tr pitiriasis rosea
DESCRIPTION
roseaTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pitiriasis Rosea merupakan salah satu penyakit kulit jenis Dermatosis
Eritroskuamosa, yaitu penyakit kulit yang terutama ditandai dengan adanya
eritema dan skuama.
Pitiriasis Rosea belum diketahui penyebabnya yang dimulai dengan sebuah
lesi perimer yang dikarakteristikkan dengan gambaran herald patch berbentuk
eritema dan skuama halus yang kemudian diikuti dengan lesi sekunder yang
mempunyai gambaran khas
Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali digunakan oleh Gilbert pada tahun
1860. Insiden tertinggi pada usia antara 15 – 40 tahun.
Diagnosis Pitiriasis Rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Banyak penyakit yang memberikan gambaran seperti Pitiriasis
Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis sekunder, dan sebagainya
Pitiriasis Rosea merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, oleh karena
itu, pengobatan yang diberikan adalah pengobatan suportif. Obat yang diberikan
dapat berupa kortikosteroid, antihistamin, dan obat topikal untuk mengurangi
pruritus.
Pitiriasis Rosea
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Pitiriasis Rosea berasal dari kata pityriasis yang berari skuama halus dan
rosea yang berarti berwarna merah muda. Pityriasis rosea adalah salah satu
penyakit kulit yang digambarkan oleh Camille Melchior Gilbert (1860) sebagai
penyakit kulit papulosquamous, yakni penyakit kulit dengan tanda bercak
bersisik halus, berbentuk oval dan berwarna kemerahan.3
Pitiriasis Rosea belum diketahui penyebabnya, dimulai dengan sebuah lesi
inisial berbentuk eritema dan skuama halus, kemudian disusul lesi-lesi yang kecil
di badan, lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan
biasanya sembuh sendiri dalam waktu 3-8 minggu.1
B. Epidemiologi
Pitiriasis Rosea didapati pada semua umur, terutama antara 15-40 tahun,
pada wanita dan pria sama banyaknya.1
Insidensnya meningkat terutama pada musim semi, musim gugur, dan
musim dingin. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan didapatkan kira-kira
sebanyak 2% dari setiap kunjungan pasien yang berobat jalan pada ahli penyakit
kulit. Prevalensi terjadinya pitiriasis rosea lebih banyak ditemukan pada golongan
sosioekonomi masyarakat kelas menengah dan yang kurang mampu. Insidens pada
pria dan wanita hampir sama, walaupun sedikit lebih banyak ditemukan pada
wanita. Prevalensinya tidak dipengaruhi oleh golongan ras tertentu.5
C. Etiologi
Etiologinya belum diketahui, demikian pula cara infeksi. Ada yang
mengemukakan hipotesis bahwa penyebabnya virus, karena penyakit ini
merupakan penyakit swasima (self limiting disease), umumnya sembuh sendiri
dalam waktu 3-8 minggu.1
Etiologi infeksi untuk Pitiriasis Rosea telah dicari selama bertahun-tahun.
Telah dikemukakan bahwa kondisi ini dipicu oleh agen virus. Oleh karena itu,
Pitiriasis Rosea
3
sejumlah virus telah dipelajari dengan maksud untuk menentukan apakah mereka
terkait dengan Pitiriasis Rosea.3
Human herpes virus 7 telah dikemukakan sebagai penyebabnya, namun
beberapa penelitian telah gagal menunjukkan bukti-bukti yang meyakinkan
Penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini terfokus pada peranan HHV-6 dan
HHV-7 pada pitiriasis rosea. Dalam suatu penelitian, partikel Human herpes virus
telah terdeteksi pada 70% pasien penderita pitiriasis rosea. Partikel-partikel virus
ini ditemukan dalam jumlah banyak diantara serat-serat kolagen dan pembuluh-
pembuluh darah pada lapisan dermis atas dan bawah. Partikel virus ini juga berada
selang-seling diantara keratinosit dekat dengan perbatasan dermal-epidermal.3
Pitiriasis rosea tidak disebabkan langsung oleh infeksi virus herpes melalui
kulit, tapi kemungkinan disebabkan karena infiltrasi kutaneus dari infeksi limfosit
yang tersembunyi pada waktu replikasi virus sistemik. Bukti lain mengesankan
reaktivasi virus mencakup kejadian timbulnya kembali penyakit dan timbulnya
pitiriasis rosea pada saat status imunitas seseorang mengalami perubahan.
