pitiriasis versikolor.docx

40
BAB I PENDAHULUAN Insidens mikosis superfisialis cukup tinggi di Indonesia karena biasanya menyerang masyarakat luas, sebaliknya mikosis profunda sangat jarang ditemukan. Mikosis superfisialis terdiri dari dermatofitosis dan non-dermatofitosis. 1 Dermatitis atopik (DA) adalah suatu penyakit kulit inflamasi yang kronis dan berulang, dengan karakteristik rasa gatal yang hebat, kulit kering, inflamasi dan eksudasi. Kelainan kulit berupa papul, gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural). Hal ini dapat disebabkan oleh stress fisik dan emosional. DA seringkali berhubungan dengan peningkatan nilai serum IgE dan riwayat alergi tipe I, rhinitis alergika dan asma pada penderita atau keluarga. 1,2 DA seringkali mengenai 10-15% anak diseluruh belahan dunia dan prevalensinya meningkat dengan cepat. Gejala pertama biasanya dimulai saat bayi, dan sekitar 50% kasus didiagnosis pada usia 1 tahun, dan DA bersifat jangka panjang dan menetap hingga dewasa pada sepertiga pasien. Sekitar 70 persen kasus DA dimulai pada anak usia dibawah 5 tahun, meskipun sebanyak 10 1

Upload: minni

Post on 15-Dec-2015

51 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Laporan Kasus Kulit

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Insidens mikosis superfisialis cukup tinggi di Indonesia karena biasanya menyerang masyarakat luas, sebaliknya mikosis profunda sangat jarang ditemukan. Mikosis superfisialis terdiri dari dermatofitosis dan non-dermatofitosis.1Dermatitis atopik (DA) adalah suatu penyakit kulit inflamasi yang kronis dan berulang, dengan karakteristik rasa gatal yang hebat, kulit kering, inflamasi dan eksudasi. Kelainan kulit berupa papul, gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural). Hal ini dapat disebabkan oleh stress fisik dan emosional. DA seringkali berhubungan dengan peningkatan nilai serum IgE dan riwayat alergi tipe I, rhinitis alergika dan asma pada penderita atau keluarga.1,2DA seringkali mengenai 10-15% anak diseluruh belahan dunia dan prevalensinya meningkat dengan cepat. Gejala pertama biasanya dimulai saat bayi, dan sekitar 50% kasus didiagnosis pada usia 1 tahun, dan DA bersifat jangka panjang dan menetap hingga dewasa pada sepertiga pasien. Sekitar 70 persen kasus DA dimulai pada anak usia dibawah 5 tahun, meskipun sebanyak 10 persen kasus yang dijumpai di rumah sakit dimulai saat usia dewasa.1,2DA dicetuskan oleh sejumlah faktor pencetus, meliputi bahan iritan, mikroba (khususnya Staphylococcus aureus), psikologis (khususnya keadaan stres) dan faktor alergi. Pasien DA seringkali mengalami peningkatan serum IgE dan derajat sensitisasi yang tinggi terhadap alergen lingkungan, termasuk makanan. Polutan dalam maupun luar ruangan seperti asam tembakau dapat mempengarugi produksi IgE. Sebanyak sepertiga anak dengan DA memiliki alergi terhadap makanan.3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Pitiriasis versikolor adalah 1.1

2.2. SinonimBanyak istilah pitiriasis versikolor yang digunakan, misalnya : ekzema konstitusional, fleksural eczema, disseminated neurodermatitis, prurigo basiler.1

2.3. EpidemiologiOleh karena definisi secara klinis tidak ada yang tepat maka untuk menginterpretasikan hasil penelitian epidemiologi harus berhati-hati. Berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi D.A makin meningkat sehingga merupakan masalah kesehatan besar. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan Negara industri lain, prevalensi D.A pada anak mencapai 10-20%, sedangkan pada orang dewasa kira-kira 1-3 %. Di negara agraris, misalnya Cina,Eropa Timur, Asia Tengah, prevalensi D.A jauh lebih rendah. Wanita lebih banyak menderita D.A daripada pria dengan rasio 1,3:1.1,2D.A cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu yang menderita atopi akan mengalami D.A pada masa kehidupan tiga bulan pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi, lebih dari separuh jumlah anak akan mengalami gejala alergi sampai usia dua tahun, dan meningkat sampai 79% bila kedua orang tua menderita atopi. Resiko mewarisi D.A lebih tinggi bila ibu yang menderita D.A dibandingkan dengan ayah. Tetapi, bila D.A yang dialami berlanjut hingga masa dewasa, maka resiko untuk mewariskan untuk anaknya sama saja yaitu kira-kira 50%.1,2,3

