disaster management
DESCRIPTION
This Final Exam By IIn IskandarTRANSCRIPT
IDENTIFIKASI RISIKO BENCANA DAN PERENCANAAN LANGKAH MITIGASI
DENGAN PENDEKATAN DISASTER MANAGEMENT PADA SISTEM DISTRIBUSI BAHAN BAKAR
PT. INDONESIA POWER UNIT BISNIS PEMBANGKIT PERAK-GRATI
(PLTGU GRATI)
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Studi Diploma Empat dan
Memperoleh Gelar Sarjana Sain Terapan
Oleh:
Iin Iskandar (6503.040.025)
PROGRAM STUDI TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2007
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui oleh Tim Penguji Tugas Akhir Tanggal Ujian : 28 Juni 2007
Periode Wisuda : September 2007
Dosen Penguji
1. Projek Priyonggo S.L, ST., MT. (……………………………….)
2. Mirna Apriani, ST. (……………………………….)
3. Arief Subekti, ST. (……………………………….)
4. Indri Santiasih, S.KM. (……………………………….)
Dosen Pembimbing
1. Mirna Apriani, ST. (……………………………….)
2. Galih Anindita, ST. (……………………………….)
Program Studi D4 Teknik Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Mengetahui/Menyetujui Ketua Program Studi,
Projek Priyonggo S.L, ST., MT. NIP. 131 792 970
ABSTRAK Tingkat kesadaran setiap organisasi internasional terhadap bencana semakin
ditingkatkan, karena bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia baik dari segi material, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah Disaster Management. Tahapan pada Disaster Management diantaranya adalah Risk Assessment dan Readiness Assessment. Pada Risk Assessment akan diidentifikasi tingkat resiko dari setiap kejadian dengan menggunakan HAZOP dan kemudian dilakukan Readiness Assessment, setelah diketahui kesiapan dari perusahaan, maka akan dilakukan langkah mitigasi untuk mengurangi efek dari bencana.
Hasil identifikasi dengan HAZOP, didapatkan bahwa bencana dari sistem distribusi bahan bakar yang tergolong dalam kategori resiko paling tinggi adalah terjadi pelepasan bahan bakar di laut, potensi kebakaran, kerusakan tangki, bahan bakar tidak mengalir ke ruang bakar, penyumbatan pada saluran bahan bakar dan kegagalan proses pembakaran. Hasil dari CAR checklist untuk penilaian kesiapan didapatkan prosentase jawaban untuk fully capable 15%,very capable 41 %, generally capable 15%, marginally capable 3% dan not capable 3%.
Hal ini menunjukan bahwa diperlukan langkah mitigasi. Mitigasi yang dilakukan secara non struktural yaitu menyusun prosedur sistem perawatan, mengadakan pelatihan perawatan, melaksanakan dan mengendalikan prosedur sistem perawatan, training, perencanaan, dan kegiatan, latihan, evaluasi, serta perbaikan. Mitigasi secara struktural yaitu pemasangan alat pengaman seperti safety valve, relive valve, stang plem, flow meter, level transmitter, pressure indicator, temperature indicator, fire detector, alarm, fire fighting, fire hydrant, flame detector, tanggul, vibration monitor, deferential strainer, dan suction pump Kata kunci : Disaster Management, mitigation, Risk Assessment, Readiness
Assessment
i
ABSTRACT
Class consciousnesses in international organization to prevent disaster are more increase. Which disaster is a serious disturbance of the functioning of a community or society causing wide spread human, material, economic, or environment losses which exceed the ability of the affected community or society to cape using its own resource.
The approach which is applied in this research is disaster management. Disaster management has many phases which are risk assessment and readiness assessment. In risk assessment phase it measures the disaster risk scale by using HAZOP and than it is followed by readiness assessment, after knowing the readiness of the company it will be followed by the assessment of mitigation steps to decrease the impact of disaster
Result identification with HAZOP, are to knowing that potential disaster of fuel distribution system, are classified into high category is releasing fuel into the ocean, explosion potential, tank damage, fuel cannot flow into in combustion chamber, gagging at fuel channel, and failure process combustion. Results for CAR checklist are percentage between fully capable 15%, very capable 41 %, generally capable 15%, marginally capable 3% and not capable 3%.
This is show if needed mitigation steps. The unstructured mitigation is compiling maintenance procedure, performing maintenance training, executing and control maintenance procedure, training, planning, and drill, evaluation also recovery. A structural mitigation are to apply safeguard such as safety valve, relive valve, stang plem, flow meter, level transmitter, pressure indicator, temperature indicator, fire detector, alarm, fire fighting, fire hydrant, flame detector, dike, vibration monitor, deferential strainer, and suction pump
Key word : Disaster Management, mitigation, Risk Assessment, Readiness
Assessment
ii
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik sebagai persyaratan kelulusan
program Diploma Empat Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya – Institut Teknologi Sepuluh
Nopember Surabaya. Keberhasilan penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Orang tua ku tercinta Ayah, Ibu Kemy, Bapak dan Ibu Lilik yang banyak
memberikan dukungan moral, materil serta doa.
2. Suami "Cai" ku yang memberi semangat dan bantuanya.
3. Adik ku yang. yang memberi semangat.
4. Semua Keluarga besarku banyak memberikan dukungan dan doa.
5. Bapak Projek Prijonggo SL, ST. MT, Ketua Program Studi Teknik
Keselamatan dan Kesehatan Kerja PPNS – ITS.
6. Ibu Mirna Apriani, ST selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar
membantu mengarahkan dan membimbing penulis selama mengerjakan
tugas akhir.
7. Ibu Galih Anindita, ST. selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar
membantu mengarahkan dan membimbing penulis selama mengerjakan
tugas akhir.
8. Bagi semua karyawan PT. Indonesia Power yang telah membantu,
mengarahkan, membimbing dan memberikan ilmu kepada penulis
selama pengambilan data
9. Rekan – rekan ( Bar- bar K3 2003) senasib dan seperjuangan yang saling
membantu dan memotivasi serta memberikan doa selama pengerjaan
tugas akhir.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
iii
Penulis menyadari bahwa pada penulisan tugas akhir ini terdapat
kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun dalam penulisan tugas akhir ini sangat penulis harapkan.
Akhirnya, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat memberikan
manfaat yang positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di
Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPNS-ITS) serta
menambah wawasan. Amien.
Surabaya, 20 juli 2007
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK .......................................................................................................... i
ABSTRACT........................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI....................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................... 2
1.4 Manfaat ............................................................................................. 3
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah............................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 4
2.1 Disaster ............................................................................................. 4
2.2 Disaster Management. ...................................................................... 6
2.2.1 Mitigation................................................................................. 6
2.2.2 Preparedness ......................................................................... 7
2.2.3 Respon……....…...................................................................... 7
2.2.4 Recovery……....…..... .............................................................. 7
2.2.5 Manajement bencana ............................................................... 8
2.3 Disaster Identification....................................................................... 8
2.4 Risk assessment ................................................................................. 9
2.5 Disaster risk assessment ................................................................... 13
2.6 Hazard and Operability Studies (Hazop).......................................... 13
v
2.7 Readiness Assessment ....................................................................... 16
2.8 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen ................................ 17
2.8.1 Pengujian validitas instrumen .................................................. 18
2.8.2 Pengujian reliabilitas instrumen............................................... 19
2.9 Proses Produksi Sistem Distribusi Bahan Bakar.............................. 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 22
3.1 Tahap Pendahuluan ......................................................................... 22
3.1.1 Perumusan masalah dan tujuan penelitian .............................. 22
3.1.2 Studi literatur............................................................................ 22
3.1.3 Studi lapangan.......................................................................... 22
3.2 Tahap Identifikasi.............................................................................. 22
3.2.1 Risk assessment ........................................................................ 23
3.2.2 Readiness assessment............................................................... 23
3.2.2.1 Pengujian validitas dan reliabilitas ....................................... 23
3.3 Tahap Mitigasi .................................................................................. 23
3.4 Tahap Penarikan Kesimpulan dan Saran........................................... 24
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA .......................... 26
4.1 Disaster Identification....................................................................... 26
4.2 Risk assessment ................................................................................. 26
4.3 Hazard and Operability Studies (Hazop).......................................... 30
4.4 CAR Checklist ................................................................................... 30
4.4.1 Pengujian validitas ................................................................... 30
4.4.2 Pengujian reliabilitas................................................................ 43
4.5 Readiness Assessment ....................................................................... 43
BAB V ANALISA DAN MITIGASI................................................................ 48
5.1 Analisa Risk assessment .................................................................... 48
5.1.1 Analisa pipa aliran bahan bakar (00EGE11) ......................... 48
5.1.2 Analisa tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)........... 50
5.1.3 Analisa transfer fuel pump....................................................... 51
5.1.4 Analisa main fuel oil pump ...................................................... 51
vi
5.1.5 Analisa pipa aliran bahan bakar (12EGE10) ......................... 51
5.1.6 Analisa fuel nozzle system ....................................................... 52
5.2 Analisa Readiness assessment. ......................................................... 53
5.3 Risk Mitigation ......................................................................... 57
5.3.1 Mitigasi non struktural ............................................................. 57
5.3.1.1 Analisa non struktural berdasarkan CAR checklist ..... 58
5.3.1.2 Analisa non struktural berdasarkan HAZOP................ 61
5.3.2 Mitigasi struktural .................................................................... 65
5.3.2.1 Mitigasi struktural pipa aliran bahan bakar ................ 65
5.3.2.2 Mitigasi struktural tangki penyimpanan bahan bakar . 66
5.3.2.3 Mitigasi struktural transfer fuel pump.......................... 67
5.3.2.4 Mitigasi struktural main fuel oil pump ......................... 68
5.3.2.5 Mitigasi struktural pipa aliran bahan bakar ................ 68
5.3.2.6 Mitigasi struktural fuel nozzle system .......................... 69
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 70
6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 70
6.2 Saran.................................................................................................. 75
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 77
LAMPIRAN....................................................................................................... 78
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Table 2.1 Tabel HAZOP ................................................................................... 14
Table 2.2 Kategori Akibat (severity)................................................................. 15
Table 2.3 Kategori probabilitas (likelihood) ..................................................... 16
Table 2.4 Matriks Prioritas................................................................................ 16
Table 2.5 Kategori Jawaban CAR Checklist..................................................... 16
Tabel 2.6 Kriteria Penafsiran ............................................................................ 19
Tabel 4.1 Daftar Pembagian Study Node dan Intention .................................... 27
Tabel 4.2 Rekapitulasi HAZOP pada StudyNode1 ........................................... 27
Pipa Aliran Bahan Bakar (00EGE11)
Tabel 4.3 Rekapitulasi HAZOP pada StudyNode4 ........................................... 28
Tangki Penyimpanan Bahan Bakar (00EGE13)
Tabel 4.4 Rekapitulasi HAZOP pada StudyNode6 ........................................... 28
Transfer Fuel Pump
Tabel 4.5 Rekapitulasi HAZOP pada StudyNode7 ........................................... 28
Main Fuel Oil Pump
Tabel 4.6 Rekapitulasi HAZOP pada StudyNode8 ........................................... 29
Pipa Aliran Bahan Bakar (12EGE10)
Tabel 4.7 Rekapitulasi HAZOP pada StudyNode9 ........................................... 29
Fuel Nozzle System
Tabel 4.8 Hasil Penilaian Kesiap-Siagaan ........................................................ 43
Tabel 5.1 Nilai Mayoritas pada Program Manajemen ..................................... 56
Tabel 5.2 Daftar CAR Checklist dan Langkah Perbaikan ................................ 58
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Konsep Terjadinya Bencana.......................................................... 4
Gambar 2.2 Empat Fase Pada Emergency Management .................................. 6
Gambar 2.3 Konsep Manajement Bencana....................................................... 8
Gambar 2.4 Proses Manajement Resiko ........................................................... 12
Gambar 2.5 Proses Produksi PLTGU Grati ...............................................................12
Gambar 3.1 Flowchart Metodologi Penelitian.................................................. 25
Gambar 4.1 Grafik Penilaian Kesiap-siagaan ................................................... 44
ix
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 P&IDs Sistim Distribusi Bahan Bakar
Lampiran 2 Hasil Identifikasi HAZOP
Lampiran 3 Pengujian Validitas
Lampiran 4 Pengujian Reliabilitas
Lampiran 5 Specification High Speed Diesel
Lampiran 6 Prosedur Kesiagaan dan Tanggap darurat
Lampiran 7 Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari
Kapal/Tongkang
Lampiran 8 Instruksi kerja Kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari
Tangki Timbun
Lampiran 9 CAR Checklist
x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingkat kesadaran setiap organisasi internasional terhadap bencana
semakin ditingkatkan (Mitchell, 1996). Hal ini disebabkan karena bencana
merupakan peristiwa yang dapat dialami oleh setiap organisasi atau sistem
yang dapat menggangu proses operasional normal organisasi atau sistem
tersebut dan bencana dapat terjadi kapan saja pada saat yang tidak dapat
diperkirakan dengan pasti. Dalam perkembangannya industri memberikan
manfaat bagi kehidupan manusia seperti menyerap tenaga kerja, menghasilkan
produk yang dibutuhkan oleh manusia dan sebagainya. Namun disamping itu
proses produksi yang dijalankan dengan menggunakan teknologi dan bahan-
bahan yang membahayakan kehidupan, apabila hal tersebut tidak dapat
dikelola dengan baik maka tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan
gangguan, penurunan kualitas hidup, sampai terjadi bencana. Beberapa
kejadian bencana pada industri seperti Bhopal, Minamata, Petrowidada dan
Lapindo ini akan menjadi pengalaman yang tidak ternilai bagi manusia.
Bencana industri ini secara garis besar memiliki dampak yang merugikan pada
industri, sistem bangunan dan infrastruktur, serta dampak terhadap orang di
sekitar kawasan industri. Selain itu bencana juga dapat berdampak pada
lingkungan seperti kontaminasi udara, air, dan tanah yang menyebabkan
daerah-daerah tersebut tidak dapat dihuni kembali oleh manusia dan makhluk
hidup yang lainnya.
PT. Indonesia Power memiliki 8 Unit Bisnis Pembangkitan salah
satunya Unit Bisnis Pembangkitan Perak dan Grati. Unit PLTGU Grati ini
menggunakan 2 macam bahan bakar yaitu gas (BBG) dan minyak (BBM).
Tetapi karena gas belum masuk, maka unit ini sekarang menggunakan bahan
bakar minyak berupa residu (Heavy Fuel Oil). Bahan bakar berupa residu
tersebut dikirim melalui laut dari fasilitas lepas pantai dengan menggunakan
kapal tanker/tongkang milik Pertamina. Kapal tanker/ tongkang tersebut akan
merapat ke Buoys (sekitar 4 km dari pantai) dan memompa bahan bakar ke
1
tangki persediaan/ storage tank melalui pompa Main Fuel Oil Pump. Bahan
bakar tersebut nantinya akan di pompa untuk disalurkan ke nozzle ruang bakar
sehingga terjadi proses pembakaran. Selama proses pendistribusian bahan
bakar tersebut diperlukan pengawasan yang ketat baik di darat dan di laut. Hal
ini karena proses tersebut rawan akan bahaya (seperti bahaya kebakaran,
ledakan, pencemaran lingkungan, dan lain-lain) juga untuk menghindari
beberapa kemungkinan bencana lain yang tidak teridentifikasi dan tertangani
dengan baik yang dapat mengganggu proses produksi dan lingkungan
sekitarnya.
Oleh karena itu penanggulangan bencana menjadi hal yang sangat
penting, meskipun bencana tersebut tidak dapat dihindari. Dengan pendekatan
Disaster Management diharapkan PT. Indonesia Power khususnya pada
PLTGU unit Grati memiliki kesiaptanggapan dalam menghadapi
kemungkinan terjadinya bencana. Sehingga akibat yang merugikan dari suatu
bencana dapat diminimalisir melalui tindakan pencegahan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang akan
dibahas adalah :
1. Bagaimana mengidentifikasi potensi bencana dan penyebabnya serta
dampak timbulnya bencana tersebut
2. Bagaimana menentukan dan mengevaluasi tingkat resiko bencana yang
terjadi berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan.
3. Bagaimana mengidentifikasi dan merencanaan langkah-langkah untuk
mereduksi dampak dari bencana (mitigasi).
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam perencanaan ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi bencana apa saja yang mungkin terjadi dan penyebabnya
serta dampak dari timbulnya bencana tersebut.
2
2. Menentukan dan mengevaluasi tingkat resiko bencana yang terjadi
berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan.
3. Mengidentifikasi dan merencanaan langkah-langkah untuk mereduksi
dampak dari bencana (mitigasi).
1.4 Manfaat
Manfaat yang didapatkan dengan adanya perencanaan ini antara lain:
1. Memberikan kapabilitas untuk mengukur risiko terjadinya bencana dan
memberikan gambaran mengenai bencana yang dapat terjadi.
2. Memberikan kemampuan kepada Direksi dan Manajement untuk memberi
prioritas, memfokuskan kegiatan serta pengendalian risiko bencana.
1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
Ruang lingkup dan batasan masalah pada perencanaan ini adalah :
1. Penelitian dilakukan di Turbine Gas Open Cycle (Blok II) PLTGU Grati
pada proses distribusi bahan bakar (mulai dari kapal tongkang sampai
digunakan pada fuel nozzle system).
2. Penelitian hanya dilakukan sampai tahap Mitigation
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Disaster
Disaster atau yang berarti bencana merupakan suatu gangguan serius
terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian
yang meluas pada kehidupan manusia baik dari segi material, ekonomi atau
lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan
untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri (ISDR,
2004). Sedangkan menurut Graham (2001) bencana tersebut dapat disebabkan
oleh alam, sosial, dan bahaya teknologi (Technological Hazard).
Kerentanan
Resiko Bencana
Kejadian
Bencana
Bahaya
Gambar 2.1 Konsep Terjadinya Bencana
(Sumber : [email protected])
Gambar diatas menjelaskan konsep terjadinya bencana. Dimana
bencana akan terjadi bila terdapat bahaya dan kerentanan dalam suatu sistem,
yang kemudian tidak dihadapi dengan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan
dari sistem tersebut dalam menghadapi timbulnya suatu resiko bencana.
Apabila telah terjadi kejadian (Event) maka hal itu dapat dikatakan sebagai
bencana.
NFPA 1600 (2004) mengklasifikasikan bencana menjadi 2 yaitu:
1. Bencana Alam
a) Bahaya Geologi
4
- Gempa bumi
- Tsunami
- Gunung meletus
- Tanah longsor
- Gletser
b) Bahaya Meteorogi
- Banjir
- Musim kemarau
- Kebakaran hutan
- Hujan salju dan hujan es
- Angina topan, angin puyuh, angin tropis, debu/badai pasir
- Temperatur ekstrem (panas, dingin)
- Kelaparan
c) Bahaya Biologi
- Bencana yang berdampak pada manusia dan hewan (cacar, anthrax,
penyakit mulut)
- Kerumunan binatang atau serangga
2. Kejadian Dikarenakan Manusia
a) Ketidaksengajaan
- Tumpahan atau pelepasan bahaya material (kimia, radiologi,
biologi)
- Ledakan/kebakaran
- Kecelakaan transportasi
- Gedung/ struktur yang jatuh
- Kegagalan energi/kekuatan
- Kekurangan bahan bakar/ sumber
- Polusi udara/air, kontaminasi
- Struktur control air/bendungan/kegagalan level
- Persoalan keuangan, penurunan ekonomi, inflasi, jatuhnya sistem
keuangan
- Gangguan pada sistem komunikasi
5
b) Disengaja
- teroris
- sabotase
- kejahatan
- perang
2.2 Disaster Management
Disaster management (Emergency management) adalah sekumpulan
kebijakan dan keputusan-keputusan administratif dan aktivitas-aktivitas
operasional yang berhubungan dengan berbagai tahapan dan semua tingkatan
bencana (UNDP, 1992). Disaster management merupakan suatu kesatuan fase
penanggulangan bencana yang didalamnya terdapat fase risk mitigation,
preparedness, respon, dan recovery.
Gambar 2.2 Empat Fase Pada Emergency Management (Sumber : www.wikipidia.org)
2.2.1 Mitigation
Mitigation adalah aktivitas yang dilakukan untuk mengeliminasi atau
mereduksi kemungkinan terjadinya unexpected event, atau mereduksi
konsekuensi atau akibat yang meliputi tindakan pengurangan resiko jangka
panjang (NFPA 1600, 2004). Didalam Mitigation ini dilakukan
pengidentifikasian resiko yang dapat terjadi, mekanisme timbulnya dan
mengestimasi tingkat resiko serta memprioritaskan resiko tersebut.
Penentuan/pengidentifikasian ini dilakukan dengan Risk Assessment. Mitigasi
dilakukan memandang dua aspek yaitu :
6
1. Mitigasi Struktural
Rekomendasi yang diberikan meliputi segala sesuatu yang berbentuk
fisik seperti perbaikan mesin.
2. Mitigasi non Struktural
Rekomendasi yang diberikan meliputi segala sesuatu yang tidak
berbentuk atau mengenai sistem manajemen. Mitigasi non struktural
meliputi :
- Kelembagaan
- Prosedur
- Peraturan perundang-undangan
- Perencanaan
- Pendidikan dan pelatihan
- Penelitian dan pengajian
- Peningkatan kewaspadaan
2.2.2 Preparedness
Preparedness adalah aktivitas yang dirancang untuk meminimalisir
kerugian dan kerusakan kehidupan, mengorganisir pemindahan sementara
orang-orang dan properti dari lokasi yang terancam, dan memfasilitasi secara
tepat dan penyelamatan yang efektif, pemulihan, dan rehabilitasi (UNDP,
1992).
2.2.3 Respon
Respon adalah tindakan yang diambil sebagai tanggapan atau reaksi
terhadap terjadinya bencana.
2.2.4 Recovery
Recovery adalah tindakan-tindakan atau keputusan-keputusan yang
diambil setelah terjadi satu bencana dengan maksud untuk memulihkan
kondisi kehidupan sebelumnya dari suatu masyarakat yang terkena bencana
(UNDP, 1992)
7
2.2.5 Manajemen bencana
Berikut ini adalah gambar dari konsep menajemen bencana dimana
dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini.
kesiapsiagaan
Mitigasi
Pencegahan
Pembangunan
Tanggap darurat
Pemulihan
Bencana
Tahap pengurangan resiko sebelum bencana
Tahap pemulihan/penangganan pasca bencana
Gambar 2.3 Konsep Manajement Bencana
(Sumber : [email protected])
Pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan dilakukan sebelum terjadi
bencana dengan tujuan untuk mengurangi resiko apabila terjadi bencana,
kemudian dapat pula kita lihat bahwa kegiatan tanggap darurat, pemulihan dan
pembangunan dilakukan disaat setelah terjadinya bencana dengan tujuan
untuk segera memulihkan kondisi pasca bencana. Sehingga dengan adanya
disaster menegement ini diharapkan nantinya akan didapatkan langkah untuk
meminimalisasi akibat yang merugikan dari suatu bencana.
2.3 Disaster Identification
Di dalam disaster identification dilakukan pengidentifikasian resiko
yang dapat terjadi dalam suatu proses produksi, mekanisme timbulnya resiko
dan mengestimasi level resiko serta memprioritaskan tingkat resiko tersebut.
Penetuan pengidentifikasian ini dilakukan dengan Risk Assessment dan
Readiness Assessment.
8
2.4 Risk Assessment
Resiko menurut The Standard Australia New Zealand (1999) adalah
suatu kemungkinan dari suatu kejadian yang tidak diinginkan yang akan
mempengaruhi suatu tujuan. Resiko dapat dibedakan menjadi beberapa jenis
diantaranya adalah:
1. Operational Risk
Resiko yang berhubungan dengan operasional organisasi
perusahaan, meliputi kejadian resiko yang berhubungan dengan sistem
organisasi, proses kerja, teknologi dan sumber daya manusia.
