portofolio etik informed consent -ok
TRANSCRIPT
PORTOFOLIOKASUS ETIK
INFORMED CONSENTPADA PASIEN FRAKTUR TIBIA-FIBULA SINISTRA 1/3
DISTAL APOSISI JELEK TERBUKA
Diajukan kepada Yth.
dr. Gunawan Santosa
Disusun oleh : dr. Dedi Pujo Purnomo
No. ID 2011.011.04.26.Unsoed
Pendamping : dr. Gunawan Santosa
NIP. 19670620 200212 1 003
RSUD DR. R. GOETENG TAROENADIBRATAPURBALINGGA
2012
1
PORTOFOLIO KASUS ETIK
Borang Portofolio
No. ID dan Nama Peserta : 2011.011.04.26.Unsoed / dr.Dedi Pujo Purnomo
No. ID dan Nama Wahana : RSUD DR.R. Goeteng Taroenadibrata
Topik : Informed consent pada pasien fraktur tibia-fibula sinistra 1/3
distal aposisi jelek terbuka
Tanggal (kasus) : 26 Mei 2012
Pendamping : dr. Gunawan Santosa
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Ti Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
Perempuan 35 tahun datang dengan post kecelakaan lalu lintas
Tujuan:
Megkaji aspek etik dalam prosedur informed consent
Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos
DATA PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Penaruban 2/2 Kaligondang, Purbalingga
No. RM : 48.75.41
Tanggal Masuk : 3 Mei 2012
2
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis / Gambaran Klinis:
Keluhan Utama : post kecelakaan lalu lintas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien baru datang dengan post kecelakaan lalu lintas sepeda motor vs
sepeda motor waktu terjadi sadar, sampai igd sadar, pusing, perdarahan di
kaki kiri bagian bawah, kaki kiri sulit digerakan, tidak muntah, tidak nyeri
dada, tidak sesak, tidak nyeri perut.
2. Riwayat pengobatan:-
3. Riwayat kesehatan/ penyakit:-
4. Riwayat keluarga:-
5. Riwayat pekerjaan: -
6. Kondisi lingkungan social dan fisik:
Lingkungan social baik dan status ekonomi cukup, seorang IRT.
7. Riwayat Imunisasi:-
Daftar Pustaka:
- Grace , Pierce A., Borley , Neil R . At a Glance Ilmu Bedah .ed.
3.2006. Jakarta:PT. Erlangga.
- R . Sjamsuhidajat , Wim de Jong, Buku – Ajar Ilmu Bedah, eds. 1,
2005, Jakarta:EGC
- Schwartz. et al. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Ed. 6. jakarta:
penerbit buku kedokteran EGC, 2000.
- UK Clinical Ethics Network. Available at http://www.ethics-
network.org.uk/Cases/archive.htm
- World Medical Association Ethics Unit . Available at
http : //www.wma.net
Hasil pembelajaran:
1. Aspek etik informed consent pada pasien dewasa kompeten
3
Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:
1. Subyektif
Keluhan Utama : post kecelakaan lalu lintas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien baru datang dengan post kecelakaan lalu lintas sepeda motor vs
sepeda motor waktu terjadi sadar, sampai igd sadar, pusing, perdarahan
di kaki kiri bagian bawah, kaki kiri sulit digerakan, tidak muntah, tidak
nyeri dada, tidak sesak, tidak nyeri perut.
Riwayat Penyakit Dahulu: -
Riwayat Penyakit Keluarga: -
Anamnesis Sistem
• Demam (-)
• Sistem Cerebrospinal : dbn
• Sistem Cardiovaskular : dbn
• Sistem Respirasi : dbn
• Sistem Gastrointestinal : dbn
• Sistem Genitourinari : dbn
• Sistem Muskuloskeletal : regio cruris sinistra
Look: jejas (+), perdarahan (+), deformitas (+)
Move:gerak aktif/pasif terbatas, nyeri gerak (+)
Feel:krepitasi(+)
• Sistem Integumen : vulnus laceratum 5cm regio cruris sinistra
2. Obyektif
Keadaan Umum: cukup/ compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 130/80 mmhg
Nadi : 96 kali/menit, regular, kuat angkat
Pernapasan : 18 kali/menit
Suhu : 36,7C
Kepala : hematom (-), konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
Leher : fraktur cervical (-)
Thorax
4
Cor : S1,2 tunggal, murni, murmur (-)
Pulmo : simetris kanan = kiri, ketertinggalan gerak (-), sonor
+/+, vesikuler +/+, Ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen : Flat, supel, peristaltik (+) normal, timpani, turgor/elastisitas dbn,
hepar/ lien ttb.
