pitriasis rosea
TRANSCRIPT
8/11/2019 pitriasis rosea
http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 1/13
1
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi jamur pada manusia umumnya dapat dibedakan menjadi tiga,yakni
infeksi jamur superfisial, infeksi jamur subkutan, dan infeksi jamur dalam atau atau
profunda. Perdebadaan ini didasarkan pada jenis dan karakteristik jamur penginfeksi
serta host yang terinfeksi. Jamur superfisial mempunyai predileksi lokasi infeksi yang
khas yakni epidermis bagian stratum korneum, kulit dan kuku, lokasi ini dihubungkan
dengan kemampuan jamur tersebut untuk membentuk suatu ikatan molekuler pada
jaringan berkeratin dan menggunakan jaringan ini sebagai sumber nutrisi dan mampu
untuk berkolonisasi pada jaringan tersebut.1 Infeksi kelompok jamur superfisial
memberikan kenampakan gejala klinis yang berbeda pada setiap individu bergantung
pada respon inflamasi yang ditimbulkan. Terdapat kelompok jamur superfisial yang
menimbulkan respon inflamasi, dan kelompok jamur superfisial yang menimbulkan
respon inflamasi minimal bahkan tidak ada. Kelompok jamur ini merupakan jenis
organisme bersifat geopilik, memiliki habitat asli di tanah dan menular kepada manusia
hanya dengan kontak langsung, atapun menular melalui spora yang dibentuk.1,2
Salah satu jenis infeksi yang ditimbulkan oleh jamur superfisial adalah tinea
korporis atau tiniea sirsinata. Keseluruhan infeksi jamur pada daerah kulit yang
berambut halus kecuali telapak tangan dan kaki dinamakan dengan tinea korporis. Tinea
korporis biasanya ditularkan oleh manusia ataupun binatang melalui benda pembawa
infeksi misal selimut yang terkontaminasi spora jamur atau melalui autoinokulasi oleh
spesies tertentu seperti T.rubrum yang sering berkoloni pada kaki. Tinea korporis pada
anak-anak sering dihubungkan dengan infeksi silang dengan binatang reservior jamur
misalnya anjing dan kucing.1 Pemakain pakaian yang tertutup, suhu panas, dan lembab
diasosiasikan tingginya jumlah kasus tinea korporis dinegara beriklim tropis, termasuk
Indonesia. Oleh karena itu kali ini akan dilaporkan kasus Tinea Korporis.
8/11/2019 pitriasis rosea
http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 2/13
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tinea korporis adalah penyakit karena infeksi jamur dermatofita pada kulit halus
( glabrous skin) di daerah fasial, leher, badan, lengan, dan gluteal, baik yang
menyebabkan inflamasi atau pun tidak.1,3,4,5,6
2.2 Sinonim
Sinonim dari Tinea Korporis adalah Tinea sirsinata, Tinea glabrosa, Scherende
Flechte, kurap, herpes sircine trichophytique.4,5
2.3 Etiopatofisiologi
Penyebab Tinea korporis adalah tiga jenis jamur anamorpik Trichopyton,
Microsporum, dan Epidermophyton. Penyebab tersering tinea korporis adalah
Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, Microsporum canis, dan
Trichyophyton tonsurans. Dermatofita ini cendrung mempunyai habitat pada benda
yang tidak hidup, menginfeksi lapisan epidermis, rambut, dan kuku. Pola infeksi ini
dikarenakan lapisan epidermis, rambut serta kuku memiliki suhu panas,dan cendrung
lembab yang mendukung pertumbuhan jamur. Dermatofita yang telah berinokulasi pada
stratum korneum epidermis kemudian mensekresikan keratinase dan enzim yang lain
untuk menginvasi stratum korneum dalam walaupun infeksi ini nantinya hanya terbatas
pada lapisan epidermis saja. Infeksi jamur pada tinea korporis secara simultan akan
merangsang pertahanan host termasuk aktivasi faktor serum inhibitory, komplemen,
dan leukosit polimorfonuklear. Massa inkubasi infeksi dermatofita sekitar 1-3 minggu,
menginvasi secara periperal dengan pola sentrifugal. Response host terhadap infeksi
ditunjukkan dengan gambaran pinggiran aktif pada lesi yang mengalami peningkatan
prolifeasi sel epidermis. Eliminasi host terhadap infeksi jamur diperantai oleh imunitas
selular. Trichopyton rubrum merupakan salah satu penyebab tinea korporis yang
tersering ditemukan pada pasien, dikarenakan jenis jamur ini resisten terhadap
pertahanan inang. Trichopyton rubrum memiliki sekat pelinding mengandung mannan
yang menghambat imunitas selular.1,4,5
8/11/2019 pitriasis rosea
http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 3/13
3
2.4 Gejala
Penderita biasanya mengeluh gatal disertai bercak pada kulit dan kadang-kadang
meningkat waktu berkeringat.
