praktikum getaran mekanis 2015

31
MODUL 1 WHIRLING SHAFT 1. TUJUAN PRAKTIKUM Mengamati fenomena whirling pada poros yang berputar yang kecil-panjang. Mengetahui nilai putaran kritis dari poros yang berputar. Membandingkan putaran kritis yang didapat secara praktek dengan putaran kritis yang didapat secara teori. 2. PERALATAN Beban silinder alimunium ( 1 buah ) Penggaris 50 cm ( 1 buah ) Satu set whirling shaft apparatus Power supply Tachometer Kunci L Alat-alat yang digunakan 3. LANDASAN TEORI Ketika suatu poros berputar, maka akan terjadi fenomena whirling , yaitu fenomena dimana poros berputar akan mengalami defleksi yang diakibatkan oleh gaya sentrifugal yang dihasilkan oleh eksentrisitas massa poros. Fenomena ini terlihat sebagai poros yang

Upload: dwi-prasetyo-arifin

Post on 28-Jan-2016

629 views

Category:

Documents


68 download

TRANSCRIPT

MODUL 1

WHIRLING SHAFT

1. TUJUAN PRAKTIKUM

Mengamati fenomena whirling pada poros yang berputar yang kecil-panjang.

Mengetahui nilai putaran kritis dari poros yang berputar.

Membandingkan putaran kritis yang didapat secara praktek dengan putaran kritis yang

didapat secara teori.

2. PERALATAN

Beban silinder alimunium ( 1 buah )

Penggaris 50 cm ( 1 buah )

Satu set whirling shaft apparatus

Power supply

Tachometer

Kunci L

Alat-alat yang digunakan

3. LANDASAN TEORI

Ketika suatu poros berputar, maka akan terjadi fenomena whirling , yaitu fenomena

dimana poros berputar akan mengalami defleksi yang diakibatkan oleh gaya sentrifugal

yang dihasilkan oleh eksentrisitas massa poros. Fenomena ini terlihat sebagai poros yang

berputar pada sumbunya dan pada saat yang sama poros yang berdefleksi juga berputar

relatif mengelilingi sumbu poros.

Fenomena whirling terjadi pada setiap sistem poros, baik yang seimbang maupun tidak.

Pada sistem yang seimbang, fenomena ini dapat disebabkan oleh defleksi statis atau gaya

magnetik yang tidak merata pada mesin – mesin elektrik.

Defleksi awal ini membuat poros berputar dalam keadaan bengkok . Gaya sentrifugal

yang terjadi akan terus membuat defleksi terjadi sampai keadaan seimbang yang berkaitan

dengan kekakuan poros tercapai. Poros yang berputar melewati putaran kritisnya lalu akan

mencapai keadaan setimbang.

Skema whirling shaft :

Dimana : M = massa beban (kg)

h = defleksi awal (m)

y = defleksi sentrifugal (m)

(h+y) = defleksi total (m)

Maka, gaya sentrifugal radialnya adalah :

𝑀𝜔2(ℎ + 𝑦)

yang sama dengan gaya elastis pada poros, maka :

𝑀𝜔2(ℎ + 𝑦) = 𝑘𝑦

Dimana : k = elastisitas poros (N/m)

Sehingga didapat perbandingan :

𝑦

ℎ=

1

𝑘𝑀𝜔2 − 1

Jika 𝑓𝑛 = √𝑘

𝑀= √

𝑔

𝛿 adalah frekuensi alami getaran poros, maka :

𝜔𝑐 =1

2𝜋√

𝑘

𝑀

Dimana : 𝛿 = defleksi statis dari poros yang mengalami pembebanan W =

Mg pada titik tengahnya (m)

𝜔𝑐 = kecapatan kritis angular dari sistem

Lalu didapat :

𝑦

ℎ=

1

(𝜔𝑐

𝜔 )2

− 1

Jika = 𝜔𝑐 , maka 𝑦

ℎ= ∞, ini merupakan kondisi untuk terjadinya whirling yang besar.

Maka :

𝑁𝑐 =1

2𝜋√

𝑔

𝛿=

0,498

√𝛿

Kondisi pada percobaan :

1) Piringan berada ditengah poros :

𝛿 =𝑀𝑔𝐿3

48𝐸𝐼

Dimana : E = Modulus Young untuk logam poros (Pa)

I = Momen Inersia Area Poros (m4) = 𝜋𝑑4

64

Sehingga didapat persamaan untuk putaran kritis :

𝑁𝑐 = 1,103√𝐸𝐼

𝑀𝐿3

Catatan : Nc dalam rps (rotation per second)

2) Piringan tidak berada ditengah poros :

𝑁𝑐 = 0,276√𝐸𝐼𝐿

𝑀𝑎2𝑏2

Catatan : Nc dalam rps (rotation per second)

4. PROSEDUR PERCOBAAN

Untuk melakukan pratikum whirling shaft langkah kerja yang harus dilakukan adalah

sebagai berikut:

1) Power supply, whirling shaft apparatus,beban, dan tachometer dirangkai

sesuaipetunjuk.

