pkp ut raha

24
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar pada prinsipnya belajar adalah usaha memperoleh perubahan tingkah laku. Prinsip ini mengandung makna bahwa ciri utama dari proses belajar adalah ada-nya perubahan tingkah laku dalam diri individu. Artinya seseorang yang telah mengalami belajar akan berubah tingkah lakunya. Tujuan belajar pada hakikat-nya adalah proses perubahan kepribadian meliputi kecakapan, sikap, kebiasaan dan kecerdasan. Perubahan itu bersifat menetap dalam tingkah laku sebagai hasil latihan atau pengalaman. Tingkah laku ini dapat diperoleh melalui proses pembe-lajaran yang dilakukan oleh guru. Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara siswa dengan siswa, siswa dengan sumber belajar dan siswa dengan guru. Kegiatan pembelaja- ran akan bermakna bagi siswa jika dilakukan dalam lingkungan yang aman dan nyaman. Belajar bermakna adalah proses dikaitkannya informasi baru terhadap konsep- konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil peristiwa mengajar ditandai terjadinya hubungan antar aspek, konsep, informasi atau situasi dengan komponen-komponen yang relevan dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep atau fakta belaka, tetapi lebih merupakan kegiatan internalisasi antar konsep guna menghasilkan pemahaman yang utuh. Agar tercapai pembelajaran bermakna, guru harus berusaha mengeta- hui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan memadukannya dengan pengetahuan baru. Dengan kata lain, belajar lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan cara mengaktifkan secara maksimal potensi inderawi mereka dari pada hanya mendengarkan.

Upload: operator-warnet-vast-raha

Post on 02-Jul-2015

402 views

Category:

Government & Nonprofit


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pkp ut raha

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar pada prinsipnya belajar adalah usaha memperoleh perubahan

tingkah laku. Prinsip ini mengandung makna bahwa ciri utama dari proses

belajar adalah ada-nya perubahan tingkah laku dalam diri individu. Artinya

seseorang yang telah mengalami belajar akan berubah tingkah lakunya. Tujuan

belajar pada hakikat-nya adalah proses perubahan kepribadian meliputi

kecakapan, sikap, kebiasaan dan kecerdasan. Perubahan itu bersifat menetap

dalam tingkah laku sebagai hasil latihan atau pengalaman. Tingkah laku ini

dapat diperoleh melalui proses pembe-lajaran yang dilakukan oleh guru.

Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara siswa dengan

siswa, siswa dengan sumber belajar dan siswa dengan guru. Kegiatan pembelaja-

ran akan bermakna bagi siswa jika dilakukan dalam lingkungan yang aman dan

nyaman.

Belajar bermakna adalah proses dikaitkannya informasi baru terhadap konsep-

konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan

belajar sebagai hasil peristiwa mengajar ditandai terjadinya hubungan antar aspek,

konsep, informasi atau situasi dengan komponen-komponen yang relevan dalam

struktur kognitif siswa.

Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep atau fakta belaka, tetapi lebih

merupakan kegiatan internalisasi antar konsep guna menghasilkan pemahaman

yang utuh. Agar tercapai pembelajaran bermakna, guru harus berusaha mengeta-

hui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan memadukannya

dengan pengetahuan baru. Dengan kata lain, belajar lebih bermakna jika anak

mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan cara mengaktifkan secara

maksimal potensi inderawi mereka dari pada hanya mendengarkan.

Page 2: Pkp ut raha

Dalam proses pembelajaran perlu dikembangkan antara kedaulatan siswa de-

ngan otoritas pendidik (guru), antara pembentukan kemampuan mempertanyakan

dan kesediaan melestarikan. Dengan terbentuknya kemampuan mempertanyakan

dan kesediaan menerima nilai-nilai lingkungan dalam jalinan yang selaras akan

terbentuk masyarakat belajar, masyarakat yang dapat menghadapi segala peru-

bahan dan permasalahan dengan sikap terbuka dan mempunyai pendekatan yang

kreatif tanpa kehilangan sifat-sifat dasarnya, tanpa kehilangan jati dirinya (Raka

Joni, dalam Cony R. Semiawan (ed), 1991: 117). Bertolak dari hal ini maka pera-

nan kunci guru adalah melakukan pengendalian.

Salah satu realitas dalam pendidikan kita yang sukar diingkari dewasa ini

adalah lemahnya peran guru dalam pengembangan potensi pribadi siswa.

Sebagian besar yang dillakukan oleh guru tidak lain dari pada menyajikan

pengetahuan jadi yang harus diketahui dan dihafalkan oleh siswa. Fenomena

seperti ini sudah merupakan tradisi di perseko-lahan khususnya pembelajaran IPS

di sekolah dasar (SD). Iklim pembelajaran IPS d SD masih sarat dengan

pengajaran yang bersifat konseptual. Soeparjo Suwarma, (1991) menemukan

adanya anggapan di kala-ngan siswa bahwa mata pelajaran IPS merupakan mata

pelajaran yang menjemu-kan dan kurang menantang minat belajar siswa, bahkan

dipandang sebagai mata pelajaran kelas dua. Lebih lanjut Suwarma (1991)

mengemukakan bahwa, “kondisi pembelajaran IPS di sekolah belum mampu

memberikan sesuatu yang bermakna bagi siswa”.

