laporan praktikum non ruminansia
DESCRIPTION
BERISI TENTANG PENGETAHUAN PETERNAKAN KELINCITRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM
MANAJEMEN PRODUKSI TERNAK NON RUMINANSIA
“MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELINCI”
OLEH :
KELOMPOK 8
Leoney Eko Wigati (125050101111015)
M Reza Alfantri (125050101111033)
M Hendrawan (125050101111039)
Palupi (125050101111069)
Eka Fitri Kusuma Wati (125050101111116)
Mandha Adietama (125050107111045)
KELAS E
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas terstruktur berbentuk
makalah yang berjudul “Manajemen Pemeliharaan Kelinci” dengan tepat waktu.
Terimakasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang turut membantu dan mendukung
dalam pembuatan makalah ini. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih
kepada Ibu Dr. Ir. Sri Minarti selaku dosen pengampu mata kuliah manajemen produksi
ternak non ruminansia Universitas Brawijaya, kedua orang tua yang telah memberikan
dukungan moral maupun material serta teman-teman seperjuangan Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya.
Seperti halnya bunyi pepatah yakni tak ada gading yang tak retak, begitupun
dalam penulisan makalah ini yang sudah tentu belum sempurna. Penulis berharap kritik
dan saran yang membangun agar dapat menyempurnakan makalah ini. Semoga hasil
penulisan ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Malang, Desember 2014
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................1
1.3 Tujuan...........................................................................................................2
1.4 Manfaat.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Manajemen Pembibitan.................................................................................3
2.2 Manajemen Perkandangan............................................................................4
2.3 Manajemen Pemberian Pakan.......................................................................5
2.4 Manajemen Reproduksi................................................................................6
2.5 Manajemen Pengendalian Penyakit..............................................................8
2.6 Manajemen Lingkungan ...............................................................................10
2.7 Manajemen Sumber Daya Manusia..............................................................17
2.8 Kebijakan Pemerintah...................................................................................18
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................................20
3.2 Saran..............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................21
DOKUMENTASI..........................................................................................................24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha ternak kelinci tidak berkembang pesat seperti usaha peternakan lainnya
seperti ayam, itik, kambing, sapi, kerbau, dan sebagainya. Hal ini disebabkan kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang nilai ekonomis atau produk apa saja yang dapat
dihasilkan dari ternak kelinci.Padahal, kelinci memiliki peluang usaha yang cukup
potensial, baik sebagai usaha pokok maupun sebagai usaha sampingan. Peluangnya
sebagai penyedia sumber protein hewani yang sehat dan berkualitas tinggi serta peluang
usaha yang menguntungkan dengan margin pendapatan dari 20 - 200% (Raharjo, 2010).
Kelinci memiliki beberapa keunggulan yaitu menghasilkan daging yang berkualitas
tinggi dengan kadar lemak yang rendah; tidak membutuhkan areal yang luas dalam
pemeliharaannya; dapat memanfaatkan bahan pakan dari berbagai jenis hijauan, sisa
dapur dan hasil sampingan produk pertanian; hasil sampingannya (kulit/bulu, kepala,
kaki dan ekor serta kotorannya) dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan; biaya
produksi relatif murah; pemeliharannya mudah; dan dapat melahirkan anak 4 – 6 kali
setiap tahunnya dan menghasilkan 4 – 12 anak setiap kelahiran (Kartadisastra, 1994).
Dengan banyaknya keunggulan terebut kelinci berpotensi dikembangkan dengan
baik pada peternakan di Indonesia namun dengan pengelolaan atau manajemen
pemeliharaan yang baik. Manajemen yan berkualtas akan menghasilkan produktivitas
yang tinggi dan baik. Manajemen pemeliharaan tersebut meliputi manajemen pada
pembibitan, pakan, kandang, reproduksi, lingkungan, penyakit dan lain sebagianya.
Maka perlu disebarluaskan teknik manajemen pemeliharaan yang baik pada ternak
kelinci.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari laporan ini ialah bagaimana manajemen pemeliharaan
pada peternakan kelinci milik Mashury Azhar yang meliputi manajemen perkandangan,
pakan, bibit, reproduksi, lingkungan, penyakit, sumber daya manusia serta bagaimana
peranan pemerintah untuk mengembangkan usaha peternakan kelinci tersebut.
1
1.3 Tujuan
Tujuan dari laporan ini ialah untuk mengethaui manajemen pemeliharaan pada
peternakan kelinci milik Mashury Azhar yang meliputi manajemen perkandangan,
pakan, bibit, reproduksi, lingkungan, penyakit, sumber daya manusia serta mengetahui
peranan pemerintah untuk mengembangkan usaha peternakan kelinci tersebut.
1.4 Manfaat
Dengan adanya penulisan ini, penulis dapat menambah ilmu pengetahuan
tentang manajemen pemeliharaan kelinci secara nyata tidak hanya teoritis, serta dapat
bermanfaat sebagai acuan pembaca apabila akan mendirikan usaha peternakan kelinci.
2
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN PRAKTIKUM
2.1 Manajemen Pembibitan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yaitu dengan wawancara terhadap
peternak kelinci didapatkan informasi bahwa di peternakan kelinci miliknya pembibitan
dilakukan yani pada 3 jenis bibit yakni lokal new zealand white dan anggora. Biasanya
pejantan yang digunakan untuk persilangan berasal dari breed new zealand white, hal
ini disebabkan karna breed new zealand white jika disilangkan dengan breed lainnya
akan menghasilkan anaknya yang berharga mahal. Berdasarkan literatur, disebutkan
bahwa bibit kelinci diklasifikasikan menjadi 3 yaitu bibit dasar yang diperoleh dari
proses seleksi rumpun atau galur yang mempunyai nilai pemuliaan diatas nilai rata-rata,
bibit induk diperoleh dari proses pengembangan bibit dasar, sedangkan bibit sebar
diperoleh dari proses pengembangan bibit induk. (Abubakar, 2011)
Dalam memilih indukan diharuskan memiliki indikator yakni berumur kurang
lebih 10 buln, pinggul besar, perut bagian bawah menggelambir, punggung
melengkung, tidak ada riwayat penyakit, jumlah puting banyak yakni yang normal 8
buah. Hal ini seperti yang disebutkan oleh Sudaryanto (2007) bahwa calon induk kelinci
memiliki pertumbuhan bobot pra dan pasca sapih diatas rata-rata, performans sesuai
rumpunnya dan memiliki jumlah puting 8. Sedangkan untuk pejantan memiliki
indikator yakni kurang lebih berumur 1 tahun, bobot badan setidaknya 3 kg, dan libido
tinggi ditandai dengan ternak yang agresif, testis genap dan besar serta tidak ada riwayat
penyakit. Hal ini juga diungkapkan dalam literatur yang sama bahwa calon pejantan
harus memiliki performans yang sesuai dengan rumpunnya, libido yang tinggi dan
pertumbuhan bobot badan sapih tinggi.
