pytiriasis rosea

21
PYTIRIASIS ROSEA Fitri Zelia Lizanty, S.Ked Pembimbing Dr. dr. Rusmawardiana, Sp.KK Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang PENDAHULUAN Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya yang dimulai dengan sebuah lesi perimer yang dikarakteristikkan dengan gambaran herald patch berbentuk eritema dan skuama halus yang kemudian diikuti dengan lesi sekunder yang mempunyai gambaran khas. 1 Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan pada tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860, Gilbert memberi nama Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah muda ( rosea ). Pitiriasis Rosea berasal dari kata pityriasis yang berari skuama halus dan rosea yang berarti berwarna merah muda. Insiden tertinggi pada usia antara 15 – 40 tahun. 3 Wanita lebih sering terkena dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1. Diagnosis Pitiriasis Rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dapat juga dilakukan 1

Upload: fitrizelia

Post on 28-Jan-2016

77 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

pytriasis rosea

TRANSCRIPT

Page 1: PYTIRIASIS ROSEA

PYTIRIASIS ROSEA

Fitri Zelia Lizanty, S.KedPembimbing Dr. dr. Rusmawardiana, Sp.KK

Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin

Palembang

PENDAHULUAN

Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya

yang dimulai dengan sebuah lesi perimer yang dikarakteristikkan dengan

gambaran herald patch berbentuk eritema dan skuama halus yang kemudian

diikuti dengan lesi sekunder yang mempunyai gambaran khas.1

Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan

pada tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860,

Gilbert memberi nama Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah muda

( rosea ). Pitiriasis Rosea berasal dari kata pityriasis yang berari skuama halus dan

rosea yang berarti berwarna merah muda.

Insiden tertinggi pada usia antara 15 – 40 tahun.3 Wanita lebih sering

terkena dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1.

Diagnosis Pitiriasis Rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk

memastikan diagnosis apabila sulit menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea.

Biasanya Pitiriasis Rosea didahului dengan gejala prodromal ( lemas, mual, tidak

nafsu akan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe ). Setelah itu muncul

gatal dan lesi dikulit.4 Banyak penyakit yang memberikan gambaran seperti

Pitiriasis Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis sekunder, dan sebagainya2

Pitiriasis rosea mempunyai gambaran klinis yang sulit dibedakan dengan

penyakit lainnya maka dari itu dokter umum diharapkan mampu melakukan

penegakan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Referat ini akan membahas

mengenai definisi, etiopatogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis

banding, penatalaksanaan, prognosis pitiriasis rosea

1

Page 2: PYTIRIASIS ROSEA

ETIOPATOGENESIS

Penyebab dari penyakit ini belum diketahui, demikian pula cara

penyebaran infeksinya. Ada yang mengemukanan hipotesis bahwa penyebabnya

adalah virus karena merupakan penyakit swasima (self limiting disease) yang

umumnya sembuh sendiri dalam waktu 3-8 minggu.

Keterlibatan dua virus herpes yaitu HHV-6 dan HHV-7 sebagai penyebab

erupsi. Terdapat DNA virus dalam peripheral blood mononuclear cell (PBMC)

dan lesi kulit.. Replikasi aktif dari Herpes Virus ( HHV )-6 dan -7 pada sel

mononuklear dari kulit yang mengandung lesi, kemudian mengidentifikasi virus

pada sampel serum penderita.3 Jadi, Pitiriasis Rosea ini merupakan reaksi

sekunder dari reaktivasi virus yang didapatkan pada masa lampau dan menetap

pada fase laten sebagai sel mononuklear.1 Pitiriasis Rosea juga dapat disebabkan

oleh obat-obatan atau logam, misalnya arsenik, bismut, emas, methopromazine,

metronidazole, barbiturat, klonidin, kaptopril dan ketotifen.1,3 Hipotesis lain

menyebutkan peranan autoimun, atopi dan predisposisi genetik dalam kejadian

Pitiriasis Rosea.7

MANIFESTASI KLINIS

Kurang lebih pada 20-50% kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea didahului

dengan munculnya gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus

respiratorius bagian atas atau gangguan gastrointestinal. Sumber lain

menyebutkan kira-kira 5% dari kasus pitiriasis rosea didahului dengan gejala

prodormal berupa sakit kepala, rasa tidak nyaman di saluran pencernaan, demam,

malaise, dan artralgia. Lesi utama yang paling umum ialah munculnya lesi soliter

berupa makula eritem atau papul eritem pada batang tubuh atau leher, yang secara

bertahap akan membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-10 cm, berwarna

pink salmon, berbentuk oval dengan skuama tipis.