Ekstremitas : regio cruris sinistra Look: jejas (+), perdarahan (+),
deformitas (+)Move:gerak aktif/pasif terbatas, nyeri gerak (+)Feel:krepitasi(+)
Genitourinaria: dbn
3. Assessment (penalaran klinis):
Fraktur cruris sinistra terbuka dd suspek fraktur tibia-fibula sinistra terbuka
4. Plan:
Diagnosis :
Fraktur cruris sinistra terbuka dd suspek fraktur tibia-fibula sinistra terbuka
Pengobatan :
- Oksigenasi O2 3 lpm
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ats 1500 iu im
- Inj. Cefotaxim 2x 1 gram iv (test)
- Inj. Ketorolak 3x 1ampul iv
- Pasang spalk
- Rawat bedah dan konsul dr. Sp.OT
Penunjang
Rontgent cruris sinistra
Laborat cito : darah rutin, pt/aptt, gol. Darah, hbsAg, ureum, creatinin,
SGOT/SGPT
Tinjauan masalah etika
Dokter bedah memeberikan informasi secara lisan kepada pasien dan keluarga
pasien mengenai penyakit, pengobatan, tindakan yang dilakukan serta komplikasi
yang mungkin terjadi jika dilakukan tindakan pembedahan ataupun tidak dilakukan
tindakan pembedahan.
5
Setelah memberikan informasi secara lisan kepada pasien dan keluarga pasien,
serta terjadi persetujuan untuk dilakukan tindakan operasi, dokter meminta keluarga
pasien untuk menandatangani persetujuan tindakan medik atau informed consent.
Tetapi dokter tidak meminta persetujuan tindakan medik secar otententik atau tertulis
dari pasien. dimana dalam kasus ini pasien dapat dikategorikan mampu atau cakap
untuk membuat keputusannya sendiri.
Purbalingga, 26 Mei 2012
Mengetahui,
(dr. Gunawan Santosa)
PEMBAHASAN
6
Dalam dunia kedokteran, praktik kedokteran merupakan suatu pemberian
bantuan secara individual oleh dokter kepada pasien berupa pelayanan medis.
Hubungan antara dokter dan pasien yang terjadi dalam pelayanan medis itu
merupakan hubungan yang sangat pribadi dan disebut sebagai transaksi terapeutik
yang merupakan bagian penting dalam seluruh sistem pelayanan kesehatan dan tidak
terlepas dari berbagai faktor telah mengakibatkan hubungan antara dokter dan pasien
semakin tidak pribadi.
Berkaitan dengan hal tersebut untuk memberikan kepastian dan perlindungan
hukum terhadap mereka, maka diperlukan peran hukum yang dapat mengayomi. Di
antara bagian terpenting dari aspek hukum dari relasi dokter - pasien adalah mengenai
informed consent. Informed consent adalah suatu istilah yang digunakan dalam
literature asing untuk menyebut ‘hak pasien atas informasi dan hak pasien untuk
memberikan persetujuan‘.
Informed Consent atau Persetujuan Tindakan Medik merupakan proses
komunikasi antara dokter dan pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan
dilakukan dokter terhadap pasien yang kemudian dilanjutkan dengan
penandatanganan formulir Informed Consent secara tertulis. Hal ini didasari atas hak
seorang pasien atas segala sesuatu yang terjadi pada tubuhnya serta tugas utama
dokter dalam melakukan penyembuhan terhadap pasien sebagai bentuk pelayanan
medis.
