kolestasisi edit

35
BAB I PENDAHULUAN Kolestasis didefinisikan sebagai hambatan aliran empedu, dengan manifestasi sebagai conjugated hyperbilirubinemia disertai hambatan bahan-bahan (seperti bilirubin, asam empedu dan kolesterol) dan secara histopatologis terlihat penumpukan empedu di dalam hepatosit dan bilier. Kadar bilirubin direk > 2mg/dl atau > 20% kadar bilirubin total dan biasanya terjadi pada usia 90 hari kehidupan. 1 Akibat penumpukan empedu di sel hati, bayi terlihat ikterik, urin berwarna lebih gelap dan tinja berwarna lebih pucat sampai seperti dempul. Kolestasis harus dipikirkan sebagai salah satu penyebab ikterus pada bayi baru lahir bila, ikterus menetap setelah bayi berusia 2 minggu. 1 Penyebab kolestasis pada bayi ini sangat beragam, berupa penyakit atau kelainan fungsional. Diantaranya adalah infeksi, kelainan genetik, kelainan metabolik yang menimbulkan kolestasis intrahepatik yang disebut kolestasis hepatoseluler atau berbagai kelainan yang mempengaruhi saluran bilier ekstrahepatik yang disebut juga kolestasis obstruktif yang dapat berupa kolestasis obstruktif intrahepatik atau kolestsis obstruktif ekstrahepatik. Lebih dari 90% penyebab kolestasis obstruktif adalah atresia bilier yang memerlukan tindakan operasi dini. 2 Kolestasis menunjukan suatu keadaan yang patologis pada hepatobilier, betapapun ringannya ikterus tersebut. Oleh karena itu harus dilakukan pemeriksaan intensif sedini mungkin 1

Upload: ferry-ferdiansyah

Post on 03-Aug-2015

85 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kolestasisi Edit

BAB I

PENDAHULUAN

Kolestasis didefinisikan sebagai hambatan aliran empedu, dengan manifestasi sebagai

conjugated hyperbilirubinemia disertai hambatan bahan-bahan (seperti bilirubin, asam

empedu dan kolesterol) dan secara histopatologis terlihat penumpukan empedu di dalam

hepatosit dan bilier. Kadar bilirubin direk > 2mg/dl atau > 20% kadar bilirubin total dan

biasanya terjadi pada usia 90 hari kehidupan.1

Akibat penumpukan empedu di sel hati, bayi terlihat ikterik, urin berwarna lebih gelap

dan tinja berwarna lebih pucat sampai seperti dempul. Kolestasis harus dipikirkan sebagai

salah satu penyebab ikterus pada bayi baru lahir bila, ikterus menetap setelah bayi berusia 2

minggu.1

Penyebab kolestasis pada bayi ini sangat beragam, berupa penyakit atau kelainan

fungsional. Diantaranya adalah infeksi, kelainan genetik, kelainan metabolik yang

menimbulkan kolestasis intrahepatik yang disebut kolestasis hepatoseluler atau berbagai

kelainan yang mempengaruhi saluran bilier ekstrahepatik yang disebut juga kolestasis

obstruktif yang dapat berupa kolestasis obstruktif intrahepatik atau kolestsis obstruktif

ekstrahepatik. Lebih dari 90% penyebab kolestasis obstruktif adalah atresia bilier yang

memerlukan tindakan operasi dini.2

Kolestasis menunjukan suatu keadaan yang patologis pada hepatobilier, betapapun

ringannya ikterus tersebut. Oleh karena itu harus dilakukan pemeriksaan intensif sedini

mungkin agar dapat mencegah kerusakan hati yang permanen dan progresif. Pada atresia

bilier bila intervensi bedah dilakukan kurang dari 8 minggu, angka keberhasilannya adalah

80% sedangkan pembedahan yang dilakukan pada usia lebih dari 12 minggu angka

keberhasilanya hanya 20%. Tanpa intervensi bedah, rata-rata usia kematian adalah 12 bulan.

Pada saat ini dengan intervensi bedah dini sejumlah 36-56% pasien hidup sampai usia 5

tahun. Bila pasca operasi, aliran empedu hanya mengalami perbaikan parsial, paling tidak

anak mendapat kesempatan tumbuh dan berkembang sebaik mungkin sebelum diputuskan

perlu tidaknya dilakukan transplantasi hati.3

Dari data yang dihimpun bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia , sebagian besar kolestasis pada bayi adalah jenis KIH, yaitu sebesar

60%. Mayoritas KIH disebabkan oleh infeksi pada masa prenatal. Terdapat kasus KIH akibat

infeksi virus yang sembuh dengan sendirinya. Namun jika disebabkan oleh infeksi kuman

yang berat (sepsis) maka diperlukan terapi antibiotika yang tepat. Ada pula kasus KIH yang

1

Page 2: Kolestasisi Edit

disebabkan oleh gangguan metabolisme yakni metabolisme karbohidrat, protein, lemak atau

asam empedu. Sedangkan kasus KEH pada bayi-bayi Asia sebagian besar disebabkan oleh

atresia bilier, yaitu gangguan pada saluran empedu, dimana saluran itu tidak dapat dipakai

mengeluarkan bahan-bahan yang seharusnya dibuang ke tinja. Bisa juga diakibatkan oleh

kista saluran empedu yang memicu berbagai komplikasi termasuk pecahnya kista dan

kematian.4

Penanganan bayi kolestasis merupakan suatu masalah yang cukup pelik karena

penyebabnya sangat bervariasi dan sebagian besar masih belum jelas patogenesisnya. Oleh

karena itu tugas klinisi dalam menghadapi kolestasis adalah menegakkan kolestasis sedini

mungkin, melakukan evaluasi diagnostik sedini mungkin untuk mengetahui penyebabnya

(intra atau ekstrahepatik), intervensi dini untuk mencegah skuele jangka panjang.3

2

Page 3: Kolestasisi Edit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Hati dan Empedu

Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1500 garam atau 2% berat

badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan tercetak oleh

struktur sekitarnya.

