pitiriasis rosea.docx

18
BAB I PENDAHULUAN Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya yang dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu. (1,2) Insiden tertinggi pada usia antara 15 – 40 tahun. Wanita lebih sering terkena dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1. Kekambuhan pada penyakit ini tidak diketahui, hanya sekitar 1-3% kasus yang terjadi. Keterkaitan Human Herpes Virus (HHV) enam dan tujuh sebagai penyebab penyakit ini masih dalam kontroversi. (3,4,5) Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan pada tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860, Gilbert memberi nama Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah muda ( rosea ). Pitiriasis Rosea biasa didahului dengan gejala prodromal (lemas, mual, tidak nafsu makan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar limfe). Setelah itu muncul gatal dan lesi di kulit. Banyak penyakit yang memberikan gambaran seperti Pitiriasis Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis sekunder, dan sebagainya (6,7) 1

Upload: rini-octavia

Post on 09-Dec-2015

7 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: pitiriasis rosea.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya yang

dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul

oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan

lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.(1,2)

 Insiden tertinggi pada usia antara 15 – 40 tahun. Wanita lebih sering terkena

dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1. Kekambuhan pada penyakit ini tidak

diketahui, hanya sekitar 1-3% kasus yang terjadi. Keterkaitan Human Herpes Virus (HHV)

enam dan tujuh sebagai penyebab penyakit ini masih dalam kontroversi.(3,4,5)

Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan pada tahun

1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860, Gilbert memberi nama

Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah muda ( rosea ). Pitiriasis Rosea biasa

didahului dengan gejala prodromal (lemas, mual, tidak nafsu makan, demam, nyeri sendi,

pembesaran kelenjar limfe). Setelah itu muncul gatal dan lesi di kulit.  Banyak penyakit yang

memberikan gambaran seperti Pitiriasis Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis sekunder,

dan sebagainya (6,7)

Gejala klinis dimulai dari lesi inisial yang berupa “herald patch”, kemudian disusul

oleh lesi-lesi yang lebih kecil. Umumnya herald patch ini terdapat di lengan atas, badan atau

leher, bias juga pada wajah, kepala atau penis.(8)

Pitiriasis Rosea merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, oleh karena itu,

pengobatan yang diberikan adalah pengobatan suportif. Obat yang diberikan dapat berupa

kortikosteroid, antivirus, dan obat topikal untuk mengurangi pruritus.(6)

1

Page 2: pitiriasis rosea.docx

BAB II

PITIRIASIS ROSEA

II.1.     DEFINISI

Pitiriasis rosea ialah penyakit akut, kelainan kulit berupa timbulnya papuloskuamosa yang

dapat hilang dengan sendirinya, umumnnya menyerang anak-anak dan dewasa muda yang

sehat, walaupun sebenarnya dapat ditemukan pada semua umur. Penyebabnya belum

diketahui, diduga virus sebagai penyebab timbulnya erupsi.(5)

Menurut Andrew ( 2006 ), Pitiriasis Rosea adalah peradangan kulit berupa eksantema

yang ditandai dengan lesi makula-papula berwarna kemerahan (salmon colored ) berbentuk

oval, circinate tertutup skuama collarette, soliter dan lama kelamaan menjadi

konfluen. Ketika lesi digosok menurut aksis panjangnya, skuama cenderung terlipat melewati

garis gosokan ( hanging curtain sign ). (3)

               

II.2.     EPIDEMIOLOGI

Kurang lebih 75% kasus pitiriasis rosea didapatkan pada usia antara 10-35 tahun. Puncak

insidensnya terdapat pada usia antara 20-29 tahun. Namun ada juga yang mengatakan puncak

insidensinya terdapat pada usia antara 15-40 tahun. Namun bagaimanapun penyakit ini bisa

muncul dari usia 3 bulan.(2,3,9)

Prevalensi yang dilaporkan dari pusat dermatologi adalah 0,3-3 %. Penyakit ini

terdapat di seluruh dunia dan didapatkan kira-kira sebanyak 20% dari setiap kunjungan

pasien yang berobat jalan pada ahli penyakit kulit. Insidens pada pria dan wanita hampir

sama, walaupun sedikit lebih banyak ditemukan pada wanita.(6,8)

II.3.     ETIOLOGI

Penyebab dari penyakit ini belum diketahui, demikian pula cara penyebaran infeksinya.

