pphn edit

33
BAB I PENDAHULUAN Hipertensi pulmonal pada bayi baru lahir hasil dari kegagalan sirkulasi paru untuk dilatasi saat lahir, Disebut ' Persistent Pulmonary Hypertension of The Newborn' (PPHN) (Storme dkk, 2013). Hal ini terjadi ketika sistem sirkulasi bayi baru lahir tidak dapat beradaptasi dengan keadaan di luar rahim. Janin ketika di dalam kandungan mendapatkan oksigen dan darah dari plasenta ibunya melalui tali pusat, sementara pada saat bayi baru lahir suplai dari ibu terhenti sehingga perlu suplai darah dan oksigen yang cukup oleh bayi itu sendiri (Spear, 2012). Sirkulasi Janin Persisten (SJP) terjadi pada bayi cukup bulan dan lewat bulan pasca asfiksia lahir (Wahab, 2014). Penelitian yang berkembang menunjukkan bahwa lingkungan perinatal memainkan peran penting dalam terjadinya PPHN (Storme dkk, 2013; Graeme R.2010). Pemahaman patofisiologi seluler PPHN, membantu dalam terapi yang lebih spesifik dan efektif, dan akhirnya ke pencegahan penyakit ini (Robin, 2010). PPHN harus didiagnosis dan diobati sesegera mungkin untuk menghindari hipoksia jangka pendek dan morbiditas jangka panjang (Puthiyachirakkal, 2013). 1

Upload: abang-keluang

Post on 15-Jan-2016

184 views

Category:

Documents


30 download

DESCRIPTION

PPHN

TRANSCRIPT

Page 1: PPHN edit

BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi pulmonal pada bayi baru lahir hasil dari kegagalan sirkulasi

paru untuk dilatasi saat lahir, Disebut ' Persistent Pulmonary Hypertension of The

Newborn' (PPHN) (Storme dkk, 2013). Hal ini terjadi ketika sistem sirkulasi bayi

baru lahir tidak dapat beradaptasi dengan keadaan di luar rahim. Janin ketika di

dalam kandungan mendapatkan oksigen dan darah dari plasenta ibunya melalui

tali pusat, sementara pada saat bayi baru lahir suplai dari ibu terhenti sehingga

perlu suplai darah dan oksigen yang cukup oleh bayi itu sendiri (Spear, 2012).

Sirkulasi Janin Persisten (SJP) terjadi pada bayi cukup bulan dan lewat bulan

pasca asfiksia lahir (Wahab, 2014). Penelitian yang berkembang menunjukkan

bahwa lingkungan perinatal memainkan peran penting dalam terjadinya PPHN

(Storme dkk, 2013; Graeme R.2010).

Pemahaman patofisiologi seluler PPHN, membantu dalam terapi yang

lebih spesifik dan efektif, dan akhirnya ke pencegahan penyakit ini (Robin, 2010).

PPHN harus didiagnosis dan diobati sesegera mungkin untuk menghindari

hipoksia jangka pendek dan morbiditas jangka panjang (Puthiyachirakkal, 2013).

Manajemen membutuhkan ventilasi paru dan ventilasi alveolar yang

adekuat, nitrat oksida (NO) inhalasi, dan resusitasi cairan dan kardiovaskular yang

tepat. Inisiasi awal inotropik dan vasoaktif agen umumnya digunakan untuk

meningkatkan curah jantung, menjaga tekanan darah yang memadai dan

meningkatkan pengiriman oksigen ke jaringan dan terapi surfaktan mengurangi

kebutuhan Extracorporeal Membrane Oxygenation (ECMO). Pendekatan optimal

dalam pengelolaan PPHN saat ini masih kontroversial (Storme dkk, 2013; Nair,

2014; Puthiyachirakkal, 20130.

1

Page 2: PPHN edit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Persistent Pulmonary Hypertension of The Newborn (PPHN) adalah suatu

keadaan dimana terjadi kegagalan transisi sirkulasi normal setelah kelahiran bayi

(Sallaam dkk, 2014; Tzialla dkk, 2010). PPHN merupakan hasil umum cedera

vaskular sekunder oleh berbagai stres perinatal (Tzialla dkk, 2010).

Hipertensi pulmonal persisten atau disebut juga persistent fetal circulation

(PFC) dapat terjadi akibat peningkatan resistensi pembuluh darah paru dan akan

menyebabkan disfungsi jantung. Bila afterload ventrikel kanan meningkat,

tekanan diastolik akhir ventrikel kanan dan tekanan atrium kanan akan meningkat

melebihi tekanan di atrium kiri sehingga darah akan mengalir dari kanan ke kiri

melalui foramen ovale (Tobing, 2003).

Bayi dengan PPHN, ductus arteriosus tetap terbuka dan aliran darah bayi

tidak mampu melewati paru-paru. Meskipun bayi bernapas, oksigen yang dihirup

tidak mencapai aliran darah. Hal ini disebabkan karena darah yang kembali dari

tubuh tidak mampu masuk ke paru-paru dengan baik, darah melewati ductus

arteriosus yang masih terbuka dan kembali ke jantung dalam keadaan sedikit

oksigen (Spear, 2012).