Fenomena seperti yang dikemukakan tersebut di atas sudah merupakan

tradisi pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran IPS,

sebagai-mana pula dalam proses pembelajaran IPS yang terjadi pada SD Negeri

05 Poasia Kota Kendari. Kondisi pembelajaran seperti ini berdampak pada hasil

belajar siswa. Dari dokumen guru kelas V SDN 05 Poasia Kota Kendari tahun

ajaran 2012/2013 berupa hasil ulangan harian, khususnya materi kegiatan per-

ekonomian di Indonesia menunjukan dari 27 siswa terdapat 17 siswa atau 62,

Page 3: Pkp ut raha

96% siswa yang berada di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang dite-

tapkan untuk mata pelajaran IPS yaitu “70”.

Kenyataan tersebut disebabkan karena guru dalam mengajarkan IPS belum

mampu mengembangkan kemampuan berpikir siswa pada hal-hal yang bersifat

problematis. Oleh sebab itu guru dalam merancang pembelajaran IPS perlu me-

nyajikan hal-hal yang bersifat menantang. Karena sifat dari pembelajaran IPS

adalah memberikan pengetahuan fungsional terhadap siswa agar mampu meme-

cahkan masalah sosial yang dihadapi seiring dengan perkembangan dan perubah-

an social yang multi kompleks.

Dalam pembelajaran IPS guru dituntut untuk mampu menstimuli siswa

untuk berpikir reflektif, artinya bagaimana guru merancang pembelajarannya

agar siswa aktif, kreatif dan tanggap akan berbagai permasalahan yang ada, ke-

mudian mencari solusinya berdasarkan pengetahuan dan pemahamannya yang di-

peroleh sebelumnya. Jadi dalam hal ini siswa diberikan kesempatan untuk

merefleksikan pemikirannya untuk memecahkan berbagai permasalahan yang di-

munculkan atau muncul dalam kelas pada saat berlangsungnya proses pembela-

jaran di kelas.

Untuk mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan perlu dilakukan suatu upaya

yang dapat mendukung berlangsungnya proses pembelajaran IPS yang menye-

nangkan yaitu dengan menerapkan model pembelajaran inovatif. Salah satu

model pembelajaran inovatif dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas V

SDN 05 Poasia Kota Kendari adalah melalui model pembelajaran kooperatif tipe

Teams Game Tournament (TGT).

Atas dasar latar belakang masalah seperti yang dikemukakan tersebut di atas

peneliti melakukan penelitian tentang: “Penerapan Model Pembelajaran Ko-

operatif Tipe Teams Game Tournament (TGT) Dalam meningkatkan hasil belajar

siswa kelas V SDN 05 Poasia Kota Kendari.

Page 4: Pkp ut raha

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka, rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah: “Apakah penerapan model pembelajaran

Kooperatif tipe Teams Game Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil

belajar IPS siswa kelas V SDN 05 Poasia Kota Kendari?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa

kelas V SDN 05 Kota Kendari melalui penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe Teams Game Tournament (TGT).

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi:

1. Siswa

Manfaat penelitian ini bagi siswa adalah dapat menstimuli siswa untuk

berpikir. Karena melalui model pembelajaran ini siswa diberi kuis untuk

mencarikan jawaban terhadap kuis yang diberikan dalam bentuk permain-

an (game)

2. Guru

Kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran semakin profe-

sional sehingga membuat siswa senang belajar, dan pada akhirnya akan

ber-dampak pada hasil belajar siswa.

3. Sekolah

Manfaat penelitian ini bagi sekolah adalah, kualitas sekolah akan sema-

kin meningkat, seiring dengan kemampuan guru dalam mengelola proses

pembelajaran yang berkualitas, karena dalam proses pembelajaran dikelola

oleh guru yang professional.

Page 5: Pkp ut raha

II. KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Belajar dan Pembelajaran

1. Hakikat belajar

Belajar hakikatnya adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya

pada diri seseorang. Perubahan hasil dari proses belajar dapat diindikasikan

dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman siskap

dan tingkah laku, kecakapan, keterampilan dan kemampuan, serta peru-

bahan aspek-aspek yang lain yang ada pada individu yang belajar.

Seperti yang dikemukakan oleh George J. Mouly (dalam Trianto,

2011: 9) dalam bukunya Psychology for Effective Teaching, bahwa belajar

pada dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku seseorang berkat

adanya pengalaman. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Kimble dan

Garmezi (dalam Trianto, 2011: 9) yang menyatakan bahwa belajar adalah

perubahan tingkah laku yang relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari

pengalaman. Sedangkan Gerry dan Kingsley (dalam Trianto, 2011: 9)

menyatakan bahwa belajar pada dasarnya merupakan proses perubahan

tingkah laku orisinal melalui pngalaman dan latihan-latihan.