2) Posisi tumpuan shaft diatur sesuai dengan variabel yang diingkinkan. Jarak

tumpuanshaft yang konstan terhadap beban adalah 25.5 cm (jarak a).

3) Posisi tumpuan b diatur sesuai dengan data yang akan diambil. Data yang diambil

untukjarak b terhadap beban 35 cm, 40 cm, 45 cm, 50 cm, dan 55 cm.

4) Motor dinyalakan untuk memutar shaft.

5) Dilakukan pengamatan terhadap getaran shaft.

6) Kecepatan putar shaft yang menghasilkan getaran paling besar dicatat.

7) Motor dimatikan dan posisi b dirubah untuk pengamatan selanjutnya.

5. HASIL DAN EVALUASI

Data Praktikum

Massa jenis alumunium(teoritis) : 2700 kg/m3

Diameter beban (d) : 70 mm = 0.07 m

Ketebalan (t) : 15 mm = 0,015 m

Diameter shaft : 6.1 mm = 0.0061 m

Modulus Young (E) : 9300 MPa

Data Hasil Percobaan

Jarak a (m) Jarak b (m)

Putaran

Kritis

(rpm)

0.225 0.25 1393

0.225 0.3 1180

0.225 0.35 1208

0.225 0.4 1139

0.225 0.45 1111

0.225 0.5 954

0.225 0.55 884

Pengolahan Data

a. Perhtiungan massa untuk beban pada percobaan whirling:

𝑚 = 𝜌 × 𝑉

𝑚 = 2700 ×𝜋(0,075)20,015

4

𝑚 = 2700 × 5,773. 10−5

𝑚 = 0,156 𝑘𝑔

b. E = Modulus young = 9300 MPa = 9300 . 106 N/m2

c. I = Momen Inersia = 𝜋𝑑4

4 =

𝜋0.00614

4 = 1,087 . 10-9 m4

d. Putaran kritis teoritis:

𝑁𝑐 = 0,276√𝐸𝐼𝐿

𝑀𝑎2𝑏2

Dimana L nya berubah-ubah tergantung a dan b

e. Error = 𝑁𝑟𝑒𝑎𝑙−𝑁𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

𝑁𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠𝑥100%

Tabel Pengolahan Data

Jarak a (m) Jarak b (m) Putaran Kritis (rpm) Putaran Kritis teoritis(rpm) error (%)

0.225 0.25 139.3 27.22 411.7560617

0.225 0.3 118 23.85 394.7589099

0.225 0.35 120.8 21.39 464.7498831

0.225 0.4 113.9 19.52 483.5040984

0.225 0.45 111.1 18.03 516.1952302

0.225 0.5 95.4 16.82 467.1819263

0.225 0.55 88.4 15.8 459.4936709

Grafik Putaran Kritis vs Jarak B

Grafik Error RPM vs Jarak B

6. ANALISIS

a. Percobaan

Pada modul praktium pertama yang dilakukan oleh praktikan pada rangkaian praktikum

getaran mekanis yakni modul whirling shaft ini, praktikan mengamati fenomena whirling

yang terjadi pada poros dan beban, dimana adanya defleksi yang dirasakan oleh poros

alumunium. Praktikan menggunakan alat whirling shaft apparatus yang terhubung dengan

power supply yang berguna untuk memutar poros yang bersangkutan.

Data umum untuk praktikum modul whirling shaft sudah disediakan oleh senior

assistant praktikan. Data tersebut termasuk massa jenus alumunium, yakni 2700 kg/m3, lalu

tersedia pula ketebalan dari beban, diameter beban yang memang berbentuk seperti silinder,

lalu diameter shaft. Data lengkapnya sudah praktikan letakan di bagian atas laporan ini.

Teknisnya, praktikan akan mengamati pengeruh dari tumpuan terhadap fenomena whirling

yang terjadi, sehingga tumpuan yang ada di modul ini terbagi menjadi dua jenis tumpuan,

yakni tumpuan tetap (fixed, yang selanjutnya disebut sebagai tumpuan A) dan tumpuan

bebas (tumpuan B). Jarak A dimaksudkan untuk 25.5 cm, namun setelah dilakukan

pengukuran langsung, ternyata untuk kelompok kami jaraknya telah berubah menjadi 22.5

cm. Sedangkan tumpuan B yang bertugas menjadi modifier memiliki variasi untuk 25 cm,

30 cm, 35 cm, 40 cm, 45 cm, 50 cm, dan 55 cm.