2.2 Epidemiologi

Gagal napas Neonatal mempengaruhi 2% dari semua kelahiran hidup, dan

bertanggung jawab atas lebih dari sepertiga dari semua kematian neonatus. PPHN

adalah penyebab sekitar 10% dari bayi dengan gagal napas, mortalitas dan

morbiditas pada populasi yaitu 10- 20% (Robin, 2010; Puthiyachirakkal, 2013).

Insidensi kejadian PPHN diperkirakan 1:500 sampai 1:700 kelahiran hidup

Data terakhir menyebutkan bahwa PPHN terjadi pada 2-6 kasus dari 1000

kelahiran hidup (Wahab, 2010; Diana, 2011; Robbin, 2010).

2

Page 3: PPHN edit

2.3 Etiologi

Penyebab paling sering PPHN adalah sekunder, relaksasi tertunda atau

gangguan pembuluh darah paru yang berhubungan dengan beragam patologi paru

neonatus, seperti mekonium sindrom aspirasi, hernia diafragma kongenital, dan

sindrom gangguan pernapasan, pneumonia, sepsis, penyakit membran hialin,

kebobocoran cairan amnion, efusi pleura, atau kekurangan oksigen sebelum atau

selama kelahiran. (Nair, 2014; Anonim, 2011; Wahab, 2010).

Mekonium Aspirasi Syndrome (MAS) merupakan penyebab paling sering

PPHN (Puthiyachirakkal, 2013). Hal ini juga dapat disebabkan oleh masalah

dengan struktur jantung (penyakit jantung bawaan), paru-paru (hipoplasia paru),

atau organ lain yang terlibat dengan pernafasan (Anonim, 2011).

Gambar 2.1 : Patofisiologi Kelainan Hemodinamik Hernia Diafragma Kongenital

(Nair, 2014).

.

3

Page 4: PPHN edit

Gambar 2.2 : Berbagai Faktor Penyebab PPHN dan Hemodinamik

Perubahan PPHN / HRF (Nair, 2014).

2.4 Faktor Resiko

Sirkulasi Janin Persisten (SJP) terjadi pada bayi cukup bulan dan lewat bulan

pasca asfiksia lahir. Risiko untuk PPHN meningkat untuk bayi dari ibu yang

memiliki masalah selama kehamilan, seperti ketuban pecah dini atau

oligohidramnion. PPHN terjadi lebih sering pada bayi dari ibu yang merokok saat

hamil (Anonim, 2011; Wahab, 2010).

4

Page 5: PPHN edit

Tabel 2.1. Faktor Resiko PPHN (Puthiyachirakkal, 2013).

2.5 Patofisiologi

2.5.1 Sirkulasi Janin

Sirkulasi pada janin ditandai dengan Pulmonary vascular resistance (PVR)

yang tinggi dan Systemic vascular resistance (SVR) yang rendah. Plasenta adalah

tempat pertukaran gas. Aliran darah pulmonal ke paru-paru berisi cairan yang

rendah (sekitar 8-10% dari total keluaran ventrikel pada janin sapi). Namun, studi

Doppler terbaru, pada janin manusia menunjukkan aliran darah paru yang lebih

tinggi (13% dari total keluaran ventrikel pada 20 minggu kehamilan, meningkat

menjadi 25% pada 30 minggu kehamilan dan 21% pada 38 kehamilan minggu

(Nair, 2014).

Banyak faktor yang berkontribusi dalam tonus pembuluh darah paru yang

tinggi di dalam rahim, seperti faktor mekanik (kompresi arteriol paru oleh alveoli

berisi cairan dan kurangnya gaya tekanan), fungsi alveolar yang rendah dan

tekanan oksigen arteri, dan kurangnya vasodilator relatif. Tekanan oksigen yang

5

Page 6: PPHN edit

rendah dan peningkatan kadar mediator vasokonstriktor, seperti endotelin-1 (ET-

1) dan tromboksan, berperan penting dalam menjaga PVR janin tetap tinggi.

Serotonin meningkat PVR janin dan penggunaan inhibitor serotonin re-uptake

(SSRI) selama kehamilan terbukti berhubungan dengan peningkatan kejadian

PPHN (Nair, 2014: Puthiyachirakkal, 2013).

Saat lahir dengan napas pertama paru-paru diisi dengan udara dan tiba-tiba

meningkatkan aliran darah paru, menciptakan tegangan dinding pembuluh darah.

Tegangan dan oksigenasi merangsang endotel nitrat oksida sintase (eNOS) serta

regulasi pengeluarannya. Akibatnya nitric oxide (NO) disintesis dari l-arginine

yang kemudian berdifusi ke sel-sel otot polos paru dan mengaktifkan solube

guanylyl Cyclase (SGC). Oksigenasi mengatur ekspresi dan aktivitas SGC yang

mengubah GTP dan cyclic guanosine monophosphate cGMP) yang selanjutnya

melalui aktivitasi cGMP dependent protein kinase (PKG) menyebabkan relaksasi

otot polos. Oksigenasi juga menghambat aktivitas enzim phosphodiesterase 5

(PDE5) yang mengubah cGMP ke 5’ cGMP (Nair, 2014: Puthiyachirakkal, 2013).