Anthony Robbins (dalam Trianto, 2011: 15) mendefinisikan belajar

sebagai proes menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang

baru. Dari definisi ini dimensi belajar terdiri dari beberapa unsur, yaitu: (1)

penciptaan hubungan, (2) sesuatu hal (pengetahuan) yang sudah dipahami,

dan (3) sesuatu (pengetahuan) yang baru. Jadi dalam makna belajar, di sini

bukan berangkat dari sesuatu yang benar-benar belum diketahui (nol),

tetapi merupakan keter-kaitan dari dua pengetahuan yang sudah ada dengan

pengetahuan baru.

Pandangan Anthony Robbins senada dengan yang dikemukakan oleh

Jerome Brunner dalam (Romberg & Kaput, 1999, dalam Trianto, 2011:

15), bahwa belajar adalah suatu proses aktif di mana siswa membangun

Page 6: Pkp ut raha

(mengkonstruk) pengetahuan baru berdasarkan pada pengalaman/ penge-

tahuan yang sudah dimilikinya.

Dengan demikian, inti dari belajar adalah adanya perubahan tingkah

laku karena adanya suatu pengalaman. Perubahan tingkah laku tersebut da-

pat berupa perubahan keterampilan, kebiasaan, sikap, pengetahuan, pema-

haman, dan apresiasi. Adapun pengalaman dalam proses belajar adalah

bentuk interaksi antara individu dengan lingkungannya. Jadi, belajar dapat

diartikan sebagai proses pe-rubahan perilaku tetap dari belum tahu menjadi

tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi lebih

terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat

bagi lingkungan maupun individu itu sendiri.

2. Konsep Pembelajaran

Pembelajaran dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan

antara pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih

kompleks pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru

untuk membela-jarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan

sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.

Dalam makna ini jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi

dua arah dari seorang guru dan pe-serta didik, di mana antara keduanya

terjadi komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju suatu target

yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dalam konteks inilah kemudian diperlukan kurikulum atau

pengetahuan apa yang diinginkan siswa dan bagaimana cara yang efektif

untuk mendapatkannya. Keefektifan pembelajaran adalah hasil guna yang

diperoleh setelah pelaksanaan proses pembelajaran. Efisiensi dan

keefektifan pembelajaran dalam proses in-teraksi belajar yang baik adalah

segala daya upaya guru untuk membantu siswa agar bisa belajar dengan

baik.

Page 7: Pkp ut raha

Sistem pembelajaran dalam pandangan konstruktivis menurut Hudoyo

(1998 dalam Trianto, 2011: 19) memiliki ciri (a) siswa terlibat aktif dalam

belajarnya. Siswa belajar materi (pengetahuan) secara bermakna dengan bekerja

dan berpikir, dan (b) informasi baru harus dikaitkan dengan informasi sebe-

lumnya sehingga menyatu dengan sckemata yang dimiliki siswa.

Implikasi ciri-ciri pembelajaran dalam pandangan konstruktivis adalah pe-

nyediaan lingkungan belajar yang konstruktif. Lingkungan belajar yang kon-

struktif menurut Hudoyo (1998 dalam Trianto, 2011: 19) adalah lingkungan be-

lajar yang, (1) menyediakan pengalaman belajar yang mengaitkan pengetahuan

baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sehingga belajar merupakan

proses pembentukan pengetahuan, (2) menyediakan berbagai alternatif pengala-

man belajar, (3) mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi realistis dan

relevan dengan melibatkan pengalaman konktet, (4) mengintegrasikan pembe-

lajaran yang memungkinkan terjadinya interaksi dan kerja sama siswa, (5) me-

manfaatkan berbagai media agar pembelajaran lebih menarik, dan (6) melibat-

kan siswa secara emosional dan sosial sehingga pelajaran lebih menarik dan sis-

wa mau belajar.

3. Hasil Belajar

Hasil belajar dapat dimaknai yakni, perubahan-perubahan yang terjadi pada

diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor seba-

gai hasil dari kegiatan belajar. Oleh Nawawi dalam K. Ibrahim (2007: 39) me-

nyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberasilan siswa

dalam mempelajari materi pembelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor

yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.

Secara sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah

kemam-puan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar. Karena

belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk

memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam

kegiatan pembe-lajaran atau kegiatan instruksional, biasanya guru menetapkan

Page 8: Pkp ut raha

tujuan pembe-lajaran. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil

mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional.

Untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dicapai telah sesuai dengan tujuan

yang dikehendaki dapat diketahui melalui evaluasi. Sebagaimana dikemukakan

oleh Sunal (1993: 94), bahwa evaluasi merupakan proses penggunaan informasi

untuk membuat pertimbangan seberapa efektif suatu program telah memenuhi

kebutuhan siswa. Selain itu dengan dilakukannya evaluasi atau penilaian ini da-

pat dijadikan feedback atau tindak lanjut atau bahkan cara untuk mengukur

tingkat penguasaan siswa.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut teori Gestalt, belajar merupakan suatu proses perkembangan. Arti-

nya bahwa secara kodrati jiwa raga siswa mengalami perkembangan. Perkem-

bangan sendiri memerlukan sesuatu baik yang berasal dari diri siswa sendiri

maupun pengaruh dari lingkungannya. Berdasarkan teori ini hasil belajar siswa

dipengaruhi oleh dua hal, siswa itu sendiri maupun lingkungannya. Pertama,

siswa; dalam arti kemampuan berpikir atau kemampuan intelektual, motivasi,

minat, dan kesiapan siswa, baik jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan;

yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru, sumber belajar,

metode serta dukungan lingkungan, keluarga dan lingkungan sosial.

