pitiriasis versikolor
DESCRIPTION
kulitTRANSCRIPT
RESPONSI ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
Pitiriasis Versikolor
Pembimbing
dr.Cahyo Santoso, Sp.KK
Penyusun
Frangky Sukwendy, S. Ked.
NIM: 2007.04.0.0129
BAGIAN KULIT KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2014
1
RESPONSI ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH
Penyaji : Frangky Sukwendy, S.Ked
NIM : 2007.04.0.0129
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. Frias
Umur : 7 tahun
Jenis kelamin : Laki - Laki
Alamat : Jl. Petemon I / 61, Surabaya
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Tanggal pemeriksaan : 31 Desember 2013
II. ANAMNESA
Keluhan Utama :
Bercak berwarna putih pada wajah.
Keluhan Tambahan :
Gatal bila berkeringat.
Riwayat Penyakit Sekarang (Autoanamnesa)
Penderita datang ke poli kulit dan kelamin RSAL, dengan keluhan
bercak putih di wajah. Keluhan ini sudah dirasakan semenjak 2 bulan yang
lalu. Keluhan bercak ini, awalnya timbul setelah berenang 3 hari berturut di
kolam renang umum. Saat itu bercak putih tersebut hanya sedikit. Namun
tambah lama, bercak putih bertambah banyak di wajah.
2
Selain itu penderita juga merasakan gatal- gatal. Gatal dirasakan
terutama saat penderita berkeringat setelah melakukan aktivitas. Penderita
mengaku sering berkeringat yang berlebihan apabila melakukan aktivitas
terutama setelah olahraga. Keluhan gatal dirasakan tidak begitu menyakitkan
sehingga tidak sampai mengganggu aktivitas penderita. Penderita mengaku
belum pernah terkena penyakit ini sebelumnya. Keluarga penderita juga tidak
ada yang sakit sama seperti penderita. Tapi penderita mengaku bahwa teman
sebangkunya di sekolah mempunyai gejala yang sama dengan penderita.
Penderita hanya memakai bedak pada saat gatal tapi tidak pernah minum dan
memakai obat apapun.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Alergi obat dan makanan disangkal.
Penderita tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluhan yang sama pada keluarga disangkal.
Anamnesis Sosial dan Lingkungan
Penderita mandi teratur 2 kali sehari dengan sabun mandi dan air
PDAM.
Penderita teratur mengganti pakaian.
Lingkungan tempat tinggal penderita cukup bersih, dan padat
penduduk.
Teman sebangku penderita di sekolah ada yang sakit kulit seperti
penderita.
Penderita sering berolah-raga, terutama renang.
Penderita sering berkeringat saat setelah melakukan aktifitas.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Status Gizi : Cukup
3
Kepala/leher : Dalam Batas Normal
Thoraks : Dalam Batas Normal
Abdomen : Dalam Batas Normal
Ekstremitas : Dalam Batas Normal
Status Dermatologis
Lokasi : Regio Facialis
4
Efloresensi : Didapatkan makula hipopigmentasi berbentuk bulat,
oval, berbatas tegas, jumlah multiple, dengan berbagai ukuran yang tersebar
pada wajah yang diliputi oleh adanya skuama halus, dan kulit sekitarnya
normal.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Wood Lamp
Tampak pendaran berwarna kuning keemasan pada daerah lesi.
Pemeriksaan KOH
Didapatkan hifa pendek – pendek dan spora bulat – bulat yang berkelompok
membentuk gambaran spaghetti meat-ball .
5
V. RESUME
Anamnesa
Penderita laki-laki, umur 7 tahun datang dengan keluhan bercak – bercak
berwarna putih, banyak dan menyebar di wajah sejak 2 bulan yang lalu.
Keluhan bercak putih muncul setelah penderita berenang 3 hari berturut turut
di kolam renang umum. Selain itu, penderita juga mengeluh gatal terutama
saat berkeringat. Penderita tidak pernah terkena penyakit ini sebelumnya.
