potensi antioksidan filtrat dan biomassa … · cinchona officinalis . memiliki aktivitas...
TRANSCRIPT
POTENSI ANTIOKSIDAN FILTRAT DAN BIOMASSA HASIL
FERMENTASI KAPANG ENDOFIT Colletotrichum spp.
DARI TANAMAN KINA (Cinchona calisaya Wedd.)
AYU SEPTIAWAN
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M / 1436 H
POTENSI ANTIOKSIDAN FILTRAT DAN BIOMASSA HASIL
FERMENTASI KAPANG ENDOFIT Colletotrichum spp.
DARI TANAMAN KINA (Cinchona calisaya Wedd.)
AYU SEPTIAWAN
1110095000004
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014 M / 1436 H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Desember 2014
Ayu Septiawan
1110095000004
AYU SEPTIAWAN
Potensi Antioksidan Filtrat dan
Biomassa Hasil Fermentasi
Kapang Endofit Colletotrichum
spp. dari Tanaman Kina
(Cinchona calisaya Wedd.)
JAKARTA
2014 M / 1436 H
ABSTRAK
AYU SEPTIAWAN. Potensi Antioksidan Filtrat dan Biomassa Hasil
Fermentasi Kapang Endofit Colletotrichum spp. dari Tanaman Kina
(Cinchona calisaya Wedd.). Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan
Teknologi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2014.
Kapang endofit yang hidup pada suatu tanaman memiliki kemampuan untuk
menghasilkan senyawa metabolit yang sama dengan tanaman inang tanpa
merugikan inangnya. Kapang endofit Colletotrichum spp. pada tanaman kina
(Cinchona calisaya Wedd.) berpotensi menghasilkan senyawa antioksidan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak biomassa dan filtrat
kapang endofit Colletotrichum spp. sebagai antioksidan serta mengetahui aktivitas
antioksidan yang tertinggi dari keduanya. Ekstrak diuji menggunakan metode 1,1-
difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) dengan pengujian Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) dan spektrofotometer UV-Vis. Pengujian KLT menunjukkan seluruh
ekstrak filtrat dan biomassa Colletotrichum spp. memiliki hasil positif antioksidan
yang ditandai dengan perubahan warna pelat menjadi kuning. Terdapat dua isolat
yang memiliki nilai Rf yang hampir sama dengan standar vitamin C yaitu ekstrak
biomassa Colletotrichum sp. 8 dan ekstrak filtrat Colletotrichum sp. 10 yaitu 0,71.
Pengujian spektrofotometer UV-Vis menunjukkan bahwa isolat M1
(Colletotrichum sp. 1) memiliki nilai Inhibition Concentration 50% (IC50)
tertinggi ekstrak biomassa yaitu 1489,565 ppm dan ekstrak filtrat yaitu 837,143
ppm. Hasil identifikasi senyawa menggunakan Gas Chromatography Mass
Spectrophotometry (GCMS) menunjukkan terdapat 4 senyawa dari ekstrak
biomassa dan 5 senyawa dari ekstrak filtrat yang memiliki aktivitas antioksidan.
Kata kunci: Antioksidan, Colletotrichum, ekstrak biomassa, ekstrak filtrat,
1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH).
ABSTRACT
AYU SEPTIAWAN. Potential Antioxidant Filtrate and Biomass
Fermentation of Endophytic Fungus (Colletotrichum spp.) from Cinchona
Plant (Cinchona calisaya Wedd.). Undergraduate Thesis. Department of
Biology. Faculty of Science and Technology. UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. 2014.
Endophytic fungus which lived on a plant can produce a metabolit compound that
equal to the host plant without damaging the plant. Endophytic fungus in
cinchona plant (Cinchona calisaya Wedd.) was potentially produce bioactive
compound, the example was Colletotrichum spp. The research aimed to know the
potential of biomass and filtrate extract of Colletotrichum spp. as an antioxidant
with the highest antioxidant activity amongst them. The extract was test with 1,1-
diphenyl-2-picrylhydrazyl method (DPPH) with Thin Layer Cromatografi (TLC)
and UV-Vis spectrofotometry tested. The result from TLC test showed that all of
the Colletotrichum spp. filtrate and biomass had positive value antioxidant seen
from the color turning to yellow after it extracted with DPPH solution. There are
two isolates which has an Rf value that almost equal to the vitamin C standard
that is 0.71, those are biomass extract Colletotrichum sp. 8 and filtrate exctract
Colletotrichum sp. 10. UV-Vis spectrofotometry tested showed M1
(Colletotrichum sp. 1) isolate has the highest IC50 (inhibition concentration)
biomass extract value of 1489,565 ppm and filtrat exctract value of 837,143 ppm.
The result of compound identification with GCMS showed that were four
compound of biomass extract and five of filtrate extract that have antioxidant
activity.
Kata kunci: Antioxidant, biomass extract, Colletotrichum, filtrate extract,
1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH).
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi yang
berjudul “Potensi Antioksidan Filtrat dan Biomassa Hasil Fermentasi Kapang
Endofit Colletotrichum spp. dari Tanaman Kina (Cinchona calisaya Wedd.)” ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat melaksanakan tugas akhir pada Jurusan
Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak sehingga
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Dr. Agus Salim, M.Si., selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Dasumiati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Biologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan penguji I sidang skripsi yang telah memberikan saran, kritik dan
ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
3. Etyn Yunita, M.Si., selaku Sekertaris Jurusan Biologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan penguji II sidang skripsi yang telah memberikan
saran, kritik dan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
ii
4. Dra. Nani Radiastuti, M.Si., selaku pembimbing I yang telah banyak
memberikan ilmu, pengarahan, pemahaman, saran dan bimbingan selama
melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi.
5. Drs. Dede Sukandar, M.Si., selaku pembimbing II yang telah memberikan
ilmu, pengarahan, pemahaman, saran dan bimbingan selama melaksanakan
penelitian dan penulisan skripsi.
6. Kedua orang tua yang saya cintai yaitu Jurnalis Chaniago dan Irnawati karena
telah memberikan dukungan moril maupun materil, serta keluarga besar saya
yang memberikan motivasi dalam menyelesaikan penulisan.
7. Dr. Irawan Sugoro, Dr. Megga Ratnasari Pikoli, dan Adi Riyadhi, M.Si.
selaku penguji seminar yang memberikan saran dan kritik.
8. Seluruh dosen Jurusan Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
mendidik penulis selama kegiatan perkuliahan.
9. Dalli, Alfida, Ario, Arif, Indina, Irma, Jane, Ima, Ayun, Nisa, Mutia, Sara,
Ica, Rini, Mala, Mega serta seluruh rekan-rekan Biologi angkatan 2010 yang
memberikan motivasi kepada penulis semoga silaturahmi kita semua terus
terjalin sampai akhir hayat.
10. Ami Prawira yang selalu meluangkan waktu dan memberikan motivasi
penulis saat penelitian dan penulisan skripsi.
11. Ka Rina dan Ka Kiki yang membantu penulis saat penelitian di PLT UIN
Syarif Hidayatullah.
iii
12. Puji Astuti, S.Si., Ida Farida, S.Pd., Festy Auliyaur R, S.Si., Nur Amaliah
Solihat, S.Si., Fitriyah, S.Si., mba Nita, pak Aris, mba ernita, dan staf
laboratorium lainnya di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah membantu penulis saat penelitian.
13. Semua pihak yang senantiasa memberikan dorongan serta bantuan moral
maupun material sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari dalam penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu saran dan kritik dari pembaca yang membangun sangat penulis harapkan.
Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.
Jakarta, Desember 2014
Penulis
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. viii
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................... 3
1.3. Hipotesis .................................................................................... 3
1.4. Tujuan ........................................................................................ 4
1.5. Manfaat ...................................................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5
2.1. Tanaman Kina (Cinchona calisaya Wedd.) .................................. 5 2.1.1 Senyawa Bioaktif pada Tanaman Kina
(Cinchona calisaya Wedd.) ............................................... . 6
2.2. Mikroba Endofit ............................................................................... 7
2.2.1 Interaksi Mikroba Endofit dengan Tanaman .................. 8
2.3. Colletotrichum spp ................................................................... 8
2.4. Radikal Bebas dan Antioksidan ................................................ 10
2.5. Uji DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) .................................... 12
2.6. Kromatografi Lapis Tipis ......................................................... 13
2.7. Spektrofotometer UV-Vis ........................................................ 15
2.8. GC-MS ..................................................................................... 15
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 17
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................. 17
3.2. Alat dan Bahan ......................................................................... 17
3.3. Sumber Isolat ............................................................................ 18
3.4. Cara Kerja ................................................................................. 19
v
3.4.1. Bagan Kerja Penelitian .................................................... 19
3.4.2. Peremajaan Kapang Endofit ............................................ 20
3.4.3. Pengamatan Kapang Endofit ........................................... 20
3.4.4. Fermentasi Cair Kapang Endofit ..................................... 20
3.4.5. Ekstraksi Hasil Fermentasi dengan Pelarut Organik ....... 21
3.4.6. Uji Senyawa Antioksidan dari Ekstrak Hasil
Fermentasi ........................................................................ 22
3.4.6.1 Metode DPPH Menggunakan Uji
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ......................... 22
3.4.6.2 Metode DPPH Menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis .................................... 23
3.4.7. Analisis Ekstraksi Metabolit Sekunder dengan
GC-MS ............................................................................ 23
3.5. Analisis Data ............................................................................ 24
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 25
4.1 Fermentasi Cair Kapang Endofit Coletotrichum spp. .............. 25
4.2 Uji Autografi Aktivitas Antioksidan ........................................ 28
4.3 Uji Aktivitas Antioksidan Menggunakan Spektrofotometer
UV-Vis ..................................................................................... 31
4.4 Analisa GC-MS ........................................................................ 38
BAB V. PENUTUP ......................................................................................... 44
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 44
5.2 Saran ......................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 45
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Morfologi bunga, daun dan batang Cinchona calisaya Wedd. ...... 6
Gambar 2. Morfologi Colletotrichum spp A) makroskopis B) mikroskopis ... 9
Gambar 3. Konida dan appresoria dalam skala 10 µm dari genus
Colletotrichum A) Colletotrichum crassipes (kiri) dan
B)Colletotrichum gleosporoides (kanan) ....................................... 9
Gambar 4. Struktur kimia DPPH .................................................................. 13
Gambar 5. Mekanisme reaksi metode DPPH ................................................ 13
Gambar 6. Skema bagan kerja penelitian ....................................................... 19
Gambar 7 Nilai Rf (Retardation factor) keterangan: K) kontrol
Vitamin C A) intraseluler Colletotrichum sp. 8
B) ekstraseluler Colletotrichum sp. 10 ........................................ 30
Gambar 8. Aktivitas antioksidan ekstrak filtrat Colletotrichum spp.
berdasarkan nilai IC50 .................................................................. 32
Gambar 9. Aktivitas antioksidan ekstrak biomassa Colletotrichum spp.
berdasarkan nilai IC50 ................................................................. 34
Gambar 10. Kromatogram hasil GC-MS ekstrak filtrat ................................. 38
Gambar 11. Kromatogram hasil GC-MS ekstrak biomassa ........................... 41
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kode isolat Colletorichum spp. .............................................................. 18
Tabel 2. Hasil fermentasi cair kapang endofit Colletorichum spp. pada
medium PDB selama 21 hari pada suhu ruang ..................................... 25
Tabel 3. Hasil uji KLT ekstrak Colletorichum spp. setelah disemprot
DPPH ..................................................................................................... 29
Tabel 4. Hasil identifikasi komponen ekstrak filtrat Colletorichum sp. 1
dengan pelarut etil asetat ........................................................................ 38
Tabel 5. Hasil identifikasi komponen ekstrak biomassa Colletorichum sp.1
dengan pelarut metanol .......................................................................... 41
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Tabel verifikasi morfologi Colletotrichum spp. secara
makroskopis dan mikroskopis ....................................................... 51
Lampiran 2. Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ekstrak kapang
endofit Colletotrichum spp. .......................................................... 58
Lampiran 3. Hasil uji antioksidan ...................................................................... 62
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donors).
Secara biologis, pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal
atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh (Winarsi, 2007). Senyawa
bioaktif antioksidan dapat diperoleh dari beberapa sumber yaitu tanaman, hewan,
mikroba dan organisme laut (Prihatiningtias, 2005). Penggunaan senyawa
antioksidan saat ini semakin meluas seiring dengan semakin besarnya pemahaman
masyarakat tentang peranan antioksidan dalam menghambat penyakit degeneratif
(Tahrir et al., 2003).
Salah satu tanaman obat yang banyak dikenal adalah tanaman kina
(Cinchona calisaya Wedd.). Tanaman kina (Cinchona sp.) dapat menghasilkan
senyawa alkaloid kuinin, kuinidin, sinkonin, dan sinkonidin yang dapat digunakan
sebagai sumber bahan baku obat antimalaria (Simanjuntak et al., 2002). Ekstrak
daun tanaman Cinchona ledgeriana diketahui memiliki aktivitas antioksidan serta
kadar fenol yang tinggi (Al–Mustafa dan Al–Thunibat, 2008). Tanaman Cinchona
officinalis memiliki aktivitas antioksidan dan mengandung senyawa fenolik
(Ravishankara et al., 2003).
