pitiriasis rosea.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya yang
dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul
oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan
lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.(1,2)
Insiden tertinggi pada usia antara 15 – 40 tahun. Wanita lebih sering terkena
dibandingkan pria dengan perbandingan 1.5 : 1. Kekambuhan pada penyakit ini tidak
diketahui, hanya sekitar 1-3% kasus yang terjadi. Keterkaitan Human Herpes Virus (HHV)
enam dan tujuh sebagai penyebab penyakit ini masih dalam kontroversi.(3,4,5)
Istilah Pitiriasis Rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan pada tahun
1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun 1860, Gilbert memberi nama
Pitiriasis Rosea yang berarti skuama berwarna merah muda ( rosea ). Pitiriasis Rosea biasa
didahului dengan gejala prodromal (lemas, mual, tidak nafsu makan, demam, nyeri sendi,
pembesaran kelenjar limfe). Setelah itu muncul gatal dan lesi di kulit. Banyak penyakit yang
memberikan gambaran seperti Pitiriasis Rosea seperti dermatitis numularis, sifilis sekunder,
dan sebagainya (6,7)
Gejala klinis dimulai dari lesi inisial yang berupa “herald patch”, kemudian disusul
oleh lesi-lesi yang lebih kecil. Umumnya herald patch ini terdapat di lengan atas, badan atau
leher, bias juga pada wajah, kepala atau penis.(8)
Pitiriasis Rosea merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, oleh karena itu,
pengobatan yang diberikan adalah pengobatan suportif. Obat yang diberikan dapat berupa
kortikosteroid, antivirus, dan obat topikal untuk mengurangi pruritus.(6)
1
BAB II
PITIRIASIS ROSEA
II.1. DEFINISI
Pitiriasis rosea ialah penyakit akut, kelainan kulit berupa timbulnya papuloskuamosa yang
dapat hilang dengan sendirinya, umumnnya menyerang anak-anak dan dewasa muda yang
sehat, walaupun sebenarnya dapat ditemukan pada semua umur. Penyebabnya belum
diketahui, diduga virus sebagai penyebab timbulnya erupsi.(5)
Menurut Andrew ( 2006 ), Pitiriasis Rosea adalah peradangan kulit berupa eksantema
yang ditandai dengan lesi makula-papula berwarna kemerahan (salmon colored ) berbentuk
oval, circinate tertutup skuama collarette, soliter dan lama kelamaan menjadi
konfluen. Ketika lesi digosok menurut aksis panjangnya, skuama cenderung terlipat melewati
garis gosokan ( hanging curtain sign ). (3)
II.2. EPIDEMIOLOGI
Kurang lebih 75% kasus pitiriasis rosea didapatkan pada usia antara 10-35 tahun. Puncak
insidensnya terdapat pada usia antara 20-29 tahun. Namun ada juga yang mengatakan puncak
insidensinya terdapat pada usia antara 15-40 tahun. Namun bagaimanapun penyakit ini bisa
muncul dari usia 3 bulan.(2,3,9)
Prevalensi yang dilaporkan dari pusat dermatologi adalah 0,3-3 %. Penyakit ini
terdapat di seluruh dunia dan didapatkan kira-kira sebanyak 20% dari setiap kunjungan
pasien yang berobat jalan pada ahli penyakit kulit. Insidens pada pria dan wanita hampir
sama, walaupun sedikit lebih banyak ditemukan pada wanita.(6,8)
II.3. ETIOLOGI
Penyebab dari penyakit ini belum diketahui, demikian pula cara penyebaran infeksinya.
