persalinan postterm

39
BAB 1 PENDAHULUAN Kehamilan pada umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari hari pertama haid terakhir. Kehamilan aterm adalah usia kehamilan antara 38 – 42 minggu dan ini merupakan periode terjadinya persalinan normal. Namun pada 4 – 14% kasus, kehamilan dapat bertahan hingga 42 minggu atau lebih dan disebut dengan kehamilan postterm. 1 Hal yang paling sering menyebabkan usia gestasi menjadi lewat waktu adalah kesalahan dalam menentukan saat terjadinya ovulasi dan konsepsi dengan menggunakan HPHT. Misalnya, saat membandingkan waktu konsepsi menggunakan HPHT dengan suhu basal tubuh, kesalahan diagnosa hamil lewat waktu mencapai 70%. Metode yang paling akurat untuk menentukan usia kehamilan pada trimester pertama atau kedua adalah USG. Diagnostik rutin menggunakan USG merupakan salah satu metode skrining rutin pada populasi dengan resiko rendah. Jika sonografi dilakukan pada usia kehamilan pertengahan trimester kedua, insiden kehamilan postterm adalah 3,1%, yaitu lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan HPHT dengan rentang estimasi 3-12%. 1,2 1

Upload: diartha-budi-legawa

Post on 26-Jul-2015

1.383 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERSALINAN POSTTERM

BAB 1

PENDAHULUAN

Kehamilan pada umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dihitung dari

hari pertama haid terakhir. Kehamilan aterm adalah usia kehamilan antara 38 – 42

minggu dan ini merupakan periode terjadinya persalinan normal. Namun pada 4 –

14% kasus, kehamilan dapat bertahan hingga 42 minggu atau lebih dan disebut

dengan kehamilan postterm.1

Hal yang paling sering menyebabkan usia gestasi menjadi lewat waktu adalah

kesalahan dalam menentukan saat terjadinya ovulasi dan konsepsi dengan

menggunakan HPHT. Misalnya, saat membandingkan waktu konsepsi menggunakan

HPHT dengan suhu basal tubuh, kesalahan diagnosa hamil lewat waktu mencapai

70%. Metode yang paling akurat untuk menentukan usia kehamilan pada trimester

pertama atau kedua adalah USG. Diagnostik rutin menggunakan USG merupakan

salah satu metode skrining rutin pada populasi dengan resiko rendah. Jika sonografi

dilakukan pada usia kehamilan pertengahan trimester kedua, insiden kehamilan

postterm adalah 3,1%, yaitu lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan

HPHT dengan rentang estimasi 3-12%.1,2

Kehamilan postterm merupakan salah satu kehamilan risiko tinggi.2

Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan postterm adalah meningkatnya risiko

morbiditas dan mortalitas perinatal. Hal ini dihubungkan dengan menurunnya fungsi

plasenta. Fungsi plasenta mencapai puncak pada umur kehamilan 38 minggu dan

kemudian menurun terutama setelah 42 minggu. Akibat penuaan plasenta, pemasokan

makanan dan oksigen ke janin menurun akibat berkurangnya sirkulasi uteroplasenter

sekitar 50% yaitu menjadi 250 ml/mnt.1

Risiko morbiditas perinatal pada kehamilan postterm 2-3 kali lebih banyak

daripada kehamilan aterm. Sedangkan mortalitasnya meningkat lebih kurang 3 kali

dibandingkan kehamilan aterm dimana 30% kematian tersebut terjadi sebelum

persalinan, 55% dalam persalinan dan 15% pasca persalinan.6 Wanita dengan

kehamilan postterm cenderung memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami

1

Page 2: PERSALINAN POSTTERM

distosia persalinan, partus lama, pendarahan post partum, dan juga risiko untuk

menjalani seksio sesaria hal ini terutama berhubungan dengan terjadinya

makrosomia, selain itu dapat pula terjadi gawat janin maupun kegagalan dan

komplikasi induksi persalinan.1,3

2

Page 3: PERSALINAN POSTTERM

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Istilah postterm, postdates, prolonged dan postmature sering salah digunakan

dalam mengartikan kehamilan yang melebihi waktu dari batas normal. Menurut

American College of Obstetricians ad Gynecologist (1997), postterm adalah

kehamilan 42 minggu penuh (294 hari) atau lebih dihitung dari hari pertama haid

terakhir (HPHT), dengan asumsi ovulasi terjadi 2 minggu setelah haid terakhir.1,2

Umur kehamilan dan perkiraan hari kelahiran ditentukan dengan rumus

Naegele.1,2,3 Meskipun kemungkinannya adalah 10% dari seluruh kehamilan, sebagian

diantaranya mungkin bukan benar-benar postterm karena kekeliruan menentukan usia

kehamilan. Hal ini mungkin disebabkan karena kekeliruan mengemukakan tanggal

haid yang terakhir, siklus haid yang tidak teratur dan siklus haid yang terlampau

panjang.1 Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa postterm sinonim dengan

postdate dan prolonged pregnancy.1,2

Terminologi postmatur digunakan untuk menjelaskan kehamilan lewat waktu

yang disertai penampakan klinis postmatur pada bayi yang dilahirkan. Variasi dalam

siklus menstruasi menjelaskan mengapa pada kehamilan manusia yang mencapai

umur 42 minggu penuh hanya sekitar 5-10% yang menghasilkan bayi dengan

sindroma postmatur yaitu: tidak ada lanugo, rambut lebat, kuku panjang, kulit keriput

dan kering, pewarnaan mekonium pada kulit, verniks tidak ada atau sedikit, wajah

tampak tua, tubuh kurus, dengan tungkai panjang.1,2

2.2 INSIDEN

Secara umum insiden postterm berkisar antara 4 – 14%.1 Ada kecenderungan

pada beberapa ibu terjadi persalinan postterm berulang. Faktor-faktor lain yang

dinyatakan berhubungan antara lain paritas, sosial ekonomi dan umur ibu. Analisis

