disaster plan

24
TUGAS DISASTER PLAN KEBAKARAN INDUSTRI KOTA SURABAYA DISUSUN OLEH : Kezia Marsilina 030. 10. 151 PEMBIMBING : Dr. Gita Tarigan, MPH KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PERIODE 29 JUNI – 12 SEPTEMBER 2015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Upload: kezia-marsilina

Post on 12-Dec-2015

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ikm

TRANSCRIPT

Page 1: Disaster Plan

TUGAS DISASTER PLAN

KEBAKARAN INDUSTRI KOTA SURABAYA

DISUSUN OLEH :

Kezia Marsilina

030. 10. 151

PEMBIMBING :

Dr. Gita Tarigan, MPH

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PERIODE 29 JUNI – 12 SEPTEMBER 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

SEMARANG, 2015

Page 2: Disaster Plan

A. DEMOGRAFI KOTA SURABAYA

Letak : 07 derajat 9 menit - 07 derajat 21 menit LS (Lintang Selatan) dan 112

derajat 36 menit - 112 derajat 54 menit BT (Bujur Timur)

Ketinggian : 3 - 6 meter di atas permukaan air laut (dataran rendah), kecuali di bagian

selatan terdapat dua bukit landai di daerah Lidah & Gayungan dengan

ketinggian 25-50 meter di atas permukaan air laut

Batas Wilayah : Sebelah Utara : Selat Madura

Sebelah Timur : Selat Madura

Sebelah Selatan : Kabupaten Sidoarjo

Sebelah Barat : Kabupaten Gresik

Luas Wilayah : 33.306,30 Ha

Jumlah

Kecamatan

: 31

Jumlah Desa

/Kelurahan

: 160

Kelembapan

Udara

: rata-rata minimum 50% dan maksimum 92%

Tekanan Udara : rata-rata minimum 1942,3 Mbs dan maksimum 1012,5 Mbs

Temperatur : rata-rata minimum 23,6 °C dan maksimum 33,8 °C

Musim kemarau : Mei – Oktober

Musim hujan : Nopember – April

Curah Hujan : rata-rata 165,3 mm, curah hujan diatas 200 mm terjadi pada bulan Januari

s/d Maret dan Nopember s/d Desember

Kecepatan Angin : rata-rata 6,4 Knot dan maksimum 20,3 Knot

Arah Angin

Terbanyak

: Januari : Barat

Februari : Barat-Barat Laut

Maret : Barat-Barat Laut

April : Barat-Barat Laut

Mei : Timur

Juni : Timur

Juli : Timur

Page 3: Disaster Plan

Agustus : Timur

September : Timur

Oktober : Timur

Nopember : Timur-Barat

Desember : Barat-Barat Laut

Penguapan Panci

Terbuka

: rata-rata 143,2

Struktur Tanah : terdiri atas tanah aluvial, hasil endapan sungai dan pantai, di bagian barat

terdapat perbukitan yang mengandung kapur tinggi.

Topografi : 80% dataran rendah, ketinggian 3-6 m, kemiringan < 3 %

20% perbukitan dengan gelombang rendah, ketinggian < 30 m dan

kemiringan 5-15%.

Secara umum wilayah Kota Surabaya merupakan daratan rendah dengan ketinggian 3 – 6

meter diataspermukaan air laut, kecuali di sebelah selatan dengan ketinggian 25 – 50 meter

diatas permukaan air laut.Kota Surabaya terbagi menjadi 31 kecamatan dengan luas wilayah sebesar 326,36

km2. Luas wilayah antar kecamatan sangat bervariasi. Kecamatan dengan luas wilayah terbesar ada di Kecamatan

Benowo luasnya sebesar 23,72 km2 dan luas wilayah terkecil ada di Kecamatan Simokerto yang luasnya sebesar

2,59 km2.

Sebagai kota besar, Surabaya telah memposisikan diri sebagai pusat konsentrasi industri.

Surabaya berpotensi, baik secara langsung, sebagai pusat pengembangan Indonesia Bagian

Timur di masa mendatang.