0

100

200

300

400

500

600

0 0 . 1 0 . 2 0 . 3 0 . 4 0 . 5 0 . 6

ERR

OR

(%

)

JARAK B (M)

ERROR VS JARAK B

Praktikum dimulai dengan mengatur jarak A (yang tidak akan berubah-ubah lagi) yatu

pada jarak 22.5 cm, lalu tumpuan B diatur dimulai pada jarak 25 cm. Masing-masing

tumpuan terkunci dengan bolt bermata L, sehingga dibutuhkan kunci L untuk membongkar

dan memasang kembali rangkaian. Lalu, power supply diaktifkan dan poros alumunium

akan mulai berputar.

Proses pengaturan jarak tumpuan

Praktikan kemudian harus mencari vibrasi terbesar yang terjadi di system tersebut.

Bagian ini seharusnya dilakukan dengan menggunakan vibratometer, namun karena

ketidaktersediaan alat, praktikan diharuskan untuk mengira-ngira vibrasi terbesar yang

terjadi sambil mengatur putaran poros tersebut. Setelah dirasa mendapatkan vibrasi

terbesar, praktikan kemudian mengukur rpm yang dirasakan oleh poros tersebut

menggunakan tachometer, dan mencatat angka yang terbaca pada alat tachometer. Setelah

itu, power supply dinonaktifkan, dan praktikan harus membongkar rangkaian tersebut

sehingga tumpuan B dapat diubah ke jarak-jarak yang bervariasi.

b. Hasil

Setelah rangkaian praktikum tersebut selesai dilakukan, berbekal dengan data rpm yang

sudah praktikan dapatkan, praktikan dapat melakukan pengolahan data. Setalah

mendapatkan juga beberapa data literature, dengan meenggunakan hubungan antara E

(modulus young), I (inersia), praktikan kemudian dapat mendapatkan rpm teoritis. Hasilnya

ternayata terdapat peryimpangan yang cukup besar mencapat 500%.

Tachometer yang digunakan

Analisis yang praktikan coba kemukakan dimulai dari faktor ketelitian dalam mengukur

posisi baik A maupun B, karena penggunan penggaris yang praktikan gunakan, baik

kesalahan dari manusia maupun dari faktor ketelitian dari penggaris tersebut.

Ketidaktersediaan vibratometer juga membuat praktikan sulit untuk menentukan vibrasi

tersebesar yang dialami oleh system, karena saat praktikum dilakukan, kondisi dimana

power supply diaktifkan selalu system sudah berguncang sangat hebat, bahkan osilasinya

dapat membuat rangkaian tersebut berjalan tidak terkendali. Kondisi ini membuat praktikan

menjadi ragu untuk menambah power ke shaft, karena untuk menghindari kerusakan pada

alat-alat di Lab. DTM FTUI. Hal ini selalu terjadi disetiap variasi tumpuan B, sehingga

praktikan tidak memodifikasi lagi power yang masuk ke shaft.

Faktor selanjutnya adalah faktor pengukuran dari tachometer yang digunakan, walaupun

praktikan sudah menggunakan tachometer tersebut dengan benar (yakni dengan satu poros

dengan arah putar shaft) namun praktikan sebelumnya sudah mencoba alat tersebut ke

poros yang sedang diam dan tachometer tersebut malah membaca adanya rotasi yang

terjadi. Mungkin hal ini juga dipengaruhi oleh umur alat tachometer tersebut yang sudah

tua, sehingga tidak terkalibrasi dengan baik. Praktikan juga menghadapi perdebatan dengan

praktikan lainnya untuk masalah pembacaan tachometer yang terus berubah (yang mana

hal ini sebenarnya normal karena tegangan dari PLN yang tidak stabil) sehingga praktikan

tidak dapat menenetukan angka mana yang seharusnya dimasukkan ke dalam pencatatan

data.

c. Grafik

Hasil pengolahan data tersebut juga dapat praktikan olah dalam bentuk grafik sehingga

dapat ditemukan adanya fenomena-fenomena lainnya yang terjadi pada system. Contohnya

pada grafik yang merupakan hubungan antara kecepatan putar dengan jarak b, dapat dlihat

bahwa ssemkain besar jarak B yang diberikan, maka kecepatan putar kritisnya akan

semakin turun. Dapat disimpulkan bahwa hubungan keduanya adalah hubungan

berbanding terbalik. Dapat terlihat juga seharusnya yang terjadi adalah trendnya seharunsya

semakin menurun, namun beberapa kali hasil dari percobaan menunujukan adanya

kenaikan.