Tempat predileksi Pitiriasis Rosea adalah badan, lengan atas bagian proksimal

dan paha atas sehingga membentuk seperti gambaran pakaian renang.2 Sinar

matahari mempengaruhi distribusi lesi sekunder, lesi dapat terjadi pada daerah

yang terkena sinar matahari, tetapi pada beberapa kasus, sinar matahari

2

Page 3: PYTIRIASIS ROSEA

melindungi kulit dari Pitiriasis Rosea. Pada 75% penderita biasanya timbul gatal

didaerah lesi dan gatal berat pada 25% penderita.1

1. Gejala klasik

Gejala klasik dari Pitiriasis Rosea mudah untuk dikenali. Penyakit dimulai

dengan lesi pertama berupa makula eritematosa yang berbentuk oval atau

anular dengan ukuran yang bervariasi antara 2-4 cm, soliter, bagian tengah

ditutupi oleh skuama halus dan bagian tepi mempunyai batas tegas yang

ditutupi oleh skuama tipis yang berasal dari keratin yang terlepas yang

juga melekat pada kulit normal ( skuama collarette ). Lesi ini dikenal

dengan nama herald patch.1,2,3

Gambar herald patch3

Gambar plak primer tipikal ( herald patch )

menunjukkan bentuk lonjong dengan skuama halus di tepi bagian dalam plak4

3

skuama

Herald Patch

Page 4: PYTIRIASIS ROSEA

Pada lebih dari 69% penderita ditemui adanya gejala prodromal berupa

malaise, mual, hilang nafsu makan, demam, nyeri sendi, dan

pembengkakan kelenjar limfe.4 Setelah timbul lesi primer, 1-2 minggu

kemudian akan timbul lesi sekunder generalisata. Pada lesi sekunder akan

ditemukan 2 tipe lesi. Lesi terdiri dari lesi dengan bentuk yang sama

dengan lesi primer dengan ukuran lebih kecil ( diameter 0,5 – 1,5 cm )

dengan aksis panjangnya sejajar dengan garis kulit dan sejajar dengan

kosta sehingga memberikan gambaran Christmas tree. Lesi lain berupa

paul-papul kecil berwarna merah yang tidak berdistribusi sejajar dengan

garis kulit dan jumlah bertambah sesuai dengan derajat inflamasi dan

tersebar perifer. Kedua lesi ini timbul secara bersamaan.2

Gambaran menyerupai pine tree (http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM00515

2. Gejala atipikal

Terjadi pada 20% penderita Pitiriasis Rosea. Ditemukannya lesi yang tidak

sesuai dengan lesi pada Pitiriasis Rosea pada umunya. Berupa tidak

ditemukannya herald patch atau berjumlah 2 atau multipel. Bentuk lesi lebih

bervariasi berupa urtika, eritema multiformis, purpura, pustul dan vesikuler.3

Distribusi lesi biasanya menyebar ke daerah aksila, inguinal, wajah, telapak 4

Page 5: PYTIRIASIS ROSEA

tangan dan telapak kaki. Adanya gejala atipikal membuat diagnosis dari

Pitiriasis Rosea menjadi lebih sulit untuk ditegakkan sehingga diperlukan

pemeriksaan lanjutan.

Gambar Diagram skematik plak primer ( herald patch ) dan distribusi tipikal plak sekunder

sepanjang garis kulit pada trunkus dalam susunan Christmas tree3

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi

Pitiriasis rosea merupakan diagnosa klinis. Tidak ada tes laboratorium

yang membantu dalam membuat diagnosa. Pemeriksaan ini jarang diperlukan

dalam kasus PR. Pemeriksaan fisik, hitung darah sel, biokimia dan analisis urin

dalam rentang normal, kadang ditemukan leukositosis, neutrophilia, basophilia

dan limfositosis.