Hati sangat penting dalam metabolisme bahan makanan antara lain :

1. Hati berperan dalam mempertahankan kadar gula darah dengan jalan membentuk dan

menyimpan glikogen. Glikogen dibentuk dari glukosa, levulosa, galaktosa dan laktosa.

Hati dapat juga merubah asam amino glikogenik dan gliserol menjadi dekstrosa, yang

kemudian dirubah menjadi glikogen (glikogenesis). Sedangkan glokogen dapat

dirubah oleh hati menjadi glukosa sesuai dengan kebutuhan (glikogenolisis).

2. Tempat sintesis dan oksidasi lemak. Hampir semua lemak dimetabolisir di dalam hati.

Zat lemak yang dipadukan dengan lesitin akan membentuk posfolipid yang mudah

diangkut dan dalam keadaan siap pakai. Kolesterol dibuat di hati dari asam asetat,

sedangkan esternya merupakan gabungan kolesterol dengan asam lemak. Lipoprotein

plasma yang mengangkut trigliserida juga dibuat di hati. Hati bersama-sama dengan

ginjal memecahkan asam lemak berantai panjang menjadi benda-benda keton. Benda

keton ini akan banyak dihasilkan oleh tubuh pada masa kelaparan. Benda keton akan

dikeluarkan bersama air kemih.

3. Ureum dibuat di hati dan merupakan deaminasi protein. Zat protein seperti fibrinogen,

globulin dan protrombin dibuat di hati.

4. Vitamin A, C dan D disimpan di hati. Hati juga mengolah bahan baku vitamin A

(provitamin A) menjadi vitamin A. Riboflavin, vitamin E dan K juga disimpan di hati.

5. Hati berfungsi juga sebagai pembentuk darah terutama pada masa neonatus dan hati

juga merupakan cadangan penyimpanan zat besi.

6. Hati berfungsi sebagai penawar racun yang membahayakan tubuh serta berupaya agar

bahan tersebut dapat dikeluarkan dengan segera.5

3

Page 4: Kolestasisi Edit

2.2 Metabolisme Bilirubin

Bilirubin adalah anion organik yang berwarna oranye dengan berat molekul 584. Asal mula

bilirubin dibuat dari heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi. 80% heme

berasal dari hasil perombakan sel darah merah, sedangkan sisanya berasal dari heme non-

eritrosit seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan perioksidase serta hasil system eritropoetik

yang tidak efektif. Oleh enzim hemoksigenase, heme dirubah menjadi biliverdin yang

kemudian dirubah lagi menjadi bilirubin atas pengaruh enzim bilirubin reduktase.5

Proses tersebut berlangsung di dalam jaringan system retikuloendotelial. Bilirubin

yang masuk ke dalam darah akan diikat oleh albumin dan dibawa ke hati. Bilirubin ini

mempunyai daya larut yang tinggi terhadap lemak dan kecil sekali terhadap air, sehingga pada

reaksi van den Bergh, zat ini harus dilarutkan dahulu dalam akselerator seperti methanol atau

etanol, oleh karena itu disebut bilirubin indirek. Zat ini sangat toksik terutama untuk otak.

Pengikatan dengan albumin merupakan upaya tubuh untuk menyingkirkan bilirubin indirek

dari tubuh dengan segera. Daya ikat albumin-bilirubin (kapasitas ikat total) berkisar 25 mg/dl.

Obat seperti asetil salisilat, tiroksin dan sulfonamid dapat mengadakan kompetisi terhadap

ikatan ini. Bilirubin indirek mudah memasuki hepatosit berkat adanya protein akseptor

sitoplasmik Y dan Z hepatosit. Proses tersebut dapat dihambat oleh anion organic seperti

asam flavasidik, beberapa bahan kolestogarafik.5

Dalam hepatosit bilirubin akan diikat oleh asam glukoronat yang berasal dari asam

uridin diposfoglukoronat dengan bantuan enzim glukoronil transferase. Hasil gabungan ini

larut dalam air, sehingga disebut bilirubin direk atau bilirubin terikat (conjugated bilirubin).

Selain dalam bentuk diglukoronida dapat juga dalam bentu ikatan monglukoronida atau ikatan

dengan glukosa, xylosa dan sulfat. Bilirubin konjugasi dikeluarkan melalui proses yang

tergantung dari energi ke dalam system bilier. Bilirubin yang diekskresikan ke dalam usus

akan dirubah menjadi sterkobilin. Enzim glukoronil transferase diinduksi oleh fenobarbital.

Fenobarbital juga menabah protein akseptor Y. Estrogen dan progestin yang berasal dari ibu

dan steroid dapat menghambat konjugasi bilirubin dalam hati. Bilirubin direk atau bilirubin

konjugasi dikeluarkan melalui membran kanalikuli ke saluran empedu. Proses ini terbatas

(rate limiting process). Obat seperti klopromazin dapat memblokade proses ini demikian juga

adanya bendungan ekstrahepatal dan kerusakan sel hati. Bila terjadi blokade, maka bilirubin

direk akan mengalami regurgitasi sehingga kembali ke dalam plasma.5

Bilirubin direk ditampung dalam kantong empedu yang kemudian dikeluarkan ke

dalam saluran pencernaan. Dalam saluran ini bilirubin direk akan direduksi oleh bakteri

menjadi urobilinogen. Sebagian urobilinogen akan diserap oleh usus, masuk ke dalam darah