2.4. Etiopatogenesis2.4.1. Respons Imun Pada KulitSitokin TH2 dan TH1 berperan dalam patogenesis peradangan kulit D.A. Jumlah TH2 lebih banyak pada penderita atopi, sebaliknya TH1 menurun. Pada kulit 'normal' (tidak ada kelainan kulitnya) penderita D.A. bila dibandingkan dengan kulit normal orang yang bukan penderita D.A., ditemukan lebih banyak sel-sel yang mengekspresikan mRNA IL-4 dan IL-13, tetapi bukan IL-5, IL-12, atau IFN-y. Pada lesi akut dan kronis bila dibandingkan dengan kulit normal atau kulit yang tidak ada lesinya penderita D.A., menunjukkan jumlah yang lebih besar sel-sel yang mengekspresikan mRNA IL-4, IL-5, dan IL-13. Tetapi pada lesi akut tidak banyak mengandung sel yang mengekspresikan mRA IFN-y atau IL-12. Lesi kronis D.A. mengandung sangat sedikit sel yang mengekspresikan mRNA IL-4 dan IL-13, tetapi jumlah sel yang mengekpresikan mRNA IL-5, GM-CSF,IL-12, dan IFN-y, meningkat bila dibandingkan dengan yang akut. Peningkatan IL-12 pada lesi kronis D.A. berperan dalam perkembangan TH1.1Sel T yang teraktivasi di kulit juga akan menginduksi apoptosis keratinosit, sehingga terjadi spongiosis. Proses ini diperantarai oleh IFN-y yang dilepaskan sel T teraktivasi dan meningkatkan Fas dalam keratinosit.1Berbagai kemokin ditemukan pada lesi kulit D.A. yang dapat menarik sel-sel, misalnya eosinofil, limfosit T, dan monosit, masuk ke dalam kulit.1Pada D.A. kronis, ekspresi IL-5 akan mempertahankan eosinofil hidup lebih lama dan menggiatkan fungsinya, sedangkan peningkatan ekspresi GM-SCF mempertahankan hidup dan fungsi monosit, sel Langerhans, dan eosinofil. Produksi TNF-a dan IFN-y pada D.A. memicu kronisitas dan keparahan dermatitis. Stimulasi TNF-a dan IFN-y pada keritinosit epidermal akan meningkatkan jumlah RANTES (regulated on activation, normal T cell expressed and secreted). Garukan kronis dapat menginduksi terlepasnya TNF-a dan sitokin proinflamasi yang lain dari epidermis, sehingga mempercepat timbulnya peradangan di kulit D.A.IL-4 meningkatkan perkembangan TH2, sedangkan IL-12 yang diproduksi oleh makrofag, sel berdendrit,atau eosinofil, menginduksi TH1. Subunit reseptor IL-12RP2 diekpresi pada TH1 tidak pada TH2. Sedangkan ekspresi IL-12RP2 dihambat oleh IL-4, tetapi sebaliknya diinduksi oleh IL-12, IFN-a, dan IFN-y. IL-4 juga menghambat produksi IFN-y dan menekan deferensiasi sel TH1. Sel mas dan basofil juga merupakan sumber sitokin tipe TH2, sehingga ekspresi IL-4 oleh sel T, sel mas/basofilpada D.A. akan merangsang perkembangan sel TH2.1,2,3Sel mononuklear penderita D.A. meningkatkan aktivitas enzim cyclic-adenosine monophosphate (CAMP) phosphodiesterase (PDE), yang akan meningkatkan sintesis IgE oleh sel B dan produksi IL-4 oleh sel T. Produksi IgE dan IL-4 secara in vitro dapat diturunkan oleh penghambat PDE (PDEinhibitor). Sekresi IL-10 dan PGE2 dari monosit juga meningkat; kedua produk ini menghambat IFN-y yang dihasilkan oleh sel T.1,2,3Sel Langerhans (SL) pada kulit penderita D.A. adalah abnormal, dapat secara langsung menstimulasi sel TH tanpa adanya antigen; secara selektif dapat mengaktivasi sel TH menjadi fenotip TH2. SL yang mengandung IgE meningkat;sel ini mampu mempresentasikan alergen tungau debu rumah (D. pteronyssinus) kepada sel T. SL yang mengandung IgE setelah menangkap allergen akan mengaktifkan sel TH2 memori di kulit atopi, juga bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat untuk menstimulasi sel T nai've sehingga jumlah sel TH2 bertambah banyak. 1,2,3SL pada kulit normal mempunyai tiga macam reseptor untuk IgE, yaitu FceRII, FceRII (CD23), dan IgE-binding protein. Reseptor FceRI mempunyai afinitas kuat untuk mengikat IgE. IgE terikat pada SL melalui reseptor spesifik FceRI pada permukaan SL. Pada orang normal dan penderita alergi saluran napas kadar ekpresi FceRI di permukaan SLnya rendah, sedangkan di lesi ekzematosa D.A. tinggi. Ada korelasi antara ekspresi permukaan FceRI dan kadar IgE dalam serum. Selain pada SL, reseptor IgE dengan afinitas tinggi (FceRI) juga ditemukan pada permukaan sel mas dan monosit. 1,2,3Kadar seramid pada kulit penderita D.A. berkurang sehingga kehilangan air (transepidermal water loss=TEWL) melalui epidermis dipermudah. Hal ini mempercepat absorbsi antigen ke dalam kulit. Sebagaimana diketahui bahwa sensitisasi epikutan terhadap alergen menimbulkan respons TH2 yang lebih tinggi daripada melalui sistemik atau jalan udara, maka kulit yang terganggu fungsi sawarnya merupakan tempat yang sensitif.1,2,3

2.4.2. Respons SistemikJumlah IFN-y yang dihasilkan oleh sel mononuklear darah tepi penderita D.A. menurun, sedangkan konsentrasi IgE dalam serum meningkat. IFN-y menghambat sintesis IgE, proliferasi sel TH2 dan ekspresi reseptor IL-4 pada sel T. Sel T spesifik untuk alergen di darah tepi meningkat dan memproduksi IL-4, IL-5, IL-13 dan sedikit IFN-y. IL-4 dan IL-13 merupakan sitokin yang menginduksi transkripsi pada ekson C sehingga terjadi pembentukan IgE. IL-4 dan IL-13 juga menginduksi ekspresi molekul adesi permukaan pembuluh darah, misalnya VCAM-1 (vascular cell adhesion molecular-1), infiltrasi eosinofil, dan menurunkan fungsi sel TH1. 1,2,3Sel monosit di darah tepi penderita D.A. diaktivasi, mempunyai insidens apoptosis spontan rendah, tidak responsif terhadap induksi apoptosis IL-4. Hambatan apoptosis ini disebabkan oleh meningkatnya produksi GM-CSF oleh monosit yang beredar pada D.A. 1,2,3Perubahan sistemik pada D.A. adalah sebagai berikut:a. Sintesis IgE meningkat.b. IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat, termasuk terhadap makanan, aeroalergen, mikroorganisme, toksin bakteri, dan autoalergen.c. Ekspresi CD23 (reseptor IgE berafinitas rendah) pada sel B dan monosit meningkat.d. Pelepasan histamin dari basofil meningkat.e. Respons hipersensitivitas lambat terganggu. f. Eosinofilia.g. Sekresi IL-4, IL-5, dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat.h. Sekresi IFN-y oleh sel TH1 menurun.i. Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.j. Kadar CAMP-phosphodiesterase monosit meningkat, disertai peningkatan IL-10 dan PGE21.

