya.

Komposisi kimiawi lainnya dihitung berdasarkan % bahan kering

n.a = tidak tersedia data

Page 13: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

13

Centrosema pubescens, segar 25 61 16.6 25.0 1.19 0.40

Kudzu 26 62 17.4 30.7 1.26 0.41

Stylosanthes segar 25 57 9.6 31.3 0.70 0.19

Stylosanthes , hay 86 57 11.4 33.1 0.67 0.21

Jerami Padi, kering 86 39 3.7 35.9 1.42 0.21

Jerami Kacang tanah 86 56 14.7 30.0 n.a n.a

Jerami kedele 86 76 19.1 18.0 1.50 0.20

Daun Pisang 16 70 14.4 23.1 1.16 0.23

Daun Singkong 15 62 25 18 1.0 0.5 % BK dihitung dari berat pakan sebenarnya.

Komposisi kimiawi lainnya dihitung berdasarkan % bahan kering n.a = tidak

tersedia data

Dalam meramu ransum atau pakan ternak, kita terlebih dahulu menentukan sistem dan

metode apa yang digunakan. Sistem penyusunan ransum dengan menggunakan enersi dapat

menggunakan TDN atau ME. Sedangkan metode yang digunakan dapat dengan metode

sederhana “trial and error” (coba-coba), square method hingga linear programming.

Metode trail and error hanya dilakukan jika jumlah bahan penyusun pakan sedikit,

umumnya tidak lebih dari empat macam. Sedangkan metode square juga memilki keterbatasan

aplikasi karena setiap kali perhitungan hanya melibatkan dua bahan yang berbeda. Seiring dengan

perkembangan teknologi komputer metode linear programming menjadi mudah digunakan

sehingga pabrik pakan ternak menggunakan metode ini untuk menyusun ransum.

Latihan 1 : Menghitung Bahan Kering (BK), Bahan Organik (BO), Serat Kasar (SK),

Lemak Kasar (LK) serta Protein Kasar (PK) pakan dari bahan segar atau sebaliknya.

Kadar air :80%

Ingat !!!

Abu :10%

Semua zat gizi dinyatakan dalan % BK.

N :1,5%

BO dihitung dari selisih antara BK dengan abu, yaitu

100

SK :28%

- % abu. Untuk menghitung kandungan SK ransum

=

LK :2,5%

Berat BK Ransum X % SK. Demikian pula untuk LK

dan

PK. Untuk merubah kandungan N menjadi PK

perlu

dikalikan dengan faktor 6.25.

gajah (kg) berdasarkan zat gizinya

Page 14: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

14

Jika seekor sapi potong diberi rumput gajah segar sebanyak 30 kg, berapakah konsumsi

BK, BO, SK, LK dan PK rumput gajah (tuliskan pada kolom yang kosong dari Tabel di bawah

ini) jika hasil analisis kimiawi di laboratorium menunjukkan sebagai berikut:

Jika pada sapi lainnya diketahui bahwa kemampuan konsumsi BK rumput gajah adalah

sebesar 2 % dari bobot badan dimana bobot badan sapi tersebut adalah 300 kg, hitunglah

berapa banyak rumput gajah segar harus diberikan dengan menggunakan data kompisis

kimiawi di atas !!!.

Jawab : Konsumsi rumput gajah dalam BK adalah= 2/100 X 300 kg = 6 kg

Maka, dalam bentuk segar harus diberikan sebanyak = 6 kg X 100/20 = 30

kg

Penyusunan ransum dengan metode square dapat diberikan teladan seperti berikut ini :

Langkah 1.

Menaksir BB sapi dengan timbangan atau dengan menggunakan pita ukur (lihat Tabel

3)

Langkah 2.

Dari Tabel 4 dapat langsung diketahui berapa taksiran konsumsi BK serta zat gizi

lainnya. Jika tidak ada Tabel gunakan asumsi bahwa konsumsi BK sapi potong atau sapi perah

maksimal 3.0 – 3.5 % dari BB untuk pakan berupa hijauan dan konsentrat. Jika menggunakan

bahan limbah pertanian seperti jerami konsumsi BK maksimum adalah 2.5 – 3.0 % dari BB.

Langkah 3

Pilihlah bahan pakan dari Tabel 5 dan 6 atau sumber informasi lain yang tersedia sesuai

dengan tujuan penyusunan pakan, ketersediaan, kandungan gizi dan harganya. Ransum

seimbang harus mengandung BK, enersi, PK, mineral Ca dan P sesuai dengan kebutuhan

ternak.

Langkah 4.

Hitunglah apakah bahan-bahan pakan yang paling murah mampu memenuhi kebutuhan enersi

(TDN). Jika tidak maka perlu ditambahkan bahan pakan berenersi tinggi seperti tetes. Hal yang

sama juga dilakukan jika kandungan PK kurang dari kebutuhan maka dapat ditambahkan

sumber protein tinggi atau NPN seperti urea.

BK BO SK LK PK

………….. ………….. ………….. ………….. …………..

Hitunglah Konsumsi Rumput

Page 15: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

15

Contoh Penyusunan Ransum :

1. Ransum dengan silase limbah nanas untuk sapi potong dengan bobot badan 350 kg dengan

target PBB 1 kg/ekor/hari

Langkah 1.Menentukan kebutuhan gizi untuk sapi dengan BB 350kg dan PBB 1kg/ekor/hari,

dari Tabel 4:

BK (kg) TDN (kg) PK (g) Ca (g) P (gr)

Berat zat pakan 8,5 5,6 874 30 21

% dari BK 100% 6,.9% 10,3% 0,35% 0,24%

Perhitungan % TDN: 5,6/8,5 x 100% = 65,9%

Perhitungan % PK: 0,874/8,5 x 100% = 10,3%

Langkah 2

Memilih pakan yang tersedia sesuai dengan komposisi kimiawinya dari Tabel 5 atau 6,

misalnya:

Bahan Pakan BK(%) TDN(%) PK(%) Ca(%) P(%)

Ampas nanas 20 68 3,4 0,26 0,09

Dedak halus 86 81 13,8 0,12 0,51

Bungkil kelapa 86 73 21,6 1,66 0,21

Tepung ikan 86 69 61,2 6,61 4,34

Tetes 77 53 5,4 1,09 0,12

Urea 100 Setara 250

Langkah 3

Menghitung kecukupan enersi (TDN) dalam ampas nanas serta kekurangannya. Ampas

nanas memiliki kandungan TDN cukup tinggi yaitu 68 %, sehingga jika diberikan dalam

ransum sebesar 100 % maka akan kelebihan TDN, namun kekurangan PK , mineral Ca serta

P.

