sekilas tentang pakan dan ternak ruminansia

24
Tentang Pakan dan Ternak Ruminansia Produktivitas ternak ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain : faktor nutrisi dan pakan ternak. Untuk berproduksi tinggi, ternak tidak hanya membutuhkan bahan pakan yang berkualitas, tetapi juga interaksi antara masing-masing bahan. Efisiensi pakan dapat dicapai dengan penggunaan bahan pakan lokal terutama pemanfaatan bahan pakan ternak asal limbah pertanian, seperti : jerami padi, pucuk tebu, daun ketela pohon, dan lain sebagainya; tentunya dengan informasi yang memadai tentang karakter bahan pakan yang ada. Beberapa persyaratan awal yang harus dapat dipenuhi adalah : kandungan nutrisi yang mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi, tidak ada kompetisi dengan kebutuhan manusia, dan ekonomis (cukup tersedia di sekitar lokasi peternakan sehingga dapat dilakukan minimisasi biaya pakan). Chuzaemi, Hermanto, Soebarinoto, dan Sudarwati (1997) menyatakan bahwa evaluasi kualitas bahan pakan lokal perlu dilakukan untuk mengetahui lebih jelas daya guna zat-zat makanan (terutama protein) selama dalam saluran pencernaan ternak ruminansia, karena untuk berproduksi tinggi dibutuhkan pasok protein mikroba dan protein bypass. Pakan ternak ruminansia tersusun atas 2 bagian utama, yaitu konsentrat dan hijauan. Konsentrat 1

Upload: anang-sutirtoadi

Post on 19-Jun-2015

3.961 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

Sekilas saja, untuk memahami dan antisipasi perkembangan iptek pakan ternak ruminansia

TRANSCRIPT

Page 1: Sekilas Tentang Pakan Dan Ternak Ruminansia

Tentang Pakan dan Ternak Ruminansia

Produktivitas ternak ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain : faktor

nutrisi dan pakan ternak. Untuk berproduksi tinggi, ternak tidak hanya

membutuhkan bahan pakan yang berkualitas, tetapi juga interaksi antara masing-

masing bahan. Efisiensi pakan dapat dicapai dengan penggunaan bahan pakan

lokal terutama pemanfaatan bahan pakan ternak asal limbah pertanian, seperti :

jerami padi, pucuk tebu, daun ketela pohon, dan lain sebagainya; tentunya dengan

informasi yang memadai tentang karakter bahan pakan yang ada. Beberapa

persyaratan awal yang harus dapat dipenuhi adalah : kandungan nutrisi yang

mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi, tidak ada kompetisi dengan

kebutuhan manusia, dan ekonomis (cukup tersedia di sekitar lokasi peternakan

sehingga dapat dilakukan minimisasi biaya pakan). Chuzaemi, Hermanto,

Soebarinoto, dan Sudarwati (1997) menyatakan bahwa evaluasi kualitas bahan

pakan lokal perlu dilakukan untuk mengetahui lebih jelas daya guna zat-zat

makanan (terutama protein) selama dalam saluran pencernaan ternak ruminansia,

karena untuk berproduksi tinggi dibutuhkan pasok protein mikroba dan protein

bypass.

Pakan ternak ruminansia tersusun atas 2 bagian utama, yaitu konsentrat

dan hijauan. Konsentrat merupakan bahan pakan yang mengandung banyak zat

makanan mudah tercerna seperti protein dan energi tetapi kandungan seratnya

rendah (Miller, 1979). Konsentrat mempunyai pengaruh yang nyata terhadap

kemampuan penampilan genetik dalam meningkatkan produksi susu serta

memungkinkan sapi lebih banyak memanfaatkan bahan pakan (Morrison, 1961).

Bahan pakan berserat sangat penting artinya bagi ternak ruminansia untuk

menjaga stabilitas kondisi rumen. Penyediaan pakan berserat dalam jumlah yang

cukup akan dapat mencegah terjadinya gangguan metabolic disorder pada sapi

perah, termasuk penurunan bahan kering tercerna, persentase lemak susu,

displacemen abomasum, peningkatan kejadian parakeratosis rumen, laminitis, dan

acidosis (Diggins, Bundy, and Christensen, 1979).

1

Page 2: Sekilas Tentang Pakan Dan Ternak Ruminansia

Aspek nutrisi dan pakan ternak ruminansia seperti pada komoditi ternak

potong telah mengalami perkembangan dengan penyediaan pakan dalam bentuk

pakan komplit (complete feed). Pakan komplit adalah campuran konsentrat dan

hijauan menjadi suatu bentuk ransum tunggal. Dengan sistem ini akan

terhindarkan seleksi pakan oleh ternak dan dapat meningkatkan efisiensi dalam

usaha peternakan ternak potong. Kondisi ini telah menjadi fenomena tersendiri,

yaitu peternak mempunyai alternatif efesiensi dalam manajemen penyediaan dan

pemberian pakan. Fakta dilapang masih terdapat banyak kendala yang dihadapi

untuk memaksimalkan peran pakan komplit untuk peningkatan produktivitas

usaha peternakan ternak potong. Namun disisi lain, keberadaan pakan komplit

diperlukan sebagai salah satu peningkatan manajemen pada usaha peternakan

ternak potong termasuk ternak domba.