2. Financial Risk
Resiko yang berdampak pada kinerja keuangan perusahaan.
3. Hazard Risk
Resiko kecelakaan fisik seperti kejadian resiko sebagai akibat
bencana alam, berbagai kejadian atau kerusakan yang menimpa harta
perusahaan dan adanya ancaman pengerusakan.
4. Strategy Risk
Meliputi kejadian resiko yang berhubungan dengan strategi
perusahaan, politik ekonomi, peraturan perundang-undangan, pasar bebas,
resiko yang berkaitan dengan reputasi perusahaan, kepemimpinan dan
termasuk perubahan keinginan pelanggan.
Risk Assessment menurut ISDR (2004) adalah sebuah aktivitas
manajemen yang melibatkan aktivitas seperti pendefinisian masalah,
penganalisaan, dan pengambilan keputusan. Pendefinisian masalah merupakan
proses menentukan apa yang akan di nilai dan direncanakan untuk melakukan
penilaian tersebut. Penilaian dan penganalisaan melibatkan berbagai informasi
di aspek resiko seperti kejadian, kemungkinan dan dampak. Pengambilan
keputusan merupakan proses perangkingan resiko atau kriteria atau parameter
spesifik yang kemudian dilakukan penentuan resiko mana yang terpilih.
Risk Assessment mengidentifikasikan bahaya yang mungkin terjadi
beserta ancaman dan resiko yang mungkin akan berpengaruh pada entity atau
area sekitarnya (NFPA 1600, 2004). Risk Assessment diaplikasikan untuk
9
mengetahui proses resiko dengan menggunakan metode sistematis dan
menurut Adrew & Mass (2002) proses ini terbagi atas 4 tahapan yaitu :
1. Identifikasi potensi hazard
Hazard merupakan kondisi yang mungkin berpotensi mengalami
kejadian yang tidak diinginkan. Tahapan penting untuk mengidentifikasi
bahaya apa saja yang muncul, mengapa dan bagaimana bahaya tersebut
dapat terjadi. Pengidentifikasian secara komprehensif menggunakan proses
yang terstruktur dan sistematis sangat diperlukan pada tahap ini karena
ditakutkan bila terdapat bahaya potensial yang belum teridentifikasi maka
tidak dapat diteliti lebih lanjut. Untuk mendeteksi adanya bahaya antara
lain adalah melalui observasi dan analisa sistem yang akan diamati,
interaksi langsung dengan objek yang akan dikelola bahayanya dan
wawancara dengan pihak yang kompeten.
2. Estimasi consequence tiap hazard
Consequence merupakan suatu akibat dari suatu kejadian yang
biasanya diekspresikan sebagai kerugian dari suatu kejadian. Sehingga
consequence dihitung dari biaya kerugian yang dialami dalam suatu
periode waktu suatu kejadian. Consequence jumlah orang yang terkena
dampak dari kejadian, kerusakan peralatan, kerugian material, dll.
Consequence analysis merupakan daftar kasus failure dari hasil hazard
identification yang akan mendefinisikan sekumpulan kejadian yang tidak
diinginkan yang akan menyebabkan kefatalan.
3. Estimasi probability kejadian tiap hazard
Mengestimasi probability merupakan tahap menilai atau menafsirkan
kemungkinan dari suatu kejadian yang tidak diinginkan terjadi (unwanted
event) yang dapat mengakibatkan bencana biasanya digunakan data
historis untuk mengestimasi bahaya tersebut. Perhitungan kemungkinan
atau peluang yang sering digunakan adalah frekuensi.
4. Evaluasi resiko
Analisa resiko meliputi pertimbangan mengenai sumber resiko,
kemungkinan konsekuensi maupun kemungkinan dari resiko tersebut.
Dalam tahap ini faktor yang mempengaruhi konsekuensi dan kemungkinan
10
dapat diidentifikasi. Resiko dianalisis dengan mengkombinasikan
konsekuensi dan kemungkinan dari risiko.
Ada beberapa variasi teknik yang digunakan untuk menentukan tingkat
risiko yaitu kualitatif maupun kuantitatif. Prakteknya kualitatif sering
digunakan pertama kali untuk mendapatkan indikasi umum level resiko,
namun nantinya penilaian kuantitatif juga diperlukan untuk memberi analisa
yang spesifik. Analisa kuantitatif menggunakan kata-kata deskriptif dengan
skala tertentu untuk menjelaskan magnitude dari suatu konsekuensi potensial
dan kemungkinan munculnya konsekuensi tersebut. Untuk menghindari
penilaian subjektif penentuan likelihood dan consequence digunakan sumber
informasi yang terbaik dari hasil wawancara dengan pihak yang kompeten.
Analisa kualitatif digunakan :
a) Sebagai aktivitas penyaringan awal pengidentifikasian resiko yang
membutuhkan analisa lebih detail.
b) Bila tingkat resiko tidak mencangkup usaha dan waktu yang dibutuhkan
untuk analisa lebih lanjut.
c) Bila data angka tidak tersedia.
Analisa kuantitatif menggunakan nilai numberik (bukan skala
deskriptif seperti kualitatif) untuk masing-masing likelihood dan consequence
menggunakan data dari berbagai sumber. Analisa kualitatif ini tergantung dari
keakuratan dan kelengkapan data yang digunakan. Hasil evaluasi berupa
daftar tingkat prioritas untuk tindakan lebih lanjut. Dalam mengevaluasi resiko
juga perlu dipertimbangkan tujuan dari perusahaan dan kesempatan yang
mungkin muncul. Jika resiko berada pada low risk maka resiko dapat diterima
dan ditanggani dengan cara minimal, jika tidak maka resiko tersebut perlu
penanganan lebih lanjut.
11
Penetapan ruang lingkup: - Ruang lingkup strategi
perusahaan - Ruang lingkup organisasi
perusahaan - Ruang lingkup manajemen - Penetuan kriteria - Penentuan struktur
Identifikasi resiko: - Identifikasi resiko apa yang
terjadi - Bagaimana resiko itu dapat
muncul
Evaluasi resiko: - Perbandiangn kriteria resiko - Membuat prioritas resiko
Menanggapi resiko: - Mengidentifikasi pilihan
penangganan - Mengevaluasi pilihan
penangganan - Memilih penangganan - Menyiapkan rencana
penangganan - Mengimplementasi
penangganan
Resiko diterima
Kom
unik
asi d
an k
onsu
ltasi
Pengawasan dan telaah
Analisa resiko Menentukan
LikelihoodMenentukan Consequence
Menentukan nilai resiko
Ya
Tidak
Gambar 2.4 Proses Manajement Resiko (Standards, Australia 1999)
Pengendalian resiko merupakan suatu proses untuk mengantisipasi
resiko agar seluruh kegiatan yang terintegrasi dalam proses bisnis dapat
12
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan tingkat risiko yang
sekecil atau seminimal mungkin, sehingga diharapkan dapat diperoleh hasil
yang optimal. Beberapa pilihan yang dapat dilakukan untuk pengendalian
resiko menurut Standartd Australia (1999):
a) Menghindari resiko (avoid the risk)
b) Mengurangi likelihood dari kemunculan resiko
c) Mengurangi concequence
d) Mentransfer resiko (transfer the risk)
e) Mengkontrol resiko (retain the risk)
Pilihan mana yang akan diambil bergantung pada keinginan manajemen dan
tingkat resiko yang dihadapi oleh perusahaan.
2.5 Disaster Risk Assessment
Pihak manajemen perlu melakukan pengambilan keputusan bagaimana
mengidentifikaasi dan menentukan resiko bencana. Disaster Risk Assessment
menurut ISDR (2004) adalah proses mengumpulkan dan menganalisa
informasi tentang kemungkinan (likelihood) dan keseriusan (severity) dari
resiko bencana. Proses ini termasuk membuat keputusan yang dibutuhkan
untuk mencegah atau mengurangi resiko bencana. Pada perencanaan ini
metode yang digunakan untuk analisa atau identifikasi resiko bencana adalah
HAZOP (Hazard and Operability Studies).
2.6 Hazard and Operability Studies (HAZOP)
Hazard and Operability Studies (HAZOP) telah diperkenalkan untuk
pertama kalinya pada tahun 1960-an di Inggris oleh Divisi Petrochemical-
Imperial Chemical (ICI) yang digunakan khusus untuk keperluan industri
kimia. Hazard and Operability Studies (HAZOP) merupakan salah satu
metode PHA (Preliminary Hazard Analysis) yang sistematis, teliti dan
terstruktur untuk mengidentifikasi (dan assesment) berbagai masalah yang
mengganggu jalannya proses dan bahaya-bahaya yang terdapat pada suatu
equipment yang dapat menimbulkan resiko merugikan bagi manusia dan atau
fasilitas plant serta lingkungan atau sistem yang ada. Dengan kata lain metode
13
ini digunakan sebagai upaya pencegahan, sehingga proses yang berlangsung
disatu plant atau sistem dapat berjalan dengan lancar dan aman.
Table 2.1 Tabel HAZOP
Hazard
Category Guide Word Deviation Cause Concequence Safeguard
S L R Recommendation
Guide word merupakan kata-kata yang dipergunakan untuk membantu
mengarahkan jalannya diskusi pada saat meninjau suatu parameter proses atau
membantu brainstorming saat mengidentifikasi bahaya proses (contoh : no,
more, less, high, dan lain-lain), disini juga terdapat parameter sebagai rujukan
atau ukuran proses tertentu yang ditinjau (contoh : temperatur, pressure, flow,
dan lain-lain). Deviation merupakan penyimpangan proses dari design intent
yang ada, ini merupakan gabungan antara guideword dengan parameter
(contoh : high pressure, low flow, dan lain-lain). Cause berisi alasan yang
dikemukakan mengapa suatu penyimpangan dapat terjadi. Consequense berisi
akhibat atau konsekuensi yang dihasilkan jika terjadi penyimpangan.
Safeguard adalah peralatan yang ditambahkan untuk pengendalian dan
pengaman serta sistim yang dibuat secara administratif untuk mencegah suatu
penyimpangan terjadi atau mengurangi consequence yang terjadi sebagai
akibat penyimpangan (deviation). Hazard Category merupakan analisa resiko
mencangkup pertimbangan mengenai sumber resiko, kemungkinan
konsekuensi maupun kemungkinan dari resiko tersebut, disini juga terdapat
severity (S) merupakan suatu akhibat dari suatu kejadian yang biasanya
diekspresikan sebagai kerugian dari suatu kejadian, likelihood (L) merupakan
tahap menilai atau menafsirkan kemungkinan dari suatu kejadian yang tidak
diinginkan terjadi (unwanted event) yang dapat mengakibatkan bencana
biasanya digunakan data historis untuk mengestimasi bahaya tersebut, dan
Risk rating (R) merupakan nilai atau bobot resiko yang ada, dimana terjadi
perkalian antara severity dengan likelihood yang nantinya akan diketahui level
14
dari resiko tersebut dari matriks level resiko. Kolom terakhir berupa
recommendation yang berisi rekomendasi untuk perubahan design, prosedur
operasi atau untuk studi lebih lanjut.
Table 2.2 Kategori Akhibat (Severity)
Tingkat (rating)
Definisi akhibat (definition of severity)
High high (HH)
Kematian, system shutdown, limbah/kerusakan keluar dari wilayah perusahaan dengan efek yang merugikan, biaya perbaikan yang dikeluarkan >$ 1,000,000
High (H)
Luka berat dengan kehilangan jam kerja, terjadi kegagalan pada sistem (system abort) yang mengakhibatkan stop produksi (7 hari atau lebih), limbah/kerusakan keluar wilayah perusahaan tetapi tidak efek yang merugikan, biaya perbaikan yang dikeluarkan >$ 200,000
Medium (M)
Kecelakaan kerja yang hanya butuh pertolongan medis tanpa kehilangan hari kerja, terjadi penurunan pada sistem (system degradation) yang mengakhibatkan stop produksi (1-7 hari), limbah/kerusakan menyebar didalam lingkungan perusahaan tetapi masih dapat diatasi meskipun lambat, biaya perbaikan yang dikeluarkan >$ 10,000
Low
(Sumber : PT.Indonesia Power mengadop Standards, Australia 1999)
(L) Pertolongan pertama atau perawatan medis sederhana, system tetap beroperasi atau stop produksi kurang 1 hari, limbah/kerusakan menyebar didalam wilayah perusahaan tetapi masih bisa diatasi dengan cepat, kerugian finansialyang dikeluarkan <$ 10,000
Table 2.3 Kategori Probabilitas (likelihood)
Tingkat (rating)
Definisi kemungkinan (definition of probability)
High high (HH)
Kasus telah terjadi atau sangat mungkin terjadi sepanjang umur pabrik
High (H)
Kasus sangat mungkin terjadi sepanjang umur pabrik
Medium (M)
Kasus dapat terjadi sepanjang umur pabrik
Low
(Sumber : Standards, Australia 1999) (L)
Kasus hampir tidak mungkin terjadi sepanjang umur pabrik
15
Tabel 2.4 Matriks Prioritas
Likelihood Consequence HH H M L HH 7 7 6 5 H 6 5 4 4 M 3 3 2 1 L 2 1 1 1
(Sumber : Standards, Australia 1999)
Keterangan :
Prioritas dibedakan atas 7 tingkat yaitu :
- Nilai 7 untuk prioritas paling tinggi (the highest priority level)
- Nilai 1 untuk prioritas paling rendah (the lowest priority level)
2.7 Readiness Assessment
Readiness Assessment dilakukan untuk mengetahui kesiap-siagaan
kondisi riil obyek penelitian yang berhubungan dengan bencana (disaster) dan
evaluasi terhadap sistim manajemen bencana yang terdapat ditempat
penelitian. Checklist digunakan untuk mengetahui kesiap-siagaan dan
kepedulian pihak manajemen terhadap bencana yang mungkin timbul. Standar
yang digunakan dalam pembuatan disaster management checklist ini adalah
CAR (Capability Assessment of Readiness) Emergency Management
Function. Sedangkan bentuk penyusunan pertanyaan dalam CAR checklist
akan ditunjukan pada lampiran. Kategori jawaban dari setiap pertanyaan yang
ada dalam CAR checklist adalah sebagai berikut
Tabel 2.5 Kategori Jawaban CAR Checklis
No. Kategori Jawaban Definisi 1. Not Capable Tidak ada kemajuan yang telah dicapai
2. Marginally Capable Beberapa kemajuan telah dicapai, tetapi dibutuhkan usaha yang sangat besar untuk mencapai kapabilitas/kemampuan secara total
3. Generally Capable Kapabilitas dasar telah dicapai dan dikembangkan tetapi masih memerlukan usaha untuk mencapai kapabilitas secara total
4. Very Capable Kapabilitas yang dicapai sudah berada pada tingkat tinggi dan hanya sedikit usaha untuk mencapai kapabilitas total
5. Fully Capable Kapabilitas total telah dicapai dan hanya memerlukan perawatan/pemeliharaan
6. Not Applicable (N/A) Tidak diaplikasikan pada pekerjaan
16
2.8 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Teknik penelitian merupakan teknik yang menggunaan alat dalam
mengukur atau mengumpulkan data. Dimana didalam suatu penelitian
dilakukan 2 tahapan yaitu:
a) Pengukuran dalam penelitian
Pengukuran dalam penelitian merupakan usaha memberikan nomor pada
benda-benda/peristiwa-peristiwa menurut aturan tertentu dengan menandai
nilai-nilai variabel dengan notasi bilangan. Dimana di dalam penelitian
terdapat syarat-syarat pengukuran yaitu:
- Reliabilitas
Pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh
kekonsistenan suatu alat untuk memberikan hasil yang sama dalam
mengukur hal atau subjek yang sama.
- Validitas
Untuk mengetahui seberapa jauh suatu alat ukur dapat mengukur
hal atau subjek yang akan diukur.
b) Alat-alat/instrumen pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada beberapa alat atau instrumen yang dapat kita
gunakan, seperti:
- Tes/soal tes
Sekumpulan pertanyaan atau latihan/alat lain yang digunakan
untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegensi,
kemampuan/bakat yang dimiliki oleh individu/kelompok.
- Kuesioner/angket
Daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk
memberikan respon sesuai dengan permintaan penelitian.
- Checklist
Suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang akan diamati
serta dapat menjamin bahwa peneliti mencatat tiap-tiap kejadian
sekecil apapun yang dianggap penting.
17
- Wawancara
Pengumpulan data yang digunakan untuk mengetahui informasi
dari responden secara lebih mendalam dengan jumlah responden
yang sedikit.
2.8.1 Pengujian validitas instrumen
Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh suatu
alat ukur dapat mengukur hal atau subjek yang akan diukur. Validitas adalah
suatu alat ukur yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat
ukur. Suatu data dapat dikatakan valid bila suatu instrumen atau alat yang
digunakan tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya
diukur dalam artinya bahwa validitas instrumen tersebut menunjukkan
ketepatan memilih alat ukur. Pengujian validitas instrumen dapat dilakukan
dengan analisa faktor, yaitu dengan mengkorelasikan antar skor item
instrumen dengan rumus Pearson Product Moment.
( ) ( )( )( ){ } ( ){ }2222 yynxxn
yx
∑−∑∑−∑
∑∑−∑=
xynrhitung
dimana : rhitung = koefisien korelasi
Σxi = jumlah skor item
Σyi = jumlah skor total (seluruh item)
n = jumlah responden
selanjutnya menghitung Uji t dengan rumus :
21
2
r
nrhitung
−
−=t
dimana : r = nilai rhitung
langkah berikutnya adalah dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel
dimana bila nilai thitung nilainya lebih besar dari ttabel maka dapat dikatakan
bahwa instrumen tersebut valid dan bila nilai thitung lebih kecil sama dengan
18
dari ttabel berarti instrumen tersebut tidak valid. Jika instrumen tersebut valid
maka dapat dilihat kriteria penafsiran menggunakan indeks korelasi (r)
Tabel 2.6 Kriteria Penafsiran
Nilai Keterangan
Antara 0,80-1,00 Sangat tinggi Antara 0,60-0,79 Tinggi Antara 0,40-0,59 Cukup tinggi Antara 0,20-0,39 Rendah Antara 0,00-0,19 Sangat rendah
2.8.2 Pengujian reliabilitas instrumen
Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh
kekonsistenan suatu alat untuk memberikan hasil yang sama dalam mengukur
hal atau subjek yang sama. Terdapat beberapa metode dalam pengujian
reliabilitas salah satunya yaitu Metode Belah Dua (Split Half Method).
Terdapat banyak item pertanyaan yang berjumlah genap agar dapat
dibelah. Terdapat dua cara membelah yaitu dengan membelah atas item-item
genap dan item-item ganjil dan membelah atas setengah item-item awal dan
setengah item-item akhir. Metode Belah Dua (Split Half Method) dapat
digunakan untuk menilai reliabilitas dari seluruh atau tiap-tiap item
pertanyaan. Langkah dalam pengujian reliabilitas dari Metode Belah Dua
(Split Half Method) yaitu dengan menghitung total skor dari seluruh
pertanyaan per responden, kemudian menghitung korelasi antara skor item
dengan Pearson Product Moment(rb).
( ) ( )( )( ){ } ( ){ }2222 yynxxn
yx
∑−∑∑−∑
∑∑−∑=
xynrhitung
dimana : rhitung = koefisien korelasi
Σxi = jumlah skor item
Σyi = jumlah skor total (seluruh item)
n = jumlah responden
selanjutnya menghitung reliabilitas dengan Spearman Brown dengan rumus:
b
b
rr
r+
=12
11
19
dimana : r11 = koefisien reliabilitas internal seluruh item
rb = korelasi Pearson Product Moment
langkah berikutnya adalah dengan membandingkan antara r11 dengan rtabel
dimana bila r11 lebih besar dari rtabel maka pernyataan tersebut reliabel dan bila
r11 lebih kecil dari rtabel maka pernyataan tersebut tidak reliabel.
2.9 Proses Produksi Sistem Distribusi Bahan Bakar
PT. Indonesia Power memiliki 8 Unit Bisnis Pembangkitan salah
satunya Unit Bisnis Pembangkitan Perak dan Grati. Unit PLTGU Grati ini
menggunakan 2 macam bahan bakar yaitu gas (BBG) dan minyak (BBM).
Tetapi karena gas belum masuk, maka unit ini sekarang menggunakan bahan
bakar minyak berupa residu (Heavy Fuel Oil). Bahan bakar berupa residu
tersebut dikirim melalui laut dari fasilitas lepas pantai dengan menggunakan
kapal tanker/tongkang milik Pertamina.
Gambar 2.5 Proses Produksi PLTGU Grati
(Sumber : www.indonesiapower.com)
9. Cerobong (Stack) 18. Pompa Sirkulasi Air (Circulating Water Pump)
3. Ruang Bakar (Combustion Chamber) 12. Pompa Air (Feed Water Pump)
4. Kompresor (Compressor) 13.Turbin Tekanan Kuat (High Pressure Turbine)
5. Saringan Udara (Air Filter) 14.Turbin Tekanan Rendah (Low Pressure Turbine)
6. Gas Turbine 15. Ruang Pengembunan (Condensator)
7. Gas Generator 16. Pompa Pengembunan (Condensat Pump)
8. Transformator 17. Generator Uap (Steam Turbine Generator)
2. HSD Storage tank 11. Deaerator
Keterangan : 1. Tanker/ kapal pengangkut bahan bakar 10. Heat Recovery Steam Generator (HRSG)
20
Kapal tanker/ tongkang tersebut akan merapat ke Buoys (sekitar 4 km
dari pantai), kemudian penyelam akan memasang kabel fleksibel hose pada
manipol kapal. Setelah kabel fleksibel hose terpasang maka penyelam akan
membuka valve. Sebelum masuk ke dalam tangki persedian (storage tank),
bahan bakar akan mengalir masuk ke dalam Strainer, di dalam strainer bahan
bakar akan disaring dari kotoran kemudian ke dalam air separator yang
berfungsi untuk menyaring udara pada residu.
Bahan bakar dari tangki persedian (storage tank) tersebut akan
dipompa oleh main fuel oil pump menuju fuel nozzle system turbin gas. Bahan
bakar tersebut akan mengalami proses pengapian oleh igniter sehingga terjadi
pembakaran yang mengakibatkan kenaikan suhu 1200 oC dan tekanan
mencapai 80 bar. Tekanan ini kemudian akan menekan sudu-sudu turbin gas,
sehingga timbul energi mekanik yang mengerakan sudu-sudu turbin dan
memutar turbin/generator gas dengan kecepatan 3.000 rpm. Kemudian energi
mekanik tersebut akan diubah oleh generator uap menjadi energi listrik
sehingga menimbulkan fluks listrik. Selanjutnya energi tersebut akan
disalurkan ke transformator utama yang kemudian diparalelkan dengan
interkoneksi Jawa-Bali.
21
BAB III
METODOLOGI PEELITIAN
3.1 Tahap Pendahuluan
Pada tahap pendahuluan ini merupakan langkah awal dalam
pelaksanaan penelitian dan tahap ini merupakan tahap yang sangat penting
dimana pada tahap inilah penetapan tujuan dan perumusan masalah
dilakukan. Isi dari tahap ini digambarkan sebagai berikut :
3.1.1 Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Merupakan langkah awal pada penelitian untuk merumuskan
permasalahan sesuai dengan kondisi yang dihadapi perusahaan serta
penetapan tujuan penelitian yang digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan yang akan dihadapi
3.1.2 Studi Literatur
Tahap untuk mengetahui teori-teori yang berhubungan dengan
permasalahan serta metode-metode yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut. Metode yang digunakan pada
perencanaan ini seperti Disaster Management, Mitigation, Disaster Risk
Assessment, Hazard and Operability Studies (HAZOP).
