bab 1 ut raha
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang harus
diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Sarana pelayanan kesehatan/sarpelkes (Rumah Sakit,
Klinik, Laboratorium, Puskesmas) adalah institusi pelayanan kesehatan bagi
masyarakat dengan karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan
kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan
pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. Rumah Sakit
harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya
manusia, kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan peralatan sebagaimana
dimaksud meliputi peralatan medis dan nonmedis harus memenuhi standar
pelayanan, persyaratan keamanan, keselamatan dan laik pakai. Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit Pasal 16 ayat 2, peralatan medis sebagaimana dimaksud diatas harus
diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas Kesehatan
dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.
Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan salah satu kebutuhan
dasar yang diperlukan setiap orang. Hal ini telah didasari sejak berabad-abad
yang lalu, dari bentuk pelayanan kesehatan oleh murid-murid Aesculapius
yang dikenal dengan persaudaraan Aesculapid di Yunani, yang merupakan
kumpulan para ahli kedokteran modern pada zamannya dengan Aesculapius
sebagai maha gurunya dan Hippocrates dengan sumpahna untuk menjunjang
tinggi profesi kedokteran. Dan seterusnya sampai saat ini para ahli kedokteran
dan kesehatan senantiasa berusaha meningkatkan mutu dirinya, profesinya,
maupun peralatan kedokerannya demikian pula, kemampuan manajerial
1
kesehatan, khususnya manajemen mutu pelayanan kesehatan juga
ditingkatkan.
Memasuki abad ke 21, yang semakin maju, adalah sudah seharusnya,
bahwa pendekatan mutu paripurna yang berorientasi pada kepuasan
pelanggan atau pasien menjadi strategi utama bagi organisasi pelayanan
kesehatan di Indonesia, agar supaya tetap eksis, ditengah persaingan global
yang semakin ketat.
Pada tahun 2003, kawasan Asia Tenggara akan menjadi kawasan
perdagangan bebas. Pada tahun 2010, Negara-negara maju di kawasan Asia
Pasifik akan membuka pintunya lebar-lebar bagi komoditi dan jasa yang kita
hasilkan. Sebaliknya pada tahun 2020, kita harus membuka lebar pasaran kita
untuk menerima komoditi dan jasa dari Negara maju.
Hal ini berarti bahwa pada saat itu, kita harus mampu bersaing, khususnya
dalam pelayanan kesehatan, tidak hanya dengan sesame sejawat dalam negeri,
namun benar-benar harus mampu bersaing dengan sejawat Negara lain yang
mungkin lebih maju atau bahkan sangat maju atau sangat professional.
Salah satu strategi yang paling tepat dalam mengantisipasi adanya
persaingan adalah melalui pendekatan mutu paripurna (Total Quality
Management) atau peningkatan mutu berkelanjutan (Continue Quality
Improvement) dalam pelayanan kesehatan yang berorientasi selain pada
proses pelayanan yang bermutu, juga mutu pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan keinginan pelanggan atau pasien, dengan motto yang masih actual
sampai saat ini “Pasien adalah Raja di Rumah Sakit atau Puskesmas”, suatu
pergesaran paradigm yang seharusnya terjadi, bukan “Dokter yang menjadi
raja di rumah sakit atau puskesmas”.
Semuanya ini jelas memerlukan upaya-upaya yang cukup kompleks.
Untuk itu semua jajaran dari pejaat struktural dan pejabat fungsional dapat
meningkatkan kemampuan profesionalnya, namun juga yang paling penting
adalah mengubah sikap mental pejabat yang ingin dilayani menjadi pelayan
kesehatan yang dipercaya.
2
Organisasi pelayanan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas,
praktek dokter, apotek, laboratorium dan sebagainya pada dasarnya adalah
organisasi jasa pelayanan umum. Oleh karenanya rumah sakit dan puskesmas
dan organisasi pelayanan kesehatan lainnya sebagai pelayanan pelayan
masyarakat perlu memiliki karakter mutu pelayanan kesehatan prima yang
sesuai denga harapan pasien, selain diharapkan membentuk pelayanan medis
yang bermutu. Hal tersebut seharusnya disadari oleh para manajer kedokteran
dan kesehaan di segala lapisan dan kedudukan termasuk tenaga medis,
paramedik, apotek, laboratorium, petugas dapur, petugas transportasi
ambulance, petugas kebersihan dan seluruhnya.
Dalam sebuah organisasi pemecahan masalah dan pembuatan keputusan
adalah salah satu dari proses manajemen yang sangat penting khususnya
dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Hal ini dikarenakan bahwa
pada hakekatnya fungsi-fungsi manajemen lainnya dilatar belakangi oleh
adanya sebuah keputusan yang diambil oleh seorang manajer yang kemudian
secara hirarkis dibuat oleh lini-lini manajemen di tingkat staf-staf yang
diperlukan. Selain itu, masalah pengambilan keputusan merupakan hal yang
paling mendasar dimiliki oleh decision maker demi kesuksesan sebuah
organisasi. Pemahaman terhadap akar permasalahan adalah hal yang dominan
sehingga pengambilan keputusan dapat dipertanggungjawabkan. Pengambilan
keputusan juga mutlak dibutuhkan bagi manajer pelayanan kesehatan dengan
usaha meminimalisir resiko, pemanfaatan dan penghematan anggaran serta
efisiensi dan efektivitas sebuah kegiatan agar menjamin kualitas sebuah
pelayanan kesehatan.
