portofolio etik informed consent -ok

24
PORTOFOLIO KASUS ETIK INFORMED CONSENT PADA PASIEN FRAKTUR TIBIA-FIBULA SINISTRA 1/3 DISTAL APOSISI JELEK TERBUKA Diajukan kepada Yth. dr. Gunawan Santosa Disusun oleh : dr. Dedi Pujo Purnomo No. ID 2011.011.04.26.Unsoed Pendamping : dr. Gunawan Santosa NIP. 19670620 200212 1 003 1

Upload: ario-sabrang

Post on 23-Oct-2015

110 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Portofolio Etik Informed Consent -OK

PORTOFOLIOKASUS ETIK

INFORMED CONSENTPADA PASIEN FRAKTUR TIBIA-FIBULA SINISTRA 1/3

DISTAL APOSISI JELEK TERBUKA

Diajukan kepada Yth.

dr. Gunawan Santosa

Disusun oleh : dr. Dedi Pujo Purnomo

No. ID 2011.011.04.26.Unsoed

Pendamping : dr. Gunawan Santosa

NIP. 19670620 200212 1 003

RSUD DR. R. GOETENG TAROENADIBRATAPURBALINGGA

2012

1

Page 2: Portofolio Etik Informed Consent -OK

PORTOFOLIO KASUS ETIK

Borang Portofolio

No. ID dan Nama Peserta : 2011.011.04.26.Unsoed / dr.Dedi Pujo Purnomo

No. ID dan Nama Wahana : RSUD DR.R. Goeteng Taroenadibrata

Topik : Informed consent pada pasien fraktur tibia-fibula sinistra 1/3

distal aposisi jelek terbuka

Tanggal (kasus) : 26 Mei 2012

Pendamping : dr. Gunawan Santosa

Obyektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Ti Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi:

Perempuan 35 tahun datang dengan post kecelakaan lalu lintas

Tujuan:

Megkaji aspek etik dalam prosedur informed consent

Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

DATA PASIEN

Nama : Ny. S

Usia : 35 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Penaruban 2/2 Kaligondang, Purbalingga

No. RM : 48.75.41

Tanggal Masuk : 3 Mei 2012

2

Page 3: Portofolio Etik Informed Consent -OK

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis / Gambaran Klinis:

Keluhan Utama : post kecelakaan lalu lintas

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien baru datang dengan post kecelakaan lalu lintas sepeda motor vs

sepeda motor waktu terjadi sadar, sampai igd sadar, pusing, perdarahan di

kaki kiri bagian bawah, kaki kiri sulit digerakan, tidak muntah, tidak nyeri

dada, tidak sesak, tidak nyeri perut.

2. Riwayat pengobatan:-

3. Riwayat kesehatan/ penyakit:-

4. Riwayat keluarga:-

5. Riwayat pekerjaan: -

6. Kondisi lingkungan social dan fisik:

Lingkungan social baik dan status ekonomi cukup, seorang IRT.

7. Riwayat Imunisasi:-

Daftar Pustaka:

- Grace , Pierce A., Borley , Neil R . At a Glance Ilmu Bedah .ed.

3.2006. Jakarta:PT. Erlangga.

- R . Sjamsuhidajat , Wim de Jong, Buku – Ajar Ilmu Bedah, eds. 1,

2005, Jakarta:EGC

- Schwartz. et al. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Ed. 6. jakarta:

penerbit buku kedokteran EGC, 2000.

- UK Clinical Ethics Network. Available at http://www.ethics-

network.org.uk/Cases/archive.htm

- World Medical Association Ethics Unit . Available at

http : //www.wma.net

Hasil pembelajaran:

1. Aspek etik informed consent pada pasien dewasa kompeten

3

Page 4: Portofolio Etik Informed Consent -OK

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:

1. Subyektif

Keluhan Utama : post kecelakaan lalu lintas

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien baru datang dengan post kecelakaan lalu lintas sepeda motor vs

sepeda motor waktu terjadi sadar, sampai igd sadar, pusing, perdarahan

di kaki kiri bagian bawah, kaki kiri sulit digerakan, tidak muntah, tidak

nyeri dada, tidak sesak, tidak nyeri perut.

