disaster management

171
IDENTIFIKASI RISIKO BENCANA DAN PERENCANAAN LANGKAH MITIGASI DENGAN PENDEKATAN DISASTER MANAGEMENT PADA SISTEM DISTRIBUSI BAHAN BAKAR PT. INDONESIA POWER UNIT BISNIS PEMBANGKIT PERAK-GRATI (PLTGU GRATI) TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Studi Diploma Empat dan Memperoleh Gelar Sarjana Sain Terapan Oleh: Iin Iskandar (6503.040.025) PROGRAM STUDI TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2007

Upload: syae

Post on 04-Jan-2016

230 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

This Final Exam By IIn Iskandar

TRANSCRIPT

Page 1: Disaster Management

IDENTIFIKASI RISIKO BENCANA DAN PERENCANAAN LANGKAH MITIGASI

DENGAN PENDEKATAN DISASTER MANAGEMENT PADA SISTEM DISTRIBUSI BAHAN BAKAR

PT. INDONESIA POWER UNIT BISNIS PEMBANGKIT PERAK-GRATI

(PLTGU GRATI)

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Studi Diploma Empat dan

Memperoleh Gelar Sarjana Sain Terapan

Oleh:

Iin Iskandar (6503.040.025)

PROGRAM STUDI TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

2007

Page 2: Disaster Management

LEMBAR PENGESAHAN

Disetujui oleh Tim Penguji Tugas Akhir Tanggal Ujian : 28 Juni 2007

Periode Wisuda : September 2007

Dosen Penguji

1. Projek Priyonggo S.L, ST., MT. (……………………………….)

2. Mirna Apriani, ST. (……………………………….)

3. Arief Subekti, ST. (……………………………….)

4. Indri Santiasih, S.KM. (……………………………….)

Dosen Pembimbing

1. Mirna Apriani, ST. (……………………………….)

2. Galih Anindita, ST. (……………………………….)

Program Studi D4 Teknik Keselamatan Dan Kesehatan Kerja

Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Mengetahui/Menyetujui Ketua Program Studi,

Projek Priyonggo S.L, ST., MT. NIP. 131 792 970

Page 3: Disaster Management

ABSTRAK Tingkat kesadaran setiap organisasi internasional terhadap bencana semakin

ditingkatkan, karena bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia baik dari segi material, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri.

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah Disaster Management. Tahapan pada Disaster Management diantaranya adalah Risk Assessment dan Readiness Assessment. Pada Risk Assessment akan diidentifikasi tingkat resiko dari setiap kejadian dengan menggunakan HAZOP dan kemudian dilakukan Readiness Assessment, setelah diketahui kesiapan dari perusahaan, maka akan dilakukan langkah mitigasi untuk mengurangi efek dari bencana.

Hasil identifikasi dengan HAZOP, didapatkan bahwa bencana dari sistem distribusi bahan bakar yang tergolong dalam kategori resiko paling tinggi adalah terjadi pelepasan bahan bakar di laut, potensi kebakaran, kerusakan tangki, bahan bakar tidak mengalir ke ruang bakar, penyumbatan pada saluran bahan bakar dan kegagalan proses pembakaran. Hasil dari CAR checklist untuk penilaian kesiapan didapatkan prosentase jawaban untuk fully capable 15%,very capable 41 %, generally capable 15%, marginally capable 3% dan not capable 3%.

Hal ini menunjukan bahwa diperlukan langkah mitigasi. Mitigasi yang dilakukan secara non struktural yaitu menyusun prosedur sistem perawatan, mengadakan pelatihan perawatan, melaksanakan dan mengendalikan prosedur sistem perawatan, training, perencanaan, dan kegiatan, latihan, evaluasi, serta perbaikan. Mitigasi secara struktural yaitu pemasangan alat pengaman seperti safety valve, relive valve, stang plem, flow meter, level transmitter, pressure indicator, temperature indicator, fire detector, alarm, fire fighting, fire hydrant, flame detector, tanggul, vibration monitor, deferential strainer, dan suction pump Kata kunci : Disaster Management, mitigation, Risk Assessment, Readiness

Assessment

i

Page 4: Disaster Management

ABSTRACT

Class consciousnesses in international organization to prevent disaster are more increase. Which disaster is a serious disturbance of the functioning of a community or society causing wide spread human, material, economic, or environment losses which exceed the ability of the affected community or society to cape using its own resource.

The approach which is applied in this research is disaster management. Disaster management has many phases which are risk assessment and readiness assessment. In risk assessment phase it measures the disaster risk scale by using HAZOP and than it is followed by readiness assessment, after knowing the readiness of the company it will be followed by the assessment of mitigation steps to decrease the impact of disaster

Result identification with HAZOP, are to knowing that potential disaster of fuel distribution system, are classified into high category is releasing fuel into the ocean, explosion potential, tank damage, fuel cannot flow into in combustion chamber, gagging at fuel channel, and failure process combustion. Results for CAR checklist are percentage between fully capable 15%, very capable 41 %, generally capable 15%, marginally capable 3% and not capable 3%.

This is show if needed mitigation steps. The unstructured mitigation is compiling maintenance procedure, performing maintenance training, executing and control maintenance procedure, training, planning, and drill, evaluation also recovery. A structural mitigation are to apply safeguard such as safety valve, relive valve, stang plem, flow meter, level transmitter, pressure indicator, temperature indicator, fire detector, alarm, fire fighting, fire hydrant, flame detector, dike, vibration monitor, deferential strainer, and suction pump

Key word : Disaster Management, mitigation, Risk Assessment, Readiness

Assessment

ii

Page 5: Disaster Management

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik sebagai persyaratan kelulusan

program Diploma Empat Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja,

Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya – Institut Teknologi Sepuluh

Nopember Surabaya. Keberhasilan penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari

bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan penghargaan dan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Orang tua ku tercinta Ayah, Ibu Kemy, Bapak dan Ibu Lilik yang banyak

memberikan dukungan moral, materil serta doa.

2. Suami "Cai" ku yang memberi semangat dan bantuanya.

3. Adik ku yang. yang memberi semangat.

4. Semua Keluarga besarku banyak memberikan dukungan dan doa.

5. Bapak Projek Prijonggo SL, ST. MT, Ketua Program Studi Teknik

Keselamatan dan Kesehatan Kerja PPNS – ITS.

6. Ibu Mirna Apriani, ST selaku dosen pembimbing I yang dengan sabar

membantu mengarahkan dan membimbing penulis selama mengerjakan

tugas akhir.

7. Ibu Galih Anindita, ST. selaku dosen pembimbing II yang dengan sabar

membantu mengarahkan dan membimbing penulis selama mengerjakan

tugas akhir.

8. Bagi semua karyawan PT. Indonesia Power yang telah membantu,

mengarahkan, membimbing dan memberikan ilmu kepada penulis

selama pengambilan data

9. Rekan – rekan ( Bar- bar K3 2003) senasib dan seperjuangan yang saling

membantu dan memotivasi serta memberikan doa selama pengerjaan

tugas akhir.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

iii

Page 6: Disaster Management

Penulis menyadari bahwa pada penulisan tugas akhir ini terdapat

kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat

membangun dalam penulisan tugas akhir ini sangat penulis harapkan.

Akhirnya, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat memberikan

manfaat yang positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di

Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PPNS-ITS) serta

menambah wawasan. Amien.

Surabaya, 20 juli 2007

Penulis

iv

Page 7: Disaster Management

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

HALAMAN LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK .......................................................................................................... i

ABSTRACT........................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii

DAFTAR ISI....................................................................................................... v

DAFTAR TABEL............................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 2

1.3 Tujuan ............................................................................................... 2

1.4 Manfaat ............................................................................................. 3

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah............................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 4

2.1 Disaster ............................................................................................. 4

2.2 Disaster Management. ...................................................................... 6

2.2.1 Mitigation................................................................................. 6

2.2.2 Preparedness ......................................................................... 7

2.2.3 Respon……....…...................................................................... 7

2.2.4 Recovery……....…..... .............................................................. 7

2.2.5 Manajement bencana ............................................................... 8

2.3 Disaster Identification....................................................................... 8

2.4 Risk assessment ................................................................................. 9

2.5 Disaster risk assessment ................................................................... 13

2.6 Hazard and Operability Studies (Hazop).......................................... 13

v

Page 8: Disaster Management

2.7 Readiness Assessment ....................................................................... 16

2.8 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen ................................ 17

2.8.1 Pengujian validitas instrumen .................................................. 18

2.8.2 Pengujian reliabilitas instrumen............................................... 19

2.9 Proses Produksi Sistem Distribusi Bahan Bakar.............................. 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 22

3.1 Tahap Pendahuluan ......................................................................... 22

3.1.1 Perumusan masalah dan tujuan penelitian .............................. 22

3.1.2 Studi literatur............................................................................ 22

3.1.3 Studi lapangan.......................................................................... 22

3.2 Tahap Identifikasi.............................................................................. 22

3.2.1 Risk assessment ........................................................................ 23

3.2.2 Readiness assessment............................................................... 23

3.2.2.1 Pengujian validitas dan reliabilitas ....................................... 23

3.3 Tahap Mitigasi .................................................................................. 23

3.4 Tahap Penarikan Kesimpulan dan Saran........................................... 24

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA .......................... 26

4.1 Disaster Identification....................................................................... 26

4.2 Risk assessment ................................................................................. 26

4.3 Hazard and Operability Studies (Hazop).......................................... 30

4.4 CAR Checklist ................................................................................... 30

4.4.1 Pengujian validitas ................................................................... 30

4.4.2 Pengujian reliabilitas................................................................ 43

4.5 Readiness Assessment ....................................................................... 43

BAB V ANALISA DAN MITIGASI................................................................ 48

5.1 Analisa Risk assessment .................................................................... 48

5.1.1 Analisa pipa aliran bahan bakar (00EGE11) ......................... 48

5.1.2 Analisa tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)........... 50

5.1.3 Analisa transfer fuel pump....................................................... 51

5.1.4 Analisa main fuel oil pump ...................................................... 51

vi

Page 9: Disaster Management

5.1.5 Analisa pipa aliran bahan bakar (12EGE10) ......................... 51

5.1.6 Analisa fuel nozzle system ....................................................... 52

5.2 Analisa Readiness assessment. ......................................................... 53

5.3 Risk Mitigation ......................................................................... 57

5.3.1 Mitigasi non struktural ............................................................. 57

5.3.1.1 Analisa non struktural berdasarkan CAR checklist ..... 58

5.3.1.2 Analisa non struktural berdasarkan HAZOP................ 61

5.3.2 Mitigasi struktural .................................................................... 65

5.3.2.1 Mitigasi struktural pipa aliran bahan bakar ................ 65

5.3.2.2 Mitigasi struktural tangki penyimpanan bahan bakar . 66

5.3.2.3 Mitigasi struktural transfer fuel pump.......................... 67

5.3.2.4 Mitigasi struktural main fuel oil pump ......................... 68

5.3.2.5 Mitigasi struktural pipa aliran bahan bakar ................ 68

5.3.2.6 Mitigasi struktural fuel nozzle system .......................... 69

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 70

6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 70

6.2 Saran.................................................................................................. 75

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 77

LAMPIRAN....................................................................................................... 78

vii

Page 10: Disaster Management

DAFTAR TABEL

Halaman

Table 2.1 Tabel HAZOP ................................................................................... 14

Table 2.2 Kategori Akibat (severity)................................................................. 15

Table 2.3 Kategori probabilitas (likelihood) ..................................................... 16

Table 2.4 Matriks Prioritas................................................................................ 16

Table 2.5 Kategori Jawaban CAR Checklist..................................................... 16

Tabel 2.6 Kriteria Penafsiran ............................................................................ 19

Tabel 4.1 Daftar Pembagian Study Node dan Intention .................................... 27

Tabel 4.2 Rekapitulasi HAZOP pada StudyNode1 ........................................... 27

Pipa Aliran Bahan Bakar (00EGE11)

Tabel 4.3 Rekapitulasi HAZOP pada StudyNode4 ........................................... 28

Tangki Penyimpanan Bahan Bakar (00EGE13)

Tabel 4.4 Rekapitulasi HAZOP pada StudyNode6 ........................................... 28

Transfer Fuel Pump

Tabel 4.5 Rekapitulasi HAZOP pada StudyNode7 ........................................... 28

Main Fuel Oil Pump

Tabel 4.6 Rekapitulasi HAZOP pada StudyNode8 ........................................... 29

Pipa Aliran Bahan Bakar (12EGE10)

Tabel 4.7 Rekapitulasi HAZOP pada StudyNode9 ........................................... 29

Fuel Nozzle System

Tabel 4.8 Hasil Penilaian Kesiap-Siagaan ........................................................ 43

Tabel 5.1 Nilai Mayoritas pada Program Manajemen ..................................... 56

Tabel 5.2 Daftar CAR Checklist dan Langkah Perbaikan ................................ 58

viii

Page 11: Disaster Management

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Konsep Terjadinya Bencana.......................................................... 4

Gambar 2.2 Empat Fase Pada Emergency Management .................................. 6

Gambar 2.3 Konsep Manajement Bencana....................................................... 8

Gambar 2.4 Proses Manajement Resiko ........................................................... 12

Gambar 2.5 Proses Produksi PLTGU Grati ...............................................................12

Gambar 3.1 Flowchart Metodologi Penelitian.................................................. 25

Gambar 4.1 Grafik Penilaian Kesiap-siagaan ................................................... 44

ix

Page 12: Disaster Management

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 P&IDs Sistim Distribusi Bahan Bakar

Lampiran 2 Hasil Identifikasi HAZOP

Lampiran 3 Pengujian Validitas

Lampiran 4 Pengujian Reliabilitas

Lampiran 5 Specification High Speed Diesel

Lampiran 6 Prosedur Kesiagaan dan Tanggap darurat

Lampiran 7 Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari

Kapal/Tongkang

Lampiran 8 Instruksi kerja Kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari

Tangki Timbun

Lampiran 9 CAR Checklist

x

Page 13: Disaster Management

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingkat kesadaran setiap organisasi internasional terhadap bencana

semakin ditingkatkan (Mitchell, 1996). Hal ini disebabkan karena bencana

merupakan peristiwa yang dapat dialami oleh setiap organisasi atau sistem

yang dapat menggangu proses operasional normal organisasi atau sistem

tersebut dan bencana dapat terjadi kapan saja pada saat yang tidak dapat

diperkirakan dengan pasti. Dalam perkembangannya industri memberikan

manfaat bagi kehidupan manusia seperti menyerap tenaga kerja, menghasilkan

produk yang dibutuhkan oleh manusia dan sebagainya. Namun disamping itu

proses produksi yang dijalankan dengan menggunakan teknologi dan bahan-

bahan yang membahayakan kehidupan, apabila hal tersebut tidak dapat

dikelola dengan baik maka tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan

gangguan, penurunan kualitas hidup, sampai terjadi bencana. Beberapa

kejadian bencana pada industri seperti Bhopal, Minamata, Petrowidada dan

Lapindo ini akan menjadi pengalaman yang tidak ternilai bagi manusia.

Bencana industri ini secara garis besar memiliki dampak yang merugikan pada

industri, sistem bangunan dan infrastruktur, serta dampak terhadap orang di

sekitar kawasan industri. Selain itu bencana juga dapat berdampak pada

lingkungan seperti kontaminasi udara, air, dan tanah yang menyebabkan

daerah-daerah tersebut tidak dapat dihuni kembali oleh manusia dan makhluk

hidup yang lainnya.

PT. Indonesia Power memiliki 8 Unit Bisnis Pembangkitan salah

satunya Unit Bisnis Pembangkitan Perak dan Grati. Unit PLTGU Grati ini

menggunakan 2 macam bahan bakar yaitu gas (BBG) dan minyak (BBM).

Tetapi karena gas belum masuk, maka unit ini sekarang menggunakan bahan

bakar minyak berupa residu (Heavy Fuel Oil). Bahan bakar berupa residu

tersebut dikirim melalui laut dari fasilitas lepas pantai dengan menggunakan

kapal tanker/tongkang milik Pertamina. Kapal tanker/ tongkang tersebut akan

merapat ke Buoys (sekitar 4 km dari pantai) dan memompa bahan bakar ke

1

Page 14: Disaster Management

tangki persediaan/ storage tank melalui pompa Main Fuel Oil Pump. Bahan

bakar tersebut nantinya akan di pompa untuk disalurkan ke nozzle ruang bakar

sehingga terjadi proses pembakaran. Selama proses pendistribusian bahan

bakar tersebut diperlukan pengawasan yang ketat baik di darat dan di laut. Hal

ini karena proses tersebut rawan akan bahaya (seperti bahaya kebakaran,

ledakan, pencemaran lingkungan, dan lain-lain) juga untuk menghindari

beberapa kemungkinan bencana lain yang tidak teridentifikasi dan tertangani

dengan baik yang dapat mengganggu proses produksi dan lingkungan

sekitarnya.

Oleh karena itu penanggulangan bencana menjadi hal yang sangat

penting, meskipun bencana tersebut tidak dapat dihindari. Dengan pendekatan

Disaster Management diharapkan PT. Indonesia Power khususnya pada

PLTGU unit Grati memiliki kesiaptanggapan dalam menghadapi

kemungkinan terjadinya bencana. Sehingga akibat yang merugikan dari suatu

bencana dapat diminimalisir melalui tindakan pencegahan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang akan

dibahas adalah :

1. Bagaimana mengidentifikasi potensi bencana dan penyebabnya serta

dampak timbulnya bencana tersebut

2. Bagaimana menentukan dan mengevaluasi tingkat resiko bencana yang

terjadi berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan.

3. Bagaimana mengidentifikasi dan merencanaan langkah-langkah untuk

mereduksi dampak dari bencana (mitigasi).

1.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam perencanaan ini adalah sebagai

berikut:

1. Mengidentifikasi bencana apa saja yang mungkin terjadi dan penyebabnya

serta dampak dari timbulnya bencana tersebut.

2

Page 15: Disaster Management

2. Menentukan dan mengevaluasi tingkat resiko bencana yang terjadi

berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan.

3. Mengidentifikasi dan merencanaan langkah-langkah untuk mereduksi

dampak dari bencana (mitigasi).

1.4 Manfaat

Manfaat yang didapatkan dengan adanya perencanaan ini antara lain:

1. Memberikan kapabilitas untuk mengukur risiko terjadinya bencana dan

memberikan gambaran mengenai bencana yang dapat terjadi.

2. Memberikan kemampuan kepada Direksi dan Manajement untuk memberi

prioritas, memfokuskan kegiatan serta pengendalian risiko bencana.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Ruang lingkup dan batasan masalah pada perencanaan ini adalah :

1. Penelitian dilakukan di Turbine Gas Open Cycle (Blok II) PLTGU Grati

pada proses distribusi bahan bakar (mulai dari kapal tongkang sampai

digunakan pada fuel nozzle system).

2. Penelitian hanya dilakukan sampai tahap Mitigation

3

Page 16: Disaster Management

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Disaster

Disaster atau yang berarti bencana merupakan suatu gangguan serius

terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian

yang meluas pada kehidupan manusia baik dari segi material, ekonomi atau

lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan

untuk mengatasi dengan menggunakan sumber daya mereka sendiri (ISDR,

2004). Sedangkan menurut Graham (2001) bencana tersebut dapat disebabkan

oleh alam, sosial, dan bahaya teknologi (Technological Hazard).

Kerentanan

Resiko Bencana

Kejadian

Bencana

Bahaya

Gambar 2.1 Konsep Terjadinya Bencana

(Sumber : [email protected])

Gambar diatas menjelaskan konsep terjadinya bencana. Dimana

bencana akan terjadi bila terdapat bahaya dan kerentanan dalam suatu sistem,

yang kemudian tidak dihadapi dengan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan

dari sistem tersebut dalam menghadapi timbulnya suatu resiko bencana.

Apabila telah terjadi kejadian (Event) maka hal itu dapat dikatakan sebagai

bencana.

NFPA 1600 (2004) mengklasifikasikan bencana menjadi 2 yaitu:

1. Bencana Alam

a) Bahaya Geologi

4

Page 17: Disaster Management

- Gempa bumi

- Tsunami

- Gunung meletus

- Tanah longsor

- Gletser

b) Bahaya Meteorogi

- Banjir

- Musim kemarau

- Kebakaran hutan

- Hujan salju dan hujan es

- Angina topan, angin puyuh, angin tropis, debu/badai pasir

- Temperatur ekstrem (panas, dingin)

- Kelaparan

c) Bahaya Biologi

- Bencana yang berdampak pada manusia dan hewan (cacar, anthrax,

penyakit mulut)

- Kerumunan binatang atau serangga

2. Kejadian Dikarenakan Manusia

a) Ketidaksengajaan

- Tumpahan atau pelepasan bahaya material (kimia, radiologi,

biologi)

- Ledakan/kebakaran

- Kecelakaan transportasi

- Gedung/ struktur yang jatuh

- Kegagalan energi/kekuatan

- Kekurangan bahan bakar/ sumber

- Polusi udara/air, kontaminasi

- Struktur control air/bendungan/kegagalan level

- Persoalan keuangan, penurunan ekonomi, inflasi, jatuhnya sistem

keuangan

- Gangguan pada sistem komunikasi

5

Page 18: Disaster Management

b) Disengaja

- teroris

- sabotase

- kejahatan

- perang

2.2 Disaster Management

Disaster management (Emergency management) adalah sekumpulan

kebijakan dan keputusan-keputusan administratif dan aktivitas-aktivitas

operasional yang berhubungan dengan berbagai tahapan dan semua tingkatan

bencana (UNDP, 1992). Disaster management merupakan suatu kesatuan fase

penanggulangan bencana yang didalamnya terdapat fase risk mitigation,

preparedness, respon, dan recovery.

Gambar 2.2 Empat Fase Pada Emergency Management (Sumber : www.wikipidia.org)

2.2.1 Mitigation

Mitigation adalah aktivitas yang dilakukan untuk mengeliminasi atau

mereduksi kemungkinan terjadinya unexpected event, atau mereduksi

konsekuensi atau akibat yang meliputi tindakan pengurangan resiko jangka

panjang (NFPA 1600, 2004). Didalam Mitigation ini dilakukan

pengidentifikasian resiko yang dapat terjadi, mekanisme timbulnya dan

mengestimasi tingkat resiko serta memprioritaskan resiko tersebut.

Penentuan/pengidentifikasian ini dilakukan dengan Risk Assessment. Mitigasi

dilakukan memandang dua aspek yaitu :

6

Page 19: Disaster Management

1. Mitigasi Struktural

Rekomendasi yang diberikan meliputi segala sesuatu yang berbentuk

fisik seperti perbaikan mesin.

2. Mitigasi non Struktural

Rekomendasi yang diberikan meliputi segala sesuatu yang tidak

berbentuk atau mengenai sistem manajemen. Mitigasi non struktural

meliputi :

- Kelembagaan

- Prosedur

- Peraturan perundang-undangan

- Perencanaan

- Pendidikan dan pelatihan

- Penelitian dan pengajian

- Peningkatan kewaspadaan

2.2.2 Preparedness

Preparedness adalah aktivitas yang dirancang untuk meminimalisir

kerugian dan kerusakan kehidupan, mengorganisir pemindahan sementara

orang-orang dan properti dari lokasi yang terancam, dan memfasilitasi secara

tepat dan penyelamatan yang efektif, pemulihan, dan rehabilitasi (UNDP,

1992).

2.2.3 Respon

Respon adalah tindakan yang diambil sebagai tanggapan atau reaksi

terhadap terjadinya bencana.

2.2.4 Recovery

Recovery adalah tindakan-tindakan atau keputusan-keputusan yang

diambil setelah terjadi satu bencana dengan maksud untuk memulihkan

kondisi kehidupan sebelumnya dari suatu masyarakat yang terkena bencana

(UNDP, 1992)

7

Page 20: Disaster Management

2.2.5 Manajemen bencana

Berikut ini adalah gambar dari konsep menajemen bencana dimana

dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini.

kesiapsiagaan

Mitigasi

Pencegahan

Pembangunan

Tanggap darurat

Pemulihan

Bencana

Tahap pengurangan resiko sebelum bencana

Tahap pemulihan/penangganan pasca bencana

Gambar 2.3 Konsep Manajement Bencana

(Sumber : [email protected])

Pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan dilakukan sebelum terjadi

bencana dengan tujuan untuk mengurangi resiko apabila terjadi bencana,

kemudian dapat pula kita lihat bahwa kegiatan tanggap darurat, pemulihan dan

pembangunan dilakukan disaat setelah terjadinya bencana dengan tujuan

untuk segera memulihkan kondisi pasca bencana. Sehingga dengan adanya

disaster menegement ini diharapkan nantinya akan didapatkan langkah untuk

meminimalisasi akibat yang merugikan dari suatu bencana.