dari 27.677 kelahiran pada wanita Norwegia ternyata ditemukan bahwa insiden

kelahiran postterm berikutnya bertambah dari 10% menjadi 27% jika kelahiran

3

Page 4: PERSALINAN POSTTERM

pertama postterm dan menjadi 39% apabila mengalami 2 kali berturut-turut

persalinan postterm.1

2.3 ETIOLOGI

Etiologi terjadinya postterm sampai saat ini belum diketahui secara pasti dan hal

ini berkaitan dengan belum jelasnya etiologi proses persalinan. Ada beberapa

hipotesis mengenai proses terjadinya persalinan. Beberapa ahli berpendapat bahwa

timbulnya persalinan akibat dari pertumbuhan janin sehingga terjadi peregangan

dinding uterus bersamaan dengan penurunan fungsi plasenta sehingga merangsang

timbulnya kontraksi uterus. Persalinan juga dapat terjadi akibat peningkatan kepekaan

uterus terhadap oksitosin dan adanya peningkatan prostaglandin.1,2

Teori” Sistem Komunikasi Organ” mengatakan bahwa janin memberikan isyarat

kepada ibu bila pematangan dari organ-organ janin sudah sempurna. Teori ini

mengemukakan bahwa kortisol fetus menyebabkan plasenta mengurangi produksi

progesteron dan meningkatkan pelepasan estrogen. Hal ini selanjutnya akan

menimbulkan kenaikan prostaglandin dalam amnion yang berguna untuk stimulasi

penipisan serviks dan kontraksi ritmik uterus yang merupakan ciri khas proses

persalinan.1

Pada kasus postterm, penurunan konsentrasi estrogen tidak cukup untuk

menstimulasi pelepasan prostaglandin dan proses persalinan sehingga kehamilan

berlangsung lewat waktu.1

Ada beberapa faktor yang diduga mempunyai hubungan dengan kehamilan

postterm antara lain: 1,2

1. Ketidaktahuan haid terakhir

Paling sering terjadi dan berhubungan dengan pemeriksaan antenatal yang

terlambat atau tidak sama sekali.

2. Ovulasi yang ireguler / fase folikuler yang berlebihan

Jika ovulasi dan fertilisasi dianggap terjadi 2 minggu sebelum HPHT maka

fase folikuler yang bervariasi dapat menyebabkan perkiraan usia kehamilan

yang berlebihan.

4

Page 5: PERSALINAN POSTTERM

3. Perbandingan progesteron dan estrogen

Faktor-faktor yang berhubungan dengan penundaan produksi estrogen yang

akan menyebabkan penundaan persalinan seperti :

o Menurunnya produksi 16-α-hidroksidehidroisoandrosteron sulfat yang

merupakan prekursor untuk produksi estriol, misalnya pada kasus

anensefalus.

o Hipoplasia adrenal mempunyai efek penurunan produksi prekursor

untuk sintesa estriol.

o Defisiensi sulfatase plasenta, suatu penyakit X-linked herediter yang

dapat mencegah konversi prekursor estrogen sulfat menjadi estrogen

oleh plasenta yang ditandai dengan kadar estriol,yang rendah.

4. Umur ibu

Angka kejadian postterm meningkat pada umur ibu dibawah 19 tahun dan

diatas 30 tahun. Mead dan Marcus (1988) mendapatkan angka kejadian

postterm yang paling tinggi pada umur 21 – 25 tahun baik pada primi /

multigravida.

5. Paritas

Angka kejadian postterm lebih tinggi pada primigravida dibandingkan dengan

multigravida.

6. Jenis kelamin janin

Janin laki -laki 5% lebih banyak menjadi postterm dibandingkan jika janinnya

perempuan. Kemungkinan terjadinya gawat janin juga lebih besar.

7. Hubungan dengan siklus haid

Angka kejadian postterm pada ibu dengan siklus haid yang panjang 13,2 %

lebih tinggi dibandingkan ibu dengan siklus haid normal.

8. Sosioekonomi

Beberapa peneliti melaporkan bahwa kejadian postterm lebih sering terjadi

pada ibi-ibu dengan sosioekonomi rendah.

9. Kelainan kongenital

5

Page 6: PERSALINAN POSTTERM

Kelainan kongenital seperti anensefalus, hidrosefalus, dan kelainan congenital

lainnya berhubungan dengan bertambahnya angka kejadian postterm.

2.4 PATOFISIOLOGI

Pada saat kehamilan terbentuk suatu sirkulasi uteroplasenter yang terdiri dari unit

maternal dan fetal (janin dan plasenta). Plasenta terbentuk saat umur kehamilan 16

minggu, selanjutnya plasenta akan mengalami proses penuaan sampai janin lahir.

Proses penuaan tersebut dikompensasi dengan pertumbuhan villi trofoblas dan

perluasan membran vaskulosinsitial sehingga penyaluran nutrisi dan oksigen ke janin

tetap memadai. Mekanisme kompensasi itu berlangsung sampai usia kehamilan 38

minggu dimana fungsi plasenta mencapai puncaknya dan selama itu proses penuaan

plasenta tidak berpengaruh. Kemudian fungsi plasenta akan mulai menurun secara

bertahap terutama setelah umur kehamilan 42 minggu.1,2,4

Pada kehamilan postterm, sirkulasi uteroplasenter akan berkurang 50% dari 500-

700 ml/menit menjadi 250 ml/menit akibat menurunnya fungsi plasenta sehingga

terjadi hipoksia lokal yang menyebabkan proses degenerasi plasenta berupa edema,

deposit fibrinoid, trombosis intervillus, infark villi dan jaringan fungsional plasenta

akan berkurang.1

Pada kehamilan postterm dijumpai penurunan volume cairan amnion. Volume

cairan amnion pada kehamilan aterm ± 800 ml dan akan menurun menjadi ± 480 ml,

250 ml dan 160 ml pada kehamilan 42, 43, 44 minggu1. Penyebab penurunan

volumenya belum diketahui dengan pasti, diduga karena produksi urin fetal yang

menurun. Volume cairan amnion < 200 ml dihubungkan dengan komplikasi pada

janin seperti retardasi pertumbuhan janin, distress pada janin termasuk keluarnya

serta aspirasi mekonium.1,3

2.5 DIAGNOSIS

Menegakkan diagnosis kehamilan postterm bukan merupakan hal yang mudah.