Informed consent bertujuan untuk memberikan perlindungan pasien terhadap
tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar
pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya. Selain itu informed
consent juga berfungsi untuk memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap
suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern tidak tanpa
resiko dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko (inherent risk).
Penentuan nasib sendiri adalah nilai, sasaran dalam informed consent, dan inti
sari permasalahan informed consent adalah alat. Secara konkrit persyaratan informed
consent adalah untuk setiap tindakan baik yang bersifat diagnostik maupun terapeutik
didasarkan pada persetujuan pasien yang bersangkutan.
Dalam Pasal 2 Peraturan Mentri Kesehatan No.585/Men.Kes/Per/IX/1989
dinyatakan bahwa semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan. Persetujuan dimaksud diberikan setelah pasien mendapat
7
informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta
risiko yang dapat ditimbulkannya.
Persetujuan tindakan medis bisa dibicarakan dari dua sudut, pertama
membicarakan persetujuan tindakan medis dari dari pengertian umum dan kedua
membicarakan persetujuan tindakan medis dari pengertian khusus.
Dalam pelayanan kesehatan sering pengeertian kedua lebih dikenal yaitu
persetujuan tindakan medis yang dikaitkan dengan persetujuan atau izin yang didapat
dari pasien atau lebih sering dari keluarga pasien untuk melakukan tindakan opertaif
atau tindakan invasive yang biasanya mempunyai risiko. Oleh karena itu dulu
persetujuan tindakan medis jenis ini sering disebut surat izin operasi, surat persetujuan
pasien, surat perjanjian dan lain-lain istilah yang dirasa sesuai oleh Rumah Sakit atau
Dokter yang merancang surat persetujuan atau surat izin operasi ini.
Dari pandangan dokter atau rumah sakit tujuan dari surat ini adalah agar
pasien atau keluarga pasien mengetahui bahwa operasi dan tindakan medis ini harus
ditempuh dan dokter telah diberi izin untuk melakukan tindakan tersebut. Jika pasien
sudah mengerti sepenuhnya dan memberikan persetujuan (izinnya) maka barulah
dokter atau dokter spesialis dapat melaksanakan tindakannya. Demikian pula tindakan
medik lain yang mengandung risiko, misalnya aortografi. Sebagai lanjutan kepada
pasien akan dimintakan untuk menandatangani suatu formulir sebagai tanda bukti
persetujuannya.
Harus diadakan perbedaan antara Persetujuan atau izin pasien yang diberikan
secara lisan pada saat dokter dan pasien memperoleh kesepakatan, dengan
Penandatanganan formulir tersebut oleh pasien yang sebenarnya merupakan
pelaksanaan kelanjutan dari apa yang sudah disepakati bersama dan sudah diperoleh
pada waktu dokter memberikan penjelasannya secara lisan.
Oleh karena itu sebelum pasien memberikan persetujuannya diperlukan
beberapa masukan sebagai berikut:
a. Penjelasan lengkap mengenai prosedur yang akan digunakan dalam tindakan
medis tertentu (yang masih berupa upaya, percobaan) yang diusulkan oleh
dokter serta tujuan yang ingin dicapai (hasil dari upaya, percobaan),
b. Deskripsi mengenai efek-efek sampingan serta akibat-akibat yang tak
dinginkan yang mungkin timbul,
c. Diskripsi mengenai keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh pasien
d. Penjelasan mengenai perkiraan lamanya prosedur berlangsung
8
e. Penjelasan mengenai hak pasien untuk menarik kembali persetujuan tanpa
adanya prasangka (jelek) mengenai hubungannya dengan dokter dan
lembaganya.
f. Prognosis mengenai kondisi medis pasien bila ia menolak tindakan medis
tertentu (percobaan) tersebut.
Pernyataan tanda setuju secara tertulis dengan penandatanganan formulir
hanya untuk memudahkan pembuktian jika pasien kelak menyangkal telah
memberikan persetujuannya. Dengan sudah ditandatanganinya formulir tersebut maka
jika pasien menyangkal, pasien harus membukikan bahwa ia tidak diberikan
informasi. Namun jika hanya ditandatangani saja oleh pasien tanpa diberikan
informasi yang jelas terlebih dahulu oleh dokternya, maka secarik kertas itu secara
yuridis tidak merupakan bukti kuat bagi sang dokter. Karena pasien dianggap belum
“informed” sehingga belum terdapat suatu kesepakatan dalam arti yang sebenarnya.