Rumah sakit seyogyanya mempertimbangkan bahwa pelayanan di rumah
sakit merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan
para profesional dibidang pelayanan kesehatan dan tingkat pelayanan yang
akan membangun suatu kontinuitas pelayanan. Maksud dan tujuannya adalah
menyelaraskan kebutuhan pasien dibidang pelayanan kesehatan dengan
pelayanan yang tersedia di rumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan,
kemudian merencanakan pemulangan dan tindakan selanjutnya. Hasilnya
3
adalah meningkatkan mutu pelayanan pasien dan efisiensi penggunaan
sumber daya yang tersedia di rumah sakit. Informasi diperlukan untuk
membuat keputusan yang benar tentang : Kebutuhan pasien yang mana yang
dapat dilayani rumah sakit, Pemberian pelayanan yang efisien kepada pasien
serta Transfer dan pemulangan pasien yang tepat ke rumah atau ke palayanan
lain.
Banyak harapan yang dikemukakan tentang mutu pelayanan kesehatan.
Dalam makalah ini akan diuraikan masalah yang berkaitan dengan
pemecahan masalah dan pembuatan keputusan, metode statistik, dan tentang
evaluasi pelayanan kesehatan.
Dikemukakan pula tentang standarisasi dan akreditasi pelayanan
kesehatan yang merupakan bagian dari kegiatan menjaga mutu pelayanan
kesehatan. Meskipun yang dikemukakan sebagian besar adalah standarisasi
dan akreditasi rumah sakit, namun apabila lebih dicermati berbagai hal dapat
menjadi acuan untuk Puskesmas maupun organisasi pelayanan kesehatan
yang lain.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi rumusan masalah yaitu
bagaimana Data Dan Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam penyusunan makalah ini ialah untuk mengetahui
Data Dan Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan.
4
BAB 1I
PEMBAHASAN
DATA DAN JAMINAN MUTU LAYANAN KESEHATAN
2.1 Pengertian
1. Data
Data merupakan salah satu hal utama yang dikaji dalam masalah
Teknologi Informasi dan Komunikasi. Penggunaan dan pemanfaatan data
sudah mencakup banyak aspek. Berikut adalah pembahasan definisi data
berdasarkan berbagai sumber.
Data menggambarkan sebuah representasi fakta yang tersusun secara
terstruktur, dengan kata lain bahwa “Generally, data represent a structured
codification of single primary entities, as well as of transactions involving
two or more primary entities .” (Vercellis, 2009: 6). Selain deskripsi dari
sebuah fakta, data dapat pula merepresentasikan suatu objek sebagaimana
dikemukakan oleh Wawan dan Munir (2006: 1) bahwa “Data adalah nilai
yang merepresentasikan deskripsi dari suatu objek atau kejadian (event) “
Dengan demikian dapat dijelaskan kembali bahwa data merupakan suatu
objek, kejadian, atau fakta yang terdokumentasikan dengan memiliki
kodifikasi terstruktur untuk suatu atau beberapa entitas.
2. Informasi
Informasi merupakan sesuatu yang dihasilkan dari pengolahan data. Data
yang sudah ada dikemas dan diolah sedemikian rupa sehingga menjadi
sebuah informasi yang berguna. Berikut adalah definisi informasi berdasarkan
berbagai sumber.
Informasi merupakan suatu hasil dari pemrosesan data menjadi sesuatu
yang bermakna bagi yang menerimanya, sebagaimana dikemukakan oleh
Vercellis (2009: 7) “Information is the outcome of extraction and processing
activities carried out on data, and it appears meaningful for those who
5
receive it in a specific domain .” Selain merupakan hasil dari pengolahan
data, informasi juga menggambarkan sebuah kejadian, sebagaimana
dikemukakan oleh Wawan dan Munir (2006: 1) bahwa “Informasi merupakan
hasil dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang menggambarkan suatu
kejadian-kejadian (event) yang nyata (fact) dengan lebih berguna dan lebih
berarti “.
Dengan demikian informasi dapat dijelaskan kembali sebagai sesuatu
yang dihasilkan dari pengolahan data menjadi lebih mudah dimengerti dan
bermakna yang menggambarkan suatu kejadian dan fakta yang ada.
3. Mutu
Banyak pengertian tentang mutu antara lain:
1. Mutu adalah tingkat kesempurnaan dan penampilan sesuatu yang sudah
diamati ( Wnston Dictionary, 1956 )
2. Mutu adalah sifat ang dimiliki oleh suatu progam ( Donabedian,1980 )
3. Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri suatu barang atau jasa yang
didalamnya terkandung pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan
para pengguna ( DIN ISO 8402, 1986 )
Jadi , Mutu ( quality ) dapat didefinisikan sebagai keseluruhan
karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuan dalam
memuaskan kebutuhan konsumen, baik kebutuhan yang dinyatakan maupun
kebutuhan yang tersirat. Mutu juga adalah suatu konsep yang multi dimensi,
artinya pengertiannya akan berbeda-beda dari orang per orang tergantung
pada kepentingan, latar belakang kehidupan, pendidikan, dan harapan
seseorang terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan.
Beberapa pengertian tentang mutu pelayanan kesehatan:
1. Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat
memuaskan setiap jasa pemakai pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
tingkat kepuasan rata- rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai
dengan standar dan kode etik profesi ( Azhrul Aswar,1996 )
6
2. Mutu pelayanan kesehatan adalah Memenuhi dan melebihi kebutuhan
serta harapan pelanggan melalui peningkatan yang berkelanjutan atas
seluruh proses. Pelanggan meliputi pasien, keluarga, dan lainnya yang
datang untuk mendapatkan pelayanan dokter, karyawan ( Mary R.