Didapatkan sedikit peningkatan insidens pitiriasis rosea pada pasien yang sedang
menurun imunitasnya, seperti ibu hamil.3
Jadi, Pitiriasis Rosea ini merupakan reaksi sekunder dari reaktivasi virus
yang didapatkan pada masa lampau dan menetap pada fase laten sebagai sel
mononuklear
Pitiriasis Rosea juga dapat disebabkan oleh obat-obatan atau logam,
misalnya arsenik, bismut, emas, methopromazine, metronidazole, barbiturat,
klonidin, kaptopril dan ketotifen. Hipotesis lain menyebutkan peranan autoimun,
atopi dan predisposisi genetik dalam kejadian Pitiriasis Rosea.3
D. Faktor Predisposisi
Pityriasis rosea ada yang menduga disebabkan virus lantaran penyakit ini
sembuh sendiri (self limited) dalam 3-8 minggu. Sementara ahli yang lain
mengaitkan dengan berbagai faktor yang diduga berhubungan dengan timbulnya
Pityriasis rosea, diantaranya:4
1. Faktor cuaca. Hal ini karena Pityriasis rosea lebih kerap ditemukan pada
musim semi dan musim gugur.
Pitiriasis Rosea
4
2. Faktor penggunaan obat-obat tertentu, seperti bismuth, barbiturat,
captopril, mercuri, methoxypromazine, metronidazole, D-penicillamine,
isotretinoin, tripelennamine hydrochloride, ketotifen, dan salvarsan.
3. Diduga berhubungan dengan penyakit kulit lainnya (dermatitis atopi,
seborrheic dermatitis, acne vulgaris) dikarenakan Pityriasis rosea dijumpai
pada penderita penyakit dengan dermatitis atopik, dermatitis seboroik,
acne vulgaris.4
E. Patogenesis
Pitiriasis Rosea sering dianggap sebagai exanthem virus (erupsi kulit yang
timbul karena gejala dari virus akut) , pandangan yang didukung oleh kondisi ini
musiman kejadian, tentu saja klinis, kemungkinan terjadinya epidemi, adanya
gejala prodromal sesekali, dan rendahnya tingkat kekambuhan.3
Sebuah insiden yang lebih tinggi dari Pitiriasis Roesa juga dicatat antara
pasien dengan penurunan kekebalan (misalnya, ibu hamil dan penerima
transplantasi sumsum tulang). Selain itu, ampisilin meningkatkan distribusi
letusan, efek yang sangat mirip dengan efek obat pada ruam mononukleosis
menular. Kurangnya sel pembunuh alami (NK) dan aktivitas sel-B pada lesi
Pitiriasis Rosea telah dicatat, menunjukkan kekebalan didominasi T-sel dimediasi
dalam pengembangan kondisi. Peningkatan jumlah sel CD4 T dan sel Langerhans
yang hadir dalam dermis, mungkin mencerminkan pengolahan antigen virus dan
presentasi. Anti-imunoglobulin M (IgM) ke keratinosit telah ditemukan pada
pasien dengan Pitirasis Rosea.3
Plak primer terlihat pada kulit pada 50-90% kasus seminggu atau lebih
sebelum terjadinya letusan lesi yang lebih kecil, letusan sekunder ini terjadi 2-21
hari kemudian. Rekurensi Pitiriasis Rosea umumnya jarang terjadi dan beberapa
orang menunjukkan kekebalan abadi ketika infeksi terjadi.3
F. Gambaran Histopatologik
Gambaran histopatologik dari Pitiriasis Rosea tidak spesifik sehingga
penderita dengan Pitiriasis Rosea tidak perlu dilakukan biopsi lesi untuk
menengakkan diagnosis. Pada lapisan epidermis ditemukan adanya parakeratosis
Pitiriasis Rosea
5
fokal, hiperplasia, spongiosis fokal, eksositosis limfosit, akantosis ringan dan
menghilang atau menipisnya lapisan granuler. Sedangkan pada dermis ditemukan
adanya ekstravasasi eritrosit serta beberapa monosit.3
