postterm dr syarif
DESCRIPTION
wordTRANSCRIPT
Presentasi kasus
POSTTERM
Disusun oleh :
Annisa Nadira 1102010311
Pembimbing :
Dr. Muhammad Syarif, Sp.OG
KEPANITERAAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
RSUD PASAR REBO
November 2012
1 | P a g e
BAB 1
PENDAHULUAN
Kehamilan pada umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari hari
pertama haid terakhir. Kehamilan aterm adalah usia kehamilan antara 38 – 42 minggu dan ini
merupakan periode terjadinya persalinan normal. Namun pada 4 – 14% kasus, kehamilan dapat
bertahan hingga 42 minggu atau lebih dan disebut dengan kehamilan postterm.1
Hal yang paling sering menyebabkan usia gestasi menjadi lewat waktu adalah kesalahan
dalam menentukan saat terjadinya ovulasi dan konsepsi dengan menggunakan HPHT. Misalnya,
saat membandingkan waktu konsepsi menggunakan HPHT dengan suhu basal tubuh, kesalahan
diagnosa hamil lewat waktu mencapai 70%. Metode yang paling akurat untuk menentukan usia
kehamilan pada trimester pertama atau kedua adalah USG. Diagnostik rutin menggunakan USG
merupakan salah satu metode skrining rutin pada populasi dengan resiko rendah. Jika sonografi
dilakukan pada usia kehamilan pertengahan trimester kedua, insiden kehamilan postterm adalah
3,1%, yaitu lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan HPHT dengan rentang
estimasi 3-12%.1,2
Kehamilan postterm merupakan salah satu kehamilan risiko tinggi.2 Kekhawatiran dalam
menghadapi kehamilan postterm adalah meningkatnya risiko morbiditas dan mortalitas perinatal.
Hal ini dihubungkan dengan menurunnya fungsi plasenta. Fungsi plasenta mencapai puncak pada
umur kehamilan 38 minggu dan kemudian menurun terutama setelah 42 minggu. Akibat penuaan
plasenta, pemasokan makanan dan oksigen ke janin menurun akibat berkurangnya sirkulasi
uteroplasenter sekitar 50% yaitu menjadi 250 ml/mnt.1
Risiko morbiditas perinatal pada kehamilan postterm 2-3 kali lebih banyak daripada
kehamilan aterm. Sedangkan mortalitasnya meningkat lebih kurang 3 kali dibandingkan
kehamilan aterm dimana 30% kematian tersebut terjadi sebelum persalinan, 55% dalam
persalinan dan 15% pasca persalinan.6 Wanita dengan kehamilan postterm cenderung memiliki
risiko yang lebih besar untuk mengalami distosia persalinan, partus lama, pendarahan post
2 | P a g e
partum, dan juga risiko untuk menjalani seksio sesaria hal ini terutama berhubungan dengan
terjadinya makrosomia, selain itu dapat pula terjadi gawat janin maupun kegagalan dan
komplikasi induksi persalinan.1,3
3 | P a g e
BAB II
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Istri
Nama : Ny. R
Umur : 37 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : jln. Kalisari III no.2
Suami
Nama : Tn. S
Umur : 39 tahun
Pendidikan : -
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : jln. Kalisari III no.2
B. Anamnesa
Dilakukan autoanamnesa pada tanggal 27 November 2012
Keluhan utama :
Belum melahirkan padahal sudah lewat 7 hari dari waktu perkiraan partus
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke RSUD Pasar Rebo dengan keluhan belum melahirkan padahal
sudah lewat 7 hari dari perkiraan partus. Sakit perut hilang timbul tidak dirasakan. Lendir
4 | P a g e
bercampur darah juga tidak ada. Riwayat keluar air juga disangkal pasien. Pasien
mengaku gerakan anak dirasakan masih baik. Pasien melakukan ANC di Puskesmas
teratur sesuai jadwal yang diberikan. Selama kontrol denyut jantung janin (+), selama
ANC dikatakan tidak ada kelainan.
Riwayat penyakit dahulu :
Hipertensi, DM, alergi, dan penyakit jantung disangkal oleh pasien.
Anamnesis Khusus
Riwayat Menstruasi
Menarche pada umur 14 tahun, dengan siklus teratur setiap 28 sampai 29 hari,
lamanya 5-7 hari tiap kali menstruasi, setiap harinya ganti pembalut 4x dalam sehari.
Hari Pertama Haid Terakhir : 13-02-2012
Tapsiran Partus : 20-11-2012
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali selama kurang lebih 18 tahun.