2.3 Disaster Identification

Di dalam disaster identification dilakukan pengidentifikasian resiko

yang dapat terjadi dalam suatu proses produksi, mekanisme timbulnya resiko

dan mengestimasi level resiko serta memprioritaskan tingkat resiko tersebut.

Penetuan pengidentifikasian ini dilakukan dengan Risk Assessment dan

Readiness Assessment.

8

Page 21: Disaster Management

2.4 Risk Assessment

Resiko menurut The Standard Australia New Zealand (1999) adalah

suatu kemungkinan dari suatu kejadian yang tidak diinginkan yang akan

mempengaruhi suatu tujuan. Resiko dapat dibedakan menjadi beberapa jenis

diantaranya adalah:

1. Operational Risk

Resiko yang berhubungan dengan operasional organisasi

perusahaan, meliputi kejadian resiko yang berhubungan dengan sistem

organisasi, proses kerja, teknologi dan sumber daya manusia.

2. Financial Risk

Resiko yang berdampak pada kinerja keuangan perusahaan.

3. Hazard Risk

Resiko kecelakaan fisik seperti kejadian resiko sebagai akibat

bencana alam, berbagai kejadian atau kerusakan yang menimpa harta

perusahaan dan adanya ancaman pengerusakan.

4. Strategy Risk

Meliputi kejadian resiko yang berhubungan dengan strategi

perusahaan, politik ekonomi, peraturan perundang-undangan, pasar bebas,

resiko yang berkaitan dengan reputasi perusahaan, kepemimpinan dan

termasuk perubahan keinginan pelanggan.

Risk Assessment menurut ISDR (2004) adalah sebuah aktivitas

manajemen yang melibatkan aktivitas seperti pendefinisian masalah,

penganalisaan, dan pengambilan keputusan. Pendefinisian masalah merupakan

proses menentukan apa yang akan di nilai dan direncanakan untuk melakukan

penilaian tersebut. Penilaian dan penganalisaan melibatkan berbagai informasi

di aspek resiko seperti kejadian, kemungkinan dan dampak. Pengambilan

keputusan merupakan proses perangkingan resiko atau kriteria atau parameter

spesifik yang kemudian dilakukan penentuan resiko mana yang terpilih.

Risk Assessment mengidentifikasikan bahaya yang mungkin terjadi

beserta ancaman dan resiko yang mungkin akan berpengaruh pada entity atau

area sekitarnya (NFPA 1600, 2004). Risk Assessment diaplikasikan untuk

9

Page 22: Disaster Management

mengetahui proses resiko dengan menggunakan metode sistematis dan

menurut Adrew & Mass (2002) proses ini terbagi atas 4 tahapan yaitu :

1. Identifikasi potensi hazard

Hazard merupakan kondisi yang mungkin berpotensi mengalami

kejadian yang tidak diinginkan. Tahapan penting untuk mengidentifikasi

bahaya apa saja yang muncul, mengapa dan bagaimana bahaya tersebut

dapat terjadi. Pengidentifikasian secara komprehensif menggunakan proses

yang terstruktur dan sistematis sangat diperlukan pada tahap ini karena

ditakutkan bila terdapat bahaya potensial yang belum teridentifikasi maka

tidak dapat diteliti lebih lanjut. Untuk mendeteksi adanya bahaya antara

lain adalah melalui observasi dan analisa sistem yang akan diamati,

interaksi langsung dengan objek yang akan dikelola bahayanya dan

wawancara dengan pihak yang kompeten.

2. Estimasi consequence tiap hazard

Consequence merupakan suatu akibat dari suatu kejadian yang

biasanya diekspresikan sebagai kerugian dari suatu kejadian. Sehingga

consequence dihitung dari biaya kerugian yang dialami dalam suatu

periode waktu suatu kejadian. Consequence jumlah orang yang terkena

dampak dari kejadian, kerusakan peralatan, kerugian material, dll.

Consequence analysis merupakan daftar kasus failure dari hasil hazard

identification yang akan mendefinisikan sekumpulan kejadian yang tidak

diinginkan yang akan menyebabkan kefatalan.

3. Estimasi probability kejadian tiap hazard

Mengestimasi probability merupakan tahap menilai atau menafsirkan

kemungkinan dari suatu kejadian yang tidak diinginkan terjadi (unwanted

event) yang dapat mengakibatkan bencana biasanya digunakan data

historis untuk mengestimasi bahaya tersebut. Perhitungan kemungkinan

atau peluang yang sering digunakan adalah frekuensi.

4. Evaluasi resiko

Analisa resiko meliputi pertimbangan mengenai sumber resiko,

kemungkinan konsekuensi maupun kemungkinan dari resiko tersebut.

Dalam tahap ini faktor yang mempengaruhi konsekuensi dan kemungkinan

10

Page 23: Disaster Management

dapat diidentifikasi. Resiko dianalisis dengan mengkombinasikan

konsekuensi dan kemungkinan dari risiko.

Ada beberapa variasi teknik yang digunakan untuk menentukan tingkat

risiko yaitu kualitatif maupun kuantitatif. Prakteknya kualitatif sering

digunakan pertama kali untuk mendapatkan indikasi umum level resiko,

namun nantinya penilaian kuantitatif juga diperlukan untuk memberi analisa

yang spesifik. Analisa kuantitatif menggunakan kata-kata deskriptif dengan

skala tertentu untuk menjelaskan magnitude dari suatu konsekuensi potensial

dan kemungkinan munculnya konsekuensi tersebut. Untuk menghindari

penilaian subjektif penentuan likelihood dan consequence digunakan sumber

informasi yang terbaik dari hasil wawancara dengan pihak yang kompeten.

Analisa kualitatif digunakan :

a) Sebagai aktivitas penyaringan awal pengidentifikasian resiko yang

membutuhkan analisa lebih detail.

b) Bila tingkat resiko tidak mencangkup usaha dan waktu yang dibutuhkan

untuk analisa lebih lanjut.

c) Bila data angka tidak tersedia.

Analisa kuantitatif menggunakan nilai numberik (bukan skala

deskriptif seperti kualitatif) untuk masing-masing likelihood dan consequence

menggunakan data dari berbagai sumber. Analisa kualitatif ini tergantung dari

keakuratan dan kelengkapan data yang digunakan. Hasil evaluasi berupa

daftar tingkat prioritas untuk tindakan lebih lanjut. Dalam mengevaluasi resiko

juga perlu dipertimbangkan tujuan dari perusahaan dan kesempatan yang

mungkin muncul. Jika resiko berada pada low risk maka resiko dapat diterima

dan ditanggani dengan cara minimal, jika tidak maka resiko tersebut perlu

penanganan lebih lanjut.

11

Page 24: Disaster Management

Penetapan ruang lingkup: - Ruang lingkup strategi

perusahaan - Ruang lingkup organisasi

perusahaan - Ruang lingkup manajemen - Penetuan kriteria - Penentuan struktur

Identifikasi resiko: - Identifikasi resiko apa yang

terjadi - Bagaimana resiko itu dapat

muncul

Evaluasi resiko: - Perbandiangn kriteria resiko - Membuat prioritas resiko

Menanggapi resiko: - Mengidentifikasi pilihan

penangganan - Mengevaluasi pilihan

penangganan - Memilih penangganan - Menyiapkan rencana

penangganan - Mengimplementasi

penangganan

Resiko diterima

Kom

unik

asi d

an k

onsu

ltasi

Pengawasan dan telaah

Analisa resiko Menentukan

LikelihoodMenentukan Consequence

Menentukan nilai resiko

Ya

Tidak

Gambar 2.4 Proses Manajement Resiko (Standards, Australia 1999)

Pengendalian resiko merupakan suatu proses untuk mengantisipasi

resiko agar seluruh kegiatan yang terintegrasi dalam proses bisnis dapat

12

Page 25: Disaster Management

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan tingkat risiko yang

sekecil atau seminimal mungkin, sehingga diharapkan dapat diperoleh hasil

yang optimal. Beberapa pilihan yang dapat dilakukan untuk pengendalian

resiko menurut Standartd Australia (1999):

a) Menghindari resiko (avoid the risk)

b) Mengurangi likelihood dari kemunculan resiko

c) Mengurangi concequence

d) Mentransfer resiko (transfer the risk)

e) Mengkontrol resiko (retain the risk)

Pilihan mana yang akan diambil bergantung pada keinginan manajemen dan

tingkat resiko yang dihadapi oleh perusahaan.

2.5 Disaster Risk Assessment

Pihak manajemen perlu melakukan pengambilan keputusan bagaimana

mengidentifikaasi dan menentukan resiko bencana. Disaster Risk Assessment

menurut ISDR (2004) adalah proses mengumpulkan dan menganalisa

informasi tentang kemungkinan (likelihood) dan keseriusan (severity) dari

resiko bencana. Proses ini termasuk membuat keputusan yang dibutuhkan

untuk mencegah atau mengurangi resiko bencana. Pada perencanaan ini

metode yang digunakan untuk analisa atau identifikasi resiko bencana adalah

HAZOP (Hazard and Operability Studies).

2.6 Hazard and Operability Studies (HAZOP)

Hazard and Operability Studies (HAZOP) telah diperkenalkan untuk

pertama kalinya pada tahun 1960-an di Inggris oleh Divisi Petrochemical-

Imperial Chemical (ICI) yang digunakan khusus untuk keperluan industri

kimia. Hazard and Operability Studies (HAZOP) merupakan salah satu

metode PHA (Preliminary Hazard Analysis) yang sistematis, teliti dan

terstruktur untuk mengidentifikasi (dan assesment) berbagai masalah yang

mengganggu jalannya proses dan bahaya-bahaya yang terdapat pada suatu

equipment yang dapat menimbulkan resiko merugikan bagi manusia dan atau

fasilitas plant serta lingkungan atau sistem yang ada. Dengan kata lain metode

13

Page 26: Disaster Management

ini digunakan sebagai upaya pencegahan, sehingga proses yang berlangsung

disatu plant atau sistem dapat berjalan dengan lancar dan aman.

Table 2.1 Tabel HAZOP

Hazard

Category Guide Word Deviation Cause Concequence Safeguard

S L R Recommendation

Guide word merupakan kata-kata yang dipergunakan untuk membantu

mengarahkan jalannya diskusi pada saat meninjau suatu parameter proses atau

membantu brainstorming saat mengidentifikasi bahaya proses (contoh : no,

more, less, high, dan lain-lain), disini juga terdapat parameter sebagai rujukan

atau ukuran proses tertentu yang ditinjau (contoh : temperatur, pressure, flow,

dan lain-lain). Deviation merupakan penyimpangan proses dari design intent

yang ada, ini merupakan gabungan antara guideword dengan parameter

(contoh : high pressure, low flow, dan lain-lain). Cause berisi alasan yang

dikemukakan mengapa suatu penyimpangan dapat terjadi. Consequense berisi

akhibat atau konsekuensi yang dihasilkan jika terjadi penyimpangan.

Safeguard adalah peralatan yang ditambahkan untuk pengendalian dan

pengaman serta sistim yang dibuat secara administratif untuk mencegah suatu

penyimpangan terjadi atau mengurangi consequence yang terjadi sebagai

akibat penyimpangan (deviation). Hazard Category merupakan analisa resiko

mencangkup pertimbangan mengenai sumber resiko, kemungkinan

konsekuensi maupun kemungkinan dari resiko tersebut, disini juga terdapat

severity (S) merupakan suatu akhibat dari suatu kejadian yang biasanya

diekspresikan sebagai kerugian dari suatu kejadian, likelihood (L) merupakan

tahap menilai atau menafsirkan kemungkinan dari suatu kejadian yang tidak

diinginkan terjadi (unwanted event) yang dapat mengakibatkan bencana

biasanya digunakan data historis untuk mengestimasi bahaya tersebut, dan

Risk rating (R) merupakan nilai atau bobot resiko yang ada, dimana terjadi

perkalian antara severity dengan likelihood yang nantinya akan diketahui level

14

Page 27: Disaster Management

dari resiko tersebut dari matriks level resiko. Kolom terakhir berupa

recommendation yang berisi rekomendasi untuk perubahan design, prosedur

operasi atau untuk studi lebih lanjut.

Table 2.2 Kategori Akhibat (Severity)

Tingkat (rating)

Definisi akhibat (definition of severity)

High high (HH)

Kematian, system shutdown, limbah/kerusakan keluar dari wilayah perusahaan dengan efek yang merugikan, biaya perbaikan yang dikeluarkan >$ 1,000,000

High (H)

Luka berat dengan kehilangan jam kerja, terjadi kegagalan pada sistem (system abort) yang mengakhibatkan stop produksi (7 hari atau lebih), limbah/kerusakan keluar wilayah perusahaan tetapi tidak efek yang merugikan, biaya perbaikan yang dikeluarkan >$ 200,000

Medium (M)

Kecelakaan kerja yang hanya butuh pertolongan medis tanpa kehilangan hari kerja, terjadi penurunan pada sistem (system degradation) yang mengakhibatkan stop produksi (1-7 hari), limbah/kerusakan menyebar didalam lingkungan perusahaan tetapi masih dapat diatasi meskipun lambat, biaya perbaikan yang dikeluarkan >$ 10,000

Low

(Sumber : PT.Indonesia Power mengadop Standards, Australia 1999)

(L) Pertolongan pertama atau perawatan medis sederhana, system tetap beroperasi atau stop produksi kurang 1 hari, limbah/kerusakan menyebar didalam wilayah perusahaan tetapi masih bisa diatasi dengan cepat, kerugian finansialyang dikeluarkan <$ 10,000

Table 2.3 Kategori Probabilitas (likelihood)

Tingkat (rating)

Definisi kemungkinan (definition of probability)

High high (HH)

Kasus telah terjadi atau sangat mungkin terjadi sepanjang umur pabrik

High (H)

Kasus sangat mungkin terjadi sepanjang umur pabrik

Medium (M)

Kasus dapat terjadi sepanjang umur pabrik

Low

(Sumber : Standards, Australia 1999) (L)

Kasus hampir tidak mungkin terjadi sepanjang umur pabrik

15

Page 28: Disaster Management

Tabel 2.4 Matriks Prioritas

Likelihood Consequence HH H M L HH 7 7 6 5 H 6 5 4 4 M 3 3 2 1 L 2 1 1 1

(Sumber : Standards, Australia 1999)

Keterangan :

Prioritas dibedakan atas 7 tingkat yaitu :

- Nilai 7 untuk prioritas paling tinggi (the highest priority level)

- Nilai 1 untuk prioritas paling rendah (the lowest priority level)

2.7 Readiness Assessment

Readiness Assessment dilakukan untuk mengetahui kesiap-siagaan

kondisi riil obyek penelitian yang berhubungan dengan bencana (disaster) dan

evaluasi terhadap sistim manajemen bencana yang terdapat ditempat

penelitian. Checklist digunakan untuk mengetahui kesiap-siagaan dan

kepedulian pihak manajemen terhadap bencana yang mungkin timbul. Standar

yang digunakan dalam pembuatan disaster management checklist ini adalah

CAR (Capability Assessment of Readiness) Emergency Management

Function. Sedangkan bentuk penyusunan pertanyaan dalam CAR checklist

akan ditunjukan pada lampiran. Kategori jawaban dari setiap pertanyaan yang

ada dalam CAR checklist adalah sebagai berikut

Tabel 2.5 Kategori Jawaban CAR Checklis

No. Kategori Jawaban Definisi 1. Not Capable Tidak ada kemajuan yang telah dicapai

2. Marginally Capable Beberapa kemajuan telah dicapai, tetapi dibutuhkan usaha yang sangat besar untuk mencapai kapabilitas/kemampuan secara total

3. Generally Capable Kapabilitas dasar telah dicapai dan dikembangkan tetapi masih memerlukan usaha untuk mencapai kapabilitas secara total

4. Very Capable Kapabilitas yang dicapai sudah berada pada tingkat tinggi dan hanya sedikit usaha untuk mencapai kapabilitas total

5. Fully Capable Kapabilitas total telah dicapai dan hanya memerlukan perawatan/pemeliharaan

6. Not Applicable (N/A) Tidak diaplikasikan pada pekerjaan

16

Page 29: Disaster Management

2.8 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Teknik penelitian merupakan teknik yang menggunaan alat dalam

mengukur atau mengumpulkan data. Dimana didalam suatu penelitian

dilakukan 2 tahapan yaitu:

a) Pengukuran dalam penelitian

Pengukuran dalam penelitian merupakan usaha memberikan nomor pada

benda-benda/peristiwa-peristiwa menurut aturan tertentu dengan menandai

nilai-nilai variabel dengan notasi bilangan. Dimana di dalam penelitian

terdapat syarat-syarat pengukuran yaitu:

- Reliabilitas

Pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh

kekonsistenan suatu alat untuk memberikan hasil yang sama dalam

mengukur hal atau subjek yang sama.

- Validitas

Untuk mengetahui seberapa jauh suatu alat ukur dapat mengukur

hal atau subjek yang akan diukur.

b) Alat-alat/instrumen pengumpulan data

Dalam pengumpulan data ada beberapa alat atau instrumen yang dapat kita

gunakan, seperti:

- Tes/soal tes

Sekumpulan pertanyaan atau latihan/alat lain yang digunakan

untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegensi,

kemampuan/bakat yang dimiliki oleh individu/kelompok.

- Kuesioner/angket

Daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk

memberikan respon sesuai dengan permintaan penelitian.

- Checklist

Suatu daftar yang berisi subjek dan aspek-aspek yang akan diamati

serta dapat menjamin bahwa peneliti mencatat tiap-tiap kejadian

sekecil apapun yang dianggap penting.

17

Page 30: Disaster Management

- Wawancara

Pengumpulan data yang digunakan untuk mengetahui informasi

dari responden secara lebih mendalam dengan jumlah responden

yang sedikit.

2.8.1 Pengujian validitas instrumen

Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh suatu

alat ukur dapat mengukur hal atau subjek yang akan diukur. Validitas adalah

suatu alat ukur yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat

ukur. Suatu data dapat dikatakan valid bila suatu instrumen atau alat yang

digunakan tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya

diukur dalam artinya bahwa validitas instrumen tersebut menunjukkan

ketepatan memilih alat ukur. Pengujian validitas instrumen dapat dilakukan

dengan analisa faktor, yaitu dengan mengkorelasikan antar skor item

instrumen dengan rumus Pearson Product Moment.

( ) ( )( )( ){ } ( ){ }2222 yynxxn

yx

∑−∑∑−∑

∑∑−∑=

xynrhitung

dimana : rhitung = koefisien korelasi

Σxi = jumlah skor item

Σyi = jumlah skor total (seluruh item)

n = jumlah responden

selanjutnya menghitung Uji t dengan rumus :

21

2

r

nrhitung

−=t

dimana : r = nilai rhitung

langkah berikutnya adalah dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel

dimana bila nilai thitung nilainya lebih besar dari ttabel maka dapat dikatakan

bahwa instrumen tersebut valid dan bila nilai thitung lebih kecil sama dengan

18

Page 31: Disaster Management

dari ttabel berarti instrumen tersebut tidak valid. Jika instrumen tersebut valid

maka dapat dilihat kriteria penafsiran menggunakan indeks korelasi (r)

Tabel 2.6 Kriteria Penafsiran

Nilai Keterangan

Antara 0,80-1,00 Sangat tinggi Antara 0,60-0,79 Tinggi Antara 0,40-0,59 Cukup tinggi Antara 0,20-0,39 Rendah Antara 0,00-0,19 Sangat rendah

2.8.2 Pengujian reliabilitas instrumen

Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh

kekonsistenan suatu alat untuk memberikan hasil yang sama dalam mengukur

hal atau subjek yang sama. Terdapat beberapa metode dalam pengujian

reliabilitas salah satunya yaitu Metode Belah Dua (Split Half Method).

Terdapat banyak item pertanyaan yang berjumlah genap agar dapat

dibelah. Terdapat dua cara membelah yaitu dengan membelah atas item-item

genap dan item-item ganjil dan membelah atas setengah item-item awal dan

setengah item-item akhir. Metode Belah Dua (Split Half Method) dapat

digunakan untuk menilai reliabilitas dari seluruh atau tiap-tiap item

pertanyaan. Langkah dalam pengujian reliabilitas dari Metode Belah Dua

(Split Half Method) yaitu dengan menghitung total skor dari seluruh

pertanyaan per responden, kemudian menghitung korelasi antara skor item

dengan Pearson Product Moment(rb).

( ) ( )( )( ){ } ( ){ }2222 yynxxn

yx

∑−∑∑−∑

∑∑−∑=

xynrhitung

dimana : rhitung = koefisien korelasi

Σxi = jumlah skor item

Σyi = jumlah skor total (seluruh item)

n = jumlah responden

selanjutnya menghitung reliabilitas dengan Spearman Brown dengan rumus:

b

b

rr

r+

=12

11

19

Page 32: Disaster Management

dimana : r11 = koefisien reliabilitas internal seluruh item

rb = korelasi Pearson Product Moment

langkah berikutnya adalah dengan membandingkan antara r11 dengan rtabel

dimana bila r11 lebih besar dari rtabel maka pernyataan tersebut reliabel dan bila

r11 lebih kecil dari rtabel maka pernyataan tersebut tidak reliabel.

2.9 Proses Produksi Sistem Distribusi Bahan Bakar

PT. Indonesia Power memiliki 8 Unit Bisnis Pembangkitan salah

satunya Unit Bisnis Pembangkitan Perak dan Grati. Unit PLTGU Grati ini

menggunakan 2 macam bahan bakar yaitu gas (BBG) dan minyak (BBM).

Tetapi karena gas belum masuk, maka unit ini sekarang menggunakan bahan

bakar minyak berupa residu (Heavy Fuel Oil). Bahan bakar berupa residu

tersebut dikirim melalui laut dari fasilitas lepas pantai dengan menggunakan

kapal tanker/tongkang milik Pertamina.

Gambar 2.5 Proses Produksi PLTGU Grati

(Sumber : www.indonesiapower.com)

9. Cerobong (Stack) 18. Pompa Sirkulasi Air (Circulating Water Pump)

3. Ruang Bakar (Combustion Chamber) 12. Pompa Air (Feed Water Pump)

4. Kompresor (Compressor) 13.Turbin Tekanan Kuat (High Pressure Turbine)

5. Saringan Udara (Air Filter) 14.Turbin Tekanan Rendah (Low Pressure Turbine)

6. Gas Turbine 15. Ruang Pengembunan (Condensator)

7. Gas Generator 16. Pompa Pengembunan (Condensat Pump)

8. Transformator 17. Generator Uap (Steam Turbine Generator)

2. HSD Storage tank 11. Deaerator

Keterangan : 1. Tanker/ kapal pengangkut bahan bakar 10. Heat Recovery Steam Generator (HRSG)

20

Page 33: Disaster Management

Kapal tanker/ tongkang tersebut akan merapat ke Buoys (sekitar 4 km

dari pantai), kemudian penyelam akan memasang kabel fleksibel hose pada

manipol kapal. Setelah kabel fleksibel hose terpasang maka penyelam akan

membuka valve. Sebelum masuk ke dalam tangki persedian (storage tank),

bahan bakar akan mengalir masuk ke dalam Strainer, di dalam strainer bahan

bakar akan disaring dari kotoran kemudian ke dalam air separator yang

berfungsi untuk menyaring udara pada residu.

Bahan bakar dari tangki persedian (storage tank) tersebut akan

dipompa oleh main fuel oil pump menuju fuel nozzle system turbin gas. Bahan

bakar tersebut akan mengalami proses pengapian oleh igniter sehingga terjadi

pembakaran yang mengakibatkan kenaikan suhu 1200 oC dan tekanan

mencapai 80 bar. Tekanan ini kemudian akan menekan sudu-sudu turbin gas,

sehingga timbul energi mekanik yang mengerakan sudu-sudu turbin dan

memutar turbin/generator gas dengan kecepatan 3.000 rpm. Kemudian energi

mekanik tersebut akan diubah oleh generator uap menjadi energi listrik

sehingga menimbulkan fluks listrik. Selanjutnya energi tersebut akan

disalurkan ke transformator utama yang kemudian diparalelkan dengan

interkoneksi Jawa-Bali.

21

Page 34: Disaster Management

BAB III

METODOLOGI PEELITIAN

3.1 Tahap Pendahuluan

Pada tahap pendahuluan ini merupakan langkah awal dalam

pelaksanaan penelitian dan tahap ini merupakan tahap yang sangat penting

dimana pada tahap inilah penetapan tujuan dan perumusan masalah

dilakukan. Isi dari tahap ini digambarkan sebagai berikut :

3.1.1 Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian

Merupakan langkah awal pada penelitian untuk merumuskan

permasalahan sesuai dengan kondisi yang dihadapi perusahaan serta

penetapan tujuan penelitian yang digunakan untuk menyelesaikan

permasalahan yang akan dihadapi

3.1.2 Studi Literatur

Tahap untuk mengetahui teori-teori yang berhubungan dengan

permasalahan serta metode-metode yang dapat digunakan untuk

menyelesaikan permasalahan tersebut. Metode yang digunakan pada

perencanaan ini seperti Disaster Management, Mitigation, Disaster Risk

Assessment, Hazard and Operability Studies (HAZOP).