Dengan perkataan lain belum ada “consent” yang “informed” dari pasien sebagai
mana sudah diatur didalam PerMenKes No. 585 tersebut.
A. Bentuk persetujuan tindakan medik
Ada dua bentuk persetujuan tindakan medis yaitu:
1. Implied Consent (dianggap diberikan)
2. Express Consent (dinyatakan)
Implied consent umumnya diberikan dalam keadaan normal, artinya
dokter dapat menangkap persetujuan tindakan medis tersebut dari isyarat yang
dilakukan atau diberikan pasien. Misalnya kalau dokter mau mengatakan mau
menginjeksi pasien, dia menyingsingkan lengan baju atau menurunkan
celananya. Express Consent dintyatakan secara ;lisan dan dapat pula dinyatakan
secara tertulis dalam tindakan medis invasive dan mengendung risiko, dokter
sebaiknya mendpatkan persetujuan tindakan medis secara tertulis. Sebetulnya
inilah yang umum dikenal di rumah sakit surat izin operasi.
B. Informasi
Hal lain yang perlu diketahui adalah informasi atau penjelasan apa
sebaiknya yang disampaikan kepada pasien sebelum tindakan medis dilakukan.
Dalam PermenKes tentang persetujuan tindakan medis hal ini dinyatakan bahwa
9
dokter harus menyampaikannya kepada pasien diminta atau tidak diminta.
Artinya harus disampaikan, informasi itu meliputi:
1. Diagnose
2. Terapi dan kemungkinan alternative terapi lain
3. Cara kerja dan pengalaman dokter yang melakukannya
4. Kemungkinan perasaan sakit atau perasaan lain (misalnya gatal-gtal)
5. Risiko
6. Keuntungan terapi
7. Prognosa
C. Persetujuan
Berpedoman kepada PerMenKes tentang persetujuan tindakan medis
maka yang menadatangani perjanjian adalah pasien sendiri yang sudah dewasa
(diatas 21 tahun atau telah menikah) dan dalam keadaan sehat mental. Dalam
banyak perjanjian tindakan medis yang ada selama ini, penandatanganan
persetujuan ini sering tidak dilakukan oleh pasien sendiri, tetapi oleh
keluarganya. Hal ini mungkin berkaitan dengan kesangsian terhadap persiapan
mental pasien untuk menerima penjelasan tindakan opersi dan tindakan medis
ynang invasive tadi serta keberanian untuk menandatangani surat tersebut,
sehingga beban demikian diambil alih oleh keluarga pasien.
Untuk pasien dibawah umur 21 tahun, dan pasien penderita gangguan
jiwa yang menadatanganinya adalah orangtua/wali/keluarga terdekat. Untuk
pasien dalam keadaan tidak sadar, atau pingsan serta tidak didampingi oleh
keluarga terdekat dan secara medis berada dalam keadaan gawat atau darurat
yang memerlukan tindakan medis segera, maka tidak diperlukan persetujuan
dari siapapun (pasal 11 BAB IV PerMenKes No.585).
D. Saksi
Mengenai saksi untuk keamanan sebaiknya dalam persetujuan tindakan
medis dari kalangan keluarga pasien dan dari kalangan rumah sakit turut serta
menadatangani persetujuan ini. Mengenai banyaknya saksi tidak terdapat
pedoman, begitu pula dengan hubungan atau kedudukan saksi. Dalam konsep
yang diajukan, jumlah saksi sebanyak 2 orang dengan pertimbangan satu
mewakili pihak pasien dan satu lagi mewakili pihak dokter atau rumah sakit.