Jalur lain dari vasodilatasi paru adalah melalui produksi PG oleh oksigenasi

endothelium. Oksigen menstimulus produksi PG dari asam arakidonat (AA)

membran dengan cyclooxygenase (COX) sebagai keterbatasan rasio enzyme.

Predominan PG adalah PGI2 yang merangsang adenylate Cyclase (AC) sehingga

mengkonversi ATP menjadi cAMP, menyebabkan relaksasi pembuluh darah paru

melalui cAMP dependent protein kinase (PKA). Phosphodiesterase 3 (PDE3)

enzim, mengkonversi cAMP ke AMP. Penurunan PVR yang disebabkan oleh PG

lebih kecil dari dengan NO (Nair, 2014: Puthiyachirakkal, 2013).

Selain NO dan PGI2, potassium channel dan calcium channels juga terlibat

dalam vasodilatasi paru. Hasil oksigenasi dalam dilatasi paru melalui aktivasi

saluran K dan pengurangan saluran Ca dalam arteri pulmonalis otot polos,

asidosis berkelanjutan memperburuk vasokonstriksi paru, menciptakan lingkaran

setan kanan ke kiri shunting, hipoksia, dan asidosis (Nair, 2014).

6

Page 7: PPHN edit

Gambar. Jalur

NO/cGMP

2.5.2 Transisi Saat lahir

Serangkaian acara peredaran darah berlangsung saat lahir untuk memastikan

kelancaran transisi dari janin untuk hidup di luar rahim. Penjepitan tali pusat

memutuskan resistensi sirkulasi plasenta, meningkatkan tekanan arteri sistemik.

Secara bersamaan, berbagai mekanisme berjalan dengan cepat untuk mengurangi

tekanan arteri paru dan meningkatkan aliran darah paru. Dari serangkaian

tersebut, rangsangan yang paling penting muncul adalah ventilasi paru-paru dan

peningkatan tekanan oksigen. Dengan inisiasi respirasi, paru-paru janin berisi

cairan terisi dengan udara. Ada peningkatan oksigenasi istirahat pembuluh darah

paru, selanjutnya mengurangi PVR. Peningkatan delapan kali lipat dalam aliran

darah paru, meningkatkan tekanan atrium kiri, menutup foramen ovale. Hasil dari

PVR yang lebih rendah dari SVR, aliran balik peningkatan arteriosus.

Peningkatan saturasi oksigen arteri menyebabkan penutupan duktus arteriosus dan

duktus venosus dalam beberapa jam pertama setelah lahir. Pada tahap akhir dari

transisi vaskular paru neonatal, penurunan lebih lanjut di PVR disertai dengan

renovasi struktural yang cepat dari seluruh paru, dari arteri pulmonalis utama ke

kapiler (Nair, 2014).

7

Page 8: PPHN edit

Gambar 2.4 Peredaran darah saat lahir (Nair, 2014).

2.6 Patogenesis

Pola sirkulasi persisten pada janin yaitu shunt dari kiri ke kanan melalui

duktus arteriosus sesudah lahir disebabkan oleh tahanan vaskular pulmonal yang

sangat tinggi. Tahanan vaskular pulmonal janin biasanya meningkat relatif

terhadap tekanan sistemik atau pulmonal sesudah janin lahir. Keadaan janin ini

memungkinkan shunt darah vena umbilikalis yang teroksigenasi ke artrium kiri

(dan otak) melalui foramen ovale dan langsung menuju paru melalui duktus

arteriosus ke aorta desendens. Sesudah lahir, tahanan vaskular pulmonal secara

normal menurun dengan cepat sebagai akibat vasodilatasi karena udara mengisi

paru, kenaikan pada PaO2, pengurangan pada pCO2, kenaikan pH dan pelepasan

bahan-bahan vasoaktif (Wahab, 2014).

8

Page 9: PPHN edit

Gambar 2.5 Skema Representasi sirkulasi pada PPHN (Storme dkk, 2013).

Kenaikan tahanan vaskular pulmonal pada neonatus dapat berupa (1) salah

menyesuaikan (maladaptive) karena jejas akut (misalnya, tidak memperlihatkan

vasodilatasi yang normal pada respons terhadap kenaikan oksigen dan perubahan

lain sesudah lahir); (2) akibat dari bertambah tebalnya otot tunika media arteri

pulmonalis dan peluasan lapisan otot polos ke dalam lapisan yang biasanya

nonmuskular, arteriol pulmonalis yang lebih perifer dalam responsnya terhadap

hipoksia janin kronis; (3) karena hipoplasia pulmonal (hernia diafragmatika,

sindrom Potter); (4) obstruktif karena polisitemia atau anomali total muara vena

pulmonalis; atau (5) karena displasia kapiler alveolus, gangguan mematikan yang

mungkin bersifat familial dengan penipisan septum alveolus dan berkurangnya

jumlah arteri pulmonalis kecil dan kapiler. Selain daripada etiologi, dapat

dijumpai adanya hipoksia berat karena shunt dari kanan ke kiri dan pCO2 yang

normal atau naik (Wahab, 2010).