Banyak metode pemeriksaan umur kehamilan dan kesejahteraan janin yang diajukan

tapi belum ada hasil yang memuaskan. Hal ini disebabkan karena pemeriksaan yang

6

Page 7: PERSALINAN POSTTERM

berkali-kali tidak praktis, mahal, terkadang subjektif, mempunyai nilai positif dan

negatif palsu serta memerlukan kehandalan pemeriksa. Namun nilai diagnosisnya

akan lebih baik jika pemeriksaan itu dilakukan bersama-sama.

Diagnosis kehamilan postterm ditegakkan apabila kehamilan sudah berlangsung

melebihi 42 minggu (294 hari). Syarat-syarat yang harus dipenuhi antara lain: HPHT

jelas yang dihitung dengan menggunakan rumus Naegele jika siklus haid teratur,

dirasakan gerak janin pada umur kehamilan 16-18 minggu, terdengar denyut jantung

janin (djj) (normal 10-12 minggu dengan Doppler dan 19-20 minggu dengan

fetoskop), umur kehamilan yang sudah ditetapkan dengan USG, dan pada umur

kehamilan kurang atau sama dengan 20 minggu, tes kehamilan (urine) sudah positif

dalam 6 minggu pertama dari HPHT.1,2,3

2.5.1 Menilai umur kehamilan

a. Berdasarkan haid terakhir

Menilai umur kehamilan postterm kadang sulit karena kebanyakan wanita

tidak mengetahui hari pertama haid terakhir (HPHT) dan siklus haid yang

tidak teratur. Umur kehamilan berdasar HPHT dapat dihitung dengan

menggunakan rumus Naegele (tanggal +7 / bulan –3 / tahun +1) jika siklus

haid teratur.1,2,3

b. Denyut jantung janin

Denyut jantung janin mulai terdengar pada umur kehamilan 19-20 minggu

dengan stetoskop Laenec sementara dengan Doppler denyut jantung janin

mulai didengar pada umur kehamil;an 12 minggu.1,3

c. Gerakan janin

Gerakan janin pertama kali dapat dirasakan pada umur kehamilan 18-20

minggu. Gerakan ini akan bertambah intensitasnya secara bertahap.1,3

d. Ultrasonografi (USG)

Dengan pemeriksaan USG usia kehamilan dapat ditentukan secara dini.

Ukuran biparietal distance (BPD) dan lingkar abdomen (abdominal

perimeter / AP atau abdominal sircumference / AC) janin yang tidak

7

Page 8: PERSALINAN POSTTERM

bertambah atau malah mengecil sangat bernilai untuk mendiagnosa

kehamilan postterm. USG menjadi gold standard untuk menetapkan umur

kehamilan terutama jika dilakukan pada trimester pertama. Sampai umur

kehamilan 12 minggu, pengukuran crown-to-rump length (CRL)

memberikan ketepatan taksiran persalinan ± 4 hari. Melewati umur

kehamilan 12 minggu, CRL tidak reliabel lagi dijadikan patokan. Pada umur

kehamilan 14-20 minggu digunakan patokan pengukuran diameter biparietal

(BPD) dan femur length yang mempunyai ketepatan taksiran persalinan ± 7

hari.1,2,3

2.5.2 Pemeriksaan sitologi vagina

Pemeriksaan sitologi vagina pada kehamilan aterm akan dijumpai sel

superfisial, intermedier dan sel parabasal. Sedangkan gambaran sitologi vagina pada

kehamilan postterm hanya akan ditemukan sel superfisial dan parabasal tanpa sel

intermedier. Indikasi insufisiensi plasenta dan gawat janin perlu dipikirkan jika pada

pemeriksaan ini hanya dijumpai sel parabasal dan indek piknotik > 20%. 1

2.6 GAMBARAN KLINIS BAYI POSTTERM

Hanya sekitar 5-10% dari kehamilan postterm yang menghasilkan bayi dengan

sindroma postmatur.1,2 Pada kehamilan postterm terjadi perubahan fisiologis yang

dapat dilihat sebagai tanda-tanda postmatur. Pertama hilangnya verniks kaseosa dan

efeknya pada otot. Dengan bertambah tuanya kehamilan, verniks kaseosa makin tipis

karena larut dalam cairan amnion. Sementara pada kehamilan postterm tidak terdapat

lagi verniks kaseosa. Hal ini menyebabkan terjadinya pengelupasan lapisan epidermis

kulit. Pada saat lahir lapisan epidermis tetap utuh karena daya kohesi dari kulit yang

basah oleh cairan amnion. Tetapi ketika permukaan kulit mulai kering maka lapisan

epidermis ini akan mengeras seperti kertas perkamen, pecah-pecah dan mengelupas.1,2

Perubahan kedua adalah akibat penuaan plasenta. Hal ini dihubungkan dengan

pertumbuhan dan berat badan janin. Dari penelitian diketahui bahwa janin tumbuh

pesat sampai umur kehamilan 260 – 280 hari, selanjutnya pertumbuhan akan berjalan

8

Page 9: PERSALINAN POSTTERM

relatif lambat. Pada kehamilan postterm pertumbuhan hanya terbatas pada beberapa

organ tertentu seperti kuku dan rambut.1,2

Tanda-tanda kehamilan postterm dibagi dalam tiga stadium: 1,2

1. Stadium I

Kulit menunjukkan gambaran akibat kehilangan verniks kaseosa sehingga

menjadi kering, rapuh, keriput dan mengelupas. Tidak ada pewarnaan

mekonium. Keadaan umum menunjukkan adanya kegagalan plasenta untuk

menunjang pertumbuhan yang normal sehingga bayi terlihat kurang gizi,

wajah tua dan selalu waspada.