G. Gejala Klinis
Gejala konstitusi pada umumnya tidak terdapat, sebagian penderita
mengeluh gatal ringan. Pitiriasis berarti skuama halus. Penyakit dimulai dengan
lesi pertama (herald patch), umumnya di badan, soliter, berbentuk oval dan
anular, diameternya kira-kira 3cm, ruam terdiri dari eritema dan skuama halus di
pinggir. Lamanya beberapa hari hingga beberapa minggu.1
Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama, memberi gambaran
yang khas, sama dengan lesi pertama hanya lebih kecil, susunanya sejajar dengan
tubuh, hingga menyerupai pohon cemara terbalik. Lesi tersebut timbul serentak
atau dalam beberapa hari. Tempat predileksi pada badan, lengan atas bagian
proksimal dan paha atas, sehingga seperti pakaian renang wanita jaman dulu.3
Kecuali bentuk yang lazim berupa eritroskuama, pitiriasis rosea dapat juga
berbentuk urtika, vesikel, dan papul, yang lebih sering terdapat pada anak-anak.1
Kulit dapat gatal. Sekitar setengah (50%) dari orang-orang memiliki kulit
gatal. Gatal akan lebih dirasakan saat kulit dalam keadaan basah, berkeringat, atau
Pitiriasis Rosea
6
akibat dari pakaian yang ketat, seperti ketika seseorang bekerja keluar atau mandi
air panas6
Mother patch / Herald Patch
Tanda pertama dari ruam ini adalah satu patch pada kulit. Disebut herald
patch, lesi berupa makula eritematosa yang berbentuk oval atau anular
dengan ukuran yang bervariasi antara 2-4 cm berwarna pink salmon, soliter,
bagian tengah ditutupi oleh skuama halus dan bagian tepi mempunyai batas
tegas yang ditutupi oleh skuama tipis yang berasal dari keratin yang terlepas
yang juga melekat pada kulit normal ( skuama collarette ). Pada orang yang
memiliki kulit gelap, warna bervariasi dari ungu ke abu-abu gelap.6
Daughter Patch
Dalam satu atau dua minggu, lebih banyak patch muncul pada kulit. Patch
ini lebih kecil dan mungkin muncul di dada, perut, punggung, lengan, dan
kaki. Kadang-kadang patch ini terjadi pada leher, wajah, dan di tempat lain
di kulit. Patch bahkan dapat mengembangkan di dalam mulut. Plak kecil
ini menyerupai plak primer sejalan dengan sumbu sepanjang garis belahan
dan terdistribusi membentuk pola pohon natal (christmas tree).6
Pitiriasis Rosea
7
Skema plak primer (herald patch) dan distribusi tipikal plak sekunder sepanjang garis belah
batang tubuh pada pola Christmas Three
H. Diagnosis
Pada beberapa pasien, ruam ini dapat terlihat seperti penyakit kulit lain. Hal
ini dapat terlihat seperti kurap atau jenis eksim yang disebut dermatitis numular.
Diagnosa pitiriasis rosea ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Anamnesa harus bisa memberikan informasi yang berkenaan dengan munculnya
erupsi kulit pertama kali dan pengobatan apa saja yang sudah dilakukan oleh
Pityriasis rosea dengan herald patch di dada kanan
Pitiriasis Rosea
Pitiriasis rosea versikular. Distribusi Christmas tree
8
pasien. Pada pemeriksaan fisik harus didapatkan adanya erupsi kulit berupa
papiloeritroskuamosa. Pada pemeriksaan klinis minimal terdapat dua lesi dari tiga
kriteria di bawah ini.4
Makula berbentuk oval atau sirkuler.
Skuama menutupi hampir semua lesi.
Terdapatnya koleret pada tepi lesi dengan bagian tengah yang lebih
tenang.