2.4.3. Berbagai Faktor PemicuDermatitis atopik dibagi menjadi 2 tipe: (1) bentuk murni - tidak disertai keterlibatan saluran pernafasan, dan (2) bentuk campuran - disertai gejala pada saluran pernafasan dan terdapatnya sensitisasi IgE polivalen terhadap alergen hirup dan alergen makanan.Bentuk murni dibagi atas 2 tipe, yaitu (a) tipe intrinsik tidak tedeteksi adanya sensitasi IgE spesifik dan tidak terdapatya peningkatan IgE total serum, dan (b) tipe ekstrinsik terdapat bukti sensitisasi terhadap alergen hirup dan alergen makanan pada uji kulit atau pada serum.Dermatitis atopik merupakan sindrom multifaktorial; berbagai faktor berkaitan dengan fenotip penyakit sehingga perlu dicermati berbagai faktor risiko, yaitu:a. Genetik : diketahui bahwa kecenderungan mendapat penyakit atopi diturunkan secara autosomal dominan; 75% anak akan mengalami alergi bila kedua orang tua mempunyai riwayat alergi, dibandingkan dengan 50% anak bila hanya 1 orang tua mempunyai yang riwayat alergi, meskipun demikian faktor lain (lingkungan) sangat pula berpengaruh atas berkembangnya penyakit.b. Sosioekonomi : lebih banyak ditemukam pada status sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan status sosial yang lebih rendah. Hal tersebut dapat diterangkan dengan teori higiene.c. Laktasi : makin lama mendapat air susu ibu makin kecil kemungkinan untuk mendapat dermatitis atopik. Hal tersebut perlu dicermati karena perkembangan penyakit berhubungan dengan alergen lingkunagan dan status ibu (misanya perokok)d. Pengenalan makanan padat terlalu dini (sebelum 4 bulan), akan meningkatkan angka kejadian dermatitis atopik sebesar 1,6 kali. Sensitisasi umumnya terjadi terhadap alergen makanan, terutama susu sapi, telur, kacang-kacangan dan gandume. Polusi lingkungan, antara lain daerah industri dengan peningkatan polusi udara, pemakaian pemanas ruangan sehingga terjadi peningkatan suhu dan penurunan kelembaban udara, water hardeness, asap rokok, penggunaan pendingin ruangan yang berpengaruh pula pada kelemban, penggunanan shampo dan sabun yang berlebihan, dan detergen yang tidak dibilas dengan sempurna.2(penelusuran refret, teori dignosis, astigmita atopik)

2.5. Gambaran KlinisKulit penderita D.A. umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba dingin. Penderita D.A. cenderung tipe astenik, dengan inteligensia di atas rata-rata, sering merasa cemas, egois, frustrasi, agresif, atau merasa tertekan.Gejala utama D.A. Jalah (pruritus), dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainan di kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta.D.A. dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu: D.A. infantil (terjadi pada usia 2 bulan sampai 2 tahun; D.A. anak (2 sampai 10 tahun); dan D.A. pada remaja dan dewasa1.

2.5.1. D.A. infantil (usia 2 bulan sampai 2 tahun)D.A. paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan, biasanya setelah usia 2 bulan. Lesi mulai di muka (dahi, pipi) berupa eritema, papulo-vesikel yang halus, karena gatal digosok, pecah, eksudatif, dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi kemudian meluas ke tempat lain yaitu ke skalp, leher, pergelangan tangan, lengan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut. Biasanya anak mulai menggaruk setelah berumur 2 bulan. Rasa gatal yang timbul sangat mengganggu sehingga anak gelisah, susah tidur, dan sering menangis. Pada umumnya lesi D.A. infantil eksudatif, banyak eksudat, erosi, krusta dan dapat mengalami infeksi. Lesi dapat meluas generalisata bahkan, walaupun jarang, dapat terjadi eritroderma. Lambat laun lesi menjadi kronis dan residif.Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi. Pada sebagian besar penderita sembuh setelah usia 2 tahun, mungkin juga sebelumnya, sebagian lagi berlanjut menjadi bentuk anak. Pada saat itu penderita tidak lagi mengalami eksaserbasi, bila makan makanan yang sebelumnya menyebabkan kambuh penyakitnya.1

2.5.2. D.A. pada anak (usia 2 sampai 10 tahun)Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul sendiri (de novo). Lesi lebih kering, tidak begitu eksudatif, lebih banyak papul, likenifikasi, dan sedikit skuama. Letak kelainan kulit di lipat siku, lipat lutut, pergelangan tangan bagian fleksor, kelopak mata, leher, jarang di muka. Rasa gatal menyebabkan penderita sering menggaruk; dapat terjadi erosi, likenifikasi, mungkin juga mengalami infeksi sekunder. Akibat garukan, kulit menebal dan perubahan lainnya yang menyebabkan gatal, sehingga terjadi lingkaran setan siklus gatal-garuk. D.A. berat yang melebihi 50% permukaan tubuh dapat memperlambat pertumbuhan.1

