post disaster
TRANSCRIPT
LAPORAN FILL TRIP KEPERAWATAN KELUARGA
“KELUARGA DENGAN POST DISASTER”
DISUSUN OLEH:
ERIYANSAH FARWA (20100320160)
HAJJARUDIN (20100320159)
PRODI STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULATAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
TEORI
Secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, Indonesia merupakan wilayah
rawan bencana. Indonesia berada di atas kerak bumi yang aktif dimana ada lima patahan
lempeng bumi yang bertemu, bertumbukan dan mengakibatkan pergerakan bumi Indonesia
dinamis (Sunarti, 2009). Indonesia sering disebut sebagai negara dengan laboratorium
bencana, sebab frekuensi bencana alam yang terjadi di Indonesia cukup tinggi, terjadi silih
berganti mulai dari bencana gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, kebakaran hutan,
dan gunung meletus, belum lagi bencana yang secara lebih langsung disebabkan oleh
kegiatan manusia, seperti lumpur lapindo. Menurut International Strategy for Disaster
Reduction (ISDR) bencana adalah Suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu
masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari
segi materi , ekonomi atau lingkungan dan melampaui kemampuan masyarakat yang
bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri (PNPM,
2008).
Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi bencana yang
sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana. Kondisi alam tersebut
serta adanya keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia menyebabkan timbulnya
risiko terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun
disisi lain juga kaya akan sumberdaya alam (BNPB, 2008). Frekuensi bencana alam yang
terjadi di Indonesia cukup tinggi, terjadi silih berganti mulai dari bencana gempa bumi,
tsunami, banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan gunung meletus. Yasuhiro Otomo
(2013) menyebutkan bahwa terdapat tiga bentuk bencana yaitu: bencana yang diakibatkan
oleh alam, bencana oleh manusia dan complex humanitarian emergency (CHE). Bencana
meninggalkan dampak bagi korbannya baik dari segi fisik, psikologis, sosial , spiritual dan
material serta ekonomi (Ilyas,2008).
MANAGEMENT
Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana. Undang-undang tersebut, penyelenggaraan penanggulangan
bencana mencakup serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan
yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi. Selain itu pada tahun 2010 pemerintah telah mengeluarkan Peraturan tentang
tahap rehabilitasi post disaster terdapat dalam Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana Nomor 17 tahun 2010 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana (BNPB, 2010).
Manajemen bencana menurut Hendro Wartatmo (2011) merupakan keseluruhan
dari semua tindakan yang dilakukan untuk mengurangi kemungkinan kerusakan yang akan
terjadi terkait dengan bahaya dan untuk meminimalkan kerusakan setelah suatu peristiwa
bencana terjadi atau telah terjadi dan untuk pemulihan langsung dari kerusakan.
Manajemen bencana terdiri dari beberapa langkah diantaranya mitigation, preparadness,
response dan recovery (Joshi, 2007).
Pada tahap recovery, terjadi proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena
bencana dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Tahap
recovery terdiri dari rehabilitasi dan rekontruksi baik dari fisik, psikologis dan komunitas
(PNPM, 2008). Perawat sebagai bagian dari tim tanggap darurat mempunyai peran yang
penting dalam penanganan bencana mulai dari setelah terjadi bencana sampai dengan fase
rehabilitasi/recovery post bencana, perawat juga dituntut untuk mampu berkolaborasi
dengan anggota tim tanggap darurat bencana yang lain dan masyarakat agar mampu
dihasilkan penanganan bencana yang tepat. (Magnaye et al, 2011). Berdasarkan latar
belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai rehabilitasi post
disaster baik secara fisik, psikologi dan komunitas bencana di Indonesia.
Taha-tahap dalam manajemen bencana menurut Joshi (2007) adalah :
1. Mitigation (Pencegahan)
2. Preparedness (Kesiapsiagaan)
3. Response
4. Recovery
Rehabilitasi merupakan bagian dari tahapan recovery dalam manajemen bencana.