Pakan BK

(kg)

TDN

(kg) PK (g) Ca (g) P (gr)

Berat

Sebenarnya

Harga/

Kg

(Rp)

Jumlah

Harga

(Rp)

Kebutuhan 8.5 5.6 874 30 21

Ampas nanas 8.5 5,78 289 22 8 42,5 22,5 956

Neraca 0 +180 g -585 -8 -13

Page 16: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

16

Langkah 4

Memperhatikan neraca zat gizi di atas, maka untuk menutupi kekurangan PK sebesar

585 gr dipilih sumber N yang relatif murah harganya, misalnya urea. Namun karena

penggunaan urea terbatas hanya sekitar 100 gr/ekor/hari, maka diperlukan sumber protein

lainnya seperti tepung ikan. Pemberian tepung ikan hanya dibatasi hingga 250 gr/ekor/hari

karena umumnya kurang disukai ternak sapi. Untuk itu perlu ditambahkan bahan lain yang

dapat meningkatkan palatabilitas ransum, misalnya tetes sebanyak 1 kg dan 42 gr (0.5 % dari

total ransum) garam dapur. Mengacu pada Tabel 4, 5 dan 6 di atas, maka diperoleh susunan

ransum sebagai berikut :

- Kecuali BK semua dihitung berdasarkan % Bahan Kering

- Diperoleh dari Rp 5.347 : 38,45(Total berat ransum) = Rp 139,1/ Kg

- Dihitung dari selisih dengan kebutuhan zat gizi pada Tabel diatas

Langkah 5

Dari perhitungan di atas ternyata masih terdapat kekurangan TDN sebesar 24 gram dan

PK sebesar 225 gram. Untuk menutupi kekurangan tersebut dipilih bahan sumber protein dan

enersi, misalnya bungkil kelapa dan dedak halus. Agar konsumsi BK tetap seperti kebutuhan

maka harus diperhatikan bahwa setiap pengurangan 1 kg ampas nanas akan menyebabkan

penurunan kadar PK sebesar 34 gram. Sedangkan setiap penambahan 1 kg bungkil kelapa dan

dedak halus akan meningkatkan PK sebesar 171 gram. Oleh karena itu jika amapas nanas

dikurangi 1 kg, maka akan terjadi kekurangan PK dalam ransum sebesar = 225 gram (dari

kekurangan sebelumnya) + 34 gram (dari pengurangan 1 kg ampas nanas) = 259 gram.

Sementara itu dari penambahan 1 kg BK bungkil kelapa hanya akan diperoleh tambahan PK

sebesar 216 gram. Untukmenutupi kekurangan maka dalam ransum perlu ditambahkan sebesar

1.5 kg bungkil kelapa atau dedak halus Jika jumlah ampas nanas yang akan diberikan

dibulatkan hingga 6000 gram, maka akan terjadi kekurangan 1383 gram BK yang perlu

dipenuhi dari bungkil kelapa dan dedak halus. Karena kedua bahan pengganti ini memiliki

kandungan enersi yang lebih tinggi dari ampas nanas maka kecukupan enersinya bukanlah

masalah yang perlu diperhitungkan Bahan tambahan tersebut memerlukan kandungan PK

sebesar = 225 gr + 48 gr = 273 gr yang terkandung dalam 1383 gr BK atau jika dibuat

prosentase menjadi = 273/1383 X 100 % = 19.7 %. Untuk memperoleh imbangan antara

bungkil kelapa dan dedak halus yang memenuhi kekurangan maka dilakukan perhitungan

dengan metode square berikut ini :

Bahan

Pakan

BK

(g)

TDN

(g)

PK

(g)

Ca

(g)

P

(g)

Berat

Sebenarnya

(Kg)

Harga/

Kg

(Rp.)

Jumlah

Harga

(Rp.)

Ampas

nanas

7383 5020 251 19.2 6.6 37,1 100 3710 Urea 90 225 90 1500 135 Tepung

Ikan

215 148 131 14.2 9.3 250 1800 900 Garam

Dapur

42 42 125 52 Tetes 770 408 42 8.4 0.9 1 550 550 Jumlah 8500 5576 649 41.8 16.8 38,450 139.1* 5347 Neraca** 0 -24 -225 +11.8 - 4.2

Page 17: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

17

Dedak halus

13.8 % PK 21.6 – 19.7 = 1.9

1,9 / 7.8 =24%

Kebutuhan PK 5.9 + 1.9 = 7.8

19.7 %

Bungkil Kelapa 19.7-13.8 = 5.9

21.6 % PK 5.9 / 7.8 =76%

Dari perhitungan di atas maka pegurangan 1383 gram ampas nanas diganti dengan campuran

bungkil kelapa dan dedak halus dengan rasio = 76 % bungkil kelapa : 24 % dedak halus, maka

berat masing-masing bahan adalah :

76 % bungkil kelapa dari 1383 gram = 76/100 X 1383 gram = 1051 gram

24 % dedak halus dari 1383 gram = 24/100 X 1383 gram = 332 gram

= 1383 gram

Bahan-bahan yang diberikan dalam jumlah sedikit namun memiliki kandungan zat gizi penting

sperti tepung ikan, urea dan garam dapur dikelompokkan menjadi satu dan kita sebut sebagai

bahan premix, yaitu :

- Dihitung dari = 100/77 X Rp. 665.- = Rp. 863.6.-

Bahan

Pakan

BK

(g)

TDN

(g)

PK

(g)

Ca

(g)

P

(g)

Berat

Sebenarnya

(Kg)

Harga/ Kg

(Rp.)

Jumlah

Harga

(Rp.)

Urea 90 225 0.1 1500 150

Tepung

Ikan 215 148 132 14.7 9.3 0.250 1850 462.5

Garam 42 0.42 125 52.5

Total 347 148 357 0.770 863.6* 665.0

Page 18: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

18

Campuran Pakan

Bahan

Pakan

BK

(g)

TDN

(g)

PK

(g)

Ca

(g)

P

(g)

Berat

Sebenarnya

(Kg)

Harga/

Kg

(Rp.)

Jumlah

Harga

(Rp.)

Ampas

nanas 6000 4080 204 15.6 5.4 30 100

Tetes 770 408 42 8.4 0.9 1 550

Dedak

halus 332 268 46 0.4 5.0 0.386 600

B.kelapa 1051 767 227 17.3 2.2 1.250 750

Bahan

premix 347 148 357 14.7 9.3 0.392

Jml. Zat

gizi 8500 5671 876 56.4 22.8 33.028

Zat yg 8500 5600 874 30 21 Sesuai

2. Ransum dengan Rumput Gajah sebagai Pakan Hijauan

Pemberian Ransum Sapi Perah

1) Induk Laktasi

4) Induk Kering

Kandungan nutrisi konsentrat adalah :

BK = 87,7 % ; PK = min. 15,2 % ; TDN = 68,0 %

Q

Prod. Pemberian Ransum (kg/hr) &

Susu `

Bobot Badan

(kg)

(L/hr) K/H 300 350 400 450 500

8 K 5,3 5,9 6,4 6,5 6,8

H 30,0 32,0 34,0 36,0 38,0

10 K 5,9 6,5 6,8 7,1 7,4

H 33,0 36,0 38,0 39,0 41,0

12 K 6,5 7,1 7,4 7,7 8,0

H 36,0 39,0 41,0 43,0 45,0

14 K 7,1 7,7 8,0 8,3 8,7

H 40,0 42,0 44,0 46,0 48,0

Bobot Pemberian Pemberian

Badan Konsentrat Hijauan (Kg/hr)