Ada yang mengemukanan hipotesis bahwa penyebabnya adalah virus karena merupakan

penyakit swasima (self limiting disease) yang umumnya sembuh sendiri dalam waktu 3-8

minggu.(1)

2

Page 3: pitiriasis rosea.docx

Watanabe et al melakukan penelitian dan mempercayai bahwa Pitiriasis Rosea

disebabkan oleh virus. Mereka melakukan replikasi aktif dari Herpes Virus ( HHV )-6 dan -7

pada sel mononuklear dari kulit yang mengandung lesi, kemudian mengidentifikasi virus

pada sampel serum penderita. Dimana virus-virus ini hampir kebanyakan didapatkan pada

masa kanak-kanak awal dan tetap ada pada fase laten dalam sel mononuklear darah perifer,

terutama CD-4 dan sel T, dan pada air liur.(3)

Menurut Broccolo dkk 2005, DNA HHV-7 dan sedikit DNA HHV-6 ditemukan pada

plasma bebas dalam plasma atau sampel serum dari banyak penderita pityriasis rosea, dan

tidak ditemukan pada individu yang menderita penyakit inflamasi kulit lainnya. Protein dan

mRNA HHV-7 dan sedikit mRNA HHV-6 dan protein, dideteksi pada kumpulan leukosit

yang ditemukan di regio perivaskular dan perifolikular pada lesi PR, tetapi tidak ditemukan

pada pasien dengan penyakit inflamasi kulit lainnya. Peningkatan imunoglobulin spesifik

HHV-6 dan HHV-7 pada kondisi tidak adanya antibodi imunoglobulin G spesifik terhadap

virus tidak terjadi pada pasien PR, sementara pada peningkatan infeksi virus primer terhadap

antibodi IgM sendiri merupakan tanda khas. Kemudian penemuan terakhir bahwa terdapat

DNA HHV-6 dan HHV-7  pada saliva pasien dengan PR, yang tidak ditemukan pada pasien-

pasien dengan infeksi primer oleh virus-virus ini. Berdasarkan pada penemuan-penemuan ini,

kesimpulan yang dapat diambil adalah pityriasis rosea ini berkaitan erat dengan reaktivasi

HHV-7 dan sedikit HHV-6.(6)

Chlamydia pneumonia, Mycoplasma pneumonia dan  Legionella pneumonia telah

dikemukakan sebagai agen penyebab pitiriasis rosea yang berpotensi kuat, namun belum ada

penelitian yang menunjukkan kenaikan kadar antibodi yang signifikan terhadap

mikroorganisme yang telah disebutkan di atas pada penderita pitiriasis rosea.(2)

Erupsi kulit yang mirip dengan pitiriasis rosea dapat timbul sebagai akibat dari reaksi

obat. Macam-macam obat yang berhubungan dengan munculnya erupsi kulit mirip pitiriasis

rosea antara lain:(3)

Barbiturat Bismuth

Captopril Clonidine

Senyawa emas Imatinib (Gleevec)

Interferon Ketotifen (Zaditor)

Arsen Methopromazine

Ergotamine Hidroksiklorokuin

Tripelennamine Hidroklorida Lisinopril

3

Page 4: pitiriasis rosea.docx

II.4.     PATOFISIOLOGI

Para ahli masih berbeda pendapat tentang faktor-faktor penyebab timbulnya PR. Ada

yang menduga penyebabnya adalah virus, dikarenakan penyakit ini dapat sembuh dengan

sendirinya (self limited). Keterlibatan dua virus herpes yaitu HHV-6 dan HHV-7, telah

diusulkan sebagai penyebab erupsi. Dilaporkan terdapat DNA virus dalam peripheral blood

mononuclear cell (PBMC) dan lesi kulit dan hal ini tidak terpengaruh dari banyaknya orang

dengan PR akut. HHV-7 terdeteksi sedikit lebih banyak daripada HHV-6, tetapi sering kedua

virus ditemukan. Namun, bukti dari adanya HHV-6 atau HHV-7 dan aktivitasnya juga

ditemukan dalam proporsi (10-44%) dari individu yang tidak terpengaruh, hal ini

menunjukkan bahwa terdapat hubungan dengan infeksi, di mana virus tidak selalu

menyebabkan penyakit..(4)

Sementara ahli yang lain mengaitkan dengan berbagai faktor yang diduga berhubungan

dengan timbulnya PR, misalnya faktor penggunaan obat-obat tertentu.(3)