Zimmerman )
Pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan secara
sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan baik perorangan, keluarga, kelompok ataupun
masyarakat.
Pelayanan Medik Dasar adalah bagian dari pelayanan kesehatan yang
dilandasi ilmu klinik (clinical science). Pelayanan medik dasar merupakan
pelayanan medik perorangan yang meliputi aspek:
a. Pencehahan primer (health promotion & specific protection) yang dapat
dilakukan oleh tenga non medik dan medik/kesehatan
b. Pencegahan sekunder, yang terdiri dari deteksi dini dan pengobatan serta
pembatasan cacat
c. Pencegahan tersier, berupa rehabilitsi medik yang dilakukan oleh
dokter/perawat, sesuai dengan kompetensi yang berkaitan dengan
keahliannya.
Pelayanan kesehatan adalah tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan, yang di satu pihak menimbulkan kepuasan pelanggan
(pasien/klien) sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata pelanggan, serta di
pihak lain tatacara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan etika
profesi yang telah ditetapkan.
Secara umum pengertian mutu pelayanan kesehatan adalah derajat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan
standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di
rumah sakit atau puskesmas secara wajar, effisien, dan efektif serta diberikan
secara aman dan menuaskan secara norma , etika, hukum dan sosial budaya
7
dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah , serta
masyarakat konsumen.
Selain itu mutu pelayanan kesehatan diartikan berbeda sebagai berikut :
1. Menurut pasien/ masyarakat empati , menghargai, dan tanggap sesuai
dengan kebutuhan dan ramah.
2. Menurut petugas kesehatan adalah bebas melakukan segala sesuatu
secara profesional sesuai dengan ilmu pengetahuan, keterampilan , dan
peralatan yang memenuhi standar.
3. Menurut manajer / administrator adalah mendorong manager untuk
mengatur staf dan pasien/ masyarakat yang baik.
4. Menurut yayasan atau pemilik adalah menuntut pemilik agar memiliki
tenaga profesional yang bermutu dan cukup.
Untuk mengatasi adanya perbedaan dimensi tentang masalah peayanan
kesehatan seharusnya pedoman yang dipakai adalah hakekat dasar dari
diselenggaranya pelayanan kesehatan tersebut. Yang dimaksud hakekat dasar
tersebut adalah memenuhi kebutuhan dan tuntunan para pemakai jasa
pelayanan kesehatan yang apabila berhasil dipenuhi akan menimbulkan rasa
puas (client satisfaction) terhadap pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
Jadi yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk
pada ringkat pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri
setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu
pelayanan kesehatan. Sekalipun pengertian mutu yang terkait dengan
keputusan ini telah diterima secara luas , namun penerapannya tidaklah
semudah yang diperkirakan. Masalah pokok yang ditemukan ialah karena
kepuasan tersebut bersifat subjektif. Tiap orang, tergantung dari kepuasan
yang dimiliki, dapat saja memiliki tingkat kepuasan yang berbeda untuk satu
mutu pelayanan kesehatan yang sama. Disamping itu sering pula ditemukan
pelayanan kesehatan yang sekalipun dinilai telah memuaskan pasien, namun
8
ketika ditinjau dari kode etik serta standar pelayanan profesi, kinerjanya tetap
tidak terpenuhi.
Kesimpulan, Jadi mutu pelayanan kesehatan menunjuk pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan, di mana di satu pihak dapat menimbulkan
kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata- rata
penduduk, akan tetapi di pihak lain dalam tatacara penyelenggaraannya juga
sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan adalah suatu proses upaya yang
dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, obyektif dan terpadu
dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan berdasarkan standar yang telah ditetapkan
serta menentukan dan melaksanakan cara pemecahan masalah mutu sesuai
dengan kemampuan yang ada dan menilai hasil yang dicapai guna menyusun
saran trindaklanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
2.2 Data Dan Jaminan Mutu Layanan Kesehatan
1. Data dan informasi
Keberhasilan penerapan jaminan mutu layanan kesehatan sangat
bergantung pada ketersediaan informasi yang tapat dan akurat yang dapat
digunakan. Informasi adalah hasil pengumpulan data setelah data itu diolah,
dianalisis dan diinterprestasi. Suatu keputusan baru dapat dibuat setelah
informasi yang dierlukan tersedia. Ketetapan suatu keputusan yang diambil
akan bergantung pada keakuratan informasi yang tersedia dan ketersediaan
informasi yang tepat waktu.
Data yang terdapat dalam Tabel 19.1 adalah berat bdan bayi yang lahir di
puskesmas Sumberwaras dalam gram selama bulan Januari dan Februari
tahun 1999. Coba buat data tersebut menjadi informasi!
9
Berdasarkan rata-rata hitung berat badan bayi yang lahir pada bulan
Januari dan Februari, informasi yang diperoleh, antara lain:
Dalam bulan Januari rata-rata berat badab bayi lahir adalah 2933 g.
Dalam bulan Februari rata-rata berat badan bayi adalah 2700 g.
Dalam bulan februari rata-rata berat badan bayi lahir mengalami
penurunan.
Informasi tersebut dapat pula disajikan degan cara lain, yaitu dengan
membandingkan berat badan bayi lahir dengan bayi lahir dengan berat badan
bayi lahir normal (2500 gram), seperti berikut:
Table 19.1
Berat badan bayi lahir (dalam gram)
Januari Februari3500 27003300 22002800 29003400 31002200 24002900 24003100 28002400 31002800
26.400 21.600
Sumber: dikutip dari Mimeograph Modul Pemanfaatan Data, Pemecahan Masalah
Bersumber Daya Tim
Dalam bulan Jauari, 2 dari 9 kelahiran menghasilkan bayi dengan berat
badan di bawah 2500 gram atau berat badan bayi lahir rendah (BBLR).
