ppt sidang skripsi ria 45 slide

45
PRESENTASI SKRIPSI Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Periode Tahun Pertama Kehidupan Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas, Depok Depok, 8 Juli 2014 Oleh: RIA FEBRIYENI 1006770942 Mahasiswa S1 Reguler FIK UI 2010

Upload: ria-febriyeni

Post on 22-Nov-2015

524 views

Category:

Documents


40 download

DESCRIPTION

skripsi

TRANSCRIPT

  • PRESENTASISKRIPSI Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Periode Tahun Pertama Kehidupan Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas, DepokDepok, 8 Juli 2014Oleh:RIA FEBRIYENI1006770942Mahasiswa S1 Reguler FIK UI 2010

  • Highlight

  • 1. Pendahuluan ISPA merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia (WHO, 2004)Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah (WHO, 2004).Latar Belakang

  • Berdasarkan profil kesehatan kota Depok tahun 2008, terdapat 13.842 atau sebesar 13,60 % kasus Infeksi Saluran Pernapasan Atas Akut Tidak Spesifik pada bayi berusia 29 hari- < 1 tahun91,5% bayi usia < 1 tahun menderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Beji, Depok pada tahun 2013 (Dinkes Depok, 2013)Penelitian membuktikan bahwa bayi yang tidak mendapat ASI memiliki peluang 14,3 kali meninggal karena serangan berbagai penyakit (Purwanti, 2004).Keberadaan antibodi dan sel-sel makrofag dalam kolostrum dan ASI memberikan perlindungan terhadap jenis-jenis infeksi tertentu

  • Hasil Penelitian Pemberian ASI Eksklusif

  • Angka kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas cukup tinggi. Sementara Gambaran pelaksanaan ASI eksklusif terhadap ibu yang berkunjung ke Puskesmas Pancoran Mas dan pengaruh pemberian ASI eksklusif tersebut terhadap kondisi kesehatan bayi belum diketahui.

    Oleh karena itu, peneliti ingin melihat hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan anak di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas, Depok

  • Mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan anak di wilayah kerja Puskesmas Pancoran Mas.Tujuan UmumTujuan Penelitian

  • Gambaran karakteristik anak yang pernah didiagnosis ISPA pada periode tahun pertama kehidupan di Puskesmas Pancoran Mas meliputi umur, jenis kelamin, berat badan lahir, status gizi, status imunisasi, dan pemberian vitamin A.Gambaran karakteristik ibu yang memiliki anak yang pernah didiagnosis ISPA pada periode tahun pertama kehidupan di Puskesmas Pancoran Mas meliputi umur, pendidikan, pekerjaan ibu, dan status ekonomi keluarga.Gambaran pemberian ASI eksklusif pada bayi berusia 12-23 bulan di Puskesmas Pancoran Mas.Gambaran kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan anak di Puskesmas Pancoran Mas.Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan anak di Puskesmas Pancoran Mas.Hubungan karakteristik anak (jenis kelamin, berat badan lahir, status gizi, status imunisasi, dan pemberian vitamin A) dengan kejadian ISPA pada bayi berusia 12-23 bulan di Puskesmas Pancoran Mas.Hubungan karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan ibu, dan status ekonomi keluarga) dengan kejadian ISPA pada bayi berusia 12-23 bulan di Puskesmas Pancoran Mas.Tujuan KhususDiidentifikasinya

  • 2. Hasil PenelitianPenelitian ini dilaksanakan setiap hari Senin-Sabtu pada tanggal 27 Maret- 12 Mei 2014 dengan responden ibu yang membawa anaknya berusia 12-23 bulan dan pernah didiagnosis ISPA ke Puskesmas Pancoran Mas pada bulan Maret-April 2014Wawancara berdasarkan kuesioner dilakukan kepada 62 responden

  • Karekteristik Anak Rata-rata umur anak yang berkunjung ke Puskesmas Pancoran Mas pada bulan April-Mei 2014 yang pernah didiagnosis ISPA yaitu 16,97 bulan.