Ada yang mengemukanan hipotesis bahwa penyebabnya adalah virus karena merupakan
penyakit swasima (self limiting disease) yang umumnya sembuh sendiri dalam waktu 3-8
minggu.(1)
2
Watanabe et al melakukan penelitian dan mempercayai bahwa Pitiriasis Rosea
disebabkan oleh virus. Mereka melakukan replikasi aktif dari Herpes Virus ( HHV )-6 dan -7
pada sel mononuklear dari kulit yang mengandung lesi, kemudian mengidentifikasi virus
pada sampel serum penderita. Dimana virus-virus ini hampir kebanyakan didapatkan pada
masa kanak-kanak awal dan tetap ada pada fase laten dalam sel mononuklear darah perifer,
terutama CD-4 dan sel T, dan pada air liur.(3)
Menurut Broccolo dkk 2005, DNA HHV-7 dan sedikit DNA HHV-6 ditemukan pada
plasma bebas dalam plasma atau sampel serum dari banyak penderita pityriasis rosea, dan
tidak ditemukan pada individu yang menderita penyakit inflamasi kulit lainnya. Protein dan
mRNA HHV-7 dan sedikit mRNA HHV-6 dan protein, dideteksi pada kumpulan leukosit
yang ditemukan di regio perivaskular dan perifolikular pada lesi PR, tetapi tidak ditemukan
pada pasien dengan penyakit inflamasi kulit lainnya. Peningkatan imunoglobulin spesifik
HHV-6 dan HHV-7 pada kondisi tidak adanya antibodi imunoglobulin G spesifik terhadap
virus tidak terjadi pada pasien PR, sementara pada peningkatan infeksi virus primer terhadap
antibodi IgM sendiri merupakan tanda khas. Kemudian penemuan terakhir bahwa terdapat
DNA HHV-6 dan HHV-7 pada saliva pasien dengan PR, yang tidak ditemukan pada pasien-
pasien dengan infeksi primer oleh virus-virus ini. Berdasarkan pada penemuan-penemuan ini,
kesimpulan yang dapat diambil adalah pityriasis rosea ini berkaitan erat dengan reaktivasi
HHV-7 dan sedikit HHV-6.(6)
Chlamydia pneumonia, Mycoplasma pneumonia dan Legionella pneumonia telah
dikemukakan sebagai agen penyebab pitiriasis rosea yang berpotensi kuat, namun belum ada
penelitian yang menunjukkan kenaikan kadar antibodi yang signifikan terhadap
mikroorganisme yang telah disebutkan di atas pada penderita pitiriasis rosea.(2)
Erupsi kulit yang mirip dengan pitiriasis rosea dapat timbul sebagai akibat dari reaksi
obat. Macam-macam obat yang berhubungan dengan munculnya erupsi kulit mirip pitiriasis
rosea antara lain:(3)
Barbiturat Bismuth
Captopril Clonidine
Senyawa emas Imatinib (Gleevec)
Interferon Ketotifen (Zaditor)
Arsen Methopromazine
Ergotamine Hidroksiklorokuin
Tripelennamine Hidroklorida Lisinopril
3
II.4. PATOFISIOLOGI
Para ahli masih berbeda pendapat tentang faktor-faktor penyebab timbulnya PR. Ada
yang menduga penyebabnya adalah virus, dikarenakan penyakit ini dapat sembuh dengan
sendirinya (self limited). Keterlibatan dua virus herpes yaitu HHV-6 dan HHV-7, telah
diusulkan sebagai penyebab erupsi. Dilaporkan terdapat DNA virus dalam peripheral blood
mononuclear cell (PBMC) dan lesi kulit dan hal ini tidak terpengaruh dari banyaknya orang
dengan PR akut. HHV-7 terdeteksi sedikit lebih banyak daripada HHV-6, tetapi sering kedua
virus ditemukan. Namun, bukti dari adanya HHV-6 atau HHV-7 dan aktivitasnya juga
ditemukan dalam proporsi (10-44%) dari individu yang tidak terpengaruh, hal ini
menunjukkan bahwa terdapat hubungan dengan infeksi, di mana virus tidak selalu
menyebabkan penyakit..(4)
Sementara ahli yang lain mengaitkan dengan berbagai faktor yang diduga berhubungan
dengan timbulnya PR, misalnya faktor penggunaan obat-obat tertentu.(3)
II.5. GEJALA KLINIS
Kurang lebih pada 20-50% kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea didahului dengan
munculnya gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus respiratorius bagian atas atau
gangguan gastrointestinal. Sumber lain menyebutkan kira-kira 5% dari kasus pitiriasis rosea