Kehadiran berbagai industri yang meliputi industri logam dasar, kimia dasar, tekstil, industri

makanan dan minuman, serta argo based industri lainnya, yaitu industri yang mengolah hasil-

hasil pertanian dalam arti luas, seperti halnya dari subsektor perikanan, peternakan, sayur-mayur,

buah-buahan dan lainnya.

Sedangkan jenis industri yang mencakup nilai investasi megaproyek lebih tertuju pada

bisnis/kegiatan pelayanan umum/masyarakat yang meliputi jalan tol, jembatan Suramadu, dll. 

Page 4: Disaster Plan

Gambar 1. Kawasan Industri di Surabaya

Seiring dengan perkembangan kota, Surabaya memang berusaha mengindari tumbuhnya

industri besar yang memiliki potensi polusi. Arah Surabaya difokuskan sebagai kota jasa dan

perdagangan, dan bukan kota industri. Wilayah industri untuk selanjutnya digantikan sebagai

tempat pergudangan yang tidak beresiko terhadap polusi. Sekalipun demikian, sejumlah wilayah

masih terdapat industri.

Di wilayah selatan Surabaya telah dibangun kawasan industri yang terdapat di Rungkut

atau Brebek Industri, SIER (Surabaya Industrial Estate Rungkut PT. Persero). Kawasan ini

dengan dinamis terus berdetak menjadi pusat industri terpadu. Sementara Di wilayah utara

Surabaya terdapat kawasan industri dan pergudangan Tambak Langon - Kalianak - Margamulyo.

Kawasan ini berdekatan dengan pelabuhan Tanjung Perak dan Jalan Tol dan Pusat Grosir

(Kembang Jepun dan Pasar Turi).

Ada beberapa industri khas yang dikenal berasal dari Surabaya, diantaranya adalah Rokok

Sampoerna, UBM Biskuit, Viva Cosmetics, Industri Emas UBS, dan Bogasari. Untuk

melengkapi fasilitas industri dan pergudangan di Surabaya, juga terdapat terminal peti kemas

yang juga difungsikan untuk kegiatan ekspor impor. Peti kemas ini terletak di wilayah Perak,

dekat dengan pelabuhan bongkar muat di pantai utara Surabaya.  

Selain industri besar, di kota ini juga terdapat beberapa industri kecil, sebut saja Sentra

Sepatu & Sandal Benowo. Perajin sepatu dan sandal di kawasan Tambak Osowilangun, di

kawasan Barat Surabaya ini sudah ada sejak tahun 1970 dan tetap eksis hingga sekarang. Kini

jumlah mereka mencapai 180 orang. Sepatu dan sandal itu dibuat semata berdasar pesanan. Total

produksi yang mampu mereka hasilkan bisa mencapai 200-300 kodi per bulan. Terlebih pada

bulan-bulan menjelang Puasa atau Lebaran. Daerah penyebaran atau pemasaran produk mereka

tidak hanya di Jawa Timur, tetapi sudah merambah hingga ke Pulau Kalimantan.

Page 5: Disaster Plan

B. PERINDUSTRIAN KOTA SURABAYA

Sektor industri di Surabaya mengalami perkembangan pesat. Setidaknya dari tahun 2007

hingga 2012 mengalami kenaikan jumlah unit produksi. Dimulai dari yang tahun 2007 sebanyak

5.763 unit, di tahun 2012 menjadi 7.721 unit industri. Sub sektor industri baik industri kimia

agro dan hasil hutan maupun industri logam mesin elektronika dan aneka mengalami

penambahan unit produksi pertahunnya. Tidak hanya peningkatan unit produksi, di kedua sub

sektor industri juga terjadi kenaikan serapan tenaga kerja yang selalu meningkat setiap tahunnya.