Peraturan tentang tahap rehabilitasi post disaster terdapat dalam Peraturan Kepala Badan
Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 17 tahun 2010 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan
pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap
darurat, dan rehabilitasi (BNPB, 2010).
Pasal 1 dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 17
tahun 2010 meyebutkan rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar
semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. (BNPB,
2010).
Peraturan tersebut juga menyebutkan instansi yang terkait yang berperan yang
saling berkordinasi dalam penanggulangan bencana pada tahap rehabilitasi dan rekontruksi
bencana yaitu lembaga BNPB di tingkat nasional dan atau BPBD di Provinsi/Kab/Kota di
tingkat daerah. Tujuan dari proses rehabilitasi dan rekontruksi untuk membangun
kesepahaman dan komitmen semua pihak dan menyelaraskan seluruh kegiatan
perencanaan pascabencana yang disusun oleh pemerintah pusat, dan pemerintah daerah
provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang terkena bencana. Rencana
rehabilitasi dan rekontruksi, terdapat dalam substansi Rencana Aksi Rehabilitasi dan
Rekonstruksi (RENAKSI) yang disusun dalam kelompok
meliputi aspek – aspek seperti yang terdapat pada pasal 3 ayat (3) dalam peraturan tersebut
yang meliputi pembangunan manusia, perumahan dan permukiman, infrastruktur,
perekonomian, sosial dan lintas sektor. Pendanaan untuk proses rehabilitasi dan rekontruksi
pasca bencana berasal dari APBD Kabupaten/Kota untuk bencana skala Kabupaten/Kota,
APBD Provinsi untuk bencana skala Provinsi dan APBN untuk bencana skala Nasional (BNPB,
2010).
Bencana, banyak meninggalkan dampak bagi korban bencana, baik dari segi fisik,
psikologis, ekonomi dan material. Bencana alam yang terjadi akan memakan korban dan
kerusakan, baik itu korban meninggal, korban luka-luka, kerusakan fasilitas pribadi dan
umum, serta pengungsi yang umumnya rentan akan penyakit. Korban membutuhkan
pertolongan dari segi kesehatan. Banyak penyakit yang seringkali diserita pengungsi antara
lain diare, ISPA, campak, dan malaria.WHO mengindentifikasi empat penyakit itu sebagai
The Big Four. Kejadian penyakit ini sering kali muncul sesuai dengan karakteristik bencana
(Feri dan Makhfudli, 2009).
Reaksi Stres individu terhadap Bencana
1. Berbagai masalah psikologis yang mungkin akan dialami seseorang setelah
mengalami peristiwa traumatis
2. Reaksi – reaksi normal dan wajar (normal stress reaction) yang biasa
ditampilkan/dialami seseorang beberapa saat setelah mengalami peristiwa traumatis
3. Jenis-jenis reaksi stress akibat bencana
- Reaksi Fisik - Tegang
- Nyeri pada tubuh - Mudah terkejut
- Jantung berdebar – debar - Cepat lelah
- Mual-mual dan pusing - Selera makan menurun
Peran perawat pada pasca bencana menurut Feri dan Makhfudli (2009) adalah perawat
berkerja sama dengan tenaga kesehatan lain dalam memberikan bantuan kesehatan kepada
korban seperti pemeriksaan fisik, wound care secara menyeluruh dan merata pada daerah
terjadi bencana. Saat terjadi stres psikologis yang terjadi dapat terus berkembang hingga
terjadi post-traumatic stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan tiga kriteria
utama yaitu trauma pasti dapat dikenali, individu mengalami gejala ulang traumanya melalui
flashback, mimpi, ataupun peristiwa-peristiwa yang memacunya dan individu akan
menunjukkan gangguan fisik, perawat dapat berperan sebagai konseling. Tidak hanya itu
perawat bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama dengan unsur lintas
sektor menangani masalah kesehatan masyarakat pasca-gawat darurat serta mempercepat
fase pemulihan menuju keadaan sehat dan aman. Selain itu Perawat dapat melakukan
pelatihan-pelatihan keterampilan yang difasilitasi dan berkolaborasi dengan instansi
ataupun LSM yang bergerak dalam bidang itu. Sehinnga diharapkan masyarakat di sekitar
daerah bencana akan mampu membangun kehidupannya kedepan lewat kemampuan yang
dimilikinya.