Riwayat Persalinan ♂
1. ♀, 3600gr, spotan, bidan, 16 tahun
2. ♂, 3700 gr, spontan, bidan, 9 tahun
3. Keguguran pada usia kehamilan 3 bulan
4. Ini
Riwayat Ante Natal Care (ANC)
Kontrol rutin kehamilan di puskesmas. Selama kontrol, denyut jantung janin dan tekanan
darah dikatakan normal.
5 | P a g e
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu tubuh aksila : 36°C
Kepala : Mata : anemis -/-, ikterik -/-
Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : Sesuai status obstetri
Ekstremitas: Akral hangat: ekstremitas atas +/+
ekstremitas bawah +/+
Oedem : ekstremitas atas -/-
ekstremitas bawah -/-
Status Obstetri
Mammae
Inspeksi
6 | P a g e
Hiperpigmentasi aerola mammae
Penonjolan glandula Montgomery (+)
Abdomen
Inspeksi
Tampak perut membesar ke depan, disertai adanya striae gravidarum, tidak tampak bekas luka
bekas operasi.
Palpasi
Pemeriksaan Leopold
I. Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah process xiphoideus. Teraba bagian bulat dan lunak.
Kesan bokong.
II. Teraba tahanan keras di kanan (kesan punggung) dan teraba bagian kecil di kiri.
III. Teraba bagian bulat, keras (kesan kepala).
IV. Bagian terbawah sudah masuk pintu atas panggul.
Tinggi Fundus Uteri 3 jari di bawah processus xyphoideus (32 cm)
His (-)
Gerak janin (+)
Auskultasi
Menggunakan doppler, denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kanan bawah
umbilikus dengan frekuensi 129 kali/menit
Vagina
Blood slym (-)
VT : Pembukaan servik (-)
7 | P a g e
D. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 27 november 2012 :
Jenis
Pemeriksaan24/11/12 Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 12,9 g/dl 13,2-17,3
Hematokrit 37 % 40-52
Leukosit 11.020 Ul 3800-10600
Thrombosit 307.000 Ul 150000-440000
PT 11,3 Detik 10-15
APTT 29.1 Detik 25-35
SGOT/ALAT 13 U/L <35
SGPT/ASAT 11 U/L <40
Ureum 10,3 mg/dl 20-50
Kreatinin darah 0,6 Mg/dl 0,5-15
Gula darah
sewaktu97 Mg/dl <200
Tanggal 28 november 2012 :
Jenis
Pemeriksaan24/11/12 Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 13,1 g/dl 13,2-17,3
Hematokrit 40 % 40-52
Leukosit 12270 Ul 3800-10600
Thrombosit 301.000 Ul 150000-440000
8 | P a g e
E. Diagnosis
G4P2A1, 41- 42 minggu postterm, Tunggal/Hidup pres kep, puka.
F. Penatalaksanaan
Tx : Sectio elective + steril e.c postterm yang direncanakan tanggal 28 november 2012
G. Resume
Pasien datang ke RSUD Pasar Rebo dengan keluhan belum melahirkan padahal sudah
lewat 7 hari dari perkiraan partus. Sakit perut hilang timbul tidak dirasakan. Lendir bercampur
darah juga tidak ada. Riwayat keluar air juga disangkal pasien. Pasien mengaku gerakan anak
dirasakan masih baik. Pasien melakukan ANC di Puskesmas teratur sesuai jadwal yang diberikan.
Selama kontrol denyut jantung janin (+), selama ANC dikatakan tidak ada kelainan.
Status Obstetri
Mammae
Inspeksi
Hiperpigmentasi aerola mammae
Penonjolan glandula Montgomery (+)
Abdomen
Inspeksi
Tampak perut membesar ke depan, disertai adanya striae gravidarum, tidak tampak bekas luka
bekas operasi.
Palpasi
Pemeriksaan Leopold
9 | P a g e
V. Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah process xiphoideus. Teraba bagian bulat dan lunak.
Kesan bokong.
VI. Teraba tahanan keras di kanan (kesan punggung) dan teraba bagian kecil di kiri.
VII. Teraba bagian bulat, keras dan susah digerakkan (kesan kepala).
VIII. Bagian sudah masuk pintu atas panggul.
Tinggi Fundus Uteri 3 jari di bawah processus xyphoideus (32 cm)
His (-)
Gerak janin (+)
Auskultasi
Menggunakan doppler, denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kanan bawah
umbilikus dengan frekuensi 129 kali/menit
Vagina
Blood slym (-)
VT : Pembukaan servik (-)
10 | P a g e
BAB III
PEMBAHASAN
Menegakkan diagnosis kehamilan postterm bukan merupakan hal yang mudah dan sangat
bervariasi tergantung kriteria tanggal yang digunakan. Standar internasional (American College
of Obstetricians and Gynecologists,1997) merekomendasikan definisi kehamilan postterm
sebagai kehamilan penuh dalam 42 minggu (294 hari) atau lebih dari hari pertama haid terakhir
(HPHT). Kehamilan antara 41 minggu 1 hari dan 41 minggu 6 hari, meskipun termasuk 42
minggu adalah bukan 42 minggu penuh sampai hari ke-7 terlewati.7
Pada kasus ini diagnosa kehamilan postterm ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesa didapatkan bahwa HPHT
adalah tanggal 13-02-2012, dengan siklus menstruasi teratur setiap bulannya. Maka tanggal
tafsiran lahiran adalah tanggal 20-11-2012.
Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda pasti kehamilan berupa
hiperpigmentasi areola mamma dan striae gravidarum. Dari hasil palpasi didapatkan tinggi
fundus uteri adalah 3 jari dibawah procesus xiphoideus, yaitu setinggi 32 cm dan tidak dirasakan
adanya his, sedangkan berdasarkan auskultasi didapatkan denyut jantung janin (DJJ) + 129
x/menit.
Jadi, berdasarkan data-data diatas dapat disimpulkan bahwa pasien ini didiagnosa
kehamilan postterm berdasarkan HPHT-nya dan diperkuat dengan tanda-tanda kehamilan
lainnya yang positif .
11 | P a g e
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Istilah postterm, postdates, prolonged dan postmature sering salah digunakan dalam
mengartikan kehamilan yang melebihi waktu dari batas normal. Menurut American College of
Obstetricians ad Gynecologist (1997), postterm adalah kehamilan 42 minggu penuh (294 hari)
atau lebih dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT), dengan asumsi ovulasi terjadi 2
minggu setelah haid terakhir.1,2
Umur kehamilan dan perkiraan hari kelahiran ditentukan dengan rumus Naegele.1,2,3
Meskipun kemungkinannya adalah 10% dari seluruh kehamilan, sebagian diantaranya mungkin
bukan benar-benar postterm karena kekeliruan menentukan usia kehamilan. Hal ini mungkin
disebabkan karena kekeliruan mengemukakan tanggal haid yang terakhir, siklus haid yang tidak
teratur dan siklus haid yang terlampau panjang.1 Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa
postterm sinonim dengan postdate dan prolonged pregnancy.1,2
Terminologi postmatur digunakan untuk menjelaskan kehamilan lewat waktu yang disertai
penampakan klinis postmatur pada bayi yang dilahirkan. Variasi dalam siklus menstruasi
menjelaskan mengapa pada kehamilan manusia yang mencapai umur 42 minggu penuh hanya
sekitar 5-10% yang menghasilkan bayi dengan sindroma postmatur yaitu: tidak ada lanugo,
rambut lebat, kuku panjang, kulit keriput dan kering, pewarnaan mekonium pada kulit, verniks
tidak ada atau sedikit, wajah tampak tua, tubuh kurus, dengan tungkai panjang.1,2
2.2 INSIDEN
Secara umum insiden postterm berkisar antara 4 – 14%.1 Ada kecenderungan pada beberapa
ibu terjadi persalinan postterm berulang. Faktor-faktor lain yang dinyatakan berhubungan antara
lain paritas, sosial ekonomi dan umur ibu. Analisis dari 27.677 kelahiran pada wanita Norwegia
ternyata ditemukan bahwa insiden kelahiran postterm berikutnya bertambah dari 10% menjadi
12 | P a g e
27% jika kelahiran pertama postterm dan menjadi 39% apabila mengalami 2 kali berturut-turut
persalinan postterm.1
2.3 ETIOLOGI
Etiologi terjadinya postterm sampai saat ini belum diketahui secara pasti dan hal ini
berkaitan dengan belum jelasnya etiologi proses persalinan. Ada beberapa hipotesis mengenai
proses terjadinya persalinan. Beberapa ahli berpendapat bahwa timbulnya persalinan akibat dari
pertumbuhan janin sehingga terjadi peregangan dinding uterus bersamaan dengan penurunan
fungsi plasenta sehingga merangsang timbulnya kontraksi uterus. Persalinan juga dapat terjadi
akibat peningkatan kepekaan uterus terhadap oksitosin dan adanya peningkatan prostaglandin.1,2
Teori” Sistem Komunikasi Organ” mengatakan bahwa janin memberikan isyarat kepada ibu
bila pematangan dari organ-organ janin sudah sempurna. Teori ini mengemukakan bahwa
kortisol fetus menyebabkan plasenta mengurangi produksi progesteron dan meningkatkan
pelepasan estrogen. Hal ini selanjutnya akan menimbulkan kenaikan prostaglandin dalam
amnion yang berguna untuk stimulasi penipisan serviks dan kontraksi ritmik uterus yang
merupakan ciri khas proses persalinan.1
Pada kasus postterm, penurunan konsentrasi estrogen tidak cukup untuk menstimulasi
pelepasan prostaglandin dan proses persalinan sehingga kehamilan berlangsung lewat waktu.1
Ada beberapa faktor yang diduga mempunyai hubungan dengan kehamilan postterm antara
lain: 1,2
1. Ketidaktahuan haid terakhir
Paling sering terjadi dan berhubungan dengan pemeriksaan antenatal yang terlambat atau
tidak sama sekali.