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Wasliman (2007: 158 dalam Trianto

2011: 13), hasil belajar yang dicapai oleh siswa merupakan hasil interaksi anta-

ra berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal mapun eksternal.

Kualitas pembelajaran di sekolah sangat ditentukan oleh guru, sebagaimana di-

kemukakan oleh Wina Sanjaya (2006: 50), bahwa guru adalah komponen yang

sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Berdasar-

kan pendapat ini dapat ditegaskan bahwa salah satu faktor eksternal yang sangat

berperan dalam mempengaruhi hasil belajar siswa adalah guru. Guru dalam

proses pembelajaranmemegang peranan yang sangat penting.

Page 9: Pkp ut raha

Dengan demikian jelaslah bahwa hasil belajar siswa merupakan hasil dari

suatu proses yang di dalamnya terlibat sejumlah faktor yang mempengaruhinya.

Tinggi rendahnya hasil belajar seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor terse-

but. Rusefendi (1991: 7 dalam Ahmad Susanto, 20013: 14) mengidentifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar ke dalam sepuluh macam, yaitu

kecerdasan, kesiapan siswa, bakat siswa, kemauan belajar, minat siswa, model

penyajian materi, pribadi dan sikap guru, suasana belajar, kompetensi guru, dan

kondisi masyarakat.

Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan siswa dalam belajartergantung pada

faktor dari dalam diri siswa dan faktor dari luar siswa. Hal ini sejalan dengan

yang dikemukakan oleh Sudjana (1989: 39), bahwa hasil belajar yang dicapai

oleh siswa dipengaruhi oleh oleh dua faktor utama, yakni faktor dalam diri sis-

wa dan factor yang dating dari luar diri siswa. Faktor kemampuan sangat besar

pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa.

B. Proses Belajar Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

1. Hakikat Proses Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial

Proses belajar mengajar merupakan proses pendidikan dalam rangka mem-

bentuk pribadi siswa, mengembangkan ilmu pengrtahuan serta untuk membe-

rikan keterampilan dalam menerapkan ilmu pengetahuan tersebut di masyarakat

(Darmodihardjo, 1987: 19). Guru di dalam kelas menjelaskan bahan pelajaran

sekaligus menanamkan nilai yang terkandung di dalam mata pelajaran tersebut,

diiringi oleh suatu harapan bahwa keterampilan yang didapatkan oleh siswa

dari mata pelajaran tersebut akan memberikan manfaat serta akan bermakna

dalam kehidupan nyata di masyarakat. Sudjana (1995: 28) mengemukakan

“Belajar adalah proses yang aktif mereaksi terhadap semua situasi yang ada di

sekitar individu, diarahkan kepada tujuan, berupa proses berbuat melalui ber-

bagai pengalaman, meliat, mengamati dan memahami sesuatu yang kemudian

dapat digunakan untuk mengubah tingkah laku dan sikap. Mengajar adalah pro-

Page 10: Pkp ut raha

ses, mengatur, mengorganisir lingkungan yang ada di sekitar siswa dalam mela-

kukan proses belajar”

Jadi penekanannya di sini adalah aktivitas dan kreativitas guru untuk

tanggap terhadap segala situasi yang terjadi di dalam kelas pada saat menya-

jikan mata pelajaran IPS, agar tujuan dan sasaran pembelajaran dapat dengan

mudah dicerna oleh siswa sesuai dengan tujuan yang diharapkan untuk dicapai.

Lebih lanjut Sudirman (1996: 14) mengatakan “Proses belajar mengajar akan

senantiasa merupakan proses kegiatan interaksi antar unsur dua manusiawi,

yakni siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar,

dengan siswa sebagai subyek pokoknya. Dalam proses interaksi antara siswa

dengan guru, dibutuhkan komponen pendukung yang edukatif”

Sehubungan dengan maksud tersebut di atas Wahab, et.al. (1986: 34) me-

negaskan: “Guru IPS dalam merencanakan pelajaran dapat menciptakan sua-

sana yang demokratis-kreatif, dimana siswa terlibat secara aktif sebagai subyek

maupun obyek pelajaran. Siswa dapat belajar secara demokratis. Pengertian

belajar demokratis ini dapat diartikan sebagai suatu upaya merubah diri siswa

dalam meningkatkan kemampuannya sesuai dengan potensi dan kemampuan

serta minat siswa tersebut. Apa pun strategi belajar mengajar yang digunakan

dalam proses pembelajaran, haruslah diusahakan agar kadar keterlibatan mental

siswa setinggi mungkin”