4

Page 5: Kolestasisi Edit

dan selanjutnya akan dikeluarkan oleh ginjal bersama air kemih. Bilirubin direk sebagian

besar diserap oleh ileum terminal secara aktif, sebagian kecil yang tidak diserap masuk ke

dalam kolon, dirusak oleh bakteri usus manjadi bilirubin indirek. Sebagian dari bilirubin ini

diserap secara pasif oleh kolon melalui vena porta bilirubin ini memasuki hati dan dikeluarkan

lagi ke dalam system bilier (sirkulasi enterohepatik).5

2.3 Definisi Kolestasis

Kolestasis secara fisiologis didefinisikan sebagai hambatan sekresi dan atau aliran empedu

yang biasanya terjadi dalam 3 bulan pertama kehidupan. Akibatnya akan terjadi akumulasi,

retensi serta regurgitasi bahan- bahan yang harus diekskresikan oleh empedu, seperti bilirubin,

asam empedu, serta kolesterol ke dalam plasma. Pada pemeriksaan histopatologis terlihat

penumpukan empedu di dalam hepatosit dan system bilier. Penumpukan bahan tersebut akan

merusak sel hati dengan berbagai tingkat gejala klinis yang mungkin terjadi, serta

pengaruhnya terhadap organ sistemik lainnya, tergantung dari lamanya kolestasis

berlangsung. Secara klinis, bayi terlihat ikterik, urin berwarna lebih gelap dan tinja berwarna

lebih pucat sampai dempul.1,7

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar bilirubin direk meningkat menjadi

lebih dari 2 mg/dl dan komponen bilirubin direk melebihi 20% dari kadar bilirubun total.1,7

2.4 Epidemiologi

Kolesatsis pada bayi terjadi pada kurang lebih 1/2500 kelahiran hidup dan sepertiga

diantaranya disebabkan oleh atresia bilier. Dari 3 penyebab utama kolestasis, insiden atresia

bilier adalah 1 : 10.000 sampai 1 : 13.000 kelahiran hidup. Hepatitis neonatal 1 : 5000, dan

defisiensi α-1-antitripsin 1: 20.000.3

Rasio atersia bilier pada anak permpuan dan anak laki-laki adalah 2 : 1, sedangkan

pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik. Belum terbukti adanya predileksi rasial atau

familial.3

Di lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar selama

periode Januari 1992 sampai November 1993 tercatat 34 kasus kolestasis, terdiri dari 26 kasus

atau 76,5 % kaus kolestasus intrahepatik dan 8 kasus atau 23,5% kasus kolestasis

ekstrahepatik. Berdasarkan jenis kelamin terdapat 22 kasus atau 64,7% kasus pada laki-laki

dan 12 kasus atau 35,2% kasus perempuan. Dari segi usia, usia kurang dari 3 bulan sebanyak

28 kasus atau mencapai 82,4%. Usia 3-6 bulan sebayak 4 kasus atau 11,8 % dan usia lebih

5

Page 6: Kolestasisi Edit

dari 6 bulan sebanyak 2 kasus atau 5,8%. Usia termuda adalah 9 hari dan tertua adalah 8

bulan.3

Kolestasis bisa terjadi pada semua kelompok umur. Namun diketahui bahwa neonatus

dan bayi lebih sering menderita penyakit ini sebagai konsekuensi belum matangnya fungsi

hati.7

2.5 Patofisiologi Kolestasis

Semua sel hepar secara kontinyu membentuk sejumlah kecil zat yang disebut empedu, yang

jumlahnya per hari dapat mencapai kurang lebih 500mg. Hasil sekresi ini dilepaskan ke dalam

kanalikulus biliferis kecil, lalu dialirkan ke perifer menuju septa interlobular yang bermuara

kedalam duktus biliaris terminalis, kemudian secara progresif berlanjut hingga akhirnya

mencapai duktus hepatica dan duktus koledukus, tempat terakhir pengaliran empedu langsung

ke arah duodenum atau sebagian ke arah kandung empedu. Biasanya empedu ditampung

terlebih dahulu di dalam kandung empedu hingga tiba saatnya untuk dialirkan ke dalam

duodenum. Konposisi empedu terdiri dari air, asam empedu, pigmen empedu, kolesterol,

garam anorganik setta substansi lain yang larut dalam larutan alkalis. Sebagian komponen

empedu diserap ulang dalam usus kemudian dekskresikan kembali oleh hati melalui sirkulasi

enterohepaitk. Asam empedu merupakan bagian terbesar senyawa organic dalam cairan

empedu dan berperan penting dalam patofisiologi kolestasis karena sifatnya yang hidrofobik

dan hepatotoksi. Ada 4 asam empedu yang ditemukan pada manusia, yaitu asam kolat (50%),

asam konodioksikolat (30%), asam deoksikolat (15%), dan asam litokolat (5%). Dua asam

empedu utama/primer yang disintesis di hati adalah asam kolat dan asam kenodeoksikolat. Di

dalam kolon, bakteri mengubah asam kolat menjadi asan deoksikolat dan asam

kenodioksikolat menjadi asam litokolat. Karena terbentuk dari hasil kerja bakteri kolon, maka

sam deoksikolat dan asam litokolat disebut asam empedu sekunder.1

Penelitian kadar asam empedu serum pada berbagai usia menunjukan terdapatnya

peningkatan yang sangat hebat kadar asam empedu kolat dan kenodioksikolat pada beberapa

hari pertama menetap selama 4 sampai 8 minggu, dan kemudian berangsur-angsur menurun

hingga mencapai kadar dewasa pada usia 1 tahun. Beberapa penulis menyebut hal ini sebagai

kolestasis fisiologis. Bayi baru lahir mengalami suatu periode kolestasis relatif (disebut juga

kolestasis fisiologis) tanpa menderita suatu penyakit. Keadaan ini terjadi antara lain karena

pada periode tersebut ukuran pool asam empedu kecil dan konsentrasinya di duodenum serta

absorpsinya menurun, sehingga bayi tersebut rentan untuk menderita kolestasis akibat

6

Page 7: Kolestasisi Edit

berbagai keadaan atau penyakit, karena adanya obstruksi duktus biliaris ekstrahepatik maupun

intrahepatik.1

Kolestasis terjadi akibat gangguan sintesis dan atau sekresi asam empedu. Mekanisme

terjadinya kolestasis dapat diklasifikasikan atas 2 bagian besar, yaitu :

1. Secara hepatoselular, terjadi kerusakan pada pembentukan empedu. Gambaran

histopatologis yang khas adalah terlihatnya empedu diantara hepatosit dan ruang-

ruang kanlaikuler, yang berhubungan demgan jejas kolat secara umum.