9

Page 10: PPHN edit

Ada bukti yang menunjukkan bahwa perubahan jalur NO berkontribusi dalam

PPHN. Aktivitasi dan ekspresi eNOS dan SGC di paru-paru menurun pada janin

domba dengan PPHN. Pada domba ini, respon vaskular terhadap NO juga

berkurang, sedangkan respon terhadap cGMP normal. Dengan demikian

penurunan respon tampaknya hasil dari penurunan sensitivitas otot polos

pembuluh darah terhadap NO pada tingkat SGC. Penurunan ekspresi eNOS dan

menurunnya tingkat NO metabolit dalam urin juga terdapat pada bayi dengan

PPHN (Nair, 2014).

Gambar 2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembuluh Darah Paru

(Puthiyachirakkal, 2013)

Endotelin-1 melalui stimulasi ETA diduga berkontribusi pada patogenesis

PPHN. Produksi ET-1 meningkat pada paru-paru dalam model janin domba

PPHN. Intra uterin ETA blokade reseptor kronis setelah ligasi duktus menurunkan

hipertrofi ventrikel kanan dan vaskularisasi distal dari arteri pulmonalis kecil dan

meningkatkan penurunan PVR pada domba yang baru lahir dengan PPHN ET-1

telah terbukti menurunkan ekspresi dan aktivitas INOS melalui ETA reseptor

dimediasi hidrogen peroksida. Selain hidrogen peroksida, superoksida, oksigen

reaktif lain dapat menyebabkan vasokonstriksi paru dan berperan dalam

patogenesis PPHN. Superoksida dapat mengais NO dan mengganggu jalur sinyal

10

Page 11: PPHN edit

nya. Dalam model janin domba dengan PPHN, peningkatan kadar superoksida

telah dibuktikan di arteri paru (Nair, 2014).

2.7 Manifestasi Klinis

Bayi menjadi sakit dalam kamar bersalin atau dalam usia 12 jam pertama. SJP

karena polisitemia, penyebab idiopatik, hipoglikemia, atau asfiksia dapat

mengakibatkan sianosis berat dengan takipnea, walaupun pada mulanya mungkin

ada tanda-tanda kegawatan pernapasan minimal. Bayi menderita SJP yang disertai

dengan aspirasi mukonium, pneumonia streptokokus grup B, hernia

diafragmatika, atau hipoplasia pulmonal biasanya mengalami sianosis, mendekur,

memerah, retraksi, takikardia dan syok (Wahab, 2010).

Denyut jantung dan laju pernapasan dapat bervariasi (Anonim, 2011). Dapat

dijumpai adanya keterlibatan multiorgan. Iskemia miokardium, disfungsi

muskulus papilare dengan regurgitasi mitral dan trikuspidal, serta bising jantung

menghasilkan syok kardiogenik dengan berkurangnya aliran darah paru, perfusi

jaringan, dan penghantaran oksigen. Hipoplasia adalah sangat labil dan sering

tidak sebanding dengan penemuan-pnemuan pada foto rongen dada (Wahab,

2010). Dalam beberapa kasus, USG jantung (ekokardiogram) akan menunjukkan

tanda-tanda peningkatan tekanan pulmonal (Anonim, 2011).

2.8 Diagnosis

SJP harus dicurigai pada semua bayi cukup bulan yang mengalami sianosis

dengan atau tanpa kegawatan janin, retardasi pertumbuhan intrauteri, cairan

amnion bermacampur mukonium, hipoglikemia, polisitemia, hernia

diafragmatika, efusi pleura, dan asfiksia lahir. Hipoksia adalah universal dan tidak

memberikan respons terhadap oksigen 100% yang diberikan dengan kap (hood)

oksigen, namun dapat memberikan respons sementara terhadap tindakan

hiperventilasi hiperoksik yang diberikan melalui intubasi endotrakea, atau dengan

memakai kantong atau masker. Gradien paO2 antara tempat pengambilan darah

praduktus (arteri radialis kanan) dan pascaduktus (arteri umbilikalis) yang lebih

besar dari 20 mmHg memberi kesan shunt kanan ke kiri melalui duktus arteriosus

dan SJP. Pemeriksaan ekokardiografi real time bersama dengan aliran Doppler

11

Page 12: PPHN edit

memperlihatkan shunt dari kanan ke kiri melewati foramen ovale dan duktus

arteriosus. Deviasi sekat intraartrium ke dalam artrium kiri ditemukan pada SJP

berat. Insufiensi trikuspidal atau mitral dapat ditemukan pada auskultasi sebagai

bising holosistolik dan divisualisasikan dengan ekokardiografi bersama dengan

kotraktilitas yang jelek bila SJP disertai dengan iskemia miokardium. Derajat

regurgitasi trikuspidal dapat memperkirakan tekanan arteri pulmonalis. Suara

jantung kedua keras dan tidak membelah (not split). Pada SJP yang disertai

asfiksia dan SJP idiopatik, rongen dada normal; sedangkan pada SJP yang disertai

dengan pneumonia dan hernia diafragmetika, masing-masing menunjukan adanya

lesi spesifik berupa parenkim yang keruh dan adanya usus di dalam dada.