Riwayat Penyakit Dahulu: -

Riwayat Penyakit Keluarga: -

Anamnesis Sistem

• Demam (-)

• Sistem Cerebrospinal : dbn

• Sistem Cardiovaskular : dbn

• Sistem Respirasi : dbn

• Sistem Gastrointestinal : dbn

• Sistem Genitourinari : dbn

• Sistem Muskuloskeletal : regio cruris sinistra

Look: jejas (+), perdarahan (+), deformitas (+)

Move:gerak aktif/pasif terbatas, nyeri gerak (+)

Feel:krepitasi(+)

• Sistem Integumen : vulnus laceratum 5cm regio cruris sinistra

2. Obyektif

Keadaan Umum: cukup/ compos mentis

Tanda Vital

Tekanan darah : 130/80 mmhg

Nadi : 96 kali/menit, regular, kuat angkat

Pernapasan : 18 kali/menit

Suhu : 36,7C

Kepala : hematom (-), konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-

Leher : fraktur cervical (-)

Thorax

4

Page 5: Portofolio Etik Informed Consent -OK

Cor : S1,2 tunggal, murni, murmur (-)

Pulmo : simetris kanan = kiri, ketertinggalan gerak (-), sonor

+/+, vesikuler +/+, Ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen : Flat, supel, peristaltik (+) normal, timpani, turgor/elastisitas dbn,

hepar/ lien ttb.

Ekstremitas : regio cruris sinistra Look: jejas (+), perdarahan (+),

deformitas (+)Move:gerak aktif/pasif terbatas, nyeri gerak (+)Feel:krepitasi(+)

Genitourinaria: dbn

3. Assessment (penalaran klinis):

Fraktur cruris sinistra terbuka dd suspek fraktur tibia-fibula sinistra terbuka

4. Plan:

Diagnosis :

Fraktur cruris sinistra terbuka dd suspek fraktur tibia-fibula sinistra terbuka

Pengobatan :

- Oksigenasi O2 3 lpm

- IVFD RL 20 tpm

- Inj. Ats 1500 iu im

- Inj. Cefotaxim 2x 1 gram iv (test)

- Inj. Ketorolak 3x 1ampul iv

- Pasang spalk

- Rawat bedah dan konsul dr. Sp.OT

Penunjang

Rontgent cruris sinistra

Laborat cito : darah rutin, pt/aptt, gol. Darah, hbsAg, ureum, creatinin,

SGOT/SGPT

Tinjauan masalah etika

Dokter bedah memeberikan informasi secara lisan kepada pasien dan keluarga

pasien mengenai penyakit, pengobatan, tindakan yang dilakukan serta komplikasi

yang mungkin terjadi jika dilakukan tindakan pembedahan ataupun tidak dilakukan

tindakan pembedahan.

5

Page 6: Portofolio Etik Informed Consent -OK

Setelah memberikan informasi secara lisan kepada pasien dan keluarga pasien,

serta terjadi persetujuan untuk dilakukan tindakan operasi, dokter meminta keluarga

pasien untuk menandatangani persetujuan tindakan medik atau informed consent.

Tetapi dokter tidak meminta persetujuan tindakan medik secar otententik atau tertulis

dari pasien. dimana dalam kasus ini pasien dapat dikategorikan mampu atau cakap

untuk membuat keputusannya sendiri.

Purbalingga, 26 Mei 2012

Mengetahui,

(dr. Gunawan Santosa)

PEMBAHASAN

6

Page 7: Portofolio Etik Informed Consent -OK

Dalam dunia kedokteran, praktik kedokteran merupakan suatu pemberian

bantuan secara individual oleh dokter kepada pasien berupa pelayanan medis.

Hubungan antara dokter dan pasien yang terjadi dalam pelayanan medis itu

merupakan hubungan yang sangat pribadi dan disebut sebagai transaksi terapeutik

yang merupakan bagian penting dalam seluruh sistem pelayanan kesehatan dan tidak

terlepas dari berbagai faktor telah mengakibatkan hubungan antara dokter dan pasien

semakin tidak pribadi.

Berkaitan dengan hal tersebut untuk memberikan kepastian dan perlindungan

hukum terhadap mereka, maka diperlukan peran hukum yang dapat mengayomi. Di

antara bagian terpenting dari aspek hukum dari relasi dokter - pasien adalah mengenai

informed consent. Informed consent adalah suatu istilah yang digunakan dalam

literature asing untuk menyebut ‘hak pasien atas informasi dan hak pasien untuk

memberikan persetujuan‘.

