laporan praktikum non ruminansia

43
LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN PRODUKSI TERNAK NON RUMINANSIA “MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELINCI” OLEH : KELOMPOK 8 Leoney Eko Wigati (125050101111015) M Reza Alfantri (125050101111033) M Hendrawan (125050101111039) Palupi (125050101111069) Eka Fitri Kusuma Wati (125050101111116) Mandha Adietama (125050107111045) KELAS E FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Upload: ssii-neng-upphyy

Post on 25-Jan-2016

63 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

BERISI TENTANG PENGETAHUAN PETERNAKAN KELINCI

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

LAPORAN PRAKTIKUM

MANAJEMEN PRODUKSI TERNAK NON RUMINANSIA

“MANAJEMEN PEMELIHARAAN KELINCI”

OLEH :

KELOMPOK 8

Leoney Eko Wigati (125050101111015)

M Reza Alfantri (125050101111033)

M Hendrawan (125050101111039)

Palupi (125050101111069)

Eka Fitri Kusuma Wati (125050101111116)

Mandha Adietama (125050107111045)

KELAS E

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2014

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas terstruktur berbentuk

makalah yang berjudul “Manajemen Pemeliharaan Kelinci” dengan tepat waktu.

Terimakasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang turut membantu dan mendukung

dalam pembuatan makalah ini. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terimakasih

kepada Ibu Dr. Ir. Sri Minarti selaku dosen pengampu mata kuliah manajemen produksi

ternak non ruminansia Universitas Brawijaya, kedua orang tua yang telah memberikan

dukungan moral maupun material serta teman-teman seperjuangan Fakultas Peternakan

Universitas Brawijaya.

Seperti halnya bunyi pepatah yakni tak ada gading yang tak retak, begitupun

dalam penulisan makalah ini yang sudah tentu belum sempurna. Penulis berharap kritik

dan saran yang membangun agar dapat menyempurnakan makalah ini. Semoga hasil

penulisan ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak yang

membutuhkan.

Malang, Desember 2014

Tim Penulis

ii

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................1

1.3 Tujuan...........................................................................................................2

1.4 Manfaat.........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Manajemen Pembibitan.................................................................................3

2.2 Manajemen Perkandangan............................................................................4

2.3 Manajemen Pemberian Pakan.......................................................................5

2.4 Manajemen Reproduksi................................................................................6

2.5 Manajemen Pengendalian Penyakit..............................................................8

2.6 Manajemen Lingkungan ...............................................................................10

2.7 Manajemen Sumber Daya Manusia..............................................................17

2.8 Kebijakan Pemerintah...................................................................................18

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan...................................................................................................20

3.2 Saran..............................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................21

DOKUMENTASI..........................................................................................................24

iii

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usaha ternak kelinci tidak berkembang pesat seperti usaha peternakan lainnya

seperti ayam, itik, kambing, sapi, kerbau, dan sebagainya. Hal ini disebabkan kurangnya

pengetahuan masyarakat tentang nilai ekonomis atau produk apa saja yang dapat

dihasilkan dari ternak kelinci.Padahal, kelinci memiliki peluang usaha yang cukup

potensial, baik sebagai usaha pokok maupun sebagai usaha sampingan. Peluangnya

sebagai penyedia sumber protein hewani yang sehat dan berkualitas tinggi serta peluang

usaha yang menguntungkan dengan margin pendapatan dari 20 - 200% (Raharjo, 2010).

Kelinci memiliki beberapa keunggulan yaitu menghasilkan daging yang berkualitas

tinggi dengan kadar lemak yang rendah; tidak membutuhkan areal yang luas dalam

pemeliharaannya; dapat memanfaatkan bahan pakan dari berbagai jenis hijauan, sisa

dapur dan hasil sampingan produk pertanian; hasil sampingannya (kulit/bulu, kepala,

kaki dan ekor serta kotorannya) dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan; biaya

produksi relatif murah; pemeliharannya mudah; dan dapat melahirkan anak 4 – 6 kali

setiap tahunnya dan menghasilkan 4 – 12 anak setiap kelahiran (Kartadisastra, 1994).

Dengan banyaknya keunggulan terebut kelinci berpotensi dikembangkan dengan

baik pada peternakan di Indonesia namun dengan pengelolaan atau manajemen

pemeliharaan yang baik. Manajemen yan berkualtas akan menghasilkan produktivitas

yang tinggi dan baik. Manajemen pemeliharaan tersebut meliputi manajemen pada

pembibitan, pakan, kandang, reproduksi, lingkungan, penyakit dan lain sebagianya.

Maka perlu disebarluaskan teknik manajemen pemeliharaan yang baik pada ternak

kelinci.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari laporan ini ialah bagaimana manajemen pemeliharaan

pada peternakan kelinci milik Mashury Azhar yang meliputi manajemen perkandangan,

pakan, bibit, reproduksi, lingkungan, penyakit, sumber daya manusia serta bagaimana

peranan pemerintah untuk mengembangkan usaha peternakan kelinci tersebut.

1

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

1.3 Tujuan

Tujuan dari laporan ini ialah untuk mengethaui manajemen pemeliharaan pada

peternakan kelinci milik Mashury Azhar yang meliputi manajemen perkandangan,

pakan, bibit, reproduksi, lingkungan, penyakit, sumber daya manusia serta mengetahui

peranan pemerintah untuk mengembangkan usaha peternakan kelinci tersebut.

1.4 Manfaat

Dengan adanya penulisan ini, penulis dapat menambah ilmu pengetahuan

tentang manajemen pemeliharaan kelinci secara nyata tidak hanya teoritis, serta dapat

bermanfaat sebagai acuan pembaca apabila akan mendirikan usaha peternakan kelinci.