2.5.3. D.A. pada remaja dan dewasaLesi kulit D.A. pada bentuk ini dapat berupa plak papular-eritema dan berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada D.A. remaja lokalisasi lesi di lipat siku, lipat lutut, dan samping leher, dahi, dan sekitar mata. Pada D.A. dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula ditemukan setempat, misalnya di bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu, atau skalp. Kadang erupsi meluas, dan paling parah di lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi dengan sedikit skuama, dan sering tejadi eksoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun terjadi hiperpigmentasi.Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari waktu beristirahat. Pada orang dewasa sering mengeluh bahwa penyakitnya kambuh bila mengalami stres. Mungkin karena stres dapat menurunkan ambang rangsang gatal. Penderita atopik memang sulit mengeluarkan keringat, sehingga rasa gatal timbul bila mengadakan latihan fisik. Pada umumnya D.A. remaja atau dewasa berlangsung lama, kemudian cenderung menurun dan membaik (sembuh) setelah usia 30 tahun, jarang sampai usia pertengahan; hanya sebagian kecil terus berlangsung sampai tua. Kulit penderita D.A. yang telah sembuh mudah gatal dan cepat meradang bila terpajan oleh bahan iritan eksogen.Penderita atopik berisiko tinggi menderita dermatitis tangan, kira-kira 70% suatu saat dapat mengalaminya. D.A. pada tangan dapat mengenai punggung maupun telapak tangan, sulit dibedakan dengan dermatitis kontak. D.A. di tangan biasa timbul pada wanita muda setelah melahirkan anak pertama, ketika sering terpajan sabun dan air sebagai pemicunya.Berbagai kelainan dapat menyertai DA, misalnya: hipedinearis palmaris, xerosis kutis, iktiosis, pomfoliks, pitiriasis alba, keratosis pilaris, lipatan Dennie Morgan, penipisan alis bagian luar (tanda Hertoghe), keilitis, katarak subkapsular anterior, lidah geografik, liken spinulosus, dan keratokonus (bentuk kornea yang abnormal). Selain itu penderita D.A. cenderung mudah mengalami kontak urtikaria, reaksi anafilaksis terhadap obat, gigitan atau sengatan serangga1.

2.6. DiagnosisDiagnosis D.A. didasarkan kriteria yang disusun oleh Hanifin dan Rajka yang diperbaiki oleh kelompok kerja dari Inggris yang dikoordinasi oleh Williams (1994). 1Kriteria mayora. Pruritusb. Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anakc. Dermatitis di fleksura pada dewasa d. Dermatitis kronis atau residife. Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

Gambar 1. Dermatitis pada muka dan fleksura

Kriteria minora. Xerosisb. Infeksi kulit (khususnya oleh S.aureus dan virus herpes simpleks)c. Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kakid. lktiosis/hipediniar palmads/keratosis pilaris e. Pitiriasis albaf. Dermatitis di papila mameg. White dermographism dan delayed blanch responseh. Keilitisi. Lipatan infra orbital Dennie-Morgan j. Konjungtivitis berulangk. Keratokonusl. Katarak subkapsular anteriorm. Orbita menjadi gelapn. Muka pucat atau eritemo. Gatal bila berkeringatp. Intolerans terhadap wol atau pelarut lemakq. Aksentuasi perifolikularr. Hipersensitif terhadap makanan s. Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosit. Tes kulit alergi tipe dadakan positif u. Kadar IgE di dalam serum meningkat v. Awitan pada usia dini.1

Gambar 2. Gambaran Kriteria Minor pada Dermatitis Atopik

Diagnosis D.A. harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor.Untuk bayi, kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu:Tiga kriteria mayor berupa:a. riwayat atopi pada keluarga,b. dermatitis di muka atau ekstensor,c. pruritus,ditambah tiga kriteria minora. xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris, aksentuasi perifolikular,b. fisura belakang telinga,c. skuama di skalp kronis.1Kriteria major dan minor yang diusulkan oleh Hanifin dan Rajka didasarkan pengalaman klinis. Kriteria ini cocok untuk diagnosis penelitian berbasis rumah sakit (hospital based) dan eksperimental, tetapi tidak dapat dipakai pada penelitian berbasis populasi, karena kriteria minor umumnya ditemukan pula pada kelompok kontrol, di samping juga belum divalidasi terhadap diagnosis dokter atau diuji untuk pengulangan (repeatability). Oleh karena itu kelompok kerja Inggris (UK working party) yang dikoordinasi oleh William memperbaiki dan meyederhanakan kriteria Hanifin dan Rajka menjadi satu set kriteria untuk pedoman diagnosis D.A. yang dapat diulang dan divalidasi. Pedoman ini sahih untuk orang dewasa, anak, berbagai ras, dan sudah divalidasi dalam populasi, sehingga dapat membantu dokter Puskesmas membuat diagnosis.1Pedoman diagnosis D.A. yang diusulkan oleh kelompok tersebut yaitu: a. Harus mempunyai kondisi kulit gatal (itchy skin) atau dari laporan orang tuanya bahwa anaknya suka menggaruk atau menggosok.b. Ditambah 3 atau lebih kriteria berikut:1. Riwayat terkenanya lipatan kulit, misalnya lipat siku, belakang lutut, bagian depan pergelangan kaki atau sekeliling leher (termasuk pipi anak usia di bawah 10 tahun).2. Riwayat asma bronkial atau hay fever pada penderita (atau riwayat penyakit atopi pada keluarga tingkat pertama dari anak di bawah 4 tahun).3. Riwayat kulit kedng secara umum pada tahun terakhir.4. Adanya dermatitis yang tampak di lipatan (atau dermatitis pada pipi/dahi dan anggota badan bagian luar anak di bawah 4 tahun).5. Awitan di bawah usia 2 tahun (tidak digunakan bila anak di bawah 4 tahun).