Penekanannya di sini adalah bahwa antara guru-siswa merupakan dua

insan yang sama. Maka oleh sebab itu perlu diwujudkan suatu suasana lingku-

ngan belajar yang akrab, penuh kekeluargaan, bersahabat, jauh dari ketegangan,

harmonis, menyadari bahwa siswa adalah insan individu dan insan sosial yang

unik, holistik yang perlu harus diperhatikan sesuai dengan kodratnya. Sehu-

bungan dengan itu Pramutadi (1990: 79) yang didukung oleh Toeti Soekamto

(1992: 97) mengemukakan bahwa, keberhasilan suatu kegiatan belajar menga-

jar sangat ditentukan oleh kemampuan guru dalam menyampaikan dan

mengorganisasikan bahan pelajaran serta pengelolaan kelas. Bahan pelajaran

Page 11: Pkp ut raha

yang disampaikan guru dalam proses belajar mengajar di kelas harus benar-

benar dipahami, dimengerti, dan dikuasai oleh guru. Keberhasilan proses bela-

jar mengajar di kelas didukung oleh keberhasilan mengajar dari guru.

Selanjutnya Kosasih (1993: 89), mengemukakan bahwa, kualias suatu pe-

ngajaran diukur dan ditentukan oleh sejauh mana kegiatan belajar mengajar ter-

tentu dapat merupakan alat perubah tingkah laku individu, ke arah yang sesuai

dengan tujuan yang telah ditetapkan. Sehubungan dengan itu maka guru dalam

mengelola kegiatan belajar mengajar di kelas hendaknya mampu mengembang-

kan pola interaksi antara berbagai pihak yang terlibat di dalamnya. Dengan

demikian keberhasilan belajar mengajar tergantung pula pada aktivitas komu-

nikasi yang terjadi antara guru dengan siswa. Sehubungan dengan hal ini

Kosasih (1989: 12) mengingatkan bahwa guru harus pandai-pandai member-

kan motivasi kepada siswa untuk terbuka, kreatif, responsif, transaktif, inter-

aktif, dan evaluatif. Klem and Baker dalam Dadi Permadi (1990: 4) mengatakan

bahwa, terdapat dua aspek yang perlu dimilki oleh seorang guru dalam me-

ngemban misi kependidikan yaitu interpersonal skill, cognitive skill, dan moti-

vasi. Oleh karena itu kemampuan atau kompetensi yang menjadi tuntutan bagi

seorang guru sudah jelas ada perbedaan dengan tuntutan profesi yang lain.

Guru yang profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan

keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas

dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Dengan kata lain,

guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta

memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya (Agus F. Tamyong, 1987: 59).

Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya memperoleh

pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau teknik di

dalam kegiatan belajar mengajar serta menguasai landasan-landasan kepen-

didikan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, mengajar adalah suatu per-

buatan yang kompleks dan rumit, yang merupakan penggunaan secara integratif

Page 12: Pkp ut raha

dari sejumlah keterampilan untuk menyampaikan sejumlah informasi atau pe-

san. Pengintegrasian keterampilan tersebut harus pula dilandasi oleh seperang-

kat pe-ngetahuan teori dan diarahkan oleh suatu wawasan, sedangkan aplika-

sinya di lapangan tejadi secara unik, dalam arti secara simultan.

Proses belajar mengajar IPS merupakan suatu kegiatan yang dapat

membangkitkan minat, perhatian siswa, dapat melibatkan setiap siawa, mendo-

rong siswa untuk berdialog termasuk berdialog dengan dirinya sendiri. Dalam

hal ini seyogyanya guru harus mampu menciptakan kondisi dan situasi belajar

mengajar yang mengundang melibatkan dan mendorong siswa untuk aktif ber-

partisipasi. Oleh sebab itu guru dituntut terampil dalam menggunakan metode

dan sumber belajar

.

2. Hakekat dan Tujuan IPS di Sekolah Dasar

Untuk memperoleh pemahaman tentang Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

maka berikut ini akan disajikan beberapa pengertian yang berkenaan dengan

IPS yaitu sebagaimana dikemukakan oleh Soemantri (1997: 97) yaitu,

Pendidikan IPS adalah rekonstruksi dari disiplin ilmu pendidikan dan disiplin

ilmu-ilmu sasial, humaniora, yang diorgniasir dan disajikan secara psikologis

dan ilmiah untuk tujuan pendidikan. Karena pendidikan IPS ruang lingkupnya

menyangkut kegiatan dasar manusia maka bahannya bukan hanya mencakup

ilmu-ilmu sosial dan humaniora tetapi juga segala gerak kegiatan dasar manusia

seperti agama, scince-teknologi, seni dan sebagainya yang dapat memperkaya

pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

Secara khusus Soemantri (1997: 97) memberikan batasan pengertian Pen-

didikan Ilmu Pengetahuan Sosial pada tingkat pendidikan dasar dan menengah

yaitu, “Merupakan penyederhanaan disiplin ilmu-ilmu soaial yang diorganisir

dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis-psikologis untuk mencapai tujuan

institusional sekolah”.

Page 13: Pkp ut raha

Lebih lanjut Wesley dalam Rafiuddin (1999: 8) menyatakan, Ilmu Pengeta-

huan Sosial adalah ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan pendi-

dikan. Demi kegunaannya dibidang pendidikan maka materi ilmu-ilmu sosial

itu disederhanakan sehingga sesuai dengan tingkat perkembangan subyek didik.

