praktikum i penyusunan ransum kebutuhan...
TRANSCRIPT
1
PRAKTIKUM I
PENYUSUNAN RANSUM
KEBUTUHAN GIZI TERNAK RUMINANSIA MENURUT STADIA
FISIOLOGISNYA
1.1 PENDAHULUAN
Ternak ruminansia sebagaimana ternak lainnya memerlukan gizi sesuai dengan stadia
fisiologisnya. Kebutuhan gizi saat bunting tentu berbeda dengan kebutuhan untuk laktasi,
karena enersi yang dibutuhkan untuk kelangsungan proses tersebut juga berbeda. Kebutuhan
untuk hidup pokok ternak ditentukan oleh kondisi lingkungan setempat seperti suhu, hembusan
dan arah angin. Sebagai golongan mamalia, ternak ruminansia juga memerlukan upaya untuk
menjaga agar suhu tubuhnya konstan meskipun suhu di luar tubuh mengalami fluktuasi.
Umumnya sushu tubuh mamalia lebih tinggi dari suhu lingkungan, sehingga panas tubuh dapat
mengalir ke luar.
Jika suhu lingkungan turun diluar kemampuan toleransi tubuh maka ternak akan menggigil;
sebaliknya jika suhu lingkungan mengalami kenaikan maka ternak akan terengah-engah
(panting) untuk menjaga suhu tubuh dalam kisaran daerah kenyamanan (comfortable zone).
Jika ternak dipuasakan atau dalam keadaan kelaparan, akan lebih cepat menggigil dibandingkan
jika suhu lingkungan mengalami penurunan. Sebagai contoh, pedet yang dipuasakan akan mulai
menggigil jika suhu turun menjadi 19 0C sementara pedet yang memperoleh pakan baru
menggigil jika suhu turun menjadi 7 0C. Keadaan serupa juga terjadi jika suhu lingkungan lebih
tinggi dari normal, yaitu ternak yang dipuasakan akan lebih cepat terengah-engah dibandingkan
dengan ternak yang memperoleh cukup pakan.
Kemampuan seekor ternak untuk beradaptasi terhadap perubahan suhu lingkungan
melalui pertukaran enersi sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain ukuran tubuh,
bentuk tubuh, aktivitas fisik, fungsi endokrin, insulasi an tingkah laku ternak. Ketebalan lemak
di bawah kulit serta kondisi kulit itu sendiri akan berpengaruh terhadap kisaran zona
kenyamanan, yaitu semakin tebal lemak di bawah kulit maka toleransi ternak terhadap
penurunan suhu semakin tinggi, namun sebaliknya toleransi terhadap peningkatan suhu
semakin rendah.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa pengetahuan tentang kebutuhan gizi ternak pada
stadia fisiologis yang berbeda sangat penting untuk dapat meramu pakan sesuai dengan
kebutuhan. Uraian berikut ini membahas tentang gizi yang diperlukan oleh ternak ruminansia
sesuai dengan stadia fisiologisnya agar dapat digunakan sebagai pedoman akan penyusunan
ransum.
1.2 KEBUTUHAN GIZI TERNAK RUMINANSIA PADA BERBAGAI STADIA
FISIOLOGIS
Zat gizi yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu: (a) kebutuhan untuk mikroba di dalam rumen dan (b) kebutuhan untuk ternak itu sendiri.
Kebutuhan zat gizi untuk mikroba rumen dapat berupa asam amino essensial, asam amino
2
rantai cabang, ammonia, mineral sulfur dan asam α keto. Zat gizi tersebut diperlukan mikroba
rumen untuk proses sintesis protein tubuhnya disamping memerlukan ATP sebagai sumber
enersi tinggi untuk terjadinya reaksi kimiawi. Dari hasil penelitian terbukti bahwa bakalan
(precursor) utama gugus amino untuk sintesis protein bakteri rumen ternyata adalah ammonia,
sehingga ternak ruminansia mampu bertahan hidup hanya diberikan sumber non-protein
nitrogen (NPN) sepanjang terdapat sumber karbohidrat mudah terfermentasi (readily available
carbohydrate = RAC) sebagai sumber asam α keto.
Berbeda dengan bakteria, protozoa di dalam rumen tidak dapat menggunakan ammonia
sebagai bakalan sintesis protein tubuhnya. Oleh karena itu kehadiran bakteri , jamur anaerobik
atau species protozoa yang lebih kecil ukuran selnya sebagai sumber protein protozoa, adalah
sangat esensial. Selain itu asam amino rantai cabang juga diperlukan dapat jumlah sedikit
untuk membentuk asam lemak terbang (volatile fatty acids = VFA) rantai cabang seperti iso-
butirat dan so-valerat.
Kebutuhan nitrogen untuk mikroba rumen seringkali dinyatakan dalam istilah rumen
degradable nitrogen (RDN) requirement atau bisa juga disebut Rumen Degradable Protein
(RDP) Requirement, yaitu kebutuhan nitrogen yang dapat difermentasikan di dalam rumen
sehingga kebutuhan bakalan utama sintesis protein mikroba, yaitu berupa ammonia dapat
dipenuhi. Saat ini di literatur dinyatakan bahwa rataan kebutuhan RDN untuk ternak
ruminansia dewasa adalah sebesar 30 g N/kg bahan organik terfermentasi. Selain itu
konsentrasi ammonia di dalam rumen juga dapat digunakan sebagai indikator akan kecukupan
sumber nitrogen untuk mikroba rumen khususnya bakteria.
Jika kebutuhan nitrogen mikroba rumen dipenuhi melalui pemberian protein pakan,
maka akan terjadi pemborosan karena:
Protein pakan akan difermentasi serta asam amino esensialnya akan mengalami
deaminasi
Fermentasi setiap 1 g protein hanya akan menghasilkan separuh ATP dari yang
dihasilkan dari fermentasi 1 g karbohidrat. Hal ini berarti hanya sekitar 30 – 60 g
protein mikroba yang akan dihasilkan dari fermentasi 1 kg protein pakan.
Kecukupan nitrogen bakteria rumen sangat tergantung pada jenis pakan basal yang
diberikan untuk ternak. Sebagai contoh jika pakan basal berupa hijauan segar dan konsentrat
maka kecukupan nitrogen tercapai pada level ammonia rumen sebesar 50 mgN/L cairan
rumen. Akan tetapi jika pakan basal berupa limbah pertanian maka kecukupan nitrogen
berkisar di atas 100 mgN/L cairan rumen. Bahkan untuk menunjang proses degradasi pakan
di dalam rumen secara optimal diperlukan kadar ammonia hingga 235 mgN/L.Tabel 1 berikut
ini disajikan sebagai teladan akan kebutuhan RDP yang dibutuhkan untuk mendukung sintesis
protein mikroba secara optimal.
Mineral sulfur juga merupakan kebutuhan esensial bagi bakteria rumen karena sel
bakteri kaya akan kandungan asam amino yang megandung sulfur. Kisaran kebutuhan mineral
sulfur dikaitkan dengan kandungan nitrogen ransum. Sehingga kebutuhannya dinyatakan
3
sebagai nisbah antara kebutuhan N : S. Berdasarkan pengalaman, kisaran nisbah N : S adalah
10 : 1 hingga 12 : 1.
Tabel 1. Kebutuhan RDP untuk Efisiensi Maksimum Mikroba dalam Kondisi In vivo
% Rumen degradable protein
3.4 6.2 8.8 11.6
N-Bacteria (g/hari) 71.4 73.3 71.0 75.9
AA-Bacteria (g/hari) 63.6 71.4 58.5 67.7
Efisiensia 22.4 24.4 20.8 22.6
Ammonia (mg/dl) 2.5 8.8 23.0 25.7
Peptida (mM) 6.4 10.1 14.6 16.7 a :gram bakteri per kilogram bahan organik (BO) terfermentasi Disitasi dari Kerley (2000).
Kebutuhan zat gizi untuk ternak ruminansia sendiri sama dengan ternak monogastrik yaitu
membutuhkan air, protein, lemak, serat kasar, enersi, vitamin dan mineral makro maupun
mikro. Beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan zat gizi ternak dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
1. Stadia Produksi
2. Umur ternak
3. Ukuran tubuh serta kondisinya
4. Kemampuan menghasilkan susu
5. Kondisi iklim
6. Lama masa perkawinan
Stadia Produksi
Kebutuhan zat gizi ternak ruminansia, seperti sapi potong dipengaruhi oleh stadia
produksi yang dibagi menjadi empat stadia, yaitu : (a) sejak beranak hingga siap dikawinkan
lagi (calving to breeding), yaitu berlangsung antara 70 hingga 85 hari ; (b) perkawinan hingga
saat menyapih pedet, lamanya hingga 120 hari ; (c) pertengahan kebuntingan, lamanya 100
hari ; dan (d) kebuntingan akhir, lamanya antara 60 – 70 hari.
Calving to breeding
Pada satdia ini ternak dalam kondisi laktasi, sehingga kebutuhan zat gizinya juga paling
besar dibanding stadia fisiologis lainnya. Ternak yang memiliki skor kondisi tubuh sedang
(medium) memerlukan pakan tambahan untuk dapat mencukupi kebutuhan tubuhnya,
sehingga dapat memperpendek masa antara melahirkan dan perkawinan lagi.
Meskipun skor kondisi tubuh ternak tergolong bagus, seletah melahirkan ternak akan
mengalami penurunan skor kondisi tubuhnya kendatipun penurunan ini tidak mempengaruhi
konsepsi pada saat terjadi perkawinan. Sebaliknya jika ternak ketika melahirkan memiliki
kondisi tubuh kurus, maka kembalinya berahi serta terjadinya konsepsi saat dikawinkan
kembali dapat beragam, artinya dari tinggi hingga rendah persentasenya. Terutama jika ternak
mengalami stress kekurangan pakan, pengaruh cuaca atau stress ketika melahirkan, maka dapat
4
menyebabkan gangguan reproduksi berupa kegagalan dalam hal timbulnya kembali berahi
hingga rendahnya angka konsepsi.
Breeding to weaning
Produksi susu ternak ruminansia, akan menurun seiring dengan stadia produksi, sehingga
konsekuensinya kebutuhan akan zat gizi juga akan menurun. Pada ternak sapi perah yang
memiliki potensi genetik produksi susu tinggi umumnya akan penurunan kondisi tubuh secara
nyata hingga pada pertengahan kebuntingan. Meskipun demikian penurunan kondisi tubuh ini
tidak akan berpengaruh terhadap perkembangan janin (foetus).
Pertengahan Kebuntingan
Kebutuhan nutrisi pada stadia ini tergolong paling rendah, karena pada saat pertengahan
kebuntingan umumnya anaknya telah disapih serta kebutuhan untuk pertumbuhan janin masih
relatif rendah. Penurunan skor kondisi tubuh pada stadia ini tidak akan terlalu berpengaruh
terhadap produktivitas ternak. Meskipun demikian dianjurkan untuk memberikan pakan
tambahan agar menurunnya skor kondisi tubuh tidak mempengaruhi performans ternak dalam
jangka panjang.
Kebuntingan akhir
Perkembangan janin pada stadia ini sangat cepat sehingga menyebabkan kebutuhan zat
gizi juga meningkat secara cepat. Pertumbuhan janin, cairan ketuban serta selaput membran
pada sapi dapat mencapai 1 pound (0,5 kg) per hari selama 70 hari menjelang akhir
kebuntingan. Fluktuasi kebutuhan zat gizi sesuai dengan stadia fisiologis ternak dapat diduga
dari kebutuhannya terhadap glukosa.