Secara umum ciri-ciri bibit ternak kelinci yang baik adalah memiliki kepala
yang seimbang dengan ukuran tubuhnya, telinga yang proporsional dan sesuai dengan
rumpunya, mata dengan daya pandang terlihat jernih dan cerah bercahaya dan bulat,
hidung terlihat kering, bentuk badan bulat memanjang, ekor dengan posisi ekor tumbuh
keatas dan terlihat menempel dengan punggung, kaki berjarak seimbang dan warna bulu
bersih tidak terdapat penebalan kulit.
3
2.2 Manajemen Perkandangan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan di peternakan kelinci milik
bapak Mashuri Ashar, kelinci dikandangkan dalam kandang baterai bertingkat yang
diletakkan di dalam kandang utama. Kandang utama dibuat dari bahan bambu dan kayu
serta atap dibuat dari bahan asbes dengan masa pakai selama 5 tahun. Luas kandang
utama adalah 7 x 5 meter. Kandang utama ini berfungsi untuk melindungi bangunan
kandang baterai yang ada di dalamnya. Kandang utama ini harus jauh dari
perkampungan dan menghadap kearah timur agar sinar matahari dapat masuk ke dalam
kandang. Hal ini sesuai dengan literature Anonimous (2007) bahwa lokasi kandang
sebaiknya ditempatkan pada tempat yang teduk tidak lembeb, lingkungan kandang
dalam keadaan tenang dan tidak bising serta diusahakan mendapatkan sinar matahari
langsung terutama pada waktu pagi hari atau minimal pantulan sinar marahari. Pada
kandang milik bapak Mashuri diberi paranet atau jarring penutup kandang yang
berfungsi untuk memecah angin yang masuk ke kandang sehingga angin yang masuk ke
dalam kandang tidak terlalu kencang.
Di dalam kandang utama, terdapat kandang baterai sebagai tempat tinggal
kelinci. Kandang baterai dibuat bertingkat 2 sampai 3 tingkat. Satu plong kandang
baterai hanya diisi satu ekor kelinci, dengan tujuan untuk memudahkan system
manajemen pembersihan kandang dan kelinci. Ukuran satu plong kandang baterai yang
digunakan di peternakan milik bapak Mashuri adalah p=80 cm l=60 cm dan t=70 cm
untuk sisi depan dan 80 cm untuk sisi belakang. Kandang baterai ini dibuat dari bahan
kayu, bambu, kawat ram dan terpal (sebagai penampung kotoran). Kandang yang
digunakan di peternakan milik bapak Mashuri sesuai dengan literature Rizqiani (2011)
kandang yang digunakan adalah kandang bertingkat system baterai individual yang
terbuat dari bambu. Kandang yang dipakai sebanyak 12 dengan ukuran panjang 75 cm,
lebar 60 cm dan tinggi 50 cm. Literature tersebut didukung oleh Anonimouse (2007)
bahwa kandang kelinci dapat dibuat dari kayu, bambu atau kawat. Kandang yang paking
baik adalah terbuat dari kombinasi antara kayu bambu dan kawat. Ukuran kandang
kelinci induk minima p x l x t adalah 70 x 75 x 40 cm.
Di dalam satu plong kandang baterai terdapat tempat pakan, tempat minum,
penampung kotoran dan kotak beranak dengan ukuran 30 x 15 x 15 cm. Tempat pakan
yang digunakan berbentuk bulat , sedangkan tempat minum yang digunakan adalah
4
nipple dengan system pemberian adlibitum. Hal ini sesuai dengan literature kandang
yang digunakan adalah kandang baterai yang dilengkapi dengan lampu thermometer,
tempat pakan hijauan, tempat pakan pellet, tempat minum dan tempat penampungan
feses kelinci. Suhu kandang kelinci berkisar antara 15-20oC dengan kelembaban
mancapai 80-90%.
2.3 Manajemen Pemberian Pakan
Pakan yang diberikan di peternakan kelinci milik bapak Mashuri ada dua
macam, yaitu pakan hijauan dan pakan konsentrat. Pakan hijauan yang diberikan adalah
rumput hijau mini, daun wortel, daun kol dan rumput tumbaran, dengan system
pemberian secara adlibitum. Sedangkan konsentrat yang diberikan adalah bekatul,
bungkil kelapa, kalsium, molasses dan EM4, dengan perbandingan bekatul 75%,
bungkil kelapa 20%, kalsium 3,5%, molasses 0,75% dan EM4 0,75%. Per lima ekor
kelinci diberi konsentrat sebanyak, bekatul 1 kg, B. kelapa 250 gram, kalsium 10 gram,
molasses 10 gram dan EM4 10 gram. Di jelaskan oleh Prihatman (2000) jenis pakan
hijauan yang diberikan meliputi rumput lapangan, rumput gajah, sayuran dan biji-bijian.
Pakan konsentrat diberikan pagi hari sekitar pukul 10.00 dengan mencampur dedak
dengan air. Pukul 13.00 diberi rumput secukupnya dan pukul 18.00 rumput diberikan
dalam jumlah yang lebih banyak. Dijelaskan juga oleh Anonimouse (2007) untuk 100
ekor kelinci diberi pakan dua masakan ampas tahu dari masakan bahan 10 kg kedelai,
konsentrat ½ kg, mineral 5 sendok makan, garam dapur 3 sendok makan, bahan
pengurai limbah sebanyak 5 sendok, bekatul 2 kg.
Pakan diberikan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari. ½ diberikan pagi hari
dan ½ diberikan sore hari. Pemberian pakan dilakukan dengan mencampur antara
pakan hijauan dan pakan konsentrat namun pakan hijauan difermentasi terlebih dahulu
dengan menggunakan EM4 dan pakan hijauan diberikan secara adlibitum. Fermentasi
hijauan dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi resiko kembung pada kelinci serta
sebagai metode pengawetan hijauan. Sedangkan minum diberikan secara adlibitum
dengan menggunakan alat napple. Menurut Lestari (2010) konversi pakan kelinci yang
diberi pakan fermentasi lebih rendah dari konversi pakan kelinci yang tidak diberi pakan
fermentasi. Jika nilai konversi pakan yang ditunjukkan rendah, maka efisiensi
penggunaan pakan tinggi atau baik. Pakan yang berkualitas akan digunakan seefisien
5
mungkin oleh ternak menjadi produksi atau pertumbuhan maksimal sehingga konversi
pakannya rendah.