2. Stadium II

Semua gejala stadium I ditambah pewarnaan mekonium pada kulit. Selaput

ketuban dan tali pusat berwarna kehijauan.

3. Stadium III

Semua gejala stadium I dan II disertai pewarnaan mekonium yang kuning

terang pada kuku dan kulit, serta kuning kehijauan pada tali pusat.

2.7 EFEK KEHAMILAN POSTTERM PADA JANIN DAN IBU

2.7.1 Efek pada janin

Kehamilan postterm yang tidak terdapat gangguan fungsi plasenta, janin akan

tumbuh terus menjadi bayi besar (makrosomia). Hal tersebut akan menyebabkan

distosia bahu dan disproporsi fetopelvik yang dapat menyulitkan proses persalinan.1

Insufisiensi plasenta merupakan salah satu efek kehamilan postterm. Pada

keadaan ini, pasokan nutrisi dan oksigen ke janin menurun sehingga dapat terjadi

gangguan pertumbuhan dan hipoksia. Sehingga saat lahir, bayi kehilangan berat

badan yang cukup banyak. Pada kasus yang berat ekstremitas tampak kurus dan

panjang, deskuamasi epidermis yang berat, kuku dan amnion mendapat pewarnaan

empedu. Risiko gawat janin meningkat tiga kali pada fungsi plasenta yang menurun.

Turunnya saturasi oksigen dibawah 10 % tidak akan dapat dikompensasi lagi

sehingga dapat menyebabkan kematian janin.1

9

Page 10: PERSALINAN POSTTERM

Janin pada kehamilan postterm berisiko tinggi untuk terjadinya aspirasi

mekonium. Pengeluaran mekonium pada masa persalinan adalah suatu tahap

kompensasi gawat janin. Pengeluaran mekonium terjadi kalau saturasi oksigen pada

vena umbilikalis menurun mencapai 30% ( saturasi minimal 40% ) sehingga

menyebabkan hipoksia otot polos saluran gastrointestinal yang mengakibatkan

peristaltik dan relaksasi sfingter ani janin.1

Oligohidramnion sering dijumpai pada kehamilan postterm. Beberapa peneliti

menemukan bahwa penyebab gawat janin terbanyak pada kehamilan postterm adalah

oligohidramnion, dibandingkan dengan insufisiensi uteroplasenta.1 Penurunan jumlah

cairan amnion dapat disertai dengan penekanan tali pusat sehingga menimbulkan

gawat janin. Janin dengan cairan amnion yang sedikit dan mengandung mekonium

akan mengalami risiko asfiksia 33%.1,4 Cairan amnion yang pekat karena

mengandung mekonium meningkatkan kemungkinan terjadinya meconium aspiration

syndrome.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa bayi yang dilahirkan dalam keadaan postterm

mempunyai risiko morbiditas dan mortalitas perinatal yang lebih tinggi daripada bayi

aterm.

2.7.2 Efek pada ibu

Efek kehamilan postterm pada ibu berhubungan dengan meningkatnya persalinan

secara operatif, baik seksio sesaria maupun tindakan operatif pervaginam. Hal ini

terjadi karena makrosomia, oligohidramnion berat sehingga induksi persalinan tidak

dapat dilakukan, gagal drip dan gawat janin.1,3

Tindakan operatif pervaginam meningkatkan risiko laserasi jalan lahir. Seksio

sesaria sangat meningkatkan risiko infeksi post partum, perdarahan, komplikasi luka

operasi, emboli pulmonal, dan mortalitas ibu.1 Morbiditas ibu tidak saja pada

kehamilan sekarang tetapi juga pada kehamilan yang berikutnya.1,3

2.8 PENATALAKSANAAN

10

Page 11: PERSALINAN POSTTERM

Kematian neonatal pada postterm dapat terjadi selama kehamilan, persalinan

maupun setelah lahir. Mengingat bahwa angka morbiditas dan mortalitas perinatal

pada postterm cenderung meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan,

diperlukan penanganan yang serius dan cermat meliputi pengawasan kesejahteraan

janin, penanganan intrapartum dan penanganan post partum.1,3

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengawasan kesejahteraan

janin (fetal survaillance) yang mana hal ini perlu dilakukan untuk menentukan

penatalaksanaan lebih lanjut kehamilan postterm.

a.Gerakan janin

Gerakan janin dapat mencerminkan kesejahteraan janin. Gerakan janin dapat

ditentukan secara subjektif ( normal rata- rata 7 kali / 20 menit ) atau objektif

dengan tokografi NST ( normal rata – rata 10 kali / 20 menit ). Janin masih

dianggap baik bila dirasakan sedikitnya 10 gerakan / 12 jam. Hasil non reaktif

apabila tidak terdapat gerakan janin selama 20 menit pemeriksaan atau tidak

terdapat akselerasi gerakan janin.Gerakan janin akan berkurang 12 – 48 jam

sebelum janin meninggal.1,2

b. Volume cairan amnion

Penilaian volume cairan amnion yang dilakukan dengan ultrasonografi pada

berbagai penelitian menunjukan bahwa kehamilan postterm dengan

oligohidramion mempunyai risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan

kehamilan tanpa oligohidramion. Hal ini disebabkan adanya penekanan tali

pusat akibat berkurangnya efek bantalan cairan amnion pada oligohidramion.