Kebutuhan Air
Acapkali kita membicarakan kebutuhan zat gizi, kebutuhan air sering terabaikan. Padahal
air merupakan komponen terbesar tubuh ternak yang senantiasa menjaga keseimbangan suhu
tubuh. Air juga ikut berperan dalam proses pencernakan (hidrolisis protein, karbohidrat
maupun lemak), proses penyerapan zat gizi, proses transport metabolit di dalam tubuh serta
proses eksresi sisa metabolit ke luar tubuh. Kebutuhan air sangat tergantung pada bentuk
pakan, kandungan bahan kering pakan, cara makan serta suhu lingkungan. Pada ternak sapi
setiap kg bahan kering yang dikonsumsi memerlukan air minum 3 – 5 L. Pada ternak yang
masih menyusu kebutuhan air lebih besar lagi, yaitu dapat berkisar antara 6 – 7 L air/kg
konsumsi bahan kering. Sapi perah membutuhkan lebih banyak air untuk menjamin produksi
susunya. Pemberian air minum secara berlebih (ad libitum) pada sapi perah laktasi dapat
meningkatkan produksi susu antara 1– 2 L/hari tanpa penambahan pakan suplemen. Adanya
garam dapur (NaCl) atau protein dalam konsentrasi tinggi di dalam pakan akan memicu
ekskresi urine, sehingga akan menyebabkan peningkatan konsumsi air.
5
Kebutuhan Protein
Penentuan kebutuhan protein ternak juga mengalami perkembangan, yaitu jika semula
hanya ditentukan berdasarkan protein kasar, kemudian berkembang ke protein tercerna,
sekarang ini telah berkembang ke arah kebutuhan UDN (undegradable dietary nitrogen) atau
UDP (undegradable dietary protein). UDP merupakan bagian dari protein pakan yang
tidakterdegradasi di dalam rumen dan sampai di usus halus untuk diserap. Besarnya nilai UDP
sangat tergantung jenis sumber protein, komponen pakan lainnya dalam ransum, level
pemberian serta stadia fisiologis ternak. Untuk memberikan gambaran Tabel 2 berikut ini
berisi keterangan tentang nilai UDP berbagai sumber pakan ternak ruminansia
Tabel 2. Kandungan UDP pada berbagai bahan pakan ternak (Sampath, 1990).
Pakan Dg. Kandungan Pakan Dg. Kandungan Pakan Dg. Kandungan
UDP tinggi UDP sedang UDP rendah
(60 – 100 % PK) (30 – 59 % PK) (0–29%PK)
Tepung darah 79 (76-81) Ampas bir 53 (48-61) Barley 18 (11-27)
Bungkil kelapa 76 (70-81) Tepung Canola 31 (26-37) Bungkil biji 15
matahari
Bungkil biji kopi 82 Tepung jagung 41 (31-52) Biji gandum 25 (20-36)
Pecahan jagung 84 (83-86) Bungkil biji kapas 49 (35-70) Dedak gandum 27 (23-33)
Tepung bulu 84 (83-86) Tepung ikan 59 (40-70) Alfalfa segar 24 (21-27)
Tepung daging 61 (53-76) Bungkil kacang tanah 32 (6 –38) Alfalfa silase 23
Bekatul 62 Tepung daging dan 53 (49-70) Barley silase 18
tulang (MBM)
Biji sorgum 75 Bungkil biji karet 31 Jagung silase 24 (11-31)
Daun Lamtoro 68 (51-75) Bungkil kedele 34 (10-50)
Rumput Benggala 60
Rumpu Para 52
6
Kebutuhan Enersi
Kebutuhan enersi ternak seringkali dinyatakan dalam satuan kalori atau joule, dimana per
definisi 1 cal = 4.182 joule. Pada ternak ruminansia dikenal istilah Total Digestible Nutrient
(TDN), yaitu suatu asumsi bahwa selisih antara zat gizi yang dikonsumsi dengan zat gizi yang
terdapat di dalam faeces merupakan nilai zat gizi yang tercerna dan dapat diubah menjadi
enersi. Oleh karena itu nilai TDN dapat dihitung dari konversi nilai DE (digestible energy)
atau nilai ME (metabolizable energy). Padahal kenyataannya enersi tidak dapat dicerna atau
dimetabolisir, melainkan hanya akan diubah sesuai dengan hukum kekekalan enersi.
Pendapat Professor Max Kleiber pada awal dekade enampuluhan yang menyatakan bahwa :
“…. Metabolisable energy is not a homogenous entity; instead it
represents an assembly of nutrients or metabolites each of which is used with a specific
efficiency for a particular purposes”
(Terjemahan bebas : ME bukanlah ukuran homogen melainkan mewakili perpaduan zat gizi
atau nutrien dimana masing-masing zat gizi digunakan oleh ternak secara spesifik untuk tujuan
tertentu)
Para ahli pakan ternak telah melakukan kesalahan istilah dalam memberikan terminologi
yang tepat bagi enersi dan hingga sekarang masih tetap dijumpai di kepustakaan akan istilah
TDN, DE atau ME untuk menentukan besaran kebutuhan ternak akan enersi. Di Indonesia
hampir semua pakar menggunakan satuan TDN untuk menghitung kebutuhan enersi ternak
ruminansia mengikuti sistem di Amerika. Namun The National Research Council (NRC),
Amerika Serikat sekarang ini tidak hanya mempublikasika tabel kebutuhan zat gizi ternak
ruminansia dengan menggunakan satuan TDN untuk enersi, melainkan juga mencantumkan
nilai ME dan NE (nett energy) untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan maupun untuk
ternak laktasi. Oleh karena itu sudah waktunya kita juga melakukan suatu re-orientasi dalam
formulasi pakan ternak ruminansia yang kita sesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Kalau
hingga saat ini Indonesia masih mengadopsi TDN sesungguhnya hanya bak pepatah “Tiada
rotan akarpun berguna”.
Nilai TDN dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :
[Prdd + (2,25 x Ldd) + SKdd + BETN dd].
Dimana: Prdd = protein tercerna
Ldd = lemak tercerna
SKdd = serat kasar tercerna
BETNdd = bahan ekstrak tanpa N tercerna Untuk mengkorversikan nilai TDN ke DE atau ME digunakan asumsi sebagai berikut : setiap kg
TDN = 4 Mcal DE, sedangkan ME = 0.82 DE. Dengan demikian setiap kg TDN = 3,28 McalME.
Kebutuhan Lemak
Pakan ternak ruminansia umumnya mengandung lemak relatif rendah, yaitu kurang dari 5 %
meskipun telah diberi pakan konsentrat. Jika diberi hanya hijauan kadar lemaknya dapat lebih rendah
7
lagi. Namun demikian karena konsumsinya relatif banyak maka sesungguhnya konsumsi lemak pakan
juga relatif besar. Selain itu dengan adanya pasok mikroba rumen yang mengandung fosfolipid, maka
serapan lemak dari usus halus sangat besar jika dibandingkan dengan ternak monogastrik.Peranan
lemak dalam pakan cukup besar terutama bagi sapi perah karena lemak pakan memberikan kontribusi
bagi kadar lemak susu. Salah satu karakteristik ternak ruminansia ialah terjadinya proses dehidrogenasi
lemak pakan di dalam rumen sehingga lemak tak jenuh diubah menjadi lemak jenuh karena pergantian
ikatan rangkap dengan dua atom hidrogen. Sebagai contoh asam oleat (C18:1) akan diubah menjadi
asam stearat (C18:0). Oleh karena itu sebagian besar lemak yang terserap dari usus halus juga berupa
lemak jenuh.
Hasil penelitian muthakir menunjukkan bahwa ternak ruminansia mampu mentoleransi
kandungan lemak pakan hingga 10 % tanpa mengalami gangguan pencernakan. Peranan lemak pakan
adalah sebagai sumber enersi melalui konversi gliserol yang terbebaskan dari proses hidrolisis lemak,
menjadi VFA. Penambahan lemak dalam pakan sapi perah memiliki keuntungan sebagai berikut:
Meningkatkan densitas kalori dari ransum, terutama jika konsumsi pakan terbatas oleh bahan pakan
pengisi perut seperti rumput atau jerami padi
Membatasi kebutuhan konsentrat yang mengandung karbohidrat kaya enersi. Konsentrat seperti ini
umumnya diberikan pada sapi perah dalam stadia awal laktasi dimana sapi perah dalam kondisi
keseimbangan enersi negatip.
Pada kondisi cuaca panas, pemberian lemak akan dapat membantu mengurangi stress akibat panas
pada sapi laktasi.
Sebagai pedoman sapi perah tidak boleh diberi suplemen lemak hingga 1.5 kg/hari disamping
konsumsi lemak yang terkandung di dalam pakan. Kadar lemak total ransum yang masih dapat
dianjurkan ialah sekitar 6 hingga 8 % sebelum muncul dampak negatipnya. Produksi susu umumnya
akan dimaksimalkan jika kadar lemak mencapai 5 % dari total kadar bahan kering pakan. Penambahan
lemak umumnya akan menurunkan kandungan protein susu hingga 0.1 %. Selain itu pemberian lemak
secara berlebihan akan menurunkan konsumsi pakan, produksi susu serta komposisi lemak susu.
Kebutuhan Serat Kasar
Fungsi utama serat kasar ada tiga yaitu, sebagai pengisi lambung, menjaga fungsi peristaltik
usus dan merangsang salivasi. Hasil fermentasi komponen serat kasar adalah berupa VFA rantai
pendek yaitu asam asetat yang berfungsi sebagai bakalan lemak susu. Oleh arena itu imbangan antara
hijauan dan konsentrat dalam pakan akan berpengaruh juga terhadap kadar lemak susu. Pemberian
sumber serat kasar dalam bentuk panjang akan merangsang sekresi saliva sehingga berfungsi sebagai
penyanggah (buffering action) keasaman rumen. Hal ini akan menjegah terjadinya acidosis serta
merangsang aktivitas bakteri selulolitik yang sangat sensitif terhadap keasaman (pH) di bawah 5.
Gerakan peristaltik usus akan distimulir oleh kehadiran serat kasar, sehingga fungsi usus
menjadi normal. Penelitian yang dilakukan di Rowett Research Institute, Aberdeen, UK menunjukkan
bahwa sapi yang dipelihara dengan menginfus cairan berisi zat gizi yang diperlukan tetap dapat hidup,
namun hanya mengeluarkan faeces dua atau tiga hari sekali. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi
peristaltik usus mengalami gangguan.
Kebutuhan Vitamin Dan Mineral
Vitamin ialah senyawa organik yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit. Berbeda dengan
mineral, vitamin terdapat dalam tubuh bukan sebagai struktur dari senyawa lain serta sebagian besar
8
vitamin mempunyai fungsi sebagai Ko-enzim. Secara umum vitamin dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
1. Larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K)
2. Larut dalam air (vitamin B kompleks dan C
Kebutuhan Serat Kasar
Fungsi utama serat kasar ada tiga yaitu, sebagai pengisi lambung, menjaga fungsi peristaltik
usus dan merangsang salivasi. Hasil fermentasi komponen serat kasar adalah berupa VFA rantai
pendek yaitu asam asetat yang berfungsi sebagai bakalan lemak susu. Oleh arena itu imbangan antara
hijauan dan konsentrat dalam pakan akan berpengaruh juga terhadap kadar lemak susu. Pemberian
sumber serat kasar dalam bentuk panjang akan merangsang sekresi saliva sehingga berfungsi sebagai
penyanggah (buffering action) keasaman rumen. Hal ini akan menjegah terjadinya acidosis serta
merangsang aktivitas bakteri selulolitik yang sangat sensitif terhadap keasaman (pH) di bawah 5.