2.4 Manajemen Reproduksi
Dalam setahun kelinci bisa mengandung sebanyak 5 kali dimana tiap masa
kebuntingan, sang betina bisa melahirkan 5 sampai 10 anak kelinci. Hal ini wajar
sebab kelinci memang memiliki rahim yang lebih dari satu. Meski tergolong mudah,
namun memahami siklus reproduksi kelinci merupakan manajemen yang penting
(Sartika, T., K Diwyanto, 1986) pernyataan tersebut sebanding dengan hasil dari
pengamatan bahwasanya kelinci milik bapak Huri ini sangat produktif, karena litter
size 8-10 per ekornya ditambah hal tersebut di pengaruhi dari menejemennya yang
bagus.
Sistem reproduksi kelinci akan siap sebagai mana mestinya pada saat kelinci
tersebut mencapai usia yang matang atau dewasa. Masing-masing jenis kelinci
mencapai kematangan di usia yang berbeda. Hal tersebut didukung oleh
(Sastrodihard1o .S, 1985) bilamana kelinci dengan ukuran sedang misalnya, usia
dewasanya dicapai di umur 4 sampai 4,5 bulan. Sedangkan kelinci dengan bobot
tubuh yang besar biasanya akan mencapai usia dewasa di usia 6 sampai 9 bulan. Lain
lagi dengan kelinci mini. Usia dewasanya akan dicapai di umur 3,5 bulan sampai 4
bulan. Jika kelinci betina telah mencapai usia matang atau dewasa, maka sebaiknya
ia harus segera dikawinkan. Sebab jika tidak, ada kemungkinan kelinci tersebut akan
menjadi mandul seumur hidupnya.
Ditambahkan oleh (Purnama, R Denny, 2000) hal yang dapat menyebabkan
kelinci mandul dapat pula karena kegemukan. Tumpukan lemak yang berlebih
dalam tubuhnya akan membuat kelinci susah untuk dibuahi sebab sel telur sang
betina akan menyempit. Sama halnya dengan kelinci betina, sang jantan juga harus
segera dikawinkan. Tumpukan lemak dalam tubuhnya juga bisa menyumbat saluran
sperma. Maka untuk menghindarinya perlu menejemen termasuk perkawinannya,
yangmana kelinci betina bisa dikawinkan dengan pejantan saat ia telah mencapai
masa suburnya. Salah satu ciri-ciri kelinci betina yang sedang dalam masa subur
adalah bagian kelaminnya yang berwarna kemerahan atau sedang mengalami estrus
dan juga sedikit lembab, sedangkan sang jantan biasanya tampak gelisah.
6
Menurut Huri Ashar, kelinci disatukan dalam kandang jantan selama 7 hari
yang kemudian di tunggu hasilnya pada hari ke-12 sampai hari ke-14. Pernyataan ini
sebanding dengan (Moerfiah dan K. Diwyanto, 1985) bahwasanya pada masa
tersebut janin sudah tumbuh dalam uterus kelinci betina. Masa kehamilan kelinci
antara 31 sampai 34 hari. Namun dalam kondisi tertentu, ada juga kenis kelinci yang
sudah melahirkan di hari ke 21. Sementara itu, masa menyusui kelinci mencapai 8
minggu atau kurang lebih selama 58 hari. Sistem reproduksi kelinci betina akan siap
dibuahi lagi setelah 15 hari dari waktu melahirkan. Namun, hal ini tidak dianjurkan
sebab bisa mempengaruhi kualitas bayi yang dilahirkan pun kesehatan kelinci betina.
Tunggu sampai ia benar-benar selesai masa recovery baru bisa dikawinkan kembali.
Ditambahkan oleh (Kartadisastra, H.R, 1998) menyatakan bahwa, panas
merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh pada kelinci di negara
tropis, suhu lingkungan diatas 30° C dapat menghambat fertilitas pada pejantan
sedangkan pada betina bunting mengakibatkan kematian embrio. Untuk itu waktu
mengawinkan kelinci sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari pada saat
suhu lingkungan tidak terlalu panas (berkisar 23° C - 25° C). Sebagaimana pendapat
tersebut sesuai dengan keterangan dari bapak Huri bilamana yang perlu diperhatikan
dalam perkawinan kelinci adalah harus menghindarkan perkawinan sedarah atau
silang dalam (in breeding) supaya tidak terjadi kecacatan gen nantinya. Oleh karena
itu setiap perkawinan harus dicatat dan dibuatkan silsilah atau recording untuk
mempermudah dalam melakukan replacement stock.
Setelah perkawinan dan terjadinya kelahiran maka di pertenakan bapak Huri
ini di pisahkan antara induk dan anakan. Dimana untuk anak kelinci di letakan
didalam kotak anak,yang telah di sediakan ketika induk bunting di tambah dilengkapi
dengan bulu yang dirontokan oleh sang induk. Hal ini sebanding dengan literature
dari (Hafez E.S.E., 1970) Lima hari menjelang kelahiran induk dipindah ke kandang
beranak untuk memberi kesempatan menyiapkan penghangat dengan cara
merontokkan bulunya. Kelahiran kelinci yang sering terjadi malam hari dengan
kondisi anak lemah, mata tertutup dan tidak berbulu. Jumlah anak yang dilahirkan
bervariasi sekitar 6 – 10 ekor.
Ketika telah lahir anak kelinci maka, langkah selanjutnya adalah melakukan
sexing, untuk membedakan jenis kelamin sehingga mempermudah dalam
7
memenejennya terutama pada handling. Hal ini selalu dilakukan oleh peternak
termasuk bapak Huri Ashar melakukannya cara meletakkan punggung anak kelnci
pada tangan kanan sehingga kepalanya menghadap ke atas dan tangan kiri
memegang kedua kaki depan. Selanjutnya ibu jari dan telunjuk tangan kanan di
letakkan di depan dan di belakang alat kelamin, dan dilakukan penekanan sehingga
alat kelamin yang di dalam tubuh akan menonjol keluar.