2

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN PRAKTIKUM

2.1 Manajemen Pembibitan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan yaitu dengan wawancara terhadap

peternak kelinci didapatkan informasi bahwa di peternakan kelinci miliknya pembibitan

dilakukan yani pada 3 jenis bibit yakni lokal new zealand white dan anggora. Biasanya

pejantan yang digunakan untuk persilangan berasal dari breed new zealand white, hal

ini disebabkan karna breed new zealand white jika disilangkan dengan breed lainnya

akan menghasilkan anaknya yang berharga mahal. Berdasarkan literatur, disebutkan

bahwa bibit kelinci diklasifikasikan menjadi 3 yaitu bibit dasar yang diperoleh dari

proses seleksi rumpun atau galur yang mempunyai nilai pemuliaan diatas nilai rata-rata,

bibit induk diperoleh dari proses pengembangan bibit dasar, sedangkan bibit sebar

diperoleh dari proses pengembangan bibit induk. (Abubakar, 2011)

Dalam memilih indukan diharuskan memiliki indikator yakni berumur kurang

lebih 10 buln, pinggul besar, perut bagian bawah menggelambir, punggung

melengkung, tidak ada riwayat penyakit, jumlah puting banyak yakni yang normal 8

buah. Hal ini seperti yang disebutkan oleh Sudaryanto (2007) bahwa calon induk kelinci

memiliki pertumbuhan bobot pra dan pasca sapih diatas rata-rata, performans sesuai

rumpunnya dan memiliki jumlah puting 8. Sedangkan untuk pejantan memiliki

indikator yakni kurang lebih berumur 1 tahun, bobot badan setidaknya 3 kg, dan libido

tinggi ditandai dengan ternak yang agresif, testis genap dan besar serta tidak ada riwayat

penyakit. Hal ini juga diungkapkan dalam literatur yang sama bahwa calon pejantan

harus memiliki performans yang sesuai dengan rumpunnya, libido yang tinggi dan

pertumbuhan bobot badan sapih tinggi.

Secara umum ciri-ciri bibit ternak kelinci yang baik adalah memiliki kepala

yang seimbang dengan ukuran tubuhnya, telinga yang proporsional dan sesuai dengan

rumpunya, mata dengan daya pandang terlihat jernih dan cerah bercahaya dan bulat,

hidung terlihat kering, bentuk badan bulat memanjang, ekor dengan posisi ekor tumbuh

keatas dan terlihat menempel dengan punggung, kaki berjarak seimbang dan warna bulu

bersih tidak terdapat penebalan kulit.

3

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

2.2 Manajemen Perkandangan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan di peternakan kelinci milik

bapak Mashuri Ashar, kelinci dikandangkan dalam kandang baterai bertingkat yang

diletakkan di dalam kandang utama. Kandang utama dibuat dari bahan bambu dan kayu

serta atap dibuat dari bahan asbes dengan masa pakai selama 5 tahun. Luas kandang

utama adalah 7 x 5 meter. Kandang utama ini berfungsi untuk melindungi bangunan

kandang baterai yang ada di dalamnya. Kandang utama ini harus jauh dari

perkampungan dan menghadap kearah timur agar sinar matahari dapat masuk ke dalam

kandang. Hal ini sesuai dengan literature Anonimous (2007) bahwa lokasi kandang

sebaiknya ditempatkan pada tempat yang teduk tidak lembeb, lingkungan kandang

dalam keadaan tenang dan tidak bising serta diusahakan mendapatkan sinar matahari

langsung terutama pada waktu pagi hari atau minimal pantulan sinar marahari. Pada

kandang milik bapak Mashuri diberi paranet atau jarring penutup kandang yang

berfungsi untuk memecah angin yang masuk ke kandang sehingga angin yang masuk ke

dalam kandang tidak terlalu kencang.

Di dalam kandang utama, terdapat kandang baterai sebagai tempat tinggal

kelinci. Kandang baterai dibuat bertingkat 2 sampai 3 tingkat. Satu plong kandang

baterai hanya diisi satu ekor kelinci, dengan tujuan untuk memudahkan system

manajemen pembersihan kandang dan kelinci. Ukuran satu plong kandang baterai yang

digunakan di peternakan milik bapak Mashuri adalah p=80 cm l=60 cm dan t=70 cm

untuk sisi depan dan 80 cm untuk sisi belakang. Kandang baterai ini dibuat dari bahan

kayu, bambu, kawat ram dan terpal (sebagai penampung kotoran). Kandang yang

digunakan di peternakan milik bapak Mashuri sesuai dengan literature Rizqiani (2011)

kandang yang digunakan adalah kandang bertingkat system baterai individual yang

terbuat dari bambu. Kandang yang dipakai sebanyak 12 dengan ukuran panjang 75 cm,

lebar 60 cm dan tinggi 50 cm. Literature tersebut didukung oleh Anonimouse (2007)

bahwa kandang kelinci dapat dibuat dari kayu, bambu atau kawat. Kandang yang paking

baik adalah terbuat dari kombinasi antara kayu bambu dan kawat. Ukuran kandang

kelinci induk minima p x l x t adalah 70 x 75 x 40 cm.

Di dalam satu plong kandang baterai terdapat tempat pakan, tempat minum,

penampung kotoran dan kotak beranak dengan ukuran 30 x 15 x 15 cm. Tempat pakan

yang digunakan berbentuk bulat , sedangkan tempat minum yang digunakan adalah

4

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

nipple dengan system pemberian adlibitum. Hal ini sesuai dengan literature kandang

yang digunakan adalah kandang baterai yang dilengkapi dengan lampu thermometer,

tempat pakan hijauan, tempat pakan pellet, tempat minum dan tempat penampungan

feses kelinci. Suhu kandang kelinci berkisar antara 15-20oC dengan kelembaban

mancapai 80-90%.

2.3 Manajemen Pemberian Pakan

Pakan yang diberikan di peternakan kelinci milik bapak Mashuri ada dua

macam, yaitu pakan hijauan dan pakan konsentrat. Pakan hijauan yang diberikan adalah

rumput hijau mini, daun wortel, daun kol dan rumput tumbaran, dengan system

pemberian secara adlibitum. Sedangkan konsentrat yang diberikan adalah bekatul,

bungkil kelapa, kalsium, molasses dan EM4, dengan perbandingan bekatul 75%,

bungkil kelapa 20%, kalsium 3,5%, molasses 0,75% dan EM4 0,75%. Per lima ekor

kelinci diberi konsentrat sebanyak, bekatul 1 kg, B. kelapa 250 gram, kalsium 10 gram,

molasses 10 gram dan EM4 10 gram. Di jelaskan oleh Prihatman (2000) jenis pakan

hijauan yang diberikan meliputi rumput lapangan, rumput gajah, sayuran dan biji-bijian.

Pakan konsentrat diberikan pagi hari sekitar pukul 10.00 dengan mencampur dedak

dengan air. Pukul 13.00 diberi rumput secukupnya dan pukul 18.00 rumput diberikan

dalam jumlah yang lebih banyak. Dijelaskan juga oleh Anonimouse (2007) untuk 100

ekor kelinci diberi pakan dua masakan ampas tahu dari masakan bahan 10 kg kedelai,

konsentrat ½ kg, mineral 5 sendok makan, garam dapur 3 sendok makan, bahan

pengurai limbah sebanyak 5 sendok, bekatul 2 kg.