Penderita mengaku bahwa teman sebangkunya di sekolah mempunyai gejala
yang sama dengan penderita. Penderita hanya memakai bedak pada saat
gatal tapi tidak pernah minum dan memakai obat apapun.
Pemeriksaan Fisik
Status Dermatologis
Lokasi : Regio Facialis
Efloresensi : Didapatkan makula hipopigmentasi berbentuk bulat, oval,
berbatas tegas, jumlah multiple, dengan berbagai ukuran yang tersebar pada
wajah yang diliputi oleh adanya skuama halus, dan kulit sekitarnya normal.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Wood Lamp
Tampak pendaran berwarna kuning keemasan pada daerah lesi.
Pemeriksaan KOH
Didapatkan hifa pendek – pendek dan spora bulat – bulat yang
berkelompok membentuk gambaran spaghetti meat-ball.
VI. DIAGNOSA KERJA
Pitiriasis Versicolor
VII. DIAGNOSA BANDING
Dermatitis Seboroik
Pitiriasis Alba
Vitiligo
VIII. PENATALAKSANAAN
6
a. Planning Terapi
Non Medikamentosa
Menyarankan agar penderita untuk segera mengganti baju bila
berkeringat.
Pakaian dan handuk jangan dipakai bergantian dengan anggota
keluarga yang lain.
Medikamentosa
Ketokonazole 200mg/hari.1x sehari selama 10 hari.
Cream ketokonazole 1-2 % dioleskan pada lesi sebelum mandi
selama 2-4 minggu.
b. Planning Monitoring
Efek samping obat.
Pemberian obat habis penderita diharapkan kontrol.
c. Planning Edukasi
Penderita diberi edukasi bahwa penyakit ini membutuhkan waktu
yang cukup lama untuk penyembuhannya.
Penderita disarankan untuk menggunakan obat yang diberikan dan
kontrol lagi sesuai dengan aturan.
IX. PROGNOSIS
Baik jika pengobatan dilakukan menyeluruh,tekun,dan konsisten.
7
PITIRIASIS VERSIKOLOR
DEFINISI
Pitiriasis versikolor (tinea versikolor) adalah penyakit jamur superfisial yang
kronik yang menyerang stratum korneum, biasanya tidak memberikan keluhan
subyektif, berupa bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam,
terutama meliputi badan dan kadang – kadang dapat menyerang ketiak, lipat paha,
lengan, tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala yang berambut.
SINONIM
Tinea versikolor, kromofitosis, dermatomikosis, liver spots, tinea flava,
pitiriasis versikolor flava, dan panu.
EPIDEMIOLOGI
Pitiriasis versikolor adalah penyakit universal dan terutama ditemukan di
daerah tropis.
ETIOLOGI
Pitiriasis versikolor (tinea versikolor) disebabkan oleh Malassezia furfur.
Bentuk yeast (spora building yeast) pada organism ini dinamakan Pityrosporum
orbiculare. Sebagai budding yeast, organism ini merupakan flora normal pada
manusia. Dapat menyebabkan lesi kulit bila tumbuh menjadi fase hifa (Malassezia
furfur).
Malassezia furfur telah lama diidentifikasi sebagai penyebab penyakit pitiriasis
versicolor. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa Malassezia glabosa
mungkin berperan dalam pathogenesis penyakit. Terbukti pada penelitian Crespo
Erchiga et al, mengkultur lesi pada pitiriasis versikolor pada 96 pasien, dan M.
glabosa ditemukan dalam 97% kasus.
PATOGENESIS
Malassezia furfur adalah jamur dimorfik dan lipofilik yang normal ditemukan
pada lapisan keratin kulit dan folikel rambut. Oleh karena sifatnya yang lipofilik maka
jamur ini hanya ditemukan pada daerah seboroik.