Di tahun 2007, total tenaga kerja yang terserap di sektor industri berjumlah 227.382 orang dan di

tahun 2012 meningkat hingga 268.055 orang pekerja, Ini menunjukkan sektor industri juga

menjadi salah satu penolong untuk mengurangi jumlah pengangguran yang ada di Surabaya. Tak

hanya terjadi peningkatan unit produksi dan penyerapan tenaga kerja saja, di sektor industry

sejak tahun 2007 hingga 2012 juga terjadi peningkatan nilai investasi. Dimulai dari tahun 2007

yang memiliki jumlah investasi sebesar 71.432.960.478, di tahun 2012 nilai investasinya naik

menjadi 73.471.806.636.

C. ANALISIS KOMPONEN BENCANA

1. Hazard

Secara geografis Kota Surabaya tidak termasuk daerah rawan bencana karena letaknya

jauh dari gunung berapi aktif dan tidak dilalui oleh sungai-sungai besar. Kejadian bencana

yang umum terjadi di Kota Surabaya adalah banjir dan kebakaran. Beberapa wilayah di Kota

Surabaya mengalami genangan dengan ketinggian yang bervariasi mulai dari 10–70 cm

dengan waktugenangan paling lama sekitar 6 jam.

Jenis bencana lainnya adalah kebakaran. Kejadian kebakaran adalah jenis bencana

yang tidak dapat diprediksi akan tetapi dapat dicegah. Penentuan daerah rawan kebakaran di

Kota Surabaya didasarkan atas kepadatan penduduk, kepadatan bangunan, data kejadian

kebakaran, kondisi bangunan dan proporsi kegiatan terbangun dengan luas lahan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka kecamatan yang tergolong tingkat

kerawanan sangat tinggi adalah Kecamatan Simokerto, Kecamatan Tambaksari, dan

Kecamatan Sawahan. Kecamatan yang tergolong tingkat kerawanan tinggi adalah

Kecamatan Tegalsari, Kecamatan Bubutan, Kecamatan Semampir, Kecamatan Krembangan,

Page 6: Disaster Plan

Kecamatan Gubeng, Kecamatan Wonokromo, Kecamatan Sukomanunggal. Sedangkan

kecamatan lain yang tidak tergolong tingkat kerawanan sangat tinggi maupun tinggi

harus tetap diwaspadai dan diperhatikan.

Bencana kebakaran terutama terjadi di kawasan permukiman padat dan kawasan

industri. Kawasan rawan bencana kebakaran disebabkan oleh beberapa hal seperti kepadatan

penduduk, kondisi bangunan, tingkat kepadatan bangunan, kejadian kebakaran dan

proporsi kegiatan terbangun dengan luas lahan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka daerah dengan tingkat kerawanan sangat

tinggi yang memerlukan penanganan dan perhatian terdapat pada Kecamatan Simokerto,

Kecamatan Tambaksari, Kecamatan Sawahan, dan daerah dengan tingkat kerawanan tinggi

meliputi Kecamatan Tegalsari, Kecamatan Bubutan, Kecamatan Semampir, Kecamatan

Krembangan, Kecamatan Gubeng, Kecamatan Wonokromo, Kecamatan Sukomanunggal.

Kawasan rawan bencana kebakaran tersebut dapat dilihat pada gambar sebagai berikut :

Gambar 2. Peta Kawasan Rentan Bencana Kebakaran di Kota Surabaya

2. Vulnerability

Page 7: Disaster Plan

Kerentanan Lingkungan

Tata letak bangunan di daerah kawasan industri Kota Surabaya yang berdekatan

sehingga mendukung terjadinya bencana kebakaran.

Kerentanan Aspek Sosial

Rata-rata jumlah anggota rumah tangga di Surabaya menurut sensus 2010 adalah

sebesar 3,6 (termasuk padat). Jika berdasarkan kecamatannya, kecamatan yang

memiliki jumlah rumah tangga terbanyak adalah kecamatan Tambaksari dengan

jumlah rumah tangga sebanyak 55.564 dan jumlah populasi 204.805. Namun rata-

rata jumlah anggota keluarga terbesar ada di kecamatan Kenjeran dengan rata-rata

4,00. Namun jika melihat hasil sensus penduduk selama tiga periode sensus, maka

anggota rumah tangga yang tercatat dalam sensus 2010 mengalami penurunan jika

dibandingkan dengan dua periode sensus sebelumnya. Tahun 1990 rerata anggota

rumah tangga mencapai angka 4,51, kemudian di tahun 2000 reratanya mencapai

3,66, dan kemudian di tahun 2010 mencapai 3,60 saja.