Menurut Wiyono (1995: 5) tujuan pemelajaran IPS di sekolah dikelom-

pokkan atas 4 komponen sebagai berikut:

a. Memberikan kepada siswa pengetahuan (knowledge) tentang pengalaman

manusia dan kehidupan bermasyarakat pada masa lalu, masa kini dan masa

yang akan datang.

b. Membantu siswa mengembangkan keterampilan (skills) untuk mencari dan

mengolah informasi serta/memproses informasi.

c. Membantu siswa untuk mengembangkan nilai/skap (values) demokratis

dalam kehidupan bermasyarakat.

d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengambil bagian/serta peran

dalam kehidupan sosial (social participation).

Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai mata pelajaran tidak hanya membekali

ilmu pengetahuan saja tetapi lebih dari itu membekali sikap dan nilai, serta ke-

terampilan dalam kehidupannya di masyarakat, bangsa dengan berbagai karak-

teristiknya. Sebagai mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial di Sekolah Dasar

bertolak dari kondisi nyata di masyarakat dengan tujuan memanusiakan manu-

sia melalui seluruh aspek kehidupan lingkungan masyarakatnya sendiri terma-

suk lingkungan sosial, dan lingkungan sekitarnya.

Pandangan lain menyatakan bahwa “ Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

di sekolah dasar lebih menitik beratkan pada bagaimana mendidik siswa untuk

mengenal, memahami dan mampu mengaplikasikan pengetahuan, keterampilan,

nilai dan moral dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa” (Kosasih:

1996: 99).

Page 14: Pkp ut raha

Sehubungan dengan penjelasan di atas maka pendidikan IPS yang meru-

pakan salah satu mata pelajaran di sekolah dasar bertujuan agar peserta didik

mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang berguna

bagi dirinya dalam kehidupan sehari-hari (Depdikbud: 65). Sasaran akhir pem-

belajaran IPS tidak hanya berorientasi pada penguasaan pengetahuan dan

keterampilan, tetapi lebih ditekankan pada proses untuk mencapai penguasaan

pengetahuan bagi peserta didik dalam menghadapi kehidupannya.

C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Game Tournament (TGT)

1. Hakikat Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan

sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembela-

jaran dalam tutorial. Sukamto, dkk (dalam Nurulwati, 2000: 10) mengemuka-

kan maksud dari model pembelajaran adalah: “Kerangka konseptual yang melu-

kiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar

untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi

para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas

pembelajaran. Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Enggen dan Kauchak

menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka dan arah bagi gu-

ru untuk mengajar.

Menurut Johnson (dalam Samani, 2000: 34), untuk mengetahui kualitas

model pembelajaran harus dilihat dari dua aspek, yaitu proses dan produk.

Aspek proses mengacu apakah pembelajaran mampu menciptakan situasi

belajar yang menyenangkan (joyful learning) serta mendorong siswa untuk

aktif belajar dan berpikir kreatif. Aspek produk mengacu apakah pembelajaran

mampu mencapai tujuan yai-tu, meningkatkan kemampuan siswa sesuai de-

ngan standar kemampuan atau kompetensi yang ditentukan. Dalam hal ini se-

Page 15: Pkp ut raha

belum melihat hasilnya, terlebih dahulu aspek proses sudah dapat dipastikan

berlangsung baik.

Model pembelajaran merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Joice & Weil berpendapat

bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digu-

nakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang),

merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di

kelas atau yang lain (Joice & Weil, 1980: 1). Model pembelajaran dapat dija-

dikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang

sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya.

2. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah

menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi de-

ngan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling mem-

bantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakekat sosial dan

penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran

kooperatif.

Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pembelajaran

yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan ber-

sama (Eggen and Kauchak, 1996: 279). Pembelajaran kooperatif disusun dalam

usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, menfasilitasi siswa dengan penga-

laman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta

memberi kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama siswa

yang berbeda latar belakangnya. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk men-

capai suatu bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhu-

bungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat dalam kehidupan

di luar sekolah.

Page 16: Pkp ut raha

Struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka

hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan ter-

sebut. Tujuan-tujuan pembelajaran ini mencakup tiga jenis tujuan penting, yaitu

hasil belajar akademik, peneriman terhadap keragaman, dan pengembangan kete-

rampilan social (Ibrahim, dkk, 2000: 7).

Pembelajaran koperatif memberi efek terhadap penerimaan yang luas ter-

hadap keragaman ras, budaya dan agama, strata sosial kemampuan, dan ketidak

mampuan (Ibrahim, dkk, 2000: 9). Pembelajaran kooperatif memberikan peluang

ke-pada siswa yang beda latar belakang dan kondisi untuk bekerja sama satu

dengan yang lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur

penghargaan koperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.