7. KESIMPULAN

a. Fenomenda whirling dapat terjadi di poros yang memilii beban tambahan dan berputar

b. Panjang shaft hubungannya berbanding terbalik dengan putaran kritis

c. Semakin panjang shaft maka putaran kritis akan semakin lambat

d. Putaran kritis dapat diketahui dengan hubungan antara putaran kritis dengan panjang

sahft

e. Penempatan titik beban pada shaft menentukan titik putaran kritis pada shaft tersebut.

8. REFERENSI

Thomson, William. Theory of Vibration with Application 5th Edition. 1998. Prentice-

Hall International

Meriam, J.L, Kraige, L.G. Engineering Mechanics Dynamics Fifth Edition SI Version.

2004. John Wiley and Sons

MODUL 2

GETARAN BEBAS DENGAN PEREDAMAN COULOMB

1. TUJUAN PRAKTIKUM

Mengukur massa dari suatu objek melalui periode naturalnya.

Membandingkan massa objek yang didapat melalui periode natural dengan massa yang

dengan menggunakan timbangan.

2. PERALATAN

Untuk melakukan praktikum mengenai getaran bebas dengan peredaman coulomb

inidiperlukan alat sebagai berikut:

Rangkaian pegas

Beban

Penggaris

Stopwatch

3. LANDASAN TEORI

Bila objek bergerak ke kanan dan dilepas, maka gaya yang bekerja pada sistem adalah

gaya pegas = 𝑘𝑒𝑞𝑥 dan gaya gesekan = 𝜇𝑁

Dalam persamaan gerak :

∑ 𝐹 = 𝑚𝑎

−𝑘𝑒𝑞𝑥 + 𝜇𝑚𝑔 = 𝑚�̈�

Dengan penyelesaian :

𝑥 = 𝐴 cos 𝜔𝑛𝑡 + 𝐵 sin 𝜔𝑛𝑡 + 𝜇𝑚𝑔

Jika t = 0, maka :

𝑥 = 𝑥0 , maka : 𝑥0 = 𝐴 +𝜇𝑚𝑔

𝑘𝑒𝑞

𝐴 = 𝑥0 −𝜇𝑚𝑔

𝑘𝑒𝑞

�̇� = 0, maka : 𝜔𝑛𝐵 = 0

Karena 𝜔𝑛 tidak selalu 0, maka B = 0

Maka penyelesaiannya berbentuk :

𝑥 = (𝑥0 −𝜇𝑚𝑔

𝑘𝑒𝑞) cos 𝜔𝑛𝑡 +

𝜇𝑚𝑔

𝑘𝑒𝑞

Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa peredaman dalam sistem terjadi karena

amplitudo gerakan berkurang secara kontinu. Setiap setengah siklus, amplitudo getaran

berkurang sebesar 2 (𝜇𝑚𝑔

𝑘𝑒𝑞).

Mencari frekuensi natural :

Dari persamaan gerak :

𝑚�̈� + 𝑘𝑒𝑞 (𝑥 −𝜇𝑚𝑔

𝑘𝑒𝑞) = 0

Dengan :

𝑥′ = 𝑥 −𝜇𝑚𝑔

𝑘𝑒𝑞

�̇�′ = �̇�

�̈�′ = �̈�

Maka :

𝑚�̈�′ + 𝑘𝑒𝑞𝑥′ = 0

�̈�′ +𝑘𝑒𝑞

𝑚𝑥′ = 0

Sehingga :

𝜔𝑛 = √𝑘𝑒𝑞

𝑚

Dalam frekuensi :

𝑓𝑛 =1

2𝜋√

𝑘𝑒𝑞

𝑚

Dalam perioda :

𝜏𝑛 = 2𝜋√𝑚

𝑘𝑒𝑞

Dalam percobaan, akan dilakukan perbandingan antara massa objek yang diukur dengan

timbangan dengan massa objek yang didapat dengan menggunakan rumus :

𝑚 =𝜏𝑛

2𝑘𝑒𝑞

4𝜋2

Setelah itu, persentase kesalahan akan dihitung dengan menggunakan rumus :

𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 =|𝑚 − 𝑚𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔|

𝑚𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔. 100%

4. PROSEDUR PERCOBAAN

Untuk melakukan pratikum getaran bebas dengan peredaman coulomb langkah kerja

yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:

1) Rangkaian pegas disiapkan untuk dilakukan percobaan.

2) Beban yang akan diujikan diukur massanya terlebih dahulu. Pada percobaan ini

digunakan beban berat badan praktikan.

3) Beban diletakkan pada system pegas.