Gerakan peristaltik usus akan distimulir oleh kehadiran serat kasar, sehingga fungsi usus
menjadi normal. Penelitian yang dilakukan di Rowett Research Institute, Aberdeen, UK menunjukkan
bahwa sapi yang dipelihara dengan menginfus cairan berisi zat gizi yang diperlukan tetap dapat hidup,
namun hanya mengeluarkan faeces dua atau tiga hari sekali. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi
peristaltik usus mengalami gangguan.
Kebutuhan Vitamin Dan Mineral
Vitamin ialah senyawa organik yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit. Berbeda dengan
mineral, vitamin terdapat dalam tubuh bukan sebagai struktur dari senyawa lain serta sebagian besar
vitamin mempunyai fungsi sebagai Ko-enzim. Secara umum vitamin dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
Larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K)
Kebutuhan vitamin untuk ternak perlu dibedakan antara kebutuhan untuk proses fisiologis atau
untuk terdapat dalam ransum. Diduga semua vitamin diperlukan secara fisiologis dalam proses
metabolisme hewan vertebrata. Pada ternak tertentu mempunyai kemampuan untuk mensintesis
vitamin.
Vitamin C dilaporkan dapat disintesis oleh sebagian besar ternak, sedangkan vitamin B
kompleks dan vitamin K dapat disintesis oleh mikroba rumen, terutama bakteria. Oleh karena itu
setelah minggu pertama kelahiran, ruminansia tidak lagi tergantung pada vitamin B dan K yang berasal
dari pakan. Kandungan vitamin berbagai pakan dapat dilihat di ARC (1984) atau pustaka lain yang
memuat kandungan vitamin pakan.
Vitamin A
Vitamin A hanya dijumpai pada produk ternak. Pada tumbuh-tumbuhan hanya terdapat dalam
bentuk pro-vitamin A atau sebagai bakalan vitamin yang disebut , , -karoten. Pro-vitamin A
diubah menjadi vitamin A di mukosa usus selama proses penyerapan. Pada ternak ruminansia yang
memperoleh pakan basal berupa limbah pertanian, misalnya jerami padi, dalam kurun waktu lama akan
mengalami defisiensi vitamin A secara nyata dengan akibat pada sapi berupa gangguan buta ayam
(night blindness), abortus, atau degenerasi ginjal.
9
Mineral
Kebutuhan mineral untuk ternak ruminansia dapat dibagi kedalam dua kelompok yaitu mineral
makro (Ca, Na, Cl, K, P, S, Mg) dan mineral mikro (Cu, I, Fe, Zn,Co, Se,Mn). Fungsi utama mineral
makro Na, Cl, dan K adalah sebagai agent elektro-kimia yang berperan dalam proses menjaga
keseimbangan asam-basa dan mengontrol tekanan osmotik air sehingga didistribusikan ke seluruh
tubuh. Sedangkan mineral lain mungkin memiliki fungsi struktural, misalnya Ca dan P adalah
komponen esensial pada tulang dan gigi. Selain itu peran mineral S dalam proses sintesis protein
mikroba di dalam rumen sangatlah penting
Beberapa mineral mikro mempunyai fungsi khas, misalnya mineral Fe merupakan komponen
penting dari haem yang merupakan komponen penting dari haemochromogens, yaitu senyawa penting
dalam proses respirasi. Sedangkan mineral Co diperlukan sebagai bagian metal senyawa vitamin B12.
Mineral yodium ( I ) merupakan komponen penting hormon tyroxine.
Apabila kita ingin membuat sendiri campuran “Premix”, maka ada 14 mineral makro dan
mikro penting yang dibutuhkan oleh ternak ruminansia. Kebutuhan garam setiap ekor/hari adalah
sekitar 200 g /hari tergantung dengan ukuran tubuh ternak. Pengalaman penulis untuk seekor sapi
potong dengan bobot hidup sekitar 250 kg hanya memerlukan 125 g premix/ekor/hari tanpa ada
gangguan akibat defisiensi mineral. Sodium bentonite dan sodium bicarbonate dapat digunakan untuk
mencegah terjadinya acidosis terutama jika pakan yang dikonsumsi mengandung konsentrat dengan
ukuran partikel halus serta tinggi enersinya.
1.3 MERAMU RANSUM CUKUP GIZI SESUAI STADIA FISIOLOGIS
Sebelum meramu pakan ternak, ada beberapa hal yang perlu kita ketahui terlebih dahulu, yaitu:
Taksiran bobot badan ternak
Stadia fisiologis ternak
Ketersediaan bahan pakan
Jumlah pakan yang akan diramu
Biaya pakan yang dapat ditoleransi
Jarak distribusi pakan dan lama simpan sebelum didistribusikan
Taksiran Bobot Badan Ternak
Mengapa kita perlu menaksir bobot badan ternak sebelum memberi pakan ?. Hal ini terkait dengan
korelasi antara bobot badan dengan kapasitas saluran pencernakan untuk menampung bahan kering
pakan. Pemberian pakan yang terlalu berlebihan akan tidak efisien dan terjadi pemborosan. Sebaliknya
pemberian pakan yang terlalu sedikit akan menyebabkan produksi ternak juga berkurang.
Menaksir bobot badan ternak dapat dilakukan dengan menggunakan timbangan atau dengan
menggunakan pita ukur yang selanjutnya dikonversikan ke bobot badan. Untuk ternak sapi potong yang
terdapat di Indonesia (sapi Ongole dan sapi Bali) telah dilakukan suatu survey untuk mendapatkan
suatu formula taksiran bobot badan (lihat Teleni et al., 1993)
Stadia fisiologis ternak
Stadia fisiologis ternak dalam kaitannya dengan kebutuhan zat gizi telah dibahas di muka.
10
Ketersediaan bahan pakan
Ketersediaan pakan sangat penting diperhatikan karena kualitas serta kontinyuitas produksi sangat
dipengaruhi oleh ketersediaan bahan pakan. Manajemen pembeliaan serta penyimpanan yang dikaitkan
dengan fluktuasi ketersediaan pakan di pasar akibat pengaruh musim perlu diantisipasi dengan baik agar
dapat diperoleh sumber bahan pakan yang murah dan bergizi. Demikian pula penyesuaian pembelian
dengan kapasitas gudang akan mendapatkan mutu pakan yang baik.
Pada saat terjadi panen raya padi, jagung atau produk pertanian lainnya dapat direncanakn
pembelian dalam jumlah besar sepanjang harganya ekonomis serta memiliki kemampuan menampung
bahan tersebut di gudang. Ragam bahan pakan yang tersedia akan berpengaruh terhadap komposisi ,
kualitas ransum serta harga jual.
Jumlah pakan yang akan diramu
Aturlah ramuan pakan sesuai dengan kebutuhan atau permintaan, karena produksi yang berlebih
dan akan disimpan dalam jangka waktu lama akan menurunkan kualitas pakan.
Biaya pakan yang dapat ditoleransi
Prinsip pemberian pakan tidak hanya mencukupi kebutuhan zat gizi, namun juga nilai ekonomis
yang akan diperoleh oleh peternak. Nisbah antara harga produk dengan harga pakan dapat dijadikan
sebagi tolok ukur. Umumnya nisbah antara harga produk (misalnya susu atau bobot hidup) dengan harga
pakan minimal 2 : 1 agar memperoleh keuntungan ekonomis yang memadai. Kondisi saat ini untuk sapi
perah belum tercapai, sehingga anjuran untuk meningkatkan produksi susu selalu menghadapi kendala
rendahnya harga jual susu serta mahalnya biaya pakan. Untuk itu dalam skala besar sebaiknya pabrik
pakan ternak mulai menggunakan program penyusunan ransum dengan metode least cost, yaitu
penggunaan linear programming yang mampu melakukan perhitungan iterasi hingga penggunaan bahan
baku lebih dari 10 macam dalam waktu singkat. Seperti metode silang (Square method) atau persamaan
bilang anu, hanya sesuai untuk skala kecil.
Jarak distribusi pakan dan lama simpan sebelum didistribusikan
Apabila hendak memproduksi rnasum dalam jumlah besar, kita perlu merencanakan dengan
seksama berkaitan dengan jarak distribusi serta lama simpan yang diperlukan. Bahan butiran seperti
bekatul atau bahan kaya lemak seperti bungkil kelapa, bungkil kedele akan mudah mengalami ransiditas
(ketengikan) jika diekspose dengan udara. Pemberian antioksidan acapkali perlu dilakukan untuk
memperpanjang masa simpan walaupun akan berakibat terhadap meningkatnya biaya. Selain itu kondisi
gudang penyimpanan umumnya banyak dihuni oleh hama tikus atau serangga yang dapat merusak pakan
yang disimpan di gudang tersebut. Oleh karena itu perlu diterapkan manajemen FIFO (First in First out)
bagi bahan pakan agar kualitas ramuan pakan tetap dapat dijaga.
Jarak distribusi pakan dan lama simpan sebelum didistribusikan
Apabila hendak memproduksi rnasum dalam jumlah besar, kita perlu merencanakan
dengan seksama berkaitan dengan jarak distribusi serta lama simpan yang diperlukan. Bahan
butiran seperti bekatul atau bahan kaya lemak seperti bungkil kelapa, bungkil kedele akan
mudah mengalami ransiditas (ketengikan) jika diekspose dengan udara. Pemberian
antioksidan acapkali perlu dilakukan untuk memperpanjang masa simpan walaupun akan
berakibat terhadap meningkatnya biaya. Selain itu kondisi gudang penyimpanan umumnya
banyak dihuni oleh hama tikus atau serangga yang dapat merusak pakan yang disimpan di
11
gudang tersebut. Oleh karena itu perlu diterapkan manajemen FIFO (First in First out) bagi
bahan pakan agar kualitas ramuan pakan tetap dapat dijaga.