Pembelajaran kooperatif bertitik tolak dari pandangan John Dewey dan

Herbert Thelan (dalam Ibrahim, 2000) yang menyatakan pendidikan dalam ma-

syarakat yang demokratis seyogiyanya mengajarkan proses demokratis secara

langsung. Tingkah laku koperatif dipandang oleh Dewey dan Thelan sebagai da-

sar demokrasi, dan sekolah dipandang sebagai laboratorium untuk mengembang-

kan tingkah laku demokrasi. Keterampilan sosial atau koperatif berkembang se-

cara signifikan dalam pembelajaran koperatif. Pembelajaran koperatif sangat te-

pat digunakan untuk melatihkan keterampilan-keterampilan kerjasama dan kola-

borasi, dan juga keterampilan-keterampilan tanya jawab (Ibrahim, dkk, 2000: 9).

Pembelajaran kooperatif dapat berjalan sesuai dengan harapan, dan siswa da-

pat bekerja secara produktif dalam kelompok, maka siswa perlu diajarkan kete-

rampilan-keterampilan koperatif. Keterampilan koperatif tersebut berfungsi un-

tuk melancarkan peranan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja da-

pat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, se-

dangkan peranan tugas dapat dilakukan dengan membagi tugas antar anggota

kelompok.

Page 17: Pkp ut raha

3. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Terdapat enam langkah utama dalam tahapan di dalam pelajaran yang meng-

gunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah tersebut dapat ditunjukkan

pada Tabel 2.2 di bawah ini:

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan

dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai

pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan

demonstrasi atau lewat bahan bacan

Fase-3

Mengorganisasikan siswa ke

dalam kelompok koperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya mem-

bentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelom- pok

agar melakukan transisi secara efisien

Fase-4

Membimbing kelompok

bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat

mereka mengerjakan tugas mereka

Fase-5

Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah

dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan

hasil belajarnya.

Fase-6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya

maupun hasil belajar individu dan kelompok

Sumber: Ibrahim, dkk. (2000: 10)

4. Teams Group Tournament (TGT)

Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Group Tournament (TGT), atau

Pertandingan Permainan Tim dikembangkan secara asli oleh David De Vries

Kerth Edward (1955). Pada model ini siswa memainkan permainan dengan

Page 18: Pkp ut raha

anggota-anggota tim lain untuk menambah tambahan poin untuk skor tim

mereka.

TGT dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran, dari ilmu-ilmu eksak,

ilmu-ilmu sosial maupunbahasa dari jenjang pendidikan dasar (SD, SMP) hingga

perguruan tinggi. TGT sangat cocok untuk mengajar tujuan pembelajaran yang

yang dirumuskan dengan tajam dengan satu jawaban benar. Meski demikian,

TGT juga dapat diadaptasi dengan tujuan yang dirumuskan dengan kurang tajam

dengan menggunakan penilaian yang bersifat terbuka, misalnya esay atau kinerja

(Nur & Wikandari, 2000: 2007)

5. Langkah-langkah Pembelajaran Teams Group Tournament (TGT)

Secara runut implementasinya TGT terdiri dari empat komponen utama,

antara lain: (1) Persentasi guu (sama dengan STAD), (2) Kelompok belajar (sama

dengan STAD); (3) Turnamen dan (4) Pengenalan kelompok.

a. Guru menyiapkan:

Kartu Soal

Lembar Kerja Siswa (LKS)

Alat/Bahan

b. Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya lima orang)

c. Guru mengarahkan aturan permainannya

Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut. Seperti pada model STAD,

pada TGT siswa ditempatka dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang

merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan etnis. Guru

menyediakan pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam tim mereka untuk me-

mastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersbut. Akhir-

nya, seluruh siswa dikenai kuis, pada waktu kuis ini mereka tidak dapat saling

membantu.

Page 19: Pkp ut raha

b. Aturan (Skenario Permainan)

Dalam satu permainan terdiri dari kelompok pembaca, kelompok penantang I,

kelompok penantang II, dan seterusnya sejumlah kelompok yang ada.

Kelompok pembaca bertugas: (1) Ambil kartu bernomor dan cari pertanyaan

pada lembar permainan; (2) Baca pertanyaan keras-keras ; dan (3) Beri jawaban.

Kelompok penantang kesatu bertugas: (1) Menyetujui pembaca atau member

awaban yang berbeda dan (2) Cek lembar jawaban. Kegiatan ini dilakukan secara

begiliran (games ruler)

Secara lengkap mekanisme game ruler untuk tiga tim ditunjukkan pada gambar 2.2

.

Gambar 2.1 Games Rules

Gambar; 2.1 Game Rules

PEMBACA

PENANTANG II PENANTANG I

Tourname

Team A High, Average, Average, Low

Tournament

Table Tournament

Table Tournament

Table Tournament

Table

Tim B High, Average, Average, Low

Tim C High, Average, Average, Low

Page 20: Pkp ut raha

c. Sistem Penghitungan Poin

Skor siswa dibandingkan dengan rerata skor yang lalu mereka sendiri, dan

poin diberikan berdasarkan pada seberapa jauh siswa menyamai atau melam-paui

prestasi yang lalunya sendiri. Poin tiap anggota tim ini dijumlah untuk menda-

patkan skor tim, dan tim yang mencapai kriteria tertentu dapat diberi sertifikat atau

ganjaran (award) yang lain.