3.1.3 Studi Lapangan

Observasi langsung yang dilakuakan untuk mengidentifikasi secara

langsung proses pada obyek dalam hal ini pada proses distribusi bahan bakar

(mulai dari kapal tongkang sampai digunakan pada fuel nozzle system).

3.2 Tahap Identifikasi

Setelah diketahui permasalahan yang akan di hadapi maka langkah

selanjutnya adalah tahap pengidentifikasian. Tahap identifikasi dilakukan

dengan dua pendekatan yaitu Risk Assessment dan Readiness Assessment.

Penjelasan dari pelaksanaan pendekatan tersebut adalah sebagai berikut :

22

Page 35: Disaster Management

3.2.1 Risk Assessment

Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap masalah yang

berhubungan dengan disaster. Pengidentifikasian terhadap hazard dilakukan

dengan mengunakan Hazard and Operability Studies (HAZOP).

3.2.2 Readiness Assessment

Dilakukan untuk mengetahui kesiap-siagaan pada kondisi riil obyek

penelitian yang berhubungan dengan disaster. Check list digunakan untuk

mengetahui kesiap-siagaan dan kepedulian dari pihak perusahaan terhadap

bencana yang mungkin terjadi. Standart yang digunakan dalam pembuatan

check list ini adalah CAR (Capability Assessment of Readiness) Emergency

Management Functions.

3.2.2.1 Pengujian validitas dan reliabilitas

Untuk mengetahui ketepatan dan keandalan dari suatu alat atau

instrument pengukuran dalam hal ini Check list , maka dilakukan pengujian

validitas dan reliabilitas. Dimana pada pengujian validalitas dilakukan dengan

analisa faktor, yaitu dengan mengkorelasikan antar skor item instrument

dengan rumus Pearson Product Moment. Kemudian menghitung uji t (thitung)

dan langkah berikutnya adalah membandingkan thitung dengan ttabel untuk

mengetahui valid tidaknya instrumen tersebut.

Pada pengujian reliabilitas mengunakan Metode Belah Dua (Split Half

Method) yaitu dengan menghitung total skor dari seluruh pertanyaan per

responden, kemudian menghitung korelasi antara skor item dengan Pearson

Product Moment (rb). Langkah selanjutnya adalah menghitung reliabilitas

dengan Spearman Brown (r11) dan langkah terakhir adalah dengan

membandingkan r11 dengan rtabel untuk mengetahui reliabel tidaknya suatu

instrumen.

3.3 Tahap Mitigasi

Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah tahap identifkasi adalah

tahap mitigasi. Pada tahap mitigasi dilakukan Risk Mitigation untuk

mengeliminasi/mereduksi kemungkinan terjadinya bencana, mereduksi akibat

23

Page 36: Disaster Management

yang mengikuti bencana, mencangkup tindakan yang dilakukan sebelum

munculnya bencana yang meliputi kesiapan dan tindakan pengurangan risiko

jangka panjang. Risk mitigation juga merupakan tahap evaluasi mengenai

segala sesuatu yang belum dimiliki oleh sistem, hasil dari readiness

assessment. Perencanaan mitigasi yang dilakukan berupa rekomendasi dan

evaluasi meliputi komponen struktural dan non struktural. Struktural meliputi

segala sesuatu yang berbentuk fisik meliputi mesin, lay out dan lain-lain.

Sedangkan non strukural meliputi segala sesuatu yang tidak berbentuk

meliputi kebijakan perusahaan mengenai penanggulangan bencana dan

pelatihan bagi karyawan dan lain sebagainya.

3.4 Tahap Kesimpulan dan Saran

Tahap ini merupakan tahapan yang terakhir dimana pada tahap ini

ditarik kesimpulan untuk menjawab tujuan dan permasalahan yang sudah

ditentukan diatas dan kesimpulan ini dibuat berdasarkan langkah-langkah

yang telah dilakukan selama penelitian. Saran pada penelitian ini merupakan

masukan berupa perbaikan pada sistem yang berkaitan dengan penelitian yang

dilakukan.

24

Page 37: Disaster Management

Disaster Identification

Risk Assessment - HAZOP

Readiness Assessment

- CAR Cheklist

Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian

Studi Literatur Studi Lapangan

Tahap Pendahuluan

Tahap Identifikasi

Risk Mitigation

Rekomendasi atau evaluasi

terhadap komponen mitigasi :

- Struktural

- Non struktural

Kesimpulan dan Saran

Tahap Mitigasi

Tahap Kesimpulan dan Saran

Pengujian Validitas dan Reliabilitas

Gambar 3.1 FlowChart Metedologi Penelitian

25

Page 38: Disaster Management

26

Page 39: Disaster Management

BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Disaster Identification

Di dalam disaster identifiation dilakukan pengidentifikasian resiko

yang dapat terjadi dalam suatu proses produksi, mekanisme timbulnya resiko

dan mengestimasi level resiko serta memprioritaskan tingkat resiko tersebut.

Penentuan pengidentifikasian ini dilakukan dengan Risk Assessment dan

Readiness Assessment.

4.2 Risk Assessment

Menurut ISDR (2004) pada tahap ini akan dilakukan aktivitas

manajemen yang melibatkan aktivitas seperti pengidentifikasian masalah,

penganalisaan, dan pengambilan keputusan. Pengidentifikasian masalah

dilakukan dengan cara mengidentifikasi bahaya apa saja yang dapat terjadi,

mengapa, dan bagaimana resiko tersebut dapat terjadi., kemudian dilakukan

analisa terhadap resiko terjadinya bencana secara menyeluruh pada sistem.

Hal tersebut dilakukan untuk mengukur tingkat resiko bencana yang

terjadi, sehingga dapat dilakukan pengambilan keputusan mengenai bahaya

manakah yang memiliki resiko terbesar bila terjadi bencana.

Pengidentifikasian terhadap bahaya dilakukan dengan menggunakan Hazard

and Operability Studies (HAZOP). Bahaya yang teridentifikasikan akan

dirangking untuk menentukan level risiko dari setiap bahaya.

4.3 Hazard and Operability Studies (HAZOP)

Hazard and Operability Studies (HAZOP) digunakan untuk

mengidentifikasi bahaya yang dapat mengakibatkan timbulnya bencana serta

untuk menentukan level resiko dari setiap bahaya. Sebagai acuan dalam

pengerjaan HAZOP ini dapat dilihat pada lampiran 1 Piping and Instrument

Diagrams (P&IDs) dari sistem distribusi bahan bakar.

Dari P&IDs tersebut dapat dibagi menjadi 9 study node (titik studi) hal

ini bertujuan agar pengerjaan HAZOP dapat lebih fokus pada poin spesifik

26

Page 40: Disaster Management

dari proses atau operasi. Tiap study node mempunyai Intention (keinginan

rancangan) untuk memperjelas fungsi rancangan dari masing-masing study

node. Daftar pembagian study node dan Intention dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Daftar Pembagian Study Node dan Intention

No. Study Node Intention 1. Pipa aliran bahan bakar (00EGE11) Mengalirkan bahan bakar yang

berasal dari kapal tangker ke tangki penyimpanan bahan bakar

2. Strainer (00EGE12) Memisahkan bahan bakar dari kotoran

3. Air separator (10EGE12 dan 20EGE12)

Memisahkan bahan bakar dari udara

4. Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)

Menyimpan bahan bakar

5. Strainer (10EGE10 dan 20EGE10) Memisahkan bahan bakar dari kotoran

6. Transfer fuel pump Mengalirkan bahan bakar dari tangki penyimpanan bahan bakar ke ruang bakar

7. Main fuel oil pump Mengalirkan bahan bakar dari tangki penyimpanan bahan bakar ke ruang bakar

8. Pipa aliran bahan bakar (12EGE10) Mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar

9. Fuel nozzle system Proses injeksi bahan bakar pada ruang bakar

Setelah study node dan Intention telah ditentukan maka langkah

selanjutnya adalah pengerjaan dari HAZOP. Hasil dari pengerjaan HAZOP

dapat dilihat pada lampiran.2 Dibawah ini adalah rekapitulasi pengerjaan

HAZOP berdasarkan consequence pada tingkat resiko paling tinggi (the

highest priority level) dengan nilai 7.

Tabel 4.2 Rekapitulasi HAZOP pada Study Node 1 Pipa aliran bahan bakar (00EGE11)

Deviation Cause Consequence

Fleksibel hose tidak terpasang dengan baik

Terjadi pelepasan bahan bakar di laut Low flow Terdapat kebocoran pada pipa

aliran bahan bakar Terjadi pelepasan bahan bakar di laut

High flow katup pada manipol tidak tertutup

Terjadi pelepasan bahan bakar di laut

27

Page 41: Disaster Management

Tabel 4.2 Rekapitulasi HAZOP pada Study Node 1 Pipa aliran bahan bakar (00EGE11) lanjutan

Deviation Cause Consequence

High pressure

Pipa aliran bahan bakar tersumbat

Terjadi pelepasan bahan bakar di laut

Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

Terjadi pelepasan bahan bakar di laut Loss of

containment Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar

Terjadi pelepasan bahan bakar di laut

Tabel 4.3 Rekapitulasi HAZOP pada Study Node 4 Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)

Deviation Cause Consequence

High level Level transmitter tidak bekerja

Berpotensi menyebabkan kebakaran

High pressure

Flow indicator tidak bekerja Berpotensi menyebabkan kebakaran

High temperature

Temperature indicator tidak bekerja

Berpotensi menyebabkan kebakaran

Terjadi kebocoran pada tangki aliran bahan bakar

Berpotensi menyebabkan kebakaran Loss of

containment Kurangnya perawatan pada tangki bahan bakar

Kerusakan pada tangki

Tabel 4.4 Rekapitulasi HAZOP pada Study Node 6 Transfer fuel pump

Deviation Cause Consequence

Leak Kurangnya perawatan pada pompa

Bahan bakar tidak mengalir ke ruang bakar

Tabel 4.5 Rekapitulasi HAZOP pada Study Node 7 Main fuel oil pump

Deviation Cause Consequence

Leak Kurangnya perawatan pada pompa

Bahan bakar tidak mengalir ke ruang bakar

28

Page 42: Disaster Management

Tabel 4.6 Rekapitulasi HAZOP pada Study Node 8 Pipa aliran bahan bakar (12EGE10)

Deviation Cause Consequence

Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar

Pompa penyalur bahan bakar tidak dapat beroperasi

Kegagalan proses pembakaran Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar

Terjadi kebocoran pada pipa

Kegagalan proses pembakaran Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar

No flow

Pipa aliran bahan bakar tersumbat

Kegagalan proses pembakaran Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar

High flow Kapasitas bahan bakar pada pipa terlalu besar

Kegagalan proses pembakaran Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar

High pressure

Pipa aliran bahan bakar tersumbat

Kegagalan proses pembakaran Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar

Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

Kegagalan proses pembakaran Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar

Loss of containment

Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar

Kegagalan proses pembakaran

Tabel 4.7 Rekapitulasi HAZOP pada Study Node 9 Fuel nozzle system

Deviation Cause Consequence Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar

Leak Kurangnya perawatan pada fuel nozzle system

Kegagalan proses pembakaran Penyumbatan pada saluran bahan bakar

Timbulnya kerak hasil pembakaran Kegagalan proses pembakaran

Penyumbatan pada saluran bahan bakar Kekurangan bahan bakar

High temperature Jumlah udara berlebihan pada

proses pembakaran

Kegagalan proses pembakaran Low

temperature Kekurangan jumlah udara pada proses pembakaran

Kegagalan proses pembakaran

Berdasarkan hasil rekapitulasi diatas diketahui bahwa pada Study Node

1 pipa aliran bahan bakar (00EGE11) consequence dengan tingkat resiko

paling tinggi (nilai 7) yaitu terjadi pelepasan bahan bakar di laut. Pada Study

Node 4 tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13) consequence dengan

tingkat resiko paling tinggi (nilai 7) yaitu berpotensi menyebabkan kebakaran

29

Page 43: Disaster Management

dan kerusakan pada tangki. Pada Study Node 6 transfer fuel pump dan Study

Node 7 main fuel oil pump consequence dengan tingkat resiko paling tinggi

(nilai 7) yaitu bahan bakar tidak mengalir ke ruang bakar.

Pada Study Node 8 pipa aliran bahan bakar (12EGE10) consequence

dengan tingkat resiko paling tinggi (nilai 7) yaitu bahan bakar tidak dapat

mengalir ke ruang bakar, dan kegagalan pada proses pembakaran. Pada Study

Node 9 fuel nozzle system consequence dengan tingkat resiko paling tinggi

(nilai 7) yaitu bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar, dan kegagalan

pada proses pembakaran.

4.4 CAR Checklist

Pada tahap ini dilakukan penilaian kesiap-siagaan kondisi riil obyek

dalam menghadapi bencana (disaster) dan evaluasi terhadap sistim

manajemen bencana yang terdapat ditempat penelitian dengan menggunakan

CAR (Capability Assessment of Readiness) Emergency Management Function

Checklist yang dapt dilihat pada lampiran 3. Terdapat 64 pertanyaan yang

diajukan pada yang diberikan kepada 38 responden dari manajemen pada PT.

Indonesia Power UPB Grati. Hasil dari CAR checklist tersebut akan diuji

validitas dan reliabilitas.

4.4.1 Pengujian validitas

Hasil dari CAR checklist tersebut akan diuji validitas untuk

mengetahui sejauh mana CAR checklist sebagai alat ukur untuk mengukur

tingkat kesiapan dari pihak perusahaan terhadap bencana. Pengujian validitas

ini dilakukan dengan menggunakan analisa faktor yaitu dengan mengkorelasi

antar skor item instrument dengan rumus Person Product Moment, dan hasil

pengujian validitas dengan menggunakan SPSS 10.0 dapat dilihat pada

lampiran 4. Dengan menggunakan alpha 0.5 dan N=38, diperoleh angka kritis

dari tabel (ttabel) sebesar 1.96.

Tahap berikutnya adalah penelitian hipotesis untuk mengetahui

pengaruh dari item pertanyaan dengan penilaian kesiapan dari pihak

perusahaan dalam menghadapi bencana. H0 = Tidak berpengaruh didalam

30

Page 44: Disaster Management

peraturan pihak manajemen yang tercantum suatu landasan yang sah untuk

mengatur program manajemen keadaan darurat terhadap kesiapan menghadapi

bencana, H1 = Berpengaruh didalam peraturan pihak manajemen yang

tercantum suatu landasan yang sah untuk mengatur program manajemen

keadaan darurat terhadap kesiapan menghadapi bencana dan karena thitung lebih

besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pada otoritas yang sah untuk menangani

proses evakuasi (misal badai, materi berbahaya dll) sudah dibentuk terhadap

kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada otoritas yang sah

untuk menangani proses evakuasi (misal badai, materi berbahaya dll) sudah

dibentuk terhadap kesiapan menghadapi bencana dan karena thitung lebih kecil

dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada identifikasi pihak manajemen terhadap

kemungkinan munculnya suatu bahaya, H1 = Berpengaruh pada identifikasi

pihak manajemen terhadap kemungkinan munculnya bahaya, dan karena thitung

lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pada pembobotan dengan metode ilmiah yang

dilakukan pihak manajemen terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =

Berpengaruh pada pembobotan dengan metode ilmiah yang dilakukan pihak

manajemen terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih

besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pada informasi historis bencana pada

pembobotan resiko terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh

pada informasi historis bencana pada pembobotan resiko terhadap kesiapan

menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak

dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pada identifikasi bahaya dan pembobotan

resiko yang digunakan sebagai basis untuk rencana pengurangan dampak

resiko jangka panjang maupun jangka menengah dan untuk rencana operasi

darurat yang dibuat terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =

Berpengaruh pada identifikasi bahaya dan pembobotan resiko yang digunakan

sebagai basis untuk rencana pengurangan dampak resiko jangka panjang

31

Page 45: Disaster Management

maupun jangka menengah dan untuk rencana operasi darurat yang dibuat

terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel

maka H0 diterima dan H1 ditolak

H0 = Tidak berpengaruh pada partisipasi pihak manajemen terhadap

pengurangan program bahaya terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =

Berpengaruh pada partisipasi pihak manajemen terhadap pengurangan

program bahaya terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung

lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada strategi pengurangan bahaya

berdasarkan hasil identifikasi bahaya dan pembobotan resiko, pembobotan

program serta untuk mengurangi dampak bahaya yang mungkin timbul

terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada strategi

pengurangan bahaya berdasarkan hasil identifikasi bahaya dan pembobotan

resiko, pembobotan program serta untuk mengurangi dampak bahaya yang

mungkin timbul terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung

lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada pihak manajemen mendukung dan

mendorong masyarakatagardapat bertahan menghadapi bencana dengan cara

menyediakan pedoman pencegahan bencana, pelatihan, materi pendidikan dan

pertolongan teknisi terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =

Berpengaruh pada pihak manajemen mendukung dan mendorong

masyarakatagardapat bertahan menghadapi bencana dengan cara menyediakan

pedoman pencegahan bencana, pelatihan, materi pendidikan dan pertolongan

teknisi terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar

dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pada rencana reduksi bahaya yang berisi

deskripsi dan analisa dari kebijakan manajemen untuk mereduksi potensi

bahaya dimasing -masing area terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =

Berpengaruh pada rencana reduksi bahaya yang berisi deskripsi dan analisa

dari kebijakan manajemen untuk mereduksi potensi bahaya dimasing -masing

area terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari

ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

32

Page 46: Disaster Management

H0 = Tidak berpengaruh pada rencana reduksi bahaya yang berisi

tujuan dan sasaran untuk mereduksi bahaya serta berisi strategi tentang

kesensitifan terhadap bahaya jangka panjang dan pendek, kesiapan,

penaggulangan dan pemulihan bila suatu bahaya muncul terhadap kesiapan

menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada rencana reduksi bahaya yang

berisi tujuan dan sasaran untuk mereduksi bahaya serta berisi strategi tentang

kesensitifan terhadap bahaya jangka panjang dan pendek, kesiapan,

penaggulangan dan pemulihan bila suatu bahaya muncul terhadap kesiapan

menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak

dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pada rencana reduksi bahaya tersebut

mendokumentasikan seberapa spesifik tindakan reduksi bahaya dapat

berkontribusi pada keseluruhan reduksi resiko terhadap kesiapan menghadapi

bencana, H1 = Berpengaruh pada rencana reduksi bahaya tersebut

mendokumentasikan seberapa spesifik tindakan reduksi bahaya dapat

berkontribusi pada keseluruhan reduksi resiko terhadap kesiapan menghadapi

bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1

diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pada rencana peringatan bahaya pihak

manajemen yang menjabarkan emergency alert system dan back up warning

system terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada

rencana peringatan bahaya pihak manajemen yang menjabarkan emergency

alert system dan back up warning system terhadap kesiapan menghadapi

bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1

ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada adanya jadwal reguler untuk pengujian

dan perawatan warning system serta pelatihan personil dijabarkan dalam

rencana reduksi bahaya terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =

Berpengaruh pada pada adanya jadwal reguler untuk pengujian dan perawatan

warning system serta pelatihan personil dijabarkan dalam rencana reduksi

bahaya terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil

dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.

33

Page 47: Disaster Management

H0 = Tidak berpengaruh pada manajemen sumber daya yang

dijabarkan dalam perencanaan bahaya terhadap kesiapan menghadapi

bencana, H1 = Berpengaruh pada manajemen sumber daya yang dijabarkan

dalam perencanaan bahaya terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan

karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pada proses evakuasi yang dijabarkan dalam

perencanaan bahaya terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =

Berpengaruh pada proses evakuasi yang dijabarkan dalam perencanaan bahaya

terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel

maka H0 diterima dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada perlindungan kebakaran yang dijabarkan

dalam perencanaan bahaya terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =

Berpengaruh pada perlindungan kebakaran yang dijabarkan dalam

perencanaan bahaya terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung

lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pada inventarisasi energi dan peralatan yang

diidentifikasi dan dipelihara terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =

Berpengaruh pada inventarisasi energi dan peralatan yang diidentifikasi dan

dipelihara terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih

besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pada proses perencanaan mempertimbangkan

dampak yang mungkin terjadi pada pembangkit energi pengiriman dan

distribusi infrastruktur terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =

Berpengaruh pada proses perencanaan mempertimbangkan dampak yang

mungkin terjadi pada pembangkit energi pengiriman dan distribusi

infrastruktur terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih

kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur untuk penghapusan reruntuhan

yang berhubungan dengan bencana dan kerusakan telah dikembangkan

terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada prosedur

untuk penghapusan reruntuhan yang berhubungan dengan bencana dan

34

Page 48: Disaster Management

kerusakan telah dikembangkan terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan

karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada adanya prosedur untuk

mengkoordinasikan sistem komunikasi dan peralatan terhadap kesiapan

menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada adanya prosedur untuk

mengkoordinasikan sistem komunikasi dan peralatan terhadap kesiapan

menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima

dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada adanya prosedur untuk kesiagaan dan

mengaktifkan personil manajemen darurat terhadap kesiapan menghadapi

bencana, H1 = Berpengaruh pada adanya prosedur untuk kesiagaan dan

mengaktifkan personil manajemen darurat terhadap kesiapan menghadapi

bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1

ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada pihak manajemen yang mempunyai

sistem peringatan utama dan alternatif terhadap kesiapan menghadapi

bencana, H1 = Berpengaruh pada pihak manajemen yang mempunyai sistem

peringatan utama dan alternatif terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan

karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada peringatan diterima dan disebarkan tepat

pada waktunya terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh

pada peringatan diterima dan disebarkan tepat pada waktunya terhadap

kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0

diterima dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada pihak manajemen mempunyai prosedur

yang dikembangkan untuk aktivasi dan penyebaran tim penilai kerugian untuk

mengumpulkan informasi tentang kerugian yang didapatkan terhadap kesiapan

menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada pihak manajemen mempunyai

prosedur yang dikembangkan untuk aktivasi dan penyebaran tim penilai

kerugian untuk mengumpulkan informasi tentang kerugian yang didapatkan

terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel

maka H0 ditolak dan H1 diterima.