Pada sisi lain, berbagai teknologi juga diperlukan untuk mempertahankan

ketersediaan pakan, meningkatkan kualitas pakan dan mengoptimalkan fungsi

kerja rumen sehingga produksi ternak di Indonesia dapat ditingkatkan. Teknologi

dengan memanfaatkan mikroorganisme untuk makanan manusia sudah dikenal

sejak lama dan di dalam pakan ternak sudah mulai diperkenalkan di Indonesia.

Bentuknya dapat berupa probiotik (bakteri, jamur, khamir atau campurannya),

produk fermentasi atau produk ekstrak dari suatu proses fermentasi (biasanya

enzim). Mikroorganisme murni atau campuran digunakan untuk pembuatan silase

terutama jerami padi, untuk meningkatkan kualitas limbah pertanian misalnya

limbah pabrik kelapa sawit atau untuk meningkatkan fungsi rumen.

Perkembangan teknologi pemanfaatan probiotik juga dapat diaplikasikan

langsung dalam pakan ternak sehingga memberikan langkah efisiensi bagi

peternak. Namun aspek ekonomis tetap menjadi prioritas terutama pada usaha

peternakan rakyat dengan kapital terbatas. Dengan kemampuan pembuatan pakan

yang memanfaatkan sumber daya lokal, maka kemudahan dalam memperoleh

jenis probiotik lokal akan semakin memberdayakan peternak. Solusi ini cukup

logis karena beberapa jenis ragi lokal dapat menjadi alternatif dalam penyediaan

probiotik dan hal ini mulai banyak diperkenalkan.

2

Page 3: Sekilas Tentang Pakan Dan Ternak Ruminansia

Berdasar uraian diatas, untuk penyediaan informasi teknologi pakan yang

lebih luas maka perlu dilakukan pengkajian potensi limbah pertanian seperti

jerami padi sebagai sumber serat kasar melalui pengembangan penggunaan

dengan aplikasi fermentasi dan jenis probiotik sebagai alternatif penyediaan pakan

ternak ruminansia.

Pada umumnya di Indonesia pada saat musim kemarau atau musim kering,

penyediaan bahan pakan bagi ternak ruminansia seperti domba, kambing, sapi dan

kerbau banyak mengalami kesulitan. Hal ini merupakan salah satu kendala bagi

pengembangan usaha peternakan. Oleh sebab itu harus dicari alternatif untuk

mengatasinya dengan usaha memperluas penganekaragaman pakan ternak.

Seperti ternak ruminansia lainnya, ternak domba membutuhkan hijauan

sebagai pakan utama baik untuk keperluan hidup pokok, pertumbuhan, produksi

dan reproduksi. Disamping pakan hijauan tersebut, masih perlu juga diberi pakan

tambahan, misalnya konsentrat, khususnya pada jenis unggul dan sistem

pemeliharaan yang intensif. Rumput dan hijauan sebagai pakan utama hewan

ruminansia pada musim kemarau umumnya menjadi kering dan berkurang

jumlahnya sehingga nilai gizinya akan berkurang dan jumlah pakan yang

dikonsumsi ternak juga akan berkurang. Pemanfaatan limbah pertanian juga masih

banyak ditemukan permasalahan terutama dalam kualitas. Akibatnya akan terjadi

penurunan kondisi tubuh ternak dan dapat menimbulkan penyakit akibat defisiensi

zat-zat penting yang dibutuhkan ternak, terutama yang bersumber dari hijauan.

Pakan ternak dengan kualitas tinggi selain ditentukan oleh daya cerna yang

tinggi juga ditentukan oleh nilai gizinya. Oleh sebab itu diharapkan dengan

pengolahan akan dapat meningkatkan nilai gizi dan daya cernanya sehingga

layak digunakan sebagai pakan ternak. Pakan dengan daya cerna yang tinggi

memungkinkan peningkatan efisiensi pakan yang diikuti dengan pertumbuhan

yang lebih cepat sehingga memiliki nilai ekonomi.

Berbagai upaya untuk mengurangi tingkat perombakan protein dan

pemborosan energi di dalam rumen telah dilakukan, baik dengan menggunakan

inhibitor metan, bahan pemacu produksi propionat (monensin, rumensin),

maupun pemicu pertumbuhan mikroba rumen. Probiotik dalam bentuk sediaan

3

Page 4: Sekilas Tentang Pakan Dan Ternak Ruminansia

kultur bakteri, ragi, maupun kapang tertentu mulai banyak diteliti dan

dikembangkan sebagai bahan alternatif. Jenis probiotik dalam bentuk ragi

merupakan salah satu jenis yang mudah diakses oleh peternak. Ragi telah banyak

digunakan dalam usaha tape ataupun roti. Dengan melihat beberapa aspek yang

menguntungkan maka penggunaan ragi komersial memungkinkan untuk

menghasilkan kondisi yang menguntungkan pula bagi peternak. Secara fisiologi,

ragi diharapkan dapat memanipulasi fungsi rumen sehingga dapat

meminimumkan pemborosan penggunaan nutrisi sekaligus memaksimalkan

pencernaan pakan berserat. Aspek teknispun akan mudah diaplikasi oleh peternak

baik dalam penyediaan maupun pencampuran.