Tabel 3. Korelasi Antara lingkar Dada Dan Taksiran Bobot Badan
Tabel 4. Ransum Yang Dibutuhkan Untuk Penggemukan Sapi
Bobot
Badan
(Kg)
PBB/ hari
(Kg)
Bahan Kering TDN PK (gr) Ca (gr) P (gr)
Kg %* Kg %**
250 Nol 4.4 1.8 2.0 45 337 9 9
0.75 6.4 2.6 3.8 59 693 21 17
1.00 6.6 2.6 4.3 58 753 23 18
1.10 6.6 2.6 4.6 70 782 30 20
300 Nol 5.0 1.7 2.4 48 385 10 10
0.75 7.4 2.5 4.3 58 753 23 18
1.00 7.5 2.5 5.0 66 819 28 21
1.10 7.6 2.5 5.3 70 847 30 22
350 Nol 5.7 1.6 2.6 46 432 12 12
0.75 8.3 2.4 4.8 58 806 25 18
1.00 8.5 2.4 5.6 66 874 30 21
1.10 8.5 2.4 5.9 69 899 31 23
1.20 8.5 2.4 6.2 73 743 32 24
400 Nol 6.2 1.6 2.9 47 478 13 13
0.75 9.1 2.3 5.4 59 875 26 21
1.00 9.3 2.3 6.2 67 913 31 24
1.10 9.4 2.4 6.6 70 942 32 25
1.20 9.4 2.4 7.0 74 967 33 25
1.30 9.4 2.4 7.2 77 988 33 26 450 Nol 6.8 1.5 3.2 47 528 14 14
0.75 10.0 2.2 5.9 59 911 26 23 1.00 10.2 2.2 6.8 67 952 29 26 1.10 10.2 2.3 7.2 71 975 30 27 1.20 10.2 2.3 7.6 75 998 31 28 1.30 10.2 2.3 7.9 77 1018 32 29
* % dari berat bahan sebenarnya ** % bahan kering
Lingkar Dada (cm) Bobot Badan (Kg)
100 101
105 114
110 127
115 141
120 155
125 171
130 188
135 205
140 223
145 242
150 262
Lingkar Dada (cm) Bobot Badan (Kg)
155 283
160 305
165 328
170 350
175 377
180 402
185 429
190 457
195 486
200 515
12
Tabel 5. Komposisi Beberapa Bahan Pakan Konsentrat Di Indonesia Untuk Ternak
Sapi
Tabel 6. Komposisi Kandungan Nutrisi Hijauan Untuk ternak sapi
Pakan Hijauan BK
(%)
Enersi
TDN
(%)
PK
(%)
SK
(%)
Ca
(%)
P
(%)
Gamal (Gliricidia maculata) 27 76 25.2 18.0 0.67 0.19
Kaliandra 16 62 27.7 29.0
Lamtoro kering 86 71 23.7 18.0 1.40 0.21
Lamtoro segar 29 77 23.4 21.3 2.06 0.02
Turi segar 17 70 25.1 17.5 1.26 0.48
R. Benggala (Panicum
maximum)
24 53 5.4 33.6 0.67 0.25
Brachiaria decumbens 19 52 7.0 35.1 0.22
B. ruzisiensis 20 53 8.3 32.5 n.a n.a
R. gajah 18 51 9.1 33.1 0.51 0.51
R. Raja 22 54 13.5 34.1 n.a n.a
Tebon Jagung Muda 22 58 8.0 25.7 0.28 0.14
Tebon Jagung (112 hari) 31 68 8.0 25.7 0.60 0.10
R. Pangola 23 53 8.3 33.5 0.48 0.26
B. mutica (R. Para) 21 55 10.5 29.5 0.38 0.19
R. setaria 20 55 9.5 31.7 0.80 0.50
Saccharum officinarum 22 55 5.0 33.5
Calopogonium muconoides 23 68 22.1 28.8 1.81 0.10
Pakan Konsentrat BK (%) Enersi TDN (%) PK (%) SK (%) Ca (%) P (%)
Ampas Bir , basah 22 65.0 25.0 19.2 0.05 0.004
Ampas nanas 20 68.0 3.4 14.5 0.26 0.09
Ampas tahu 16.2 78.0 23.7 23.6 0.28 0.66
Ampas sagu 80.4 58.0 1.2 10.8
Biji Kapas, lemak 86.0 74.3 22.1 19.7 0.15 0.44
Bungkil kelapa 86.0 73.0 21.6 12.1 1.65 0.21
Bungkil biji sawit 86.0 70.0 15.0 19.7 0.24 0.62
Padi, dedak kasar 86.0 14.0 7.6 27.8 0.23 1.28
Padi, dedak halus 86.0 81.0 13.8 11.6 0.12 1.51
Kulit buah coklat 88.9 47.0 14.6 33.0 n.a n.a
Jagung dedak 86.0 81.0 11.3 5.0 0.06 0.73
Jagung putih 86.0 81.0 10.0 2.6 0.02 0.30
Jagung kuning 86.0 80.0 10.3 2.5 0.03 0.26
Biji kapuk, tepung 86.0 74.0 31.7 24.0 0.47 n.a
Onggok 28.7 69.0 1.2 3.7 0.15 0.15
Wheat pollard 88.4 86.0 18.7 7.7 0.10 0.90
Tetes 77.0 53.0 5,4 10,0 1,09 0,12
% BK dihitung dari berat pakan sebenarnya.
Komposisi kimiawi lainnya dihitung berdasarkan % bahan kering
n.a = tidak tersedia data
13
Centrosema pubescens, segar 25 61 16.6 25.0 1.19 0.40
Kudzu 26 62 17.4 30.7 1.26 0.41
Stylosanthes segar 25 57 9.6 31.3 0.70 0.19
Stylosanthes , hay 86 57 11.4 33.1 0.67 0.21
Jerami Padi, kering 86 39 3.7 35.9 1.42 0.21
Jerami Kacang tanah 86 56 14.7 30.0 n.a n.a
Jerami kedele 86 76 19.1 18.0 1.50 0.20
Daun Pisang 16 70 14.4 23.1 1.16 0.23
Daun Singkong 15 62 25 18 1.0 0.5 % BK dihitung dari berat pakan sebenarnya.
Komposisi kimiawi lainnya dihitung berdasarkan % bahan kering n.a = tidak
tersedia data
Dalam meramu ransum atau pakan ternak, kita terlebih dahulu menentukan sistem dan
metode apa yang digunakan. Sistem penyusunan ransum dengan menggunakan enersi dapat
menggunakan TDN atau ME. Sedangkan metode yang digunakan dapat dengan metode
sederhana “trial and error” (coba-coba), square method hingga linear programming.
Metode trail and error hanya dilakukan jika jumlah bahan penyusun pakan sedikit,
umumnya tidak lebih dari empat macam. Sedangkan metode square juga memilki keterbatasan
aplikasi karena setiap kali perhitungan hanya melibatkan dua bahan yang berbeda. Seiring dengan
perkembangan teknologi komputer metode linear programming menjadi mudah digunakan
sehingga pabrik pakan ternak menggunakan metode ini untuk menyusun ransum.
Latihan 1 : Menghitung Bahan Kering (BK), Bahan Organik (BO), Serat Kasar (SK),
Lemak Kasar (LK) serta Protein Kasar (PK) pakan dari bahan segar atau sebaliknya.
Kadar air :80%
Ingat !!!
Abu :10%
Semua zat gizi dinyatakan dalan % BK.
N :1,5%
BO dihitung dari selisih antara BK dengan abu, yaitu
100
SK :28%
- % abu. Untuk menghitung kandungan SK ransum
=
LK :2,5%
Berat BK Ransum X % SK. Demikian pula untuk LK
dan
PK. Untuk merubah kandungan N menjadi PK
perlu
dikalikan dengan faktor 6.25.
gajah (kg) berdasarkan zat gizinya
14
Jika seekor sapi potong diberi rumput gajah segar sebanyak 30 kg, berapakah konsumsi
BK, BO, SK, LK dan PK rumput gajah (tuliskan pada kolom yang kosong dari Tabel di bawah
ini) jika hasil analisis kimiawi di laboratorium menunjukkan sebagai berikut:
Jika pada sapi lainnya diketahui bahwa kemampuan konsumsi BK rumput gajah adalah
sebesar 2 % dari bobot badan dimana bobot badan sapi tersebut adalah 300 kg, hitunglah
berapa banyak rumput gajah segar harus diberikan dengan menggunakan data kompisis
kimiawi di atas !!!.
Jawab : Konsumsi rumput gajah dalam BK adalah= 2/100 X 300 kg = 6 kg
Maka, dalam bentuk segar harus diberikan sebanyak = 6 kg X 100/20 = 30
kg
Penyusunan ransum dengan metode square dapat diberikan teladan seperti berikut ini :
Langkah 1.
Menaksir BB sapi dengan timbangan atau dengan menggunakan pita ukur (lihat Tabel
3)
Langkah 2.
Dari Tabel 4 dapat langsung diketahui berapa taksiran konsumsi BK serta zat gizi
lainnya. Jika tidak ada Tabel gunakan asumsi bahwa konsumsi BK sapi potong atau sapi perah
maksimal 3.0 – 3.5 % dari BB untuk pakan berupa hijauan dan konsentrat. Jika menggunakan
bahan limbah pertanian seperti jerami konsumsi BK maksimum adalah 2.5 – 3.0 % dari BB.
Langkah 3
Pilihlah bahan pakan dari Tabel 5 dan 6 atau sumber informasi lain yang tersedia sesuai
dengan tujuan penyusunan pakan, ketersediaan, kandungan gizi dan harganya. Ransum
seimbang harus mengandung BK, enersi, PK, mineral Ca dan P sesuai dengan kebutuhan
ternak.
Langkah 4.
Hitunglah apakah bahan-bahan pakan yang paling murah mampu memenuhi kebutuhan enersi
(TDN). Jika tidak maka perlu ditambahkan bahan pakan berenersi tinggi seperti tetes. Hal yang
sama juga dilakukan jika kandungan PK kurang dari kebutuhan maka dapat ditambahkan
sumber protein tinggi atau NPN seperti urea.
BK BO SK LK PK
………….. ………….. ………….. ………….. …………..
Hitunglah Konsumsi Rumput
15
Contoh Penyusunan Ransum :
1. Ransum dengan silase limbah nanas untuk sapi potong dengan bobot badan 350 kg dengan
target PBB 1 kg/ekor/hari
Langkah 1.Menentukan kebutuhan gizi untuk sapi dengan BB 350kg dan PBB 1kg/ekor/hari,
dari Tabel 4:
BK (kg) TDN (kg) PK (g) Ca (g) P (gr)
Berat zat pakan 8,5 5,6 874 30 21
% dari BK 100% 6,.9% 10,3% 0,35% 0,24%
Perhitungan % TDN: 5,6/8,5 x 100% = 65,9%
Perhitungan % PK: 0,874/8,5 x 100% = 10,3%
Langkah 2
Memilih pakan yang tersedia sesuai dengan komposisi kimiawinya dari Tabel 5 atau 6,
misalnya:
Bahan Pakan BK(%) TDN(%) PK(%) Ca(%) P(%)
Ampas nanas 20 68 3,4 0,26 0,09
Dedak halus 86 81 13,8 0,12 0,51
Bungkil kelapa 86 73 21,6 1,66 0,21
Tepung ikan 86 69 61,2 6,61 4,34
Tetes 77 53 5,4 1,09 0,12
Urea 100 Setara 250
Langkah 3
Menghitung kecukupan enersi (TDN) dalam ampas nanas serta kekurangannya. Ampas
nanas memiliki kandungan TDN cukup tinggi yaitu 68 %, sehingga jika diberikan dalam
ransum sebesar 100 % maka akan kelebihan TDN, namun kekurangan PK , mineral Ca serta
P.
Pakan BK
(kg)
TDN
(kg) PK (g) Ca (g) P (gr)
Berat
Sebenarnya
Harga/
Kg
(Rp)
Jumlah
Harga
(Rp)
Kebutuhan 8.5 5.6 874 30 21
Ampas nanas 8.5 5,78 289 22 8 42,5 22,5 956
Neraca 0 +180 g -585 -8 -13
16
Langkah 4
Memperhatikan neraca zat gizi di atas, maka untuk menutupi kekurangan PK sebesar
585 gr dipilih sumber N yang relatif murah harganya, misalnya urea. Namun karena
penggunaan urea terbatas hanya sekitar 100 gr/ekor/hari, maka diperlukan sumber protein
lainnya seperti tepung ikan. Pemberian tepung ikan hanya dibatasi hingga 250 gr/ekor/hari
karena umumnya kurang disukai ternak sapi. Untuk itu perlu ditambahkan bahan lain yang
dapat meningkatkan palatabilitas ransum, misalnya tetes sebanyak 1 kg dan 42 gr (0.5 % dari
total ransum) garam dapur. Mengacu pada Tabel 4, 5 dan 6 di atas, maka diperoleh susunan
ransum sebagai berikut :
- Kecuali BK semua dihitung berdasarkan % Bahan Kering
- Diperoleh dari Rp 5.347 : 38,45(Total berat ransum) = Rp 139,1/ Kg
- Dihitung dari selisih dengan kebutuhan zat gizi pada Tabel diatas
Langkah 5
Dari perhitungan di atas ternyata masih terdapat kekurangan TDN sebesar 24 gram dan
PK sebesar 225 gram. Untuk menutupi kekurangan tersebut dipilih bahan sumber protein dan
enersi, misalnya bungkil kelapa dan dedak halus. Agar konsumsi BK tetap seperti kebutuhan
maka harus diperhatikan bahwa setiap pengurangan 1 kg ampas nanas akan menyebabkan
penurunan kadar PK sebesar 34 gram. Sedangkan setiap penambahan 1 kg bungkil kelapa dan
dedak halus akan meningkatkan PK sebesar 171 gram. Oleh karena itu jika amapas nanas
dikurangi 1 kg, maka akan terjadi kekurangan PK dalam ransum sebesar = 225 gram (dari
kekurangan sebelumnya) + 34 gram (dari pengurangan 1 kg ampas nanas) = 259 gram.