didahului dengan gejala prodormal berupa sakit kepala, rasa tidak nyaman di saluran
pencernaan, demam, malaise, dan artralgia. Lesi utama yang paling umum ialah munculnya
lesi soliter berupa makula eritem atau papul eritem pada batang tubuh atau leher, yang secara
bertahap akan membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-10 cm, berwarna pink
salmon, berbentuk oval dengan skuama tipis.3,4,6
Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan Herald patch/Mother
plaque/Medalion. Insidens munculnya Herald patch dilaporkan sebanyak 12-94%, dan pada
banyak penelitian kira-kira 80% kasus pitiriasis rosea ditemukan adanya Herald patch. Jika
lesi ini digores pada sumbu panjangnya, maka skuama cenderung untuk melipat sesuai
dengan goresan yang dibuat, hal ini disebut dengan“Hanging curtain sign”. Herald patch ini
akan bertahan selama satu minggu atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai hilang, efloresensi
lain yang baru akan bermunculuan dan menyebar dengan cepat. Namun kemunculan dan
penyebaran efloresensi yang lain dapat bervariasi dari hanya dalam beberapa jam hingga
4
sampai 3 bulan. Bentuknya bervariasi dari makula berbentuk oval hingga plak berukuran 0,5-
2 cm dengan tepi yang sedikit meninggi. Warnanya pink salmon (atau berupa
hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit gelap) dan khasnya terdapat koleret dari
skuama di bagian tepinya. Umum ditemukan beberapa lesi berbentuk anular dengan bagian
tengahnya yang tampak lebih tenang.(3,4,6)
Gambar 1. Herald Patch(4)
Pada pitiriasis rosea gejalanya akan berkembang setelah 2 minggu, dimana ia mencapai
puncaknya. Karenanya akan ditemukan lesi-lesi kecil kulit dalam stadium yang berbeda. Fase
penyebaran ini secara perlahan-lahan akan menghilang secara spontan setelah 3-8 minggu.
Lesi-lesi ini muncul terutama pada batang tubuh dengan sumbu panjang sejajar pelipatan
kulit. Susunannya sejajar dengan kosta, sehingga tampilannya tampak seperti pohon natal
yang terbalik (inverted christmas tree appearance) yang merupakan lesi patognomonik dari
pitiriasis rosea.(1)
Gambar 3. Plak primer ( herald patch )
dan distribusi tipikal plak sekunder sepanjang garis kulit
pada trunkus dalam susunan Christmas tree(6)
5
Lokasinya juga sering ditemukan di lengan atas dan paha atas. Lesi-lesi yang muncul
berikutnya jarang menyebar ke lengan bawah, tungkai bawah, dan wajah. Namun sesekali
bisa didapatkan pada daerah tertentu seperti leher, sela paha, atau aksila. Pada daerah ini lesi
berupa bercak dengan bentuk sirsinata yang bergabung dengan tepi yang tidak rata sehingga
sangat mirip dengan Tinea corporis. Gatal ringan-sedang dapat dirasakan penderita, biasanya
saat timbul gejala. Gatal merupakan hal yang biasa dikeluhkan dan gatalnya bisa menjadi
parah pada 25% pasien. Gatal akan lebih dirasakan saat kulit dalam keadaan basah,
berkeringat, atau akibat dari pakaian yang ketat. Akan tetapi, 25% penderitanya tidak
merasakan gatal. Relaps dan rekurensi jarang sekali ditemukan. Ekskoriasi jarang ditemukan.
Efek dari terapi yang berlebih atau adanya dermatitis kontak, umum ditemukan.(1,3)
II.6 KLASIFIKASI (2,9)
1. Pitiriasis rosea inversa
- Lesi kulit banyak terdapat di wajah dan distal ekstremitas, daerah fleksor
seperti aksila dan sela paha, hanya sedikit yang terdapat di tubuh.
- Umumnya terjadi pada anak-anak.
2. Pitiriasis rosea terlokalisasi
- Lesinya dapat terjadi pada satu area saja, sehingga diagnosis menajdi sulit
- Pitiriasis rosea giganta
- Ditemukan papul-papul atau plak yang besar, tetapi jumlahnya sedikit
3. Vesicular pitiriasis rosea
- Lebih sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
- Menyerupai infeksi varisela.