3.1.3 Studi Lapangan
Observasi langsung yang dilakuakan untuk mengidentifikasi secara
langsung proses pada obyek dalam hal ini pada proses distribusi bahan bakar
(mulai dari kapal tongkang sampai digunakan pada fuel nozzle system).
3.2 Tahap Identifikasi
Setelah diketahui permasalahan yang akan di hadapi maka langkah
selanjutnya adalah tahap pengidentifikasian. Tahap identifikasi dilakukan
dengan dua pendekatan yaitu Risk Assessment dan Readiness Assessment.
Penjelasan dari pelaksanaan pendekatan tersebut adalah sebagai berikut :
22
3.2.1 Risk Assessment
Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap masalah yang
berhubungan dengan disaster. Pengidentifikasian terhadap hazard dilakukan
dengan mengunakan Hazard and Operability Studies (HAZOP).
3.2.2 Readiness Assessment
Dilakukan untuk mengetahui kesiap-siagaan pada kondisi riil obyek
penelitian yang berhubungan dengan disaster. Check list digunakan untuk
mengetahui kesiap-siagaan dan kepedulian dari pihak perusahaan terhadap
bencana yang mungkin terjadi. Standart yang digunakan dalam pembuatan
check list ini adalah CAR (Capability Assessment of Readiness) Emergency
Management Functions.
3.2.2.1 Pengujian validitas dan reliabilitas
Untuk mengetahui ketepatan dan keandalan dari suatu alat atau
instrument pengukuran dalam hal ini Check list , maka dilakukan pengujian
validitas dan reliabilitas. Dimana pada pengujian validalitas dilakukan dengan
analisa faktor, yaitu dengan mengkorelasikan antar skor item instrument
dengan rumus Pearson Product Moment. Kemudian menghitung uji t (thitung)
dan langkah berikutnya adalah membandingkan thitung dengan ttabel untuk
mengetahui valid tidaknya instrumen tersebut.
Pada pengujian reliabilitas mengunakan Metode Belah Dua (Split Half
Method) yaitu dengan menghitung total skor dari seluruh pertanyaan per
responden, kemudian menghitung korelasi antara skor item dengan Pearson
Product Moment (rb). Langkah selanjutnya adalah menghitung reliabilitas
dengan Spearman Brown (r11) dan langkah terakhir adalah dengan
membandingkan r11 dengan rtabel untuk mengetahui reliabel tidaknya suatu
instrumen.
3.3 Tahap Mitigasi
Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah tahap identifkasi adalah
tahap mitigasi. Pada tahap mitigasi dilakukan Risk Mitigation untuk
mengeliminasi/mereduksi kemungkinan terjadinya bencana, mereduksi akibat
23
yang mengikuti bencana, mencangkup tindakan yang dilakukan sebelum
munculnya bencana yang meliputi kesiapan dan tindakan pengurangan risiko
jangka panjang. Risk mitigation juga merupakan tahap evaluasi mengenai
segala sesuatu yang belum dimiliki oleh sistem, hasil dari readiness
assessment. Perencanaan mitigasi yang dilakukan berupa rekomendasi dan
evaluasi meliputi komponen struktural dan non struktural. Struktural meliputi
segala sesuatu yang berbentuk fisik meliputi mesin, lay out dan lain-lain.
Sedangkan non strukural meliputi segala sesuatu yang tidak berbentuk
meliputi kebijakan perusahaan mengenai penanggulangan bencana dan
pelatihan bagi karyawan dan lain sebagainya.
3.4 Tahap Kesimpulan dan Saran
Tahap ini merupakan tahapan yang terakhir dimana pada tahap ini
ditarik kesimpulan untuk menjawab tujuan dan permasalahan yang sudah
ditentukan diatas dan kesimpulan ini dibuat berdasarkan langkah-langkah
yang telah dilakukan selama penelitian. Saran pada penelitian ini merupakan
masukan berupa perbaikan pada sistem yang berkaitan dengan penelitian yang
dilakukan.
24
Disaster Identification
Risk Assessment - HAZOP
Readiness Assessment
- CAR Cheklist
Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Studi Literatur Studi Lapangan
Tahap Pendahuluan
Tahap Identifikasi
Risk Mitigation
Rekomendasi atau evaluasi
terhadap komponen mitigasi :
- Struktural
- Non struktural
Kesimpulan dan Saran
Tahap Mitigasi
Tahap Kesimpulan dan Saran
Pengujian Validitas dan Reliabilitas
Gambar 3.1 FlowChart Metedologi Penelitian
25
26
BAB IV
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Disaster Identification
Di dalam disaster identifiation dilakukan pengidentifikasian resiko
yang dapat terjadi dalam suatu proses produksi, mekanisme timbulnya resiko
dan mengestimasi level resiko serta memprioritaskan tingkat resiko tersebut.
Penentuan pengidentifikasian ini dilakukan dengan Risk Assessment dan
Readiness Assessment.
4.2 Risk Assessment
Menurut ISDR (2004) pada tahap ini akan dilakukan aktivitas
manajemen yang melibatkan aktivitas seperti pengidentifikasian masalah,
penganalisaan, dan pengambilan keputusan. Pengidentifikasian masalah
dilakukan dengan cara mengidentifikasi bahaya apa saja yang dapat terjadi,
mengapa, dan bagaimana resiko tersebut dapat terjadi., kemudian dilakukan
analisa terhadap resiko terjadinya bencana secara menyeluruh pada sistem.
Hal tersebut dilakukan untuk mengukur tingkat resiko bencana yang
terjadi, sehingga dapat dilakukan pengambilan keputusan mengenai bahaya
manakah yang memiliki resiko terbesar bila terjadi bencana.
Pengidentifikasian terhadap bahaya dilakukan dengan menggunakan Hazard
and Operability Studies (HAZOP). Bahaya yang teridentifikasikan akan
dirangking untuk menentukan level risiko dari setiap bahaya.
4.3 Hazard and Operability Studies (HAZOP)
Hazard and Operability Studies (HAZOP) digunakan untuk
mengidentifikasi bahaya yang dapat mengakibatkan timbulnya bencana serta
untuk menentukan level resiko dari setiap bahaya. Sebagai acuan dalam
pengerjaan HAZOP ini dapat dilihat pada lampiran 1 Piping and Instrument
Diagrams (P&IDs) dari sistem distribusi bahan bakar.
Dari P&IDs tersebut dapat dibagi menjadi 9 study node (titik studi) hal
ini bertujuan agar pengerjaan HAZOP dapat lebih fokus pada poin spesifik
26
dari proses atau operasi. Tiap study node mempunyai Intention (keinginan
rancangan) untuk memperjelas fungsi rancangan dari masing-masing study
node. Daftar pembagian study node dan Intention dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Daftar Pembagian Study Node dan Intention
No. Study Node Intention 1. Pipa aliran bahan bakar (00EGE11) Mengalirkan bahan bakar yang
berasal dari kapal tangker ke tangki penyimpanan bahan bakar
2. Strainer (00EGE12) Memisahkan bahan bakar dari kotoran
3. Air separator (10EGE12 dan 20EGE12)
Memisahkan bahan bakar dari udara
4. Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)
Menyimpan bahan bakar
5. Strainer (10EGE10 dan 20EGE10) Memisahkan bahan bakar dari kotoran
6. Transfer fuel pump Mengalirkan bahan bakar dari tangki penyimpanan bahan bakar ke ruang bakar
7. Main fuel oil pump Mengalirkan bahan bakar dari tangki penyimpanan bahan bakar ke ruang bakar
8. Pipa aliran bahan bakar (12EGE10) Mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar
9. Fuel nozzle system Proses injeksi bahan bakar pada ruang bakar
Setelah study node dan Intention telah ditentukan maka langkah
selanjutnya adalah pengerjaan dari HAZOP. Hasil dari pengerjaan HAZOP
dapat dilihat pada lampiran.2 Dibawah ini adalah rekapitulasi pengerjaan
HAZOP berdasarkan consequence pada tingkat resiko paling tinggi (the
highest priority level) dengan nilai 7.
Tabel 4.2 Rekapitulasi HAZOP pada Study Node 1 Pipa aliran bahan bakar (00EGE11)
Deviation Cause Consequence
Fleksibel hose tidak terpasang dengan baik
Terjadi pelepasan bahan bakar di laut Low flow Terdapat kebocoran pada pipa
aliran bahan bakar Terjadi pelepasan bahan bakar di laut
High flow katup pada manipol tidak tertutup
Terjadi pelepasan bahan bakar di laut
27
Tabel 4.2 Rekapitulasi HAZOP pada Study Node 1 Pipa aliran bahan bakar (00EGE11) lanjutan
Deviation Cause Consequence
High pressure
Pipa aliran bahan bakar tersumbat
Terjadi pelepasan bahan bakar di laut
Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
Terjadi pelepasan bahan bakar di laut Loss of
containment Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar
Terjadi pelepasan bahan bakar di laut
Tabel 4.3 Rekapitulasi HAZOP pada Study Node 4 Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)
Deviation Cause Consequence
High level Level transmitter tidak bekerja
Berpotensi menyebabkan kebakaran
High pressure
Flow indicator tidak bekerja Berpotensi menyebabkan kebakaran
High temperature
Temperature indicator tidak bekerja
Berpotensi menyebabkan kebakaran
Terjadi kebocoran pada tangki aliran bahan bakar
Berpotensi menyebabkan kebakaran Loss of
containment Kurangnya perawatan pada tangki bahan bakar
Kerusakan pada tangki
Tabel 4.4 Rekapitulasi HAZOP pada Study Node 6 Transfer fuel pump
Deviation Cause Consequence
Leak Kurangnya perawatan pada pompa
Bahan bakar tidak mengalir ke ruang bakar
Tabel 4.5 Rekapitulasi HAZOP pada Study Node 7 Main fuel oil pump
Deviation Cause Consequence
Leak Kurangnya perawatan pada pompa
Bahan bakar tidak mengalir ke ruang bakar
28
Tabel 4.6 Rekapitulasi HAZOP pada Study Node 8 Pipa aliran bahan bakar (12EGE10)
Deviation Cause Consequence
Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar
Pompa penyalur bahan bakar tidak dapat beroperasi
Kegagalan proses pembakaran Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar
Terjadi kebocoran pada pipa
Kegagalan proses pembakaran Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar
No flow
Pipa aliran bahan bakar tersumbat
Kegagalan proses pembakaran Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar
High flow Kapasitas bahan bakar pada pipa terlalu besar
Kegagalan proses pembakaran Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar
High pressure
Pipa aliran bahan bakar tersumbat
Kegagalan proses pembakaran Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar
Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
Kegagalan proses pembakaran Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar
Loss of containment
Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar
Kegagalan proses pembakaran
Tabel 4.7 Rekapitulasi HAZOP pada Study Node 9 Fuel nozzle system
Deviation Cause Consequence Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar
Leak Kurangnya perawatan pada fuel nozzle system
Kegagalan proses pembakaran Penyumbatan pada saluran bahan bakar
Timbulnya kerak hasil pembakaran Kegagalan proses pembakaran
Penyumbatan pada saluran bahan bakar Kekurangan bahan bakar
High temperature Jumlah udara berlebihan pada
proses pembakaran
Kegagalan proses pembakaran Low
temperature Kekurangan jumlah udara pada proses pembakaran
Kegagalan proses pembakaran
Berdasarkan hasil rekapitulasi diatas diketahui bahwa pada Study Node
1 pipa aliran bahan bakar (00EGE11) consequence dengan tingkat resiko
paling tinggi (nilai 7) yaitu terjadi pelepasan bahan bakar di laut. Pada Study
Node 4 tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13) consequence dengan
tingkat resiko paling tinggi (nilai 7) yaitu berpotensi menyebabkan kebakaran
29
dan kerusakan pada tangki. Pada Study Node 6 transfer fuel pump dan Study
Node 7 main fuel oil pump consequence dengan tingkat resiko paling tinggi
(nilai 7) yaitu bahan bakar tidak mengalir ke ruang bakar.
Pada Study Node 8 pipa aliran bahan bakar (12EGE10) consequence
dengan tingkat resiko paling tinggi (nilai 7) yaitu bahan bakar tidak dapat
mengalir ke ruang bakar, dan kegagalan pada proses pembakaran. Pada Study
Node 9 fuel nozzle system consequence dengan tingkat resiko paling tinggi
(nilai 7) yaitu bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar, dan kegagalan
pada proses pembakaran.
4.4 CAR Checklist
Pada tahap ini dilakukan penilaian kesiap-siagaan kondisi riil obyek
dalam menghadapi bencana (disaster) dan evaluasi terhadap sistim
manajemen bencana yang terdapat ditempat penelitian dengan menggunakan
CAR (Capability Assessment of Readiness) Emergency Management Function
Checklist yang dapt dilihat pada lampiran 3. Terdapat 64 pertanyaan yang
diajukan pada yang diberikan kepada 38 responden dari manajemen pada PT.
Indonesia Power UPB Grati. Hasil dari CAR checklist tersebut akan diuji
validitas dan reliabilitas.
4.4.1 Pengujian validitas
Hasil dari CAR checklist tersebut akan diuji validitas untuk
mengetahui sejauh mana CAR checklist sebagai alat ukur untuk mengukur
tingkat kesiapan dari pihak perusahaan terhadap bencana. Pengujian validitas
ini dilakukan dengan menggunakan analisa faktor yaitu dengan mengkorelasi
antar skor item instrument dengan rumus Person Product Moment, dan hasil
pengujian validitas dengan menggunakan SPSS 10.0 dapat dilihat pada
lampiran 4. Dengan menggunakan alpha 0.5 dan N=38, diperoleh angka kritis
dari tabel (ttabel) sebesar 1.96.
Tahap berikutnya adalah penelitian hipotesis untuk mengetahui
pengaruh dari item pertanyaan dengan penilaian kesiapan dari pihak
perusahaan dalam menghadapi bencana. H0 = Tidak berpengaruh didalam
30
peraturan pihak manajemen yang tercantum suatu landasan yang sah untuk
mengatur program manajemen keadaan darurat terhadap kesiapan menghadapi
bencana, H1 = Berpengaruh didalam peraturan pihak manajemen yang
tercantum suatu landasan yang sah untuk mengatur program manajemen
keadaan darurat terhadap kesiapan menghadapi bencana dan karena thitung lebih
besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pada otoritas yang sah untuk menangani
proses evakuasi (misal badai, materi berbahaya dll) sudah dibentuk terhadap
kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada otoritas yang sah
untuk menangani proses evakuasi (misal badai, materi berbahaya dll) sudah
dibentuk terhadap kesiapan menghadapi bencana dan karena thitung lebih kecil
dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada identifikasi pihak manajemen terhadap
kemungkinan munculnya suatu bahaya, H1 = Berpengaruh pada identifikasi
pihak manajemen terhadap kemungkinan munculnya bahaya, dan karena thitung
lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pada pembobotan dengan metode ilmiah yang
dilakukan pihak manajemen terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =
Berpengaruh pada pembobotan dengan metode ilmiah yang dilakukan pihak
manajemen terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih
besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pada informasi historis bencana pada
pembobotan resiko terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh
pada informasi historis bencana pada pembobotan resiko terhadap kesiapan
menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pada identifikasi bahaya dan pembobotan
resiko yang digunakan sebagai basis untuk rencana pengurangan dampak
resiko jangka panjang maupun jangka menengah dan untuk rencana operasi
darurat yang dibuat terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =
Berpengaruh pada identifikasi bahaya dan pembobotan resiko yang digunakan
sebagai basis untuk rencana pengurangan dampak resiko jangka panjang
31
maupun jangka menengah dan untuk rencana operasi darurat yang dibuat
terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel
maka H0 diterima dan H1 ditolak
H0 = Tidak berpengaruh pada partisipasi pihak manajemen terhadap
pengurangan program bahaya terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =
Berpengaruh pada partisipasi pihak manajemen terhadap pengurangan
program bahaya terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung
lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada strategi pengurangan bahaya
berdasarkan hasil identifikasi bahaya dan pembobotan resiko, pembobotan
program serta untuk mengurangi dampak bahaya yang mungkin timbul
terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada strategi
pengurangan bahaya berdasarkan hasil identifikasi bahaya dan pembobotan
resiko, pembobotan program serta untuk mengurangi dampak bahaya yang
mungkin timbul terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung
lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada pihak manajemen mendukung dan
mendorong masyarakatagardapat bertahan menghadapi bencana dengan cara
menyediakan pedoman pencegahan bencana, pelatihan, materi pendidikan dan
pertolongan teknisi terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =
Berpengaruh pada pihak manajemen mendukung dan mendorong
masyarakatagardapat bertahan menghadapi bencana dengan cara menyediakan
pedoman pencegahan bencana, pelatihan, materi pendidikan dan pertolongan
teknisi terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar
dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pada rencana reduksi bahaya yang berisi
deskripsi dan analisa dari kebijakan manajemen untuk mereduksi potensi
bahaya dimasing -masing area terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =
Berpengaruh pada rencana reduksi bahaya yang berisi deskripsi dan analisa
dari kebijakan manajemen untuk mereduksi potensi bahaya dimasing -masing
area terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari
ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
32
H0 = Tidak berpengaruh pada rencana reduksi bahaya yang berisi
tujuan dan sasaran untuk mereduksi bahaya serta berisi strategi tentang
kesensitifan terhadap bahaya jangka panjang dan pendek, kesiapan,
penaggulangan dan pemulihan bila suatu bahaya muncul terhadap kesiapan
menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada rencana reduksi bahaya yang
berisi tujuan dan sasaran untuk mereduksi bahaya serta berisi strategi tentang
kesensitifan terhadap bahaya jangka panjang dan pendek, kesiapan,
penaggulangan dan pemulihan bila suatu bahaya muncul terhadap kesiapan
menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pada rencana reduksi bahaya tersebut
mendokumentasikan seberapa spesifik tindakan reduksi bahaya dapat
berkontribusi pada keseluruhan reduksi resiko terhadap kesiapan menghadapi
bencana, H1 = Berpengaruh pada rencana reduksi bahaya tersebut
mendokumentasikan seberapa spesifik tindakan reduksi bahaya dapat
berkontribusi pada keseluruhan reduksi resiko terhadap kesiapan menghadapi
bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1
diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pada rencana peringatan bahaya pihak
manajemen yang menjabarkan emergency alert system dan back up warning
system terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada
rencana peringatan bahaya pihak manajemen yang menjabarkan emergency
alert system dan back up warning system terhadap kesiapan menghadapi
bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1
ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada adanya jadwal reguler untuk pengujian
dan perawatan warning system serta pelatihan personil dijabarkan dalam
rencana reduksi bahaya terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =
Berpengaruh pada pada adanya jadwal reguler untuk pengujian dan perawatan
warning system serta pelatihan personil dijabarkan dalam rencana reduksi
bahaya terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil
dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.
33
H0 = Tidak berpengaruh pada manajemen sumber daya yang
dijabarkan dalam perencanaan bahaya terhadap kesiapan menghadapi
bencana, H1 = Berpengaruh pada manajemen sumber daya yang dijabarkan
dalam perencanaan bahaya terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan
karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pada proses evakuasi yang dijabarkan dalam
perencanaan bahaya terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =
Berpengaruh pada proses evakuasi yang dijabarkan dalam perencanaan bahaya
terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel
maka H0 diterima dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada perlindungan kebakaran yang dijabarkan
dalam perencanaan bahaya terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =
Berpengaruh pada perlindungan kebakaran yang dijabarkan dalam
perencanaan bahaya terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung
lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pada inventarisasi energi dan peralatan yang
diidentifikasi dan dipelihara terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =
Berpengaruh pada inventarisasi energi dan peralatan yang diidentifikasi dan
dipelihara terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih
besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pada proses perencanaan mempertimbangkan
dampak yang mungkin terjadi pada pembangkit energi pengiriman dan
distribusi infrastruktur terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =
Berpengaruh pada proses perencanaan mempertimbangkan dampak yang
mungkin terjadi pada pembangkit energi pengiriman dan distribusi
infrastruktur terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih
kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur untuk penghapusan reruntuhan
yang berhubungan dengan bencana dan kerusakan telah dikembangkan
terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada prosedur
untuk penghapusan reruntuhan yang berhubungan dengan bencana dan
34
kerusakan telah dikembangkan terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan
karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada adanya prosedur untuk
mengkoordinasikan sistem komunikasi dan peralatan terhadap kesiapan
menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada adanya prosedur untuk
mengkoordinasikan sistem komunikasi dan peralatan terhadap kesiapan
menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima
dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada adanya prosedur untuk kesiagaan dan
mengaktifkan personil manajemen darurat terhadap kesiapan menghadapi
bencana, H1 = Berpengaruh pada adanya prosedur untuk kesiagaan dan
mengaktifkan personil manajemen darurat terhadap kesiapan menghadapi
bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1
ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada pihak manajemen yang mempunyai
sistem peringatan utama dan alternatif terhadap kesiapan menghadapi
bencana, H1 = Berpengaruh pada pihak manajemen yang mempunyai sistem
peringatan utama dan alternatif terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan
karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada peringatan diterima dan disebarkan tepat
pada waktunya terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh
pada peringatan diterima dan disebarkan tepat pada waktunya terhadap
kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0
diterima dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada pihak manajemen mempunyai prosedur
yang dikembangkan untuk aktivasi dan penyebaran tim penilai kerugian untuk
mengumpulkan informasi tentang kerugian yang didapatkan terhadap kesiapan
menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada pihak manajemen mempunyai
prosedur yang dikembangkan untuk aktivasi dan penyebaran tim penilai
kerugian untuk mengumpulkan informasi tentang kerugian yang didapatkan
terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel
maka H0 ditolak dan H1 diterima.