(Kg) (Kg/hr)

300 2,0 18,0

350 2,5 21,0

400 2,8 23,0

450 3,5 25,0

500 4,2 27,0

Page 19: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

19

5) Pejantan

2) Dara

3) Pedet Jantan dan atau Betina

16 K 7,7 8,3 8,7 8,9 9,2

H 43,0 46,0 48,0 49,0 51,0

18 K 8,3 8,9 9,2 9,5 9,8

H 46,0 49,0 51,0 53,0 55,0

20 K 8,9 9,5 9,8 10,1 10,4

H 49,0 52,0 54,0 56,0 58,0

22 K 9,6 10,1 10,4 10,7 11,0

H 53,0 56,0 58,0 59,0 62,0

Catatan : K = Konsentrat H = Hijauan

Kadar Lemak Susu minimum 3,5 %

Kandungan nutrisi konsentrat adalah :

BK = 87,4 % ; PK = min. 18,2 % ; TDN = 77,0 %

Umur

Taksiran

Bobot

Badan (Kg)

Pemberian (Kg/hr)

Konsentrat Hijauan

12 215 2,3 26

13 229 2,5 28

14 240 2,7 30

15 254 2,9 32

16 266 3,0 34

17 275 3,1 35

18 288 3,2 36

19 299 3,3 38

20 310 3,4 40

21 324 3,5 42

22 335 3,6 44

23 348 3,7 46

24 363 3,8 48

25 371 4,0 50

Kandungan nutrisi konsentrat adalah :

BK = 86,7 % ; PK = min. 16,2 % ; TDN = 70,8 %

Bobot Badan

(Kg)

Pemberian (Kg/hr)

Konsentrat Hijauan

500 4,2 35

600 4,7 38

700 5,5 40

Umur Pemberian Konsentrat Pemberian

(Bulan) (Kg/hr) Hijauan

Jantan Betina (Kg/hr)

0 – 3 Sedikit Sedikit Sedikit

4 – 6 0,7 0,5 5

7 – 9 1,0 0,8 8

10-12 1,2 1,0 12

Kandungan nutrisi konsentrat adalah : BK

= 89,3 % ; PK = min. 21,0 % ; TDN = 73,8 %

Page 20: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

20

Pemberian Ransum Sapi Potong

1) Pembesaran Pedet Jantan dan Betina

2) Penggemukan

Bobot

Badan(Kg)

PBB

(g/hr)

Pemberian (Kg/hr)

Hijauan Konsentrat

Jantan Betina

100

500 6,8 1,6 1,5

750 6,8 2,1 2,0

1000 6,8 2,6 2,4

150

500 9,5 2,2 2,0

750 9,5 2,8 2,6

1000 9,5 3,5 3,3

200

500 15,6 2,0 2,0

750 15,6 2,8 2,6

1000 15,6 3,6 3,4

Kandungan nutrisi konsentrat adalah :

BK= 86,7 %; PK= min. 16,6 %; TDN= 71,9%

Bobot

Badan(Kg)

PBB

(g/hr)

Pemberian (Kg/hr)

Hijauan

Konsentrat

Jantan Betina

250

500 18,3 3,0 2,6

750 18,3 3,1 3,0

1000 18,3 4,0 3,7

300

500 21,8 2,4 2,2

750 21,8 3,5 3,2

1000 21,8 4,6 4,3

350 500 24,5 2,7 2,4

Page 21: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

21

750 24,5 3,8 3,5

1000 24,5 5,1 4,7

400

500 29,3 2,6 2,5

750 29,3 4,0 3,7

1000 29,3 5,4 4,9

450

500 34,8 2,4 2,2

750 34,8 3,9 3,6

1000 34,8 5,3 5,0

Kandungan nutrisi konsentrat adalah :

BK= 86,7 %; PK= min. 14,5 %; TDN= 75,0%

Page 22: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

22

PRAKTIKUM II

EVALUASI BAHAN PAKAN SECARA IN VIVO

2.1 Pengukuran Konsumsi dan Daya Cerna Pakan secara in vivo

Pengukuran daya cerna secara in vivo merupakan cara pengukuran daya cerna suatu

pakan dengan menggunakan hewan percobaan. Pakan yang diuji diberikan secara langsung

pada hewan percobaan, kemudian diukur berapa jumlah yang dikonsumsi dan yang dikeluarkan

lewat feses. Pakan yang dikonsumsi merupakan selisih antara jumlah pakan yang diberikan dan

jumlah pakan yang tersisa. Pengukuran ini menggunakan kandang khusus yang disebut

kandang metabolis, yaitu kandang yang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum dan

tempat koleksi feses serta urine.

Dalam pelaksanaannya, pengukuran daya cerna dengan cara ini dilakukan paling sedikit

selama 14 hari yang dibagi menjadi dua periode yaitu periode pendahuluan (preliminary period)

dan periode pengumpulan data (collecting period). Periode pendahuluan dilakukan sedikitnya

selama 7 hari atau sampai hewan percobaan terbiasa dengan pakan yang sedang diuji. Hal ini

ditandai dengan konsumsi pakan yang relatif konstan setiap hari. Tujuan periode ini adalah agar

terjadi penyesuaian hewan percobaan terhadap pakan yang sedang diuji dan untuk meniadakan

pengaruh pakan yang dikonsumsi oleh ternak pada beberapa waktu sebelumnya. Setelah

periode pendahuluan dilaksanakan maka diikuti dengan periode pengumpulan data yang

dilakukan selama 7-14 hari. Pada periode ini, pakan yang diberikan pada tiap ekor ternak dan

yang tersisa dan juga feses yang dikeluarkannya ditimbang setiap hari dan sampel masing-

masing diambil sebanyak kurang lebih 10 %. Kemudian sampel yang terkumpul dianalisa

kandungan zat makanannya di laboratorium.

Dengan mengetahui data tersebut maka dapat diukur jumlah zat makanan yang diserap

oleh seekor ternak, yaitu dengan menghitung selisih antara jumlah pakan yang dikonsumsi

dengan jumlah feses, dan persentase antara pakan tercerna dengan pakan yang dikonsumsi

menunjukkan daya cerna pakan tersebut, yang biasanya dinyatakan dengan persen. Secara

matematik perhitungan daya cerna pakan secara in vivo dapat dirumuskan sebagai berikut :

Daya cerna (%) = (Jumlah pakan pemberian sisa) Jumlah feses

X 100% Jumlah pemberian sisa

Atau

Daya cerna (%)

=

Jumlah konsumsi pakan Jumlah feses X

100% Jumlah konsumsi pakan

Dalam kenyataannya, tidak semua zat makanan yang terdapat dalam feses berasal dari

pakan yang tidak tercerna. Sebagian zat makanan dalam feses juga berasal dari sel-sel mukosa

alat pencernaan atau usus yang aus, enzim yang disekresikan ke dalam alat pencernaan dan

mikro-organisme yang terdapat dalam alat pencernaan rumen dan usus besar yang ikut keluar

bersama-sama feses. Zat-zat makanan yang berasal dari sumber tersebut memberikan kontribusi

terhadap protein atau nitrogen (N) dalam feses. Protein tersebut disebut juga dengan istilah

endogenous fecal nitrogen (EFN) atau metabolic fecal nitrogen (MFN) yaitu protein dalam

feses yang berasal dari tiga sumber di atas. Oleh karena itu dalam pengukuran daya cerna secara

in vivo terdapat dua istilah daya cerna yaitu daya cerna semu (apparent digestibility) dan daya

cerna sebenarnya (true digestibility).