2. Ovulasi yang ireguler / fase folikuler yang berlebihan
Jika ovulasi dan fertilisasi dianggap terjadi 2 minggu sebelum HPHT maka fase folikuler
yang bervariasi dapat menyebabkan perkiraan usia kehamilan yang berlebihan.
13 | P a g e
3. Perbandingan progesteron dan estrogen
Faktor-faktor yang berhubungan dengan penundaan produksi estrogen yang akan
menyebabkan penundaan persalinan seperti :
o Menurunnya produksi 16-α-hidroksidehidroisoandrosteron sulfat yang
merupakan prekursor untuk produksi estriol, misalnya pada kasus anensefalus.
o Hipoplasia adrenal mempunyai efek penurunan produksi prekursor untuk sintesa
estriol.
o Defisiensi sulfatase plasenta, suatu penyakit X-linked herediter yang dapat
mencegah konversi prekursor estrogen sulfat menjadi estrogen oleh plasenta yang
ditandai dengan kadar estriol,yang rendah.
4. Umur ibu
Angka kejadian postterm meningkat pada umur ibu dibawah 19 tahun dan diatas 30
tahun. Mead dan Marcus (1988) mendapatkan angka kejadian postterm yang paling tinggi
pada umur 21 – 25 tahun baik pada primi / multigravida.
5. Paritas
Angka kejadian postterm lebih tinggi pada primigravida dibandingkan dengan
multigravida.
6. Jenis kelamin janin
Janin laki -laki 5% lebih banyak menjadi postterm dibandingkan jika janinnya
perempuan. Kemungkinan terjadinya gawat janin juga lebih besar.
7. Hubungan dengan siklus haid
Angka kejadian postterm pada ibu dengan siklus haid yang panjang 13,2 % lebih tinggi
dibandingkan ibu dengan siklus haid normal.
8. Sosioekonomi
14 | P a g e
Beberapa peneliti melaporkan bahwa kejadian postterm lebih sering terjadi pada ibi-ibu
dengan sosioekonomi rendah.
9. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital seperti anensefalus, hidrosefalus, dan kelainan congenital lainnya
berhubungan dengan bertambahnya angka kejadian postterm.
2.4 DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis kehamilan postterm bukan merupakan hal yang mudah. Banyak
metode pemeriksaan umur kehamilan dan kesejahteraan janin yang diajukan tapi belum ada hasil
yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena pemeriksaan yang berkali-kali tidak praktis, mahal,
terkadang subjektif, mempunyai nilai positif dan negatif palsu serta memerlukan kehandalan
pemeriksa. Namun nilai diagnosisnya akan lebih baik jika pemeriksaan itu dilakukan bersama-
sama.
Diagnosis kehamilan postterm ditegakkan apabila kehamilan sudah berlangsung melebihi 42
minggu (294 hari). Syarat-syarat yang harus dipenuhi antara lain: HPHT jelas yang dihitung
dengan menggunakan rumus Naegele jika siklus haid teratur, dirasakan gerak janin pada umur
kehamilan 16-18 minggu, terdengar denyut jantung janin (djj) (normal 10-12 minggu dengan
Doppler dan 19-20 minggu dengan fetoskop), umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan
USG, dan pada umur kehamilan kurang atau sama dengan 20 minggu, tes kehamilan (urine)
sudah positif dalam 6 minggu pertama dari HPHT.1,2,3
2.4.1 Menilai umur kehamilan
a. Berdasarkan haid terakhir
Menilai umur kehamilan postterm kadang sulit karena kebanyakan wanita tidak
mengetahui hari pertama haid terakhir (HPHT) dan siklus haid yang tidak teratur. Umur
kehamilan berdasar HPHT dapat dihitung dengan menggunakan rumus Naegele
(tanggal +7 / bulan –3 / tahun +1) jika siklus haid teratur.1,2,3
15 | P a g e
b. Denyut jantung janin
Denyut jantung janin mulai terdengar pada umur kehamilan 19-20 minggu dengan
stetoskop Laenec sementara dengan Doppler denyut jantung janin mulai didengar pada
umur kehamil;an 12 minggu.1,3
c. Gerakan janin
Gerakan janin pertama kali dapat dirasakan pada umur kehamilan 18-20 minggu.