10
Pada hakekatnya informed consent adalah untuk melindungi pasien dari segala
kemungkinan tindakan medis yang tidak disetujui atau tidak diizinkan oleh pasien
tersebut, sekaligus melindungi dokter (secara hukum) terhadap kemungkinan akibat
yang tak terduga dan bersifat negatif. Yang tidak boleh dilupakan adalah dalam
memberikan informasi tidak boleh bersifat memperdaya, menekan atau menciptakan
ketakutan sebab ketiga hal itu akan membuat persetujuan yang diberikan menjadi
cacat hukum. Sudah seharusnya informasi diberikan oleh dokter yang akan
melakukan tindakan medis tertentu, sebab hanya ia sendiri yang tahu persis mengenai
kondisi pasien dan segala seluk beluk dari tindakan medis yang akan dilakukan. Lagi
pula dalam proses mendapatkan persetujuan pasien, tidak menutup kemungkinan
terjadi diskusi sehingga memerlukan pemahaman yang memadai dari pihak yang
memberikan informasi.
Ada sebagian dokter menganggap bahwa informed consent merupakan sarana
yang dapat membebaskan mereka dari tanggung jawab hukum jika terjadi malpraktek.
Anggapan seperti ini keliru besar dan menyesatkan mengingat malpraktek adalah
masalah lain yang erat kaitannya dengan pelaksanaan pelayanan medis yang tidak
sesuai dengan standar. Meskipun sudah mengantongi informed consent tetapi jika
pelaksanaannya tidak sesuai standar maka dokter tetap harus bertanggung jawab atas
kerugian yang terjadi.
Hubungan antara pasien dengan rumah sakit, dalam hal ini terutama dokter,
memang merupakan hubungan antara penerima dengan pemberi jasa. Hubungan
antara dokter dan pasien pada umumnya berlangsung sebagai hubungan biomedis
aktif-pasif. Namun perlu disadari bahwa dokter tidak bisa disamakan dengan
pemberi/penjualan jasa pada umumnya. Hubungan ini terjadi pada saat pasien
mendatangi dokter/pada saat pasien bertemu dengan dokter dan dokter pun
memberikan pelayanan maka sejak itulah terjadi suatu hubungan hukum.
Hubungan pasien dengan dokter adalah suatu Perikatan Berusaha (Inspannings-
verbintenia) yaitu dimana dalam melaksanakan tugasnya dokter berusaha untuk
mnyembuhkan atau memulihkan kesehatan pasien. Dalam memberikan jasa ini dokter
tidak boleh dan tidak mungkin dapat memberikan jaminan/garansi kepada pasiennya.
Dan dokter juga tidak dapat dipersalahkan begitu saja apabila hasil usahanya itu tidak
sesuai dengan yang diharapkan, sepanjang dalam melakukannya dokter telah
mematuhi standart profesi dan menghormati hak-hak pasien.
11
Pasien umumnya hanya dapat menerima saja segala sesuatu yang dikatakan
dokter tanpa dapat bertanya apapun. Dengan kata lain, semua keputusan sepenuhnya
berada ditangan dokter. Dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat
terhadap hak-haknya, maka pola hubungan demikian ini juga mengalami perubahan
yang sangat berarti. Pada saat ini secara hukum dokter adalah partner dari pasien yang
sama atau sederajat kedudukannya, pasien mempunyai hak dan kewajiban teertentu
seperti halnya dokter.
Berbicara mengenai hak-hak pasien dalam pelayanan kesehatan, secara umum
hak pasien tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1. Kewajiban memberikan informasi medis
2. Kewajiban melaksanakan nasihat dokter atau tenaga kesehatan
3. Kewajiban memenuhi aturan-aturan pada kesehatan
4. Kewajiban untuk berterus terang apabila timbul masalah dalam hubungannya
dengan dokter atau tenaga kesehatan
5. Kewajiban memberikan imbalan jasa
6. Menyimpan rahasia pribadi dokter yang diketahuinya
Berdasarkan pada perjanjian terapeutik yang menimbulkan hak dan kewajiban
bagi para pihak, dokter juga mempunyai hak dan kewajiban sebagai pengemban
profesi. Hak-hak dokter sebagai pengemban profesi dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Hak memperoleh informasi yang selengkap-lengkapnya dan sejujur-jujurnya
dari pasien yang akan digunakannya bagi kepentingan diagnosis maupun
terapeutik.