Page 23: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

23

Daya cerna semu merupakan hasil pengukuran daya cerna in vivo yang berasumsi bahwa

semua zat makanan yang terdapat dalam feses adalah benar-benar berasal dari pakan yang

memang tak tercerna, tanpa memperhitungkan faktor MFN. Dengan demikian, maka data daya

cerna semu menunjukkan angka yang lebih rendah dibanding data daya cerna yang sebenarnya.

Daya cerna semu kemungkinan menunjukkan nilai daya cerna yang negatip. Hal ini dapat

terjadi pada daya cerna protein dan lemak terutama pada pakan yang mengandung protein (PK)

dan lemak sangat rendah, sehingga protein yang dikonsumsi oleh ternak tersebut lebih kecil

daripada yang terdapat dalam feses.

Daya cerna sebenarnya merupakan hasil pengukuran daya cerna secara in vivo yang

berasumsi bahwa zat makanan yang terdapat dalam feses disamping berasal dari pakan yang

tidak tercerna juga berasal dari MFN, sehingga dalam perhitungannya juga memperhitungkan

faktor FMN sebagai koreksi, dan dirumuskan sebagai berikut :

Daya cerna (%) = Jumlah konsumsi pakan (Jumlah feses – MFN)

X 100% Jumlah konsumsi pakan

Dengan rumus ini, maka zat makanan dalam feses yang diperhitungkan adalah benar-

benar berasal dari pakan yang dikonsumsi dan tidak tercerna oleh ternak. Oleh karena itu data

yang diperoleh dengan rumus ini lebih akurat dan lebih tinggi dibandingkan dengan daya cerna

semu. Dalam praktek, pengukuran daya cerna semu lebih umum dilaksanakan, karena

pelaksanaannya lebih mudah dan sederhana. Sedang pengukuran daya cerna sebenarnya lebih

sulit, karena besarnya MFN harus diketahui atau diukur terlebih dulu. Pengukuran MFN dapat

dilaksanakan dengan memberikan pakan bebas N pada hewan percobaan dan mengukur jumlah

N yang terdapat dalam feses yang dikeluarkan. Dengan pemberian pakan yang bebas N maka

secara logika tidak akan terdapat N juga di dalam feses ternak tersebut, tetapi dalam feses masih

terdapat N, berarti N tersebut berasal dari MFN.

Pada ternak ruminansia besarnya MFN sangat bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh

jumlah dan jenis pakan yang dikonsumsi serta proses fermentasi dan perkembangan mikro-

organisme terutama yang tumbuh dalam usus besar. Berdasarkan beberapa hasil percobaan

dengan menggunakan berbagai jumlah dan jenis pakan, rata-rata jumlah MFN pada ternak

ruminansia adalah sebesar 5 g N/kg konsumsi bahan kering (BK). Berarti jika ternak bobot

badannya 300 kg dan jumlah BK yang dikonsumsi sebesar 3 persen dari berat badan atau 9 kg

maka setiap hari ternak tersebut mensekresikan MFN sebanyak 45 g atau kurang lebih sama

dengan 280 g protein. Jika pakan yang dikonsumsi oleh ternak tersebut mengandung protein

(PK) sebesar 12% BK, maka jumlah konsumsi PK adalah 1,08 kg. Hal ini berarti bahwa protein

atau MFN yang disekresikan dalam feses oleh ternak yang diberi pakan tersebut, paling tidak

sama dengan 26 persen jumlah PK yang dikonsumsi, sebagaimana diuraikan berdasarkan

perhitungan berikut :

Misal berat ternak = 300 kg

Konsumsi BK kering rumput gajah = 3 % x 300 kg = 9 kg

Konsumsi PK rumput gajah = 12 % x 9 kg = 1,08 kg

MFN = 5 g N/kg konsumsi BK = 5 g N x 9 kg = 45 g N atau setara dengan 0,28 kg PK

Berarti jumlah MFN/konsumsi PK = (0,28 kg/1,08 kg) x 100% = 25,9 %

Page 24: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

24

2.2 Pengukuran Retensi Nitrogen

Pengukuran daya cerna merupakan salah satu pengukuran kualitas pakan yang

didasarkan pada jumlah pakan yang diserap ke dalam tubuh. Dalam kenyataannya, pakan

yang terserap masih akan mengalami proses lebih lanjut di dalam jaringan tubuh, yang disebut

proses metabolisme. Dalam proses metabolisme, sebagian zat makanan akan dimanfaatkan

oleh tubuh ternak dan sebagian yang tidak termanfaatkan akan diekskresikan dalam urine.

Asam amino yang terserap ke dalam tubuh mengalami proses metabolisme bersama-

sama dengan asam amino yang berasal dari asam amino jaringan yang telah aus dan asam amino

non-essensial yang disintesis dalam jaringan tubuh ternak. Asam-asam amino tersebut

selanjutnya dimanfaatkan oleh tubuh untuk kebutuhan sebagai berikut :

1. Untuk hidup pokok misalnya untuk mengganti jaringan yang telah aus, biosynthesis hormon,

enzim dan senyawa nitrogen yang lain yang mempunyai peranan penting juga dalam proses

biologis (asam nukleat, creatin dan cholin).

2. Diubah menjadi produk ternak (susu, daging, telur).

3. Mengalami proses deaminasi, sehingga diekresikan kedalam urine dalam bentuk urea pada

ruminansia atau asam urat pada unggas. Proses ini terjadi terutama pada ketersediaan protein

dalam tubuh yang berlebihan dan juga dipengaruhi oleh level insulin dan growth hormone

(GH) yang menstimulasi synthesis protein dan menghambat proses deaminasi, dan hormon

glucocorticoids yang mempunyai efek berlawanan dengan insulin dan growth hormone.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan pengukuran bagian protein yang

terserap dan dimanfaatkan oleh tubuh atau jumlah nitrogen yang tersimpan dalam tubuh yang

disebut juga N retensi. Dalam pelaksanaannya, pengukuran retensi nitrogen hampir sama

dengan pengukuran daya cerna secara in vivo, hanya harus dilengkapi dengan koleksi urine

secara total dan di analisa kadar nitrogennya. Retensi nitrogen dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

Retensi N = N intake – (N feses + N urine)

Seperti halnya rumus daya cerna semu, retensi nitrogen yang diperoleh dari rumus diatas

merupakan retensi nitrogen semu (apparent nitrogen retention). Untuk mengukur true nitrogen

retention, maka protein endogenous dalam feses (MFN) dan dalam urine (urinary endogenous

nitrogen, UEN) harus diperhitungkan. Meskipun sulit dan jarang dilakukan, protein

endogenous dalam feses dan urine dapat diukur dengan pemberian pakan bebas nitrogen pada

hewan percobaan. Setelah diketahui besarnya protein endogenous tersebut, maka true BV dapat

dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Retensi N = N intake – {(N feses – MFN) + (N urine - UEN)}