4) Pegas ditarik dari keadaan setimbang hingga 7 cm.

5) Beban dilepaskan dan dihitung berapa banyak beban berosilasi dan dihitung

waktu osilasinya.

6) Percobaan diulangi untuk simpangan awal 8, 9,10, 11 cm.

7) Data yang diperoleh dicatat.

5. HASIL DAN EVALUASI

Pada percobaan kedua dari rangkaian praktikum praktikan kemudian mendapatakan

data yang berkaitan dengan n osilasi dan waktu dari osilasi tersebut. Dan sesuai dengan

data juga diketahui bahwa setiap pegas memiliki konstanta kekakuan 500 N/m, sehingga

ekuivalensi nya adalah 2000 N/m.

Bangku untuk percobaan coulomb

Gambar system yang disederhanakan

Massa dari salah satu kolega praktikan adalah 51 kg kemudian massa tersebut

menentukan osilasi yang terjadi pada system. Dengan jumlah dan waktu dari osilasi pada

system, maka dapat diketahui periode dari getaran system. Percobannya dilakukan

sebanyak tiga kali untuk setiap variasi simpangan. Sehingga praktikan masing-masing

memiliki tiga data periode untuk simpangan yang berbeda pula.

Untuk mencari massa teoritis dan data-data pendukung lainnya menggunakan

persamaan berikut:

𝜏𝑛 =𝑡

𝑛 (1)

𝑚 =𝜏𝑛

2𝑘𝑒𝑞

4𝜋2 (2)

𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 =|𝑚 − 𝑚𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔|

𝑚𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑥100% (3)

τn = Periode Getaran

n = Jumlah Getaran

t = Waktu Getaran

k = Kekakuan Getaran

m = Massa Teoritis

mtimbang = Massa Beban Aktual

Dapat disimpulkan dari persamaan-persamaan diatas, maka jumlah getaran dan waktu

getaran (periode) dapat diperoleh menggunakan persamaan 1. Sedangkan nilai kekakuan

system pegas dan periode reratanya dapat diperoleh juga massa teoritis menggunakan

persamaan 2. Sedangkan kesalahan (error) dapat diperoleh menggunakan selisih massa

aktual dan massa teoritis dalam bentuk persen.

Data Praktikum

Keq = 2000 N/m

Massa aktual = 51 kg

Xo (m) n t (s)

1 2 3 1 2 3

0.07 2.5 2.25 2.25 2.8 2.9 3.6

0.08 2.25 2.25 2.25 3.6 3.3 3.2

0.09 2.25 2.25 2.25 3.7 3.6 3.7

0.1 2.75 2.75 2.75 3.3 3.7 4.1

0.11 2.75 2.75 2.75 4 3.9 4.1

Kemudian dilakukan perhitungan yang digunaan untuk verifikasi antara periode dan

massa (aktual dan teoritis). Digunakan persamaan (1) dan (2), maka table data menjadi

seperti berikut:

Xo (m)

n t (s) tn tn m error

1 2 3 1 2 3 1 2 3 rata-

rata teoritis massa (%)

0.07 2.5 2.25 2.25 2.8 2.9 3.6 1.12 1.29 1.6 1.3363 90.46358 77.3795632

0.08 2.25 2.25 2.25 3.6 3.3 3.2 1.6 1.47 1.42 1.4963 113.4236 122.399217

0.09 2.25 2.25 2.25 3.7 3.6 3.7 1.644 1.6 1.64 1.62963 134.5383 163.800659

0.1 2.75 2.75 2.75 3.3 3.7 4.1 1.2 1.35 1.49 1.34545 91.7078 79.8192211

0.11 2.75 2.75 2.75 4 3.9 4.1 1.455 1.42 1.49 1.45455 107.1822 110.161252

Grafik Error Massa vs Simpangan

Grafik Massa Teoritis vs Simpangan

Grafik Error Massa vs Periode

Grafik Periode vs Simpangan

6. ANALISIS

a. Perobaan

Pada modul kedua yakni modul getaran mekanis dengan peredam coulomb, yang mana

merupakan praktikum yang melibatkan alat di Lab. DTM FTUI yang berupa bangku buatan

yang memiliki 4 buah pegas, yang terhubung dengan bearing di slide bangku tersebut, jadi

dengan mengandalkan berat badan salah satu kolega praktikan, praktikan dapat mengamati

fenomena peredaman coulomb yang terjadi pada system.

Test Subject di atas alat

Teknis pengerjaan yakni, test subject (M. Priyo) yang memiliki berat badan 51 kg, duduk

di bangku tersebut, lalu praktikan lainnya berada di posisi masing-masing. Dibutuhkan

praktikan untuk memegang penggaris guna mengukur simpangan awal yang diberikan pada

system. Perlu juga praktikan untuk menarik bangku tersebut ke posisi simpangan awalnya,

sekaligus timer untuk mengukur lamanya system tersebut untuk kembali ke posisi awalnya.