II.5.     GEJALA KLINIS

Kurang lebih pada 20-50% kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea didahului dengan

munculnya gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus respiratorius bagian atas atau

gangguan gastrointestinal. Sumber lain menyebutkan kira-kira 5% dari kasus pitiriasis rosea

didahului dengan gejala prodormal berupa sakit kepala, rasa tidak nyaman di saluran

pencernaan, demam, malaise, dan artralgia. Lesi utama yang paling umum ialah munculnya

lesi soliter berupa makula eritem atau papul eritem pada batang tubuh atau leher, yang secara

bertahap akan membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-10 cm, berwarna pink

salmon, berbentuk oval dengan skuama tipis.3,4,6

Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan Herald patch/Mother

plaque/Medalion. Insidens munculnya Herald patch dilaporkan sebanyak 12-94%, dan pada

banyak penelitian kira-kira 80% kasus pitiriasis rosea ditemukan adanya Herald patch. Jika

lesi ini digores pada sumbu panjangnya, maka skuama cenderung untuk melipat sesuai

dengan goresan yang dibuat, hal ini disebut dengan“Hanging curtain sign”. Herald patch ini

akan bertahan selama satu minggu atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai hilang, efloresensi

lain yang baru akan bermunculuan dan menyebar dengan cepat. Namun kemunculan dan

penyebaran efloresensi yang lain dapat bervariasi dari hanya dalam beberapa jam hingga

4

Page 5: pitiriasis rosea.docx

sampai 3 bulan. Bentuknya bervariasi dari makula berbentuk oval hingga plak berukuran 0,5-

2 cm dengan tepi yang sedikit meninggi. Warnanya pink salmon (atau berupa

hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit gelap) dan khasnya terdapat koleret dari

skuama di bagian tepinya. Umum ditemukan beberapa lesi berbentuk anular dengan bagian

tengahnya yang tampak lebih tenang.(3,4,6)

Gambar 1. Herald Patch(4)

Pada pitiriasis rosea gejalanya akan berkembang setelah 2 minggu, dimana ia mencapai

puncaknya. Karenanya akan ditemukan lesi-lesi kecil kulit dalam stadium yang berbeda. Fase

penyebaran ini secara perlahan-lahan akan menghilang secara spontan setelah 3-8 minggu.

Lesi-lesi ini muncul terutama pada batang tubuh dengan sumbu panjang sejajar pelipatan

kulit. Susunannya sejajar dengan kosta, sehingga tampilannya tampak seperti pohon natal

yang terbalik (inverted christmas tree appearance) yang merupakan lesi patognomonik dari

pitiriasis rosea.(1)

Gambar 3. Plak primer ( herald patch )

dan distribusi tipikal plak sekunder sepanjang garis kulit

pada trunkus dalam susunan Christmas tree(6)

5

Page 6: pitiriasis rosea.docx

Lokasinya juga sering ditemukan di lengan atas dan paha atas. Lesi-lesi yang muncul

berikutnya jarang menyebar ke lengan bawah, tungkai bawah, dan wajah. Namun sesekali

bisa didapatkan pada daerah tertentu seperti leher, sela paha, atau aksila. Pada daerah ini lesi

berupa bercak dengan bentuk sirsinata yang bergabung dengan tepi yang tidak rata sehingga

sangat mirip dengan Tinea corporis. Gatal ringan-sedang dapat dirasakan penderita, biasanya

saat timbul gejala. Gatal merupakan hal yang biasa dikeluhkan dan gatalnya bisa menjadi

parah pada 25% pasien. Gatal akan lebih dirasakan saat kulit dalam keadaan basah,

berkeringat, atau akibat dari pakaian yang ketat. Akan tetapi, 25% penderitanya tidak

merasakan gatal. Relaps dan rekurensi jarang sekali ditemukan. Ekskoriasi jarang ditemukan.

Efek dari terapi yang berlebih atau adanya dermatitis kontak, umum ditemukan.(1,3)

II.6 KLASIFIKASI (2,9)

1. Pitiriasis rosea inversa

- Lesi kulit banyak terdapat di wajah dan distal ekstremitas, daerah fleksor

seperti aksila dan sela paha, hanya sedikit yang terdapat di tubuh.

- Umumnya terjadi pada anak-anak.

