pitriasis rosea

13
1 BAB I PENDAHULUAN Infeksi jamur pada manusia umumnya dapat dibedakan menjadi tiga,yakni infeksi jamur superfisial, infeksi jamur subkutan, dan infeksi jamur dalam atau atau  profunda. Perdebadaan ini didasarkan pada jenis dan karakteristik jamur penginfeksi serta host yang terinfeksi. Jamur superfisial mempunyai predileksi lokasi infeksi yang khas yakni epidermis bagian stratum korneum, kulit dan kuku, lokasi ini dihubungkan dengan kemampuan jamur tersebut untuk membentuk suatu ikatan molekuler pada  jaringan berkeratin dan menggunakan jaringan ini sebagai sumber nutrisi dan mampu untuk berkolonisasi pada jaringan tersebut. 1  Infeksi kelompok jamur superfisial memberikan kenampakan gejala klinis yang berbeda pada setiap individu bergantung  pada respon inflamasi yang ditimbulkan. Terdapat kelompok jamur superfisial yang menimbulkan respon inflamasi, dan kelompok jamur superfisial yang menimbulkan respon inflamasi minimal bahkan tidak ada. Kelompok jamur ini merupakan jenis organisme bersifat geopilik, memiliki habitat asli di tanah dan menular kepada manusia hanya dengan kontak langsung, atapun menular melalui spora yang dibentuk. 1,2  Salah satu jenis infeksi yang ditimbulkan oleh jamur superfisial adalah tinea korporis atau tiniea sirsinata. Keseluruhan infeksi jamur pada daerah kulit yang  berambut halus kecuali telapak tangan dan kaki dinamakan dengan tinea korporis. Tinea korporis biasanya ditularkan oleh manusia ataupun binatang melalui benda pembawa infeksi misal selimut yang terkontaminasi spora jamur atau melalui autoinokulasi oleh spesies tertentu seperti T.rubrum yang sering berkoloni pada kaki. Tinea korporis pada anak-anak sering dihubungkan dengan infeksi silang dengan binatang reservior  jamur misalnya anjing dan kucing. 1  Pemakain pakaian yang tertutup, suhu panas, dan lembab diasosiasikan tingginya jumlah kasus tinea korporis dinegara beriklim tropis, termasuk Indonesia. Oleh karena itu kali ini akan dilaporkan kasus Tinea Korporis.

Upload: kreshna-raditya

Post on 03-Jun-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: pitriasis rosea

8/11/2019 pitriasis rosea

http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 1/13

1

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi jamur pada manusia umumnya dapat dibedakan menjadi tiga,yakni

infeksi jamur superfisial, infeksi jamur subkutan, dan infeksi jamur dalam atau atau

 profunda. Perdebadaan ini didasarkan pada jenis dan karakteristik jamur penginfeksi

serta host yang terinfeksi. Jamur superfisial mempunyai predileksi lokasi infeksi yang

khas yakni epidermis bagian stratum korneum, kulit dan kuku, lokasi ini dihubungkan

dengan kemampuan jamur tersebut untuk membentuk suatu ikatan molekuler pada

 jaringan berkeratin dan menggunakan jaringan ini sebagai sumber nutrisi dan mampu

untuk berkolonisasi pada jaringan tersebut.1  Infeksi kelompok jamur superfisial

memberikan kenampakan gejala klinis yang berbeda pada setiap individu bergantung

 pada respon inflamasi yang ditimbulkan. Terdapat kelompok jamur superfisial yang

menimbulkan respon inflamasi, dan kelompok jamur superfisial yang menimbulkan

respon inflamasi minimal bahkan tidak ada. Kelompok jamur ini merupakan jenis

organisme bersifat geopilik, memiliki habitat asli di tanah dan menular kepada manusia

hanya dengan kontak langsung, atapun menular melalui spora yang dibentuk.1,2 

Salah satu jenis infeksi yang ditimbulkan oleh jamur superfisial adalah tinea

korporis atau tiniea sirsinata. Keseluruhan infeksi jamur pada daerah kulit yang

 berambut halus kecuali telapak tangan dan kaki dinamakan dengan tinea korporis. Tinea