Dalam bulan Februari, 3 dari 8kelahiran menghasilkan bayi dengan berat
badan di bawah 2500 gram atau berat badan bayi lahir rendah (BBLR)
10
Proporsi bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
mengalami peningkatan dalam bulan februari dan jika ditampilkan dengan
grafik akan terlihat seperti grafik di bawah ini.
Januari Februari0
5
10
15
20
25
Bayi BB normalBayi BB rendah
Perhitungan rata-rata berat badan bayi lahir tidak lazim dilakukan, yang
pentingdiketahui adalah jumlah bayi lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) karena diperlukan untuk melakukan tindak lanjut.
2. Sumber dan jenis data
Pengalaman dan pengamatan lapangan menunjukkan bahwa penggunaan
data dalam siklus pemecahan masalah mutu layanan kesehatan merupakan
salah satu matarantai kegiatan yang paling lemah. Oleh sebab itu, sumber,
jenis data, dan metode perolehan data perlu dijelaskan. Data yang berada di
lingkunga Puskesmas dapat berasal dari rekam medic, catatan puskesmas,
masyarakat, dan sebagainya. Data juga dapat dibagi menjadi dua jenis, data
kualitatif dan data kuantitatif. Selain itu data juga dapat dikelompokkan
berdasarkan motode pengumpulannya, antara lain:
Data perimer, yaitu data yang di peroleh langsung dari sumbernya,
misalnya keluhan pasien atau hasil wawancara dengan pasien.
11
Data skunder, yaitu data yang diperoleh tidak langsung dari sumbernya,
misalnya diambil dari rekam medic, laporan puskesmas atau catatan
puskesmas.
Data saling tsilang atau Cross sectional data data, yaitu data yang
dikumpulkan pada suatu saat tertentu, misalnya jumlah pasien pada hari
kamis atau jumlah kelahiran pada tanggal 3 Februari 1999.
Data longitudinal, yaitu data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu,
misalnya jumlah kasus diare tifa bulan berturut-turu, jumlah layanan
antenatal setiap bulan dalam tiga tahun berturut-turut. Data longitudinal
dapat digunakan untuk melihat kecenderungan, pola penyakit musiman,
atau data diluar kisaran.
3. Besar sampel
Ada beberapa rumus yang dapat digunakan untuk menetukan besar
sampel pengumpulan data. Besar sampel dalam penggunaan siklus
pemecahan masalah mutu layanan kesehatan tidak terlalu penting, karena
pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan bukan kegiatan penelitian atau
riset.
Kumpulkan data sampe anda yakin bahwa anda telah memahami pola
yang terkumpul sehingga dapat membuat suatu keputusan. Ada kalanya
diperlukan 15 sampel saja, tetapi ada kalanya juga diperlukan 100 sampel
atau lebih. Besar smpel dapat ditentukan berdasarkan variasi data dan jenis
keputusan yang akan dibuat. Apabila tidak ada variasi jawaban, pengumpulan
data tidak perlu banyak. Pengumpulan data dapat dihentikan jika data telah
menunjukkan arah suatu keputusan yang jelas. Contoh, seorang pasien diberi
obat Cotrimoxazole. Sore harinya pasien itu datang ke puskesmas dengan
keluhan gatal pada seluruh badan disertai wajah yang bengkak akibat reaksi
minum obat Cotrimoxazole.
12
Table 19.2
Alasan 15 Ibu bersalindengan bantuan dukun
Alasan Jumlah Ibu Biaya dukun murah 6Takut dijahit oleh bidan 4Bidan tempat tinggalnya jauh 3Duku kerabat saya 1Biasa bersalin dengan dukun 1
Jumlah 15Jika demikian puskesmas tidak perlu mengumpulkan data lain sebelum
mengambil keputusan untuk mengganti obat antibiotika lain. Dengan data
tunggal saja sudah cukup untuk membuat keputusan. Contoh lain, karena ada
keluhan masyarakat, puskesmas melakukan wawancara kepada 30 anggota
masyarakat. Wawancara tersebut ternyata menghasilkan 26 jenis usulan untuk
memperbaiki layanan kesehatan puskesmas. Hasil wawancara tersebut
menunjukkan variasi yang begitu besar sehingga diperlukan pengumpulan
data yang lebih banyak lagiagar keputusan untuk memperbaiki layanan
kesehatan puskesmas dapat ditentukan. Contoh lain, untuk mengetahui
mengapa ibu lebih suka melakukan persalinan dengan bantuan dukun dari
pada bidan, melakukan wawancara terhadap 15 ibu yang melakukan
persalinan dengan bantuan dukun. Hasilnya antara lain 6 ibu menjawab dukun
murah, 4 ibu menjawaab takut jahit oleh bidan, 3 ibu menjawab tempat
tinggal bidan jauh, seorang ibu menjawab dukun adalah kerabatnya, dan
seorang lagi menjawab sudah biasa bersalin dengan bantuan dukun.
Meskipun terdapat 5 jenis jawaban, tetapi jawaban yang terbanyak ialah biaya
dukun murah, takut dijahit oleh bidan, dan tempat tinggal bidan jauh.
Apakah diperlukan pengumpulan data lagi ? apakah akan terjadi
perbuhan distribusi jawaban ? kemungkinan besar tidak akan terjadi
perubahan distribusi jawaban, pengumpulan data tidak diperlukan lagi.