Sementara itu dari penambahan 1 kg BK bungkil kelapa hanya akan diperoleh tambahan PK
sebesar 216 gram. Untukmenutupi kekurangan maka dalam ransum perlu ditambahkan sebesar
1.5 kg bungkil kelapa atau dedak halus Jika jumlah ampas nanas yang akan diberikan
dibulatkan hingga 6000 gram, maka akan terjadi kekurangan 1383 gram BK yang perlu
dipenuhi dari bungkil kelapa dan dedak halus. Karena kedua bahan pengganti ini memiliki
kandungan enersi yang lebih tinggi dari ampas nanas maka kecukupan enersinya bukanlah
masalah yang perlu diperhitungkan Bahan tambahan tersebut memerlukan kandungan PK
sebesar = 225 gr + 48 gr = 273 gr yang terkandung dalam 1383 gr BK atau jika dibuat
prosentase menjadi = 273/1383 X 100 % = 19.7 %. Untuk memperoleh imbangan antara
bungkil kelapa dan dedak halus yang memenuhi kekurangan maka dilakukan perhitungan
dengan metode square berikut ini :
Bahan
Pakan
BK
(g)
TDN
(g)
PK
(g)
Ca
(g)
P
(g)
Berat
Sebenarnya
(Kg)
Harga/
Kg
(Rp.)
Jumlah
Harga
(Rp.)
Ampas
nanas
7383 5020 251 19.2 6.6 37,1 100 3710 Urea 90 225 90 1500 135 Tepung
Ikan
215 148 131 14.2 9.3 250 1800 900 Garam
Dapur
42 42 125 52 Tetes 770 408 42 8.4 0.9 1 550 550 Jumlah 8500 5576 649 41.8 16.8 38,450 139.1* 5347 Neraca** 0 -24 -225 +11.8 - 4.2
17
Dedak halus
13.8 % PK 21.6 – 19.7 = 1.9
1,9 / 7.8 =24%
Kebutuhan PK 5.9 + 1.9 = 7.8
19.7 %
Bungkil Kelapa 19.7-13.8 = 5.9
21.6 % PK 5.9 / 7.8 =76%
Dari perhitungan di atas maka pegurangan 1383 gram ampas nanas diganti dengan campuran
bungkil kelapa dan dedak halus dengan rasio = 76 % bungkil kelapa : 24 % dedak halus, maka
berat masing-masing bahan adalah :
76 % bungkil kelapa dari 1383 gram = 76/100 X 1383 gram = 1051 gram
24 % dedak halus dari 1383 gram = 24/100 X 1383 gram = 332 gram
= 1383 gram
Bahan-bahan yang diberikan dalam jumlah sedikit namun memiliki kandungan zat gizi penting
sperti tepung ikan, urea dan garam dapur dikelompokkan menjadi satu dan kita sebut sebagai
bahan premix, yaitu :
- Dihitung dari = 100/77 X Rp. 665.- = Rp. 863.6.-
Bahan
Pakan
BK
(g)
TDN
(g)
PK
(g)
Ca
(g)
P
(g)
Berat
Sebenarnya
(Kg)
Harga/ Kg
(Rp.)
Jumlah
Harga
(Rp.)
Urea 90 225 0.1 1500 150
Tepung
Ikan 215 148 132 14.7 9.3 0.250 1850 462.5
Garam 42 0.42 125 52.5
Total 347 148 357 0.770 863.6* 665.0
18
Campuran Pakan
Bahan
Pakan
BK
(g)
TDN
(g)
PK
(g)
Ca
(g)
P
(g)
Berat
Sebenarnya
(Kg)
Harga/
Kg
(Rp.)
Jumlah
Harga
(Rp.)
Ampas
nanas 6000 4080 204 15.6 5.4 30 100
Tetes 770 408 42 8.4 0.9 1 550
Dedak
halus 332 268 46 0.4 5.0 0.386 600
B.kelapa 1051 767 227 17.3 2.2 1.250 750
Bahan
premix 347 148 357 14.7 9.3 0.392
Jml. Zat
gizi 8500 5671 876 56.4 22.8 33.028
Zat yg 8500 5600 874 30 21 Sesuai
2. Ransum dengan Rumput Gajah sebagai Pakan Hijauan
Pemberian Ransum Sapi Perah
1) Induk Laktasi
4) Induk Kering
Kandungan nutrisi konsentrat adalah :
BK = 87,7 % ; PK = min. 15,2 % ; TDN = 68,0 %
Q
Prod. Pemberian Ransum (kg/hr) &
Susu `
Bobot Badan
(kg)
(L/hr) K/H 300 350 400 450 500
8 K 5,3 5,9 6,4 6,5 6,8
H 30,0 32,0 34,0 36,0 38,0
10 K 5,9 6,5 6,8 7,1 7,4
H 33,0 36,0 38,0 39,0 41,0
12 K 6,5 7,1 7,4 7,7 8,0
H 36,0 39,0 41,0 43,0 45,0
14 K 7,1 7,7 8,0 8,3 8,7
H 40,0 42,0 44,0 46,0 48,0
Bobot Pemberian Pemberian
Badan Konsentrat Hijauan (Kg/hr)
(Kg) (Kg/hr)
300 2,0 18,0
350 2,5 21,0
400 2,8 23,0
450 3,5 25,0
500 4,2 27,0
19
5) Pejantan
2) Dara
3) Pedet Jantan dan atau Betina
16 K 7,7 8,3 8,7 8,9 9,2
H 43,0 46,0 48,0 49,0 51,0
18 K 8,3 8,9 9,2 9,5 9,8
H 46,0 49,0 51,0 53,0 55,0
20 K 8,9 9,5 9,8 10,1 10,4
H 49,0 52,0 54,0 56,0 58,0
22 K 9,6 10,1 10,4 10,7 11,0
H 53,0 56,0 58,0 59,0 62,0
Catatan : K = Konsentrat H = Hijauan
Kadar Lemak Susu minimum 3,5 %
Kandungan nutrisi konsentrat adalah :
BK = 87,4 % ; PK = min. 18,2 % ; TDN = 77,0 %
Umur
Taksiran
Bobot
Badan (Kg)
Pemberian (Kg/hr)
Konsentrat Hijauan
12 215 2,3 26
13 229 2,5 28
14 240 2,7 30
15 254 2,9 32
16 266 3,0 34
17 275 3,1 35
18 288 3,2 36
19 299 3,3 38
20 310 3,4 40
21 324 3,5 42
22 335 3,6 44
23 348 3,7 46
24 363 3,8 48
25 371 4,0 50
Kandungan nutrisi konsentrat adalah :
BK = 86,7 % ; PK = min. 16,2 % ; TDN = 70,8 %
Bobot Badan
(Kg)
Pemberian (Kg/hr)
Konsentrat Hijauan
500 4,2 35
600 4,7 38
700 5,5 40
Umur Pemberian Konsentrat Pemberian
(Bulan) (Kg/hr) Hijauan
Jantan Betina (Kg/hr)
0 – 3 Sedikit Sedikit Sedikit
4 – 6 0,7 0,5 5
7 – 9 1,0 0,8 8
10-12 1,2 1,0 12
Kandungan nutrisi konsentrat adalah : BK
= 89,3 % ; PK = min. 21,0 % ; TDN = 73,8 %
20
Pemberian Ransum Sapi Potong
1) Pembesaran Pedet Jantan dan Betina
2) Penggemukan
Bobot
Badan(Kg)
PBB
(g/hr)
Pemberian (Kg/hr)
Hijauan Konsentrat
Jantan Betina
100
500 6,8 1,6 1,5
750 6,8 2,1 2,0
1000 6,8 2,6 2,4
150
500 9,5 2,2 2,0
750 9,5 2,8 2,6
1000 9,5 3,5 3,3
200
500 15,6 2,0 2,0
750 15,6 2,8 2,6
1000 15,6 3,6 3,4
Kandungan nutrisi konsentrat adalah :
BK= 86,7 %; PK= min. 16,6 %; TDN= 71,9%
Bobot
Badan(Kg)
PBB
(g/hr)
Pemberian (Kg/hr)
Hijauan
Konsentrat
Jantan Betina
250
500 18,3 3,0 2,6
750 18,3 3,1 3,0
1000 18,3 4,0 3,7
300
500 21,8 2,4 2,2
750 21,8 3,5 3,2
1000 21,8 4,6 4,3
350 500 24,5 2,7 2,4
21
750 24,5 3,8 3,5
1000 24,5 5,1 4,7
400
500 29,3 2,6 2,5
750 29,3 4,0 3,7
1000 29,3 5,4 4,9
450
500 34,8 2,4 2,2
750 34,8 3,9 3,6
1000 34,8 5,3 5,0
Kandungan nutrisi konsentrat adalah :
BK= 86,7 %; PK= min. 14,5 %; TDN= 75,0%
22
PRAKTIKUM II
EVALUASI BAHAN PAKAN SECARA IN VIVO
2.1 Pengukuran Konsumsi dan Daya Cerna Pakan secara in vivo
Pengukuran daya cerna secara in vivo merupakan cara pengukuran daya cerna suatu
pakan dengan menggunakan hewan percobaan. Pakan yang diuji diberikan secara langsung
pada hewan percobaan, kemudian diukur berapa jumlah yang dikonsumsi dan yang dikeluarkan
lewat feses. Pakan yang dikonsumsi merupakan selisih antara jumlah pakan yang diberikan dan
jumlah pakan yang tersisa. Pengukuran ini menggunakan kandang khusus yang disebut
kandang metabolis, yaitu kandang yang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum dan
tempat koleksi feses serta urine.
Dalam pelaksanaannya, pengukuran daya cerna dengan cara ini dilakukan paling sedikit
selama 14 hari yang dibagi menjadi dua periode yaitu periode pendahuluan (preliminary period)
dan periode pengumpulan data (collecting period). Periode pendahuluan dilakukan sedikitnya
selama 7 hari atau sampai hewan percobaan terbiasa dengan pakan yang sedang diuji. Hal ini
ditandai dengan konsumsi pakan yang relatif konstan setiap hari. Tujuan periode ini adalah agar
terjadi penyesuaian hewan percobaan terhadap pakan yang sedang diuji dan untuk meniadakan
pengaruh pakan yang dikonsumsi oleh ternak pada beberapa waktu sebelumnya. Setelah
periode pendahuluan dilaksanakan maka diikuti dengan periode pengumpulan data yang
dilakukan selama 7-14 hari. Pada periode ini, pakan yang diberikan pada tiap ekor ternak dan
yang tersisa dan juga feses yang dikeluarkannya ditimbang setiap hari dan sampel masing-
masing diambil sebanyak kurang lebih 10 %. Kemudian sampel yang terkumpul dianalisa
kandungan zat makanannya di laboratorium.