2. Secara obstruktif, yaitu terjadi impedansi terhadap aliran empedu setelah terbentuk.

Gambaran histopatologis yang terjadi adalah adanya sumbatan bilier pada duktus

biliaris interlobularis, ekspansi portal dan proliperasi duktus biliaris dengan jejas kolat

sentrilobularis.1

2.6 Manifestasi klinis

Tanpa memandang etiologinya, gejala klinik utama pada koestasis neonatal adalah ikterus,

tinja berwarna lebih pucat sampai dempul (akolik), dan urin yang berwarna gelap. Selanjutnya

akan muncul manifestasi klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan

bilirubin.2,3

Adapun manifestasi klinis utama terjadinya kelainan yang menyebabkan kolestasis

adalah :

1. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi (>2mg/dl atau > 20% dari kadar bilirubin

total ).

2. peningakatan asam empedu serum (>10 mmol/L)

3. Warna tinja akolik (seperti dempul) dengan variasinya.

4. Urin warna gelap.

5. Hepatomegali

Secara klinis, kolestasis dihubungkan dengan gejala ikterik serta pruritus berdasarkan

peningkatan kadar bilirubin direk, γ-glutamil transferase, alkali-fosfatase dan malabsorpsi

lemak. Perubahan warna tinja serta urobilinogen urin sejalan dengan jenis serta beratnya

hambatan empedu tersebut dan berkorelasi pula dengan lamanya kolestasis berlangsung. Pada

kolestsis kronik, anak akan mengalami malnutrisi dan retardasi dalam pertumbuhan serta

gejala defisiensi vitamin yang larut dalam lemak, yaitu terjadi penebalan kulit, rabun senja,

osteopsnia, degenerasi neuromuskular, anemia hemolitik, hipoprotrombimnemia serta

kelainan hati menjadi progresif dan selanjutnya terjadi sirosis bilier dengan berbagai

komplikasinya.1

7

Page 8: Kolestasisi Edit

2.7 Diagnosis

Untuk membedakan antara kolestasis intrahepatal dengan kolestasis ekstrahepatal,

dilakukan denan cara :

1. Anamnesa

a. Riwayat keluarga

Bila ada saudara kandung pasien yang menderita kolestasis, kemungkinan besar

merupakan suatu kelainan genetik/metabolik. Atresia bilier jarang mengenai suadara

pasien yang lain.

b. Riwayat kehamilan dan kelahiran

Riwayat obstetrik ibu (infeksi TORCH, hepatitis B dan infeksi lain), BBL, infeksi

intrapartum, morbiditas perinatal dan riwayat pemberian nutrisi parenteral. Bayi

atresia bilier biasanya lahir dengan BB normal, sedangkan bayi dengan kolestasis

intrahepatal biasanya lahir dengan BB rendah.

2. Klinis

Menurut Alagille (1985), bahwa ada 4 keadaan klnis yang dipakai sebagai patokan untuk

membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dengan intahepatik, yaitu :

a. BB lahir

b. Warna tinja

c. Umur penderita saat tinja mulai akolik

d. Keadaan hepar

8

Page 9: Kolestasisi Edit

Kriteria klinis untuk membedakan kolestasis Intra/Ekstrahepatal

Klinis Ekstrahepatal Intrahepatal

Warna tinja selama dirawat

- Pucat /dempul

- Kuning

BB lahir

Usia tinja akolik

Gambaran klinis hati

- Hati normal

- Hepatomegali

Konsistensi :

- Normal

- Padat

- Keras

Biopsi hati

- Fibrosis porta

- Profilerasi duktus

- Thrombus empedu

importal

79%

21%

3000 gram

± 2 minggu

13%

12%

63%

24%

94%

86%

63%

26%

74%

< 3000 gram

4 minggu

47%

35%

47%

6%

47%

30%

1%

Kolestasiss ekstrahepatik hampir selalu menyebabkan tinja yang akolik, maka sebagai

upaya pertama untuk membedakan kolestasis intra/ekstrahepatik adalah mengumpulkan

tinja 3 porsi dalam wadah berwarna gelap.

1. Porsi I pkl 06.00 – 14.00

2. Porsi II pkl 14.00 – 22.00

3. Porsi III pkl 22.000 – 06.00

Pada saat tinja dikumpulkan, pemberian kolestiramin dihentikan. Bila selama beberapa

hari ketiga porsi tinja tetap dempul, maka kemungkinan besar diagnosisnya adalah

kolestasis ekstrahepatik. Pada kolestasis intrahepatik, umumnya dempul pada pemeriksaan

tinja 3 porsi akan berfluktasi.

9

Page 10: Kolestasisi Edit

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan rutin

Pada setiap kasus kolestasis dilakukan pemeriksaan kadar komponen dari

bilirubin untuk membedakanya dari hiperbilirubinemia fisiologis. Juga dilakukan

pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati termasuk transaminase serum (SGOT,

SGPT, Gamma Glutamil Transferase), alkali fosfatase, waktu protrombin dan

tromboplastin, UL, FL.