    Variabel MeanMedian Minimal-MaksimalStandar Deviasi95% CIUmur anak16,9716,5012-233,50616,08-17,86

  • Karakteristik Anakmayoritas jenis kelamin anak yang berkunjung ke Puskesmas Pancoran Mas pada bulan April-Mei 2014 yang pernah didiagnosis ISPA yaitu laki-laki sejumlah 36 orang (58,1%)Sebagian besar anak memiliki berat badan lahir normal, yaitu 61 iorang (98,4%)

    NoVariabelFrekuensiPresentase (%)1.Jenis kelaminLaki-lakiPerempuan Total 36266258,141,9100.02.Berat badan lahirKurangNormalTotal

    16162

    1,698,4100,0

  • Karakteristik AnakStatus gizi anak sebagian besar normal, yaitu sebanyak 57 orang (91,9%) dan tidak ada anak yang memiliki status gizi sangat kurus. Status imunisasi anak mayoritas lengkap, yaitu sebanyak 52 orang (83,9%).Sebagian besar, yaitu sebanyak 60 orang (96,8%) anak mendapat satu kali atau lebih vitamin A.

    NoVariabelFrekuensiPresentase (%)3.Status GiziSangat kurusKurusNormalTotal 05576208,191,9100,04.Status imunisasiLengkap Tidak lengkapTotal 52106283,916,1100,05.Pemberian Vitamin AYa Tidak Total 6026296,83,2100,0

  • Karakteristik Ibuusia ibu sebagian besar 30 tahun, yaitu sebanyak 33 orang (53,2%). Distribusi tingkat pendidikan ibu tidak merata untuk setiap tingkat pendidikan. Pendidikan ibu paling banyak (48,4%), yaitu SMA

    NoVariabelFrekuensiPresentase (%)1.Umur ibu< 30 tahun 30 tahunTotal 29336246,853,2100.02.Pendidikan IbuSDSMP SMAD1/D2/D3 S1/S2/S3Total 82330106212,937,148,41,60100,0

  • Karakteristik IbuMayoritas pekerjaan ibu ialah ibu rumah tangga, yaitu sebanyak 59 orang (95,2%).Pendapatan keluarga paling banyak (74,2%), yaitu lebih dari satu juta sebanyak 46 orang.

    NoVariabelFrekuensiPresentase (%)3.Pekerjaan IbuPNSSwastaWiraswastaIbu Rumah Tanggalain-lain (guru honorer)Total 0115916201,61,695,21,6100,04.Pendapatan Keluarga> 1 juta500 ribu-1 juta< 500 ribuTotal 461516274,224,21,6100,0

  • Status Pemberian ASI Eksklusif Sebagian besar anak tidak mendapat ASI eksklusif, yaitu sejumlah 56 orang (90,3%) dan hanya 6 orang (6,7%) anak yang mendapat ASI eksklusif. Kejadian ISPA pada Periode Tahun Pertama Kehidupan AnakSebagian besar anak tidak mendapat ASI eksklusif, yaitu sejumlah 56 orang (90,3%) dan hanya 6 orang (6,7%) anak yang mendapat ASI eksklusif.

    VariabelFrekuensiPresentase (%)ASI eksklusif 66,7ASI tidak eksklusif5690,3Total 62100,0

    Variabel MeanMedian Minimal-MaksimalStandar Deviasi95% CIKejadian ISPA2,903,001-91,6062,50-3,31

  • Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA pada Periode Pertama Kehidupan AnakAnak yang mendapat ASI eksklusif jumlahnya ekstrim rendah, yaitu 6 orang. Rata-rata kejadian ISPA pada anak yang mendapat ASI eksklusif yaitu 1,67 kali. Hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan anak di Puskesmas Pancoran Mas ( value < : 0,021).* bermakna pada alpha 0,05

    Status pemberian ASIISPANMean0,021Eksklusif 61, 67Tidak eksklusif563,04Jumlah 62

  • Hubungan Karakteristik Anak dengan Kejadian ISPA pada Periode Tahun Pertama Kehidupan * bermakna pada alpha 0,05Rata-rata kejadian ISPA lebih sering terjadi pada anak berjenis kelamin laki-laki yaitu 2,97. Tidak terdapat hubungan jenis kelamin dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan anak di Puskesmas Pancoran Mas ( value > : 0,583).