Pakan diberikan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari. ½ diberikan pagi hari

dan ½ diberikan sore hari. Pemberian pakan dilakukan dengan mencampur antara

pakan hijauan dan pakan konsentrat namun pakan hijauan difermentasi terlebih dahulu

dengan menggunakan EM4 dan pakan hijauan diberikan secara adlibitum. Fermentasi

hijauan dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi resiko kembung pada kelinci serta

sebagai metode pengawetan hijauan. Sedangkan minum diberikan secara adlibitum

dengan menggunakan alat napple. Menurut Lestari (2010) konversi pakan kelinci yang

diberi pakan fermentasi lebih rendah dari konversi pakan kelinci yang tidak diberi pakan

fermentasi. Jika nilai konversi pakan yang ditunjukkan rendah, maka efisiensi

penggunaan pakan tinggi atau baik. Pakan yang berkualitas akan digunakan seefisien

5

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

mungkin oleh ternak menjadi produksi atau pertumbuhan maksimal sehingga konversi

pakannya rendah.

2.4 Manajemen Reproduksi

Dalam setahun kelinci bisa mengandung sebanyak 5 kali dimana tiap masa

kebuntingan, sang betina bisa melahirkan 5 sampai 10 anak kelinci. Hal ini wajar

sebab kelinci memang memiliki rahim yang lebih dari satu. Meski tergolong mudah,

namun memahami siklus reproduksi kelinci merupakan manajemen yang penting

(Sartika, T., K Diwyanto, 1986) pernyataan tersebut sebanding dengan hasil dari

pengamatan bahwasanya kelinci milik bapak Huri ini sangat produktif, karena litter

size 8-10 per ekornya ditambah hal tersebut di pengaruhi dari menejemennya yang

bagus.

Sistem reproduksi kelinci akan siap sebagai mana mestinya pada saat kelinci

tersebut mencapai usia yang matang atau dewasa. Masing-masing jenis kelinci

mencapai kematangan di usia yang berbeda. Hal tersebut didukung oleh

(Sastrodihard1o .S, 1985) bilamana kelinci dengan ukuran sedang misalnya, usia

dewasanya dicapai di umur 4 sampai 4,5 bulan. Sedangkan kelinci dengan bobot

tubuh yang besar biasanya akan mencapai usia dewasa di usia 6 sampai 9 bulan. Lain

lagi dengan kelinci mini. Usia dewasanya akan dicapai di umur 3,5 bulan sampai 4

bulan. Jika kelinci betina telah mencapai usia matang atau dewasa, maka sebaiknya

ia harus segera dikawinkan. Sebab jika tidak, ada kemungkinan kelinci tersebut akan

menjadi mandul seumur hidupnya.

Ditambahkan oleh (Purnama, R Denny, 2000) hal yang dapat menyebabkan

kelinci mandul dapat pula karena kegemukan. Tumpukan lemak yang berlebih

dalam tubuhnya akan membuat kelinci susah untuk dibuahi sebab sel telur sang

betina akan menyempit. Sama halnya dengan kelinci betina, sang jantan juga harus

segera dikawinkan. Tumpukan lemak dalam tubuhnya juga bisa menyumbat saluran

sperma. Maka untuk menghindarinya perlu menejemen termasuk perkawinannya,

yangmana kelinci betina bisa dikawinkan dengan pejantan saat ia telah mencapai

masa suburnya. Salah satu ciri-ciri kelinci betina yang sedang dalam masa subur

adalah bagian kelaminnya yang berwarna kemerahan atau sedang mengalami estrus

dan juga sedikit lembab, sedangkan sang jantan biasanya tampak gelisah.

6

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

Menurut Huri Ashar, kelinci disatukan dalam kandang jantan selama 7 hari

yang kemudian di tunggu hasilnya pada hari ke-12 sampai hari ke-14. Pernyataan ini

sebanding dengan (Moerfiah dan K. Diwyanto, 1985) bahwasanya pada masa

tersebut janin sudah tumbuh dalam uterus kelinci betina. Masa kehamilan kelinci

antara 31 sampai 34 hari. Namun dalam kondisi tertentu, ada juga kenis kelinci yang

sudah melahirkan di hari ke 21. Sementara itu, masa menyusui kelinci mencapai 8

minggu atau kurang lebih selama 58 hari. Sistem reproduksi kelinci betina akan siap

dibuahi lagi setelah 15 hari dari waktu melahirkan. Namun, hal ini tidak dianjurkan

sebab bisa mempengaruhi kualitas bayi yang dilahirkan pun kesehatan kelinci betina.

Tunggu sampai ia benar-benar selesai masa recovery baru bisa dikawinkan kembali.

Ditambahkan oleh (Kartadisastra, H.R, 1998) menyatakan bahwa, panas

merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh pada kelinci di negara

tropis, suhu lingkungan diatas 30° C dapat menghambat fertilitas pada pejantan

sedangkan pada betina bunting mengakibatkan kematian embrio. Untuk itu waktu

mengawinkan kelinci sebaiknya dilakukan pada pagi hari atau sore hari pada saat

suhu lingkungan tidak terlalu panas (berkisar 23° C - 25° C). Sebagaimana pendapat

tersebut sesuai dengan keterangan dari bapak Huri bilamana yang perlu diperhatikan

dalam perkawinan kelinci adalah harus menghindarkan perkawinan sedarah atau

silang dalam (in breeding) supaya tidak terjadi kecacatan gen nantinya. Oleh karena

itu setiap perkawinan harus dicatat dan dibuatkan silsilah atau recording untuk

mempermudah dalam melakukan replacement stock.

Setelah perkawinan dan terjadinya kelahiran maka di pertenakan bapak Huri

ini di pisahkan antara induk dan anakan. Dimana untuk anak kelinci di letakan

didalam kotak anak,yang telah di sediakan ketika induk bunting di tambah dilengkapi

dengan bulu yang dirontokan oleh sang induk. Hal ini sebanding dengan literature

dari (Hafez E.S.E., 1970) Lima hari menjelang kelahiran induk dipindah ke kandang

beranak untuk memberi kesempatan menyiapkan penghangat dengan cara

merontokkan bulunya. Kelahiran kelinci yang sering terjadi malam hari dengan

kondisi anak lemah, mata tertutup dan tidak berbulu. Jumlah anak yang dilahirkan

bervariasi sekitar 6 – 10 ekor.

Ketika telah lahir anak kelinci maka, langkah selanjutnya adalah melakukan

sexing, untuk membedakan jenis kelamin sehingga mempermudah dalam

7

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

memenejennya terutama pada handling. Hal ini selalu dilakukan oleh peternak

termasuk bapak Huri Ashar melakukannya cara meletakkan punggung anak kelnci

pada tangan kanan sehingga kepalanya menghadap ke atas dan tangan kiri

memegang kedua kaki depan. Selanjutnya ibu jari dan telunjuk tangan kanan di

letakkan di depan dan di belakang alat kelamin, dan dilakukan penekanan sehingga

alat kelamin yang di dalam tubuh akan menonjol keluar.