Percobaan dilakukan tiga kali untuk setiap simpangan yang berbeda, yaitu untuk 7 cm, 8

cm, 9 cm, 10 cm, dan 11 cm.

b. Hasil

Dari hasil perobaan yang terlihat, dapat diperhatikan bahwa terdapat perbedaan yang cukup

signifikan antara massa aktual dari M. Priyo (51 kg) yang dibandingkan dengan massa yang

diperoleh dengan massa teoritis. Error yang dihasilkan bahkan mencapai angka lebih dari

100%. Analisis praktikan adalah, bahwa system yang terukur pada hasil hitung massa

teoritis adalah massa total, termasuk massa priyo + massa dari platform bangku tersebut.

Yang mana berat dari platform tersebut tidak praktikan ketahui secara pasti, karena tidak

dilakukan penimbangan massanya terlebih dahulu.

Disamping itu praktikan dan kolega sekelompok sempat berdebat mengenai definisi satu

siklus getaran yang terjadi pada system, karena cukup sulit untuk diperhatikan secara

langsung, karena adanya damper yang semakin memperkecil siklus setiap satuan waktunya.

Alhasil, nilai n yang tertera pada data hasil percobaan praktikan merupakan hasil yang

belum pasti. Dan praktikan juga menemukan adanya faktor pegas dan lubricants yang

memengaruhi hasil data. Pegas-pegas tersebut dirasa sudah tidak bisa bekerja secara

optimal, dan lubricant yang dalam hal ini oli/gemuk sudah sedikit ditemukan, sehingga

system bangku tidak dapat kembali ke posisi netral (titik 0) yang tertera pada penggaris

praktikan, jadi lagi-lagi posisi 0 selalu berubah setiap kali percobaan yang berbeda.

Tingkat ketelitian dari penggaris juga dirasa memiliki faktor yang berpengaruh, namun

tidak seberapa dibanding kesalahan yang lainnya, namun praktikan mengalami kesulitan

untuk menjaga agar penggaris tersebut juga tetap selevel (lurus) dengan arah gerak

platform, demi memperakurat hasil pengukuran. Tingkat ketilitian dari stopwatch juga

memiliki sedikir pengaruh kepada hasil, dimana stopwatch yang praktikan menggunakan

memiliki ketilitan 0.1.

Kesalahan yang mungkin terjadi adalah faktor kesalahan manusia yang tidak dapat

terelakkan dengan masalah koordinasi antar sesama anggota. Dimana dibutuhkan kordinasi

yang cermat antara pengamat osilasi dengan timer, serta ketilitian pencatat data. Postur

duduk dari M. Priyo juga turut ambil bagian, karena dibutuhkan posisi yang terus sama dari

percobaan I sampai percobaan terakhir. Tanpa adanya konsitensi dari hal ini juga dapat

mempengaruhi pengukuran osilasi yang teramati serta otomatis mempengaruhi hasil akhir

massa teoritis yang praktikan hitung.

c. Grafik

Dapat diamati dari hasil keempat tracing grafik yang praktikan lakukan, yakni Error massa

vs Simpangan, Massa teoritis vs Simpangan, Error massa vs Periode, dan Periode vs

Simpangan. Pada grafik pertama, hubungan antara persen kesalahan massa dengan

simpangan dapat dilihat trendnya secara garis besar adalah naik seiring bertambahnya

simpangan, hanya menurun di titik 10 cm. Hal ini dapat terjadi karena posisi titik 10 cm

yang lebih bisa dilihat secara akurat pada penggaris praktikan, namun lagi-lagi ini semua

bisa terjadi karena analisis hasil yang sudah praktikan sebutkan sebelumnya.

Pada grafik kedua, hubungan anatara massa teoritis dengan simpangan trendnya kurang

lebih bisa dikatakan sama dengan trend grafik pertama. Karena memang terlihat bahwa

hubungan antara massa teoritis dengan error massa berbanding lurus.

Pada grafik ketiga, hubungan antara persen kesalahan massa dengan periode terlihat lebih

linier dibanding grafik-grafik lainnya. Sedangkan grafik keempat yakni hubungan antara

periode dengan simpangan trendnya kurang lebih sama dengan grafik pertama dan kedua.

7. KESIMPULAN

a. Hubungan antara simpangan, dan periode dapat digunakan untuk mengukur massa.

b. Adanya kesalahan pengukuran yang besar untuk massa teoritis dengan massa

aktualnya.

c. Hubungan simpangan dengan frekuensi natural dari system adalah berbanding lurus.