Dengan mengetahui data tersebut maka dapat diukur jumlah zat makanan yang diserap
oleh seekor ternak, yaitu dengan menghitung selisih antara jumlah pakan yang dikonsumsi
dengan jumlah feses, dan persentase antara pakan tercerna dengan pakan yang dikonsumsi
menunjukkan daya cerna pakan tersebut, yang biasanya dinyatakan dengan persen. Secara
matematik perhitungan daya cerna pakan secara in vivo dapat dirumuskan sebagai berikut :
Daya cerna (%) = (Jumlah pakan pemberian sisa) Jumlah feses
X 100% Jumlah pemberian sisa
Atau
Daya cerna (%)
=
Jumlah konsumsi pakan Jumlah feses X
100% Jumlah konsumsi pakan
Dalam kenyataannya, tidak semua zat makanan yang terdapat dalam feses berasal dari
pakan yang tidak tercerna. Sebagian zat makanan dalam feses juga berasal dari sel-sel mukosa
alat pencernaan atau usus yang aus, enzim yang disekresikan ke dalam alat pencernaan dan
mikro-organisme yang terdapat dalam alat pencernaan rumen dan usus besar yang ikut keluar
bersama-sama feses. Zat-zat makanan yang berasal dari sumber tersebut memberikan kontribusi
terhadap protein atau nitrogen (N) dalam feses. Protein tersebut disebut juga dengan istilah
endogenous fecal nitrogen (EFN) atau metabolic fecal nitrogen (MFN) yaitu protein dalam
feses yang berasal dari tiga sumber di atas. Oleh karena itu dalam pengukuran daya cerna secara
in vivo terdapat dua istilah daya cerna yaitu daya cerna semu (apparent digestibility) dan daya
cerna sebenarnya (true digestibility).
23
Daya cerna semu merupakan hasil pengukuran daya cerna in vivo yang berasumsi bahwa
semua zat makanan yang terdapat dalam feses adalah benar-benar berasal dari pakan yang
memang tak tercerna, tanpa memperhitungkan faktor MFN. Dengan demikian, maka data daya
cerna semu menunjukkan angka yang lebih rendah dibanding data daya cerna yang sebenarnya.
Daya cerna semu kemungkinan menunjukkan nilai daya cerna yang negatip. Hal ini dapat
terjadi pada daya cerna protein dan lemak terutama pada pakan yang mengandung protein (PK)
dan lemak sangat rendah, sehingga protein yang dikonsumsi oleh ternak tersebut lebih kecil
daripada yang terdapat dalam feses.
Daya cerna sebenarnya merupakan hasil pengukuran daya cerna secara in vivo yang
berasumsi bahwa zat makanan yang terdapat dalam feses disamping berasal dari pakan yang
tidak tercerna juga berasal dari MFN, sehingga dalam perhitungannya juga memperhitungkan
faktor FMN sebagai koreksi, dan dirumuskan sebagai berikut :
Daya cerna (%) = Jumlah konsumsi pakan (Jumlah feses – MFN)
X 100% Jumlah konsumsi pakan
Dengan rumus ini, maka zat makanan dalam feses yang diperhitungkan adalah benar-
benar berasal dari pakan yang dikonsumsi dan tidak tercerna oleh ternak. Oleh karena itu data
yang diperoleh dengan rumus ini lebih akurat dan lebih tinggi dibandingkan dengan daya cerna
semu. Dalam praktek, pengukuran daya cerna semu lebih umum dilaksanakan, karena
pelaksanaannya lebih mudah dan sederhana. Sedang pengukuran daya cerna sebenarnya lebih
sulit, karena besarnya MFN harus diketahui atau diukur terlebih dulu. Pengukuran MFN dapat
dilaksanakan dengan memberikan pakan bebas N pada hewan percobaan dan mengukur jumlah
N yang terdapat dalam feses yang dikeluarkan. Dengan pemberian pakan yang bebas N maka
secara logika tidak akan terdapat N juga di dalam feses ternak tersebut, tetapi dalam feses masih
terdapat N, berarti N tersebut berasal dari MFN.
Pada ternak ruminansia besarnya MFN sangat bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh
jumlah dan jenis pakan yang dikonsumsi serta proses fermentasi dan perkembangan mikro-
organisme terutama yang tumbuh dalam usus besar. Berdasarkan beberapa hasil percobaan
dengan menggunakan berbagai jumlah dan jenis pakan, rata-rata jumlah MFN pada ternak
ruminansia adalah sebesar 5 g N/kg konsumsi bahan kering (BK). Berarti jika ternak bobot
badannya 300 kg dan jumlah BK yang dikonsumsi sebesar 3 persen dari berat badan atau 9 kg
maka setiap hari ternak tersebut mensekresikan MFN sebanyak 45 g atau kurang lebih sama
dengan 280 g protein. Jika pakan yang dikonsumsi oleh ternak tersebut mengandung protein
(PK) sebesar 12% BK, maka jumlah konsumsi PK adalah 1,08 kg. Hal ini berarti bahwa protein
atau MFN yang disekresikan dalam feses oleh ternak yang diberi pakan tersebut, paling tidak
sama dengan 26 persen jumlah PK yang dikonsumsi, sebagaimana diuraikan berdasarkan
perhitungan berikut :
Misal berat ternak = 300 kg
Konsumsi BK kering rumput gajah = 3 % x 300 kg = 9 kg
Konsumsi PK rumput gajah = 12 % x 9 kg = 1,08 kg
MFN = 5 g N/kg konsumsi BK = 5 g N x 9 kg = 45 g N atau setara dengan 0,28 kg PK
Berarti jumlah MFN/konsumsi PK = (0,28 kg/1,08 kg) x 100% = 25,9 %
24
2.2 Pengukuran Retensi Nitrogen
Pengukuran daya cerna merupakan salah satu pengukuran kualitas pakan yang
didasarkan pada jumlah pakan yang diserap ke dalam tubuh. Dalam kenyataannya, pakan
yang terserap masih akan mengalami proses lebih lanjut di dalam jaringan tubuh, yang disebut
proses metabolisme. Dalam proses metabolisme, sebagian zat makanan akan dimanfaatkan
oleh tubuh ternak dan sebagian yang tidak termanfaatkan akan diekskresikan dalam urine.
Asam amino yang terserap ke dalam tubuh mengalami proses metabolisme bersama-
sama dengan asam amino yang berasal dari asam amino jaringan yang telah aus dan asam amino
non-essensial yang disintesis dalam jaringan tubuh ternak. Asam-asam amino tersebut
selanjutnya dimanfaatkan oleh tubuh untuk kebutuhan sebagai berikut :
1. Untuk hidup pokok misalnya untuk mengganti jaringan yang telah aus, biosynthesis hormon,
enzim dan senyawa nitrogen yang lain yang mempunyai peranan penting juga dalam proses
biologis (asam nukleat, creatin dan cholin).
2. Diubah menjadi produk ternak (susu, daging, telur).
3. Mengalami proses deaminasi, sehingga diekresikan kedalam urine dalam bentuk urea pada
ruminansia atau asam urat pada unggas. Proses ini terjadi terutama pada ketersediaan protein
dalam tubuh yang berlebihan dan juga dipengaruhi oleh level insulin dan growth hormone
(GH) yang menstimulasi synthesis protein dan menghambat proses deaminasi, dan hormon
glucocorticoids yang mempunyai efek berlawanan dengan insulin dan growth hormone.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan pengukuran bagian protein yang
terserap dan dimanfaatkan oleh tubuh atau jumlah nitrogen yang tersimpan dalam tubuh yang
disebut juga N retensi. Dalam pelaksanaannya, pengukuran retensi nitrogen hampir sama
dengan pengukuran daya cerna secara in vivo, hanya harus dilengkapi dengan koleksi urine
secara total dan di analisa kadar nitrogennya. Retensi nitrogen dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Retensi N = N intake – (N feses + N urine)
Seperti halnya rumus daya cerna semu, retensi nitrogen yang diperoleh dari rumus diatas
merupakan retensi nitrogen semu (apparent nitrogen retention). Untuk mengukur true nitrogen
retention, maka protein endogenous dalam feses (MFN) dan dalam urine (urinary endogenous
nitrogen, UEN) harus diperhitungkan. Meskipun sulit dan jarang dilakukan, protein
endogenous dalam feses dan urine dapat diukur dengan pemberian pakan bebas nitrogen pada
hewan percobaan. Setelah diketahui besarnya protein endogenous tersebut, maka true BV dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Retensi N = N intake – {(N feses – MFN) + (N urine - UEN)}
2.3 Pelaksanaan Praktikum
2.3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
- Timbangan
- Kandang metabolis sebanyak ternak yang digunakan
- Ember penampung/pengumpul feses masing-masing kandang 1 buah
- Ember pengumpul urine masing-masing kandang 1 buah
25
- Kantong plastik tempat sampel urine, feses, pakan hijauan dan konsentrat
- Sebuah freezer atau kulkas
- Spidol permanen untuk memberi tanda
- Gelas ukur 10 ml
- Chopper untuk hijauan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
- Kambing
- Pakan ternak kambing (hijauan dan konsentrat)
- Air minum
- Larutan H2SO4 10%
- Formalin
2.3.1 Pelaksanaan Praktikum
Jadwal Kegiatan
Hari Jam Kegiatan
I 04.30-04.45 1. Persiapan (Membersihkan tempat pakan, tempat minum,
tempat feses, dan tempat penampung urine dan segera taruh
kembali pada tempatnya semula).
2. Pada tempat setiap penampung urine, tambahkan 10 ml
larutan H2SO4 10%.
04.45-05.30 1. Berikan konsentrat pada masing-masing kambing sebanyak
1,5% dari bobot badan tunggu sampai konsentrat habis
termakan atau kurang lebih 1 jam.
2. Berikan rumput gajah pada masing-masing kambing
sebanyak 10% dari bobot badan.
3. Ambil sampel konsentrat sebanyak + 50g dan rumput gajah
pemberian sebanyak + 200g masukkan ke dalam tas, beri
kode (nomor ternak, jenis sampel,dan tanggal pengambilan)
segera simpan dalam freezer atau segera keringkan dan
simpan pada tempat yang kering.
4. Berikan air minum pada masing-masing kambing.
16.00-17.00 1. Berikan konsentrat pada masing-masing kambing sebanyak
1,5% dari bobot badan tunggu sampai konsentrat habis
termakan atau kurang lebih 1 jam
2. Berikan rumput gajah pada masing-masing kambing
sebanyak 10% dari bobot badan.
3. Ambil sampel rumput gajah pemberian sebanyak + 200g
masukkan ke dalam tas, beri kode (nomor ternak, jenis
sampel,dan tanggal pengambilan) segera simpan dalam
freezer atau segera keringkan dan simpan pada tempat yang
kering.
Catatan : Sampel rumput gajah pemberian harus diambil pada
26
setiap kali pemberian karena sangat mungkin kondisinya
terutama kadar BKnya berbeda antar pemberian, sedangkan
sampel konsentrat cukup diambil sekali saja karena kondisi
konsentrat hampir sama pada setiap kali pemberian.
4. Berikan air minum pada masing-masing kambing.
II 04.30-05.30 1. Kumpulkan feses dan timbang. Ambil sampelnya sebanyak
10% dari berat feses, beri kode ((nomor ternak, jenis
sampel,dan tanggal) segera simpan dalam freezer atau segera
keringkan dan simpan pada tempat yang kering.
2. Ukur urine yang terkumpul, ambil sampel (+ 10%), taruh
dalam botol, beri kode (nomor ternak, jenis sampel, dan
tanggal pengambilan sampel).
3. Kumpulkan sisa pakan dan timbang, kemudian ambil
sampelnya sebanyak 10% dari berat sisa pakan, masukkan tas,
beri kode dan segera keringkan atau simpan dalam freezer.
4. Lakukan kegiatan yang sama dengan kegiatan pada hari I jam
04.30-05.30 butir 1–4.
16.00-17.00 1. Lakukan kegiatan yang sama dengan kegiatan pada hari I
jam 16.00-17.00 butir 1–4.
III dan
seterusnya
04.30-05.30 Lakukan kegiatan yang sama dengan kegiatan pada hari II
jam 04.30-05.30 butir 1–4.