4. Purpuric pitiriasis rosea
- Hanya ada 10 kasus yang dilaporkan, anak-anak dan dewasa sama banyak.
- Secara histopatologi terdapat perbedaan pada ekstravasasi eritrosit ke
stratum papilare dermis tanpa adanya bukti vaskulitis.
- Manifestasi klinisnya berupa petechie, dan ekimosis sepanjang Langer
line pada leher, tubuh dan ekstremitas proksimal.
- Lesinya mungkin dengan skuama yang lebih sedikit atau didominasi oleh
pustule atau purpura.
6
- Cenderung meninggalkan tanda hipo atau hiperpigmentasi postinflamasi
setelah sembuh, terutama pada orang-orang yang memiliki banyak pigmen.
5. Urticarial pitiriasis rosea
- Varian yang jarang ditemukan.
- Menyerupai urtikaria akut.
II.7 DIAGNOSA
Penegakan diagnosis PR didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Anamnesis dibutuhkan untuk mendukung penegakan diagnosis PR yaitu:
a. Pada PR klasik, pasien biasanya menggambarkan onset dari timbulnya lesi
kulit tunggal pada daerah badan, beberapa hari sampai minggu kemudian
diikuti timbulnya berbagai lesi kecil.(6)
b. Gatal hebat dirasakan pada 25% pasien PR tanpa komplikasi, 50% lainnya
merasakan gatal dari yang ringan sampai sedang, dan 25% lainnya tidak
mengeluhkan rasa gatal.(6)
c. Sebagian kecil pasien menunjukkan gejala prodromal seperti gejala flu,
demam, malaise, arthralgia, dan faringitis.(6,12)
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan terlihat:
a. Kelainan berupa bercak berskuama dengan batas tegas berbentuk oval atau
bulat (“herald patch”) yang meluas ke perifer, terlihat erupsi makulopapular
berwarna merah-coklat berukuran 0,5-4 cm.(6,12)
b. Bagian tepi lesi terlihat lebih aktif, meninggi, eritematosa dengan bagian
tengah berupa central clearing.(12)
c. Terlokalisasi pada badan, leher, dan daerah poplitea atau pada area yang
lembab dan hangat misalnya di area lipatan kulit.(6,12)
d. Erupsi sekunder mengikiuti garis Langer, berbentuk pola pohon natal atau
pola pohon cemara.(6,12)
7
Biopsi biasanya tidak selalu diindikasikan untuk menggevaluasi pasien dengan suspek
PR. Karena bisa terjadi kesalahan untuk beberapa penyakit kulit, diagnosis klinis PR
mungkin kadang-kadang sulit, terutama di varian atipikal.(12)
II.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini jarang diperlukan dalam kasus PR. Pemeriksaan fisik, hitung darah
sel, biokimia dan analisis urin dalam rentang normal, kadang ditemukan leukositosis,
neutrophilia, basophilia dan limfositosis. (2,12)
Tes VDRL dan uji fluorescent antibody trepenomal dilakukan untuk
menyingkirkan adanya sifilis.(2)
b. Biopsi kulit
Superfisial peri infiltrasi vaskular dengan limfosit, histiosit, dengan eosinofil jarang
terlihat. Sel epidermis menunjukkan sel darah merah diskeratosis dan ekstravasasi
RBCs dapat dilihat.(2)
II.9 DIAGNOSA BANDING
Diagnosa banding dari pitiriasis rosea mencakup
1. Sifilis stadium II (yang paling penting)(6,11)
Sifilis stadium II dapat menyerupai pitiriasis rosea, namun biasanya pada
sifilis sekunder lesi juga terdapat di telapak tangan, telapak kaki, membran mukosa,
mulut, serta adanya kondiloma lata atau alopesia. Tidak ada keluhan gatal (99%). Ada
riwayat lesi pada alat genital. Tes serologis terhadap sifilis perlu dilakukan terutama
jika gambarannya tidak khas dan tidak ditemukan Herald patch.
2. Psoriasis gutata(6)
Kelainan kulit yang terdiri atas bercak-bercak eritem yang meninggi (plak)
dengan skuama diatasnya. Eritem sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium
penyembuhan sering eritem yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir.
Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar
kelainan bervariasi, jika seluruhnya atau sebagian besar lentikuler disebut sebagai
8
psoriasis gutata. Umumnya setelah infeksiStreptococcus di saluran napas bagian atas
sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak dan dewasa muda.
3. Lichen planus(11)
Dapat menyerupai pitiriasis rosea papular. Lesinya memiliki lebih banyak papul dan
berwarna violet/lembayung, ditemukan di membran mukosa mulut dan bibir.
4. Dermatitis numularis(6)
Gambaran lesinya berbentuk seperti koin dengan skuama yang dapat
menyerupai pitiriasis rosea. Namun tidak terdapat koleret dan predileksi tempatnya
pada tungkai, daerah yang biasanya jarang terdapat lesi pada pitiriasis rosea.
5. Parapsoriasis (Pitiriasis lichenoides kronik)(6,11)
Penyakit ini jarang ditemukan, pada bentuk yang kronis mungkin
didapatkan“cigarrete paper” atrofi. Penyakit ini dapat berkembang menjadi mikosis
fungoides.
6. Dermatitis seboroik(11)
Pada dermatitis seboroik, kulit kepala dan alis mata biasanya berskuama dan
ruam kulitnya ditutupi skuama yang berminyak dengan predileksi tempat di sternum,
regio intercapsular, dan permukaan fleksor dari persendian-persendian.
7. Tinea corporis(1,6)
Herald patch atau bercak yang besar pada pitiriasis rosea dapat menyerupai
tinea corporis. Tinea corporis juga memiliki lesi papuloeritemaskuamosa yang
bentuknya anular, dengan skuama, dan central healing. Namun pada tepinya bisa
terdapat papul, pustul, skuama, atau vesikel. Bagian tepi lesi yang lebih aktif pada
infeksi jamur ini menunjukkan adanya hifa pada pemeriksaan sitologi atau pada
kultur, yang membedakannya dengan pitiriasis rosea. Tinea corporis jarang menyebar
luas pada tubuh.
8. Erupsi kulit mirip pitiriasis rosea oleh karena obat(6,11)
Senyawa emas dan captopril paling sering menimbulkan kelainan ini. Setelah
diketahui macam-macam obat yang bisa menginduksi timbulnya erupsi kulit mirip
pitiriasis rosea, kasusnya sudah berkurang sekarang. Gambaran klinisnya ialah lesinya
tampak lebih besar dengan skuama yang menutupi hampir seluruh lesi, sedikit yang
ditemukan adanya Herald patch, umumnya sering didapatkan adanya lesi pada mulut
9
berupa hiperpigmentasi postinflamasi. Sebagai tambahan, erupsi kulit mirip pitiriasis
rosea karena obat yang berlangsung lama dikatakan ada hubungannya dengan AIDS.
II.10. KOMPLIKASI
Tidak ada komplikasi yang serius yang terjadi pada pasien dengan pitiriasis rosea. Gatal
yang hebat bisa saja terjadi dan mengarah pada pembentukan eksema dan infeksi sekunder
akibat garukan. Pasien mungkin mengalami gejala seperti flu, tetapi biasanya relatif ringan
jika hal ini terjadi. Sekitar 1/3 pasien PR mengalami derajat kecemasan dan depresi yang
signifikan, yang diakibatkan ketidakpastian mengenai durasi penyembuhan penyakitnya.
Edukasi sangat penting pada pasien-pasien ini bahwa tidak ada komplikasi yang serius yang
akan terjadi. Namun, PR selama kehamilan perlu mendapatkan perhatian khusus. Pada 38
kasus kehamilan dengan PR, Drago dkk melaporkan 9 kelahiran prematur, walaupun semua
bayi lahir dari ibu yang tidak memliki kelainan dalam kehamilannya. Lima ibu mengalami
keguguran, paling sering terjadi pada trimester pertama. Oleh karena itu perlu diwaspadai dan
terus diikuti perkembangannya secara teliti dan diberikan perhatian yang lebih.(6)
II.11. PENATALAKSANAAN
Kebanyakan pasien tidak memerlukan pengobatan karena sifatnya yang asimptomatik.