Gambar 3. Tempat Predileksi Dermatitis Atopik

2.7. Pemeriksaan Penunjang1. LaboratoriumTidak ada hasil laboratorium yang spesifik yang dapat dipergunakan untuk menegakkan diagnosis dermatitis atopik. Hasil yang dapat ditemukan pada dermatitis atopik, misalnya kenaikkan kadar IgE dalam serum, mengurangnya jumlah sel-T ( terutama T-supresor) dan imunitas seluler, jumlah eosinofil dalah darah relatif meningkat.3

2. Dermatografisme putihPenggoresan pada kulit normal akan menimbulkan tiga respon yakni berturut-turut akan terlihat: Garis merah ditempat penggoresan selama 15 detik, warna merah disekitarnya selama beberapa detik, edema timbul setelah beberapa menit. Penggoresan pada penderita yang atopi akan bereaksi belainan. Garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi kepucatan selama 2 detik sampai 5 menit, sedangkan edema tidak timbul. Keadaan ini disebut dermatografisme putih.33. Percobaan asetil kolinSuntikan secara intra kutan solusio asetilkolin 1/5000 akan menyebabkan hyperemia pada orang normal. Pada orang dengan dermatitis atopi akan timbul vasokonstriksi terlihat kepucatan selama satu jam.34. Percobaan histaminJika histamin fosfat disuntikkan pada lesi penderita dermatitis atopi eritema akan berkurang dibandingkan orang lain sebagai kontrol. Kalau obat tersebut disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit orang normal.4

2.8. Diagnosis BandingPenyakitGambaran klinis

Seboroik dermatitisBerminyak, squama, riwayat keluarga tidak ada

PsoriasisPlak pada daerah ekstensor, skalp, gluteus, pitted nail

NeurodermatitisGatal, soliter, riwayat keluarga tidak ada

Contact dermatitisRiwayat kontak, ruam di tempat kontak, riwayat keluarga tidak ada

SkabiesPapul, sela jari, positif ditemukan tungau

Dermatitis herpetiformeVesikel berkelompok di daerah lipatan

DermatofitaPlak dengan sentral healing, KOH negatif

2.9. PenatalaksanaanKulit penderita D.A. cenderung lebih rentan terhadap bahan iritan, oleh karena itu penting untuk mengidentifikasi kemudian menyingkirkan faktor yang memperberat dan memicu siklus gatal-garuk, misalnya sabun dan deterjen; kontak dengan bahan kimia, pakaian kasar, pajanan terhadap panas atau dingin yang ekstrim. Bila memakai sabun hendaknya yang berdaya larut minimal terhadap lemak dan mempunyai pH netral. Pakaian baru sebaiknya dicuci terlebih dahulu sebelum dipakai untuk membersihkan formaldehid atau bahan kimia tambahan. Mencuci pakaian dengan deterjen harus dibilas dengan baik, sebab sisa deterjen dapat bersifat iritan. Kalau selesai berenang harus segera mandi untuk membilas klorin yang biasanya digunakan pada kolam renang. Stres psikik juga dapat menyebabkan eksaserbasi DA.Serangan dermatitis pada bayi dan anak dipicu oleh iritasi dari luar, misalnya terlalu sering dimandikan; menggosok terlalu kuat; pakaian terlalu tebal, ketat atau kotor; kebersihan kurang terutama di daerah popok; infeksi lokal; iritasi oleh kencing atau feses; bahkan juga medicated baby oil. Pada bayi penting diperhatikan kebersihan daerah bokong dan genitalia; popok segera diganti, bila basah atau kotor. Upaya pertama adalah melindungi daerah yang terkena terhadap garukan agar tidak memperparah penyakitnya. Usahakan tidak memakai pakaian yang bersifat iritan (misalnya wol, atau sintetik), bahan katun lebih baik. Kulit anak/bayi dijaga tetap tertutup pakaian untuk menghindari pajanan iritan atau trauma garukan.Mandi dengan pembersih yang mengandung pelembab; hindari pembersih antibakterial karena berisiko menginduksi resistensi.1

2.9.1. Pengobatan TopikalHidrasi kulit. Kulit penderita D.A. kering dan fungsi sawarnya berkurang, mudah retak sehingga mempermudah masuknya mikroorganisme patogen, bahan iritan dan alergen. Pada kulit yang demikian perlu diberikan pelembab, misalnya krim hidrofilik urea 10%; dapat pula ditambahkan hidrokortison 1% di dalamnya. Bila memakai pelembab yang mengandung asam laktat, konsentrasinya jangan lebih dari 5%, karena dapat mengiritasi bila dermatitisnya masih aktif. Setelah mandi kulit dilap, kemudian memakai emolien agar kulit tetap lembab. Emolien dipakai beberapa kali sehari, karena lama kerja maksimum 6 jam.Kortikosteroid topikal. Pengobatan D.A. dengan kortikosteroid topikal adalah yang paling sering digunakan sebagai anti-inflamasi lesi kulit. Namun demikian harus waspada karena dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan.Pada bayi digunakan salap steroid berpotensi rendah, misalnya hidrokortison 1 %-2.5%. Pada anak dan dewasa dipakai steroid berpotensi menengah, misalnya triamsinolon, kecuali pada muka digunakan steroid berpotensi lebih rendah. Kortikosteroid berpotensi rendah juga dipakai di daerah genitalia dan intertriginosa, jangan digunakan yang berpotensi kuat, misalnya fluorinated glucocorticoid. Bila aktivitas penyakit telah terkontrol, dipakai secara intermiten, umumnya 2 kali seminggu, untuk menjaga agar tidak cepat kambuh; sebaiknya dengan kortikosteroid yang potensinya paling rendah.Pada lesi akut yang basah dikompres dahulu sebelum digunakan steroid, misalnya dengan larutan Burowi, atau dengan larutan permanganas kalikus 1:5000.1