Kapang endofit adalah kapang yang hidup di dalam jaringan tanaman dan
mampu membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan
tanaman inangnya. Kapang endofit memiliki kemampuan untuk menghasilkan
2
senyawa metabolit yang sama dengan tanaman inangnya (Strobel dan Daisy,
2003). Penelitian dari Maehara et al. (2011), menyatakan bahwa kapang endofit
Diaporthe sp. yang diisolasi dari tanaman kina dapat memproduksi senyawa
alkaloid yang sama seperti tanaman kina. Penelitian dari Winarno (2006),
menyatakan bahwa kapang endofit dari batang C. ledgeriana dan C. pubescens
dapat menghasilkan senyawa alkaloid yang sama seperti tanaman inangnya.
Kapang endofit yang hidup pada suatu tanaman telah banyak diteliti
sebagai sumber penghasil senyawa bioaktif salah satunya sebagai antioksidan.
Kapang Phomopsis sp. dari tanaman obat Mesua ferrea memiliki aktivitas
antioksidan dengan pengujian peredaman radikal bebas (Jayanthi et al., 2011).
Kapang endofit Phomopsis sp. dan Xylaria sp. dari tanaman Emblica officinalis
memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi (Nath et al., 2012). Kapang genus
Aspergillus dan Colletotrichum dari tanaman Rhizophora sp. memiliki aktivitas
antioksidan (Saputri, 2013). Kapang Colletotrichum gleosporioides dari tanaman
Justicia gendarussa menghasilkan senyawa antikanker yang sama seperti tanaman
induknya (Gangadevi dan Muthumary, 2008). Kapang endofit Colletotrichum spp.
dari tanaman C. calisaya Weed. menghasilkan senyawa kuinin serta senyawa
bioaktif lainnya yang berperan sebagai antibakteri (Mutiea, 2014). Kapang endofit
yang hidup pada tanaman kina dapat digunakan sebagai salah satu sumber
penghasil senyawa antioksidan.
Kapang Colletotrichum termasuk genus yang banyak ditemukan setelah
kapang Phomopsis spp. sebagai kapang endofit dari tanaman kina (C. calisaya
Wedd.). Berdasarkan penelitian sebelumnya telah ditemukan kapang endofit
3
Colletotrichum spp. sebanyak 14 morphotype. Kapang Colletotrichum spp. telah
diisolasi dari beberapa organ tanaman kina yaitu daun, buah, kulit kayu, petiole,
dan akar di Pusat Perkebunan Teh dan Kina (PPTK) Gambung, Ciwidey, Jawa
Barat. Selama ini belum pernah dilaporkan potensi antioksidan isolat kapang
endofit Colletotrichum spp. dari tanaman kina karena penelitian kapang endofit
dari tanaman kina lebih banyak difokuskan untuk mendapatkan senyawa kuinin
sebagai antimalaria. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian potensi
antioksidan isolat kapang endofit Colletotrichum spp. dari tanaman kina (C.
calisaya Wedd.).
1.2 Rumusan Masalah
1. Isolat ekstrak filtrat dan biomassa kapang endofit Colletotrichum spp. dari
tanaman kina (C. calisaya Wedd.) manakah yang berpotensi sebagai
antioksidan?
2. Bagaimana aktivitas antioksidan ekstrak filtrat dan biomassa isolat kapang
endofit Colletotrichum spp. dari tanaman kina (C. calisaya Wedd.)?
1.3 Hipotesis
1. Seluruh isolat ekstrak filtrat dan biomassa kapang endofit Colletotrichum
spp. dari tanaman kina (C. calisaya Wedd.) berpotensi sebagai
antioksidan.
4
2. Ekstrak filtrat dan biomassa isolat kapang endofit Colletotrichum spp. dari
tanaman kina (C. calisaya Wedd.) memiliki aktivitas antioksidan yang
berbeda.
1.4 Tujuan
1. Mengetahui potensi ekstrak filtrat dan biomassa seluruh isolat kapang
endofit Colletotrichum spp. dari tanaman kina (C. calisaya Wedd.) sebagai
antioksidan.
2. Mengetahui aktivitas antioksidan yang tertinggi dari ekstrak filtrat dan
biomassa isolat kapang endofit Colletotrichum spp. dari tanaman kina (C.
calisaya Wedd.).
1.5 Manfaat
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi tentang potensi isolat
kapang endofit Colletotrichum spp. dari tanaman kina (C. calisaya Wedd.)
sebagai antioksidan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif
sumber senyawa bioaktif alami.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kina (Cinchona calisaya Wedd.)
Tanaman kina merupakan tanaman obat berupa pohon yang berasal dari
Amerika Selatan di sepanjang pegunungan Andes. Tanaman kina masuk ke
Indonesia tahun 1852 berasal dari Bolivia (Sultoni, 1995). Tinggi pohon antara 4-
15 m, berbulu halus atau lokos. Daun elip sampai lanset, bagian pangkal dan
ujung daun lancip, tangkai daun tidak berbulu, panjang tangkai 3-6 mm. Mahkota
bunga berwarna kuning agak putih, bentuk melengkung panjang 8-12 mm. Buah
lanset sampai bulat telur dengan ukuran panjang 8-12 mm dan lebar 3-4 mm (Tao
dan Taylor, 2011). Menurut Tjitrosoepomo (2002), klasifikasi tanaman kina
adalah sebagai berikut Kelas : Dicotyledoneae; Suku : Rubiaceae; Genus :
Cinchona; Spesies : Cinchona calisaya Wedd.
Tanaman kina tumbuh baik dengan curah hujan tahunan ideal yaitu 2.000-
3.000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun, penyinaran matahari yang tidak
terlalu terik, temperatur antara 13,5-21°C, kelembaban relatif 68-97% (Tao dan
Taylor, 2011). Pengembangan usaha tanaman kina terus berkurang, sehingga
kebun yang ada kurang terpelihara dan tidak ada program replanting yang baik.
Kondisi tanaman kina koleksi kebun percobaan Gambung rusak berat, minimnya
pemeliharaan, dan banyaknya tanaman mati. Pengelolaan diprioritaskan kepada
rehabilitasi aksesi tanaman yang hilang (Komisi Nasional Sumber Daya Genetik,
2008).
6
Gambar 1. Morfologi Bunga, Daun dan Batang Cinchona calisaya Wedd.
(Dokumentasi pribadi, 2013).
2.1.1 Senyawa Bioaktif pada Tanaman Kina (Cinchona calisaya Wedd.)
Tanaman kina merupakan bahan baku farmasi yang sangat bernilai
ekonomis dan dikenal lama sebagai obat antimalaria. Khasiat tanaman kina
sebagai antimalaria berasal dari senyawa bioaktif berupa alkaloid kinin
(C20H24N2O2), kinidin (isomer dari kinin), sinkona (C19H22N2O) dan sinkonidin
(isomer dari sinkona). Beberapa bagian dari tanaman kina (akar, batang, daun dan
kulit) mengandung senyawa alkaloid kuinin dalam jumlah yang berbeda
(Simanjuntak et al., 2002).
Alkaloid yang sangat penting dari tanaman kina yaitu kinin (C20H24N2O2)
untuk penyakit malaria dan kinidin (isomer dari kinin) untuk penyakit jantung
(Sultoni, 1995). Umumnya di dalam ekstrak C. ledgeriana Moens dan C.
pubescens VAHL terdapat 12-18% alkaloid (Winarno, 2006). Ekstrak kulit kayu
Cinchona officinalis memiliki komponen fenolik yang berperan sebagai
antioksidan (Ravishankara, 2003). Ekstrak daun Cinchona ledgeriana memiliki
aktivitas antioksidan dan kadar fenol yang tinggi (Al-Mustafa dan Al-Thunibat,
2008).
7
2.2 Mikroba Endofit
Mikroba endofit adalah mikroba yang hidup di dalam jaringan tanaman
pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan
tanaman tanpa membahayakan inangnya. Mikroba endofit dapat diisolasi dari
jaringan akar, batang, dan daun. Jenis mikroba yang paling umum ditemukan
adalah fungi (Strobel dan Daisy, 2003). Menurut Radji (2005), mikroba endofit
memiliki kemampuan untuk memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai
tanaman inangnya. Menurut Tan dan Zou (2001), hal ini disebabkan adanya
pertukaran genetik yang terjadi antara inang dan mikroba endofit secara
evolusioner. Kapang diketahui mampu menghasilkan senyawa metabolit sekunder
seperti alkaloid, terpen, steroid, flavonoid, kuinon, fenol dan lain sebagainya.
Senyawa-senyawa ini sebagian besar mempunyai potensi sebagai senyawa
bioaktif. Menurut Winarsi (2007), flavonoid dan kuinon diketahui merupakan
antioksidan non enzimatis larut lemak.
Kapang endofit tidak memerlukan lahan luas untuk tumbuh dan
membutuhkan waktu lebih pendek untuk menghasilkan senyawa metabolit aktif
dibandingkan bila menumbuhkan tanaman inangnya (Strobel dan Daisy, 2003).
Hasil penelitian Azizah (2013), bahwa ekstrak isolat kapang dari tanaman
Avicennia sp. menghasilkan aktivitas antioksidan. Isolat kapang endofit yang
menghasilkan aktivitas antioksidan adalah genus Aspergillus. Penelitian dari
Winarno (2006), 2 jenis kapang endofit yang diisolasi dari batang kina Cinchona
ledgeriana Moens dan Cinchona pubescens Vahl (Rubiaceae) dapat memproduksi
senyawa alkaloid kinin dan sinkonin seperti yang dihasilkan pada kulit batang
8
kina. Berdasarkan penelitian Simanjuntak et al. (2002), skrining dan identifikasi
hasil fermentasi dalam media sintetik menunjukkan bahwa mikroba endofit yang
diisolasi dari tanaman Cinchona sp. dapat memproduksi senyawa alkaloid. Hasil
penelitian yang dilakukkan oleh Nath et al. (2012) menyatakan bahwa kapang
endofit Phomopsis sp. dan Xilaria sp. memperlihatkan aktifitas antioksidan yang
tinggi dan juga memiliki tingkat fenol yang tinggi.
2.2.1 Interaksi Mikroba Endofit dengan Tanaman
Hubungan simbiosis mutualisme antara mikroba endofit dengan tanaman
inang terutama perannya yang sangat penting dalam melindungi tanaman
inangnya terhadap patogen dan predator (Strobel dan Daisy, 2003). Simbiosis
antara fungi (mikroba) endofit dengan tanaman obat, fungi (mikroba) dapat
membantu proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk
proses fotosintesis serta melindungi tumbuhan inang dari serangan penyakit, dan
hasil dari fotosinteis dapat digunakan oleh fungi untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya (Petrini et al., 1992).
2.3 Colletotrichum spp.
Ciri-ciri umum Colletotrichum sp. yaitu permukaan koloni berwarna putih
dengan tepi tidak rata serta ekstur seperti kapas tebal dan bagian belakang koloni
berwarna putih dengan bercak merah kekuningan. Konidia berbentuk lonjong,
berwarna hialin dan memiliki apresorium berdinding tebal. Spora Colletotrichum
tumbuh baik pada suhu 25-280C, sedang suhu dibawah 5
0C dan diatas 40
0C tidak
dapat berkecambah (Semangun, 2000).
10
dijadikan bahan dalam meningkatkan produksi taxol seperti yang dihasilkan oleh
Justicia gendarussa (Gangadevi dan Muthumary, 2008). Ekstrak kapang endofit
Colletotrichum sp. dari tanaman Piper ornatum memiliki kemampuan sebagai
antioksidan (Tianpanich et al., 2011). Ekstrak kapang endofit Colletotrichum dari
tanaman Polygala elongata berpotensi sebagai sumber antioksidan (Pawle dan
singh, 2014).
2.4 Radikal Bebas dan Antioksidan
Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa berupa oksigen
reaktif dan sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan serta
memiliki reaktivitas yang lebih tinggi dibandingkan senyawa oksidan non radikal.
Radikal bebas dapat terbentuk melalui dua cara yaitu secara endogen (sebagai
respon normal proses biokimia intrasel maupun ekstrasel) dan secara eksogen
(misalnya dari polusi, makanan, serta injeksi ataupun absorpsi melalui kulit).
Serangan radikal bebas terhadap molekul di sekelilingnya akan menyebabkan
terjadinya sebuah reaksi berantai yang dapat menghasilkan senyawa radikal baru.
Dampak reaktivitas senyawa radikal bebas yaitu kerusakan sel atau jaringan,
penyakit autoimun, penyakit degeneratif, hingga kanker (Winarsi, 2007).
Serangan radikal bebas ini dapat diatasi dengan suatu senyawa penangkal yang
disebut antioksidan (Salamah et al., 2011).
Senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donors).
Secara biologis, pengertian antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal
atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan
cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan
11
sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat. Berdasarkan
sumbernya ada dua macam antioksidan yaitu antioksidan alami dan antioksidan
buatan (sintetik). Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan
yang disebabkan oksigen reaktif dan mampu menghambat penyakit degeneratif
(Winarsi, 2007).
Secara umum, antioksidan dikelompokkan menjadi 2, yaitu antioksidan
enzimatis dan non enzimatis. Antioksidan enzimatis misalnya enzim superoksida
dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksida. Antioksidan non enzimatis
masih dibagi lagi menjadi dua kelompok yaitu antioksidan larut lemak dan
antioksidan larut air. Tokoferol, karotenoid, flavonoid, quinon, dan bilirubin
tergolong antioksidan larut lemak. Asam askorbat, asam urat, protein pengikat
logam, dan protein pengikat heme tergolong antioksidan larut air. Vitamin C atau
asam askorbat mampu bereaksi dengan radikal bebas kemudian berubah menjadi
radikal askorbil. Askorbat dapat langsung menangkap radikal bebas dengan atau
tanpa katalisator enzim. Reaksinya terhadap senyawa oksigen reaktif lebih cepat
dibandingkan dengan komponen cair lainnya (Winarsi, 2007). Antioksidan tidak
hanya digunakan dalam industri farmasi, tetapi juga digunakan secara luas dalam
industri makanan, industri petroleum, industri karet dan sebagainya (Tahrir et al.,
2003). Senyawa bioaktif berupa antioksidan dapat diperoleh dari beberapa sumber
diantaranya dari tumbuhan, hewan, mikroba dan organisme laut (Prihatiningtias,
2005).
Penelitian dari Azizah (2013), senyawa antioksidan yang dihasilkan dari
ekstrak filtrat memiliki aktivitas yang paling tinggi dibandingkan yang dihasilkan
12
ekstrak biomassa yaitu memiliki IC50 407,407 µg/mL yaitu genus kapang
Aspergillus yang diisolasi dari tanaman mangrove Avicennia sp. Penelitian dari
Saputri (2013), aktivitas antioksidan yang dihasilkan genus Colletotrichum yang
diisolasi dari tanaman mangrove Rhizophora sp. ekstrak biomassa lebih tinggi
yaitu IC50 44,62 µg/mL dibandingkan aktivitas antioksidan genus Aspergillus
ekstrak filtrat yaitu IC50 404,41 µg/mL (Saputri, 2013).
2.5 Uji DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)
DPPH merupakan senyawa radikal bebas. Metode uji DDPH adalah
metode untuk mengukur kemampuan suatu senyawa antioksidan dalam
menangkap radikal bebas. Penangkapan senyawa radikal bebas berhubungan
dengan kemampuan komponen senyawa dalam menyumbangkan elektron atau
hidrogen. Setiap molekul yang dapat menyumbangkan elektron atau hidrogen
akan bereaksi dan akan memudarkan DPPH. Intensitas warna DPPH akan berubah
dari ungu menjadi kuning oleh elektron yang berasal dari senyawa antioksidan.
Semakin tinggi konsentrasi sampel yang digunakan maka semakin rendah nilai
absorbansi dari larutan DPPH. DPPH memberikan serapan kuat pada panjang
gelombang 517 nm dengan warna violet gelap (Molyneux, 2004).
Metode DPPH merupakan metode yang sering digunakan untuk skrining
aktivitas antioksidan berbagai tanaman obat. Metode ini didasarkan pada reaksi
reduksi dari larutan metanol di dalam radikal bebas DPPH yang berwarna dengan
penghambatan radikal bebas. Metode ini melibatkan pengukuran penurunan
serapan DPPH pada panjang gelombang maksimalnya, dimana semakin besar
konsentrasi semakin besar pula persen penghambatanya (Mailandari, 2012).
13
Gambar 4. Struktur Kimia DPPH (Molyneux, 2004)
Inhibiton Concentration (IC50) merupakan nilai yang menunjukkan
kemampuan penghambatan proses oksidasi sebesar 50% suatu konsentrasi sampel
(ppm). Senyawa murni yang memiliki aktivitas antioksidan tinggi akan memiliki
IC50 yang rendah. Aktivitas antioksidan yang sangat kuat memiliki nilai IC50
kurang dari 50 µg/mL begitu juga dengan nilai IC50 vitamin C sebagai kontrol
positif (Pratiwi et al., 2013). Antioksidan dikatakan kuat jika IC50 < 50 ppm, aktif
jika IC50 50-100 ppm, sedang jika IC50 101-250 ppm, lemah jika 250-500 ppm
dan tidak aktif jika IC50 > 500 ppm (Jun et al., 2003).
Gambar 5. Mekanisme reaksi metode DPPH (Molyneux, 2004)
2.6 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi merupakan metode pemisahan yang umum dilakukan
untuk suatu campuran senyawa alam secara fisik yaitu dengan mendistribusikan
komponen yang dipisahkan diantara dua fase, yaitu fase gerak dan fase diam.
Tranfer massa antara kedua fase tersebut terjadi ketika komponen dalam
14
campuran terserap pada permukaan partikel atau terbagi kedalam sejumlah cairan
yang melewatinya (Khopkar, 2003).
Salah satu jenis kromatografi cair-padat adalah kromatografi lapis tipis
(KLT). Prinsip kerja dari KLT adalah perbedaan tingkat kelarutan suatu senyawa
diantara dua fase. Metode ini sering digunakan karena sederhana, cepat dalam
memisahkan dan sensitif. Metode KLT melibatkan dua sifat fase yaitu fase diam
dan fase gerak dengan komposisi berbagi pelarut dimana dapat memisahkan
senyawa berdasarkan perbedaan kepolaran. Fase diam yang digunakan adalah
senyawa yang dapat menahan pergerakan sampel yang dibawa oleh fase gerak
karena memiliki kepolaran yang sesuai dengan komponen yang dipisahkan. Fase
diam yang digunakan adalah silika gel GF254. Permukaan silika gel terdiri atas
gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-OH). Gugus silanol bersifat sedikit asam dan
polar sehingga gugus ini mampu membentuk ikatan hidrogen dengan solut-solut
yang sedikit polar sampai polar (Rohman dan Gandjar, 2008). Pemisahan yang
optimal dapat terjadi apabila fase gerak yang digunakan adalah campuran dua
pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut dapat mudah diatur
(Rohman, 2009).
Kombinasi yang tepat antara pelarut, absorben, dan eluen penting dalam
efisiensi eluasi. Teknik kromatografi lapis tipis sangat bermanfaat untuk
menganalisis obat, senyawa-senyawa organik dan bahan lainnya (Harmita, 2006).
Menurut Khopkar (2003), sampel diteteskan pada salah satu bagian tepi pelat
kromatografi (sebanyak 0,01-10 µl). Pemisahan dengan KLT dapat menentukan
plasticiser, tinta, antioksidan, dan formulasi zat pewarna.
15
2.7 Spektrofotometer UV-Vis
Metode ini didasarkan pada perubahan warna radikal bebas. Absorbansi
yang diukur pada metode ini adalah absorbansi larutan DPPH sisa yang tidak
beraksi dengan senyawa antioksidan. Spektrofotometer UV-Vis akan mengukur
besarnya energi yang diabsorbansi atau diteruskan oleh suatu zat. Larutan yang
mengandung zat yang dapat menyerap cahaya monokromatik akan mengakibatkan
terjadinya pemantulan, penyerapan atau penerusan dari cahaya tersebut (Harmita,
2006). Panjang gelombang yang digunakan untuk uji antioksidan adalah panjang
gelombang maksimum absorbansi. Variasi ukuran λ max yang digunakan adalah
515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm, dan 520 nm (Molyneux, 2004). Penelitian
Azizah (2013), menggunakan λ max sebesar 517 nm untuk mengetahui aktivitas
antioksidan dari ekstrak kapang mangrove Avicennia sp. dengan menggunakan
spektrofotometer UV-Vis. Penelitian Saputri (2013), juga menggunakan λ max
sebesar 517 nm untuk mengetahui aktivitas antioksidan dari ekstrak kapang
mangrove Rhizophora sp. dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
2.8 GC-MS
Kromatografi spektroskopi massa merupakan teknik analisis yang
menggabungkan dua metode analisa yaitu kromatografi gas dan spektroskopi
massa. Kromatografi gas yaitu untuk menganalisis jumlah senyawa secara
kuantitatif dan kedua spektrofotometri massa untuk menganalisis molekul struktur
senyawa analitik. Prinsip kerja dari GC yaitu pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen penyusunnya. GC biasa
16
digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran
gas dan juga menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fase gas. Penggunaan
GC dapat dipadukan dengan MS sehingga menghasilkan data yang lebih akurat
dalam mengidentifikasi senyawa yang dilengkapi standar molekulnya (Pavia et al,
2006).
Pemisahan komponen dalam GCMS terjadi di dalam kolom (kapiler) GC
dengan melibatkan dua fase, yaitu fase gerak dan fase diam. Fase gerak
merupakan gas pembawa dan fase diam adalah zat yang ada di dalam kolom.
Proses pemisahan dapat terjadi karena terdapat perbedaan kecepatan alir dari tiap
molekul di dalam kolom. Komponen yang telah dipisahkan masuk kedalam ruang
MS sebagai detektor secara intrumentasi (Hermanto, 2008).
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013. Lokasi penelitian
yaitu laboratorium Mikrobiologi, laboratorium Lingkungan dan Pangan. Pusat
Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf (ALP), timbangan analitik
(Ohaus), Laminar Air Flow Cabinet (ESCI), rotary evaporator (Heidolph
Instrument), hot plate (Thermolyne Chimarec ® 1), Magnetik Stirer, shaker,
mikropipet 1000 µL dan 100 µL, vortex (Thermolyne), oven (Memmert), corong
pisah (Schoot Duran), mortar, spektrofotometer UV-Vis (Perkin Elmer Precisely),
mikroskop cahaya (Olympus C 011), mikroskop stereo (Olympus C 011), GC-MS
Shimadzu QP 2010, lampu UV dan kamera.
Bahan-bahan yang digunakan adalah isolat kapang endofit Colletotrichum
spp. dari tanaman kina (Cinchona calisaya Wedd.), media Potato Dextrose Agar
(PDA), media Potato Dextrose Broth (PDB), etil asetat p.a, metanol p.a, alkohol
70%, 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), vitamin C, akuades, dan pelat
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) silika gel GF254.
18
3.3 Sumber Isolat
Isolat kapang endofit Colletorichum spp. yang telah diisolasi berasal dari
berbagai organ tanaman kina sebanyak 14 morphotype.
Tabel 1. Kode Isolat Colletorichum spp.
No Morphotype Kode isolat Hasil blast Sumber isolat
1 M1 3-1-5-B4 Colletotrichum sp. 1 Daun
2 M2 1-7-5-B3 Colletotrichum sp. 2 Buah
3 M3 1-4-5-A1 Colletotrichum sp. 3 Kulit kayu
4 M4 1-1-5-A2 Colletotrichum sp. 4 Daun
5 M5 4-7-5-C1 Colletotrichum sp. 5 Buah
6 M6 1-2-5-B1 Colletotrichum sp. 6 Petiole
7 M7 2-5-1-D1 Colletotrichum sp. 7 Akar
8 M8 5-7-5-B1 Colletotrichum sp. 8 Buah
9 M30 1-7-2-A4 Colletotrichum sp. 9 Buah
10 M37 5-4-2-A3 Colletotrichum sp. 10 Kulit kayu
11 M53 3-5-2-B1 Colletotrichum sp. 11 Akar
12 M57 3-7-4-C3 Colletotrichum sp. 12 Buah
13 M76 1-1-1-A5 Colletotrichum sp. 13 Daun
14 M82 2-1-5-B1 Colletotrichum sp. 14 Daun
19
3.4 Cara Kerja
3.4.1. Bagan Kerja Penelitian
Ekstraksi Ekstraksi
etil asetat 3X 3X metanol
Gambar 6. Skema Bagan Kerja Penelitian.
Isolat kapang endofit Colletotrichum spp. dari tanaman kina
(C. calisaya Wedd.)
Peremajaan di media PDA
Fermentasi cair (Still culture) di media PDB
Hasil fermentasi
Filtrat Biomassa
Ekstrak etil
asetat
Filtrat Biomassa Ekstrak
metanol
Ekstrak kering Ekstrak kering
Analisis Aktivitas Antioksidan
Autografi dengan Kromatografi
Lapis Tipis (KLT)
Spektrofotometer
UV-Vis
Pengamatan makroskopis dan mikroskopis
GC-MS
20
3.4.2. Peremajaan Kapang Endofit
Isolat kapang endofit Colletotrichum spp. dari masing-masing morphotype
ditanam pada cawan petri yang berisi media Potato Dextrose Agar (PDA) secara
duplo dan disimpan selama 7 hari pada suhu ruang. Isolat yang diremajakan
tersebut disimpan sebagai kultur stok dan working culture.