B. TUJUAN
1. Mengkaji riwayat keluarga.
2. Mengkaji lingkungan fisik dan psikologis yang terjadi setelah bencana.
3. Menganalisis kesiapan disaster management.
C. MANFAAT
1. Untuk mengetahui kesiapan keluarga dalam menanganai bencana.
2. Untuk membandingkan teori disaster management dengan hasil pengkajian.
3. Untuk mengetahui keseriusan kasus dan harapan yang diinginkan.
Bab ll
Laporan Kegiatan dan Hasil
Kegiatan fieldtrip pada keluarga merupakan kunjungan langsung pada salah satu
keluarga yang khususnya dilakukan pada keluarga Bapak Sukorrahman di RT 6 Desa Tlogo.
Kegiatan ini hanya dilakukan dalam satu kunjungan. Pada kunjungan ini ada beberapa aspek
yang ingin diketahui dari keadaan keluarga Bapak Sukorrohman dan lebih spesifik kami
mengkaji tentang keadaan keluarga paska bencana (post disaster).
Pada pengkajian yang dilakukan, ditemukan hasil sebagai berikut :
1. Data demografi keluarga
No Nama Usia Status Pekerjaan
1 Sukorrahman 54 th Kepala keluarga Buruh bangunan
2 Jumiyah 50 th Istri IRT
3 Muhrozi 29 th Anak Menganggur
4 Muhammad Thoyib 13 th Anak Pelajar
Alamat : Tlogo, DK 1 geblakan RT 06 Tamantirto kasihan Bantul DIY
2. Pengkajian Post Disaster
Keluarga Pak Sukorrohman merupakan penduduk asli Desa Tlogo yang sejak awal
sudah bermukim di Desa Tlogo DK 1 geblakan RT 06 Tamantirto kasihan Bantul DIY.
Dalam menjalani kehidupanya, tentunya gejolak pahit dan manisnya kehidupan
dirasakan oleh keluarga Pak Sukorrahman, salah satunya adalah tertimpa bencana.
Pada tahun 2006, keluarga Pak Sukorrahman mengalami ujian yang hebat dalan
kehidupanya yaitu tertimpa bencana alam yakni gempa bumi. Kejadian tersebut
menimbulkan kekacauan dalah kehidupan mereka. Bangunan (rumah) yang selama ini
mereka gunakan untuk berteduh, istirahat dan saling bercengkrama satu sama lain
harus mengalami kerusakan. Saat itu rumah terlihat cukup parah. Bahkan dari survey
yang dilakukan paska gempa, rumah keluarga Pak Sukorrahman masuk dalam kategori
rusak berat. Bagian sisi rumah (samping kiti rumah) ambruk, tiang-tiang rumah yang
retak dan patah dan hanya menyisakan satu tiang tengah rumah, atap terlihat terbuka,
serta kerusakan lainya jg terjadi pada rumah mereka.
Kejadian tersebut tentunya menambah beban baru pada kehidupan keluarga Pak
Sukorrahman. Perasaan cemas, kacau, tidak tenang dan sedih dirasaskan oleh keluarga
mereka, bahkan menimbulkan rasa trauma oleh M. Thoyib, salah seorang anak Pak
Sukorrahman yang asat itu masih usia sekolah. Rasa trauma tersebut dirasakan dalam
kurun waktu yang tidak singkat, bahkan hingga berbulan-bulan dan bertahun-tahun.