Diagnosis banding SJP meliputi panyakit jantung sianosis (terutama anomali total

muara vena pulmonalis) dan bentuk etiologi terkait yang memberi kecendrungan

SJP (misalnya, hipoglkemia, polisitemia, sepsis) (Wahab, 2010).

Pemeriksaan radiologi akan dilakukan untuk mendapatkan lebih baik melihat

paru-paru, jantung, dan sirkulasi, dan untuk memeriksa kemungkinan penyebab

lain dari masalah bayi (Spear,2012; Diana, 2011) :

Sinar-X dada: dapat menunjukkan apakah bayi menderita penyakit paru-paru

dan melihat pembesaran jantung.

Ekokardiogram: dapat menunjukkan apakah bayi memiliki jantung atau

penyakit paru-paru dan dapat menentukan arah aliran darah dalam organ

tersebut. Tes ini sangat membantu dalam mendiagnosis PPHN karena akan

menunjukkan aliran sirkulasi darah bayi, termasuk melihat keberadaan ductus

arteriosus terbuka atau tertutup dan menentukan apakah adanya PPHN.

USG kepala: dapat digunakan untuk mencari pendarahan di otak.

Uji laboratorium juga dapat membantu dokter dalam membuat diagnosis

PPHN (Spear,2012; Diana, 2011) :

Analisa gas darah dapat: menunjukkan kadar oksigen, karbon dioksida,

dan penumpukan asam yang ada di dalam darah arteri. Pada keadaan

normal, arteri mengandung kadar oksigen yang tinggi dan tes ini

merupakan cara paling akurat untuk menentukan seberapa baik oksigen

yang masuk ke dalam tubuh.

12

Page 13: PPHN edit

Hitung darah lengkap: dapat mengukur jumlah oksigen yang membawa sel

darah merah, sel darah putih (yang membantu melawan infeksi), dan

platelet (yang terlibat dalam pembekuan darah). Hasil pemeriksaan darah

lengkap dapat menunjukkan jika pasien berada dalam keadaan anemia atau

mungkin infeksi yang menyebabkan bayi menjadi sakit.

Tes elektrolit serum: mengevaluasi keseimbangan elektrolit dalam darah.

Lumbar puncture (spinal tap) dan tes darah lainnya dapat membantu

menentukan adanya infeksi.

Pulse oximetry: mengukur kadar oksigen dalam darah yang dapat

membantu memantau jumlah oksigen yang masuk ke jaringan

adekuat/tidak.

Gambar 2.6 Ekokardiografi untuk Mengvaluasi Hipoksia Neonatal Berdasarkan

Aliran Duktus (bar hitam) dan Atrium (bar biru) (Nair, 2014).

13

Page 14: PPHN edit

2.9 Tatalaksana

Terapi diarahkan untuk memperbaiki setiap penyakit predisposisi

(hipoglikemia, polisitemia) dan memperbaiki oksigenasi jaringan yang jelek.

Respons terhadap terapi sering tidak dapat diramalkan, bersifat sementara, dan

dipersulit oleh pengaruh obat atau ventilasi mekanik yang merugikan. Manajemen

awalnya meliputi pemberian oksigen dan koreksi asidosis, hipotensi, dan

hiperkabia. Hipoksia menetap harus ditangani dengan intubasi dan ventilasi

mekanik (Wahab, 2010).

2.9.1 Manajemen di Ruangan Bersalin

Pengenalan awal PPHN dan koreksi faktor untuk mencegah penurunan dari

PVR penting dalam keberhasilan mengelola bayi terlambat bulan atau prematur

dengan gagal pernapasan. Salah satu fitur klasik PPHN adalah hipoksemia tak

stabil. Bayi-bayi ini menunjukkan episode desaturasi sering dan aliran SpO2

melebar dan PO2 arterial tanpa perubahan pengaturan ventilator. Bunyi S2

mengeras dan murmur sistolik trikuspid regurgitasi sering terdengar pada

auskultasi.

Neonatus dengan PPHN sering sianosis sekunder, aliran paru kanan-ke-kiri

secara signifikan menunjukan PVR yang tinggi. Upaya resusitasi yang signifikan

mungkin diperlukan di ruang bersalin. Tindakan resusitasi di ruang bersalin

didasarkan pada the Neonatal Resuscitation Program and the American Academy

of Pediatrics/American Heart Association guidelines. Resusitasi di kamar bersalin

harus fokus pada tenaga optimal paru dan ventilasi. SpO2 ditempatkan pada

ekstremitas atas kanan dan saturasi dipasang selama resusitasi. Pemberian oksigen

berlebihan selama resusitasi menyenebabkan penurunan PVR secara cepat tetapi

meningkatkan kontraktilitas arteri paru dikemudian dan mengurangi respon

terhadap NO inhalasi pada hewan percobaan.

14

Page 15: PPHN edit

2.9.2 Terapi Inhalasi

Tabel: Penatalaksanaan PPHN (Puthiyachirakkal, 2013).

Pemberikan oksigenasi yang adekuat merupakan terapi andalan dari PPHN.