Mempertimbangkan segala aspek terkait dan perkembangan teknologi,

dalam usaha peternakan intensif ternak potong besar dan kecil juga menuntut

adanya dukungan teknologi pakan yang mampu menjaga kontinuitas produksi.

Berdasar uraian di atas maka dalam penelitian ini akan dilakukan upaya untuk

meningkatkan peran salah satu limbah pertanian yang berpotensi yaitu jerami

padi, dengan menggunakan teknologi pengolahan limbah pertanian menjadi

pakan ternak unggul. Penerapan teknologi fermentasi pada jerami dan

penggunaan probiotik diharapkan dapat menjawab permasalahan : peningkatan

kualitas nutrisi jerami padi serta memperbaiki peranan pakan alternatif dalam

bentuk pakan komplit sehingga dapat meningkatkan produktivitas serta perfoma

ternak ruminansia.

4

Page 5: Sekilas Tentang Pakan Dan Ternak Ruminansia

2.2. Hijauan dan Jerami sebagai Pakan Ternak Ruminansia

Hijauan pakan ternak merupakan golongan bahan pakan kasar untuk

ternak ruminansia yang dapat diperoleh dalam bentuk : rumput-rumputan,

leguminosa, daun-daunan, dan limbah pertanian (Chuzaemi dan Hartutik, 1988).

Pakan hijauan dapat berfungsi sebagai sumber energi, protein, mineral, dan

vitamin bagi ternak ruminansia (Dyer dan O’Mary, 1977). Sudono dan Sutardi

(1969) menyatakan bahwa kekurangan pakan serat antara lain akan menghasilkan

susu dengan kadar lemak rendah. Serat yang terdapat dalam hijauan sangat

bermanfaat dalam menormalkan fungsi rumen dan mempertahankan kadar lemak

susu (Miller, 1979; David, Byers, dan Shelling, 1988).

Perkembangan populasi ternak yang tidak diimbangi tersedianya lahan

hijauan pakan ternak berakibat pada terbatasnya penyediaan hijauan. Untuk itu

diperlukan alternatif penggunaan sumber hijauan, seperti limbah pertanian.

Hartutik (1983) menyatakan bahwa beberapa limbah pertanian yang penting di

Indonesia, terutama Jawa dan Bali, adalah : jerami padi, jerami jagung, jerami

kedelai, jerami kacang tanah, pucuk ketela pohon, dan pucuk tebu. Sesuai dengan

pernyataan Ranjahn (1993) bahwa limbah pertanian dapat menjadi sumber pakan

ternak yang berarti, terutama ternak ruminansia.

Berbagai starter berupa probiotik juga telah beredar secara komersial di

masyarakat, sehingga peternak dapat dengan mudah mengolah jerami padi untuk

peningkatan kualitas pakan. Namun demikian penggunaan pakan basal jerami

padi fermentasi saja belum cukup memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan

ternak secara optimal baik untuk pembibitan maupun penggemukan. Oleh karena

itu untuk mencukupi kebutuhan nutrien ternak yang mendapat pakan basal jerami

padi fermentasi harus dilakukan pemberian pakan tambahan berupa pakan

konsentrat. Daryanti et al. (2002), pada penggemukan sapi PO yang memperoleh

ransum dasar jerami padi teramoniasi dengan tambahan konsentrat 4 kg/ekor/hari,

menghasilkan pertambahan berat badan ternak sebesar 717 g/ekor/hari.

2.3. Konsentrat

5

Page 6: Sekilas Tentang Pakan Dan Ternak Ruminansia

Konsentrat dapat disebut juga sebagai bahan pakan penguat yang

merupakan pakan pelengkap bagi ternak ruminansia, sebab tidak semua zat-zat

makanan dapat dipenuhi oleh hijauan (Chuzaemi, 1988). Miller (1979)

menyatakan bahwa konsentrat merupakan bahan pakan yang mengandung banyak

nutrisi mudah dicerna, seperti protein dan energi tetapi kandungan serat kasarnya

rendah.

Pemberian pakan konsentrat sebaiknya terdiri dari campuran bermacam-

macam bahan pakan, karena adanya variasi diharapkan efisiensi pakan akan lebih

tinggi sebab bahan-bahan tersebut akan saling mekompliti (Djanah, 1985).