Data laboratorik awal pada bayi kolestasis

Bilirubin total

Bilirubin direk

SGOT ( dari N)

SGPT ( dari N)

GT ( dari N)

10,2 ± 4,5

6,2 ± 2,6

< 5 x

< 5 x

> 5 x

12,1 ± 9,6

8,0 ± 6,8

> 10 x

> 10 x

< 5 x

b. Pemerksaan khusus

Pemeriksaan Uji Aspirasi Duodenum (UAD) jarang dilakukan karena beberapa

pernyataan mengatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan tinja

3 porsi.

c. Pencitraan

Pencitraan dilakukan untuk mengetahui patensi duktus dan menilai keadaan parenkim

hati. Pemeriksaan pencitraan yang dilakukan antara lain :

- Pemeriksaan USG

Theoni (1990) mengemukakan bahwa akurasi diagnostik USG 77% dan dapat

ditingkatkan bila pasien dilakukan dalam 3 fase yaitu pada saat puasa, saat minum

dan sesudah minum.

Pemeriksaan USG merupakan prosedur yang sederhana dan noninvasif, sehinggga

dapat dilakukan terhadap bayi dengan kolestasis.

- Sintigrafi hati

Pemeriksaan sintigrafi dapat digabung dengan DAT, dengan akurasi diagnosis

sebesar 98,4%.7

- Pemeriksaan kolangiografi

Prosedur ini jarang dilakukan karena memerlukan anestesi umum dengan

instrumen yang canggih dan teknis pelaksanaan yang sulit.

10

Page 11: Kolestasisi Edit

d. Biopsi hati

Gambaran histopatologis hati dapat membantu menentukan perlu atau tidaknya

laparotomi eksplorasi.

Pada hepatitis neonatal umumnya ditemukan infiltratif inflamasi di lobulus yang

disertai dengan nekrosis hepatoseluler, sehingga terlihat gambaran lobuler yang

kacaua, serta ditemukan sel raksasa, fibrosis porta, dan proliferasi duktus ringan.

Pada atresia bilier didapat gambaran proliferasi duktuus bilier dan sumbatan empedu,

fibrosis porta dan edema tetapi arsitektur lobulernya masih nomal.7

2.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding kolestasis

I. Kelainan ekstrahepatik

A. Atresia bilier

B. Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier

C. Perporasi spontan duktus bilier

D. Massa (neoplasma, batu)

E. Inspissated bile syndrom

II. Kelainan intrahepatik

A. Idiopatik

1. Idiopatik neonatal hepatitis

2. kolestasis intrahepatal persisten

3. syndrom alagille

4. Syndrom Zellweger

5. intrahepatik bile duct paucity

B. Anatomik

1. Fibrosis hepatitik congenital

2. Penyakit caroli

C. Kelainan metabolisme

1. Asam amino : Tyrosinemia

2. Lipid : Penyakit Gaucher, penyakit Niemann pick

3. Karbohidrat : galaktosemia

4. Penyakit empedu

5. Penyakit metabolic tidak khas : defisiensi α antitripsin, kistik fibrosis

11

Page 12: Kolestasisi Edit

D. Hepatitis

1. Infeksi : Hepatitis B, reovirus, TORCH.

2. Toksis : Kolestasis akibat nutrisi parenteral, sepsis dengan kemumngkinan

endotoksinemia.

E. Genetic atau kromosal: Trisomi E, Syndrom Down, Syndrom Donahue

(leprechaunisme)

F. Lain-lain : Histiositosis X, renjatan atau hipoperfusi, obstruksi intestinal,

syndrom polisplenia, lupus neonatal.10

2.9 Penatalaksanaan

A. Terapi medikamentosa yang bertujuan untuk :

a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati, terutama asam empedu

(asam litokolat), dengan memberikan :

1. Fenobarbital 5 mg/Kg/hari, dibagi 3 dosis per oral

2. Kolestiramin 1 mg/kg/hari, dibagi 6 dosis

b. Melindungi hati dari zat toksik dengan memberikan :

1. Asam ursodioksilat 3-10mg/kg/hari, dibagi 3 dosis per oral

c. Mencegah perkembangan menjadi sirosis denag memberikan :

1. Colchicine (anti fibrotik) 0.025 mg/kg/hari, peroral

Bila telah terjadi gagal hati akibat sirosis, penanganannya sesuai dengan situasi dan

kondisi.

B. Terapi nutrisi

a. Pemberian makanan yang mengandung medium chin trigliserida ( MTC) untuk

mengatasi absorpsi lemak.

b. Penatalaksaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak

1. Vitamin A 10.000 U/hari dengan zinc 1 mg/kg

2. Vitamin D 5000-8000 IU Vitamin D2 atau hidroksi kolekalsiferol 3-5

ug/kg/hari

3. Vitamin E (alfa tokoferol asetat) 150 U/hari

4. Kalsium dan posfor bila perlu.

12

Page 13: Kolestasisi Edit

C. Terapi Bedah

Segera stelah diagnosis atresia bilier ditegakan, dilakukan intervensi bedah

portoenterostomi terhadap atresia bilier yang dapat dikorekasi, yaitu tipe I dan II.7

2.10 Prognosis

Prognosis kolestasis intrahepatik tergantung dari penyakit penyebab dan banyaknay kerusakan

sel-sel hati. Kolestasis yang terjadi oleh sepsis, prognosisnya baik. Pada kasus kolestasis

ekstrahepatik seperti atresia biklier, setelah dilakukan operasi Kasai (post kasai procedure)

30-60% bisa bertahan sampai 5 tahun.7

BAB 3LAPORAN KASUS

13

Page 14: Kolestasisi Edit

3.0.KONDISI SAAT KUNJUNGAN

I. Identitas.

Nama : IWS

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir : 03 Mei 2010

Umur : 5 bulan 15 hari

Nama Ayah : MM, 33 tahun

Pendidikan Ayah : SMA

Nama Ibu : NWA, 33 tahun

Pendidikan Ibu : SD

Alamat : Br. Tegal Payang Pupuan Tegalalang Gianyar

Tanggal pemeriksaan : 18 Oktober 2010, di Rumah penderita

II. Heteroanamnesis

Anamnesis dilakukan terhadap ayah dan ibu penderita

- Pada saat kunjungan penderita dikatakan berada dalam keadaan baik, keluhan kejang

tidak ada, sesak tidak ada, batuk, pilek dan demam juga tidak ada.