8. REFERENSI

Thomson, William. Theory of Vibration with Application 5th Edition. 1998. Prentice-

Hall International

Meriam, J.L, Kraige, L.G. Engineering Mechanics Dynamics Fifth Edition SI Version.

2004. John Wiley and Sons.

Modul Praktikum Mesin Balancing Multiplane, Mata Kuliah Getaran Mekanis.

Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

MODUL 3

BALANCING

1. TUJUAN PRAKTIKUM

Mengetahui ciri-ciri benda tidak balance.

Melakukan balancing dengan memberikan massa counter balance.

2. DASAR TEORI

Sebuah benda unbalance merupakan benda yang memiliki komposisi gaya-gaya inersia

dan momen-momen yang tidak seimbang. Balancing merupakan sebuah teknik untuk

menemukan dan mengkoreksi gaya-gaya yang tidak seimbang diimbangi dengan suatu

gaya inersia atau momen yang melawan gaya unbalance.

Unbalance pada suatu shaft merupakan situasi dimana titik tengah gravitasi putaran

shaft tidak sama dengan titiktengah geometris dari shaft. Besar unbalance tergantung dari

gaya sentrifugal yang terjadi saat operasi.

𝐹 = 𝐼 . 𝜔2

Dimana; F = Gaya Reaksi (N)

I = Unbalance (kg,m)

ω = Kecepatan Putar Angular (rad/s)

Unbalance dapat dibayangkan sebagai berat yang dipasang secara eksentrik di badan

yang berputar. Jenis-jenis unbalance yaitu static unbalance, couple unbalance, quasistatic

unbalance, dan dynamic unbalance.

Jenis-jenis unbalance pada sistem

Teknik balancing dapat dibagi dalam 2 jenis yaitu berdasarkan posisi dan besar

unbalance. Pada balancing berdasarkan posisi, unbalance didapatkan dari beda sudut fase

pada sudut referensi. Sedangkan untuk besar unbalance, dideteksi dari amplitude getaran

yang terbaca dan dikonversikan langsung menjadi (m.r). Pembacaan besar unbalance dapat

berdasarkan perpindahan getaran, kecepatan getaran, dan percepatan getaran. Namun pada

mesin balancing yang digunakan pada praktikum kali ini, digunakan mesin pembacaan

berdasarkan kecepatan getaran.

3. DATA PRAKTIKUM

Percobaan I

RMS Awal : 10.9904

Unbalance : 1310 g.mm

Massa Baut : 20,15 gram

Massa Yang Diberi : 20,23 gram

R pada disk : 65 mm

High Spot : 5.5

RMS Akhir : 18 > 2.5 (Unbalance)

Percobaan II

RMS Awal : 11.7716

Unbalance : 1410 g.mm

Massa Baut : 21,69 gram

Massa Yang Diberi : 21,71 gram

R pada disk : 65 mm

High Spot : 8

RMS Akhir : 38 > 2.5 (Unbalance)

4. ANALISIS

a. Percobaan

Percobaan Balancing di Laboratorium Getaran DTM FTUI meruakan modul terakhir

yang menjadi penutup dari rangkaian praktikum mata kuliah Getaran Mekanis. Disana,

praktikan melakukan percobaan yang bertujuan untuk membuktikan secara langsung

metode untuk menyeimbangkan (balancing) suatu system yang belum balance (unbalance),

menggunakan alat yang memiliki disc (piringan) untuk menentukan high spot dan heavy

spot dari suatu system. Pada percobaan tersebut, kelompok praktikan langsung dilakukan

oleh dua kelompok sekaligus dengan satu asisten.

Skema kerja praktikum balancing

Pada prinsipnya, dimulai dari dinyalakannya stroboskop dengan frekuensi 12 Hz

diarahkan ke mesin balancing yang memililiki rotor yang membuat disc dari mesin tersebut

berputar. Lalu, dengan stroboskop yang menyinarkan cahaya dengan frekuensi 12 Hz

kearah disc, praktikan mencoba untuk mencari frekuensi putaran rotor yang sesuai dengan

frekuensi dari stroboskop. Secara prinsipnya, jika frekuensi keduanya sama, maka setiap

angka di disc akan terlihat “diam”. Oleh karena itu, praktikan mencoba untuk

menyesuaikan frekuensi dari rotor agar RMS dari dari system dapat terbaca.

Skema pembacaan oleh LABVIEW

Setelah dirasa cocok, mode internal pada mesin balancing diubah ke mode eksternal

sehingga dengan menggunakan sambungan alat NI cDAQ 9174, RMS dari system dapat

terbaca langusung di layar komputer. Hasil dari pembacaan ini adalah langsung dalam

bentuk (m.e) sehingga RMS yang terbaca harus disesuaikan menggunakan grafik

unbalance.