Oligohidramion didefinisikan sebagai:

1. Pengukuran kedalaman kantung cairan amnion terbesar <2 cm (normal 2-

8 cm).

2. Indeks cairan amnion < 5 cm ( normal 5 –20 cm).

Penentuan volume cairan amnion berdasarkan indeks cairan amnion dianggap

lebih baik dibandingkan teknik pengukuran 1 kantung amnion.1

c.Pewarnaan mekonium pada cairan amnion

11

Page 12: PERSALINAN POSTTERM

Pelepasan mekonium ke dalam cairan amnion oleh janin masih dipakai sebagai

indikator keadaan insufisiensi plasenta dan hipoksia janin. Pewarnaan

mekonium pada cairan amnion dapat dinilai dengan pemeriksaan amnioskopi

dan amniosentesis. Tetapi tidak tepat menggunakan pemeriksaan ini sebagai

skrining karena tidak semua kasus postterm dengan pewarnaan mekonium

berarti mengalami hipoksia. Hanya ± 30 – 40% kasus posttermdengan

pewarnaan mekonium pada cairan amnion mengalami hipoksia. Selain itu

pemeriksaan ini sulit dilakukan pada pembukaan kurang dari 2 cm, sering

terjadi false negatif dan memerlukan pengalaman dari pemeriksa.1,2

d. Penilaian denyut jantung janin (fetal heart rate)

Penilaian denyut jantung janin dapat dilakukan dengan dua cara :

1) Non Stress Test (NST)

Pemeriksaan ini dilakukan dengan merekam terus menerus denyut jantung

janin menggunakan alat KTG selama 30 menit. Keadaan yang reaktif ditandai

dengan akselerasi denyut jantung janin > 15 dpm, sekurang – kurangnya 2

kali/15 menit. Normalnya djj aterm 120 – 160 dpm. Denyut jantung janin

yang ireguler sering menunjukkan insufisiensi plasenta dan janin dalam

keadaan asfiksia. Bradikardi dimana denyut jantung janin < 110 dpm,

merupakan keadaan yang berbahaya dan berhubungan dengan hipoksia

intrauterin sedangkan pada takikardi djj > 160 dpm disamping merupakan

tanda hipoksia, juga merupakan adanya infeksi atau reaksi simpatis. NST

merupakan pemeriksaan yang popular karena mudah dikerjakan tetapi tidak

efektif untuk pengawasaan intrauterin karena besarnya nilai negatif palsu ( 3,2

/ 1000 ) dan positif palsu ( 80 / 100 ). 1,3

2) Stress Test

Dasar pemeriksaan ini adalah pencatatan frekuensi denyut jantung janin untuk

mendeteksi asfiksia janin akibat kontraksi uterus sebagai rangsangan

intermiten terhadap janin. Pada tahap hipoksia akan timbul deselerasi selama

kontraksi dan takikardi diluar kontraksi. Dimana setiap kontraksi akan timbul

reduksi sementara aliran darah pada ruang interviler. Apabila cadangan

12

Page 13: PERSALINAN POSTTERM

oksigen fetoplasenter tidak cukup lagi akan ditemukan denyut jantung janin

yang patologis berupa takikardi persisten, deselerasi variabel, deselerasi

lambat dan deselerasi memanjang. Tes ini dapat dilakukan dengan oxytocin

challenge test ( OCT ) dan niplple stimulation contraction stress test ( NSCST

). OCT disebut negatif jika tidak dijumpai deselerasi lambat, positif jika ada

deselerasi lambat pada ≥ 3 kontraksi uterus yang berturut-turut dan

meragukan jika sekali-sekali timbul deselerasi lambat / hanya terjadi bila ada

kontraksi yang hipertonus atau dalam pemantauan 10 menit meragukan ke

arah positif atau negatif dan takikardi positif. OCT meragukan maka harus

dilakukan pemeriksaan ulangan 1 – 2 hari kemudian. OCT dapat menunjukan

keadaan gawat janin karena gangguan respirasi dengan angka ketepatan 50 –

70%. NSCST lebih praktis dan kurang invasif dibandingkan OCT tetapi

mempunyai kekurangan berupa kontraksi uterus yang berlebihan akibat

hiperstimulasi. Untuk mencegah hal ini stimulasi hanya dilakukan pada satu

puting susu saja. Akurasi NSCST ini sama dengan OCT.1,2,3

Penatalaksanaan intrapartum tergantung dari hasil pengawasan kesejahteraan janin (

fetal surveillance ) dan penilaian pelvic score ( PS )3:

a. Bila kesejahteraan janin baik ( USG dan NST baik ):

PS ≥ 5 → dilakukan oksitosin drip

PS < 5 → dilakukan pemantauan serial NST dan USG setiap 1

minggu sampai umur kehamilan 44 minggu atau PS ≥ 5.

b. Bila kesejahteraan janin mencurigakan.

PS ≥ 5 → dilakukan oksitosin drip dengan pemantauan KTG. Bila

terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta, persalinan diakhiri dengan

seksio sesarea (SC).

PS < 5 → dilakukan pemeriksaan ulangan keesokan harinya

Bila hasilnya tetap mencurigakan → dilakukan OCT

- hasil OCT (+) dilakukan SC

13

Page 14: PERSALINAN POSTTERM

- hasil OCT (-) dilakukan pemeriksaan serial sampai 44

minggu / PS ≥ 5

- hasil OCT meragukan dilakukan pemeriksaan OCT

ulangan keesokan harinya.