16.00-17.00 Lakukan kegiatan yang sama dengan kegiatan pada hari II
jam 16.00-17.00 butir 1–4.
Terakhir 04.30-05.30 1. Timbang masing-masing sampel yang telah disimpan dan
kelompokkan sesuai dengan kode sampel dan nomor ternak.
2. Campur/komposit sampel dalam satu kelompok atau sesuai
dengan kelompoknya, kemudian ambil sub-sampelnya dan
analisis kandungan BK, BO, dan Pknya di laboratorium.
Isikan atau catat semua data pengamatan dan kejadian yang dapat mengganggu keakuratan
data ke dalam Form Data yang tersedia (harian).
27
[LEMBAR KERJA II]
NAMA : .....................................................
NIM : ..................................................... TGL : ..................................
KEGIATAN : Pengukuran Kecernaan in vivo
Perhitungan :
- BK Rumput pemberiaan
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- BK Rumput sisa
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- Konsumsi BK Rumput
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- BK Konsentrat pemberian
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- BK Konsentrat sisa
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- Konsumsi BK Konsentrat
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- BK Feses
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- Kecernaan BK
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
28
Perhitungan :
- PK Rumput pemberiaan
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- PK Rumput sisa
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- Konsumsi PK Rumput
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- PK Konsentrat pemberian
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- PK Konsentrat sisa
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- Konsumsi PK Konsentrat
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- PK Feses
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- Kecernaan PK
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
29
Perhitungan :
- BO Rumput pemberiaan
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- BO Rumput sisa
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- Konsumsi BO Rumput
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- BO Konsentrat pemberian
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- BO Konsentrat sisa
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- Konsumsi BO Konsentrat
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- BO Feses
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- Kecernaan BO
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
30
Perhitungan :
- SK Rumput pemberiaan
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- SK Rumput sisa
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- Konsumsi SK Rumput
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- SK Konsentrat pemberian
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- SK Konsentrat sisa
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- Konsumsi SK Konsentrat
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- SK Feses
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- Kecernaan SK
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
31
....................................................................................................................................
Perhitungan :
- LK Rumput pemberiaan
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- LK Rumput sisa
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- Konsumsi LK Rumput
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- LK Konsentrat pemberian
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- LK Konsentrat sisa
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- Konsumsi LK Konsentrat
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- LK Feses
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
- Kecernaan LK
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
32
TUGAS
1. Berapa kebutuhan nutrien Bahan Kering dan Bahan Organik (PK, LK, SK) ternak yang
digunakan dalam praktikum
2. Bandingkan dengan keadaan saat di lapang
3. Apakah pakan yang diberikan sudah mencukupi kebutuhan nutrien ternak
PEMBAHASAN
33
34
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
35
[LEMBAR KERJA II]
NAMA : .....................................................
NIM : ..................................................... TGL : ..................................
KEGIATAN : Retensi Nitrogen
Perhitungan Retensi Nitrogen:
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
36
TUGAS
1. Apakah yang dimaksud retensi nitrogen (literatur)?
2. Bandingkan nilai retensi nitrogen hasil perhitungan setelah praktikum dengan literatur!
PEMBAHASAN
37
38
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
39
PRAKTIKUM III
MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN PADA TERNAK RUMINANSIA
3.1 BAHAN PAKAN TERNAK RUMINANSIA
Pemberian pakan ternak dikonsumsi untuk memenuhi kehidupan pokok dan produksi.
Bahan pakan ternak ruminansia terdiri dari pakan kasar dan konsentrat. Pemberian konsentrat
diperlukan karena ketersediaan dan kualitas hijauan yang terbatas dan kurang memenuhi
kebutuhan nutrisi ternak, dengan formulasi konsentrat yang tepat maka akan terjadi
peningkatan produksi daging dan susu sehingga pendapatan peternak meningkat.
PAKAN KASAR (SUMBER SERAT) : HIJAUAN
Pakan Kasar merupakan pakan utama dengan proporsi banyak dalam ransum. Contoh
hijauan dan limbah pertanian sebagai berikut: rumput gajah, rumput tapang, jerami padi, pucuk
tebu, tebon jagung, gamal, turi, lamtoro, kaliandra, kelor. Contoh pakan alternatif yang dapat
digunakan adalah daun pisang, daun waru, daun nangka, isi rumen, kulit pisang, limbah nangka,
alang-alang.
Peranan hijauan bagi ternak ruminansia adalah:
a. Sumber energi (VFA)
b. Sumber protein (leguminosa)
c. Mempertahankan kondisi rumen
d. Merangsang remastikasi
e. Merangsang pengeluaran salivasi
f. Ekologi rumen terjaga
g. Mikroba melaksanakan fungsinya sebagai agen fermentasi pakan
KONSENTRAT
Konsentrat merupakan pakan tambahan dengan kandungan gizi:
a. Serat kasar <18%
b. Energi (TDN) >60%
c. Protein tinggi
Bahan pakan penyusun konsentrat terdiri dari konsentrat sumber energi (contohnya dedak,
onggok, pollard, molasses, dan lain-lain) dan konsentrat sumber protein (contohnya bungkil
kapuk, bungkil kelapa, ampas tahu, tepung ikan, dan lain-lain).
Peranan konsentrat (pakan penguat) bagi ternak ruminansia adalah:
a. Menutupi kekurangan gizi dari hijauan
b. Sumber energi dan protein
c. Harga mahal
d. Pakan tambahan
e. Serat rendah
40
Standar pakan konsentrat Sapi Perah Laktasi
Standar pakan konsentrat Sapi Potong
TDN % Min 70,0
Kadar Air % Mak 14,0
Protein
Kasar
% Min 17,0
Lemak Kasar % Mak 5,0
Serat Kasar % Mak 18,0
Abu % Mak 15,0
Kalsium % 1,6 – 2,0
Fosfor % 0,8 – 1,0
TDN % Min 65,0
Kadar Air % Mak 14,0
Protein
Kasar % Min 10,0
Lemak Kasar % Mak 5,0
Serat Kasar % Mak 20,0
Abu % Mak 15,0
Kalsium % 1,6 – 2,0
Fosfor % 0,8 – 1,0
37
3.2 STRATEGI PEMBERIAN PAKAN
Strategi Pemberian Pakan adalah mengatur pemberian ransum sedemikian rupa agar
dicapai hasil yang memuaskan dengan mempertimbangkan efisiensi ekonomis dan biokemis.
Pemberian pakan mempengaruhi 70% usaha peternakan sedangkan sisanya adalah dari
manajemen dan breeding.
Syarat pakan yang baik:
1. Palatabilitas
2. Nilai gizi
3. Harga murah
4. Mudah diperoleh
5. Tidak beracun
6 Keragaman pakan
7 Tersedia sepanjang waktu
Cara Pemberian Pakan:
1. Diberikan sebagai pakan tunggal
2. Di combor
3. Diberikan dalam bentuk kering
4. Pakan Lengkap (PL)
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk penggemukan sapi potong
1. Pemberian pakan basal (BK) = 2 – 2,5 % BB
2. Pemberian konsentrat minimal 1 % BB (campuran konsentrat sumber energi dan sumber
protein). Urea dapat diberikan dan harus disertai dengan sumber karbohidrat yang mudah
larut (dedak, gamblong, tetes). Pemberian urea maksimal 1% konsentrat.
3. Daun leguminosa dapat diberikan 50 % dari total pemberian hijauan.
Contoh pemberian pakan pada sapi perah dengan BB 400-450kg, produksi susu 12 liter
(lemak 4%):
R. Gajah (PK = 12%, TDN = 65%) → R. Gajah = 7,2 kg BK ~ 48 kg
Konsentrat : PK = 17%, TDN = 70% → Kons = 4,8 kg BK ~ 5,3 kg
R. Gajah (PK = 9 %, TDN = 65%) → R. Gajah = 6 kg BK ~ 37,5 kg
Konsentrat (PK = 17%, TDN = 70%) → Kons = 6 kg BK ~ 6,7 kg
Sapi Perah dengan BB 400-450kg, produksi susu 15 liter (lemak 4%)
R. Gajah (PK = 12%, TDN = 70%) → R. Gajah = 6 kg BK ~ 40 kg
Konsentrat : PK = 17%, TDN = 70% → Kons = 6 kg BK ~ 6,6 kg
PERHATIAN:
Konsentrat tidak boleh dicampur dengan bahan pakan lain seperti dedak, onggok karena
akan menurunkan kualitasnya yaitu menurunkan kandunga proteinny.
Pemberian konsentrat sebaiknya tidak dicombor.
3.2 KEBUTUHAN NUTRIEN
Nutrien yang dibutuhkan sapi potong dan sapi perah terdiri dari Bahan Kering (BK)
dengan kebutuhan 2-4% dari Bobot Badan. Pemberian BK berdasarkan pada imbangan hijauan
dan konsentrat.
Imbangan BK hijauan dan konsentrat Sapi Potong dapat berupa 50:50%, 30:70%,
40:60%, dan 20:80% sedangkan untuk imbangan BK hijauan dan konsentrat Sapi Perah dapat
berupa 50:50%, 40:60%, dan 60:40%.
38
Contoh jumlah pemberian pakan:
Kebutuhan BK : 2 – 4% ; BK hijauan 2 % BB
Cara pemberian :
Contoh sapi dengan BB = 400 kg
Kebutuhan BK hijauan = 400 x 2% = 8 kg BK
Jumlah pemberian :
Rumput gajah segar = 8 kg x 100/20 = 40 kg
Jerami padi kering = 8 kg x 100/50 = 16 kg
Konsentrat = 2 % BB = 8 x 100/90 = 9 kg
3.3 KANDUNGAN PAKAN TERNAK RUMINANSIA
Energi untuk hidup pokok (aktifitas)
-Dinyatakan dalam GE, DE, ME, NE dan TDN
-Serat sebagai sumber energi yang murah
-Imbangan asam lemak (VFA)
-Keseimbangan sumber energi
Protein untuk hidup pokok, pertumbuhan reproduksi dan produksi
-Kekurangan protein menyebabkan rendahnya produktifitas ternak
-NPN dapat digunakan untuk sintesis protein
-Kebutuhan %PK dan %DP
Mineral
-Untuk pertumbuhan tulang dan perbaikan jaringan
-Sebagai kofaktor enzim dan hormon
-Menjaga keseimbangan pH cairan tubuh
-Pembentukan mineral susu
-Kebutuhan Ca Sapi Potong Laktasi adalah 0,26% dan Sapi Perah laktasi 0,39-0,48%.
Vitamin
-Sebagai katalisator dalam proses metabolisme
-Vitamin larut dalam air: B dan C
-Vitamin B dan K dapat disintesisi oleh mikroba rumen
-Vitamin A penting pada pemberian pakan hijauan kering
3.4 TEKNOLOGI PAKAN TERNAK RUMINANSIA
UREA AMONIASI JERAMI PADI
1. Perbandingan urea : BK jerami : air = 0,4 : 1 : 1
2. Meningkatkan kecernaan 5 – 20 %
3. Meningkatkan konsumsi BK ± 50 %
4. Meningkatkan kandungan N jerami ± 100%
5. Pemberian jerami amoniasi yang di tambah konsentrat mampu meningkatkan bobot badan
sapi 200 – 500 g/ekor/hr.