Ditambahkan oleh (Lebas, F., 1993) Dengan melihat perbedaan bentuk
tonjolan alat kelamin, maka dapat ditentukan jenis kelamin. Jika berkelamin jantan ,
tonjolan tadi bentuknya lebih panjang, runcing dan ada lekukan di tengahnya. Jika
berkelamin betina, maka tonjolan tadi mempunyai celah yang melintang dan juga
alat kelamin betina (vulva) lebih dekat ke anus.
2.5 Manajemen Pengendalian Penyakit
2.5.1 Penyakit Scabies
Penyakit yang sering menyerang usaha peternakan kelinci pada umumnya
adalah scabies, mencret dan kembung. Penyakit scabies merupakan salah satu jenis
penyakit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei, penyebab timbulnya
penyakit tersebut adalah kondisi lingkungan kandang ataupun kandang yang tidak
mendukung untuk kegiatan hidup dan berkembang biak ternak kelinci tersebut, tidak
mendukung dalam arti ini adalah kondisi sanitasi di dalam kandang maupun disekitar
kandang yang kurang bersih sehingga memudahkan tungau tersebut untuk tumbuh
berkembang biak dan hidup menggerogoti tubuh dari ternak kelinci tersebut dan
menyebabkan gatal pada tubuh ternak kelinci tersebut. Iskandar, Tolibin (2005)
menyatakan bahwa dalam melakukan pencegahan dan pengendalian penyakit kudis
perlu diperhatikan pola hidup, sanitasi, pemindahan kelinci, karantina, dan
pengobatan. Pola kebiasaan hidup yang kurang bersih dan kurang benar
memungkinkan berlangsungnya siklus hidup tungau dengan baik. Wahyuti, Ririen
Ngesti, Nunuk Dyah Retno L, ending Suprihati, (2009) menambahkan bahwa
scabies atau kudis adalah penyakit kulit yang gatal dan menular pada mamalia
domestic maupun mamalia liar yang disebabkan oleh ektoparasit jenis tungau.
Penyakit scabies juga dapat disebabkan oleh bahan pakan yang kurang higienis
dalam segi penyimpanannya, jika kondisi lingkungan kandang sudah terkontaminasi
8
oleh tungau maka otomatis jika pakan ternak tersebut tidak di lakukan penyimpanan
dengan baik maka lama – kelamaan pakan tersebut akan terkontaminasi oleh tungau
tersebut, dan pada saat pakan diberikan kepada ternak maka tungau tersebut akan
berpindah ke badan ternak kelinci tersebut dan membuat ternak kelinci tersebut
terserang penyakit scabies, cara pencegahan dari penyakit tersebut adalah dengan
cara memberikan suntikan wormektin 2 hari sekali dengan dosis kurang lebih
0,2ml/ekor sebanyak 3 kali penyuntikan. Iskandar et al., (1989) di dalam Iskandar,
Tolibin, (2005) menjelaskan bahwa salep asuntol 0,1% dapat digunakan untuk
menyembuhkan scabies pada kelinci. Kelinci yang terkena infeksi tungau harus
diasingkan dan diobati dengan campuran belerang dengan kapur 5 berbanding 3 atau
pirantel pamoat (Canex) dicampur vaselin (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Bisa
juga diobati dengan ivermectin dengan dosis 0,2 mg/kg berat badan diberikan pada
sub kutan dengan selang waktu 7 hari. Kudis pada liang telinga dibersihkan dengan
H2O2 3%, kerompeng -kerompeng dibuang, tetesi dengan tetes telinga yang
dicampur antibiotic dan fungisida. (Iskandar et al, 1989).
2.5.2 Diare
Selain penyakit scabies, penyakit yang sering dialami ternak kelinci adalah
diare atau mencret. Penyakit diare tersebut disebabkan oleh kondisi pakan hijauan
yang langsung diberikan tanpa ada pelayuan atau penghilangan kadar air yang
berlebihan, dengan kondisi pakan yang tidak disesuaikan dengan system pencernaan
ternak kelinci yang notabennya harus diberi perlakuan pada pakan, akhirnya system
pencernaan ternak kelinci tersebut mengalami gangguan dan akhirnya menyebabkan
terjadinya penyakit diare. Penyakit diare juga merupakan salah satu penyakit pada
kelinci yang menyebabkan tingkat kematian pada kelinci lumayan tinggi yaitu
Antara 30-40% untuk tingkat mortalitasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
diutarakan oleh Juarini, E., Sumanto dan B. Wibowo, (2005) yang menyatakan
bahwa kematian anak kelinci tercatat rata – rata mencapai 24% pra sapih dari
kelahiran dan sampai umur potong 6 bulan kematian mencapai rata – rata 42%.
Tingginya kematian sebagian besar karena diare dan sangat mungkin disebabkan
kurangnya pengetahuan peternak dalam cara pemeliharaan kelinci. Mencegah adalah
sesuatu hal yang lebih baik dari pada mengobati, oleh karena itu dalam menjalankan
usaha ternak kelinci kita harus pandai – pandai dalam melakukan penanganan
9
terhadap resiko apa saja yang akan menimpa ternak kelinci tersebut terutama dalam
hal penyakit, salah satu pencegahan ternak kelinci agar tidak terkena penyakit diare
adalah dengan cara melakukan pelayuan hijauan, hal tersebut dilakukan agar kadar
air yang terkandung di dalam hijauan dapat berkurang sehingga hijauan yang
diberikan kepada ternak hanya seberat bahan kering yang dibutuhkan ternak kelinci
saja dan bukan berat segarnya. Dengan melakukan hal demikian maka resiko ternak
mengalami penyakit diare dapat diminimalisir sedini mungkin. Dan untuk
penanganan ternak kelinci yang mengalami penyakit diare adalah dengan cara ternak
kelinci diberi pakan yang mempunyai kandungan serat kasar tinggi seperti rumput
gajah mini. Hal tersebut juga sesuai dengan yang diutarakan oleh Juarini, E.,
Sumanto dan B. Wibowo, (2005) yang menyatakan bahwa ampas the merupakan
limbah pabrik yang dapat digunakan sebagai sumber serat kasar dalam ransum
kelinci sampai 40% tanpa mengganggu pertumbuhan kelinci, namun pertumbuhan
paling tinggi dicapai pada tingkat penggunaan 10% ampas the dalam ransum. Kadar
tannin di dalam ampas the dapat digunakan untuk mengurangi diare yang sering
mengakibatkan kematian pada ternak kelinci.