Bila hasilnya baik → dilakukan pemeriksaan serial sampai 44

minggu / PS ≥ 5.

b. Bila kesejahteraan janin jelek (terdapat tanda-tanda insufisiensi plasenta),

dilakukan seksio sesarea.

Tabel.2.1 Penilaian Pelvic Score (Bishop Score)3

Faktor serviks Pelvic Score

0 1 2 3

Dilatasi 0 1 – 2 3 – 4 5+

Penipisan (%) 0 – 30 40 – 50 60 – 70 80 - 100

Penurunan -3 -2 -1 +1,+2

Konsistensi Kaku Sedang lunak

Posisi Posterior Medial Anterior

Sumber : Pedoman Diagnosis – Terapi dan Bagan Alir Pelayanan Pasien. Lab. / SMF Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran UNUD / RS Sanglah. Denpasar.2003

Penatalaksanaan tersebut sesuai dengan Pedoman Diagnosis-Terapi dan

Bagan Alir Pelayanan Pasien Lab./ SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas

Kedokteran UNUD/RS Sanglah, Denpasar 2003.

2.9 KOMPLIKASI

Janin dengan kehamilan postterm berisiko terhadap hipoksia intrapartum, cedera

berat akibat proses persalinan pada distosia bahu dan aspirasi mekonium. Karena itu

pada penatalaksanaan persalinan postterm perlu diperhatikan hal- hal tersebut.1,2

a) Hipoksia intrapartum

14

Page 15: PERSALINAN POSTTERM

Janin postterm berisiko untuk mengalami distress selama persalinan karena

penekanan tali pusat akibat oligohidramnion maupun insufisiensi plasenta.

Yang menarik, menurut Leveno dkk (1984) patofisiologi distress lebih

disebabkan karena penekanan tali pusat daripada insufisiensi plasenta. Pola

denyut jantung janin yang abnormal selama persalinan atau hipoksia neonatal

dijumpai pada 12 - 30% kasus kehamilan postterm dimana pemeriksaan

antenatalnya normal. Untuk itu janin perlu diawasi secara ketat selama

persalinan sehingga intervensi yang diperlukan dapat dilakukan saat itu.

Amnioinfusi berguna untuk mengurangi deselerasi variabel dan deselerasi

memanjang yang umumnya diakibatkan oleh kompresi tali pusat. Hal ini

mungkin karena pulihnya bantalan cairan amnion. Mengubah posisi ibu

menjadi tidur miring dan pemberian oksigen pada ibu dapat memperbaiki

oksigenasi pada janin.

b) Distosia bahu

Jika janin tumbuh terus selama masa kehamilan postterm dapat tejadi

makrosomia. Perbedaan antara sirkumferensia dada dan diameter biparietal

lebih besar 14 mm berhubungan risiko 3 - 13% distosia bahu. Diketahui

bahwa kesalahan dalam memprediksi berat badan janin dengan USG sekitar

10 – 15% maka perlu dipertimbangkan unuk melakukan seksio sesaria elektif

jika berat badan janin ≥ 4000 gram karena persalinan disfungsional dan

distosia bahu akan terjadi pada keadaan ini. Seksio sesaria dilakukan untuk

meminimalkan morbiditas perinatal sehubungan dengan distosia bahu pada

kasus yang dicurigai.

c) Aspirasi mekonium

Frekuensi pewarnaan mekonium pada cairan amnion berkisar antara 22 –44%

pada kehamilan postterm. Mekonium cenderung menjadi pekat pada

kehamilan postterm karena sering bersamaan dengan oligohidramnion.

Deteksi intrapartum terhadap mekonium yang pekat berguna untuk

mengurangi morbiditas akibat sindrom aspirasi mekonium. Penyedotan

mekonium dari nasofaring dan orofaring sebelum dada lahir dan penyedotan

15

Page 16: PERSALINAN POSTTERM

mekonium pada endotrakea dibawah pita suara janin segera setelah lahir

efektif dapat menurunkan morbiditas sehubungan dengan sindrom aspirasi

mekonium. Dewasa ini tindakan amnioinfusi untuk mengencerkan mekonium

dalam cairan amnion juga disarankan untuk mengurangi morbiditas tersebut.

16

Page 17: PERSALINAN POSTTERM

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : NMAL

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 21 tahun

Status : Menikah

Suku/Bangsa : Bali/Indonesia

Pendidikan : Tamat SMA

Pekerjaan : Pekerja swasta

Alamat : Br.kebon Ds nyitdah kediri

Nama Suami : IMW

Pekerjaan Suami : Wiraswasta

MRS : 17 Juli 2012 pkl. 10.44 WITA

3.2. Anamnesis

Keluhan Utama

Belum melahirkan padahal sudah lewat 14 hari dari waktu perkiraan partus

Anamnesis Umum

Os datang untuk memeriksakan kehamilannya. Penderita mengeluh karena belum

melahirkan padahal sudah lewat 14 hari dari perkiraan partus. Sakit perut hilang

timbul tidak dirasakan. Lendir bercampur darah juga tidak ada. Riwayat keluar air

tidak ada. Gerak anak dirasakan masih baik

Anamnesis Khusus

Riwayat Menstruasi

Menarche pada umur 14 tahun, dengan siklus teratur setiap 28 sampai 29 hari,

lamanya 3-5 hari tiap kali menstruasi

Hari Pertama Haid Terakhir : 28-09-2011

Tapsiran Partus : 04-07-2012

17

Page 18: PERSALINAN POSTTERM

Taksiran Partus (USG) : 03-07-2012

Riwayat Pernikahan

Pasien menikah 1 kali selama kurang lebih 3 bulan.