Diagnosa dibuat berdasarkan pada gejala klinis serta lokasi yang khas.2
Gejala klinis:
Biasanya gatal ringan/ tidak gatal
Sebagian kecil rasa sangat gatal
Biasanya didahului anamnesis memakai baju baru yang belum dicuci,
memakai baju lama yang disimpan lama atau sering berenang.2
Lokasi:
Khas pada tubuh tertutup pakaian
Leher sampai batas dagu, muka sangat jarang terjangkit
Pada punggung tampak seperti pohon cemara
Sebagian kasus lainnya efloresensi timbul hanya pada ekstremitas atas
dan paha.2
I. Diagnosis Banding
Peyakit ini sering disangka jamur oleh penderita, juga oleh dokter umum
sering didiagnosis sebagai Tinea Korporis. Gambaran klinisnya memang mirip
dengan tinea korporis karena terdepat eritema dan skuama di pinggir dan
benuknya anular. Perbedaanya pada ptiriasis rosea gatalnya tidak begitu berat
seperti pada tinea korporis, skuamanya halus sedangkan pada tinea korporis kasar,
pada tinea sediaan KOH akan positif. Hendaknya dicari pula lesi insisal yang
adakalanya masih ada. Jika telah tidak ada dapat ditanyakan kepada penderita
tentang lesi inisial. Sering lesi inisial tersebut tidak seluruhnya eritematosa lagi,
tetapi bentuknya masih tapal oval sedangkan di tengahnya terlihat
hipopigmentasi.1
1) Dermatitis seboroik
Pitiriasis Rosea
9
2) Sifilis II bentuk makula
3) Tinea korporis.2
Tabel. Diagnosa Banding Pitiriasis Rosea
Pitiriasis rosea Dermatitis seboroik Sifilis-II Tinea korporis
Definisi Penyakit kulit
yang belum
diketahui
penyebabnya,
dimulai dengan
sebuah lesi awal
berbentuk bercak
eritema dengan
skuama halus.
Kelainan kilit yang
didasari oleh factor
konstitusi dan
bertempat
predileeksi di
tempat-tempat
seboroik
Penyakit akibat
hubungan sexual
yang disebabkan oleh
Treponema pallidum,
dapat menjangkit
seluruh organ tubuh
serta dapat
menembus plasenta,
dan klinisnya ada
beberapa stadium.
Penyakit pada jaringan
yang mengandung zat
tanduk, misalnya
S.korneum pada
epidermis, rambut, dan
kuku yang disebabkan
gol.jamur dermatofita.
Etiologi Belum diketahui Belum diketahui Treponema pallidum Jamur: golongan
dermatofit
Microsporum,
Trichophyton,
Epidermophyton.
Klinis ± gejala konstitusi
Gatal ringan
Umumnya gatal pada
area seboroik, sifat
kronik dan mudah
kambuh, berkaitan
dengan stres,
kelelahan, atau
paparan sinar
matahari
Lesi kulit
Lesi mukosa mulut
Lesi di kepala rambut
Pembesaran KGB
Hepatomegali
Gatal
Pitiriasis Rosea
10
Efloresensi Makula besar
yang disebut
“Herald patch”
diikuti dengan
gam baran
“Cristmas tree
appearance”
Eritema dan skuama
yang berminyak
agak kekuningan,
batas kurang jelas.
Roseola: eritema
macular, berbintik-
bintik atau berbercak-
bercak, warnanya
merah tembaga,
bentuk bulat atau
lonjong.
Macula eritematosa
berbatas tegas terdiri atas
dengan, skuama, kadang-
kadang dengan vesikel
dan papul di tepi. Daerah
tengahnya lebih tenang.