8
Lesi pitiriasis versikolor terdiri dari budding yeast cell (bentuk organisme yang
ditemukan pada kulit normal) dan sejumlah filamen hifa yang tidak bercabang.
Bentuk filamen hifa ini (merupakan fase patogen) tidak dapat ditemukan pada kulit
normal atau pada kultur. Oleh karena itu seperti telah disebutkan sebelumnya maka
penggunaan nama Malassezia furfur untuk menunjukkan bahwa jamur ini adalah
bentuk pathogen.
Perubahan dari bentuk budding yeast cell (flora normal kulit) menjadi filamen
hifa (patogen) disebabkan oleh faktor-faktor predisposisi sebagai berikut :
Endogen :
- Kulit berminyak
- Hiperhidrosis
- Genetik
- Imunodefisiensi
- Sindroma Cushing
- Malnutrisi
Eksogen :
- Kelembaban dan suhu tinggi
- Higiene jelek
- Pakaian yang tertutup
- Penggunaan emolien yang berminyak.
Pitiriasis versikolor ada yang menggolongkan sebagai penyakit yang tidak
menular dan menular. Digolongkan tidak menular karena timbulnya infeksi jamur ini
lebih disebabkan oleh faktor-faktor individual yang spesifik yang belum dapat
diketahui dengan pasti. Aspek-aspek endogen dan eksogen merupakan faktor-faktor
kontributor yang menyebabkan timbulnya pitiriasis versikolor. Hal ini dikuatkan
dengan tidak adanya laporan kasus mengenai penyebaran penyakit ini diantara
penderita maupun sebagai penyakit akibat kerja diantara paramedis.
Dinyatakan sebagai penyakit yang menular karena sering ditemukannya
pitiriasis versikolor mengenai satu keluarga (hubungan darah), tetapi apakah ini ada
hubungannya dengan genetik atau karena peranan dari kolonisasi P.orbiculare,
sampai saat ini belum dapat dipastikan. Pitiriasis versikolor juga dapat terjadi pada
pasangan suami-istri dan ini memberikan kemungkinan bahwa kejadian infeksi tidak
timbul dari flora kulit pada individu yang terinfeksi melainkan melalui transmisi dari
individu lain yang telah terinfeksi.
9
Pitiriasis versikolor yang memberikan lesi hipopigmentasi disebabkan oleh :
1. Terhambatnya sinar matahari yang masuk ke dalam lapisan kulit yang
akan menganggu proses pembentukan melanin.
2. Toksin yang langsung menghambat pembentukan melanin.
3. Adanya asam azeleat yang dihasilkan oleh jamur ini dari asam lemak
dalam sebum merupakan competitive inhibitor tirosinase.
Warna lesi tergantung pada warna kulit penderita, ketebalan skuama, reaksi
radang pada dermis, beratnya penyakit dan jumlah paparan sinar matahari. Pada
awal infeksi, lesi biasanya berwarna hipopigmentasi dan lesi yang sudah lama
warnanya akan berubah menjadi hiperpigmentasi. Pada pitiriasis versikolor kronis
bisa didapatkan kedua warna lesi baik hipo maupun hiperpigmentasi, sehingga pada
kulit penderita yang terang, warna lesi bisa tampak lebih gelap daripada kulit normal.
Awalnya lesi berwarna merah muda terang yang berubah menjadi lebih gelap,
sedangkan pada kulit penderita yang gelap tampak kulit yang terinfeksi kehilangan
warna dan menjadi depigmentasi.
Dari pemeriksaan mikroskop elektron dapat diketahui adanya melanosome
yang membesar dan abnormal pada lesi hiperpigmentasi dan pada lesi
hipopigmentasi didapatkan melanosome yang lebih kecil dari normal. Juga dapat
diketahui total pigmentasi epidermal menurun pada lesi hipopigmentasi dan lapisan
keratin menebal pada lesi hiperpigmentasi.