Riwayat Persalinan

1. Ini

Riwayat Ante Natal Care (ANC)

Kontrol kehamilan di bidan 3 kali. Selama kontrol, denyut jantung janin dan tekanan

darah dikatakan normal. Pasien pernah menjalani pemeriksaan USG dengan dokter

Sp.OG, tiga kali, didapatkan janin tunggal hidup, ditemukan denyut jantung dan

pergerakan janin.

Riwayat Penyakit Dahulu

Penderita menyangkal memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan

kehamilan saat ini (seperti penyakit asma, penyakit jantung, kencing manis, dan

tekanan darah tinggi).

Riwayat Penyakit di Keluarga

Tidak ada dalam keluarga penderita memiliki riwayat penyakit yang berhubungan

dengan kehamilan saat ini (seperti penyakit asma, penyakit jantung, kencing manis,

kelainan genetik, dan tekanan darah tinggi).

3.3. Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : E4V5M6 (Compos Mentis)

Tekanan Darah : 90/60 mmHg

Nadi : 80x/menit

18

Page 19: PERSALINAN POSTTERM

Respirasi : 20x/menit

Suhu tubuh aksila : 36°C

Tunggi Badan : 152 cm

Berat Badan : 57 kg

Status General

Kepala : Mata : anemis -/-, ikterik -/-

Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Sesuai status obstetri

Ekstremitas: Akral hangat: ekstremitas atas +/+

ekstremitas bawah +/+

Oedem : ekstremitas atas -/-

ekstremitas bawah -/-

Status Obstetri

Mammae

Inspeksi

Hiperpigmentasi aerola mammae

Penonjolan glandula Montgomery (+)

Abdomen

Inspeksi

Tampak perut membesar ke depan, disertai adanya striae gravidarum, tidak tampak

bekas luka bekas operasi.

Palpasi

Pemeriksaan Leopold

I. Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah process xiphoideus. Teraba bagian bulat

dan lunak. Kesan bokong.

II. Teraba tahanan keras di kanan (kesan punggung) dan teraba bagian kecil

di kiri.

III. Teraba bagian bulat, keras dan susah digerakkan (kesan kepala).

IV. Bagian bawah belum masuk pintu atas panggul.

19

Page 20: PERSALINAN POSTTERM

Tinggi Fundus Uteri 3 jari di bawah processus xyphoideus (28 cm)

His (-)

Gerak janin (+)

Auskultasi

Menggunakan doppler, denyut jantung janin terdengar paling keras di sebelah kanan

bawah umbilikus dengan frekuensi 140 kali/menit

Vagina

Blood slym (+)

VT (Pk. 13.30)

v/v normal, Pembukaan servik (-)

3.4. Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 17 juli 2012:

WBC : 11,4 103/μL (4-11)

HGB : 12,1 g/dL (11,5-16)

RBC : 4,00 106/μL (3,5-5,5)

PLT : 134 103/μL (150-450)

BT : 1’25’’ (1’-5’)

CT : 7’55’’ (5’-15’)

3.5. Diagnosis

G1P0000, 41- 42 minggu, Tunggal/Hidup pres kep , puka + floating head

3.6. Penatalaksanaan

Tx : Sectio elective e.c floating head yang direncanakan tanggal 18 juli 2012

KIE: Penderita dan keluarga tentang keadaan janin dan rencana tindakan

3.7. Perkembangan Perjalanan Penyakit

tanggal 18 juli 2012 / pk 06.00

S : nyeri perut hilang timbul (-) , keluar air (-), keluar darah (-), gerak anak (+)

baik, pasien sudah dipuasakan . Rencana OK hari ini.

O : St. Present

20

Page 21: PERSALINAN POSTTERM

KU: baik

TD : 120/80 mmHg R : 20x/menit

N : 80x/menit Tax: 36,5°C

St.general : dbn

St.obstetri :

Tinggi Fundus Uteri 3 jari di bawah processus xyphoideus (28 cm), his (-),

DJJ (+) 149x /mnt.

A : G1P0000, 42 minggu, Tunggal/Hidup pres kep , puka + floating head

P : Dilakukan Sectio Caesarea Elektif

Laporan Sectio Caesarea ( 18 Juli 2012/ pk 11.30-12.15)

Pasien terlentang dengan BSA asepsis Lap.operasi dengan

betadine. Persempit dengan doek steril.

Di lakukan insisi Pfanenstil menembus kulit sampai perinium

tampak uterus gravid

Insisi SBR lapis demi lapis

Melukir kepala bayi , Lahir bayi (Pk 12.00) jenis kelamin

perempuan, langsung menangis, BBL 2900, PB 50cm, AS 7-9,

anus (+), kelainan (-)

Sisa air ketuban cukup – jernih

Placenta lahir komplit ± 400gr , kal (-)

Insisi pada SBR di jahit lapis demi lapis

Uterus normal , kontraksi (+) baik , tuba ovarium ka/ki N

Lap operasi di jahit lapis demi lapis

Pendarahan ± 450 cc , Operasi selesai .

D5% : RL: 2 :1

Diberikan Oksitosin drip selama 6 jam post sc

Cefotaxim 2 x 1gr

Ketorolac 2 x 1 amp

21

Page 22: PERSALINAN POSTTERM

3.8. Perkembangan Pasien di Ruangan

19 Juli 2012

S : Nyeri luka post op (+), ASI (+) sedikit, BAK (+), BAB (-), keluar darah dari

kemaluan (-).