Gerakan ini akan bertambah intensitasnya secara bertahap.1,3
d. Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan USG usia kehamilan dapat ditentukan secara dini. Ukuran
biparietal distance (BPD) dan lingkar abdomen (abdominal perimeter / AP atau
abdominal sircumference / AC) janin yang tidak bertambah atau malah mengecil sangat
bernilai untuk mendiagnosa kehamilan postterm. USG menjadi gold standard untuk
menetapkan umur kehamilan terutama jika dilakukan pada trimester pertama. Sampai
umur kehamilan 12 minggu, pengukuran crown-to-rump length (CRL) memberikan
ketepatan taksiran persalinan ± 4 hari. Melewati umur kehamilan 12 minggu, CRL
tidak reliabel lagi dijadikan patokan. Pada umur kehamilan 14-20 minggu digunakan
patokan pengukuran diameter biparietal (BPD) dan femur length yang mempunyai
ketepatan taksiran persalinan ± 7 hari.1,2,3
2.4.2 Pemeriksaan sitologi vagina
Pemeriksaan sitologi vagina pada kehamilan aterm akan dijumpai sel superfisial,
intermedier dan sel parabasal. Sedangkan gambaran sitologi vagina pada kehamilan postterm
hanya akan ditemukan sel superfisial dan parabasal tanpa sel intermedier. Indikasi insufisiensi
plasenta dan gawat janin perlu dipikirkan jika pada pemeriksaan ini hanya dijumpai sel parabasal
dan indek piknotik > 20%. 1
16 | P a g e
2.5 GAMBARAN KLINIS BAYI POSTTERM
Hanya sekitar 5-10% dari kehamilan postterm yang menghasilkan bayi dengan sindroma
postmatur.1,2 Pada kehamilan postterm terjadi perubahan fisiologis yang dapat dilihat sebagai
tanda-tanda postmatur. Pertama hilangnya verniks kaseosa dan efeknya pada otot. Dengan
bertambah tuanya kehamilan, verniks kaseosa makin tipis karena larut dalam cairan amnion.
Sementara pada kehamilan postterm tidak terdapat lagi verniks kaseosa. Hal ini menyebabkan
terjadinya pengelupasan lapisan epidermis kulit. Pada saat lahir lapisan epidermis tetap utuh
karena daya kohesi dari kulit yang basah oleh cairan amnion. Tetapi ketika permukaan kulit
mulai kering maka lapisan epidermis ini akan mengeras seperti kertas perkamen, pecah-pecah
dan mengelupas.1,2
Perubahan kedua adalah akibat penuaan plasenta. Hal ini dihubungkan dengan pertumbuhan
dan berat badan janin. Dari penelitian diketahui bahwa janin tumbuh pesat sampai umur
kehamilan 260 – 280 hari, selanjutnya pertumbuhan akan berjalan relatif lambat. Pada kehamilan
postterm pertumbuhan hanya terbatas pada beberapa organ tertentu seperti kuku dan rambut.1,2
Tanda-tanda kehamilan postterm dibagi dalam tiga stadium: 1,2
1. Stadium I
Kulit menunjukkan gambaran akibat kehilangan verniks kaseosa sehingga menjadi
kering, rapuh, keriput dan mengelupas. Tidak ada pewarnaan mekonium. Keadaan umum
menunjukkan adanya kegagalan plasenta untuk menunjang pertumbuhan yang normal
sehingga bayi terlihat kurang gizi, wajah tua dan selalu waspada.
2. Stadium II
Semua gejala stadium I ditambah pewarnaan mekonium pada kulit. Selaput ketuban dan
tali pusat berwarna kehijauan.
3. Stadium III
17 | P a g e
Semua gejala stadium I dan II disertai pewarnaan mekonium yang kuning terang pada
kuku dan kulit, serta kuning kehijauan pada tali pusat.
2.6 EFEK KEHAMILAN POSTTERM PADA JANIN DAN IBU
2.6.1 Efek pada janin
Kehamilan postterm yang tidak terdapat gangguan fungsi plasenta, janin akan tumbuh terus
menjadi bayi besar (makrosomia). Hal tersebut akan menyebabkan distosia bahu dan disproporsi
fetopelvik yang dapat menyulitkan proses persalinan.1
Insufisiensi plasenta merupakan salah satu efek kehamilan postterm. Pada keadaan ini,
pasokan nutrisi dan oksigen ke janin menurun sehingga dapat terjadi gangguan pertumbuhan dan
hipoksia. Sehingga saat lahir, bayi kehilangan berat badan yang cukup banyak. Pada kasus yang
berat ekstremitas tampak kurus dan panjang, deskuamasi epidermis yang berat, kuku dan amnion
mendapat pewarnaan empedu. Risiko gawat janin meningkat tiga kali pada fungsi plasenta yang
menurun. Turunnya saturasi oksigen dibawah 10 % tidak akan dapat dikompensasi lagi sehingga
dapat menyebabkan kematian janin.1
Janin pada kehamilan postterm berisiko tinggi untuk terjadinya aspirasi mekonium.