korporis biasanya ditularkan oleh manusia ataupun binatang melalui benda pembawa

infeksi misal selimut yang terkontaminasi spora jamur atau melalui autoinokulasi oleh

spesies tertentu seperti T.rubrum yang sering berkoloni pada kaki. Tinea korporis pada

anak-anak sering dihubungkan dengan infeksi silang dengan binatang reservior   jamur

misalnya anjing dan kucing.1 Pemakain pakaian yang tertutup, suhu panas, dan lembab

diasosiasikan tingginya jumlah kasus tinea korporis dinegara beriklim tropis, termasuk

Indonesia. Oleh karena itu kali ini akan dilaporkan kasus Tinea Korporis.

Page 2: pitriasis rosea

8/11/2019 pitriasis rosea

http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 2/13

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tinea korporis adalah penyakit karena infeksi jamur dermatofita pada kulit halus

( glabrous skin) di daerah fasial, leher, badan, lengan, dan gluteal, baik yang

menyebabkan inflamasi atau pun tidak.1,3,4,5,6 

2.2 Sinonim

Sinonim dari Tinea Korporis adalah Tinea sirsinata, Tinea glabrosa, Scherende

 Flechte, kurap, herpes sircine trichophytique.4,5 

2.3 Etiopatofisiologi

Penyebab Tinea korporis adalah tiga jenis jamur anamorpik Trichopyton,

 Microsporum, dan  Epidermophyton. Penyebab tersering tinea korporis adalah

Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes,  Microsporum canis, dan

Trichyophyton tonsurans.  Dermatofita ini cendrung mempunyai habitat pada benda

yang tidak hidup, menginfeksi lapisan epidermis, rambut, dan kuku. Pola infeksi ini

dikarenakan lapisan epidermis, rambut serta kuku memiliki suhu panas,dan cendrung

lembab yang mendukung pertumbuhan jamur. Dermatofita yang telah berinokulasi pada

stratum korneum epidermis kemudian mensekresikan keratinase dan enzim yang lain

untuk menginvasi stratum korneum dalam walaupun infeksi ini nantinya hanya terbatas

 pada lapisan epidermis saja. Infeksi jamur pada tinea korporis secara simultan akan

merangsang pertahanan host termasuk aktivasi faktor  serum inhibitory, komplemen,

dan leukosit polimorfonuklear. Massa inkubasi infeksi dermatofita sekitar 1-3 minggu,

menginvasi secara periperal dengan pola sentrifugal. Response host terhadap infeksi

ditunjukkan dengan gambaran pinggiran aktif pada lesi yang mengalami peningkatan

 prolifeasi sel epidermis. Eliminasi host  terhadap infeksi jamur diperantai oleh imunitas

selular. Trichopyton rubrum  merupakan salah satu penyebab tinea korporis yang

tersering ditemukan pada pasien, dikarenakan jenis jamur ini resisten terhadap

 pertahanan inang. Trichopyton rubrum memiliki sekat pelinding mengandung mannan

yang menghambat imunitas selular.1,4,5

Page 3: pitriasis rosea

8/11/2019 pitriasis rosea

http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 3/13

3

2.4 Gejala

Penderita biasanya mengeluh gatal disertai bercak pada kulit dan kadang-kadang

meningkat waktu berkeringat.

6

 

2.5 Gambaran Klinis

Kelainan yang dilihat dari Tinea korporis dalam klinik merupakan lesi bulat atau

lonjong , berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan

 papul di tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih

aktif ( tanda peradangan lebih jelas ) yang sering disebut dengan sentral healing.

Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya

merupakan bercak  –  bercak terpisah satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat pula

terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang

menjadi satu. Bentuk dengan tanda radang yang lebih nyata, lebih sering dilihat pada

anak-anak daripada orang dewasa karena umumnya mereka mendapat infeksi baru

 pertama kali.5 

Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak

terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengankelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya

tinea cruris et corporis.5 

2.6 Diagnosis

Diagnosis dibuat berdasarkan gambaran klinis, hasil pemeriksaan sediaan secara

langsung dengan pemeriksaan KOH dan biakan atau kultur jamur. Terkadang

diperlukan pemeriksaan dengan lampu Wood, yang mengeluarkan sinar ultraviolet

dengan gelombang 3650 Ao. Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% bila

 positif memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora.1,2,3 

Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk mendukung pemeriksaan

langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini

dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling

 baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud.5 

Page 4: pitriasis rosea

8/11/2019 pitriasis rosea

http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 4/13

4

2.7 Diagnosis Banding

Beberapa keadaan klinis lainnya yang dapat mengaburkan diagnosis tinea

korporis adalah dermatitis seboroika, psoriasis, dan pitiriasis rosea.

5

 

Kelainan kulit pada dermatitis seboroika selain dapat menyerupai tinea korporis,

 biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp),

lipatan-lipatan kulit, misalnya belakang telinga, daerah nasolabial, dan sebagainya.

Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit pada tempat predileksi, yaitu daerah

ekstensor, misalnya lutut, siku, dan punggung. Kulit kepala berambut juga sering

terkena penyakit ini. Adanya lekukan-lakukan pada kuku dapt pula menolong untuk

menentukan diagnosis. Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan

terbatas pada tubuh dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea

korporis tanpa herald patch  yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea

korporis. Pemeriksaan laboratoriumlah yang dapat memastikan diagnosisnya.(BUKU

UI) Psoriasis pada sela paha dapat menyerupai tinea kruris. Lesi-lesi pada psoriasis

 biasanya lebih merah, skuama lebih banyak dan lamelar. Adanya lesi psoriasis pada

tempat lesi dapat membantu menentukan diagnosis. Kandidosis pada derah lipatan paha

mempunyai mempunyai konfigurasi hen and chiken. Kelainan ini biasanya basah dan berkrusta. Pada penderita  –  penderita diabetes melitus, kandidosis merupakan penyakit

yang sering dijumpai. Eritrasma merupakan penyakit yang tersering berlokalisasi di sela

 paha. Effloresensi yang sama, yaitu eritema dan skuama, pada seluruh lesi merupakan

tanda-tanda khas penyakit ini. Pemeriksaan dengan lampu wood dapat menolong

dengan adanya fluoresensi merah (coral red ).5 

2.8 Pengobatan

a. Pengobatan topikal3,5,6,7 

- Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam

 bentuk salep ( Salep Whitfield).

- Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep

(salep 2-4, salep 3-10)

- Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%

Page 5: pitriasis rosea

8/11/2019 pitriasis rosea

http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 5/13

5

b. Pengobatan sistemik3,5,6,7

 

- Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25

mg/kgBB sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis

adalah 3-4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan

topikal tidak ada perbaikan

- Ketokonazol 200 mg/hari

- Itrakonazole 100mg/hari

- Terbinafin 250 mg/hari

Lama permberian obat golongan azol selama 10  –  14 hari pada pagi hari

setlah makan

-  Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi sekunder

2.9 Pencegahan

Faktor-faktor yang perlu dihindari atau dihilangkan untuk mencegah terjaditinea korporis antara lain1,2,3,4 : 

a.  Mengurangi kelembaban dari tubuh penderita dengan menghindari pakaian yang

 panas (karet, nylon), memperbaiki ventilasi rumah dan menghindari berkeringat

yang berlebihan.

 b.  Menghindari sumber penularan yaitu binatang, kuda, sapi, kucing, anjing, atau

kontak penderita lain.

c. 

Menghilangkan fokal infeksi ditempat lain misalnya di kuku atau di kaki.

d.  Meningkatkan higiene dan memperbaiki nutrisi.

e.  Faktor-faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, kelaian endokrin yang

lain, leukemia, harus dikontrol.