Informed Consent atau Persetujuan Tindakan Medik merupakan proses

komunikasi antara dokter dan pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan

dilakukan dokter terhadap pasien yang kemudian dilanjutkan dengan

penandatanganan formulir Informed Consent secara tertulis. Hal ini didasari atas hak

seorang pasien atas segala sesuatu yang terjadi pada tubuhnya serta tugas utama

dokter dalam melakukan penyembuhan terhadap pasien sebagai bentuk pelayanan

medis.

Informed consent bertujuan untuk memberikan perlindungan pasien terhadap

tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar

pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya. Selain itu informed

consent juga berfungsi untuk memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap

suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern tidak tanpa

resiko dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko (inherent risk).

Penentuan nasib sendiri adalah nilai, sasaran dalam informed consent, dan inti

sari permasalahan informed consent adalah alat. Secara konkrit persyaratan informed

consent adalah untuk setiap tindakan baik yang bersifat diagnostik maupun terapeutik

didasarkan pada persetujuan pasien yang bersangkutan.

Dalam Pasal 2 Peraturan Mentri Kesehatan No.585/Men.Kes/Per/IX/1989

dinyatakan bahwa semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus

mendapat persetujuan. Persetujuan dimaksud diberikan setelah pasien mendapat

7

Page 8: Portofolio Etik Informed Consent -OK

informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta

risiko yang dapat ditimbulkannya.

Persetujuan tindakan medis bisa dibicarakan dari dua sudut, pertama

membicarakan persetujuan tindakan medis dari dari pengertian umum dan kedua

membicarakan persetujuan tindakan medis dari pengertian khusus.

Dalam pelayanan kesehatan sering pengeertian kedua lebih dikenal yaitu

persetujuan tindakan medis yang dikaitkan dengan persetujuan atau izin yang didapat

dari pasien atau lebih sering dari keluarga pasien untuk melakukan tindakan opertaif

atau tindakan invasive yang biasanya mempunyai risiko. Oleh karena itu dulu

persetujuan tindakan medis jenis ini sering disebut surat izin operasi, surat persetujuan

pasien, surat perjanjian dan lain-lain istilah yang dirasa sesuai oleh Rumah Sakit atau

Dokter yang merancang surat persetujuan atau surat izin operasi ini.

Dari pandangan dokter atau rumah sakit tujuan dari surat ini adalah agar

pasien atau keluarga pasien mengetahui bahwa operasi dan tindakan medis ini harus

ditempuh dan dokter telah diberi izin untuk melakukan tindakan tersebut. Jika pasien

sudah mengerti sepenuhnya dan memberikan persetujuan (izinnya) maka barulah

dokter atau dokter spesialis dapat melaksanakan tindakannya. Demikian pula tindakan

medik lain yang mengandung risiko, misalnya aortografi. Sebagai lanjutan kepada

pasien akan dimintakan untuk menandatangani suatu formulir sebagai tanda bukti

persetujuannya.

Harus diadakan perbedaan antara Persetujuan atau izin pasien yang diberikan

secara lisan pada saat dokter dan pasien memperoleh kesepakatan, dengan

Penandatanganan formulir tersebut oleh pasien yang sebenarnya merupakan

pelaksanaan kelanjutan dari apa yang sudah disepakati bersama dan sudah diperoleh

pada waktu dokter memberikan penjelasannya secara lisan.

Oleh karena itu sebelum pasien memberikan persetujuannya diperlukan

beberapa masukan sebagai berikut:

a. Penjelasan lengkap mengenai prosedur yang akan digunakan dalam tindakan

medis tertentu (yang masih berupa upaya, percobaan) yang diusulkan oleh

dokter serta tujuan yang ingin dicapai (hasil dari upaya, percobaan),

b. Deskripsi mengenai efek-efek sampingan serta akibat-akibat yang tak

dinginkan yang mungkin timbul,

c. Diskripsi mengenai keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh pasien

d. Penjelasan mengenai perkiraan lamanya prosedur berlangsung

8

Page 9: Portofolio Etik Informed Consent -OK

e. Penjelasan mengenai hak pasien untuk menarik kembali persetujuan tanpa

adanya prasangka (jelek) mengenai hubungannya dengan dokter dan

lembaganya.

f. Prognosis mengenai kondisi medis pasien bila ia menolak tindakan medis

tertentu (percobaan) tersebut.