Namun, saat ini tidak ada penelitian secara acak untuk membandingkan tingkat

PaO2 yang berbeda dalam pengelolaan PPHN pada aterm bayi. Hipoksia

meningkatkan PVR dan berkontribusi terhadap patofisiologi PPHN, meskipun

hyperoxia lebih lanjut tidak menurun PVR dan sebaliknya akibat dari cedera

radikal bebas. Menunjukkan bahwa paparan singkat oksigen 100% dalam hasil

domba baru lahir peningkatan kontraktilitas arteri paru dan mengurangi respon

terhadap iNO. Selain aktivasi langsung NO, oksigen reaktif dapat menurunkan

aktivitas eNOS dan aktivitas SGC dan meningkatkan aktivitas PDE5, yang

mengakibatkan penurunan kadar cGMP dan potensi vasokonstriksi paru. Dalam

model ligasi duktus domba dengan PPHN, mempertahankan saturasi oksigen

dalam 90- 97% hasil kisaran pada PVR rendah. Kami sarankan mempertahankan

saturasi oksigen preductal rendah sampai pertengahan 90an selama pengelolaan

bayi dengan PPHN dengan tingkat PaO2 antara 55 dan 80 mmHg (Nair, 2014).

15

Page 16: PPHN edit

1) Ventilasi

Ekspansi optimal paru sangat penting untuk oksigenasi yang memadai serta

pengiriman efektif iNO. Konvensional dan high-frequency ventilation (HFV)

dapat digunakan untuk mengurangi ketidak cocokan V/Q. Dalam studi yang

membandingkan efektivitas HFV dengan ventilasi konvensional pada bayi dengan

PPHN dan gagal pernafasan, baik modus ventilasi lebih efektif dalam mencegah

extracorporeal membrane oxygenation (ECMO). HFOV kombinasi dengan iNO

mengakibatkan peningkatan terbesar dalam oksigenasi pada beberapa bayi baru

lahir yang memiliki PPHN dengan komplikasi oleh penyakit parenkim paru difus

dan di bawah inflasi. Bayi dengan RDS dan MAS lebih manfaat untuk terapi

kombinasi HFV dan iNO . strategi ventilasi secara gentle dengan PEEP yang

optimal, PIP relatif rendah dan beberapa hiperkapnia permisif, sekarang sedang

direkomendasikan untuk memastikan ekspansi paru yang memadai tanpa

menyebabkan barotrauma. Di hadapan garis berdiamnya arteri, tingkat keparahan

PPHN dinilai dari perhitungan oksigenasi index (OI) (Nair, 2014).

OI = Mean airway pressure (cmH2O) x FiO2 x 100 + PaO2 (mmHg)

2) Surfaktan

Terapi surfaktan eksogen meningkatkan oksigenasi dan mengurangi

kebutuhan ECMO pada PPHN dengan penyakit paru-paru parenkim sekunder,

seperti RDS, pneumonia / sepsis, atau MAS. Percobaan multicenter menunjukkan

bahwa manfaat yang lebih besar pada bayi dengan penyakit yang relatif ringan

dan dengan OI 15-25. Selama satu dekade terakhir, penggunaan surfaktan dalam

mengobati PPHN sekunder dan gagal pernafasan telah meningkat dan mungkin

telah berkontribusi terhadap peningkatan efektivitas iNO dengan berkurangnya

kebutuhan terhadap ECMO (Nair, 2014).

16

Page 17: PPHN edit

3) Nitric Oxide

Pada tahun 1999 , inhalasi oksida nitrat ( iNO ) telah disetujui oleh FDA

untuk digunakan jangka pendek dan jangka panjang pada bayi dengan PPHN.

Telah menjadi pengobatan utama PPHN . NO merupakan vasodilatasi pulmonal

poten dan selektif tanpa menurukan tonus pembuluh darah sistemik . Dalam

intravaskular , menggabungkan dengan hemoglobin membentuk methemoglobin ,

yang mencegah vasodilatasi sistemik ( efek selektif ). iNO mengurangi V/Q tidak

seimbang dengan hanya memasukkan alveoli berventilasi dan spesifik pada

pembuluh darah paru dengan melebarkan arteriol paru yang berdekatan (Nair,

2014).

Percobaan di multicenter besar telah menunjukkan bahwa iNO mengurangi

kebutuhan terhadap ECMO . Sebuah meta - analisis dari 7 percobaan acak dari

iNO digunakan pada bayi baru lahir dengan PPHN juga terbukti bahwa 58 % bayi

hipoksia singkat dan cepat berespon terhadap iNO antara 30-60 menit .

Sementara, penggunaan iNO tidak mengurangi mortalitas pada setiap penelitian

dianalisis, kebutuhan untuk terapi ECMO secara signifikan menurun (Nair, 2014).

Ada perdebatan yang signifikan mengenai dosis awal yang optimal serta

waktu inisiasi terapi iNO. Inhalasi NO memiliki beberapa potensi efek samping,

termasuk disfungsi trombosit, edema paru, methemoglobinemia, dan produksi

racun oleh produk seperti kombinasi nitrat. Kombinasi dengan superoksida, l jauh

ebih berpotensiasi terjadinya cedera oksidatif dengan terbentuknya nitrit peroksi.