3.4.3. Pengamatan Kapang Endofit
Pengamatan secara makroskopis dilakukkan dengan mengamati warna
koloni kapang, bentuk area miselium kapang, bentuk tepi miselium kapang,
mengamati ada atau tidaknya bintik jingga dan bintik hitam serta kapang yang
terdapat pada cawan didokumentasikan menggunakan kamera digital.
Pengamatan secara mikroskopis menggunakan mikroskop stereo dan
mikroskop cahaya. Konidia diambil menggunakan ose secara aseptis. Bagian
permukaan koloni diambil dan diletakan diatas gelas objek yang telah ditetesi
shear’s diamati di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 100 sampai 1000
kali menggunakan minyak imersi.
3.4.4. Fermentasi Cair Kapang Endofit
Isolat tunggal yang telah diremajakan dari cawan petri diinokulasikan ke
dalam medium fermentasi cair yaitu Potato Dextrose Broth (PDB). Medium PDB
yang digunakan yaitu sebanyak 200 ml untuk setiap isolat. Pembuatan medium
dilakukan dengan menimbang medium lalu dilarutkan dengan menggunakan
akuades. Medium dilarutkan dan dipanaskan diatas hot plate menggunakan
magnetik stirrer sampai mendidih dan larut kemudian medium dimasukkan
21
kedalam botol fermentasi yang ditutup sumbat dan disterilisasi pada suhu 121°C
selama 15 menit.
Inokulasi dilakukan dengan mengambil 3 cetakan dari isolat kapang yang
ada didalam PDA cawan dengan sedotan steril lalu dimasukkan kedalam medium
PDB secara aseptis. Medium PDB tersebut diinkubasikan selama 21 hari pada
suhu ruang (27°C) tanpa pengocokan. Setelah 21 hari, hasil fermentasi dipisahkan
antara filtrat dan biomassa dengan cara disaring untuk uji antioksidan.
3.4.5. Ekstraksi Hasil Fermentasi dengan Pelarut Organik
Hasil fermentasi yang telah disaring dan dipisahkan antara filtrat dan
biomassa, kemudian diekstraksi cair cair pada filtrat dengan penambahan etil
asetat sedangkan ekstraksi cair cair pada biomassa menggunakan metanol.
a) Ekstraksi cair cair terhadap filtrat (ekstrak filtrat)
Filtrat diberi etil asetat sebanyak 100 ml (v/v). Kemudian dikocok dalam
corong terpisah, dan didiamkan beberapa saat sampai terbentuk dua lapisan.
Lapisan atas (lapisan organik) merupakan ekstrak etil asetat yang akan melarutkan
senyawa-senyawa organik yang ada pada ekstrak kapang lalu fraksi ini
dipisahkan. Lapisan bawah merupakan fraksi air lalu fraksi tersebut ditambahkan
etil asetat baru kemudian dikocok dengan corong pisah dan didiamkan beberapa
saat sampai terbentuk dua lapisan (pengocokan fraksi air dengan etil asetat
dilakukkan sebanyak tiga kali) dan hanya lapisan atas saja yang diambil. Fraksi
etil asetat yang diperoleh disatukan dan dikeringkan menggunakan rotary
evaporator suhu 40°C sampai didapatkan ekstrak kering untuk uji antioksidan.
22
b) Ekstraksi cair cair terhadap biomassa (ekstrak biomassa)
Biomassa hasil saringan diekstraksi dengan metanol sebanyak 100 ml
(v/v) dan dihaluskan menggunakan mortar sampai isolat kapang halus kemudian
dimaserasi dan di shaker selama 24 jam. Kemudian disaring untuk diambil
filtratnya sedangkan biomassanya (ampas) diberi metanol baru (maserasi
dilakukan berulang sebanyak tiga kali). Hasil ekstraksi yang diperoleh kemudian
dipekatkan menggunakan rotary evaporator suhu 40°C sehingga diperoleh ekstrak
pekat untuk dilakukkan uji antioksidan.
3.4.6. Uji Senyawa Antioksidan dari Ekstrak Hasil Fermentasi
3.4.6.1. Metode DPPH Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Ekstrak pekat yang didapatkan dari biomassa dan filtrat sebanyak satu
mg dilarutkan dengan 10 ml metanol lalu di vortex sampai larut, setelah itu
sampel ditotolkan pada pelat kromatografi lapis tipis (KLT) begitu juga dengan
pembuatan vitamin C sebagai kontrol. Pelat KLT dimasukkan ke dalam chamber
yang berisi fase gerak etil asetat: metanol : air dengan perbandingan (100:13,5:10)
ml. Pelat yang telah mencapai garis akhir dikeluarkan dari chamber dan
dikeringkan. Kromatogram disemprot menggunakan larutan DPPH (Tamat et al.,
2007). Larutan stok DPPH disimpan kedalam botol gelap (pembuatan larutan
DPPH selalu baru untuk setiap pengujian) lalu diamkan selama 20 menit (Saputri,
2013). Intensitas warna DPPH akan berubah dari warna ungu menjadi kuning
yang disebabkan oleh elektron yang berasal dari senyawa antioksidan (Molyneux,
2004). Menurut Listiandiani (2011), bercak pada KLT diamati di bawah sinar UV
23
pada λ 254 nm dan λ 366 nm. Bercak pada pelat diamati dan dihitung nilai Rf
(retardation factor) dengan rumus :
3.4.6.2. Metode DPPH Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Pengujian dilanjutkan dengan uji persentasi yaitu untuk menentukan
kadar antioksidan menggunakan spektrofotometer dengan cara ekstrak dilarutkan
didalam metanol dan dibuat stok untuk pengenceran. Seri pengenceran dibuat dari
larutan stok sebanyak lima variasi konsentrasi. Ekstrak kapang dari berbagai
variasi konsentrasi sebanyak 2 ml ditambahkan 2 ml DPPH 0,002% didalam
metanol. Ekstrak didiamkan selama 30 menit di dalam botol gelap (Bendra, 2012).
Larutan stok DPPH disimpan kedalam botol gelap (pembuatan larutan ini
selalu baru untuk setiap pengujian) lalu diamkan selama 20 menit (Azizah, 2013).
Pembanding (kontrol) yang digunakan adalah larutan vitamin C dalam metanol
dengan berbagai variasi konsentrasi. Absorbansi dari kedua larutan tersebut
diukur menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada λ maksimum 517 nm.
Pengukuran absorbansi dilakukan 2 kali pengulangan. Aktivitas antioksidan
diukur dari penurunan absorbansi larutan DPPH akibat penambahan ekstrak hasil
fermentasi (Molyneux, 2004).
3.4.7. Analisis Ekstraksi Metabolit Sekunder dengan GC-MS
Ekstrak kapang endofit yang memiliki nilai IC50 yang tertinggi secara
intraseluler (ekstrak metanol) dan secara ekstraseluler (ekstrak etil asetat) dipilih
24
untuk dianalisis menggunakan GC-MS Shimadzu QP 2010 untuk mengetahui
komponen senyawa yang terdapat pada kedua ekstrak tersebut. Sampel sebanyak
1 µl diinjeksikan ke dalam GC-MS yang dioperasikan menggunakan kolom kaca
panjang 25 m, diameter 0,25 mm dan ketebalan 0,25 µl dengan fase diam CP-Sil 5
CB dengan temperatur 10oC/menit, gas pembawa helium bertekanan 12 kPa, total
laju 30 mL/menit dan split rasio sebesar 1:50 (Sastroamidjojo, 2001).
3.5 Analisis Data
Data hasil uji aktivitas antioksidan dibuat dalam bentuk kurva dengan
menggunakan program Microsoft Excel 2007. Pembanding (kontrol) yang
digunakan adalah vitamin C. Persentase inhibisi ekstrak kapang terhadap larutan
DPPH dihitung menggunakan rumus :
Hasil pengujian didapat nilai absorbansi sampel uji dan absorbansi kontrol,
dari nilai absorbansi tersebut dihitung nilai % inhibisi dari berbagai konsentrasi
kemudian disajikan dalam bentuk kurva regresi linier yang diplotkan antara
konsentrasi pada sumbu X dengan aktivitas peredaman DPPH (% inhibisi) pada
sumbu Y. Nilai IC50 ditetapkan dari persamaan regresi linier Y = ax+b dengan
memasukkan nilai 50 kedalam Y. Konsentrasi ini merupakan konsentrasi ekstrak
hasil fermentasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan penghambatan radikal
DPPH sebesar 50% (Azizah, 2013; Saputri, 2013).
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Fermentasi Cair Kapang Endofit Colletotrichum spp.
Fermentasi cair kapang endofit Colletotrichum spp. bertujuan untuk
mendapatkan metabolit sekunder dari kapang tersebut. Medium Potato Dextrose
Broth (PDB) adalah medium yang umum digunakan untuk menumbuhkan jamur,
kapang dan khamir karena media ini mengandung sumber nutrisi yang mendorong
sporulasi kapang, produksi zat warna dan pertumbuhan jamur secara subur
(Pelczar dan Chan, 2010). Media PDB mengandung sumber karbon yang berasal
dari kentang dan dextrose. Sumber karbon merupakan komponen terpenting
dalam medium pertumbuhan, karena sel-sel mikroba sebagian besar terdiri dari
unsur-unsur karbon dan nitrogen (Pratiwi, 2008).
Tabel 2. Hasil fermentasi cair kapang endofit Colletotrichum spp. pada medium
PDB selama 21 hari pada suhu ruang.
No Kapang Tampak fisik Karakteristik
1
Medium PDB (kontrol)
Medium berwarna kuning bening.
2 M1
(Colletotrichum sp.1)
Miselium berwarna putih seperti
beludru. Warna medium mengalami
perubahan menjadi kuning
kecoklatan.
3 M2
(Colletotrichum sp.2)
Miselium berwarna putih keabuan
seperti kapas. Warna medium
berubah menjadi kuning
kecoklatan.
26
Tabel 2. (lanjutan)
No Kapang Tampak fisik Karakteristik
4
M3
(Colletotrichum sp. 3)
Miselium berwarna putih seperti
kapas. Warna medium berubah
menjadi kuning keruh.
5 M4
(Colletotrichum sp. 4)
Miselium berwarna putih seperti
beludru. Warna medium berubah
menjadi kuning agak kecoklatan.
6 M5
(Colletotrichum sp. 5)
Miselium berwarna putih seperti
beludru dengan sedikit miselium
yang mengandung konidia
berwarna jingga. Warna medium
berubah menjadi kuning kecoklatan
7 M6
(Colletotrichum sp. 6)
Miselium berwarna putih agak
krem dengan bercak abu-abu.
Warna medium berubah menjadi
kuning sedikit keruh.
8 M7
(Colletotrichum sp. 7)
Miselium berwarna abu-abu dengan
sedikit warna putih seperti kapas.
Warna medium berubah menjadi
kuning keruh.
9 M8
(Colletotrichum sp. 8)
Miselium berwarna putih seperti
beludru dengan sedikit miselium
yang mengandung konidia
berwarna jingga. Warna medium
berubah menjadi kuning
kecoklatan.
10 M30
(Colletotrichum sp. 9)
Miselium berwarna putih seperti
beludru. Warna medium berubah
menjadi kuning keruh agak
kecoklatan.
11 M37
(Colletotrichum sp. 10)
Miselium berwarna putih seperti
kapas. Warna medium berubah
menjadi kuning agak kecoklatan.
27
Tabel 2. (lanjutan)
No Kapang Tampak fisik Karakteristik
12
M53
(Colletotrichum sp. 11)
Miselium berwarna putih keabuan
seperti kapas. Warna medium
berubah menjadi kuning lebih
bening.
13 M57
(Colletotrichum sp. 12)
Miselium berwarna putih seperti
kapas dengan sedikit miselium yang
mengandung konidia berwarna
jingga. Warna medium berubah
menjadi kuning kecoklatan.
14 M76
(Colletotrichum sp. 13)
Miselium berwarna putih seperti
beludru seperti kapas. Warna
medium berubah menjadi kuning
keruh.
15 M82
(Colletotrichum sp. 14)
Miselium berwarna putih dengan
sedikit abu-abu dibagian tepi.
Warna medium berubah menjadi
kuning agak kecoklatan.
Miselium kapang endofit Coletotrichum spp. terbentuk pada bagian
permukaan atas medium fermentasi cair (Tabel 2). Terbentuknya miselium karena
adanya pertumbuhan dari kapang. Miselium yang terbentuk pada bagian
permukaan atas medium diakibatkan karena saat fementasi medium tidak dikocok
(still condition). Menurut Gandjar et al. (2006), proses pertumbuhan kapang
dimulai dari konidia atau spora lalu berkecambah membentuk hifa kemudian
membentuk miselium. Pertumbuhan kapang pada medium yang tidak dikocok
akan mengakibatkan miselium tumbuh pada bagian permukaan atas medium
berupa lapisan yang semakin lama akan menebal.