2.3 Pelaksanaan Praktikum

2.3.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :

- Timbangan

- Kandang metabolis sebanyak ternak yang digunakan

- Ember penampung/pengumpul feses masing-masing kandang 1 buah

- Ember pengumpul urine masing-masing kandang 1 buah

Page 25: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

25

- Kantong plastik tempat sampel urine, feses, pakan hijauan dan konsentrat

- Sebuah freezer atau kulkas

- Spidol permanen untuk memberi tanda

- Gelas ukur 10 ml

- Chopper untuk hijauan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :

- Kambing

- Pakan ternak kambing (hijauan dan konsentrat)

- Air minum

- Larutan H2SO4 10%

- Formalin

2.3.1 Pelaksanaan Praktikum

Jadwal Kegiatan

Hari Jam Kegiatan

I 04.30-04.45 1. Persiapan (Membersihkan tempat pakan, tempat minum,

tempat feses, dan tempat penampung urine dan segera taruh

kembali pada tempatnya semula).

2. Pada tempat setiap penampung urine, tambahkan 10 ml

larutan H2SO4 10%.

04.45-05.30 1. Berikan konsentrat pada masing-masing kambing sebanyak

1,5% dari bobot badan tunggu sampai konsentrat habis

termakan atau kurang lebih 1 jam.

2. Berikan rumput gajah pada masing-masing kambing

sebanyak 10% dari bobot badan.

3. Ambil sampel konsentrat sebanyak + 50g dan rumput gajah

pemberian sebanyak + 200g masukkan ke dalam tas, beri

kode (nomor ternak, jenis sampel,dan tanggal pengambilan)

segera simpan dalam freezer atau segera keringkan dan

simpan pada tempat yang kering.

4. Berikan air minum pada masing-masing kambing.

16.00-17.00 1. Berikan konsentrat pada masing-masing kambing sebanyak

1,5% dari bobot badan tunggu sampai konsentrat habis

termakan atau kurang lebih 1 jam

2. Berikan rumput gajah pada masing-masing kambing

sebanyak 10% dari bobot badan.

3. Ambil sampel rumput gajah pemberian sebanyak + 200g

masukkan ke dalam tas, beri kode (nomor ternak, jenis

sampel,dan tanggal pengambilan) segera simpan dalam

freezer atau segera keringkan dan simpan pada tempat yang

kering.

Catatan : Sampel rumput gajah pemberian harus diambil pada

Page 26: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

26

setiap kali pemberian karena sangat mungkin kondisinya

terutama kadar BKnya berbeda antar pemberian, sedangkan

sampel konsentrat cukup diambil sekali saja karena kondisi

konsentrat hampir sama pada setiap kali pemberian.

4. Berikan air minum pada masing-masing kambing.

II 04.30-05.30 1. Kumpulkan feses dan timbang. Ambil sampelnya sebanyak

10% dari berat feses, beri kode ((nomor ternak, jenis

sampel,dan tanggal) segera simpan dalam freezer atau segera

keringkan dan simpan pada tempat yang kering.

2. Ukur urine yang terkumpul, ambil sampel (+ 10%), taruh

dalam botol, beri kode (nomor ternak, jenis sampel, dan

tanggal pengambilan sampel).

3. Kumpulkan sisa pakan dan timbang, kemudian ambil

sampelnya sebanyak 10% dari berat sisa pakan, masukkan tas,

beri kode dan segera keringkan atau simpan dalam freezer.

4. Lakukan kegiatan yang sama dengan kegiatan pada hari I jam

04.30-05.30 butir 1–4.

16.00-17.00 1. Lakukan kegiatan yang sama dengan kegiatan pada hari I

jam 16.00-17.00 butir 1–4.

III dan

seterusnya

04.30-05.30 Lakukan kegiatan yang sama dengan kegiatan pada hari II

jam 04.30-05.30 butir 1–4.

16.00-17.00 Lakukan kegiatan yang sama dengan kegiatan pada hari II

jam 16.00-17.00 butir 1–4.

Terakhir 04.30-05.30 1. Timbang masing-masing sampel yang telah disimpan dan

kelompokkan sesuai dengan kode sampel dan nomor ternak.

2. Campur/komposit sampel dalam satu kelompok atau sesuai

dengan kelompoknya, kemudian ambil sub-sampelnya dan

analisis kandungan BK, BO, dan Pknya di laboratorium.

Isikan atau catat semua data pengamatan dan kejadian yang dapat mengganggu keakuratan

data ke dalam Form Data yang tersedia (harian).

Page 27: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

27

[LEMBAR KERJA II]

NAMA : .....................................................

NIM : ..................................................... TGL : ..................................

KEGIATAN : Pengukuran Kecernaan in vivo

Perhitungan :

- BK Rumput pemberiaan

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- BK Rumput sisa

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- Konsumsi BK Rumput

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- BK Konsentrat pemberian

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- BK Konsentrat sisa

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- Konsumsi BK Konsentrat

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- BK Feses

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- Kecernaan BK

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

Page 28: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

28

Perhitungan :

- PK Rumput pemberiaan

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- PK Rumput sisa

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- Konsumsi PK Rumput

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- PK Konsentrat pemberian

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- PK Konsentrat sisa

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- Konsumsi PK Konsentrat

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- PK Feses

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- Kecernaan PK

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

Page 29: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

29

Perhitungan :

- BO Rumput pemberiaan

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- BO Rumput sisa

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- Konsumsi BO Rumput

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- BO Konsentrat pemberian

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- BO Konsentrat sisa

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- Konsumsi BO Konsentrat

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- BO Feses

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- Kecernaan BO

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

Page 30: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

30

Perhitungan :

- SK Rumput pemberiaan

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- SK Rumput sisa

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- Konsumsi SK Rumput

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- SK Konsentrat pemberian

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- SK Konsentrat sisa

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- Konsumsi SK Konsentrat

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- SK Feses

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- Kecernaan SK

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

Page 31: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

31

....................................................................................................................................

Perhitungan :

- LK Rumput pemberiaan

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- LK Rumput sisa

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- Konsumsi LK Rumput

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- LK Konsentrat pemberian

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- LK Konsentrat sisa

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- Konsumsi LK Konsentrat

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- LK Feses

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

- Kecernaan LK

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

Page 32: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

32

TUGAS

1. Berapa kebutuhan nutrien Bahan Kering dan Bahan Organik (PK, LK, SK) ternak yang

digunakan dalam praktikum

2. Bandingkan dengan keadaan saat di lapang

3. Apakah pakan yang diberikan sudah mencukupi kebutuhan nutrien ternak

PEMBAHASAN

Page 33: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

33

Page 34: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

34

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Page 35: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

35

[LEMBAR KERJA II]

NAMA : .....................................................

NIM : ..................................................... TGL : ..................................

KEGIATAN : Retensi Nitrogen

Perhitungan Retensi Nitrogen:

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

....................................................................................................................................