5

Page 6: PYTIRIASIS ROSEA

Serologi

Dapat dilakukan RPR ( Rapid Plasma Reagin ) dan FTA-Abs( Fluoresent

Treponemal Antibody Absorbed ) untuk skrining sifilis.8 Pada pasien dengan

riwayat adanya penyakit hubungan seksual atau bekerja sebagai PSK yang

membuat mereka termasuk dalam faktor risiko, pemeriksaan serologis untuk

sifilis perlu untuk dilakukan.

Histopatologik

Gambaran histopatologik dari Pitiriasis Rosea tidak spesifik sehingga

penderita dengan Pitiriasis Rosea tidak perlu dilakukan biopsi lesi untuk

menengakkan diagnosis. Pemeriksaan histopatologi dapat membantu dalam

menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea dengan gejala atipikal. Pemeriksaan

histopatologi sangat membantu dalam meyingkirkan diagnosa banding. Gambaran

histopatologi dari pitiriasis rosea meliputi:

Akantosis ringan yang terjadi karena adanya parakeratosis fokal dan

hyperplasia spongiosis fokal pada lapisan epidermis.

Ekstravasasi eritrosit ke lapisan dermis

Spongiosis dapat ditemukan pada kasus akut

Infiltrat perivaskular ringan dari limfosit ditemukan pada dermis.1

Gambar 1. histologik non spesifik tipikal dari Pitiriasis Rosea,

menunjukkan parakeratosis, hilangnya lapisan granular, akantosis ringan,

spongiosis, dan infiltrat limfohistiosit pada dermis superficial2

DIAGNOSA BANDING

Diagnosa banding dari pitiriasis rosea mencakup:

6

Spongiosis Infiltrat limfohistiosit

Akantosis

Page 7: PYTIRIASIS ROSEA

1. Sifilis stadium II (yang paling penting)4,6,7,8,9

Sifilis stadium II dapat menyerupai pitiriasis rosea, namun biasanya

pada sifilis sekunder lesi juga terdapat di telapak tangan, telapak kaki,

membran mukosa, mulut, serta adanya kondiloma lata atau

alopesia.4,9,10 Tidak ada keluhan gatal (99%). Ada riwayat lesi pada alat

genital.8 Tes serologis terhadap sifilis perlu dilakukan terutama jika

gambarannya tidak khas dan tidak ditemukan Herald patch.4

2. Psoriasis gutata4,7,10

Kelainan kulit yang terdiri atas bercak-bercak eritem yang meninggi

(plak) dengan skuama diatasnya. Eritem sirkumskrip dan merata, tetapi

pada stadium penyembuhan sering eritem yang di tengah menghilang

dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan

berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan

bervariasi, jika seluruhnya atau sebagian besar lentikuler disebut

sebagai psoriasis gutata. Umumnya setelah infeksi Streptococcus di

saluran napas bagian atas sehabis influenza atau morbili, terutama pada

anak dan dewasa muda.11

3. Lichen planus3,4,8

Dapat menyerupai pitiriasis rosea papular.3 Lesinya memiliki lebih

banyak papul dan berwarna violet/lembayung, ditemukan di membran

mukosa mulut dan bibir.8

4. Dermatitis numularis4,6

Gambaran lesinya berbentuk seperti koin dengan skuama yang dapat

menyerupai pitiriasis rosea. Namun tidak terdapat koleret dan

predileksi tempatnya pada tungkai, daerah yang biasanya jarang

terdapat lesi pada pitiriasis rosea.6

5. Parapsoriasis (Pitiriasis lichenoides kronik)4,8

Penyakit ini jarang ditemukan, pada bentuk yang kronis mungkin

didapatkan “cigarrete paper” atrofi. Penyakit ini dapat berkembang

menjadi mikosis fungoides.8

7

Page 8: PYTIRIASIS ROSEA

6. Dermatitis seboroik3,4,8,9

Pada dermatitis seboroik, kulit kepala dan alis mata biasanya

berskuama dan ruam kulitnya ditutupi skuama yang berminyak dengan

predileksi tempat di sternum, regio intercapsular, dan permukaan

fleksor dari persendian-persendian.3

7. Tinea corporis3,4,6,9

Herald patch atau bercak yang besar pada pitiriasis rosea dapat

menyerupai tinea corporis.4 Tinea corporis juga memiliki lesi

papuloeritemaskuamosa yang bentuknya anular, dengan skuama, dan

central healing.6 Namun pada tepinya bisa terdapat papul, pustul,

skuama, atau vesikel. Bagian tepi lesi yang lebih aktif pada infeksi

jamur ini menunjukkan adanya hifa pada pemeriksaan sitologi atau

pada kultur, yang membedakannya dengan pitiriasis rosea.4 Tinea

corporis jarang menyebar luas pada tubuh.3

8. Pitiriasis versikolor4,6,7,8,9

Karakterisitk dari pitiriasis versikolor ialah bercak merah, putih, atau

coklat berbentuk anular dengan skuama.4 Skuama halus tampak terlihat

saat pemeriksaan menggoreskan kuku jari pada lesi.8 Diagnosa dapat

ditegakkan dengan mencari adanya hifa dan spora pada skuamanya

dengan menggunakan lampu Wood dan larutan KOH.4

9. Erupsi kulit mirip pitiriasis rosea oleh karena obat3,4,8,9

Senyawa emas dan captopril paling sering menimbulkan kelainan ini.10

Setelah diketahui macam-macam obat yang bisa menginduksi

timbulnya erupsi kulit mirip pitiriasis rosea, kasusnya sudah berkurang

sekarang. Gambaran klinisnya ialah lesinya tampak lebih besar dengan

skuama yang menutupi hampir seluruh lesi, sedikit yang ditemukan

adanya Herald patch, umumnya sering didapatkan adanya lesi pada

mulut berupa hiperpigmentasi postinflamasi. Sebagai tambahan, erupsi

kulit mirip pitiriasis rosea karena obat yang berlangsung lama

dikatakan ada hubungannya dengan AIDS.4

10. Sifilis stadium II (yang paling penting)4,6,7,8,9

8

Page 9: PYTIRIASIS ROSEA

Sifilis stadium II dapat menyerupai pitiriasis rosea, namun biasanya

pada sifilis sekunder lesi juga terdapat di telapak tangan, telapak kaki,

membran mukosa, mulut, serta adanya kondiloma lata atau

alopesia.4,9,10 Tidak ada keluhan gatal (99%). Ada riwayat lesi pada alat

genital.8 Tes serologis terhadap sifilis perlu dilakukan terutama jika

gambarannya tidak khas dan tidak ditemukan Herald patch.4

11. Psoriasis gutata4,7,10

Kelainan kulit yang terdiri atas bercak-bercak eritem yang meninggi

(plak) dengan skuama diatasnya. Eritem sirkumskrip dan merata, tetapi