Blakely dan Bade (1998) menyatakan bahwa pakan konsentrat yang digunakan

sebaiknya merupakan pakan yang tinggi kualitas dan palatabilitasnya sehingga

dapat berfungsi sebagai suplemen bagi hijauan dan ternak dapat dapat mencapai

produksi maksimum. Pemberian konsentrat dapat dicampur sekaligus dengan

hijauan sebagai pakan komplit (Total Mixed Ration/Ransum Campuran Total) dan

jerami dapat digunakan sebagai pakan basal dalam pakan komplit (Orskov, 1998).

2.4. Fermentasi limbah pertanian

Secara biokimiawi fermentasi diartikan sebagai pembentukan energi

melalui katabolisme senyawa organik sedangkan penggunaan ke arah industri arti

fermentasi adalah suatu proses untuk mengubah bahan dasar menjadi produk oleh

masa sel mokroba (Nurhayati dkk.,1992). Tujuan fermentasi ini adalah untuk

meningkatkan kadar protein dan menurunkan serat kasar.

Berbagai upaya boleh dilakukan untuk meningkatkan kualitas jerami padi,

baik dengan cara fisik, kimia maupun biologis. Tetapi cara-cara tersebut biasanya

disamping mahal, juga hasilnya kurang memuaskan. Dengan cara fisik misalnya,

memerlukan investasi yang mahal; secara kimiawi meninggalkan residu yang

mempunyai efek buruk sedangkan dengan cara biologis memerlukan peralatan

yang mahal dan hasilnya kurang disukai ternak (ban amonia yang menyengat)

(Anonimous, 2000). Cara baru yang relatif murah, praktis dan hasilnya sangat

disukai ternak adalah fermentasi dengan menambahkan bahan mengandung

6

Page 7: Sekilas Tentang Pakan Dan Ternak Ruminansia

mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik, lipolitik dan bersifat fiksasi nitrogen

non simbiotik (contohnya: starbio, starbioplus, EM-4 dan lain-lain).

Perlakuan biologi bertujuan mengubah struktur fisik jerami padi oleh

enzim lignoselulosa dan menaikkan kandungan protein dengan mikroorganisme.

Perlakuan biologi pada dasarnya adalah pengkomposan terbatas, menaikkan

pengawetan sekaligus pradigesti untuk meningkatkan kualitas (Utomo, 2004).

Amoniasi ditujukan untuk rneningkatkan kandungan nitrogen dan daya

cerna pakan. Peningkatan kandungan protein dapat memperbaiki kondisi

ekosistem rumen, sehingga dapat mensintesis mikroba protein yang mampu

mencerna sellulosa dan hemisellulosa (Mc. Donald, dkk. 1987). Untuk

amoniasi, konsentrasi amonia yang digunakan sebesar 1 sampai 3%, tetapi

apabila menggunakan urea berkisar antara 1 sampai 6% (Trinurhayati dkk,

1992). Urea adalah suatu senyawa nitrogen organik bukan protein yang dibuat

secara sintetis dengan menggabungkan amonia dan CO2 (Anggorodi, 1979).

Menurut Gohl yang dikutip Anwar (1991), urea merupakan senyawa yang

berbentuk kristal putih dan mudah larut dalam air pada kondisi air dan suhu

yang cukup, mikroba penghasil enzim urease mampu mendegradasi urea

menjadi senyawa amonium, misalnva amonium karbonat, amonium bikarbonat

atau amonium hidroksida. Amonium bertindak sebagai pemecah ikatan

lignin dan senyawa karbohidrat dalam dinding sel tanaman dapat meresap

kedalam jaringan hijauan (Ibrahim, dkk., 1984; Doyle, dkk., 1986). Urea

dapat meningkatkan daya cerna bahan kering dan bahan organik hijauan pakan

ternak ( Sundstol dan Owen, 1984).

Balai Penelitian Ternak (Balitnak) di Ciawi, Bogor telah berhasil

meningkatkan nilai gizi jerami dengan cara yang sederhana, yaitu fermentasi dan

amoniasi (Anonimous, 2003). Prinsip fermentasi yang digunakan adalah

penggunaan kombinasi urea dan mikroba sebagai pemacu proses degradasi

komponen serat dalam jerami padi sehingga akan lebih mudah dicerna oleh

ternak. Aplikasi kombinasi perlakuan fisik, biologi dan atau kimia pada hasil sisa

tanaman pertanian mengarah pada pemanfaatan sebagai komponen pakan komplit

(complete feed) (Utomo, 2004). Hasil penelitian oleh Budi Haryanto, Supriyati

7

Page 8: Sekilas Tentang Pakan Dan Ternak Ruminansia

dan Sri Nastiti Jarmani (2004), menunjukkan hasil bahwa menunjukkan adanya

peningkatan nilai nutrisi jerami padi yang difermentasikan dalam waktu yang

lebih lama (3 minggu) dibandingkan waktu fermentasi yang lebih singkat,

sedangkan konsumsi jerami fermentasi cukup tinggi sehingga dapat

menggambarkan adanya palatabilitas yang cukup tinggi.