Ditambahkan oleh (Lebas, F., 1993) Dengan melihat perbedaan bentuk

tonjolan alat kelamin, maka dapat ditentukan jenis kelamin. Jika berkelamin jantan ,

tonjolan tadi bentuknya lebih panjang, runcing dan ada lekukan di tengahnya. Jika

berkelamin betina, maka tonjolan tadi mempunyai celah yang melintang dan juga

alat kelamin betina (vulva) lebih dekat ke anus.

2.5 Manajemen Pengendalian Penyakit

2.5.1 Penyakit Scabies

Penyakit yang sering menyerang usaha peternakan kelinci pada umumnya

adalah scabies, mencret dan kembung. Penyakit scabies merupakan salah satu jenis

penyakit yang disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei, penyebab timbulnya

penyakit tersebut adalah kondisi lingkungan kandang ataupun kandang yang tidak

mendukung untuk kegiatan hidup dan berkembang biak ternak kelinci tersebut, tidak

mendukung dalam arti ini adalah kondisi sanitasi di dalam kandang maupun disekitar

kandang yang kurang bersih sehingga memudahkan tungau tersebut untuk tumbuh

berkembang biak dan hidup menggerogoti tubuh dari ternak kelinci tersebut dan

menyebabkan gatal pada tubuh ternak kelinci tersebut. Iskandar, Tolibin (2005)

menyatakan bahwa dalam melakukan pencegahan dan pengendalian penyakit kudis

perlu diperhatikan pola hidup, sanitasi, pemindahan kelinci, karantina, dan

pengobatan. Pola kebiasaan hidup yang kurang bersih dan kurang benar

memungkinkan berlangsungnya siklus hidup tungau dengan baik. Wahyuti, Ririen

Ngesti, Nunuk Dyah Retno L, ending Suprihati, (2009) menambahkan bahwa

scabies atau kudis adalah penyakit kulit yang gatal dan menular pada mamalia

domestic maupun mamalia liar yang disebabkan oleh ektoparasit jenis tungau.

Penyakit scabies juga dapat disebabkan oleh bahan pakan yang kurang higienis

dalam segi penyimpanannya, jika kondisi lingkungan kandang sudah terkontaminasi

8

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

oleh tungau maka otomatis jika pakan ternak tersebut tidak di lakukan penyimpanan

dengan baik maka lama – kelamaan pakan tersebut akan terkontaminasi oleh tungau

tersebut, dan pada saat pakan diberikan kepada ternak maka tungau tersebut akan

berpindah ke badan ternak kelinci tersebut dan membuat ternak kelinci tersebut

terserang penyakit scabies, cara pencegahan dari penyakit tersebut adalah dengan

cara memberikan suntikan wormektin 2 hari sekali dengan dosis kurang lebih

0,2ml/ekor sebanyak 3 kali penyuntikan. Iskandar et al., (1989) di dalam Iskandar,

Tolibin, (2005) menjelaskan bahwa salep asuntol 0,1% dapat digunakan untuk

menyembuhkan scabies pada kelinci. Kelinci yang terkena infeksi tungau harus

diasingkan dan diobati dengan campuran belerang dengan kapur 5 berbanding 3 atau

pirantel pamoat (Canex) dicampur vaselin (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Bisa

juga diobati dengan ivermectin dengan dosis 0,2 mg/kg berat badan diberikan pada

sub kutan dengan selang waktu 7 hari. Kudis pada liang telinga dibersihkan dengan

H2O2 3%, kerompeng -kerompeng dibuang, tetesi dengan tetes telinga yang

dicampur antibiotic dan fungisida. (Iskandar et al, 1989).

2.5.2 Diare

Selain penyakit scabies, penyakit yang sering dialami ternak kelinci adalah

diare atau mencret. Penyakit diare tersebut disebabkan oleh kondisi pakan hijauan

yang langsung diberikan tanpa ada pelayuan atau penghilangan kadar air yang

berlebihan, dengan kondisi pakan yang tidak disesuaikan dengan system pencernaan

ternak kelinci yang notabennya harus diberi perlakuan pada pakan, akhirnya system

pencernaan ternak kelinci tersebut mengalami gangguan dan akhirnya menyebabkan

terjadinya penyakit diare. Penyakit diare juga merupakan salah satu penyakit pada

kelinci yang menyebabkan tingkat kematian pada kelinci lumayan tinggi yaitu

Antara 30-40% untuk tingkat mortalitasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang

diutarakan oleh Juarini, E., Sumanto dan B. Wibowo, (2005) yang menyatakan

bahwa kematian anak kelinci tercatat rata – rata mencapai 24% pra sapih dari

kelahiran dan sampai umur potong 6 bulan kematian mencapai rata – rata 42%.

Tingginya kematian sebagian besar karena diare dan sangat mungkin disebabkan

kurangnya pengetahuan peternak dalam cara pemeliharaan kelinci. Mencegah adalah

sesuatu hal yang lebih baik dari pada mengobati, oleh karena itu dalam menjalankan

usaha ternak kelinci kita harus pandai – pandai dalam melakukan penanganan

9

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

terhadap resiko apa saja yang akan menimpa ternak kelinci tersebut terutama dalam

hal penyakit, salah satu pencegahan ternak kelinci agar tidak terkena penyakit diare

adalah dengan cara melakukan pelayuan hijauan, hal tersebut dilakukan agar kadar

air yang terkandung di dalam hijauan dapat berkurang sehingga hijauan yang

diberikan kepada ternak hanya seberat bahan kering yang dibutuhkan ternak kelinci

saja dan bukan berat segarnya. Dengan melakukan hal demikian maka resiko ternak

mengalami penyakit diare dapat diminimalisir sedini mungkin. Dan untuk

penanganan ternak kelinci yang mengalami penyakit diare adalah dengan cara ternak

kelinci diberi pakan yang mempunyai kandungan serat kasar tinggi seperti rumput

gajah mini. Hal tersebut juga sesuai dengan yang diutarakan oleh Juarini, E.,

Sumanto dan B. Wibowo, (2005) yang menyatakan bahwa ampas the merupakan

limbah pabrik yang dapat digunakan sebagai sumber serat kasar dalam ransum

kelinci sampai 40% tanpa mengganggu pertumbuhan kelinci, namun pertumbuhan

paling tinggi dicapai pada tingkat penggunaan 10% ampas the dalam ransum. Kadar

tannin di dalam ampas the dapat digunakan untuk mengurangi diare yang sering

mengakibatkan kematian pada ternak kelinci.