3. Capacity

Kapasitas Fisik

1. Jarak menuju tempat pengungsian

Jarak penduduk untuk mencapai tempat pengungsian ketika terjadi bencana.

2. Fasilitas kesehatan

Jumlah fasilitas kesehatan di suatu wilayah. Di Kota Surabaya terdapat total 62

puskesmas dan 58 rumah sakit.

Kapasitas Sosial

1. Keberadaan organisasi

Tingkat keberadaan organisasi kemasyarakatan yang berhubungan dengan

penanggulangan bencana di masyarakat.

2. Kekerabatan penduduk dalam upaya penanggulangan bencana

Page 8: Disaster Plan

Tingkat kekerabatan penduduk dalam masyarakat sebagai upaya penanggulangan

bencana.

Kapasitas Sumber Daya Masyarakat

1. Keterlibatan masyarakat dalam sosialisasi kebencanaan

Tingkat keterlibatan masyarakat didalam diskusi/sosialisasi kebencanaan.

2. Keterlibatan masyarakat dalam pelatihan persiapan sebelum terjadi bencana.

Intensitas warga dalam mengikuti pelatihan persiapan bencana.

Kapasitas Ekonomi

1. Rata-rata pendapatan masyarakat dalam waktu satu bulan

Tingkat pendapatan masyarakat dalam satu bulan.

2. Kepemilikan asuransi jiwa

Tingkat kepemilikan asuransi jiwa.

D. BENCANA KEBAKARAN

Fenomena Kebakaran

Page 9: Disaster Plan

Gambar 3. Fenomena Kebakaran

Tahap-tahap Perkembangan Api

Gambar 4. Tahap-tahap Perkembangan Api

Alarm Kebakaran (Fire Alarm)

Fire alarm dipasang untuk mendeteksi kebakaran sedini mungkin sehingga tindakan

pengamanan yang dibutuhkan dapat segera dilaksanakan.

Alarm kebakaran akan berbunyi apabila:

Ada aktivasi manual alarm (manual break glass atau manual call point)

Ada aktivasi dari detektor panas maupun asap

Page 10: Disaster Plan

Ada aktivasi dari panel/control room

Alarm akan dibunyikan sebanyak dua kali (tahap I dan tahap II), dimana alarm tahap I

merupakan pemberitahuan untuk siaga bagi seluruh masyarakat yang berada dalam

gedung dengan dua tahapan tindakan: pengecekan ke lokasi, dan konfirmasi apakah alarm

palsu atau kebakaran. Sedangkan alarm tahap II merupakan tanda dimulainya proses

evakuasi, setelah memperoleh konfirmasi akan kondisi kebakaran yang terjadi.

E. PENANGGULANGAN BENCANA

a. Siklus Bencana

Gambar 5. Siklus Bencana

b. Pra-bencana

Pencegahan

Pencegahan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk

menghilangkan dan atau mengurangi ancaman bencana. Sebagai contoh, untuk mencegah

terjadinya kebakaran dilakukan tindakan pemasangan instalasi listrik yang benar, pemilihan

Page 11: Disaster Plan

bahan bangunan yang tidak mudah terbakar, jangan menempatkan bahan yang mudah

terbakar di dekat sumber dan sebagainya.

Mitigasi

Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui

pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman

bencana.Tindakan mitigasi disebut sebagai tindakan struktural dan non struktural.Tindakan

mitigasi yang bersifat struktural contohnya adalah pemasangan instalasi listrik oleh orang

yang profesional, bahan bangunan yang tidak mudah terbakar seperti kerangka baja ringan

untuk kap rumah. Tindakan mitigasi yang bersifat non struktural misalnya pelatihan untuk

membangun kepedulian masyarakat terhadap bahaya yang dihadapi, pelatihan dan

pengorganisasian sukarelawan bagi kegiatan bencana kebakaran.