Alat NI cDAQ

Mesin Balancing

Mesin motor dan stroboskop

LABVIEW untuk mengamati RMS

Grafik balancing (Amplitude vs Unbalance)

Setelah dicocokkan ke grafik tersebut, praktikan langsung dapat mengetahui massa

counter-balance yang harus diaplikasikan ke system. Dengan kisaran angka r dari 45 mm

– 65 mm, praktikan memilih untuk menggunakan r = 65 mm.

Namun, setelah massa counter balance diaplikasikan ke system lalu rms dari system

diukur kembali, praktikan tidak mendapatkan rms yang sesuai standard untuk yang

dikatakan sebagai rms yang balance, yakni <2.5. Yang terjadi bahkan massa yang

dimaksudkan sebagai counter balance malah membuat system semakin tidak balance,

bahkan lebih besar dari sebelumnya.

b. Hasil

Analisis yang coba praktikan pecahkan adalah bermula dari alat-alat yang berada di

laboraturium diharuskan tersambung ke tegangan oleh PLN. Tegangan yang tidak konstan

selalu sama membuat kecepatan putaran sudut dari rotor dan frekuensi dari stroboskop pun

tidak selalu sama. Yang mana, jika sama akan sangat memudahkan praktikan untuk

menemukan kecepatan sudut untuk rotor yang tepat untuk menyesuaikan dengan frekuensi

stroboskopnya. Pada kenyatannya, praktikan harus melihat dengan cermat fenomena

tersebut dengan putarannya yang selalu berubah-ubah, dan tidak bisa lebih lama dari 10s.

Lalu titik high-heavy spot yang terbaca juga tidak dapat ditentukan dengan cermat, karena

tingkat ketilitiannya yang 1 digit. Jadi praktikan melakukan perkiraan secara kasar

mengenai titik tersebut. Selanjutnya, jika titik tersebut sudah ditemukan, praktikan harus

mematikan system (rotor dan stroboskop) untuk mengubah mode mesin dari internal ke

eksternal, agar dapat terbaca oleh komputer. Lagi-lagi akibat tegangan listrik PLN,

praktikan tidak dapat memastikan apakah hasil temuan sebelumnya akan sama setelah di

restart. Di LABVIEW pada layar komputer juga RMS yang terlihat tidak selalu sama

melainkan terus beranjak naik, sehingga praktikan tidak dapat menentukan RMS yang

cocok untuk dijadikan patokan secara pasti, melainkan hanya dalam bentuk interval.

Lalu faktor kesalahan berikutnya adalah saat melakukan tracing di grafik balancing.

Angka pasti di grafik tidak mutlak karena hasil print yang praktikan lakukan tidak sebangun

(rasio-nya tidak sama). Sehingga praktikan tidak yakin apakah massa hasil hitung juga

merupakan massa yang sesungguhnya dibutuhkan. Lalu, setelah nominal massa

didapatkan, pratikan harus mencari massa tersebut dengan menggunakan bolt, ring, dan

nut. Praktikan juga tidak dapat menemukan angka yang benar-benar precise karena

metodenya yang menggunakan trial dan error. Hasil yang kami dapatkan adalah system

semakin tidak balance, meski percobaan sudah kami lakukan sebanyak dua kali.

5. KESIMPULAN

a. Standard 2.5 diciptakan karena unbalance tidak dapat dilakukan secara sempurna,

disamping itu juga sudah sulit dirasakan oleh manusia.

b. Terdapat rangkaian kesalahan yang menyebabkan tidak terjadinya posisi balance

pada system (<2.5) walau sudah dilakukan 2 kali percobaan.

c. Counter balance pada prinsipnya adalah memberikan massa yang sesuai dengan

posisi yang berlawanan pada system.

6. REFERENSI

Thomson, William. Theory of Vibration with Application 5th Edition. 1998. Prentice-

Hall International

Meriam, J.L, Kraige, L.G. Engineering Mechanics Dynamics Fifth Edition SI Version.

2004. John Wiley and Sons.

Modul Praktikum Mesin Balancing Multiplane, Mata Kuliah Getaran Mekanis.

Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

LAPORAN PRAKTIKUM GETARAN MEKANIS

DISUSUN OLEH

RIZA FARRASH KARIM (1306368806)

KELOMPOK 3

DOSEN : DR. IR. WAHYU NIRBITO, MSME

ASISTEN : AHMAD SYIHAN

LINA SYARAVINA

ANGGITA DWI LIESTYOSIWI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2015