- Aktivitas sehari-hari dapat dilakukan dengan baik.

- Penderita dikeluhkan belum dapat menegakan kepala, membalikan badan juga belum

bisa.

- Penderita juga dapat merespon suara yang didekatkan dengan penderita.

- Nafsu makan normal ( minum ASI).

- Buang air besar normal, warna kuning, konsistensi lembek.

- Buang air kecil normal, warna jernih kekuningan.

Riwayat penyakit sebelumnya:

Penderita pada saat berumur 1 bulan 22 hari, pernah dirawat di RS Sanglah. Pada saat itu

penderita dikeluhkan orang tuanya mual dan muntah sejak satu hari sebelum masuk rumah

sakit. Muntah sebanyak dua sampai tiga kali dalam sehari. Muntahan berisi makanan yang

dikonsumsi. Selain itu pasien juga dikeluhkan lemas sejak pasien muntah, selain itu pasien

juga tampak pucat. Pasien juga dikeluhkan adanya mata kuning dan kemudian menjalar ke

muka dan seluruh tubuh sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit.

14

Page 15: Kolestasisi Edit

Pasien dikeluhkan mengalami sesak napas sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit,

sesak ini disertai dengan batuk yang tidak berdahak. Pilek tidak ada, panas badan tidak ada.

Pasien juga pernah dibawa kedokter praktek swasta untuk berobat atas keluhan ini, dan pasien

diberikan obat puyer.

Pasien juga dikeluhkan mata tidak merespon terhadap panggilan dan tatapan mata pasien

tampak kosong sejak pasien muntah-muntah tersebut. Pagi hari sebelum dibawa ke rumah

sakit Sanglah, pasien dibawa kerumah sakit Aricanti untuk berobat kemudian dari sana pasien

dirujuk ke rumah sakit Sanglah. Dirumah sakit sanglah pasien didiagnosa dengan ICB dan

pernah di CT Scan, setelah MRS selama tiga hari, pasien menjalani operasi trepanasi. Setelah

dioperasi pasien sempat dirawat di ruang intensif selama beberapa hari. Pasien dirawat di

rumah sakit Sanglah selama kurang lebih satu bulan.

Riwayat penyakit di keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang lain yang dikeluhkan menderita penyakit yang sama dengan

penderita.

Riwayat Prenatal

- Ibu penderita menikah satu kali. Penderita merupakan kehamilan yang pertama.

- Selama hamil, ibu penderita rutin melakukan antenatal care di bidan setiap bulan dan

di dokter spesialis kandungan dua kali. Dalam masa kehamilan juga pernah di USG dan

dikatakan kehamilannya normal. Ibu penderita mengaku tidak pernah mendapatkan

imunisasi khusus ibu hamil.

- Ibu penderita selalu mengkonsumsi makanan bergizi selama kehamilan dan tidak

pernah mengkonsumsi obat-obatan.

- Ibu penderita tidak pernah mengalami sakit maupun kecelakaan (trauma) selama masa

kehamilannya

- Selama kehamilan ibu penderita tidak bekerja.

Riwayat Persalinan

Penderita dilahirkan di Bidan secara spontan, saat usia kehamilan sembilan bulan lima hari.

Saat lahir, penderita langsung menangis dengan berat badan lahir 2500 gram dan panjang

badan 50 cm.

Riwayat Imunisasi

15

Page 16: Kolestasisi Edit

Riwayat imunisasi dasar diakui lengkap sesuai umur penderita, yakni: BCG pada umur 1

bulan 7 hari, Polio I,II dan III pada umur 1 bulan 7 hari, 4 bulan 5 hari dan 5 bulan 8 hari,

Hepatitis B I pada umur 1 hari, DPT I,II pada umur 4 bulan 5 hari, 5 bulan 8 hari.

Riwayat nutrisi

- Penderita mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) sejak lahir sampai sekarang. Susu formula

tidak diberikan.

- Makanan tambahan seperti biskuit, dan pisang belum diberikan pada penderita.

Riwayat Tumbuh Kembang

Personal Sosial

- Tersenyum spontan dan membalas senyuman : >1 bulan

- Mengamati tangannya : 3 bulan

- Berusaha meraih makanan : belum bisa

- Makan sendiri : belum bisa

Motorik Halus

- Berusaha meraih : belum bisa

- Mengamati maik-manik : 5 bulan

- Mengikuti sampai 180° : 5 bulan

- Tangan bersentuhan : 5 bulan

- Memegang kericikan : 5 bulan

Bahasa

- Meniru bunyi suara : belum bisa

- Bersuara satu suku kata : 4 bulan (jarang)

- Menoleh kearah suara : 4 bulan

- Berteriak : 4 bulan (jarang)

Motorik Kasar

- Duduk tanpa ditopang : belum bisa

- Bangkit duduk kepala tegak : belum bisa

- Membalikan badan : belum bisa

- Dada terangkat bertumpu pada lengan : belum bisa

- Duduk kepala tegak : belum bisa

- Pertumbuhan dan perkembangan penderita termasuk kurang baik untuk anak seusianya.