pada stadium penyembuhan sering eritem yang di tengah menghilang

dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan

berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan

bervariasi, jika seluruhnya atau sebagian besar lentikuler disebut

sebagai psoriasis gutata. Umumnya setelah infeksi Streptococcus di

saluran napas bagian atas sehabis influenza atau morbili, terutama pada

anak dan dewasa muda.11

12. Lichen planus3,4,8

Dapat menyerupai pitiriasis rosea papular.3 Lesinya memiliki lebih

banyak papul dan berwarna violet/lembayung, ditemukan di membran

mukosa mulut dan bibir.8

13. Dermatitis numularis4,6

Gambaran lesinya berbentuk seperti koin dengan skuama yang dapat

menyerupai pitiriasis rosea. Namun tidak terdapat koleret dan

predileksi tempatnya pada tungkai, daerah yang biasanya jarang

terdapat lesi pada pitiriasis rosea.6

14. Parapsoriasis (Pitiriasis lichenoides kronik)4,8

Penyakit ini jarang ditemukan, pada bentuk yang kronis mungkin

didapatkan “cigarrete paper” atrofi. Penyakit ini dapat berkembang

menjadi mikosis fungoides.8

15. Dermatitis seboroik3,4,8,9

9

Page 10: PYTIRIASIS ROSEA

Pada dermatitis seboroik, kulit kepala dan alis mata biasanya

berskuama dan ruam kulitnya ditutupi skuama yang berminyak dengan

predileksi tempat di sternum, regio intercapsular, dan permukaan

fleksor dari persendian-persendian.3

16. Tinea corporis3,4,6,9

Herald patch atau bercak yang besar pada pitiriasis rosea dapat

menyerupai tinea corporis.4 Tinea corporis juga memiliki lesi

papuloeritemaskuamosa yang bentuknya anular, dengan skuama, dan

central healing.6 Namun pada tepinya bisa terdapat papul, pustul,

skuama, atau vesikel. Bagian tepi lesi yang lebih aktif pada infeksi

jamur ini menunjukkan adanya hifa pada pemeriksaan sitologi atau

pada kultur, yang membedakannya dengan pitiriasis rosea.4 Tinea

corporis jarang menyebar luas pada tubuh.3

17. Pitiriasis versikolor4,6,7,8,9

Karakterisitk dari pitiriasis versikolor ialah bercak merah, putih, atau

coklat berbentuk anular dengan skuama.4 Skuama halus tampak terlihat

saat pemeriksaan menggoreskan kuku jari pada lesi.8 Diagnosa dapat

ditegakkan dengan mencari adanya hifa dan spora pada skuamanya

dengan menggunakan lampu Wood dan larutan KOH.4

18. Erupsi kulit mirip pitiriasis rosea oleh karena obat3,4,8,9

Senyawa emas dan captopril paling sering menimbulkan kelainan ini.10

Setelah diketahui macam-macam obat yang bisa menginduksi

timbulnya erupsi kulit mirip pitiriasis rosea, kasusnya sudah berkurang

sekarang. Gambaran klinisnya ialah lesinya tampak lebih besar dengan

skuama yang menutupi hampir seluruh lesi, sedikit yang ditemukan

adanya Herald patch, umumnya sering didapatkan adanya lesi pada

mulut berupa hiperpigmentasi postinflamasi. Sebagai tambahan, erupsi

kulit mirip pitiriasis rosea karena obat yang berlangsung lama

dikatakan ada hubungannya dengan AIDS.4

PENATALAKSANAAN

10

Page 11: PYTIRIASIS ROSEA

1. Umum

Walaupun Pitiriasis Rosea bersifat self limited disease ( dapat sembuh

sendiri ), bukan tidak mungkin penderita merasa terganggu dengan lesi

yang muncul. Untuk itu diperlukan penjelasan kepada pasien tentang :

- Pitiriasis Rosea akan sembuh dalam waktu yang lama

- Lesi kedua rata-rata berlangsung selama 2 minggu, kemudian menetap

selama sekitar 2 minggu, selanjutnya berangsur hilang sekitar 2

minggu. Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa Pitiriasis Rosea

berlangsung hingga 3-4 bulan

- Penatalaksanaan yang penting pada Pitiriasis Rosea adalah dengan

mencegah bertambah hebatnya gatal yang ditimbulkan. Pakaian yang

mengandung wol, air, sabun, dan keringat dapat menyebabkan lesi

menjadi bertambah berat.

2. Khusus

- Topikal

Untuk mengurangi rasa gatal dapat menggunakan zink oksida, kalamin

losion atau 0,25% mentol. Pada kasus yang lebih berat dengan lesi

yang luas dan gatal yang hebat dapat diberikan glukokortikoid topikal

kerja menengah ( bethametasone dipropionate 0,025% ointment 2 kali

sehari ).2,

- Sistemik

Pemberian antihistamin oral sangat bermanfaat untuk mengurangi rasa

gatal.4 Untuk gejala yang berat dengan serangan akut dapat diberikan

kortikosteroid sistemik atau pemberian triamsinolon diasetat atau

asetonid 20-40 mg yang diberikan secara intramuskuler.