Imunomodulator topikalTakrolimus. Takrolimus (FK-506), suatu penghambat calcineurin, dapat diberikan dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2-15 tahun; untuk dewasa 0,03% dan 0,1%. Takrolimus menghambat aktivasi sel yang terlibat dalam D.A. yaitu: sel Langerhans, sel T, sel mas, dan keratinosit. Pada pengobatan jangka panjang dengan salep takrolimus, koloni S. aureus menurun. Tidak ditemukan efek samping kecuali rasa seperti terbakar setempat. Tidak menyebabkan atrofi kulit seperti pada pemakaian kortikosteroid; dapat digunakan di muka dan kelopak mata.Pimekrolimus. suatu senyawa askomisin yaitu imunomodulator golongan makrolaktam, yang pertama ditemukan dari hasil fermentasi Streptomyces hygroscopicus var. ascomyceticus. Cara kerja sangat mirip siklosporin dan takrolimus yang dihasilkan dari Streptomycestsuku-baensis, walaupun ketiganya berbeda dalam struktur kimianya, yaitu bekerja sebagai pro-drug, yang baru menjadi aktif bila terikat pada reseptor sitosolik imunofilin. Reseptor imunofilin untuk askomisin ialah makrofilin-12. Ikatan askomisin pada makrofilin-12 dalam sitoplasma sel T, akan menghambat calcineurin (suatu molekul yang dibutuhkan untuk inisiasi transkripsi gen sitokin), sehingga produksi sitokin TH1 ( IFN-y dan IL-2) dan TH2 ( IL-4 dan IL-10) dihambat. Askomisin juga menghambat aktivasi sel mas. Askomisin menghasilkan efek imunomodulator lebih selektif dalam menghambat fase elisitasi dermatitis kontak alergik, tetapi respons imun primer tidak terganggu bila diberikan secara sistemik, tidak seperti takrolimus dan siklosporin.Derivat askomisin yang digunakan ialah krim SDZ ASM 981 konsentrasi 1%, mempunyai efektivitas sama dengan krim klobetasol-17- propionat 0.05% (steroid superpoten), tidak menyebabkan atrofi kulit (setidaknya selama 4 minggu), aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif misalnya pada muka dan lipatan. Cara pemakaian dioleskan 2 kali sehari.Pimekrolimus dan takrolimus tidak dianjurkan pada anak usia kurang dari 2 tahun. Penderita yang diobati dengan pimekrolimus dan takrolimus dinasehati untuk memakai pelindung matahari karena ada dugaan bahwa kedua obat tersebut berpotensi menimbulkan kanker kulit.Preparat ter. Preparat ter mempunyai efek antipruritus dan anti-inflamasi pada kulit. Dipakai pada lesi kronis, jangan pada lesi akut. Sediaan dalam bentuk salap hidrofilik, misainya yang mengandung likuor karbonis detergen 5% sampai 10 %, atau crude coal tar 1 % sampai 5%.Antihistamin. Pengobatan D.A. dengan antihistamin topikal tidak dianjurkan karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit. Dilaporkan bahwa aplikasi topikal krim doksepin 5% dalam jangka pendek (satu minggu), dapat mengurangi gatal tanpa terjadi sensitisasi. Tetapi perlu diperhatikan, bila dipakai pada area yang luas akan menimbulkan efek samping sedatif.1

2.9.2. Pengobatan SistemikKortikosteroid. Kortikosteroid sistemik hanya digunakan untuk mengendalikan eksaserbasi akut, dalam jangka pendek, dan dosis rendah, diberikan berselang-seling (alternate), atau diturunkan bertahap (tapering), kemudian segera diganti dengan kortikosteroid topikal. Pemakaian jangka panjang menimbulkan berbagai efek samping, dan bila dihentikan, lesi yang lebih berat akan muncul kembali.Antihistamin. Antihistamin digunakan untuk membantu mengurangi rasa gatal yang hebat, terutama malam hari, sehingga mengganggu tidur. Oleh karena itu antihistamin yang dipakai ialah yang mempunyai efek sedatif, misalnya hidroksisin atau difenhidramin. Pada kasus yang lebih sulit dapat diberikan doksepin hidroklorid yang mempunyai efek antidepresan dan memblokade reseptor histamih H1 dan H2, dengan dosis 10 sampai 75 mg secara oral malam hari pada orang dewasa.Anti-infeksi. Pada D.A. ditemukan peningkatan koloni S. aureus. Untuk yang belum resisten dapat diberikan eritromisin, asitromisin atau, klaritromisin, sedang untuk yang sudah resisten diberikan dikloksasilin, oksasilin, atau generasi pertama sefalosporin. Bila dicurigai terinfeksi oleh virus herpes simpleks kortikosteroid dihentikan sementara dan diberikan per oral asiklovir 400 mg 3 kali per hari selama 10 hari, atau 200 mg 4 kali per hari selama 10 hari.Interferon. IFN-y diketahui menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi sel TH2. Pengobatan dengan IFN-y rekombinan menghasilkan perbaikan klinis, karena dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.Siklosporin. D.A. yang sulit diatasi dengan pengobatan konvensional dapat diberikan pengobatan dengan siklosporin dalam jangka pendek. Dosis jangka pendek yang dianjurkan per oral: 5 mg/kg berat badan. Siklosporin adalah obat imunosupresif kuat yang terutama bekerja pada sel T akan terikat dengan cyclophilin (suatu protein intraselular) menjadi satu kompleks yang akan menghambat calcineurin sehingga transkripsi sitokin ditekan. Tetapi, bila pengobatan dengan siklosporin dihentikan umumnya penyakitnya akan segera kambuh lagi. Efek samping yang mungkin timbal yaitu peningkatan kreatinin dalam serum, atau bahkan terjadi penurunan fungsi ginjal dan hipertensi1.