5.1.3. Kembung

Penyakit kembung, adalah salah satu penyakit yang sering kali menyerang

ternak kelinci dan merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini masih belum

ditemukan penawar atau obatnya, sperti yang sering dijumpai di lapang bahwa

penyakit tersebut sering kali berujung pada kematian, jika ternak kelinci tersebut

sudah mengalami penyakit kembung indikasinya adalah perut cenderung membesar

dan aktivitas ternak sudah tidak banyak lagi kebanyakan hanya diem saja. dan untuk

pencegahannya hanya diberi vitamin B diberi satu minggu sekali dengan cara injeksi.

2.6 Manajemen Lingkungan

2.6.1 Iklim Makro

Ternak kelinci merupakan salah satu jenis ternak yang tergolong dalam jenis

ternak thomeotherm, yaitu ternak kelinci akan selalu berusaha mempertahankan suhu

tubuhnya dengan cara mengatur produksi panas dan jumlah panas yang dilepaskan ke

lingkungan. Adaptasi yang dilakukan ternak kelinci melalui proses hemeostatis tidak

akan berjalan epektif bila kondisi lingkungan melampaui batas yang dapat ditoleransi

10

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

oleh ternak kelinci. Pada kondisi ini ternak kelinci akan mengalami cekaman. Ternak

kelinci akan melepaskan panas tubuhnya dengan cara konduksi, konveksi, radiasi

dan evaporasi. Pemeliharaan ternak ternak kelinci dengan sistem under ground

shelter dan kandang lantai semen memungkinkan ternak untuk melepaskan panas

tubuhnya dengan cara konduksi melalui media lantai kandang yang bertemperatur

lebih rendah dari temperatur tubuh ternak.

A. Suhu

Suhu lingkungan yang paling baik untuk usaha pemeliharaan kelinci

pedaging dan hias pada usaha peternakan milik Bapak Masuri Ashar adalah sekitar

15-20°C dengan batasan suhu kritis paling rendah yaitu -7°C dan suhu kritis paling

tinggi adalah 29°C, dengan kelembaban relatif berkisar Antara 55-65%. Selain suhu

lingkungan, pemberian pakan termasuk pada faktor lingkungan yang berpengaruh

paling besar, sekitar 60%

Naik turunnya suhu sangat mempengaruhi kehidupan kelinci, dan tidaklah

menguntungkan, kelinci lebih tahan terhadap suhu yang dingin daripada suhu yang

dingin daripada suhu panas, oleh karena itu terik matahari yang bisa menimpa ternak

kelinci harus dihindarkan. Suhu rata-rata yang dikehendaki kelinci ialah 12-200C.

Bila terlapau rendah, sehingga angka kelembapan mencapai kurang dari 60, maka

kelinci mudah mendapatkan gangguan kelenjar keringat atau coryza dan apabila

terlampau tinggi, organ pembela terhadap suhu menjadi terganggu. Maka

kelembaban rata-rata yang dikehendaki ialah 60-90. Demikian juga terhadap angin

langsung, oleh karena itu kandang harus pula terhindar dari angin langsung dan

terlindung terhadap hujan.

b. Kelembapan

Kandang kelinci dibedakan menjadi dua yakni kandang under ground shelter

dan kandang alas semen. Kandang under ground shelter (K0) dan kandang alas

semen (K1) menyebabkan temperatur udara lebih rendah daripada kandang battery

bentuk panggung (K2). Radiasi matahari merupakan faktor pengendali unsur iklim

paling dominan dalam kandang disamping faktor lain seperti angin dan kelembaban

udara.

Kelembaban udara pada kandang K2 lebih tinggi daripada K0 dan K1.

Kelembaban udara relatif merupakan perbandingan antara uap air yang ada di udara

11

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

dengan kandungan uap air jenuh. Evaporasi dari air minum, saluran pernafasan dan

ekskreta merupakan sumber uap air yang terkandung dalam udara.

Temperatur udara dalam kandang K2 lebih tinggi daripada kandang K1 dan

K0 sehingga evaporasi dari sumber air pada kandang K2 lebih tinggi dan

kelembaban udara yang ditimbulkan lebih tinggi. Kandang K0 dan K1 menyebabkan

nilai Temperature Humidity Index(THI) lebih rendah daripada kandang K2.

Temperatur dan kelembaban udara yang lebih rendah pada kandang K0 dan K1

menyebabkan nilai THI berada dalam kisaran nyaman. kondisi nyaman pada ternak

kelinci apabila nilai THI berada pada kisaran di bawah 27,8. sedangkan nilai THI

pada kandang K0 mempunyai nilai THI 25,91. Dilihat dari nilai THI, kandang K0

(25,91) dan K1 (26,09) berada dalam kondisi nyaman bagi ternak kelinci. Ternak

kelinci yang dipelihara pada kandang K2 dengan nilai THI 27,83 mengalami

cekaman panas tingkat sedang.

c. Sirkulasi Udara

Kecepatan angin dan sirkulasi didalam kandang berpengaruh terhadap suhu

dan kelembapan. Pergerakan angin yang cepat didalam kandang membahayakan

ternak dan arah angin yang langsung kekandang dapat membawa debu dan bibit

penyakit sehingga didalam kandang diperlukan wind breaker bila arah dan kecepatan

angin terlalu tinggi serta diperlukan pen cover untuk melemahkan kecepatan angin

didalam kandang.

Pada perkandangan ternak kelinci, diusahakan didalam kandang tersedia

udara bersih (oksigen) lebih banyak serta dicegah terjadinnya akumulasi limbah

udara (by product) yang berlebihan (methan, amonia, CO2. Kecepatan udara didalam

kandang yang nyaman adalah 0.25-0.75 m/detik dan pengaturan ventilasi dapat

mengontrol kapasitas udara didalam kandang.

12

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

2.6.2 Iklim Makro

a. Housing

Habitat atau tempat hidup yang asli bagi kelinci, sebagaimana hewan liar,

kelinci hidup dan berkembangbiak di alam bebas, kelinci mempunyai kebiasaan

menggali tanah, membuat lubang atau terowongan. Bagi kelinci lubang berfungsi

sebagai tempat berlindung kelinci dari binatang buas atau predator yang siap

memangsanya, sebagai tempat untuk mempertahankan tubuh agar tetap hangat dari

pengaruh dinginnya suhu di permukaan tanah atau sekedar untuk tempat bernaung

dari hujan atau teriknya matahari atau berlindung dari terpaan angin. Lubang juga

difungsikan sebagai sarang untuk beranak dan memelihara anak-anak sebelum

dewasa. Kandang adalah merupakan tempat melakukan aktivitas produksi bagi

ternak dan peternak. Oleh karena itu kondisi kandang harus mencerminkan hal-hal

yang mendukung produksi, antara lain : nyaman dan aman.