35

Page 49: Disaster Management

H0 = Tidak berpengaruh pada pihak manajemen mempunyai

kemampuan untuk memperoleh peta prabencana, foto/ gambar dan dokumen

lain terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada pihak

manajemen mempunyai kemampuan untuk memperoleh peta prabencana,

foto/ gambar dan dokumen lain terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan

karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur dibuat untuk menambah

sumber daya manusia yang tersedia selama operasi bencana terhadap kesiapan

menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada prosedur dibuat untuk

menambah sumber daya manusia yang tersedia selama operasi bencana

terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel

maka H0 diterima dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur dibuat untuk menghasilkan

laporan pasca keadaan darurat/ bencana terhadap kesiapan menghadapi

bencana, H1 = Berpengaruh pada prosedur dibuat untuk menghasilkan laporan

pasca keadaan darurat/ bencana terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan

karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur dibuat untuk program aksi

korektif dan untuk mendukungprogram pengaturan terhadap kesiapan

menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada prosedur dibuat untuk program

aksi korektif dan untuk mendukungprogram pengaturan terhadap kesiapan

menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak

dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur yang diterapkan untuk

membantu keamanan dilokasi penting terhadap kesiapan menghadapi bencana,

H1 = Berpengaruh pada prosedur yang diterapkan untuk membantu keamanan

dilokasi penting terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung

lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur yang dibuat untuk koordinasi

dengan pemadam kebakaran dalam pendeteksian dan penanganan pada saat

besarnya kebakaran melebihi kemampuan lokal terhadap kesiapan

menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada prosedur yang dibuat untuk

36

Page 50: Disaster Management

koordinasi dengan pemadam kebakaran dalam pendeteksian dan penanganan

pada saat besarnya kebakaran melebihi kemampuan lokal terhadap kesiapan

menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima

dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur yang dibuat pihak manajemen

untuk operasi pencarian dan penyelamatan terhadap kesiapan menghadapi

bencana, H1 = Berpengaruh pada prosedur yang dibuat pihak manajemen

untuk operasi pencarian dan penyelamatan terhadap kesiapan menghadapi

bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1

ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur yang dibuat pihak manajemen

untuk mengkoordinasikan pelayanan sukarelawan terhadap kesiapan

menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada prosedur yang dibuat pihak

manajemen untuk mengkoordinasikan pelayanan sukarelawan terhadap

kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0

diterima dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur yang dibuat pihak manajemen

untuk mengkoordinasikan pelayanan, peralatan dan energi selama kegiatan

bencana terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada

prosedur yang dibuat pihak manajemen untuk mengkoordinasikan pelayanan,

peralatan dan energi selama kegiatan bencana terhadap terhadap kesiapan

menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima

dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada fasilitas alternatif yang bisa digunakan

dalam keadaan darurat untuk melakukan operasi kritis terhadap kesiapan

menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada fasilitas alternatif yang bisa

digunakan dalam keadaan darurat untuk melakukan operasi kritis terhadap

terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel

maka H0 diterima dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur operasi standart yang dibuat

untuk manajemen logistik terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =

Berpengaruh pada prosedur operasi standart yang dibuat untuk manajemen

37

Page 51: Disaster Management

logistik terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar

dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pada prosedur yang dibuat untuk pengaturan

barang yang rusak, hancur dan yang dapat digunakan terhadap kesiapan

menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pada prosedur yang dibuat untuk

pengaturan barang yang rusak, hancur dan yang dapat digunakan terhadap

kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0

diterima dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh pada program untuk perencanaan perawatan

peralatan fisik yang telah ditetapkan terhadap kesiapan menghadapi bencana,

H1 = Berpengaruh pada program untuk perencanaan perawatan peralatan fisik

yang telah ditetapkan terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena

thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen mengadakan analisis

pelatihan secara barkala terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =

Berpengaruh pihak manajemen mengadakan analisis pelatihan secara barkala

terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel

maka H0 ditolak dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh petugas pelatihan yang telah menyelesaikan

pelatihan dengan baik terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =

Berpengaruh petugas pelatihan yang telah menyelesaikan pelatihan dengan

baik terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari

ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen menangani sistem laporan

yang menyimpan data jumlah pelatihan yang telah diadakan, pendaftaran

disetiap pelatihan dan pelatihan yang diterima oleh anggota manajemen

emergency terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pihak

manajemen menangani sistem laporan yang menyimpan data jumlah pelatihan

yang telah diadakan, pendaftaran disetiap pelatihan dan pelatihan yang

diterima oleh anggota manajemen emergency terhadap kesiapan menghadapi

bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1

ditolak.

38

Page 52: Disaster Management

H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen telah memiliki program

yang menyediakan pelatihan khusus bahaya atau resiko terhadap kesiapan

menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pihak manajemen telah memiliki

program yang menyediakan pelatihan khusus bahaya atau resiko terhadap

kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0

ditolak dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh anggota pihak manajemen yang telah

mengikuti model disain pelatihan yang sistematis terhadap kesiapan

menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh anggota pihak manajemen yang telah

mengikuti model disain pelatihan yang sistematis terhadap kesiapan

menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak

dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh disain pelatihan termasuk didalamnya

kegiatan pelatihan yang menyediakan pembelajaran keterampilan sesuai

dengan kebutuhan terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh

disain pelatihan termasuk didalamnya kegiatan pelatihan yang menyediakan

pembelajaran keterampilan sesuai dengan kebutuhan terhadap kesiapan

menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak

dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen mengadakan pelatihan

dengan menggunakan metodologi teknik dan anggota yang bervariasi terhadap

kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pihak manajemen

mengadakan pelatihan dengan menggunakan metodologi teknik dan anggota

yang bervariasi terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih

besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen memiliki sebuah sistem

evaluasi program pelatihan yang dapat diandalkan terhadap kesiapan

menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pihak manajemen memiliki sebuah

sistem evaluasi program pelatihan yang dapat diandalkan terhadap kesiapan

menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak

dan H1 diterima.

39

Page 53: Disaster Management

H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen meninjau ulang timbal balik

dari peserta dalam memastikan bahwa peserta telah melakukan tugas yang

dijabarkan terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pihak

manajemen meninjau ulang timbal balik dari peserta dalam memastikan

bahwa peserta telah melakukan tugas yang dijabarkan terhadap kesiapan

menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak

dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pengalaman kegiatan emergency atau bencana

sebenarnya menjadi salah satu dalam perencanaan pelatihan terhadap kesiapan

menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pengalaman kegiatan emergency atau

bencana sebenarnya menjadi salah satu dalam perencanaan pelatihan terhadap

kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0

diterima dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh komponen evaluasi masuk pada program

pelatihan manajemen keadaan darurat pihak manajemen terhadap kesiapan

menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh komponen evaluasi masuk pada

program pelatihan manajemen keadaan darurat pihak manajemen terhadap

kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0

ditolak dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen memiliki dokumen

petunjuk kegiatan perbaikan yang memadai terhadap kesiapan menghadapi

bencana, H1 = Berpengaruh pihak manajemen memiliki dokumen petunjuk

kegiatan perbaikan yang memadai terhadap kesiapan menghadapi bencana,

dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh aplikasi petunjuk perbaikan terhadap kesiapan

menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh aplikasi petunjuk perbaikan terhadap

kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0

diterima dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh program kegiatan pelatihan yang

menggunakan data dari latihan serta bencana yang sebenarnya terhadap

kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh komponen program

kegiatan pelatihan yang menggunakan data dari latihan serta bencana yang

40

Page 54: Disaster Management

sebenarnya terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih

besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh membuat alat pengetahuan umun yang

menginformasikan pengurangan bahaya dan resiko pada program kesadaran

masyarakat terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh

membuat alat pengetahuan umun yang menginformasikan pengurangan

bahaya dan resiko pada program kesadaran masyarakat terhadap kesiapan

menghadapi bencana, dan karena thitung lebih kecil dari ttabel maka H0 diterima

dan H1 ditolak.

H0 = Tidak berpengaruh mengadakan program persiapan bencana

untuk menolong korban bencana dan persiapan keadaan darurat terhadap

kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh mengadakan program

persiapan bencana untuk menolong korban bencana dan persiapan keadaan

darurat terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar

dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh membuat prosedur penyebaran dan

pengaturan informasi untuk keadaan darurat pada saat bencana terhadap

kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh membuat prosedur

penyebaran dan pengaturan informasi untuk keadaan darurat pada saat

bencana terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar

dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh program sistem administrasi yang dibuat

pihak manajemen terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh

program sistem administrasi yang dibuat pihak manajemen terhadap kesiapan

menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak

dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen memiliki peraturan

pendanaan yang sesuai dengan undang-undang terhadap kesiapan menghadapi

bencana, H1 = Berpengaruh pihak manajemen memiliki peraturan pendanaan

yang sesuai dengan undang-undang terhadap kesiapan menghadapi bencana,

dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

41

Page 55: Disaster Management

H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen memiliki pengetahuan

tentang batas dan biaya atas persyaratan dan pendanaan serta mematuhi

persyaratan tersebut terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =

Berpengaruh pihak manajemen memiliki pengetahuan tentang batas dan biaya

atas persyaratan dan pendanaan serta mematuhi persyaratan tersebut terhadap

kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0

ditolak dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen memantau kebijakan paska

pemberian dana pelaksanaan manajemen emergency terhadap kesiapan

menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pihak manajemen memantau

kebijakan paska pemberian dana pelaksanaan manajemen emergency terhadap

kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0

ditolak dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen membuat rencana

administrasi dan deskripsi pekerjaan emergency terhadap kesiapan

menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pihak manajemen membuat rencana

administrasi dan deskripsi pekerjaan emergency terhadap kesiapan

menghadapi bencana, dan karena thitung lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak

dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen memiliki unit perencanaan

dalam masing-masing administrasi dan keuangan untuk mengatur seluruh

kontrol selama keadaan darurat terhadap kesiapan menghadapi bencana, H1 =

Berpengaruh pihak manajemen memiliki unit perencanaan dalam masing-

masing administrasi dan keuangan untuk mengatur seluruh kontrol selama

keadaan darurat terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung

lebih besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

H0 = Tidak berpengaruh pihak manajemen memiliki prosedur untuk

menangani semua masalah kompensasi klaim dan biaya pemulihan terhadap

kesiapan menghadapi bencana, H1 = Berpengaruh pihak manajemen memiliki

prosedur untuk menangani semua masalah kompensasi klaim dan biaya

pemulihan terhadap kesiapan menghadapi bencana, dan karena thitung lebih

besar dari ttabel maka H0 ditolak dan H1 diterima.

42

Page 56: Disaster Management

Berdasarkan pengujian validitas dan hipotesis yang telah dilakukan

didapatkan 34 item pertanyaan yang memiliki pengaruh terhadap kesiapan dari

pihak manajemen dalam menghadapi bencana. Dimana dari 34 item

pertanyaan tersebut terdapat 2 item pertanyaan dengan indeks korelasi sangat

tinggi, 7 item dengan indeks korelasi tinggi, 15 item dengan indeks korelasi

cukup tinggi dan 10 item dengan indeks korelasi rendah.

4.4.2 Pengujian Reliabilitas

Disamping itu hasil CAR checklist diuji reliabilitas dengan

menggunakan metode belah dua (split half method), dimana 64 pertanyaan

tersebut dibelah dengan membelah atas setengah item-item awal dan setengah

item-item akhir. Kemudian dilakukan perhitungan korelasi antar instrumen

dengan Person Product Moment dan untuk menghitung reliabilitas dengan

Spearman Brown. Hasil pengujian reliabilitas dengan menggunakan SPSS

10.0 dapat dilihat pada lampiran 5.

Dengan menggunakan alpha 0.5 dan N=38, diperoleh angka kritis dari

tabel sebesar 0.329. Pada pengujian reliabilitas pada item awal didapatkan 16

item yang reliabel dan pada item akhir didapatkan 23 item yang reliabel.

4.5 Readiness Assessment

Berdasarkan pengujian validitas terdapat 34 pertanyaan CAR Checklist

yang dinyatakan valid, dan rata-rata prosentase jawaban responden yaitu 41%

untuk very capable. Hasil lengkapnya dapat dilihat pada table 4.1, sebagai

berikut :

Tabel 4.8 Hasil Penilaian kesiap-siagaan

No. Kategori Hasil (%) 1. Not Capable 3 2. Marginally Capable 3 3. Generally Capable 15 4. Very Capable 41 5. Fully Capable 15 6. Not Applicable (N/A) 26

Jumlah 100

43

Page 57: Disaster Management

tabel tersebut dapat digambarkan dalam bentuk homogram seperti yang

terlihat pada gambar 4.1

Penilaian Kesiap-siagaan

3%

3%

15%

41%

15%

26% Not Capable

Marginally Capable

Generally Capable

Very Capable

Fully Capable

Not Applicable (N/A)

Gambar 4.1 Grafik Penilaian Kesiap-Siagaan

Adapun keterangan dari tabel 4.1 dapat dijabarkan sebagai berikut :

A. Marginally Capable

Marginally Capable di pilih oleh responden dengan rata-rata

prosentase sebesar 3 % artinya bahwa anggota manajemen mengikuti model

desain instruksional yang sistematis.

B. Generally Capable

Generally Capable di pilih oleh responden dengan rata-rata prosentase

sebesar 15 % artinya :

- Rencana tersebut berisi deskripsi dan analisa dari kebijakan

manajemen untuk mereduksi bahaya potensi bahaya dimasing-masing

area

- Rencana tersebut berisi tujuan dan sasaran untuk mereduksi bahaya

serta berisi strategi tentang kesensitifan terhadap bahaya jangka

panjang dan pendek, kesiapan, penanggulangan dan pemulihan bila

suatu bahaya muncul.

- Rencana tersebut mendokumentasikan seberapa spesifik tindakan

reduksi bahaya dapat berkontribusi pada keseluruhan reduksi risiko.

44

Page 58: Disaster Management

- Arahan, control, dan koordinasi dicantumkan didalam perencanaan

pihak manajemen

- Prinsip evaluasi didokumentasikan secara formal didesain untuk

kemudahan, penggunaan, penerapan, ditinjau kembali, untuk

memastikan keabsahan secara terus menerus.

C. Very Capable

Very Capable di pilih oleh responden dengan rata-rata prosentase

sebesar 41 % artinya:

- Didalam peraturan pihak manajemen tercantum suatu landasan

yang sah untuk mengatur program manajemen keadaan darurat.

- Pihak manajemen mengidentifikasi semua bahaya dan

kemungkinan munculnya (bahaya yang harus diperhatikan tidak

terbatas, hanya pada kejadian akhibat ulah manusia, teknologi dan

alam

- Inforrmasi historis untuk semua bencana dimasukan ke dalam

pembobotan risiko.

- Identifikasi bahaya dan pembobotan risiko digunakan sebagai basis

untuk rencana pengurangan dampak risiko jangka panjang maupun

jangka menengah dan untuk rencana operasi darurat yang dibuat.

- Adanya peraturan dan tanggung jawab dari pihak manajemen

untuk perlindungan kebakaran.

- Inventarisasi untuk energi dan peralatan dapat diidentifikasikan dan

dipelihara

- Pihak manajemen mempunyai prosedur yang dikembangkan untuk

aktivasi dan penyebaran tim penilai kerugian untuk mengumpulkan

informasi tentang kerugian yang didapatkan.

- Pihak manajemen memiliki program yang menyediakan pelatihan

khusus bahaya/risiko

- Pihak manajemen mengadakan pelatihan dengan menggunakan

metodologi teknik dan anggota yang bervariasi.

45

Page 59: Disaster Management

- Pihak manajemen memiliki sebuah sistem evaluasi program

pelatihan yang dapat diandalkan.

- Pihak manajemen meninjau ulang timbal balik dari peserta untuk

memastikan bahwa peserta mampu melakukan tugas yang telah

diajarkan.

- Program kegiatan perbaikan menggunakan data dari latihan dan

bencana yang sebenarnya

- Mengadakan program persiapan bencana untuk menolong korban

bencana dan persiapan keadaan darurat

D. Fully Capable

Fully Capable di pilih oleh responden dengan rata-rata prosentase

sebesar 15 % artinya:

- Prosedur dibuat untuk program aksi korektif dan untuk mendukung

program pengaturan (misal keamanan).

- Prosedur operasi standar dibuat untuk manajemen logistik.

- Dengan mengadakan analisis manajemen pelatihan setiap 2 tahun

sekali, pihak manajemen dapat secara sistematis mengetahui

masalah yang dapat diselesaikan melalui pelatihan dan menentukan

pelatihan apa saja yang bisa mengatasi/ meringankan kesalahan

seperti dengan membuat jadwal pelatihan yang sesuai dengan

kebutuhan.

- Petugas pelatihan telah menyelesaikan pelatihan dengan baik.

E. Not Applicable (N/A)

Not Applicable di pilih oleh responden dengan rata-rata prosentase

sebesar 15 % artinya :

- Pihak manajemen mengggunakan pembobotan risiko dengan

metode ilmiah.

- Telah dikembangkan sebuah konsep operasi untuk mengatur dan

mengendalikan aliran sumber daya penting dalam suatu keadaan

gawat darurat.

46

Page 60: Disaster Management

- Fasilitas alternative bisa digunakan dalam keadaan darurat untuk

melakukan operasi kritis.

- Prosedur dan rencana kelanjutan kegiatan telah dibuat untuk

memastikan administrasi dan keuangan kritis pihak manajemen

berfungsi selama periode bencana

- Anggota pihak manajemen memiliki pengetahuan persyaratan

pendanaan yang sesuai dengan undang-undang.

- Anggota pihak manajemen memiliki pengetahuan tentang batas

dan biaya atas persyaratan dan pendanaan serta mematuhi

persyaratan tersebut.

- Pihak manjemen membuat pengontrolan untuk memastikan bahwa

pembayaran dana tersebut benar dan tepat sasaran dan untuk

mencegah keterlambatan dan ketepatan pendanaan.

- Pihak manajemen membuat rencana administrasi dan deskripsi

pekerjaan emergency.

- Pihak manajemen memiliki unit perencanaan/ pembelian didalam

masing-masing administrasi dan keuangan untuk mengatur seluruh

kontrol/ penjaminan selam keadaan darurat.

F. Not Capable

Not Applicable di pilih oleh responden dengan rata-rata prosentase

sebesar 3 % artinya bahwa desain pelatihan termasuk juga kegiatan pelatihan

yang menyediakan pembelajaran keterampilan sesuai dengan kebutuhan

Beberapa hal diatas dapat dijadikan pertimbangan bagi pihak

manajemen sebagai masukan untuk pengembangan kesiap-siagaan dalam

menghadapi bencana

47

Page 61: Disaster Management

BAB V

ANALISA DAN MITIGASI

Pada bab in dilakukan analisa dari hasil pengolahan data yang telah

dilakukan pada bab sebelumnya. Analisa ini bertujuan untuk mengevaluasi

resiko pada sistem distribusi bahan bakar serta risk mitigation yang mengarah

pada semua tindakan untuk mengurangi dampak dari suatu bencana. Mitigasi

yang dilakukan merupakan usulan tindakan pengendalian resiko untuk

mengurangi dampak dari suatu bencana.

5.1 Analisa Risk Assessment

Analisa Risk Assessment terhadap sistem distribusi bahan bakar

dilakukan berdasarkan hasil identifikasi dengan menggunakan HAZOP

(Hazard and Operability Studies). Dimana analisa akan dilakukan pada study

node dengan tingkat resiko paling tinggi (the highest priority level) yang

bernilai 7, dan dari hasil identifikasi didapatkan 6 study node dengan nilai

consequence paling tinggi, yaitu study node 1 pada pipa aliran bahan bakar

(00EGE11), study node 4 pada tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13),

study node 6 pada Transfer fuel pump, study node 7 pada Main fuel oil pump,

study node 8 pada pipa aliran bahan bakar (12EGE10), dan study node 9 pada

Fuel nozzle system.

5.1.1 Analisa Pipa Aliran Bahan Bakar (00EGE11)

Pipa aliran bahan bakar (00EGE11) berfungsi mengalirkan bahan

bakar yang berasal dari kapal tangker/tongkang ke dalam tangki penyimpanan

bahan bakar. Pipa aliran bahan bakar ini memiliki panjang 4 km. Dari hasil

identifikasi bahaya dengan HAZOP, didapatkan bahwa potensi bahaya

terbesar pada pipa aliran bahan bakar (00EGE11) adalah terjadinya pelepasan

bahan bakar di laut hal ini disebabkan karena:

a) Fleksibel hose tidak terpasang dengan baik.

Pemasangan fleksibel hose ini dilakukan secara manual, dimana

pemasangan dilakukan oleh penyelam yang menyelam ke dasar laut untuk

48

Page 62: Disaster Management

memasang fleksibel hose ke manipol kapal. Bila penyelam tidak memasang

fleksibel hose dengan baik maka aliran bahan bakar berkurang karena bahan

bakar tersebut terlepas ke laut dan apabila tidak ditangani dengan baik maka

akibatnya bahan bakar tersebut akan mencemari laut disekitar area kerja. Hal

ini terjadi karena pengawas tidak memastikan apakah penyelam telah

memasang fleksibel hose dengan baik, sebab pengawas hanya fokus penyelam

telah memasang fleksibel hose pada manipol kapal.

b) Katup pada manipol tidak tertutup

Proses membuka dan menutup katup pada manipol juga dilakukan

secara manual yaitu oleh penyelam. Bila katup pada manipol tidak tertutup

maka aliran bahan bakar ke tangki bahan bakar akan semakin besar, akibatnya

tekanan pipa aliran bahan akan naik. Kenaikan tekanan pada pipa membuat

bahan bakar akan mudah berekspansi bila menerima sumber panas baik dari

luar atau dalam pipa, sehingga terjadi ketidakmampuan pipa menahan tekanan

yang mengakibatkan pipa berlubang dan akibatnya bahan bakar terlepas di

laut.

c) Pipa aliran bahan bakar tersumbat

Pipa bahan bakar tersumbat dikarenakan kotoran ikut larut dalam

bahan bakar. Hal ini disebabkan karena kerusakan pada strainer sehingga

jumlah kotoran yag larut pada bahan bakar tidak terdeteksi. Bila tidak segera

ditangani maka akan terjadi kenaikan tekanan pada pipa karena terjadinya

kenaikan kapasitas bahan bakar pada pipa, sehingga pipa akan mengalami

ketidakmampuan dalam menahan tekanan yang mengakibatkan pipa tersebut

berlubang dan akibatnya bahan bakar terlepas di laut.

d) Kurangnya perawatan pada pipa

Kurangnya perawatan pada pipa mengakibatkan tidak terdeteksinya

cacat pada pipa seperti keretakan dan korosi pada pipa yang mengakibatkan

pipa mengalami ketidakmampuan dalam menahan tekanan sehingga

menimbulkan lubang dan akhibatnya kebocoran bahan bakar ke laut.

49

Page 63: Disaster Management

5.1.2 Analisa Tangki Penyimpan Bahan Bakar (00EGE13)

Tangki penyimpan bahan bakar berfungsi menimbun bahan bakar.

Tangki ini memiliki kapasitas daya tampung sebesar 20.000 kg. Bahan bakar

ini memiliki sifat mudah terbakar (combustibel) karena titik nyala 1500F.

Menurut hasil identifikasi dengan HAZOP, didapatkan bahwa potensi bahaya

terbesar pada tangki penyimpanan bahan bakar adalah potensi kebakaran, hal

ini terjadi dikarenakan :

a) Kurangnya perawatan pada tangki bahan bakar

Kurangnya perawatan pada pipa mengakibatkan tidak terdeteksinya

cacat pada pipa seperti keretakan dan korosi pada pipa yang mengakibatkan

pipa mengalami ketidakmampuan dalam menahan tekanan sehingga

menimbulkan lubang dan mengakibatkan kebocoran bahan bakar. Bila

bocoran bahan bakar tidak segera ditangani maka berpotensi terjadinya

kebakaran karena pelepasan bahan bakar dan bila bahan bakar, panas dan

udara bertemu (segitiga api) maka akan terjadi kebakaran yang akan

mengakibatkan kerusakan pada area kerja.

b) Kerusakan indikator alat ukur

Kerusakan indikator alat ukur seperti level transmitter, flow indikator,

dan temperature indikator menyebabkan operator tidak dapat membaca level

bahan bakar pada tangki, dan temperatur bahan bakar. Bila hal ini terjadi maka

kenaikan kapasitas dan temperatur pada tangki penyimpanan tidak dapat

terdeteksi, maka akibatnya bahan bakar akan berekspansi dan terjadi kenaikan

tekanan pada tangki penyimpanan. Ketidakmampuan tangki penyimpanan

menahan tekanan mengakibatkan letupan yang membuat keretakan pada

tangki dan bila tidak segera ditangani dengan baik maka akan berakibat

kebocoran pada tangki penyimpanan. Bila bocoran bahan bakar tidak segera

ditangani maka berpotensi terjadinya kebakaran karena pelepasan bahan bakar

dan bila bahan bakar, panas dan udara bertemu (segitiga api) maka akan

terjadi kebakaran yang akan mengakibatkan kerusakan pada area kerja.

50

Page 64: Disaster Management

5.1.3 Analisa Transfer Fuel Pump

Transfer fuel pump memiliki fungsi mengalirkan bahan bakar dari

tangki penyimpanan ke ruang bakar. Pompa ini memiliki peranan yang

penting karena bila terjadi kerusakan pada pompa maka bahan bakar tidak

dapat mengalir ke ruang bakar, yang akibatnya terjadi kegagalan pada proses

pembakaran sehingga mempengaruhi proses produksi. Oleh karena itu

diperlukan perawatan pada pompa sehingga cacat pada pompa seperti korosi

dapat terdeteksi sehingga kebocoran pada pompa dapat diantisipasi.

5.1.4 Analisa Main Fuel Oil Pump

Main fuel oil pump memiliki fungsi membantu kerja dari transfer fuel

pump untuk mengalirkan bahan bakar dari tangki penyimpanan ke ruang

bakar. Oleh karena itu diperlukan perawatan pada pompa sehingga cacat pada

pompa seperti korosi dapat terdeteksi sehingga kebocoran pada pompa dapat

diantisipasi.