GEJALA KLINIS
Pitiriasis versikolor biasanya muncul sebagai makula hipo atau hiper-
pigmentasi berbatas tegas soliter, yang
kadang ber-koalesen, berskuama halus,
terdapat pada batang tubuh dan ekstremitas
superior. Munculnya penyakit ini paling
sering pada musim panas (musim kemarau),
dan lebih sering muncul pada area kulit
yang berminyak. Tempat predileksinya yaitu
pada tengah dada (region sternum), sisi kanan kiri dada, abdomen, punggung,
genital, leher, dan daerah lipatan. Gejala inflamasi ringan serta gatal pada lesi
mungkin menyertai gambaran klinis penyakit ini. Gatal biasanya dirasakan saat
10
berkeringat. Muka dan kulit kepala juga dapat terkena. Lesi fasial biasanya paling
sering muncul pada infant dan pasien dengan immunocompromised.
DIAGNOSIS
Pada anamnesa yang jelas dan teliti serta ditambahkan gambaran klinis
seperti yang dijelaskan pada sub bab di atas, yaitu makula hipo atau hiper-
pigmentasi berbatas tegas soliter yang kadang ber-koalesen, berskuama halus,
diagnosis sudah dapat ditegakkan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan adalah dengan pemeriksaan
fluoresensi lesi kulit dengan lampu Wood.
Dimana pada pemeriksaan didapatkan
gambaran lesi yang berwarna kuning
keemasan.
Pada pemeriksaan sediaan langsung
kerokan lesi kulit dengan larutan KOH 20%
secara mikroskopis tampak hifa fungi yang
pendek, tebal, dengan sejumlah besar spora
dengan ukuran bervariasi. Kombinasi antara
sejumlah mycelium dan spora ini disebut
“spaghetti and meatballs”.
DIAGNOSIS BANDING
Pitiriasis versikolor (tinea versikolor) harus dapat dibedakan dengan dermatitis
seboroik, pitiriasis alba dan vitiligo. Diagnosis pasti pitiriasis versikolor adalah
dengan pemeriksaan KOH, dimana tampak jelas bentukan hifa dan spora yang
membedakan penyakit ini dengan diagnosis bandingnya.
Pada dermatitis seboroik, lesi tampak sebagai macula eritematous dengan
warna kekuningan dengan permukaan lesi yang lembut dan berminyak, sedangkan
pitiriasis versikolor lesi makulanya “furfuraceous”.
Pitiriasis alba sering dijumpai pada anak berumur 3 – 16 tahun. Lesinya
berbentuk bulat, oval atau plakat yang tak teratur. Warna merah muda atau sesuai
warna kulit dengan skuama halus. Setelah eritema menghilang, lesi yang dijumpai
hanya depigmentasi dengan skuama halus. Bila dilakukan pemeriksaan dengan
11
lampu Wood, tidak tampak fluoresensi kuning keemasan. Dan bila dilakukan
pemeriksaan KOH, tidak tampak adanya hifa dan spora (spaghetti and meatballs).
Membedakan pitiriasis versikolor dengan vitiligo berdasarkan gejala klinisnya
yaitu, pada vitiligo gejala klinis berupa makula berwarna putih tanpa skuama,
berbentuk bulat atau lonjong dengan batas tegas tanpa perubahan epidermis yang
lain. Tempat predileksinya adalah bagian ekstensor tulang terutama di atas jari,
periorifisial sekitar mata, mulut dan hidung, tibialis anterior, dan pergelangan tangan
bagian fleksor. Tidak gatal saat berkeringat. Pemeriksaan KOH tidak ditemukan hifa.
PENATALAKSANAAN
Kondisi hipopigmentasi atau hiperpigmentasi yang diakibatkan oleh penyakit
pitiriasis versikolor tidak bersifat permanen dan perubahan warna kulit untuk kembali
normal membutuhkan waktu 1-2 bulan sesudah pengobatan diberikan. Penyakit ini
sering kambuh dan terapi profilaksis dapat membantu mengurangi angka
kekambuhan.