Page 21: Pkp ut raha

III. Pelaksanaan Penelitian Perbaikan Pembelajaran

A. Subyek, Tempat, dan Waktu Penelitian, Pihak yang Membantu

1. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN 05 Poasia Kota

Kendari yang terdaftar dan aktif pada semester ganjil tahun ajaran

2013/2014 sebanyak 27 Siswa, dan guru kelas V SDN 05 Poasia Kota

Kendari.

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada SDN 05 Poasia Kota Kendari pada

semester ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran

2013/2014

3. Pihak yang Membantu

Dalam pelaksanaan penelitian perbaikan pembelajaran ini dibantu oleh

teman sejawat sebagai observer.

B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran

Rencana tindakan mengganbarkan prosedur pengembangan penelitian

tindakan kelas yang meliputi: (1) perencanaan (2) pelaksanaan tindakan (3)

observasi dan evaluasi, serta (4) refleksi.

Adapun jenis kegiatan setiap tindakan adalah sebagai berikut:

Page 22: Pkp ut raha

1. Tahap Perencanaan

Kegiatan ini diawali dengan orientasi, yaitu studi pendahuluan sebelum tin-

dakan penelitian dilakukan. Dalam hal ini dilakukan bersama oleh guru dan

peneliti terhadap praktek pembelajaran yang dilakukan oleh guru di dalam

kelas.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka disusunlah rencana tindakan yang

hendak dilaksanakan berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) selama

proses pelaksanaan pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembe-

lajaran koperatif tipe TGT. Selain itu, pada tahap perencanaan ini peneliti juga,

mengkomuni-kasikan lembar observasi yang akan digunakan oleh observer

pada saat proses pembelajaran berlangsung.

2. Pelaksanaan Tindakan

Yaitu praktek pembelajaran yang nyata berdasarkan rencana tindakan yang

telah disusun bersama sebelumnya. Tindakan ini ditujukan untuk memperbaiki

ke-adaan atau proses pembelajaran.

3. Observasi dan Evaluasi

Yaitu pendokumentasian terhadap proses tindakan. Pada tahap ini observer

mengobservasi segala tindakan atau aktivitas yang dilakukan oleh guru dengan

menggunakan lembar observasi dalam proses pembelajaran ketika mengguna-

kan model pembelajaran koperatif tipe TGT dalam pembelajaran IPS. Pada se-

tiap akhir tindakan dilakukan tes tindakan untuk mengetahui peningkatan hasil

belajar setiap siklus tindakan yang dilakukan oleh guru.

Page 23: Pkp ut raha

4. Refleksi

Refleksi dilakukan untuk menemukan, mengkaji dan merenungkan kembali

tindakan yang telah dilakukan. Dan refleksi ini dilakukan pada setiap akhir

pelaksanaan suatu tindakan. Refleksi dilakukan secara kolaboratif antara

peneliti dengan observer, dimaksudkan untuk menemukan dan merekonstruksi

makna situasi sosial, serta untuk mendapatkan dasar bagi perbaikan rencana

tindakan selanjutnya. Keempat tahap tersbut di atas dapat digambarkan dalam

bagan seperti berikut:

Gambar 3.1 Skema Pelaksanaan PTK (Tim Pelatih Proyek PGSM, 1999: 27)

Pelaksanaan Tindakan Tindakan I Permasalahan

Alternatif Pemecahan (Rencana Tindakan)

Siklus I

Terselesaikan Refleksi I Analisis Data I

(Evaluasi) Observasi I (Monitoring

Pelaksanaan Tindakan II

Alternatif Pemecahan (Rencana Tindakan)

Belum Terselesaikan

Siklus II

Analisis Data II (Evaluasi)

Observasi II (Monitoring)

Refleksi II Terselesaikan

BELUM TERSELESAIKAN

Page 24: Pkp ut raha

C. Teknik Analisis Data

Data dalam penelitian ini terdiri dari data kualitaif dan data kuantitatif. Data

kualitatif dimaksudkan untuk mendapatkan data tentang proses pelaksanaan

pembelajaran ketika guru menggunakan model pembelajaran TGT dalam proses

pembelajaran IPS. Data kualitatif ini diperoleh melalui observasi dengan

menggunakan lembar observasi.

Sedangkan data kuantitatif dimaksudkan untuk memperoleh data tentang

hasil belajar siswa ketika guru menggunakan model pembelajaran koperatif tipe

TGT dalam pembelajaran IPS. Data kuantitatif ini diperoleh melalui hasil tes

pada setiap siklus tindakan.

Berdasarkan perolehan data tersebut, maka selanjutnya dilakukan analisis.

Data kualitaif dianalisis secara deskriptif kualitatif, berdasarkan hasil observasi

dari observer. Sedangkan data kuantitatif dianalisis secara deskriptif kuantitatif

dengan menggunakan rumus:

Jumlah jawaban yang benar X 100%

Tingkat Pengguasaan = Jumlah Soal maksimal

Mames dalam Rustam (2010: 53)

Persentase (%) ketuntasan:

Jumlah Siswa Yang Tuntas X 100%

Jumlah Siswa