2. Pitiriasis rosea terlokalisasi

- Lesinya dapat terjadi pada satu area saja, sehingga diagnosis menajdi sulit

- Pitiriasis rosea giganta

-  Ditemukan papul-papul atau plak yang besar, tetapi jumlahnya sedikit

3. Vesicular pitiriasis rosea

- Lebih sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.

- Menyerupai infeksi varisela.

4. Purpuric pitiriasis rosea

- Hanya ada 10 kasus yang dilaporkan, anak-anak dan dewasa sama banyak.

- Secara histopatologi terdapat perbedaan pada ekstravasasi eritrosit ke

stratum papilare dermis tanpa adanya bukti vaskulitis.

- Manifestasi klinisnya berupa petechie, dan ekimosis sepanjang Langer

line pada leher, tubuh dan ekstremitas proksimal.

- Lesinya mungkin dengan skuama yang lebih sedikit atau didominasi oleh

pustule atau purpura.

6

Page 7: pitiriasis rosea.docx

- Cenderung meninggalkan tanda hipo atau hiperpigmentasi postinflamasi

setelah sembuh, terutama pada orang-orang yang memiliki banyak pigmen.

5.  Urticarial pitiriasis rosea

- Varian yang jarang ditemukan.

- Menyerupai urtikaria akut.

II.7 DIAGNOSA

Penegakan diagnosis PR didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan klinis, dan

pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Anamnesis dibutuhkan untuk mendukung penegakan diagnosis PR yaitu:

a. Pada PR klasik, pasien biasanya menggambarkan onset dari timbulnya lesi

kulit tunggal pada daerah badan, beberapa hari sampai minggu kemudian

diikuti timbulnya berbagai lesi kecil.(6)

b. Gatal hebat dirasakan pada 25% pasien PR tanpa komplikasi, 50% lainnya

merasakan gatal dari yang ringan sampai sedang, dan 25% lainnya tidak

mengeluhkan rasa gatal.(6)

c. Sebagian kecil pasien menunjukkan gejala prodromal seperti gejala flu,

demam, malaise, arthralgia, dan faringitis.(6,12)

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan terlihat:

a. Kelainan berupa bercak berskuama dengan batas tegas berbentuk oval atau

bulat (“herald patch”) yang meluas ke perifer, terlihat erupsi makulopapular

berwarna merah-coklat berukuran 0,5-4 cm.(6,12)

b. Bagian tepi lesi terlihat lebih aktif, meninggi, eritematosa dengan bagian

tengah berupa central clearing.(12)

c. Terlokalisasi pada badan, leher, dan daerah poplitea atau pada area yang

lembab dan hangat misalnya di area lipatan kulit.(6,12)

d. Erupsi sekunder mengikiuti garis Langer, berbentuk pola pohon natal atau

pola pohon cemara.(6,12)

7

Page 8: pitiriasis rosea.docx

 Biopsi biasanya tidak selalu diindikasikan untuk menggevaluasi pasien dengan suspek

PR. Karena bisa terjadi kesalahan untuk beberapa penyakit kulit, diagnosis klinis PR

mungkin kadang-kadang sulit, terutama di varian atipikal.(12)

II.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan ini jarang diperlukan dalam kasus PR. Pemeriksaan fisik, hitung darah

sel, biokimia dan analisis urin dalam rentang normal, kadang ditemukan leukositosis,

neutrophilia, basophilia dan limfositosis. (2,12)

Tes VDRL dan uji fluorescent antibody trepenomal dilakukan untuk

menyingkirkan adanya sifilis.(2)

b. Biopsi kulit

Superfisial peri infiltrasi vaskular dengan limfosit, histiosit, dengan eosinofil jarang

terlihat. Sel epidermis menunjukkan sel darah merah diskeratosis dan ekstravasasi

RBCs dapat dilihat.(2)

II.9 DIAGNOSA BANDING

      Diagnosa banding dari pitiriasis rosea mencakup

1. Sifilis stadium II (yang paling penting)(6,11)

Sifilis stadium II dapat menyerupai pitiriasis rosea, namun biasanya pada

sifilis sekunder lesi juga terdapat di telapak tangan, telapak kaki, membran mukosa,

mulut, serta adanya kondiloma lata atau alopesia. Tidak ada keluhan gatal (99%). Ada

riwayat lesi pada alat genital. Tes serologis terhadap sifilis perlu dilakukan terutama

jika gambarannya tidak khas dan tidak ditemukan Herald patch.