2. Hak atas imbalan jasa atau honorarium terhadap pelayanan yang diberikannya
kepada pasien.
3. Hak atas itikad baik dari pasien atau keluarganya dalam melaksanakan
transaksi terapeutik.
4. Hak membela diri terhadap tuntutan atau gugatan pasien atas pelayanan
kesehatan yang diberikannya.
5. Hak untuk memperoleh persetujuan tindakan medic dari pasien atau
keluarganya.
12
Disamping hak-hak tersebut, dokter juga mempunyai kewajiban yang harus
dilaksanakan yaitu sebagai berikut:
1. kewajiban untuk memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi,
yaitu dengan cara melakukan tindakan medis dalam suatu kasus yang konkret
menurut ukuran tertentu yang didasarkan pada ilmu medis dan pengalaman.
2. Kewajiban untuk menghormati hak-hak pasien, antara lain rahasia atas
kesehatan pasien bahkan setelah pasien meninggal dunia.
3. Kewajiban untuk memberikan informasi pada pasien dan/atau keluarganya
tentang tindakan medis yang dilakukannya dan risiko yang mungkin terjadi
akibat tindakan medis tersebut.
4. Kewajiban merujuk pasien untuk berobat ke dokter lain yang mempunyai
keahlian/kemampuan yang lebih baik.
5. Kewajiban untuk memberikan pertolongan dalam keadaan darurat sebagai
tugas perikemanusiaan.
Berkaitan dengan hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self
determination) sebagi dasar hak asasi manusia, dan hak atas informasi yang dimiliki
pasien tentang penyakitnya dan tindakan medik apa yang hendak dilakukan dokter
terhadap dirinya, hal ini sesuai dengan Declaration of Lisbon (1981) yaitu :
1. Pasien berhak memilih dokternya secara bebas. Seseorang mempunyai hak
unutuk memilih dokter yang ia harapkan dapat memberikan suatu pertolongan.
Pada dasarnya hubungan dokter dengan pasien dilandasi oleh suatu kepercayaan.
Meskipun demikian, seseorang memilih dokter mungkin didasarkan atas
beberapa pertimbangan lain, seperti: a. keadaan sosial ekonomi pasien, b.
kepopuleran dokter, c. kelengkapan peralatan kedokteran, d. jarak tempat antara
dokter dan pasien, atau e. prestise pasien.
2. Pasien berhak menerima atau menolak tindakan pengobatan sesudah ia
memperoleh informasi yang jelas
a. Salah satu hak pasien yang penting dalam hukum kedokteran adalah hak
atas informasi. Setiap manusia dewasa dan berpikiran sehat berhak
menentukan apa yang hendak dilakukan terhadapnya. Setiap pembedahan
atau tindakan invasif lainnya harus memperoleh persetujuan pasien
terlebih dahulu. Untuk itu, dokter harus menjelaskan tindakan dengan
bahasa yang dapat dimengerti pasien. Informasi ini meliputi:
13
1) tindakan yang diambil,
2) resikonya,
3) kemungkinan akibat yang timbul berikut jenis tindakan yang
dilakukan untuk dapat mengatasinya,
4) Kemungkinan yang akan terjadi bila tindakan tidak dilakukan, dan
5) Prognosis
b. Informasi yang diberikan disampaikan dalam bahasa yang sederhana,
tetapi cukup lengkap. Pasien harus dibimbing agar dapat memutuskan
secara mandiri dan bertanggung jawab. Persetujuan pasien atas tindakan
setelah diinformasikan terlebih dahulu disebut informed consent. Dokter
juga harus tahu kapan informasi itu tidak baik diberikan, misalnya bila
informasi tersebut akan menambah keadaan sakit pasien atau jika pasien
masih di bawah umur sehingga tidak dapat memahami informasi yang
diberikan, informasi itu bisa diberikan kepada keluarga pasien.