Trauma tersebut memberikan dampak yang sangat besar terhapa perubahan perilaku
keluarga khususnya M. Thoyib. Adanya sedikit guncangan dan angin kencang, akan
menimbulkan ras khawatir dan ketakutan yang berlebih. Namun, Pak Sukorrahman
memiliki cara dalam mengatasi msalahnya yaitu dengan mendongeng, menstimulasikan
kejadian dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dalam menghapi setiap masalah
yang terjadi dan cara itu mampu menurunkan dan menghilangkan perasaan takut dan
trauma.
Sesaat setelah gempa terjadi, Pak Sukorrahman yang saat itu menjabat sebagai
ketua RT setempat melakukan beberapa cara dalam menangani keluarg dan warganya
yang sedang dalam kesusahan dan dinaungi rasa takut dan cemas. Beliau dan
keluaganya berkumpul dengan warga lainya dan mengikuti beberapa pelatihan paska
bencana. Dalam pelatihan tersebut, petugas kesehatan selain hadir dan memberikan
beberapa layanan kesehatan juga bertindak memberikan tips dan pelatihan dalam
menangani bencana. Meskipun kegiatan tersebut tidak berlangsung dalam jangka
waktu yang lama, namun hal tersebut mampu memberikan ketenangan psikis dari para
korban gempa khususnya keluarga Pak Sukorrahman. Selain itu, keluarga Pak
Sukorrahman juga mendapatkan bantuan materi dari pemerintah setempat. Bantuan
yang diterima keluarga Pak Sukorrahman berupa uang sanjungan yang digunakan untuk
membangun kembali rumah dan peralatan-peralatan yang rusak paska pencana.
Bantuan tersebut sangat disyukuri oleh keluarga Pak Sukorrahman karena sangat
membantu meringankan beban mereka dalan rekontruksi bangunanya.
3. Analisa hasil
Berdasarkan data pengkajian yang didapat, keluarga Pak Sukorrahman merupakan
keluarga yang tidak mudah mengalami stress dalam menanggapi setiap kejadian dalam
kehibupanya. Perasaan berpasrah diri terhadap ketentuan Allah SWT membuat mereka
selalu tegar dalam mengahapi kejadian gempa tersebut. Selain itu, keluarga Pak
Sukorrahman juga memiliki koping keluarga yang baik dalam menangani masalah
psikologis keluarganya. Jika dikaitkan dengan teori yang ada, maka keluarga Pak
Sukorrahman secara langsung menerapkannya dalam kehidupan keluarganya.
4. Outcome Fieldtrip
Hikmah
Hikmah yang kami dapatkan dari melakukan kegiatan fill trip ini yaitu dengan terjun
kelapangan langsung bertemu dengan keluarga, kami dapat mengetahui masalah-
masalah yang dihadapi keluarga dan juga mampu mengidentifikasi masalah-masalah
tersebut. Dan juga kami dapat berinteraksi langsung kepada keluarga yang sudah
mengalami bencan ,sehingga kami dapat mengetahui berbagai perubahan-perubahan
yang terjadi akibat dari Bencana tersbut. Sehingga kami tahu perubahan yang terjadi
dari perubahan fisik-psiko-sosial dan spritualnya. Dan juga di sini kami dituntut
bagaimana caranya melakukan komunikasi pada keluarga dengan menggunakan bahasa
dan tutur kata yang baik, bagaimana mengimplementasikan komunikasi terapeutik
yang telah diajarkan sebelumnya dan juga bagaimana cara berempati kepada keluarga
yang pernah mengalami bencana.
Fill trip sudah mengena atau belum
Menurut kelompok kami, fill trip ini sudah cukup mengena. Karena kami sudah
mampu mengidentifikasi langsung dengan keluarga yang pernah mengalami bencana.
5. Keseriusan kasus dan harapan
Berdasarkan data pengkajian yang didapat, pada tahun 2006 keluarga Pak
Sukorrahman mengalami bencana yaitu gempa bumi yang sangat hebat. Bencana
tersebut menimbulkan gangguan yang sangat serius dalam keluarga Pak Sukorrahman.