5.1.5 Analisa Pipa Aliran Bahan Bakar (12EGE10)

Pipa aliran bahan bakar (12EGE10) berfungsi menyalurkan bahan

bakar dari tangki penyimpanan ke ruang bakar. Potensi bahaya yang

teridentifikasi berdasarkan HAZOP yaitu terjadinya kegagalan proses

pembakaran karena kegagalan transfer bahan bakar ke ruang bakar, hal ini

terjadi karena :

a) Kerusakan pada pompa penyalur bahan bakar

Bila terjadi kerusakan pada pompa penyalur bahan bakar (transfer fuel

pump) maka akibatnya tidak ada aliran bahan bakar pada pipa penyalur bahan

bakar, sehingga bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar sehingga

menyebabakan kegagalan pada proses pembakaran.

b) Pipa bahan bakar tersumbat

Pipa bahan bakar tersumbat dikarenakan kotoran ikut larut dalam

bahan bakar. Hal ini disebabkan karena kerusakan pada strainer sehingga

jumlah kotoran yag larut pada bahan bakar tidak terdeteksi. Bila tidak segera

ditangani maka akan terjadi kenaikan tekanan pada pipa karena terjadinya

51

Page 65: Disaster Management

kenaikan kapasitas bahan bakar pada pipa, sehingga pipa akan mengalami

ketidakmampuan dalam menahan tekanan yang mengakibatkan pipa tersebut

berlubang dan terjadi kebocoran bahan bakar. Bila terjadi pelepasan bahan

bakar akibatnya bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar dan hal ini

menyebabkan kegagalan pada proses pembakaran.

c) Kurangnya perawatan pada pipa

Kurangnya perawatan pada pipa mengakibatkan tidak terdeteksinya

cacat pada pipa seperti keretakan dan korosi pada pipa yang mengakibatkan

pipa mengalami ketidakmampuan dalam menahan tekanan sehingga

menimbulkan lubang dan akhibatnya kebocoran bahan bakar. Bila terjadi

pelepasan bahan bakar akibatnya bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang

bakar dan hal ini menyebabkan kegagalan pada proses pembakaran.

5.1.6 Analisa Fuel Nozzel System

Fuel nozzel system berfungsi menginjeksikan bahan bakar ke ruang

bakar. Potensi bahaya yang teridentifikasi berdasarkan HAZOP yaitu

terjadinya kegagalan proses pembakaran, hal ini terjadi karena :

a) Kurangnya perawatan pada Fuel nozzel system

Kurangnya perawatan pada fuel nozzel system mengakibatkan tidak

terdeteksinya kerusakan pada fuel nozzel system, seperti korosi yang

mengakibatkan kebocoran pada fuel nozzel system.Hal ini mengakibatkan

kegagalan dalam proses penginjeksiaan bahan bakar.

b) Kenaikan dan penurunan temperatur

Saat terjadi kenaikan temperatur, jumlah udara pada proses

pembakaran berlebih, hal ini terjadi karena timbulnya kerak pada saluran

bahan bakar yang mengakibatkan penyumbatan sehingga terjadi kenaikan

temperatur pada saluran bahan bakar dan pada proses pembakaran terjadi

kekurangan bahan bakar sehingga terjadi kegagalan pad proses penginjeksiaan

bahan bakar.

Saat terjadi penurunan temperatur, terjadi kekurangan jumlah udara

pada proses pembakaran sehingga secara pasti akan menyebabkan

pembakaran yang tidak sempurna. Karena jumlah udara yang berkurang dan

52

Page 66: Disaster Management

bahan bakar yang berlebihan akan mengakibatkan tidak terjadi proses

pengabutan (spray) sehingga proses pembakaran pada ruang bakar menjadi

tidak sempurna.

5.2 Analisa Readiness Assessment

Analisa ini akan diuraikan mengenai kondisi real dari PT. Indonesia

Power UPB Grati dalam kesiapa-siagaan dan kemampuan menghadapi

kemungkinan terjadinya bencana. Dimana suatu perusahaan dapat dikatakan

siap dan mampu menghadapi bencana, apabila manajemen yang dimiliki oleh

perusahaan tersebut masuk kedalam kategori CAR (Capability Assessment of

Readiness) Emergency Management Function Checklist dengan nilai fully

capable dan very capable. Berdasarkan hasil Checklist yang telah dilakukan

prosentase jawaban untuk fully capable sebesar 15 % hal ini menunjukan

kapabilitas total telah dicapai dan hanya memerlukan perawatan atau

pemeliharaan dan very capable sebesar 41% hal ini menunjukan kapabilitas

yang dicapai sudah berada pada tingkat tinggi dan hanya sedikit usaha untuk

mencapai kapabilitas total.

a) Fully Capable

1. Operasi dan prosedur

Pihak manajemen telah memiliki prosedur yang disyaratkan seperti

prosedur mengenai penyebaran tim penilai kerugian yang tergabung dalam

tim survey resiko. Survey resiko ini dilakukan dengan tujuan untuk

memberikan gambaran informasi yang cukup kepada manajemen

mengenai, peralatan pemadam kebakaran dan instalasinya, manajemen

pemeliharaan peralatan pemadam kebakaran, house keeping yang sudah

ada, memberikan gambaran tingkat kerawanan di area dan sekaligus

memberikan gambaran peralatan yang paling rentan terhadap kebakaran

dan memberikan rekomendasi hasil temuan supaya kemungkinan

terjadinya kebakaran dapat dihindari.

53

Page 67: Disaster Management

2. Logistik dan fasilitas

Pihak manajemen telah memiliki fasilitas tanggap darurat yang dimana

fasilitas tersebut dapat digunakan untuk mendukung operasi penangganan

atau penanggulangan keadaan darurat seperti posko/command post, tempat

berkumpul/ assembly poin, alarm system, fire fighting equipment, dan

sebaginya

3. Training

Pihak manajemen telah memprogramkan training atau pelatihan

kepada seluruh pekerjanya terutama untuk pelatihan tanggap darurat dan

analisa mengenai manajemen pelatihan diadakan setiap 6 bulan sekali

sebagai laporan untuk mengetahui masalah apa saja yang dapat

diselesaikan melalui pelatihan tersebut dan menentukan pelatihan apa saja

yang dibutuhkan bagi pekerja.

b) Very Capable

1. Peraturan dan wewenang

Peraturan dan wewenang telah terstuktur dan terpelihara dengan baik,

seperti pelaksanaan prosedur kesiagaan dan tanggap darurat dimana telah

terbentuk tim tanggap darurat yang didalamnya terdapat tim pemadam

kebakaran, tim pengamanan area, tim penanganan, penyelamatan personil

dan P3K serta pengaman dokumen, didalam prosedur juga dijelaskan

wewenang dan tanggung jawab sesuai fungsi dari masing-masing tim.

Disamping itu didalam prosedur juga dijelaskan mengenai proses evakuasi

bila terjadi bencana (kebakaran, gempa bumi, tsunami, gunung meletus,

ledakan, tumpahan bahan kimia, ancaman bom, penanggulangan huru-hara

dan demonstrasi, penanggulangan kebocoran H2 dan chlorine ). Untuk

mengetahui keefektifan dari prosedur kesiagaan dan tanggap darurat maka

perlu dilakukan evaluasi terhadap prosedur yang ada dan untuk

mengetahui kesiapan dari tenaga kerja dalam menghadapi kondisi darurat

perlu dilakukan pelatihan mengenai prosedur kesiagaan dan tanggap

darurat.

54

Page 68: Disaster Management

2. Identifikasi dan pembobotan resiko

Pihak manajemen telah memiliki prosedur tentang identifikasi dan

penilaian resiko. Didalam prosedur tersebut perlu dilakukan perincian

pekerjaan dari setiap pekerja, sehingga mempermudah mengidentifikasi

potensi bahaya. Hasil identifikai tersebut akan di nilai tingkat resiko

bahayanya sehingga dapat diketahui tingkat bahaya dari suatu pekerjaan,

disamping itu juga disertakan rencana pengendalian terhadap bahaya.

Sebagai tindak lanjut terhadap perkembangan dari prosedur identifikasi

dan penilaian resiko maka pihak manajemen perlu meninjau ulang

prosedur tersebut sebagai penilaian kelayakan dari prosedur tersebut.

3. Perencanaan

Perencanaan dalam mengendalikan atau mereduksi suatu bahaya

didapatkan dari identifikasi bahaya dan penilaian resiko yang telah

dilakukan sebelumnya. Perencanaan pengendalian bahaya tersebut harus

dideskripsikan secara rinci dan dianalisa sehingga bahaya potensial pada

setiap pekerjaan dapat dikendalikan.

4. Kegiatan, latihan evaluasi dan perbaikan

Pada prosedur kesiagaan dan tanggap darurat telah dicantumkan bahwa

pihak k3 bertangguang jawab dalam pelaksanaan drill atau latihan tanggap

darurat yang mana hasil dari drill atau latihan tersebut akan dievaluasi

untuk menilai keefektifan dari prosedur kesiagaan dan tanggap darurat dan

juga untuk mengetahui sejauh mana pemahaman pekerja terhadap

prosedur kesiagaan dan tanggap darurat yang telah ada.

5. Komunikasi krisis, pendidikan umum dan informasi

Pada prosedur kesiagaan dan tanggap darurat juga dicantumkan

bagaimana cara menginformasikan hal mengenai pegurangan bahaya dan

risiko dari bahaya yang terjadi keseluruh pekerja, disamping itu pihak

manajemen juga harus menginformasikan hal tersebut ke masyarakat

Setelah dilakukan penguraian kondisi real perusahan tentang kesiap-

siagaan dan kemampuan dari perusahaan dalam menghadapai bencana

kemudian dilakukan analisa mengenai kemampuan perusahaan mengenai

55

Page 69: Disaster Management

kesiap-siagaan dan kemampuan dalam melakukan aktifitas disaster

management yaitu mitigation, preparedness, respon, dan recovery. Program

manajemen pada CAR Checklist dapat dimasukan dalam empat tahapan

aktivitas disaster management yaitu sebagai berikut :

1. Mitigation

- Peraturan dan Wewenang

- Identifikasi Bahaya dan Pembobotan Resiko

2. Preparedness

- Perencanaan

- Training

- Komunikasi krisis, pendidikan umum dan informasi

3. Respon

- Operasi dan Prosedur

- Logistik dan Fasilitas

4. Recovery

- Kegiatan, Latihan Evaluasi dan Perbaikan

Hasil dari pengelompokan tersebut kemudian akan dilakukan penilaian

terhadap pelaksanaan program penilaian yang diambil berdasarkan nilai

mayoritas yang dimiliki program tersebut dalam CARChecklist.

Tabel 5.1 Nilai mayoritas pada program manajemen

Tahapan

disaster management Program manajemen Nilai mayoritas

Peraturan dan Wewenang Very capable Mitigation

Identifikasi Bahaya dan Pembobotan Resiko

Very capable

Perencanaan Very capable

Training Fully capablePreparedness Komunikasi Krisis, Pendidikan

Umum dan Informasi Very capable

Operasi dan Prosedur Fully capable Respon

Logistik dan Fasilitas Fully capable Recovery

Kegiatan, Latihan Evaluasi dan Perbaikan

Very capable

56

Page 70: Disaster Management

Perusahaan dikatakan siap-siaga dan mampu menghadapi bencana bila

perusahaan tersebut dapat menghadapi aktivitas pra bencana yaitu pada tahap

mitigation dan preparedness serta pasca bencana yaitu pada tahap respon dan

recovery. Berdasarkan penilaian pada tabel 5.1 dapat dikatakan bahwa PT.

Indonesia Power UPB Grati secara keseluruhan telah siap menghadapi

bencana. Untuk mencapai kesiap-siagaan dan kemampuan total dalam

menghadapi bencana maka pihak manajemen harus melakukan beberapa

langkah mitigasi agar tercapai kapasitas total pada keseluruhan sistem

manajemen sehingga bencana dapat direduksi.

5.3 Risk Mitigation

Setelah tahap pengidentifikasian selesai dilakukan, maka tahap

selanjutnya adalah melakukan upaya mengurangi dampak dari bencana atau

mitigasi. Upaya mitigasi resiko yang akan diberikan pada penelitian ini hanya

sebatas usulan pada PT. Indonesia Power UPB Grati untuk mengurangi

dampak dari suatu resiko. Bencana yang terjadi dapat menimbulkan dampak

yang merugikan terutama pada masyarakat dan lingkungan sekitar. Oleh

karena itu suatu perusahaan harus memperhatikan secara khusus pengendalian

resiko pada area kerjanya agar dapat memberikan perlindungan optimal bagi

tenaga kerja dan masyarakat sekitarnya. Risk mitigation baik struktural

maupun non struktural diperlukan untuk mengevaluasi segala hal yang terkait

dengan upaya pereduksian dampak yang timbul akibat dari terjadinya

bencana.

5.3.1 Mitigasi Non Struktural

Mitigasi non struktural berupa rekomendasi yang diberikan meliputi

segala sesuatu yang tidak berbentuk atau mengenai sistem manajemen, dan

dalam rangka mereduksi dampak terjadinya bencana, maka sebaiknya

manajemen melakukan beberapa mitigasi non struktural. Penyusunan mitigasi

non struktural berikut ini mengacu pada hasil dari CAR checklist dan HAZOP

yang telah diolah pada bab sebelumnya.

57

Page 71: Disaster Management

5.3.1.1 Analisa non struktural berdasarkan CAR checklist

Dari CAR checklist yang telah dilakukan sebelumnya dapat diketahui

program mana yang membutuhkan perbaikan, sehingga dapat direncanakan

langkah perbaikan apa yang diperlukan pada program tersebut sehingga

diharapkan perencanaan langkah tersebut dapat mereduksi dampak dari

bencana. Program yang memerlukan perbaikan adalah program-program yang

memiliki kriteria marginally capable, generally capable, dan not capable.

Berikut dapat dilihat pada tabel 5.2 daftar beberapa program yang masih

memerlukan perencanaan dan langkah perbaikan untuk mereduksi dampak

dari bencana.

Tabel 5.2 Daftar program CAR checklist dan langkah perbaikan (lanjutan)

Kriteria Program Langkah perbaikan Marginally

capable Anggota manajemen mengikuti model desain instruksional yang sistematis

Training

Rencana tersebut berisi deskripsi dan analisa dari kebijakan manajemen untuk mereduksi potensi bahaya dimasing-masing area

Perencanaan

Rencana tersebut berisi tujuan dan sasaran untuk mereduksi bahaya serta berisi strategi tentang kesensitivan terhadap bahaya jangka panjang dan pendek, kesiapan, penanggulangan dan pemulihan bila suatu bahaya muncul.

Perencanaan

Rencana tersebut mendokumentasikan seberapa spesifik tindakan reduksi bahaya dapat berkontribusi pada keseluruhan reduksi risiko.

Perencanaan

Arahan, control, dan koordinasi dicantumkan didalam perencanaan pihak manajemen

Perencanaan

Generally Capable

Prinsip evaluasi didokumentasikan secara formal didesain untuk kemudahan, penggunaan, penerapan, ditinjau kembali, untuk memastikan keabsahan secara terus menerus.

kegiatan, latihan, evaluasi, dan perbaikan

Not Applicable

Desain pelatihan termasuk juga kegiatan pelatihan yang menyediakan pembelajaran keterampilan sesuai dengan kebutuhan

Training

58

Page 72: Disaster Management

Adapun penjabaran dari langkah perbaikan program pada CAR

checklist sebagai berikut :

1. Training

Pihak manajemen harus mengerti kebutuhan pelatihan yang akan

diberikan kepada pekerja, Oleh karena itu rancangan materi pelatihan yang

akan diberikan harus tepat, yaitu dengan merancang bentuk instruksi yang

sistematis dalam menyampaikan materi pelatihan kepada peserta pelatihan

sehingga peserta mendapatkan pengetahuan, pengertian dan pemahaman

terhadap materi pelatihan mulai dari pengertian dasar sampai

pengaplikasiannya. Disamping itu pelatihan yang diberikan harus

menyediakan pembelajaran keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan dari

pekerja untuk mendukung pekerjaannya.

Pihak manajemen dapat membuat rencana pelatihan yang diberikan

kepada pekerja terutama dalam menghadapi bencana seperti :

- Pelatihan tanggap darurat

- Pelatihan pemadam kebakaran

- Pelatihan P3K (Pertolongan Pertama pada kecelakaan)

2. Perencanaan

Perencanaan dalam mereduksi bencana perlu mendapatkan perhatian

dari pihak manajemen, khususnya rencana tanggap darurat yang dimiliki

perusahaan. Rencana tanggap darurat yang ada harus memuat rincian rencana

tindakan yang akan diambil ketika keadaan darurat terjadi dan rencana

tanggap darurat harus dibuat relatif mudah untuk dibaca dan dipahami oleh

setiap pekerja. Rencana keadaan darurat harus tertulis dan minimal

mencangkup hal sebagai berikut :

- Prosedur untuk melaporkan keadaan darurat

- Prosedur untuk memberitahukan semua pekerja tentang kondisi

darurat

- Penunjukan area pusat kontrol dan lokasi alternatif

- Evakuasi pekerja ke lokasi aman

- Pembentukan tim penanggulangan keadaan darurat

59

Page 73: Disaster Management

Disamping itu perlu direncanakan organisasi penanggulangan tanggap darurat

yaitu sebagai berikut :

- Pembentukan tim yang melibatkan unsur manajemen dan pekerja

- Latihan dan praktek penanggulangan keadaan darurat

- Penyediaan perlengkapan penanggulangan keadaan darurat sesuai

fungsi tim

- Dokumentasi kegiatan pelatihan dan drill

- Evaluasi terhadap kemampuan dan jumlah tim keadaan darurat

Semua perencanaan tersebut dapat dilihat pada prosedur kesiagaan dan

tanggap darurat yang terlampir pada lampiran 6. Pada prosedur kesiagaan dan

tanggap darurat tersebut masih terdapat beberapa kekurangan yang tidak

dijelaskan didalam prosedur diantaranya sebagai berikut :

- -Prosedur untuk memberitahukan semua pekerja tentang kondisi

darurat. Dalam hal ini yaitu sistem peringatan bahaya (emergency

alert system), didalam prosedur tidak dijabarkan bentuk sistem

peringatan untuk setiap kondisi seperti kondisi keadaan darurat,

evakuasi dari lokasi dan keadaan darurat telah selesai. Sistem

peringatan tersebut dapat berupa sirine yang berbeda untuk setiap

kondisi. Disamping itu juga harus disertakan teks pengumuman

keadaan darurat untuk mempermudah pekerja untuk memahami

bunyi tiap sirine alarm untuk masing-masing kondisi.

- Manajemen sumber daya yaitu sebuah konsep operasi untuk

mengatur dan mengendalikan aliran sumber daya penting dalam

suatu keadaan darurat

- Tidak adanya prosedur untuk pembersihan reruntuhan yang

berhubungan dengan bencana dan kerusakan yang telah terjadi

- Prosedur kesiagaan dan tanggap darurat yang ada belum pernah

dikembangkan dan diperbaharui.

Ada beberapa usulan yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen

berhubungan dengan rencana tanggap darurat yaitu :

- Peninjauan ulang terhadap prosedur kesiagaan dan tanggap darurat

60

Page 74: Disaster Management

- Prosedur kesiagaan dan tanggap darurat harus dikenalkan

keseluruh pekerja sehingga setiap orang mempunyai kesiap-

siagaan dan mampu menghadapi bencana

3. Kegiatan, latihan, evaluasi, dan perbaikan

Didalam prosedur kesiagaan dan tanggap darurat telah dijelaskan

bahwa pelaksanaan drill atau latihan tanggap darurat dilakukan untuk menilai

keefektifan dari prosedur tangggap darurat yang telah di terapkan. Oleh karena

itu bagaimana pelatihan tanggap darurat tersebut dapat menjadi program

tahunan dan disamping itu juga pelatihan tanggap darurat harus

terdokumentasi untuk mempermudah penggunaan, penerapan dan peninjauan

kembali untuk memastikan keefektifan dari prosedur tanggap darurat.

5.3.1.2 Analisa non struktural berdasarkan risk assessment

Menurut hasil analisa risk assessment yang telah dilakukan

sebelumnya didapatkan bahwa potensi bahaya terbesar terdapat pada

pelepasan bahan bakar ke laut, potensi kebakaran, dan kegagalan pada proses

pembakaran. Ketiga hal tersebut membutuhkan perhatian dan penangganan

dari pihak manajemen, terutama pada kebijakan yang bersifat non struktural.

Rekomendasi non struktural yang diusulkan untuk penangganan bahaya pada

masing-masing study node adalah sebagai berikut :

a) Pipa aliran bahan bakar (00EGE11)

Potensi bahaya yang terjadi pada pipa aliran bahan bakar (00EGE11)

adalah pelepasan bahan bakar ke laut hal ini disebabkan karena :

- Fleksibel hose tidak terpasang dengan baik

- Katup pada manipol tidak tertutup

- Pipa aliran bahan bakar tersumbat

- Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar

Sejauh ini kepedulian dari pihak manajemen sudah cukup baik hal ini

dapat dilihat dari adanya instruksi kerja pengisian High Speed Disesl (HSD)

dari kapal tangker/tongkang, akan tetapi sejauh ini belum dapat diaplikasikan

dengan baik . Hal ini dapat dilihat dari ketidaksamaan pendapat antar

responden dalam pengisian checklist, karena kurangnya pemahaman dari

61

Page 75: Disaster Management

responden terhadap instruksi kerja. Oleh karena itu instruksi kerja tersebut

harus dibuat jelas, terstruktur dan mudah dipahami. Ada beberapa usulan yang

dapat ditambahkan pada instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD)

dari kapal tangker/tongkang, yaitu :

1. Penyelam yang disewa oleh pihak perusahaan harus memahami

instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal

tangker/tongkang sebelum melakukan penyelaman.

2. Penyelam yang disewa oleh pihak perusahaan harus memiliki

pengalaman dan kompetensi dalam melakukan penyelaman.

3. Pengawas harus mengawasi penyelam yang melakukan

pemasangan fleksibel hose sudah bekerja dengan baik.

4. Instruksi kerja juga harus menjelaskan hal-hal yang harus

dilakukan setelah proses pengisian bahan bakar selesai, sebagai

pengecekan seperti mengecek ulang bahwa semua katup telah

tertutup dan pompa telah dimatikan

5. Pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur

perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada pipa aliran

bahan bakar, sehingga cacat pada pipa seperti korosi, retak dapat

terdeteksi secara dini dan kebocoran bahan bakar yang dapat

mengakibatkan bencana pelepasan bahan bakar ke laut dapat

dicegah.

b) Tangki penyimpan bahan bakar (00EGE13)

Bencana kebakaran merupakan potensi bahaya terbesar yang

disebabkan karena :

- Kurangnya perawatan pada tangki penyimpanan bahan bakar

- Kerusakan indikator alat ukur

Hal ini terjadi karena pelepasan bahan bakar. hal ini sangat

membahayakan karena bahan bakar berupa High Speed Diesel (HSD)

memiliki sifat mudah terbakar (combustibel) karena memiliki titik nyala 1500F

sehingga bila bahan bakar tersebut bertemu dengan panas dan udara maka

dapat menimbulkan bahaya kebakaran. Sejauh ini pihak manajemen telah

62

Page 76: Disaster Management

peduli dengan bencana tersebut terbukti dengan adanya instruksi kerja

penanganan kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari tangki timbun untuk

menangani bahaya kebocoran dan untuk mengatasi bencana kebakaran pihak

manajemen telah memiliki prosedur kesiagaan dan tanggap darurat untuk

menghadapi bencana kebakaran. Usulan yang dapat direkomendasikan kepada

pihak manajemen yaitu :

1. Pihak manajemen memang telah memiliki prosedur kesiagaan dan

tanggap darurat terutama untuk mengatasi bahaya kebakaran. Akan

tetapi didalam prosedur tersebut tidak dijelaskan secara rinci

mengenai penanggulangan bahaya kebakaran akibat kebocoran

bahan bakar.

2. Pihak manajemen harus membuat instruksi kerja prosedur

perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada tangki

penyimpanan bahan bakar, sehingga cacat pada tangki seperti

korosi, retak dapat terdeteksi secara dini dan kebocoran bahan

bakar yang dapat mengakibatkan bencana pelepasan bahan bakar

dan berpotensi kebakaran dapat dicegah.

c) Transfer fuel pump

Dari hasil identifikasi bahaya didapatkan bahwa potensi bahaya yang

terdapat pada transfer fuel pump yaitu kegagalan pada proses pembakaran.

Hal ini dikarenakan terjadinya kebocoran pada pompa karena kurangnya

perawatan pada pompa. Oleh karena itu pihak manajemen perlu membuat

instruksi kerja prosedur perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada

transfer fuel pump sehingga cacat pada transfer fuel pump seperti kebocoran

dapat dicegah.

d) Main fuel oil pump

Main fuel oil pump memilki fungsi membantu kerja dari transfer fuel

pump untuk mengalirkan bahan bakar dari tangki penyimpanan bahan bakar

ke ruang bakar. Bila terjadi kerusakan pada main fuel oil pump maka jumlah

kapasitas bahan bakar yang dialirkan ke proses pembakaran jumlahnya

63

Page 77: Disaster Management

berkurang sehingga proses pembakaran tidak dapat terjadi dengan sempurna.