Page 36: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

36

TUGAS

1. Apakah yang dimaksud retensi nitrogen (literatur)?

2. Bandingkan nilai retensi nitrogen hasil perhitungan setelah praktikum dengan literatur!

PEMBAHASAN

Page 37: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

37

Page 38: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

38

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Page 39: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

39

PRAKTIKUM III

MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN PADA TERNAK RUMINANSIA

3.1 BAHAN PAKAN TERNAK RUMINANSIA

Pemberian pakan ternak dikonsumsi untuk memenuhi kehidupan pokok dan produksi.

Bahan pakan ternak ruminansia terdiri dari pakan kasar dan konsentrat. Pemberian konsentrat

diperlukan karena ketersediaan dan kualitas hijauan yang terbatas dan kurang memenuhi

kebutuhan nutrisi ternak, dengan formulasi konsentrat yang tepat maka akan terjadi

peningkatan produksi daging dan susu sehingga pendapatan peternak meningkat.

PAKAN KASAR (SUMBER SERAT) : HIJAUAN

Pakan Kasar merupakan pakan utama dengan proporsi banyak dalam ransum. Contoh

hijauan dan limbah pertanian sebagai berikut: rumput gajah, rumput tapang, jerami padi, pucuk

tebu, tebon jagung, gamal, turi, lamtoro, kaliandra, kelor. Contoh pakan alternatif yang dapat

digunakan adalah daun pisang, daun waru, daun nangka, isi rumen, kulit pisang, limbah nangka,

alang-alang.

Peranan hijauan bagi ternak ruminansia adalah:

a. Sumber energi (VFA)

b. Sumber protein (leguminosa)

c. Mempertahankan kondisi rumen

d. Merangsang remastikasi

e. Merangsang pengeluaran salivasi

f. Ekologi rumen terjaga

g. Mikroba melaksanakan fungsinya sebagai agen fermentasi pakan

KONSENTRAT

Konsentrat merupakan pakan tambahan dengan kandungan gizi:

a. Serat kasar <18%

b. Energi (TDN) >60%

c. Protein tinggi

Bahan pakan penyusun konsentrat terdiri dari konsentrat sumber energi (contohnya dedak,

onggok, pollard, molasses, dan lain-lain) dan konsentrat sumber protein (contohnya bungkil

kapuk, bungkil kelapa, ampas tahu, tepung ikan, dan lain-lain).

Peranan konsentrat (pakan penguat) bagi ternak ruminansia adalah:

a. Menutupi kekurangan gizi dari hijauan

b. Sumber energi dan protein

c. Harga mahal

d. Pakan tambahan

e. Serat rendah

Page 40: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

40

Standar pakan konsentrat Sapi Perah Laktasi

Standar pakan konsentrat Sapi Potong

TDN % Min 70,0

Kadar Air % Mak 14,0

Protein

Kasar

% Min 17,0

Lemak Kasar % Mak 5,0

Serat Kasar % Mak 18,0

Abu % Mak 15,0

Kalsium % 1,6 – 2,0

Fosfor % 0,8 – 1,0

TDN % Min 65,0

Kadar Air % Mak 14,0

Protein

Kasar % Min 10,0

Lemak Kasar % Mak 5,0

Serat Kasar % Mak 20,0

Abu % Mak 15,0

Kalsium % 1,6 – 2,0

Fosfor % 0,8 – 1,0

Page 41: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

37

3.2 STRATEGI PEMBERIAN PAKAN

Strategi Pemberian Pakan adalah mengatur pemberian ransum sedemikian rupa agar

dicapai hasil yang memuaskan dengan mempertimbangkan efisiensi ekonomis dan biokemis.

Pemberian pakan mempengaruhi 70% usaha peternakan sedangkan sisanya adalah dari

manajemen dan breeding.

Syarat pakan yang baik:

1. Palatabilitas

2. Nilai gizi

3. Harga murah

4. Mudah diperoleh

5. Tidak beracun

6 Keragaman pakan

7 Tersedia sepanjang waktu

Cara Pemberian Pakan:

1. Diberikan sebagai pakan tunggal

2. Di combor

3. Diberikan dalam bentuk kering

4. Pakan Lengkap (PL)

Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk penggemukan sapi potong

1. Pemberian pakan basal (BK) = 2 – 2,5 % BB

2. Pemberian konsentrat minimal 1 % BB (campuran konsentrat sumber energi dan sumber

protein). Urea dapat diberikan dan harus disertai dengan sumber karbohidrat yang mudah

larut (dedak, gamblong, tetes). Pemberian urea maksimal 1% konsentrat.

3. Daun leguminosa dapat diberikan 50 % dari total pemberian hijauan.

Contoh pemberian pakan pada sapi perah dengan BB 400-450kg, produksi susu 12 liter

(lemak 4%):

R. Gajah (PK = 12%, TDN = 65%) → R. Gajah = 7,2 kg BK ~ 48 kg

Konsentrat : PK = 17%, TDN = 70% → Kons = 4,8 kg BK ~ 5,3 kg

R. Gajah (PK = 9 %, TDN = 65%) → R. Gajah = 6 kg BK ~ 37,5 kg

Konsentrat (PK = 17%, TDN = 70%) → Kons = 6 kg BK ~ 6,7 kg

Sapi Perah dengan BB 400-450kg, produksi susu 15 liter (lemak 4%)

R. Gajah (PK = 12%, TDN = 70%) → R. Gajah = 6 kg BK ~ 40 kg

Konsentrat : PK = 17%, TDN = 70% → Kons = 6 kg BK ~ 6,6 kg

PERHATIAN:

Konsentrat tidak boleh dicampur dengan bahan pakan lain seperti dedak, onggok karena

akan menurunkan kualitasnya yaitu menurunkan kandunga proteinny.

Pemberian konsentrat sebaiknya tidak dicombor.

3.2 KEBUTUHAN NUTRIEN

Nutrien yang dibutuhkan sapi potong dan sapi perah terdiri dari Bahan Kering (BK)

dengan kebutuhan 2-4% dari Bobot Badan. Pemberian BK berdasarkan pada imbangan hijauan

dan konsentrat.

Imbangan BK hijauan dan konsentrat Sapi Potong dapat berupa 50:50%, 30:70%,

40:60%, dan 20:80% sedangkan untuk imbangan BK hijauan dan konsentrat Sapi Perah dapat

berupa 50:50%, 40:60%, dan 60:40%.