Berdasarkan hasil pengumpulan data tersebut kita sudah dapat bisa
mengambil suatu keputusan. Contoh, pada sebuah puskesmas, terdapat sedikit
sekali balita dengan diaknosis pneumonia yang datang berobat kembali
13
setelah dua hari beobat di rumah. Setelah dilakukan pengamatan terhadap
seorang perawat yang selalu menangani balita batuk dan kesulitan bernapas,
hasilnya dicatat pada table 19.3.apakah data tersebut sudah cukup untuk
megambil suatu keputusan terhadap perawat tersebut.
Table 19.3
Hasil pengamatan terhadap perawat yang sedang melakukan penyuluhan
kesehatan kepada ibu yang balitanya menderita pneumonia.
Apakah perawat Balita A Balita B Balita C
Memberitahu kapan ibu harus
kembaliTidak Tidak Tidak
Meminta ibu mengulangi apa
pesan yang telah disampaikan
oleh perwat
Tidak Tidak Tidak
Menanyakan kepada ibu apakah
ingin mengajukan pertanyaan
tersebut
Tidak Tidak Tidak
Berdasarkan data yang terkumpul, diambil kesimpulan bahwa perawat
tidak melakukan penyuluhan kesehatan dengan baik sehingga para ibu-ibu
tidak membawah balitanya untuk melakukan tidak lanjut setelah dua hari
beobat dirumah. Semua kegiatan perawat, konsisten tidak dilakukan. Dengan
demikian kemungkinan besar data yang terkumpul itu sudah cukup untuk
mengambil suatu kesimpulan dan keputusan.
Mengapa demikian? Pengalaman menunjukkan bahwa petugas kesehatan
umumnya cenderung konsisten dalam memberikan layanan kesehatan.
Perawat itu ternyata konsisten tidak melakukan penyuluhan kesehatan yang
bai, yaitu tidak member tahu kapan ibu harus datang kembali ke Puskesmas
14
membawa balitanya, tidak menanyakan apakh ibu mengerti pesan apa yang
telah disampaikan, dan tidak member kesempatan pada ibu untuk bertanya.
Contoh lain, dengan wilayah kerja suatu puskesmas, jumlah bayi yang
telah mendapat imunisasi lengkap sangat sedikit. Penyebebnya, kemungkinan
besar ialah ibu tidak mengetahui manfaat imunisasi dan jenis penyakit apa
saja yang dapat di cegah dengan imunisas. Untuk membuktikan hal tersebut
dilakukan wawancara terhadap 25 ibu yang sedang membawa anaknya untuk
imunisasiyaitu sewaktu akan meninggalkan puskesmas. Pertanyaan yang
diajukan berkaitan dengan penyakit apa saja yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Hasil wawancara tersebut dapat dilihat dalam table 19.4.
Table 19.4
Jawaban wawancara 25 ibu
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
Jumlah ibu yang memberi jawaban
Tetanus 19Tuberkolosis (TBC) 18Polio 14Batuk rejan 12Campak 10Difteri 5Hepatitis 4Malaria 3Kurang darah 1
Table 19.5
Jawaban yang benar hasil wawancara 25 ibu
Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
Julah ibu yang dapat menyebutkan jenis
penyakit7 jenis penyakit 16 jenis penyakit 25 jenis penyakit 24 jenis penyakit 33 jenis penyakit 52 jenis penyakit 151 jenis penyakit 7
15
Meskipun jawabanya sangat bervariasi, jika kita simak dengan cermat
maka dari jawaban yang di berikan oleh 25 ibu terdapat 2 macam jawaban,
yaitu jawaban yang benar dan jawaban yang salah. Untuk jelas lihat table
19.5. hanya 52% dari ibu yang dapat menjawab dengan benar 3 jenis penyakit
atau lebih yang dapat dicegah dengan imunisasi sehingga dapat disimpulkan
bahwa pengetahuan dari para ibu tersebut mengenai imunisasi perlukan
ditingkatkan.
Kesimpulan apa yang dapat dibuat dari data yang telah terkumpul di
atas? Dari contoh di atas dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa tidak perlu
melakukan analisis yang terlalu rinci atau kompleks karena sesungguhnya
yang ingin diketahui hanyalah apakah ibu mengetahui jenis-jenis penyakit
yang dapat di cengah dengan melakukan imunisasi. Jawaban pertanyaan
tersebut tentu saja tidak, karena hanya 52% dari 25 ibu yang diwawancarai
mengetahui 3 atau lebih peyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Contoh lain, suatu puskesmas menghadapi masalah terlalu banyaknya
jumlah suntukan yang di berikan kepada pasien yang berobat. Untuk
mengetahui pnyebabnya dilakukan pengamatan register harian selama 2 bulan
berturut-turutterhadap setiap petugas puskesmas yang telah member
suntikkan kepada pasien di puskesmas. Data yang terkumpul dimuat dalam
table 19.6.
Jika dilihat, jumlah rata-rata hitung suntikan yang dilakukan oleh setiap
petugas puskesmas tidak terlalu banyak berbeda, meskipun suntikan
terbanyak dilakukan oleh petugas B dan suntikan yang paling sedikit
dilakukan oleh petugas C. Namun, apabila dicermati, petugas B pernah
memberikan ≥11 suntikan selama 6 hari berturut-turut, mengapa? Apakah
petugas B mendapat tugas tertentu? Sebaliknya petugas C, pernah selama 10
hari tidak pernah memberikan suntikan, apakah dia tidak masuk kerja?