5.1.3. Kembung
Penyakit kembung, adalah salah satu penyakit yang sering kali menyerang
ternak kelinci dan merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini masih belum
ditemukan penawar atau obatnya, sperti yang sering dijumpai di lapang bahwa
penyakit tersebut sering kali berujung pada kematian, jika ternak kelinci tersebut
sudah mengalami penyakit kembung indikasinya adalah perut cenderung membesar
dan aktivitas ternak sudah tidak banyak lagi kebanyakan hanya diem saja. dan untuk
pencegahannya hanya diberi vitamin B diberi satu minggu sekali dengan cara injeksi.
2.6 Manajemen Lingkungan
2.6.1 Iklim Makro
Ternak kelinci merupakan salah satu jenis ternak yang tergolong dalam jenis
ternak thomeotherm, yaitu ternak kelinci akan selalu berusaha mempertahankan suhu
tubuhnya dengan cara mengatur produksi panas dan jumlah panas yang dilepaskan ke
lingkungan. Adaptasi yang dilakukan ternak kelinci melalui proses hemeostatis tidak
akan berjalan epektif bila kondisi lingkungan melampaui batas yang dapat ditoleransi
10
oleh ternak kelinci. Pada kondisi ini ternak kelinci akan mengalami cekaman. Ternak
kelinci akan melepaskan panas tubuhnya dengan cara konduksi, konveksi, radiasi
dan evaporasi. Pemeliharaan ternak ternak kelinci dengan sistem under ground
shelter dan kandang lantai semen memungkinkan ternak untuk melepaskan panas
tubuhnya dengan cara konduksi melalui media lantai kandang yang bertemperatur
lebih rendah dari temperatur tubuh ternak.
A. Suhu
Suhu lingkungan yang paling baik untuk usaha pemeliharaan kelinci
pedaging dan hias pada usaha peternakan milik Bapak Masuri Ashar adalah sekitar
15-20°C dengan batasan suhu kritis paling rendah yaitu -7°C dan suhu kritis paling
tinggi adalah 29°C, dengan kelembaban relatif berkisar Antara 55-65%. Selain suhu
lingkungan, pemberian pakan termasuk pada faktor lingkungan yang berpengaruh
paling besar, sekitar 60%
Naik turunnya suhu sangat mempengaruhi kehidupan kelinci, dan tidaklah
menguntungkan, kelinci lebih tahan terhadap suhu yang dingin daripada suhu yang
dingin daripada suhu panas, oleh karena itu terik matahari yang bisa menimpa ternak
kelinci harus dihindarkan. Suhu rata-rata yang dikehendaki kelinci ialah 12-200C.
Bila terlapau rendah, sehingga angka kelembapan mencapai kurang dari 60, maka
kelinci mudah mendapatkan gangguan kelenjar keringat atau coryza dan apabila
terlampau tinggi, organ pembela terhadap suhu menjadi terganggu. Maka
kelembaban rata-rata yang dikehendaki ialah 60-90. Demikian juga terhadap angin
langsung, oleh karena itu kandang harus pula terhindar dari angin langsung dan
terlindung terhadap hujan.
b. Kelembapan
Kandang kelinci dibedakan menjadi dua yakni kandang under ground shelter
dan kandang alas semen. Kandang under ground shelter (K0) dan kandang alas
semen (K1) menyebabkan temperatur udara lebih rendah daripada kandang battery
bentuk panggung (K2). Radiasi matahari merupakan faktor pengendali unsur iklim
paling dominan dalam kandang disamping faktor lain seperti angin dan kelembaban
udara.
Kelembaban udara pada kandang K2 lebih tinggi daripada K0 dan K1.
Kelembaban udara relatif merupakan perbandingan antara uap air yang ada di udara
11
dengan kandungan uap air jenuh. Evaporasi dari air minum, saluran pernafasan dan
ekskreta merupakan sumber uap air yang terkandung dalam udara.
Temperatur udara dalam kandang K2 lebih tinggi daripada kandang K1 dan
K0 sehingga evaporasi dari sumber air pada kandang K2 lebih tinggi dan
kelembaban udara yang ditimbulkan lebih tinggi. Kandang K0 dan K1 menyebabkan
nilai Temperature Humidity Index(THI) lebih rendah daripada kandang K2.
Temperatur dan kelembaban udara yang lebih rendah pada kandang K0 dan K1
menyebabkan nilai THI berada dalam kisaran nyaman. kondisi nyaman pada ternak
kelinci apabila nilai THI berada pada kisaran di bawah 27,8. sedangkan nilai THI
pada kandang K0 mempunyai nilai THI 25,91. Dilihat dari nilai THI, kandang K0
(25,91) dan K1 (26,09) berada dalam kondisi nyaman bagi ternak kelinci. Ternak
kelinci yang dipelihara pada kandang K2 dengan nilai THI 27,83 mengalami
cekaman panas tingkat sedang.
c. Sirkulasi Udara
Kecepatan angin dan sirkulasi didalam kandang berpengaruh terhadap suhu
dan kelembapan. Pergerakan angin yang cepat didalam kandang membahayakan
ternak dan arah angin yang langsung kekandang dapat membawa debu dan bibit
penyakit sehingga didalam kandang diperlukan wind breaker bila arah dan kecepatan
angin terlalu tinggi serta diperlukan pen cover untuk melemahkan kecepatan angin
didalam kandang.
Pada perkandangan ternak kelinci, diusahakan didalam kandang tersedia
udara bersih (oksigen) lebih banyak serta dicegah terjadinnya akumulasi limbah
udara (by product) yang berlebihan (methan, amonia, CO2. Kecepatan udara didalam
kandang yang nyaman adalah 0.25-0.75 m/detik dan pengaturan ventilasi dapat
mengontrol kapasitas udara didalam kandang.
12
2.6.2 Iklim Makro
a. Housing
Habitat atau tempat hidup yang asli bagi kelinci, sebagaimana hewan liar,
kelinci hidup dan berkembangbiak di alam bebas, kelinci mempunyai kebiasaan
menggali tanah, membuat lubang atau terowongan. Bagi kelinci lubang berfungsi
sebagai tempat berlindung kelinci dari binatang buas atau predator yang siap
memangsanya, sebagai tempat untuk mempertahankan tubuh agar tetap hangat dari
pengaruh dinginnya suhu di permukaan tanah atau sekedar untuk tempat bernaung
dari hujan atau teriknya matahari atau berlindung dari terpaan angin. Lubang juga
difungsikan sebagai sarang untuk beranak dan memelihara anak-anak sebelum
dewasa. Kandang adalah merupakan tempat melakukan aktivitas produksi bagi
ternak dan peternak. Oleh karena itu kondisi kandang harus mencerminkan hal-hal
yang mendukung produksi, antara lain : nyaman dan aman.