Penggunaan eritromisin masih menjadi kontroversial. eritromisin oral

pernah dilaporkan cukup berhasil pada penderita Pitiriasis Rosea yang

diberikan selama 2 minggu3. Dari suatu penelitian menyebutkan bahwa

73% dari 90 penderita pitiriasis rosea yang mendapat eritromisin oral

mengalami kemajuan dalam perbaikan lesi. Eritomisin diduga

mempunyai efek sebagai anti inflamasi5,6. Namun dari penelitian di

11

Page 12: PYTIRIASIS ROSEA

Tehran, Iran yang dilakukan oleh Abbas Rasi et al menunjukkan tidak

ada perbedaan perbaikan lesi pada pasien yang menggunakan

eritromisin oral dengan pemberian plasebo.7

Asiklovir dapat diberikan untuk mempercepat penyembuhan. Dosis

yang dapat diberikan 5x800mg selama 1 minggu.2 Pemakaian sinar

radiasi ultraviolet B atau sinar matahari alami dapat mengurangi rasa

gatal dan menguranngu lesi.2 Penggunaan sinar B lebih ditujukan pada

penderita dengan lesi yang luas, karena radiasi sinar ultraviolet B

( UVB ) dapat menimbulkan hiperpigmentasi post inflamasi.2

PROGNOSIS

Prognosis pada penderita Pitiriasis Rosea adalah baik karena penyakit ini

bersifat self limited disease sehingga dapat sembuh spontan dalam waktu 3-8

minggu.1

KESIMPULAN

Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya

yang dimulai dengan sebuah lesi perimer yang dikarakteristikkan dengan

gambaran herald patch berbentuk eritema dan skuama halus yang kemudian

diikuti dengan lesi sekunder yang mempunyai gambaran khas.

Diagnosis Pitiriasis Rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk

memastikan diagnosis apabila sulit menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea.

Biasanya Pitiriasis Rosea didahului dengan gejala prodromal ( lemas, mual, tidak

nafsu akan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe ). Setelah itu muncul

gatal dan lesi dikulit.4 Banyak penyakit yang memberikan gambaran seperti

Pitiriasis Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis sekunder, dan sebagainya

DAFTAR PUSTAKA

1. James, William D., Timothy G.B, Dirk M. Epityriasis Rosea. In: James WD Berger TG, Eston DM. Andrews’ diseases of the skin, 10th ed. WB Saunders Company, Canada.2006; 207-216.

12

Page 13: PYTIRIASIS ROSEA

2. Blauvelt, Andrew. Pityriasis Rosea In: Dermatology in General Medicine Fitzpatrick’s. The McGraw-Hill Companies, Inc. 2008; 362-265.

3. Sterling, J.C. Viral Infections. In : Rook’s textbook of dermatology.—7th ed. 2004. 25.79-82.

4. Lichenstein, A. Pityriasis Rosea. Diunduh dari www. Emedicine.com.

5. Graham-Brown Robin, Bourke Johny.Mobsy’s Color Atlas and Text of Dermatology; edisi ke -2. Philadelhia, USA: Elsevier, 2007: 224-25.

6. Henderson David J, Usatine Richard P, Pityriasis Rosea. Dalam: Usatine Richard P, Smith Mindy Ann, Mayeaux Jr. E.J.Editor. The Color Atlas of Family Medicine. USA: McGraw Hill.2009:630-33

7. Gawkrodger David J. Dermatology an Illustrated Colour Text; edisi ke -4. Philadelphia, USA: Elsevier. 2008: 40-1..

8. Hall John C. Sauer’s Manual of Skin Disease; edisi ke -9. Philadelphia, USA. Lippincott Wiliam and Wilkins. 2006: 157-61

9. McPhee, S J, Maxine A P. 2009. Current Medical Diagnosis and Treatment forty eighth edition. Mc Graw Hill Companies:USA.

10. Djuanda Adhi. Dermatosis Eritriskuamosa. Dalam: Djuanda Adhi, Hamzah Mochtar, Aisah Siti, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin; edidi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2007: 189-200

13

Page 14: PYTIRIASIS ROSEA

14