Pengeluaran mekonium pada masa persalinan adalah suatu tahap kompensasi gawat janin.
Pengeluaran mekonium terjadi kalau saturasi oksigen pada vena umbilikalis menurun mencapai
30% ( saturasi minimal 40% ) sehingga menyebabkan hipoksia otot polos saluran
gastrointestinal yang mengakibatkan peristaltik dan relaksasi sfingter ani janin.1
Oligohidramnion sering dijumpai pada kehamilan postterm. Beberapa peneliti menemukan
bahwa penyebab gawat janin terbanyak pada kehamilan postterm adalah oligohidramnion,
dibandingkan dengan insufisiensi uteroplasenta.1 Penurunan jumlah cairan amnion dapat disertai
dengan penekanan tali pusat sehingga menimbulkan gawat janin. Janin dengan cairan amnion
yang sedikit dan mengandung mekonium akan mengalami risiko asfiksia 33%.1,4 Cairan amnion
yang pekat karena mengandung mekonium meningkatkan kemungkinan terjadinya meconium
aspiration syndrome.
18 | P a g e
Sehingga dapat disimpulkan bahwa bayi yang dilahirkan dalam keadaan postterm
mempunyai risiko morbiditas dan mortalitas perinatal yang lebih tinggi daripada bayi aterm.
2.6.2 Efek pada ibu
Efek kehamilan postterm pada ibu berhubungan dengan meningkatnya persalinan secara
operatif, baik seksio sesaria maupun tindakan operatif pervaginam. Hal ini terjadi karena
makrosomia, oligohidramnion berat sehingga induksi persalinan tidak dapat dilakukan, gagal
drip dan gawat janin.1,3
Tindakan operatif pervaginam meningkatkan risiko laserasi jalan lahir.Seksio sesaria sangat
meningkatkan risiko infeksi post partum, perdarahan, komplikasi luka operasi, emboli pulmonal,
dan mortalitas ibu.1 Morbiditas ibu tidak saja pada kehamilan sekarang tetapi juga pada
kehamilan yang berikutnya.1,3
2.7 PENATALAKSANAAN
Kematian neonatal pada postterm dapat terjadi selama kehamilan, persalinan maupun setelah
lahir. Mengingat bahwa angka morbiditas dan mortalitas perinatal pada postterm cenderung
meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan, diperlukan penanganan yang serius dan
cermat meliputi pengawasan kesejahteraan janin, penanganan intrapartum dan penanganan post
partum.1,3
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengawasan kesejahteraan janin (fetal
survaillance) yang mana hal ini perlu dilakukan untuk menentukan penatalaksanaan lebih lanjut
kehamilan postterm.
a.Gerakan janin
Gerakan janin dapat mencerminkan kesejahteraan janin. Gerakan janin dapat ditentukan
secara subjektif ( normal rata- rata 7 kali / 20 menit ) atau objektif dengan tokografi NST
( normal rata – rata 10 kali / 20 menit ). Janin masih dianggap baik bila dirasakan
sedikitnya 10 gerakan / 12 jam. Hasil non reaktif apabila tidak terdapat gerakan janin
19 | P a g e
selama 20 menit pemeriksaan atau tidak terdapat akselerasi gerakan janin.Gerakan janin
akan berkurang 12 – 48 jam sebelum janin meninggal.1,2
b. Volume cairan amnion
Penilaian volume cairan amnion yang dilakukan dengan ultrasonografi pada berbagai
penelitian menunjukan bahwa kehamilan postterm dengan oligohidramion mempunyai
risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan tanpa oligohidramion. Hal ini
disebabkan adanya penekanan tali pusat akibat berkurangnya efek bantalan cairan amnion
pada oligohidramion.
Oligohidramion didefinisikan sebagai:
1. Pengukuran kedalaman kantung cairan amnion terbesar <2 cm (normal 2- 8 cm).
2. Indeks cairan amnion < 5 cm ( normal 5 –20 cm).
Penentuan volume cairan amnion berdasarkan indeks cairan amnion dianggap lebih baik
dibandingkan teknik pengukuran 1 kantung amnion.1
c.Pewarnaan mekonium pada cairan amnion
Pelepasan mekonium ke dalam cairan amnion oleh janin masih dipakai sebagai indikator
keadaan insufisiensi plasenta dan hipoksia janin. Pewarnaan mekonium pada cairan amnion
dapat dinilai dengan pemeriksaan amnioskopi dan amniosentesis. Tetapi tidak tepat
menggunakan pemeriksaan ini sebagai skrining karena tidak semua kasus postterm dengan
pewarnaan mekonium berarti mengalami hipoksia. Hanya ± 30 – 40% kasus
posttermdengan pewarnaan mekonium pada cairan amnion mengalami hipoksia. Selain itu
pemeriksaan ini sulit dilakukan pada pembukaan kurang dari 2 cm, sering terjadi false
negatif dan memerlukan pengalaman dari pemeriksa.1,2
d. Penilaian denyut jantung janin (fetal heart rate)
Penilaian denyut jantung janin dapat dilakukan dengan dua cara :
20 | P a g e
1) Non Stress Test (NST)
Pemeriksaan ini dilakukan dengan merekam terus menerus denyut jantung janin
menggunakan alat KTG selama 30 menit. Keadaan yang reaktif ditandai dengan
akselerasi denyut jantung janin > 15 dpm, sekurang – kurangnya 2 kali/15 menit.
Normalnya djj aterm 120 – 160 dpm. Denyut jantung janin yang ireguler sering
menunjukkan insufisiensi plasenta dan janin dalam keadaan asfiksia. Bradikardi dimana
denyut jantung janin < 110 dpm, merupakan keadaan yang berbahaya dan berhubungan
dengan hipoksia intrauterin sedangkan pada takikardi djj > 160 dpm disamping
merupakan tanda hipoksia, juga merupakan adanya infeksi atau reaksi simpatis. NST
merupakan pemeriksaan yang popular karena mudah dikerjakan tetapi tidak efektif untuk
pengawasaan intrauterin karena besarnya nilai negatif palsu ( 3,2 / 1000 ) dan positif
palsu ( 80 / 100 ). 1,3
2) Stress Test
Dasar pemeriksaan ini adalah pencatatan frekuensi denyut jantung janin untuk
mendeteksi asfiksia janin akibat kontraksi uterus sebagai rangsangan intermiten terhadap
janin. Pada tahap hipoksia akan timbul deselerasi selama kontraksi dan takikardi diluar
kontraksi. Dimana setiap kontraksi akan timbul reduksi sementara aliran darah pada
ruang interviler. Apabila cadangan oksigen fetoplasenter tidak cukup lagi akan ditemukan
denyut jantung janin yang patologis berupa takikardi persisten, deselerasi variabel,
deselerasi lambat dan deselerasi memanjang. Tes ini dapat dilakukan dengan oxytocin
challenge test ( OCT ) dan niplple stimulation contractionstress test ( NSCST ). OCT
disebut negatif jika tidak dijumpai deselerasi lambat, positif jika ada deselerasi lambat
pada ≥ 3 kontraksi uterus yang berturut-turut dan meragukan jika sekali-sekali timbul
deselerasi lambat / hanya terjadi bila ada kontraksi yang hipertonus atau dalam
pemantauan 10 menit meragukan ke arah positif atau negatif dan takikardi positif. OCT
meragukan maka harus dilakukan pemeriksaan ulangan 1 – 2 hari kemudian. OCT dapat
menunjukan keadaan gawat janin karena gangguan respirasi dengan angka ketepatan 50 –
70%. NSCST lebih praktis dan kurang invasif dibandingkan OCT tetapi mempunyai
kekurangan berupa kontraksi uterus yang berlebihan akibat hiperstimulasi. Untuk
21 | P a g e
mencegah hal ini stimulasi hanya dilakukan pada satu puting susu saja. Akurasi NSCST
ini sama dengan OCT.1,2,3
Penatalaksanaan intrapartum tergantung dari hasil pengawasan kesejahteraan janin ( fetal
surveillance ) dan penilaian pelvic score ( PS )3:
a. Bila kesejahteraan janin baik ( USG dan NST baik ):
PS ≥ 5 → dilakukan oksitosin drip
PS < 5 → dilakukan pemantauan serial NST dan USG setiap 1 minggu sampai
umur kehamilan 44 minggu atau PS ≥ 5.
b. Bila kesejahteraan janin mencurigakan.
PS ≥ 5 → dilakukan oksitosin drip dengan pemantauan KTG. Bila terdapat tanda-
tanda insufisiensi plasenta, persalinan diakhiri dengan seksio sesarea (SC).
PS < 5 → dilakukan pemeriksaan ulangan keesokan harinya
Bila hasilnya tetap mencurigakan → dilakukan OCT
- hasil OCT (+) dilakukan SC
- hasil OCT (-) dilakukan pemeriksaan serial sampai 44 minggu / PS ≥
5
- hasil OCT meragukan dilakukan pemeriksaan OCT ulangan
keesokan harinya.