2. Psoriasis gutata(6)

Kelainan kulit yang terdiri atas bercak-bercak eritem yang meninggi (plak)

dengan skuama diatasnya. Eritem sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium

penyembuhan sering eritem yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir.

Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar

kelainan bervariasi, jika seluruhnya atau sebagian besar lentikuler disebut sebagai

8

Page 9: pitiriasis rosea.docx

psoriasis gutata. Umumnya setelah infeksiStreptococcus di saluran napas bagian atas

sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak dan dewasa muda.

3. Lichen planus(11)

Dapat menyerupai pitiriasis rosea papular. Lesinya memiliki lebih banyak papul dan

berwarna violet/lembayung, ditemukan di membran mukosa mulut dan bibir.

4. Dermatitis numularis(6)

Gambaran lesinya berbentuk seperti koin dengan skuama yang dapat

menyerupai pitiriasis rosea. Namun tidak terdapat koleret dan predileksi tempatnya

pada tungkai, daerah yang biasanya jarang terdapat lesi pada pitiriasis rosea.

5. Parapsoriasis (Pitiriasis lichenoides kronik)(6,11)

Penyakit ini jarang ditemukan, pada bentuk yang kronis mungkin

didapatkan“cigarrete paper” atrofi. Penyakit ini dapat berkembang menjadi mikosis

fungoides.

6. Dermatitis seboroik(11)

Pada dermatitis seboroik, kulit kepala dan alis mata biasanya berskuama dan

ruam kulitnya ditutupi skuama yang berminyak dengan predileksi tempat di sternum,

regio intercapsular, dan permukaan fleksor dari persendian-persendian.

7. Tinea corporis(1,6)

Herald patch atau bercak yang besar pada pitiriasis rosea dapat menyerupai

tinea corporis. Tinea corporis juga memiliki lesi papuloeritemaskuamosa yang

bentuknya anular, dengan skuama, dan central healing. Namun pada tepinya bisa

terdapat papul, pustul, skuama, atau vesikel. Bagian tepi lesi yang lebih aktif pada

infeksi jamur ini menunjukkan adanya hifa pada pemeriksaan sitologi atau pada

kultur, yang membedakannya dengan pitiriasis rosea. Tinea corporis jarang menyebar

luas pada tubuh.

8. Erupsi kulit mirip pitiriasis rosea oleh karena obat(6,11)

Senyawa emas dan captopril paling sering menimbulkan kelainan ini. Setelah

diketahui macam-macam obat yang bisa menginduksi timbulnya erupsi kulit mirip

pitiriasis rosea, kasusnya sudah berkurang sekarang. Gambaran klinisnya ialah lesinya

tampak lebih besar dengan skuama yang menutupi hampir seluruh lesi, sedikit yang

ditemukan adanya Herald patch, umumnya sering didapatkan adanya lesi pada mulut

9

Page 10: pitiriasis rosea.docx

berupa hiperpigmentasi postinflamasi. Sebagai tambahan, erupsi kulit mirip pitiriasis

rosea karena obat yang berlangsung lama dikatakan ada hubungannya dengan AIDS.

II.10.   KOMPLIKASI

Tidak ada komplikasi yang serius yang terjadi pada pasien dengan pitiriasis rosea. Gatal

yang hebat bisa saja terjadi dan mengarah pada pembentukan eksema dan infeksi sekunder

akibat garukan. Pasien mungkin mengalami gejala seperti flu, tetapi biasanya relatif ringan

jika hal ini terjadi. Sekitar 1/3 pasien PR mengalami derajat kecemasan dan depresi yang

signifikan, yang diakibatkan ketidakpastian mengenai durasi penyembuhan penyakitnya.

Edukasi sangat penting pada pasien-pasien ini bahwa tidak ada komplikasi yang serius yang

akan terjadi. Namun, PR selama kehamilan perlu mendapatkan perhatian khusus. Pada 38

kasus kehamilan dengan PR, Drago dkk melaporkan 9 kelahiran prematur, walaupun semua

bayi lahir dari ibu yang tidak memliki kelainan dalam kehamilannya. Lima ibu mengalami

keguguran, paling sering terjadi pada trimester pertama. Oleh karena itu perlu diwaspadai dan

terus diikuti perkembangannya secara teliti dan diberikan perhatian yang lebih.(6)

II.11.   PENATALAKSANAAN

Kebanyakan pasien tidak memerlukan pengobatan karena sifatnya yang asimptomatik.