16

Page 17: Kolestasisi Edit

Riwayat Personal Sosial

Penderita adalah anak tunggal di keluarganya.

Riwayat Sosial Ekonomi

- Keluarga penderita termasuk dalam kategori keluarga yang cukup mampu. Ayah penderita

adalah seorang pegawai asuransi. Ibu penderita tidak bekerja. Penghasilan perbulan

keluarga penderita berkisar 1.200.000 rupiah per bulan.

- Penghasilan yang diperoleh dalam keluarga cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari.

III. Pemeriksaan Fisik

Status present :

Keadaan Umum = baik

Kesadaran = Compos mentis

Nadi = 132 x/m, reguler, isi cukup

Respirasi = 44 x/m reguler

Suhu axila = 36,8 oC

Panjang badan = 50cm

Berat badan = 3,3 kg

Berat Badan Ideal = 3,6 kg

Lingkar kepala = 38 cm

Lingkar lengan atas = 12 cm

Status gizi menurut

CDC Growth Chart

Berat badan ~ umur : dibawah persentil 5

pasien berada pada posisi pada persentil 50, berarti bahwa pada posisi urutan 50,

sehingga ada 50 anak berada diatasnya. Dapat disimpulkan bahwa pasien berada

pada urutan pertengahan dari anak seusianya (normal)

Tinggi badan ~ umur : dibawah persentil 5

17

Page 18: Kolestasisi Edit

pasien berada pada posisi persentil 75-90, berarti bahwa pada posisi urutan75-

90 , sehingga 10 anak berada diatasnya. Dapat disimpulkan bahwa pasien berada

pada urutan atas dari anak seusianya

Berat badan ~ tinggi badan: persentil 25-50

Pasien berada pada posisi persentil 10-25, berarti bahwa dari 100 orang anak ia

berada dalam posisi 10-25, sehingga 90 anak berada diatasnya. Dapat

disimpulkan bahwa berdasarkan berat dan tinggi badan, ia berada pada urutan

bawah dari anak seusianya (lebih)

Status general

Kepala : Normocephali

Mata : anemia +/+, ikterus -/-, refleks pupil +/+ isokor, cowong-/-

THT

Telinga : bentuk normal, sekret (-)

Hidung : napas cuping hidung (-), sianosis (-).

Tenggorokan : Faring hiperemis (-),Tonsil hiperemis (-).

Leher

Inspeksi : bendungan vena jugularis (-)

Palpasi : Pembesaran kelenjar (-)

Kaku Kuduk : (-)

Thorak : simetris statis dan dinamis

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : kuat angkat (-), thrills (-)

Auskultasi : S1 S2 normal regular murmur (-)

Paru

Inspeksi : gerakan dada simetris. Retraksi (-)

Palpasi : gerakan dada simetris

Perkusi : perkusi paru sonor

Auskultasi : Bronkovesikuler +/+, ronchi -/- wheezing -/-, stridor -/-

inspirasi > ekspirasi

18

Page 19: Kolestasisi Edit

Abdomen

Inspeksi : Distensi (+)

Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

Palpasi : Hepar teraba 1/3 - 1/3 kenyal, tepi tajam dan rata , Lien tidak

teraba

Extremitas : Akral hangat (+), Pucat (+), kuning (+), tonus normal, tenaga

normal, refleks fisiologis positif, edema tida

IV.Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium :

Darah Lengkap (25/06/10)

WBC: 12,6 x 103

RBC: 1,59 x 103

HGB:4,95 gr/dl

HCT: 14,1,0 %

PLT: 454 x 103

BT : 2’30”

CT : 12’45”

19

Page 20: Kolestasisi Edit

CT- scan kepala (25/06/10)

V.Diagnosis

Suspek perdarahan intrakranial

VI.Penatalaksanaan

- MRS

- O2 Nasal Canul 1 LPM

- IVFD D5 ¼ NS ~ 13 tetes µ/menit

- Tranfusi PRC 35 cc @ 6 jam

- Lasik 2 mg (iv) sebelum tranfusi

- Diet ASI atau pengganti ASI per oral / sonde

20

Page 21: Kolestasisi Edit

3.1.ANALISA KASUS

3.1.1 Kebutuhan dasar anak

Kebutuhan fisik biomedis (ASUH)

1. Kebutuhan pangan/gizi

Ibu penderita selalu berusaha memberikan ASI bagi penderita, dikatakan oleh

ibunya ASI lancar dan sering diberikan kepada penderita untuk memenuhi

kecukupan gizi bagi anaknya.

2. Sandang

Keperluan sandang juga sangat diperhatikan oleh keluarga penderita. Setiap mandi

sehabis mandi pakaian penderita diganti. Pakaian kotor dicuci bersih kemudian

dijemur dan setelah kering disetrika.

3. Papan

Penderita tinggal di banjar Tegal Payang Gianyar. Rumah ini merupakan rumah

tempat tinggal orang tua penderita. Jumlah penghuni di rumah tersebut sebanyak

enam orang. Penderita tidur bersama kedua orang tuanya yang berukuran 3x4

meter. Ventilasi kurang karena diperoleh dari sebuah jendela yang terdapat

didalam kamar tidur, kamar tidur tampak gelap dikarenakan jendela jarang dibuka,

dan penerangan hanya berasal dari pintu kamar yang dibuka. Sumber air yang

digunakan untuk keperluan sehari-hari berasal dari sumur pompa. Kondisi kamar

mandi cukup bersih, lingkungan rumah penderita cukup luas namun tampak kotor

karena adanya anjing dan ayam yang berkeliaran di perkarangan rumah.

4. Perawatan kesehatan

Keluarga penderita merupakan keluarga yang mempercayakan kesehatannya

kepada paramedis, apabila ada keluarga yang sakit orang tua penderita akan

membawanya ke bidan, dan bila belum sembuh akan dibawa ke rumah sakit.