28
Warna medium PDB mengalami perubahan menjadi kuning kecoklatan
yang awalnya kuning bening, seperti yang terjadi pada sampel M1, M2, M4, M5,
M8, M30, M37, M57, dan M82. Warna medium menjadi kuning keruh yang
awalnya kuning bening terjadi pada sampel M3, M6, M7, dan M76 sedangkan
pada sampel M53 warna medium berubah menjadi kuning lebih bening (Tabel 2).
Perubahan yang terjadi diduga karena adanya aktivitas dari kapang dalam
memanfaatkan nutrisi yang terdapat pada medium PDB selama proses fermentasi.
Hal ini sesuai dengan penelitian Jauhari (2010), yang menyatakan bahwa
perubahan warna substrat dapat dikarenakan adanya aktivitas kapang endofit atau
proses metabolisme kapang dalam memanfaatkan nutrisi yang terdapat di dalam
medium. Kapang diduga menghasilkan metabolit primer dan metabolit sekunder.
Menurut Gandjar et al. (2006), pertumbuhan fungi dapat diketahui dari
penambahan massa sel dan proses metabolisme kapang yang menyebabkan
perubahan pada substrat yaitu timbulnya perubahan warna atau kekeruhan pada
suatu substrat cair. Medium yang semula bening akan berubah menjadi keruh
tetapi medium yang semula tidak terlalu bening menjadi bening karena adanya
aktivitas dari kapang. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kapang endofit
Colletotrichum spp. mengalami pertumbuhan dan menghasilkan metabolit dalam
medium fermentasi PBD.
4.2 Uji Autografi Aktivitas Antioksidan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) digunakan sebagai uji pendahuluan untuk
mengetahui aktivitas antioksidan ektrak filtrat dan biomassa Colletotrichum spp.
Aktivitas antioksidan dari ekstrak filtrat dan biomassa Colletotrichum spp.
29
ditandai dengan perubahan warna pada pelat KLT dari ungu menjadi kuning
setelah disemprot larutan 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) (Mailandari, 2012).
Keberadaan aktivitas antioksidan ditandai dengan hasil positif dan sebaliknya.
Hasil uji KLT dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil uji KLT ekstrak Colletotrichum spp. setelah disemprot DPPH.
No Sampel Filtrat Biomassa
1 M1 (Colletotrichum sp.1) + +
2 M2 (Colletotrichum sp.2) + +
3 M3(Colletotrichum sp.3) + +
4 M4 (Colletotrichum sp.4) + +
5 M5 (Colletotrichum sp.5) + +
6 M6 (Colletotrichum sp.6) + +
7 M7 (Colletotrichum sp.7) + +
8 M8 (Colletotrichum sp.8) + +
9 M30 (Colletotrichum sp.9) + +
10 M37 (Colletotrichum sp.10) + +
11 M53 (Colletotrichum sp.11) + +
12 M57 (Colletotrichum sp.12) + +
13 M76 (Colletotrichum sp.13) + +
14 M82 (Colletotrichum sp.14) + +
15 Vitamin C (kontrol) + +
Keterangan: (+) memiliki senyawa aktif antioksidan (warna kuning)
(-) tidak memiliki senyawa aktif antioksidan
Hasil uji KLT memperlihatkan bahwa seluruh ekstrak filtrat dan biomassa
Colletotrichum spp. positif memiliki senyawa aktif antioksidan (Tabel 3). Hasil
positif ditandai dengan adanya bercak kuning berlatar ungu yang semakin
memudar setelah disemprot larutan DPPH (Lampiran 2). Hal ini sesuai dengan
penelitian (Azizah, 2013), yang menyatakan bercak kuning berlatar ungu yang
semakin memudar setelah disemprot DPPH menandakan adanya keberadaan
senyawa antioksidan dari ekstrak sampel. Menurut Molyneux (2004), suatu
senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut
30
mampu mendonorkan atom hidrogennya untuk berikatan dengan DPPH ditandai
dengan semakin hilangnya warna ungu menjadi kuning pucat. Hal ini
menunjukkan bahwa seluruh ekstrak filtrat dan biomassa Colletotrichum spp.
berpotensi sebagai antioksidan yang ditandai dengan hasil positif pada uji KLT.
Gambar 7. Nilai Retardation factor (Rf) K) kontrol Vitamin C A) ekstrak
biomassa Colletotrichum sp.8 B) ekstrak filtrat Colletotrichum sp. 10
Nilai Retardation factor (Rf) digunakan untuk mengetahui komponen
senyawa yang terdapat pada ekstrak filtrat dan biomassa yang akan dibandingakan
dengan vitamin C. Nilai Rf standar vitamin C dengan menggunakan eluen etil
asetat, metanol dan air adalah 0,74. Nilai Rf sampel yang mendekati nilai Rf
standar vitamin C adalah ekstrak biomassa Colletotrichum sp. 8 dan ekstrak filtrat
Colletotrichum sp. 10 yaitu 0,71 dengan eluen yang sama (Gambar 7). Eluen yang
digunakan untuk standar vitamin C sama dengan sampel. Nilai Rf antara bercak
ekstrak biomassa Colletotrichum sp. 8 dan ekstrak filtrat Colletotrichum sp. 10
dengan standar vitamin C hampir sama. Menurut Rohman (2009), menyatakan
bahwa suatu senyawa dapat dikatakan identik apabila mempunyai nilai Rf yang
sama jika diukur pada kondisi KLT yang sama. Menurut Margiono (2008),
31
apabila dua bercak memiliki nilai Rf yang hampir sama maka kemungkinan besar
komponen tersebut berasal dari kelompok senyawa yang sama. Hal ini diduga
bahwa bercak ekstrak biomassa Colletotrichum sp. 8 dan ekstrak filtrat
Colletotrichum sp. 10 dengan standar vitamin C diduga merupakan kelompok
senyawa yang sama.
Nilai Rf dari seluruh sampel bervariasi ada yang nilainya lebih tinggi atau
lebih rendah dibandingkan standar vitamin C yaitu dari 0,2 sampai 0,82
(Lampiran 2). Nilai Rf menunjukan keberadaan suatu senyawa yang terdapat di
dalam suatu sampel. Senyawa yang terkandung antara satu sampel dengan sampel
yang lain memiliki perbedaan. Menurut Lasmaria (2011), sampel yang memiliki
nilai Rf yang lebih tinggi atau lebih rendah dapat dikarenakan adanya senyawa
lain yang terkandung pada masing-masing ekstrak sehingga menghasilkan nilai Rf
yang berbeda. Nilai Rf merupakan nilai yang sangat sensitif karena banyak faktor
yang dapat menyebabkan nilai Rf berubah. Menurut Robinson (1995), nilai Rf
berubah karena faktor suhu, eluen, dan banyaknya senyawa yang ditotolkan. Oleh
karena itu, nilai Rf tidak dapat diandalkan untuk identifikasi senyawa sehingga
perlu adanya pengujian lanjutan.
4.3 Uji Aktivitas Antioksidan Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
Pengujian aktivitas antioksidan metode 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH)
menggunakan spektrofotometer uv-vis melibatkan pengukuran nilai absorbansi
pada panjang gelombang maksimum 517 nm dengan berbagai variasi konsentrasi
yaitu 150 ppm, 300 ppm, 600 ppm, 1200 ppm dan 2400 ppm. Nilai absorbansi
32
akan menurun apabila konsentrasi sampel semakin besar yang mengakibatkan
semakin besarnya persen penghambatan. Aktivitas antioksidan dari sampel akan
merubah warna larutan DPPH dalam metanol yang semula berwarna ungu
menjadi kuning (Molyneux, 2004; Lasmaria, 2011). Aktivitas antioksidan
dinyatakan dengan nilai Inhibition Concentration 50% (IC50). Nilai IC50 dihitung
berdasarkan persen penghambatan terhadap radikal DPPH dari masing-masing
konsentrasi larutan sampel secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Aktivitas antioksidan ekstrak filtrat Colletotrichum spp.
berdasarkan nilai IC50
Hasil analisis regresi menunjukan bahwa seluruh ekstrak filtrat memiliki
aktivitas antioksidan yang bervariasi. Ekstrak filtrat Colletotrichum sp. 1 memiliki
aktivitas antioksidan tertinggi dengan nilai IC50 837,143 ppm dan ekstrak filtrat
Colletotrichum sp. 11 memiliki aktivitas antioksidan terendah dengan nilai IC50
2017,2 ppm (Gambar 8). Aktivitas antioksidan dinyatakan dengan nilai IC50
dimana aktivitas antioksidan akan berbanding terbalik dengan nilai IC50. Semakin
tinggi aktivitas antioksidan suatu sampel maka semakin rendah nilai IC50 dan
0
500
1000
1500
2000
2500
IC5
0(p
pm
)
ekstrak
filtrat
33
sebaliknya (Pratiwi et al., 2013). Aktivitas antioksidan tertinggi dari seluruh
ekstrak filtrat memiliki nilai IC50 sebesar 837,143 ppm. Hal ini menunjukkan
bahwa seluruh ekstrak filtrat Colletotrichum spp. tergolong tidak aktif sebagai
antioksidan. Menurut Jun et al. (2003), aktivitas antioksidan dikatakan tidak aktif
jika memiliki nilai IC50 > 500 ppm.
Aktivitas antioksidan seluruh ekstrak filtrat Colletotrichum spp. jauh lebih
rendah apabila dibandingkan dengan vitamin C yang memiliki IC50 sebesar 3,793
ppm (Gambar 8). Rendahnya aktivitas antioksidan pada seluruh ekstrak filtrat
Colletotrichum spp. karena vitamin C merupakan senyawa murni yang umum
digunakan sebagai pembanding karena memiliki aktivitas antioksidan kuat
terbukti dengan nilai IC50 yang kecil (Arindah, 2010). Ekstrak filtrat
Colletotrichum spp. yang diuji pada penelitian ini masih berupa ekstrak kasar
(crude extract) dan bukan senyawa murni. Menurut Hanani et al. (2005), apabila
ekstrak masih berupa ekstrak kasar masih ada kemungkinan senyawa murni yang
dikandung suatu sampel memiliki aktivitas peredaman radikal bebas lebih kuat
dibandingkan ekstrak kasarnya.
Aktivitas antioksidan yang dihasilkan setiap ekstrak filtrat Colletotrichum
spp. bervariasi (Gambar 8). Perbedaan aktivitas antioksidan yang dihasilkan setiap
ekstrak filtrat Colletotrichum spp. diduga karena setiap spesies kapang memiliki
kemampuan yang berbeda dalam memproduksi senyawa metabolit. Menurut
Pratiwi (2008), spesies mikroorganisme tertentu mungkin mampu memproduksi
beberapa macam metabolit sekunder, sedangkan spesies yang lain hanya
memproduksi satu atau dua macam metabolit sekunder saja. Oleh karena itu,
34
kemampuan setiap ekstrak filtrat kapang endofit Colletotrichum spp. berbeda
dalam menghasilkan senyawa metabolit berupa antioksidan terlihat dari aktivitas
antioksidan yang bervariasi.
Ekstrak filtrat Colletotrichum sp. 1 memiliki aktivitas antioksidan tertinggi
apabila dibandingan seluruh ekstrak filtrat spesies lainnya (Gambar 8). Tingginya
aktivitas antioksidan dari ekstrak filtrat Colletotrichum sp. 1 diduga karena
spesies kapang endofit tersebut memiliki kemampuan memproduksi metabolit
tertentu yang berperan sebagai antioksidan dibandingkan spesies lainnya. Menurut
Strobel dan Daisy (2003), endofit dengan spesies yang sama diisolasi dari
tanaman yang sama tetapi hanya salah satu endofit yang akan menghasilkan
senyawa bioaktif sangat tinggi pada suatu kultur. Menurut Dewick (2002),
produksi metabolit sekunder tertentu hanya ditemukan pada organisme spesifik,
atau terdapat pada strain (galur) yang spesifik serta hanya diproduksi pada
kondisi-kondisi tertentu.
Gambar 9. Aktivitas antioksidan ekstrak biomassa Colletotrichum spp.
berdasarkan nilai IC50
0
500
1000
1500
2000
2500
IC5
0(p
pm
)
ekstrak
biomassa
35
Aktivitas antioksidan yang dihasilkan seluruh ekstrak biomassa
Colletotrichum spp. bervariasi. Hasil analisis regresi menunjukkan ekstrak
biomassa Colletotrichum sp. 1 memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dengan
nilai IC50 1489,565 ppm. Aktivitas antioksidan terendah terdapat pada ekstrak
biomassa Colletotrichum sp. 7 dengan nilai IC50 2351,157 ppm (Gambar 9). Hal
ini menunjukkan bahwa seluruh ekstrak biomassa Colletotrichum spp. tergolong
tidak aktif sebagai antioksidan. Menurut Jun et al. (2003), aktivitas antioksidan
dikatakan tidak aktif jika memiliki nilai IC50 > 500 ppm.