5. Fermentasi Pakan dalam Rumen

Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan yang unik dan berbeda

dengan ternak non-ruminansia dimana lambung ternak ruminansia terdiri dari 4

bagian, yaitu : rumen, retikulum, omasum, dan abomasum (Blakely dan Bade,

1998). Rumen, retikulum, dan omasum merupakan lambung depan yang berfungsi

sebagai tempat terjadinya proses fermentasi pakan oleh mikroba. Dalam rumen

terdapat berbagai tipe mikroba, dimana masing-masing mempunyai fungsi

berbeda sehingga karbohidrat komplek dapat dikonversi menjadi asam-asam

organik yang dapat digunakan oleh induk semang (Orskov, 1998). Rumen juga

merupakan tempat atau lingkungan yang sangat menguntungkan dan cocok untuk

pertumbuhan mikroba rumen, sebab memiliki pH antara 6,5 – 7,0 dengan suhu

antara 39 0C – 41 0C yang merupakan suhu optimum untuk sistem ensim mikroba

rumen (Czerkawski, 1986). Kondisi di dalam rumen sangat bervariasi dan

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : jenis pakan, saliva, mikroba, digesta,

dan absorbsi serta faktor fisiologis lain.

Rumen merupakan media yang penting dalam proses pencernaan pada

ternak ruminansia. Aktivitas sebagian besar dilakukan oleh mikroba yang terdapat

didalamnya sehingga ternak ruminansia mampu untuk mencerna pakan yang

berserat tinggi (Cullison, 1978). Volume retikulo-rumen mencapai lebih dari 50

% volume total saluran pencernaan. Dengan kapasitas yang besar ini

memungkinkan pakan dapat tinggal lebih lama sehingga memberikan kesempatan

kepada mikroba untuk mencerna selulosa dan senyawa karbohidrat komplek lain

yang tidak dapat dicerna oleh enzim yang dihasilkan oleh saluran pencernaan

(Ensminger dan Olentine, 1978). Sebagian besar senyawa karbohidrat dalam

pakan (pati, selulosa, hemiselulosa, dan pektin) difermentasi oleh mikroba rumen

8

Page 9: Sekilas Tentang Pakan Dan Ternak Ruminansia

dan diubah menjadi Volatyl Fatty Acids (VFA) yang merupakan sumber energi

induk semang (Cullison, 1978).

Protein dalam pakan juga mengalami proses fermentasi dalam retikulo

rumen, dimana sebagian protein akan terdegradasi dan dirombak menjadi asam

amino dan amonia (NH3). Jika salah satu protein pakan mempunyai kelarutan

tinggi yang memungkinkan terjadinya degradasi oleh mikroba rumen, maka akan

terbentuk amonia yang akan digunakan sebagai bakalan sintesis protein mikroba

rumen atau terserap melalui dinding rumen dan dirubah menjadi urea dalam hati

(Soetanto, 1997). Pencernaan fermentatif protein terjadi pada 2 pool pencernaan,

yaitu : retikulo-rumen dan saluran pencernaan pasca rumen (Soebarinoto,

Chuzaemi, dan Mashudi, 1991) dimana hasil sintesis protein mikroba dapat

dimanfaatkan atau dicerna di usus halus dan yang tidak dapat dicerna akan

diekskresikan melalui feses bersama-sama dengan hasil fermentasi pada saluran

pasca rumen. Soetanto (1997) menyatakan bahwa pencernaan protein yang lolos

dari proses degradasi mikroba rumen akan menghasilkan asam amino dan peptida

rantai pendek kemudian diabsorbsi oleh vili-vili usus halus masuk ke vena portal

dan masuk pada bagian pool asam amino dalam hati.

Peranan amonia di dalam fermentasi rumen adalah sebagai senyawa

penting yang dapat mempengaruhi sintesis protein mikroba serta asam amino

secara efisien (Soetanto, 1997). Konsentrasi amonia dalam cairan merupakan

rumen faktor yang penting dalam menentukan laju sintesis protein mikroba. Satter

dan Slyter (1974) berpendapat bahwa kadar NH3 yang optimal untuk sintesis

protein mikroba adalah berkisar antara 50 – 80 mg N/liter.

Produk hidrolisis utama dari karbohidrat di adalam rumen adalah glukosa

(Sutardi, 1978; Cherkawski, 1986). Selanjutnya glukosa terus menerus

difermentasi menjadi VFA dengan komponen utama terdiri dari asam asetat (C2),

propionat (C3), dan butirat (C4) yang merupakan sumber energi utama bagi

ruminansia (Van Soest, 1994) dan sumber rantai karbon. C2, C3, C4, CO2, dan gas

methane adalah hasil akhir pencernaan mikroba renik dan metabolisme

karbohidrat pakan (Tillman, dkk., 1991). C2 dan C4 merupakan sumber energi

untuk oksidasi dan bersifat ketogenik, sedangkan C3 digunakan untuk proses

9

Page 10: Sekilas Tentang Pakan Dan Ternak Ruminansia

glukoneogenesis atau bersifat glukogenik (Chuzaemi, 1994). Perbandingan C2/C3

sering digunakan sebagai indikator efisiensi penggunaan energi dan kualitas

produk yang dihasilkan, apakah mengarah kepada pembentukan lemak air susu

atau pembentukan daging untuk penggemukan.