35
H0 = Tidak berpengaruh pada pihak manajemen mempunyai
kemampuan untuk memperoleh peta prabencana, foto/ gambar dan dokumen
lain terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada pihak
manajemen mempunyai kemampuan untuk memperoleh peta prabencana,
foto/ gambar dan dokumen lain terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan
karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur dibuat untuk menambah
sumber daya manusia yang tersedia selama operasi bencana terhadap kesiapan
menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada prosedur dibuat untuk
menambah sumber daya manusia yang tersedia selama operasi bencana
terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel
maka H0 diterima dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur dibuat untuk menghasilkan
laporan pasca keadaan darurat/ bencana terhadap kesiapan menghadapi
bencana, H1 = Berpengaruh pada prosedur dibuat untuk menghasilkan laporan
pasca keadaan darurat/ bencana terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan
karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur dibuat untuk program aksi
korektif dan untuk mendukungprogram pengaturan terhadap kesiapan
menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada prosedur dibuat untuk program
aksi korektif dan untuk mendukungprogram pengaturan terhadap kesiapan
menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur yang diterapkan untuk
membantu keamanan dilokasi penting terhadap kesiapan menghadapi bencana,
H1 = Berpengaruh pada prosedur yang diterapkan untuk membantu keamanan
dilokasi penting terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung
lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur yang dibuat untuk koordinasi
dengan pemadam kebakaran dalam pendeteksian dan penanganan pada saat
besarnya kebakaran melebihi kemampuan lokal terhadap kesiapan
menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada prosedur yang dibuat untuk
36
koordinasi dengan pemadam kebakaran dalam pendeteksian dan penanganan
pada saat besarnya kebakaran melebihi kemampuan lokal terhadap kesiapan
menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima
dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur yang dibuat pihak manajemen
untuk operasi pencarian dan penyelamatan terhadap kesiapan menghadapi
bencana, H1 = Berpengaruh pada prosedur yang dibuat pihak manajemen
untuk operasi pencarian dan penyelamatan terhadap kesiapan menghadapi
bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1
ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur yang dibuat pihak manajemen
untuk mengkoordinasikan pelayanan sukarelawan terhadap kesiapan
menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada prosedur yang dibuat pihak
manajemen untuk mengkoordinasikan pelayanan sukarelawan terhadap
kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0
diterima dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur yang dibuat pihak manajemen
untuk mengkoordinasikan pelayanan, peralatan dan energi selama kegiatan
bencana terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada
prosedur yang dibuat pihak manajemen untuk mengkoordinasikan pelayanan,
peralatan dan energi selama kegiatan bencana terhadap terhadap kesiapan
menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima
dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada fasilitas alternatif yang bisa digunakan
dalam keadaan darurat untuk melakukan operasi kritis terhadap kesiapan
menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada fasilitas alternatif yang bisa
digunakan dalam keadaan darurat untuk melakukan operasi kritis terhadap
terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel
maka H0 diterima dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur operasi standart yang dibuat
untuk manajemen logistik terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =
Berpengaruh pada prosedur operasi standart yang dibuat untuk manajemen
37
logistik terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar
dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur yang dibuat untuk pengaturan
barang yang rusak, hancur dan yang dapat digunakan terhadap kesiapan
menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada prosedur yang dibuat untuk
pengaturan barang yang rusak, hancur dan yang dapat digunakan terhadap
kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0
diterima dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh pada program untuk perencanaan perawatan
peralatan fisik yang telah ditetapkan terhadap kesiapan menghadapi bencana,
H1 = Berpengaruh pada program untuk perencanaan perawatan peralatan fisik
yang telah ditetapkan terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena
thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen mengadakan analisis
pelatihan secara barkala terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =
Berpengaruh pihak manajemen mengadakan analisis pelatihan secara barkala
terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel
maka H0 ditolak dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh petugas pelatihan yang telah menyelesaikan
pelatihan dengan baik terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =
Berpengaruh petugas pelatihan yang telah menyelesaikan pelatihan dengan
baik terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari
ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen menangani sistem laporan
yang menyimpan data jumlah pelatihan yang telah diadakan, pendaftaran
disetiap pelatihan dan pelatihan yang diterima oleh anggota manajemen
emergency terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pihak
manajemen menangani sistem laporan yang menyimpan data jumlah pelatihan
yang telah diadakan, pendaftaran disetiap pelatihan dan pelatihan yang
diterima oleh anggota manajemen emergency terhadap kesiapan menghadapi
bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1
ditolak.
38
H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen telah memiliki program
yang menyediakan pelatihan khusus bahaya atau resiko terhadap kesiapan
menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pihak manajemen telah memiliki
program yang menyediakan pelatihan khusus bahaya atau resiko terhadap
kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0
ditolak dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh anggota pihak manajemen yang telah
mengikuti model disain pelatihan yang sistematis terhadap kesiapan
menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh anggota pihak manajemen yang telah
mengikuti model disain pelatihan yang sistematis terhadap kesiapan
menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh disain pelatihan termasuk didalamnya
kegiatan pelatihan yang menyediakan pembelajaran keterampilan sesuai
dengan kebutuhan terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh
disain pelatihan termasuk didalamnya kegiatan pelatihan yang menyediakan
pembelajaran keterampilan sesuai dengan kebutuhan terhadap kesiapan
menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen mengadakan pelatihan
dengan menggunakan metodologi teknik dan anggota yang bervariasi terhadap
kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pihak manajemen
mengadakan pelatihan dengan menggunakan metodologi teknik dan anggota
yang bervariasi terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih
besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen memiliki sebuah sistem
evaluasi program pelatihan yang dapat diandalkan terhadap kesiapan
menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pihak manajemen memiliki sebuah
sistem evaluasi program pelatihan yang dapat diandalkan terhadap kesiapan
menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima.
39
H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen meninjau ulang timbal balik
dari peserta dalam memastikan bahwa peserta telah melakukan tugas yang
dijabarkan terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pihak
manajemen meninjau ulang timbal balik dari peserta dalam memastikan
bahwa peserta telah melakukan tugas yang dijabarkan terhadap kesiapan
menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pengalaman kegiatan emergency atau bencana
sebenarnya menjadi salah satu dalam perencanaan pelatihan terhadap kesiapan
menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pengalaman kegiatan emergency atau
bencana sebenarnya menjadi salah satu dalam perencanaan pelatihan terhadap
kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0
diterima dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh komponen evaluasi masuk pada program
pelatihan manajemen keadaan darurat pihak manajemen terhadap kesiapan
menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh komponen evaluasi masuk pada
program pelatihan manajemen keadaan darurat pihak manajemen terhadap
kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0
ditolak dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen memiliki dokumen
petunjuk kegiatan perbaikan yang memadai terhadap kesiapan menghadapi
bencana, H1 = Berpengaruh pihak manajemen memiliki dokumen petunjuk
kegiatan perbaikan yang memadai terhadap kesiapan menghadapi bencana,
dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh aplikasi petunjuk perbaikan terhadap kesiapan
menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh aplikasi petunjuk perbaikan terhadap
kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0
diterima dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh program kegiatan pelatihan yang
menggunakan data dari latihan serta bencana yang sebenarnya terhadap
kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh komponen program
kegiatan pelatihan yang menggunakan data dari latihan serta bencana yang
40
sebenarnya terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih
besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh membuat alat pengetahuan umun yang
menginformasikan pengurangan bahaya dan resiko pada program kesadaran
masyarakat terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh
membuat alat pengetahuan umun yang menginformasikan pengurangan
bahaya dan resiko pada program kesadaran masyarakat terhadap kesiapan
menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima
dan H1 ditolak.
H0 = Tidak berpengaruh mengadakan program persiapan bencana
untuk menolong korban bencana dan persiapan keadaan darurat terhadap
kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh mengadakan program
persiapan bencana untuk menolong korban bencana dan persiapan keadaan
darurat terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar
dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh membuat prosedur penyebaran dan
pengaturan informasi untuk keadaan darurat pada saat bencana terhadap
kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh membuat prosedur
penyebaran dan pengaturan informasi untuk keadaan darurat pada saat
bencana terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar
dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh program sistem administrasi yang dibuat
pihak manajemen terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh
program sistem administrasi yang dibuat pihak manajemen terhadap kesiapan
menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen memiliki peraturan
pendanaan yang sesuai dengan undang-undang terhadap kesiapan menghadapi
bencana, H1 = Berpengaruh pihak manajemen memiliki peraturan pendanaan
yang sesuai dengan undang-undang terhadap kesiapan menghadapi bencana,
dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
41
H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen memiliki pengetahuan
tentang batas dan biaya atas persyaratan dan pendanaan serta mematuhi
persyaratan tersebut terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =
Berpengaruh pihak manajemen memiliki pengetahuan tentang batas dan biaya
atas persyaratan dan pendanaan serta mematuhi persyaratan tersebut terhadap
kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0
ditolak dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen memantau kebijakan paska
pemberian dana pelaksanaan manajemen emergency terhadap kesiapan
menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pihak manajemen memantau
kebijakan paska pemberian dana pelaksanaan manajemen emergency terhadap
kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0
ditolak dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen membuat rencana
administrasi dan deskripsi pekerjaan emergency terhadap kesiapan
menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pihak manajemen membuat rencana
administrasi dan deskripsi pekerjaan emergency terhadap kesiapan
menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak
dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen memiliki unit perencanaan
dalam masing-masing administrasi dan keuangan untuk mengatur seluruh
kontrol selama keadaan darurat terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =
Berpengaruh pihak manajemen memiliki unit perencanaan dalam masing-
masing administrasi dan keuangan untuk mengatur seluruh kontrol selama
keadaan darurat terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung
lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen memiliki prosedur untuk
menangani semua masalah kompensasi klaim dan biaya pemulihan terhadap
kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pihak manajemen memiliki
prosedur untuk menangani semua masalah kompensasi klaim dan biaya
pemulihan terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih
besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.
42
Berdasarkan pengujian validitas dan hipotesis yang telah dilakukan
didapatkan 34 item pertanyaan yang memiliki pengaruh terhadap kesiapan dari
pihak manajemen dalam menghadapi bencana. Dimana dari 34 item
pertanyaan tersebut terdapat 2 item pertanyaan dengan indeks korelasi sangat
tinggi, 7 item dengan indeks korelasi tinggi, 15 item dengan indeks korelasi
cukup tinggi dan 10 item dengan indeks korelasi rendah.
4.4.2 Pengujian Reliabilitas
Disamping itu hasil CAR checklist diuji reliabilitas dengan
menggunakan metode belah dua (split half method), dimana 64 pertanyaan
tersebut dibelah dengan membelah atas setengah item-item awal dan setengah
item-item akhir. Kemudian dilakukan perhitungan korelasi antar instrumen
dengan Person Product Moment dan untuk menghitung reliabilitas dengan
Spearman Brown. Hasil pengujian reliabilitas dengan menggunakan SPSS
10.0 dapat dilihat pada lampiran 5.
Dengan menggunakan alpha 0.5 dan N=38, diperoleh angka kritis dari
tabel sebesar 0.329. Pada pengujian reliabilitas pada item awal didapatkan 16
item yang reliabel dan pada item akhir didapatkan 23 item yang reliabel.
4.5 Readiness Assessment
Berdasarkan pengujian validitas terdapat 34 pertanyaan CAR Checklist
yang dinyatakan valid, dan rata-rata prosentase jawaban responden yaitu 41%
untuk very capable. Hasil lengkapnya dapat dilihat pada table 4.1, sebagai
berikut :
Tabel 4.8 Hasil Penilaian kesiap-siagaan
No. Kategori Hasil (%) 1. Not Capable 3 2. Marginally Capable 3 3. Generally Capable 15 4. Very Capable 41 5. Fully Capable 15 6. Not Applicable (N/A) 26
Jumlah 100
43
tabel tersebut dapat digambarkan dalam bentuk homogram seperti yang
terlihat pada gambar 4.1
Penilaian Kesiap-siagaan
3%
3%
15%
41%
15%
26% Not Capable
Marginally Capable
Generally Capable
Very Capable
Fully Capable
Not Applicable (N/A)
Gambar 4.1 Grafik Penilaian Kesiap-Siagaan
Adapun keterangan dari tabel 4.1 dapat dijabarkan sebagai berikut :
A. Marginally Capable
Marginally Capable di pilih oleh responden dengan rata-rata
prosentase sebesar 3 % artinya bahwa anggota manajemen mengikuti model
desain instruksional yang sistematis.
B. Generally Capable
Generally Capable di pilih oleh responden dengan rata-rata prosentase
sebesar 15 % artinya :
- Rencana tersebut berisi deskripsi dan analisa dari kebijakan
manajemen untuk mereduksi bahaya potensi bahaya dimasing-masing
area
- Rencana tersebut berisi tujuan dan sasaran untuk mereduksi bahaya
serta berisi strategi tentang kesensitifan terhadap bahaya jangka
panjang dan pendek, kesiapan, penanggulangan dan pemulihan bila
suatu bahaya muncul.
- Rencana tersebut mendokumentasikan seberapa spesifik tindakan
reduksi bahaya dapat berkontribusi pada keseluruhan reduksi risiko.
44
- Arahan, control, dan koordinasi dicantumkan didalam perencanaan
pihak manajemen
- Prinsip evaluasi didokumentasikan secara formal didesain untuk
kemudahan, penggunaan, penerapan, ditinjau kembali, untuk
memastikan keabsahan secara terus menerus.
C. Very Capable
Very Capable di pilih oleh responden dengan rata-rata prosentase
sebesar 41 % artinya:
- Didalam peraturan pihak manajemen tercantum suatu landasan
yang sah untuk mengatur program manajemen keadaan darurat.
- Pihak manajemen mengidentifikasi semua bahaya dan
kemungkinan munculnya (bahaya yang harus diperhatikan tidak
terbatas, hanya pada kejadian akhibat ulah manusia, teknologi dan
alam
- Inforrmasi historis untuk semua bencana dimasukan ke dalam
pembobotan risiko.
- Identifikasi bahaya dan pembobotan risiko digunakan sebagai basis
untuk rencana pengurangan dampak risiko jangka panjang maupun
jangka menengah dan untuk rencana operasi darurat yang dibuat.
- Adanya peraturan dan tanggung jawab dari pihak manajemen
untuk perlindungan kebakaran.
- Inventarisasi untuk energi dan peralatan dapat diidentifikasikan dan
dipelihara
- Pihak manajemen mempunyai prosedur yang dikembangkan untuk
aktivasi dan penyebaran tim penilai kerugian untuk mengumpulkan
informasi tentang kerugian yang didapatkan.
- Pihak manajemen memiliki program yang menyediakan pelatihan
khusus bahaya/risiko
- Pihak manajemen mengadakan pelatihan dengan menggunakan
metodologi teknik dan anggota yang bervariasi.
45
- Pihak manajemen memiliki sebuah sistem evaluasi program
pelatihan yang dapat diandalkan.
- Pihak manajemen meninjau ulang timbal balik dari peserta untuk
memastikan bahwa peserta mampu melakukan tugas yang telah
diajarkan.
- Program kegiatan perbaikan menggunakan data dari latihan dan
bencana yang sebenarnya
- Mengadakan program persiapan bencana untuk menolong korban
bencana dan persiapan keadaan darurat
D. Fully Capable
Fully Capable di pilih oleh responden dengan rata-rata prosentase
sebesar 15 % artinya:
- Prosedur dibuat untuk program aksi korektif dan untuk mendukung
program pengaturan (misal keamanan).
- Prosedur operasi standar dibuat untuk manajemen logistik.
- Dengan mengadakan analisis manajemen pelatihan setiap 2 tahun
sekali, pihak manajemen dapat secara sistematis mengetahui
masalah yang dapat diselesaikan melalui pelatihan dan menentukan
pelatihan apa saja yang bisa mengatasi/ meringankan kesalahan
seperti dengan membuat jadwal pelatihan yang sesuai dengan
kebutuhan.
- Petugas pelatihan telah menyelesaikan pelatihan dengan baik.
E. Not Applicable (N/A)
Not Applicable di pilih oleh responden dengan rata-rata prosentase
sebesar 15 % artinya :
- Pihak manajemen mengggunakan pembobotan risiko dengan
metode ilmiah.
- Telah dikembangkan sebuah konsep operasi untuk mengatur dan
mengendalikan aliran sumber daya penting dalam suatu keadaan
gawat darurat.
46
- Fasilitas alternative bisa digunakan dalam keadaan darurat untuk
melakukan operasi kritis.
- Prosedur dan rencana kelanjutan kegiatan telah dibuat untuk
memastikan administrasi dan keuangan kritis pihak manajemen
berfungsi selama periode bencana
- Anggota pihak manajemen memiliki pengetahuan persyaratan
pendanaan yang sesuai dengan undang-undang.
- Anggota pihak manajemen memiliki pengetahuan tentang batas
dan biaya atas persyaratan dan pendanaan serta mematuhi
persyaratan tersebut.
- Pihak manjemen membuat pengontrolan untuk memastikan bahwa
pembayaran dana tersebut benar dan tepat sasaran dan untuk
mencegah keterlambatan dan ketepatan pendanaan.
- Pihak manajemen membuat rencana administrasi dan deskripsi
pekerjaan emergency.
- Pihak manajemen memiliki unit perencanaan/ pembelian didalam
masing-masing administrasi dan keuangan untuk mengatur seluruh
kontrol/ penjaminan selam keadaan darurat.
F. Not Capable
Not Applicable di pilih oleh responden dengan rata-rata prosentase
sebesar 3 % artinya bahwa desain pelatihan termasuk juga kegiatan pelatihan
yang menyediakan pembelajaran keterampilan sesuai dengan kebutuhan
Beberapa hal diatas dapat dijadikan pertimbangan bagi pihak
manajemen sebagai masukan untuk pengembangan kesiap-siagaan dalam
menghadapi bencana
47
BAB V
ANALISA DAN MITIGASI
Pada bab in dilakukan analisa dari hasil pengolahan data yang telah
dilakukan pada bab sebelumnya. Analisa ini bertujuan untuk mengevaluasi
resiko pada sistem distribusi bahan bakar serta risk mitigation yang mengarah
pada semua tindakan untuk mengurangi dampak dari suatu bencana. Mitigasi
yang dilakukan merupakan usulan tindakan pengendalian resiko untuk
mengurangi dampak dari suatu bencana.
5.1 Analisa Risk Assessment
Analisa Risk Assessment terhadap sistem distribusi bahan bakar
dilakukan berdasarkan hasil identifikasi dengan menggunakan HAZOP
(Hazard and Operability Studies). Dimana analisa akan dilakukan pada study
node dengan tingkat resiko paling tinggi (the highest priority level) yang
bernilai 7, dan dari hasil identifikasi didapatkan 6 study node dengan nilai
consequence paling tinggi, yaitu study node 1 pada pipa aliran bahan bakar
(00EGE11), study node 4 pada tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13),
study node 6 pada Transfer fuel pump, study node 7 pada Main fuel oil pump,
study node 8 pada pipa aliran bahan bakar (12EGE10), dan study node 9 pada
Fuel nozzle system.
5.1.1 Analisa Pipa Aliran Bahan Bakar (00EGE11)
Pipa aliran bahan bakar (00EGE11) berfungsi mengalirkan bahan
bakar yang berasal dari kapal tangker/tongkang ke dalam tangki penyimpanan
bahan bakar. Pipa aliran bahan bakar ini memiliki panjang 4 km. Dari hasil
identifikasi bahaya dengan HAZOP, didapatkan bahwa potensi bahaya
terbesar pada pipa aliran bahan bakar (00EGE11) adalah terjadinya pelepasan
bahan bakar di laut hal ini disebabkan karena:
a) Fleksibel hose tidak terpasang dengan baik.
Pemasangan fleksibel hose ini dilakukan secara manual, dimana
pemasangan dilakukan oleh penyelam yang menyelam ke dasar laut untuk
48
memasang fleksibel hose ke manipol kapal. Bila penyelam tidak memasang
fleksibel hose dengan baik maka aliran bahan bakar berkurang karena bahan
bakar tersebut terlepas ke laut dan apabila tidak ditangani dengan baik maka
akibatnya bahan bakar tersebut akan mencemari laut disekitar area kerja. Hal
ini terjadi karena pengawas tidak memastikan apakah penyelam telah
memasang fleksibel hose dengan baik, sebab pengawas hanya fokus penyelam
telah memasang fleksibel hose pada manipol kapal.
b) Katup pada manipol tidak tertutup
Proses membuka dan menutup katup pada manipol juga dilakukan
secara manual yaitu oleh penyelam. Bila katup pada manipol tidak tertutup
maka aliran bahan bakar ke tangki bahan bakar akan semakin besar, akibatnya
tekanan pipa aliran bahan akan naik. Kenaikan tekanan pada pipa membuat
bahan bakar akan mudah berekspansi bila menerima sumber panas baik dari
luar atau dalam pipa, sehingga terjadi ketidakmampuan pipa menahan tekanan
yang mengakibatkan pipa berlubang dan akibatnya bahan bakar terlepas di
laut.
c) Pipa aliran bahan bakar tersumbat
Pipa bahan bakar tersumbat dikarenakan kotoran ikut larut dalam
bahan bakar. Hal ini disebabkan karena kerusakan pada strainer sehingga
jumlah kotoran yag larut pada bahan bakar tidak terdeteksi. Bila tidak segera
ditangani maka akan terjadi kenaikan tekanan pada pipa karena terjadinya
kenaikan kapasitas bahan bakar pada pipa, sehingga pipa akan mengalami
ketidakmampuan dalam menahan tekanan yang mengakibatkan pipa tersebut
berlubang dan akibatnya bahan bakar terlepas di laut.
d) Kurangnya perawatan pada pipa
Kurangnya perawatan pada pipa mengakibatkan tidak terdeteksinya
cacat pada pipa seperti keretakan dan korosi pada pipa yang mengakibatkan
pipa mengalami ketidakmampuan dalam menahan tekanan sehingga
menimbulkan lubang dan akhibatnya kebocoran bahan bakar ke laut.
49
5.1.2 Analisa Tangki Penyimpan Bahan Bakar (00EGE13)
Tangki penyimpan bahan bakar berfungsi menimbun bahan bakar.
Tangki ini memiliki kapasitas daya tampung sebesar 20.000 kg. Bahan bakar
ini memiliki sifat mudah terbakar (combustibel) karena titik nyala 1500F.
Menurut hasil identifikasi dengan HAZOP, didapatkan bahwa potensi bahaya
terbesar pada tangki penyimpanan bahan bakar adalah potensi kebakaran, hal
ini terjadi dikarenakan :
a) Kurangnya perawatan pada tangki bahan bakar
Kurangnya perawatan pada pipa mengakibatkan tidak terdeteksinya
cacat pada pipa seperti keretakan dan korosi pada pipa yang mengakibatkan
pipa mengalami ketidakmampuan dalam menahan tekanan sehingga
menimbulkan lubang dan mengakibatkan kebocoran bahan bakar. Bila
bocoran bahan bakar tidak segera ditangani maka berpotensi terjadinya
kebakaran karena pelepasan bahan bakar dan bila bahan bakar, panas dan
udara bertemu (segitiga api) maka akan terjadi kebakaran yang akan
mengakibatkan kerusakan pada area kerja.
b) Kerusakan indikator alat ukur
Kerusakan indikator alat ukur seperti level transmitter, flow indikator,
dan temperature indikator menyebabkan operator tidak dapat membaca level
bahan bakar pada tangki, dan temperatur bahan bakar. Bila hal ini terjadi maka
kenaikan kapasitas dan temperatur pada tangki penyimpanan tidak dapat
terdeteksi, maka akibatnya bahan bakar akan berekspansi dan terjadi kenaikan
tekanan pada tangki penyimpanan. Ketidakmampuan tangki penyimpanan
menahan tekanan mengakibatkan letupan yang membuat keretakan pada
tangki dan bila tidak segera ditangani dengan baik maka akan berakibat
kebocoran pada tangki penyimpanan. Bila bocoran bahan bakar tidak segera
ditangani maka berpotensi terjadinya kebakaran karena pelepasan bahan bakar
dan bila bahan bakar, panas dan udara bertemu (segitiga api) maka akan
terjadi kebakaran yang akan mengakibatkan kerusakan pada area kerja.
50
5.1.3 Analisa Transfer Fuel Pump
Transfer fuel pump memiliki fungsi mengalirkan bahan bakar dari
tangki penyimpanan ke ruang bakar. Pompa ini memiliki peranan yang
penting karena bila terjadi kerusakan pada pompa maka bahan bakar tidak
dapat mengalir ke ruang bakar, yang akibatnya terjadi kegagalan pada proses
pembakaran sehingga mempengaruhi proses produksi. Oleh karena itu
diperlukan perawatan pada pompa sehingga cacat pada pompa seperti korosi
dapat terdeteksi sehingga kebocoran pada pompa dapat diantisipasi.
5.1.4 Analisa Main Fuel Oil Pump
Main fuel oil pump memiliki fungsi membantu kerja dari transfer fuel
pump untuk mengalirkan bahan bakar dari tangki penyimpanan ke ruang
bakar. Oleh karena itu diperlukan perawatan pada pompa sehingga cacat pada
pompa seperti korosi dapat terdeteksi sehingga kebocoran pada pompa dapat
diantisipasi.