Lingkungan merupakan suatu habitat/tempat tinggalnya seekor kandang yang

mempengaruhi kandang. Lingkungan diidentikan dengan kondisi kandang dan

keadaan sekitarnya. Selain itu juga lingkungan juga dapat dikatakan sebagai factor

lain yang berasal dari alam, seperti suhu, kelembaban, dan iklim. Dalam

pemeliharaan kelinci, lingkungan menjadi hal yang perlu diperhatikan. Sebab salah-

salah kita menentukan kondisi lingkungan kandang, kelinci nantinya akan stress, dan

hal tersebut juga termasuk untuk induk. Bagi induk kelinci yang baru melahirkan

lingkungan merupakan hal yang sangat sensitive dan akan menetukan kehidupan

anaknya. Salah satu contohnya ialah ketenangan lingkungan sekitar. Bagi induk yang

baru beranak, lingkungan sekitar harus dalam keadaan nyaman dan tidak ada

kegaduhan, sebab jika sekitar jandang gaduh maka induk akan stress, dan tidak mau

mensusui anaknya, dan dampaknya ialah anak tersebut mati.

Jadi sebisa mungkin lingkungan sekitar kandang harus dijaga, guna menjaga

kenyamanan sang induk. Sebab pada induk yang baru beranak ataupun dalam masa

laktasi, kenyamanan merupakan hal yang sangat penting, sebab jika induk tersebut

tidak nyaman, maka induk tersbut enggan menyusui anaknya, yang nantinya akan

memperbesar risiko kematian. 

Suhu lingkungan yang ideal untuk kelinci adalah 16-20oC. Pada suhu yang

lebih tinggi dari suhu ideal, kelinci akan kehilangan energi untuk menjaga temperatur

13

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

tubuh. Jadi rendahnya produktivitas kelinci daerah tropis, besar kemungkinan salah

satunya disebabkan oleh stres panas. , sirkulasi udara lancar, lama pencahayaan ideal

12 jam dan melindungi ternak dari predator. Menurut kegunaan, kandang kelinci

dibedakan menjadi kandang induk. Untuk induk/kelinci dewasa atau induk dan anak-

anaknya, kandang jantan, khusus untuk pejantan dengan ukuran lebih besar dan

Kandang anak lepas sapih. Untuk menghindari perkawinan awal kelompok dilakukan

pemisahan antara jantan dan betina. Kandang kelinci, biasanya hanya merupakan

petakan atau sekat ruangan. Kandang kelincin berukuran 200x70x70 cm tinggi alas

50 cm cukupuntuk 12 ekor betina/10 ekor jantan. Kandang anak (kotak beranak)

ukuran 50x30x45 cm.

1. Alat ukur yang Digunakan Dalam Kandang

a) Termometer

Berfungsi untuk mengukur suhu udara yang memiliki kemampuan ukuran antara  18

derajat celcius sampai denga 50 derajat celcius. Alat ini bekerja secara otomatis

mengikuti besar atau kecilnya copypaste temperatur udara dan dapat diukur dalam

satuan Celcius maupun dalam satuan Fahrenheit.

14

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

b) Hygrometer

Higrometer Digital Higrometer

Berfungsi untuk mengukur kelembaban nisbi di suatu tempat secar otomatis atau

dapat mencatat sendiri dalam satuan persen (%). Alat ini bekerja secara otomatis

copypaste membentuk grafik yang menggambar besar atau kecilnya kelembaban

udara selama pengukuran. Dalam pengkuran kelembaban udara menggunakan

higrometer akan terukur pula temperatur udaranya secara otomatis.

c) Barometer

Skema barometer aneroid Barometer Aneroid

Berfungsi untuk mengukur tekanan udara di suatu tempat secara otomatis dengan

satuan milibar (mb). Besar atau kecilnya copypaste tekanan udara di suatu daerah

15

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

dihitung berdasarkan selisih antara kedua jarum di barometer (umumnya jarum hitam

dan jarum kuning).

d) Anemoneter

Anemometer digital Anemometer

Berfungsi untuk mengukur kecepatan angin di suatu tempat secara otomatis dengan

satuan meter per detik (m/s). Pengukuran dapat dilakukan dengan cara copypaste

memegang Anemometer secara ertikal atau meletakkannya di atas penyangga. Angka

kecepatan angin akan ditunjukkan secara otomatis  speedometer.

2. Manajemen Pemeliharaan Kelinci Pada Musim yang Fluktuatif (Pancaroba)

Musim pancaroba merupakan musim yang perlu diwaspadai bagi peternak

kelinci, pada masa peralihan ini akan terjadi perbedaan iklim dan suhu yang cukup

ekstrim. Perubahan kondisi alam yang cukup ekstrim ini biasanya membawa dampak

yang buruk bagi kesehatan kelinci. Antisipasi ataupun penanggulangan perlu segera

dilakukan untuk menekan tingkat kematian kelinci pada peralihan musim ini. Dari

pengalaman kami anakan kelinci berumur empat bulan pun masih rentan pada kematian

di peralihan musim ini.

2.7 Manajemen Sumber Daya Manusia

16

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

Sumber Daya Manusia (SDM) dalam konteks bisnis, adalah orang yang

bekerja dalam suatu organisasi yang sering pula disebut karyawan. Sumber Daya

Manusia merupakan aset yang paling berharga dalam perusahaan, tanpa manusia maka

sumber daya perusahaan tidak akan dapat mengahasilkan laba atau menambah nilainya

sendiri. Adanya anggapan bahwa sering terjadinya pemborosan dalam pemanfaatan

sumber daya manusia atau pekerja. Keadaan ini berpengaruh terhadap pencapaian

tujuan dari organisasi, dan juga penghasilan pekerja itu sendiri. Selain pemborosan, juga

faktor-faktor yang berkaitan dengan kelalaian pekerja, misalnya terjadi kecelakaan serta

biaya pengembangan kemampuan atau kompensasi SDM.

Semuanya merupakan biaya yang harus diperhitungan dalam menghitung

biaya produksi. Biaya tersebut sering disebut sebagai biaya sosial yang harus

ditanggung bersama-sama oleh pihak-pihak yang bersangkutan, seperti masyarakat,

pemilik usaha dan pekerja sendiri. Biaya sosial ini kadang-kadang dapat melebihi biaya

produksi. Menurut Friedman, Erick. (2013) Tugas dari human resource (HR) adalah

pengembangan SDM itu sendiri dimana baik secara individual maupun kelompok.