Dengan melihat hasil data yang telah dikumpulkan tersebut belum dapat
disimpulkan bahwa banyaknya suntikan tersebut bukan karena ulah seseorang
atau beberapa petugas saja. Apakah perlu mengumpulkan data lagi? Tentu
saja perlu, tetapi untuk data yang lain, bukan sepertin data terdahulu.
16
Agar pengumpulan data dapat dilakukan dengan mudah dan data yang
terkumpul tertata sesuai kebutuhan, diperlukan suatu instrumen pengumpulan
data, yaitu:
Lembar periksa (checkseet)
Daftar tilik atau (checklist)
Kuesioner (questionnaires), dengan bentuk pertanyaan yang jelas atau
spesifik dalam kalimat yang sederhana dan tidak memberikan pengertian
ganda serta tidak sugestif.
Tabel 19.8
Matriks data ibu-ibu balitanya pneumonia tidak kembali ke puskesmas
Kemungkinan penyebab
Pertanyaan data Sumber data Metodologi
Ibu tidak tahu bahwa harus kembali ke puskesmas setelah 2 hari beobat di rumah
Berapa % ibu mengetahui bahwa harus kembali ke puskesmas setelah 2 hari berobat di rumah?
Ibu yang tidak kembali
Wawancara
Ibu menganggap tidak perlu kembali kepuskesmas setelah 2 hari
Berapa % ibu yang anak-anaknya menderita pneumonia menganggap penting periksa ulang?
Ibu yang tidak kembali
Wawancara
Sumber : dikutip dari mimeograph modul pemanfaatan data. Pemecahan masalah
bersumber daya tim
Contoh lain, dalam wilayah kerja suatu puskesmas banyak ibu yang tidak
membawa balitanya yang menderita pneumonia kembali berobat ke
puskesmas setelah 2 hari berobat di rumah. Untuk mengetahui penyebab
masalah mengapa ibu tidak membawa balitanya ke puskesmas setelah 2
hari berobat di rumah, kelompok pemecah masalah membuat metriks dapat
seperti tabel 19.8.
17
Berikut bentuk untuk data di atas. Ibu tidak tahu bahwa harus kemabli ke
puskesmas setelah 2 hari berobat di rumah, kuisionernya antara lain dapat
dibuat sebagai berikut :
1. Apakah ibu mengetahui bahwa balita ibu harus di bawa kembali ke
puskesmas untuk periksa ulang ?
2. Jika jawabannya tahu, dilanjutkan dengan pertanyaan berikut, kapan
anaknya harus dibawa kembali kepuskesmas ?
Ibu tidak menganggap perlu kembali ke puskesmas setelah 2 hari, di sisni
ibu kemungkinan besar akan menjawab perlu, tetapi perlu dilanjutkan
dengan pernyataan yang berikut :
1. Apakah perlu membawa balita ibu kembali ke puskesmas setelah 2
hari berobat di rumah ? jika jawabannya perlu, dilanjutkan dengan
pernyataan berikut.
2. Apa perlunya membawa balita ibu kembali ke puskesmas setelah 2
hari berobat di rumah ?
Dari jawaban ini akan terlihat apakah ibu mengerti arti penting
membawah balitanya ke puskesmas setelah 2 hari berobat di rumah.
Apabila jawabanya biasa saja, berarti ibu tidak tidak/kurang mengerti arti
penting membawa balitanya kembali berobat ke puskesmas setelah 2 hari
berobat di rumah. Jika jawabanya untuk dilihat dokter pakah balitanya
menjadi lebih baik atau lebih parah atau perlu diperiksa oleh dokter untuk
mendapat obat lain dan seterusnya. Berarti ibu mengerti mengapa harus
membawa balitanya ke puskesmas setelah 2 hari berobat di rumah.
Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang berbentuk kuesioner ada 3 macam,
antara lain :
18
- Kuesioner tertutup (closed ended )
- Kuesioner terbuka (open ended)
- Kuesioner kombinasi
Kuesioner Tertutup
Pada kuesioner tertutup, responden hanya akan memilih jawaban yang
telah disediakan, misalnya :
- Benar atau salah
- Sering, jarang, tidak pernah
- Ya atau tidak
Pengelolaan dan analisis data yang dikumpulkan dengan kuesioner tertutup
(closed ended) relatif lebih muda karena dapat di kualifikasikan.
Kuesioner Terbuka
Pada kuesioner terbuka (open ended) , responden harus memberikan
uraian dari jawaban pernyataan yang terdapat dalam kuesioner sehingga
data yang terkumpul relatif akan lebih sulit di analisis.
Kuesioner Kombinasi
Dengan membuat kuesioner gabungan yang terdiri dari kuesioner tertutup
dan kuesioner terbuka, informasi yang di peroleh akan lebih luas. Data
dapat dikumpulkan dengan berbagia cara. Cara pengumpulan data yang
akan digunakan akan disesuaikan dengan tujuan pengumpulan data dan dat
apa yang diinginkan serta umber data apa yang diperlukan.
Pengamatan Langsung
Data yang diproleh dari pengamatan langsung merupakan data yang relatif
paling baik. Pengamatan langsung ini dapat dilakukan dngan 3 cara, yaitu :
Pengamatan langsung dengan daftar tilik
19
cara ini sangat lazim di gunakan untuk melihat apakah telah terjadi
suatu penyimpangan, misalnya penyimpanan terhadap prosedur atau
standar layanan kesehatan.
Pengamatan langsung tanpa daftar tilik
Cara ini kurang baik, sebab hasil pengamatannya akan menjadi sangat
subyektif dan kemungkinan besar setiap pengamatan akan
memberikan hasil pengamatan yang berbeda sehingga akan menyulit
dalam membuat kesimpulannya.