Tujuan pokok dari tindakan mitigasi adalah:

a. Mengurangi ancaman

Sebagian bencana tidak dapat dicegah agar tidak terjadi, tetapi ancamannya dapat dikurangi.

Misalnya: struktur bangunan yang tahan api.

b. Mengurangi kerentanan

Berbagai faktor seperti factor fisik, social, ekonomi maupun kondisi geografis dapat

menurunkan kemampuan masyarakat untuk mempersiapkan diri maupun menanggulangi

dampak akibat bahaya kebakaran. Hal terpenting dalam kegiatan pengelolaan risiko bencana

kebakaran adalah menurunkan kerentanan sehingga masyarakat menjadi tahan terhadap

bencana kebakaran.

c. Meningkatkan kapasitas

Kapasitas merupakan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana pada semua

tahapannya, melalui berbagai sistem yang dikembangkannya. Contoh peningkatan kapasitas

adalah dalam menghadapi kebakaran yang bersifat musiman, kelompok masyarakat memiliki

posko kebakaran yang akan siap setiap kebakaran terjadi. Peningkatan kapasitas juga bisa

dilakukan dengan meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran,

pelatihan tanggap darurat, dan sebagainya.

Kesiapsiagaan

Page 12: Disaster Plan

Kesiapsiagaan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi

bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

Sebagai contoh: membangun system peringatan dini, penyiapan jalur evakuasi bila terjadi

bencana, latihan simulasi bencana.

Kesiapsiagaan diri, keluarga dan sekolah akan sangat membantu dalam mengurangi

dampak bencana, baik kerugian harta maupun korban jiwa, Kesiapsiagaan dimulai dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

1.Memahami potensi ancaman yang ada di daerah masing-masing

2.Memahami penyebab atau tanda-tanda akan terjadinya bencana

3.Memahami apa yang harus dipersiapkan dan yang harus dilakukan baik sebelum, saat

dan sesudah bencana.

Tingkat kerentanan perkotaan di Indonesia adalah suatu hal yang sangat penting untuk

diketahui sebagai salah satu hal yang berpengaruh terhadap terjadinya bencana alam. Tingkat

kerentanan kota-kota besar di Indonesia dapat ditinjau dari kerentanan fisik , sosial

kependudukan, dan ekonomi.

Kerentanan fisik menggambarkan tingkat kerusakan terhadap fisik bila ada faktor

berbahaya tertentu. Melihat dari berbagai faktor seperti persentase kawasan terbanguin,

kepadatan bangunan, persentase bangunan konstruksi darurat, jaringan listrik, rasio panjang

jalan, jaringan telekomunikasi, jaringan PDAM, jaringan rel KA, maka perkotaan di Indonesia

dapat dikatakan berada pada kondisi yang sangat rentan karena persentase di antara unsur-

unsur tersebut sangat rendah.

Kerentanan sosial menunjukkan tingkat kerentanan terhadap keselamatan

jiwa/kesehatan penduduk apabila ada bahaya. Dari beberapa indikator antara lain kepadatan

pendusuk, laju pertumbuhan penduudk, persentase penduduk usia tua-balita dan penduduk

wanita, maka kota-kota besar di Indonesia memiliki kerentanan sosial yang sangat tinggi.

Belum lagi jika kita melihat kondisi sosial saat ini yang semakin rentan terhadap bncana non-

alam, seperti rentannya kondisi sosial masyarakat terhadap kerusuhan, tingginya angka

pengangguran, instabilitas politik, dan tekanan ekonomi.

Kerentanan ekonomi menggambarkan besarnya kerugian atau rusaknya kegiatan

ekonomi (proses ekonomi) yang terjadi bila ada ancaman bahaya. Indikator yang dapat kita

Page 13: Disaster Plan

lihat menunjukkan tingkat kerentanan ini misalnya persentase rumah tangga yang bekerja

pada sektor rentan (jasa dan distribusi) dan persentase rumah tangga miskin.