6. Pakan Komplit

Salah satu cara pemberian pakan pada ternak potong adalah dengan

memberikan bahan pakan sumber serat dan konsentrat dalam bentuk campuran

atau lebih dikenal dengan pakan komplit. Pakan komplit adalah campuran

konsentrat dan hijauan menjadi suatu bentuk ransum tunggal (Blakely dan Bade,

1998). Ørskov (1998) menyatakan bahwa dengan sistem pakan komplit dapat

diupayakan pencapaian kondisi yang stabil dalam rumen dan secara umum

memberikan kesehatan yang baik bagi ternak potong. Sistem pemberian pakan

komplit merupakan alternatif yang perlu dipertimbangkan oleh peternak ternak

potong, tetapi perlu diperhatikan bahwa pada ternak potong tetap diperlukan

pakan serat dalam jumlah optimal agar tidak mengganggu stabilitas kualitas

daging khususnya kadar lemak daging.

Ørskov (1998) menyatakan bahwa penggunaan sistem pakan komplit pada

ternak sapi akan menghindarkan seleksi pakan sehingga sebagian besar bagian

pakan akan dapat dikonsumsi, dan dapat meningkatkan efisiensi dalam usaha

peternakan ternak potong (Owen, 1981). Kondisi ini telah menjadi fenomena

tersendiri, yaitu peternak sapi telah mempunyai alternatif efesiensi serta

menguntungkan dalam manajemen penyediaan dan pemberian pakan.

Pakan komplit juga dapat diaplikasikan pada ternak domba. Pada

beberapa kasus, penggunaan pakan komplit diharapkan dapat mengurangi

pengaruh debu pada pada bentuk tepung (mash) sehingga dapat meningkatkan

palatabilitas. Dengan demikian konsistensi serta stabilitas pakan menjadi lebih

baik. Meskipun harga realatif lebih tinggi, namun permasalahan tersebut akan

dapat diatasi dengan peningkatan produktivitas. Beberapa studi di lapang

menunjukkan hasil bahwa penggunaan pakan komplit mampu meningkatkan

produksi susu kambing sampai dengan 7 persen (An-Kuo Su, 2003).

10

Page 11: Sekilas Tentang Pakan Dan Ternak Ruminansia

7. Palatabilitas-Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan

Pakan adalah bahan yang dapat dimakan dan dikonsumsi ternak untuk

memenuhi kebutuhan energi dan zat-zat makanan lainnya (Vohra, 1983).

Wahyu (1988) menyatakan bahwa konsumsi pakan adalah jumlah pakan yang

diberikan dikurangi dengan pakan yang tersisa. Konsumsi pakan tergantung

beberapa hal, seperti besar dan bangsa ternak, suhu lingkungan, tahap produksi,

perkandangan, besarnya tempat pakan per ekor, keadaan air minum, periode

pertumbuhan, kesehatan dalam kandang dan jumlah energi dalam ransum.

Pakan merupakan salah satu unsur yang sangat vital dalam usaha

peternakan, oleh karena itu penyediaan dan pemberiannya harus diupayakan

kontinu sesuai dengan standar gizi menurut tingkatan umur ternak (Cahyono,

1998). Beberapa jenis hijauan dapat diberikan langsung namun ada jenis yang

harus diolah terleih dahulu agar racun yang terkandung dapat berkurang atau

hilang dan menjadi tidak berbahaya bagi ternak tetapi tetap disukai.

Pertambahan bobot badan merupakan selisih antara bobot badan akhir

dengan bobot badan awal. Hafez dan Dyer (1969) menyatakan bahwa

pertambahan bobot badan dapat digunakan untuk menilai respon ternak terhadap

berbagai jenis pakan, lingkungan dan tata laksana yang diterapkan. Kualitas

ransum berpengaruh terhadap laju pertumbuhan domba. Pada domba yang

digemukkan dengan bobot awal ± 20 kg membutuhkan pakan dalam bentuk

hijauan sekitar 3 kg dan perlu diberikan penguat berbentuk konsentrat sekitar 300

gr per ekor/hari (Cahyono, 1998).

Untuk pertumbuhan bagi hewan yang masih muda dibutuhkan ransum

dengan kandungan protein yang tinggi dibutuhkan terutama untuk pembentukan

jaringan (Cahyono, 1998). Hal ini sesuai dengan pendapat Umberger (1996,

http://www.ext.vt.edu/pubs/sheep/410-853/410-853.html#L3 ) pakan pengemukan

untuk domba muda dengan berat 20 – 35 kg diusahakan mengandung 78 % TDN

dan 16 % protein kasar, sedangkan untuk bobot badan > 35 kg dapat diturunkan

level protei kasarnya sampai dengan 14%.

11

Page 12: Sekilas Tentang Pakan Dan Ternak Ruminansia

DAFTAR PUSTAKA

Conway, E.J., 1950. Microdiffusion Analysis and Volumetric Error. 3rd Ed. Crosby Loskwood and Sons, Ltd. London.