Mystery shopper
Mystery shopper maksudnya pengamatan dilakukan oleh seorang yang tidak
dikenal atau misterius. Setelah dilatih, pengamatan misterius itu akan
berpura-pura menjadi pasien dan mencatat semua yang dialaminya selama
menjadi pasien. Cara ini dapat pula dilakukan dengan bertanya langsung
kepada pasien.
Pemeriksaan Kartu Rekam Medik
Rekam medik pasien puskesmas seringkali tidak lengkap dan tidak akurat,
namun suatu rekam medik. Selalu rekam dapat memberikan informasi yang
bermanfaat mengenai mutu layanan kesehatan. Misalnya , kesalahan
diognosis, kesalahan pengobatan, terhenti, terhenti, atau terputusnya suatu
pengobatan, kegagalan pengobatan pada penyakit kronis, gagalnya rencana
pemeriksaan ulang atau tidak lanjut yang telah di jadwalkan, kelengkapan
data, dan tidak terlaksnannya rujukan pasien.
Wawancara
Wawancara adalah salah satu cara pengumpulan data dengan melakukan
tanya jawab pada seorang atau sekelompok orang atau responden untuk
meminta pendapat atau keterangan mengenai sesuatu hal yang dianggap
perlu dan penting. Wawancara ada 2 macam, yaitu;
1. Wawancara perorangan
20
Wawancara perorangan diguanakan untuk mengetahui pengetahuan,
sikap dan perilaku perorangan.
2. Wawancara kelopok
Wawancara kelompok adalah wawancara yang dilakukan kepada
sekelompok responden, (5-10 orang). Wawancara kelompok tidak dapat
digunakan untuk memperoleh informasi pribadi, pendapat dan
tanggapan pribadi, data kuantitatif, serta informasi yang kemungkinan
besar dipengaruhi oleh penerimaan masyarakat atau kelompok.
Ada satu bentuk wawancara kelompok yang disebut dengan nama
diskusi kelompok terarah (focus group discussion, FGD). Pelaksanaan
diskusi ini harus memenuhi syarat, antara lain :
kelompok responden harus setara dan homogen
jumlah responden dalam kelompok 5-10 orang
dilaksanakan pada tempat yang netral dan harus dipandu oleh seorang
fasilitator yang dibantu oleh seorang pembuat catatan, jika mungkin
dilengkapi pula dengan alat perekam, baik audio maupun visual.
Lama diskusi 1-2 jam
Persiapan diskusi kelompok terarah antara lain, menetapkan tujuan
diskusi, menyusun skenario dan pertanyaan untuk pengarahan,
menentukan responden , dan memberikan pemberitahuan kepada
responden.
Manfaat diskusi kelompok terarah antara lain, peserta akan terangsang
untuk memikirkan atau mengajukan gagasan baru setelah mendengar apa
yang di ungkapkan peserta lain dn menimbulkan keberanian kepada
peserta untuk berbicara mengenai sesuatu hal, setelah mendengar peserta
lain mengungkapkan persoalan tersebut.
Dapat mengetahui apakah ada hal yang dipertentangkan. Jika terjadi
perdebatan di antara peserta, perdebatan itu menunjukkan bahwa para
peserta mempunyai suatu gagasan atau pandangan yang kuat sehingga
berupaya mempertahankannya.
21
Berikut contoh penggunaan rekam medik sebagai sumber data. Di suatu
puskesmas banyak sekali ibu yang tidak membawa balitanya yang
menderita pneumonia kembali berobat ke puskesmas setelah 2 hari berobat
di rumah. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap 25 rekam medik balita
yang di diagnosis menderita pneumonia, ternyata hanya 25 % ibu yang
membawa balitannya kembali berobat ke puskesmas.
Untuk mencari penyebab ketidak hadiran ibu tersebut di puskesmas guan
tindak lanjut, dilakukan wawancara terhadap 15 ibu yang balitannya
didiagnosis menderita pneumonia sewaktu ibu tersebut akan meninggalkan
peskesmas. (exit interview). Hasil wawancara dapat dilihat dalam tabel 19.9
Tabel 19.9
Jawaban wawancara 15 ribu yang balitanya menderita pneumonia
No
Pertanyaan Jawaban ibu
1 Apakah ibu perlu membawa kembali anak ke puskesmas untuk periksa ulang ?
Ya 5
Tidak 10
2. Kapan ibu harus membawa anak ibu kembali ke peskesmas untuk tindak lanjut ? Setealh 2 hari Setelah 3 hari
41
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulak bahwa:
Hanya ibu (26,6%) yang mengetahui bahwa harus membawa kembali
anaknya setelah 2 hari.
Hanya dengan membuat 2 pertanyaan, dapat terungkap mengapa ibu
tidak datang kembali ke puskesmas untuk tidak lanjut setelah 2 hari
berobat di rumah, yaitu karena ketidaktahuan. Penyebab
ketidaktahuan mungkin karena tidak dilakukan penyuluhan kesehatan
22
kepada ibu atau penyuluhan kesehatan dilakukan tetapi pesannya tidak
didengar dan tidak dimengerti oleh ibu.
Karena penyebab masalah adalah penyuluhan kesehatan, maka harus
dilakukan pengamatan langsung terhadap petugas puskesmas yang
sedang memberi penyuluhan kesehatan kepada ibu yang anaknya
menderita pneumonia.
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dengan demikian dapat dijelaskan kembali bahwa data merupakan suatu
objek, kejadian, atau fakta yang terdokumentasikan dengan memiliki
kodifikasi terstruktur untuk suatu atau beberapa entitas. Dari data dapat di
hasilkan suatu informasi.