Ekstrak biomassa Colletotrichum sp. 1 memiliki aktivitas antioksidan
tertinggi dari seluruh ekstrak biomassa dengan nilai IC50 1489,565 ppm tetapi
memiliki aktivitas antioksidan yang sangat rendah (Gambar 9). Kapang endofit
Colletotrichum sp. 1 diisolasi dari organ daun tanaman kina (Chinchona calisaya
Wedd.) (Tabel 1). Berdasarkan penelitian sebelumnya ekstrak daun Chinchona
ledgeriana memiliki aktivitas antioksidan dengan metode DPPH–TEAC sebesar
84,2 ± 1,9 mg g– pada ekstrak metanol dan 17,1 ± 0,6 mg g
– pada ekstrak akuades
(Al–Mustafa dan Al–Thunibat, 2008). Mikroba endofit diketahui memiliki
kemampuan memproduksi senyawa metabolit sekunder yang sama dengan
tanaman inangnya. Metabolit sekunder yang dihasilkan mikroba endofit
kemungkinan karena adanya transfer genetik dari tanaman inang kedalam mikroba
endofit (Radji, 2005). Hal ini diduga Colletotrichum sp. 1 dari tanaman kina
(Cinchona calisaya Wedd.) memiliki aktivitas antioksidan tertinggi karena
mampu menghasilkan metabolit seperti organ daun tanaman kina.
36
Kapang endofit Colletotrichum sp. 4, Colletotrichum sp. 10, dan
Colletotrichum sp. 14 diisolasi dari organ yang sama yaitu organ daun tetapi
memiliki aktivitas antioksidan yang berbeda serta seluruh ekstrak biomassa
Colletotrichum spp. yang diisolasi dari organ tanaman yang berbeda memiliki
aktivitas yang berbeda pula (Gambar 9). Hal ini menunjukan bahwa setiap spesies
Colletotrichum spp. memiliki kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan
senyawa antioksidan. Penelitian Petrini et al. (1992), menyatakan bahwa kapang
endofit dengan spesies yang sama pada satu tanaman yang sama namun diisolasi
dari organ tanaman yang berbeda memiliki kemampuan untuk memproduksi
metabolit sekunder yang berbeda. Menurut Srikandace et al. (2007), kapang
endofit memiliki kemampuan untuk menghasilkan senyawa metabolit yang
berbeda-beda. Oleh sebab itu, ekstrak biomassa Colletotrichum spp. dalam
penelitian ini memiliki kemampuan yang berbeda dalam menghasilkan senyawa
antioksidan.
Ekstrak biomassa Colletotrichum sp. 1 memiliki aktivitas antioksidan yang
lebih tinggi dibandingkan seluruh ekstrak biomassa dengan nilai IC50 1489,565
ppm (Gambar 9). Penelitian Saputri (2013), menyatakan bahwa ekstrak biomassa
kapang genus Colletotrichum yang diisolasi dari tanaman Rhizophora sp.
memiliki nilai IC50 sebesar 44,62 µg/ml. Menurut Jun et al. (2003), aktivitas
antioksidan dikatakan aktif jika IC50 50-100 ppm dan tidak aktif jika IC50 > 500
ppm. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak biomassa Colletotrichum dari
Rhizophora sp. lebih aktif sebagai antioksidan apabila dibandingkan ekstrak
biomassa Colletotrichum spp. dari tanaman kina terlihat dari nilai IC50 yang kecil.
37
Seluruh ekstrak biomassa Colletotrichum spp. memiliki aktivitas
antioksidan yang sangat rendah dibandingkan standar vitamin C. Vitamin C
sebagai kontrol positif memiliki nilai IC50 sebesar 3,793 ppm (Gambar 9).
Rendahnya aktivitas antioksidan yang dihasilkan ekstrak biomassa Colletotrichum
spp. dibandingkan vitamin C diduga karena ekstrak yang diuji masih merupakan
ekstrak kasar (crude extract) dan bukan senyawa murni. Apabila ekstrak masih
berupa ekstrak kasar masih ada kemungkinan senyawa murni yang dikandung
suatu sampel memiliki aktivitas peredaman radikal bebas lebih kuat dibandingkan
ekstrak kasarnya (Hanani et al., 2005).
Tingginya aktivitas antioksidan vitamin C karena vitamin C merupakan
senyawa murni. Vitamin C memiliki aktivitas antioksidan kuat terbukti dengan
nilai IC50 yang kecil (Arindah, 2010). Vitamin C mudah mengalami oksidasi oleh
radikal bebas karena mempunyai ikatan rangkap serta terdapat 2 gugus –OH yang
terikat pada ikatan rangkap tersebut. Vitamin C mampu menangkap radikal bebas
dengan atau tanpa katalisator enzim. Reaksinya terhadap senyawa oksigen reaktif
lebih cepat dibandingkan dengan komponen cair lainnya (Winarsi, 2007).
4.4 Analisis GC-MS
Analisa GC-MS bertujuan untuk mengetahui komponen senyawa yang
terkandung didalam ekstrak kapang endofit Colletotrichum spp. terpilih yaitu
sampel M1 (Colletotrichum sp. 1). Pemilihan sampel untuk diuji GC-MS
berdasarkan hasil aktivitas antioksidan tertinggi dari ekstrak filtrat dan biomassa.
Hasil GC-MS ekstrak filtrat dapat dilihat pada Gambar 10 dan Tabel 4.
38
Gambar 10. Kromatogram Hasil GC-MS Ekstrak Filtrat
Tabel 4. Hasil identifikasi komponen ekstrak filtrat Colletotrichum sp.1
dengan pelarut etil asetat.
No Nama Komponen % area
1 Etilbenzena 3.86
2 p-Dimetilbenzena 3.28
3 o-Silena 21.38
4 1-metiletil-Benzena 0.67
5 1,4-dikloro-Benzena 1.61
6 Cis-Limonen Oksida 1.34
7 Naptalen * 5.55
8 Metil Salisilat* 1.34
9 4-kloro-Fenol* 2.09
10 Sikloundekanon 0.72
11 9,10-dihidroksi-Asam oktadekanoat* 1.25
12 1,2,4-Trihidroksi-p-metana 1.00
13 2,4-bis(1,1-dimetiletil)-Fenol * 1.42
14 3,4-dihidro-8-hidroksi-3-metil 1H-2-Benzopiran-1-one* 24.44
15 1,1'-(2,6-dimetil-3,5-piridindiyl)bis- Etanon 23.12
16 Benzopenon 1.30
17 2-Asam karboksilat, 5-(1-heksinil)-Furan 3.50
18 3-metoksi-2,4,6-trimetil-Fenol, * 1.47
19 bis(2-metilpropil) ester 1,2- Asam Benzendikarboksilat 0.67
*) Memiliki aktivitas antioksidan.
39
Hasil GC-MS senyawa bioaktif yang terkandung didalam ekstrak etil
asetat kapang endofit Colletotrichum sp. 1 sedikitnya terdapat 19 komponen
senyawa yang termasuk kedalam golongan senyawa fenol, aromatik, ester, keton,
dan alkana. Senyawa naftalen memiliki % area 5.55. Senyawa fenol banyak
ditemukan dengan % area yang berbeda yaitu 2.09, 1.42, 1.47. Senyawa asam
oktadekanoat memiliki % area 1.25. Senyawa benzopiran memiliki % area 24.44.
Persen area yang paling tinggi terdapat pada komponen senyawa benzopiran
(Tabel 4).
Senyawa naptalen, metil salisilat, fenol, asam oktadekanoat dan
benzopiran memiliki aktivitas antioksidan. Kemampuan senyawa-senyawa
tersebut telah dibuktikan oleh beberapa penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya. Penelitian Vijayavel et al. (2007), senyawa naptalen dari ekstrak
Chorola vulgaris mempunyai efek anti radikal bebas. Menurut Sutrisno (2012),
senyawa metil salisilat termasuk golongan senyawa fenolik. Senyawa fenolik
memiliki struktur khas yaitu terdapat satu atau lebih gugus hidroksil yang terikat
pada satu atau lebih cincin aromatik benzena sehingga senyawa ini memiliki
kemampuan sebagai antioksidan. Penelitian Gul et al. (2011), metabolit sekunder
seperti komponen fenolik (asam fenolik, flavonoid, kuinin, dan kumarin),
komponen nitrogen (alkaloid dan amina), vitamin, terpenoid dan metabolit
sekunder lainnya terbukti memiliki aktivitas antioksidan. Penelitian Nath et al.
(2012), kapang endofit Phomopsis sp. dan Xylaria sp. memiliki aktifitas
antioksidan dan tingkat fenol yang tinggi. Penelitian Swantara dan Parwata
(2011), senyawa yang paling aktif bersifat antioksidan pada Gracilaria
40
coronopifolia yaitu 1-nonadekena; asam heksadekanoat; asam 9-oktadekanoat.
Penelitian Seo et al. (2006), senyawa benzopiran dari ganggang coklat Sargasum
thunbergii terbukti efektif meredam radikal bebas. Penelitian Tianpanich et al.
(2006), menyatakan bahwa senyawa benzopiran atau isokumarin yang dihasilkan
kapang endofit Colletotrichum sp. dari tanaman Piper ornatum memiliki aktivitas
antioksidan.
Hasil GC-MS memperlihatkan bahwa pelarut etil asetat mampu
mengekstrak komponen senyawa lebih banyak apabila dibandingkan pelarut
metanol (Tabel 4 dan 5). Hal ini diduga karena pelarut etil asetat bersifat semi
polar dimana mampu mengekstrak senyawa polar dan non polar yang terdapat
pada sampel. Menurut Oyi et al. (2007), pelarut etil asetat mampu mengekstrak
senyawa polar dan non polar karena pelarut ini bersifat semi polar. Pelarut akan
melarutkan senyawa yang sesuai dengan tingkat kepolarannya. Pelarut etil asetat
memiliki kemampuan melarutkan senyawa sterol, terpenoid, saponin, flavonoid,
dan senyawa fenol. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh dimana pelarut etil
asetat dapat mengekstrak senyawa fenol dari ekstrak filtrat Colletotrichum sp.1.
Senyawa fenol memiliki kemampuan menyumbangkan atom hidrogen
yang menyebabkan radikal DPPH dapat terduksi menjadi bentuk yang lebih stabil.
Aktivitas peredaman radikal bebas oleh senyawa fenol dipengaruhi oleh jumlah
dan posisi hidrogen fenolik dalam molekulnya dimana semakin banyak jumlah
gugus hidroksil pada senyawa fenol maka semakin besar aktivitas antoksidan
yang dihasilkan (Pratiwi et al., 2013). Senyawa fenol memiliki aktivitas
41
antioksidan, antitumor, dan antibiotik. Kandungan total fenol memiliki korelasi
yang kuat dan berbanding lurus dengan aktivitas antioksidan (Widiastuti, 2010).
Gambar 11. Kromatogram Hasil GC-MS Ekstrak Biomassa
Tabel 5. Hasil identifikasi komponen ekstrak biomassa Colletotrichum sp.1
dengan pelarut metanol.
No Nama Komponen % area
1 N,N-Dimethyl-3-metoksipropilamin 3.26
2 2-butoksi Etanol 4.78
3 Siklotetrasiloksan 12.83
4 Asam butanedioat, dimetil ester 6.84
5 4-metoksi Fenol* 4.21
6 Etanol, 2-butoksi (CAS) (2-Asam Butoksietil asetat) 5.16
7 Siklopentasiloksan-dekametil 6.43
8 1,2-dihidro-1,1,6-trimetil Naptalen* 9.72
9 Korlumidin 7.06
10 Asam heksadekanoat* 11.51
11 Metil ester 8,11-Asam oktadekanoat * 7.50
12 13-Asam oktadekanoat, metil ester (CAS) Metil
Oktadec-13-Enoat *
15.32
13 Asam oktadekanoat, metil ester (CAS) Metil stearat * 5.38
*) Memiliki aktivitas antioksidan.
42
Hasil analisis GC-MS menunjukan bahwa dalam ekstrak metanol kapang
endofit Colletotrichum sp.1 terdapat sedikitnya 13 komponen senyawa yang
termasuk kedalam golongan senyawa fenol, aromatik, ester, alkana, alkohol, dan
amina. Senyawa fenol memiliki % area 4.21. Senyawa naftalen memiliki % area
9.72. Senyawa asam heksadekanoat memiliki % area 11.51. Senyawa asam
oktadekanoat banyak ditemukan dengan % area yang berbeda yaitu 7.50, 15.32,
5.38. Persen area yang paling tinggi terdapat pada komponen senyawa asam
oktadekanoat (Tabel 5).
Senyawa fenol, naptalen, asam heksadekanoat dan asam oktadekanoat
diperkirakan memiliki aktivitas antioksidan pada ekstrak metanol (Tabel 5).
Kemampuan senyawa-senyawa tersebut telah dibuktikan oleh beberapa penelitian.