J. Penatalaksanaan
Pitiriasis rosea biasanya dapat sembuh dengan sendirinya (sel limiting
disease) sehingga jarang diperlukan pengobatan. Yang terpenting dari
penatalaksanaan penyakit ini adalah memberikan edukasi pada penderita bahwa
penyakit ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 6 sampai 8 minggu, tidak
meninggalkan bekas, tidak menular, anggota tubuh tidak akan mengalami
gangguan karena penyakitnya dan jarang kambuh. Pengobatan yang diberikan
hanya bersifat simtomatis saja.1,3
1) Edukasi
Pitiriasis Rosea akan sembuh dalam waktu yang lama
Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian
menetap selama sekitar 2 minggu, selanjutnya berangsur hilang
sekitar 2 minggu. Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa Pitiriasis
Rosea berlangsung hingga 3-4 bulan
Penatalaksanaan yang penting pada Pitiriasis Rosea adalah dengan
mencegah bertambah hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang
mengandung wol, air, sabun, dan keringat yang bersifat iritan dapat
menyebabkan lesi menjadi bertambah berat.3,6
2) Topikal
Untuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink oksida,
kalamin losion atau 0,25% mentol. Pada kasus yang lebih berat
dengan lesi yang luas dan gatal yang hebat dapat diberikan
Pitiriasis Rosea
11
glukokortikoid topikal kerja menengah ( bethametasone dipropionate)
0,025% ointment 2 kali sehari
Bedak diantaranya: bedak salisil dan lotion menthol-phenol 1/2 - 1%.3
3) Sistemik
Kortikosteroid jenis prednison dapat menurunkan peradangan dengan
membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler dan menekan
aktivitas polimorfonuklear. Prednison (0.5-1 mg / kg / hari selama 7
hari) berguna untuk menghilangkan rasa gatal, menahan sementara
perjalanan penyakitnya dan dapat menghilangkan lesinya, diberikan
terutama bila penyakitnya lebih dari 1 bulan.3
Antihistamin juga dapat diberikan untuk mengurangi rasa gatal.
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
kerja histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan
bersaing pada reseptor H-1, H-2 dan H-3.3
4) Fototerapi
Fototerapi dapat bermanfaat pada kasus-kasus yang lama
penyembuhannya. Fototerapi UVB dapat mempercepat hilangnya
erupsi kulit yang ada. Satu-satunya efek samping dari terapi ini ialah
kulit yang terasa sedikit perih dan kekeringan pada kulit. Namun
risiko terjadinya hiperpigmentasi postinfeksi dapat meningkat dengan
terapi ini.3
K. Prognosis
Prognosis pada penderita Pitiriasis Rosea adalah baik karena penyakit ini
bersifat self limited disease sehingga dapat sembuh spontan dalam waktu 3-8
minggu.1
Pitiriasis Rosea
12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pitiriasis Rosea adalah penyakit dengan lesi papuloskuama yang memiliki
ciri berupa plak herald dan diikuti dengan erupsi sekunder berbentuk oval sampai
lingkaran berlapis skuama tipis yang tersebar pada garis belahan batang tubuh
sehingga membentuk gambaran pohon natal (Christmas tree). Etiologi Pitiasis
Rosea masih belum jelas. Beberapa bukti terbaru mengindikasikan bahwa
Pitiriasis Rosea merupakan jenis eksantem virus dan etiologinya mungkin
berkaitan dengan human herpes virus. Pitiriasis rosea biasanya terjadi pada
rentang usia 10-40 tahun.
Penyakit ini merupakan penyakit self limiting disease, umumnya sembuh
sendiri dalam waktu 3-8 minggu.Tatalaksana kasus berupa pengobatan topikal
untuk mengurangi rasa gatal, sistemik seperti; kortikosteroid dan antihistamin,
untuk menurunkan peradangan dan dapat menghilangkan lesinya
Pitiriasis Rosea
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda Adhi, Pitiriasis Rosea. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
keenam, cetakan ketiga. Badan Penerbit FKUI. Jakarta. 2013: hal 197
2. Martodiharjo Sunarko, dkk. Pitiriasis Rosea dalam Pedoman Diagnosis
dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: edisi ke-3. RSU dr.
Soetomo Surabaya. 2005: hal 91-93
3. Robert A Schwartz, MD. Pityriasis Rosea. Sep 15, 2014.
emedicine.medscape (http://emedicine.medscape.com/article/1107532-
overview#showall) Diakses 18-10-2014.
4. Amanda Oakley, Prof. Viral skin infections :Pityriasis rosea. August 2014.
DermNet NZ http://dermnetnz.org/viral/pityriasis-rosea.html
(http://dermnetnz.org/viral/pityriasis-rosea.html) Diakses 18-10-2014.
5. Pityriasis rosea. 07/05/2013 (http://www.nhs.uk/Conditions/pityriasis-
rosea/Pages/Introduction.aspx) Diakses 18-10-2014
6. American Academy of Dermatology. Pityriasis rosea.
(https://www.aad.org/dermatology-a-to-z/diseases-and-treatments/m---p/
pityriasis-rosea ) Diakses 18-10-2014
Pitiriasis Rosea