Beberapa kerentana fisik, sosial, dan ekonomi tersebut di atas`menunjukkan bahwa

kota-kota besar di Indonesia memiliki kerentanan yang tinggi , sehingga hal ini menyebabkan

tingginya risiko terjadi bencana.

Tingginya risiko kebakaran gedung dan pemukinan pada berbagai fungsi atau

penggunaan bangunan dapat dinyatakan dengan analisis sebagai berikut:

1. Adanya risiko kebakaran karena hadirnya faktor-faktor penyebab kebakarana di

setiap tempat dalam kehidupan sehari-hari, seperti: listrik dan peralatan rumah tangga yang

menggunakan listrik, kompor (gas atau listrik), lampu tempel/lilin, rokok, obat nyamuk bakar,

membakar sampah, dan kembang api/petasan. Kondisi ini apabila dipicu oleh tindakan yang

salah atau lalai dapat memunculkan terjadinya kebakaran.

2. Ketiadaan sarana pemadan kebakaran pada suatu lingkungan atau bangunan. Atau

kurang terawatnya sarana peringatan dini (sistem alarm kebakaran) dan sarana pemadam

kebakaran; sehingga dalam banyak kasus ditemukan berbagai sarana pemadaman kebakaran

yang tidak berfungsi. Kondisi ini secara jelas berperan mengurangi atau melemahkan

kemampuan suatu lingkungan atau bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi

kebakaran apabila suatu saat terjadi.

3. Perilaku orang-orang pada suatu lingkungan atau yang menghuni bangunan yang

cenderung ceroboh/lalai, rendahnya kesadaran menjaga lingkungan, kurang pengetahuan

tentang bahaya api, pembiaran terhadap anak-anak yang bermain api, keterpaksaaan karena

keterbatasan ekonomi serta vandalisme. Kesemuanya ini merupakan faktor yang ikut

menyumbangkan tingkat kerawanan terhadap kebakaran pada suatu bangunan atau

lingkungan.Upaya pengurangan risiko kebakaran di lingkungan sekolah dapat dilakukan

melalui tindakan-tindakan sebagai berikut:

Melengkapi bangunan sekolah dengan sarana proteksi kebakaran dan sarana jalan

keluar/penyelamatan jiwa

Memberikan penyuluhan atau pelatihan pencegahan dan penanggulangan

kebakaran kepada kepala sekolah, guru, dan tenaga pendidikan

Memberikan materi pembelajaran pengurangan risiko, termasuk risiko kebakaran

kepada siswa

Page 14: Disaster Plan

Menyediakan panduan/prosedur tetap untuk menghadapi bencana

c. Saat Bencana

Tanggap Darurat (Respond)

Untuk Masyarakat

Jika sedang berada di dalam bangunan , kemudian melihat api, yang harus dilakukan

adalah:

1) Tetap tenang, jangan panik

2) Bunyikan alarm dengan menekan tombol manual call point, atau dengan

memecahkan manual break glass, kemudian menekan tombol alarm sambil

berteriak kebakaran

3) Segera hubungi nomor darurat, sampaikan informasi: identitas pelapor,

besarnya kebakaran, lokasi kejadian, ada/tidak orang yang terluka (jika ada

tindakan apa yang telah dilakukan)

4) Bila memungkinkan (jangan ambil resiko) padamkan api dengan

menggunakan alat pemadam api ringan (APAR) yang terdekat

5) Jika api tidak dapat diatasi segera lakukan evakuasi melalui pintu darurat

Jika mendengar alarm tahap I saat berada dalam gedung, yang harus dilakukan

adalah:

1) Kunci semua lemari dokumen/file

2) Berhenti memakai telepon intern maupun extern

3) Matikan semua peralatan yang memakai listrik

4) Pindahkan barang-barang yang mudah terbakar

5) Selamatkan dokumen penting

6) Bersiaga dan siap menanti instruksi / pengumuman dari fire commander

maupun safety representative

Selanjutnya, jika mendengar alarm tahap II:

1) Berdiri di depan pintu ruangan secara teratur, jangan bergerombol dan bersiap

menerima instruksi

Page 15: Disaster Plan

2) Evakuasi akan dipandu oleh petugas evakuasi melalui tangga darurat terdekat

menuju tempat berhimpun di luar gedung

3) Jangan sekali-kali berhenti atau kembali untuk mengambil benda yang

tertinggal

4) Tutup semua pintu kantor yang ditinggalkan (jangan dikunci) untuk

mencegah meluasnya api dan asap

Saat evakuasi, yang harus dilakukan:

1) Tetap tenang, jangan panik!