5.1.5 Analisa Pipa Aliran Bahan Bakar (12EGE10)
Pipa aliran bahan bakar (12EGE10) berfungsi menyalurkan bahan
bakar dari tangki penyimpanan ke ruang bakar. Potensi bahaya yang
teridentifikasi berdasarkan HAZOP yaitu terjadinya kegagalan proses
pembakaran karena kegagalan transfer bahan bakar ke ruang bakar, hal ini
terjadi karena :
a) Kerusakan pada pompa penyalur bahan bakar
Bila terjadi kerusakan pada pompa penyalur bahan bakar (transfer fuel
pump) maka akibatnya tidak ada aliran bahan bakar pada pipa penyalur bahan
bakar, sehingga bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar sehingga
menyebabakan kegagalan pada proses pembakaran.
b) Pipa bahan bakar tersumbat
Pipa bahan bakar tersumbat dikarenakan kotoran ikut larut dalam
bahan bakar. Hal ini disebabkan karena kerusakan pada strainer sehingga
jumlah kotoran yag larut pada bahan bakar tidak terdeteksi. Bila tidak segera
ditangani maka akan terjadi kenaikan tekanan pada pipa karena terjadinya
51
kenaikan kapasitas bahan bakar pada pipa, sehingga pipa akan mengalami
ketidakmampuan dalam menahan tekanan yang mengakibatkan pipa tersebut
berlubang dan terjadi kebocoran bahan bakar. Bila terjadi pelepasan bahan
bakar akibatnya bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar dan hal ini
menyebabkan kegagalan pada proses pembakaran.
c) Kurangnya perawatan pada pipa
Kurangnya perawatan pada pipa mengakibatkan tidak terdeteksinya
cacat pada pipa seperti keretakan dan korosi pada pipa yang mengakibatkan
pipa mengalami ketidakmampuan dalam menahan tekanan sehingga
menimbulkan lubang dan akhibatnya kebocoran bahan bakar. Bila terjadi
pelepasan bahan bakar akibatnya bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang
bakar dan hal ini menyebabkan kegagalan pada proses pembakaran.
5.1.6 Analisa Fuel Nozzel System
Fuel nozzel system berfungsi menginjeksikan bahan bakar ke ruang
bakar. Potensi bahaya yang teridentifikasi berdasarkan HAZOP yaitu
terjadinya kegagalan proses pembakaran, hal ini terjadi karena :
a) Kurangnya perawatan pada Fuel nozzel system
Kurangnya perawatan pada fuel nozzel system mengakibatkan tidak
terdeteksinya kerusakan pada fuel nozzel system, seperti korosi yang
mengakibatkan kebocoran pada fuel nozzel system.Hal ini mengakibatkan
kegagalan dalam proses penginjeksiaan bahan bakar.
b) Kenaikan dan penurunan temperatur
Saat terjadi kenaikan temperatur, jumlah udara pada proses
pembakaran berlebih, hal ini terjadi karena timbulnya kerak pada saluran
bahan bakar yang mengakibatkan penyumbatan sehingga terjadi kenaikan
temperatur pada saluran bahan bakar dan pada proses pembakaran terjadi
kekurangan bahan bakar sehingga terjadi kegagalan pad proses penginjeksiaan
bahan bakar.
Saat terjadi penurunan temperatur, terjadi kekurangan jumlah udara
pada proses pembakaran sehingga secara pasti akan menyebabkan
pembakaran yang tidak sempurna. Karena jumlah udara yang berkurang dan
52
bahan bakar yang berlebihan akan mengakibatkan tidak terjadi proses
pengabutan (spray) sehingga proses pembakaran pada ruang bakar menjadi
tidak sempurna.
5.2 Analisa Readiness Assessment
Analisa ini akan diuraikan mengenai kondisi real dari PT. Indonesia
Power UPB Grati dalam kesiapa-siagaan dan kemampuan menghadapi
kemungkinan terjadinya bencana. Dimana suatu perusahaan dapat dikatakan
siap dan mampu menghadapi bencana, apabila manajemen yang dimiliki oleh
perusahaan tersebut masuk kedalam kategori CAR (Capability Assessment of
Readiness) Emergency Management Function Checklist dengan nilai fully
capable dan very capable. Berdasarkan hasil Checklist yang telah dilakukan
prosentase jawaban untuk fully capable sebesar 15 % hal ini menunjukan
kapabilitas total telah dicapai dan hanya memerlukan perawatan atau
pemeliharaan dan very capable sebesar 41% hal ini menunjukan kapabilitas
yang dicapai sudah berada pada tingkat tinggi dan hanya sedikit usaha untuk
mencapai kapabilitas total.
a) Fully Capable
1. Operasi dan prosedur
Pihak manajemen telah memiliki prosedur yang disyaratkan seperti
prosedur mengenai penyebaran tim penilai kerugian yang tergabung dalam
tim survey resiko. Survey resiko ini dilakukan dengan tujuan untuk
memberikan gambaran informasi yang cukup kepada manajemen
mengenai, peralatan pemadam kebakaran dan instalasinya, manajemen
pemeliharaan peralatan pemadam kebakaran, house keeping yang sudah
ada, memberikan gambaran tingkat kerawanan di area dan sekaligus
memberikan gambaran peralatan yang paling rentan terhadap kebakaran
dan memberikan rekomendasi hasil temuan supaya kemungkinan
terjadinya kebakaran dapat dihindari.
53
2. Logistik dan fasilitas
Pihak manajemen telah memiliki fasilitas tanggap darurat yang dimana
fasilitas tersebut dapat digunakan untuk mendukung operasi penangganan
atau penanggulangan keadaan darurat seperti posko/command post, tempat
berkumpul/ assembly poin, alarm system, fire fighting equipment, dan
sebaginya
3. Training
Pihak manajemen telah memprogramkan training atau pelatihan
kepada seluruh pekerjanya terutama untuk pelatihan tanggap darurat dan
analisa mengenai manajemen pelatihan diadakan setiap 6 bulan sekali
sebagai laporan untuk mengetahui masalah apa saja yang dapat
diselesaikan melalui pelatihan tersebut dan menentukan pelatihan apa saja
yang dibutuhkan bagi pekerja.
b) Very Capable
1. Peraturan dan wewenang
Peraturan dan wewenang telah terstuktur dan terpelihara dengan baik,
seperti pelaksanaan prosedur kesiagaan dan tanggap darurat dimana telah
terbentuk tim tanggap darurat yang didalamnya terdapat tim pemadam
kebakaran, tim pengamanan area, tim penanganan, penyelamatan personil
dan P3K serta pengaman dokumen, didalam prosedur juga dijelaskan
wewenang dan tanggung jawab sesuai fungsi dari masing-masing tim.
Disamping itu didalam prosedur juga dijelaskan mengenai proses evakuasi
bila terjadi bencana (kebakaran, gempa bumi, tsunami, gunung meletus,
ledakan, tumpahan bahan kimia, ancaman bom, penanggulangan huru-hara
dan demonstrasi, penanggulangan kebocoran H2 dan chlorine ). Untuk
mengetahui keefektifan dari prosedur kesiagaan dan tanggap darurat maka
perlu dilakukan evaluasi terhadap prosedur yang ada dan untuk
mengetahui kesiapan dari tenaga kerja dalam menghadapi kondisi darurat
perlu dilakukan pelatihan mengenai prosedur kesiagaan dan tanggap
darurat.
54
2. Identifikasi dan pembobotan resiko
Pihak manajemen telah memiliki prosedur tentang identifikasi dan
penilaian resiko. Didalam prosedur tersebut perlu dilakukan perincian
pekerjaan dari setiap pekerja, sehingga mempermudah mengidentifikasi
potensi bahaya. Hasil identifikai tersebut akan di nilai tingkat resiko
bahayanya sehingga dapat diketahui tingkat bahaya dari suatu pekerjaan,
disamping itu juga disertakan rencana pengendalian terhadap bahaya.
Sebagai tindak lanjut terhadap perkembangan dari prosedur identifikasi
dan penilaian resiko maka pihak manajemen perlu meninjau ulang
prosedur tersebut sebagai penilaian kelayakan dari prosedur tersebut.
3. Perencanaan
Perencanaan dalam mengendalikan atau mereduksi suatu bahaya
didapatkan dari identifikasi bahaya dan penilaian resiko yang telah
dilakukan sebelumnya. Perencanaan pengendalian bahaya tersebut harus
dideskripsikan secara rinci dan dianalisa sehingga bahaya potensial pada
setiap pekerjaan dapat dikendalikan.
4. Kegiatan, latihan evaluasi dan perbaikan
Pada prosedur kesiagaan dan tanggap darurat telah dicantumkan bahwa
pihak k3 bertangguang jawab dalam pelaksanaan drill atau latihan tanggap
darurat yang mana hasil dari drill atau latihan tersebut akan dievaluasi
untuk menilai keefektifan dari prosedur kesiagaan dan tanggap darurat dan
juga untuk mengetahui sejauh mana pemahaman pekerja terhadap
prosedur kesiagaan dan tanggap darurat yang telah ada.
5. Komunikasi krisis, pendidikan umum dan informasi
Pada prosedur kesiagaan dan tanggap darurat juga dicantumkan
bagaimana cara menginformasikan hal mengenai pegurangan bahaya dan
risiko dari bahaya yang terjadi keseluruh pekerja, disamping itu pihak
manajemen juga harus menginformasikan hal tersebut ke masyarakat
Setelah dilakukan penguraian kondisi real perusahan tentang kesiap-
siagaan dan kemampuan dari perusahaan dalam menghadapai bencana
kemudian dilakukan analisa mengenai kemampuan perusahaan mengenai
55
kesiap-siagaan dan kemampuan dalam melakukan aktifitas disaster
management yaitu mitigation, preparedness, respon, dan recovery. Program
manajemen pada CAR Checklist dapat dimasukan dalam empat tahapan
aktivitas disaster management yaitu sebagai berikut :
1. Mitigation
- Peraturan dan Wewenang
- Identifikasi Bahaya dan Pembobotan Resiko
2. Preparedness
- Perencanaan
- Training
- Komunikasi krisis, pendidikan umum dan informasi
3. Respon
- Operasi dan Prosedur
- Logistik dan Fasilitas
4. Recovery
- Kegiatan, Latihan Evaluasi dan Perbaikan
Hasil dari pengelompokan tersebut kemudian akan dilakukan penilaian
terhadap pelaksanaan program penilaian yang diambil berdasarkan nilai
mayoritas yang dimiliki program tersebut dalam CARChecklist.
Tabel 5.1 Nilai mayoritas pada program manajemen
Tahapan
disaster management Program manajemen Nilai mayoritas
Peraturan dan Wewenang Very capable Mitigation
Identifikasi Bahaya dan Pembobotan Resiko
Very capable
Perencanaan Very capable
Training Fully capablePreparedness Komunikasi Krisis, Pendidikan
Umum dan Informasi Very capable
Operasi dan Prosedur Fully capable Respon
Logistik dan Fasilitas Fully capable Recovery
Kegiatan, Latihan Evaluasi dan Perbaikan
Very capable
56
Perusahaan dikatakan siap-siaga dan mampu menghadapi bencana bila
perusahaan tersebut dapat menghadapi aktivitas pra bencana yaitu pada tahap
mitigation dan preparedness serta pasca bencana yaitu pada tahap respon dan
recovery. Berdasarkan penilaian pada tabel 5.1 dapat dikatakan bahwa PT.
Indonesia Power UPB Grati secara keseluruhan telah siap menghadapi
bencana. Untuk mencapai kesiap-siagaan dan kemampuan total dalam
menghadapi bencana maka pihak manajemen harus melakukan beberapa
langkah mitigasi agar tercapai kapasitas total pada keseluruhan sistem
manajemen sehingga bencana dapat direduksi.
5.3 Risk Mitigation
Setelah tahap pengidentifikasian selesai dilakukan, maka tahap
selanjutnya adalah melakukan upaya mengurangi dampak dari bencana atau
mitigasi. Upaya mitigasi resiko yang akan diberikan pada penelitian ini hanya
sebatas usulan pada PT. Indonesia Power UPB Grati untuk mengurangi
dampak dari suatu resiko. Bencana yang terjadi dapat menimbulkan dampak
yang merugikan terutama pada masyarakat dan lingkungan sekitar. Oleh
karena itu suatu perusahaan harus memperhatikan secara khusus pengendalian
resiko pada area kerjanya agar dapat memberikan perlindungan optimal bagi
tenaga kerja dan masyarakat sekitarnya. Risk mitigation baik struktural
maupun non struktural diperlukan untuk mengevaluasi segala hal yang terkait
dengan upaya pereduksian dampak yang timbul akibat dari terjadinya
bencana.
5.3.1 Mitigasi Non Struktural
Mitigasi non struktural berupa rekomendasi yang diberikan meliputi
segala sesuatu yang tidak berbentuk atau mengenai sistem manajemen, dan
dalam rangka mereduksi dampak terjadinya bencana, maka sebaiknya
manajemen melakukan beberapa mitigasi non struktural. Penyusunan mitigasi
non struktural berikut ini mengacu pada hasil dari CAR checklist dan HAZOP
yang telah diolah pada bab sebelumnya.
57
5.3.1.1 Analisa non struktural berdasarkan CAR checklist
Dari CAR checklist yang telah dilakukan sebelumnya dapat diketahui
program mana yang membutuhkan perbaikan, sehingga dapat direncanakan
langkah perbaikan apa yang diperlukan pada program tersebut sehingga
diharapkan perencanaan langkah tersebut dapat mereduksi dampak dari
bencana. Program yang memerlukan perbaikan adalah program-program yang
memiliki kriteria marginally capable, generally capable, dan not capable.
Berikut dapat dilihat pada tabel 5.2 daftar beberapa program yang masih
memerlukan perencanaan dan langkah perbaikan untuk mereduksi dampak
dari bencana.
Tabel 5.2 Daftar program CAR checklist dan langkah perbaikan (lanjutan)
Kriteria Program Langkah perbaikan Marginally
capable Anggota manajemen mengikuti model desain instruksional yang sistematis
Training
Rencana tersebut berisi deskripsi dan analisa dari kebijakan manajemen untuk mereduksi potensi bahaya dimasing-masing area
Perencanaan
Rencana tersebut berisi tujuan dan sasaran untuk mereduksi bahaya serta berisi strategi tentang kesensitivan terhadap bahaya jangka panjang dan pendek, kesiapan, penanggulangan dan pemulihan bila suatu bahaya muncul.
Perencanaan
Rencana tersebut mendokumentasikan seberapa spesifik tindakan reduksi bahaya dapat berkontribusi pada keseluruhan reduksi risiko.
Perencanaan
Arahan, control, dan koordinasi dicantumkan didalam perencanaan pihak manajemen
Perencanaan
Generally Capable
Prinsip evaluasi didokumentasikan secara formal didesain untuk kemudahan, penggunaan, penerapan, ditinjau kembali, untuk memastikan keabsahan secara terus menerus.
kegiatan, latihan, evaluasi, dan perbaikan
Not Applicable
Desain pelatihan termasuk juga kegiatan pelatihan yang menyediakan pembelajaran keterampilan sesuai dengan kebutuhan
Training
58
Adapun penjabaran dari langkah perbaikan program pada CAR
checklist sebagai berikut :
1. Training
Pihak manajemen harus mengerti kebutuhan pelatihan yang akan
diberikan kepada pekerja, Oleh karena itu rancangan materi pelatihan yang
akan diberikan harus tepat, yaitu dengan merancang bentuk instruksi yang
sistematis dalam menyampaikan materi pelatihan kepada peserta pelatihan
sehingga peserta mendapatkan pengetahuan, pengertian dan pemahaman
terhadap materi pelatihan mulai dari pengertian dasar sampai
pengaplikasiannya. Disamping itu pelatihan yang diberikan harus
menyediakan pembelajaran keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan dari
pekerja untuk mendukung pekerjaannya.
Pihak manajemen dapat membuat rencana pelatihan yang diberikan
kepada pekerja terutama dalam menghadapi bencana seperti :
- Pelatihan tanggap darurat
- Pelatihan pemadam kebakaran
- Pelatihan P3K (Pertolongan Pertama pada kecelakaan)
2. Perencanaan
Perencanaan dalam mereduksi bencana perlu mendapatkan perhatian
dari pihak manajemen, khususnya rencana tanggap darurat yang dimiliki
perusahaan. Rencana tanggap darurat yang ada harus memuat rincian rencana
tindakan yang akan diambil ketika keadaan darurat terjadi dan rencana
tanggap darurat harus dibuat relatif mudah untuk dibaca dan dipahami oleh
setiap pekerja. Rencana keadaan darurat harus tertulis dan minimal
mencangkup hal sebagai berikut :
- Prosedur untuk melaporkan keadaan darurat
- Prosedur untuk memberitahukan semua pekerja tentang kondisi
darurat
- Penunjukan area pusat kontrol dan lokasi alternatif
- Evakuasi pekerja ke lokasi aman
- Pembentukan tim penanggulangan keadaan darurat
59
Disamping itu perlu direncanakan organisasi penanggulangan tanggap darurat
yaitu sebagai berikut :
- Pembentukan tim yang melibatkan unsur manajemen dan pekerja
- Latihan dan praktek penanggulangan keadaan darurat
- Penyediaan perlengkapan penanggulangan keadaan darurat sesuai
fungsi tim
- Dokumentasi kegiatan pelatihan dan drill
- Evaluasi terhadap kemampuan dan jumlah tim keadaan darurat
Semua perencanaan tersebut dapat dilihat pada prosedur kesiagaan dan
tanggap darurat yang terlampir pada lampiran 6. Pada prosedur kesiagaan dan
tanggap darurat tersebut masih terdapat beberapa kekurangan yang tidak
dijelaskan didalam prosedur diantaranya sebagai berikut :
- -Prosedur untuk memberitahukan semua pekerja tentang kondisi
darurat. Dalam hal ini yaitu sistem peringatan bahaya (emergency
alert system), didalam prosedur tidak dijabarkan bentuk sistem
peringatan untuk setiap kondisi seperti kondisi keadaan darurat,
evakuasi dari lokasi dan keadaan darurat telah selesai. Sistem
peringatan tersebut dapat berupa sirine yang berbeda untuk setiap
kondisi. Disamping itu juga harus disertakan teks pengumuman
keadaan darurat untuk mempermudah pekerja untuk memahami
bunyi tiap sirine alarm untuk masing-masing kondisi.
- Manajemen sumber daya yaitu sebuah konsep operasi untuk
mengatur dan mengendalikan aliran sumber daya penting dalam
suatu keadaan darurat
- Tidak adanya prosedur untuk pembersihan reruntuhan yang
berhubungan dengan bencana dan kerusakan yang telah terjadi
- Prosedur kesiagaan dan tanggap darurat yang ada belum pernah
dikembangkan dan diperbaharui.
Ada beberapa usulan yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen
berhubungan dengan rencana tanggap darurat yaitu :
- Peninjauan ulang terhadap prosedur kesiagaan dan tanggap darurat
60
- Prosedur kesiagaan dan tanggap darurat harus dikenalkan
keseluruh pekerja sehingga setiap orang mempunyai kesiap-
siagaan dan mampu menghadapi bencana
3. Kegiatan, latihan, evaluasi, dan perbaikan
Didalam prosedur kesiagaan dan tanggap darurat telah dijelaskan
bahwa pelaksanaan drill atau latihan tanggap darurat dilakukan untuk menilai
keefektifan dari prosedur tangggap darurat yang telah di terapkan. Oleh karena
itu bagaimana pelatihan tanggap darurat tersebut dapat menjadi program
tahunan dan disamping itu juga pelatihan tanggap darurat harus
terdokumentasi untuk mempermudah penggunaan, penerapan dan peninjauan
kembali untuk memastikan keefektifan dari prosedur tanggap darurat.
5.3.1.2 Analisa non struktural berdasarkan risk assessment
Menurut hasil analisa risk assessment yang telah dilakukan
sebelumnya didapatkan bahwa potensi bahaya terbesar terdapat pada
pelepasan bahan bakar ke laut, potensi kebakaran, dan kegagalan pada proses
pembakaran. Ketiga hal tersebut membutuhkan perhatian dan penangganan
dari pihak manajemen, terutama pada kebijakan yang bersifat non struktural.
Rekomendasi non struktural yang diusulkan untuk penangganan bahaya pada
masing-masing study node adalah sebagai berikut :
a) Pipa aliran bahan bakar (00EGE11)
Potensi bahaya yang terjadi pada pipa aliran bahan bakar (00EGE11)
adalah pelepasan bahan bakar ke laut hal ini disebabkan karena :
- Fleksibel hose tidak terpasang dengan baik
- Katup pada manipol tidak tertutup
- Pipa aliran bahan bakar tersumbat
- Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar
Sejauh ini kepedulian dari pihak manajemen sudah cukup baik hal ini
dapat dilihat dari adanya instruksi kerja pengisian High Speed Disesl (HSD)
dari kapal tangker/tongkang, akan tetapi sejauh ini belum dapat diaplikasikan
dengan baik . Hal ini dapat dilihat dari ketidaksamaan pendapat antar
responden dalam pengisian checklist, karena kurangnya pemahaman dari
61
responden terhadap instruksi kerja. Oleh karena itu instruksi kerja tersebut
harus dibuat jelas, terstruktur dan mudah dipahami. Ada beberapa usulan yang
dapat ditambahkan pada instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD)
dari kapal tangker/tongkang, yaitu :
1. Penyelam yang disewa oleh pihak perusahaan harus memahami
instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal
tangker/tongkang sebelum melakukan penyelaman.
2. Penyelam yang disewa oleh pihak perusahaan harus memiliki
pengalaman dan kompetensi dalam melakukan penyelaman.
3. Pengawas harus mengawasi penyelam yang melakukan
pemasangan fleksibel hose sudah bekerja dengan baik.
4. Instruksi kerja juga harus menjelaskan hal-hal yang harus
dilakukan setelah proses pengisian bahan bakar selesai, sebagai
pengecekan seperti mengecek ulang bahwa semua katup telah
tertutup dan pompa telah dimatikan
5. Pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur
perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada pipa aliran
bahan bakar, sehingga cacat pada pipa seperti korosi, retak dapat
terdeteksi secara dini dan kebocoran bahan bakar yang dapat
mengakibatkan bencana pelepasan bahan bakar ke laut dapat
dicegah.
b) Tangki penyimpan bahan bakar (00EGE13)
Bencana kebakaran merupakan potensi bahaya terbesar yang
disebabkan karena :
- Kurangnya perawatan pada tangki penyimpanan bahan bakar
- Kerusakan indikator alat ukur
Hal ini terjadi karena pelepasan bahan bakar. hal ini sangat
membahayakan karena bahan bakar berupa High Speed Diesel (HSD)
memiliki sifat mudah terbakar (combustibel) karena memiliki titik nyala 1500F
sehingga bila bahan bakar tersebut bertemu dengan panas dan udara maka
dapat menimbulkan bahaya kebakaran. Sejauh ini pihak manajemen telah
62
peduli dengan bencana tersebut terbukti dengan adanya instruksi kerja
penanganan kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari tangki timbun untuk
menangani bahaya kebocoran dan untuk mengatasi bencana kebakaran pihak
manajemen telah memiliki prosedur kesiagaan dan tanggap darurat untuk
menghadapi bencana kebakaran. Usulan yang dapat direkomendasikan kepada
pihak manajemen yaitu :
1. Pihak manajemen memang telah memiliki prosedur kesiagaan dan
tanggap darurat terutama untuk mengatasi bahaya kebakaran. Akan
tetapi didalam prosedur tersebut tidak dijelaskan secara rinci
mengenai penanggulangan bahaya kebakaran akibat kebocoran
bahan bakar.
2. Pihak manajemen harus membuat instruksi kerja prosedur
perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada tangki
penyimpanan bahan bakar, sehingga cacat pada tangki seperti
korosi, retak dapat terdeteksi secara dini dan kebocoran bahan
bakar yang dapat mengakibatkan bencana pelepasan bahan bakar
dan berpotensi kebakaran dapat dicegah.
c) Transfer fuel pump
Dari hasil identifikasi bahaya didapatkan bahwa potensi bahaya yang
terdapat pada transfer fuel pump yaitu kegagalan pada proses pembakaran.