2.10 Prognosis

Prognosis pada umumnya baik.1,2,4 

Page 6: pitriasis rosea

8/11/2019 pitriasis rosea

http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 6/13

6

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

 Nama : WSS

Umur : 44

Jenis Kelamin : Laki - Laki

Alamat : Jalan Gunung Sari IV Gang Bonsai 37

Suku : Jawa

Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

Tanggal Pemeriksaan : 24 Maret 2014

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama  :

Bercak merah, disertai gatal pada daerah punggung dan pinggul.

Perjalananan Penyakit  :

Penderita mengeluh terdapat bercak merah disertai gatal sejak 5 hari yang lalu

 pada daerah punggung. Sebelumnya terdapat bercak yang sama pada daerah pinggul

kiri, berwarna hitam dan gatal hilang timbul. Bercak di daerah pinggul awalnya kecil

kemudian menyebar ke daerah sekitarnya. Kedua bercak tersebut bertambah gatal ketika

 berkeringat.

Riwayat Pengobatan :

Penderita sempat berobat dengan salep antijamur yang dibeli sendiri tapi bercak

dan gatal tidak membaik, penderita mengoles obat jamur tidak teratur.

Page 7: pitriasis rosea

8/11/2019 pitriasis rosea

http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 7/13

7

Riwayat Penyakit Terdahulu :

Penderita belum pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.

Riwayat Penyakit dalam keluarga :

Di keluarga tidak ada yang mengalami kelainan yang sama dengan penderita

Riwayat atopi :

Tidak ada keluarga yang menderita asma, alergi makanan, maupun alergi obat

Status Dermatologi

1. 

Lokasi : punggung

Effloresensi : plak hiperpigmentasi batas tegas bentuk bulat tepi

tampak lebih merah (aktiv), jumlah soliter, ukuran numuler , unilateral,

disertai skwama putih tipis, menempel pada dasar kulit.

Gambar 3.1 Foto lesi pasien pada punggung

Lokasi : daerah pinggul kiri

Effloresensi : tampak plak hiperpigmentasi batas tegas bentuk lonjong

 jumlah soliter, ukuran kurang lebih 10 cm x 5 cm, unilateral, disertai

skwama putih tebal menempel pada kulit dasar, dan disertai dengan

likenifikasi.

Page 8: pitriasis rosea

8/11/2019 pitriasis rosea

http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 8/13

8

Gambar 3.2 Foto lesi pasien pada pinggul kiri.

2. 

Mukosa : dalam batas normal

3.  Rambut : dalam batas normal

4.  Kuku : dalam batas normal

5. 

Fungsi Kelenjar Keringat : dalam batas normal

6.  Kelenjar Limfe : dalam batas normal

7.  Saraf : dalam batas normal

3.3 Diagnosis Banding

Pityriasis rosasea, Candidiasis. 

3.4 Pemeriksaan Penunjang

KOH 10% tampak elemen jamur seperti hifa tipis, dan panjang.

Gambar 3.3 Foto hasil pemeriksaan KOH

Page 9: pitriasis rosea

8/11/2019 pitriasis rosea

http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 9/13

9

3.5 Diagnosis Kerja

Tinea korporis

3.6 Penatalaksanaan

Topikal : dapat diberikan asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-

12%) dalam bentuk cream ( Whitfield), atau dapat diberikan obat

topikal golongan azol seperti mikonazol 1 % atau ketokonazol 2

%.

Sistemik : Ketokonazol 200 mg/hari selama 14 hari

KIE :

- Menghindari pakaian yang panas (karet, nylon), memperbaiki ventilasi rumah

dan menghindari berkeringat yang berlebihan.

- Meningkatkan higiene, menghindari tubuh dalam keadaan lembab, jika

 berkeringat segera di lap.

- Menghindari pemakain handuk dalam keadaan basah dan bersama anggotakeluarga lainnya.

3.7 Prognosis

Prognosis dari kelainan ini adalah  baik

Page 10: pitriasis rosea

8/11/2019 pitriasis rosea

http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 10/13

10

BAB 4

PEMBAHASAN 

Diagnosis kerja dari kasus yang dijabarkan di bab tiga adalah tinea korporis.