Untuk kontrol penyakinya orang tua penderita memeriksakan penderita setiap 3

bulan rutin ke poliklinik anak.

5. Waktu bersama keluarga

Penderita tinggal di rumah bersama kedua orang tuanya dan kakek neneknya.

ayah penderita bekerja di Art shorp swasta, dan ibu penderita hanya bekerja

dirumah sebagai ibu rumah tangga.

21

Page 22: Kolestasisi Edit

Kebutuhan emosi/kasih sayang (ASIH)

Penderita tinggal bersama keluarga yang harmonis. Hubungan emosi dan kasih sayang dengan

kedua orangtua dikatakan baik oleh ibu penderita. Menurut ibunya, penderita semua anggota

keluarga menyayanginya.

Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)

Menurut ibunya penderita adalah anak yang mudah akrab dengan orang baru dan tidak

cengeng, saat kami berkunjung penderita tidak menangis jika dideketin. Orang tua penderita

sering membelikan mainan baru untuk penderita, demikian mainan yang dibelikan sesuai

dengan usia penderita sehingga mendukung perkembangan motorik dan sensorik penderita

dari sejak kecil. Setiap hari orang tua penderita mengajak penderita berinteraksi.

3.2 PROBLEM LIST

Melalui pendekatan bio-psiko-sosial didapatkan :

Biologis

Saat ini kondisi fisik penderita terlihat baik. Jika dilihat dari CDC, secara umum penderita

masuk dalam kriteria abnormal derat badan terhadap umur masih terletak dibawah persentil 5

Psikologis

Ibu penderita memberikan perhatian yang lebih terhadap penderita setelah sakitnya. Ibu

penderita juga sangat berhati – hati dalam memegang kepala penderita dikarenakan takut

terjadi perdarahan kembali didalam kepala. Saat ini penderita belum dapat menegakkan

kepala dengan sempurna dan orang tua penderita sangat khawatir jika merangsang kepala dan

lehernya akan menyebabkan perdarahan di kepala penderita terulang .

Sosial

Penderita adalah sosok anak kecil yang terlihat cenderung pendiam, hal ini terlihat bahwa

penderita kurang dapat menaggapi rangsangan dari luar

Lingkungan rumah

Keluarga penderita tinggal di rumah seluas ± 4 are. Rumah ini ditempati oleh satu kepala

keluarga dengan jumlah keseluruhannya adalah 6 orang. Rumah yang ditempati oleh

penderita dan keluarganya sudah permanen, lantai rumah berbahan keramik, tembok batu

bata, di plester dan di cat rapi. Terdapat 3 kamar tidur, namun ventilasi di ruang tersebut

selalu dalam keadaan tertutup sehingga ruangan tersebut terkesan pengap. Kamar mandi

sudah terlihat cukup bersih.

22

Page 23: Kolestasisi Edit

3.3 PEMECAHAN MASALAH MELALUI KIE

1. Memberikan penjelasan pada ibu penderita untuk selalu menjaga status gizi pasien yakni

dengan memberikan ASI setiap kali penderita meminta, dan apabila anak terlihat jarang

meminta ASI, sebaiknya ASI tetap diberikan sampai umur penderita minimal 6 bulan.

2. Menyarankan agar membuka jendela di ruang tidur supaya sinar matahari dapat masun

kamar tidak terlihat gelap dan pengap.

3. Menjaga kebersihan personal keluarga terutama yang sering kontak dengan penderita.

Apabila ada anggota keluarga yang sedang sakit sebaiknya segera berobat agar

mendapatkan penanganan sedini mungkin.

4. Memberikan pengertian dan pemahaman tentang penyakit pasien, bahwa perdarahan yang

ada di kepalanya memang ada suatu penyakit yang mendasarinya sehingga orang tua tidak

perlu khawatir untuk melatih otot leher penderita agar bisa tegak dengan sempurna

5. Memberikan mainan yang sesuai dengan umur penderita, dan menyn emrahpatkan diri

untuk mendampingi anak bermain, sehingga perkembangan personal sosial, motorik

halus, kasar, dan bahasanya dapat berkembang optimal.

6. Tidak membatasi keaktifan anak, serta melatih otot leher agar kepala anak dapat tegak

dengan sempurna.

23

Page 24: Kolestasisi Edit

BAB IV

KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan dan wawancara dapat disimpulkan bahwa orang tua pasien sangat

peduli terhadap kesehatan anaknya, hal ini terlihat dari keseriusan orang tua pasien dalam

mendengarkan penjelasan mengenai kesehatan anaknya pada saat kunjungan di lakukan serta

rutinnya orangtua pasien untuk mengontrol keadaan anaknya sesuai dengan jadwal yang telah

ditentukan. Pertumbuhan anak sampai saat ini masih terlihat mengalami gangguan dengan

gizi yang sudah cukup baik. Secara umum yang penting untuk selalu diperhatikan, yaitu

1. Tetap memberi kecukupan nutrisi yang berimbang.

2. Orang tua penderita tetap senantiasa memperhatikan kondisi anaknya, penderita selalu

diajak melakukan control pengobatan yang rutin serta bersabar menjalani

pengobatan sampai tuntas.

3. Penderita tetap dijaga perkembangan emosi atau mentalnya dalam asah, asih dan asuh.

4. Orang tua tetap memberikan rasa nyaman kepada penderita, dengan memberi hiburan

dan pendidikan yang baik dan memberikan waktu luang untuk anaknya.

5. Lingkungan rumah harus tetap dijaga kebersihannya untuk mendukung kesehatan

penderita

Hubungan keluarga dengan penderita harus tetap terjaga dengan baik begitu juga hubungan

dengan lingkungan sekitarnya.

24