Pernyataan tanda setuju secara tertulis dengan penandatanganan formulir

hanya untuk memudahkan pembuktian jika pasien kelak menyangkal telah

memberikan persetujuannya. Dengan sudah ditandatanganinya formulir tersebut maka

jika pasien menyangkal, pasien harus membukikan bahwa ia tidak diberikan

informasi. Namun jika hanya ditandatangani saja oleh pasien tanpa diberikan

informasi yang jelas terlebih dahulu oleh dokternya, maka secarik kertas itu secara

yuridis tidak merupakan bukti kuat bagi sang dokter. Karena pasien dianggap belum

“informed” sehingga belum terdapat suatu kesepakatan dalam arti yang sebenarnya.

Dengan perkataan lain belum ada “consent” yang “informed” dari pasien sebagai

mana sudah diatur didalam PerMenKes No. 585 tersebut.

A. Bentuk persetujuan tindakan medik

Ada dua bentuk persetujuan tindakan medis yaitu:

1. Implied Consent (dianggap diberikan)

2. Express Consent (dinyatakan)

Implied consent umumnya diberikan dalam keadaan normal, artinya

dokter dapat menangkap persetujuan tindakan medis tersebut dari isyarat yang

dilakukan atau diberikan pasien. Misalnya kalau dokter mau mengatakan mau

menginjeksi pasien, dia menyingsingkan lengan baju atau menurunkan

celananya. Express Consent dintyatakan secara ;lisan dan dapat pula dinyatakan

secara tertulis dalam tindakan medis invasive dan mengendung risiko, dokter

sebaiknya mendpatkan persetujuan tindakan medis secara tertulis. Sebetulnya

inilah yang umum dikenal di rumah sakit surat izin operasi.

B. Informasi

Hal lain yang perlu diketahui adalah informasi atau penjelasan apa

sebaiknya yang disampaikan kepada pasien sebelum tindakan medis dilakukan.

Dalam PermenKes tentang persetujuan tindakan medis hal ini dinyatakan bahwa

9

Page 10: Portofolio Etik Informed Consent -OK

dokter harus menyampaikannya kepada pasien diminta atau tidak diminta.

Artinya harus disampaikan, informasi itu meliputi:

1. Diagnose

2. Terapi dan kemungkinan alternative terapi lain

3. Cara kerja dan pengalaman dokter yang melakukannya

4. Kemungkinan perasaan sakit atau perasaan lain (misalnya gatal-gtal)

5. Risiko

6. Keuntungan terapi

7. Prognosa

C. Persetujuan

Berpedoman kepada PerMenKes tentang persetujuan tindakan medis

maka yang menadatangani perjanjian adalah pasien sendiri yang sudah dewasa

(diatas 21 tahun atau telah menikah) dan dalam keadaan sehat mental. Dalam

banyak perjanjian tindakan medis yang ada selama ini, penandatanganan

persetujuan ini sering tidak dilakukan oleh pasien sendiri, tetapi oleh

keluarganya. Hal ini mungkin berkaitan dengan kesangsian terhadap persiapan

mental pasien untuk menerima penjelasan tindakan opersi dan tindakan medis

ynang invasive tadi serta keberanian untuk menandatangani surat tersebut,

sehingga beban demikian diambil alih oleh keluarga pasien.

Untuk pasien dibawah umur 21 tahun, dan pasien penderita gangguan

jiwa yang menadatanganinya adalah orangtua/wali/keluarga terdekat. Untuk

pasien dalam keadaan tidak sadar, atau pingsan serta tidak didampingi oleh

keluarga terdekat dan secara medis berada dalam keadaan gawat atau darurat

yang memerlukan tindakan medis segera, maka tidak diperlukan persetujuan

dari siapapun (pasal 11 BAB IV PerMenKes No.585).

D. Saksi

Mengenai saksi untuk keamanan sebaiknya dalam persetujuan tindakan

medis dari kalangan keluarga pasien dan dari kalangan rumah sakit turut serta

menadatangani persetujuan ini. Mengenai banyaknya saksi tidak terdapat

pedoman, begitu pula dengan hubungan atau kedudukan saksi. Dalam konsep

yang diajukan, jumlah saksi sebanyak 2 orang dengan pertimbangan satu

mewakili pihak pasien dan satu lagi mewakili pihak dokter atau rumah sakit.