Selain gangguan psikologis, kerugian materi, penurunan harga diri paska gempa,
gangguan pemenuhan nutrisi, keluarga mereka juga mendapat ancaman bahaya
lingkungan setelah mereka kehilangan tempat tinggal. Tentunya masalah tersebut
merupakan masalah yang kompleks dan sangat serius yang terjadi pada keluarga Pak
Sukorrahman. Namun, keluarga ini memiliki koping keluarga yang sangat baik dalam
mengatasi masalah yang ada. Sehingga resiko terjadinya prilaku maladaptif dapat
diminimalisir dan bahkan dihilangkan. Harapanya, koping keluarga yang sudah
tebangun selalu dapat menjadi benteng pertahanan bagi keluarga Pak Sukorrahman,
sehingga mereka selalu siapdan mampu dalam mengahapi setiap masalah dalam
keluarganya.
BAB III
Kesimpulan
Dari teori yang kami dapat disaster merupakan salah satu factor penyebab stress
paling besar. Namun, keluarga Pak Sukorahman memiliki koping keluarga yang sangat baik
dalam mengatasi masalah yang ada. Sehingga resiko terjadinya prilaku maladaptif dapat
diminimalisir dan bahkan dihilangkan. Harapanya, koping keluarga yang sudah tebangun
selalu dapat menjadi benteng pertahanan bagi keluarga Pak Sukorrahman, sehingga mereka
selalu siap dan mampu dalam mengahapi setiap masalah dalam keluarganya.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). (2010). Peraturan Kepala BadanNasional Penanggulangan Bencana Nomor 17 tahun 2010 tentang Pedoman UmumPenyelenggaraan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). (2010). Rehabilitasi dan RekonstruksiPascabencana Gempa BUMI dan Tsunami di Kepulauan Mentawai Bidang pemulihanperumahan dan permukiman
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. (BNPB). (2008). Tsunami.BAPPENAS. (2008). Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias,Sumatra Utara, serta daerah pasca bencana lainnya. Diakses darihttp://www.bappenas.go.id/get-file-server/node/6223/ tanggal 27 Maret 2013Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah (2008). Penelitian post traumaticstress disorder (gangguan stress pasca trauma bencana) di Jawa Tengah
Budiarto, Eko Kusumo. (2010). Kesehatan Mental di Aceh Pasca Tsunami. Jurnal SosiologiDilema. ISSN; 0215-9635, Vol 21 No. 2 Tahun 2009
Efendi, Ferry dan Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehtan Komunitas: Teori dan PraktikDalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Hendro. Wartatmo.(2011). Seminar Strategi Untuk Menyusun Hospital Disaster Plan (HDP).Di akses dari http://www.bencana-kesehatan.net tanggal 1 April 2013
Ilyas Tommy. (2008). Mitigasi Gempa dan Tsunami di Daerah Perkotaan. Seminar BidangKerekayasaan Fakultas Teknik-Unsrat.
Kumiko. Activities of Japanese Nursing Association in The Great east Japan Earthquake.Disampaikan saat Distance Learning pada tanggal 18 Maret 2013.
Ishii. Mieko. (2013). Disaster Nursing 2. Institute for Graduate Nurses, Japanese NursingAssociation Senior Lecturer in Emergency Nursing at the Department of Courses forCertified Nurses. Disampaikan saat Distance Learning pada tanggal 18 Maret 2013.
Magnaye, Bella., Ma. Muñoz., Steffi Lindsay M., Muñoz, Mary Ann F., Muñoz, RhogenGilbert V & Muro, Jan Heather M. (2011). The role, preparedness and management of nursesduring disasters. E-International Scientific Research Journal, Volume – III, Issue- 4, ISSN2094-1749.
National Academy of Science. (2007). Successful response starts with a map: improvinggeospatial support for disaster management. Washington: NAP.
Nozomu Asukai, M.D., Ph.D . (2013). Disaster Mental Health and Psychological Support forSurvivors. Tokyo Metropolitan Institute of Medical Science. Disampaikan saat DistanceLearning pada tanggal 18 Maret 2013.