Penatalaksanaan pada pasien yang datang berobat pertama kali:(11)

a. Tenangkan pasien bahwa ia tidak memiliki penyakit sistemik dalam tubuhnya, penyakit ni

tidak menular, dan biasanya tidak akan berulang kembali.

b. Colloidal bath

1 bungkus bubur gandum Aveeno dituangkan ke dalam bak mandi atau ember besar yang

berisi 6-8 inci air yang hangatnya suam-suam kuku. Pasien diminta untuk mandi selama 10-

15 menit setiap harinya. Hindari sabun dan air panas sebisanya untuk mengurangi rasa gatal

yang ada.

c. Lotion kocok putih non-alkohol atau Calamine lotion digunakan 2 kali sehari pada lesi

kulit.

d. Antihistamin jika ada keluhan gatal.

e. Terapi UVB dapat diberikan pada kasus dengan peningkatan suberitem, sebanyak 1-2 kali

seminggu. Gejala klinis yang berat akan berkurang namun tidak akan berpengaruh terhadap

rasa gatal dan lamanya sakit.

10

Page 11: pitiriasis rosea.docx

f. Selain obat-obat di atas diberikan pula prednison 5 mg. Diberikan 4 kali 1 tablet selama 3

hari, kemudian 3 kali 1 tablet selama 4 hari, kemudian 2 tablet setiap pagi selama 1-2

minggu, sampai gatalnya menghilang.

g. Eritromisin 250 mg, diberikan 2 kali sehari selama 2 minggu.

Dari suatu penelitian diketahui eritromisin dosis 250 mg yang diberikan 4 kali sehari pada

orang dewasa dan dosis 25-40 mg/kgBB dibagi dalam 4 dosis untuk anak-anak, dalam waktu

2 minggu semua gejala klinis yang nampak sebelumnya telah hilang.(3)

Fototerapi dapat bermanfaat pada kasus-kasus yang lama penyembuhannya. Fototerapi

UVB dapat mempercepat hilangnya erupsi kulit yang ada. Satu-satunya efek samping dari

terapi ini ialah kulit yang terasa sedikit perih dan kekeringan pada kulit. Namun risiko

terjadinya hiperpigmentasi postinfeksi dapat meningkat dengan terapi ini.(2,3)

II.12.   PROGNOSA

Pitiriasis rosea merupakan penyakit akut yang bersifat self limiting illnes yang akan

menghilang dalam waktu 3-8 minggu, dengan beberapa minngu pertama terkait dengan lesi

kulit inflamasi yang baru dan mungkin gejala seperti flu. Dapat terjadi hipopigmentasi dan

hiperpigmentasi pasca inflamasi pada kasus pityriasis rosea. Relaps dan rekuren jarang

ditemukan.(1,5,6)

11

Page 12: pitiriasis rosea.docx

BAB III

KESIMPULAN

Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya yang

dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul

oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan

lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.(1,2)

Gejala klinis dimulai dari lesi inisial yang berupa “herald patch”, kemudian disusul

oleh lesi-lesi yang lebih kecil. Umumnya herald patch ini terdapat di lengan atas, badan atau

leher, bias juga pada wajah, kepala atau penis.(8)

Para ahli masih berbeda pendapat tentang faktor-faktor penyebab timbulnya PR. Ada

yang menduga penyebabnya adalah virus, dikarenakan penyakit ini dapat sembuh dengan

sendirinya (self limited). Keterlibatan dua virus herpes yaitu HHV-6 dan HHV-7, telah

diusulkan sebagai penyebab erupsi

Penegakan diagnosis PR didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan

penunjang. Kebanyakan pasien tidak memerlukan pengobatan karena sifatnya yang

asimptomatik, Sangat penting bagi dokter untuk mengetahui spektrum yang luas dari

varian pityriasis rosea, sehingga manajemen yang tepat dan pasti dapat dilakukan. Terutama

pada anak-anak, diagnosis banding erupsi kulit lebih sulit dibandingkan orang dewasa. Untuk

erupsi yang atipikal tanpa diagnosis pasti, lebih aman untuk mempertimbangkan melakukan

biopsi pada lesi kulit dan pemeriksaan lainnya sehingga diagnosis banding penting untuk

tidak dilewatkan.(12)

12