Menurut Liu et al. (2007), ekstrak metanol fungi endofit Xylaria sp. dari tanaman
Ginkgo biloba memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi karena keberadaan
senyawa fenol. Penelitian Swantara dan Parwata (2011), menyatakan bahwa
senyawa yang paling aktif bersifat antioksidan pada Gracilaria coronopifolia
yaitu 1-nonadekena, asam heksadekanoat, dan asam 9-oktadekanoat. Persen area
dari komponen senyawa asam oktadekanoat memiliki persen area yang tertinggi
dibandingkan senyawa lain yang berperan sebagai antioksidan (Tabel 5). Hal ini
diduga komponen senyawa asam oktadekanoat yang banyak berperan dalam
meredam radikal bebas dari larutan DPPH sebagai antioksidan. Penelitian Miryati
et al. (2011), menyatakan kandungan asam heksadekanoat dalam ekstrak kulit
buah mangis berperan sebagai antioksidan. Menurut Setyaningsih et al. (2014),
senyawa asam heksadekanoat pada ekstrak daun dan ranting tanaman jarak pagar
43
(Jatropha curcas L.) memiliki efek antioksidan. Penelitian Vijayavel et al. (2007),
menyatakan senyawa naptalen dari ekstrak Chorola vulgaris memiliki efek anti
radikal bebas.
Menurut Nimah et al. (2012), pelarut metanol secara efektif dapat
mengekstrak senyawa flavonoid, fenolik, dan saponin. Hal ini sesuai dengan hasil
yang diperoleh dimana pelarut metanol dapat mengekstrak senyawa fenol dari
ekstrak biomassa Colletotrichum sp. 1. Menurut Tamat et al. (2007), senyawa
fenol dengan gugus hidroksil yang terikat pada cincin aromatik merupakan
senyawa yang efektif sebagai antioksidan karena senyawa tersebut mampu
meredam radikal bebas dengan cara memberikan atom hidrogen (donor proton)
dari gugus hidroksil kepada radikal bebas.
44
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Seluruh ekstrak kapang endofit Colletotrichum spp. dari tanaman kina (C.
calisaya Wedd.) memiliki potensi antioksidan ekstrak biomassa dan
ekstrak filtrat yang ditandai dengan perubahan warna pelat KLT menjadi
kuning setelah disemprot DPPH dan nilai IC50 dari masing-masing ekstrak
filtrat dan biomassa.
2. Ekstrak kapang endofit Colletotrichum sp. 1 dari tanaman kina (C.
calisaya Wedd.) memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dari ekstrak filtrat
yaitu sebesar 837,143 ppm dan ekstrak biomassa sebesar 1900,46 ppm.
3. Senyawa hasil GC-MS Colletotrichum sp. 1 yang berperan sebagai
antioksidan dari ekstrak biomassa adalah senyawa fenol, naptalen, asam
heksadekanoat dan asam oktadekanoat sedangkan senyawa ekstrak filtrat
yang berperan sebagai antioksidan adalah naptalen, metil salisilat, fenol,
asam oktadekanoat dan benzopiran.
5.2 Saran
Perlu dilakukan optimasi kondisi fermentasi, pengujian tambahan untuk
memperkuat hasil pengujian dengan uji fitokimia, perhitungan rendemen hasil
ekstraksi dan uji total fenol.
45
DAFTAR PUSTAKA
Al–Mustafa, A.H., dan O.Y. Al–Thunibat. 2008. Antioxidant Activiity of Some
Jordanian Medicinal Plants Used Traditionally for Treatment of Diabetes.
Pakistan Journal of Biological Sciences. 11(3):351–358.
Aly, A., A. Debbab, dan P. Proksch. 2011. Fifty Years of Drug Discovery from
Fungi. Fungal Divers. 50: 3–19.
Andayani, R., Y. Lisawati, dan Maimunah. 2008. Penentuan Aktivitas
Antioksidan, Kadar Fenolat total dan Likopen pada Buah Tomat
(Lycopersicum L.). Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 13: 9
Arindah, D. 2010. Fraksinasi dan Identifikasi Golongan Senyawa pada Daging
Buah Pepino (Solanum muricatum Aiton) yang Berpotensi Sebagai
Antioksidan. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi. UIN Malang.
Azizah, S.K. 2013. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Isolat-Isolat Kapang dari
Tanaman Mangrove Avicennia sp. Skripsi. Fakultas Sains dan Teknologi.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Bendra, A. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Premma oblongata
Miq. dengan Metode DPPH dan Identifikasi Golongan Senyawa Kimia
dari Fraksi Teraktif. Skripsi. FMIPA. Universitas Indonesia.
Cano, J., J. Guarro, dan J. Gene. 2004. Molecular and Morphological
Identification of Colletotrichum Species of Clinical Interest. Journal Of
Clinical Microbiology. 42(6): 2450–2454.
Dewick, M. D. 2002. Medicinal Natural Product: A Biosynthetic Approach. Edisi
2. John Wiley dan Sons LTD. England.
Gandjar, I., W. Sjamsuridzal, dan A. Oetari. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan.
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Gangadevi, V., dan J. Muthumary. 2008. Isolation of Colletotrichum
gloeosporioides, a Novel Endophytic Taxol-Producing Fungus From the
Leaves of a Medicinal Plant (Justicia gendarussa). Mycologia Balcanica.
5: 1–4.
Gul, M.Z., L.M. Bhakshu, F. Ahmad, A. K Kondapi, I.A. Qureshi, dan I. A
Ghazi. 2011. Evaluation of Abelmoschus Moschatus Extracts for
Antioxidant, Free Radical Scavenging Antimicrobial and
Antiproliferative Activities Using in Vitro Assays. BMC
Complementary & Alternative Medicine. 11:46
46
Hanani, E., A. Mun’in, dan R. Sekarini. 2005. Identifikasi Senyawa Antioksidan
dalam Spons Callyspongia sp dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu
Kefarmasian. 2(3): 127-133.
Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Departemen Farmasi FMIPA UI.
Depok.
Hermanto, S. 2008. Mengenal Lebih Jauh Teknik Analisa Kromatografi dan
Spektofotometri. Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah.
Jakarta.
Jauhari, L.T. 2010. Seleksi dan Identifikasi Kapang Endofit Penghasil
Antimikroba Penghambat Pertumbuhan Mikroba Patogen. Skripsi. UIN
Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Jayanthi, G., S. Kamairaj, K. Karthikeyan, dan J. Muthumary. 2011.
Antimicrobial and Antioksidan Activity of Cassia siamea Flowers
Phomopsis sp. GJJM07 isolated from Mesua ferrea. International Journal
of Science. 1:85-90.
Jun, M.H.Y., Yu, J., Fong, X., Wan, C.S., dan Yang, C.T. 2003. Comparison of
Antioxidant Activities of Isoflavones from Kudzu Root (Pueraria labata
Ohwl). Journal Food Science. 68(6): 2117– 2122.
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press. Jakarta.
Komisi Nasional Sumber Daya Genetik. 2008. Lokakarya Penyusunan National
Report on Plant Genetic Resources : Warta Plasma Nutfah Indonesia No
20 Tahun 2008. http://indoplasma.or.id. Diakses pada 8 Oktober 2013
pukul 20.13 WIB
Lasmaria, C. 2011. Antioksidan yang Dihasilkan Kapang Aspergillus spp. dan
pengaruhnya Terhadap Perbaikan Jaringan Hati Tikus Putih (Rattus
norvegicus L.) Galur Sprague Dawley. Tesis. Program Pascasarjana. UI.
Depok.
Listiandiani, K. 2011. Identifikasi Kapang Endofit ES1, ES2, ES3,DAN ES4 dari
Broussonetia papyrifera Vent. dan Pengujian Aktivitas Antimikroba.
Skripi. FMIPA. Universitas Indonesia.
Liu, X., M. Dong, X. Chen, M. Jiang, X. Lu, dan G. Yan. 2007. Antioxidant
Activity and Phenolics of an Endophytic Xylaria sp. from Ginkgo biloba.
Food Chemistry. 105(2): 548–554.
Maehara, S., P. Simanjuntak, C. Kitamura, K. Ohashi, dan H. Shibuya. 2011.
Cinchona Alkaloids are Also Produced by an Endophytic Filamentous
Fungus Living in Cinchona Plant. Chem Pharm Bull. 59(8): 1073-1074.
47
Mailandari, M. 2012. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Garcinia kydia
Roxb. dengan Metode DPPH dan Identifikasi Senyawa Kimia Fraksi
yang Aktif. Skripsi. FMIPA. Universitas Indonesia.
Margiono, S. 2008. Produksi Metabolit Sekunder (Antibiotik) oleh Isolat Jamur
Endofit Indonesia. Majalah Farmasi Indonesia. 19(2): 86-94.
Miryanti, A., L. Sapei, K. Budion, dan S. Indra. 2011.Ekstraksi Antioksidan dari
Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat. Bandung.
Molyneux, P. 2004. The Use of The Stable Free Radical Diphenylpicryl-hydrazyl
(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Journal of Science and
Technology. 26(2): 211-219.
Mutiea, D. 2014. Aktivitas Antibakteri dan Produksi Kuinin dari Kapang Endofit
(Colletotrichum spp.) Tanaman Kina (Cinchona calisaya Wedd.). Skripsi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Nath, A., P. Raghunatha, dan S.R. Joshi. 2012. Diversity and Biological
Activities of Endophytic Fungi of Emblica officinalis, an Ethnomedicinal
Plant of India. Journal of Mycobiology. 40(1): 8-13
Nimah, S., W. F. Ma’ruf dan A. Trianto. 2012. Uji Bioaktivitas Ekstrak Teripang
Pasir (Holothuria scabra) Terhadap Bakteri Pseudomonas aeroginosa dan
Bacillus cereus. Jurnal Perikanan. 1(2): 1-9.
Oyi, A.R., J.A. Onaolapo, A.K. Haruna, dan C.O. Morah. 2007. Antimicrobial
Screening and Stability Studies of the Crude Exctract of Jatropha curcas
Linn. Latex (Euphorbiaceae). Nigerian Journal of Parmaceutical Science.
6(2):14-20.
Pavia D.L., G.M. Lampman, G.S. Kriz, dan R.G. Engel. 2006. Introduction to
Organic Laboratory Techniques: A Microscale Approach. Edisi 4. Brooks
Cole Pub Co. United Kingdom.
Pawle, G dan S.K. Singh. 2014. Antioxidant Potential of Endophytic Fungus
Colletotrichum Species Isolated From Polygala elongata. International
Journal of Pharma and Bio Sciences. 5(3): 313-319.
Pelczar, M.J., dan Chan. 2010. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.
Petrini, O., T.N. Sieber, L. Toti, dan O. Viret. 1992. Ecology Metabolite
Production and Utilization in Endophytic Fungi. Swiss Naturs Toxins.
78:196
Pratiwi, S.T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Erlangga. Jakarta.
48
Pratiwi, D., S. Wahdaningsih, dan Isnidar. 2013. The Test of Antioxidant Activity
from Bawang Mekah Leaves (Eleutherine americana Merr.) Using DPPH
(2,2-Diphenyl-1-Picrylhydrazyl) Method. Traditional Medicine Journal.
18(1): 9-16.
Prihatiningtias, W. 2005. Senyawa Bioaktif Fungi Endofit Akar Kuning
(Fibraurea chloroleuca Miers) Sebagai Senyawa Antimikroba. Tesis.
Sekolah Pascasarjana. UGM.
Radji, M. 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam
Pengembangan Obat Herbal. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2(3): 113-126.
Ravishankara, M.N., H. Padh dan M. Rajani. 2003. Antioxidant Activity of
Cinchona officinalis Stem Bark Exctract. Oriental Pharmacy and
Experience Medicine. 3(4): 205-211.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB Press. Bandung.
Rohman, A. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Rohman, A dan I.G. Gandjar. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Belajar.
Yogyakarta.
Salamah, E., P. Sri, dan P. Ellis. 2011. Aktivitas Antioksidan dan Komponen
Bioaktif pada Selada Air (Nasturtium offcinale L. R. Br). Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 14(2): 85-91.
Saputri, R.E. 2013. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kapang Mangrove Rhizophora
sp. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Seo, Y., K.E Park, Y.A. Kim, H.Y. Lee, J.S. Yoo, J.W. Ahn, dan B.J. Lee. 2006.
Isolation of Tetraprenyltolyquinols from the Brown Alga Sargasum
thunbergii. Chem Pharm Bull. 54(12): 1730-1733.
Setyaningsih, D., C. Pandji, dan D.D. Perwatasari. 2014. Kajian Aktivitas
Antiosidan dan Antimikroba Fraksi dan Ekstrak dari Ranting Jarak Pagar
(Jatropha curcas L.) serta Pemanfaatannya pada Produk Personal
Hygiene. Jurnal Agritech. 34(2).
Simanjuntak, P., T. Parwati, Bustanussalam, T.K. Prana, dan H. Shibuya. 2002.
Produksi Alkaloid Kuinina oleh Beberapa Mikroba Endofit dengan
Penambahan Zat Induser. Majalah Farmasi Indonesia. 13(1): 1-6.