TEKNOLOGI SUPLEMENTASI
1. Dipilih sumber pakan yang kaya karbohidrat (dedak, onggok/ gamblong, molases).
2. Dipilih pakan sumber N yang mudah terfermentasi (urea → maks 1 % dari konsentrat).
3. Selanjutnya dipilih pakan yang kaya protein by-pas (daun gliricidia, lamtoro, kaliandra).
39
UREA MOLASES BLOK
NO Jenis Bahan Jumlah bahan tiap kg/10 kg campuran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Molasses
Onggok
Dedak
Tepung Kedelai
Tepung Tulang
Kapur
Urea
Lacta Mineral
Garam Dapur
3.300 kg
0.800 kg
1.800 kg
1.300 kg
0.600 kg
0.900 kg
0.425 kg
0.125 kg
0.750 kg
PAKAN LENGKAP (PL)
Merupakan pakan imbang gizi yang dibuat dari campuran hijauan dan konsentrat dengan
rasio tertentu, dalam bentuk uniform dan kering, untuk diberikan sebagai satu-satunya
pakan yang dapat menunjang kebutuhan hidup pokok, produksi dan reproduksi tanpa
tambahan pakan lain.
Salah satu hal yang perlu dijadikan pedoman dalam menyusun PL adalah:
PK berkisar 9 – 14 dan
TDN antara 45 - 65%.
Strategi Pemberian Pakan Lengkap
Tabel 1. Limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai bahan Pakan Lengkap
Pakan Kadar dalam pakan lengkap (%)
Pucuk tebu 20 – 50
Campuran rumput kering 30 – 75
Tepung daun lamtoro 20 – 30
Guguran daun jati 17 – 70
Guguran daun mangga 30 – 60
Jerami padi 40 – 50
Serbuk gergaji 30
40
[LEMBAR KERJA III]
1. Jelaskan manejemen pemberian pakan yang ada di lapang dan bandingkan dengan
manajemen yang ada di literature !
PEMBAHASAN
41
42
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
43
PRAKTIKUM IV
MIKROBA RUMEN
4.1 JENIS MIKROBA RUMEN
Mikroba rumen memiliki peran yang sangat penting di dalam lambung ruminansia
terutama bagian retikulo-rumen. Secara umum terdapat 4 kelompok mikroba rumen, yaitu
bakteri, protozoa, jamur dan bakteriophage atau virus. Berikut ini akan membahas ketiga
golongan utama mikroba rumen yaitu bakteri, protozoa dan jamur; dalam proses fermentasi
pakan ternak ruminansia.
4.1.1 BAKTERI RUMEN
Bakteri rumen diklasifikasikan berdasarkan substratnya sebagai sumber energi utama,
yaitu :
Bakteri Selulolitik
1. Bacteriodes succinogenes
2. Ruminicoccus flavefaciens
3. Ruminicoccus albus
4. Cillobacterium cellulosolvens
Bakteri Hemiselulolitik
1. Butyrivibrio fibriosolven
2. Bacteriodes ruminicola
Bakteri Pengguna Asam (Acid Utilizer Bacteria)
1. Peptostreptococcus bacterium
2. Propioni bacterium
3. Selemonas lactilytica
Bakteri Amilolitik
1. Bacteriodes amylophilus
2. Butyrivibrio fibrisolvens
3. Bacteroides ruminicola
4. Streptococcus bovis
Bakteri Pengguna Gula (Sugar Untilizer Bacteria)
Bakteri Proteolitik
1. Bacteroides amylophilus
2. Clostridium sporogenes
3. Bacillus licheniformis
Methanobacterium ruminantium
1. Methanobacterium formicium
Bakteri Lipolitik
1. Anaerovibrio lipolytica
2. Selemonas ruminantium var. Lactilytica
Bakteri Ureolitik
1. Streptococcus sp.
44
4.1.2 PROTOZOA RUMEN
Protozoa yang terdapat dalam rumen memiliki peranan dalam fermentasi pakan
terutama pakan berupa serat kasar seperti selulosa, heiselulosa, fruktosan, pektin dan pati serta
gula yang terlarut dalam lemak. Jenis protozoa yang banyak terdapat dalam rumen adalah ciliata
dan flagelata, namun jumlah ciliata lebih dominan.
Ciliata dalam rumen terdiri dari 3 ordo yaitu :
Ordo Prostomatida
Ordo Trichostomatida
Ordo Entodiniomorphida
Berdasarkan posisi cilia dan ada tidaknya vakuola, prtozoa dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
Oligotricha : mempunyai ukuran sel lebih kecil dan posisi cilia ada di sekitar mulut
Holotricha : mempunyai ukuran sel lebih besar dengan cilia menutupi seluruh permukaan tubuh
Populasi protozoa rumen sangat bervariasi jumlahnya dari 0 - 5 X 106/ml isi rumen.
4.1.3 Jamur Rumen
Jamur yang dijumpai di dalam rumen antara lain khamir (yeast) dan kapang (moulds).
Pada awalnya jamur dikenal sebagai ikroorganisme yang hanya singgah dan lewat di dalam
rumen dan saluran pencernaan lain. Jamur ditemukan dalam julah yang banyak jika ransum
basal ternak mengandung serat kasar tinggi. Jadi hal tersebut menunjukkan bahwa jamur
memiliki peranan penting dalam fermentasi serat kasar dalam rumen. Beberapa spesies jamur
anaerob yang telah diisolasi dari ternak ruminansia yaitu Caecomyces communis, Pyromyces
communis, Neocallimastix frontalis, Neocllimastix patriciarum, Neocallimastix hurleyensis,
Neocallimastix variabilis, Anaeromyces elegans, Orpinomyces joyonii.
Populasi mikroba sangat bervariasi meskipun pada ternak yang sama dan diberi pakan
yang sama. Interaksi antar mikroba di dalam rumen dapat mempengaruhi populasi tersebut.
Interaki yang terjadi antar mikroba dengan protozoa bersifat kompetitif, artinya protozoa dapat
memangsa bakteri yang ada dalam cairan rumen kemudian mencernanya sebagai sumber asam
amino bagi pertumbuhannya. Keadaan tersebut akan terjadi jika pakan basal ternak merupakan
ibah pertanian yang sedikit mengandung gula dan pati.
4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Populasi Mikroba Rumen
Beberapa faktor yang mempengaruhi populasi mikroba rumen antara lain :
1. Temperatur rumen
2. Keasaman (pH)
3. Pengaruh Osmotik dan Ionik
4. Komposisi gas dalam rumen
5. Tekanan permukaan rumen
6. Variasi harian (fluktuasi konsentrasi mikroba rumen)
7. Nutrisi (pakan, frekuensi pemberian pakan dan tingkat konsumsi)
8. Faktor-faktor lain (pemberian bahan kimia, pengaruh individu ternak dan kompetisi makanan)
4.3 Pengamatan dan Perhitungan Populasi Mikroba dalam Rumen
Mikroba berukuran sangat kecil dan untuk mengetahuinya digunakan mikrometer.
Mikrometer merupakan kaca berskala dan dikenal 2 jenis micrometer yaitu mikrometer okuler
45
dan mikrometer objektif. Mikrometer okuler dipasang pada lensa okuler mikroskop, sedangkan
micrometer objektif berbentuk slide yang ditempatkan pada meja preparat mikroskop. Jarak
antar garis skala pada mikrometer okuler tergantung pada perbesaran lensa objektif yang
digunakan yang menentukan lapang pandang mikroskop. Jarak ini dapat ditentukan dengan
mengkalibrasi antara mikrometer okuler dan objektif. Mikrometer objektif memiliki skala yang
telah diketahui, menjadi tolak ukur untuk menentukan ukuran skala micrometer okuler. 1 skala
micrometer objektif = 0,01 mm / 10 µm.
Kalibrasi dilakukan dengan menghimpitkan skala mikrometer objektif dan okuler pada
perbesaran yang diinginkan. Skala ke nol (garis pertama) kedua mikrometer disimpulkan
menjadi 1 garis kemudian dilihat pada skala ke berapa kedua jenis mikrometer tersebut
bertemu/berhimpit kembali. Dari hasil tersebut dapat diketahui satu satuan panjang pada skala
mikrometer okuler itu berdasarkan beberapa jumlah skala kecil mikrometer objektif yang
berada di antara garis yang berhimpit tadi.
Secara garis besar metode perhitungan mikroba rumen ada 2 macam yaitu :
1. Perhitungan tidak langsung dengan metode Plate Count/Viable Count
2. Perhitungan langsung menggunakan Haemocytometer
3.
1. Metode plate count/viable count
Prinsip dasar : setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu
koloni setelah ditumbuhkan dalam media pertumbuhan dan lingkungan yang sesuai
Beberapa mikroorganisme tertentu cenderung akan membentuk kelompok, jadi koloni tidak
selalu berasal dari satu sel mikroorganisme. Oleh karena itu, maka digunaka istilah Coloni
Forming Units (CFU’S) per ml.
Syarat koloni antara lain :
1. Satu koloni dihitung 1 koloni
2. Dua koloni yang bertumpuk dihitung 1 koloni
3. Beberapa koloni yang berhubungan dihitung 1 koloni
4. Dua koloni yang berhimpitan dan masih dapat dibedakan dihitung 2 koloni
5. Koloni yang terlalu besar melebihi dari luas setengah cawan, tidak dihitung
6. Koloni yang besarnya kurang dari setengah cawan dihitung 1 koloni
Prosedur perhitungan jumlah bakteri menggunakan metode Plate Count
Preparasi sampel
Masukkan sampel ke dalam tabung berisi aquadest untuk pengenceran pertama, selanjutnya
diencerkan sampai tingkat pengenceran tertentu misalnya sapai ke-10
3 pengenceran terakhir ditanam (plating) ke media agar (nutrient agar) atau Plate Count Agar
(PCA) secara duplo
Inkubasi dilakukan pada suhu 300C selama 1-2 x 24 jam
Koloni yang telah tumbuh dihitung dengan syarat seperti di atas
46
2. Perhitungan jumlah bakteri secara langsung
Prinsip dasar : jumlah bakteri dihitung secara langsung tanpa menumbuhkannya terlebih
dahulu. Perhitungan dilakukan secara mikroskopis dengan menghitung jumlah bakteri dalam
satuan isi yang sangat kecil. Alat yang digunakan untuk perhitungan adalah Hemositometer.
Luas kotak sedang :
= p x 1
= 0,2 x 0,2 = 0,04 mm2
misalnya diperoleh volume kotak sedang : 20 sel dalam satu kotak sedang
= 0,04mm2 x 0,1 mm maka jumlah sel keseluruhan :
= 0,004 mm3 = 20 x (1/4) x 106
karena 1 ml = 1 cm2 = 5 x 106 sel/ml
Prosedur perhitungan bakteri dengan cara langsung :
1. Cara kerja (digunakan kotak sedang) :
2. Bersihkan hemositometer dengan alkohol 70 % lalu
3. Keringkan dengan tissue.
4. Letakkan cover glass di atas alat hitung.
5. Tambahkan ± 50 µl suspensi sel yeast (kira-kira 1 tetes) dengan cara meneteskan pada parit
kaca pada alat hitung. Suspensi sel akan menyebar karena daya kapilaritas.
6. Biarkan sejenak sehingga sel diam di tempat (tidak terkena aliran air dari efek kapilaritas).
7. Letakkan alat hitung pada meja benda kemudian cari fokusnya pada perbesaran 40x10.
8. Lakukan perhitungan secara kasar apakah diperlukan pengenceran atau tidak. Jika dalam satu
kotak sedang terdapat sel-sel yang banyak dan bertumpuk maka perhitungan akan tidak akurat
dan diperlukan pengenceran dengan perbandingan 1:5 atau 1:10.
9. Hitung sampel, paling tidak sebanyak 5 kotak sedang (lebih banyak lebih baik). Hasil
perhitungan dirata-rata kemudian hasil rataan dimasukkan rumus untuk kotak sedang. Jika
dilakukan pengenceran maka jumlah sel/ml dikalikan faktor pengenceran.
47
LEMBAR KERJA IV
NAMA : .....................................................
NIM : ..................................................... TGL : ..................................
KEGIATAN : MIKROBA RUMEN
48