6
2.5 Gambaran Klinis
Kelainan yang dilihat dari Tinea korporis dalam klinik merupakan lesi bulat atau
lonjong , berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan
papul di tepi. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih
aktif ( tanda peradangan lebih jelas ) yang sering disebut dengan sentral healing.
Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya
merupakan bercak – bercak terpisah satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat pula
terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang
menjadi satu. Bentuk dengan tanda radang yang lebih nyata, lebih sering dilihat pada
anak-anak daripada orang dewasa karena umumnya mereka mendapat infeksi baru
pertama kali.5
Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak
terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengankelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea corporis et cruris atau sebaliknya
tinea cruris et corporis.5
2.6 Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan gambaran klinis, hasil pemeriksaan sediaan secara
langsung dengan pemeriksaan KOH dan biakan atau kultur jamur. Terkadang
diperlukan pemeriksaan dengan lampu Wood, yang mengeluarkan sinar ultraviolet
dengan gelombang 3650 Ao. Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-20% bila
positif memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora.1,2,3
Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk mendukung pemeriksaan
langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling
baik pada waktu ini adalah medium agar dekstrosa Sabouraud.5
8/11/2019 pitriasis rosea
http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 4/13
4
2.7 Diagnosis Banding
Beberapa keadaan klinis lainnya yang dapat mengaburkan diagnosis tinea
korporis adalah dermatitis seboroika, psoriasis, dan pitiriasis rosea.
5
Kelainan kulit pada dermatitis seboroika selain dapat menyerupai tinea korporis,
biasanya dapat terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp),
lipatan-lipatan kulit, misalnya belakang telinga, daerah nasolabial, dan sebagainya.
Psoriasis dapat dikenal dari kelainan kulit pada tempat predileksi, yaitu daerah
ekstensor, misalnya lutut, siku, dan punggung. Kulit kepala berambut juga sering
terkena penyakit ini. Adanya lekukan-lakukan pada kuku dapt pula menolong untuk
menentukan diagnosis. Pitiriasis rosea, yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan
terbatas pada tubuh dan bagian proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea
korporis tanpa herald patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea
korporis. Pemeriksaan laboratoriumlah yang dapat memastikan diagnosisnya.(BUKU
UI) Psoriasis pada sela paha dapat menyerupai tinea kruris. Lesi-lesi pada psoriasis
biasanya lebih merah, skuama lebih banyak dan lamelar. Adanya lesi psoriasis pada
tempat lesi dapat membantu menentukan diagnosis. Kandidosis pada derah lipatan paha
mempunyai mempunyai konfigurasi hen and chiken. Kelainan ini biasanya basah dan berkrusta. Pada penderita – penderita diabetes melitus, kandidosis merupakan penyakit
yang sering dijumpai. Eritrasma merupakan penyakit yang tersering berlokalisasi di sela
paha. Effloresensi yang sama, yaitu eritema dan skuama, pada seluruh lesi merupakan
tanda-tanda khas penyakit ini. Pemeriksaan dengan lampu wood dapat menolong
dengan adanya fluoresensi merah (coral red ).5
2.8 Pengobatan
a. Pengobatan topikal3,5,6,7
- Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%) dalam
bentuk salep ( Salep Whitfield).
- Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk salep
(salep 2-4, salep 3-10)
- Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%
8/11/2019 pitriasis rosea
http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 5/13
5
b. Pengobatan sistemik3,5,6,7
- Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25
mg/kgBB sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis
adalah 3-4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan
topikal tidak ada perbaikan
- Ketokonazol 200 mg/hari
- Itrakonazole 100mg/hari
- Terbinafin 250 mg/hari
Lama permberian obat golongan azol selama 10 – 14 hari pada pagi hari
setlah makan
- Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi sekunder
2.9 Pencegahan
Faktor-faktor yang perlu dihindari atau dihilangkan untuk mencegah terjaditinea korporis antara lain1,2,3,4 :
a. Mengurangi kelembaban dari tubuh penderita dengan menghindari pakaian yang
panas (karet, nylon), memperbaiki ventilasi rumah dan menghindari berkeringat
yang berlebihan.
b. Menghindari sumber penularan yaitu binatang, kuda, sapi, kucing, anjing, atau
kontak penderita lain.
c.
Menghilangkan fokal infeksi ditempat lain misalnya di kuku atau di kaki.
d. Meningkatkan higiene dan memperbaiki nutrisi.
e. Faktor-faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, kelaian endokrin yang
lain, leukemia, harus dikontrol.
2.10 Prognosis
Prognosis pada umumnya baik.1,2,4
8/11/2019 pitriasis rosea
http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 6/13
6
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Penderita
Nama : WSS
Umur : 44
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Alamat : Jalan Gunung Sari IV Gang Bonsai 37
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 24 Maret 2014
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Bercak merah, disertai gatal pada daerah punggung dan pinggul.
Perjalananan Penyakit :
Penderita mengeluh terdapat bercak merah disertai gatal sejak 5 hari yang lalu
pada daerah punggung. Sebelumnya terdapat bercak yang sama pada daerah pinggul
kiri, berwarna hitam dan gatal hilang timbul. Bercak di daerah pinggul awalnya kecil
kemudian menyebar ke daerah sekitarnya. Kedua bercak tersebut bertambah gatal ketika
berkeringat.
Riwayat Pengobatan :
Penderita sempat berobat dengan salep antijamur yang dibeli sendiri tapi bercak
dan gatal tidak membaik, penderita mengoles obat jamur tidak teratur.
8/11/2019 pitriasis rosea
http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 7/13
7
Riwayat Penyakit Terdahulu :
Penderita belum pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.
Riwayat Penyakit dalam keluarga :
Di keluarga tidak ada yang mengalami kelainan yang sama dengan penderita
Riwayat atopi :
Tidak ada keluarga yang menderita asma, alergi makanan, maupun alergi obat
Status Dermatologi
1.
Lokasi : punggung
Effloresensi : plak hiperpigmentasi batas tegas bentuk bulat tepi
tampak lebih merah (aktiv), jumlah soliter, ukuran numuler , unilateral,
disertai skwama putih tipis, menempel pada dasar kulit.
Gambar 3.1 Foto lesi pasien pada punggung
Lokasi : daerah pinggul kiri
Effloresensi : tampak plak hiperpigmentasi batas tegas bentuk lonjong
jumlah soliter, ukuran kurang lebih 10 cm x 5 cm, unilateral, disertai
skwama putih tebal menempel pada kulit dasar, dan disertai dengan
likenifikasi.
8/11/2019 pitriasis rosea
http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 8/13
8
Gambar 3.2 Foto lesi pasien pada pinggul kiri.
2.
Mukosa : dalam batas normal
3. Rambut : dalam batas normal
4. Kuku : dalam batas normal
5.
Fungsi Kelenjar Keringat : dalam batas normal
6. Kelenjar Limfe : dalam batas normal
7. Saraf : dalam batas normal
3.3 Diagnosis Banding
Pityriasis rosasea, Candidiasis.
3.4 Pemeriksaan Penunjang
KOH 10% tampak elemen jamur seperti hifa tipis, dan panjang.
Gambar 3.3 Foto hasil pemeriksaan KOH
8/11/2019 pitriasis rosea
http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 9/13
9
3.5 Diagnosis Kerja
Tinea korporis
3.6 Penatalaksanaan
Topikal : dapat diberikan asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-
12%) dalam bentuk cream ( Whitfield), atau dapat diberikan obat
topikal golongan azol seperti mikonazol 1 % atau ketokonazol 2
%.
Sistemik : Ketokonazol 200 mg/hari selama 14 hari
KIE :
- Menghindari pakaian yang panas (karet, nylon), memperbaiki ventilasi rumah
dan menghindari berkeringat yang berlebihan.
- Meningkatkan higiene, menghindari tubuh dalam keadaan lembab, jika
berkeringat segera di lap.