PENGOBATAN TOPIKAL
Indikasi :
1. Bila lesi tidak luas
2. Bila Ringan
Obat topikal :
1. Prophylene glycol (50% dalam air) 2 x / hari selama 2 minggu
2. Imidazol krim :
a. Klotrimazol, miconazole, isokonazol, sulkonazol
2 x / hari selama 2 minggu
b. Tiokonazol, ketokonazol, bifonazol, sertakonazol
1 x / hari selama 2 minggu
3. Terbinafine krim 20% 1 x / hari selama 4 minggu
4. Shampoo
a. Ketokonazol 1 – 2 % 10 – 15 menit
2x / hari selama 2-3 minggu
b. Zinc Pirithion (ZnPtO) 1%
5 menit / hari, 2 minggu
12
5. Ciclopirox krim 1% 2 x / hari selama 2 minggu
6. Dapat juga diberikan salep Whitfield, salisil spiritus 10% yang bersifat
keratolitik.
PENGOBATAN ORAL
Indikasi:
1. Bila lesi luas
2. Sering kambuh
3. Tidak sembuh dengan obat topical yang sudah adekuat / benar
4. Pada penderita imunokompromistis berat
Obat Oral :
1) Ketokonazole - 200 mg / hari, 7 – 10 hari atau
- 400 mg single dose
2) Itrakonazole terapi denyut
2 x 100mg/ hari selama 1 minggu
3) Flukonazol 300 mg single dose/minggu, selama 2 minggu
PROFILAKSIS KAMBUH
1) Shampo Ketokonazole 1 – 2 % sebagai sabun 1 x / minggu
2) Tablet Ketokonazole 400 mg dosis tunggal / bulan selama 1 tahun
KEGAGALAN PENGOBATAN
Kegagalan pengobatan diperkirakan :
1. Diagnosis tidak tepat
2. Pemakaian obat yang tidak tepat (memilih obat, dosis, dan cara
pemakaian)
3. Obat tidak teratur memakainya
4. Ada infeksi sekunder yang tidak diobati juga
5. Reinfeksi
6. Resistensi obat.
PENCEGAHAN
13
Tidak ada bukti ilmiah yang mendukung untuk mencegah terjadinya pitiriasis
versikolor, namun dapat disarankan pemakaian propilen glikol 50% dalam air untuk
pencegahan kekambuhan. Pada daerah endemik dapat disarankan pemakaian
ketokonazol 200 mg/hari selama 3 hari setiap bulan atau itrakonazol 200 mg sekali
sebulan untuk pencegahan kekambuhan penyakit atau pemakaian sampo selenium
sulfide sekali seminggu.
PROGNOSIS
Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun dan konsisten.
Pengobatan harus diteruskan 2 minggu setelah fluoresensi negatif dengan
pemeriksaan lampu Wood dan sediaan langsung negatif.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi; Hamzah, Mochtar; Aisah, Siti. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi kelima. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2. Ervianti E, Etiologi dan Patogenesis Dermatomikosis Superfisialis. Dalam:
Lumintang H, Suyoso S, Jazid Z, dkk. Simposium Penatalaksanaan
Dermatomikosis Superfisialis Masa Kini, Surabaya, Airlangga University Press,
2002: 8-10.
3. Freedberg, Irwin M.; Eisen, Arthur Z.; Wolff, Klauss; Austen, K. Frank; Goldsmith,
Lowell A.; Katz, Stephen. 2003. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine
(Two Vol. Set). 6th edition. McGraw-Hill Professional.
4. James, D. William; Elston, M. Dirk; Berger, G. Timothy. 2011. Andrew’s Disease
of The Skin. Eleventh Edition. Gaunders. USA.
15