Oleh karena itu pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur

perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada main fuel oil pump

sehingga cacat pada main fuel oil pump seperti kebocoran dapat dicegah.

e) Pipa aliran bahan bakar (12EGE10)

Berdasarkan hasil identifikasi dengan HAZOP potensi bahaya yang

terjadi pada pipa aliran bahan bakar (12EGE10) adalah kegagalan proses

pembakaran, hal ini dikarenakan pipa aliran bahan bakar (12EGE10) memiliki

fungsi menyalurkan bahan bakar dari tangki ke ruang bakar dan bila terjadi

kerusakan pada pipa maka bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar.

Ada beberapa hal yang merupakan penyebab timbulnya bencana kegagalan

proses pembakaran yaitu :

- Kerusakan pada pompa penyalur bahan bakar

- Pipa aliran bahan bakar tersumbat

- Kurangnya perawataan pada pipa.

Ada beberapa usulan yang dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

pihak manajemen untuk mengatasi bencana kegagalan proses pembakaran

khususnya pada pipa aliran bahan bakar (12EGE10) yaitu :

1. Pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur

perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada pompa yaitu

pada transfer fuel pump dan main fuel oil pump sehingga

kerusakan pada pompa dapat dicegah secara dini.

2. Pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur

perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada pipa aliran

bahan bakar, sehingga cacat pada pipa seperti korosi, retak dapat

terdeteksi secara dini dan kebocoran bahan bakar yang dapat

mengakibatkan pelepasan bahan bakar dapat dicegah.

f) Fuel oil nozzel

Potensi bahaya yang terdapat pada fuel oil nozzel yaitu kegagalan pada

proses pembakaran , hal ini terjadi karena :

64

Page 78: Disaster Management

- Kurangnya perawatan pada fuel oil nozzel

- Kenaikan dan penurunan temperatur

Ada beberapa usulan yang dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

pihak manajemen untuk mengatasi bencana kegagalan proses pembakaran

khususnya pada fuel oil nozzel yaitu membuat instruksi kerja prosedur

perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada fuel oil nozzel.

5.3.2 Mitigasi Struktural

Mitigasi struktural berupa rekomendasi yang diberikan meliputi segala

sesuatu yang berbentuk fisik seperti pendekatan teknologi yang mampu untuk

memprediksi, mengatasi dan mengurangi resiko bencana . Teknologi tersebut

berupa alat pengaman dan perlengkapan yang telah teruji keandalanya dalam

melindungi peralatan. Penyusunan mitigasi struktural berikut ini mengacu

pada hasil identifikasi HAZOP terutama pada study node yang memiliki nilai

resiko paling tinggi yaitu pada pipa aliran bahan bakar (00EGE11), tangki

penyimpanan bahan bakar (00EGE13), transfer fuel pump, main fuel oil pump,

pipa aliran bahan bakar (12EGE10) dan fuel nozzle system.

5.3.2.1 Mitigasi struktural pipa aliran bahan bakar (00EGE11)

Pipa aliran bahan bakar (00EGE11) memiliki fungsi mengalirkan

bahan bakar dari kapal tangker/ tongkang ke tangki penyimpanan . Potensi

bahaya yang terjadi pada pipa aliran bahan bakar (00EGE11) adalah pelepasan

bahan bakar ke laut. Alat pengaman yang selama ini terdapat pada pipa aliran

bahan bakar (00EGE11) adalah:

1. Safety valve/ stang plem digunakan untuk menjaga tekanan pada

pipa

2. Relive valve digunakan untuk menjaga aliran bahan bakar

3. Flow meter digunakan untuk mengontrol aliran dari bahan bakar

4. Strainer digunakan untuk menyaring kotoran yang ikut larut pada

bahan bakar

5. Air separator digunakan untuk menyaring udara dalam pipa aliran

bahan bakar

65

Page 79: Disaster Management

Usulan yang direkomendasikan kepada pihak manajemen sebagai

upaya pengendalian bencana secara struktural yaitu :

1. Pihak manajemen dapat mempertimbangkan pemasangan alarm

yang terkoneksi dengan sistem shutdown pada pompa untuk

mendeteksi ketepatan dalam pemasangan fleksibel hose dan

mendeteksi terjadinya kebocoran pada pipa.

2. Pemasangan katodik protection untuk melindungi pipa dari korosi.

5.3.2.2 Mitigasi struktural tangki penyimpanan bahan bakar

(00EGE13)

Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13) berfungsi untuk

menimbun bahan bakar . Potensi bahaya yang terjadi pada tangki

penyimpanan bahan bakar (00EGE13) adalah bencana kebakaran. Alat

pengaman yang selama ini terdapat pada tangki penyimpanan bahan bakar

(00EGE13) adalah :

1. Level transmitter digunakan untuk mengontrol tinggi level bahan

bakar

2. Flow meter digunakan mengontrol aliran bahan bakar

3. Pressure indicator digunakan untuk mengontrol tekanan bahan

bakar

4. Temperature indicator mengontrol temperatur tangki,

5. Safety valve digunakan untuk menjaga tekanan pada pipa

6. Relive valve digunakan untuk menjaga aliran bahan bakar

7. Fire detector digunakan untuk mendeteksi awal terjadinya

kebakaran

8. Fire fighting digunakan untuk memadamkan kebakaran

9. Fire hydrant digunakan untuk memadamkan api

10. Tanggul digunakan untuk menampung tumpahan bahan bakar.

Usulan yang direkomendasikan kepada pihak manajemen sebagai

upaya pengendalian bencana secara struktural yaitu :

66

Page 80: Disaster Management

1. Pemasangan emergency main valve sebagai pengaman untuk

mengontrol tekanan bahan bakar yang dapat bekerja secara

otomatis.

2. Pemasangan vacum breaker yang digunakan untuk mengeluarkan

udara pada tangki

3. Pemasangan drain water yang digunakan untuk mengeluarkan air

dalam tangki.

4. Pemasangan alarm yang terkoneksi dengan sistem shutdown untuk

mendeteksi terjadinya kebocoran pada tangki.

5. Pemasangan katodik protection untuk melindungi tangki dari

korosi.

5.3.2.3 Mitigasi struktural transfer fuel pump

Transfer fuel pump berfungsi untuk mengalirkan bahan bakar dari

tangki bahan bakar ke ruang bakar. Potensi bahaya yang terjadi pada transfer

fuel pump yaitu terjadinya kegagalan proses pembakaran. Hal ini terjadi

karena kerusakan pada pompa akibat kurangnya perawatan pada pompa. Alat

pengaman yang selama ini terdapat pada transfer fuel pump yaitu :

1. Vibration monitor untuk memonitor getaran pada pompa

2. Fire detector digunakan untuk mendeteksi awal terjadinya

kebakaran.

3. Strainer digunakan untuk mendeteksi banyaknya kotoran yang

terlarut dalam bahan bakar

Usulan yang direkomendasikan kepada pihak manajemen sebagai

upaya pengendalian bencana secara struktural yaitu :

1. Pemasangan deferensian strainer yang digunakan untuk

mendeteksi banyaknya kotoran yang terlarut dalam bahan bakar

yang bekerja secara otomatis

2. Pemasangan suction pump yang digunakan untuk mendeteksi low

pressure pada pipa aliran bahan bakar.

67

Page 81: Disaster Management

5.3.2.4 Mitigasi struktural main fuel oil pump

Main fuel oil pump berfungsi membantu kerja dari transfer fuel pump

untuk mengalirkan bahan bakar dari tangki bahan bakar ke ruang bakar.

Potensi bahaya yang terjadi pada main fuel oil pump yaitu terjadinya

kegagalan proses pembakaran. Hal ini terjadi karena kerusakan pada pompa

akibat kurangnya perawatan pada pompa. Alat pengaman yang selama ini

terdapat pada main fuel oil pump yaitu :

1. Vibration monitor untuk memonitor getaran pada pompa

2. Fire detector digunakan untuk mendeteksi awal terjadinya

kebakaran.

3. Strainer digunakan untuk mendeteksi banyaknya kotoran yang

terlarut dalam bahan bakar

Usulan yang direkomendasikan kepada pihak manajemen sebagai

upaya pengendalian bencana secara struktural yaitu :

1. Pemasangan deferensian strainer yang digunakan untuk

mendeteksi banyaknya kotoran yang terlarut dalam bahan bakar

yang bekerja secara otomatis

2. Pemasangan suction pump yang digunakan untuk mendeteksi low

pressure pada pipa aliran bahan bakar.

5.3.2.5 Mitigasi struktural pipa aliran bahan bakar (12EGE10)

Pipa aliran bahan bakar (12EGE10) berfungsi mengalirkan bahan

bakar dari tangki bahan bakar ke ruang bakar. Potensi bahaya yang terjadi

pada pipa aliran bahan bakar (12EGE10) yaitu terjadinya kegagalan proses

pembakaran. Hal ini terjadi karena kerusakan pada pipa akibat kurangnya

perawatan pada pipa. Alat pengaman yang selama ini terdapat pada pipa aliran

bahan bakar (12EGE10) yaitu :

1. Safety valve digunakan untuk menjaga tekanan pada pipa

2. Relive valve digunakan untuk menjaga aliran bahan bakar

3. Flow meter digunakan untuk mengontrol aliran dari bahan bakar

4. Strainer digunakan untuk menyaring kotoran yang ikut larut pada

bahan bakar

68

Page 82: Disaster Management

Usulan yang direkomendasikan kepada pihak manajemen sebagai

upaya pengendalian bencana secara struktural yaitu :

1. Pihak manajemen dapat mempertimbangkan pemasangan alarm

yang terkoneksi dengan sistem shutdown pada pompa untuk

mendeteksi terjadinya kebocoran pada pipa.

2. Pemasangan katodik protection untuk melindungi pipa dari korosi.

5.3.2.6 Mitigasi struktural fuel nozzle system

Fuel nozzel system berfungsi menginjeksikan bahan bakar ke ruang

bakar. Potensi bahaya yang terjadi pada fuel nozzel system yaitu terjadinya

kegagalan proses pembakaran. Hal ini terjadi kurangnya perawatan pada fuel

nozzel system. Alat pengaman yang selama ini terdapat pada fuel nozzel system

yaitu :

1. Fire detector digunakan untuk mendeteksi awal terjadinya

kebakaran

2. Fire fighting digunakan untuk memadamkan kebakaran

3. Fire hydrant digunakan untuk memadamkan api

Usulan yang direkomendasikan kepada pihak manajemen sebagai

upaya pengendalian bencana secara struktural yaitu pemasangan thermocouple

digunakan untuk mendeteksi perbedaan temperatur pada ruang bakar

69

Page 83: Disaster Management

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini diberikan kesimpulan dan saran yang diharapkan dapat

memberikan manfaat bagai perusahaan berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan pada PT.Indonesia Power UPB Grati

6.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil identifikasi dengan HAZOP didapatkan 6 study node

yang memiliki nilai resiko paling tinggi yaitu pada :

- Pipa aliran bahan bakar (00EGE11) berfungsi mengalirkan bahan

bakar dari kapalmenuju tangki penyimpanan.

- Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13) berfungsi menimbun

bahan bakar.

- Transfer fuel pump berfungsi menyalurkan bahan bakar dari tangki

penyimpanan ke ruang bakar.

- Main fuel oil pump berfungsi membantu kerja dari transfer fuel pump

untuk menyalurkan bahan bakar dari tangki penyimpanan ke ruang

bakar.

- Pipa aliran bahan bakar (12EGE10) berfungsi mengalirkan bahan

bakar dari tangki penyimpanan ke ruang bakar.

- Fuel nozzle system berfungsi menginjeksikan bahan bakar ke ruang

bakar

2. Potensi bahaya yang teridentifikasi pada pipa aliran bahan bakar

(00EGE11) adalah terjadi pelepasan bahan bakar ke laut, hal ini terjadi

karena :

- Fleksibel hose tidak terpasang dengan baik

- Katup pada manipol tidak tertutup

- Pipa aliran bahan bakar tersumbat

- Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar

3. Potensi bahaya yang teridentifikasi pada tangki penyimpanan bahan bakar

(00EGE13) adalah terjadi potensi kebakaran, hal ini terjadi karena :

70

Page 84: Disaster Management

- Kurangnya perawatan pada tangki penyimpanan bahan bakar

(00EGE13)

- Kerusakan indikator alat ukur

4. .Potensi bahaya yang teridentifikasi pada transfer fuel pump adalah terjadi

kegagalan proses pembakaran, hal ini terjadi karena kurangnya perawatan

pada transfer fuel pump

5. Potensi bahaya yang teridentifikasi pada main fuel oil pump adalah terjadi

kegagalan proses pembakaran, hal ini terjadi karena kurangnya perawatan

pada main fuel oil pump

6. Potensi bahaya yang teridentifikasi pada pipa aliran bahan bakar

(12EGE10) adalah terjadi kegagalan proses pembakaran, hal ini terjadi

karena :

- Kerusakan pada pompa (transfer fuel pump atau main fuel oil pump)

- Pipa aliran bahan bakar tersumbat

- Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar

7. Potensi bahaya yang teridentifikasi pada fuel Nozzle System adalah terjadi

kegagalan proses pembakaran, hal ini terjadi karena :

- Kurangnya perawatan pada fuel Nozzle System

- Kenaikan dan penurunan temperatur

8. Hasil penilaian kesiapa-siagaan (Readiness Assessment) dengan

menggunakan CAR checklist yaitu Fully Capable 15%, Very Capable

41%, Generally Capable 15%, Marginally Capable 3%, Not Capable 3%

dan Not Applicable (N/A) 26%

9. Untuk mengetahui dampak dari timbulnya bencana, maka dapat dilakukan

mitigasi. Ada 2 pendekatan mitigasi yang dapat dilakukan yaitu mitigasi

non struktural dan mitigasi struktural.

10. Mitigasi non struktural berupa rekomendasi yang diberikan meliputi segala

sesuatu yang tidak berbentuk atau mengenai sistem manajemen. Analisa

non struktural dilakukan berdasarkan :

a) CAR checklist : training, perencanaan, dan kegiatan, latihan,

evaluasi, dan perbaikan

71

Page 85: Disaster Management

b) HAZOP

1. Pipa aliran bahan bakar (00EGE11)

- Penyelam yang disewa oleh pihak perusahaan harus memahami

instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal

tangker/tongkang sebelum melakukan penyelaman.

- Penyelam yang disewa oleh pihak perusahaan harus memiliki

pengalaman dan kompetensi dalam melakukan penyelaman

- Pengawas harus mengawasi penyelam yang melakukan

pemasangan fleksibel hose sudah bekerja dengan baik.

- Instruksi kerja juga harus menjelaskan hal-hal yang harus

dilakukan setelah proses pengisian bahan bakar selesai, sebagai

pengecekan seperti mengecek ulang bahwa semua katup telah

tertutup dan pompa telah dimatikan

- Pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur

perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada pipa aliran

bahan bakar, sehingga cacat pada pipa seperti korosi, retak dapat

terdeteksi secara dini dan kebocoran bahan bakar yang dapat

mengakibatkan bencana pelepasan bahan bakar ke laut dapat

dicegah.

2. Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)

- Pihak manajemen memang telah memiliki prosedur kesiagaan dan

tanggap darurat terutama untuk mengatasi bahaya kebakaran. Akan

tetapi didalam prosedur tersebut tidak dijelaskan secara rinci

mengenai penanggulangan bahaya kebakaran akibat kebocoran

bahan bakar.

- Pihak manajemen harus membuat instruksi kerja prosedur

perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada tangki

penyimpanan bahan bakar, sehingga cacat pada tangki seperti

korosi, retak dapat terdeteksi secara dini dan kebocoran bahan

bakar yang dapat mengakibatkan bencana pelepasan bahan bakar

dan berpotensi kebakaran dapat dicegah.

72

Page 86: Disaster Management

3. Transfer fuel pump

- Pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur

perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada transfer fuel

pump sehingga cacat pada transfer fuel pump seperti kebocoran

dapat dicegah.

4. Main fuel oil pump

- Pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur

perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada main fuel oil

pump sehingga cacat pada main fuel oil pump seperti kebocoran

dapat dicegah

5. Pipa aliran bahan bakar (12EGE10)

- Pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur

perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada pompa yaitu

pada transfer fuel pump dan main fuel oil pump sehingga

kerusakan pada pompa dapat dicegah secara dini.

- Pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur

perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada pipa aliran

bahan bakar, sehingga cacat pada pipa seperti korosi, retak dapat

terdeteksi secara dini dan kebocoran bahan bakar yang dapat

mengakibatkan pelepasan bahan bakar dapat dicegah

6. Fuel nozzle system

- Pihak manajemen perlu membuat instruksi kerja prosedur

perawatan dan jadwal inspeksi secara periodik pada fuel oil nozzel.

11. Mitigasi struktural berupa rekomendasi yang diberikan meliputi segala

sesuatu yang berbentuk fisik, berupa alat pengaman dan perlengkapan

yang telah teruji keandalanya dalam melindungi peralatan . Penyusunan

mitigasi struktural mengacu pada hasil identifikasi HAZOP terutama pada

study node yang memiliki nilai resiko paling tinggi yaitu :

1. Mitigasi struktural pipa aliran bahan bakar (00EGE11) adalah :

- Pihak manajemen dapat mempertimbangkan pemasangan alarm yang

terkoneksi dengan sistem shutdown pada pompa untuk mendeteksi

73

Page 87: Disaster Management

ketepatan dalam pemasangan fleksibel hose dan mendeteksi terjadinya

kebocoran pada pipa.

- Pemasangan katodik protection untuk melindungi pipa dari korosi.

2. Mitigasi struktural tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)

adalah :

- Pemasangan emergency main valve sebagai pengaman untuk

mengontrol tekanan bahan bakar yang dapat bekerja secara otomatis.

- Pemasangan vacum breaker yang digunakan untuk menguluarkan

udara pada tangki

- Pemasangan drain water yang digunakan untuk mengeluarkan air

dalam tangki.

- Pemasangan alarm yang terkoneksi dengan sistem shutdown untuk

mendeteksi terjadinya kebocoran pada tangki.

- Pemasangan katodik protection untuk melindungi tangki dari korosi.

3. Mitigasi struktural transfer fuel pump adalah :

- Pemasangan deferensian strainer yang digunakan untuk mendeteksi

banyaknya kotoran yang terlarut dalam bahan bakar yang bekerja

secara oomatis

- Pemasangan suction pump yang digunakan untuk mendeteksi low

pressure pada pipa aliran bahan bakar.

4. Mitigasi struktural main fuel oil pump adalah:

- Pemasangan deferensian strainer yang digunakan untuk mendeteksi

banyaknya kotoran yang terlarut dalam bahan bakar yang bekerja

secara oomatis

- Pemasangan suction pump yang digunakan untuk mendeteksi low

pressure pada pipa aliran bahan bakar.

5. Mitigasi struktural pipa aliran bahan bakar (12EGE10) adalah:

- Pihak manajemen dapat mempertimbangkan pemasangan alarm yang

terkoneksi dengan sistem shutdown pada pompa untuk mendeteksi

terjadinya kebocoran pada pipa.

- Pemasangan katodik protection untuk melindungi pipa dari korosi

74

Page 88: Disaster Management

6. Mitigasi struktural fuel nozzle system adalah pemasangan

thermocouple digunakan untuk mendeteksi perbedaan temperatu pada

ruang bakar

6.2 Saran

1. Pihak manajemen sebaiknya melakukan pengontrolan, pengawasan, dan

pemantauan terhadap pelaksanaan prosedur yang telah dibuat.

2. Pihak manajemen sebaiknya melakukan peninjauan ulang dan perbaikan

terhadap beberapa prosedur dan instruksi kerja yang dimilikinya seperti

prosedur kesiagaan dan tanggap darurat, Instruksi kerja pengisian HSD

(High Speed Diesel) dari kapal/tongkang, Instruksi kerja penanganan

kebocoran HSD (High Speed Diesel) dari tangki timbun

3. Pihak manajemen harus mengerti kebutuhan pelatihan yang akan diberikan

kepada pekerjanya dan pelatihan yang diberikan harus menyediakan

pembelajaran keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan dari pekerja

untuk mendukung pekerjaanya.

4. Pihak manajemen dapat membuat rencana pelatihan yang diberikan

kepada pekerja terutama dalam menghadapi bencana seperti : pelatihan

tanggap darurat, pelatihan pemadam kebakaran, pelatihan P3K

(Pertolongan Pertama pada kecelakaan)

5. Perencanaan dalam mereduksi bencana perlu mendapatkan perhatian dari

pihak manajemen. Perencanan tersebut berupa prosedur untuk

memberitahukan semua pekerja tentang kondisi darurat

6. Pada prosedur kesiagaan dan tanggap darurat tersebut masih terdapat

beberapa kekurangan yang tidak dijelaskan didalam prosedur diantaranya

prosedur untuk memberitahukan semua pekerja tentang kondisi darurat,

manajemen sumber daya yaitu sebuah konsep operasi untuk mengatur dan

mengendalikan aliran sumber daya penting dalam suatu keadaan darurat,

Tidak adanya prosedur untuk pembersihan reruntuhan yang berhubungan

dengan bencana dan kerusakan yang telah terjadi dan prosedur kesiagaan

dan tanggap darurat yang ada belum pernah dikembangkan dan

diperbaharui

75

Page 89: Disaster Management

7. Pihak manajemen harus menjadikan program pelatihan tanggap darurat

sebagai program tahunan dan pelaksanaan dari pelatihan tanggap darurat

tersebut harus terdokumentasi untuk mempermudah penilaian keefektifan

dari prosedur kesiagaan dan tanggap darurat dan mengevaluasi

pemahaman dari setiap pekerja terhadap tanggap darurat.

8. Untuk terpenuhi siklus Disaster Management sebaiknya penelitian berikut

akan dilanjutkan hingga ke tahap Preparedness, Respon dan Recovery.

76

Page 90: Disaster Management

DAFTAR PUSTAKA

Anindita. (2006). Perencanaan Penanggulam Bencana dengan Menggunakan

Disaster Management. Laporan Penelitian Tugas Akhir , Jurusan Teknik

Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Center for Chemical Process Safety. (1992). Guidelines for Hazard Evaluation

Procedures Secon Edition with Worked Examples. American Institute of

chemical Engineers. New York.

Graham, Agus. (2001). Gender Mainstreaming Guidelines for Disaster

Management Programmes. Internasional Strategy for Disaster Reduction,

Ankara, Turkey.

ISDR. (2004). Guidelines for Mainstreaming Disaster Risk Assessment in

Development. Africa

National Fire Protection Association. (2004). NFPA 1600 Standard on

Disaster/Emergency Management and Business Continuity Programs. Program Pelatihan Manajemen Bencana. (1992). Tinjauan Umum Manajemen

Bencana (Edisi ke-2). UNDP/UNDRO.

Standards Australia. (1999). Risk Management. Australia

Riduwan. (2005). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan, dan

Peneliti Pemula. Edisi ke-1. Alfabeta. Bandung

http://[email protected]/

http://www.wikipidia.org/

77

Page 91: Disaster Management

tangki00EGE13

unloading hose(00EGE10)

strainer (00EGE12)

air separator(10EGE12)

strainer10EGE10

strainer20EGE10

trans fuel pump-A

main fuel pump

COMBUSTION CHAMBER

kapal

pipa aliran bahan bakar(00EGE11)

pipa aliran bahan bakar(00EGE11)

pipa aliran bahan bakar(00EGE11)

tangki00EGE13

tangki00EGE13

tangki00EGE13

fuel nozzel system

pipa aliran bahan bakar

(12EGE10)

air separator(20EGE12)

trans fuel pump-B

flow meter-B

flow meter-A

Page 92: Disaster Management

kapal

Page 93: Disaster Management

Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati

Study node 1 : Pipa aliran bahan bakar (00EGE10)

Parameter : Aliran (Flow)

Intention : Mengalirkan bahan bakar yang berasal dari kapal tangker ke tangki penyimpanan bahan bakar

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Bahan bakar tidak dapat mengalir ke tangki penyimpanan

Flow meter Level transmitter Detektor dan alarm Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas

H

H

5

Memastikan bahwa penyelam telah melakukan pekerjaannya dengan baik dan bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang. Mempertimbangkan pemasangan detektor yang terkoneksi alarm dan sistem shutdown yang berfungsi untuk mendeteksi apakah fleksibel telah terpasang dengan baik

low

Low flow Fleksibel hose tidak terpasang dengan baik

Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu keci

Flow meter Level transmitter

H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dan bekerja

1

Page 94: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu keci

Detektor dan alarm Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas

H H 5 sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang. Mempertimbangkan pemasangan detektor yang terkoneksi alarm dan sistem shutdown yang berfungsi untuk mendeteksi apakah fleksibel telah terpasang dengan baik

Fleksibel hose tidak terpasang dengan baik

Terjadi pelepasan bahan bakar di laut

Pemberian oil dispersant Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang

HH H 7 Memastikan bahwa penyelam telah melakukan pekerjaannya dengan baik dan bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.

low

Low flow

Pompa penyalur bahan bakar dari kapal tidak dapat beroperasi

Bahan bakar tidak dapat mengalir ke tangki penyimpanan

Flow meter Level transmitter

H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dan bekerja

2

Page 95: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Bahan bakar tidak dapat mengalir ke tangki penyimpanan

Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas

H H 5 sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang. Mempertimbangkan penambahan pompa penyalur bahan bakar sebagai cadangan apabila terjadi kerusakan pada pompa. Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa.

low

Low flow Pompa penyalur bahan bakar dari kapal tidak dapat beroperasi

Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu kecil

Flow meter Level transmitter Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang

H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dan bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.