49
Simanjuntak, P., Bustanussalam, T.K. Prana, K. Ohashi, dan H. Shibuya. 2002.
Biotransformasi Senyawa Alkaloid Kinkona oleh Kapang Xilaria sp.
Menjadi Alkaloid Kinkona N-Oksida. Majalah Farmasi Indonesia. 13(2):
95-100.
Srikandace, Y., Y. Hapsari, dan P. Simanjuntak. 2007. Seleksi Mikroba Endofit
Curcuma zedoaria dalam Memproduksi Senyawa Kimia Antimikroba.
Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 5(2):77-84
Strobel, G. dan B. Daisy. 2003. Bioprospecting for Microbial Endophytes and
Their Natural Product. Microbiology and Molecular Biology. 67(4): 491-
502.
Sultoni, A. 1995. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Kina. Asosiasi Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan Indonesia. Pusat Penelitian Teh dan Kina.
Gambung.
Sutrisno, W. 2012. Sintesis Senyawa Dimer Isoeugenol Menggunakan Enzim
Peroksidase dari Kulit Bawang Bombay (Allium cepa L.) Serta Uji
Aktivitas Antioksidan. Tesis. Magister Ilmu Kimia. UI.
Swantara, I.M.D., dan I.M.O.A. Parwata. 2011. Kajian Senyawa Antioksidan pada
Rumput Laut dari Pantai Sekitar Bali. The Exellence Research. 89-97.
Tahrir, I., K. Wijaya, dan D. Widianingsih. 2003. Terapan Analisis Hansch untuk
Aktivitas Antioksidan Senyawa Turunan Flavon/Flavonol. Seminar
Chemometrics. Universitas Gajah Mada.
Tamat, S.R., T. Wikanta., dan L.S. Maulina. 2007. Aktifitas Antioksidan dan
Toksisitas Senyawa Bioaktif dari Ekstrak Rumput Laut Hijau Ulva
reticulata Forsskal. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 5(1).
Tan, R.X., dan W.X. Zou. 2001. Endophytes: a Rich Source of Functional
Metabolites. Journal of Natural Product. 18: 448-459.
Tao, C dan M.C. Taylor. 2011. Cinchona linnaeus. Journal Flora China. 19: 88-
89.
Tianpanich, K., S. Prachya, S. Wiyakrutta, C. Mahidol, S. Ruchirawat, dan P.
Kittakoop. 2011. Radical Scavenging and Antioxidant Activities of
Isocoumarins and a Phthalide Endophytic Fungus Colletotrichum sp.
Journal of Natural Product. 74(1): 79–81.
Tjitrosoepomo, G. 2002. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
50
Vijayavel, K., C. Anbuselvam, dan M.P. Balasubramanian 2007. Antioxidant
Efect of the Marine Algae Chorella vulgaris Against Napthalene Induces
Oxidative Stress in the Albino Rats. Molecule Cell Biochemistry. 303(1-2)
39-44.
Widyastuti, N. 2010. Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan Metode
CUPRAC, DPPH, dan FRAP serta Korelasinya dengan Fenol dan
Flavonoid pada Enam Tanaman. Skripsi. FMIPA. IPB.
Winarno, E.K. 2006. Produksi Alkaloid oleh Mikroba Endofit yang Diisolasi dari
Batang Kina Cinchona Ledgeriana Moens dan Cinchona Pubescens Vahl
(Rubiaceae). Jurnal Kimia Indonesia. 1(2): 59-66.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas: Potensi dan Aplikasinya
Dalam Kesehatan. Kanisius. Yogyakarta.
58
Lampiran 2. Hasil kromatografi lapis tipis (KLT) ekstrak kapang endofit Colletotrichum spp.
Kode isolat Filtrat Biomassa
Rf Setelah
disemprot
DPPH
UV λ
254
UV λ 366 Rf Setelah
disemprot
DPPH
UV λ 254 UV λ 366
M1 (Colletotrichum sp.1) Rf=0,57 Rf=0,48
Rf=0,23
Rf=0,68 Rf=0,51
M2 (Colletotrichum sp.2) Rf=0,6
Rf=0,54
M3(Colletotrichum sp.3) Rf=0,46
Rf=0,34
Rf=0,43
Rf=0,37 Rf=0,31
M4 (Colletotrichum sp.4) Rf=0,63
Rf=0,6 Rf=0,54
59
Lampiran 3. (Lanjutan)
Kode isolat Filtrat Biomassa
Rf Setelah
disemprot
DPPH
UV λ
254
UV λ 366 Rf Setelah
disemprot
DPPH
UV λ 254 UV λ 366
M5 (Colletotrichum sp.5) Rf=0,68
Rf=0,51
M6 (Colletotrichum sp.6) Rf=0,66
Rf=0,2
M7 (Colletotrichum sp.7) Rf=0,23
Rf=0,2
M8 (Colletotrichum sp.8)
Rf=0,48
Rf=0,71
60
Lampiran 3. (Lanjutan)
Kode isolat Filtrat Biomassa
Rf Setelah
disemprot
DPPH
UV λ
254
UV λ 366 Rf Setelah
disemprot
DPPH
UV λ 254 UV λ 366
M30 (Colletotrichum sp.9) Rf=0,57
Rf=0,68
M37 (Colletotrichum sp.10) Rf=0,71
Rf=0,82
M53 (Colletotrichum sp.11) Rf=0,2
Rf=0,25
M57 (Colletotrichum sp.12) Rf=0,8
Rf=0,68
61
Lampiran 3. (Lanjutan)
Kode isolat Filtrat Biomassa
Rf Setelah
disemprot
DPPH
UV λ
254
UV λ 366 Rf Setelah
disemprot
DPPH
UV λ 254 UV λ 366
M76 (Colletotrichum sp.13) Rf=0,82
Rf=0,28
Rf=0,6
M82 (Colletotrichum sp.14) Rf=0,51
Rf=0,57
Vitamin C (kontrol) Rf=0,74
62
Lampiran 3. Hasil Uji Antioksidan
A. Tabel hasil uji antioksidan kapang Colletotrichum spp. ekstrak etil asetat (ekstraseluler)
Kode isolat Konsentrasi
(ppm)
∑
Absorbansi
%
Inhibisi
Persamaan regresi
linear
IC50
(ppm)
M1 150
300
600
1200
2400
0,147
0,139
0,125
0,113
0,066
39,506
43,004
48,560
53,704
72,840
y = 0,014x + 38,28
R² = 0,989
837,143
M2 150
300
600
1200
2400
0,181
0,176
0,142
0,099
0,051
20,485
22,467
37,445
56,608
77,753
y = 0,026x + 18,75
R² = 0,963
1201,923
M3 150
300
600
1200
2400
0,170
0,148
0,129
0,114
0,062
13,706
25,125
34,772
42,893
68,782
y = 0,022x + 16,30
R² = 0,961
1531,818
M4 150
300
600
1200
2400
0,118
0,107
0,099
0,084
0,062
28,788
35,455
40,303
49,091
62,424
y = 0,014x + 30,17
R² = 0,966
1416,423
M5 150
300
600
1200
2400
0,165
0,150
0,127
0,091
0,043
12,963
20,635
32,804
52,116
77,513
y = 0,028x + 13,07
R² = 0,976
1318,929
M6 150
300
600
1200
2400
0,145
0,139
0,125
0,109
0,058
7,962
11,783
20,382
30.892
63,057
y = 0,024x + 4,405
R² = 0,995
1899,792
M7
150
300
600
1200
2400
0,116
0,107
0,096
0,086
0,048
5,328
12,705
21,311
29,508
60,656
y = 0,023x + 4,251
R² = 0,986
1989,086
63
Lampiran 3. (Lanjutan)
Kode isolat Konsentrasi
(ppm)
∑
Absorbansi
%
Inhibisi
Persamaan regresi
linear
IC50
(ppm)
M8 150
300
600
1200
2400
0,187
0,174
0,148
0,118
0,080
10,952
17,381
29,762
43,810
62,143
y = 0,022x + 12,29
R² = 0,954
1714,091
M30 150
300
600
1200
2400
0,178
0,171
0,155
0,120
0,082
9,898
13,452
21,32
39,086
58,629
y = 0,022x + 8,058
R² = 0,981
1906,454
M37 150
300
600
1200
2400
0,181
0,156
0,126
0,096
0,031`
15,258
26,995
40,845
55,164
85,446
y = 0,029x + 17,48
R² = 0,969
1121,379
M53 150
300
600
1200
2400
0,171
0,159
0,145
0,122
0,083
9,524
15,873
23,280
37,037
56,085
y = 0,020x + 9,656
R² = 0,981
2017,2
M57 150
300
600
1200
2400
0,117
0,107
0,100
0,084
0,046
4,508
12,705
18,443
31,148
62,295
y = 0,024x + 2,937
R² = 0,993
1960,958
M76 150
300
600
1200
2400
0,145
0,139
0,123
0,114
0,062
12,952
16,566
26,205
31,627
62,952
y = 0,021x + 10,09
R² = 0,980
1900,46
M82
150
300
600
1200
2400
0,137
0,137
0,123
0,086
0,055
12,739
13,057
21,656
45,541
65,287
y = 0,024x + 8,611
R² = 0,966
1724,541
64
B. Tabel hasil uji antioksidan kapang Colletotrichum spp. ekstrak metanol (intraseluler)
Kode isolat Konsentrasi
(ppm)
∑
Absorbansi
%
Inhibisi
Persamaan regresi
linear
IC50 (ppm)
M1 150
300
600
1200
2400
0,145
0,130
0,111
0,087
0,050
13,988
22,917
33,929
48,512
70,238
y = 0,023x + 15,74
R² = 0,965
1489,565
M2 150
300
600
1200
2400
0,197
0,177
0,159
0,120
0,076
5,529
14,904
23,798
42,548
63,702
y = 0,025x + 6,881
R² = 0,966
1724,760
M3 150
300
600
1200
2400
0,198
0,174
0,163
0,145
0,094
11,435
21,973
26,906
34,978
57,848
y = 0,018x + 13,17
R² = 0,969
2046,111
M4 150
300
600
1200
2400
0,195
0,168
0,154
0,125
0,069
10,959
23,516
29,680
43,151
68,493
y = 0,023x + 13,16
R² = 0,972
1601,739
M5 150
300
600
1200
2400
0,155
0,149
0,133
0,093
0,061
13,687
17,039
25,978
48,324
66,201
y = 0,024x + 11,91
R² = 0,961
1587,083
M6 150
300
600
1200
2400
0,178
0,164
0,162
0,123
0,087
7,772
15,026
16,062
36,269
54,922
y = 0,020x + 6,649
R² = 0,971
2167,55
M7
150
300
600
1200
2400
0,118
0,107
0,100
0,084
0,062
3,689
12,705
18,443
31,148
49,180
y = 0,019x + 5,328
R² = 0,969
2351,157
65
Lampiran 3. (Lanjutan)
Kode isolat Konsentrasi
(ppm)
∑
Absorbansi
%
Inhibisi
Persamaan regresi
linear
IC50 (ppm)
M8 150
300
600
1200
2400
0,168
0,159
0,142
0,115
0,087
9,189
14,324
23,514
38,108
53,243
y = 0,019x + 9,729
R² = 0,959
2119,526
M30 150
300
600
1200
2400
0,143
0,132
0,125
0,115
0,068
8,917
15,924
20,382
26,752
56,688
y = 0,019x + 7,258
R² = 0,975
2249,579
M37 150
300
600
1200
2400
0,120
0,111
0,103
0,089
0,059
6,589
13,953
20,155
31,395
54,651
y = 0,020x + 6,395
R² = 0,990
2180,25
M53 150
300
600
1200
2400
0,187
0,175
0,164
0,138
0,094
2,865
8,854
14,844
28,125
51,302
y = 0,021x + 1,671
R² = 0,995
2301,381
M57 150
300
600
1200
2400
0,166
0,153
0,142
0,127
0,071
6,497
13,559
19,774
28,531
59,887
y = 0,022x + 4,649
R² = 0,987
2061,409
M76 150
300
600
1200
2400
0,184
0,170
0,153
0,122
0,091
4,427
11,458
20,573
36,719
52,865
y = 0,021x + 5,718
R² = 0,955
2227,15
M82 150
300
600
1200
2400
0,142
0,131
0,114
0,087
0,058
5,034
12,081
23,490
41,946
61,409
y = 0,024x + 5,928
R² = 0,959
1836,333
66
y = 13.89x - 2.3521
R² = 0.9913
0
10
20
30
40
50
60
0 2 4 6
% I
nh
ibis
i
Konsentrasi (ppm)
Series1
Linear
(Series1)
C. Tabel hasil uji aktivitas antioksidan vitamin C.
Konsentrasi (ppm) ∑ Absorbansi % Inhibisi IC50 (ppm)
0,25 0,229 1,986
3,769
0,5 0,220 6,525
1 0,212 9,929
2 0,181 22,837
4 0,107 54,610
D. Kurva regresi linearitas vitamin C.