    Jenis KelaminISPANMean0,583Laki-laki362,97Perempuan 262,81Jumlah 62

  • * bermakna pada alpha 0,05Rata-rata kejadian ISPA lebih sering terjadi pada anak dengan status gizi normal yaitu 2,91 kaliTidak ada hubungan status gizi dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan anak di Puskesmas Pancoran Mas ( > : 0,884).

    Status GiziISPAChi-SquareNMean0,8840,21Sangat kurus00Kurus 52,80Normal572,91Jumlah 622,90

  • * bermakna pada alpha 0,05Rata-rata kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan anak paling sering terjadi pada anak dengan BBLR yaitu sebanyak 3 kali.Tidak terdapat hubungan berat badan lahir dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan anak di Puskesmas Pancoran Mas ( value > : 0,871).

    Berat Badan LahirISPANMean0,871Kurang (< 2500 gram) 13,00Normal ( 2500 gram)612,90Jumlah 62

  • * bermakna pada alpha 0,05rata-rata kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan paling sering terjadi pada anak yang mendapat imunisasi tidak lengkap, yaitu 3,4 kaliTidak terdapat hubungan status imunisasi dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan anak di Puskesmas Pancoran Mas ( value > : 0,731).

    Status ImunisasiISPANMean0,731Lengkap 522,81Tidak lengkap103,40Jumlah 62

  • * bermakna pada alpha 0,05rata-rata kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan paling sering terjadi pada anak yang tidak mendapat vitamin A yaitu 4 kaliTidak terdapat hubungan pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan anak di Puskesmas Pancoran Mas ( value > : 0,254).

    Pemberian Vitamin AISPANMean0,254Ya602,87Tidak 24,00Jumlah 62

  • Hubungan Karakteristik Ibu dengan Kejadian ISPA pada Periode Tahun Pertama Kehidupan Anak Rata-rata kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan anak paling sering terjadi pada anak dengan ibu berperndidikan SMA, yaitu 3,03 kali.Tidak ada hubungan pendidikan ibu dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan anak di Puskesmas Pancoran Mas ( > : 0,960).* bermakna pada alpha 0,05

    Pendidikan IbuISPAChi-SquareNMean0,9600,300SD82,88SMP232,74SMA303,03D1/D2/D313,00S1/S2/S300Jumlah 622,90

  • * bermakna pada alpha 0,05Rata-rata kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan paling sering terjadi pada anak dengan ibu wiraswasta, yaitu 4 kaliTidak ada hubungan pekerjaan ibu dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan anak di Puskesmas Pancoran Mas ( > : 0,452).

    Pekerjaan IbuISPAChi-SquareNMean0,4521,587Swasta12,00Wiraswasta14,00Ibu rumah tangga592,90Lain-lain (guru honorer)13,00Jumlah 622,90

  • * bermakna pada alpha 0,05Rata-rata kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan paling sering terjadi pada anak dengan keluarga berpenghasilan > 1 juta, yaitu 2,98 kaliTidak ada hubungan status ekonomi keluarga dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan anak di Puskesmas Pancoran Mas ( > : 0,353).

    Pendapatan KeluargaISPAChi-SquareNMean0,3532,082> 1 juta462,98500 ribu-1 juta152,80< 500 ribu11,00Jumlah 622,90

  • 3. PembahasanSejalan: Nasution dkk (2009) menunjukkan bahwa 47 anak (45,6%) yang mengalami ISPA berada pada rentang usia 13-36 bulan.Kontradiksi: Williams dkk (2004) menunjukkan bahwa rata-rata usia anak yang menderita infeksi saluran pernapasan bawah karena human metapneumovirus, yaitu 11, 6 bulan.