3

Page 96: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Pompa penyalur bahan bakar dari kapal tidak dapat beroperasi

Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu kecil

Kontrol dari pengawas Mempertimbangkan penambahan pompa penyalur bahan bakar sebagai cadangan apabila terjadi kerusakan pada pompa. Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa.

low

Low flow

katup pada manipol tidak terbuka

Bahan bakar tidak dapat mengalir ke tangki penyimpanan

Control valve Flow meter Level transmitter Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas

H H 5 Memastikan bahwa penyelam telah melakukan pekerjaannya dengan baik dan bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang. Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada control valve

4

Page 97: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

katup pada manipol tidak terbuka

Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu kecil

Control valve Flow meter Level transmitter Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas

H H 5 Memastikan bahwa penyelam telah melakukan pekerjaannya dengan baik dan bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang. Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada control valve

Flow indikator tidak bekerja

Besarnya aliran dari bahan bakar tidak dapat terbaca

Flow meter Kontrol dari pekerja

H

H

5

Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada flow indikator

low

Low flow

Pipa aliran bahan bakar tersumbat

Tekanan pada pipa meningkat

Stang plem Flow meter Strainer Air separator

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan penambahan strainer dan air separator sebagai cadangan apabila terjadi kerusakan pada strainer

5

Page 98: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

low

Low flow Pipa aliran bahan bakar tersumbat

Tekanan pada pipa meningkat

Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas

Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.

Bahan bakar tidak dapat mengalir ke tangki penyimpanan

Flow meter Level transmitte Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.

6

Page 99: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu kecil

Level transmitte Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.

Pipa aliran bahan bakar tersumbat

Terjadi keretakan pipa Perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pengawas

H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa

low

Low flow

Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

Terjadi pelepasan bahan bakar di laut

Pemberian oil dispersant Perawatan pipa Isolasi pipa

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa

7

Page 100: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Terjadi pelepasan bahan bakar di laut

Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas

HH H 7 Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang. Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran

low

Low flow Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

Terjadi pelepasan bahan bakar di darat

Pembersihan dengan spon atau majun Perawatan pipa Isolasi pipa

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa

8

Page 101: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Terjadi pelepasan bahan bakar di darat

Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas

H H 5 Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa

low

Low flow Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

Bahan bakar tidak dapat mengalir ke tangki penyimpanan

Flow meter Level transmitte Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa

9

Page 102: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Bahan bakar tidak dapat mengalir ke tangki penyimpanan

Kontrol dari pengawas

H H 5 Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.

Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu kecil

Flow meter Level transmitte Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.

low

Low flow

Kurangnya pengawasan dari pekerja

laju aliran bahan bakar terlalu rendah

Kontrol dari pengawas H H 5 Pengawas memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik

10

Page 103: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Kapasitas bahan bakar pada pipa penyimpanan terlalu besar

Control valve Flow meter Level transmitter Kontrol dari pekerja dan penyelam

H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi aliran bahan bakar Memastikan bahwa penyelam telah menutup katup pada manipol

Kenaikan tekanan pada pipa

Stang plem Flow meter Kontrol dari pekerja dan penyelam

H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi aliran bahan bakar Memastikan bahwa penyelam telah menutup katup pada manipol

High High flow katup pada manipol tidak tertutup

Terjadi keretakan pipa Perawatan pipa Isolasi pipa

H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa

11

Page 104: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Terjadi keretakan pipa Kontrol dari pengawas H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa

Kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

Perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pengawas

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran

High High flow katup pada manipol tidak tertutup

Terjadi pelepasan bahan bakar di laut

Pemberian oil dispersant Perawatan pipa

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa

12

Page 105: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

katup pada manipol tidak tertutup

Terjadi pelepasan bahan bakar di laut

Isolasi pipa Kontrol dari pengawas

HH H 7 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran

Flow indikator tidak bekerja

Besarnya aliran dari bahan bakar tidak dapat terbaca

Flow meter Kontrol pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada flow indikator

High High flow

Kurangnya pengawasan dari pekerja

Laju aliran bahan bakar terlalu tinggi

Kontrol dari pengawas H H 5 Pengawas harus memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik

13

Page 106: Disaster Management

Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati

Study node 1 : Pipa aliran bahan bakar (00EGE10)

Parameter : Tekanan (Pressure)

Intention : Mengalirkan bahan bakar yang berasal dari kapal tangker ke tangki penyimpanan bahan bakar

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Bahan bakar tidak dapat mengalir ke tangki penyimpanan

Flow meter Level transmitte Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang

High

High pressure

Pipa aliran bahan bakar tersumbat

Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu kecil

Flow meter Level transmitte Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi

14

Page 107: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu kecil

Kontrol dari pengawas H H 5 kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.

Kenaikan tekanan pada pipa

Stang plem Flow meter Strainer Air separator Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan penambahan strainer dan air separator apabila terjadi kerusakan pada strainer dan air separator Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang

High

High pressure

Pipa aliran bahan bakar tersumbat

Terjadi keretakan pipa Perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pengawas

H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa

15

Page 108: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Terjadi keretakan pipa Kontrol dari pengawas H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa

High

High pressure

Pipa aliran bahan bakar tersumbat Kebocoran pada pipa

aliran bahan bakar Perawatan pipa Isolasi pipa

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran

16

Page 109: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

Kontrol dari pengawas H H 5 Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang

High

High pressure

Pipa aliran bahan bakar tersumbat

Terjadi pelepasan bahan bakar di laut

Pemberian oil dispersant Perawatan pipa Isolasi pipa

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran

17

Page 110: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Terjadi pelepasan bahan bakar di laut

Kontrol dari pengawas HH H 7 Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang

High

High pressure

Pipa aliran bahan bakar tersumbat

Terjadi pelepasan bahan bakar di darat

Pembersihan dengan spon atau majun Perawatan pipa Isolasi pipa Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari

18

Page 111: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Pipa aliran bahan bakar tersumbat

Terjadi pelepasan bahan bakar di darat

Kontrol dari pengawas

H H 5 kapal/tongkang Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa

Flow indikator tidak bekerja

Besarnya tekanan aliran dari bahan bakar tidak dapat terbaca

Flow meter Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada flow indikator

High

High pressure

Kurangnya pengawasan dari pekerja

Tekanan pada pipa terlalu tinggi

Kontrol dari pengawas H H 5 Pengawas memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik

19

Page 112: Disaster Management

Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati

Study node 1 : Pipa aliran bahan bakar (00EGE10)

Parameter : Isi (Containment)

Intention : Mengalirkan bahan bakar yang berasal dari kapal tangker ke tangki penyimpanan bahan bakar

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Loss

Loss of containment

Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

Terjadi pelepasan bahan bakar di laut

Pemberian oil dispersant Perawatan pipa Isolasi pipa Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.

20

Page 113: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Terjadi pelepasan bahan bakar di laut

Kontrol dari pengawas HH H 7 Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran

Loss

Loss of containment

Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

Terjadi pelepasan bahan bakar di darat

Pembersihan dengan spon atau majun Perawatan pipa Isolasi pipa Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa

21

Page 114: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Terjadi pelepasan bahan bakar di darat

Kontrol dari pengawas

H H 5 Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran

Bahan bakar tidak dapat mengalir ke tangki penyimpanan

Flow meter Level transmitte Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang

Loss

Loss of containment

Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu kecil

Flow meter Level transmitte

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa

22

Page 115: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu kecil

Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang Kontrol dari pengawas

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.

Cacat pada pipa aliran bahan bakar tidak terdeteksi

Perawatan pipa Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa

Loss

Loss of containment

Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar

Terjadi korosi pada pipa aliran bahan bakar

Perawatan pipa Isolasi pipa Katodik protection Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Memastikan seluruh pipa telah terisolasi dengan benar

23

Page 116: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Terjadi keretakan pipa Perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pengawas

H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa

Loss

Loss of containment

Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar

Kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

Perawatan pipa Isolasi pipa

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran

24

Page 117: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

Kontrol dari pengawas H H 5 Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.

Loss

Loss of containment

Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar

Terjadi pelepasan bahan bakar di laut

Pemberian oil dispersant Perawatan pipa Isolasi pipa

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa

25

Page 118: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Terjadi pelepasan bahan bakar di laut

Kontrol dari pengawas H H 5 Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.

Loss

Loss of containment

Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar

Terjadi pelepasan bahan bakar di darat

Pembersihan dengan spon atau majun Perawatan pipa Isolasi pipa Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa

26

Page 119: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Loss

Loss of containment

Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar

Terjadi pelepasan bahan bakar di darat

Kontrol dari pengawas

H H 5 Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan Instruksi kerja pengisian High Speed Diesel (HSD) dari kapal/tongkang.

Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati

Study node 2 : Strainer (00EGE12)

Parameter : Konsentrasi (Concentration)

Intention : Memisahkan bahan bakar dari kotoran

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Low Low concentration

Kerusakan pada strainer

Kotoran larut ke bahan bakar

Perawatan pada strainer Deferential strainer Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada strainer

27

Page 120: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Low Low concentration

Kerusakan pada strainer

Konsentrasi bahan bakar tidak sempurna

Perawatan pada strainer Deferential strainer Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada strainer

Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati

Study node 3 : Air separator (10EGE12 dan 20EGE12)

Parameter : Konsentrasi (Concentration)

Intention : Memisahkan bahan bakar dari udara

Hazard

category Guide word Deviation Cause Consequence Safeguard

S L RRecommendation

Low Low concentration

Kerusakan pada strainer

Kotoran larut ke bahan bakar

Perawatan pada air separator Concentration recorder Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada air separator

28

Page 121: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Low Low concentration

Kerusakan pada strainer

Konsentrasi bahan bakar tidak sempurna

Perawatan pada air separator Deferential strainer Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada air separator

29

Page 122: Disaster Management

Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati

Study node 4 : Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)

Parameter : Level

Intention : Menyimpan bahan bakar

Hazard

category Guide word Deviation Cause Consequence Safeguard

S L RRecommendation

Level pengisian pada tangki bahan bakar tidak dapat terbaca

Level transmitter Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik level transmitter Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi level bahan bakar

Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu besar

Flow meter Level transmitter Kontrol dari pekerja

H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi level bahan bakar

High

High level Level transmitter tidak bekerja

Kenaikan tekanan pada tangki

Safety valve Flow meter

H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi level

30

Page 123: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Kenaikan tekanan pada tangki

Kontrol dari pekerja H H 5 bahan bakar

Terjadi keretakan tangki

Perawatan tangki Isolasi tangki Kontrol dari pekerja

H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada tangki

High

High level Level transmitter tidak bekerja

Kebocoran pada tangki bahan bakar

Perawatan tangki Isolasi tangki tanggul Instruksi kerja penanganan kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari tangki timbun

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada tangki Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi tangki bila terjadi kebocoran

31

Page 124: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Kebocoran pada tangki bahan bakar

Kontrol dari pekerjas H H 5 Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan instruksi kerja penanganan kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari tangki timbun

High

High level Level transmitter tidak bekerja

Terjadi pelepasan bahan bakar di darat

Perawatan tangki Isolasi tangki tanggul Instruksi kerja penanganan kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari tangki timbun

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada tangki Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi tangki bila terjadi kebocoran Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan instruksi kerja penanganan

32

Page 125: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Terjadi pelepasan bahan bakar di darat

Kontrol dari pekerjas

H H 5 kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari tangki timbun

High

High level Level transmitter tidak bekerja

Berpotensi menyebabkan kebakaran

Detektor dan alarm Fire fighting Fire hydrant Kontrol dari pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki, alat pemadam kebakaran, detektor dan alarm

Level pengisian pada tangki bahan bakar tidak dapat terbaca

Level transmitter Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik level transmitter Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi level bahan bakar

Low Low level Level transmitter tidak bekerja

Kapasitas bahan bakar pada tangki

Flow meter Level transmitter

H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan

33

Page 126: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Low Low level Level transmitter tidak bekerja

penyimpanan terlalu kecil

Kontrol dari pekerja H H 5 pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi level bahan bakar

34

Page 127: Disaster Management

Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati

Study node 4 : Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)

Parameter : Tekanan (Pressure)

Intention : Menyimpan bahan bakar

Hazard

category Guide word Deviation Cause Consequence Safeguard

S L RRecommendation

Besarnya tekanan pada tangki bahan bakar tidak terbaca

Safety valve Flow meter Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik flow meter Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi tekanan bahan bakar

Kapasitas bahan bakar pada tangki penyimpanan terlalu besar

Flow meter Level transmitter Kontrol dari pekerja

H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi tekanan bahan bakar

High High pressure Flow indicator tidak bekerja

Kenaikan tekanan pada tangki

Safety valve Flow meter Kontrol dari pekerja

H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi tekanan bahan bakar

35

Page 128: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Terjadi keretakan tangki

Perawatan tangki Isolasi tangki Kontrol dari pekerja

H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada tangki

High High pressure Flow indicator tidak bekerja

Kebocoran pada tangki bahan bakar

Perawatan tangki Isolasi tangki tanggul Instruksi kerja penanganan kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari tangki timbun Kontrol dari pekerjas

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada tangki Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi tangki bila terjadi kebocoran Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan instruksi kerja penanganan kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari tangki timbun

36

Page 129: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Terjadi pelepasan bahan bakar di darat

Perawatan tangki Isolasi tangki tanggul Instruksi kerja penanganan kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari tangki timbun Kontrol dari pekerjas

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada tangki Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi tangki bila terjadi kebocoran Memastikan bahwa pengawas telah bekerja sesuai dengan instruksi kerja penanganan kebocoran High Speed Diesel (HSD) dari tangki timbun

High High pressure Flow indicator tidak bekerja

Berpotensi menyebabkan kebakaran

Detektor dan alarm Fire fighting Fire hydrant

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki, alat pemadam kebakaran, detektor dan alarm

37

Page 130: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

High High pressure Flow indicator tidak bekerja

Berpotensi menyebabkan kebakaran

Kontrol dari pekerja HH H 7

Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati

Study node 4 : Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)

Parameter : Temperatur (Temperature)

Intention : Menyimpan bahan bakar

Hazard

category Guide word Deviation Cause Consequence Safeguard

S L RRecommendation

High High temperature

Temperature indicator tidak bekerja

Temperatur pada tangki penyimpanan tidak terbaca

Temperatur controller Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik temperature indicator Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi temperatur bahan bakar

38

Page 131: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Kenaikan temperatur pada tangki

Temperatur controller Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik temperature indicator Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi temperatur bahan bakar

High High temperature

Temperature indicator tidak bekerja

Berpotensi menyebabkan kebakaran

Detektor dan alarm Fire fighting Fire hydrant Kontrol dari pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki, alat pemadam kebakaran, detektor dan alarm

39

Page 132: Disaster Management

Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati

Study node 4 : Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)

Parameter : konsentrasi (Concentration)

Intention : Menyimpan bahan bakar

Hazard

category Guide word Deviation Cause Consequence Safeguard

S L RRecommendation

Kotoran ikut larut ke bahan bakar

Perawatan pada strainer Deferential strainer Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada strainer

Low Low concentration

Terjadi kerusakan pada strainer

Konsentrasi bahan bakar tidak sempurna

Perawatan pada strainer Deferential strainer Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada strainer

40

Page 133: Disaster Management

Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati

Study node 4 : Tangki penyimpanan bahan bakar (00EGE13)

Parameter : Isi (Containment)

Intention : Menyimpan bahan bakar

Hazard

category Guide word Deviation Cause Consequence Safeguard

S L RRecommendation

Terjadi pelepasan bahan bakar di darat

Perawatan tangki Isolasi tangki Tanggul Instruksi penanganan kebocoran HSD (High Speed Diesel) dari tangki timbun Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada tangki Memastikan bahwa pekerja memahami Instruksi penanganan kebocoran HSD (High Speed Diesel) dari tangki timbun

Loss

Loss of containment

Terjadi kebocoran pada tangki bahan bakar

Berpotensi menyebabkan kebakaran

Detektor dan alarm Fire fighting Fire hydrant

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki, alat pemadam kebakaran, detektor dan alarm

41

Page 134: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Terjadi kebocoran pada tangki bahan bakar

Berpotensi menyebabkan kebakaran

Kontrol dari pekerja HH H 7

Cacat pada tangki ahan bakar tidak

terdeteksi b

Perawatan tangki Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki

Terjadi korosi pada tangki bahan bakar

Perawatan tangki Isolasi tangki Katodik protection Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki Memastikan seluruh tangki telah terisolasi dengan benar

Terjadi keretakan tangki

Perawatan tangki Isolasi tangki Kontrol dari pengawas

H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada tangki Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki

Loss

Loss of containment

Kurangnya perawatan pada tangki bahan bakar

Kebocoran pada tangki aliran bahan bakar

Perawatan tangki Isolasi tangki Tanggul

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada

42

Page 135: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Kebocoran pada tangki liran bahan bakar a

Kontrol dari pengawas H H 5 tangki

Terjadi pelepasan bahan bakar di darat

Perawatan tangki Isolasi tangki Tanggul Instruksi penanganan kebocoran HSD (High Speed Diesel) dari tangki timbun Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada tangki Memastikan bahwa pekerja memahami Instruksi penanganan kebocoran HSD (High Speed Diesel) dari tangki timbun

Loss

Loss of containment

Kurangnya perawatan pada tangki bahan bakar

Berpotensi menyebabkan kebakaran

Detektor dan alarm Fire fighting Fire hydrant Kontrol dari pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada tangki, alat pemadam kebakaran, detektor dan alarm

43

Page 136: Disaster Management

Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati

Study node 5 : Strainer (10EGE10 dan 20EGE10)

Parameter : Konsentrasi (Concentration)

Intention : Memisahkan bahan bakar dari kotoran

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Kotorabakar

n larut ke bahan Perawatan pada strainer Deferential strainer Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada strainer

Low Low concentration

Kerusakan pada strainer

Konsentrasi bahan bakar tidak sempurna

Perawatan pada strainer Deferential strainer Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada strainer

44

Page 137: Disaster Management

Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati

Study node 6 : Transfer fuel pump

Parameter : Kebocoran (Leak)

Intention : Mengalirkan bahan bakar dari tangki penyimpanan bahan bakar ke ruang bakar

Hazard

category Guide word Deviation Cause Consequence Safeguard

S L RRecommendation

Korosi Perawatan pipa Katodik protection kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa

Kerusakan pada pompa Perawatan pompa Kontrol dari prekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa

- Leak Kurangnya perawatan pada pompa

Bahan tidak dapat mengalir ke ruang bakar

Perawatan pompa Kontrol dari prekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa

45

Page 138: Disaster Management

Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati

Study node 7 : Main fuel oil pump

Parameter : Kebocoran (Leak)

Intention : Mengalirkan bahan bakar dari tangki penyimpanan bahan bakar ke ruang bakar

Hazard

category Guide word Deviation Cause Consequence Safeguard

S L RRecommendation

Korosi Perawatan pipa Katodik protection kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa

Kerusakan pada pompa Perawatan pompa Kontrol dari prekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa

- Leak Kurangnya perawatan pada pompa

Bahan tidak dapat mengalir ke ruang bakar

Perawatan pompa Kontrol dari prekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa

46

Page 139: Disaster Management

Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati

Study node 8 : Pipa aliran bahan bakar (12EGE10)

Parameter : Aliran (Flow)

Intention : Mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Bahan bakar tidak apat mengalir ke

ruang bakar d

Flow meter Relive valve Kontrol pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa

Pompa penyalur bahan bakar tidak dapat beroperasi

Kegagalan proses pembakaran

Flow meter Relive valve Kontrol pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa

Low Low flow

Terjadi kebocoran pada pipa

Terjadi pelepasan bahan bakar di darat

Pembersihan dengan spon atau majun Perawatan pipa Isolasi pipa

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran

47

Page 140: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Terjadi pelepasan bahan bakar di darat

Kontrol dari pengawas

H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bia terjadi kebocoran pada pipa

Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar

Flow meter Relive valve Kontrol pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa

Terjadi kebocoran pada pipa

Kegagalan proses pembakaran

Flow meter Relive valve Kontrol pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa

Flow indikator tidak bekerja

Besarnya aliran dari bahan bakar tidak dapat terbaca

Flow meter Kontrol dari pekerja

H

H

5

Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada flow indikator

Low Low flow

Pipa aliran bahan bakar tersumbat

Tekanan pada pipa meningkat

Safety valve Flow meter Strainer

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa

48

Page 141: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Tekanan pada pipa meningkat

Air separator Kontrol dari pekerja

H H 5 Mempertimbangkan penambahan strainer dan air separator sebagai cadangan apabila terjadi kerusakan pada strainer

Terjadi keretakan pipa perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pekerja

H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa

Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar

Flow meter Relive valve Kontrol pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa

Low Low flow Pipa aliran bahan bakar tersumbat

Kegagalan proses pembakaran

Flow meter Relive valve Kontrol pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa

49

Page 142: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Low Low flow Kurangnya pengawasan dari pekerja

laju aliran bahan bakar terlalu rendah

Kontrol dari pekerja

H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi aliranl bahan bakar

Kenaikan tekanan Safety valve Flow meter Kontrol dari pekerja

H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi aliranl bahan bakar

Terjadi keretakan pipa perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pekerja

H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa

High High flow Kapasitas bahan bakar pada pipa terlalu besar

Kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

perawatan pipa Isolasi pipa

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi

50

Page 143: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

Kontrol dari pekerja H H 5 Kebocoran Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa

High High flow Kapasitas bahan bakar pada pipa terlalu besar

Terjadi pelepasan di darat

Pembersihan dengan spon atau majun Perawatan pipa Isolasi pipa

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa

51

Page 144: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Terjadi pelepasan di darat

Kontrol dari pengawas H H 5 Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa

Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar

Flow meter Safety valve Kontrol pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa

Kapasitas bahan bakar pada pipa terlalu besar

Kegagalan proses pembakaran

Flow meter Relive valve Kontrol pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa

Flow indikator tidak bekerja

Besarnya tekanan aliran dari bahan bakar tidak dapat terbaca

Flow meter Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada flow indikator

High High flow

Kurangnya pengawasan dari pekerja

Tekanan pada pipa terlalu tinggi

Kontrol dari pengawas H H 5 Pengawas memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik

52

Page 145: Disaster Management

Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati

Study node 8 : Pipa aliran bahan bakar (12EGE10)

Parameter : Tekanan (Pressure)

Intention : Mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Kenaikan tekanan Safety valve Flow meter Kontrol dari pekerja

H H 5 Memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik dalam mengawasi aliranl bahan bakar

Terjadi keretakan pipa perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pekerja

H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa

High

High pressure

Pipa aliran bahan bakar tersumbat

Kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

perawatan pipa Isolasi pipa

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi

53

Page 146: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

Kontrol dari pekerja H H 5 Kebocoran Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa

High

High pressure

Pipa aliran bahan bakar tersumbat

Terjadi pelepasan di darat

Pembersihan dengan spon atau majun Perawatan pipa Isolasi pipa

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa

54

Page 147: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Terjadi pelepasan di darat

Kontrol dari pengawas

H H 5 Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa

Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar

Flow meter Safety valve Kontrol pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa

Pipa aliran bahan bakar tersumbat

Kegagalan proses pembakaran

Flow meter Relive valve Kontrol pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa

Flow indikator tidak bekerja

Besarnya tekanan aliran dari bahan bakar tidak dapat terbaca

Flow meter Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada flow indikator

High

High pressure

Kurangnya pengawasan dari pekerja

Tekanan pada pipa terlalu tinggi

Kontrol dari pengawas H H 5 Pengawas memastikan bahwa pekerja telah melakukan pekerjaannya dengan baik

55

Page 148: Disaster Management

Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati

Study node 8 : Pipa aliran bahan bakar (12EGE10)

Parameter : Isi (Containment)