2.9.3. Terapi Sinar (phototherapy)Untuk D.A. yang berat dan luas dapat digunakan PUVA (photochemotherapy) seperti yang dipakai pada psoriasis. Terapi UVB, atau Goeckerman dengan UVB dan ter juga efektif. Kombinasi UVB dan UVA lebih baik daripada hanya UVB. UVA bekerja pada sel Langerhans dan eosinofil, sedangkan UVB mempunyai efek imunosupresif dengan cara memblokade fungsi sel Langerhans, dan mengubah produksi sitokin keratinosit.1

2.10. Komplikasi1. Infeksi Sekunder Akibat BakteriMerupakan komplikasi yang paling sering pada dermatitis atopik. Biasanya disebabkan oleh bakteri kelompok Strptococci B-hemolytic, studi lain mengungkapkan Staphylococcus merupakan 93% penyebab infeksi sekunder pada lesi dermatitis atopik. Infeksi tersebut menyebabkan timbulnya folikulitis atau impetigo. Pioderma yang berhubungan dengan dermatitis atopik biasanya ditemukan lesi eritema dengan eksudasi dan krusta, skuama berminyak dan jerawat kecil pada ujungnya.2,42. Infeksi Jamur KulitAdanya gangguan epidermal barrier function, kelembaban dan maserasi mempengaruhi timbulnya kepekaan terhadap infeksi jamur.Faktor individu dan lingkungan sehari-hari juga berperanan penting pada timbulnya komplikasi ini, seperti kaus kaki serta olahragawan.Pytiriosporum ovale akhir-akhir ini dianggap meningkat pada kulit pasien dermatitis atopic.2,4

3. Infeksi VirusKutil karena virus dan moluscum kontagiosum ditemukan lebih sering pada dermatitis atopik, sedangkan infeksi herpes simpleks dapat menimbulkan lesi yang menyebar luas. Erupsi Varicelliform Kaposis adalah komplikasi lain dermatitis atopi, ini disebabkan oleh virus herpes simpleks dan vaccinia. Kelainan dikenal sebagai Eksim herpetikum atau eksim vaksinatum. Perkembangan erupsi vesicular yang meningkat pada orang yang atopik dapat menungkatkan kemungkinan terjadinya erupsi Kaposis variceliform.2,44. EritrodermaTerjadi pada 4-14% kasus dermatitis atopik.Keadaan tersebut dapat terjadi akibat adanya efek withdrawl pemakaian kortikosteroid sistemik pada kasus dermatitis atopik berat. Komplikasi ini cenderung dapat mengancam hidup pasien bila terdapat kegagalan fungsi jantung, sepsis, hipotermi dan hipoalbuminemia.2,4

2.11.PrognosisSulit meramalkan prognosis D.A. pada seseorang. Prognosis lebih buruk bila kedua orang tuanya menderita DA. Ada kecenderungan perbaikan spontan pada masa anak, dan sering ada yang kambuh pada masa remaja. Sebagian kasus menetap pada usia di atas 30 tahun. Penyembuhan spontan D.A. yang diderita sejak bayi pernah dilaporkan terjadi setelah umur 5 tahun sebesar 40-60%, terutama kalau penyakitnya ringan. Sebelumnya juga ada yang melaporkan bahwa 84% D.A. anak berlangsung sampai masa remaja. Ada pula laporan, D.A. pada anak yang diikuti sejak bayi hingga remaja, 20% menghilang, dan 65 % berkurang gejalanya. Lebih dari separo D.A. remaja yang telah diobati kambuh kembali setelah dewasa.Faktor yang berhubungan dengan prognosis kurang balk D.A. yaitu:a. DA luas pada anakb. menderita rinitis alergik dan asma bronkial c. riwayat D.A. pada orang tua atau saudara kandungd. awitan (onset) D.A. pada usia mudae. anak tunggalf. kadar igE serum sangat tinggi.Diperkirakan 30 hingga 50 persen D.A. infantil akan berkembang menjadi asma bronkial atau hay fever. Penderita atopi mempunyai risiko menderita dermatitis kontak iritan akibat kerja di tangan.1

BAB IIISTATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIENNama: Tn. MUmur: 48 TahunJenis Kelamin: Laki-lakiPekerjaan: WiraswastaAlamat : SaloPendidikan : Sarjana S1Status pernikahan : MenikahAgama: IslamSuku : MelayuNo. RM: 120109Tanggal : 06 Agustus 2015

B. ANAMNESISI. Keluhan UtamaBercak kemerahan di punggung, perut, dada, kedua tangan, dan kedua paha sejak 20 hari yang lalu, tidak gatal dan terasa nyeri

II. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien, Tn. M, 48 tahun datang dengan keluhan timbul bercak kemerahan pada punggung, dada, perut, kedua tangan, dan kedua paha sejak 20 hari yang lalu. Terasa nyeri dan tidak gatal. Awalnya badan terasa panas dan gatal kemudian digaruk oleh pasien lama kelamaan timbul bercak-bercak kemerahan, awalnya di punggung, kemudian perut, dada, kedua tangan, dan kedua paha. Gatal lebih terasa pada malam hari Riwayat alergi disangkal Riwayat kontak dengan bahan kimia tidak ada Riwayat digigit serangga tidak adaIII. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya Riwayat asma disangkal namun pasien sering merasakan sesak nafas bila cuaca dinginIV. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang samaV. Riwayat Pribadi dan Sosial Riwayat kebiasaan mandi dua kali sehari, riwayat sering berkeringat (+).VI. Riwayat Pengobatan Pasien pernah berobat di IGD RSUD Bangkinang setengah bulan yang lalu, kemudian pasien diberikan obat minum untuk satu hari, diminum tiga kali sehari tapi pasien lupa apa nama obat yang diberikan. Keluhan berkurang kemudian muncul kembali

C. PEMERIKSAAN FISIK1. Status GeneralisataKeadaan umum: Tampak sakit ringanKesadaran: Compos MentisKeadaan gizi : BaikTanda Vital Tekanan darah: Tidak diperiksa Frekuensi nadi: Tidak diperiksa Frekuensi Pernafasan: Tidak diperiksa Suhu: Tidak diperiksaPemeriksaan Thorax: Tidak diperiksaPemeriksaan Abdomen : Tidak diperiksa2. Status Dermatologisa. Lokasi : Di punggung, perut, dada, kedua tangan, dan kedua paha b. Distribusi : Generalisata c. Bentuk: Tidak teraturd. Susunan: Tidak Terature. Batas: Tegasf. Ukuran: Miliarg. Efloresensi:Makula eritem, papul eritem dengan skuama