3. Pasien berhak mengakhiri atau memutuskan hubungan dengan dokternya dan
bebas untuk memilih atau menggantinya dengan dokter lain. Dengan perkataan
lain, dokter tidak berhak mencegah/melarang/menghalangi pasien yang ingin
berobat ke dokter lain. Dalam situasi tertentu kadang-kadang pasien memerlukan
pertolongan dokter yang biasa dihubungi, misalnya karena pindah kerja ke
tempat lain, dan sebagainya. Jika pasien tidak sedang dalam perawatan aktif
dokternya terdahulu, dokter lain bebas menerimanya sebagai pasien. Bila
sebaliknya kemudian dia memilih untuk berkonsultasi dengan dengan dokter
lain, ia seharusnya menyadari bahwa dokter tersebut akan menolak untuk
merawatnya kecuali bila pasien tersebut mengakhiri hubungan dengan dokter
yang terdahulu. Hal yang sama juga terjadi jika pasien ingin beralih dari dokter
umum ke dokter spesialis. Dokter spesialis tidak akan menerima pasien tersebut
tanpa persetujuan dokter umumnya. Seseorang dokter dapat mengambil alih
pasien yags sedang dalam perawatan aktif dokter lain, tetapi ia harus segera
memberitahukannya kepada dokter yang bersangkutan.
4. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat
klinis dan pedapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar. Seseorang yang
sedang berada dalam keadaan sakit, apapun yang dideritanya berhak untuk
ditolong oleh seorang dokter. Dalam menjalankan praktek kedokterannya
seorang dokter tidak terbatas pada satu bidang ilmu kedokteran saja, terutama
14
dalam keadaan darurat. Yang menjadi batasnya adalah rasa tanggung jawab dan
kemampuan dari dokter itu. Pertolongan yang diterima pasien hendaknya
merupakan usaha tertinggi dari dokter yang bersangkutan
5. pasien berhak atas privacy yang harus dilindungi, ia pun berhak atas sifat
kerahasiaan data-data mediknya.
6. Pasien berhak mati secara bermartabat dan terhormat.
7. Pasien berhak menerima/menolak bimbingan moril ataupun spiritual.
8. Pasien berhak mengadukan dan berhak atas penyelidikan pengaduannya serta
berhak diberi tahu hasilnya.
Di sisi lain dokter juga mempunyai hak, yaitu :
1. Hak untuk menolak bekerja di luar standar profesi medik. Seseorang dokter
dapat saja menolak untuk melakukan tindakan medik tertentu walaupun pihak
pasien mendesaknya. Penolakan ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa
pasien itu meminta tindakan medis yang menurut prosedur yang dikenal dan
dilakukan dalam profesi medik. Hal ini perlu ditegakkan agar setiap dokter
memperoleh kepastian bahwa tindakan-tindakannya perlu dipercayai sebagai
suatu tidakan medik yang profesional.
2. Hak untuk menolak tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik profesi dokter.
Hak ini dimiliki oleh dokter agar setiap dokter diberi kesempatan untuk
menjaga martabat profesinya.
3. Hak untuk memilih pasien dan mengakhiri hubungan dengan pasien, kecuali
dalam keadaan gawat darurat. Hal ini dimiliki dokter untuk memiliki hak
pribadinya, berdasarkan pertimbangan dokter itu sendiri. Misalnya dalam
hubungan itu timbul hal-hal yang kurang baik yang akan mengganggu
integritas profesi kedokteran. Akan tetapi, hak ini hanya terbatas pada keadaan
yang bukan termasuk keadaan gawat darurat. Pasien masih berkesempatan
untuk mencari dokter lain tanpa resiko pada keselamatan.
4. Hak atas privacy dokter. Dalam hubungan dokter dengan pasien dapat saja
pasien ingin mengetahui kehidupan pribadi dokter. Dalam hal ini dokter
mempunyai hak atas privacy tentang kehidupan pribadinya sehingga pasien
harus menghormati hak dokter atas privacy.
Hak untuk menerima balas jasa atau honorarium yang pantas. Hak ini telah diakui dan diterima sejak dulu. Permasalahan dapat timbul apabila
15
16