Page 42: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

38

Contoh jumlah pemberian pakan:

Kebutuhan BK : 2 – 4% ; BK hijauan 2 % BB

Cara pemberian :

Contoh sapi dengan BB = 400 kg

Kebutuhan BK hijauan = 400 x 2% = 8 kg BK

Jumlah pemberian :

Rumput gajah segar = 8 kg x 100/20 = 40 kg

Jerami padi kering = 8 kg x 100/50 = 16 kg

Konsentrat = 2 % BB = 8 x 100/90 = 9 kg

3.3 KANDUNGAN PAKAN TERNAK RUMINANSIA

Energi untuk hidup pokok (aktifitas)

-Dinyatakan dalam GE, DE, ME, NE dan TDN

-Serat sebagai sumber energi yang murah

-Imbangan asam lemak (VFA)

-Keseimbangan sumber energi

Protein untuk hidup pokok, pertumbuhan reproduksi dan produksi

-Kekurangan protein menyebabkan rendahnya produktifitas ternak

-NPN dapat digunakan untuk sintesis protein

-Kebutuhan %PK dan %DP

Mineral

-Untuk pertumbuhan tulang dan perbaikan jaringan

-Sebagai kofaktor enzim dan hormon

-Menjaga keseimbangan pH cairan tubuh

-Pembentukan mineral susu

-Kebutuhan Ca Sapi Potong Laktasi adalah 0,26% dan Sapi Perah laktasi 0,39-0,48%.

Vitamin

-Sebagai katalisator dalam proses metabolisme

-Vitamin larut dalam air: B dan C

-Vitamin B dan K dapat disintesisi oleh mikroba rumen

-Vitamin A penting pada pemberian pakan hijauan kering

3.4 TEKNOLOGI PAKAN TERNAK RUMINANSIA

UREA AMONIASI JERAMI PADI

1. Perbandingan urea : BK jerami : air = 0,4 : 1 : 1

2. Meningkatkan kecernaan 5 – 20 %

3. Meningkatkan konsumsi BK ± 50 %

4. Meningkatkan kandungan N jerami ± 100%

5. Pemberian jerami amoniasi yang di tambah konsentrat mampu meningkatkan bobot badan

sapi 200 – 500 g/ekor/hr.

TEKNOLOGI SUPLEMENTASI

1. Dipilih sumber pakan yang kaya karbohidrat (dedak, onggok/ gamblong, molases).

2. Dipilih pakan sumber N yang mudah terfermentasi (urea → maks 1 % dari konsentrat).

3. Selanjutnya dipilih pakan yang kaya protein by-pas (daun gliricidia, lamtoro, kaliandra).

Page 43: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

39

UREA MOLASES BLOK

NO Jenis Bahan Jumlah bahan tiap kg/10 kg campuran

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Molasses

Onggok

Dedak

Tepung Kedelai

Tepung Tulang

Kapur

Urea

Lacta Mineral

Garam Dapur

3.300 kg

0.800 kg

1.800 kg

1.300 kg

0.600 kg

0.900 kg

0.425 kg

0.125 kg

0.750 kg

PAKAN LENGKAP (PL)

Merupakan pakan imbang gizi yang dibuat dari campuran hijauan dan konsentrat dengan

rasio tertentu, dalam bentuk uniform dan kering, untuk diberikan sebagai satu-satunya

pakan yang dapat menunjang kebutuhan hidup pokok, produksi dan reproduksi tanpa

tambahan pakan lain.

Salah satu hal yang perlu dijadikan pedoman dalam menyusun PL adalah:

PK berkisar 9 – 14 dan

TDN antara 45 - 65%.

Strategi Pemberian Pakan Lengkap

Tabel 1. Limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai bahan Pakan Lengkap

Pakan Kadar dalam pakan lengkap (%)

Pucuk tebu 20 – 50

Campuran rumput kering 30 – 75

Tepung daun lamtoro 20 – 30

Guguran daun jati 17 – 70

Guguran daun mangga 30 – 60

Jerami padi 40 – 50

Serbuk gergaji 30

Page 44: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

40

[LEMBAR KERJA III]

1. Jelaskan manejemen pemberian pakan yang ada di lapang dan bandingkan dengan

manajemen yang ada di literature !

PEMBAHASAN

Page 45: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

41

Page 46: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

42

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Page 47: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

43

PRAKTIKUM IV

MIKROBA RUMEN

4.1 JENIS MIKROBA RUMEN

Mikroba rumen memiliki peran yang sangat penting di dalam lambung ruminansia

terutama bagian retikulo-rumen. Secara umum terdapat 4 kelompok mikroba rumen, yaitu

bakteri, protozoa, jamur dan bakteriophage atau virus. Berikut ini akan membahas ketiga

golongan utama mikroba rumen yaitu bakteri, protozoa dan jamur; dalam proses fermentasi

pakan ternak ruminansia.

4.1.1 BAKTERI RUMEN

Bakteri rumen diklasifikasikan berdasarkan substratnya sebagai sumber energi utama,

yaitu :

Bakteri Selulolitik

1. Bacteriodes succinogenes

2. Ruminicoccus flavefaciens

3. Ruminicoccus albus

4. Cillobacterium cellulosolvens

Bakteri Hemiselulolitik

1. Butyrivibrio fibriosolven

2. Bacteriodes ruminicola

Bakteri Pengguna Asam (Acid Utilizer Bacteria)

1. Peptostreptococcus bacterium

2. Propioni bacterium

3. Selemonas lactilytica

Bakteri Amilolitik

1. Bacteriodes amylophilus

2. Butyrivibrio fibrisolvens

3. Bacteroides ruminicola

4. Streptococcus bovis

Bakteri Pengguna Gula (Sugar Untilizer Bacteria)

Bakteri Proteolitik

1. Bacteroides amylophilus

2. Clostridium sporogenes

3. Bacillus licheniformis

Methanobacterium ruminantium

1. Methanobacterium formicium

Bakteri Lipolitik

1. Anaerovibrio lipolytica

2. Selemonas ruminantium var. Lactilytica

Bakteri Ureolitik

1. Streptococcus sp.

Page 48: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

44

4.1.2 PROTOZOA RUMEN

Protozoa yang terdapat dalam rumen memiliki peranan dalam fermentasi pakan

terutama pakan berupa serat kasar seperti selulosa, heiselulosa, fruktosan, pektin dan pati serta

gula yang terlarut dalam lemak. Jenis protozoa yang banyak terdapat dalam rumen adalah ciliata

dan flagelata, namun jumlah ciliata lebih dominan.

Ciliata dalam rumen terdiri dari 3 ordo yaitu :

Ordo Prostomatida

Ordo Trichostomatida

Ordo Entodiniomorphida

Berdasarkan posisi cilia dan ada tidaknya vakuola, prtozoa dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

Oligotricha : mempunyai ukuran sel lebih kecil dan posisi cilia ada di sekitar mulut

Holotricha : mempunyai ukuran sel lebih besar dengan cilia menutupi seluruh permukaan tubuh

Populasi protozoa rumen sangat bervariasi jumlahnya dari 0 - 5 X 106/ml isi rumen.

4.1.3 Jamur Rumen

Jamur yang dijumpai di dalam rumen antara lain khamir (yeast) dan kapang (moulds).

Pada awalnya jamur dikenal sebagai ikroorganisme yang hanya singgah dan lewat di dalam

rumen dan saluran pencernaan lain. Jamur ditemukan dalam julah yang banyak jika ransum

basal ternak mengandung serat kasar tinggi. Jadi hal tersebut menunjukkan bahwa jamur

memiliki peranan penting dalam fermentasi serat kasar dalam rumen. Beberapa spesies jamur

anaerob yang telah diisolasi dari ternak ruminansia yaitu Caecomyces communis, Pyromyces

communis, Neocallimastix frontalis, Neocllimastix patriciarum, Neocallimastix hurleyensis,

Neocallimastix variabilis, Anaeromyces elegans, Orpinomyces joyonii.