- Menghindari pemakain handuk dalam keadaan basah dan bersama anggotakeluarga lainnya.
3.7 Prognosis
Prognosis dari kelainan ini adalah baik
8/11/2019 pitriasis rosea
http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 10/13
10
BAB 4
PEMBAHASAN
Diagnosis kerja dari kasus yang dijabarkan di bab tiga adalah tinea korporis.
Beberapa langkah diagnosa yang dikerjakan untuk mendukung penegakan diagnosis
adalah anamesa pasien, pemeriksaan fisik (effloresensi), dan pemeriksaan
labopratorium. Anamnesis dari penderita didapatkan penderita mengeluh gatal disertai
bercak kemerahan pada daerah pinggul kiri dan punggung. Keluhan gatal pada pinggul
sudah dialami selama ± 15 tahun dan gatal punggung sudah dialami selama ± 10 tahundan rasa gatal tersebut bertambah hebat apabila penderita berkeringat. Hasil ini sesuai
karakteristik infeksi jamur pada tinea korporis, yakni gejala utama yang muncul pada
penderita berupa rasa gatal prominent , dan apabila terkena keringat maka lesi akan
bertambah gatal. Ekskresi keringat pada area lesi memberikan suasana lembab dan
hangat pada aera tersebut, sehingga intensitas jamur untuk meninvasi area sekitarnya
semakin tinggi dan memicu rasa gatal pada area lesi. Hasil anamnesa selanjutnya
didapatkan lesi penderita diawali dengan bintik kecil dan meluas kepermukaan kulit
sekitar. Jika dikorelasikan dengan dengan karakteristik infeksi jamur pada tinea
korporis, perluasan ini dapat diasosiasikan dengan fenomena central healing dan tepi
aktif pada lesi infeksi jamur. 1,4
Fenomena ini dapat dijelaskan dengan, jamur penyebab tinea korporis awalnya
mensitesis suatu molekul yang, berikatan dengan keratin pada sel epidermis, setalah
berkolonisasi pada area inokulasi awal, jamur akan mensekresikan enzim keratinase
yang nantinya mendegradasi keratin sekitar, sehingga jamur akan menginfeksi area
sekitar lesi yang masih berkeratin.1,4 Penemuan – penemuan ini didukung dengan status
dermatologi pasien. Pada penderita didapatkan plak hiperpigmentasi didaerah punggung
berbatas tegas bentuk bulat tepi tampak aktif, jumlah soliter, ukuran diameter kurang
lebih 5 cm, unilateral dan tampak plak hiperpigmentasi batas tegas bentuk lonjong
jumlah soliter, ukuran kurang lebih 10 cm x 5 cm, unilateral, disertai skwama putih
tebal menempel pada kulit dasar, dan disertai dengan likenifikasi. Pemeriksaan
menggunakan larutan KOH 10 % dilakukan untuk meyakinkan diagnosis dan
menyingkirkan kemungkinan diagnosis lainnya.1-6
8/11/2019 pitriasis rosea
http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 11/13
11
Untuk mendiagnosis tinea korporis terkadang dibingungkan dengan psoriasis
vulgaris karena penyakit ini predileksinya adalah di daerah ekstensor, misalnya lutut,
siku, dan punggung.5 Tetapi dapat kita singkirkan karena bila dilihat dari
effloresensinya tidak terdapat tepi aktif ataupun sentral healing tapi pada tinea korporis
memiliki effloresensi berupa tepi aktif dan sentral healing. Pitryasis rosea disingkirkan
dari gejala klinis dengan tidak adanya gambaran herald pacth maupun gambaran pohon
cemara terbalik pada pasien. Kandidiasis pada kulit memiliki ciri khas berupa lesi
satelit, dan tidak ditemukan pada pasien ini, sehingga kemungkinan infeksi jamur
kandida dapat disingkirkan. Morbus Hansen memiliki gambaran klinis mati rasa pada
lesi yang muncul, dan terjadi penebalan saraf perifer, dan kemungkinan diagnosis ini
dapat disingkirkan.5
Pengobatan pada pasien ini yaitu menggunakan obat topikal salep whifield dan
obat sistemik berupa ketokonazol 200mg/hari. Pemilihan cream whitfield untuk pasien
ini didasarkan pada bahan aktif penyusun cream whitfield memiliki profil ketarolitik
dan antiseptik terutama fungasidal. Asam salisilat konsentrasi 3 -6 % memberi efek
keratofilik pada lesi pada kulit pasien yang mengalami hiperkeratosis. Gambaran
hiperkeratosis pada lesi ditunjukkan dengan adanya peninggian kulit berupa plakat serta
skawa. Asam benzoat konsentrasi 6-12 % pada cream whitfield memberikan efek
fungisidal pada lesi pasien. Pemberian obat sistemik merupakan pengobatan utama
untuk mengeliminasi infeksi jamur, pemilihan obat sistemik ini didasarkan pada luas
lesi pasien yang tidak cukup diberikan antifungal topikal.1,5
Eliminasi alami infeksi jamur oleh host melibatkan imunitas selular, dan
terganggunya imunitas selular pada seseorang mengganggu proses penyembuhan
infeksi jamur dan mempengaruhi pronosisnya. Prognosis pasien ini cendrung baik
didasarkanpada tidak adanya tanda – tanda immunocompremise.