Hal ini dikarenakan terjadinya kebocoran pada pompa karena kurangnya
perawatan pada pompa. Oleh karena itu pihak manajemen perlu membuat
instruksi kerja prosedur perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada
transfer fuel pump sehingga cacat pada transfer fuel pump seperti kebocoran
dapat dicegah.
d) Main fuel oil pump
Main fuel oil pump memilki fungsi membantu kerja dari transfer fuel
pump untuk mengalirkan bahan bakar dari tangki penyimpanan bahan bakar
ke ruang bakar. Bila terjadi kerusakan pada main fuel oil pump maka jumlah
kapasitas bahan bakar yang dialirkan ke proses pembakaran jumlahnya
63
berkurang sehingga proses pembakaran tidak dapat terjadi dengan sempurna.
Oleh karena itu pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur
perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada main fuel oil pump
sehingga cacat pada main fuel oil pump seperti kebocoran dapat dicegah.
e) Pipa aliran bahan bakar (12EGE10)
Berdasarkan hasil identifikasi dengan HAZOP potensi bahaya yang
terjadi pada pipa aliran bahan bakar (12EGE10) adalah kegagalan proses
pembakaran, hal ini dikarenakan pipa aliran bahan bakar (12EGE10) memiliki
fungsi menyalurkan bahan bakar dari tangki ke ruang bakar dan bila terjadi
kerusakan pada pipa maka bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar.
Ada beberapa hal yang merupakan penyebab timbulnya bencana kegagalan
proses pembakaran yaitu :
- Kerusakan pada pompa penyalur bahan bakar
- Pipa aliran bahan bakar tersumbat
- Kurangnya perawataan pada pipa.
Ada beberapa usulan yang dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
pihak manajemen untuk mengatasi bencana kegagalan proses pembakaran
khususnya pada pipa aliran bahan bakar (12EGE10) yaitu :
1. Pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur
perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada pompa yaitu
pada transfer fuel pump dan main fuel oil pump sehingga
kerusakan pada pompa dapat dicegah secara dini.
2. Pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur
perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada pipa aliran
bahan bakar, sehingga cacat pada pipa seperti korosi, retak dapat
terdeteksi secara dini dan kebocoran bahan bakar yang dapat
mengakibatkan pelepasan bahan bakar dapat dicegah.
f) Fuel oil nozzel
Potensi bahaya yang terdapat pada fuel oil nozzel yaitu kegagalan pada
proses pembakaran , hal ini terjadi karena :
64
- Kurangnya perawatan pada fuel oil nozzel
- Kenaikan dan penurunan temperatur
Ada beberapa usulan yang dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
pihak manajemen untuk mengatasi bencana kegagalan proses pembakaran
khususnya pada fuel oil nozzel yaitu membuat instruksi kerja prosedur
perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada fuel oil nozzel.
5.3.2 Mitigasi Struktural
Mitigasi struktural berupa rekomendasi yang diberikan meliputi segala
sesuatu yang berbentuk fisik seperti pendekatan teknologi yang mampu untuk
memprediksi, mengatasi dan mengurangi resiko bencana . Teknologi tersebut
berupa alat pengaman dan perlengkapan yang telah teruji keandalanya dalam
melindungi peralatan. Penyusunan mitigasi struktural berikut ini mengacu
pada hasil identifikasi HAZOP terutama pada study node yang memiliki nilai
resiko paling tinggi yaitu pada pipa aliran bahan bakar (00EGE11), tangki
penyimpanan bahan bakar (00EGE13), transfer fuel pump, main fuel oil pump,
pipa aliran bahan bakar (12EGE10) dan fuel nozzle system.
5.3.2.1 Mitigasi struktural pipa aliran bahan bakar (00EGE11)
Pipa aliran bahan bakar (00EGE11) memiliki fungsi mengalirkan
bahan bakar dari kapal tangker/ tongkang ke tangki penyimpanan . Potensi
bahaya yang terjadi pada pipa aliran bahan bakar (00EGE11) adalah pelepasan
bahan bakar ke laut. Alat pengaman yang selama ini terdapat pada pipa aliran
bahan bakar (00EGE11) adalah:
1. Safety valve/ stang plem digunakan untuk menjaga tekanan pada
pipa
2. Relive valve digunakan untuk menjaga aliran bahan bakar
3. Flow meter digunakan untuk mengontrol aliran dari bahan bakar
4. Strainer digunakan untuk menyaring kotoran yang ikut larut pada
bahan bakar
5. Air separator digunakan untuk menyaring udara dalam pipa aliran
bahan bakar
65
Usulan yang direkomendasikan kepada pihak manajemen sebagai
upaya pengendalian bencana secara struktural yaitu :
1. Pihak manajemen dapat mempertimbangkan pemasangan alarm
yang terkoneksi dengan sistem shutdown pada pompa untuk
mendeteksi ketepatan dalam pemasangan fleksibel hose dan
mendeteksi terjadinya kebocoran pada pipa.
2. Pemasangan katodik protection untuk melindungi pipa dari korosi.
5.3.2.2 Mitigasi struktural tangki penyimpanan bahan bakar
(00EGE13)
Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13) berfungsi untuk
menimbun bahan bakar . Potensi bahaya yang terjadi pada tangki
penyimpanan bahan bakar (00EGE13) adalah bencana kebakaran. Alat
pengaman yang selama ini terdapat pada tangki penyimpanan bahan bakar
(00EGE13) adalah :
1. Level transmitter digunakan untuk mengontrol tinggi level bahan
bakar
2. Flow meter digunakan mengontrol aliran bahan bakar
3. Pressure indicator digunakan untuk mengontrol tekanan bahan
bakar
4. Temperature indicator mengontrol temperatur tangki,
5. Safety valve digunakan untuk menjaga tekanan pada pipa
6. Relive valve digunakan untuk menjaga aliran bahan bakar
7. Fire detector digunakan untuk mendeteksi awal terjadinya
kebakaran
8. Fire fighting digunakan untuk memadamkan kebakaran
9. Fire hydrant digunakan untuk memadamkan api
10. Tanggul digunakan untuk menampung tumpahan bahan bakar.
Usulan yang direkomendasikan kepada pihak manajemen sebagai
upaya pengendalian bencana secara struktural yaitu :
66
1. Pemasangan emergency main valve sebagai pengaman untuk
mengontrol tekanan bahan bakar yang dapat bekerja secara
otomatis.
2. Pemasangan vacum breaker yang digunakan untuk mengeluarkan
udara pada tangki
3. Pemasangan drain water yang digunakan untuk mengeluarkan air
dalam tangki.
4. Pemasangan alarm yang terkoneksi dengan sistem shutdown untuk
mendeteksi terjadinya kebocoran pada tangki.
5. Pemasangan katodik protection untuk melindungi tangki dari
korosi.
5.3.2.3 Mitigasi struktural transfer fuel pump
Transfer fuel pump berfungsi untuk mengalirkan bahan bakar dari
tangki bahan bakar ke ruang bakar. Potensi bahaya yang terjadi pada transfer
fuel pump yaitu terjadinya kegagalan proses pembakaran. Hal ini terjadi
karena kerusakan pada pompa akibat kurangnya perawatan pada pompa. Alat
pengaman yang selama ini terdapat pada transfer fuel pump yaitu :
1. Vibration monitor untuk memonitor getaran pada pompa
2. Fire detector digunakan untuk mendeteksi awal terjadinya
kebakaran.
3. Strainer digunakan untuk mendeteksi banyaknya kotoran yang
terlarut dalam bahan bakar
Usulan yang direkomendasikan kepada pihak manajemen sebagai
upaya pengendalian bencana secara struktural yaitu :
1. Pemasangan deferensian strainer yang digunakan untuk
mendeteksi banyaknya kotoran yang terlarut dalam bahan bakar
yang bekerja secara otomatis
2. Pemasangan suction pump yang digunakan untuk mendeteksi low
pressure pada pipa aliran bahan bakar.
67
5.3.2.4 Mitigasi struktural main fuel oil pump
Main fuel oil pump berfungsi membantu kerja dari transfer fuel pump
untuk mengalirkan bahan bakar dari tangki bahan bakar ke ruang bakar.
Potensi bahaya yang terjadi pada main fuel oil pump yaitu terjadinya
kegagalan proses pembakaran. Hal ini terjadi karena kerusakan pada pompa
akibat kurangnya perawatan pada pompa. Alat pengaman yang selama ini
terdapat pada main fuel oil pump yaitu :
1. Vibration monitor untuk memonitor getaran pada pompa
2. Fire detector digunakan untuk mendeteksi awal terjadinya
kebakaran.
3. Strainer digunakan untuk mendeteksi banyaknya kotoran yang
terlarut dalam bahan bakar
Usulan yang direkomendasikan kepada pihak manajemen sebagai
upaya pengendalian bencana secara struktural yaitu :
1. Pemasangan deferensian strainer yang digunakan untuk
mendeteksi banyaknya kotoran yang terlarut dalam bahan bakar
yang bekerja secara otomatis
2. Pemasangan suction pump yang digunakan untuk mendeteksi low
pressure pada pipa aliran bahan bakar.
5.3.2.5 Mitigasi struktural pipa aliran bahan bakar (12EGE10)
Pipa aliran bahan bakar (12EGE10) berfungsi mengalirkan bahan
bakar dari tangki bahan bakar ke ruang bakar. Potensi bahaya yang terjadi
pada pipa aliran bahan bakar (12EGE10) yaitu terjadinya kegagalan proses
pembakaran. Hal ini terjadi karena kerusakan pada pipa akibat kurangnya
perawatan pada pipa. Alat pengaman yang selama ini terdapat pada pipa aliran
bahan bakar (12EGE10) yaitu :
1. Safety valve digunakan untuk menjaga tekanan pada pipa
2. Relive valve digunakan untuk menjaga aliran bahan bakar
3. Flow meter digunakan untuk mengontrol aliran dari bahan bakar
4. Strainer digunakan untuk menyaring kotoran yang ikut larut pada
bahan bakar
68
Usulan yang direkomendasikan kepada pihak manajemen sebagai
upaya pengendalian bencana secara struktural yaitu :
1. Pihak manajemen dapat mempertimbangkan pemasangan alarm
yang terkoneksi dengan sistem shutdown pada pompa untuk
mendeteksi terjadinya kebocoran pada pipa.
2. Pemasangan katodik protection untuk melindungi pipa dari korosi.
5.3.2.6 Mitigasi struktural fuel nozzle system
Fuel nozzel system berfungsi menginjeksikan bahan bakar ke ruang
bakar. Potensi bahaya yang terjadi pada fuel nozzel system yaitu terjadinya
kegagalan proses pembakaran. Hal ini terjadi kurangnya perawatan pada fuel
nozzel system. Alat pengaman yang selama ini terdapat pada fuel nozzel system
yaitu :
1. Fire detector digunakan untuk mendeteksi awal terjadinya
kebakaran
2. Fire fighting digunakan untuk memadamkan kebakaran
3. Fire hydrant digunakan untuk memadamkan api
Usulan yang direkomendasikan kepada pihak manajemen sebagai
upaya pengendalian bencana secara struktural yaitu pemasangan thermocouple
digunakan untuk mendeteksi perbedaan temperatur pada ruang bakar
69
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini diberikan kesimpulan dan saran yang diharapkan dapat
memberikan manfaat bagai perusahaan berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan pada PT.Indonesia Power UPB Grati
6.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil identifikasi dengan HAZOP didapatkan 6 study node
yang memiliki nilai resiko paling tinggi yaitu pada :
- Pipa aliran bahan bakar (00EGE11) berfungsi mengalirkan bahan
bakar dari kapalmenuju tangki penyimpanan.
- Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13) berfungsi menimbun
bahan bakar.
- Transfer fuel pump berfungsi menyalurkan bahan bakar dari tangki
penyimpanan ke ruang bakar.
- Main fuel oil pump berfungsi membantu kerja dari transfer fuel pump
untuk menyalurkan bahan bakar dari tangki penyimpanan ke ruang
bakar.
- Pipa aliran bahan bakar (12EGE10) berfungsi mengalirkan bahan
bakar dari tangki penyimpanan ke ruang bakar.
- Fuel nozzle system berfungsi menginjeksikan bahan bakar ke ruang
bakar
2. Potensi bahaya yang teridentifikasi pada pipa aliran bahan bakar
(00EGE11) adalah terjadi pelepasan bahan bakar ke laut, hal ini terjadi
karena :
- Fleksibel hose tidak terpasang dengan baik
- Katup pada manipol tidak tertutup
- Pipa aliran bahan bakar tersumbat
- Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar
3. Potensi bahaya yang teridentifikasi pada tangki penyimpanan bahan bakar
(00EGE13) adalah terjadi potensi kebakaran, hal ini terjadi karena :
70
- Kurangnya perawatan pada tangki penyimpanan bahan bakar
(00EGE13)
- Kerusakan indikator alat ukur
4. .Potensi bahaya yang teridentifikasi pada transfer fuel pump adalah terjadi
kegagalan proses pembakaran, hal ini terjadi karena kurangnya perawatan
pada transfer fuel pump
5. Potensi bahaya yang teridentifikasi pada main fuel oil pump adalah terjadi
kegagalan proses pembakaran, hal ini terjadi karena kurangnya perawatan
pada main fuel oil pump
6. Potensi bahaya yang teridentifikasi pada pipa aliran bahan bakar
(12EGE10) adalah terjadi kegagalan proses pembakaran, hal ini terjadi
karena :
- Kerusakan pada pompa (transfer fuel pump atau main fuel oil pump)
- Pipa aliran bahan bakar tersumbat
- Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar
7. Potensi bahaya yang teridentifikasi pada fuel Nozzle System adalah terjadi
kegagalan proses pembakaran, hal ini terjadi karena :
- Kurangnya perawatan pada fuel Nozzle System
- Kenaikan dan penurunan temperatur
8. Hasil penilaian kesiapa-siagaan (Readiness Assessment) dengan
menggunakan CAR checklist yaitu Fully Capable 15%, Very Capable
41%, Generally Capable 15%, Marginally Capable 3%, Not Capable 3%
dan Not Applicable (N/A) 26%
9. Untuk mengetahui dampak dari timbulnya bencana, maka dapat dilakukan
mitigasi. Ada 2 pendekatan mitigasi yang dapat dilakukan yaitu mitigasi
non struktural dan mitigasi struktural.
10. Mitigasi non struktural berupa rekomendasi yang diberikan meliputi segala
sesuatu yang tidak berbentuk atau mengenai sistem manajemen. Analisa
non struktural dilakukan berdasarkan :
a) CAR checklist : training, perencanaan, dan kegiatan, latihan,
evaluasi, dan perbaikan
71
b) HAZOP
1. Pipa aliran bahan bakar (00EGE11)
- Penyelam yang disewa oleh pihak perusahaan harus memahami
instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal
tangker/tongkang sebelum melakukan penyelaman.
- Penyelam yang disewa oleh pihak perusahaan harus memiliki
pengalaman dan kompetensi dalam melakukan penyelaman
- Pengawas harus mengawasi penyelam yang melakukan
pemasangan fleksibel hose sudah bekerja dengan baik.
- Instruksi kerja juga harus menjelaskan hal-hal yang harus
dilakukan setelah proses pengisian bahan bakar selesai, sebagai
pengecekan seperti mengecek ulang bahwa semua katup telah
tertutup dan pompa telah dimatikan
- Pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur
perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada pipa aliran
bahan bakar, sehingga cacat pada pipa seperti korosi, retak dapat
terdeteksi secara dini dan kebocoran bahan bakar yang dapat
mengakibatkan bencana pelepasan bahan bakar ke laut dapat
dicegah.
2. Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)
- Pihak manajemen memang telah memiliki prosedur kesiagaan dan
tanggap darurat terutama untuk mengatasi bahaya kebakaran. Akan
tetapi didalam prosedur tersebut tidak dijelaskan secara rinci
mengenai penanggulangan bahaya kebakaran akibat kebocoran
bahan bakar.
- Pihak manajemen harus membuat instruksi kerja prosedur
perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada tangki
penyimpanan bahan bakar, sehingga cacat pada tangki seperti
korosi, retak dapat terdeteksi secara dini dan kebocoran bahan
bakar yang dapat mengakibatkan bencana pelepasan bahan bakar
dan berpotensi kebakaran dapat dicegah.
72
3. Transfer fuel pump
- Pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur
perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada transfer fuel
pump sehingga cacat pada transfer fuel pump seperti kebocoran
dapat dicegah.
4. Main fuel oil pump
- Pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur
perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada main fuel oil
pump sehingga cacat pada main fuel oil pump seperti kebocoran
dapat dicegah
5. Pipa aliran bahan bakar (12EGE10)
- Pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur
perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada pompa yaitu
pada transfer fuel pump dan main fuel oil pump sehingga
kerusakan pada pompa dapat dicegah secara dini.
- Pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur
perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada pipa aliran
bahan bakar, sehingga cacat pada pipa seperti korosi, retak dapat
terdeteksi secara dini dan kebocoran bahan bakar yang dapat
mengakibatkan pelepasan bahan bakar dapat dicegah
6. Fuel nozzle system
- Pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur
perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada fuel oil nozzel.
11. Mitigasi struktural berupa rekomendasi yang diberikan meliputi segala
sesuatu yang berbentuk fisik, berupa alat pengaman dan perlengkapan
yang telah teruji keandalanya dalam melindungi peralatan . Penyusunan
mitigasi struktural mengacu pada hasil identifikasi HAZOP terutama pada
study node yang memiliki nilai resiko paling tinggi yaitu :
1. Mitigasi struktural pipa aliran bahan bakar (00EGE11) adalah :
- Pihak manajemen dapat mempertimbangkan pemasangan alarm yang
terkoneksi dengan sistem shutdown pada pompa untuk mendeteksi
73
ketepatan dalam pemasangan fleksibel hose dan mendeteksi terjadinya
kebocoran pada pipa.
- Pemasangan katodik protection untuk melindungi pipa dari korosi.
2. Mitigasi struktural tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)
adalah :
- Pemasangan emergency main valve sebagai pengaman untuk
mengontrol tekanan bahan bakar yang dapat bekerja secara otomatis.
- Pemasangan vacum breaker yang digunakan untuk menguluarkan
udara pada tangki
- Pemasangan drain water yang digunakan untuk mengeluarkan air
dalam tangki.
- Pemasangan alarm yang terkoneksi dengan sistem shutdown untuk
mendeteksi terjadinya kebocoran pada tangki.
- Pemasangan katodik protection untuk melindungi tangki dari korosi.
3. Mitigasi struktural transfer fuel pump adalah :
- Pemasangan deferensian strainer yang digunakan untuk mendeteksi
banyaknya kotoran yang terlarut dalam bahan bakar yang bekerja
secara oomatis
- Pemasangan suction pump yang digunakan untuk mendeteksi low
pressure pada pipa aliran bahan bakar.
4. Mitigasi struktural main fuel oil pump adalah:
- Pemasangan deferensian strainer yang digunakan untuk mendeteksi
banyaknya kotoran yang terlarut dalam bahan bakar yang bekerja
secara oomatis
- Pemasangan suction pump yang digunakan untuk mendeteksi low
pressure pada pipa aliran bahan bakar.
5. Mitigasi struktural pipa aliran bahan bakar (12EGE10) adalah:
- Pihak manajemen dapat mempertimbangkan pemasangan alarm yang
terkoneksi dengan sistem shutdown pada pompa untuk mendeteksi
terjadinya kebocoran pada pipa.
- Pemasangan katodik protection untuk melindungi pipa dari korosi
74
6. Mitigasi struktural fuel nozzle system adalah pemasangan
thermocouple digunakan untuk mendeteksi perbedaan temperatu pada
ruang bakar
6.2 Saran
1. Pihak manajemen sebaiknya melakukan pengontrolan, pengawasan, dan
pemantauan terhadap pelaksanaan prosedur yang telah dibuat.
2. Pihak manajemen sebaiknya melakukan peninjauan ulang dan perbaikan
terhadap beberapa prosedur dan instruksi kerja yang dimilikinya seperti
prosedur kesiagaan dan tanggap darurat, Instruksi kerja pengisian HSD
(High Speed Diesel) dari kapal/tongkang, Instruksi kerja penanganan
kebocoran HSD (High Speed Diesel) dari tangki timbun
3. Pihak manajemen harus mengerti kebutuhan pelatihan yang akan diberikan
kepada pekerjanya dan pelatihan yang diberikan harus menyediakan
pembelajaran keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan dari pekerja
untuk mendukung pekerjaanya.
4. Pihak manajemen dapat membuat rencana pelatihan yang diberikan
kepada pekerja terutama dalam menghadapi bencana seperti : pelatihan
tanggap darurat, pelatihan pemadam kebakaran, pelatihan P3K
(Pertolongan Pertama pada kecelakaan)
5. Perencanaan dalam mereduksi bencana perlu mendapatkan perhatian dari
pihak manajemen. Perencanan tersebut berupa prosedur untuk
memberitahukan semua pekerja tentang kondisi darurat
6. Pada prosedur kesiagaan dan tanggap darurat tersebut masih terdapat
beberapa kekurangan yang tidak dijelaskan didalam prosedur diantaranya
prosedur untuk memberitahukan semua pekerja tentang kondisi darurat,
manajemen sumber daya yaitu sebuah konsep operasi untuk mengatur dan
mengendalikan aliran sumber daya penting dalam suatu keadaan darurat,
Tidak adanya prosedur untuk pembersihan reruntuhan yang berhubungan
dengan bencana dan kerusakan yang telah terjadi dan prosedur kesiagaan
dan tanggap darurat yang ada belum pernah dikembangkan dan
diperbaharui
75
7. Pihak manajemen harus menjadikan program pelatihan tanggap darurat
sebagai program tahunan dan pelaksanaan dari pelatihan tanggap darurat
tersebut harus terdokumentasi untuk mempermudah penilaian keefektifan
dari prosedur kesiagaan dan tanggap darurat dan mengevaluasi
pemahaman dari setiap pekerja terhadap tanggap darurat.
8. Untuk terpenuhi siklus Disaster Management sebaiknya penelitian berikut
akan dilanjutkan hingga ke tahap Preparedness, Respon dan Recovery.
76
DAFTAR PUSTAKA
Anindita. (2006). Perencanaan Penanggulam Bencana dengan Menggunakan
Disaster Management. Laporan Penelitian Tugas Akhir , Jurusan Teknik
Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Center for Chemical Process Safety. (1992). Guidelines for Hazard Evaluation
Procedures Secon Edition with Worked Examples. American Institute of
chemical Engineers. New York.
Graham, Agus. (2001). Gender Mainstreaming Guidelines for Disaster
Management Programmes. Internasional Strategy for Disaster Reduction,
Ankara, Turkey.
ISDR. (2004). Guidelines for Mainstreaming Disaster Risk Assessment in
Development. Africa
National Fire Protection Association. (2004). NFPA 1600 Standard on
Disaster/Emergency Management and Business Continuity Programs. Program Pelatihan Manajemen Bencana. (1992). Tinjauan Umum Manajemen
Bencana (Edisi ke-2). UNDP/UNDRO.