Populasi mikroba sangat bervariasi meskipun pada ternak yang sama dan diberi pakan

yang sama. Interaksi antar mikroba di dalam rumen dapat mempengaruhi populasi tersebut.

Interaki yang terjadi antar mikroba dengan protozoa bersifat kompetitif, artinya protozoa dapat

memangsa bakteri yang ada dalam cairan rumen kemudian mencernanya sebagai sumber asam

amino bagi pertumbuhannya. Keadaan tersebut akan terjadi jika pakan basal ternak merupakan

ibah pertanian yang sedikit mengandung gula dan pati.

4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Populasi Mikroba Rumen

Beberapa faktor yang mempengaruhi populasi mikroba rumen antara lain :

1. Temperatur rumen

2. Keasaman (pH)

3. Pengaruh Osmotik dan Ionik

4. Komposisi gas dalam rumen

5. Tekanan permukaan rumen

6. Variasi harian (fluktuasi konsentrasi mikroba rumen)

7. Nutrisi (pakan, frekuensi pemberian pakan dan tingkat konsumsi)

8. Faktor-faktor lain (pemberian bahan kimia, pengaruh individu ternak dan kompetisi makanan)

4.3 Pengamatan dan Perhitungan Populasi Mikroba dalam Rumen

Mikroba berukuran sangat kecil dan untuk mengetahuinya digunakan mikrometer.

Mikrometer merupakan kaca berskala dan dikenal 2 jenis micrometer yaitu mikrometer okuler

Page 49: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

45

dan mikrometer objektif. Mikrometer okuler dipasang pada lensa okuler mikroskop, sedangkan

micrometer objektif berbentuk slide yang ditempatkan pada meja preparat mikroskop. Jarak

antar garis skala pada mikrometer okuler tergantung pada perbesaran lensa objektif yang

digunakan yang menentukan lapang pandang mikroskop. Jarak ini dapat ditentukan dengan

mengkalibrasi antara mikrometer okuler dan objektif. Mikrometer objektif memiliki skala yang

telah diketahui, menjadi tolak ukur untuk menentukan ukuran skala micrometer okuler. 1 skala

micrometer objektif = 0,01 mm / 10 µm.

Kalibrasi dilakukan dengan menghimpitkan skala mikrometer objektif dan okuler pada

perbesaran yang diinginkan. Skala ke nol (garis pertama) kedua mikrometer disimpulkan

menjadi 1 garis kemudian dilihat pada skala ke berapa kedua jenis mikrometer tersebut

bertemu/berhimpit kembali. Dari hasil tersebut dapat diketahui satu satuan panjang pada skala

mikrometer okuler itu berdasarkan beberapa jumlah skala kecil mikrometer objektif yang

berada di antara garis yang berhimpit tadi.

Secara garis besar metode perhitungan mikroba rumen ada 2 macam yaitu :

1. Perhitungan tidak langsung dengan metode Plate Count/Viable Count

2. Perhitungan langsung menggunakan Haemocytometer

3.

1. Metode plate count/viable count

Prinsip dasar : setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu

koloni setelah ditumbuhkan dalam media pertumbuhan dan lingkungan yang sesuai

Beberapa mikroorganisme tertentu cenderung akan membentuk kelompok, jadi koloni tidak

selalu berasal dari satu sel mikroorganisme. Oleh karena itu, maka digunaka istilah Coloni

Forming Units (CFU’S) per ml.

Syarat koloni antara lain :

1. Satu koloni dihitung 1 koloni

2. Dua koloni yang bertumpuk dihitung 1 koloni

3. Beberapa koloni yang berhubungan dihitung 1 koloni

4. Dua koloni yang berhimpitan dan masih dapat dibedakan dihitung 2 koloni

5. Koloni yang terlalu besar melebihi dari luas setengah cawan, tidak dihitung

6. Koloni yang besarnya kurang dari setengah cawan dihitung 1 koloni

Prosedur perhitungan jumlah bakteri menggunakan metode Plate Count

Preparasi sampel

Masukkan sampel ke dalam tabung berisi aquadest untuk pengenceran pertama, selanjutnya

diencerkan sampai tingkat pengenceran tertentu misalnya sapai ke-10

3 pengenceran terakhir ditanam (plating) ke media agar (nutrient agar) atau Plate Count Agar

(PCA) secara duplo

Inkubasi dilakukan pada suhu 300C selama 1-2 x 24 jam

Koloni yang telah tumbuh dihitung dengan syarat seperti di atas

Page 50: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

46

2. Perhitungan jumlah bakteri secara langsung

Prinsip dasar : jumlah bakteri dihitung secara langsung tanpa menumbuhkannya terlebih

dahulu. Perhitungan dilakukan secara mikroskopis dengan menghitung jumlah bakteri dalam

satuan isi yang sangat kecil. Alat yang digunakan untuk perhitungan adalah Hemositometer.

Luas kotak sedang :

= p x 1

= 0,2 x 0,2 = 0,04 mm2

misalnya diperoleh volume kotak sedang : 20 sel dalam satu kotak sedang

= 0,04mm2 x 0,1 mm maka jumlah sel keseluruhan :

= 0,004 mm3 = 20 x (1/4) x 106

karena 1 ml = 1 cm2 = 5 x 106 sel/ml

Prosedur perhitungan bakteri dengan cara langsung :

1. Cara kerja (digunakan kotak sedang) :

2. Bersihkan hemositometer dengan alkohol 70 % lalu

3. Keringkan dengan tissue.

4. Letakkan cover glass di atas alat hitung.

5. Tambahkan ± 50 µl suspensi sel yeast (kira-kira 1 tetes) dengan cara meneteskan pada parit

kaca pada alat hitung. Suspensi sel akan menyebar karena daya kapilaritas.

6. Biarkan sejenak sehingga sel diam di tempat (tidak terkena aliran air dari efek kapilaritas).

7. Letakkan alat hitung pada meja benda kemudian cari fokusnya pada perbesaran 40x10.

8. Lakukan perhitungan secara kasar apakah diperlukan pengenceran atau tidak. Jika dalam satu

kotak sedang terdapat sel-sel yang banyak dan bertumpuk maka perhitungan akan tidak akurat

dan diperlukan pengenceran dengan perbandingan 1:5 atau 1:10.

9. Hitung sampel, paling tidak sebanyak 5 kotak sedang (lebih banyak lebih baik). Hasil

perhitungan dirata-rata kemudian hasil rataan dimasukkan rumus untuk kotak sedang. Jika

dilakukan pengenceran maka jumlah sel/ml dikalikan faktor pengenceran.

Page 51: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

47

LEMBAR KERJA IV

NAMA : .....................................................

NIM : ..................................................... TGL : ..................................

KEGIATAN : MIKROBA RUMEN

Page 52: PRAKTIKUM I PENYUSUNAN RANSUM KEBUTUHAN …labnmt.fapet.ub.ac.id/wp-content/uploads/2019/09/Buku...sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein

48