O : St. Present

KU baik

TD : 120/80 mmHg R : 20x/menit

N : 84x/menit Tax: 36,6°C

St. General :

Mata : anemis -/-, ikterik -/-

Thoraks : Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-)

Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Sesuai status obstetri

Ekstremitas: Akral hangat: ekstremitas atas +/+

ekstremitas bawah +/+

Oedem ekstremitas atas -/-

ekstremitas bawah -/-

St. Obstetri :

Payudara

- Inspeksi : pembengkakan (-), retraksi puting susu (-)

- Palpasi : colostrum (+)

Abdomen

- Inspeksi : luka post op terawat baik

- Auskultasi : Bising Usus (+) Normal

- Palpasi : TFU 2 jari bpst, kontraksi uterus (+) baik,

Vagina

- Inspeksi : Perdarahan aktif (-), lochia rubra (+),

A : P1001, Post SC hari I

P : Pdx : -

22

Page 23: PERSALINAN POSTTERM

Tx : - D5% : RL: 2 :1

- Cefotaxime Inj 2x1 gr

23

Page 24: PERSALINAN POSTTERM

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis

Menegakkan diagnosis kehamilan postterm bukan merupakan hal yang mudah

dan sangat bervariasi tergantung kriteria tanggal yang digunakan. Standar

internasional (American College of Obstetricians and Gynecologists,1997)

merekomendasikan definisi kehamilan postterm sebagai kehamilan penuh dalam 42

minggu (294 hari) atau lebih dari hari pertama haid terakhir (HPHT). Kehamilan

antara 41 minggu 1 hari dan 41 minggu 6 hari, meskipun termasuk 42 minggu adalah

bukan 42 minggu penuh sampai hari ke-7 terlewati.7

Pada kasus ini diagnosa kehamilan postterm ditegakkan berdasarkan

anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesa

didapatkan bahwa HPHT adalah tanggal 28-09-2011, dengan siklus menstruasi teratur

setiap bulannya (setiap 28 hari). Menurut rumus Naegle, yaitu tanggal+7, bulan-3,

dan tahun +1, maka taksiran partus (TP)-nya adalah tanggal 04-07-2012. Saat itu,

pasien memeriksakan diri ke RSU Tabanan pada tanggal 17 Juli 2012, sehingga

berdasarkan HPHT tersebut didapatkan umur kehamilan pasien ini adalah 41 minggu

lebih 6 hari.

Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda tidak pasti kehamilan

berupa hiperpigmentasi areola mamma dan striae gravidarum. Dari hasil palpasi

didapatkan tinggi fundus uteri adalah 3 jari dibawah procesus xiphoideus, yaitu

setinggi 28 cm dan tidak dirasakan adanya his, sedangkan berdasarkan auskultasi

didapatkan denyut jantung janin (DJJ) + 140 x/menit.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini adalah pemeriksaan

ultrasonografi dan didapatkan hasil yang normal, yaitu: presentasi janin letak kepala,

dan volume cairan amnion yang berada dalam batas normal.

Jadi, berdasarkan data-data diatas dapat disimpulkan bahwa pasien ini

didiagnosa kehamilan postterm berdasarkan HPHT-nya dan diperkuat dengan tanda-

tanda kehamilan lainnya yang positif .

24

Page 25: PERSALINAN POSTTERM

4.2 Penatalaksanaan

Angka morbiditas dan mortalitas perinatal pada kehamilan postterm cenderung

meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan, sehingga diperlukan

penanganan yang serius dan cermat, yaitu meliputi: pengawasan kesejahteraan janin,

pengawasan intrapartum dan pengawasan postpartum.

Pada pasien ini tidak dilakukan pengawasan kesejahteraan janin dengan

mempergunakan NST. Pemeriksaan USG terakhir menunjukkan bahwa volume cairan

amnion berada dalam batas normal.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dalam (VT), tidak ditemukan adanya

pembukaan dan posisi porsio uteri sedang posterior, yaitu sesuai dengan PS (pelvic

scorer) =3. Hal ini tentu tidak menguntungkan untuk dilakukannya persalinan. Selain

itu karena didapatkan adanya floating head, maka pasien direncanakan untuk

melahirkan secara Sectio Caesarea

25

Page 26: PERSALINAN POSTTERM

BAB V

RINGKASAN

Pasien perempuan berusia 21 tahun mengeluh karena belum melahirkan padahal

sudah lewat 14 hari dari perkiraan partus. Sakit perut hilang timbul tidak dirasakan.

Lendir bercampur darah juga tidak ada. Riwayat keluar air tidak ada. Gerak anak

dirasakan masih baik. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bagian terbawah janin

masih belum masuk pintu atas panggul. Pasien didiagnosis dengan G1P0000 uk 42

minggu pada tanggal 18 juli 2012.

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan kesejahteraan janin. Pasien

langsung menjalani Sectio Caesarea pada tanggal 18 Juli 2012 karena bagian

terbawah janin masih belum masuk pintu atas panggul pada usia kehamila 42 minggu.

Namun belum diketahui penyebab belum masuknya bagian terbawah janin ke dalam

pintu atas panggul. SC dimulai pada pukul 11.30 dan pada pukul 12.00 lahir bayi

perempuan yang langsung menangis, dengan berat 2900 gram, anus (+), kelainan (-)

dan apgar skor 7-9.

Terapi untuk kasus ini antara lain pemberian antibiotik, ketorolac, dan drip

oksitosin selama 6 jam. Dari follow up, didapatkan keadaan pasien semakin

membaik.

26

Page 27: PERSALINAN POSTTERM

DAFTAR PUSTAKA

1. Mochtar AB, Kristanto H. Kehamilan Postterm. Dalam: Ilmu Kebidanan

Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. 2009. p:685-95.

2. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Postterm Pregnancy. dalam:

William Obstetrics. 21st Edition. New York: The Mc Graw Hill

Companies.2001. p:729-42.

3. Caughey AB. Postterm Pregnancy. Avaiable at:

http://emedicine.medscape.com/article/261369-overview#aw2aab6b6. Acces

at: 18 july 2012.

4. Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi Fk Unud/Rs. Sanglah. Prosedur tetap

Bagian/Smf Obstetri dan Ginekologi Fk Unud/Rs.Sanglah Denpasar. 2004.

27