Standards Australia. (1999). Risk Management. Australia
Riduwan. (2005). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan, dan
Peneliti Pemula. Edisi ke-1. Alfabeta. Bandung
http://[email protected]/
http://www.wikipidia.org/
77
tangki00EGE13
unloading hose(00EGE10)
strainer (00EGE12)
air separator(10EGE12)
strainer10EGE10
strainer20EGE10
trans fuel pump-A
main fuel pump
COMBUSTION CHAMBER
kapal
pipa aliran bahan bakar(00EGE11)
pipa aliran bahan bakar(00EGE11)
pipa aliran bahan bakar(00EGE11)
tangki00EGE13
tangki00EGE13
tangki00EGE13
fuel nozzel system
pipa aliran bahan bakar
(12EGE10)
air separator(20EGE12)
trans fuel pump-B
flow meter-B
flow meter-A
kapal
Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati
Study node 1 : Pipa aliran bahan bakar (00EGE10)
Parameter : Aliran (Flow)
Intention : Mengalirkan bahan bakar yang berasal dari kapal tangker ke tangki penyimpanan bahan bakar
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Bahan bakar tidak dapat mengalir ke tangki penyimpanan
Flow meter Level transmitter Detektor dan alarm Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas
H
H
5
Memastikan bahwa penyelam telah melakukan pekerjaannya dengan baik dan bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang. Mempertimbangkan pemasangan detektor yang terkoneksi alarm dan sistem shutdown yang berfungsi untuk mendeteksi apakah fleksibel telah terpasang dengan baik
low
Low flow Fleksibel hose tidak terpasang dengan baik
Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu keci
Flow meter Level transmitter
H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dan bekerja
1
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu keci
Detektor dan alarm Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas
H H 5 sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang. Mempertimbangkan pemasangan detektor yang terkoneksi alarm dan sistem shutdown yang berfungsi untuk mendeteksi apakah fleksibel telah terpasang dengan baik
Fleksibel hose tidak terpasang dengan baik
Terjadi pelepasan bahan bakar di laut
Pemberian oil dispersant Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang
HH H 7 Memastikan bahwa penyelam telah melakukan pekerjaannya dengan baik dan bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.
low
Low flow
Pompa penyalur bahan bakar dari kapal tidak dapat beroperasi
Bahan bakar tidak dapat mengalir ke tangki penyimpanan
Flow meter Level transmitter
H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dan bekerja
2
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Bahan bakar tidak dapat mengalir ke tangki penyimpanan
Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas
H H 5 sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang. Mempertimbangkan penambahan pompa penyalur bahan bakar sebagai cadangan apabila terjadi kerusakan pada pompa. Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa.
low
Low flow Pompa penyalur bahan bakar dari kapal tidak dapat beroperasi
Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu kecil
Flow meter Level transmitter Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang
H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dan bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.
3
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Pompa penyalur bahan bakar dari kapal tidak dapat beroperasi
Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu kecil
Kontrol dari pengawas Mempertimbangkan penambahan pompa penyalur bahan bakar sebagai cadangan apabila terjadi kerusakan pada pompa. Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa.
low
Low flow
katup pada manipol tidak terbuka
Bahan bakar tidak dapat mengalir ke tangki penyimpanan
Control valve Flow meter Level transmitter Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas
H H 5 Memastikan bahwa penyelam telah melakukan pekerjaannya dengan baik dan bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang. Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada control valve
4
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
katup pada manipol tidak terbuka
Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu kecil
Control valve Flow meter Level transmitter Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas
H H 5 Memastikan bahwa penyelam telah melakukan pekerjaannya dengan baik dan bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang. Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada control valve
Flow indikator tidak bekerja
Besarnya aliran dari bahan bakar tidak dapat terbaca
Flow meter Kontrol dari pekerja
H
H
5
Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada flow indikator
low
Low flow
Pipa aliran bahan bakar tersumbat
Tekanan pada pipa meningkat
Stang plem Flow meter Strainer Air separator
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan penambahan strainer dan air separator sebagai cadangan apabila terjadi kerusakan pada strainer
5
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
low
Low flow Pipa aliran bahan bakar tersumbat
Tekanan pada pipa meningkat
Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas
Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.
Bahan bakar tidak dapat mengalir ke tangki penyimpanan
Flow meter Level transmitte Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.
6
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu kecil
Level transmitte Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.
Pipa aliran bahan bakar tersumbat
Terjadi keretakan pipa Perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pengawas
H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa
low
Low flow
Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
Terjadi pelepasan bahan bakar di laut
Pemberian oil dispersant Perawatan pipa Isolasi pipa
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa
7
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Terjadi pelepasan bahan bakar di laut
Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas
HH H 7 Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang. Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran
low
Low flow Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
Terjadi pelepasan bahan bakar di darat
Pembersihan dengan spon atau majun Perawatan pipa Isolasi pipa
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa
8
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Terjadi pelepasan bahan bakar di darat
Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas
H H 5 Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa
low
Low flow Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
Bahan bakar tidak dapat mengalir ke tangki penyimpanan
Flow meter Level transmitte Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa
9
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Bahan bakar tidak dapat mengalir ke tangki penyimpanan
Kontrol dari pengawas
H H 5 Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.
Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu kecil
Flow meter Level transmitte Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.
low
Low flow
Kurangnya pengawasan dari pekerja
laju aliran bahan bakar terlalu rendah
Kontrol dari pengawas H H 5 Pengawas memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik
10
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Kapasitas bahan bakar pada pipa penyimpanan terlalu besar
Control valve Flow meter Level transmitter Kontrol dari pekerja dan penyelam
H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi aliran bahan bakar Memastikan bahwa penyelam telah menutup katup pada manipol
Kenaikan tekanan pada pipa
Stang plem Flow meter Kontrol dari pekerja dan penyelam
H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi aliran bahan bakar Memastikan bahwa penyelam telah menutup katup pada manipol
High High flow katup pada manipol tidak tertutup
Terjadi keretakan pipa Perawatan pipa Isolasi pipa
H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa
11
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Terjadi keretakan pipa Kontrol dari pengawas H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa
Kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
Perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pengawas
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran
High High flow katup pada manipol tidak tertutup
Terjadi pelepasan bahan bakar di laut
Pemberian oil dispersant Perawatan pipa
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa
12
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
katup pada manipol tidak tertutup
Terjadi pelepasan bahan bakar di laut
Isolasi pipa Kontrol dari pengawas
HH H 7 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran
Flow indikator tidak bekerja
Besarnya aliran dari bahan bakar tidak dapat terbaca
Flow meter Kontrol pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada flow indikator
High High flow
Kurangnya pengawasan dari pekerja
Laju aliran bahan bakar terlalu tinggi
Kontrol dari pengawas H H 5 Pengawas harus memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik
13
Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati
Study node 1 : Pipa aliran bahan bakar (00EGE10)
Parameter : Tekanan (Pressure)
Intention : Mengalirkan bahan bakar yang berasal dari kapal tangker ke tangki penyimpanan bahan bakar
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Bahan bakar tidak dapat mengalir ke tangki penyimpanan
Flow meter Level transmitte Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang
High
High pressure
Pipa aliran bahan bakar tersumbat
Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu kecil
Flow meter Level transmitte Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi
14
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu kecil
Kontrol dari pengawas H H 5 kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.
Kenaikan tekanan pada pipa
Stang plem Flow meter Strainer Air separator Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan penambahan strainer dan air separator apabila terjadi kerusakan pada strainer dan air separator Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang
High
High pressure
Pipa aliran bahan bakar tersumbat
Terjadi keretakan pipa Perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pengawas
H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa
15
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Terjadi keretakan pipa Kontrol dari pengawas H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa
High
High pressure
Pipa aliran bahan bakar tersumbat Kebocoran pada pipa
aliran bahan bakar Perawatan pipa Isolasi pipa
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran
16
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
Kontrol dari pengawas H H 5 Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang
High
High pressure
Pipa aliran bahan bakar tersumbat
Terjadi pelepasan bahan bakar di laut
Pemberian oil dispersant Perawatan pipa Isolasi pipa
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran
17
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Terjadi pelepasan bahan bakar di laut
Kontrol dari pengawas HH H 7 Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang
High
High pressure
Pipa aliran bahan bakar tersumbat
Terjadi pelepasan bahan bakar di darat
Pembersihan dengan spon atau majun Perawatan pipa Isolasi pipa Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari
18
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Pipa aliran bahan bakar tersumbat
Terjadi pelepasan bahan bakar di darat
Kontrol dari pengawas
H H 5 kapal/tongkang Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa
Flow indikator tidak bekerja
Besarnya tekanan aliran dari bahan bakar tidak dapat terbaca
Flow meter Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada flow indikator
High
High pressure
Kurangnya pengawasan dari pekerja
Tekanan pada pipa terlalu tinggi
Kontrol dari pengawas H H 5 Pengawas memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik
19
Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati
Study node 1 : Pipa aliran bahan bakar (00EGE10)
Parameter : Isi (Containment)
Intention : Mengalirkan bahan bakar yang berasal dari kapal tangker ke tangki penyimpanan bahan bakar
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Loss
Loss of containment
Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
Terjadi pelepasan bahan bakar di laut
Pemberian oil dispersant Perawatan pipa Isolasi pipa Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.
20
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Terjadi pelepasan bahan bakar di laut
Kontrol dari pengawas HH H 7 Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran
Loss
Loss of containment
Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
Terjadi pelepasan bahan bakar di darat
Pembersihan dengan spon atau majun Perawatan pipa Isolasi pipa Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa
21
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Terjadi pelepasan bahan bakar di darat
Kontrol dari pengawas
H H 5 Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran
Bahan bakar tidak dapat mengalir ke tangki penyimpanan
Flow meter Level transmitte Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang
Loss
Loss of containment
Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu kecil
Flow meter Level transmitte
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa
22
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu kecil
Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.
Cacat pada pipa aliran bahan bakar tidak terdeteksi
Perawatan pipa Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa
Loss
Loss of containment
Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar
Terjadi korosi pada pipa aliran bahan bakar
Perawatan pipa Isolasi pipa Katodik protection Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Memastikan seluruh pipa telah terisolasi dengan benar
23
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Terjadi keretakan pipa Perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pengawas
H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa
Loss
Loss of containment
Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar
Kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
Perawatan pipa Isolasi pipa
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran
24
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
Kontrol dari pengawas H H 5 Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.
Loss
Loss of containment
Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar
Terjadi pelepasan bahan bakar di laut
Pemberian oil dispersant Perawatan pipa Isolasi pipa
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa
25
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Terjadi pelepasan bahan bakar di laut
Kontrol dari pengawas H H 5 Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.
Loss
Loss of containment
Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar
Terjadi pelepasan bahan bakar di darat
Pembersihan dengan spon atau majun Perawatan pipa Isolasi pipa Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa
26
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Loss
Loss of containment
Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar
Terjadi pelepasan bahan bakar di darat
Kontrol dari pengawas
H H 5 Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.
Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati
Study node 2 : Strainer (00EGE12)
Parameter : Konsentrasi (Concentration)
Intention : Memisahkan bahan bakar dari kotoran
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Low Low concentration
Kerusakan pada strainer
Kotoran larut ke bahan bakar
Perawatan pada strainer Deferential strainer Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada strainer
27
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Low Low concentration
Kerusakan pada strainer
Konsentrasi bahan bakar tidak sempurna
Perawatan pada strainer Deferential strainer Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada strainer
Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati
Study node 3 : Air separator (10EGE12 dan 20EGE12)
Parameter : Konsentrasi (Concentration)
Intention : Memisahkan bahan bakar dari udara
Hazard
category Guide word Deviation Cause Consequence Safeguard
S L RRecommendation
Low Low concentration
Kerusakan pada strainer
Kotoran larut ke bahan bakar
Perawatan pada air separator Concentration recorder Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada air separator
28
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Low Low concentration
Kerusakan pada strainer
Konsentrasi bahan bakar tidak sempurna
Perawatan pada air separator Deferential strainer Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada air separator
29
Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati
Study node 4 : Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)
Parameter : Level
Intention : Menyimpan bahan bakar
Hazard
category Guide word Deviation Cause Consequence Safeguard
S L RRecommendation
Level pengisian pada tangki bahan bakar tidak dapat terbaca
Level transmitter Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik level transmitter Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi level bahan bakar
Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu besar
Flow meter Level transmitter Kontrol dari pekerja
H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi level bahan bakar
High
High level Level transmitter tidak bekerja
Kenaikan tekanan pada tangki
Safety valve Flow meter
H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi level
30
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Kenaikan tekanan pada tangki
Kontrol dari pekerja H H 5 bahan bakar
Terjadi keretakan tangki
Perawatan tangki Isolasi tangki Kontrol dari pekerja
H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada tangki
High
High level Level transmitter tidak bekerja
Kebocoran pada tangki bahan bakar
Perawatan tangki Isolasi tangki tanggul Instruksi kerja penanganan kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari tangki timbun
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada tangki Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi tangki bila terjadi kebocoran
31
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Kebocoran pada tangki bahan bakar
Kontrol dari pekerjas H H 5 Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan instruksi kerja penanganan kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari tangki timbun
High
High level Level transmitter tidak bekerja
Terjadi pelepasan bahan bakar di darat
Perawatan tangki Isolasi tangki tanggul Instruksi kerja penanganan kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari tangki timbun
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada tangki Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi tangki bila terjadi kebocoran Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan instruksi kerja penanganan
32
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Terjadi pelepasan bahan bakar di darat
Kontrol dari pekerjas
H H 5 kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari tangki timbun
High
High level Level transmitter tidak bekerja
Berpotensi menyebabkan kebakaran
Detektor dan alarm Fire fighting Fire hydrant Kontrol dari pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki, alat pemadam kebakaran, detektor dan alarm
Level pengisian pada tangki bahan bakar tidak dapat terbaca
Level transmitter Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik level transmitter Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi level bahan bakar
Low Low level Level transmitter tidak bekerja
Kapasitas bahan bakar pada tangki
Flow meter Level transmitter
H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan
33
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Low Low level Level transmitter tidak bekerja
penyimpanan terlalu kecil
Kontrol dari pekerja H H 5 pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi level bahan bakar
34
Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati
Study node 4 : Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)
Parameter : Tekanan (Pressure)
Intention : Menyimpan bahan bakar
Hazard
category Guide word Deviation Cause Consequence Safeguard
S L RRecommendation
Besarnya tekanan pada tangki bahan bakar tidak terbaca
Safety valve Flow meter Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik flow meter Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi tekanan bahan bakar
Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu besar
Flow meter Level transmitter Kontrol dari pekerja
H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi tekanan bahan bakar
High High pressure Flow indicator tidak bekerja
Kenaikan tekanan pada tangki
Safety valve Flow meter Kontrol dari pekerja
H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi tekanan bahan bakar
35
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Terjadi keretakan tangki
Perawatan tangki Isolasi tangki Kontrol dari pekerja
H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada tangki
High High pressure Flow indicator tidak bekerja
Kebocoran pada tangki bahan bakar
Perawatan tangki Isolasi tangki tanggul Instruksi kerja penanganan kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari tangki timbun Kontrol dari pekerjas
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada tangki Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi tangki bila terjadi kebocoran Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan instruksi kerja penanganan kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari tangki timbun
36
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Terjadi pelepasan bahan bakar di darat
Perawatan tangki Isolasi tangki tanggul Instruksi kerja penanganan kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari tangki timbun Kontrol dari pekerjas
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada tangki Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi tangki bila terjadi kebocoran Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan instruksi kerja penanganan kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari tangki timbun
High High pressure Flow indicator tidak bekerja
Berpotensi menyebabkan kebakaran
Detektor dan alarm Fire fighting Fire hydrant
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki, alat pemadam kebakaran, detektor dan alarm
37
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
High High pressure Flow indicator tidak bekerja
Berpotensi menyebabkan kebakaran
Kontrol dari pekerja HH H 7
Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati
Study node 4 : Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)
Parameter : Temperatur (Temperature)
Intention : Menyimpan bahan bakar
Hazard
category Guide word Deviation Cause Consequence Safeguard
S L RRecommendation
High High temperature
Temperature indicator tidak bekerja
Temperatur pada tangki penyimpanan tidak terbaca
Temperatur controller Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik temperature indicator Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi temperatur bahan bakar
38
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Kenaikan temperatur pada tangki
Temperatur controller Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik temperature indicator Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi temperatur bahan bakar
High High temperature
Temperature indicator tidak bekerja
Berpotensi menyebabkan kebakaran
Detektor dan alarm Fire fighting Fire hydrant Kontrol dari pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki, alat pemadam kebakaran, detektor dan alarm
39
Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati
Study node 4 : Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)
Parameter : konsentrasi (Concentration)
Intention : Menyimpan bahan bakar
Hazard
category Guide word Deviation Cause Consequence Safeguard
S L RRecommendation
Kotoran ikut larut ke bahan bakar
Perawatan pada strainer Deferential strainer Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada strainer
Low Low concentration
Terjadi kerusakan pada strainer
Konsentrasi bahan bakar tidak sempurna
Perawatan pada strainer Deferential strainer Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada strainer
40
Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati
Study node 4 : Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)
Parameter : Isi (Containment)
Intention : Menyimpan bahan bakar
Hazard
category Guide word Deviation Cause Consequence Safeguard
S L RRecommendation
Terjadi pelepasan bahan bakar di darat
Perawatan tangki Isolasi tangki Tanggul Instruksi penanganan kebocoran HSD (High Speed Diesel) dari tangki timbun Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada tangki Memastikan bahwa pekerja memahami Instruksi penanganan kebocoran HSD (High Speed Diesel) dari tangki timbun
Loss
Loss of containment
Terjadi kebocoran pada tangki bahan bakar
Berpotensi menyebabkan kebakaran
Detektor dan alarm Fire fighting Fire hydrant
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki, alat pemadam kebakaran, detektor dan alarm
41
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Terjadi kebocoran pada tangki bahan bakar
Berpotensi menyebabkan kebakaran
Kontrol dari pekerja HH H 7
Cacat pada tangki ahan bakar tidak
terdeteksi b
Perawatan tangki Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki
Terjadi korosi pada tangki bahan bakar
Perawatan tangki Isolasi tangki Katodik protection Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki Memastikan seluruh tangki telah terisolasi dengan benar
Terjadi keretakan tangki
Perawatan tangki Isolasi tangki Kontrol dari pengawas
H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada tangki Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki
Loss
Loss of containment
Kurangnya perawatan pada tangki bahan bakar
Kebocoran pada tangki aliran bahan bakar
Perawatan tangki Isolasi tangki Tanggul
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada
42
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Kebocoran pada tangki liran bahan bakar a
Kontrol dari pengawas H H 5 tangki
Terjadi pelepasan bahan bakar di darat
Perawatan tangki Isolasi tangki Tanggul Instruksi penanganan kebocoran HSD (High Speed Diesel) dari tangki timbun Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada tangki Memastikan bahwa pekerja memahami Instruksi penanganan kebocoran HSD (High Speed Diesel) dari tangki timbun
Loss
Loss of containment
Kurangnya perawatan pada tangki bahan bakar
Berpotensi menyebabkan kebakaran
Detektor dan alarm Fire fighting Fire hydrant Kontrol dari pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki, alat pemadam kebakaran, detektor dan alarm
43
Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati
Study node 5 : Strainer (10EGE10 dan 20EGE10)
Parameter : Konsentrasi (Concentration)
Intention : Memisahkan bahan bakar dari kotoran
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Kotorabakar
n larut ke bahan Perawatan pada strainer Deferential strainer Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada strainer
Low Low concentration
Kerusakan pada strainer
Konsentrasi bahan bakar tidak sempurna
Perawatan pada strainer Deferential strainer Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada strainer
44
Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati
Study node 6 : Transfer fuel pump
Parameter : Kebocoran (Leak)
Intention : Mengalirkan bahan bakar dari tangki penyimpanan bahan bakar ke ruang bakar
Hazard
category Guide word Deviation Cause Consequence Safeguard
S L RRecommendation
Korosi Perawatan pipa Katodik protection kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa
Kerusakan pada pompa Perawatan pompa Kontrol dari prekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa
- Leak Kurangnya perawatan pada pompa