Informasi merupakan sesuatu yang dihasilkan dari pengolahan data. Data
yang sudah ada dikemas dan diolah sedemikian rupa sehingga menjadi
sebuah informasi yang berguna. Berikut adalah definisi informasi berdasarkan
berbagai sumber.
Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan adalah suatu proses upaya yang
dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, obyektif dan terpadu
dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan
kesehatan yang diselenggarakan berdasarkan standar yang telah ditetapkan
serta menentukan dan melaksanakan cara pemecahan masalah mutu sesuai
dengan kemampuan yang ada dan menilai hasil yang dicapai guna menyusun
saran trindaklanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Keberhasilan penerapan jaminan mutu layanan kesehatan sangat
bergantung pada ketersediaan informasi yang tapat dan akurat yang dapat
digunakan. Informasi adalah hasil pengumpulan data setelah data itu diolah,
dianalisis dan diinterprestasi. Suatu keputusan baru dapat dibuat setelah
informasi yang dierlukan tersedia. Ketetapan suatu keputusan yang diambil
akan bergantung pada keakuratan informasi yang tersedia dan ketersediaan
informasi yang tepat waktu.
Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik
(public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan
24
serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain
promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,
perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana,
kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
b. Saran
Diharapkan agar ketersediaan informasi yang tapat dan akurat yang dapat
selalu digunakan di unit-unit pelayanan kesehatan. Karena keberhasilan
penerapan jaminan mutu layanan kesehatan sangat bergantung pada
ketersediaan informasi yang tapat dan akurat yang dapat digunakan.
Informasi adalah hasil pengumpulan data setelah data itu diolah, dianalisis
dan diinterprestasi. Suatu keputusan baru dapat dibuat setelah informasi yang
dierlukan tersedia. Ketetapan suatu keputusan yang diambil akan bergantung
pada keakuratan informasi yang tersedia dan ketersediaan informasi yang
tepat waktu. Sehingga dengan begitu dapat meningkatkan mutu pelayanan di
Puskesmas maupun di unit-unit pelayanan kesehatan lainnya.
Agar selalu menerapkan Asuhan keperawatan dalam memberikan
pelayanan kepada pasien maupun keluarga, sehingga dapat menentukan
asuhan keperawatan yang sesuai baik bagi individu maupun keluarga.
Komunikasi dengan pasien maupun keluarga perlu ditingkatkan terutama
mengenai sesuatu yang berhubungan dengan rencana dan tujuan keperawatan
yang akan diberikan, sehingga pasien atau keluarga mengetahui rencana dan
jenis perawatan yang akan diterimanya. Meningkatkan disiplin kepada
karyawan yang sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga dapat
menumbuhkan kehandalan pelayanan kesehatan dan akhirnya meningkatkan
mutu pelayanan di Puskesmas maupun di unit-unit pelayanan kesehatan
lainnya pula.
25
DAFTAR PUSTAKA
Aditama. Tjandra Yoga. 2002. Manajemen Administrasi Rumah Sakit.
Universitas Indonesia Press. Jakarta,
Wijono, Djoko, 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Vol. I, Surabaya, Airlangga, University Press.
_______, 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Vol. II, Surabaya, Airlangga, University Press.
Boy S, Sabarguna. 2004. Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. Penerbit
Konsorsium Rumah Sakit Islam Jateng DI Yogyakarta,
Imbalo S, Pohan. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran. Ecg,
Depkes. 2008. Petunjuk Tehnis Program Jaminan Kesehatan Masyarakat di
Puskesmas dan Jaringannya. Jakarta : Dirjen Binkesmas.
Ahmad Djojosugito, 2001. Kebijakan Pemerintah Dalam Pelayanan Kesehatan
Menyongsong AFTA 2003, Pusat Data dan Informasi PERSI, Jakarta,
Azwar. Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara.
Jakarta.
Depkes RI, 1996. Standar Pelayanan Rumah Sakit, Cetakan IV, Jakarta.
Effendy. Nasrul. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Edisi
Kedua. EGC : Jakarta.
Eli Nurachma, 2007.Asuhan Keperawatan Bermutu Di Rumah Sakit, Jurnal
Keperawatan dan Penelitian Kesehatan, Jakarta.
Entjang. I.. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Citra Aditya Bakti. Jakarta.
26
Guwandi. 1991.Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit. Rineka Cipta. Jakarta.
Laksono Trisantoro, 2005. Good Governance dan Sistem Menjaga Mutu
Pelayanan Kesehatan, Surabaya.
Evy. 2011. Jaminan Mutu Dan Manajemen Pelayanan. Tersedia di: http://evynurhidayah.blogspot.com/2011/02/jaminan-mutu-dan-manajemen-pelayanan.html. Diakses Pada Tanggal 18 Mei 2013
Hermawan, lukas. 2010. Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan Dasar. Tersedia di: http://drlukashermawan.blogspot.com/2010/01/jaminan-mutu-playanan-kesehatan-dasar.html . Diakses Pada Tanggal 18 Mei 2013
Hardy. 2011. Mutu Pelayanan Kesehatan. Tersedia di: http://hardysengawang.blogspot.com/2011/12/makalah-mutu-pelayanan-kesehatan.html. Diakses Pada Tanggal 18 Mei 2013
Saputra, Rudy. 2010. Jaminan Mutu Dan Manajemen Pelayanan. Tersedia di: http://www.carantrik.com/2010/04/jaminan-mutu-dan-manajemen-pelayanan.html . Diakses Pada Tanggal 18 Mei 2013
27