Intention : Mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Loss

Loss of containment

Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

Terjadi pelepasan bahan bakar di darat

Pembersihan dengan spon atau majun Perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pengawas

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran

56

Page 149: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar

Flow meter Safety valve Kontrol pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa

Terjadi kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

Kegagalan proses pembakaran

Flow meter Relive valve Kontrol pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa

Cacat pada pipa aliran bahan bakar tidak terdeteksi

Perawatan pipa Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa

Terjadi korosi pada pipa aliran bahan bakar

Perawatan pipa Isolasi pipa Katodik protection Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Memastikan seluruh pipa telah terisolasi dengan benar

Loss

Loss of containment

Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar

Terjadi keretakan pipa Perawatan pipa Isolasi pipa

H H 5 Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa

57

Page 150: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Terjadi keretakan pipa Kontrol dari pengawas H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa

Loss

Loss of containment

Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar

Kebocoran pada pipa aliran bahan bakar

Perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pengawas

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran

58

Page 151: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Terjadi pelepasan bahan bakar di darat

Pembersihan dengan spon atau majun Perawatan pipa Isolasi pipa Kontrol dari pengawas

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa Mempertimbangkan untuk melakukan isolasi pada pipa Mempertimbangkan pemasangan pipa cadangan bila terjadi kebocoran pada pipa Mempertimbangkan pemasangan alarm dan sistem shutdown untuk mendeteksi pipa bila terjadi kebocoran

Loss

Loss of containment

Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar

Bahan bakar tidak dapat mengalir ke ruang bakar

Flow meter Safety valve Kontrol pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pipa

59

Page 152: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Loss

Loss of containment

Kurangnya perawatan pada pipa aliran bahan bakar

Kegagalan proses pembakaran

Flow meter Relive valve Kontrol pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada pompa

Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati

Study node 9 : Fuel nozzel system

Parameter : Kebocoran (Leak)

Intention : Proses injeksi bahan bakar pada ruang bakar

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Korosi Perawatan fuel nozzle system Kontrol dari pekerja

H H 5 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada fuel nozzle system

- Leak Kurangnya perawatan pada fuel nozzle system

Bahan tidak dapat mengalir ke ruang bakar

Perawatan pompa Kontrol dari prekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada fuel nozzle system

60

Page 153: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

- Leak Kurangnya perawatan pada fuel nozzle system

Kegagalan proses pembakaran

Perawatan fuel nozzle system Kontrol dari pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada fuel nozzle system

Company : PT. Indonesia Power PLTGU Grati

Study node 9 : Fuel nozzel system

Parameter : Temperatur (Temperature)

Intention : Proses injeksi bahan bakar pada ruang bakar

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Penyumbatan pada saluran bahan bakar

Perawatan fuel nozzle system Kontrol dari pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada fuel nozzle system

High High temperature

Timbulnya kerak hasil pembakaran

Kegagalan proses pembakaran

Perawatan fuel nozzle system Kontrol dari pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada fuel nozzle system

61

Page 154: Disaster Management

Lanjutan

Hazard category Guide

word Deviation Cause Consequence Safeguard S L R

Recommendation

Penyumbatan pada saluran bahan bakar

Perawatan fuel nozzle system Kontrol dari pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada fuel nozzle system

Kekurangan bahan bakar

Perawatan fuel nozzle system Kontrol dari pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada fuel nozzle system

High High temperature

Jumlah udara berlebihan pada proses pembakaran

Kegagalan proses pembakaran

Perawatan fuel nozzle system Kontrol dari pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada fuel nozzle system

Low Low temperature

Kekurangan jumlah udara pada proses pembakaran

Kegagalan proses pembakaran

Perawatan fuel nozzle system Kontrol dari pekerja

HH H 7 Melakukan perawatan dan inspeksi secara periodik pada fuel nozzle system

62

Page 155: Disaster Management

Pengujian Validitas Instrumen

Tabel Hasil Pengujian Validalitas

No. Item pertanyaan rhitung thitung ttabel

Keputusan valid/ tidak valid

Penafsiran dengan indeks korelasi

1. 0.32 1.97 1.96 Valid Rendah 2. 0.042 0.25 1.96 Tidak valid - 3. 0.427 2.75 1.96 Valid Cukup tinggi 4. 0.418 2.68 1.96 Valid Cukup tinggi 5. 0.547 3.8 1.96 Valid Cukup tinggi 6 0.706 5.81 1.96 Valid Tinggi 7 -0.082 -0.48 1.96 Tidak valid - 8 0.08 0.47 1.96 Tidak valid - 9. 0.31 1.9 1.96 Tidak valid -

10. 0.366 2.29 1.96 Valid Rendah 11. 0.436 2.82 1.96 Valid Cukup tinggi 12. 0.514 3.49 1.96 Valid Cukup tinggi 13. 0.425 2.74 1.96 Valid Cukup tinggi 14. 0.083 0.49 1.96 Tidak valid - 15. -0.046 -0.27 1.96 Tidak valid - 16. 0.492 3.29 1.96 Valid Cukup tinggi 17. 0.222 1.33 1.96 Tidak valid - 18. 0.289 1.76 1.96 Valid Rendah 19. 0.306 1.87 1.96 Valid Rendah 20. 0.09 0.53 1.96 Tidak valid - 21. 0.13 0.76 1.96 Tidak valid - 22. 0.073 0.43 1.96 Tidak valid - 23. 0.056 0.33 1.96 Tidak valid - 24. -0.067 0.39 1.96 Tidak valid - 25. 0.096 1.56 1.96 Tidak valid - 26. 0.151 0.89 1.96 Tidak valid - 27. 0.400 2.54 1.96 Valid Cukup tinggi 28. 0.123 0.72 1.96 Tidak valid - 29. 0.039 0.23 1.96 Tidak valid - 30. 0.287 1.75 1.96 Tidak valid - 31. 0.333 2.04 1.96 Valid Rendah 32. 0.303 1.85 1.96 Tidak valid - 33. 0.303 1.85 1.96 Tidak valid - 34. 0.303 1.85 1.96 Tidak valid - 35. 0.184 1.09 1.96 Tidak valid - 36. 0.024 0.14 1.96 Tidak valid - 37. 0.258 1.56 1.96 Tidak valid - 38. 0.478 3.17 1.96 Valid Cukup tinggi 39. 0.061 0.36 1.96 Tidak valid - 40. 0.369 2.31 1.96 Valid Rendah 41. 0.329 2.03 1.96 Valid Rendah 42. 0.368 2.31 1.96 Valid Rendah 43. 0.181 1.07 1.96 Tidak valid -

Page 156: Disaster Management

Tabel Hasil Pengujian Validalitas (lanjutan)

No. Item pertanyaan rhitung thitung ttabel

Keputusan valid/ tidak valid

Penafsiran dengan indeks korelasi

44. 0.429 2.72 1.96 Valid Cukup tinggi 45. 0.618 4.58 1.96 Valid Tinggi 46. 0.383 2.42 1.96 Valid Rendah 47. 0.515 3.5 1.96 Valid Cukup tinggi 48. 0.413 2.64 1.96 Valid Cukup tinggi 49. 0.619 4.59 1.96 Valid Tinggi 50. 0.235 1.4 1.96 Tidak valid - 51. 0.359 2.24 1.96 Valid Rendah 52. 0.231 1.38 1.96 Tidak valid - 53. 0.002 0.012 1.96 Tidak valid - 54. 0.406 2.59 1.96 Valid Cukup tinggi 55. 0.197 1.17 1.96 Tidak valid - 56. 0.421 2.7 1.96 Valid Cukup tinggi 57. 0.41 2.62 1.96 Valid Cukup tinggi 58. 0.603 4.4 1.96 Valid Tinggi 59. 0.743 6.47 1.96 Valid Tinggi 60. 0.743 6.47 1.96 Valid Tinggi 61. 0.743 6.47 1.96 Valid Tinggi 62. 0.853 9.53 1.96 Valid Sangat tinggi 63. 0.883 10.97 1.96 Valid Sangat tinggi 64. -0.12 -0.7 1.96 Tidak valid -

Page 157: Disaster Management

Pengujian Reliabilitas Instrumen

Tabel Hasil Pengujian Reliabilitas Item-Item Awal

No. Item pertanyaan rhitung r11 rtabel

Keputusan reliabel/tidak reliabel

1. 0.442 0.613 0.329 Reliabel 2. 0.181 0.307 0.329 Tidak reliabel 3. 0.129 0.229 0.329 Tidak reliabel 4. 0.553 0.712 0.329 Reliabel 5. 0.317 0.481 0.329 Reliabel 6. 0.437 0.608 0.329 Reliabel 7. 0.17 0.29 0.329 Tidak reliabel 8 0.234 0.379 0.329 Reliabel 9. -0.117 -0.265 0.329 Tidak reliabel

10. 0.287 0.446 0.329 Reliabel 11. 0.546 0.706 0.329 Reliabel 12. 0.445 0.616 0.329 Reliabel 13. 0.273 0.429 0.329 Reliabel 14. -0.029 -0.059 0.329 Tidak reliabel 15. -0.078 -0.169 0.329 Tidak reliabel 16. 0.082 0.152 0.329 Tidak reliabel 17. 0.136 0.239 0.329 Tidak reliabel 18. 0.127 0.225 0.329 Tidak reliabel 19. 0.262 0.415 0.329 Reliabel 20. 0.240 0.387 0.329 Reliabel 21. 0.339 0.506 0.329 Reliabel 22. 0.135 0.238 0.329 Tidak reliabel 23. 0.199 0.332 0.329 Reliabel 24. 0.045 0.086 0.329 Tidak reliabel 25. 0.061 0.115 0.329 Tidak reliabel 26. 0.092 0.168 0.329 Tidak reliabel 27. 0.102 0.185 0.329 Tidak reliabel 28. 0.183 0.314 0.329 Tidak reliabel 29. -0.117 -0.265 0.329 Tidak reliabel 30. 0.405 0.577 0.329 Reliabel 31. 0.444 0.615 0.329 Reliabel 32. 0.364 0.534 0.329 Reliabel

Page 158: Disaster Management

Tabel Hasil Pengujian Reliabilitas Item-Item Akhir

No. Item pertanyaan rhitung r11 rtabel

Keputusan reliabel/tidak reliabel

33. 0.142 0.249 0.329 Tidak reliabel 34. 0.175 0.298 0.329 Tidak reliabel 35. 0.173 0.295 0.329 Tidak reliabel 36. 0.125 0.222 0.329 Tidak reliabel 37. 0.27 0.425 0.329 Reliabel 38. 0.402 0.573 0.329 Reliabel 39. 0.418 0.589 0.329 Reliabel 40. 0.351 0.519 0.329 Reliabel 41. -0.345 -1.053 0.329 Tidak reliabel 42. 0.231 0.375 0.329 Reliabel 43. 0.268 0.423 0.329 Reliabel 44. 0.423 0.595 0.329 Reliabel 45. 0.136 0.239 0.329 Tidak reliabel 46. 0.239 0.386 0.329 Reliabel 47. 0.465 0.635 0.329 reliabel 48. 0.335 0.502 0.329 Reliabel 49. 0.638 0.779 0.329 Reliabel 50. 0.085 0.157 0.329 Tidak reliabel 51. 0.353 0.522 0.329 Reliabel 52. 0.236 0.382 0.329 Reliabel 53. -0.107 -0.239 0.329 Tidak reliabel 54. 0.284 0.442 0.329 Reliabel 55. 0.382 0.553 0.329 Reliabel 56. 0.439 0.61 0.329 Reliabel 57. 0.513 0.678 0.329 Reliabel 58. 0.376 0.547 0.329 Reliabel 59. 0.377 0.548 0.329 Reliabel 60. 0.377 0.548 0.329 Reliabel 61. 0.377 0.548 0.329 Reliabel 62. 0.468 0.638 0.329 Reliabel 63. 0.532 0.695 0.329 Reliabel 64. -0.125 -0.286 0.329 Tidak reliabel

Page 159: Disaster Management

CAR Checklist

Sistem Distribusi Bahan Bakar

PT. Indonesia Power Unit PLTGU Grati

No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan

I. Peraturan dan Wewenang Tanggung jawab program manajemen keadaan darurat ditetapkan secara legal didalam peraturan. a) Didalam peraturan pihak manajemen tercantum suatu

landasan yang sah untuk mengatur program manajemen keadaan darurat.

I.1

b) Otoritas yang sah untuk menangani proses evakuasi (misal badai, materi berbahaya dll) sudah dibentuk.

II.1

II. Identifikasi Bahaya dan Pembobotan Risiko

Pihak manajemen memiliki proses untuk mengidentifikasi dan mengevakuasi sifat dasar dan perluasan dari bahaya akhibat ulah manusia, teknologi dan alam dibawah yuridisnya masing-masing. a) Pihak manajemen mengidentifikasi semua bahaya dan

kemungkinan munculnya (bahaya yang harus diperhatikan tidak terbatas, hanya pada kejadian akhibat ulah manusia,

Page 160: Disaster Management

No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan

teknologi dan alam

Pihak manajement menilai kerentanan dan risiko terhadap bahaya yang teridentifikasi. a) Pihak manajemen mengggunakan pembobotan risiko

dengan metode ilmiah.

b) Inforrmasi historis untuk semua bencana dimasukan ke dalam pembobotan risiko.

II.2

c) Identifikasi bahaya dan pembobotan risiko digunakan sebagai basis untuk rencana pengurangan dampak risiko jangka panjang maupun jangka menengah dan untuk rencana operasi darurat yang dibuat.

III. Pengurangan Bahaya

Pihak manajemen mengelolah program pengurangan bahaya. a) Pihak manajemen berpartisipasi pada semua program

pengurangan bahaya yang telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

III.1

b) Pihak manajemen mengembangkan strategi pengurangan bahaya berdasarkan hasil identifikasi bahaya dan hasil pembobotan risiko, pembobotan program

Page 161: Disaster Management

No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan dan pengalaman operasional untuk menghilangkan /mengurangi dampak dari bahay yang mungkin timbul.

c) Pihak manajemen medukung dan mendorong masyarakat

sekitar agar dapat bertahan menghadapi bencana dengan cara menyediakan pedoman pencegahan bencana, pelatihan, materi pendidikan dan pertolongan teknis.

IV. Perencanaan Suatu rencana reduksi bahaya telah dikembangkan a) Rencana tersebut berisi deskripsi dan analisa dari

kebijakan manajemen untuk mereduksi bahaya potensi bahaya dimasing-masing area

b) Rencana tersebut berisi tujuan dan sasaran untuk mereduksi bahaya serta berisi strategi tentang kesensitifan terhadapbahaya jangka panjang dan pendek, kesiapan, penanggulangan dan pemulihan bila suatu bahaya muncul.

IV.1

c) Rencana tersebut mendokumetasikan seberapa spesifik tindakan reduksi bahaya dapat berkontribusi pada keseluruhan reduksi risiko.

IV.2 Arahan, control, dan koordinasi dicantumkan didalam perencanaan pihak manajemen

Page 162: Disaster Management

No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan Peringatan bahaya dijabarkan di dalam perencanaan a) Rencana pihak manajemen tersebut menjabarkan

emergency alert system dan back up warning system

IV.3

b) Adanya jadwal regular untuk pengujian dan merawat warning system serta pelatihan personil dijabarkan dalam rencana.

IV.4 Manajemen sumber daya dijabarakan didalam perencanaan a) Telah dikembangkan sebuah kosep operasi untuk

mengatur dan mengendalikan aliran sumber daya penting dalam suatu keadaan gawat darurat.

IV.5 Proses evakuasi dijabarkan didalam perencanaan. a) Peran dan tanggung jawab untuk evakuasi dijabarkan

pada program perencanaan.

IV.6 Perlindungan kebakaran dijabarkan dalam perencanaan. a) Adanya peraturan dan tanggung jawab dari pihak

manajemen untuk perlindungan kebakaran.

IV.7 Pelayanana energi dan peralatan dijabarkan dalam rencana pihak manajemen a) Inventarisasi untuk energi dan peralatan dapat

Page 163: Disaster Management

No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan

diidentifikasikan dan dipelihara.

b) Proses perencanaan mempertimbangkan dampak yang mungkin terjadi pada pembangkit energi pengiriman dan distribusi infrastruktur.

Servis pekerja umum dan teknik didalam perencanaan. a) Prosedur untuk penghapusan reruntuhan yang

berhubungan dengan bencana dan kerusakan telah dikembangkan.

IV.8

b) SOP/checklist dikembangkan dan diperbaharui minimal 1 tahun sekali.

V. Komunikasi dan Peringatan

Kemampuan system komunikasi dapat dibuktikan. a) Adanya prosedur untuk mengkoordinasikan tersedianya

sistim komunikasi dan peralatan.

V.1

b) Adanya prosedur untuk kesiagaan dan mengaktifkan personil manajemen darurat.

V.2 Pihak manajemen mempunyai sistim peringatan yang andal. a) Pihak manajement mempunyai sistim peringatan utama

Page 164: Disaster Management

No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan dan alternatif.

b) Peringatan diterima dan disebarkan tepat pada waktunya.

VI. Operasi dan Prosedur

Pihak manajemen mempunyai prosedur yang dikembangkan untuk kepentingan dan penilaian kerugian. a) Pihak manajemen mempunyai prosedur yang

dikembangkan untuk aktivasi dan penyebaran tim penilai kerugian untuk mengumpulkan informasi tentang kerugian yang didapatkan.

VI.1

b) Pihak manajemen mempunyai kemampuan untuk memperoleh peta pra bencana, foto/gambar dan dokumen lain.

Pihak manajemen membuat prosedur yang mendukung respon pra, tran, dan pasca bencana serta operasi pemulihan. a) Prosedur dibuat untuk menambah sumber daya manusia

yang tersedia selama operasi bencana

b) Prosedur dibuat untuk menghasilkan laporan pasca keadaan darurat/ bencana

VI.2

c) Prosedur dibuat untuk program aksi korektif dan untuk mendukung program pengaturan (misal keamanan).

Page 165: Disaster Management

No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan VI.3 Pihak manajemen membuat prosedur untuk operasi

keamanan. a) Prosedur diterapkan untuk membantu keamanan dilokasi

penting

VI.4 Pihak manajemen membuat prosedur untuk kegiatan pemadaman kebakaran a) Prosedur dibuat untuk koordinasi dengan pemadam

kebakaran dalam pendeteksian dan penanganan kebakaran pada saat besarna melebihi kemampuan lokal.

VI.5 Pihak manajemen membuat prosedur untuk operasi pencapaian dan penyelamatan. a) Pihak manajemen melengkapi anggota pencarian dan

penyelamat dengan pelatihan mengenai teknik yang dibutuhkan.

VI.6 Pihak manajemen membuat prosedur untuk mengkoordinasikan pelayanan sukarelawan. a) Prosedur dibuat untuk membantu pengaturan sukarelawan

saat terjadi bencana

VI.7 Pihak manajemen membuat prosedur untuk mengkoordinasikan pelayanan peralatan dan energi selama kegiatan bencana. a) Fasilitas energi dan peralatan yang penting telah

diidentifikasikan sebelumnya.

Page 166: Disaster Management

No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan VII.1

VII. Logistik dan Fasilitas Merujuk pada kejadian kerugian yang dapat terjadi pada fasilitas utama, ketetapan dibuat untuk menampung personel dan fungsi utama. a) Fasilitas alternative bisa digunakan dalam keadaan darurat

untuk melakukan operasi kritis.

Pihak manajemen membuat rencana logistik. a) Prosedur operasi standar dibuat untuk manajemen

logistik.

b) Prosedur dibuat untuk pengaturan barang yang rusak, hancur dan yang dapat digunakan.

VII.2

c) Program untuk perencanaan perawatan peralatan fisik telah ditetapkan

VIII.1

VIII. Training

Pihak manajemen mengadakan analisis manajemen pelatihan setiap 2 tahun sekali. a) Dengan mengadakan analisis manajemen pelatihan setiap

2 tahun sekali, pihak manajemen dapat secara sistematis mengetahui masalah yang dapat diselesaikan melalui pelatihan dan menentukan pelatihan apa saja yang bisa

Page 167: Disaster Management

No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan

mengatasi/ meringankan kesalahan seperti dengan membuat jadwal pealtihan yag sesuai dengan kebutuhan.

Pihak manajemen memiliki program pelatihan manajemen emergency. a) Petugas pelatihan tealh menyelesaikan pelatihan dengan

baik.

b) Pihak manajemen menanggani sistim laporan yang menyimpan data jumlah pelatihan yang telah diadakan, pendaftaran disetiap pelatihan dan pelatihan yang diterima oleh anggota manajemen emergency

VIII.2

c) Pihak manajemen memiliki program yang menydeiakan pelatihan khusus bahaya/risiko

Pihak manajemen menggunakan model desain pelatihan yang tepat a) Anggota pihak manajemen mengikuti model desain

instruksional yang sistematis.

b) Desain pelatihan termasuk juga kegiatan pelatihan yang menyediakan pembelajaran ketrampilan sesuai dengan kebutuhan

VIII.3

c) Pihak manajemen mengadakan pelatihan dengan menggunakan metodologi teknik dan anggota yang

Page 168: Disaster Management

No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan

bervariasi.

Pihak manajemen memiliki kemampuan pengevalusi pelatihan a) Pihak manajemen memiliki sebuah sistem evaluasi

program pelatihan yang dapat diandalkan.

VIII.4

b) Pihak manajemen meninjau ulang timbal balik dari peserta untuk memastikan bahwa peserta mampu melakukan tugas yang telah diajarkan.

XI.1

XI. Kegiatan, Latihan, Evaluasi dan Perbaikan Pihak manajemen memiliki program pelatihan manajemen keadaan darurat yang dapat diandalkan. a) Pengalaman kegiatan emergency/ bencana sebenarnya

menjadi salah satu faktor dalam perencanaan pelatihan.

XI.2 Program latihan manajemen keadaan darurat pihak manajemen termasuk komponen evaluasi. a) Prinsip evaluasi didokumentasikan secara formal didesain

untuk kemudahan, penggunaan, penerapan, ditinjau kembali, untuk memastikan keabsahan secara terus menerus.

Page 169: Disaster Management

No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan Pihak manajemen mengadakan program kegiatan perbaikan. a) Pihak manajemen memiliki dokumen petunjuk kegiatan

perbaikan yang memadai.

b) Petunjuk kegiatan perbaikan dapat diaplikasikan

XI.3

c) Program kegiatan perbaikan menggunakan data dari latihan dan bencana yang sebenarnya

X. Komunikasi Krisis, Pendidikan Umum dan Informasi Program pendidikan umum persiapan keadaan darurat diadakan. a) Membuat program kesadaran masyarakat untuk

menginformasikan hal mengenai pengurangan bahya dan risiko dengan alat pengetahuan umum seperti artikel dan brosur yang dipublikaqsikan di Koran dan pengumuman layanan masyarakat.

X.1

b) Mengadakan program persiapan bencana untuk menolong korban bencana dan persiapan keadaan darurat.

X.2 Prosedur dibuat untuk penyebaran dan pengaturan informasi untuk keadaan daruart pada saat bencana. a) Penyebaran informasi dalam program bantuan bencana

dikoordinasikan dengan staf hubungan masyarakat.

Page 170: Disaster Management

No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan XI.1

XI. Keuangan dan Administrasi

Adanya sistem administrasi program pihak manajemen a) Prosedur dan rencana kelanjutan kegiatan telah dibuat

untuk memastikan administrasi dan keuangan kritis pihak manajemen berfungsi selama periode bencana.

Pihak manjemen memantau kebijakan pra pemberian dana pelaksanaan manajemen emergency. a) Anggota pihak manajemen memiliki pengetahuan

persyaratan pendanaan yang sesuai dengan undang-undang.

XI.2

b) Anggota pihak manajemen memiliki pengetahuan tentang batas dan biaya atas persyaratan dan pendanaan serta mematuhi persyaratan tersebut.

XI.3 Pihak manjemen memantau kebijakan pasca pemberian dana pelaksanaan manajemen emergency. a) Pihak manjemen membuat pengontrolan untuk

memastikan bahwa pemabyaran dana tersebut benar dan tepat sasaran dan untuk mencegah keterlambatan dan ketepatan pendanaan.

XI.4 Program administrasi emergency diadakan. a) Pihak manajemen membuat rencana administrasi dan

Page 171: Disaster Management

No. Pertanyaan 1 2 3 4 5 N/A Catatan deskripsi pekerjaan emergency.

b) Pihak manajemen memiliki unit perencanaan/ pembelian didalam masing-masing administrasi dan keuangan untuk mengatur seluruh kontrol/ penjaminan selam keadaan darurat.

c) Pihak manajemen memiliki prosedur untuk menanganai semua masalah kompensasi , klaim dan biaya pemulihan.