Lingkungan merupakan suatu habitat/tempat tinggalnya seekor kandang yang
mempengaruhi kandang. Lingkungan diidentikan dengan kondisi kandang dan
keadaan sekitarnya. Selain itu juga lingkungan juga dapat dikatakan sebagai factor
lain yang berasal dari alam, seperti suhu, kelembaban, dan iklim. Dalam
pemeliharaan kelinci, lingkungan menjadi hal yang perlu diperhatikan. Sebab salah-
salah kita menentukan kondisi lingkungan kandang, kelinci nantinya akan stress, dan
hal tersebut juga termasuk untuk induk. Bagi induk kelinci yang baru melahirkan
lingkungan merupakan hal yang sangat sensitive dan akan menetukan kehidupan
anaknya. Salah satu contohnya ialah ketenangan lingkungan sekitar. Bagi induk yang
baru beranak, lingkungan sekitar harus dalam keadaan nyaman dan tidak ada
kegaduhan, sebab jika sekitar jandang gaduh maka induk akan stress, dan tidak mau
mensusui anaknya, dan dampaknya ialah anak tersebut mati.
Jadi sebisa mungkin lingkungan sekitar kandang harus dijaga, guna menjaga
kenyamanan sang induk. Sebab pada induk yang baru beranak ataupun dalam masa
laktasi, kenyamanan merupakan hal yang sangat penting, sebab jika induk tersebut
tidak nyaman, maka induk tersbut enggan menyusui anaknya, yang nantinya akan
memperbesar risiko kematian.
Suhu lingkungan yang ideal untuk kelinci adalah 16-20oC. Pada suhu yang
lebih tinggi dari suhu ideal, kelinci akan kehilangan energi untuk menjaga temperatur
13
tubuh. Jadi rendahnya produktivitas kelinci daerah tropis, besar kemungkinan salah
satunya disebabkan oleh stres panas. , sirkulasi udara lancar, lama pencahayaan ideal
12 jam dan melindungi ternak dari predator. Menurut kegunaan, kandang kelinci
dibedakan menjadi kandang induk. Untuk induk/kelinci dewasa atau induk dan anak-
anaknya, kandang jantan, khusus untuk pejantan dengan ukuran lebih besar dan
Kandang anak lepas sapih. Untuk menghindari perkawinan awal kelompok dilakukan
pemisahan antara jantan dan betina. Kandang kelinci, biasanya hanya merupakan
petakan atau sekat ruangan. Kandang kelincin berukuran 200x70x70 cm tinggi alas
50 cm cukupuntuk 12 ekor betina/10 ekor jantan. Kandang anak (kotak beranak)
ukuran 50x30x45 cm.
1. Alat ukur yang Digunakan Dalam Kandang
a) Termometer
Berfungsi untuk mengukur suhu udara yang memiliki kemampuan ukuran antara 18
derajat celcius sampai denga 50 derajat celcius. Alat ini bekerja secara otomatis
mengikuti besar atau kecilnya copypaste temperatur udara dan dapat diukur dalam
satuan Celcius maupun dalam satuan Fahrenheit.
14
b) Hygrometer
Higrometer Digital Higrometer
Berfungsi untuk mengukur kelembaban nisbi di suatu tempat secar otomatis atau
dapat mencatat sendiri dalam satuan persen (%). Alat ini bekerja secara otomatis
copypaste membentuk grafik yang menggambar besar atau kecilnya kelembaban
udara selama pengukuran. Dalam pengkuran kelembaban udara menggunakan
higrometer akan terukur pula temperatur udaranya secara otomatis.
c) Barometer
Skema barometer aneroid Barometer Aneroid
Berfungsi untuk mengukur tekanan udara di suatu tempat secara otomatis dengan
satuan milibar (mb). Besar atau kecilnya copypaste tekanan udara di suatu daerah
15
dihitung berdasarkan selisih antara kedua jarum di barometer (umumnya jarum hitam
dan jarum kuning).
d) Anemoneter
Anemometer digital Anemometer
Berfungsi untuk mengukur kecepatan angin di suatu tempat secara otomatis dengan
satuan meter per detik (m/s). Pengukuran dapat dilakukan dengan cara copypaste
memegang Anemometer secara ertikal atau meletakkannya di atas penyangga. Angka
kecepatan angin akan ditunjukkan secara otomatis speedometer.
2. Manajemen Pemeliharaan Kelinci Pada Musim yang Fluktuatif (Pancaroba)
Musim pancaroba merupakan musim yang perlu diwaspadai bagi peternak
kelinci, pada masa peralihan ini akan terjadi perbedaan iklim dan suhu yang cukup
ekstrim. Perubahan kondisi alam yang cukup ekstrim ini biasanya membawa dampak
yang buruk bagi kesehatan kelinci. Antisipasi ataupun penanggulangan perlu segera
dilakukan untuk menekan tingkat kematian kelinci pada peralihan musim ini. Dari
pengalaman kami anakan kelinci berumur empat bulan pun masih rentan pada kematian
di peralihan musim ini.
2.7 Manajemen Sumber Daya Manusia
16
Sumber Daya Manusia (SDM) dalam konteks bisnis, adalah orang yang
bekerja dalam suatu organisasi yang sering pula disebut karyawan. Sumber Daya
Manusia merupakan aset yang paling berharga dalam perusahaan, tanpa manusia maka
sumber daya perusahaan tidak akan dapat mengahasilkan laba atau menambah nilainya
sendiri. Adanya anggapan bahwa sering terjadinya pemborosan dalam pemanfaatan
sumber daya manusia atau pekerja. Keadaan ini berpengaruh terhadap pencapaian
tujuan dari organisasi, dan juga penghasilan pekerja itu sendiri. Selain pemborosan, juga
faktor-faktor yang berkaitan dengan kelalaian pekerja, misalnya terjadi kecelakaan serta
biaya pengembangan kemampuan atau kompensasi SDM.
Semuanya merupakan biaya yang harus diperhitungan dalam menghitung
biaya produksi. Biaya tersebut sering disebut sebagai biaya sosial yang harus
ditanggung bersama-sama oleh pihak-pihak yang bersangkutan, seperti masyarakat,
pemilik usaha dan pekerja sendiri. Biaya sosial ini kadang-kadang dapat melebihi biaya
produksi. Menurut Friedman, Erick. (2013) Tugas dari human resource (HR) adalah
pengembangan SDM itu sendiri dimana baik secara individual maupun kelompok.