Beberapa langkah diagnosa yang dikerjakan untuk mendukung penegakan diagnosis

adalah anamesa pasien, pemeriksaan fisik (effloresensi), dan pemeriksaan

labopratorium. Anamnesis dari penderita didapatkan penderita mengeluh gatal disertai

 bercak kemerahan pada daerah pinggul kiri dan punggung. Keluhan gatal pada pinggul

sudah dialami selama ± 15 tahun dan gatal punggung sudah dialami selama ± 10 tahundan rasa gatal tersebut bertambah hebat apabila penderita berkeringat. Hasil ini sesuai

karakteristik infeksi jamur pada tinea korporis, yakni gejala utama yang muncul pada

 penderita berupa rasa gatal prominent , dan apabila terkena keringat maka lesi akan

 bertambah gatal. Ekskresi keringat pada area lesi memberikan suasana lembab dan

hangat pada aera tersebut, sehingga intensitas jamur untuk meninvasi area sekitarnya

semakin tinggi dan memicu rasa gatal pada area lesi. Hasil anamnesa selanjutnya

didapatkan lesi penderita diawali dengan bintik kecil dan meluas kepermukaan kulit

sekitar. Jika dikorelasikan dengan dengan karakteristik infeksi jamur pada tinea

korporis, perluasan ini dapat diasosiasikan dengan fenomena central healing dan tepi

aktif pada lesi infeksi jamur. 1,4 

Fenomena ini dapat dijelaskan dengan, jamur penyebab tinea korporis awalnya

mensitesis suatu molekul yang, berikatan dengan keratin pada sel epidermis, setalah

 berkolonisasi pada area inokulasi awal, jamur akan mensekresikan enzim keratinase

yang nantinya mendegradasi keratin sekitar, sehingga jamur akan menginfeksi area

sekitar lesi yang masih berkeratin.1,4 Penemuan –  penemuan ini didukung dengan status

dermatologi pasien. Pada penderita didapatkan plak hiperpigmentasi didaerah punggung

 berbatas tegas bentuk bulat tepi tampak aktif, jumlah soliter, ukuran diameter kurang

lebih 5 cm, unilateral dan tampak plak hiperpigmentasi batas tegas bentuk lonjong

 jumlah soliter, ukuran kurang lebih 10 cm x 5 cm, unilateral, disertai skwama putih

tebal menempel pada kulit dasar, dan disertai dengan likenifikasi. Pemeriksaan

menggunakan larutan KOH 10 % dilakukan untuk meyakinkan diagnosis dan

menyingkirkan kemungkinan diagnosis lainnya.1-6 

Page 11: pitriasis rosea

8/11/2019 pitriasis rosea

http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 11/13

11

Untuk mendiagnosis tinea korporis terkadang dibingungkan dengan psoriasis

vulgaris karena penyakit ini predileksinya adalah di daerah ekstensor, misalnya lutut,

siku, dan punggung.5  Tetapi dapat kita singkirkan karena bila dilihat dari

effloresensinya tidak terdapat tepi aktif ataupun sentral healing tapi pada tinea korporis

memiliki effloresensi berupa tepi aktif dan sentral healing. Pitryasis rosea disingkirkan

dari gejala klinis dengan tidak adanya gambaran herald pacth maupun gambaran pohon

cemara terbalik pada pasien. Kandidiasis pada kulit memiliki ciri khas berupa lesi

satelit, dan tidak ditemukan pada pasien ini, sehingga kemungkinan infeksi jamur

kandida dapat disingkirkan. Morbus Hansen memiliki gambaran klinis mati rasa pada

lesi yang muncul, dan terjadi penebalan saraf perifer, dan kemungkinan diagnosis ini

dapat disingkirkan.5 

Pengobatan pada pasien ini yaitu menggunakan obat topikal salep whifield dan

obat sistemik berupa ketokonazol 200mg/hari. Pemilihan cream whitfield untuk pasien

ini didasarkan pada bahan aktif penyusun cream whitfield memiliki profil ketarolitik

dan antiseptik terutama fungasidal. Asam salisilat konsentrasi 3 -6 % memberi efek