    Umur anakUsia rata-rata anak pada penelitian ini, yaitu 16,97 bulan dan usia yang paling banyak adalah 16 bulan Karakteristik Anak

  • Buku pedoman P2 ISPA menjelaskan bahwa laki-laki adalah faktor risiko yang mempengaruhi kesakitan pneumonia (Depkes RI, 2004 dalam Rizkianti, 2009). Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian ISPA pada Periode Tahun Pertama KehidupanTidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupanSejalan: Nasution dkk (2009) ; Dewi (2010) ; Sumasari dan Widarini (2010) menyebutkan bahwa tidak didapatkan hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA pada balita.Kontradiksi: Fitrah (2009) menunjukkan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian ISPA pada balita ( value = 0,017).Perbedaan tersebut terjadi karena banyak faktor lain yang lebih kuat mempengaruhi kejadian ISPA pada anak seperti faktor lingkungan, nutrisi, dan faktor sosial ekonomi keluarga. Pada penelitian ini jenis kelamin bukan merupakan faktor penting dalam mempengaruhi kejadian ISPA

  • Infeksi mempengaruhi status gizi melalui pengurangan asupan makanan dan absorbsi usus, dan juga peningkatan katabolisme yang dibutuhkan untuk sintesis nutrisi. malnutrisi bisa menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi karena memberikan efek negatif pada sistem imun tubuh (Schoenbaum, Tulchinsky & Abed, 1995 dalam Adelina, 2009)Hubungan Status Gizi dengan Kejadian ISPA pada Periode Tahun Pertama KehidupanTidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupanSejalan: Rustam (2010) ; Adelina (2009) yang menghasilkan hubungan yang tidak bermakna antara status gizi dengan kejadian ISPA pada bayi.

  • Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan: Status gizi pada penelitian ini tidak mempengaruhi kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan

  • Mayoritas anak memiliki berat badan lahir normalPada bayi dengan BBLR pembentukan sistem kekebalan tubuh belum sempurna sehingga rentan terhadap infeksi.Penyebab utama kematian pada BBLR adalah asfiksia, sindrom gangguan pernapasan, infeksi dan komplikasi hipotermia (Dachi, 2009 dalam Ayu & Sukmawati, 2010).Rustam (2010) ; Sumasari dan Widarini (2010) ; Ayu dan Sukmawati (2010) menghasilkan hubungan yang tidak bermakna antara berat badan lahir dengan kejadian ISPA pada bayi.Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian ISPA pada Periode Tahun Pertama KehidupanTidak ada hubungan yang bermakna antara berat badan lahir dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan

  • Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan: Pada penelitian ini berat badan lahir tidak mempengaruhi kejadian ISPA pada tahun pertama kehidupan

  • Mayoritas anak mendapat imunisasi lengkapPada periode tahun pertama kehidupan anak belum memiliki kekebalan tubuh sendiri (humoral), maka perlu mendapat kekebalan yang diperoleh dari pemberian imunisasi (Supartini, 2004 dalam Fattah, 2013). Sejalan: Gertrudis (2010) menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan ( value = 0,26). Kontradiksi::

    Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian ISPA pada Periode Tahun Pertama KehidupanTidak ada hubungan yang bermakna antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan

  • Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan: Tidak ada pengaruh status imunisasi pada penelitian ini dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan

  • Mayoritas anak mendapat satu kali vitamin A pada tahun pertama kehidupanPemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk pertumbuhan, daya tahan tubuh, dan kesehatan terutama penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi (Arsin, Marhamah, & Wahiduddin, 2013).Sejalan: Dewi (2010); Nasution dkk (2009) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA pada balita ( value = 1,000). Hubungan Pemberian Vitamin A dengan Kejadian ISPA pada Periode Tahun Pertama KehidupanTidak ada hubungan yang bermakna antara pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan

  • Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan: Tidak ada pengaruh pemberian vitamin A pada penelitian ini dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan

  • Sejalan: Irdawati dan Wahyuti (2012) menunjukkan bahwa 37 orang (52,1%) orang tua balita berusia antara 30-42 tahun.Kontradiksi: Fitriyani, Sodikin, dan Yuliarti (2013) yang menunjukkan bahwa mayoritas ibu berusia 35 tahun, yaitu sebanyak 51 orang (76,1%). Aderita dan Irdawati (2012) menunjukkan bahwa terdapat 63,33% ibu yang berusia 30 tahun.

    Umur ibuMayoritas umur ibu pada penelitian ini, yaitu 30 tahun Karakteristik Ibu

  • Mayoritas anak mendapat satu kali vitamin A pada tahun pertama kehidupanPemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk pertumbuhan, daya tahan tubuh, dan kesehatan terutama penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi (Arsin, Marhamah, & Wahiduddin, 2013).Sejalan: Dewi (2010); Nasution dkk (2009) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA pada balita ( value = 1,000). Hubungan Pemberian Vitamin A dengan Kejadian ISPA pada Periode Tahun Pertama KehidupanTidak ada hubungan yang bermakna antara pemberian vitamin A dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan

  • Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan: Tidak ada pengaruh pemberian vitamin A pada penelitian ini dengan kejadian ISPA pada periode tahun pertama kehidupan

  • Keterbatasan Penelitian Tidak seimbangnya distribusi responden berdasarkan jenis kelamin karena mahasiswa FIK UI memiliki sedikit mahasiswa berjenis kelamin laki-lakiPenelitian ini hanya membatasi kecerdasan emosional berdasarkan faktor usia, jenis kelamin, masa studi dan pengalaman praktikum di rumah sakit.

  • Pelayanan Keperawatan Terdapat 8 orang mahasiswa yang menyatakan belum menyadari bahwa pelajaran tentang caring dan empati terkait dengan kecerdasan emosional sehingga mempengaruhi performa saat praktikum dirumah sakitPendidikan KeperawatanDidapatkan data bahwa tingkat kecerdasan emosional mahasiswa FIK UI masih kurang baik. FIK sudah memfasilitasi materi perkuliahan tentang komponen kecerdasan emosional secara tidak langsung melalui mata kuliah Konsep Dasar keperawatan (KDK) tetapi mahasiswa belum menyadari hal tersebutPenelitian SelanjutnyaTerdapat responden yang mengisi kuesioner tanpa memperhatikan maksud dari pernyataan yang terdapat pada kuesioner sehingga mengisi sembarangan.Implikasi terhadap Keperawatan

  • 4. PenutupResponden sebagian besar berusia dibawah 20 tahun, mayoritas berjenis kelamin perempuan karena mahasiswa FIK UI didominasi oleh perempuan dan proporsi responden hampir merata di setiap angkatan. Dari total responden yang berjumlah 198 orang, mayoritas responden belum pernah praktikum di rumah sakit. Gambaran tingkat kecerdasan emosional responden menunjukkan rata-rata responden memiliki kecerdasan emosional kurang baikAdanya hubungan yang bermakna antara pengalaman praktikum dirumah sakit dengan tingkat kecerdasan emosional dan masa studi dengan tingkat kecerdasan emosional mahasiswa, sedangkan usia dan jenis kelamin tidak ada hubungan dengan tingkat kecerdasan emosional mahasiswa

    Kesimpulan

  • Pendidikan KeperawatanInstitusi pendidikan mengetahui bahwa kecerdasan emosional mahasiswa harus terus ditingkatkan agar lebih baik. Materi perkuliahan yang mengandung komponen kecerdasan emosional seperti caring, empati, dan hubungan interpersonal lebih ditekankan lagi agar mahasiswa menyadari pentingnya hal tersebut. Diharapkan kedepannya, institusi pendidikan keperawatan dapat menjadikan kecerdasan emosional sebagai salah satu tes yang diujikan pada mahasiswa baru untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosional mahasiswanya. Saran