Dalam kunjungan yang kami lakukan bahwa di peternakan kelinci Mashuri
tidak merekrut karyawan untuk menangani budidaya kelinci tersebut, Mashuri
melakukan perkerjaan itu sendiri untuk mengurus populasi ternak kelinci kurang lebih
sebanyak 61 ekor ,untuk itu Mashuri melakukan sendiri dalam hal perawatan sehingga
Mashuri tahu bahwa untuk perawatannya dapat ditangani sendiri dengan baik, karena
kebanyakan apabila dipekerjakan orang lain kurang baik dibandingkan pemiliknya
sendiri, selain itu peternakan Mashuri populasinya juga belum terlalu banyak,dan masih
bisa untuk dilakukan sendiri. Memang bagus dan efisien apabila dalam peternakan atau
budidaya kelinci menggunakan tenaga kerja, tetapi kita juga melihat dalam segi profit
yang kita dapat dalam usaha tersebut, menurut Ejuarini.dkk.(2005) menjelaskan bahwa
apabila dalam suatu peternakan tersebut terdapat banyak tenaga kerja maka suatu
pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan tenaga kerja tidak mengeluarkan tenaga
yang lebih banyak untuk membersihkan kandang kelinci maupun memberi pakan pada
kelinci. Dan menurut Nandana, Duta Widagdho (2008) menjelaskan tentang jumlah
tenaga kerja yang berlebih dapat mengakibatkan kerja dari tenaga kerja tersebut tidak
bisa optimal dikarenakan pihak dari peternak tidak bisa memantau satu per satu tenaga
kerja yang dimiliki sehingga tenaga kerja bekerja semaunya sendiri. Maka dari itu
17
Mashuri lebih yakin melakukan itu sendiri dengan ilmu yang beliau miliki saat ini untuk
merawat atau usaha kelinci tersebut.
Dengan tidak merekrut tenaga kerja Mashuri dapat menghemat pengeluaran
dalam usahanya tersebut. Karena kita tahu bahwa dengan jumlah tenaga kerja pada
suatu peternakan tersebut tidak berlebih maka biaya yang dikeluarkan tidak banyak
karena peternak tidak perlu mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk menggaji
tenaga kerja yang dimiliki oleh peternak tersebut sehingga biaya untuk pakan yang
diperkiraan mencapai 70% dapat ditekan dapat digunakan untuk keperluan lainnya
seperti untuk membeli kandang apabila suatu peternakan tersebut kandang yang
digunakan sudah rusak. Menurut Tike sartika.dkk.(1998) menjelaskan bahwa dengan
jumlah tenaga kerja yang sedikit maka ruangan yang digunakan untuk bergerak kelinci
dapat leluasa dan suasana tidak menjadi ramai sehingga tidak menyebabkan kelinci
mudah stress produktivitasnya meningkat selain itu juga ketahanan tubuh meningkat.
2.8 Kebijakan Pemerintah
Berdasarkan hasil survey dan wawancara terhadap peternak kelinci didapatkan
bahwa pemerintah kurang mendukung usaha peternakan kelinci yang ada di Batu. Salah
satunya terjadi pada peternak yang dikunjungi bahwa kurangya peran pemerintah
khususnya untuk memberi pinjaman modal pada peternak. Contoh nyatanya ialah jika
ada peternak yang mengajukan proposal permohonan dana dipersulit dan dana yang
diberikan tidak sesuai dengan anggaran pencairan dananyapun lama. Sehingga peternak
lebih memilih meminjam modal di bank atau mencari investor seperti tempat-temapt
yang menjual olahan daging kelinci. Sedangkan pada berita yang digemborkan bahwa
dalam rangka mendukung pengembangan ternak kelinci, pemerintah meluncurkan 2
pola pengembangan ternak kelinci, hal ini dikarenakan agar pemasaran ternak kelinci
lebih terstruktur dan lebih terkontrol. 2 pola perkembangan tersebut yaitu:
- Pola Kampung Kelinci
Pengembangan usaha budidaya ternak kelinci pada satu daerah/kampong secara terpadu
dengan mengaplikasikan teknologi secara maksimal, sehingga mendukung
terlaksananya usaha budidaya ternak kelinci yang berorientasi industrI di pedesaan.
- Pola Integrasi
18
Pengembangan usaha budidaya ternak kelinci pada sentra tanaman hortikultura,
sehingga terjadi simbiosis antara usaha peternakan dengan tanaman (hortikultura).
Potensi hasil ikutan limbah pertanian digunakan sebagai pakan ternak kelinci dan
sebaliknya kotoran/urine dari ternak kelinci digunakan sebagai pupuk organic.
Disamping itu pola integrasi dapat mendukung penciptaan lapangan pekerjaan baru
dipedesaan, peningkatan pasrtisipasi masyarakat dalam mewujudkan usaha agribisnis
yang berdaya saing, ramah lingkungan, berkelanjutan dan mandiri.
Untuk pemasaran ternak kelincipun pemerintah tidak ikut campur karna biaya
ternak kelinci tidak ditentukan, pembentukan harga hanya di kalangan peternak dan
pengepul saja. Peranan pemerintah hanya dapat dilihat dari penyediaan tempat karantian
kelinci ketika akan dikirim ke luar kota dan itupun tidak bebas biaya.
BAB III
19
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil survey dan wawancara terhadap peternak, maka dapat
disimpulkan bahwa manajemen pemeliharaan kelinci memegang peranan penting untuk
peningkatan produktivitas peternakan. Manajemen pemeliharaan dapat digambarkan
bahwa dalam memilih bibit kelinci disesuaikan dengan orientasi peternakan apakah
akan memelihara kelinci pedaging atau kelinci potong. Manajemen pakan disesuaikan
dengan umur dan kebutuhan nutrisi pada tubuh ternak tersebut. Manajemen kandang
didesain agar ternak kelinci merasa nyaman, aman serta bebas dari kotoran. Manajemen
pengendalian penyakit diupayakan pencegahan berupa pemberian obat-obatan untuk
menjaga kesehatan ternak. Manajemen lingkungan disesuaikan dengan suhu,
kelembapan dan sirkulasi udara dalam kandang yang sesuai dengan kelinci. Manajemen
reproduksi dilakukan agar mendapatkan tingkat keefisienan usaha peternakan kelinci.
Manajemen pemeliharaan tersebut tidak lepas dari peran pemerintah yang seharusnya
mendukung program pengembangan peternakan kelinci.