Dosis 5-80 ppm telah dipelajari; Namun, sebagian besar uji coba klinis secara

acak mendukung dosis awal 20ppm. Dosis ini di mana puncak peningkatan rasio

tekanan arteri paru ke sistemik tercatat dalam studi yang melibatkan pengukuran

PAP langsung selama kateterisasi jantung. Dosis lebih dari 20 ppm telah dikaitkan

dengan efek yang lebih buruk seperti methemoglobinemia dengan peningkatan

responserate minimal (Nair, 2014).

4) Prostasiklin (PGI2)

Ini bertindak sebagai vasodilator intravena serta bentuk inhalasi dengan

mengaktifkan adenilat siklase dan meningkatkan cAMP di sel otot polos arteri

17

Page 18: PPHN edit

paru seperti vasodilator inhalasi, vasodilator intravena sering menyebabkan

hipotensi sistemik. Inhalasi PGI2 (epoprostenol) telah digunakan dijelaskan

membungkus laporan. PGI2 bertindak sinergis dengan iNO menyebabkan

vasodilatasi paru yang efektif dan juga mencegah rebound hipertensi yang terlihat

saat pemberhentian iNO. Penggunaan PGI2 oral analog natrium, Beraprost seperti

dilansir di Thailand, menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam oksigenasi

indeks dalam lima neonatus dengan PPHN yang tidak berespon terhadap terapi

alkali dan HFOV. Belum ada percobaan terkontrol acak mengevaluasi dampak

dari vasodilator ini dan akibatnya penggunaannya masih terbatas (Nair, 2014).

5) PGE1 Inhalasi

Prostaglandin E1 aerosol (alprostadil) telah digunakan untuk mengobati

hipertensi paru pada orang dewasa maupun pada model hewan percobaan. Dalam

tahap uji coba l studikeci I-II, Sood et al. menyarankan PGE1 hirup adalah

vasodilator paru selektif dan aman terhadap kegagalan pernapasan hypoxemic.

Sebuah uji coba percontohan mengevaluasi penggunaan inhalasi PGE1 (IPGE

trial) iNO PPHN resisten dihentikan karena sedikit data (Nair, 2014).

6) Vasodilator sistemik: Phosphodiesterase inhibitors

Tingginya tingkat kegagalan untuk mendapatkan respon oksigenasi yang

berkelanjutan terhadap terapi iNO telah menyebabkan pencarian lain untuk

meningkatkan vasodilatasi paru. Penghambatan phosphodiesterase cGMP-

merendahkan (PDE5) oleh sildenafil dan penghambatan cAMP merendahkan

phosphodiesterase (PDE3) oleh milrinone adalah dua terapi yang paling

menjanjikan (Nair, 2014).

7) Sildenafil

Obat ini saat ini tersedia baik dalam bentuk oral dan intravena di Amerika

Serikat dan disetujui FDA hanya untuk orang dewasa dengan hipertensi paru.

Penelitian telah menunjukkan bahwa sildenafil oral (kisaran dosis: 1-3 mg / kg

setiap 6 jam) meningkatkan oksigenasi dan mengurangi angka kematian di pusat-

18

Page 19: PPHN edit

pusat keterbatasan ketersediaan iNO. Sildenafil intravena terbukti efektif dalam

meningkatkan oksigenasi pada pasien dengan PPHN dengan dan tanpa paparan

sebelum iNO. Sildenafil intravena diberikan, risiko efek samping seperti hipotensi

karena vasodilationis sistemik tinggi. Risiko ini dapat dikurangi dengan

pemberian perlahan-lahan degan dosis rumatan (0,4 beban -mg atas 3 h), diikuti

dengan dosis pemeliharaan (0.07mg / kg / jam). Sildenafil dapat mengurangi

hipertensi pulmonal rebound yang dicatat selama penghentian iNO. Uji coba

kontrol acak IV, sildenafil sebelum penggunaan iNO dihentikan karena sedikit

data (Nair, 2014).

8) Milrinone

Vasodilator inotropik ini umumnya digunakan dalam unit pediatrik dan

perawatan intensif dewasa tapi saat ini tidak diizinkan untuk digunakan dalam

mengobati PPHN. Milrinone menghambat PDE3 dan relaksasi arteri paru dalam

model percobaan janin domba model PPHN. Bayi dengan PPHN sulit diatasi

dengan terapi iNO , berespon milrinonein IV pada 3 kasus. Dosis rumatan (50mcg

/ kg) diikuti dengan dosis pemeliharaan (0,33-1 mcg / kg / h) umum digunakan.

Seperti halnya vasodilator sistemik, hipotensi merupakan perhatian klinis dan

tekanan darah perlu dipantau secara ketat. Milrinone mungkin vasodilator paru

pilihan pada PPHN dengan disfungsi ventrikel kiri (Nair, 2014).

9) Bosentan

Endotelin-1 receptor blocker non-spesifik telah digunakan dalam

panatalaksanaan PPHN, terutama pada dewasa. Pada janin domba dengan

hipertensi paru, Ivy et al. menunjukkan bahwa intrauterine kronis, ET blokade

reseptor menurun PAP dalam rahim, penurunan RVH dan muskularisasi distal

dari arteri pulmonalis kecil, dan meningkatkan penurunan PVR saat persalinan.