Abdurrachman, D. 1981. Penggunaan jerami padi untuk makanan ternak. Warta Pertanian. Departemen Pertanian Jakarta Indonesia. 60, 31-36.

Ahmad, R. Z., Pemanfaatan Khamir Saccharomyses Cerevisiae Untuk Ternak. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/index.php? Akses 25 September 2007

Anggorodi, R. 1979. Ilmu makanan ternak umum. PT Gramedia. Jakarta. 193-196.Anonimous, 2000. Pembuatan Jerami Fermentasi, Instalasi Penelitian dan Pengkajian

teknologi Pertanian MataramAnonimous, 2003. Jerami Padi Fermentasi sebagai Ransum Dasar Ternak Ruminansia,

Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol. 25 No. 3. Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Anonimous, 2003. Sekilas : Jerami untuk Pakan Ternak, Suara Pembaharuan Daily, Jakarta.

Anonimous, Kapang Aspergilus Oryzae, Pakan Imbuhan untuk Domba.http://www.pustaka-deptan.go.id/publication/wr26204l.pdf . Akses 30 April 2007

Bachruddin, Z., 1996. Pengukuran pH dan asam lemak terbang (Volatile Fatty Acids - VFA) cairan rumen dengan Gas Khromatografi (Kursus Singkat Teknik Evaluasi Pakan Rumiansia). Fakultas Peternakan UGM,Yogyakarta.

Budi Haryanto, Supriyati dan Sri Nastiti Jarmani (2004). Pemanfaatan probiotik dalam bio-proses untuk meningkatkan nilai nutrisi jerami padi untuk pakan domba = The Use of probiotics in the bio-process to increase the nutritive value of rice straws for sheep. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Iptek sebagai motor penggerak pembangunan sistem dan usaha agribisnis peternakan Bogor 4-5 Agustus 2004. Bogor: Puslitbang Peternakan. Buku 1. Hal. 298-304

Blakely, J., and D.H. Bade, 1998. Ilmu Peternakan. Edisi IV, terjemahan, B. Srigandono dan Soedarsono, Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

Brotonegoro, S. 1979. Pengawetan I3erbagai Makanan Ternak Secara Fermentasi Asani Laktat. Proceeding Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan Peternakan. Bogor.

Brown, L.E and W. L Johnson. 1985. Intake and digestibility of Wheat Straw Diets by Goats and Sheep. J. Animal Science. 60 : 1318-1323.

Cahyono, B., 1998, Beternak Domba dan Kambing : Cara Meningkatkan Bobot dan Analisis Kelayakan Usaha, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Church, D. C.1976. Digestive Physiology and Nutrition Of Ruminants 2nd Ed. Metropolitan Printing Co. Oregon.

Chuzaemi, S., dan Hartutik, 1988. Ilmu Makanan Ternak Khusus. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.

Cullison, A.E., 1979. Feed and Feeding. 2nd Ed. Reston Publishing Company, Inc. A Prentice Hall Company. Virginia.

Czerkawski, J.W., 1986. An Introduction to Rumen Studies. 1st Ed. Pergamon Press. London.

12

Page 13: Sekilas Tentang Pakan Dan Ternak Ruminansia

Daryanti Sri, M. Arifin dan Sunarso. 2002. Respon Produksi Sapi Peranakan Ongole terhadap Aras Pemberian Konsentrat dan PakanJerami Padi Fermentasi. Pros. Seminar Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Agribisnis. Yogyakarta, 2 Nov. 2002. Teknologi Pertanian Yogyakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Pengkajian

Doyle, P.T., C. Devendra and G.T. Pearce. 1986. Rice Straw as Feed for Ruminants. International Development Program of Australian University and Colleges Limited (IDP). Canberra 96.

David, J. S., Byers F.M. and Shelling G.T., 1988. Nutrient needs during critical periods of life cycles. In : The Ruminant Animal Digestive Physiology and Nutrition. Church, D.C. (ed). A Reston Book. Prentice Hall. Englewood Cliffs. New Jersey.

Diggins, R.F., C.E. Bundy and V.W. Christensen, 1979. Dairy Production. 4th Ed. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffts. New Jersey.

Djanah, D., 1985. Makanan Ternak Herbivora. CV. Yasaguna. Surabaya.Ensminger, M.E, J.E Old Field and W.W. Hinennan. 1990. Feed and Nutrition. Second

Ed. The Ensminger Publ. Comp. California.Erwin, E.S. and N.G Elliston, 1959. Rapid Methode of Determining Digestibility of

Concentrateand Roughage in Cattle. Journal Animal Science 18 : 1518.Fardias S, 1988. Fisiologi Fermentasi Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian

Bogor.Haenlein G.F.W., 2002. Feeding Goats for Improve Milk and Meat Production. In

www.goatworld.com. 15 Pebruari 2007.Hafez, E.S.E. and A.L. Dyer, 1969. Animal Growth and Nutrition. Lea Febinger.