Dalam kunjungan yang kami lakukan bahwa di peternakan kelinci Mashuri

tidak merekrut karyawan untuk menangani budidaya kelinci tersebut, Mashuri

melakukan perkerjaan itu sendiri untuk mengurus populasi ternak kelinci kurang lebih

sebanyak 61 ekor ,untuk itu Mashuri melakukan sendiri dalam hal perawatan sehingga

Mashuri tahu bahwa untuk perawatannya dapat ditangani sendiri dengan baik, karena

kebanyakan apabila dipekerjakan orang lain kurang baik dibandingkan pemiliknya

sendiri, selain itu peternakan Mashuri populasinya juga belum terlalu banyak,dan masih

bisa untuk dilakukan sendiri. Memang bagus dan efisien apabila dalam peternakan atau

budidaya kelinci menggunakan tenaga kerja, tetapi kita juga melihat dalam segi profit

yang kita dapat dalam usaha tersebut, menurut Ejuarini.dkk.(2005) menjelaskan bahwa

apabila dalam suatu peternakan tersebut terdapat banyak tenaga kerja maka suatu

pekerjaan dapat terselesaikan dengan cepat dan tenaga kerja tidak mengeluarkan tenaga

yang lebih banyak untuk membersihkan kandang kelinci maupun memberi pakan pada

kelinci. Dan menurut Nandana, Duta Widagdho (2008) menjelaskan tentang jumlah

tenaga kerja yang berlebih dapat mengakibatkan kerja dari tenaga kerja tersebut tidak

bisa optimal dikarenakan pihak dari peternak tidak bisa memantau satu per satu tenaga

kerja yang dimiliki sehingga tenaga kerja bekerja semaunya sendiri. Maka dari itu

17

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

Mashuri lebih yakin melakukan itu sendiri dengan ilmu yang beliau miliki saat ini untuk

merawat atau usaha kelinci tersebut.

Dengan tidak merekrut tenaga kerja Mashuri dapat menghemat pengeluaran

dalam usahanya tersebut. Karena kita tahu bahwa dengan jumlah tenaga kerja pada

suatu peternakan tersebut tidak berlebih maka biaya yang dikeluarkan tidak banyak

karena peternak tidak perlu mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk menggaji

tenaga kerja yang dimiliki oleh peternak tersebut sehingga biaya untuk pakan yang

diperkiraan mencapai 70% dapat ditekan dapat digunakan untuk keperluan lainnya

seperti untuk membeli kandang apabila suatu peternakan tersebut kandang yang

digunakan sudah rusak. Menurut Tike sartika.dkk.(1998) menjelaskan bahwa dengan

jumlah tenaga kerja yang sedikit maka ruangan yang digunakan untuk bergerak kelinci

dapat leluasa dan suasana tidak menjadi ramai sehingga tidak menyebabkan kelinci

mudah stress produktivitasnya meningkat selain itu juga ketahanan tubuh meningkat.

2.8 Kebijakan Pemerintah

Berdasarkan hasil survey dan wawancara terhadap peternak kelinci didapatkan

bahwa pemerintah kurang mendukung usaha peternakan kelinci yang ada di Batu. Salah

satunya terjadi pada peternak yang dikunjungi bahwa kurangya peran pemerintah

khususnya untuk memberi pinjaman modal pada peternak. Contoh nyatanya ialah jika

ada peternak yang mengajukan proposal permohonan dana dipersulit dan dana yang

diberikan tidak sesuai dengan anggaran pencairan dananyapun lama. Sehingga peternak

lebih memilih meminjam modal di bank atau mencari investor seperti tempat-temapt

yang menjual olahan daging kelinci. Sedangkan pada berita yang digemborkan bahwa

dalam rangka mendukung pengembangan ternak kelinci, pemerintah meluncurkan 2

pola pengembangan ternak kelinci, hal ini dikarenakan agar pemasaran ternak kelinci

lebih terstruktur dan lebih terkontrol. 2 pola perkembangan tersebut yaitu:

- Pola Kampung Kelinci

Pengembangan usaha budidaya ternak kelinci pada satu daerah/kampong secara terpadu

dengan mengaplikasikan teknologi secara maksimal, sehingga mendukung

terlaksananya usaha budidaya ternak kelinci yang berorientasi industrI di pedesaan.

- Pola Integrasi

18

Page 22: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

Pengembangan usaha budidaya ternak kelinci pada sentra tanaman hortikultura,

sehingga terjadi simbiosis antara usaha peternakan dengan tanaman (hortikultura).

Potensi hasil ikutan limbah pertanian digunakan sebagai pakan ternak kelinci dan

sebaliknya kotoran/urine dari ternak kelinci digunakan sebagai pupuk organic.

Disamping itu pola integrasi dapat mendukung penciptaan lapangan pekerjaan baru

dipedesaan, peningkatan pasrtisipasi masyarakat dalam mewujudkan usaha agribisnis

yang berdaya saing, ramah lingkungan, berkelanjutan dan mandiri.

Untuk pemasaran ternak kelincipun pemerintah tidak ikut campur karna biaya

ternak kelinci tidak ditentukan, pembentukan harga hanya di kalangan peternak dan

pengepul saja. Peranan pemerintah hanya dapat dilihat dari penyediaan tempat karantian

kelinci ketika akan dikirim ke luar kota dan itupun tidak bebas biaya.

BAB III

19

Page 23: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil survey dan wawancara terhadap peternak, maka dapat

disimpulkan bahwa manajemen pemeliharaan kelinci memegang peranan penting untuk

peningkatan produktivitas peternakan. Manajemen pemeliharaan dapat digambarkan

bahwa dalam memilih bibit kelinci disesuaikan dengan orientasi peternakan apakah

akan memelihara kelinci pedaging atau kelinci potong. Manajemen pakan disesuaikan

dengan umur dan kebutuhan nutrisi pada tubuh ternak tersebut. Manajemen kandang

didesain agar ternak kelinci merasa nyaman, aman serta bebas dari kotoran. Manajemen

pengendalian penyakit diupayakan pencegahan berupa pemberian obat-obatan untuk

menjaga kesehatan ternak. Manajemen lingkungan disesuaikan dengan suhu,

kelembapan dan sirkulasi udara dalam kandang yang sesuai dengan kelinci. Manajemen

reproduksi dilakukan agar mendapatkan tingkat keefisienan usaha peternakan kelinci.

Manajemen pemeliharaan tersebut tidak lepas dari peran pemerintah yang seharusnya

mendukung program pengembangan peternakan kelinci.

4.2 Saran

Dibutuhkan pengetahuan-pengetahuan tentang manajemen pemeliharaan yang

lebih dalam untuk mencapai usaha peternakan kelinci yang efisien.