Penatalaksanaan pada pasien yang datang berobat pertama kali:(11)
a. Tenangkan pasien bahwa ia tidak memiliki penyakit sistemik dalam tubuhnya, penyakit ni
tidak menular, dan biasanya tidak akan berulang kembali.
b. Colloidal bath
1 bungkus bubur gandum Aveeno dituangkan ke dalam bak mandi atau ember besar yang
berisi 6-8 inci air yang hangatnya suam-suam kuku. Pasien diminta untuk mandi selama 10-
15 menit setiap harinya. Hindari sabun dan air panas sebisanya untuk mengurangi rasa gatal
yang ada.
c. Lotion kocok putih non-alkohol atau Calamine lotion digunakan 2 kali sehari pada lesi
kulit.
d. Antihistamin jika ada keluhan gatal.
e. Terapi UVB dapat diberikan pada kasus dengan peningkatan suberitem, sebanyak 1-2 kali
seminggu. Gejala klinis yang berat akan berkurang namun tidak akan berpengaruh terhadap
rasa gatal dan lamanya sakit.
10
f. Selain obat-obat di atas diberikan pula prednison 5 mg. Diberikan 4 kali 1 tablet selama 3
hari, kemudian 3 kali 1 tablet selama 4 hari, kemudian 2 tablet setiap pagi selama 1-2
minggu, sampai gatalnya menghilang.
g. Eritromisin 250 mg, diberikan 2 kali sehari selama 2 minggu.
Dari suatu penelitian diketahui eritromisin dosis 250 mg yang diberikan 4 kali sehari pada
orang dewasa dan dosis 25-40 mg/kgBB dibagi dalam 4 dosis untuk anak-anak, dalam waktu
2 minggu semua gejala klinis yang nampak sebelumnya telah hilang.(3)
Fototerapi dapat bermanfaat pada kasus-kasus yang lama penyembuhannya. Fototerapi
UVB dapat mempercepat hilangnya erupsi kulit yang ada. Satu-satunya efek samping dari
terapi ini ialah kulit yang terasa sedikit perih dan kekeringan pada kulit. Namun risiko
terjadinya hiperpigmentasi postinfeksi dapat meningkat dengan terapi ini.(2,3)
II.12. PROGNOSA
Pitiriasis rosea merupakan penyakit akut yang bersifat self limiting illnes yang akan
menghilang dalam waktu 3-8 minggu, dengan beberapa minngu pertama terkait dengan lesi
kulit inflamasi yang baru dan mungkin gejala seperti flu. Dapat terjadi hipopigmentasi dan
hiperpigmentasi pasca inflamasi pada kasus pityriasis rosea. Relaps dan rekuren jarang
ditemukan.(1,5,6)
11
BAB III
KESIMPULAN
Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya yang
dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul
oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan
lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam waktu 3-8 minggu.(1,2)
Gejala klinis dimulai dari lesi inisial yang berupa “herald patch”, kemudian disusul
oleh lesi-lesi yang lebih kecil. Umumnya herald patch ini terdapat di lengan atas, badan atau
leher, bias juga pada wajah, kepala atau penis.(8)
Para ahli masih berbeda pendapat tentang faktor-faktor penyebab timbulnya PR. Ada
yang menduga penyebabnya adalah virus, dikarenakan penyakit ini dapat sembuh dengan
sendirinya (self limited). Keterlibatan dua virus herpes yaitu HHV-6 dan HHV-7, telah
diusulkan sebagai penyebab erupsi
Penegakan diagnosis PR didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan
penunjang. Kebanyakan pasien tidak memerlukan pengobatan karena sifatnya yang
asimptomatik, Sangat penting bagi dokter untuk mengetahui spektrum yang luas dari
varian pityriasis rosea, sehingga manajemen yang tepat dan pasti dapat dilakukan. Terutama
pada anak-anak, diagnosis banding erupsi kulit lebih sulit dibandingkan orang dewasa. Untuk
erupsi yang atipikal tanpa diagnosis pasti, lebih aman untuk mempertimbangkan melakukan
biopsi pada lesi kulit dan pemeriksaan lainnya sehingga diagnosis banding penting untuk
tidak dilewatkan.(12)
12