  • Daftar PustakaCodier, E., & Oddel, E. (2013). Measured emotional intelligence ability and grade point average in nursing students. Nurse Education Today. Belum dipublikasikan. Collins, S. (2013). Emotional intelligence as a noncognitive factor in student Registered Nurse Anesthetists. AANA Journal, 81, 465-472Fariselli, L., Ghini M., Freedman, J. (2008). Age and emotional intelligence. http://www.6seconds.org/sei/WP_EQ_and AGE.pdf . Diunduh 8 Desember 2013Fernandez-Berrocal, P & Ruiz, D, (2008). Emotional intelligence in education. Electronic journal of research in educational psychology, 15, 421-436Gardner, H. (2011). Frames of mind: The theory of multiple intelligences. New York: Basic Books.Gerits et al. (2005). Emotional intelligence profiles of nurses caring for people with severe behaviour problems. Science direct: Personality and Individual Differences. 38, 3343Goleman, D. (2005). Emotional Intelligence. New York: Bantam Dell A Division of Random HouseGoleman, D. (2011). Working with emotional intelligence. New York: Bantam Dell A Division of Random House Inc.Jones, A. E. (2013). Emotional intelligence and clinical performance in senior undergraduate nursing students. San Marcos: Califonia State UniversityMayer, J.D., & Salovey, P. (1997). Emotional development and emotional intelligence: Educational applications. New York: Basic Books.Namdar, H., Sahebihagh, M., Ebrahimi, H., Rahmani, A. (2008). Assessing emotional intelligence and its relationship with demographic factors of nursing students . IJNMR Autumn, 13, 145-149

  • Noor-Azniza, I., & Jdaitawi, M. (2009). Emotional Intelligence among Arabic Community in Campus. http://cob.uum.edu.my/amgbe/files/164F-dr-NoorAznizaIshak full paper.pdf . Diunduh 3 Desember 2013Noor-Azniza, I., Malek, T. J., Ibrahim, Y. S., Farid, T. M. (2011). Moderating effect of gender and age on the relationship between emotional intelligence with social and academic adjustment among first year university students. International Journal of Psychological Studies, 3, 78-89Novelia, G. (2012). Hubungan kecerdasan emosional dengan perilaku caring pada perawat instalasi rawat inap (irna) B Rumah sakit umum pusat (rsup) fatmawati. Depok: Tidak dipublikasikanPetrides, K. V. & Furnham, A. (2006). The role of trait emotional intelligence in a gender-specific model of organizational variables. Journal of Applied Social Psychology, 36, 552-569.Potter, P. & Perry, A. G. (2005). Fundamental keperawatan: Konsep, proses dan praktis (Dian Evriyani, Enie Noviestari, Ellen Panggabean, Kusrini, Made Sumarwati dan Yasmin Asih, Penerjemah.). Jakarta: EGC.Potter, P. & Perry, A. G. (2009). Fundamental Keperawatan, Ed. 7, Buku 1. Jakarta: Salemba MedikaShipley, N.L., Jackson, M.J., Segrest, S.L., (2010). The effects of emotional intelligence, age, work experience, and academic performance. Research in Higher Education Journal, 1-18Sukardi. (2004). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta : Bumi aksara.Tafazoli, M., Hosseini, S., Sharbar, H. A., Makarem, A., Zadeh, S. E. (2012). A study of relationship between emotional intelligence and clinical performance in training field in midwifery students of nursing and midwifery school. Future Of Medical Education Journal, 2, 13-18Vandervoot, D.J. (2006). The importance of emotional intelligence in higher education. Curr Psychol.25, 4-7Walker, M (2006). Emotional intelligence and academic success in college. Salt Lake City, UT: University of Utah

  • *