2) Segera menuju tangga darurat terdekat

3) Berjalanlah biasa dengan cepat, JANGAN LARI

4) Lepaskan sepatu dengan hak tinggi

5) Jangan membawa barang yang lebih besar dari tas tangan/tas kantor

6) Beritahu orang-orang lain yang berada di lantai tersebut untuk ikut

berevakuasi bersama-sama

7) Bila terjebak dalam kepulan asap, tetap menuju pintu darurat sambil

mengambil napas pendek-pendek, upayakan merayap atau merangkak untuk

menghindari asap, jangan berbalik arah karena akan bertabrakan dengan

orang yang berada dibelakang

8) Bila terpaksa harus menerobos kepulan asap maka tahanlah napas dan dengan

cepat menuju pintu darurat

Saat pengungsian di luar gedung:

1) Pusat berkumpulnya pengungsi ditentukan ditempat

2) Setiap pengungsi diminta senantiasa tertib dan teratur

3) Petugas evakuasi dari setiap kantor diminta mencatat karyawan yang menjadi

tanggung jawabnya

4) Apabila terdapat orang yang terluka, laporkan pada petugas medis

5) Jangan kembali ke dalam gedung sebelum tanda aman diumumkan

Untuk Petugas Evakuasi

Page 16: Disaster Plan

1) Mencari penghuni atau siapa saja, dimana pada saat terjadi kebakaran ada di

lantai tersebut, terutama di dalam ruangan tertutup, dan memberitahukan

untuk segera melakukan evakuasi

2) Memeriksa jalan, meyakinkan jalan aman, tidak ada bahaya/hambatan/jalan

tertutup

3) Memimpin para penghuni meninggalkan ruangan, mengatur dan memberi

petunjuk tentang rute dan arus evakuasi menuju assembly point melalui jalan

dan tangga darurat

4) Melaksanakan tugas evakuasi sesuai prosedur, yaitu:

Melarang berlari, hanya berjalan cepat dan tidak saling mendahului

Mengingatkan agar tidak membawa barang besar dan berat

Melarang kembali ke gedung untuk mengambil barang yang tertinggal

5) Mengadakan checking jumlah penghuni untuk meyakinkan tidak ada orang

yang tertinggal

6) Menghitung dan mengevaluasi korban yang terluka jika ada

d. Pasca Bencana

Rehabilitatif

Fase rehabilitasi umumnya berlangsung selama 1 bulan dan diikuti fase rekontruksi

selama 6 bulan. Tahapan pada fase ini adalah:

a. inventarisasi dan dokumentasi kerusakan sarana dan prasarana sumber daya,

kerusakan lingkungan, korban jiwa, dan perkiraan kerugian yang ditimbulkan;

b. merencanakan dan melaksanakan program pemulihan, berupa: rehabilitasi,

rekonstruksi atau pembangunan baru sarana dan prasarana sumber daya air; dan

memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar fisik, pendidikan, kesehatan, kejiwaan,

ekonomi, sosial, budaya, keamanan, lingkungan, prasarana transportasi,

penyusunan kebijakan dan pembaharuan struktur penanggulangan bencana di

pemerintahan.

Rekonstruksi

Page 17: Disaster Plan

Fase ini meliputi pembangunan prasarana dan pelayanan dasar fisik, umum,

pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, lingkungan,

pembaharuan rencana tata ruang wilayah, sistem pemerintahan dan lainnya yang

memperhitungkan faktor risiko bencana.