Bila hasilnya baik → dilakukan pemeriksaan serial sampai 44 minggu / PS ≥ 5.
b. Bila kesejahteraan janin jelek (terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta), dilakukan
seksio sesa
22 | P a g e
Tabel.2.1 Penilaian Pelvic Score (Bishop Score)3
Faktor serviks Pelvic Score
0 1 2 3
Dilatasi 0 1 – 2 3 – 4 5+
Penipisan (%) 0 – 30 40 – 50 60 – 70 80 - 100
Penurunan -3 -2 -1 +1,+2
Konsistensi Kaku Sedang lunak
Posisi Posterior Medial Anterior
Sumber : Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. Lab. / SMF Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNUD / RS Sanglah. Denpasar.2003
Penatalaksanaan tersebut sesuai dengan Pedoman Diagnosis-Terapi dan Bagan Alir
Pelayanan Pasien Lab./ SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNUD/RS Sanglah,
Denpasar 2003.
2.8 KOMPLIKASI
Janin dengan kehamilan postterm berisiko terhadap hipoksia intrapartum, cedera berat akibat
proses persalinan pada distosia bahu dan aspirasi mekonium. Karena itu pada penatalaksanaan
persalinan postterm perlu diperhatikan hal- hal tersebut.1,2
a) Hipoksia intrapartum
Janin postterm berisiko untuk mengalami distress selama persalinan karena penekanan
tali pusat akibat oligohidramnion maupun insufisiensi plasenta. Yang menarik, menurut
Leveno dkk (1984) patofisiologi distress lebih disebabkan karena penekanan tali pusat
daripada insufisiensi plasenta. Pola denyut jantung janin yang abnormal selama
persalinan atau hipoksia neonatal dijumpai pada 12 - 30% kasus kehamilan postterm
dimana pemeriksaan antenatalnya normal. Untuk itu janin perlu diawasi secara ketat
selama persalinan sehingga intervensi yang diperlukan dapat dilakukan saat itu.
Amnioinfusi berguna untuk mengurangi deselerasi variabel dan deselerasi memanjang
23 | P a g e
yang umumnya diakibatkan oleh kompresi tali pusat. Hal ini mungkin karena pulihnya
bantalan cairan amnion. Mengubah posisi ibu menjadi tidur miring dan pemberian
oksigen pada ibu dapat memperbaiki oksigenasi pada janin.
b) Distosia bahu
Jika janin tumbuh terus selama masa kehamilan postterm dapat tejadi makrosomia.
Perbedaan antara sirkumferensia dada dan diameter biparietal lebih besar 14 mm
berhubungan risiko 3 - 13% distosia bahu. Diketahui bahwa kesalahan dalam
memprediksi berat badan janin dengan USG sekitar 10 – 15% maka perlu
dipertimbangkan unuk melakukan seksio sesaria elektif jika berat badan janin ≥ 4000
gram karena persalinan disfungsional dan distosia bahu akan terjadi pada keadaan ini.
Seksio sesaria dilakukan untuk meminimalkan morbiditas perinatal sehubungan dengan
distosia bahu pada kasus yang dicurigai.
c) Aspirasi mekonium
Frekuensi pewarnaan mekonium pada cairan amnion berkisar antara 22 –44% pada
kehamilan postterm. Mekonium cenderung menjadi pekat pada kehamilan postterm
karena sering bersamaan dengan oligohidramnion. Deteksi intrapartum terhadap
mekonium yang pekat berguna untuk mengurangi morbiditas akibat sindrom aspirasi
mekonium. Penyedotan mekonium dari nasofaring dan orofaring sebelum dada lahir dan
penyedotan mekonium pada endotrakea dibawah pita suara janin segera setelah lahir
efektif dapat menurunkan morbiditas sehubungan dengan sindrom aspirasi mekonium.
Dewasa ini tindakan amnioinfusi untuk mengencerkan mekonium dalam cairan amnion
juga disarankan untuk mengurangi morbiditas tersebut.
24 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar AB, Kristanto H. Kehamilan Postterm. Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009.
p:685-95.
2. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm Pregnancy.dalam: William
Obstetrics. 21st Edition. New York: The Mc Graw Hill Companies.2001. p:729-42.
3. Cesar Rosa, Postdate Pregnancy, In: Ling FW, Duff P. Obstetrics and Gynecology:
Principles for Practise.Ney York:Mc Graw Hill Companies.2000.p:388-97.
4. Arulkumaran S, Prolonged Pregnancy, In: James DK, Stee PJ, Weiner CP, Gonik B eds
High Risk Pregnancy, London: WB Saunders Company Ltd. 1996.p:217-28.
5. Briscoe D, Nguyen H, Mencer M, Gautam N, Kalb D, Management of Pregnancy Beyond
40 Weeks’ Gestation In: American Family Physician, vol 71, United States of
Amerika.2005.p:1935-41, 1942.
25 | P a g e