keratofilik pada lesi pada kulit pasien yang mengalami hiperkeratosis. Gambaran

hiperkeratosis pada lesi ditunjukkan dengan adanya peninggian kulit berupa plakat serta

skawa. Asam benzoat konsentrasi 6-12 % pada cream whitfield memberikan efek

fungisidal pada lesi pasien. Pemberian obat sistemik merupakan pengobatan utama

untuk mengeliminasi infeksi jamur, pemilihan obat sistemik ini didasarkan pada luas

lesi pasien yang tidak cukup diberikan antifungal topikal.1,5 

Eliminasi alami infeksi jamur oleh host melibatkan imunitas selular, dan

terganggunya imunitas selular pada seseorang mengganggu proses penyembuhan

infeksi jamur dan mempengaruhi pronosisnya. Prognosis pasien ini cendrung baik

didasarkanpada tidak adanya tanda –  tanda immunocompremise.

1,5

 

Page 12: pitriasis rosea

8/11/2019 pitriasis rosea

http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 12/13

12

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Pasien didiagnosis menderita tinea korporis didasarkan pada hasil anamnesis

yang menunjukkan karakterisik infeksi jamur, yakni muncul bercak merah pada awal

 penyakit disertai rasa gatal yang dominan dan bercak menyebar luas, serta waktu

 penyakit yang lama.

2. Pasien didiagnosis menderita tinea korporis didasarkan pada effloresensi

 berupa plak hiperpigmentasi disertai gambaran tepi aktiv.

3. Pasien didiagnosis menderita tinea korporis hasil pemeriksaan KOH

didapatkan gambaran hifa panjang di tipis pada kerokan lesi pasien.

4. Pasien mendapatkan pengobatan topikal whitfield didasarkan profil bahan

aktiv cream whitfield yang memiliki efek keratolitik dan fungasidal.

5. Pasien mendapatkan pengobatan sistemik berupa ketoconazol oral didasarkan

luas lesi yang tidak memungkinkan diobati antifungal topikal

6. Prognosis pasien ini umumnya baik didasarkan tidak adanya tanda  –   tanda

immunocompremised pada pasien.

5.2 Saran

1. Pasien diharapkan meminum obat secara rutin dan menuntaskan pemakain

obat oral selama 14 hari dan memakai obat topikal secara teratur.

2. Memperbaiki higine pasien dan menghindari pemakaian handuk serta pakaian

 bersama dengan anggota keluarga untuk mencegah penularan kepada anggota keluarga.

3. Pasien diharapkan kontrol 14 hari stelah pengoabatan untuk dilakukan

 pengerokan KOH.

Page 13: pitriasis rosea

8/11/2019 pitriasis rosea

http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 13/13

13

DAFTAR PUSTAKA

1. 

Verna S, Heffernan MP. Superficial Fungal Infection : Dermatophytosis,

Oncomychosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,

Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General

Medicine. 7th edition. New York : Mc Graw Hill Medical ; 2008.hal.1807-1821

2. 

Wolff K, Johnson R. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical

Dermatology. 6th edition. New York : Mc Graw-Hill Book ; 2009.hal.692-717

3. 

Jacoeb TNA, Nilasari H. Dermatofitosis. Dalam : Faqih DM, Paranadipa M,

Trisna DV, Waluyo DA, Herquanto, Ekayanti F, dkk, eds. Panduan Praktik

Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi pertama.

Jakarta : PB IDI; 2013. hal.404-407

4.  Lesher JL. 2014. Tinea Corporis. Diperoleh dari

http://emedicine.medscape.com/article1091473. Diakses tanggal 25 Maret 2014

5.  Budimulja U. Mikosis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, eds. Ilmu

Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta : FK UI ; 2013.hal.89-105

6. 

Duarsa NW, Pindha IGAS, Bratiartha M, Adiguna MS, Wardhana M, Darmada

IGK, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit Kelamin RSUP

Sanglah. Denpasar : RSUP Sanglah ; 2007

7.  Komite Medik RSUP Sanglah. Standar Prosedur Operasional Rawat Jalan Kulit

dan Kelamin. Denpasar : RSUP Snglah ; 2011