DAFTAR PUSTAKA

20

Page 24: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

Abubakar. 2011. Pedoman Pembibitan Kelinci yang Baik (Good Breeding Practice).

Direktorat Pembibtan Ternak, Jakarta Selatan.

Achrayanti, Witha. 2013. Persepsi Masyarakat Terhadap Peternakan Kelinci Ditinjau

dari Limbah, Bau, dan Manfaat yang Ditimbulkan. Fakultas Peternakan

Universitas Hasanuddin Makassar.

Adzina, Vhodzan, Faisal Jamin, dan Mahdi Abrar. 2013. Isolasi Dan Identifikasi

Kapang Penyebab Dermatofitosis Pada Anjing Di Kecamatan Syiah Kuala Banda

Aceh. Jurnal Medika Veterinaria, Vol. 7, No. 1.

Anonimouse. 2007. Budidaya Ternak Kelinci di Perkotaan. Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Yogyakarta.

Dina, Islami. 2012. Sarana Kandang Breeding Centre Untuk Standarisasi Produksi

Peternakan Kelinci Pedaging. Komunitas Peternak Kelinci di Kabupaten

Bandung Barat.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Pedoman Pelaksanaan

Pengembangan Budidaya Kelinci. Jakarta Selatan: Direktorat Budidaya Ternak

Diwyanto, K., et al.1955. Suatu Studi Kasus Mengenai Budidaya Ternak Kelinci di

Desa Pandansari, Jawa Tengah. Ilmu dan Peternakan. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Peternakan.

Edmuds, Sam A. 2010. Faktor-Faktor Internal yang Perlu Dipertimbangkan dalam

Perencanaan Sumber Daya Manusia. http://smallbusiness.chron.com/internal-

factors-consider-human-resource-planning-60960.html. Diakses pada 13

November 2014 at 23.07

Ejuarini.dkk.2005. Potensi Ternak Kelinci sebagai Penghasil Daging. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Peternakan Bogor

Hafez E.S.E., 1970. Rabbit, In : ESE. Hafez ed., Reproduction and Breeding

techniques for laboratory animals. Lea & Febiger, Philadelphia. Pp.273-298.

Iskandar, Tolibin. 2005. Beberapa Penyakit Penting Pada Kelinci Di Indonesia.

Seminar Nasional teknologi Peternakan dan Veteriner.

21

Page 25: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

Juarini, E, Sumanto dan B.Wibowo. 2005. Ketersediaan Teknologi Dalam Menunjang

Pengembangan Kelinci Di Indonesia. Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang

Pengembangan Usaha Agribisnis Kelinci. Badan Penelitian Ternak : Bogor.

Kartadisastra, H.R. 1998. The rabbit as a potensial animal for meat production in the

future. TC on Poultry Husbandry an Feed Mfg. Ciawi, Bogor.

Lebas, F., 1993. Small Rabbit Production, Feeding and Management System. World

Animal Review 46: 11-17.

Lestari, E.N.M., dkk. 2010. Penampilan Produksi dan Kualitas Feses Kelinci yang

Diberi Pakan Fermentasi Menggunakan Kultur Bakteri Azotobacter. Fakultas

Peternakan Universitas Brawijaya, Malang.

M, Nuriyasa I. 2012. Iklim Mikro dan Respon Hemathologi Kelinci Lokal (Lepus

nigricollis) Pada Jenis Kandang Berbeda. Jurnal Ilmiah Peternakan. 15(1), 11-15

Moerfiah dan K. Diwyanto, 1985. Performa Produksi Berbagai Jenis Kelinci

(Reproduksi, Litter Size dan Bobot Lahir). Balai Penelitian Ternak, Bogor.

Nandana Duta Widagdho .2008. Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Kelinci Asep’s

Rabbit Project, Lembang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Fakultas

Pertanian.Institut Pertanian Bogor

Prihatman, Kemal. 2000. Budidaya Ternak Kelinci. Proyek Pengembangan Ekonomi

Masyarakat Pedesaan, Bappenas : Jakarta

Purnama, R Denny. 2000. Pola Reproduksi Pada Ternak Kelinci. Temu Teknis

Fungsional Non Penelitian. Pp 96-106.

Rizqiani, A. 2011. Performa Kelinci Potong Jantan Lokal Peranakan New Zealand

White yang Diberi Pakan Silase atau Pelet Ransum Komplit. Departemen Ilmu

Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Rizqiani, Arifah. 2011. Performa Kelinci Potong Jantan Lokal Peranakan New Zealand

White Yang Diberi Pakan Silase Atau Pelet Ransum Komplit. Departemen Ilmu

Nutrisi Dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Sartika, T., K Diwyanto. 1986. Produktivitas kelinci lokal : litter size pertumbuhan,

mortalitas dan kondisi induk. Jurnal Peternakan Vol. 2 No. 3 pp 117 -121.

Sastrodihard1o .S .. 1985 . Performans reproduksi kelinci (Orvctolagus cuniccdus)

pada peternakan kelinci di Jawa . Proceeding Seminar Peternakan dan Forum

Peternak Unggas dan Aneka Ternak . Puslitbangnak Bogor. pp 187 – 195.

22

Page 26: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

Sudaryanto, B. 2007. Budidaya Ternak Kelinci di Perkotaan. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian, Yogyakarta

Tarmnanto, Eko. 2009. Performan Produksi Kelinci New Zeland White Jantan Dengan

Bagasse Fermentasi Sebagai Salah Satu Komponen Ransumnya. Fakultas

Pertanian. Sebeleas Maret : Surakarta.

Wahju Ita Nursita, Nur Cholis dan Arie Kristianti. 2007. Status fisiologi dan

pertambahan bobot badan kelinci jantan lokal lepas sapih pada perkandangan

dengan bahan atap dan ketinggian kandang berbeda. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan

23 (1): 1 – 6.ub

Wahyuti, ririen Ngesti, Nunuk Dyah Retno L, ending Suprihati. 2009. Identifikasi

Morfologi Dan Profil Protein Tungau Sarcoptes Scabiei Pada Kambing Dan

Kelinci. Jurnal Penelitian. Med. Eksakta, Vol.8, No.2 : 94 - 110

Wicaksono, Pramuwidhi Pekik. 2008. Pengaruh Suplementasi Getah Pepaya (Carica

Papaya) Dalam Ransum Terhadap Performan Kelinci New Zealand White Jantan.

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

23

Page 27: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

DOKUMENTASI

24

Page 28: LAPORAN PRAKTIKUM NON RUMINANSIA

Nama Peternak : Mashury Azhar

Alamat : Dusun Tumbaran, Desa Bumi Aji, Kecematan Bumi Aji, Batu

25