1,5
8/11/2019 pitriasis rosea
http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 12/13
12
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pasien didiagnosis menderita tinea korporis didasarkan pada hasil anamnesis
yang menunjukkan karakterisik infeksi jamur, yakni muncul bercak merah pada awal
penyakit disertai rasa gatal yang dominan dan bercak menyebar luas, serta waktu
penyakit yang lama.
2. Pasien didiagnosis menderita tinea korporis didasarkan pada effloresensi
berupa plak hiperpigmentasi disertai gambaran tepi aktiv.
3. Pasien didiagnosis menderita tinea korporis hasil pemeriksaan KOH
didapatkan gambaran hifa panjang di tipis pada kerokan lesi pasien.
4. Pasien mendapatkan pengobatan topikal whitfield didasarkan profil bahan
aktiv cream whitfield yang memiliki efek keratolitik dan fungasidal.
5. Pasien mendapatkan pengobatan sistemik berupa ketoconazol oral didasarkan
luas lesi yang tidak memungkinkan diobati antifungal topikal
6. Prognosis pasien ini umumnya baik didasarkan tidak adanya tanda – tanda
immunocompremised pada pasien.
5.2 Saran
1. Pasien diharapkan meminum obat secara rutin dan menuntaskan pemakain
obat oral selama 14 hari dan memakai obat topikal secara teratur.
2. Memperbaiki higine pasien dan menghindari pemakaian handuk serta pakaian
bersama dengan anggota keluarga untuk mencegah penularan kepada anggota keluarga.
3. Pasien diharapkan kontrol 14 hari stelah pengoabatan untuk dilakukan
pengerokan KOH.
8/11/2019 pitriasis rosea
http://slidepdf.com/reader/full/pitriasis-rosea 13/13
13
DAFTAR PUSTAKA
1.
Verna S, Heffernan MP. Superficial Fungal Infection : Dermatophytosis,
Oncomychosis, Tinea Nigra, Piedra. Dalam : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 7th edition. New York : Mc Graw Hill Medical ; 2008.hal.1807-1821
2.
Wolff K, Johnson R. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology. 6th edition. New York : Mc Graw-Hill Book ; 2009.hal.692-717
3.
Jacoeb TNA, Nilasari H. Dermatofitosis. Dalam : Faqih DM, Paranadipa M,
Trisna DV, Waluyo DA, Herquanto, Ekayanti F, dkk, eds. Panduan Praktik
Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi pertama.
Jakarta : PB IDI; 2013. hal.404-407
4. Lesher JL. 2014. Tinea Corporis. Diperoleh dari
http://emedicine.medscape.com/article1091473. Diakses tanggal 25 Maret 2014
5. Budimulja U. Mikosis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, eds. Ilmu
Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta : FK UI ; 2013.hal.89-105
6.
Duarsa NW, Pindha IGAS, Bratiartha M, Adiguna MS, Wardhana M, Darmada
IGK, dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Penyakit Kulit Kelamin RSUP
Sanglah. Denpasar : RSUP Sanglah ; 2007
7. Komite Medik RSUP Sanglah. Standar Prosedur Operasional Rawat Jalan Kulit
dan Kelamin. Denpasar : RSUP Snglah ; 2011