4.2 Saran
Dibutuhkan pengetahuan-pengetahuan tentang manajemen pemeliharaan yang
lebih dalam untuk mencapai usaha peternakan kelinci yang efisien.
DAFTAR PUSTAKA
20
Abubakar. 2011. Pedoman Pembibitan Kelinci yang Baik (Good Breeding Practice).
Direktorat Pembibtan Ternak, Jakarta Selatan.
Achrayanti, Witha. 2013. Persepsi Masyarakat Terhadap Peternakan Kelinci Ditinjau
dari Limbah, Bau, dan Manfaat yang Ditimbulkan. Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin Makassar.
Adzina, Vhodzan, Faisal Jamin, dan Mahdi Abrar. 2013. Isolasi Dan Identifikasi
Kapang Penyebab Dermatofitosis Pada Anjing Di Kecamatan Syiah Kuala Banda
Aceh. Jurnal Medika Veterinaria, Vol. 7, No. 1.
Anonimouse. 2007. Budidaya Ternak Kelinci di Perkotaan. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Yogyakarta.
Dina, Islami. 2012. Sarana Kandang Breeding Centre Untuk Standarisasi Produksi
Peternakan Kelinci Pedaging. Komunitas Peternak Kelinci di Kabupaten
Bandung Barat.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Pedoman Pelaksanaan
Pengembangan Budidaya Kelinci. Jakarta Selatan: Direktorat Budidaya Ternak
Diwyanto, K., et al.1955. Suatu Studi Kasus Mengenai Budidaya Ternak Kelinci di
Desa Pandansari, Jawa Tengah. Ilmu dan Peternakan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan.
Edmuds, Sam A. 2010. Faktor-Faktor Internal yang Perlu Dipertimbangkan dalam
Perencanaan Sumber Daya Manusia. http://smallbusiness.chron.com/internal-
factors-consider-human-resource-planning-60960.html. Diakses pada 13
November 2014 at 23.07
Ejuarini.dkk.2005. Potensi Ternak Kelinci sebagai Penghasil Daging. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan Bogor
Hafez E.S.E., 1970. Rabbit, In : ESE. Hafez ed., Reproduction and Breeding
techniques for laboratory animals. Lea & Febiger, Philadelphia. Pp.273-298.
Iskandar, Tolibin. 2005. Beberapa Penyakit Penting Pada Kelinci Di Indonesia.
Seminar Nasional teknologi Peternakan dan Veteriner.
21
Juarini, E, Sumanto dan B.Wibowo. 2005. Ketersediaan Teknologi Dalam Menunjang
Pengembangan Kelinci Di Indonesia. Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang
Pengembangan Usaha Agribisnis Kelinci. Badan Penelitian Ternak : Bogor.
Kartadisastra, H.R. 1998. The rabbit as a potensial animal for meat production in the
future. TC on Poultry Husbandry an Feed Mfg. Ciawi, Bogor.
Lebas, F., 1993. Small Rabbit Production, Feeding and Management System. World
Animal Review 46: 11-17.
Lestari, E.N.M., dkk. 2010. Penampilan Produksi dan Kualitas Feses Kelinci yang
Diberi Pakan Fermentasi Menggunakan Kultur Bakteri Azotobacter. Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya, Malang.
M, Nuriyasa I. 2012. Iklim Mikro dan Respon Hemathologi Kelinci Lokal (Lepus
nigricollis) Pada Jenis Kandang Berbeda. Jurnal Ilmiah Peternakan. 15(1), 11-15
Moerfiah dan K. Diwyanto, 1985. Performa Produksi Berbagai Jenis Kelinci
(Reproduksi, Litter Size dan Bobot Lahir). Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Nandana Duta Widagdho .2008. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Asep’s
Rabbit Project, Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Fakultas
Pertanian.Institut Pertanian Bogor
Prihatman, Kemal. 2000. Budidaya Ternak Kelinci. Proyek Pengembangan Ekonomi
Masyarakat Pedesaan, Bappenas : Jakarta
Purnama, R Denny. 2000. Pola Reproduksi Pada Ternak Kelinci. Temu Teknis
Fungsional Non Penelitian. Pp 96-106.
Rizqiani, A. 2011. Performa Kelinci Potong Jantan Lokal Peranakan New Zealand
White yang Diberi Pakan Silase atau Pelet Ransum Komplit. Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Rizqiani, Arifah. 2011. Performa Kelinci Potong Jantan Lokal Peranakan New Zealand
White Yang Diberi Pakan Silase Atau Pelet Ransum Komplit. Departemen Ilmu
Nutrisi Dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Sartika, T., K Diwyanto. 1986. Produktivitas kelinci lokal : litter size pertumbuhan,
mortalitas dan kondisi induk. Jurnal Peternakan Vol. 2 No. 3 pp 117 -121.
Sastrodihard1o .S .. 1985 . Performans reproduksi kelinci (Orvctolagus cuniccdus)
pada peternakan kelinci di Jawa . Proceeding Seminar Peternakan dan Forum
Peternak Unggas dan Aneka Ternak . Puslitbangnak Bogor. pp 187 – 195.
22
Sudaryanto, B. 2007. Budidaya Ternak Kelinci di Perkotaan. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian, Yogyakarta
Tarmnanto, Eko. 2009. Performan Produksi Kelinci New Zeland White Jantan Dengan
Bagasse Fermentasi Sebagai Salah Satu Komponen Ransumnya. Fakultas
Pertanian. Sebeleas Maret : Surakarta.
Wahju Ita Nursita, Nur Cholis dan Arie Kristianti. 2007. Status fisiologi dan
pertambahan bobot badan kelinci jantan lokal lepas sapih pada perkandangan
dengan bahan atap dan ketinggian kandang berbeda. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan
23 (1): 1 – 6.ub
Wahyuti, ririen Ngesti, Nunuk Dyah Retno L, ending Suprihati. 2009. Identifikasi
Morfologi Dan Profil Protein Tungau Sarcoptes Scabiei Pada Kambing Dan
Kelinci. Jurnal Penelitian. Med. Eksakta, Vol.8, No.2 : 94 - 110
Wicaksono, Pramuwidhi Pekik. 2008. Pengaruh Suplementasi Getah Pepaya (Carica
Papaya) Dalam Ransum Terhadap Performan Kelinci New Zealand White Jantan.
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
23
DOKUMENTASI
24
Nama Peternak : Mashury Azhar
Alamat : Dusun Tumbaran, Desa Bumi Aji, Kecematan Bumi Aji, Batu
25