Philadelphia.Hartutik, 1983. Limbah Pertanian sebagai Makanan Ternak Ruminansia dan Cara-cara

untuk Memperbaiki Nilai Nutrisi. NUFIC - Universitas Brawijaya. Malang.Ibrahim, M. N. M., D. N. S. Fernando and S. N. F. M. Fernando. 1984. Evaluation of

Different Methods of Urea Amonia Treatment for Use at The VillageLevel. In “The Utilization of Fibrous Agricultural Residues as Animal Feeds”. Editor PT Doyle. School of Agricultural and Fresty The University of Mealbourne Parkville. Victoria. 131-139.

Mc. Donald, P., R.A Edward and J.F.D. Greenhalgh. 1987. Animal Nutrition 4th Ed. ELBS Longman. London

Mchres, A.Z. and F.R. Orkskov, 1977. A Study of The Artificial Fibre Bag Technique for Determining The Disgetibility of Feeds In The Rumen. Jounal Agriculture Science. Camp. 88 : 650

Miller, W.J., 1979. Dairy Cattle and Nutrition. Academic Press, Inc. New York.Muljono, .1. 1990. Teknologi Fermentasi. Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.Noor Ikhsan. 2004. Pengaruh Berbagai Probiotik pada Fermentasi Jerami Padi Terhadap

Degradasi Bahan Kering dan Bahan Organik secara In Sacco. Skripsi Jurusan Peternakan Fak. Pertanian. Univ. Wangsa ManggalaYogyakarta.

Notojoewono, A.W. 1975. Berkebun Tebu Komplitng. Jilid 1. Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia. Pasuruan

Nurhayati. T. Romziah S.B. Setiono. H. Anam M.A.A 1992. Pemanfaatan Limbah Ampas Tebu sebagai Pakan Ternak melalui proses Kombinasi Amoniasi. Pengukusan dan Fermentasi. Lembaga Penelitian Unair.

Ørskov, E.R, 1988. Protein Nutrition in Ruminants. 2nd Edition. Academic Press Limited. London.

13

Page 14: Sekilas Tentang Pakan Dan Ternak Ruminansia

Ørskov, E.R, 1998. The Feeding of Ruminants : Principal and Practise. 2nd Editon. Chalcombe Publications. London.

Orskov, E.R. F.D Deb Howell and Mould F., 1980. The Use of The Nylon Bag Teknologi of Feeds Stuffs. Trop. Animal. Prod.

Rahayu. K dan Sudanmadji, 1989. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gajah Mada.

Ranjahn, S.K., 1993. Animal Nutrition and Feeding Practice. 4th Revised Ed. Vikas Publishing House PVT, Ltd.

Sastrosupadi, 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Edisi Revisi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Satter, L.D. and L.L. Slyter, 1974 Effect of ammonia concentration on rumen microbial protein production in vitro. British J.l Nutr. 32 : 199 – 208.

Schlegel, H.G. 1984. Mikrobiologi Umum. Penerjemah Tedjo Baskoro. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Siregar,S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. PT. Penebar Swadaya,Indonesia.Su An-Kuo, 2003. Feeding of Total Mixed Rations to Dairy Goats. Buletin Food and

Fertilizer technology Center. Taiwan. In www.fftc.agnet.org.library/pt.Sundstol, F, dan E Owen 1984. Straw and Other Fibrous by Produck As Feed.

Elsevier. Amsterdam. Oxford, New York. Tokyo.Susetyo, S. 1980. Padang Penggembalaan. Departemen Ilmu Makanan. Ternak.

Fakultas Peternakan. IPB. BogorSudono, A dan T. Sutardi, 1969. Pedoman Beternak Sapi Perah. Direktorat Peternakan

Rakyat. Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.Tilley, J.M.A. and R.A. Terry, 1963. The relationship between the soluble constituent

herbage and their dry matter digestibility, J. British Grass Sci. 18 : 104 – 111.Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S Lebdosukojo.

1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-5. Gadjah Mada University Press,Umberger, S.H., Feeding Sheep. Virginia Coorporative Extension. Publication Number

410-853, June 1996. http://www.ext.vt.edu/pubs/sheep/410-853/410-853.html#L3 . Akses 25 September 2007.

Utomo, R. 1999. Jerami Padi sebagai Pakan : Potensi, Kendala dan Prospek. Pidato Pengukuhan Jabatan Lektor Kepala pada Fak. PeternakanUniv.GadjahMada Yogyakarta.

Utomo, R., 2004, Review hasil-hasil Penelitian Pakan sapi Potong, Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, Puslibang Peternakan, Jakarta.

Wardhani, N. K. 2002. Pengolahan Limbah Pertanian. Pros. Lokakarya Sistem Integrasi Padi -Ternak I.Yogyakarta.

Wina, E., 2006. Teknologi Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Pakan untuk meningkatkan Produktivitas Ternak Ruminansia di Indonesia. Sebuah review. Puslitbangnak Bogor. Rabu, 12 Juli 2006

14