10

Page 11: Portofolio Etik Informed Consent -OK

Pada hakekatnya informed consent adalah untuk melindungi pasien dari segala

kemungkinan tindakan medis yang tidak disetujui atau tidak diizinkan oleh pasien

tersebut, sekaligus melindungi dokter (secara hukum) terhadap kemungkinan akibat

yang tak terduga dan bersifat negatif. Yang tidak boleh dilupakan adalah dalam

memberikan informasi tidak boleh bersifat memperdaya, menekan atau menciptakan

ketakutan sebab ketiga hal itu akan membuat persetujuan yang diberikan menjadi

cacat hukum. Sudah seharusnya informasi diberikan oleh dokter yang akan

melakukan tindakan medis tertentu, sebab hanya ia sendiri yang tahu persis mengenai

kondisi pasien dan segala seluk beluk dari tindakan medis yang akan dilakukan. Lagi

pula dalam proses mendapatkan persetujuan pasien, tidak menutup kemungkinan

terjadi diskusi sehingga memerlukan pemahaman yang memadai dari pihak yang

memberikan informasi.

Ada sebagian dokter menganggap bahwa informed consent merupakan sarana

yang dapat membebaskan mereka dari tanggung jawab hukum jika terjadi malpraktek.

Anggapan seperti ini keliru besar dan menyesatkan mengingat malpraktek adalah

masalah lain yang erat kaitannya dengan pelaksanaan pelayanan medis yang tidak

sesuai dengan standar. Meskipun sudah mengantongi informed consent tetapi jika

pelaksanaannya tidak sesuai standar maka dokter tetap harus bertanggung jawab atas

kerugian yang terjadi.

Hubungan antara pasien dengan rumah sakit, dalam hal ini terutama dokter,

memang merupakan hubungan antara penerima dengan pemberi jasa. Hubungan

antara dokter dan pasien pada umumnya berlangsung sebagai hubungan biomedis

aktif-pasif. Namun perlu disadari bahwa dokter tidak bisa disamakan dengan

pemberi/penjualan jasa pada umumnya. Hubungan ini terjadi pada saat pasien

mendatangi dokter/pada saat pasien bertemu dengan dokter dan dokter pun

memberikan pelayanan maka sejak itulah terjadi suatu hubungan hukum.

Hubungan pasien dengan dokter adalah suatu Perikatan Berusaha (Inspannings-

verbintenia) yaitu dimana dalam melaksanakan tugasnya dokter berusaha untuk

mnyembuhkan atau memulihkan kesehatan pasien. Dalam memberikan jasa ini dokter

tidak boleh dan tidak mungkin dapat memberikan jaminan/garansi kepada pasiennya.

Dan dokter juga tidak dapat dipersalahkan begitu saja apabila hasil usahanya itu tidak

sesuai dengan yang diharapkan, sepanjang dalam melakukannya dokter telah

mematuhi standart profesi dan menghormati hak-hak pasien.

11

Page 12: Portofolio Etik Informed Consent -OK

Pasien umumnya hanya dapat menerima saja segala sesuatu yang dikatakan

dokter tanpa dapat bertanya apapun. Dengan kata lain, semua keputusan sepenuhnya

berada ditangan dokter. Dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat

terhadap hak-haknya, maka pola hubungan demikian ini juga mengalami perubahan

yang sangat berarti. Pada saat ini secara hukum dokter adalah partner dari pasien yang

sama atau sederajat kedudukannya, pasien mempunyai hak dan kewajiban teertentu

seperti halnya dokter.

Berbicara mengenai hak-hak pasien dalam pelayanan kesehatan, secara umum

hak pasien tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

1. Kewajiban memberikan informasi medis

2. Kewajiban melaksanakan nasihat dokter atau tenaga kesehatan

3. Kewajiban memenuhi aturan-aturan pada kesehatan

4. Kewajiban untuk berterus terang apabila timbul masalah dalam hubungannya

dengan dokter atau tenaga kesehatan

5. Kewajiban memberikan imbalan jasa

6. Menyimpan rahasia pribadi dokter yang diketahuinya

Berdasarkan pada perjanjian terapeutik yang menimbulkan hak dan kewajiban

bagi para pihak, dokter juga mempunyai hak dan kewajiban sebagai pengemban

profesi. Hak-hak dokter sebagai pengemban profesi dapat dirumuskan sebagai

berikut:

1. Hak memperoleh informasi yang selengkap-lengkapnya dan sejujur-jujurnya

dari pasien yang akan digunakannya bagi kepentingan diagnosis maupun

terapeutik.