Bahan tidak dapat mengalir ke ruang bakar
Perawatan pompa Kontrol dari prekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa
45
Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati
Study node 7 : Main fuel oil pump
Parameter : Kebocoran (Leak)
Intention : Mengalirkan bahan bakar dari tangki penyimpanan bahan bakar ke ruang bakar
Hazard
category Guide word Deviation Cause Consequence Safeguard
S L RRecommendation
Korosi Perawatan pipa Katodik protection kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa
Kerusakan pada pompa Perawatan pompa Kontrol dari prekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa
- Leak Kurangnya perawatan pada pompa
Bahan tidak dapat mengalir ke ruang bakar
Perawatan pompa Kontrol dari prekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa
46
Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati
Study node 8 : Pipa aliran bahan bakar (12EGE10)
Parameter : Aliran (Flow)
Intention : Mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Bahan bakar tidak apat mengalir ke
ruang bakar d
Flow meter Relive valve Kontrol pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa
Pompa penyalur bahan bakar tidak dapat beroperasi
Kegagalan proses pembakaran
Flow meter Relive valve Kontrol pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa
Low Low flow
Terjadi kebocoran pada pipa
Terjadi pelepasan bahan bakar di darat
Pembersihan dengan spon atau majun Perawatan pipa Isolasi pipa
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran
47
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Terjadi pelepasan bahan bakar di darat
Kontrol dari pengawas
H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bia terjadi kebocoran pada pipa
Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar
Flow meter Relive valve Kontrol pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa
Terjadi kebocoran pada pipa
Kegagalan proses pembakaran
Flow meter Relive valve Kontrol pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa
Flow indikator tidak bekerja
Besarnya aliran dari bahan bakar tidak dapat terbaca
Flow meter Kontrol dari pekerja
H
H
5
Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada flow indikator
Low Low flow
Pipa aliran bahan bakar tersumbat
Tekanan pada pipa meningkat
Safety valve Flow meter Strainer
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa
48
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Tekanan pada pipa meningkat
Air separator Kontrol dari pekerja
H H 5 Mempertimbangkan penambahan strainer dan air separator sebagai cadangan apabila terjadi kerusakan pada strainer
Terjadi keretakan pipa perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pekerja
H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa
Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar
Flow meter Relive valve Kontrol pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa
Low Low flow Pipa aliran bahan bakar tersumbat
Kegagalan proses pembakaran
Flow meter Relive valve Kontrol pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa
49
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Low Low flow Kurangnya pengawasan dari pekerja
laju aliran bahan bakar terlalu rendah
Kontrol dari pekerja
H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi aliranl bahan bakar
Kenaikan tekanan Safety valve Flow meter Kontrol dari pekerja
H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi aliranl bahan bakar
Terjadi keretakan pipa perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pekerja
H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa
High High flow Kapasitas bahan bakar pada pipa terlalu besar
Kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
perawatan pipa Isolasi pipa
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi
50
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
Kontrol dari pekerja H H 5 Kebocoran Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa
High High flow Kapasitas bahan bakar pada pipa terlalu besar
Terjadi pelepasan di darat
Pembersihan dengan spon atau majun Perawatan pipa Isolasi pipa
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa
51
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Terjadi pelepasan di darat
Kontrol dari pengawas H H 5 Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa
Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar
Flow meter Safety valve Kontrol pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa
Kapasitas bahan bakar pada pipa terlalu besar
Kegagalan proses pembakaran
Flow meter Relive valve Kontrol pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa
Flow indikator tidak bekerja
Besarnya tekanan aliran dari bahan bakar tidak dapat terbaca
Flow meter Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada flow indikator
High High flow
Kurangnya pengawasan dari pekerja
Tekanan pada pipa terlalu tinggi
Kontrol dari pengawas H H 5 Pengawas memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik
52
Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati
Study node 8 : Pipa aliran bahan bakar (12EGE10)
Parameter : Tekanan (Pressure)
Intention : Mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Kenaikan tekanan Safety valve Flow meter Kontrol dari pekerja
H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi aliranl bahan bakar
Terjadi keretakan pipa perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pekerja
H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa
High
High pressure
Pipa aliran bahan bakar tersumbat
Kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
perawatan pipa Isolasi pipa
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi
53
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
Kontrol dari pekerja H H 5 Kebocoran Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa
High
High pressure
Pipa aliran bahan bakar tersumbat
Terjadi pelepasan di darat
Pembersihan dengan spon atau majun Perawatan pipa Isolasi pipa
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa
54
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Terjadi pelepasan di darat
Kontrol dari pengawas
H H 5 Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa
Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar
Flow meter Safety valve Kontrol pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa
Pipa aliran bahan bakar tersumbat
Kegagalan proses pembakaran
Flow meter Relive valve Kontrol pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa
Flow indikator tidak bekerja
Besarnya tekanan aliran dari bahan bakar tidak dapat terbaca
Flow meter Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada flow indikator
High
High pressure
Kurangnya pengawasan dari pekerja
Tekanan pada pipa terlalu tinggi
Kontrol dari pengawas H H 5 Pengawas memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik
55
Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati
Study node 8 : Pipa aliran bahan bakar (12EGE10)
Parameter : Isi (Containment)
Intention : Mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Loss
Loss of containment
Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
Terjadi pelepasan bahan bakar di darat
Pembersihan dengan spon atau majun Perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pengawas
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran
56
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar
Flow meter Safety valve Kontrol pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa
Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
Kegagalan proses pembakaran
Flow meter Relive valve Kontrol pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa
Cacat pada pipa aliran bahan bakar tidak terdeteksi
Perawatan pipa Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa
Terjadi korosi pada pipa aliran bahan bakar
Perawatan pipa Isolasi pipa Katodik protection Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Memastikan seluruh pipa telah terisolasi dengan benar
Loss
Loss of containment
Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar
Terjadi keretakan pipa Perawatan pipa Isolasi pipa
H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa
57
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Terjadi keretakan pipa Kontrol dari pengawas H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa
Loss
Loss of containment
Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar
Kebocoran pada pipa aliran bahan bakar
Perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pengawas
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran
58
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Terjadi pelepasan bahan bakar di darat
Pembersihan dengan spon atau majun Perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pengawas
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran
Loss
Loss of containment
Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar
Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar
Flow meter Safety valve Kontrol pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa
59
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Loss
Loss of containment
Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar
Kegagalan proses pembakaran
Flow meter Relive valve Kontrol pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa
Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati
Study node 9 : Fuel nozzel system
Parameter : Kebocoran (Leak)
Intention : Proses injeksi bahan bakar pada ruang bakar
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Korosi Perawatan fuel nozzle system Kontrol dari pekerja
H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada fuel nozzle system
- Leak Kurangnya perawatan pada fuel nozzle system
Bahan tidak dapat mengalir ke ruang bakar
Perawatan pompa Kontrol dari prekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada fuel nozzle system
60
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
- Leak Kurangnya perawatan pada fuel nozzle system
Kegagalan proses pembakaran
Perawatan fuel nozzle system Kontrol dari pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada fuel nozzle system
Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati
Study node 9 : Fuel nozzel system
Parameter : Temperatur (Temperature)
Intention : Proses injeksi bahan bakar pada ruang bakar
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Penyumbatan pada saluran bahan bakar
Perawatan fuel nozzle system Kontrol dari pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada fuel nozzle system
High High temperature
Timbulnya kerak hasil pembakaran
Kegagalan proses pembakaran
Perawatan fuel nozzle system Kontrol dari pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada fuel nozzle system
61
Lanjutan
Hazard category Guide
word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R
Recommendation
Penyumbatan pada saluran bahan bakar
Perawatan fuel nozzle system Kontrol dari pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada fuel nozzle system
Kekurangan bahan bakar
Perawatan fuel nozzle system Kontrol dari pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada fuel nozzle system
High High temperature
Jumlah udara berlebihan pada proses pembakaran
Kegagalan proses pembakaran
Perawatan fuel nozzle system Kontrol dari pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada fuel nozzle system
Low Low temperature
Kekurangan jumlah udara pada proses pembakaran
Kegagalan proses pembakaran
Perawatan fuel nozzle system Kontrol dari pekerja
HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada fuel nozzle system
62
Pengujian Validitas Instrumen
Tabel Hasil Pengujian Validalitas
No. Item pertanyaan rhitung thitung ttabel
Keputusan valid/ tidak valid
Penafsiran dengan indeks korelasi
1. 0.32 1.97 1.96 Valid Rendah 2. 0.042 0.25 1.96 Tidak valid - 3. 0.427 2.75 1.96 Valid Cukup tinggi 4. 0.418 2.68 1.96 Valid Cukup tinggi 5. 0.547 3.8 1.96 Valid Cukup tinggi 6 0.706 5.81 1.96 Valid Tinggi 7 -0.082 -0.48 1.96 Tidak valid - 8 0.08 0.47 1.96 Tidak valid - 9. 0.31 1.9 1.96 Tidak valid -
10. 0.366 2.29 1.96 Valid Rendah 11. 0.436 2.82 1.96 Valid Cukup tinggi 12. 0.514 3.49 1.96 Valid Cukup tinggi 13. 0.425 2.74 1.96 Valid Cukup tinggi 14. 0.083 0.49 1.96 Tidak valid - 15. -0.046 -0.27 1.96 Tidak valid - 16. 0.492 3.29 1.96 Valid Cukup tinggi 17. 0.222 1.33 1.96 Tidak valid - 18. 0.289 1.76 1.96 Valid Rendah 19. 0.306 1.87 1.96 Valid Rendah 20. 0.09 0.53 1.96 Tidak valid - 21. 0.13 0.76 1.96 Tidak valid - 22. 0.073 0.43 1.96 Tidak valid - 23. 0.056 0.33 1.96 Tidak valid - 24. -0.067 0.39 1.96 Tidak valid - 25. 0.096 1.56 1.96 Tidak valid - 26. 0.151 0.89 1.96 Tidak valid - 27. 0.400 2.54 1.96 Valid Cukup tinggi 28. 0.123 0.72 1.96 Tidak valid - 29. 0.039 0.23 1.96 Tidak valid - 30. 0.287 1.75 1.96 Tidak valid - 31. 0.333 2.04 1.96 Valid Rendah 32. 0.303 1.85 1.96 Tidak valid - 33. 0.303 1.85 1.96 Tidak valid - 34. 0.303 1.85 1.96 Tidak valid - 35. 0.184 1.09 1.96 Tidak valid - 36. 0.024 0.14 1.96 Tidak valid - 37. 0.258 1.56 1.96 Tidak valid - 38. 0.478 3.17 1.96 Valid Cukup tinggi 39. 0.061 0.36 1.96 Tidak valid - 40. 0.369 2.31 1.96 Valid Rendah 41. 0.329 2.03 1.96 Valid Rendah 42. 0.368 2.31 1.96 Valid Rendah 43. 0.181 1.07 1.96 Tidak valid -
Tabel Hasil Pengujian Validalitas (lanjutan)
No. Item pertanyaan rhitung thitung ttabel
Keputusan valid/ tidak valid
Penafsiran dengan indeks korelasi
44. 0.429 2.72 1.96 Valid Cukup tinggi 45. 0.618 4.58 1.96 Valid Tinggi 46. 0.383 2.42 1.96 Valid Rendah 47. 0.515 3.5 1.96 Valid Cukup tinggi 48. 0.413 2.64 1.96 Valid Cukup tinggi 49. 0.619 4.59 1.96 Valid Tinggi 50. 0.235 1.4 1.96 Tidak valid - 51. 0.359 2.24 1.96 Valid Rendah 52. 0.231 1.38 1.96 Tidak valid - 53. 0.002 0.012 1.96 Tidak valid - 54. 0.406 2.59 1.96 Valid Cukup tinggi 55. 0.197 1.17 1.96 Tidak valid - 56. 0.421 2.7 1.96 Valid Cukup tinggi 57. 0.41 2.62 1.96 Valid Cukup tinggi 58. 0.603 4.4 1.96 Valid Tinggi 59. 0.743 6.47 1.96 Valid Tinggi 60. 0.743 6.47 1.96 Valid Tinggi 61. 0.743 6.47 1.96 Valid Tinggi 62. 0.853 9.53 1.96 Valid Sangat tinggi 63. 0.883 10.97 1.96 Valid Sangat tinggi 64. -0.12 -0.7 1.96 Tidak valid -
Pengujian Reliabilitas Instrumen
Tabel Hasil Pengujian Reliabilitas Item-Item Awal
No. Item pertanyaan rhitung r11 rtabel
Keputusan reliabel/tidak reliabel
1. 0.442 0.613 0.329 Reliabel 2. 0.181 0.307 0.329 Tidak reliabel 3. 0.129 0.229 0.329 Tidak reliabel 4. 0.553 0.712 0.329 Reliabel 5. 0.317 0.481 0.329 Reliabel 6. 0.437 0.608 0.329 Reliabel 7. 0.17 0.29 0.329 Tidak reliabel 8 0.234 0.379 0.329 Reliabel 9. -0.117 -0.265 0.329 Tidak reliabel
10. 0.287 0.446 0.329 Reliabel 11. 0.546 0.706 0.329 Reliabel 12. 0.445 0.616 0.329 Reliabel 13. 0.273 0.429 0.329 Reliabel 14. -0.029 -0.059 0.329 Tidak reliabel 15. -0.078 -0.169 0.329 Tidak reliabel 16. 0.082 0.152 0.329 Tidak reliabel 17. 0.136 0.239 0.329 Tidak reliabel 18. 0.127 0.225 0.329 Tidak reliabel 19. 0.262 0.415 0.329 Reliabel 20. 0.240 0.387 0.329 Reliabel 21. 0.339 0.506 0.329 Reliabel 22. 0.135 0.238 0.329 Tidak reliabel 23. 0.199 0.332 0.329 Reliabel 24. 0.045 0.086 0.329 Tidak reliabel 25. 0.061 0.115 0.329 Tidak reliabel 26. 0.092 0.168 0.329 Tidak reliabel 27. 0.102 0.185 0.329 Tidak reliabel 28. 0.183 0.314 0.329 Tidak reliabel 29. -0.117 -0.265 0.329 Tidak reliabel 30. 0.405 0.577 0.329 Reliabel 31. 0.444 0.615 0.329 Reliabel 32. 0.364 0.534 0.329 Reliabel
Tabel Hasil Pengujian Reliabilitas Item-Item Akhir
No. Item pertanyaan rhitung r11 rtabel
Keputusan reliabel/tidak reliabel
33. 0.142 0.249 0.329 Tidak reliabel 34. 0.175 0.298 0.329 Tidak reliabel 35. 0.173 0.295 0.329 Tidak reliabel 36. 0.125 0.222 0.329 Tidak reliabel 37. 0.27 0.425 0.329 Reliabel 38. 0.402 0.573 0.329 Reliabel 39. 0.418 0.589 0.329 Reliabel 40. 0.351 0.519 0.329 Reliabel 41. -0.345 -1.053 0.329 Tidak reliabel 42. 0.231 0.375 0.329 Reliabel 43. 0.268 0.423 0.329 Reliabel 44. 0.423 0.595 0.329 Reliabel 45. 0.136 0.239 0.329 Tidak reliabel 46. 0.239 0.386 0.329 Reliabel 47. 0.465 0.635 0.329 reliabel 48. 0.335 0.502 0.329 Reliabel 49. 0.638 0.779 0.329 Reliabel 50. 0.085 0.157 0.329 Tidak reliabel 51. 0.353 0.522 0.329 Reliabel 52. 0.236 0.382 0.329 Reliabel 53. -0.107 -0.239 0.329 Tidak reliabel 54. 0.284 0.442 0.329 Reliabel 55. 0.382 0.553 0.329 Reliabel 56. 0.439 0.61 0.329 Reliabel 57. 0.513 0.678 0.329 Reliabel 58. 0.376 0.547 0.329 Reliabel 59. 0.377 0.548 0.329 Reliabel 60. 0.377 0.548 0.329 Reliabel 61. 0.377 0.548 0.329 Reliabel 62. 0.468 0.638 0.329 Reliabel 63. 0.532 0.695 0.329 Reliabel 64. -0.125 -0.286 0.329 Tidak reliabel
CAR Checklist
Sistem Distribusi Bahan Bakar
PT. Indonesia Power Unit PLTGU Grati
No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan
I. Peraturan dan Wewenang Tanggung jawab program manajemen keadaan darurat ditetapkan secara legal didalam peraturan. a) Didalam peraturan pihak manajemen tercantum suatu
landasan yang sah untuk mengatur program manajemen keadaan darurat.
I.1
b) Otoritas yang sah untuk menangani proses evakuasi (misal badai, materi berbahaya dll) sudah dibentuk.
II.1
II. Identifikasi Bahaya dan Pembobotan Risiko
Pihak manajemen memiliki proses untuk mengidentifikasi dan mengevakuasi sifat dasar dan perluasan dari bahaya akhibat ulah manusia, teknologi dan alam dibawah yuridisnya masing-masing. a) Pihak manajemen mengidentifikasi semua bahaya dan
kemungkinan munculnya (bahaya yang harus diperhatikan tidak terbatas, hanya pada kejadian akhibat ulah manusia,
No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan
teknologi dan alam
Pihak manajement menilai kerentanan dan risiko terhadap bahaya yang teridentifikasi. a) Pihak manajemen mengggunakan pembobotan risiko
dengan metode ilmiah.
b) Inforrmasi historis untuk semua bencana dimasukan ke dalam pembobotan risiko.
II.2
c) Identifikasi bahaya dan pembobotan risiko digunakan sebagai basis untuk rencana pengurangan dampak risiko jangka panjang maupun jangka menengah dan untuk rencana operasi darurat yang dibuat.
III. Pengurangan Bahaya
Pihak manajemen mengelolah program pengurangan bahaya. a) Pihak manajemen berpartisipasi pada semua program
pengurangan bahaya yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
III.1
b) Pihak manajemen mengembangkan strategi pengurangan bahaya berdasarkan hasil identifikasi bahaya dan hasil pembobotan risiko, pembobotan program
No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan dan pengalaman operasional untuk menghilangkan /mengurangi dampak dari bahay yang mungkin timbul.
c) Pihak manajemen medukung dan mendorong masyarakat
sekitar agar dapat bertahan menghadapi bencana dengan cara menyediakan pedoman pencegahan bencana, pelatihan, materi pendidikan dan pertolongan teknis.
IV. Perencanaan Suatu rencana reduksi bahaya telah dikembangkan a) Rencana tersebut berisi deskripsi dan analisa dari
kebijakan manajemen untuk mereduksi bahaya potensi bahaya dimasing-masing area
b) Rencana tersebut berisi tujuan dan sasaran untuk mereduksi bahaya serta berisi strategi tentang kesensitifan terhadapbahaya jangka panjang dan pendek, kesiapan, penanggulangan dan pemulihan bila suatu bahaya muncul.
IV.1
c) Rencana tersebut mendokumetasikan seberapa spesifik tindakan reduksi bahaya dapat berkontribusi pada keseluruhan reduksi risiko.
IV.2 Arahan, control, dan koordinasi dicantumkan didalam perencanaan pihak manajemen
No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan Peringatan bahaya dijabarkan di dalam perencanaan a) Rencana pihak manajemen tersebut menjabarkan
emergency alert system dan back up warning system
IV.3
b) Adanya jadwal regular untuk pengujian dan merawat warning system serta pelatihan personil dijabarkan dalam rencana.
IV.4 Manajemen sumber daya dijabarakan didalam perencanaan a) Telah dikembangkan sebuah kosep operasi untuk
mengatur dan mengendalikan aliran sumber daya penting dalam suatu keadaan gawat darurat.
IV.5 Proses evakuasi dijabarkan didalam perencanaan. a) Peran dan tanggung jawab untuk evakuasi dijabarkan
pada program perencanaan.
IV.6 Perlindungan kebakaran dijabarkan dalam perencanaan. a) Adanya peraturan dan tanggung jawab dari pihak
manajemen untuk perlindungan kebakaran.
IV.7 Pelayanana energi dan peralatan dijabarkan dalam rencana pihak manajemen a) Inventarisasi untuk energi dan peralatan dapat
No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan
diidentifikasikan dan dipelihara.
b) Proses perencanaan mempertimbangkan dampak yang mungkin terjadi pada pembangkit energi pengiriman dan distribusi infrastruktur.
Servis pekerja umum dan teknik didalam perencanaan. a) Prosedur untuk penghapusan reruntuhan yang
berhubungan dengan bencana dan kerusakan telah dikembangkan.
IV.8
b) SOP/checklist dikembangkan dan diperbaharui minimal 1 tahun sekali.
V. Komunikasi dan Peringatan
Kemampuan system komunikasi dapat dibuktikan. a) Adanya prosedur untuk mengkoordinasikan tersedianya
sistim komunikasi dan peralatan.
V.1
b) Adanya prosedur untuk kesiagaan dan mengaktifkan personil manajemen darurat.
V.2 Pihak manajemen mempunyai sistim peringatan yang andal. a) Pihak manajement mempunyai sistim peringatan utama
No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan dan alternatif.
b) Peringatan diterima dan disebarkan tepat pada waktunya.
VI. Operasi dan Prosedur
Pihak manajemen mempunyai prosedur yang dikembangkan untuk kepentingan dan penilaian kerugian. a) Pihak manajemen mempunyai prosedur yang
dikembangkan untuk aktivasi dan penyebaran tim penilai kerugian untuk mengumpulkan informasi tentang kerugian yang didapatkan.
VI.1
b) Pihak manajemen mempunyai kemampuan untuk memperoleh peta pra bencana, foto/gambar dan dokumen lain.
Pihak manajemen membuat prosedur yang mendukung respon pra, tran, dan pasca bencana serta operasi pemulihan. a) Prosedur dibuat untuk menambah sumber daya manusia
yang tersedia selama operasi bencana
b) Prosedur dibuat untuk menghasilkan laporan pasca keadaan darurat/ bencana
VI.2
c) Prosedur dibuat untuk program aksi korektif dan untuk mendukung program pengaturan (misal keamanan).
No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan VI.3 Pihak manajemen membuat prosedur untuk operasi
keamanan. a) Prosedur diterapkan untuk membantu keamanan dilokasi
penting
VI.4 Pihak manajemen membuat prosedur untuk kegiatan pemadaman kebakaran a) Prosedur dibuat untuk koordinasi dengan pemadam
kebakaran dalam pendeteksian dan penanganan kebakaran pada saat besarna melebihi kemampuan lokal.
VI.5 Pihak manajemen membuat prosedur untuk operasi pencapaian dan penyelamatan. a) Pihak manajemen melengkapi anggota pencarian dan
penyelamat dengan pelatihan mengenai teknik yang dibutuhkan.
VI.6 Pihak manajemen membuat prosedur untuk mengkoordinasikan pelayanan sukarelawan. a) Prosedur dibuat untuk membantu pengaturan sukarelawan
saat terjadi bencana
VI.7 Pihak manajemen membuat prosedur untuk mengkoordinasikan pelayanan peralatan dan energi selama kegiatan bencana. a) Fasilitas energi dan peralatan yang penting telah
diidentifikasikan sebelumnya.
No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan VII.1
VII. Logistik dan Fasilitas Merujuk pada kejadian kerugian yang dapat terjadi pada fasilitas utama, ketetapan dibuat untuk menampung personel dan fungsi utama. a) Fasilitas alternative bisa digunakan dalam keadaan darurat
untuk melakukan operasi kritis.
Pihak manajemen membuat rencana logistik. a) Prosedur operasi standar dibuat untuk manajemen
logistik.
b) Prosedur dibuat untuk pengaturan barang yang rusak, hancur dan yang dapat digunakan.
VII.2
c) Program untuk perencanaan perawatan peralatan fisik telah ditetapkan
VIII.1
VIII. Training
Pihak manajemen mengadakan analisis manajemen pelatihan setiap 2 tahun sekali. a) Dengan mengadakan analisis manajemen pelatihan setiap
2 tahun sekali, pihak manajemen dapat secara sistematis mengetahui masalah yang dapat diselesaikan melalui pelatihan dan menentukan pelatihan apa saja yang bisa
No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan
mengatasi/ meringankan kesalahan seperti dengan membuat jadwal pealtihan yag sesuai dengan kebutuhan.
Pihak manajemen memiliki program pelatihan manajemen emergency. a) Petugas pelatihan tealh menyelesaikan pelatihan dengan
baik.
b) Pihak manajemen menanggani sistim laporan yang menyimpan data jumlah pelatihan yang telah diadakan, pendaftaran disetiap pelatihan dan pelatihan yang diterima oleh anggota manajemen emergency
VIII.2
c) Pihak manajemen memiliki program yang menydeiakan pelatihan khusus bahaya/risiko
Pihak manajemen menggunakan model desain pelatihan yang tepat a) Anggota pihak manajemen mengikuti model desain
instruksional yang sistematis.
b) Desain pelatihan termasuk juga kegiatan pelatihan yang menyediakan pembelajaran ketrampilan sesuai dengan kebutuhan
VIII.3
c) Pihak manajemen mengadakan pelatihan dengan menggunakan metodologi teknik dan anggota yang
No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan
bervariasi.
Pihak manajemen memiliki kemampuan pengevalusi pelatihan a) Pihak manajemen memiliki sebuah sistem evaluasi
program pelatihan yang dapat diandalkan.
VIII.4
b) Pihak manajemen meninjau ulang timbal balik dari peserta untuk memastikan bahwa peserta mampu melakukan tugas yang telah diajarkan.
XI.1
XI. Kegiatan, Latihan, Evaluasi dan Perbaikan Pihak manajemen memiliki program pelatihan manajemen keadaan darurat yang dapat diandalkan. a) Pengalaman kegiatan emergency/ bencana sebenarnya
menjadi salah satu faktor dalam perencanaan pelatihan.
XI.2 Program latihan manajemen keadaan darurat pihak manajemen termasuk komponen evaluasi. a) Prinsip evaluasi didokumentasikan secara formal didesain
untuk kemudahan, penggunaan, penerapan, ditinjau kembali, untuk memastikan keabsahan secara terus menerus.
No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan Pihak manajemen mengadakan program kegiatan perbaikan. a) Pihak manajemen memiliki dokumen petunjuk kegiatan
perbaikan yang memadai.
b) Petunjuk kegiatan perbaikan dapat diaplikasikan
XI.3
c) Program kegiatan perbaikan menggunakan data dari latihan dan bencana yang sebenarnya
X. Komunikasi Krisis, Pendidikan Umum dan Informasi Program pendidikan umum persiapan keadaan darurat diadakan. a) Membuat program kesadaran masyarakat untuk
menginformasikan hal mengenai pengurangan bahya dan risiko dengan alat pengetahuan umum seperti artikel dan brosur yang dipublikaqsikan di Koran dan pengumuman layanan masyarakat.
X.1
b) Mengadakan program persiapan bencana untuk menolong korban bencana dan persiapan keadaan darurat.
X.2 Prosedur dibuat untuk penyebaran dan pengaturan informasi untuk keadaan daruart pada saat bencana. a) Penyebaran informasi dalam program bantuan bencana
dikoordinasikan dengan staf hubungan masyarakat.
No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan XI.1
XI. Keuangan dan Administrasi
Adanya sistem administrasi program pihak manajemen a) Prosedur dan rencana kelanjutan kegiatan telah dibuat
untuk memastikan administrasi dan keuangan kritis pihak manajemen berfungsi selama periode bencana.
Pihak manjemen memantau kebijakan pra pemberian dana pelaksanaan manajemen emergency. a) Anggota pihak manajemen memiliki pengetahuan
persyaratan pendanaan yang sesuai dengan undang-undang.
XI.2
b) Anggota pihak manajemen memiliki pengetahuan tentang batas dan biaya atas persyaratan dan pendanaan serta mematuhi persyaratan tersebut.
XI.3 Pihak manjemen memantau kebijakan pasca pemberian dana pelaksanaan manajemen emergency. a) Pihak manjemen membuat pengontrolan untuk
memastikan bahwa pemabyaran dana tersebut benar dan tepat sasaran dan untuk mencegah keterlambatan dan ketepatan pendanaan.
XI.4 Program administrasi emergency diadakan. a) Pihak manajemen membuat rencana administrasi dan
No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan deskripsi pekerjaan emergency.
b) Pihak manajemen memiliki unit perencanaan/ pembelian didalam masing-masing administrasi dan keuangan untuk mengatur seluruh kontrol/ penjaminan selam keadaan darurat.
c) Pihak manajemen memiliki prosedur untuk menanganai semua masalah kompensasi , klaim dan biaya pemulihan.