Penggunaan bosentan pada neonatus digambarkan oleh Goissen et al. dalam dua

bayi dengan transposisi pembuluh darah besar yang berhubungan dengan

hipertensi pulmonal dan telah terbukti efektif dalam PPHN (Nair, 2014).

19

Page 20: PPHN edit

Gambar 2.3: Vasokonstriktor Poten pada Sel ndotel Vaskular (Nair, 2014).

10) Steroid pada PPHN

Setelah lahir, steroid sistemik telah terbukti mengurangi durasi tinggal di

rumah sakit dan ketergantungan Oksigen pada MAS. Pada janin domba model

PPHN, hidrokortison pengobatan pasca lahir telah terbukti meningkatkan

oksigenasi, meningkatkan kadar cGMP, dan mengurangi level ROS. Hal tersebut

menunjukkan peran potensial hidrokortison pada PPHN. Perawatan harus

dihindari penggunaan steroid dengan adanya infeksi bakteri atau virus. Bukti

terbaru bahwa kelainan genetik dalam kortisol jalur berhubungan dengan PPHN

memberikan dasar lebih lanjut untuk menjelajahi peran steroid pada PPHN (Nair,

2014).

11) Extra corporeal membrane oxygenation (ECMO)

ECMO adalah tindakan pendukung pada dasarnya memberikan waktu untuk

jantung neonatal dan paru-paru untuk pulih dari patologi yang mendasarinya.

Dengan meningkatkan teknik ventilasi dan keterbatasan toksisitas oksigen dan

penggunaan terapi seperti HFOV, surfaktan, iNO, dan vasodilator lainnya,

20

Page 21: PPHN edit

penggunaan ECMO untuk gangguan pernapasan neonatus mengalami penurunan.

Rincian teknis serta jenis ECMO dibahas panjang lebar dalam artikel lainnya

(Nair, 2014).

2.9.3 Terapi terbaru

Beberapa terapi baru untuk PPHN sedang diteliti. Termasuk didalamnya

radikal bebas seperti superoxide dismutase (SOD), yang telah meningkatkan

oksigenasi pada domba dengan PPHN. Apocynin, sebuah oksidase inhibitor

NADPH, juga telah ditunjukkan untuk melemahkan ROS mediasi vasokonstriksi

dan meningkatkan aktivitas NOS pada domba dengan PPHN. Penggunaan

betametason antenatal pada hewan telah terbukti meningkatkan relaksasi arteri

paru untuk ATP dan NO donor pada domba dengan PPHN. Peningkatan endotel

NOS dan mengurangi tanda-tanda stres oksidatif juga terungkap dalam kelompok

percobaan steroid. Aktivator dari SGC mungkin lebih efektif daripada iNO dalam

mendorong vasodilatasi paru terutama pada stress oksidatif (Nair, 2014).

2.10 Prognosis

Hasil akhir bayi dengan PPHN dihubungkan dengan hipoksik iskemik

encefalopati yang menyertainya dan kemampuan untuk mengurangi tahanan

vascular pulmonal. Prognosis jangka panjang bayi dengan PPHN bertahan hidup

sesudah pengobatan dengan hiperventilasi sama dengan bayi yang menderita

penyakit dengan keparahan yang ada sejak lahir (asfiksia lahir, hipoglikemia dan

polisitemia). Hasil akhir bayi yang diobati dengan ECMO juga menyenangkan

85%-90% bertahan hidup dan 70%-75% bertahan hidup tampak normal pada usia

1 tahun (Behram, 1999). Berdasarkan pengamatan 15 tahun yang terakhir, tingkat

kematian untuk PPHN sekitar 40%, dan prevalensi kecacatan neurologis utama

adalah 15-60% (Robin, 2010).

21

Page 22: PPHN edit

BAB III

KESIMPULAN

Persistent Pulmonary Hypertension of The Newborn (PPHN) adalah suatu

keadaan dimana terjadi kegagalan transisi sirkulasi normal setelah kelahiran bayi

(Sallaam dkk, 2014; Tzialla dkk, 2010). Hipertensi pulmonal persisten atau

disebut juga persistent fetal circulation (PFC) dapat terjadi akibat peningkatan

resistensi pembuluh darah paru dan akan menyebabkan disfungsi jantung. Bila

afterload ventrikel kanan meningkat, tekanan diastolik akhir ventrikel kanan dan

tekanan atrium kanan akan meningkat melebihi tekanan di atrium kiri sehingga

darah akan mengalir dari kanan ke kiri melalui foramen ovale (Tobing, 2003).

Penyebab paling sering PPHN adalah sekunder, relaksasi tertunda atau gangguan

pembuluh darah paru yang berhubungan dengan beragam patologi paru neonatus.

Terapi diarahkan untuk memperbaiki setiap penyakit predisposisi

(hipoglikemia, polisitemia) dan memperbaiki oksigenasi jaringan yang jelek.

Respons terhadap terapi sering tidak dapat diramalkan, bersifat sementara, dan

dipersulit oleh pengaruh obat atau ventilasi mekanik yang merugikan. Manajemen

awalnya meliputi pemberian oksigen dan koreksi asidosis, hipotensi, dan

hiperkabia. Hipoksia menetap harus ditangani dengan intubasi dan ventilasi

mekanik (Wahab, 2014).

22