2. Hak atas imbalan jasa atau honorarium terhadap pelayanan yang diberikannya

kepada pasien.

3. Hak atas itikad baik dari pasien atau keluarganya dalam melaksanakan

transaksi terapeutik.

4. Hak membela diri terhadap tuntutan atau gugatan pasien atas pelayanan

kesehatan yang diberikannya.

5. Hak untuk memperoleh persetujuan tindakan medic dari pasien atau

keluarganya.

12

Page 13: Portofolio Etik Informed Consent -OK

Disamping hak-hak tersebut, dokter juga mempunyai kewajiban yang harus

dilaksanakan yaitu sebagai berikut:

1. kewajiban untuk memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi,

yaitu dengan cara melakukan tindakan medis dalam suatu kasus yang konkret

menurut ukuran tertentu yang didasarkan pada ilmu medis dan pengalaman.

2. Kewajiban untuk menghormati hak-hak pasien, antara lain rahasia atas

kesehatan pasien bahkan setelah pasien meninggal dunia.

3. Kewajiban untuk memberikan informasi pada pasien dan/atau keluarganya

tentang tindakan medis yang dilakukannya dan risiko yang mungkin terjadi

akibat tindakan medis tersebut.

4. Kewajiban merujuk pasien untuk berobat ke dokter lain yang mempunyai

keahlian/kemampuan yang lebih baik.

5. Kewajiban untuk memberikan pertolongan dalam keadaan darurat sebagai

tugas perikemanusiaan.

Berkaitan dengan hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self

determination) sebagi dasar hak asasi manusia, dan hak atas informasi yang dimiliki

pasien tentang penyakitnya dan tindakan medik apa yang hendak dilakukan dokter

terhadap dirinya, hal ini sesuai dengan Declaration of Lisbon (1981) yaitu :

1. Pasien berhak memilih dokternya secara bebas. Seseorang mempunyai hak

unutuk memilih dokter yang ia harapkan dapat memberikan suatu pertolongan.

Pada dasarnya hubungan dokter dengan pasien dilandasi oleh suatu kepercayaan.

Meskipun demikian, seseorang memilih dokter mungkin didasarkan atas

beberapa pertimbangan lain, seperti: a. keadaan sosial ekonomi pasien, b.

kepopuleran dokter, c. kelengkapan peralatan kedokteran, d. jarak tempat antara

dokter dan pasien, atau e. prestise pasien.

2. Pasien berhak menerima atau menolak tindakan pengobatan sesudah ia

memperoleh informasi yang jelas

a. Salah satu hak pasien yang penting dalam hukum kedokteran adalah hak

atas informasi. Setiap manusia dewasa dan berpikiran sehat berhak

menentukan apa yang hendak dilakukan terhadapnya. Setiap pembedahan

atau tindakan invasif lainnya harus memperoleh persetujuan pasien

terlebih dahulu. Untuk itu, dokter harus menjelaskan tindakan dengan

bahasa yang dapat dimengerti pasien. Informasi ini meliputi:

13

Page 14: Portofolio Etik Informed Consent -OK

1) tindakan yang diambil,

2) resikonya,

3) kemungkinan akibat yang timbul berikut jenis tindakan yang

dilakukan untuk dapat mengatasinya,

4) Kemungkinan yang akan terjadi bila tindakan tidak dilakukan, dan

5) Prognosis

b. Informasi yang diberikan disampaikan dalam bahasa yang sederhana,

tetapi cukup lengkap. Pasien harus dibimbing agar dapat memutuskan

secara mandiri dan bertanggung jawab. Persetujuan pasien atas tindakan

setelah diinformasikan terlebih dahulu disebut informed consent. Dokter

juga harus tahu kapan informasi itu tidak baik diberikan, misalnya bila

informasi tersebut akan menambah keadaan sakit pasien atau jika pasien

masih di bawah umur sehingga tidak dapat memahami informasi yang

diberikan, informasi itu bisa diberikan kepada keluarga pasien.