3. Kelainan Mukosa: Tidak ditemukan kelainan4. Kelainan Mata: Tidak ditemukan kelainan5. Kelainan Kuku: Tidak ditemukan kelainan6. Kelainan Rambut: Tidak ditemukan kelainan7. Kelainan KGB: Tidak ditemukan kelainanD. Pemeriksaan AnjuranPemeriksaan laboraturium : kadar igE dalam serumE. Resume Pasien, Tn. M 48 tahun datang ke poliklinik Kulit dan kelamin RSUD datang dengan keluhan timbul bercak kemerahan pada punggung, dada, perut, kedua tangan, dan kedua paha sejak 20 hari yang lalu. Terasa nyeri dan tidak gatal. Awalnya badan terasa panas dan gatal kemudian digaruk oleh pasien lama kelamaan timbul bercak-bercak kemerahan, awalnya di punggung, kemudian perut, dada, kedua tangan, dan kedua paha. Gatal lebih terasa pada malam hari. Riwayat alergi disangkal. Riwayat digigit serangga tidak ada. Riwayat kontak dengan bahan kimia tidak ada. Sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan yang sama, riwayat asma disangkal tetapi pasien sering merasakan sesak nafas bila cuaca dingin, riwayat mengalami penyakit yang sama dikeluarga tidak ada, Pasien pernah berobat di IGD RSUD Bangkinang setengah bulan yang lalu, kemudian pasien diberikan obat minum untuk satu hari, diminum tiga kali sehari tapi pasien lupa apa nama obat yang diberikan, keluhan berkurang kemudian muncul kembali. Riwayat kebiasaan mandi dua kali sehari, riwayat sering berkeringat (+). Pada pemeriksaan fisik ditemukan lokasi lesi di punggung, perut, dada, kedua tangan, dan kedua kaki dengan distribusi generalisata, bentuk tidak teratur, susunan tidak teratur, ukuran miliar hingga plakat, batas tegas, dengan efloresensi papul eritem, makula eritem dengan skuama.

F. Diagnosis Dermatitis Atopi

G. Diagnosis Banding- Dermatitis kontak- Dermatitis numularis - Skabies

H. Penatalaksanaan- Umum :Beri tahu pasien untuk tidak menggaruk bila gatalMenghindari hal-hal yang dapat menimbulkan alergi

- Khusus ;Topikal : Hidrokortison salep 2xsehariSistemik : CTM 3x4mg, Prednison 30 mg/hari

I. PrognosisQuo Ad Vitam: BonamQuo Ad Functionam: BonamQuo Ad Sanationam: Bonam Quo Ad kosmetikum: Bonam

BAB IVPEMBAHASAN

Pasien, Tn.M 48 tahun datang ke poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD datang dengan keluhan timbul bercak kemerahan pada punggung, dada, perut, kedua tangan, dan kedua paha sejak 20 hari yang lalu. Terasa nyeri dan tidak gatal. Awalnya badan terasa panas dan gatal kemudian digaruk, lama kelamaan timbul bercak-bercak kemerahan, awalnya di punggung, kemudian perut, dada, kedua tangan, dan kedua paha. Gatal lebih terasa pada malam hari. Riwayat alergi disangkal. Riwayat digigit serangga tidak ada, Riwayat kontak dengan bahan kimia tidak ada. Sebelumnya tidak pernah mengalami keluhan yang sama, riwayat asma disangkal tetapi pasien sering mengeluhkan sesak nafas bila cuaca dingin, riwayat mengalami penyakit yang sama dikeluarga tidak ada, Pasien pernah berobat di IGD RSUD Bangkinang setengah bulan yang lalu, kemudian pasien diberikan obat minum untuk satu hari, diminum tiga kali sehari tapi pasien lupa apa nama obat yang diberika, keluhan berkurang. Riwayat kebiasaan mandi dua kali sehari, riwayat sering berkeringat (+). Pada pemeriksaan fisik ditemukan lokasi lesi di punggung, perut, dada, kedua tangan, dan kedua kaki, dengan distribusi generalisata, bentuk tidak teratur, susunan tidak teratur, ukuran miliar hingga plakat, batas tegas, dengan efloresensi papul eritem, makula eritem dengan skuama. Pada pasien ini didiagnosis dermatitis atopi karena lesi menggambarkan lesi pada dermatitis atopi yang dapat berupa plak papula-eritema dan berskuama, atau plak likenifikasi yang gatal. Pada dermatitis atopi dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula ditemukan setempat. Lesi kering, dengan papul dan cenderung bergabung menjadi plak likenifikasi dengan sedikit skuama, dan sering tejadi eksoriasi dan eksudasi karena garukan. Lambat laun terjadi hiperpigmentasi. Lesi sangat gatal, terutama pada malam hari waktu beristirahat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito AS, Djuanda A. Dermatitis. Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hal 129-50.2. Janik MP, Heffernan MP. Warts. Dalam: Freedeberg IM et al (ed). Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Ed 7. Vol 2. New York: McGraw Hill Book Co. 2008; 1822-28.3. Dermatitis Atopik. Diunduh dari: http://emedicine.com/derm/topic457.htm4. Sterling JC. Virus infection. Dalam: Burns T et al (ed). Rooks Text Book Of Dermatology. Ed 7. Vol 4. 2004; 25.37-535. Wolff Klaus, Richard Allen Johnson, Dick Suurmond. Atopic Dermatitis. Dalam : Fitzpatricks Color Atlas And Synopsis Of Clinical Dermatology. Jakarta : Salemba Medika, 2005;2:33-8

4

1