3. Pasien berhak mengakhiri atau memutuskan hubungan dengan dokternya dan

bebas untuk memilih atau menggantinya dengan dokter lain. Dengan perkataan

lain, dokter tidak berhak mencegah/melarang/menghalangi pasien yang ingin

berobat ke dokter lain. Dalam situasi tertentu kadang-kadang pasien memerlukan

pertolongan dokter yang biasa dihubungi, misalnya karena pindah kerja ke

tempat lain, dan sebagainya. Jika pasien tidak sedang dalam perawatan aktif

dokternya terdahulu, dokter lain bebas menerimanya sebagai pasien. Bila

sebaliknya kemudian dia memilih untuk berkonsultasi dengan dengan dokter

lain, ia seharusnya menyadari bahwa dokter tersebut akan menolak untuk

merawatnya kecuali bila pasien tersebut mengakhiri hubungan dengan dokter

yang terdahulu. Hal yang sama juga terjadi jika pasien ingin beralih dari dokter

umum ke dokter spesialis. Dokter spesialis tidak akan menerima pasien tersebut

tanpa persetujuan dokter umumnya. Seseorang dokter dapat mengambil alih

pasien yags sedang dalam perawatan aktif dokter lain, tetapi ia harus segera

memberitahukannya kepada dokter yang bersangkutan.

4. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat

klinis dan pedapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar. Seseorang yang

sedang berada dalam keadaan sakit, apapun yang dideritanya berhak untuk

ditolong oleh seorang dokter. Dalam menjalankan praktek kedokterannya

seorang dokter tidak terbatas pada satu bidang ilmu kedokteran saja, terutama

14

Page 15: Portofolio Etik Informed Consent -OK

dalam keadaan darurat. Yang menjadi batasnya adalah rasa tanggung jawab dan

kemampuan dari dokter itu. Pertolongan yang diterima pasien hendaknya

merupakan usaha tertinggi dari dokter yang bersangkutan

5. pasien berhak atas privacy yang harus dilindungi, ia pun berhak atas sifat

kerahasiaan data-data mediknya.

6. Pasien berhak mati secara bermartabat dan terhormat.

7. Pasien berhak menerima/menolak bimbingan moril ataupun spiritual.

8. Pasien berhak mengadukan dan berhak atas penyelidikan pengaduannya serta

berhak diberi tahu hasilnya.

Di sisi lain dokter juga mempunyai hak, yaitu :

1. Hak untuk menolak bekerja di luar standar profesi medik. Seseorang dokter

dapat saja menolak untuk melakukan tindakan medik tertentu walaupun pihak

pasien mendesaknya. Penolakan ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa

pasien itu meminta tindakan medis yang menurut prosedur yang dikenal dan

dilakukan dalam profesi medik. Hal ini perlu ditegakkan agar setiap dokter

memperoleh kepastian bahwa tindakan-tindakannya perlu dipercayai sebagai

suatu tidakan medik yang profesional.

2. Hak untuk menolak tindakan yang tidak sesuai dengan kode etik profesi dokter.

Hak ini dimiliki oleh dokter agar setiap dokter diberi kesempatan untuk

menjaga martabat profesinya.

3. Hak untuk memilih pasien dan mengakhiri hubungan dengan pasien, kecuali

dalam keadaan gawat darurat. Hal ini dimiliki dokter untuk memiliki hak

pribadinya, berdasarkan pertimbangan dokter itu sendiri. Misalnya dalam

hubungan itu timbul hal-hal yang kurang baik yang akan mengganggu

integritas profesi kedokteran. Akan tetapi, hak ini hanya terbatas pada keadaan

yang bukan termasuk keadaan gawat darurat. Pasien masih berkesempatan

untuk mencari dokter lain tanpa resiko pada keselamatan.

4. Hak atas privacy dokter. Dalam hubungan dokter dengan pasien dapat saja

pasien ingin mengetahui kehidupan pribadi dokter. Dalam hal ini dokter

mempunyai hak atas privacy tentang kehidupan pribadinya sehingga pasien

harus menghormati hak dokter atas privacy.

Hak untuk menerima balas jasa atau honorarium yang pantas. Hak ini telah diakui dan diterima sejak dulu. Permasalahan dapat timbul apabila

15

Page 16: Portofolio Etik Informed Consent -OK

16